Sistem Hukum Yang Diterapkan Di Berbagai Negara: Disusun Untuk Memenuhi Tugas UTS
Sistem Hukum Yang Diterapkan Di Berbagai Negara: Disusun Untuk Memenuhi Tugas UTS
NEGARA
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas UTS
Dosen pengampu:
Mabarroh Azizah S.H.I, M.H
Disusun oleh:
Nur Aisatun M 234110303119
1 HTN C
FAKULTAS SYARIAH
2023
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem hukum didunia merupakan tatanan atau kesatuan yang
utuh yang mengatur kehidupan masyarakat di suatu negara. Setiap
negara di dunia memiliki sistem hukumnya sendiri-sendiri. Sistem
hukum didunia terdiri dari berbagai macam jenis, seperti sistem
hukum Eropa Kontinental, Anglo saxon, islam, adat. Masing-
masing sistem hukum memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri
dalam berbagai aspek seperti doktrin, sumber hukum,negara
penganutnya, dan ciri cirinya. Sistem hukum di Indonesia saat ini
merupakan sistem hukum yang berasal dari daratan Eropa
Kontinental. Namun, Indonesia juga memiliki beragam tradisi
dalam masyarakatnya, yang didalamnya berlaku hukum adat
sebagai hukum asli. Sehingga perkembangan hukum di Indonesia
sangat dipengaruhi oleh keanekaragaman agama, adat, masyarakat,
dan sistem hukum yang hidup di Indonesia itu sendiri, Civil law,
Common law, maupun hukum-hukum adat yang ada.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana karakteristik sistem hukum yang ada di dunia dan
sistem hukum apa saja yang diterapkan di Indonesia?
PEMBAHASAN
1
Aris Prio A gus Santoso, SH.,MH. Pengantar Ilmu Hukum(Yogyakarta:Pustaka Baru Press,2023)
hal 31
4.Bekerjanya bagian-bagian dari sistem itu menciptakan sesuatu yang
berharga,
5. Masing-masing harus cocok satu sama lain,
6. Ada kekuatan pemersatu yang mengikat.
Sistem hukum suatu negara bisa terarah kepada tujuan mempertahankan
kedamaian, menjalankan moralitas, melindungi hak- hak asasi, memajukan
kesejahteraan umum, mengembangkan kebaikan umat manusia, melindungi
kebebasan, dan mencapai keadilan. Masing- masing teori menekankan aspek
tertentu yang tentu saja masih terbuka terhadap kritik dan diskusi lebih lanjut.
Sistem hukum perlu diarahkan kepada terjaminnya kedamaian, pengakuan
hak-hak asasi, dan pelestarian lingkungan hidup. Tiga faktor ini bisa
diringkaskan menjadi kebaikan manusia dan keutuhan tata ciptaan. Jadi,
sistem hukum bertujuan untuk mencapai kebaikan bagi manusia dan
menjamin keutuhan tata ciptaan. Hukum harus bisa menjadi instrumen untuk
mencapai keadilan. Pertama, peraturan-peraturan setiap hukum pada dirinya
harus adil, sehingga aplikasinya oleh pengadilan tidak akan memihak. Kedua,
hukum harus bisa memastikan bahwa negara akan memperlakukan setiap
warganya secara adil, dan bahwa setiap warga negara melakukan keadilan
terhadap sesamanya.
Negara negara penganut sistem hukum Eropa Koninental atau civil law
antara lain negara negara Perancis, Jerman, Belanda dan bekas jajahan
Belanda antara lain Indonesia, Jepang dan Thailand. Pada sistem ini, putusan
pengadilan berdasarkan pada peraturan perundang undangan yang berlaku,
contohnya bisa UUD 45, Tap MPR, UU/Perpu, Peraturan Pemerintah,
Perpres/Kep Pres, MA, Keputusan Menteri dan lain lain, jadi, keputusan
pengadilan bersifat fleksibel (berubah ubah) tergantung hakim yang
memutuskan berdasarkan fakta/bukti yang ada.
Tidak menganut sistem juri karena negara negara tersebut menganut faham
bahwa orang awam yang tidak tahu hukum tidak bisa ikut andil/menentukan
nasib seseorang, tetapi putusan Hakim menentukan berdasarkan fakta sumber
sumber dan saksi saksi yang mendukung. Adanya sistem perjanjian "the
receipt rule" yakni perjanjian terbentuk ketika penerimaan terhadap suatu
penawaran sampai ke pemberi tawaran. Jadi, ketika seseorang membatalkan
suatu kontrak perjanjian dengan cara mengirimkan email atau surat fax ke
perusahaan tertentu, maka perjanjian pembatalan terlaksana ketika surat
tersebut dibaca oleh manajer atau pemilik perusahaan yang bersangkutan. jika
karena masalah (belum sampai membaca surat) maka perjanjian masih belum
terlaksana2
2
Aris Prio A gus Santoso, SH.,MH. Pengantar Ilmu Hukum(Yogyakarta:Pustaka Baru Press,2023)
hal 31
B. Macam Macam Sistem Hukum
1. Sistem Hukum Eropa Kontinental
Sistem hukum ini berkembang di negara-negara Eropa daratan yang sering disebut
sebagai "Civil Law". Sebenarnya semula berasal dari kodifikasi hukum yang
berlaku di Kekaisaran Roma- wi pada masa pemerintahan Kaisar Justinianus abad
VI Sebelum Masehi. Peraturan-peraturan hukumnya merupakan kumpulan dari
pelbagai kaidah hukum yang ada sebelum masa Justinianus yang kemudian
disebut "Corpus Juris Civilis". Dalam perkem- bangannya, prinsip-prinsip hukum
yang terdapat pada Corpus Juris Civilis itu dijadikan dasar perumusan dan
kodifikasi hukum di negara-negara Eropa daratan, seperti Jerman, Belanda,
Perancis dan Italia, juga Amerika Latin dan Asia termasuk Indonesia pada masa
penjajahan pemerintah Belanda.
Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa Kontinental itu ialah
"hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-
peraturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam
kodifika- si atau kompilasi tertentu". Prinsip dasar ini dianut mengingat bahwa
nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah "kepastian hukum". Dan
kepastian hukum hanya dapat diwujudkan kalau tindakan-tindakan hukum
manusia di dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-peraturan hukum yang
tertulis. Dengan tujuan hukum itu dan berdasarkan sistem hukum yang dianut,
maka hakim tidak dapat leluasa untuk menciptakan hukum yang mempunyai
kekuatan mengikat umum. Hakim hanya berfungsi "menetapkan dan menafsirkan
peraturan-peraturan dalam batas- batas wewenangnya". Putusan seorang hakim
dalam suatu perkara hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (doktrins
Res Ajudicata).
Sejalan dengan pertumbuhan negara-negara nasional di Eropa, yang bertitik tolak
kepada unsur kedaulatan nasional termasuk kedaulatan untuk menetapkan hukum,
maka yang menjadi sumber hukum di dalam sistem hukum Eropa Kontinental
adalah undang-undang yang dibentuk oleh pemegang kekuasaan legislatif. Selain
itu juga diakui peraturan-peraturan yang dibuat pegangan kekuasaan eksekutif
berdasarkan wewenang yang telah ditetapkan oleh undang-undang dan
"kebiasaan-kebiasaan" 'yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat
selama tidak berten tangan dengan undang-undang. Berdasarkan sumber-sumber
hukum itu, maka sistem hukum Eropa Kontinental penggolongannya ada dua
yaitu "hukum publik" dan "hukum privat"3
C. Subsistem Hukum
Suatu sistem hukum haruslah tersusun dari sejumlah bagian- bagian yang
dinamakan subsistem hukum, yang secara bersama- sama mewujudkan kesatuan
yang utuh. Sistem hukum di Indonesia misalnya, dalam sistem hukum positifnya
3
R.Abdoel Djamali. Pengantar Hukum Indonesia. (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1996) hal 19
terdiri atas subsistem hukum pidana, subsistem hukum perdata, subsistem hukum
tata negara, dan sebagaianya, tentu saja saling berbeda tetapi tetap dalam satu
kesatuan, yaitu sistem hukum Indonesia.
Mengukur hukum sebagai suatu sistem menurut Fuller (Satjipto Rahardjo,
1986: 91-92), harus diletakkan pada delapan asas yang dinamakan principle of
legality yang bukan hanya menjadi syarat keberadaan sistem hukum, melainkan
juga memberikan pengkualifikasian bagi sistem hukum sebagai satu kesatuan
yang mengandung suatu moralitas tertentu. Kedelapan asas tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Suatu sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan, yaitu tidak
boleh mengandung keputusan-keputusan yang bersifat ad hoc belaka.
2. Peraturan-peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan.
3. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut, karena tidak bisa dipakai sebagai
pedoman tingkah laku dan merusak integritas peraturan yang ditujukan pada
waktu yang akan datang.
4. Peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang dapat dimengerti.
5. Suatu sistem hukum tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang
bertentangan satu sama lain.
6. Peraturan-peraturan itu tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa
yang dapat dilakukan.
7. Tidak boleh ada kebiasaan untuk sering mengubah peraturan, karena akan
menyebabkan seseorang akan kehilangan orientasi.
8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelak-
sanaannya sehari-hari4
2. Hukum yang otonom, yaitu hukum yang diwujudkan sebagai institusi yang
bebas dari pengaruh masyarakat, bertujuan untuk melakukan legitimasi
berdasarkan atas prosedur-formal sekaligus membatasi diskresi. Di dalam
menangani suatu permasalahan atau konflik dalam masyarakat, selalu
mengedepankan prosedural-legalistik, sehingga yang muncul adalah "keadilan
prosedural" belaka tanpa mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat secara
luas.5
7
Lawrence M. Friedman. Sistem Hukum. (Bandung:Nusa Media, 2018) hal 19
Sumber hukum dalam sistem hukum Anglo Amerika ialah "putusan-
putusan hakim/pengadilan" (Judicial decisions). Melalui putusan-putusan
hakim yang mewujudkan kepastian hukum, maka prinsip-prinsip dan
kaidah-kaidah hukum dibentuk dan menjadi kaidah yang mengikat umum.
Di samping putusan hakim, maka kebiasaan-kebiasaan dan peraturan-
peraturan tertulis undang-undang dan peraturan administrasi negara diakui,
walaupun banyak landasan bagi terbentuknya kebiasaan dan peraturan
tertulis itu berasal dari putusan-putusan di dalam pengadilan. Sumber-
sumber hukum itu (putusan hakim, kebiasaan dan per- aturan administrasi
negara) tidak tersusun secara sistematik dalam hirarki tertentu seperti pada
sistem hukum Eropa Kontinental. Selain itu juga di dalam sistem hukum
Anglo Amerika adanya Peranan yang diberikan kepada seorang hakim
berbeda dengan sistem hukum Eropa Kontinental. Hakim berfungsi tidak
hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan
peraturan-peraturan hukum saja, melainkan peranannya sangat besar yaitu
membentuk seluruh tata kehidupan masyarakat. Hakim mempunyai
wewenang yang sangat luas untuk menafsirkan peraturan hukum yang
berlaku dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang akan menjadi
pegangan bagi hakim-hakim lain untuk memutuskan perkara yang sejenis.
Sistem hukum Anglo Amerika menganut suatu doktrin yang pada
hakikatnya menyatakan bahwa dalam memutuskan suatu perkara, seorang
hakim harus mendasarkan putusannya kepada prinsip hukum yang sudah
ada di dalam putusan hakim lain dari perkara sejenis sebelumnya
(preseden). Hakim dapat menetapkan putusan baru berdasarkan nilai-nilai
keadilan, kebenaran dan akal sehat (common sense) yang dimilikinya.8
8
Peter Mahmud Marzuki. Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta:Preadamedia Group,2013)
keutuhannya oleh pelbagai golongan tertentu dalam lingkungan kehidupan
sosialnya, seperti masalah pakaian, pangkat pertunangan dan sebagainya.
Sedangkan istilah "Indonesia" digunakan untuk membedakan dengan
hukum Adat lainnya di kawasan Asia. Dan kata Indonesia itu untuk
pertama kali dipakai pada tahun 1850 oleh James Richardson Logan dari
salah satu karang- annya di Penang yang dimuat dalam Journal of the
Indian Archi- pelago and Eastern Asia, untuk menunjukkan adanya nama
bangsa-bangsa yang hidup di Asia Tenggara.
Sistem hukum Adat bersumber kepada peraturan-peraturan hukum tidak
tertulis yang tumbuh berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran
hukum masyarakatnya. Dan hukum Adat itu mempunyai tipe yang bersifat
tradisional dengan berpangkal kepada kehendak nenek moyang. Untuk
ketertiban hukumnya selalu diberikan penghormatan yang sangat besar
bagi kehendak suci nenek moyang itu. Karenanya keinginan untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu selalu dikembalikan kepada
pangkalnya kehendak suci nenek moyang sebagai tolok ukur terhadap
keinginan yang akan dilakukan. Peraturan-peraturan hukum Adat juga
dapat berubah tergantung dari pengaruh kejadi- an-kejadian dan keadaan
hidup yang silih berganti. Perubahannya sering tidak diketahui bahkan
kadang-kadang tanpa disadari masyarakat, karena terjadi pada situasi
sosial tertentu di dalam ehidupan sehari-hari. Dari sumber hukum yang
tidak tertulis itu, maka hukum Adat dapat memperlihatkan
kesanggupannya untuk menyesuaikan diri dan elastik. Misalnya, kalau
seorang dari Minangkabau datang ke daerah Sunda dengan membawa
ikatan-ikatan tradisinya, maka secara cepat ia dapat menyesuaikan dengan
tradisi daerah yang didatangi. Keadaan ini berbeda dengan hukum yang
peraturan- peraturannya ditulis dan dikodifikasikan dalam sebuah kitab
Undang-undang atau peraturan perundangan lainnya yang sulit dapat
diubah secara cepat untuk penyesuaian dalam situasi sosial tertentu, karena
dalam perubahannya masih diperlukan alat peng- ubah melalui
seperangkat alat-alat perlengkapan negara yang berwenang untuk itu
dengan membuat Berdasarkan sumber hukum dan tipe hukum Adat itu,
maka perundangan baru. dari 19 daerah lingkungan hukum (rechtskring) di
IndonesiaSistem hukum Adat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Hukum Adat mengenai Tatanegara (tata susunan rakyat mengatur
tentang susunan dari dan ketertiban dalam persekutuan-persekutuan
hukum (rechtsgemenschappen) sertasusunan dan lingkungan kerja alat-alat
perlengkapan, jabatan jabatan dan penjabatnya.
2. Hukum Adat mengenai Warga (hukum warga) terdiri dari;
a. Hukum pertalian sanak (perkawinan, waris).
b. Hukum tanah (hak ulayat tanah, transaksi-transaksi tanah).
c. Hukum perhutangan (hak-hak atasan, transaksi-transaksi tentang benda
selain tanah dan jasa).
3. Hukum Adat mengenai delik (hukum pidana), memuat peraturan-
peraturan tentang pelbagai delik dan reaksi masyara kat terhadap
pelanggaran hukum pidana itu.
Hukum Adat yang merupakan pencerminan kehidupan masyarakat
Indonesia, sedangkan masyarakat itu sendiri selalu berkembang, dengan
tipe yang mudah berubah dan elastik, maka sejak penjajahan Belanda
banyak mengalami perubahan sebagai akibat dari politik hukum yang
ditanamkan oleh pemerintah penjajah itu. Perubahan secara formal terjadi
dalam penghapusan berlakunya hukum Adat mengenai delik (hukum
pidana) dan diberlakukan peraturan-peraturan hukum pidana tertulis yang
dikodifikasikan di samping perundangan tertulis lainnya bagi seluruh
masyarakat Indonesia. Keadaan ini berlangsung sampai Indonesia merdeka
dan masih diberlakukan untuk mengisi kekosongan dalam bidang hukum
pidana selama belum ada undang-undang hukum pidana nasional. Selain
hukum pidana Adat dihapus, juga diperkenalkan adanya peraturan-
peraturan hukum dalam hukum perdata bidang perikatan yang secara
lambat laun menghapuskan dengan sendirinya sebagian besar hukum
perhutangan Adat. Sedangkan dalam perkembangan selanjutnya untuk
hukum tanah ditanamkan kesadaran hukum tentang kegunaan tanah seperti
yang dituangkan dalam Undang-undang Pokok Agraria. Dan mengenai
hukum pertalian sanak dalam segi tertentu dikembangkan melalui
yurisprudensi.9
Hukum adat dalam bidang hukum, ada yang bersifat netral dan non-
netral (sensitif). Menurut Lastuti Abubakar bidang hukum netral berarti
tidak ada kaitannya dengan aspek spritual manusia, seperti: hukum benda,
hukum perjanjian dan bidang hukum ekonomi, sedangkan hukum non-
netral sangat berkaitan erat dengan spritual manusia, seperti hukum
perkawinan, hukum waris dan hukum tanah.
Beberapa penelitian yang menyuguh-kan persolan adat, pernikahan, dan
masya-rakat muslim di Indonesia, seperti penelitian yang dilakukan
Murdan yang membahas mengenai Pluralisme Hukum di Indonesia terkait
Intrlegality dalam perkawinan masya-rakat Islam Sasak, hasilnya bahwa
plura-lisme hukum dalam masyarakat Islam Sasak terus terjadi, beberapa
9
R.Abdoel Djamali. Pengantar Hukum Indonesia. (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1996) hal 70
alasan hokumnya ialah: 1) ketaatan masyarakat Sasak dalam
mempraktikan adat dan agama, 2) pengaruh kebijakan hukum masa
kolonial, 3) hukum di Indonesia yang menghormati dan melindungi
pluralitas, 4) ada kecondongan beberapa masyarakat memilih salah satu
hukum dalam perkawinan, bisa hukum Isam, adat Sasak, atau negara, 5)
ada praktik Arabisasi, 6) pandangan positif masyarakat Sasak atas
perkawinan masyarakat perkotaan, 7) pergumulan otoritas atau wewenang
dalam perkawinan masyarakat Islam Sasak.
Penjelasan di atas dapat dipahami bahwa realitas masyarakat muslim di
Indonesia mengenai adat dan pernikahan menjadi persoalan hukum yang
hidup di masyarakat.10
10
Ali Akhbar Abaib Mas Rabbani Lubis, Relasi Hukum Islam dan Adat dalam Tradisi Pamogih pada
Perkawinan Masyarakat Muslim Bondowoso. Volkgeist: Jurnal Ilmu Hukum dan Konstitusi
hukumnya mengatur mengenai segi pembangunan, politik, sosial ekonomi
dan budaya di ping hukum-hukum pokok tentang kepercayaan dan
kebaktian atau ibadat kepada Allah.11
berdasarkan sumber-sumber hukumnya, sistem hukum Islam dalam
"Hukum Fikh" terdiri dan dua hukum pokok, ialah:
a. Hukum Rohaniah, lazim disebut "Ibadat", yaitu cara-cara menjalankan
upacara tentang kebaktian terhadap Allah, seperti sholat, puasa, zakat
dan menjalankan haji.
b. Hukum Duniawi, terdiri dari:
-Muamalat, yaitu tata tertib hukum dan peraturan menge nai hubungan
antar manusia dalam bidang jual-beli, sewa menyewa, perburuhan,
hukum tanah, hukum perikatan hak milik, hak kebendaan dan
hubungan ekonomi pada umumnya.
-Nikah, yaitu perkawinan dalam arti membentuk sebuah keluarga yang
terdiri dari syarat-syarat dan rukun-rukun- nya, hak dan kewajiban,
dasar-dasar perkawinan monoga mi dan akibat-akibat hukum
perkawinan.
-Jinayat, yaitu hukum pidana yang meliputi ancaman hukuman terhadap
hukum Allah dan tindak pidana kejahatan.
Sistem hukum Islam ini menganut suatu keyakinan dari ajaran agama
Islam dengan keimanan lahir batin secara individual. Bagi negara-negara
yang menganut asas hukum Islam dalam bernegara melaksanakan
peraturan-peraturan hukumnya secara taat se- suai yang dianggap adil
berdasarkan peraturan perundangan negara yang dibuat dan tidak
bertentangan dengan ajaran Islam.12
E. Perbedaan Dua Sistem Hukum
Beberapa perbedaan antara sistem hukum Eropa kontinental dengan sistem
anglo saxon sebagai berikut:
1. Sistem hukum eropa kontinental mengenal sistem peradilan administrasi,
sedang sistem hukum anglo saxon hanya mengenal satu peradilan untuk
semua jenis perkara.
2. Sistem hukum eropa kontinental menjadi modern karena pengkajian yang
dilakukan oleh perguruan tinggi sedangkan sistem hukum anglo saxon
dikembangkan melalui praktek prosedur hukum.
11
R.Abdoel Djamali. Pengantar Hukum Indonesia. (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1996) hal
73
12
R.Abdoel Djamali. Pengantar Hukum Indonesia. (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1996) hal
74
3. Hukum menurut sistem hukum eropa kontinental adalah suatu sollen bulan
sein sedang menurut sistem hukum anglo saxon adalah kenyataan yang
berlaku dan ditaati oleh masyarakat.
4. Penemuan kaidah dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan atau
penyelesaian sengketa, jadi bersifat konsep atau abstrak menurut sistem
hukum eropa kontinental sedang penemuan kaidah secara kongkrit langsung
digunakan untuk penyelesaian perkara menurut sistem hukum anglo saxon.
5. Pada sistem hukum eropa kontinental tidak dibutuhkan lembaga untuk
mengoreksi kaidah sedang pada sistem hukum anglo saxon dibutuhkan suatu
lembaga untuk mengoreksi, yaitu lembaga equaty.
6. Pada sistem hukum eropa kontinental dikenal dengan adanta kodifikasi
hukum sedangkan pada sistem hukum anglosaxon tidak ada kodifikasi.
7. Keputusan hakim yang lalu (yurisprudensi) pada sistem hukum eropa
kontinental tidak dianggap sebagai kaidah atau sumber hukum sedang pada
sistem hukum anglo saxon keputusan hakim terdahulu terhadap jenis perkara
yang sama mutlak harus diikuti.
8. Pada sistem hukum eropa kontinental pandangan hakim tentang hukum
adalah lebih tidak tekhnis, tidak terisolasi dengan kasus tertentu sedang pada
sistem hukum anglo saxon pandangan hakim lebih teknis dan tertuju pada
kasus tertentu.
9. Pada sistem hukum eropa kontinental bangunan hukum, sistem hukum, dan
kategorisasi hukum didasarkan pada hukum tentang kewajiban sedang pada
sistem hukum anglo saxon kategorisasi fundamental tidak dikenal.13
Berikut adalah perbedaan antara sistem hukum adat dan sistem hukum Islam
di Indonesia:
Sistem Hukum Islam
-Sistem hukum Islam adalah sistem hukum yang bersumberkan dari Al-
Qur'an dan Hadis.
-Hukum Islam memiliki aturan yang ada dalam Al-Qur'an dan Hadis.
-Hukum Islam di Indonesia bukanlah hukum Islam murni yang bersumberkan
dari Al- Qur'an dan Hadis, melainkan hukum Islam yang telah diwarnai
dengan tradisi lokal yang sudah ada sebelumnya.
-Hukum Islam adalah sumber utama dalam pembentukan hukum nasional.14
Sistem Hukum Adat
13
Aris Prio Agus Santoso, SH.,MH. Penantar Ilmu Hukum. (Yogyakarta:Pustakabarupress,2023) hal
34
-Sistem hukum adat adalah sistem hukum yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat adat di Indonesia.
KESIMPULAN
Sistem hukum merupakan suatu tatanan yang terdiri dari berbagai
komponen yang berkaitan satu sama lain, dan tujuannya adalah untuk mencapai
keadilan, kepastian hukum, dan kebaikan masyarakat. Teori sistem hukum
melibatkan beberapa prinsip dasar, seperti orientasi kepada tujuan,
keberinteraksian dengan lingkungan, penciptaan nilai, kesesuaian antar bagian,
14
Mesa Indra Naiborhu,Perbandigan Hukum Adat Hukum Islam dan Hukum Barat. Ilmu
Hukum,2021
dan kekuatan pemersatu. Dalam konteks sistem hukum, ada berbagai jenis sistem
yang berkembang di berbagai negara. Dua sistem hukum utama yang umum
dikenal adalah Sistem Hukum Eropa Kontinental dan Sistem Hukum Anglo
Amerika.
Fungsi sistem hukum pada umumnya meliputi distribusi nilai-nilai sosial
yang benar (keadilan), kontrol sosial, pembentukan norma, dan rekayasa sosial.
Fungsi-fungsi ini bertujuan untuk menjaga ketertiban sosial, memastikan
kepatuhan hukum, serta menciptakan perubahan yang sesuai dengan nilai dan
kebutuhan masyarakat. Dalam masyarakat yang terus berubah dan globalisasi
yang semakin memengaruhi peraturan hukum, penting untuk memahami bahwa
sistem hukum perlu beradaptasi dengan perkembangan sosial dan
mempertimbangkan nilai-nilai keadilan, kebenaran, dan kebaikan dalam
pengambilan keputusan hukum. Setiap sistem hukum memiliki karakteristiknya
sendiri, tetapi tujuannya adalah untuk mencapai keadilan dan kebaikan
masyarakat dalam kerangka hukum yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Akhbar Abaib Mas Rabbani Lubis, Relasi Hukum Islam dan Adat dalam
Tradisi Pamogih pada Perkawinan Masyarakat Muslim Bondowoso.
Volkgeist: Jurnal Ilmu Hukum dan Konstitusi
Djamali, R.Abdoel.1996. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta:PT. Raja Grafindo
Persada
Lawrence M. Friedman. 2018. Sistem Hukum. Bandung:Nusa Media
Mahmud, Marzuki Peter.2013. Pengantar Ilmu Hukum,Jakarta:Prenamedia Group
Mas, Dr. Marwan.2011. Pengantar Ilmu Hukum.Bogor:Ghalia Indonesia
Mesa Indra Naiborhu,2021.Perbandigan Hukum Adat Hukum Islam dan Hukum
Barat. Ilmu Hukum,
Prio Agus Santoso, Aris.2023.Pengantar Ilmu Hukum.
Yogyakarta:Pustakabarupress