Anda di halaman 1dari 15

EMPAT PILAR BERBANGSA DAN BERNEGARA SEBAGAI

PONDASI DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara adalah kumpulan nilai-
nilai luhur yang harus dipahami oleh seluruh masyarakat dan menjadi panduan
dalam kehidupan ketatanegaraan untuk mewujudkan bangsa dan Negara yang
adil, makmur, sejahtera, dan bermartabat. Melalui nilai-nilai Empat Pilar, maka
diharapkan dapat mengukuhkan jiwa kebangsaan, nasionalisme, dan patriotisme
generasi penerus bangsa untuk semakin mencintai dan berkehendak untuk
membangun negeri.
Empat Pilar ini akan dapat menjadi panduan yang efektif dan nyata,
apabila semua pihak, segenap elemen bangsa, para penyelenggara Negara dan
masyarakat konsisten mengamalkannya dalam arti yang seluas-luasnya.
Pengertian pilar adalah tiang penguat, dasar, yang pokok, atau induk. Penyebutan
Empat Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara tidaklah dimaksudkan bahwa
keempat pilar tersebut memiliki kedudukan yang sederajat. Setiap pilar memikili
tingkat, fungsi dan konteks yang berbeda. Pada prinsipnya Pancasila sebagai
ideologi dan dasar Negara kedudukannya berada di atas tiga pilar yang lain.
(Pimpinan MPR dan tim kerja sosialisasi Empat Pilar, 2012:6) Pancasila sebagai
ideologi dan dasar Negara harus menjadi jiwa yang menginspirasi seluruh
pengaturan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Nilai-nilai Pancasila baik sebagai ideologi dan dasar Negara sampai hari
ini tetap kokoh menjadi landasan dalam bernegara. Pancasila juga tetap tercantum
dalam konstitusi Negara kita meskipun beberapa kali mengalami pergantian dan
perubahan konstitusi. Ini menunjukan bahwa Pancasila merupakan konsensus
nasional dan dapat diterima oleh semua kelompok masyarakat Indonesia.
Pancasila terbukti mampu memberi kekuatan kepada bangsa Indonesia, sehingga
perlu dimaknai, direnungkan, dan diingat oleh seluruh komponen bangsa.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah konstitusi
Negara sebagai landasan konstitusional bangsa Indonesia yang menjadi hukum
dasar bagi setiap peraturan perundang-undangan di bawahnya.
Oleh karena itu, dalam Negara yang menganut paham konstitusional tidak
ada satupun perilaku penyelenggara Negara dan masyarakat yang tidak
berlandaskan konstitusi. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan bentuk
Negara yang dipilih sebagai komitmen bersama. Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah pilihan yang tepat untuk mewadahi kemajemukan bangsa. Oleh
karena itu komitmen kebangsaan akan keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia menjadi suatu “keniscayaan” yang harus dipahami oleh seluruh
komponen bangsa.
Dalam Pasal 37 ayat (5) secara tegas menyatakan bahwa khusus mengenai
bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan
karena merupakan landasan hukum yang kuat bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia tidak dapat diganggu gugat. Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan
Negara sebagai modal untuk bersatu. Kemajemukan bangsa merupakan kekayaan
kita, kekuatan kita, yang sekaligus juga menjadi tantangan bagi kita bangsa
Indonesia, baik kini maupun yang akan datang. Oleh karena itu, kemajemukan itu
harus kita hargai, kita junjung tinggi, kita terima dan kita hormati serta kita
wujudkan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa itu pengertian dari 4 Pilar Berbangsa dan Bernegara?
2. Apa saja yang terdapat dalam 4 Pilar Berbangsa dan Bernegara?
3. Bagaimana kondisi kehidupan masyarakat Indonesia dalam berbangsan
dan bernegara?
1.3. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui dan memahami apa arti dari 4 pilar kebangsaan dan bernegara
2. Mengetahui apa saja yang terdapat dalam 4 pilar berbangsa
3. Memahami kondisi kehidupan dalam bernegara
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian dari 4 pilar berbangsa dan bernegara


Salah satu karakteristik Indonesia sebagai negara-bangsa adalah
kebesaran, keluasan dan kemajemukannya. Data Badan Pusat Statistik (BPS)
menyebutkan terdapat 1.128 suku bangsa dan bahasa, ragam agama dan budaya,
dari sekitar 16.056 pulau. Untuk itu perlu konsepsi, kemauan dan kemampuan
yang kuat dan memadai untuk menopang kebesaran, keluasan dan kemajemukan
keIndonesiaan. Konsepsi tersebut disebut sebagai Empat Pilar Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara atau Empat Pilar Kebangsaan.
Empat pilar kebangsaan adalah tiang penyangga yang kokoh (soko guru)
agar rakyat Indonesia merasa nyaman, aman, tenteram dan sejahtera serta
terhindar dari berbagai macam gangguan dan bencana. Pilar adalah tiang
penyangga suatu bangunan agar bisa berdiri secara kokoh. Bila tiang rapuh maka
bangunan akan mudah roboh. Empat pilar disebut juga fondasi atau dasar yang
menentukan kokohnya bangunan. Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara adalah kumpulan nilai-nilai luhur yang harus dipahami seluruh
masyarakat. Dan menjadi panduan dalam kehidupan ketatanegaraan untuk
mewujudkan bangsa dan negara yang adil, makmur, sejahtera dan bermartabat.
Empat Pilar kebangsaan ini memiliki peran yang sangat sentral dan
menentukan, karena jika pilar ini tidak kokoh atau rapuh, akan berakibat robohnya
bangunan yang disangganya. Pilar negara harus memenuhi syarat, yakni di
samping kokoh dan kuat, juga harus sesuai dengan negara yang disangganya.
Demikian pula halnya dengan Pancasila sebagai pilar negara-bangsa Indonesia,
harus sesuai dengan kondisi negara-bangsa yang besar, wilayahnya cukup luas
yang terdiri dari berpuluh negara, meliputi ribuan kilometer dari Sabang sampai
Merauke, dari utara ke selatan dari pulau Miangas sampai pulau Rote, agar rakyat
akan merasa nyaman, aman,tenteram,sejahtera dan terhindar dari segala macam
gangguan dan bencana.
2.2. Apa saja yang terdapat dalam 4 Pilar Berbangsa dan Bernegara
Setiap negara pasti mempunyai pondasi/pilar/dasar-dasar negara, begitu
halnya juga dengan negara Indonesia, negara Indonesia mempunyai pilar-pilar
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak hanya satu tetapi 4 pilar. Konsep
ini mengingat empat pilar ini adalah mutlak dan tidak bisa dipisahkan dalam
menjaga dan membangun keutuhan bangsa. Seperti halnya sebuah bangunan
dimana untuk membuat bangunan tersebut menjadi kokoh dan kuat, dibutuhkan
pilar-pilar atau penyangga agar bangunan tersebut dapat berdiri dengan kokoh dan
kuat, begitu halnya juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini.

Lalu apa saja macam-macam 4 pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara :

1. Pancasila
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini
terdiri dari dua kata dariSanskerta:pañcaberarti lima danśīlaberarti prinsip
atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan
berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada
paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan)Undang-undang Dasar 1945.
Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila
yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masaperumusan
Pancasilapada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya
Pancasila.
Sejarah Perumusan Pancasila, Dalam upaya merumuskan Pancasila
sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang
dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia yaitu : Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato
pada tanggal 29 Mei 1945. Yamin merumuskan lima dasar sebagai
berikut : Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri
Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia menyatakan bahwa kelima sila
yang dirumuskan itu berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup
ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia. Mohammad
Hatta dalam memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut. Pancasila
oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato
spontannya yang kemudian dikenal dengan judul "Lahirnya Pancasila".
Sukarno mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut: Kebangsaan;
Internasionalisme; Mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan;
Kesejahteraan; Ketuhanan.
Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara. Sebagai dasar NKRI,
Pancasila memiliki fungsi sangat fundamental. Pancasila disebut sebagai
sumber dari segala sumber hukum. Sifat Pancasila yuridis formal maka
mengharuskan seluruh peraturan perundang-undangan berlandaskan pada
Pancasila. Pancasila sebagai dasar filosofis dan sebagai perilaku
kehidupan. Artinya, Pancasila merupakan falsafah negara dan pandangan
atau cara hidup bagi bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara untuk mencapai cita-cita nasional.
Pancasila menjadi karakter masyarakat Indonesia sehingga menjadi
identitas atau jati diri bangsa Indonesia. Pancasila merupakan rujukan,
acuan sekaligus tujuan dalam pembangunan karakter bangsa. Dalam
proses perumusan dasar negara, Presiden Soekarno menuangkan konsep
dasar negara ke dalam pengertian dasar falsafah (philosofische grondslag)
dan pandangan komprehensif dunia (weltanschauung) secara sistematik
dan koheren. Pada 1 Juni 1945, Soekarno mengemukakan pemikirannya
tentang Pancasila, yaitu nama dari lima dasar negara Indonesia, di depan
sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI).
Rumusan lima dasar negara sebagaimana tercantum dalam UUD
1945 adalah:
1) Ketuhanan Yang Maha Esa.
2) Kemanusaiaan yang adil dan beradab.
3) Persatuan Indonesia.
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan atau perwakilan.
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kelima sila tersebut sebagai satu kesatuan nilai kehidupan


masyarakat Indonesia dan dasar negara Republik Indonesia. Dasar negara
ini kukuh karena digali dan dirumuskan dari nilai kehidupan rakyat
Indonesia yang merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa.
Karena itu Pancasila disepakati secara nasional, merupakan perjanjian
luhur yang harus dijadikan pedoman bagi bangsa, pemerintah dan seluruh
rakyat Indonesia.

2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI 1945)


Undang-Undang Dasar 1945 merupakan pilar kedua dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Tentunya masyarakat
harus memahami arti dari Pembukaan Undang-Undang Dasar. Jika kita
tidak memahami asas-asas dalam Pembukaan UUD 1945, maka tidak
mungkin menilai pasal-pasal dalam teks UUD yang bersumber darinya.
Bagian UUD 1945 terdiri dari bagian pembukaan UUD 1945 dan
bagian batang tubuh UUD 1945. Pada teks pembukaan UUD 1945
memuat hal-hal penting seperti berdirinya negara Republik Indonesia,
tujuan negara Indonesia serta bunyi 5 sila Pancasila selaku landasan
negara. Sementara pada batang tubuh UUD 1945 berisikan dasar hukum
terbentuknya lembaga dan kekuasaan yang diberikan serta hak-hak dan
kewajiban yang diperoleh oleh warga negara. Lebih lanjut UUD 1945
mengatur segala aturan hukum dan pemerintahan Indonesia.
UUD 1945 pertama kali disusun rancangannya pada 29 April 1945.
Untuk membuat undang-undang ini, Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) sengaja dibentuk. Kemudian, pada 22
Juni 1945 dibentuk panitia sembilan. Mereka diketahui merancang Piagam
Jakarta yang kemudian menjadi naskah pembukaan UUD 1945.
Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-undang Dasar Republik
Indonesia. Baru pada 29 Agustus 1945 Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) mengukuhkan pengesahan UUD 1945. Nilai-nilai luhur Pancasila
tertuang dalam norma-norma yang terdapat dalam Pembukaan dan Batang
Tubuh UUD 1945.
Norma konstitusional UUD 1945 menjadi acuan dalam
pembangunan karakter bangsa. Keluhuran nilai dalam Pembukaan UUD
1945 menunjukkan komitmen bangsa Indonesia untuk mempertahankan
pembukaan dan bahkan tidak mengubahnya.
Terdapat empat kandungan dalam Pembukaan UUD 1945 yang
menjadi alasan komitmen untuk tidak mengubahnya, yaitu :
1) Terdapat norma dasar universal bagi tegaknya sebuah negara yang
merdeka dan berdaulat.
2) Terdapat empat tujuan negara yaitu melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darahnya, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia.
3) Pembukaan UUD 1945 mengatur ketatanegaraan Indonesia
khususnya tentang bentuk negara dan sistem pemerintahan.
4) Nilainya sangat tinggi bagi bangsa dan negara Indonesia sebab
dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat rumusan dasar negara yaitu
Pancasila.
3. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Dalam Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 disebutkan negara Indonesia
adalah Negara Kesatuan yang berbentuk republik. Dalam pembangunan
karakter bangsa dibutuhkan komitmen terhadap NKRI. Karakter yang
dibangun pada manusia dan bangsa Indonesia dalah karakter yang
memperkuat dan memperkukuh komitmen terhadap NKRI. Bukan karakter
yang berkembang secara tidak terkendali, apalagi menggoyahkan NKRI.
NKRI merupakan bentuk dari negara Indonesia. Yang dalam
penentuannya melewati banyak pertimbangan pertimbangan yang sulit.
Yang menjadi pertimbangan utama para pendiri bangsa ini adalah adanya
politik licik yang pernah dilakukan oleh Belanda. Sepanjang sejarah
Indonesia, Belanda pernah berupaya untuk memecah belah Bangsa
Indonesia dengan menggunakan politik devide et imperanya. Untuk itu,
bentuk dari negara Indonesia nantinya harus dapat meminimalisir
permasalahan tersebut. Sehingga tidak akan terulang lagi untuk kedua
kalinya.
Atas dasar permasalahan utama itu, para pendiri bangsa berupaya
untuk menciptakan bentuk negara yang lebih kokoh dan tentunya tidak
mudah dipengaruhi oleh politik adu domba. Dengan berbagai sebab akibat
itu, para pendiri bangsa memilih Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) sebagai bentuk negara. Maka rasa cinta terhadap tanah air perlu
dikembangkan dalam pembangunan karakter bangsa. Pembangunan
karakter bangsa melalui pengembangan sikap demokratis dan menjunjung
tinggi Hak Asasi Manusia. Pembangunan karakter harus diletakkan dalam
bingkai menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa, bukan
memecah belah NKRI.
Pilar kebangsaan yang ketiga adalah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, atau bisa disingkat NKRI. Para pendiri bangsa memutuskan
untuk menggunakan bentuk negara republik. Dalam sejarahnya, Indonesia
sempat berbentuk serikat, namun kemudian kembali lagi menjadi bentuk
negara republik. Selain itu dipilih konsep negara kesatuan untuk
menyatukan tiap warga negara dari berbagai penjuru Indonesia yang luas
dan beragam. Hal ini juga agar bangsa Indonesia tidak mudah dipecah
belah, karena saat itu bangsa Belanda masih berupaya untuk menguasai
tanah Indonesia.
Ada banyak sekali bentuk pemerintahan di dunia ini. Dan para
pendiri bangsa Indonesia memilih bentuk Negara Kesatuan yaitu Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Para pendiri bangsa (founding
fathers) kita memilih negara kesatuan sebagai wujud negara Indonesia
karena berbagai alasan. Alasan utama para pendiri bangsa Indonesia
memilih bentuk negara kesatuan adalah karena sejarah strategi devide et
impera (pecah belah) Belanda berhasil karena Indonesia belum bersatu
pada masa penjajahan. Setelah negara Indonesia berbentuk negara
kesatuan, taktik memecah belah ini bisa dipatahkan. Inilah dasar
pembentukan negara kesatuan.
Kini NKRI atau Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dijaga
sebagai salah satu dari 4 pilar kebangsaan. Untuk itu tiap wilayah
Indonesia harus tetap dijaga dan diamankan dari potensi ancaman yang
mungkin datang dan mengganggu integrasi nasional, baik ancaman dari
dalam maupun luar negeri.

4. Bhinneka Tunggal Ika


Pilar kebangsaan yang keempat dan terakhir adalah Bhinneka
Tunggal Ika. Bhinneka Tunggal Ika menjadi semboyan resmi Indonesia,
yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Kata Bhinneka Tunggal Ika
berasal dari bahasa Sansakerta dan pertama dikemukakan oleh Mpu
Tantular dari Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1350 sampai 1389 Masehi.
Pada masa itu, rakyat kerajaan Majapahit hidup rukun dengan berpegang
pada prinsip Bhineka Tunggal Ika. Seperti diketahui, rakyat Majapahit
menganut berbagai kepercayaan yang berbeda. Semboyan ini pun masih
relevan digunakan sampai sekarang melihat kondisi kependudukan
Indonesia yang beragam.
Seperti diketahui jika Indonesia terdiri dari keanekaragaman suku
dan budaya yang bervariasi. Ada ratusan bahkan ribuan suku dengan
bahasa daerah yang berbeda-beda. Untuk itulah semangat Bhinneka
Tunggal Ika harus dikokohkan karena meski berbeda-beda suku dan
bahasa, namun kita tetap satu Indonesia.Bhineka Tunggal Ika merupakan
semboyan resmi yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia.
Semboyan ini sangat bersesuaian dengan sifat kemajemukan yang
dimiliki oleh Indonesia. Semboyan Bhineka Tunggal Ika ini pertama kali
dicetuskan oleh Mpu Tantular yang dipaparkan dalam kitabnya. Kitab itu
bernama Sutasoma. Dalam kitab ini ada kalimat yang berbunyikan
berbunyi Bhineka Tunggal Ika , tah hana dharma mangrwa. Bangsa
Indonesia hanya mengutip bagian Bhineka Tunggal Ika nya yang
bermakna walau berbeda-beda namun tetap satu jua.
Indonesia memiliki motto “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti
“Berbeda-beda tetapi satu jua”. Motto ini pertama kali diungkapkan oleh
Mpu Tantular, seorang penyair kerajaan Majapahit pada masa
pemerintahan Raja Hayam Wuruk sekitar tahun 1350-1389. Sesanti atau
semboyan tersebut disebutkan dalam karyanya Kakawin Sutasoma-nya
yang berbunyi: ‘Bhinna Ika Tunggal Ika, tan hana dharma mangrwa” yang
artinya “Berbeda-beda itu, satu itu, tidak ada pengabdian yang mendua”.
Saat itu, aturan kerajaan Majapahit menjadikan sesanti itu sebagai
prinsip hidup mereka. Hal ini untuk mengantisipasi perpecahan dalam
masyarakatnya yang mengandung keragaman agama. Meski berbeda
agama, mereka tetap satu dalam pengabdian.
Bhinneka Tunggal Ika bertujuan menghargai perbedaan atau
keragaman namun tetap bersatu dalam ikatan sebagai bangsa Indonesia.
Tidak bisa dipungkiri, Indonesia terdiri dari beragamnya suku, agama, ras
dan antargolongan (SARA). Keberagaman ini harus dipandang sebagai
kekayaan khasanah sosio-kultural, bersifat kodrati dan alamiah.
Keberagaman bukan untuk dipertentangkan apalagi diadu antara satu
dengan yang lain sehingga berakibat pada terpecah belah. Oleh sebab itu,
Bhinneka Tunggal Ika harus dapat menjadi penyemangat terwujudnya
persatuan dan kesatuan bangsa.

2.3. Kondisi Kehidupan Berbangsa dan Bernegara


Kehidupan bangsa Indonesia akan semakin kukuh, apabila segenap
komponen bangsa, di samping memahami dan melaksanakan Pancasila, juga
secara konsekuen menjaga sendi-sendi utama lainnya, yakni Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika, sebagai Empat Pilar Kehidupan Berbangsa
dan Bernegara.
Perjuangan ke depan adalah tetap mempertahankan Pancasila sebagai ideologi dan
dasar negara, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sebagai landasan konstitusional, Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
bentuk negara dan wadah pemersatu bangsa, serta Bhinneka Tunggal Ika sebagai
semboyan negara yang merupakan modal untuk bersatu dalam kemajemukan.
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara tersebut patut disyukuri
dengan cara menghargai kemajemukan yang hingga saat ini tetap dapat terus
dipertahankan, dipelihara, dan dikembangkan. Semua agama turut memperkukuh
integrasi nasional melalui ajaran-ajaran yang menekankan rasa adil, kasih sayang,
persatuan, persaudaraan, hormat-menghormati, dan kebersamaan. Selain itu, nilai-
nilai luhur budaya bangsa yang dimanifestasikan melalui adat istiadat juga
berperan dalam mengikat hubungan batin setiap warga bangsa. Konflik sosial
yang berkepanjangan, berkurangnya sopan santun dan budi pekerti luhur dalam
pergaulan sosial, melemahnya kejujuran dan sikap amanah dalam kehidupan
berbangsa, pengabaian terhadap ketentuan hukum dan peraturan, dan sebagainya
yang disebabkan oleh berbagai faktor yang berasal baik dari dalam maupun luar
negeri.
Faktor yang berasal dari dalam negeri, antara lain,
(1) masih lemahnya penghayatan dan pengamalan agama dan munculnya
pemahaman terhadap ajaran agama yang keliru dan sempit, serta tidak
harmonisnya pola interaksi antarumat beragama;
(2) sistem sentralisasi pemerintahan di masa lampau yang mengakibatkan
terjadinya penumpukan kekuasaan di Pusat dan pengabaian terhadap
pembangunan dan kepentingan daerah serta timbulnya fanatisme
kedaerahan;
(3) tidak berkembangnya pemahaman dan penghargaan atas kebhinnekaan
dan kemajemukan dalam kehidupan berbangsa;
(4) terjadinya ketidakadilan ekonomi dalam lingkup luas dan dalam kurun
waktu yang panjang, melewati ambang batas kesabaran masyarakat
secara sosial yang berasal dari kebijakan publik dan munculnya
perilaku ekonomi yang bertentangan dengan moralitas dan etika;
(5) kurangnya keteladanan dalam sikap dan perilaku sebagian pemimpin
dan tokoh bangsa;
(6) tidak berjalannya penegakan hukum secara optimal, dan lemahnya
kontrol sosial untuk mengendalikan perilaku yang menyimpang dari
etika yang secara alamiah masih hidup di tengah masyarakat;
(7) adanya keterbatasan kemampuan budaya lokal, daerah, dan nasional
dalam merespons pengaruh negatif dari budaya luar;
(8) meningkatnya prostitusi, media pornografi, perjudian, serta pemakaian,
peredaran, dan penyelundupan obat-obat terlarang (Ketetapan MPR
Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa);
(9) Pemahaman dan implementasi otonomi daerah yang tidak sesuai
dengan
semangat konstitusi (Ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian, Dan
Pemanfaatan Sumber Daya Nasional Yang Berkeadilan Serta
Perimbangan Keuangan Pusat Dan Daerah Dalam Kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia).

Faktor-faktor yang berasal dari luar negeri meliputi, antara lain,


(1) pengaruh globalisasi kehidupan yang semakin meluas dengan
persaingan antarbangsa yang semakin tajam;
(2) makin kuatnya intensitas intervensi kekuatan global dalam perumusan
kebijakan nasional. Faktor-faktor penghambat yang sekaligus
merupakan ancaman tersebut dapat mengakibatkan bangsa Indonesia
mengalami kesulitan dalam mengaktualiasikan segenap potensi yang
dimilikinya untuk mencapai persatuan, mengembangkan kemandirian,
keharmonisan dan kemajuan.

Oleh sebab itu, diperlukan upaya sungguh-sungguh untuk mengingatkan


kembali warga bangsa dan mendorong revitalisasi khazanah nilai-nilai luhur
bangsa sebagaimana terdapat pada empat pilar kehidupan berbangsa dan
bernegara (Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan
Berbangsa). Dalam sejarah perjalanan negara Indonesia telah terjadi pergolakan
dan pemberontakan sebagai akibat dari ketidaksiapan masyarakat dalam
menghormati perbedaan pendapat dan menerima kemajemukan, penyalahgunaan
kekuasaan serta tidak terselesaikannya perbedaan pendapat di antara pemimpin
bangsa. Hal tersebut telah melahirkan ketidakadilan, konflik vertikal antara pusat
dan daerah maupun konflik horizontal antar berbagai unsur masyarakat,
pertentangan ideologi dan agama, kemiskinan struktural, kesenjangan sosial, dan
lain-lain (Ketetapan MPR Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan
dan Kesatuan Nasional).
Usaha untuk mewujudkan gerakan reformasi secara konsekuen dan untuk
mengakhiri berbagai konflik yang terjadi, jelas memerlukan kesadaran dan
komitmen seluruh warga masyarakat untuk memantapkan persatuan dan kesatuan
nasional. Persatuan dan kesatuan nasional hanya dapat dicapai apabila setiap
warga masyarakat mampu hidup dalam kemajemukan dan mengelolanya dengan
baik (Ketetapan MPR Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan
Kesatuan Nasional).
Pada saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi berbagai masalah yang
telah menyebabkan terjadinya krisis yang sangat luas. Nilai-nilai agama dan nilai-
nilai budaya bangsa belum sepenuhnya dijadikan sumber etika dalam berbangsa
dan bernegara oleh sebagian masyarakat. Hal itu kemudian melahirkan krisis
akhlak dan moral yang berupa ketidakadilan, pelanggaran hukum, dan
pelanggaran hak asasi manusia. Dalam kerangka itu, diperlukan upaya
mewujudkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya bangsa sebagai sumber etika
dan moral untuk berbuat baik dan menghindari perbuatan tercela, serta perbuatan
yang bertentangan dengan hukum dan hak asasi manusia.
Nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya bangsa selalu berpihak kepada
kebenaran dan menganjurkan untuk memberi maaf kepada orang yang telah
bertobat dari kesalahannya. Konflik sosial budaya terjadi karena kemajemukan
suku, budaya, dan agama tidak teratasi dengan baik dan adil oleh penyelenggara
negara maupun masyarakat. Dalam kerangka itu, diperlukan penyelenggaraan
negara yang mampu memahami dan mengelola kemajemukan bangsa secara baik
dan adil sehingga dapat terwujud toleransi, kerukunan sosial, kebersamaan, dan
kesetaraan berbangsa
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kehidupan bangsa Indonesia akan semakin kukuh, apabila segenap
komponen bangsa, di samping memahami dan melaksanakan Pancasila, juga
secara konsekuen menjaga sendi-sendi utama lainnya, yakni Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika, sebagai Empat Pilar Kehidupan Berbangsa
Dan Bernegara.
Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara membawa konsekuensi logis
bahwa nilai-nilai Pancasila dijadikan landasan pokok dan landasan fundamental
bagi penyelenggaraan negara Indonesia. Pancasila berisi lima sila yang pada
hakikatnya berisikan lima nilai dasar yang fundamental. Nilai-nilai dasar
Pancasila tersebut adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalan permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat indonesia.
Negara Kesatuan Republik Indonesia lahir dari pengorbanan jutaan jiwa dan
raga para pejuang bangsa yang bertekad mempertahankan keutuhan bangsa.
Negara Indonesia yang majemuk diikat oleh semboyan Bhinneka Tunggal Ika
yang dapat diartikan walapun bangsa Indonesia mempunyai latar belakang yang
berbeda baik dari suku, agama, dan bangsa tetapi satu adalah bangsa Indonesia.
Pengukuhan ini telah dideklarasikan sejak 1928 yang terkenal dengan nama
"Sumpah Pemuda".
Keempat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, semestinya harus kita
jaga, pahami, hayati dan laksanakan dalam pranata kehidupan sehari-hari, di mana
Pancasila yang menjadi sumber nilai menjadi ideologi, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai aturan yang semestinya ditaati,
dan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah harga mati, serta Bhinneka
Tunggal Ika adalah perekat semua rakyat. Maka dalam bingkai empat pilar
tersebut yakinlah tujuan yang dicita-citakan bangsa ini akan terwujud.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, As’ad Said, Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Bangsa, (Jakarta: LP3ES,
2009)
Budiman, Sagala B., Praktek Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD 1945,
(Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1982).
Kusuma R.M. A.B., Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta: Pusat Studi
Hukum Tatanegara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004)
Latif, Yudi, ”Pancasila Dasar Dan Haluan Negara, Makalah dalam Lokakarya
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, Jakarta.
Lembaga Soekarno-Hatta, Sejarah Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945 dan
Pancasila, (Jakarta: Inti Idayu Press, 1984).
Noorsena Bambang, “Bhinneka Tunggal Ika; Sejarah, Filosofi, dan Relevansinya
sebagai Salah Satu Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”, Makalah
dalam Lokakarya MPR RI, Jakarta
Prabaswara I Made, “Tujuh Abad Sumpah Palapa & Bhinneka Tunggal Ika, Doa
dan Renungan Suci Bali untuk Indonesia” dalam Bali Post Online.
Setiadi, Elly M., Panduan Kuliah Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007).

Anda mungkin juga menyukai