Anda di halaman 1dari 9

JURNAL ISSN 2655-8823 (p)

VOLUME 4 NOMOR 2 HALAMAN 134 - 142


KOLABORASI RESOLUSI KONFLIK ISSN 2656-1786 (e)

ANALISIS SEGITIGA SPK PADA KEKERASAN LANGSUNG ANTAR


ORGANISASI KEMASYARAKATAN (ORMAS) FORUM BETAWI
REMPUG (FBR) DAN PEMUDA PANCASILA (PP)

Dina Elina Saragih1, Soni Akhmad Nulhaqim2, Muhammad Fedryansyah3


1
Kementerian Sosial Republik Indonesia
2,3
Departemen Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Padjadjaran

E-mail: dina.elina@kemsos.go.id

ABSTRAK
Di Indonesia, ormas mulai bermunculan ketika terjadi perubahan sosial ekonomi pada masa kolonial, khususnya
saat kapitalis merkantilis diperkenalkan oleh Belanda. Menurut data Kementerian Dalam Negeri jumlah ormas
di Indonesia sampai tahun 2019 telah mencapai 431.465. Akhir-akhir ini keberadaan ormas yang seharusnya
diharapkan dapat mendukung terwujudnya kesejahteraan masyarakat malah sebaliknya menjadi hal yang
meresahkan. Tulisan ini akan membahas tentang salah satu ormas terbesar di Indonesia yaitu Pemuda Pancasila
(PP) yang belakangan ini terlibat konflik dengan ormas Forum Betawi Rembug (FBR). Kedua ormas ini dalam
berita media tercatat mengalami konflik yang berlangsung berulang-ulang bahkan berujung kepada kekerasan.
Tulisan ini mencoba untuk mengeksplorasi kekerasan langsung dalam kejadian-kejadian konflik yang terjadi
diantara kedua ormas ini. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah studi literatur. Analisis
data pada penelitian ini dilakukan dengan menyunting, merangkum hasil atau temuan sebelumnya yang telah
dikelompokkan, kemudian dibantu dengan analisis segitiga SPK Galtung. Dengan analisis Segitiga ABC
ditemukan aspek attitude, behaviour dan Contradiction pada konflik yang terjadi di antara kedua ormas ini.
Diharapkan dengan temuan aspek tersebut pemerintah maupun ormas yang terlibat semakin dapat menemukan
solusi yang ideal untuk adanya terwujudnya resolusi konflik.

Keyword: Ormas, Konflik, Kekerasan, Teori Galtung.

ABSTRACT
In Indonesia, mass organizations began to emerge when socio-economic changes occurred during the colonial
period, especially when mercantilist capitalists were introduced by the Dutch. According to data from the Ministry
of Home Affairs, the number of mass organizations in Indonesia until 2019 has reached 431,465. Lately, the
existence of mass organizations that should be expected to support the realization of social welfare has instead
become a disturbing thing. This article will discuss one of the largest mass organizations in Indonesia, namely
Pancasila Youth (PP), which has recently been involved in a conflict with the Betawi Rembug Forum (FBR) mass
organization. The media reported that these two mass organizations experienced repeated conflicts that even led
to violence. This paper tries to explore direct violence in conflict incidents that occurred between these two mass
organizations. The method used in writing this article is a literature study. Data analysis in this study was carried
out by editing, summarizing the results or previous findings that had been grouped, then assisted by an analysis
of the Galtung SPK triangle. With the ABC Triangle analysis, attitude, behavior and contradiction aspects were
found in the conflicts that occurred between the two mass organizations. And it is hoped that with the findings of
these aspects, the government and the mass organizations involved will increasingly be able to find ideal solutions
for the realization of conflict resolution.

Keyword: Mass Organizations, Conflict, Violence, Galtung Theory

PENDAHULUAN yang memberitakan tentang konflik yang


Sampai saat ini pertikaian antar terjadi diantara kedua ormas dan konflik ini
organisasi kemasyarakatan (Ormas) masih berujung kepada kekerasan yang
sering terjadi. Banyak pemberitaan baik mengakibatkan jatuhnya korban. Walaupun
melalui media massa maupun media sosial masih banyak lagi ormas yang juga sering

134
JURNAL ISSN 2655-8823 (p)
VOLUME 4 NOMOR 2 HALAMAN 134 - 142
KOLABORASI RESOLUSI KONFLIK ISSN 2656-1786 (e)

bertikai dan berujung pada kekerasan, mempertahankan Pancasila sebagai


namun dalam tulisan ini akan lebih Ideologi Negara (Arif, 2013).
membahas pada dua ormas yang akhir- Ormas PP merupakan ormas yang
akhir ini sering terlibat dalam konflik, yaitu paling menonjol dalam memberantas
Forum Betawi Rembug (FBR) dan Pemuda perjudian, prostitusi, peredaran narkoba,
Pancasila (PP). Adapun penyebab dari premanisme dan pemerasan pada tahun
munculnya konflik antar ormas ini yaitu 1980-1990an, sehingga ormas ini dikenal
karena adanya persaingan wilayah, nilai- dengan organisasi yang identik dengan
nilai ekonomis, dan masalah kelompok kekerasan. Terlebih di masa orde baru,
yang semakin besar. ormas PP menjadi salah satu kekuatan
FBR merupakan organisasi masyarakat rezim saat itu. Melakukan kegiatan serta
etnis Betawi yang berpedoman Islam dan gerakan mrnghentikan aktivitas yang
berdiri sejak tanggal28 29 Juli 2001. dinilai akan mengancam kepemimpinan
Dibentuk oleh dua orang kyai Betawi yaitu saat itu. Namun setelah orde baru, ormas PP
Fadloli El Muhir dan Lutfi Hakim dan masih tetap mempetahankan
berlokasi di Pondok Pesantren Ziyadatul keberadaannya melewati masa reformasi,
Mubtadi’ien, Padaengan, Cakung, Jakarta dengan berusaha mengubah citra yang
Timur. Ormas ini terbentuk diawali dengan selama ini identik dengan kekerasan dan
adanya kepedulian para tetua warga betawi premanisme menjadi ormas yang banyak
yang yang melihat situasi dan kondisi yang sekali melakukan kegiatan-kegiatan sosial
dihadapi suku betawi di Jakarta seperti kemasyarakatan.
ketersisihan dan keterhimpitan, dengan Aktivitas nyata yang dilakukan ormas
keadaan Ibukota yang semakin banyak PP mulai terusik dengan kehadiran ormas-
didatangi oleh para pendatang dan berbagai ormas lain yang menimbulkan konflik-
kebijakan daerah yang dianggap tidak konflik yang berawal dari hasutan-hasutan
memperdulikan etnis ini. Para pendiri ormas-ormas tertentu, seperti ormas FBR
forum ini hanya ingin dihargai dan yang memiliki kesamaan misalnya dalam
dianggap di kampungnya sendiri. Dengan penerimaan anggota ormas tetapi seolah-
menjadi warga yang diprioritaskan dalam olah dengan ajaran atau paham yang
setiap aspek pembangunan, baik itu berbeda. Namun FBR lebih menonjolkan
industri, perdagangan dan lain-lain (Kamil, pengakuan atas nama etnis betawi dalam
2019). melakukan penerimaan anggotanya dan
Sementara itu PP adalah organisasi lebih berorientasi pada masalah kemiskinan
masyarakat yang anggotanya mencakup dan ketidakberdayaan kelompok muda
seluruh lapisan masyarakat. Tidak ada dalam pekerjaan (Arif, 2013).
batasan ntara suku, etnis, agama dan juga Menurut Kartono, dkk dalam (Kartono
profesi. Organisasi tersebut terbentuk dan et al., 2018), bahwa konflik yang terjadi
dilakanakan dengan basis pengembangan antara ormas PP dan FBR berlangsung 5
masyarakat yang berkualitas, sehingga (lima) kali sepanjang tahun 2013. Kejadian
melahirkan generasi-generasi yang penyerangan, pengeroyokan serta
berkompeten dan berdaya saing. Didirikan penganiayaan yang dilakukan oleh 16 orang
pada tanggal 28 Oktober 1959 bermaskas di yang tak dikenal terhadap anggota ormas
Jakarta, oleh A. Yani, A.H Nasution, Gatot FBR, kemudian penyerangan pos FBR
Subroto. Dengan tujuan untuk memberikan yang dilakukan orang tak dikenal sebanyak
perlawanan kepada Parta Komunis yang 50 orang, dan pembakaran R.4 milik PP
ingin merubah Ideologi Negara Indonesia, yang dilakukan oleh FBR. Dari kejadian ini
inilah awal yang menjadi karakter dan banyak korban yang mengalami luka berat
orientasi ormas PP. Organisasi ini semula maupun ringan serta banyaknya kerugian
bernama pemuda patriotik yang merupakan sarana dan prasana yang dirusak.
bagian dari partai IPKI, yang berjuang

135
JURNAL ISSN 2655-8823 (p)
VOLUME 4 NOMOR 2 HALAMAN 134 - 142
KOLABORASI RESOLUSI KONFLIK ISSN 2656-1786 (e)

Seperti halnya juga pada penelitian penelitian yang dilakukan oleh Susanto,
yang dilakukan oleh I Gusti Ayu, dkk dkk (2020), (Gusti et al., 2018) dan
(2020), konflik yang terjadi di antara ormas (Kartono et al., 2018) yang berfokus pada
FBR dan PP sudah berlangsung dari tahun penanganan atas konflik yang terjadi antar
ke tahun, dimana kronologi kejadian ormas dan berbagai peranan
konflik yang dibahas yaitu dari tahun 2016 pemerintah/lembaga dalam menangani
sampai dengan tahun 2018. Menurutnya konflik tersebut. Terdapat juga penelitian
konflik yang terjadi di antara kedua ormas tentang Pola Transformasi Organisasi
ini kerap terjadi karena adanya rasa Masyarakat (Ormas) Menjadi Kelompok
kesetiakawanan yang tinggi. Dan Kekerasan dan Radikalisme, dilakukan oleh
permasalahan tersebut timbul dari anggota G. E. Pramono (2015), Febrianyah (2013)
ormas level akar rumput (Gusti & Santika, dan (Yutizar & Muhajir, 2021).
2020). Sesuai dengan data dari Polda Metro Konsep kekerasan yang diunggapkan
Jaya, dari sekian banyak kasus kekerasan oleh Galtung dikenal dengan segitiga
ormas yang terjadi, FBR mendominasi kekerasan, yang dapat digunakan untuk
dalam perilaku kekerasan. Kemudian ormas mengidentifikasi bentuk-bentuk kekerasan
PP menempati urutan kedua setelahnya. yang terjadi. Dalam tulisan ini penulis akan
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat berusaha untuk mengidentifikasi faktor
diketahui bahwa konflik yang terjadi di terjadinya konflik dan kekerasan langsung
antara kedua ormas ini yang telah banyak yang terjadi di antara ormas PP dan FBR
mengakibatkan jatuhnya korban melalui analisis segitiga SPK Galtung.
merupakan suatu bentuk kekerasan
langsung. Adapun kekerasan langsung METODE PENELITIAN
menurut Galtung (Dwi Eriyanti, 2017) Metode yang digunakan dalam artikel
memiliki berbagai macam bentuk. Pada ini adalah studi literatur. Dimulai dari tahap
bentuk klasik, terdapat kekuatan fisik, mengumpulkan berbagai literatur seperti
seperti pembunuhan, penganiayaan, buku, artikel ilmiah, makalah dan informasi
pemerkosaan, dan penyerangan seksual. dari berbagai media. Kemudian literatur
Demikian juga dengan kekerasan melalui tersebut dipelajari, dan lebih memfokuskan
kata-kata (verbal) diartikan sebagai pada literatur yang memuat isu konflik
kekerasan secara luas. antar ormas, khususnya konflik yang terjadi
Selain dari kekerasan langsung, bentuk diantara dua ormas yaitu FBR dan PP.
lain kekerasan yang ditekankan oleh Analisis data pada penelitian ini
Galtung adalah kekerasan struktural. dilakukan dengan menyunting, merangkum
Kekerasan tersebut tidak dilakukan oleh hasil atau temuan sebelumnya yang telah
manusia atau masyarakat tetapi kekerasan dikelompokkan, kemudian dibantu dengan
tersembunyi di dalam struktur yang lebih analisis segitiga SPK Galtung.
kecil ataupu lebih besar (Dwi Eriyanti,
2017). Kemudian bentuk kekerasan kultural
merupakan kekerasan yang mencakup
dimensi budaya, termasuk agama dan
ideologi. Bahasa dan simbol budaya seperti TINJAUAN PUSTAKA
seni, ilmu pengetahuan dan mitologi, Konflik dan Kekerasan
konsep budaya tertentu, dan bukti nilai Menuruf Fisher, konflik dan kekerasan
budaya. Hal-hal tersebut digunakan oleh adalah dua hal yang berbeda. Dimana
masyarakat untuk membenarkan tindakan konflik adalah hubungan antara dua orang
kekerasan dan konflik (Ismiati & atau dua pihak atau lebih (individu atau
Fedryansyah, 2017). kelompok) yang memiliki atau yang merasa
Berbagai pemikiran yang telah memiliki sasaran-sasaran yang tidak
mengungkapkan tentang konflik, seperti sejalan. Sementara kekerasan meliputi

136
JURNAL ISSN 2655-8823 (p)
VOLUME 4 NOMOR 2 HALAMAN 134 - 142
KOLABORASI RESOLUSI KONFLIK ISSN 2656-1786 (e)

tindakan, perkataan, sikap, berbagai keikutsertaan yang adil dalam bidang


struktur atau sistem yang menyebabkan ekonomi bahkan politik. Setidaknya ada
kerusakan secara fisik mental, sosial atau tiga hal yang menyebab konflik yang
lingkungan dan/atau menghalangi sesorang bekepanjangan atau tidak pernah berujung,
untuk meraih potensinya secara penuh yaitu pertama, kandungan komunal, dimana
(Fisher, 2000). yang dimaksudkan disini adalah pada
Kekerasan dalam arti luas digambarkan kelompok atau ormas identitas tertentu
oleh Galtung merupakan penghalang yang seperti ras, etnis, agama dan budaya. Hal ini
sebisa mungkin dapat dihindari karena mengarah kepada adanya ketidaksamaan
mengakibatkan ketidakmampuan seseorang kepentingan suatu kelompok atau ormas
untuk mengenali diri sendiri dengan baik. dengan kepentingan Negara (Isnaini, 2017).
Menurut Galtung penghalang tersebut Selanjutnya yang kedua mengapa
sebenarnya dapat dihindari, sehingga konflik terjadi berkepanjangan sumber
terhindar dari kekerasan. Lebih singkatnya utamanya adalah adanya penguasaan atas
menurut Galtung, kekerasan adalah suatu kebutuhan manusia yang kemudian
kondisi fisik, emosional, bahasa, diartikan secara kolektif. Kebutuhan
kelembagaan, struktural, atau mental, manusia ini dinilai menjadi sebuah hak
perilaku, sikap, kebijakan, atau kondisi dasar, seperti adanya keamanan,
yang melemahkan, mengendalikan, atau pemberdayaan atau hak untuk
menghancurkan diri sendiri atau orang lain dipekerjakan, kemudian adanya akses
(Dwi Eriyanti, 2017). dalam bidang politik, dan sebuah
Perilaku kekerasan merupakan pengakuan dalam budaya dan religi. Dalam
fenomena yang unik, meskipun seperti hal ini konflik terjadi ketika adanya
halnya kejahatan yang dilakukan oleh perebutan objek kekuasaan atau kebutuhan
individu maupun sekelompok orang yang oleh dua atau lebih individu maupun
berkembang sejalan dengan perkembangan kelompok (Adiansah, Apsari & Raharjo,
pada masyarakatnya. Perkembangan 2019). Sementara itu dalam perebutan
kekerasan pada abad ke-20 terkait erat tersebut negara tidak mampu
dengan keinginan untuk menunjukkan menyelesaikan masalah ini, di sisi lain
integritasnya, impian untuk mengalami kebutuhan tersebut semakin tidak dapat
dunia yang damai, dan kewajiban negara dirundingkan sehingga akan memperparah
untuk melindungi kehidupan manusia dan konflik yang ada menjadi lebih kejam dan
memajukan pemeliharaan ketertiban sosial jika ada pemicunya akan memungkinkan
(G. E. Pramono, 2015). untuk menjadi sebuah tindakan kekerasan.
Kekerasan menurut Gould dalam (G. E. Sehingga hal tersebut akan menjadi
P. Pramono, 2020) kelompok yang sumber konflik yang bekepanjangan ketiga,
menggunakan kekerasan dalam bertindak yaitu kekuasaan Negara yang tidak mampu
ketika terjadi suatu konflik dan saling memberikan kepuasan kepada kebutuhan
mengikat diantara anggota kelompok manusia di dalam sebuah kelompok atau
sebelum kekerasan dilakukan, disebut ormas, akan menimbulkan pemberontakan
kelompok kekerasan. dan konflik yang tidak akan pernah selesai.
Penjelasan itu menunjukkan bahwa Berdasarkan pemikiran di atas, dapat
kekerasan yang terjadi diakibatkan adanya dikatakan bahwa penyebab timbulnya
sebuah krisis dalam sebuah konflik sosial kekerasan dalam sebuah konflik merupakan
yang tidak pernah berujung yaitu bahwa ciri dan masalah yang begitu rumit. Suatu
konflik terkait merupakan sebuah kebenaran mutlak jika kesenjangan sosial
penggambaran perjuangan suatu kelompok atau ketimpangan merupakan salah satu
untuk kepentingan keamanan kelompok, pemicu dari adanya kekerasan.
pengakuan kelompok, dan penerimaan atas
keberadaan kelompok terkait serta

137
JURNAL ISSN 2655-8823 (p)
VOLUME 4 NOMOR 2 HALAMAN 134 - 142
KOLABORASI RESOLUSI KONFLIK ISSN 2656-1786 (e)

Analisis Konflik Menggunakan Segitiga


Sikap (Attitude), Perilaku (Behaviour),
Kontradiksi (Contradiction) Galtung
Galtung menyatakan bahwa sebuah
konflik dapat diungkapkan dengan dalam
sebuah segitiga, dengan dengan sikap
(Attitude), perilaku (Behaviour),
kontradiksi (Contradiction). Kontradiksi
mengarah kepada dasar situasi konflik
Gambar 1 : Segitiga ABC Galtung
seperti adanya ketidaksepahaman tujuan,
termasuk adanya ketimpangan yang
dirasakan oleh pihak-pihak yang bentrok, Sebuah konflik, akan mengalami fase
yang diakibatkan oleh bentrokan antara kekerasan berturut-turut, sebelum
nilai sosial dan struktur sosial. Kontradiksi kekerasan, masa kekerasan berlangsung
tersebut diputuskan oleh pihak-pihak yang dan setelah kekerasan. Fase tersebut
bentrok, hubungan diantara kelompok, dan diantarai oleh terurainya kekerasan ataupun
benturan kepentingan inheren (Galtung, adanya perdamaian. Ketiga elemen (A,B,C)
1965). harus dipertimbangkan pada semua fase
Sementara sikap menunjukkan (Galtung & Fischer, 2013).
pemahaman pihak yang bentrok antara satu
sama lain dan kesalahpahaman di antara
pihak-pihak tersebut. Serta pemahaman
akan pengakuan atas isu-isu yang Gambar 2 Life-cycle of a conflict (Galtung &
berkembang dengan kelompok lain. Dalam Fischer, 2013)
konflik dan kekerasan, di antara pihak-
pihak yang berkonflik cenderung Siklus konflik seperti gambar di atas
mengembangkan stereoti seperti saling menjelaskan, bahwa konflik terjadi ketika
meremehkan. Sikap ini sering terpengaruh terdapat sikap, perilaku dan asumsi yang
Perasaan seperti ketakutan, kemarahan, kontradiktif terhadap suatu hal/ kejadian.
kepahitan, dan kebencian. sikap ini Pertentangan tersebut dapat bersifat
termasuk ke dalam unsur perasaan, manifes atau laten. Dimana manifes
kepercayaan dan harapan. Perilaku merupakan tindakan yang dapat diamati
merupakan kerjasama atau pemaksaan, dengan perilaku dan laten dapat diamati
gerak tangan atau tubuh yang menunjukkan dengan sikap dan kontradiksi atau
persahabatan atau permusuhan. Perilaku anggapan yang dapat memicu konflik
konflik dengan kekerasan dicirikan oleh (Pathak, 2014).
ancaman, pemaksaan, dan serangan yang
merusak. Gambaran Umum Konflik FBR dan PP
Dalam bukunya yang berjudul “Peace Adapun sebelum melakukan analisis
by Peaceful Means” Galtung merumuskan konflik di antara ormas PP dan FBR,
bahwa konflik merupakan bangunan triadik terlebih dahulu dengan melihat riwayat
yang tersusun atas tiga elemen tersebut. bentrok yang telah terjadi. Riwayat bentrok
Konsep segitiga ini jika dijelaskan secara dapat dipetakan melalui alat bantu dalam
sederhana bahwa konflik terjadi ketika penahapan konflik yaitu urutan kejadian.
terdapat perilaku, sikap, dan asumsi yang Dimana alat bantu ini merupakan suatu alat
kontradiktif terhadap suatu hal di antara yang sederhana, yang berupa grafik yang
pihak-pihak yang sedang bertikai. menunjukkan kejadian-kejadian yang telah
Pertentangan yang terjadi dapat bersifat ditempatkan sesuai dengan waktunya dan
manifes atau laten. Penjelasan tersebut tentunya dapat menggambarkan kejadian-
diuraikan dalam gambar di bawah ini. kejadian secara kronologis (Fisher, 2000).

138
JURNAL ISSN 2655-8823 (p)
VOLUME 4 NOMOR 2 HALAMAN 134 - 142
KOLABORASI RESOLUSI KONFLIK ISSN 2656-1786 (e)

Urutan kejadian yang digunakan disini tumbuhnya sikap main hakim sendiri di
bukan alat bantu penelitian yang utama, dalam kelompok ini.
tetapi merupakan suatu cara untuk Konflik yang terjadi di antara kedua
mengarahkan pembahasan dan sebagai ormas ini pada awalnya bersifat laten,
proses belajar, bahwa dalam suatu konflik masing-masing anggota ormas saling
pasti akan terjadi ketidaksepakatan tentang memiliki anggapan atau asumsi terhadap
kejadian-kejadian mana yang paling sikap anggota ormas lainnya, sehingga hal
penting dan bagaimana untuk ini sering memicu adanya konflik yang
menjelaskannya. berulang. Padahal bisa jadi hal tersebut
Gambar 3 menunjukkan garis besar hanya salah paham saja. Faktor-faktor
bagaimana alat bantu urutan kejadian ini penyebab terjadinya konflik di antara kedua
digunakan, untuk mengkaji kejadian ormas ini, teridir dari faktor struktural,
bentrokan di antara ormas PP dan FBR faktor akselerator, dan faktor pemicu.
menurut sumber data yang di dapat. Adapun faktor strukturalnya meliputi,
kurang baiknnya susunan dalam struktur
organisasi yang dibuat, ada unsur kebijakan
pemerintah juga yang dianggap
diskriminatif, adanya ketidakseimbangan
proporsi penduduk pendatang dan
penduduk asli. Kemudian faktor
akselerator konflik kedua ormas ini adalah
rentetan kejadian demi kejadian yang
terjadi sejak tahun 2012 sampai dengan
tahun 2021 di antara ormas PP dan FBR
menjadi katalisator yang menyebabkan
konflik semakin sering terjadi bahkan
semakin memanas dan membesar karena
dendam yang sudah mengakar.

Analisis Eskalasi Konflik Antara Ormas


PP dan FBR Dengan Segitiga ABC
Terakhir faktor penyebabnya adalah
faktor pemicu, dimana permasalahan yang
dilakukan antar anggota ormas terhadap
satu sama lain. Sehingga jika dituangkan
dalam konsep segitiga ABC, konflik di
antara ormas PP dan FBR dapat
digambarkan sebagaimana berikut ini.

Gambar 3. Urutan kejadian bentrokan antara


ormas PP dan FBR
Jika dilihat dari tabel tersebut, diketahui
bahwa bentrokan yang terjadi seringnya
dipicu oleh hal-hal yang berulang. Seperti
halnya identitas ormas, kecemburuan,
perebutan lahan baik itu lahan parkir atau
wilayah pungutan lainnya. Konflik yang
tidak pernah selesai dan selalu berakhir
dengan adanya kekerasan oleh karena

139
JURNAL ISSN 2655-8823 (p)
VOLUME 4 NOMOR 2 HALAMAN 134 - 142
KOLABORASI RESOLUSI KONFLIK ISSN 2656-1786 (e)

membuat penilaiannya sendiri atas ormas


lain, sehingga membentuk sebuah stereotip
yang negatif. Ormas PP menganggap
bahwa ormas FBR melakukan sesuatu hal
yang akan merugikan kepentingan ormas
demikian sebaliknya. Diketahui bahwa
ormas PP merupakan sebuah kelompok
etnis betawi asli, yang memiliki prasangka
atas ormas PP yang yang merupakan
organisasi yang berawal dari para militer di
Indonesia. Sehingga ormas PP dianggap
seperti sombong dan arogan. Padahal hal
tersebut tidak dapat disamaratakan untuk
setiap anggota dari ormas tersebut.
Gambar 4 Analisis Eskalasi Konflik Ormas PP Demikian sebaliknya ormas FBR juga
dan FBR dengan Segitiga ABC dianggap eksklusif oleh karena mengusung
Mengacu pada gambar segitiga ABC keetnisan dan kekhasannya.
tersebut di atas, maka terlihat bahwa Prasangka-prasangka yang timbul
melalui segitiga ABC Galtung, yang terdiri tersebut akan menghalangi proses damai di
dari Attitude yang elemennya antara lain antara kedua ormas, karena akan sulit
prasangka dan stereotip, kemudian membangun rasa percaya satu sama lain.
Behavior dengan elemennya berupa sebuah Pengakuan atas identitas ormas masing-
aksi seperti penyerangan, premanisme dan masing akan menjadi salah satu legitimasi
perlawanan. Serta contradiction yang ketika para anggota mengatasnakaman
elemennya merupakan sebuah distribusi ormas untuk melakukan kekerasan. Padahal
ataupun posisi kekuasaan. Selanjutnya setiap pemimpin dalam ormas tidak
posisi attitude dan contradiction berada membenarkan adanya tindakan kekerasan
pada invisible latent yang artinya kedua hal tersebut.
ini tidak tidak dapat terlihat oleh kasat mata
dalam konflik. Karena hal tersebut 2. Behaviour (B)
tersimpan dalam perasaan orang-orang Pada konflik ormas PP dengan FBR
yang terlibat konflik. Sementara behaviour penulis mengidentifikasi bahwa behaviour
terletak pada posisi visible manifest yang yang terjadi dalam konflik di antara kedua
dapat diartikan konflik terlihat dalam kasat ormas ini adalah sebuah tindakan (actions)
mata berupa tindakan, maupun ucapan yang dan sebuah komunikasi. Tindakan yang
diberikan masing-masing yang terlibat dilakukan kedua ormas yang mengarah
konflik tersebut. Selanjutnya ulasan konflik kepada tindakan kekerasan fisik. Dimana
antara ormas PP dan FBR dengan masyarakat juga mengetahui bahwa ormas
menggunakan analisis segitigas ABC PP yang identik dengan ormas yang penuh
Galtung dapat diuraikan sebagai berikut. dengan tindakan kekerasan dan
premanisme. Tindakan hal serupa juga
1. Attitude (A) ditemukan ketika terjadi konflik dengan
Penulis mengidentifikasi bahwa ormas FBR. Berbagai aksi kekerasan
attitude yang timbul dalam konflik ormas diantara kedua ormas ini yang tidak
PP dan FBR lebih banyak disebabkan oleh tanggung-tanggung sudah memakan
adanya prasangka dan stereotip negatif. korban. Hal ini juga berawal dengan
Prasangka tersebut muncul saat menilai minimnya komunikasi yang baik di antara
sikap atau tindakan ormas lain. Dalam kedua ormas. Suatu organisasi juga
beberapa kasus konflik yang terjadi, sering biasanya akan mempertahankan identitas
ditemukan bahwa masing-masing ormas organisasinya sehingga rela melakukan

140
JURNAL ISSN 2655-8823 (p)
VOLUME 4 NOMOR 2 HALAMAN 134 - 142
KOLABORASI RESOLUSI KONFLIK ISSN 2656-1786 (e)

tindaka apapun demi marwah organisasinya menjangkau lapisan anggota ormas


itu sendiri. terutama pada lapisan bawah agar konflik
terutama aksi kekerasan dapat dihindari.
3. Contradiction (C) Kegiatan berbentuk pelatihan, terutama
Hal-hal yang menyebabkan terjadi untuk pembentukan karakter dan mental
kontradiksi dalam konflik ormas PP dan para anggota ormas agar tidak mudah
FBR dikarenakan terdapat kebijakan yang terprovokasi dan disalahgunakan oleh
diskriminatif, yaitu bagaimana kebijakan pihak-pihak yang mau mengambil
setempat dalam memberikan peluang keuntungan dan kondisi tersebut.
dalam pekerjaan ataupun usaha lainnya,
kemudian disparitas ekonomi yaitu adanya DAFTAR PUSTAKA
ketimpangan dalam pembangunan Adiansah, W., Apsari, N. C., & Raharjo, S.
sehingga menyebabkan perbedaan T. (2019). Resolusi Konflik Agraria di
pendapatan yang diterima masyarakat. Desa Genteng Kecamatan Sukasari
Kemudian yang menjadi pertentangan Kabupaten Sumedang. Jurnal
dalam konflik ini juga disebabkan adanya Kolaborasi Resolusi Konflik, 1(1), 1-
kepentingan masing-masing ormas. 10. DOI: 10.24198/jkrk.v1i1.20887
Kepentingan tersebut terkadang bentrok Arif, A. (2013). Pemuda Pancasila dan
dengan kepentingan ormas lainnya dan hal Rezim Represif Orde Baru
ini tidak dijembatani oleh pemerintah [Universitas Islam Negeri Syarif
sehingga yang terjadi adanya konflik Hidayatullah Jakarta].
berupa tindakan aksi kekerasan yang http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/h
mengganggu ketertiban masyarakat andle/123456789/24008
lainnya. Dwi Eriyanti, L. (2017). Pemikiran Johan
Galtung tentang Kekerasan dalam
KESIMPULAN DAN SARAN Perspektif Feminisme. Jurnal
Ormas FBR dan PP memiliki basis kuat Hubungan Internasional, 6(1).
di akar rumput dan sangat piawai https://doi.org/10.18196/hi.61102
memperluas pengaruh. Tidak heran, massa Febrianyah, R. (2013). Radikalisme
kedua ormas ini semakin meningkat seiring berlatar belakang agama dalam
dengan kondisi ekonomi yang memburuk Masyarakat (studi kasus pada ormas
akibat pandemi. Sebab, menjadi pilihan front pembela islam di kota
pekerjaan alternatif untuk memperoleh palembang). In Universitas Sriwijaya
penghasilan. Dengan tidak mementingkan (Vol. 5, Issue 2). Sriwijaya.
keterampilan dan keahlian khusus yang Fisher, S. (2000). Mengelola Konflik (S.N
terutama memiliki keberanian dan loyalitas Kartikasari (ed.)). The British Council
terhadap kelompok/ormas terkait. Indonesia.
Konflik yang terjadi di antara ormas PP http://chairululid.lecture.ub.ac.id
dan FBR merupakan suatu kondisi yang Galtung, J. (1965). Institutionalized
tidak dapat dihindari, karena setiap Conflict Resolution. Journal of Peace
kelompok atau orang yang tidak memiliki Research, 2(4), 348–397.
kesamaan tujuan pasti akan berakhir https://doi.org/10.1177/00223433650
dengan konflik. Para pengurus organisasi 0200404
juga sudah berusaha membangun Galtung, J., & Fischer, D. (2013). Johan
komunikasi yang baik diantara kedua Galtung: Pioneer of Peace Research.
ormas, agar konflik tidak terus berlanjut, Gusti, I., Ratih, A., Atmika, C. D., Madjid,
namun tidak dapat dipungkiri lapisan M. A., & Malik, I. (2018). Peran
anggota tiap ormas yang mungkin tidak Pemerintah Daerah Provinsi Dki
dapat dijangkau seluruhnya. Sehingga Jakarta Dalam Penanganan Konflik
diperlukan kegiatan-kegiatan yang dapat Antara Organisasi Masyarakat

141
JURNAL ISSN 2655-8823 (p)
VOLUME 4 NOMOR 2 HALAMAN 134 - 142
KOLABORASI RESOLUSI KONFLIK ISSN 2656-1786 (e)

Pemuda Pancasila Dan Forum Betawi Budimansyah, D. (2020). Analisis


Rempug Di Jakarta Tahun 2016-2018 penanganan konflik antar organisasi
the Role of the Government of the kemasyarakatan di Kabupaten
Province of Dki Jakarta in Conflict Karawang. Jurnal Ilmiah Mimbar
Handling Between P. 53–78. Demokrasi, 20(1), 92–96.
Gusti, I., & Santika, N. (2020). https://doi.org/10.21009/jimd.v20i1.1
Optimalisasi Peran Keluarga Dalam 5666
Menghadapi Persoalan Covid-19: Yutizar, & Muhajir. (2021). Eksistensi
Sebuah Kajian Literatur. Jurnal Ilmiah ormas islam dalam membendung
Ilmu Sosial, 6(2), 127–137. faham radikalisme dan intoleransi
https://doi.org/10.23887/jiis.v6i2.284 berbangsa dan bernegara di kota
37 langsa. Jurnal Perundang-Undangan
Ismiati, H., & Fedryansyah, M. (2017). Dan Hukum Pidana Islam, 5, 29.
Konflik Antar Warga di Tanjung Balai https://doi.org/https://doi.org/10.3250
Asahan Sumatera Utara Abstrak 5/legalite.v5i2.2778
Tanjung Balai Asahan Sumatera Utara
adalah salah satu wilayah Indonesia
dengan masyarakat yang heterogen .
Beberapa etnis masyarakat di Tanjung
yang padat penduduk . Hal ini
menjadikan mul. Jurnal Empirika,
8364(1990), 1–14.
Isnaini, A. (2017). Kekerasan Atas Nama
Agama. Kalam, 8(2), 213.
https://doi.org/10.24042/klm.v8i2.221
Kamil, F. (2019). CIVIL SOCIETY DAN
PREMANISME Studi Terhadap
Sistem Rekrutmen Anggota Forum
Betawi Rempug Gardu 0176.
Kartono, Sugandar, F. A., & Azis, A.
(2018). Peranan Polres Tangerang
Selatan Dalam Upaya Pencegahan
Dan Penanggulangan Kejahatan.
Pamulang Law Review, 1(2), 59–74.
Pathak, B. (2014). Johan Galtung’s
Conflict Transformation Theory for
Peaceful World: Top and Ceiling of
Traditional Peacemaking.
Pramono, G. E. (2015). Transformasi
Organisasi Kemasyarakatan (Ormas)
menjadi Kelompok Kekerasan (Studi
kekerasan Ormas di Jakarta). Jurnal
Keamanan Nasional, 1(2), 1167–
1180.
https://doi.org/10.31599/jkn.v1i2.25
Pramono, G. E. P. (2020). A new decade for
social changes. Technium Social
Sciences Journal, 6(December), 101–
105.
Susanto, E., Maftuh, B., Malihah, E., &

142

Anda mungkin juga menyukai