Anda di halaman 1dari 5

Brian Mukti N

16.I1.0181
Drs. Albertus Istiarto, MA

PANCASILA SEBAGAI ALAT PEMERSATU BANGSA


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pengantar
Pancasila adalah asas persatuan, kesatuan, damai, kerjasama, hidup bersama
dari bangsa Indonesia yang warga-warganya sebagai manusia yang memiliki
bawaan kesamaan dan perbedaan.
Hendaknya warga Indonesia menempatkan perbedaan-perbedaan dan
pertentengan-pertentangan dalam kedudukan dan arti yang tidak mempengaruhi
kesamaan serta kesatuan bangsa Indonesia. Adanya perbedaan-perbedaan itu,
disadari sebagai suatu hal yang memang menjadi bawaan sebagai manusia pribadi
dan makhluk. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang beridiologi. Pancasila
mempunyai sifat dasar kesatuan yang mutlak, berupa sifat kodrat manusia dalam
kenyataan yang sewajarnya, ialah sifat perseorangan (individu) dan makhluk sosial
dalam kesatuan yang bulat dan harmonis (kedua tunggalan, monodualis).
Manusia menjadi pendukung atau subjek daripada sila-sila Pancasila
sehingga di dalam Pancasila terkandung hal-hal yang mutlak dari manusia yaitu
susunan diri manusia atas tubuh dan jiwa sebagai kesatuan, sifat perseorangan dan
makhluk sosial sebagai kesatuan serta kedudukan kodrat pribadi berdiri sendiri dan
makhluk Tuhan sebagai satu kesatuan. Oleh karena itu dengan kata lain Pancasila
mempunyai sifat dasar kesatuan berupa dua sifat kodrat manusia yang merupakan
suatu kesatuan keduatunggalan atau monodualis. Sifat kodrat monodualis
kemanusiaan itu mempunyai arti menentukan dalam hal-hal pokok mengenai
kenegaraan. Karena sifatnya mutlak monodualis kemanusiaan, negara Indonesia
adalah negara hukum kebudayaan yaitu negara yang terdiri atas perseorangan yang
hidup bersama baik dalam kelahiran maupun kebatinan yang keduanya memiliki
kepentingan dan kebutuhan perseorangan dan bersama, namun keduanya
diselenggarakan tidak saling mengganggu melainkan dengan kerjasama.
1.2 Rumusan Masalah
 Apa Makna dari Pancasila ?
 Apa yang melatar belakangi aksi 4 November 2016 dan bagaimana tanggapan
para petinggi negara ?
 Apa yang mendasari tindakan ekstrem berselimut keyakinan beragama,
mudah tersulut untuk melakukan provokasi atau tindakan lainnya ?
1.3 Tujuan
 Melengkapi tugas UAS yang telah diberikan Dosen pengampu mata kuliah
Pendidikan Pancasila.
 Upaya untuk mengenalkan pemahaman Pancasila.
 Sebagai literatur agar tidak mudah terpicu hal-hal yang bersifat radikal,
rasisme, ataupun hal yang bersifat provokasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Makna Pancasila
Pancasila merupakan sumber hukum yang berlaku di Indonesia, memiliki
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yang telah dijelaskan dalam Pembukaan
UUD 1945 sebagai sumber dari keseluruhan politik hukum nasional Indonesia.
Berbagai kebijakan hukum di era reformasi pasca amandemen UUD 1945 belum
mampu mengimplementasikan nilai-nilai fundamental dari Pancasila dan UUD
1945 yang menumbuhkan rasa kepercayaan yang tinggi terhadap hukum sebagai
pencerminan adanya kesetaraan dan pelindungan hukum terhadap berbagai
perbedaan pandangan, suku, agama, keyakinan, ras dan budaya yang disertai
kualitas kejujuran yang tinggi, saling menghargai, saling menghormati, non
diskriminatif dan persamaan di hadapan hukum.
Dalam kajian filsafat hukum temuan Notonagoro , menerangkan bahwa
Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Sekalipun nyata
bobot dan latar belakang yang bersifat politis, Pancasila telah dinyatakan dalam
GBHN 1983 sebagai "satu-satunya azas" dalam hidup bermasyarakat dan
bernegara. Tercatat ada pula sejumlah naskah tentang Pancasila dalam perspektif
suatu agama karena selain unsur-unsur lokal (milik dan ciri khas bangsa Indonesia)
diakui adanya unsur universal dalam setiap agama.

2.2 Latar belakang aksi 4 November 2016


Pada 30 September 2016, dalam percakapan dengan warga di Kepulauan
Seribu, Basuki menyatakan bahwa tidak masalah jika warga yang "dibohongi
pake surah Al-Maidah 51 dan macem-macem" tidak memilihnya dalam PILKADA
Gubernur DKI Jakarta. Ayat 51 dalam surat Al-Maidah adalah ayat yang sering
ditafsirkan sebagai ayat yang melarang Muslim untuk menjadikan orang non-
Muslim sebagai pemimpin, dan sebelumnya digunakan oleh rival Basuki sebagai
argumen untuk tidak memilih Basuki pada pemilihan gubernur. Percakapan ini
direkam dan diunggah oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di situs YouTube.
Salah satu yang menyebarkan video ini, Buni Yani menulis di Facebook
"...dibohongi Surat Al Maidah...", (tanpa kata "pake") dan belakangan ia mengakui
bahwa ia salah transkrip. Banyak warga maupun pengamat yang mengkritik
pernyataan Basuki dan menganggap Basuki telah melecehkan Al-Quran. Kritik ini
menjalar di media sosial seperti Facebook dan Twitter. Lantas, para petinggi
negarapun ikut berkomentar atau berpendapat mengenai aksi 4 November ini.
Pendapat para petinggi negara mengenai aksi 4 November :
Presiden Joko Widodo
Presiden Joko Widodo mengatakan, demonstrasi merupakan hak
demokratis warga, namun bukan hak untuk memaksakan kehendak dan bukan
sebuah hak untuk merusak. Presiden juga mengatakan bahwa pemerintah akan
menjamin hak untuk menyampaikan pendapat, namun lebih mengutamakan
ketertiban umum. Aparat juga sudah diminta untuk bersiaga mengawal aksi dan
diminta untuk melakukan tugas secara profesional jika ada tindakan anarkis.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian
Kapolri menghimbau masyarakat untuk tidak terpancing untuk melakukan
aksi anarkis sekaitan unjuk rasa 4 November, dan menghimbau agar masyarakat
tidak terpengaruh dengan media sosial dan tidak langsung menerima informasi dan
terbawa emosi. Kapolri juga memerintahkan para personilnya agar menindak
para provokator yang memprovokasi pendemo untuk melakukan kekerasan, dan
tidak mudah terpengaruh dan terprovokasi terhadap isu yang berkembang
menjelang unjuk rasa.[33] Ia juga mengakui menarik satuan Brimob di luar
wilayah Jakarta untuk membantu pengamanan.
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo
Jenderal TNI Gatot Nurmantyo memerintahkan anak buahnya untuk mengambil
tindakan tegas sebagai tindakan untuk aksi massa dengan tidak kekerasan. Ia
mengatakan bahwa hanya sebagian kecil masyarakat saja yang melakukan aksi
unjuk rasa, sehingga para prajurit TNI harus melindungi juga mereka yang tidak
melakukan unjuk rasa. Panglima TNI juga menegaskan kepada seluruh anak
buahnya supaya tidak ragu dalam mengambil tindakan untuk melindungi
rakyat Indonesia, terutama apabila terjadi kegiatan anarkis dan radikal. Panglima
TNI juga mengharapkan masyarakat tetap kenang dan beraktifitas seperti biasa.

2.3 Hal yang mendasari tindakan ekstrem berselimut keyakinan beragama


Beberapa hal yang berkembang saat ini jauh lebih dalam dari sekadar sentimen
keagamaan. Problem mendasar yang dihadapi masyarakat kini (dan tentu sejak
dulu) adalah ketimpangan sosial dan ekonomi. Kesenjangan makin lama kian jauh;
masyarakat di bawah terbebani berbagai persoalan keseharian mereka. Agama jadi
kanal kekecewaan mereka yang selama ini terimpit beragam persoalan. Jadi tak
aneh jika terpantik sedikit saja, mereka cepat marah dan melalui agamalah katup
kemarahan mereka salurkan. Di Jakarta, yang dalam banyak hal adalah gambaran
sementara dari pertarungan pemilihan presiden (pilpres) mendatang, semua
kepentingan itu bertemu di satu titik. Pada aksi 411, misalnya, masyarakat yang
kecewa, kesal, dan marah atas keadaan meluapkan kekecewaan di satu saluran yang
sama: isu penistaan agama.

Tak bisa dimungkiri pula di belakang itu ada kepentingan kelompok politik
yang berkontestasi dalam pilkada. Kepentingan yang berkelindan itu bermuara pada
aksi dua pekan lalu. Momentum yang sama memberikan celah bagi kelompok yang
masih punya mimpi mendirikan negara Islam. Kita tak bisa memungkiri itu. Ada
yang ingin mencapai lewat jalan demokratis, lebih bernas: menunggangi demokrasi.
Ada pula yang ingin mencapai melalui serangkaian tindakan kekerasan karena
menganggap penguasa sekarang thogut, yang menjalankan hukum selain hukum
Tuhan. Mereka tak bisa menerima pandangan lain selain keyakinan mereka. Sikap
itu bertumbuh subur di tengah kondisi penuh kesenjangan dan ketimpangan.
Korban teror acap bukan target utama. Katakanlah karena kesal melihat tindak-
tanduk Amerika yang bersekongkol dengan Israel, mereka mengarahkan teror ke
restoran merek Amerika, tak peduli korban mungkin karyawan yang justru muslim
taat.

Pada 28 Oktober 1928 semua sudah jelas, kita, tak peduli apa latar belakang
suku, ras, dan agama, tak peduli berapa orang dari semua latar belakang itu,
beriktikad mendirikan bangsa baru bernama Indonesia. Ketika mendirikan
Indonesia, para pendiri bangsa mengabaikan urusan mayoritas atau minoritas.
Kalau mau omong jumlah, mungkin yang dulu terbentuk bukan Indonesia,
melainkan Republik Jawa Dwipa karena orang Jawa sudah lebih dahulu punya
kesadaran nasionalisme, kendati berbentuk etnonasionalisme. Karena itu, ketika
mendirikan Indonesia, angka statistik tak lagi relevan diperdebatkan. Mendirikan
Indonesia bukan berpusar pada soal kuantitas, melainkan kualitas. Indonesia yang
diperjuangkan erat berkait dengan nilai-nilai perjuangan politik.

BAB III

Penutup

3.1 Kesimpulan

Kita hidup di negara Indonesia yang berasaskan Pancasila, oleh karena itu
kita harus memiliki sikap toleransi yang tinggi antar umat beragama. Jika dilihat
dari sejarahnya yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia bukan hanya 1 umat
Agama, melainkan beberapa umat Agama yang berbeda. Akan tetapi mereka tidak
mempermasalahkan Agama dan memiliki satu tujuan yaitu kemerdekaan Indonesia.
Di era sekarang ini hal seperti itu sudah mulai meluntur karena adanya kepentingan
pribadi maupun kelompok yang dapat memecah-belah bangsa. Oleh karena itu
kesadaran akan Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa sangat diperlukan oleh
seluruh generasi bangsa, meskipun pada saat ini rasa persatuan dan kesatuan sudah
mulai luntur, dengan adanya Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa dapat
mengembalikan rasa persatuan dan kesatuan itu kembali tanpa memandang suku,
agama, ras, kasta, dsb. Karena yang disebut bangsa Indonesia bukan hanya yang
sekarang ini ada, tetapi juga yang nanti akan ada. Selama masih terjadi proses
regenerasi, selama itu pula Pancasila sebagai pemersatu Bangsa masih tetap kita
perlukan. Itu berarti, selama masih ada bangsa Indonesia, selama itu pula masih kita
perlukan alat pemersatu bangsa. Ini berarti, bahwa selama masih ada bangsa
Indonesia, maka Pancasila sebagai dasar negara masih tetap kita butuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/bonnie-triyana-agama-menjadi-kanal-
salurkan-kekecewaan/
https://id.wikipedia.org/wiki/Aksi_4_November
http://sipemikirkeras.blogspot.co.id/2012/12/pancasila-sebagai-pemersatu-
bangsa.html
Suara Merdeka, 20 November 2016. Agama Menjadi Kanal Salurkan Kekecewaan.
Tim Suara Merdeka
Suprapto, dkk. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan SMA/MA 3. Jakarta: Bumi
Aksara

Anda mungkin juga menyukai