Anda di halaman 1dari 3

Partisipasi Politik Melalui New Social Movements (NSM) dan Kelompok-Kelompok Kepentingan

JANUARY 12, 2010 / LUPITA WIJAYA

Kelompok ini muncul karena salah satu sebab, orang mulai menyadari bahwa suara
satu orang (misalnya dalam pemilu) sangat kecil pengaruhnya, terutama di negara-
negara yang penduduknya berjumlah besar. Melalui kegiatan menggabungkan diri
dengan orang lain menjadi suatu kelompok, diharapkan tuntutan mereka akan lebih
didengar oleh pemerintah. Tujuan kelompok ini ialah memengaruhi kebijakan
pemerintah agar lebih menguntungkan mereka.
Apakah gerakan sosial itu? T. Tarrow dalam bukunya Power in Movement (1994)
berpendapat bahwa:
Social Movements adalah tantangan kolektif oleh orang-orang yang memunyai
tujuan bersama berbasis solidaritas, (yang dilaksanakan) melalui interaksi secara
terus-menerus dengan para elite, lawan-lawannya, dan pejabat-pejabat.
Gerakan ini merupakan bentuk perilaku kolektif yang berakar dalam kepercayaan
dan nilai-nilai bersama.
Kelompok kepentingan muncul pertama kali pada awal abad ke-19. Organisasi
internal lebih longgar dibanding dengan parpol. Pada 1960-an timbul fenomena
baru, sebagai lanjutan dari generasi sosial lama, yaitu Gerakan Sosial Baru.
Gerakan sosial Baru ini berkembang menjadi gerakan yang sangat dinamis,
terutama dengan timbulnya pergolakan di negara-negara Eropa Timur yang ingin
melepaskan diri dari otorianisme menuju demokrasi. Tujuannya meningkatkan
kualitas hidup. Salah satu caranya ialah dengan mendirikan berbagai kelompok
yang peduli pada masalah baru.
Beragam kelompok dengan beragam kepentingan biasanya bekerja sama. Masing-
masing kelompok bekerja sama dengan kelompok lain yang kira-kira sama
orientasinya. Jaringan kerja sangat luas, tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di
luar negeri berkat proses globalisasi.
Sesudah memelajari berbagai analisis mengenai NSM, Enrique Larana, Hank
Johnston, dan Joseph R. Gusfield (1994) samapi pada suatu kesimpulan yang
diutarakan secara singkat di bawah ini.
1. Basis NSM bersifat lintas kelas sosial. Latar belakang status sosial peserta yang
tersebar seperti golongan muda, gender, dan mereka yang memunyai perbedaan
orientasi seksualitas.
2. Karakteristik sosial mereka sangat berbeda dari ciri gerakan buruh, maupun
dengan konsepsi Marxis bahwa ideologi merupakan unsur yang memersatukan.
Mereka menganut pluralisme dalam ide dan nilai, berorientasi pragmatis dan
memerjuangkan partisipasi dalam proses membuat keputusan.
3. Dalam kehidupan sehari-hari, NSM menumbuhkan dimensi identitas baik NSM
yang baru maupun yang sebelumnya lemah; sifatnya lebih memerhatikan masalah
identitas daripada masalah bidang ekonomi.
4. Hubungan antara individu dan kolektivitas kabur. Gerakan-gerakan ini lebih
sering dilaksanakan dengan kegiatan individual dibanding melalui kelompok
termobilisasi.
5. NSM sering menyangkut hal-hal yang sifatnya pribadi seperti aborsi,
antimerokok, dan pengobatan alternatif.
6. Taktik mobilisasi yang tidak dipakai oleh NSM ialah melalui antikekerasan dan
ketidakpatuhan, hal yang jauh berbeda dengan taktik yang dipakai gerakan buruh
tradisional.
7. Berkembangnya kelompok NSM dipicu antara kain oleh timbulnya krisis
kepercayaan terhadap sarana partisipasi politik, terutama perilaku partai masaa
tradisional.
8. Berbeda dengan birokrasi dari partai-partai tradisional, kelommpok NSM
cenderung tersegmentasi, tersebar luas tanpa fokus, dan tidak sentralitis.
Beberapa Jenis Kelompok
♦ Kelompok Anomi
Kelompok-kelompok ini tidak memunyai organisasi, tetapi individu-individu yang
terlibat merasa memunyai perasaan frustasi dan ketidakpuasan yang sama.
Sekalipun tidak terorganisir dengan rapih, dapat saja kelompok ini secara spontan
mengadakan aksi massal jika tiba-tiba timbul frustasi dan kekecewaan mengenai
sesuatu masalah.
Ketidakpuasan ini diungkapkan melalui demonstrasi dan pemogokan yang tak
terkontrol, yang kadang berkahir dengan kekerasan.
♦ Kelompok Nonasosiasional
Tumbuh berdasarkan rasa solidaritas pada sanak saudara, kerabat, agama, wilayah,
kelompok etnis, dan perkerjaan. Kelompok-kelompok ini biasanya tidak aktif
secara politik dan tidak memunyai organisasi ketat, walaupun lebih memunyai
ikatan daripada kelompok anomi.
♦ Kelompok Institusional
Kelompok-kelompok formal yang berada dalam atau bekerja sama secara erat
dengan pemerintahan seperti birokrasi dan kelompok militer.
♦ Kelompok Asosiasional
Terdiri atas serikat buruh, kamar dagang, asosiasi etnis dan agama. Organisasi ini
dibentuk dengan sautu tujuan eksplisit, memunyai organisasi yang baik dengan staf
yang bekerja penuh waktu. Hal ini telah menjadikan mereka lebih efektif daripada
kelompok lain. Contoh : KADIN, IDI.
♦ Lembaga Swadaya Masyarakat
Sejak Indonesia merdeka, kehadiran LSN pertama kali tejadi pada 1957 dengan
berdirinya PKBI (Persatuan Keluarga Berencana Indonesia). Lembaga yang pada
akhirnya menjadi mitra pemerintah ini menjadikan pembinaan keluarga yang sehat
sebagai fokus kegiatannya.
Menjelang 1960-an, lahir juga LSM-LSM baru. Pada masa ini muncul kesadaran
bahwa kemiskinan dan masalah yang berkaitan dengan itu tak dapat hanya diatasi
dengan menyediakan obat-obatan, bahan pangan, dan sejenisnya. Sebaliknya,
perbaikan taraf hidup masyarakat miskin harus dilakukan dengan meningkatkan
kemampuan mereka dalam mengatasi masalah.
Keadaan mulai menjadi lebih kondusif bagi LSM dan keormasan pada masa
setelah jatuhnya Presiden Soeharto atau yang lebih dikenal dengan masa
Reformasi. LSM dan organisasi-organisasi sejenis bermunculan, dan harapan
bahwa pranta-pranata sosial akan berkembang lagi mulai muncul.
Dengan mendasarkan pada analisa Hope dan Timel yang kemudian dilengkapi
dengan pemikiran Eldridge dan Othari serta analisis ideologi-ideologi utama dunia
oleh Baradat, Roem Topatimasang mengemukakan bahwa dilihat dari sudut
orientasi, LSM di Indonesia dapat dibagi dalam lima kelompok paradigma.
Kelompok pertama, kesejahteraan melihat bahwa sebab-sebab kemiskinan dan
keterbelakangan masyarakat adalah kekuatan yang berada di luar kendali manusia.
Kelompok kedua, yaitu LSM penganut paradigma moderenisasi. LSM ini
memandang bahwa keterbelakangan, termasuk kemiskinan, disebabkan oleh
rendahnya pendidikan, penghasilan, keterampilan dan juga kesehatran.
Kelompok ketiga adalah yang berparadigma reformasi. LSM kelompok ini
berkeyakinan bahwa sumber dari masalah-masalah sosial adalah lemahnya
pendidikan, korupsi, mismanajemen, dan inefesiensi.
Jenis LSM keempat adalah kelompok LSM berparadigma liberasi atau
pembebasan. LSM kategori ini berpandangan bahwa penyebab segala
keterbelakangan, termasuk kemiskinan adalah penindasan, pengisapan, atau bentuk
“penindasan”. Gaya kerjanya biasanya populis, militan , kerja tim, dan berdisiplin
ketat.
Kelima adalah LSM pemeluk paradigma transformasi. LSM ini menganggap
bahwa sumber keterbelakangan dan kemiskinan adalah ketidakadilan tatanan
sosial, ekonomi, dan politik. Karena itu mereka sangat berkeinginan menciptakan
tatanan baru yang lebih adil. Kegiatannya biasanya dilakukan memalui
penyandaran politik, pengorganisaian rakyat, mobilasis aksi, dan membangun
jaringan advokasi.
source : Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia
Pustaka
Ad

Anda mungkin juga menyukai