Sama seperti Rahmat, penulis juga tumbuh dengan cerita masa lalu yang diceritakan
berulangkali oleh Nenek, Ia banyak bercerita mengenai Keberadaan Gorilla (gerilya) di Kec.
Mare kabupaten Bone, konon para gerilya memaksa setiap perempuan untuk menggunakan
kerudung untuk menutupi rambutnya, jika ada yang tidak patuh maka akan di tembak saat itu
juga, tak hanya kerudung orang-orang juga dipaksa untuk melakukan ibadah sholat dan
mengaji serta tentu saja memeluk islam, dan konsekuensi bagi yang melawan adalah mati di
tembak. Kekerasan itu memicu gelombang pengungsian, orang-orang meninggalkan rumah
mereka untuk menyelamatkan diri dari para gerilyawan imbasnya saat para gerilya memasuki
desa yang penghuninya kosong maka langsung saja rumah di desa itu dibakar sembarangan.
Adapum dari pengalaman Puang Nika kurang lebih sama, ia juga menyaksikan pembunuhan
itu di depan ,matanya, penembakan sembarangan oleh para gerilya mengakibatkan mayat
tergeletak di jalan-jalan kampungnya di Kec. Lappariaja Kab. Bone, Perhiasan emas yang
dikenakan Puang Nika bahkan pernah dirampas oleh para gerilyawan. Sama seperti di Mare,
di Lappariaja juga terjadi pengungsian, Warga yang selamat kala itu memilih bersembunyi di
hutan dan memakan apasaja makanan yang tersedia.
Islamisasi
Pasca tragedi tersebut terjadi islamisasi secara masal, namun gelombang ini dibarengi dengan
trauma para penyintas.