16.I1.0181
Drs. Albertus Istiarto, MA
Tak bisa dimungkiri pula di belakang itu ada kepentingan kelompok politik
yang berkontestasi dalam pilkada. Kepentingan yang berkelindan itu bermuara pada
aksi dua pekan lalu. Momentum yang sama memberikan celah bagi kelompok yang
masih punya mimpi mendirikan negara Islam. Kita tak bisa memungkiri itu. Ada
yang ingin mencapai lewat jalan demokratis, lebih bernas: menunggangi demokrasi.
Ada pula yang ingin mencapai melalui serangkaian tindakan kekerasan karena
menganggap penguasa sekarang thogut, yang menjalankan hukum selain hukum
Tuhan. Mereka tak bisa menerima pandangan lain selain keyakinan mereka. Sikap
itu bertumbuh subur di tengah kondisi penuh kesenjangan dan ketimpangan.
Korban teror acap bukan target utama. Katakanlah karena kesal melihat tindak-
tanduk Amerika yang bersekongkol dengan Israel, mereka mengarahkan teror ke
restoran merek Amerika, tak peduli korban mungkin karyawan yang justru muslim
taat.
Pada 28 Oktober 1928 semua sudah jelas, kita, tak peduli apa latar belakang
suku, ras, dan agama, tak peduli berapa orang dari semua latar belakang itu,
beriktikad mendirikan bangsa baru bernama Indonesia. Ketika mendirikan
Indonesia, para pendiri bangsa mengabaikan urusan mayoritas atau minoritas.
Kalau mau omong jumlah, mungkin yang dulu terbentuk bukan Indonesia,
melainkan Republik Jawa Dwipa karena orang Jawa sudah lebih dahulu punya
kesadaran nasionalisme, kendati berbentuk etnonasionalisme. Karena itu, ketika
mendirikan Indonesia, angka statistik tak lagi relevan diperdebatkan. Mendirikan
Indonesia bukan berpusar pada soal kuantitas, melainkan kualitas. Indonesia yang
diperjuangkan erat berkait dengan nilai-nilai perjuangan politik.
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Kita hidup di negara Indonesia yang berasaskan Pancasila, oleh karena itu
kita harus memiliki sikap toleransi yang tinggi antar umat beragama. Jika dilihat
dari sejarahnya yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia bukan hanya 1 umat
Agama, melainkan beberapa umat Agama yang berbeda. Akan tetapi mereka tidak
mempermasalahkan Agama dan memiliki satu tujuan yaitu kemerdekaan Indonesia.
Di era sekarang ini hal seperti itu sudah mulai meluntur karena adanya kepentingan
pribadi maupun kelompok yang dapat memecah-belah bangsa. Oleh karena itu
kesadaran akan Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa sangat diperlukan oleh
seluruh generasi bangsa, meskipun pada saat ini rasa persatuan dan kesatuan sudah
mulai luntur, dengan adanya Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa dapat
mengembalikan rasa persatuan dan kesatuan itu kembali tanpa memandang suku,
agama, ras, kasta, dsb. Karena yang disebut bangsa Indonesia bukan hanya yang
sekarang ini ada, tetapi juga yang nanti akan ada. Selama masih terjadi proses
regenerasi, selama itu pula Pancasila sebagai pemersatu Bangsa masih tetap kita
perlukan. Itu berarti, selama masih ada bangsa Indonesia, selama itu pula masih kita
perlukan alat pemersatu bangsa. Ini berarti, bahwa selama masih ada bangsa
Indonesia, maka Pancasila sebagai dasar negara masih tetap kita butuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/bonnie-triyana-agama-menjadi-kanal-
salurkan-kekecewaan/
https://id.wikipedia.org/wiki/Aksi_4_November
http://sipemikirkeras.blogspot.co.id/2012/12/pancasila-sebagai-pemersatu-
bangsa.html
Suara Merdeka, 20 November 2016. Agama Menjadi Kanal Salurkan Kekecewaan.
Tim Suara Merdeka
Suprapto, dkk. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan SMA/MA 3. Jakarta: Bumi
Aksara