Anda di halaman 1dari 19

Kelompoll 'Iaeli De,malologt

Kotmeltilineionet'a

Editor:

Sjarif M. Wasitaatmadja

Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

"
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

OJ/arang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau se/uruh isi buku ini
dengan cara dan da/am bentuk apapun juga tanpa seizin editor dan penerbit.

Diterbitkan pertama kali oleh :


Badan Penerbit FKUI, Jakarta

Jakarta, 2018

Pencetakan buku ini dikelola oleh:

Badan Penerbit FKUI, Jakarta

Anggota IKAPI, Jakarta

Website: www.bpfkui.com

Redaksi Pelaksana Penerbitan:

Dr. Sjarif M . Wasitaatmadja SpKK(K), FINSDV, FAADV.

Tata letak:
Wasitaatmadja, Sjarif M .

Desain sampul:
Wasitaatmadja, Sjarif M, dan kawan-kawan

ISBN: 978-979-496-910-6

ii
Daftar lsi

Halaman

Kata Pengantar
Ketua KSDKl ....................................................... ......... ........... ........... .. 111

Pendahuluan
Editor ....... ...... .............. .. ................... .... .. ..... ...... .... ................................. v

Patogenesis Akne Vulgaris


Irma Bernadette .... .......... ................................................... .................. .. 1

Diagnosis Klinis Akne


Grace M. Kapantow ......... ...... ................................. ........ ...... .... .......... .. 9

Klasifikasi dan Gradasi Akne


Satya Wydya Yenny .............................. .................. ............ ...... ........... ... 27

Diagnosis Banding Akne


Reti Hindritiani ........... ..... ............... .... ... ........ ...... ................................. . 43

Akne pada Orang Dewasa


SjarifM. Wasitaatmadja 55

Akne Prepubertal
SjarifM. Wasitaatmadja 67

Akne Kosmetik
Lilik Norawati Ashadi 75

Akneiform Drug Eruption


.-\nis Irawan Anwar .................. .............. ... ......... ............................... ..... 85

Peny Sistemik dan Akne


Theresia L. Toruan ...... .. ..... .. ..... ... .. ..... ...................... ........ ..................... 95

vii
Terapi Akne Ringan
IGAA Praharsini .... .......... ......... .................................................... ... ... ... 107

Terapi Akne Sedang


Tantari SHW ....... ......................................... ......................... .................. 115

Terapi Akne Berat


Rahmadewi .. ........ .......... ... ... ..................... .... ... ........ ............. .......... .... ... 133

Terapi Rumatan dan Ajuvan


Lili Legiawati .................. ..................................................................... . 145

Terapi Topikal Skar Pasca Akne


Rointan Simanungkalit ...... ...... ....... ...... ........... ..... .......... ....................... 153

Terapi Invasif Minimal Skar Pasca Akne


Prasetyadi Mawardi ............ ... ................ .... ......... .... ...................... ......... 161

Terapi Invasif Skar Pasca Akne


Abraham Arimuko ............. ...... ....... ........... ....... .............. .. ........ ...... ....... 165

Terapi Medikamentosa Hiperpigmentasi Pasca Akne


Dwi Retno Adiwinarni ... ........ ........ ........... ........ .... ............... ... ...... ...... ... 171

Terapi Prosed ural Hiperpigmentasi Pasca Akne


Dhiana Ernawati 183

Akne dan Diet


Nelva K. Jusuf ..... .................................................................... ...... ........ 189

Pedoman Tatalaksana Akne di Indonesia


SjarifM. Wasitaatmadja ................... ...... ........ ... ................. ...... ............. 199

Indeks ............. .................. .... .......................... ....... .... ............ .... .. .... .... .. 205

viii
Daftar Kontributor
Irma Bernadette Grace M. Kapantow
Doctor, Dermatovenereologist Dennatovenereologist
FK Universitas Indonesia FK Universitas Sam Ratulangi
Jakarta Manado

Satya Widya Yenny Reti Hidritiani


Doctor, Dennatovenereologist Doctor, Dermatovenereologist
FK Universitas Andalas FK Universitas Pajajaran
Padang Bandung

Sjarif M. Wasitaatmadja Anis Irawan Anwar


Dermatovenereologist Profesor, Dermatovenereologist
KSDKI FK Universitas Hasanuddin
Jakarta Makassar

Lilik Norawati Ashadi IGAA Praharsini


Dennatovenereologist Doctor, Dermatovenereologist
RSPAD Gatot Subroto FK Universitas Udayana
Jakarta Denpasar

Theresia L. Toruan Rahmadewi


Profesor, Dennatovenereologist Dermatovenereologist
FK Universitas Sriwijaya FK Universitas Airlangga
Palembang Surabaya

Tantari SHW Rointan Simanungkalit


Dermatovenereologist Dermatovenereologist
FK Universitas Brawijaya FK Universitas Sumatra Utara
Malang Medan

Lili Legiawati Abraham Arimuko


Dennatovenereologist Dermatovenereologist
FK Universitas Indonesia RSPAD Gatot Subroto
Jakarta Jakarta

ix
Prasetya Mawardi Dhiana Emawati
Doctor, Dermatovenereologist Dermatovenereologist
FK Univ3ersitas Sebelas Maret FK Universitas Diponegoro
Surakarta Semarang

Dwi Retno Adiwinami Nelva K. Jusuf


Dermatovenereologist Doctor, Dermatologist
FK Universitas Gajah Mada FK Universitas Sumatra Utara
Yogyakarta Medan

x
Pendahuluan

Akne adalah penyakit kulit yang sering dijumpai, baik pria maupun wanita,
baik remaja maupun dewasa, dan baik etnis Mongoloid, Caucasian, Negroid atau
Melanesian. Akne telah dilaporkan adanya sejak zaman Mesir Kuno 3000 tb SM
dan tidak pemah berkurang sampai zaman modem di abad 21 ini.

Oleh sebab itu usaha untuk mengobati penyakit ini telah dilakukan puluhan
abad lamanya tanpa putus dan penelitian serta penemuan setiap saat ada saja yang
baru. Asal kata penyakit ini dari bahasa Yunani Kuno: acme yang berarti peak of
life. Awalnya akne dianggap sebagai tanda normal dari kedewasaan seseorang yang
harus dial ami oleh seluruh manusia dalam hidupnya. Namun kemudian karena
lesi dari akne mengurangi kecantikan dan ketampanan seseorang para tabib mulai
mencari bahan-bahan alami yang dapat mengurangi atau menyembuhkannya. Dari
pengalaman itulah kemudian dikenal obat-obatan akne alami misalnya sulfur, daun
'I dan buah serta lumpur laut.

Sudah tidak dapat dihindarkan bahwa masalah ini merupakan tanggung jawab
mereka yang berkecimpung di bidang lImu Kesehatan Kulit dan Kelamin baik yang
berada di Institusi pendidikan, di Rumah Sakit maupun di komunitas organisasi
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI), sehingga
sebagai think tank dari perhimpunan, Kelompok Studi Dermatologi Kosmetik
Indonesia (KSDKI) telah beberapa kali melakukan pembahasan tentang Akne. Pada
awal tahun 2017 KSDKI telah menyelenggarakan Simposium dan Workshop Akne
di Jakarta yang diikuti oleh seribu lebih peserta dokter dan dokter spesialis lImu
Kesehatan Kulit dan Kelamin dengan pembicara dari dalam dan luar negri.

Karya ilmiah dari para penulis sangat disayangkan apabila tidak diterbitkan
untuk menjadi Buku Penuntun, mengingat bahwa pengetahuan para dokter termasuk
dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin sekalipun terhadap masalah ini
masih perlu ditambah. Apalagi buku ilmiah tentang masalah Pigmentasi Kulit di
dalam negri maupun di luar negri masih jarang ditemukan.

Buku ini disusun dari bahan makalah-makalah yang diajukan dalam Simposium
dan Workshop tersebut setelah dilakukan editing untuk meningkatkan kualitas dan
kapasitas agar dapat lebih mudah dan jelas dibaca baik oleh dokter spesialis Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin, para dokter umum, mahasiswa bidang kesehatan dan
masyarakat umum yang berhasrat mengetahuinya.

v

Diharapkan buku ini dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman para


sejawat dokter kulit maupun dokter umum tentang permasalahan dan penyakit
akibat pigmentasi ~ulit, sehingga berman fa at dalam praktek sehari-hari.

Apabila ada kesalahan dan kekurangan yang terjadi dalam penerbitan dan
terutama isi dari buku ini , kamj mohon maaf dan membuka kritik serta saran untuk
memperbaiki buku ini agar dapat menjadi buku acuan ilmiah yang lebih baik.

EDITOR

Dr. Sjarif M. Wasitaatmadja SpKK(K), FlNSDV, FAADV

vi
"

Akne dan Die'

AKNE DAN DIET


Nelva K. Jusuf
Departemen / SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan

PENDAHULUAN
Akne vulgaris adalah peradangan menahun folikel pilosebasea yang dapat
sembuh sendiri, dengan gambaran klinis adanya komedo, papul, pustul, nodul,
hingga kista. Akne vulgaris dapat mengenai area wajah, dada bagian atas, lengan
atas, dan punggung yang merupakan area kulit dengan populasi kelenjar sebasea
yang paling padat. 1
Akne vulgaris dapat ditemukan pada semua usia, baik anak-anak maupun dewasa,
dengan prevalensi 47-90% ditemukan selama masa remaja.' Studi restropektif di
Rumah Sakit Umum Pusat (RSVP) H. Adam Malik Medan, pasien akne vulgaris
selama periode Januari 20 I 0 sampai dengan Desember 2012, berjumlah 182 orang
dengan proporsi kejadian sebesar 1,10%. Mayoritas adalah perempuan, berusia 16-
20 tahun.'
Patofisiologi akne vulgaris bersifat multifaktorial, tetapi empat tahap dasar telah
diidentifikasi yaitu hiperproliferasi folikel epidermal, peningkatan produksi sebum,
peningkatan jumlah dan aktivitas flora folikel (Propionibacterium acnes) dan
inflamasi. Terdapat juga beberapa faktor yang berhubungan dengan patogenesis,
seperti faktor predisposisi genetik, hormonal, kosmetik yang bersifat aknegenik /
komedogenik, stres psikologis, stres oksidatif dan diet4~

PERAN DIET PADA TERJADlNYA AKNE


Peranan diet dalam perkembangan akne vulgaris masih kontroversial. Bukti-
bukti baru terutama menyoroti makanan dengan indeks glikemik (IG) dan beban
glikemik (BG) tinggi serta susu maupun produk susu berperan mempengaruhi faktor
hormonal dan infIamatorik yang berperan dalarn tirnbulnya ataupun eksaserbasi
akne vulgaris'·7
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh para peneliti, ternyata akne
vulgaris jarang ditemukan pad a populasi non-westernized. Walaupun faktor-faktor
familial dan etnik berperan dalam prevalensi akne vulgaris, berbagai pengamatan
menunjukkan bahwa insiden akne vulgaris meningkat seiring dengan diadopsinya
pola hidup barat. Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup barat termasuk diet,
dapat terlibat dalam patogenesis akne vulgaris. 7.' Beberapa dekade terakhir terdapat

189
'.
AKNE

suatu tinjauan ulang mengenai hubungan antara diet dengan akne vulgaris karena adanya
pernahaman yang lebih besar mengenai bagaimana makanan dapat mempengaruhi faktor-
faktor endokrin yang terlibat dalam akne vulgaris"-

PENELITIAN DIET PADAAKNE


Ada 3 fase penelitian bubungan antara akne dan diet:
1, . Fase awal
2, Fase kontroversi / mitos
3, Fase terkini

1. Fase awal
Buku-buku teks dermatologi periode akhir tahun 1800 dan awal 1900 seringka1i
merekomendasikan restriksi (pembatasan) diet sebagai pengobatan tambahan pada terapi
dennatologi," Pada tahun 1930-an akne vulgaris dianggap sebagai suatu penyakit akibat
gangguan metabolisme karbohidrat karena ditemukan gangguan toleransi g1ukosa pada
pasien-pasien tersebut, sehingga pasien sering dilarang mengkonswnsi gula-gula, coklat
maupun makanan berlemak,- Walaupun hubungan diet dan akne terbukti melalui sejumlah
penelitian sebelum tahun 1960-an tetapi banyak peneliti yang memperdebatkan karena
kurangnya bukti-bukti yang meyakinkan. Pada saat itu belum dipahami sepenuhnya
mekanisme yang mendasari patogenesis akne, oleb karena itu hipotesis hubungan diet dan
alene, yang diikuti rekomendasi diet sebagian besar berdasarkan observasi dan spekulasi."

2. Fase kontroversi / mitos


Dalam usaha untuk mengisi kesenjangan pada periode sebelumnya, peneliti mulai
membuat penelitian-penelitian intervensi. Jwnlah penelitian pada tahun 1960-1970
sedikit, tetapi tercatat sebagai titik balik sejarah hubungan diet dan alene." Dua penelitian
yang paling banyak dibahas adalah penelitian Fulton et aI (1969) dan Anderson et aI
(1971).10,11 Fulton et aI meneliti hubungan coklat dan akne dalam suatu studi single-blind
crossover. Penelitian tersebut menepis bubungan diet dan akne, Demikian pula Anderson
et al (1971) menemukan bukti yang menolak hipotesis bubungan diet dan akne melalui
penelitian terbadap coklat, snsu dan kacang. Namun kedua penelitian ini memiliki
sejumlah keterbatasan metodologik seperti jwnlah sampel yang kecil, follow-up yang
singkat, tidak menggunakan kontrol dan sebagainya.'O,11
Pada periode ini konsensns umum yang dikemukakan adalah diet tidak berhubwlgan
dengan akne, tetapi hasil-hasil ini menimbulkan perdebatan. Penelitian-penelitian tersebut
dirancang sebelum dikenallG dan BG, dan sebelum pemahanlafl sepenuhnya tentang
mekanisme endokrin dalam patogenesis ataupun lamanya waktu pengobatan dengan diet
yang dibutubkan untuk mempengaruhi perkembangan akne. Hingga bampir 40 tahun

190

....
Aklle dOli Diet

kemudian hubungan diet dan akne tidak diinvestigasi.'

3. Fase terkini
Pada peri ode ini teljadi peninjauan dan penemuan kembali hubungan diet dan
akne disebabkan oleh berbagai faktor termasuk pemahaman yang lebih lanjut tentang
patogenesis akne, bukti-bukti epidemiologik barn yang mendukung diet dan akne, serta
melalui analisis kritis terbadap studi-studi sebelurnnya 6
Sampai sekarang cukup banyak dijumpai penelitian tentang diet dan akne.
Pwwaningdyah dan Jusuf (2009) pada penelitian menggunakan kuesioner terhadap
pelajar pada salah satu SMA swasta di kota Medan menemukan 95% subyek melaporkan
makanan terutarna kacang, makanan gorengan dan coklat memicu timbulnya akne
vulgaris 12 Demikian juga Fachry dan Putra (2014) terhadap mahasiswi FK-USU yang
mengalami akne vulgaris ditemukan 48,8% melaporkan makanan mempengaruhi
penyakitnya.13 Pada masa kini penelitian-penelitian tentang hubungan diet dan akne
terutama menyangkut makanan dengan IG dan BG tinggi, susu dan olahannya maupun
faktor-faktor diet lainnya.

UNSUR DIETIK YANG DICURIGAJ


1. KARBOHIDRAT: INDEKS GLIKEMIK DAN BEBAN GLIKEMIK
Konsep mengenai indeks glikemik (glycemic index) merupakan suatu sistem yang
mengktasifikasikan respons glikemik dari karbohidrat. Indeks glikemik (IG) adalah suatu
indikator untuk menilai respon glukosa darah tubuh terhadap makanan dibandingkan
dengan respon glukosa darah tubuh terhadap glukosa mumi. Indeks glikemik merupakan
angka yang menyatakan urutan makanan berdasarkan kecepatannya menaikkan kadar
gula darah. Beban glikemik (glycemic load) adalah konsep yang dikembangkan untuk
menilai efek glikemik dari keseluruhan makanan atau diet berdasarkan IG dan ukuran
porsi makanan. 14
Beberapa pengamatan menyatakan bahwa kasus akne vulgaris teljadi pada kelompok-
kelompok dengan IG yang tinggi. Makanan dengan kadar karbohidrat yang tinggi pada
anak remaja dan dewasa yang sehat meningkatkan konsentrasi insulin dalam plasma, dan
dapat menyebabkan hiperinsulinemia jangka panjang dan teljadinya resistensi insulin. IS
Diet yang menyebabkan hiperinsulinemia dianggap sebagai faktor yang tidak disadari
dalam perkembangan akne vulgaris melalui pengaruhnya pada pertumbuhan epitelial
folikular, keratinisasi dan sekresi sebum yang diperantarai androgen. Bukti terbaru
menyatakan bahwa hiperinsulinemia yang diinduksi oleh makanan dengan IG yang
tinggi akan meningkatkan respons endokrin dan mempercepat pertumbuhan jaringan
yang tidak teratW' serta meningkatkan sintesis androgen, yang akhimya mempengaruhi
perkembangan akne vulgaris melalui sejumlah mediator antara lain androgen, insulin like

191
..
AKNE

growthfactor-l (lGF-I), insulin like growth factor binding protein-3 (lGFBP-3) dan jalur
sinyal retinoid." IGF-I ~ IGFBP-3 secara langsung mengatur proliferasi dan apoptosis
keratinosit. i6 .
Hiperinsulinemia akut dan kronik secara bersamaan meningkatkan kadar IGF-
I bebas namun menurunkan IGFBP-3. IGF-I bebas secara langsung merangsang
proliferasi keratinosit, sedangkan IGFBP-3 menghambat proliferasi keratinosit dengan
mencegah IGF-l berikatan pada reseptomya." Akibatnya, hiperkeratinisasi folikel
sebasea dihasilkan melaIui sinergitas peningkatan kadar IGF-I bebas dan atau penurunan
konsentrasi IGFBP-3. 17
Produksi sebum yang merupakan hal penting daIam perkembangan akne vulgaris
distimulasi oleh androgen. Sebagai tambahan produksi sebum tidak hanya dipengaruhi
oleh androgen tetapi juga oleh insulin dan IGF-I yang dapat menstimulasi sintesis
androgen. Penelitian sebelwnnya menunjukkan bahwa kadar IGF-I mencapai puncaknya
pada usia remaja dan kemudian menurun bersamaan dengan menurunnya insiden akne
pada banyak individu. Selain itu juga ditemukan bahwa IGF-I merangsang lipogenesis
kelenjar sebasea.17
Cappel et al (200S) daIam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat peningkatan
kadar IGF-I pada pasien-pasien dengan akne vulgaris." Hasil yang berbeda dinyatakan
oleh Kaymak et al (2007) yang menemukan kadar IGF-l pada pasien-pasien dengan akne
vulgaris lebih rendah dibandingkan dengan individu yang sehat. J9 Penelitian oleh Panjaitan
et al (2010) dan Panjaitan et al (20 II) di RS H. Adam Malik Medan menunjukkan kadar
IGF-Ilebih tinggi pada kelompok pasien akne vulgaris dibandingkan kelompok yang tidak
menderita akne vulgaris namun perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik.2{)~1
Demikian pula tidak dijumpai hubungan antara kadar IGF-l dengan derajat keparahan
akne vulgaris.2I
Cordain et al menyatakan bahwa diet dengan BG yang tinggi mungkin merupakan
suatu kontributor yang signifikan terhadap tingginya prevalensi akne vulgaris di negara-
negara barat' Para peneliti berspekulasi bahwa dengan seeing mengkonsumsi karbohidrat
dengan IG yang tinggi dapat menyebabkan para remaja beruJangkali terpapar dengan
hiperinsulinemia akut. Oleh karena itu, intervensi diet dengan BG yang rendah dapat
memberikan efek terapeutik pada akne berdasarkan pengaruh pada efek kaskade endokrin.
Hipotesis ini berdasarkan fakta bahwa diet dengan BG yang tinggi dapat mempengaruhi
satu atau lebih dari empat faktor yang mendasari teJjadinya akne vulgaris."
Penelitian yang dilakukan oleh Smith et aI (2007) adaIah penelitian pertama yang
menunjukkan suatu efek terapeutik dari intervensi makanan pada akne vulgaris. Setelah
12 minggu, diet reduksi asupan karbohidrat dengan BG yang rendah secara signifikan
temyata dapat menurunkan jwnlah lesi akne vulgaris dan memperbaiki sensitivitas insulin
dibandingkan diet dengan BG yang tinggi. Walaupun peneliti tidak dapat mengisolasi
pengaruh diet dengan BG yang rendah techadap hilangnya berat badan, penemuan tersebut

192
"

A kne dan Diet

konsisten dengan usulan mengenai hubungan antara hiperinsulinemia dan akne vulgaris.
Dapat disimpulkan bahwa intervensi diet berperan dalam patogenesis perkembangan
dan penatalaksanaan akne vulgaris. Meskipun demikian, pengamatan ini perlu diperkuat
dengari mekanisme yang mendasarinya dan ditentukan melalui suatu penelitian dengan
skala yang lebih besar."
Penelitian di RS H. Adam Malik Medan oleh Panjaitan et aI (20 I0) terhadap pasien
akne vulgaris dengan metode dietary food recall tidak menemukan hubungan antara
IG dan BG dengan kadar IGF-I.'° Penelitian Yutrishia et al (2016) di RS H. Adam
Malik Medan menunjukkan kadar insulin puasa yang lebih tinggi pada kelompok akne
vulgaris dibanding kelompok kontrol namun perbedaan tidak bermakna secara statistik.
Resistensi insulin lebih banyak dijumpai pada kelompok akne vulgaris sedangkan non
resistensi insulin sebagian besar dijumpai pada kelompok kontrol, namun secara statistik
tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara resistensi insulin dan akne vulgaris.2J
Studi intervensi yang lebih barn oleh Reynolds et aI (2010) menemukan diet IG rendah
tidak secara signifikan memperbaiki akne. Namun ada kecenderungan diet IG rendah
memperbaik:i akne lebih besar dibandingkan diet IG tinggi.24 Ismail et aI (2012) di Malaysia
menemukan hal yang berbeda bahwa faktor diet terutama diet BG sebagairnana juga
konsurnsi susu dan es krim berhubungan positif dengan perkembangan akne vulgaris.25
Suatu studi cross-sectional berupa slUVey berhasis internet dengan lebih 2500 subyek
yang menjalani South Beach diet yang dikenal sebagai diet rendah BG menemukan 87,6%
melaporkan perbaikan pada akne, walaupun masih terdapat sejumlah keterbatasan pada
studi ini.'6
Mekanismeyang diusulkan mendasari pengaruh BGdan susu terhadapperkembangan
akne dapat digambarkan pada bagan di bawah ini.

Gambar I. Current research suggests diet influences acne development. Glycemic load
(GL) and Dairy ingestion lead to changes in circulating hormones, binding proteins, and
receptors, leading to increase cellular growth and sebum production and influencing acne
development. IGFBP-3=insulin growth factor binding protein 3. IGF-1 =insulin growth
factor I. Dikutip sesuai kepustakaan no. 6
/

193
AKNE

2. SUSU
Adebamowo et al melakukan tiga penelitian tentang hubungan konsurnsi olahan
susu yang sering terhadap akne. Penelitian pertama tahun 2005 berupa studi retrospektif
kohort menemukan hubungan yang lebih kuat dengan skim milk dibandingkan susu
rendah lemak dan whole milk. Keterbatasan terbesar studi ini adalah data subjek yang
dilaporkan sendiri (recall) secara retrospektif. 27 Selanjutnya pada tahun 2006 dan 2008
Adebamowo et al meneliti kembali hubungan olahan susu dan akne. Pada 2 studi
prospektif diantara remaja berusia 9 sampai 15 tahun, akne berhubungan positif dengan
konsurnsi total susu, skim milk, susu rendah lemak dan whole milk di antara subyek
wanita. Pada pria dijurnpai hubungan positif dengan konsumsi total susu dan skim milk.
Keterbatasan studi ini meliputi self-reported akne dan kebiasaan diet.28~9
Di Landrio et aI pada studi kasus kontrol terhadap remaja dan dewasa muda (10
sampai 24 tahun), ditemukan hubungan positifkonsumsi susu total dan skim milk tetapi
tidak dengan whole milk ataupun keju. Studi ini juga memiliki sejurnlah keterbatasan
metodologik.3.
Studi lain menunjukkan konsumsi susu fermentasi yang kaya laktoferin memiliki
manfaat untuk akne melalui uji Idinis acak terkontrol selama 12 minggu. Subyek dengan
akne menunjukkan perbaikan derajat keparahan jumlah totallesi dan komposisi sebum.
Hal ini diduga susu fermentasi kaya laktoferin memiliki kemampuan menurunkan
pertumbuhan mikrobial.31
Susu mungkin berkontribusi pada perkembangan akne disebabkan kandungan
hormonal seperti prekursor dari dihidrotestosteron dan IGF-I . Selain itu juga mungkin
disebabkan oleh kandungan karbohidrat dari susu yang akan meningkatkan respon
glikemik dan insulinemik dan menimbulkan efek seperti diet IG dan BG tinggi pada
perkembangan akne.'~2
Protein dari susu juga mungkin terlihat dalam meningkatkan efek susu terhadap
akne. Protein whey menstimulasi sekresi insulin sel beta sehingga menimbulkan
hiperinsulinemia sedangkan casein meningkatkan konsentrasi IGF-I.32
Sejumlah penelitian sudah menunjukkan hubungan olahan susu dan akne tapi bukti-
bukti tersebut masih belurn mencukupi untuk merekomendasi pembatasan susu sebagai
pengobatan untuk pasien akne. Namun hasil-hasil yang sudah ada dapat menetapkan
potensi susu sebagai suatu altematif atau terapi tambahan untuk kelompok pasien akne
dimana restriksi susu dibutuhkan 6 .7

3. LEMAK
Sampai saat ini hanya sedikit studi yang dijurnpai meneliti hubungan antara lemak
dan akne. Pada suatu kasus yang terdiri 5 subyek akne berusia 18 sampai 23 tahun diteliti
pengaruh suplemen asam lemak omega-3 yang mengandung asam eikosapentanoid

194
/
Akne dan Diet

dan antioksidan. Setelah 8 minggu dijumpai penurunan perkembangan akne.


Keterbatasan studi ini meliputi ukuran sam pel kecil, tidak ada grup kontrol, waktu
pengamatan yang singkat dan tidak dapat menjelaskan penyebab.J3
Tahun 2012 Di Landrio et al pada suatu studi kasus-kontrol meneliti hubungan
berbagai faktor diet dan akne, salah satunya menemukan konsumsi ikan berhubungan
negatif dengan derajat keparahan akne. Hal ini menunjukkan konsumsi asam lemak
omega-3 mempunyai efek protektif terhadap akne. Namun keterbatasan studi
ini tidak menunjukkan jenis ikan yang dikonsumsi sehingga sulit menentukan
apakah jumlah total asam lemak atau sering mengkonsumsi ikan yang menurunkan
prevalensi akne. 30
Dua studi cross-sectional pada tahun 2007 dan 2010 menunjukkan hasil yang
berbeda. Studi pertama oleh Wu et al tidak menjumpai hubungan antara diet tinggi
lemak ataupun konsumsi makanan laut sehingga mengusulkan totallemak dan asam
lemak omega-3 tidak berhubungan dengan perkembangan akne. l4 Sedangkan studi
kedua oleh Wei et al menemukan hubungan antara akne dan diet tinggi lemak dan
sering mengkonsumsi makanan gorengan. Namun studi ini memiliki keterbatasan
kuesioner yang tidak valid, kegagalan mengendalikan faktor-faktor perancu dan
lain-lain. J5
Burris et al (2014) pada penelitian terhadap 248 subyek dewasa muda di kota
New York menyimpulkan diet terutama diet IG, lemakjenuh, asam lemak trans dan
susu dapat mempengaruhi ataupun memperparah perkembangan akne. J6 Penelitian
yang akan datang dibutuhkan lebih banyak lagi untuk menjelaskan mekanisme yang
mendasari hubungan diet dan akne serta menentukan pengaruh terapi nutrisi medis
pada akne. Studi-studi ini dibutuhkan sebelum panduan berbasis bukti tentang
rekomendasi diet pada akne ditetapkan.

KESIMPULAN
Akne vulgaris adalah suatu dermatosis multifaktorial. Diet walaupun masih
dalam perdebatan namun tidak dapat diabaikan, berperan dalam patogenesis dan
perjalanan penyakit akne vulgaris.
Faktor diet yang terutama telah menunjukkan hubungan dengan akne adalah
makanan dengan IG dan BG yang tinggi. Hubungan susu dan produknya masih
memerlukan bukti-bukti yang lebih kuat. Demikian pula peranan asam lemak
omega-3 maupun faktor-faktor diet lain perlu dijelaskan lebih jauh. Diperlukan
penelitian lebib lanjut terutama penelitian intervensi yang terkontrol dengan
evaluasi terhadap berbagai faktor-faktor nutrisi untuk mengkonfirmasi peranan diet
pada akne vulgaris.

195
~.

AKNE

DAFfAR PUSTAKA
1. Wasitaabnadja SM. Dennatologi kosmetik. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Edisi ke-2.
Jakarta:Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas [ndonesia;20 II.h.221-25
2. Greydanus DE. Acne Vulgaris, Acne Rosacea, and Acne Excorie. J Altern Med Res.
2014;6(3):2[5-36
3. Anggraini 0, Simanungkalit R, Jusuf NK. Studi Retrospektif Pasien Akne Vulgaris di
RSVP H. Adam Malik Medan Periode Tabun 2010-2012. Kongres Nasional XIV Perdoski.
Bandung 2014
4. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and Acneifonn
Eruptions. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz S[, Glichrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
editor. Fitzpatrick's Dennatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw
HiIl;2012.h.121-27.
5. Baumann L, Keri J. Acne (type 1 sensitive skin). Dalam : Baumann L, Saghari S, Weissberg
E, editor. Cosmetic Dennatology Principles and Practice, Edisi ke-2 New york: McGraw
Hi1l;2009.h.121-27.
6. Burris J, Rietkerk W. Acne: The role of medical Nutrition therapy. J Acad Nutr Die!.
2013;113:416-30
7. Kucharska A, Szmurlo A, Sinska B. Significance of diet in treated and untreated acne
vulgaris. Postepy Dennatol A1ergol. 2016;33(2):81-<i.
8. Cordain L, Linderberg S, Hurtado M, Hill K, Eaton B, Brand-Miller B. Acne vulgaris-a
disease of Western civilization. Arch Dennato[ 2002; 138: 1584-90.
9. Bowe WP, Joshi SS, ShalitaAR. Diet and acne. JAm A cad Dern,atol. 2010;63(1): 12441 .
10. Fulton J, Plewig G, Kligman A. Effect of Chocolate on Acne Vulgaris. lAMA
1969;210:2074.
11. Anderson PC. Foods as the cause of acne. Am Fam Physician. 1971;3: 102-3.
12. Purwaningdyah RAK, JusufNK. Profil Penderita Akne Vulgaris pada Siswa-Siswi di SMA
ShafiyyatulAmaliyyab Medan. E-Journal FakuJtas Kedokteran USU. Vol.I No. I. 2013
13. Fachry MN, Putra ffi. Kualitas Hidup Pasien Akne Vulgaris pada Mahasiswi Angkatan
2011. Karya Tulis Ilmiah, Fakultas Kedokteran Sumatera Utara. 2014
14. Cordain L. Implications for the Role of Diet in Acne, Semin Cutan Med Surg 2005;24:84-91.
15. Cordain L, Eades M, Fades M. Hyperinsulinemic diseases of civilization: more than just
Syndrome X. Comp Biochem PhysioI2003;136:95-112.
16. Wu XK, Sallinen K, Zhou SY, Su YH, Pol\anen P, Erkkola R. Androgen excess contributes
to altered growth honnonelinsulin-like growth factor-I axis in non obese women with
polycystic ovary syndrome. Fertil Steril 2000;73:7304
17. Edmondson SR, Murashita MM, Russo VC, Wraight CJ, WertherGA. Expression of insulin-
like growth factor binding protein-3 (IGFBP-3) in Human Keratinocytes is Requlated by
EGF and TGF-~I. Cell PhysioI1999;179:201-7.

196
Akne dan Diet

18. Cappel M, Mauger 0, Thiboutot D. Correlation between serum levels of insulin-like growth
factor-I, dehydroepiandrosterone sulphate, and dehydrotestosterone and acne lesion counts
in adult women, Arch DermatoI2005; 141 :333-8.
19. Kaym"ak Y, Adisen E, liter N, Bideci A, Gurler 0, Celik B. Dietary glycemic index and
glucose, insulin, insulin-like growth factor-I, insulin-like growth factor binding protein 3,
and leptin levels ini patients with acne. J Am Acad DermatoI2007;57:819-23.
20.Panjaitan RR, Tala ZZ, JusufNK. Hubungan antara indeks glikemik dan beban glikemik
dengan insulin-like growthfactor-I pada pasien akne vulgaris. MDVI. Vol 38 No. Suplemen
Tahun201l; 7 s-13 s
21. Panjaitan JS, Kadri Dl, Jusuf NK. Hubungan antara Kadar Insulin-Like Growth Faclor-I
(IGF-I) Dalam Serum dan Derajat Keparahan Akne Vulgaris. Tesis. Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 20 II
22. Smith RN, Mann NJ, Braue A, Makelainen H, Varigos GA . A low-glycemic- load diet
improves symptoms in acne vulgaris patients: A randomized controlled trial. Am J Clin Nutr.
2007;86(1): 107-115.
2 3 . Yutrishia L, JusufNK, Simanungkalit R. Hubungan Resistensi Insulin dan Akne Vulgaris.
Tesis. Ilmu Kesebatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
2016
24. Reynolds RC, Lee S, Choi IY, et al. Effect of the glycemic index of carbohydrates on acne
vulgaris. Nutrients. 2010;2(10): 1060-1 072.
25. Ismail NH, Manaf ZA, Azizan NZ. High glycemic load diet, milk and ice cream
consumption are related to acne vulgaris in Malaysian young adults: a case control study.
BMC Dermatology2012-12:13. DOL: 10.1186/1471-5945-12-13
26. Rouhani P. Acne improves with a popular, low glycemic diet from South Beach. JAm Acad
Dermalo!. 2009;60(3 suppl 1):P706.
27. Adebamowo CA, Spiegelman 0, Danby FW, Frazier AL, Willett WC, Holmes MD. High
school dietary dairy intake and teenage acne. JAm Acad Dermalo!' 2005;52(2):207-14.
28. Adebamowo CA, Spiegelman D, Berkey CS, et al. Milk consumption and acne in adolescent
girls. Dermalo! Online J. 2006; 12(4): I.
29. Adebamowo CA, Spiegelman D, Berkey CS, et al. Milk consumption and acne in teenaged
boys. JAm Acad Dermalo!. 2008;58(5):787-93 .
30. Di Landro A, Cazzaniga S, parazzini F, et al. Family history, body mass index, selected
dietary factors, menstrual history, and risk of moderate to severe acne in adolescents and
young adults. JAm Acad DemlOlol. 2012;67(6): 1129-35.
31. Kim J, Ko Y, Park Y, Kim N, Ha W, Cho Y. Dietary effect of lactoferrin enriched
fermented milk on skin surface lipid and clinical improvement of acne vulgaris. Nutrilion.
20 I 0;26(9):902-909.

197

---------- -----
AKNE

32. Melnik B. Milk conswnption: Aggravating factor of acne and promoter of chronic diseases
ofWestem societies. J Ger Soc Dennato/. 2009;7(4):364-70.
33. Rubin M, Kim K, Logan A. Acne vulgaris, mental health and omega-3 fatty acids: A report
of cases. Lipids Health Dis. 2008;36(7): 1-5.
34. WU TQ, Mei SQ, Zhang JX, et al. Prevalence and risk factors of facial acne vulgaris among
Chinese adolescents. Int J Adolesc Med Health . 2007; 19(4):407-12.
35. Wei B, Pang Y, Zhu H et al. The epidemiology of adolescent acne in North East China. J Eur
Acad Dennatal Venereal. 2010;24(8):953-57.
36. Burris J, Rietkerk W. Relationship of Self-Reported Dietary Factors and Perceived Acne
Severity in a Cohort of New York Young Adult. J Acad Nutr Diet. 2014; 9; 114(3):384-92

198

Anda mungkin juga menyukai