Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

ACARA 5
“Analisis Enzim Pencernaan”

Disusun oleh,
Nama : Anisa Dika Rahayu
NIM : 21106040021
Kelompok :5
Asisten : Rizalatul Fitria

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2022
A. TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah membandingkan aktifitas berbagai enzim
pencernaan pada berbagai organ di saluran pencernaan.
B. DASAR TEORI
Pencernaan adalah proses dimana makanan awal yang di makan di pecah
baik dalam arti fisik maupun kimia (Kay, 1998). Sistem encernaan terdiri dari
saluran pencernaan (alimentar), yaitu tuba maskular panjang yang merentang
dari mulut hingga anus, dan organ-organ pelengkap seperti lidah, gigi, kelenjar
saliva, hati, kantung empedu, dan pankreas. Fungi utama sistem pencernaan ini
adalah untuk menyediakan makanan, air, dan elektrolit bagi tubuh dari nutrien
yang dicerna sehingga siap di absorbsi (Sloane, 2004).
Sistem pencernaan merupakan sistem yang memprose mengubah makanan
dan menyerap sari makanan yang berupa nutrisi-nutrisi menjadi zat-zat
makanan dan menyerap sari makanan yang berupa nutrisi-nutrisi menjadi zat-
zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh (Sasrawan, 2012). Proses pencernaan
dapat dibedakan menjadi dua yaitu mekanik dan kimiawi. Proses pencernaan
mekanik merupakan proses makanan dari bentuk besar atau kasar menjadi
bentuk kecil dan halus. Proses pencernaan mekanik pada umumnya dilakukan
dengan menggunakan gigi. Pencernaan kimiawi merupakan proses
pengubahan makanan dari proses perubahan makanan yang kompleks menjadi
zat-zat yang sederhana dengan menggunakan enzim. Selain enzim dalam
proses pencernaan juga digunakan alat pencernaan berupa saluran pencernaan
dan kelenjar pencernaan. Kelenjar pencernaan menghasilkan enzim-enzim
yang membantu proses pencernaan kimiawi. Kelenjar-kelenjar pencernaan
terdiri dari kelenjar air liur, kelenjar getah lambung, hati dan pankreas.
Salura pencernaan merupakan saluran berupa tabung yang dikelilingi otot.
Saluran pencernaan menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya
untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan (pengunyahan,
penelanan, dan pencampuran) dengan enzim zat cair yang terbentang mulai
dari mulut sampai anus. Organ-organ yang termasuk di dalamnya adalah:
mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus serta usus besar. Dari usus besar
makanan akan dibuang keluar tubuh melalui anus (Sasrawan, 2012).
Dalam proses pencernaan juga terdapat organ pencernaan tambahan yang
akan memproduksi sekret yang berkontribusi dalam pemecahan bahan
makanan. Menurut sasrawan (2012), organ tambahan pencernaan berupa gigi,
lidah, kantung empedu, beberapa kelenjar pencernaan seperti ludah, hati dan
pankreas.
Menurut Ganong (1999), sistem gastrointestinal merupakan pintu gerbang
untuk masuknya bahan makanan, vitain, mineral, dan cairan ke dalam tubuh.
Protein, leman dan karbohidrat kompleks diuraikan menjadi unit-unit yang
dapat diserap (dicernakan), terutama di dalam usus halus. Agar makanan dapat
dipergunakan oleh tubuh makan harus dicerna terlebih dahulu baik secara
mekkanik atau enzimatik sehingga menjadi molekul-molekul sederhana yang
siap digunakan oleh tubuh. Hasil-hasil pencernaan dan vitamin, mineral, dan
air kemudian menembus mukosa dan masuk ke dalam limfa atau darah
(penyerapan).
Pencernaan secara mekanik dan kimiawi dimulai di bagian rongga mulut
yaitu peran gigi dalam proses pemotongan dan penggerusan makanan.
Pencernaan secara mekanik ini juga berlangsung di segmen lambung dan usus
yaitu melalui gerakan-gerakan (kontraksi) otot pada segmen tersebut.
Pencernaan secara mekanik di segmen lambung dan usus terjadi menjadi lebih
efektif oleh karena adanya peran cairan digestif (enzimatik) (Wulangi, 1993).
Pada percobaan ini digunakan spesimen berupa ikan mas (Cyprinus carpio).
Secara umum, proses pencernaan ikan sama dengan vertebrata lainnya, namun
ikan memiliki beberapa variasi. Berbeda dengan mamalia, pada ikan
pencernaan kimiawi dimulai di lambung atau dibagian depan usus halus, bukan
dibagian rongga mulut. Hal ini dikarenakkan ikan tidak memiliki kelenjar air
liur yang dapat menghasilkan enzim saliva.
Menurut wulangi (1993), pada ikan pencernaan secara kimiaiwi dimulai di
bagian lambung, hal ini dikarenakan cairan disgentif yang berperan dalam
proses pencernaan secara kimiawi mulai dihasilkan di segmen tersebut yaitu
disekresikan oleh kelenjar lambung,. Pencernaan ini selanjutnya
disempurnakan di segmen usus. Cairan digestif yang berperan dalam proses
pencernaan di segmen usus berasal dari hati, pankreas, dan dinding usus
sendiri.
Kombinasi antara fisik dan kimiawi (enzimatik) inilah yang menyebabkam
dua perubahan makanan dari yang asalnya bersifat komplek menjadi senyawa
sederhana. Bentuk partikel makanan mikro inilah yang menjadi zat terlarut
yang memungkinkan dapat diserap oleh dinding usus yang selanjutnya
disedarkan ke seluruh tubuh (Wulangi, 1993).
Menurut Wulangi (1993), dalam pencernaan secara enzimatikdiperlukan
enzim-enzim tertentu yang dihasilkan oleh berbabagai kelenjar pada sistem
pencernaan makanan. Kelenjar ludah misalnya pada mamalia menghasilkan
enzim ptialin dan musin. Enzim ptialin, mucin dan air liur dihasilkan oleh
kelenjar-kelenjar sevagai berikut:
1) Kelenjar lingualis (glandula lingualis) yang terletak di bawah lidah
2) Kelenjar parotis (glandula parotis) yang terletak di bawah telinga
3) Kelenjar submaxilary (glandula maxillary) yang terletak di bawah sisi
ke dua tulang rahang
Saliva mrupakan cairan bersiat alkali, mengandung musin, enzim pengencer
zat tepung yaitu ptialin dan sedikit zat padat. Fungsi saliva bekerja secara
meknaik dan kimiawi. Kerja fisiknya adalah membasahi mulut, membersihkan
makanan agar mudah ditelan, dengan hal tersebut saliva melarutkan beberapa
unsur sehingga memudahkan reaksi kimianya. Dimana kerja kimia ludah
disebabkan oleh enzim ptialin (amilase) yang didalam lingkugan alkali bekerja
terhadap zat gula dan zat tepung yang telah masak (Wuolangi, 1993).
Enzim ptialin hanya bisa bekerja pada zat tepung bila pembungkus selulosa
zat tepung telah pecah, misalnya sesudah dimasak. Kemudian tepung yang
telah dimasak diubah menjadi sejenis gula yang mudha larut dalam maltosa.
Kerja ini dimulai dari mulut kemudian saliva ditelan bersama makanan, ptialin
bekerja di dalam lambung selama kira-kira 20 menit atau sampai makanan
menjadi asam karena adanya cairan lambung (Wulangi, 1993).
Amilase ludah merupakan penguraian rantai glukosa panjang, tepung kanji
dan glikogen dalam potongan-potongan yang semakin kecil akhirnya terurai
menjadi maltosa, maltatriosa, dan oligosakarida disekitar titik percabangan
dengan 5-10 kesauan glukosa yang disebut dengan deketrin perbatasan
(Wulangi, 1993).
Menurut Ganong (1999), pencernaan bahan-bahan makanan utama
merupakan proses yang teratur yang melibatkan kerja sejumlah besra enzim-
enzim pencernaan. Enzim-enzim kelenjar sativa, seperti yang telah disebutkan
dan kelenjar lingualis berfungsi mencerna karbohidrat dan lemak, enzim-enzim
lambung mencerna protein dan lemak, enzim-enzim yang berasal dari bagian
eksokrin pankreas mencerna karbohidrat, protein lemak, DNA dan RNA.
Enzim-enzim lain yang melengkapi proses pencernaan ditemukan di dalam
membran luminal dan sitoplasma sle-sek dinding usus halus. Kerja berbagai
enzim tersebut dibantu oleh enzim asam hidroksida yang disekresi lambung
dan empedu yang disekresikan oleh hepar. Berikut daftar enzim menurut
Ganong (1999) beserta fungsi katalitiknya:
Sumber Enzim Substrat Fungsi Katalitik
atau Produk
Kelenjar saliva α-amilase saliva Zat tepung Hidrolisis ikatan 1:
4α; menghasilkan
dekstrin α-limit,
dan maltosa
Kelenjar Lipase lingual Trigliserida Asam lemak plus 1,
lingualis 2-diasilgliserol
Lambung Pepsin (pepsinogen) Protein dan Menguraikan ikatan
polipeptida peptida yang
berdekatan dengan
asam amino
aromatik
Lipase lambung Trigliserida Asam lemak dan
gliserol
Eksokrin Tripsin (tripsinogen) Protein dan Mengurai ikatan
pankreas pelipeptida peptide yang
berdekatan dengan
argini atau lisin
Kimotripsi Protein dan Mengurai ikatan
(kimotripsinogen) pelipeptida peptide yang
berdekatan dengan
arginin atau lisin
Elastase (proelastase) Elastin, Mengurai ikatan
beberapa yang berdekatan
protein lain dengan asam amino
alifatik
Karboksipeptidase A Protein dan Menguraikan asam
(prokarboksipeptidase polipeptida amino terminal
A) karboksi yang
mempunyai rantai
sisi aromatik atau
alfatik yang
bercabang
Karboksipeptidase B Protein dan Menguraikan asam
(prokarboksipeptidase polipeptida amino terminal
B) karboksi yang
mempunyai rantai
sisi basa
Kolipase (prokolipase) Butir butir Memudahkan
lemak terbukanya bagian
aktif lipase
pankreas
Lipase pankreas Trigliserida Monogliseridan dan
asam lemak
Ester kolestril Ester Kolestrol
hidrolase kolestril
α-amilase pankreas Zat tepung Sama dengan α-
amilase saliva
Ribonuklease RNA Nukleotida
Deoksiribonase DNA Nukleotida
Fosfolipase A₂ Fosfolipid Asam lemak,
(profosfolipase A₂) lifosfolipid
Mukosa usus Enteropeptidase Tripsinogen Tripsin
halus Aminopeptidase Polipeptida Mengurai asam
amino terminal-N
dari peptida
Maltase Maltose, Glukosa
maltotriosa
Dipeptidase Dipeptida Dua asam amino
Laktase Laktosa Galaktosa dan
glukosa
Sukrase Sukrosa Fruktosa dan
glukosa
α-limit dekstrinase α-limit Glukosa
dekstrin
Nuklease dan enzim- Asam Pentosa, purin, dan
enzim terkait nukleat pirimidin
Sitoplasma sel Berbagai peptidase Di, tri dan Asam amino
mukosa tetrapeptida

Pencernaan protein dimulai di dalam lambung, dimana pepsin mengurai


beberapa ikatan peptida. Pepsin menghidrolisis ikatan-ikatan antara asam
amino aromatik seperti fenilanin atau tirosin dan asam amino kedua sehingga
hasil pencernaan peptik adalah berbagai polipeprida dengan ukuran yang
sangat berbeda. Di usus halus polipeptida tersebut dicerna lebih lanjut oleh
enzim-enzim proteolitik kuat yang berasal dari pankreas dan mukosa usus
halus (Ganong, 1999).
Tripsin, kimotripsin dan elastase bekerja pada ikatan peptida interior pada
molekul-molekul peptida dan disebut dengan endopeptidase.
Karboksipeptidase pankreas dan amino peptidase brush border merupakan
eksopeptidase yang menghidrolisis asam amino bebas dilepaskan di dalam
lumen usus halus, tetapi yang lainnya dilepaskan pada permukaan sel oleh
amnopeptidase dan dipeptidase dalam brush border sel-sel mukosa (Ganong,
1999).
Beberapa di- dan tripeptida ditranspor secara aktif ke dalam sel-sel usus
halus dan dihidrolisis oleh peptidase intraseluler, dengan asam amino yang
memasuki aliran darah. Jadi pencernaan akhir terhadap asam amino terjadi di
tiga tempat yaitu lumen usus halus, Brush border, dan sitoplasma sel-sel
mukosa yang diawali dengan pencernaan protein tau polipeptida rantai panjang
oleh enzim pepsin di lambung (Ganong, 1999).
Menurut Fox (2008), secara umum sistem digestif memiliki fungsi sebagai
motility yang berhunbungan dengan pergerakan makanan di sepanjang saluran
pencernaan, secretion yang berhubungan dengan sekresi hormon eksokrin dan
endokrin, disgetion yang berhunbungan dengan proses pemecahan molekul
makanan menjadi sub unit yang lebih kecil sehingga dapat diserap dengan usus,
absorption yang berhubungan dengan proses masuknya produk digestion ke
dalam darah ataupun limfa, serta sebagai storage dan elimination yang
berhubungan dengan penyimpanan dan penguraian kembali molekul tertentu
hasil pencernaan makanan.
C. BAHAN DAN METODE KERJA
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah tabung reaksi, botol warna
gelap dan tutup, mortar dan pestle, gelas piala, pembakar spiritus, penjepit
kayu, pipet tetes, rak tabung reaksi, gelas ukur 10 ml, corong kaca dan alat
bedah. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah ikan mas, aquades,
toluen, putih telur, minyak goreng, gliserin 50%, reagen biuret, reagen
benedict, korek api, kertas saring, aluminium foil.
Cara kerja dalam percobaan ini dilakukan selama dua sesi pada sesi pertama
yang dilakukan adalah proses pembuatan ekstrak usus dengan cara ikan
dibedah pada bagian perutnya, kemudian diambil bagian ikan yaitu kantung
empedu dengan hati-hati. Lalu usus halus dibuka dengan cara disayat secara
longitudinal. Usus halus dibersihkan dengan cara dicusi lalu dimasukkan
kedalam mortar. Kemudian ditambahkan 20 ml gliserin 50% dan dihaluskan,
lalu ditambahkan toluen 4-5 tetes, setelah halus usus dibagi dan dimasukkan ke
dalam dua botol. Botol ditutup rapat-rapat dan dibungkus dengan aluminium
foil. Botol diberi label nama kelompok dan kelas. Ekstrak usus disimpan dalam
ruangan gelap selama 7 hari. Selanjutnya adalah dilakukan tes pengaruh
empedu terhadap lemak. Pada proses ini yang pertama dilakukan adalah
disiapkan dua tabung reaksi dan diberi label A dan B. kemudian kantung
empedu dituangkan ke dalam tabung A dengan menggunting sedikit
permukaannya. Empedu tersebut diencerkan dengan aquades sampai
volumenya menjadi 2 ml. Pada tabung B ditambah lagi dengan 2 ml aquades,
sebagai kontrol. Pada kedua tabung reaksi ditambahkan 2 ml minyak goreng,
kemudian dikocok dengan kuat dan dibiarkan selama 5-10 menit. Kedua
tabung diamati dan dibandingkan besarnya gumpalan lemak pada kedua
tabung. Pada tes analisis enzim pencernaan dalam lambung dilakukan cara
kerja yang pertama adalah cairan lambung diambil dengan cara menyayat
lambung. Kemudian dilakukan tes pembuktian adanya proteinase dengan cara
disiapkan terlebih dahulu tabung reaksi dengan label A dan B. Pada masing
masing tabung ditambahkan 1 ml putih telur dan aquades 1 ml. Setelah itu
kedua tabung dipanaskan lalu didinginkan. Pada tabung A ditambahkan cairan
lambung 1 ml dan didiamkan selama 10 menit. Setelah itu kedua tabung reaksi
ditetesi dengan biuret sebanyak 5 tetes. Hasil diamati dan dicatat.
Pada sesi kedua dilakukan tes pembuktian adanya amilase. Cara kerja dari
tes ini adalah disediakan terlebih dahulu empat tabung reaksi dengan label A,
B, C dan D. setelah itu ditambahkan reagen benedict ke dalam gelas reaksi A
dan B sebanyak 2 ml. Pada gelas reaksi dengan label C dan D ditambahkan 2
ml larutan kanji encer. Kemudian untuk tabung C ditambahkan ekstrak usus 1
ml dan tabung D ditambahkan aquades sebanyak 1 ml. Kedua tabung C dan D
digoyangkan selama 10 menit. Setelah itu pada tabung A ditambahkan 5 tetes
larutan tabung C dan tabung B ditambahkan 5 tetes larutan tabung D. setelah
itu kedua tabung reaksi A dan B dipanaskan selama 5 menit kemudian diamati.
Pada tes pembuktian adanya proteinase (usus) dilakukan dengan cara kerja
yang pertama adalah disiaplan terlebih dahulu dua tabung reaksi dengan label
A dan B. setelah itu ditambahkan dengan putih telur yang telah diencerkan
sebanyak 1 ml lalu dipanaskan dan dinginkan. Setelah dingin pada tabung A
ditambahkan ekstrak usus 1 ml dan pada tabung B ditambahkan aquades 1 ml.
Lalu kedua tabung reaksi didinginkan selama 10 menit, setelah itu dietesi
dengan biuret sebanyak 5 tetes dan diamati perubahannya. Pada analisis enzim
pencernaan pada saliva dilakukan cara kerja yang pertama adalah disiapkan
terlebih dahulu 4 tabung reaksi dengan label A, B, C, dan D. Pada tabung A
dan B ditambahkan benedict sebanyak 2 ml. Pada tabung C dan D ditambahkan
larutan kanji sebanyak 2 ml. Kemudian pada tabung C ditambahkan saliva 1
ml dan pada tabung D ditambahkan 1 ml aquades, kemudian kedua tabung
digoyangkan selama 10 menit. Setelah itu pada tabung reaksi A ditambahkan
5 tetes larutan dari tabung C dan pada tabung B ditambahkan 5 tetes larutan
dari tabung D, kemudian kedua tabung reaksi dipanaskan hingga mendidih dan
diamati.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Ikan mas merupakan salah satu ikan air tawar yang biasa dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia. Tubuh ikan mas agak memanjang dan memipih tegak
(compressed). Mulut terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan
(protaktil). Bagian anterior mulut terdapat dua pasang sungut (Cahyono, 2001).
Tubuh ikan mas terbagi tiga bagian, yaitu kepala, badan, dan ekor. Memiliki
mulut kecil yang membelah bagian depan kepala, sepasang mata, sepasang
lubang hidung terletak di bagian kepala, dan tutup insang terletak di bagian
belakang kepala. Seluruh bagian tubuh ikan mas ditutupi dengan sisik yang
besar, dan berjenis cycloid yaitu sisik halus yang berbentuk lingkaran.
Ikan Mas memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung yang terletak di
bagian punggung (dorsal fin), sirip dada yang terletak di belakang tutup insang
(pectoral fin), sirip perut yang terletak pada perut (pelvic fin), sirip dubur yang
terletak di belakang dubur (anal fin) dan sirip ekor yang terletak di belakang
tubuh dengan bentuk cagak (caudal fin) (Santoso, 2011).
Di alam bebas ikan mas hidup di pinggiran sungai, danau, atau perairan
tawar lain dengan kedalaman air yang tidak terlalu dalam dan tidak terlalu deras
aliran airnya. Lingkungan perairan yang ideal untuk tempat hidup ikan mas
adalah daerah dengan ketinggian 150 – 600 m di atas permukaan laut. Habitat
utama ikan mas adalah dalam air tawar. Namun dapat hidup juga di daerah
muara sungai yang airnya payau (Narantaka, 2012). Penyebaran ikan mas
merata di daratan Asia juga Eropa, sebagian Amerika Utara dan Australia. Di
Indonesia, ikan mas terdapat di sungai dan danau-danau di pulau Sulawesi,
Kalimantan, dan Jawa (Cholik, 2005).
Menurut Khairuman dan Subenda (2002), sistematika taksonomi ikan mas
adalah sebagai berikut:
Phyllum: Chordata
Subphyllum: Vertebrata
Superclass: Pisces
Class: Osteichthyes
Subclass: Actinopterygii
Ordo: Cypriniformes
Subordo: Cyprinoidea
Family: Cypridae
Subfamily: Cyprinidae
Genus: Cyprinus
Species: Cyprinus carpio
a) Tes pengaruh empedu terhadap lemak
Perlakuan Perlakuan empedu Kontrol
Cairan empedu 1 ml +
aquades 1 ml + minyak + -
goreng 2 ml

Hampir semua lemak dalam makanan mencapai usus halus sebelum


tercerna secara sempurna. Sehingga keberadaan garam-garam empedu
yang berasal dari kantung empedu sangat penting. Lemak dapat dihidrolisis
dengan segera sehingga dapat diserap dan diedarkan ke pembuluh limfa.
Kenyataan tersebut merupakan bukti bahwa empedu memiliki peranan
penting pada sistem pencernaan, khususnya pencernaan lemak (Campbell,
2004).
Dalam percobaan ini digunakan larutan empedu ikan yang
didapatkan dengan cara menggunting sedikit ujung kantung empedu ikan
kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi A sebanyak 1 ml dan
ditambahkan 1 ml aquades sebagai pengencer. Pada tabung reaksi B
ditambahkan 1 ml aquades. Kemudian pada kedua tabung ditambahkan 2
ml minyak goreng. Setelah itu kedua tabung dikocok dengan kuat agar
terhomogenkan. Setelah itu kedua tabung didiamkan selama 10 menit.
Pada tabung A tidak lagi membentuk dua lapisan, tetapi membentuk
kompleks larutan dimana minyak tercampur oleh empedu. Sedangkan pada
tabung B tidak terjadi perubahan. Meskipun tabung A terlihat menyatu
seperti larutan sebenarnya isi dari tabung A dalah emulsi lemak yang
prosesnya dinamakan emulsifikasi. Pada percobaan ini pelapis lemak
adalah cairan empedu ikan mas sehingga dapat dikatakan bahwa cairan
empedu adalah emulgator dan lebih lanjut lagi dapat dikatakan bahwa
empedu berfungsi untuk membantu penyerapan lemak (Campbell, 2004).
Berdasarkan analisis ini maka percobaan kali ini juga dapat
diasumsikan berhasil dan dinyatakan cairan empedu ikan positif membantu
penyerapan lemak oleh enzim lipase karena sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa cairan empedu dapat mengemulisifikasikan lemak
untuk kemudian diuraikan oleh enzim lipase menjadi asam lemak dan
gliserol (Ganong, 1999).
b) Analisis enzim pencernaan di lambung
Perlakuan Perlakuan empedu Kontrol
Putih telur 1 ml +
ekstrak lambung 1 ml
+ aquades 1 ml + - +
minyak goreng 2 ml +
biuret 5 tetes

Analisis enzim pencernaan dilambung dilakukan menggunakan


putih telur kemudian ditambah aquades 1 ml. penambahan aquades
dimaksudkan untuk mengencerkan putih telur. Setelah itu putih telur yang
sudah diencerkan dimasukkan ke dalam tebung reaksi A dan B sebanyak 1
ml. kemudian dipanaskan dan didinginkan. Pada tabung A ditambahkan
cairan lambung 1 ml dan didiamkan selama 10 menit. setelah itu pada
kedua tabung reaksi ditambahkan 5 tetes biuret. Penambahan reagen biuret
dimasudkan untuk mendeteksi keberadaan aktifitas enzim.
Dalam percobaan ini didapatkan data pada perlakuan empedu tidak
terjadi perubahan sedangkan pada tabung reaksi kontrol terdapat perubahan
yaitu warna lapisan empedu yang menjadi lebih bening dan putih.
c) Tes pembuktian adanya amilase
Perlakuan Perlakuan empedu Kontrol
Larutan benedict 2 ml
+ larutan kanji 2 ml +
+ -
ekstrak usus 1 ml +
aquades 1 ml

Untuk membuktikan keberadaan enzim amilase pada usus


digunakan 4 tabung reaksi dengan label A, B, C, D. hal ini dimaksudkan
untuk memudahkan praktikan dan mengurangi resiko tabung reaksi yang
tertukar. Penggunaan reagen benedict dikarenakan reagen ini merupakan
reagen yang digunakan pada setiap uji biokimia untuk mendeteksi gula
pereduksi dalam suatu larutan. Pada pengujian kali ini gula pereduksi
tersebut adalah hasil dari hidrolisis enzim amilase. Jadi jika hasilnya positif
maka dapat dikatakan bahwa larutan usus mengandung amilase.
Dua buah tabung reaksi C dan D diisi dengan 2 ml larutan kanju yang
merupakan polisakarida (karbohidrat) sebagai target dari enzim amilase.
Pada tabung C dan D ditambahkan saliva, pada tabung D ditambahkan 1
ml aquades sebagai kontrol, kemudian kedua tabung reaksi digoyang-
goyangkan dengan tujuan menghomogenkan larutan didalamnya. Setelah
itu dilakukan pencampuran antara tabung C ke tabung A sebanyak lima
tetes dan tabung D ke B sebanyak lima tetes, kemudian dipanaskan. Tujuan
dari dipanaskan adalah untuk mempercepat hidrolisis enzim amilase
terhadap amilum karena semakin tinggi suhu semakin cepat kerja enzim.
Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan data terdapat
endapan merah bata pada larutan pada tabung A, sedangkan pada tabung B
tidak terbentuk endapan merah bata. Endapan pada tabung A diindikasikan
sebagai hasil positif keberadaan enzim amilase pada usus halus ikan mas
sedangkan pada gelas B tidak terdapat endapan merah bata dikarenakan
larutan kanji yang ditambahkan tidak mengalami pemecahan molekul
sehingga teteap dalam bentuk karbohidrat yang mana menyebabkan tidak
bereaksi terhadap reagen benedict.
Faktor utama adalah kemungkinan kurang gelapnya kondisi
penempatan ekstrak usus sebelum diujikan, dikarenakan tempat gelap dapat
memaksimalkan peluruhan enzim oleh gliserin. Indikasi kedua adalah
kurang tingginya suhu saat pemanasan sehingga mengurangi aktifitas suhu
saat pemanasan sehingga mengurangi aktifitas enzim.
Hasil dari percobaan ini sesuai denan teori dikarenakan terdapat
endapan merah bata yang mana menjadi indikasi keberadaan enzim amilase
dalam ekstrak usus.
d) Tes pembuktian adanya proteinase pada ekstrak usus
Perlakuan Perlakuan empedu Kontrol
Putih telur 1 ml +
ekstrak usus 1 ml +
aquades 1 ml + cairan + +
biuret 5 tetes

Pembuktian adanya enzim proteinase dalam usus halus ikan mas


diawali dengan menyiapkan putih telur yang telah diencerkan dengan
aquades. Putih telur dimasukkan kedalam tabung reaksi A dan B sebanyak
1 ml, kemudian keduanya dipanaskan. Tujuan dalam pengenceran putih
telur adalah agar tidak mengendap ketika dilakukan proses pemanasan.
Dikarenakan jika terjadi pengendapan maka proses hidrolisisalbumin
(putih telur) oleh enzim proteinase yang diindikasikan terkandung
dalamusus ikan mas akan berjalan sangat lama atau bahkan tidak berhasil.
Karena itulah dilakukan pengenceran dengan menggunakan akuades.
Penggunaan akuades sendiri dimaksudkan untuk meminimalkan terjadinya
kontaminasi pada putih telur sehingga tidak mengganggu proses hidrolisis
protein oleh enzim proteinase usus.
Setelah itu salah satu tabung (A) ditambahkan 1 ml ekstrak usus
halussedangkan tabung reaksi yang lain (B) ditambahkan 1 ml akuades.
Tabung reaksi yang ditambahkan akuades ini digunakan sebagai kontrol
perlakuan. Setelah didiamkan selama sepuluh menit masing-masing tabung
reaksi ditetesi 5 tetes reagen biuret.
Uji biuret digunakan untuk mendeteksi adanya protein atau
ikatan polipeptida. Warna kompleks ungu menunjukkan adanya protein.
Intensitas warnayang dihasilkan merupakan ukuran jumlah ikatan peptida
yang ada dalam protein. Ion Cu²⁺ dari pereaksi biuret dalam suasana basa
akan bereaksi dengan polipeptida atau ikatan-ikatan peptida yang
menyusun protein dan membentuk senyawa kompleks bewarna ungu atau
violet. Reaksi ini positif terhadap dua buah ikatan peptida atau lebih tetapi
negatif untuk asam amino bebas atau satu rantai peptida (Kodir, 2012).
Pada kedua tabung reaksi diapatkan hasil terjadi perubahan warna
yaitu coklat. Hal ini diindikasikan sebagai adanya proteinase pada ekstrak
usus. Hasil yang didapatkan dalam percobaan ini sesuai dengan teori.
e) Analisis enzim pencernaan pada saliva
Perlakuan Perlakuan empedu Kontrol
Larutan benedict 2 ml
+ larutan kanji 2 ml + - -
cairan saliva 1 ml
Untuk membuktikan keberadaan enzim amilase pada usus digunakan 4
tabung reaksi dengan label A, B, C, D. hal ini dimaksudkan untuk
memudahkan praktikan dan mengurangi resiko tabung reaksi yang tertukar.
Penggunaan reagen benedict dikarenakan reagen ini merupakan reagen
yang digunakan pada setiap uji biokimia untuk mendeteksi gula pereduksi
dalam suatu larutan. Pada pengujian kali ini gula pereduksi tersebut adalah
hasil dari hidrolisis enzim amilase. Jadi jika hasilnya positif maka dapat
dikatakan bahwa larutan usus mengandung amilase.
Dua buah tabung reaksi C dan D diisi dengan 2 ml larutan kanji yang
merupakan polisakarida (karbohidrat) sebagai target dari enzim amilase.
Pada tabung C dan D ditambahkan saliva, pada tabung D ditambahkan 1
ml aquades sebagai kontrol, kemudian kedua tabung reaksi digoyang-
goyangkan dengan tujuan menghomogenkan larutan didalamnya. Setelah
itu dilakukan pencampuran antara tabung C ke tabung A sebanyak lima
tetes dan tabung D ke B sebanyak lima tetes, kemudian dipanaskan. Tujuan
dari dipanaskan adalah untuk mempercepat hidrolisis enzim amilase
terhadap amilum karena semakin tinggi suhu semakin cepat kerja enzim.
Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan data tidak terdapat
endapan merah bata pada larutan pada tabung A dan B, dimungkinkan tidak
terdapat endapan merah bata dikarenakan larutan kanji yang ditambahkan
tidak mengalami pemecahan molekul sehingga tetap dalam bentuk
karbohidrat yang mana menyebabkan tidak bereaksi terhadap reagen
benedict.
Faktor utama adalah adanya human eror dalam pengambilan saliva.
Indikasi kedua adalah kurang tingginya suhu saat pemanasan sehingga
mengurangi aktifitas suhu saat pemanasan sehingga mengurangi aktifitas
enzim. Selain itu pada percobaan yang telah dilakukan penambahan reagen
benedict hanya 1 ml dikarenakan kurangnya bahan dalam laboratorium, hal
ini juga dimungkinkan menjadi penyebab dalam hasil yang didapatkan.
Data yang didapatkan tidak sesuai dengan teori dikarenakan dalam
saliva terdapat Enzim enzim mucine, zidene dan lisosim yang terdapat
dalam air ludah mempunyai sifat bakteriostatis yang dapat membuat
beberapa bakteri mulut menjadi tidak berbahaya (Tarigan, 2016).
E. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diketahui dalam percobaan ini adalah enzim
pencernaan yang terdapat pada saliva yaitu enzim α-amilase saliva dan lipase
lingual sedangkan pada usus ikan adalah enteropeptidase, aminopeptidase,
maltase, dipeptidase, laktase, sukrase, α-limit dekstrinase, nuklease dan enzim-
enzim terkait, serta berbagai peptidase. Cairan empedu berperan sebagai
emulgator dan berfungsi untuk membantu hidrolisis lemak dan enzim lipase
dalam proses pencernaan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell. (2004). Biologi Jilid 3 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
Fox, S.I. (2008). Human Physiology Tenth Edition. New York: McGraw-Hill.
Kodir, A. (2012). Karakterisasi Protein dengan Metode Spektoskopi. Bogor: IPB.
Sloane, E. (2004). Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Kedokteran EGC.
Wulangi, K.S. (1993). Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan. Jakarta: DepDikBud.
Narantaka, Anggit. (2012). Pembenihan Ikan Mas. Yogyakarta: Seri Budaya.
LAMPIRAN
I. Pengujian empedu terhadap lemak
Tabel A Tabel B

II. Uji proteinase pada lambung


Tabel A Tabel B
III. Uji pembuktian adanya amilase pada ekstrak usus
Tabel A Tabel B

IV. Pembuktian adanya proteinase pada ekstrak usus


Tabel A Tabel B
V. Uji amilase pada saliva
Tabel A Tabel B

Anda mungkin juga menyukai