Disusun Oleh :
Angelina Martha Rezeki P (2233027)
Tawuran antar remaja yang sampai menimbulkan korban jiwa nyawa melayang
sia-sia, kini muncul berita kerusuhan antarwarga yang terjadi di Lampung
Selatan hingga menewaskan belasan orang. Apa pun pemicunya, menyelesaikan
persoalan dengan cara kekerasan, apalagi hingga menghilangkan nyawa orang
lain bukanlah hal yang dibenarkan dalam norma bermasyarakat. Pasti lebih
bijak dan indah jika semua soal diselesaikan dengan cara-cara yang jauh dari
kekerasan,salah satunya dengan bermusyawarah. Dan bangsa ini sangat bisa
untuk menyelesaikan persoalan dengan cara-cara damai. Namun kenapa hal
seperti ini masih saja terjadi?
Pancasila adalah sebuah rahmat dari Tuhan YME untuk seluruh masyarakat
indonesia, agar masyarakat indonesia memahami dan mau mengamalkan nilai-
nilai yang tertuang didalamnya. Bahkan Bung Karno sendiri mengakui bahwa
dia bukan penemu Pancasila, Bung Karno mengatakan bahwa dia hanya
menemukan Pancasila, Pancasila adalah pondasi-pondasi dasar kemasyarakatan
yang sedari awal sudah tertanam dengan kokoh dalam sanubari rakyat
Indonesia.
Artinya dalam keseharian hidup, nilai- nilai itu mewarnai interaksi masyarakat
kita. Intisari dari Pancasila itu adalah “gotong royong”, dan gotong-royong
adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan
bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua
buat kebahagiaan semua. Holopiskuntul baris buat kepentingan bersama. Itulah
gotong-royong.
Jadi dalam gotong royong itu ada kebersamaan, kontribusi semua pihak,
persatuan, kepentingan bersama, perpaduan sumber daya, saling melengkapi
atas kelebihan dan kekurangan. Dan, ini relevan dengan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika atau keragaman dalam kesatuan (diversity in unity). Sangat jelas
bahwa keberagaman masyarakat Indonesia itu sebagai rahmat dari Tuhan yang
harus dikelola bagi kebaikan bersama. Hemat kata semua warga negara
Indonesia punya hak dan kewajiban yang sama kepada negara. Kedewasaan
rakyat dalam mengelola konflik sebenarnya sangat menggembirakan.
Batasan Masalah
Adapun dalam penelitian ini,peneliti membatasi masalah yang telah
disebutkan pada indetifikasi dengan maksud agar penelitian lebih terfokus pada
permasalahan utama yang hendak di teliti mengupayakan untuk membangunkan
dan memperkuat memori kolektif kita akan nilai-nilai Pancasila. Hal ini tidak
bisa melalui anjuran, omongan, atau propaganda saja, tapi yang lebih mendasar
adalah melalui keteladanan dari para elite dan para pemimpin bangsa di semua
tingkatan dari pusat sampai daerah. Manakala yang dipertontonkan para elite
dan para pemimpin adalah konflik, ketidakdewasaan berpikir dan bersikap, serta
mempertontonkan tindakantindakan tidak terpuji lainnya, maka jangan serta-
merta menyalahkan pelajar yang tawuran atau masyarakat yang berkonflik.
Memang masih banyak faktor lain yang menjadi penyebab, tapi faktor
keteladanan dari elite dan atau pemimpin ini sangat signifikan untuk terciptanya
masyarakat yang hidup berdampingan secara damai. Sehingga energi dan
sumber daya kita sebagai bangsa bisa kita fokuskan bagi pembangunan demi
kesejahteraan rakyat.
Diterimanya Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional berarti bahwa
nilai-nilai Pancasila harus dijadikan landasan utama dan dasar dalam
penyelenggaraan negara Indonesia. Pancasila sebagai ideologi dan falsafah
negara harus diwujudkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Negara Indonesia adalah negara hukum, yang berarti bahwa hukum harus
dijunjung tinggi dan diterapkan. Setiap kegiatan di negara ini harus berdasarkan
hukum dan setiap warga negara harus taat pada hukum. Negara yang tidak
mampu menegakkan hukum akan menyebabkan situasi yang disebut anarki,
dimana warga negara bertindak tanpa kendali dan mengutuk hak asasi, yang
menyebabkan kekacauan.
Ada empat alasan komitmen untuk tidak mengubah Pembukaan UUD 1945,
yaitu:
1. Terdapat norma dasar universal bagi tegaknya negara yang merdeka
dan berdaulat
2. Terdapat empat tujuan negara yaitu melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darahnya, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia.
3. Pembukaan UUD 1945 mengatur tentang ketatanegaraan Indonesia
khususnya tentang bentuk negara dan sistem pemerintahan
4. Nilainya sangat tinggi bagi bangsa dan negara Indonesia sebab dalam
Pembukaan UUD 1945 terdapat rumusan dasar negara yaitu Pancasila.
Oleh karena itu, cinta terhadap tanah air harus dikembangkan dalam
pembentukan karakter bangsa. Pembentukan karakter bangsa harus melalui
pengembangan sikap demokratis dan penghormatan terhadap Hak Asasi
Manusia. Pembentukan karakter bangsa harus dalam konteks menghormati
persatuan dan kesatuan bangsa, bukan memecah belah NKRI.
Bhinneka Tunggal Ika
Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” pertama kali diungkapkan oleh mPu
Tantular, seorang pujangga agung dari kerajaan Majapahit saat pemerintahan
Raja Hayamwuruk pada abad ke-14 (1350-1389). Semboyan tersebut
terdapat dalam karya beliau, yaitu Kakawin Sutasoma yang berbunyi
“Bhinna ika tunggal ika, tan hana dharma mangrwa” yang artinya “Berbeda-
beda itu, satu itu, tidak ada pengabdian yang ganda.” Pada tahun 1951,
sekitar 600 tahun setelah Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan oleh mPu
Tantular, pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai semboyan resmi
Negara Republik Indonesia melalui Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951.
Peraturan tersebut menentukan bahwa sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka
Tunggal Ika menjadi semboyan yang terdapat dalam Lambang Negara
Republik Indonesia, “Garuda Pancasila.” Kata “bhinna ika” kemudian
digabungkan menjadi satu kata “bhinneka.” Pada perubahan UUD 1945 yang
kedua, Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai semboyan resmi yang
terdapat dalam Lambang Negara dan tercantum dalam
“Bhinneka Tunggal Ika” tidak dapat dipisahkan dari Hari Kemerdekaan bangsa
Indonesia dan Filsafat Negara Pancasila. Hal ini sesuai dengan komponen yang
terdapat pada Lambang Negara Indonesia. Menurut Pasal 1 Peraturan
Pemerintah No. 66 Tahun 1951, Lambang Negara terdiri dari tiga bagian:
1. Burung garuda menghadap ke kanan
2. Perisai berbentuk jantung yang digantung pada rantai di leher Garuda,
dan
3. Sebuah moto tertulis di pita yang dipegang oleh Garuda. Di pita tertulis
tulisan latin semboyan dalam bahasa Jawa Kuno berbunyi: “BHINNEKA
TUNGGAL IKA”.