Anda di halaman 1dari 34

Alokasi waktu 400 menit

BAB VIII
EMPAT PILAR KEHIDUPAN
BERBANGSA DAN BERNEGARA
Pada masa MPR RI periode 2004 – 2009 dibawah kepemimpinan Taufik Kemas
telah menghasilkan pemikiran tentang penguatan Pancasila yang dikenal dengan
―Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara‖. Dan hasil pemikiran ini
disosialisasikan kepada masyarakat mulai tahun 2012. Akan tetapi belakangan
dilarang penggunaan istilah atau frasa ―empat pilar kehidupan berbangsa dan
bernegara‖ oleh Mahkamah Konstitusi berdasarkan putusannya nomor 100/PUU-
Xl/2013. Putusan ini sebagai akibat gugatan masyarakat terhadap Pasal 34 ayat (3b)
huruf a UU No. 2/2011 tentag perubahan UU No. 2/2008 tentang PARPOL.
Karena Pimpinan MPR tidak mau melanggar putusan hukum ini, maka berdasarkan
putusan rapat pimpinan MPR tanggal 12 Februari 2015 disepakati bahwa Pimpinan
MPR perlu berkonsultasi dengan Mahkamah Konstitusi mengenai penamaan
sosialisasi yang akan dilaksanakan oleh MPR. Pada tanggal 16 Februari 2015
pimpinan MPR berkonsultasi dengan pimpinan MK. Hasilnya adalah nama yang
disetujui yaitu ―Sosialisasi Empat Pilar MPR RI ―,alasan MK karena penamaan sudah
berbeda dengan isi keputusan MK No. 100/PUU-XI/203.(MPR,Materi Sosialisasi 4
pilar MPR RI, 2016:xxiii)

A. Latar Belakang 4 Pilar


Salah satu karakteristik Indonesia sebagai negara bangsa adalah kebesaran,
keluasan dan kemajemukannya. Negara bangsa yang mengikat lebih dari 1,128
suku bangsa dan bahasa, agama dan budaya di sekitar 17.508 pulau yang
membentang dari 6008‘LU hingga 11015‘LS dan dari 94045‘ BT hingga 1410
05‘BT (Latif dalam MPR,2016;1).
Para pendiri bangsa berusaha menjawab tantangan tersebut dengan melahirkan
sejumlah konsepsi kebangsaan dan kenegaraan antara lain yang berkaitan dengan
dasar negara, konstitusi negara, bentuk negara dan wawasan kebangsaan yang
dirasa sesuai dengan karakter ke-Indonesia-an,

Dengan semangat gotong royong, konsepsi tentang dasar negara dirumuskan


dengan merangkum lima prinsip utama (sila) yang menyatakan dan menjadi
haluan ke-Indonesia-an, yang dikenal sebagai Pancasila. Kelima sila itu terdiri
atas ; 1. Ketuhanan YME, 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab. 3. Persatuan
Indonesia. 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanan dalam
permusyawaratan / perwakilan. 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Kelima prinsip ini hendaknya dikembangkan dengan semangat gotong royong:


 Prinsip harus berjiwa gotong royong (Ketuhaan yang berkebudayaan, yang
lapang dan toleran). Bukan Ketuhanan yang saling menyerang, dan
mengucilkan.
 Prinsip Kemanusiaan universalnya harus berjiwa gotong royong (yang
berkeadilan harus berjiwa gotong royong, (yang berkeadilan dan
berkeadaban), bukan pergaulan kemanusiaan yang menjajah, menindas dan
eksploitatif.
 Prinsip Persatuannya harus berjiwa gotong royong (mengupayakan
persatuan dengan tetap menghargai ―Bhinneka Tunggal Ika‖ , bukan
kebangsaan yang meniadakan perbedaan ataupun menolak persatuan.
 Prinsip Demokrasinya harus berjiwa gotong-royong, (mengembangkan
musyawarah mufakat), bukan demokrasi yang didikte oleh suara mayoritas
atau minoritas elit penguasa pemodal.
 Prinsip Keadilannya harus berjiwa gotong-royong, (mengembangkan
partisipasi dan emansipasi di bidang ekonomi dengan semangat
kekeluargaan, bukan visi kesejahteraan yang berbasis individualisme –
kapitalisme, bukan pula yang mengekang kebebasan individu seperti dalam
sistem etatisme. (paham mementingkan negara dari pada rakyatnya-KBBI

Rumusan kelima sila tersebut terkandung dalam Pembukan UUD NRI Tahun
1945, Sejak pengesahan UUD ini pada tgl. 18 Agustus 1945, (MPR RI, 2016:4)
Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup, ideologi negara, ligatur
(pemersatu) dalam perikehidupan kebangsaan dan kenegaraan, dan sumber
segala sumber hukum.
UUD NRI Tahun 1945 sebagai hukum dasar merupakan kesepakatan umum
(konsensus) warga negara mengenal norma dasar dan aturan dasar dalam
kehidupan bernegara. Konsep Negara kesatuan yang menjungjung tinggi
otonomi dan kekhususan daerah sesuai dengan budaya dan adat istiadatnya.
Bentuk negara yang oleh sebagian besar para pendiri bangsa dipercaya bisa
menjamin persatuan yang kuat bagi negara kepulauan Indonesia adalah Negara
kesatuan (unytary).
Disisi lain konsep tentang semboyan Bhinneka Tunggal Ika,
Di satu sisi ada wawasan ke-eka-an yang berusaha mencari titik temu dari
segala kebhinnekaan yang terkristalisasikan dalam dasar negara Pancasila,
UUD dan segala turunan perundang-undangannya, negara persatuan, bahasa
persatuan dan simbol-simbol kenegaraan lainnya.
Disisi lainnya ada wawasan kebhinnekaan yang menerima dan memberi ruang
hidup bagi aneka perbedaan, seperti aneka agama/keyakinan, budaya dan
bahasa daerah, serta unit-unit politik tertentu sebagai warisan tradisi budaya.
yang menerima dan memberi ruang hidup bagi keaneka ragaman seperti aneka
agama/keyakinan, budaya dan bahasa daerah, serta unit-unit politik tertentu
sebagai warisan tradisi budaya. (Ibid : 6)
Keempat konsepsi pokok itu disebut empat pilar kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Keempat pilar itu tidaklah dimaksudkan punya kedudukan yang sama. Setiap
pilar memiliki tingkat, fungsi dan konteks yang berbeda. Pada prinsipnya
Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara kedudukannya berada diatas tiga
pilar yang lain.
 Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara harus menjadi jiwa yang
menginspirasi seluruh pengaturan kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Nilai Pancasila baik sebagai ideologi dan dasar negara
tetap kokoh menjadi landasan dalam bernegara.
 UUD 1945 adalah konstitusi negara sebagai landasan konstitusional
bangsa Indonesia yang menjadi hukum dasar bagi setiap peraturan
dibawahnya.
 NKRI merupakan bentuk negara yang dipilih sebagai komitmen bersama.
NKRI adalah pilihan tepat untuk mewadahi kemajemukan bangsa.
 Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan negara sebagai modal untuk
bersatu. Kemajemukan bangsa merupakan kekayaan kita, kekuatan kita,
sekaligus juga menjadi tantangan bagi kita , baik sekarang maupun masa
mendatang. Kemajemukan itu harus dihargai dan kita hormati serta
diwujudkan.

Empat pilar tersebut merupakan prasyarat minimal disamping pilar lain. Untuk
bisa berdiri kokoh dan meraih kemajuan berlandaskan karakter kepribadian
bangsa Indonesia sendiri.
Setiap penyelenggara negara dan segenap warga negara Indonesia harus
memiliki keyakinan bahwa itulah prinsip moral keindonesiaan yang memandu
tercapainya perikehidupan bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur.
Urgensi pemahaman 4 pilar karena berbagai persoalan kebangsaan dan
kenegaraan yang terjadi di Indonesia saat ini disebabkan lalai dalam
pengimplementasikan 4 pilar dalam kehidupan sehari-hari.
 Empat pilar itu untuk mengingatkan kembali kepada seluruh komponen
bangsa agar pelaksanaan dan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan
bernegara terus dijalankan.
 Empat pilar itu harus dipahami oleh penyelenggara negara bersama seluruh
masyarakat dan menjadi panduan politik, menjalankan pemerintahan ,
penegakan hukum, mengatur perekonomian , interaksi social masyarakat
dan sebagainya.
 Empat pilar itu dapat menjadi panduan yang efektif dan nyata, apabila
semua pihak , elemen bangsa, penyelenggara negara baik pusat maupun
daerah dan seluruh masyarakat konsisten mengamalkan nilai-nilai yang
terkandung dalam 4 pilar itu.
B. Kondisi Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara
Bangsa Indonesia harus bangga memiliki Pancasila sebagai ideologi yang bisa
mengikat bangsa Indonesia yang demikian besar dan majemuk. Pancasila adalah
konsensus nasional yang dapat diterima semua paham, golongan dan kelompok
masyarakat di Indonesia. Pancasila adalah dasar negara yang mempersatukan
bangsa sekaligus bintang penuntun (leitstar) yang dinamis, yang mengarahkan
bangsa dalam mencapai tujuannya. Dalam posisinya seperti ini Pancasila
merupakan sumber jati diri, kepribadian, moralitas, dan haluan keselamatan
bangsa.
Kehidupan bangsa Indonesia semakin kukuh, apabila segenap komponen bangsa,
disamping memahami dan melaksanakan Pancasila, juga secara konsekuen
menjaga sendi-sendi utama lainnya, yakni UUD NRI Tahun 1945, NKRI,
Bhinneka Tunggal Ika, sebagai empat pilar Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara.(Ibid :12)

Melemahnya kejujuran dan sikap amanah dalam kehidupan berbangsa,


pengabaian terhadap ketentuan hukum dan peraturan dsb, disebabkan berbagai
faktor yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. (Ibid, 14 –
15)

1. Faktor yang berasal dari dalam negeri


a) Lemahnya penghayatan dan pengamalan agama, pemahaman agama yang
keliru dan sempit, tiak harmonisnya pola interaksi antar umat beragama.
b) Sistem sentralisasi pemerintahan di masa lampau mengakibatkan
terjadinya penumpukan kekuasaan di pusat dan pengabaian terhadap
pembangunan dan kepentngan daerah serta timbulnya fanatisme daerah.
c) Tidak berkembangnya pemahaman dan penghargaan atas kebhinnekaan
dan kemajemukan dalam kehidupan berbangsa.
d) Terjadinya ketidak adilan ekonomi dalam lingkup luas dan dalam kurun
waktu yang panjang, melewati ambang batas kesabaran masyarakat secara
sosial yang berasal dari kebijakan publik dan munculnya pelaku ekonomi
yang bertentangan dengan moralitas dan etika.
e) Kurangnya keteladan dalam sikap dan perilaku sebagian pemimpin dan
tokoh bangsa.
f) Tidak berjalannya penegakan hukum secara optimal dan lemahnya kontrol
sosial untuk mengendalikan perilaku yang menyimpang dari etika yang
secara alamiah masih hidp di tengah masyarakat.
g) Adanya keterbatasan kemampuan budaya lokal, daerah dan nasional
dalam merespon pengaruh negatif dari budaya luar.
h) Meningkatnya prostitusi, media pornografi, perjudian serta pemakaian,
peredaran dan penyelundupan obat-obat terlarang
i) Pemahaman dan implementasi otonomi daerah yang tidak sesuai dengan
semangat konstitusi.
2. Faktor yang beral dari luar negeri
a) Pengaruh globalisasi kehidupan yang semakin meluas dengan persaingan
antar bangsa yang semakin tajam.
b) Makin kuatnya intensitas intervensi kekuatan global dalam perumusan
kebijakan nasional

Dengan demikian pemasyarakatan dan pembudayaan Empat Pilar Kehidupan


Berbangsa dan Bernegara tidak hanya dilakukan secara teoritik, tetapi juga lebih
penting secara praktik, baik oleh penyelenggara negara maupun seluruh
masyarakat Indonesia (Ibid; 25)

C. Tinjauan Masing-Masing Pilar

1. Pilar Pancasila
Pilar pertama bagi tegak kokoh berdirinya negara-bangsa Indonesia adalah
Pancasila. Timbul pertanyaan, mengapa Pancasila diangkat sebagai pilar bangsa
Indonesia. Perlu dasar pemikiran yang kuat dan dapat dipertanggung jawabkan
sehingga dapat diterima oleh seluruh warga bangsa, mengapa bangsa Indonesia
menetapkan Pancasila sebagai pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Berikut
alasannya.

Pilar atau tiang penyangga suatu bangunan harus memenuhi syarat, yakni
disamping kokoh dan kuat, juga harus sesuai dengan bangunan yang disangganya.
Misal bangunan rumah, tiang yang diperlukan disesuaikan dengan jenis dan
kondisi bangunan. Kalau bangunan tersebut sederhana tidak memerlukan tiang
yang terlalu kuat, tetapi bila bangunan tersebut merupakan bangunan permanen,
konkrit, yang menggunakan bahan-bahan yang berat, maka tiang penyangga
harus disesuaikan dengan kondisi bangunan dimaksud.

Demikian pula halnya dengan pilar atau tiang penyangga suatu negara-bangsa,
harus sesuai dengan kondisi negara-bangsa yang disangganya. Kita menyadari
bahwa negara-bangsa Indonesia adalah negara yang besar, wilayahnya cukup luas
seluas daratan Eropah yang terdiri atas berpuluh negara, membentang dari barat
ke timur dari Sabang sampai Merauke, dari utara ke selatan dari pulau Miangas
sampai pulau Rote, meliputi ribuan kilometer. Indonesia merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17 000 pulau lebih, terdiri atas
berbagai suku bangsa yang memiliki beraneka adat dan budaya, serta memeluk
berbagai agama dan keyakinan, maka belief system yang dijadikan pilar harus
sesuai dengan kondisi negara bangsa tersebut.

Pancasila dinilai memenuhi syarat sebagai pilar bagi negara-bangsa Indonesia


yang pluralistik dan cukup luas dan besar ini. Pancasila mampu mengakomodasi
keanekaragaman yang terdapat dalam kehidupan negara-bangsa Indonesia. Sila
pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung konsep dasar yang
terdapat pada segala agama dan keyakinan yang dipeluk atau dianut oleh rakyat
Indonesia, merupakan common denominator dari berbagai agama, sehingga dapat
diterima semua agama dan keyakinan. Demikian juga dengan sila kedua,
kemanusiaan yang adil dan beradab, merupakan penghormatan terhadap hak asasi
manusia. Manusia didudukkan sesuai dengan harkat dan martabatnya, tidak hanya
setara, tetapi juga secara adil dan beradab. Pancasila menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat, namun dalam implementasinya dilaksanakan dengan bersendi
pada hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan Sedang
kehidupan berbangsa dan bernegara ini adalah untuk mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan untuk kesejahteraan perorangan atau
golongan. Nampak bahwa Pancasila sangat tepat sebagai pilar bagi negara-bangsa
yang pluralistik.

Pancasila sebagai salah satu pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
memiliki konsep, prinsip dan nilai yang merupakan kristalisasi dari belief system
yang terdapat di seantero wilayah Indonesia, sehingga memberikan jaminan
kokoh kuatnya Pancasila sebagai pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.

Negara Indonesia adalah negara hukum, yang bermakna bahwa hukum harus
dijunjung tinggi dan ditegakkan. Setiap kegiatan dalam negara harus berdasar
pada hukum, dan setiap warganegara harus tunduk dan taat pada hukum. Perlu
kita sadari bahwa satu-satunya norma kehidupan yang diakui sah untuk memaksa
warganya adalah norma hukum, hal ini berarti bahwa aparat pemerintah memiliki
hak untuk memaksa, dan apabila perlu dengan kekerasan, terhadap warganegara
yang tidak mau tunduk dan tidak mematuhi hukum. Memaksa adalah hak asasi
aparat penyelenggara pemerintahan dalam menegakkan hukum.

Suatu negara yang tidak mampu menegakkan hukum akan mengundang


terjadinya situasi yang disebut anarkhi. Sebagai akibat warganegara berbuat dan
bertindak bebas sesuka hati, tanpa kendali, dengan berdalih menerapkan hak
asasi, sehingga yang terjadi adalah kekacauan demi kekacauan. Dewasa ini
berkembang pendapat dalam masyarakat, aparat yang dengan tegas menindak
perbuatan warganegara yang mengacau dinilai sebagai melanggar hak asasi
manusia, bahkan sering diberi predikat pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Kita perlu sadar bahwa negara-bangsa Indonesia dewasa ini sedang dijadikan
bulan-bulanan dalam penerapan dan pembelaan hak asasi manusia. Negara-
bangsa Indonesia dibuat lemah tidak berdaya, sehingga kekuatan luar akan
dengan gampang untuk menghancurkannya. Untuk menangkal pengaruh tersebut
negara-bangsa Indonesia harus menjadi negara yang kokoh, berpribadi, memiliki
karakter dan jatidiri handal sehingga mampu untuk menangkal segala gangguan.

Agar dalam penegakan hukum ini tidak dituduh sebagai tindak sewenang-
wenang, sesuka hati penguasa, melanggar hak asasi manusia, diperlukan landasan
yang dapat dipertanggung jawabkan dan dapat diterima oleh rakyat. Landasan
tersebut berupa cita hukum atau rechtsidee yang merupakan dasar filsafati yang
menjadi kesepakatan rakyat Indonesia. Pancasila sebagai cita hukum
mengejawantah dalam dasar negara, yang dijadikan acuan dalam menyusun
segala peraturan perundang-undangan. Pancasila merupakan common
denominator bangsa, kesepakatan bangsa, terbukti sejak tahun 1945 Pancasila
selalu dicantumkan sebagai dasar negara. Pancasila dipandang cocok dan mampu
dijadikan landasan yang kokoh untuk berkiprahnya bangsa Indonesia dalam
menegakkan hukum, dalam menjamin terwujudnya keadilan.
Rumusan Pancasila tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, dan dinyatakan
sebagai dasar negara. Dalam setiap dasar negara terdapat dasar fikiran yang
mendasar, merupakan cita hukum atau rechtsidee bagi negara-bangsa yang
bersangkutan. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, alinia ke 4 bagian
kalimat akhir disebutkan:
. . . , maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada:
Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawa-ratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila menurut rumusan di atas berkedudukan sebagai dasar negara, sebagai


staatsidee, cita negara sekaligus sebagai cita hukum atau rechtsidee. Cita hukum
memiliki fungsi konstitutif dan regulatif terhadap kehidupan berbangsa dan
bernegara. Segala peraturan perundang-undangan harus merupakan derivasi dari
prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila. Segala peraturan
perundangan-undangan yang tidak konkordan apalagi bertentangan dengan
Pancasila, batal demi hukum. Berikut disampaikan beberapa contoh peraturan
perundang-undangan yang merupakan penjabaran dari Pancasila.

Dengan demikian Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara tetap tercantum
dalam konstitusi negara meskipun beberapa kali mengalami pergantian dan
perubahan konstitusi.
Ini menunjukan Pancasila merupakan konsensus nasional dan dapat diterima oleh
semua kelompok masyarakat Indonesia.
Pancasila terbukti mampu memberi kekuatan kepada bangsa Indonesia sehingga
perlu dimaknai, direnungkan dan diingat oleh seluruh komponen bangsa.
Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan.

a. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik

Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau
pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat
manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan
martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai
subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat.
Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik
Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik
demokrasi bukan otoriter.
Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas
kerakyatan (sila IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem
politik didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh
karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas
moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan
moral keadilan.
Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara
dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku
politik yang santun dan bermoral.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa
Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin
diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman
untuk implementasinya dapat dilihat secara berurutan-terbalik:
• Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik,
budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;
• Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam
pengambilan keputusan;
• Melaksanakan keadilan sosial serta penentuan prioritas kerakyatan
berdasarkan konsep mempertahankan persatuan;
• Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan
yang adil dan beradab;
• Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan
kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa.

Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu


direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang
mencakup masyarakat tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan),
masyarakat industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian,
nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat informasi
adalah: (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3).
~ nilai toleransi;
~ nilai transparansi hukum dan kelembagaan;
~ nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata);
~ bermoral berdasarkan konsensus

b. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi

Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem


dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila.
Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas
ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem
ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan
menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi
yang menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial,
makhluk pribadi maupun makhluk tuhan.
Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi
liberal yang hanya menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada
manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi
dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.
Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek.
Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan
pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara
keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi
kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga
tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan.
Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk
persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan
menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga
negara.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila
Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada
pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini
menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan
Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau
Sistem Ekonomi Pancasila.
Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk
sebesarbesar kemakmuran/kesejahteraan rakyat—yang harus mampu
mewujudkan perekonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh
warga masyarakat (tidak lagi yang seperti selama Orde Baru yang telah
berpihak pada ekonomi besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang
lebih memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat
yang mencakup koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar
utama pembangunan ekonomi nasional.
Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi.
Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program
kongkrit pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan
lebih mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah.
Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan mampu memberdayakan
daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis, transparan,
dan partisipatif.
Dalam Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis
berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat
melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum.

c. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya

Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila


bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini
sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh
karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan
martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab.
Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab,
kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi
manusia adil dan beradab.
Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu
meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan
dirinya dari tingkat homo menjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia,
pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap
nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara
menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial
berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan
diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya
tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan
sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma
pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu
diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang
terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak
asasi individu secara berimbang (Sila Kedua).
Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak
negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem
perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat
dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi
daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan
memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan
pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin
keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat
persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan
keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria
sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi
kebudayaan – kebudayaan di daerah:
(1) Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan
sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
(2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap
warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan,
kedaerahan, maupun golongannya;
(3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad
masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri
sebagai satu bangsa yang berdaulat;
(4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di
kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan
melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-
nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;
(5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang
membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial.

d. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum

Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa


Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna
bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja,
tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem
pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa.
Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara,
wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh
pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut
untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan
segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan
semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta
keyakinan pada kekuatan sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana
pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama
dalam masalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigma
pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia
sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara.
Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik
tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin
keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang
di dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu:
(1) adanya perlindungan terhadap HAM
(2) adanya susunan ketatanegaraan negara yang mendasar, dan
(3) adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga
mendasar.

Sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila,


Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan
bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung
segi positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan
berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR
sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945.
Hukum tertulis seperti UUD—termasuk perubahannya—, demikian juga UU
dan peraturan perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara
(sila – sila Pancasila dasar negara).

Dalam kaitannya dengan ‗Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum‘,


hukum (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak
dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila:
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa,
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab,
(3) Persatuan Indonesia,
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan / perwakilan
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan
perwujudan atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila.
Artinya, substansi produk hukum merupakan karakter produk hukum responsif
(untuk kepentingan rakyat dan merupakan perwujuan aspirasi rakyat).

e. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama


Bangsa

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama


Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan santun,
bahkan predikat ini menjadi cermin kepribadian bangsa kita di mata dunia
internasional. Indonesia adalah Negara yang majemuk, bhinneka dan plural.
Indonesia terdiri dari beberapa suku, etnis, bahasa dan agama namun terjalin
kerja bersama guna meraih dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia kita.
Namun akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan oleh banyak
kalangan karena ada beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama.
Ketika bicara peristiwa yang terjadi di Indonesia hampir pasti semuanya
melibatkan umat muslim, hal ini karena mayoritas penduduk Indonesia
beragama Islam. Masyarakat muslim di Indonesia memang terdapat beberapa
aliran yang tidak terkoordinir, sehingga apapun yang diperbuat oleh umat
Islam menurut sebagian umat non muslim mereka seakan-seakan
merefresentasikan umat muslim.
Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat
beragama perspektif Piagam Madinah pada intinya adalah seperti berikut:
1. Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu
komunitas (ummatan wahidah).
2. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas
Islam dan komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsip:
a. Bertetangga yang baik
b. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
c. Membela mereka yang teraniaya
d. Saling menasehati
e. Menghormati kebebasan beragama.
Lima prinsip tersebut mengisyaratkan:
1) Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa
diskriminasi yang didasarkan atas suku dan agama;
2) pemupukan semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam
menyelesaikan masalah bersama serta saling membantu dalam
menghadapi musuh bersama. .

Ke depan, guna memperkokoh kerukunan hidup antar umat beragama di


Indonesia yang saat ini sedang diuji kiranya perlu membangun dialog
horizontal dan dialog Vertikal. Dialog Horizontal adalah interaksi antar
manusia yang dilandasi dialog untuk mencapai saling pengertian, pengakuan
akan eksistensi manusia, dan pengakuan akan sifat dasar manusia yang
indeterminis dan interdependen.

Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang menyebutkan bahwa


posisi manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi manusia yang
bukan sebagai benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal budi,
yang kreatif, yang berbudaya.

2. PILAR UUD NRI Tahun 1945


Konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan
negara. Konstitusi membawa pengakuan akan keberadaan pemerintahan.
Konstitusi merupakan naskah legitimasi paham kedaulatan rakyat. Juga
merupakan kontrak sosial yang mengikat setiap warga negara dalam membangun
paham kedaulatan rakyat. UUD NRI Tahun 1945 merupakan satu kesatuan
rangkaian perumusan hukum dasar Indonesia. Substansinya mencakup dasar-
dasar normatif yang berfungsi sebagai sarana pengendali terhadap penyimpangan
dan penyelewenagan dalam dinamika perkembangan zaman sekali gus sarana
pembaruan masyarakat kearah cita-cita kolektif bangsa.
Pada awal era reformasi muncul desakan masyarakat untuk menuntut dilakukan
perobahan antara lain :
a. Amanndemen UUD 1945
b. Penghapusan dwifungsi ABRI
c. Penegakan supremasi hukum, penghormatan HAM, serta pemberantasan KKN
d. Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah
e. Mewujudkan kebebasan pers
f. Mewujudkan kehidupan demokrasi.

Dengan adanya perubahan UUD 1945, maka perubahan itu telah memuat tentang
pengaturan prinsip checks and balances system, penegasan otonomi daerah,
penyelenggaraan pemilihan umum, penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang
merdeka, pengaturan institusi lainnya terkait dengan hal keuangan dan lain-lain
dalam penyempurnaan penyelenggaraan ketatanegaraan.
Perobahan ini hanya terhadap pasal-pasal, sedangkan pembukaan tidak dilakukan
perobahan. Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung, dengan masa jabatan 5
tahun dan dapat dipilih hanya 1 periode lagi. Pencalonan Presiden dan Wakil
Presiden harus 1 paket. Menyatakan dengan tegas bahwa Indonesia adalah negara
hukum, akibatnya semua pihak termasuk pemerintah dapat dituntut berdasarkan
hukum, bentuk negara sebagai negara kesatuan diperkokoh, tetapi sekaligus
memahami kemajemukan bangsa dan luasnya negara, otonomi ditegaskan dan
diberikan menurut kekhasan daerah. NKRI dibagi atas daerah provinsi, provinsi
dibagi atas kabupaten dan kota.

Marilah kita mencoba untuk memahami prinsip-prinsip yang terkandung dalam


Pembukaan UUD ini.

a. Sumber Kekuasaan

Di alinea ketiga disebutkan bahwa ―pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia


itu atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa,‖ yang bermakna bahwa
kemerdekaan yang dinyatakan oleh bangsa Indonesia itu semata-mata karena
mendapat rahmat dan ridho Allah Yang Maha Kuasa. Suatu pengakuan adanya
suatu kekuasaan di atas kekuasaan manusia yang mengatur segala hal yang
terjadi di alam semesta ini. Dengan kata lain bahwa kekuasaan yang diperoleh
rakyat Indonesia dalam menyatakan kemerdekaan dan dalam mengatur
kehidupan kenegaraan bersumber dari Allah Yang Maha Kuasa. Hal ini
ditegaskan lebih lanjut dalam dasar negara sila yang pertama Ketuhanan Yang
Maha Esa.
Namun di sisi lain, pada alinea ke-empat disebutkan bahwa ―Negara Republik
Indonesia tersusun dalam bentuk kedaulatan rakyat,‖ yang berarti bahwa
sumber kekuasaan juga terletak di tangan rakyat. Hal ini ditegaskan lebih
lanjut dalam Bab I, pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa ―Kedaulatan
adalah di tangan rakyat, . . . ―
Dari frase-frase terbut di atas jelas bahwa sumber kekuasaan untuk mengatur
kehidupan kenegaraan dan pemerintahan di Negara Kesatuan Republik
Indonesia ini bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa dan Rakyat. Terdapat dua
sumber kekuasaan yang diametral.
Perlu adanya suatu pola sistem penyelenggaraan negara dan pemerintahan
yang bersumber dari dua sumber kekuasaan tersebut. Perlu pemikiran baru
bagaimana meng-integrasikan dua sumber kekuasaan tersebut sehingga tidak
terjadi kontroversi.

b. Hak Asasi Manusia

Dalam Pembukaan UUD 1945, pernyataan mengenai hak asasi manusia tidak
terumuskan secara eksplisit. Namun bila kita cermati dengan seksama akan
nampak bahwa dalam Pembukaan UUD 1945 memuat begitu banyak frase
yang berisi muatan hak asasi manusia. Berikut disampaikan beberapa rumusan
yang menggambarkan tentang kepedulian para founding fathers tentang hak
asasi manusia yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945.
Kemerdekaan yang dinyatakan oleh rakyat dan bangsa Indonesia adalah untuk
―menciptakan kehidupan kebangsaan yang bebas,‖salah satu hak asasi manusia
yang selalu didambakan, dan dituntut oleh setiap manusia.
Kemerdekaan Negara Indonesia berciri merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur, merupakan gambaran tentang negara yang menjunjung hak asasi
manusia. Hak kebebasan dan mengejar kebahagiaan diakui di Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Keseluruhan alinea kesatu Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu
pernyataan tentang hak asasi manusia, yakni kebebasan dan kesetaraan.
Kemerdekaan, perikemanusiaan dan perikeadilan merupakan realisasi hak
kebebasan dan kesetaraan.
Sementara pasal 27, 28, 29, 30dan 31 dalam batang tubuh UUD 1945 adalah
pasal-pasal yang merupakan penjabaran hak asasi manusia.
Dari frase-frase yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, dan beberapa
pasal dalam UUD 1945 telah memuat ketentuan mengenai hak asasi manusia.
Tidak benar bila UUD 1945 yang asli tidak mengakomodasi hak asasi manusia
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, apalagi setelah diadakan
perubahan UUD.

c. Sistem Demokrasi

Sistem pemerintahan bagi bangsa Indonesia terdapat dalam dalam alinea ke-
empat yang menyatakan:‖ maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang
terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasar kepada Ketuhan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
adil dan berasab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu keadilan srosial bagi seluruh rakyat Indonesia.‖ Frase ini
menggambarkan sistem pemerintahan demokrasi.

Istilah kedaulatan rakyat atau kerakyatan adalah identik dengan demokrasi.


Namun dalam penerapan demokrasi disesuaikan dengan adat budaya yang
berkembang di Negara Indonesia. Sumber kekuasaan dalam berdemokrasi
adalah dari Tuhan Yang Maha Esa sekaligus dari rakyat. Dalam menemukan
sistem demokrasi di Indonesia pernah berkembang yang disebut ―demokrasi
terpimpin,‖ suatu ketika ―demokrasi Pancasila,‖ ketika lain berorientrasi pada
faham liberalisme.

d. Faham Kebersamaan, Kegotong-royongan

Dalam Pembukaan UUD 1945 tidak diketemukan istilah individu atau orang,
berbeda dengan konstitusi Amerika Serikat, bahwa konstitusinya adalah untuk
mengabdi pada kepentingan individu. Begitu banyak istilah bangsa diungkap
dalam Pembukaan UUD 1945. Nampak dengan jelas bahwa maksud
didirikannya Negara Republik Indonesia yang utama adalah untuk melayani
kepentingan bangsa dan kepentingan bersama. Hal ini dapat ditemukan dalam
frase sebagai berikut:
Misi Negara di antaranya adalah ―melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia,‖ bukan untuk melindungi masing-masing
individu. Namun dengan rumusan tersebut tidak berarti bahwa kepentingan
individu diabaikan.
Yang ingin diwujudkan dengan berdirinya Negara Indonesia adalah ;‖suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indnesia.‖ Sekali lagi dalam rumusan
tersebut tidak tersirat dan tersurat kepentingan pribadi yang ditonjolkan, tetapi
keseluruhan rakyat Indonesia.
Dari uraian yang disampaikan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
Pembukaan UUD 1945 dan beberapa pasalnya mengandung prinsip-prinsip
yang mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Prinsip-
prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
Mendudukkan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, wajib bersyukur atas
segala rahmat dan karuniaNya. Sehingga merupakan hal yang benar apabila
manusia berterima kasih atas kasih sayangNya, tunduk pada segala
perintahNya dan mengagungkan akan kebesaranNya.
Manusia memandang manusia yang lain dalam kesetaraan dan didudukkan
sesuai dengan kodrat, harkat dan martabatnya sebagai ciptaan Tuhan. Manusia
diakui akan hak-haknya, diakui perbe-daannya, namun diperlakukan dalam
koridor hakikat yang sama. Keanekaragaman individu ditempatkan dalam
konteks Bhinneka Tunggal Ika. Pengakuan keanekaragaman adalah untuk
merealisasikan amanah Tuhan Yang Maha Esa, yakni untuk menciptakan
kebaikan, kelestarian dan keharmonian dunia.
Manusia yang menempati puluhan ribu pulau dari Sabang sampai Merauke,
dan dari pulau Miangas sampai pulau Rote membentuk suatu kesatuan
geographical politics, memiliki sejarah hidup yang sama, sehingga terbentuk
karakter yang sama, memiliki cita-cita yang sama, merupakan suatu bangsa
yang disebut Indonesia yang memiliki jatidiri sebagai pembeda dengan bangsa
yang lain. Jatidiri tersebut tiada lain adalah Pancasila yang menjadi acuan bagi
warga-bangsa dalam bersikap dan bertingkah laku dalam menghadapi berbagai
tantangan dalam berbangsa dan bernegara.
Bangsa Indonesia dalam mencari pemecahan masalah yang dihadapi bersama,
memilih cara yang disebut ―musyawarah untuk mencapai mufakat,‖ suatu cara
menghormati kedaulatan setiap unsur yang terlibat dalam kehidupan bersama.
Hal ini yang merupakan dambaan bagi setiap manusia dalam hidup bersama.
Manusia dalam kehidupan bersama bercita-cita untuk mewujudkan
kesejahteraan. Bagi bangsa Indonesia cita-cita tersebut adalah kesejahteraan
bersama, kemakmuran bersama. Tiada akan ada artinya terwujudnya
kesejahteraan dan kemakmuran pribadi tanpa terwujudnya kesejahteraan dan
kemakmuran bersama.
Apabila prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila ini diterapkan secara
nyata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan
ketentuan yang disyaratkan, maka akan tercipta suasana kehidupan yang
selaras, serasi dan seimbang, sehingga akan terasa suasana nyaman, nikmat
dan adil.
Selaras atau harmoni menggambarkan suatu situasi yang tertib, teratur, damai,
tenteram dan sejahtera bahagia. Hal ini disebabkan oleh karena masing-masing
unsur yang terlibat dalam kehidupan bersama memahami dengan sungguh-
sungguh kedudukan, hak dan kewajiban serta perannya dalam kehidupan
bersama sesuai dengan kodrat dan sifat alami yang dikaruniakan oleh Tuhan.
Apa yang dikerjakan tiada lain adalah semata-mata demi kemaslahatan ummat
manusia dan alam semesta. Situasi semacam ini yang akan mengantar manusia
dalam situasi kenikmatan duniawi dan ukhrowi.

3. PILAR NKRI

Sebelum masuk ke NKRI, kita lihat dulu bentuk-bentuk negara yang lain seperti
konfederasi, federasi dan kesatuan, menurut Carl J. Friedrich, merupakan bentuk
pembagian kekuasaan secara teritorial atau territorial division oif power. Berikut
penjelasan mengenai bentuk-mentuk Negara tersebut.

1. Konfederasi

Menurut pendapat L. Oppenheim dalam bukunya Edward M. Sait


menjelaskan bawa :‖A confederacy consists of a number of full sovereign
states linked together for the maintenance of their external and internal
independence by a recognized international treaty into a union with organs of
its own, which are vested with a certain power over the members-states, but
not over the citizens of these states.‖ Oleh Prof. Miriam Budiardjo
diterjemahkan sebagai berikut :‖Konfederasi terdiri dari beberapa negarza
yang berdaulat penuh yang untuk mempertahankan kemerdekaan ekstern dan
intern, bersatu atas perjanjian internasional yang diakui dengan
menyelenggarakan beberapa alat perlengkapan tersendiri yang mempunyai
kekuasaan tertentu terhadap Negara anggota konfederasi, tetapi tidak
terhadap warganegara negara-negara itu.‖

Contoh konfederasi adalah Negara Amerika Serikat yang terdiri atas 13


negara bekas koloni jajahan Inggris. selama 8 tahun yang berakhir pada tahun
1789, karena dipandang merupakan bentuk negara yang kurang kokoh,
karena tidak jelas bentuk kepala negaranya.

2. Negara Federal
Ada berbagai pendapat mengenai negara federal, karena negara federal yang
satu berbeda dengan negara yang lain dalam menerapkan division of power.
Menurut pendapat K.C. Wheare dalam bukunya Federal Government,
dijelaskan bahwa prinsip federal ialah bahwa kekuasaan dibagi sedemikian
rupa sehingga pemerintah federal dan pemerintah negara bagian dalam
bidang-bidang tertentu adalah bebas satu sama lain. Misalnya dalam soal
hubungan luar negeri dan soal mencetak uang, pemerintah federal sama
sekali bebas dari campur tangan dari pemerintah negara bagian, sedangkan
dalam soal kebudayaan, kesehatan dan sebagainya, pemerintah negara bagian
biasanya bebas dengan tidak ada campur tangan dari pemerintah federal.

3. Negara Kesatuan

Menurut C.F. Strong negara kesatuan ialah bentuk negara di mana wewenang
legislatif tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat.
Kekuasaan terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada pemerintah daerah.
Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian
sepenuhnya terletak pada pemerintah pusat. Dengan demikian maka
kedaulatannya tidak terbagi.
Marilah kita mencoba menelaah, sejauh mana Pembukaan UUD 1945
memberikan akomodasi terhadap bentuk negara tertentu, federasi atau
kesatuan.
Pada alinea kedua disebutkan :‖ . . . dengan selamat sentosa mengantarkan
rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia,
yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.‖ Kata atau istilah bersatu
tidak dapat dimaknai bahwa kedaulatan negara terpusat atau terdistribusi
pada pemerintah pusat dan negara bagian, sehingga tidak dapat dijadikan
landasan untuk menentukan apakah Negara Republik Indonesia berbentuk
federal atau kesatuan.
Mungkin salah satu landasan argument bagi bentuk negara adalah rumusan
sila ketiga yakni ―persatuan Indonesia.‖ Landasan inipun dipandang tidak
kuat sebagai argument ditentukannya bentuk negara kesatuan. Untuk itu
perlu dicarikan landasan pemikiran mengapa bangsa Indonesia menentukan
bentuk Negara Kesatuan, bahkan telah dinyatakan oleh berbagai pihak
sebagai ketentuan final.
Bentuk Negara Kesatuan adalah ketentuan yang diambil oleh para founding
fathers pada tahun 1945 berdasarkan berbagai pertimbangan dan hasil
pembahasan yang cukup mendalam. Namun dalam perjalanan sejarah bangsa
Indonesia pernah juga menerapkan bentuk negara federal sebagai akibat atau
konsekuensi hasil konferensi meja bundar di Negeri Belanda pada tahun
1949. Namun penerapan pemerintah federal ini hanya berlangsung sekitar 7
bulan untuk kemudian kembali menjadi bentuk Negara kesatuan.
Sejak itu Negara Replublik Indonesia berbentuk kesatuan sampai dewasa ini,
meskipun wacana mengenai negara federal masih sering timbul pada
permukaan, utamanya setelah Negara-bangsa Indonesia memasuki era
reformasi. Namun nampaknya telah disepakati oleh segala pihak bahwa
bentuk negara kesatuan merupakan pilihan final bangsa.
Untuk dapat memahami bagaimana pendapat para founding fathers tentang
negara kesatuan ini ada baiknya kita sampaikan beberapa pendapat anggota
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Bung Karno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945, di antaranya
mengusulkan sebagai dasar negara yang akan segera dibentuk adalah faham
kebangsaan, sebagai landasan berdirinya negara kebangsaan atau nationale
staat. Berikut kutipan beberapa bagian dari pidato tersebut. ―Di antara bangsa
Indonesia, yang paling ada le desir d‘etre ensemble, adalah rakyat
Minangkabau, yang banyaknya kira-kira 2 ½ milyun. Rakyat ini merasa
dirinya satu keluarga. Tetapi Minangkabau bukan suatu kesatuan, melainkan
hanya satu bagian daripada satu kesatuan. Penduduk Yogya pun adalah
merasa le desir d‘etre ensemble, tetapi Yogya pun hanya sebagian kecil
daripada satu kesatuan. Di Jawa Barat Rakyat Pasundan sangat merasakan le
desir d‘etre ensemble, tetapi Sunda pun satu bagian kecil daripada kesatuan.
Dari kutipan pidato tersebut tidak dapat dijadikan landasan argumentasi bagi
terbentuknya negara kesatuan. Apalagi kalau kita ikuti lebih lanjut pidato
Bung Karno yang justru memberikan gambaran negara kebangsaan pada
negara-negara federal seperti Jermania Raya, India dan sebagainya. Dengan
demikian sila ketiga Pancasila ―persatuan Indonesia,‖ tidak menjamin
terwujudnya negara berbentuk kesatuan, tetapi lebih ke arah landasan bagi
terbentuknya negara kebangsaan atau nation-state.
Untuk mencari landasan bagi Negara kesatuan para founding fathers lebih
mendasarkan diri pada pengalaman sejarah bangsa sejak zaman penjajahan,
waktu perjuangan kemerdekaan sampai persiapan kemerdekaan bangsa
Indonesia. Penjajah menerapkan pendekatan devide et impera, atau pecah
dan kuasai. Pendekatan tersebut hanya mungkin dapat diatasi oleh persatuan
dan kesatuan. Sejarah membuktikan bahwa perjuangan melawan penjajah
selalu dapat dipatahkan oleh penjajah dengan memecah dan mengadu domba.
Hal ini yang dipergunakan sebagai alasan dan dasar dalam menentukan
bentuk negara kesatuan.

Sejarah Nama Indonesia


Kerj. Sriwijaya dan Kerj. Majapahit merupakan awal pengenalan wilayah
Kepulauan Nusantara. Nama Nusantara diberikan oleh seorang pujangga
masa Majapahit. Bangsa Eropa yang pertama kali datang ke Asia
beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India dan Tiongkok.
Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok
semuanya adalah "Hindia". Semenanjung Asia Selatan mereka sebut "Hindia
Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang".
Sedangkan Indonesia mereka sebut "Kepulauan Hindia" (Indische Archipel,
Indian Archipelago, l'Archipel Indien) atau "Hindia Timur" (Oost Indie,
East Indies, Indes Orientales). Nama lain untuk Indonesia adalah
"Kepulauan Melayu" (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel
Malais).
Pada jaman penjajahan Belanda, nama resmi yang digunakan untuk
Indonesia adalah Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda). Sedangkan
pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia
Timur).
Kata Indonesia berasal dari bahasa latin yaitu INDUS dan NESOS artinya
India dan Pulau-pulau.Th 1850. George Windsor Earl (Inggris) usulkan
INDUNESIANS untuk penduduk di pulau Hindia ( Malayan Archipelago)
James Richardison Logan menggunakan INDONESIA sbg sinonim utk
Kepulauan Hindia
Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal
of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh
James Richardson Logan ( 1819 – 1869 ), seorang Skotlandia yang meraih
sarjana hukum dari Universitas Edinburgh.
Kemudian pada tahun 1849 bangsa Ingris, George Samuel Windsor Earl (
1813 – 1865 ), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA. Dalam
JIAEA Volume IV tahun 1850, hal 66-74, Earl menulis artikel On the
Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian
Nations.
Dalam artikelnya itu G S Windsor Earl menegaskan bahwa sudah saatnya
bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki
nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering
rancu dengan penyebutan India yang lain.
GSW Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia
(nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada JIAEA Volume IV tahun
1850 hal . 71 artikelnya itu tertulis
"... the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would
become respectively Indunesians or Malayunesians".
( Penduduk di Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu lebih baik
menggunakan Indunesia Malayunesia ).

GSW Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan


Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia). Sebab Malayunesia sangat
tepat untuk ras Melayu, Sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk
Ceylon ( Srilanka ) dan Maladewa. GSW Earl berpendapat bahwa bahasa
Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini.
James Richardson Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi
kepulauan Melayunesia, sebab istilah "Indian Archipelago" terlalu panjang
dan membingungkan.
J R Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u
digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik, maka lahirlah istilah
Indonesia.
Adolf Bastian dari Universitas Berlin mempopulerkan nama Indonesia
dalam bukunya Indonesien oder die inseln des malayischen arcipels ( 1884-
1894)
Ki Hajar Dewantoro mendirikan ― Indonesisch Pers-Bureau di Belanda
1913
Eduard Douwes Dekker ( 1820 – 1887 ), yang dikenal dengan nama samaran
Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk Indonesia , yaitu
INSULINDE yang artinya "Kepulauan Hindia" ( Bahasa Latin insula
berarti pulau). Nama Insulinde ini kurang populer.
Pada tahun 1920, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker ( 1879 – 1950),
yang dikenal sebagai Dr. Setiabudi (cucu dari adik Multatuli), mengusulkan :
Nusantara. Nama Nusantara diambil dari naskah kuno zaman Majapahit
yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh JLA.
Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.
Pengertian Nusantara menurut Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian
Nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit, Nusantara digunakan
untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam Bahasa
Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau
Jawa).
Sumpah Palapa dari Gajah Mada tertulis "Lamun huwus kalah nusantara,
isun amukti palapa" (Jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya
menikmati istirahat).
Oleh Dr. Setiabudi kata Nusantara memiliki arti yang baru yaitu "nusa di
antara dua benua dan dua samudra", sehingga Jawa pun termasuk dalam
definisi nusantara yang modern.
Istilah nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer
penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda.
Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat;
parlemen Hindia Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho
Purbohadidjojo dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi / pendapat
kepada Pemerintah Hindia Belanda agar nama "Indonesia" diresmikan
sebagai pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Tetapi Belanda menolak mosi
ini.

Sejarah Konsep NKRI Dalam UUD 1945


Tanggal 18-8-1945 Sidang PPKI berhasil menyusun dan menetapkan UUD
dan menetapkan Soekarno sbg Presiden dan Hatta sebagai Wakilnya.
Diusulkan dalam sidang bentuk negara kesatuan dan negara federal, yang
disepakati Negara Kesatuan.
Tanggal 15 September 1945 Belanda kembali masuk Indonesia, mengaku
sebagai penguasa syah di Indonesia karena telah berhasil mengalahkan
Jepang. Akibatnya terjadilah perang revolusi fisik dan perang diplomasi
antara Indonesia dengan Belanda (1945-1949)
Karena Indonesia dikuasai Belanda, pada 1948 Hatta perintahkan Mr
Sjafrudin Prawiranegara bentuk PDRI di Sumatera, kalau tidak
memungkinkan dilakukan oleh A A Maramis di Delhi (Menkeu). Hal ini
dilakukan karena 19-12-1948 Belanda telah menguasi Ibukota RI di Yogya,
Presiden dan Wakil berhasil ditangkap Belanda.

Perundingan dilakukan (1945-1949) , a.l.


1. Linggar Jati pada tgl 25 Maret 1947
2. Renville pada tgl 8 Desember 1947
3. K M B pada tgl 23 Agustus sampai 2 November 1949
Melalui KMB dari tanggal 23 Agustus sampai 2 Nopember 1949 di Den
Haag Belanda, telah berhasil mencapai kesepakartan untuk mengakhiri
refolusi fisik yang ditandai dengan pengakuan dan penyerahan kedaulatan
dari Belanda kepada Indonesia dengan nama RIS tanggal 27 Desember
1949.
Hal penting yang menjadi kesepakatan dalam KMB ialah :
1. Pembentukan Uni Belanda – RIS, dipimpin oleh Ratu
2. Soekarno - Hatta akan menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden
Neg RIS periode 1949 -1950, Hatta merangkap sebagai Perdana Menteri.
3. Irian Barat tetap dikuasai Belanda sampai dilakukan perundingan lebih
lanjut
4. Indonesia bayar hutang Hindia Belanda pada Belanda sebesar US$
4,8 M (utang ini lunas akhir tahun 2003)
Pada 3 April 1950 dibawah Kabinet Natsir, muncul mosi (pendapat)
kembali ke negara kesatuan, tujuannya yaitu persatuan untuk keselamatan
NRI
Selama RIS wibawa pemerintah pusat sangat merosot. Maka 17-8-1950
NRI berbentuk negara kesatuan. dengan sistim Parlementer.
Walaupun sudah berupaya untuk membentuk negara kesatuan , tapi upaya
untuk berpisah dari NKRI masih terjadi seperti :

Pemberontakan Separatis antara 1950 - 1958:


 APRA di Bandung 23-1-1950
 Andi Azis di Makasar 5-4-50
 RMS di Ambon 25-4-50
 Ibnu Hajar di Kalsel 10-10-50
 DII/TII Kahar Muzakar di Sul-Sel 17-8-51.
 Batalyon 426 di Jawa Tengah 1 Des 1951
 DII/TII Daud Barueh di Aceh 20-9-53
 Dewan Banteng di SUMBAR 20-12-1956
 PRRI di Sumatera 15 Peb 1958
 Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) di Sulawesi 15-2-1958

Akibat Pemberontakan :
 Ketidak sesuaian penyelenggaraan negara
 Tidak harmonisnya hubungan legislatif dan eksekutif
 Sidang Badan Konstituante di Bandung gagal menetapkan UUD
 Keluar Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yg isinya kembali ke UUD 1945,
 Jadi dekrit ini meneguhkan kembali bentuk negara kesatuan adalah
pilihan yg tepat dan mampu mewadahi keaneka ragaman wilayah
Indonesia.

Konsep Negara Kesatuan Menurut UUD NRI Tahun 1945.


 Neg Indonesia adalah Negara Kesatuan
(psl 1 ayat 1, 18 ayat 1, 18B ayat 2, 25A, 37 ayat 5)
 Wujud dari Sumpah Pemuda 28 Okt 1928
 Pasal 25A : NKRI adalah sebuah negara kepulauan yang berciri
nusantara (archipelago)
 Diakui dalam Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982 dan diratifikasi
Indonesia dg UU No. 17/1985

Batas Wilayah
• Wilayah Yurisdiksi Indonesia berbatasan dengan wilayah yurisdiksi
Australia, Filipina, India, Malaysia, Singapore, Papua Nugini, Palau,
Thailand, Timor Leste, dan Vietnam.
• Setiap orang dilarang melakukan upaya menghilangkan, merusak,
mengubah, atau memindahkan tanda-tanda batas negara, atau
melakukan pengurangan luas Wilayah Negara.
• Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling
lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 2 M dan paling
banyak Rp. 10 Milyar (UU No. 43/2008 ttg Wilayah Negara)
4. PILAR BHINNEKA TUNGGAL IKA
Pada tanggal 1 Juni 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam pidato
politiknya, menegaskan kembali konsensus dasar yang telah menjadi kesepakatan
bangsa tersebut, yakni: Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI dan
Bhinneka Tunggal Ika. Konsensus dasar tersebut merupakan konsensus final,
yang perlu dipegang teguh dan bagaimana memanfaatkan konsensus dasar
tersebut dalam menghadapi berbagai ancaman baik internal maupun eksternal..
Namun di sisi lain sebagian masyarakat mempertanyakan atau mempersoalkan
makna Bhinneka Tunggal Ika dalam kaitannya dengan implementasi Undang-
undang No.32 tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah. Mengacu pada pasal 10
UU tersebut, dinyatakan bahwa ―pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-
luasnya.‖ Berbasis pada pasal tersebut, beberapa pemerintah daerah tanpa
memperha-tikan rambu-rambu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melaju
tanpa kendali, bertendensi melangkah sesuai dengan keinginan dan kemauan
daerah, yang berakibat terjadinya tindakan yang dapat saja mengancam keutuhan
dan kesatuan bangsa yang menyimpang dari makna sesanti Bhinneka Tunggal
Ika.
Namun apabila kita cermati dengan saksama, pasal 27 dan 45 UU tersebut
menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, kepala daerah dan anggota
DPRD wajib ―memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan
Undang-Undang Dasar 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia serta
mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.‖ Hal ini akan terlaksana dengan sepatutnya apabila prinsip Bhinneka
Tunggal Ika dapat dipegang teguh sebagai acuan dalam melaksanakan UU
Pemerintah Daerah dimaksud. Oleh karena itu berbagai pihak wajib memahami
makna yang benar terhadap Bhinneka Tunggal Ika, dan bagaimana meman-
faatkan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan
kenegaraan pada umumnya.
Sejak awal telah begitu banyak pihak yang berusaha membahas untuk memahami
dan memberi makna Pancasila, serta bagaimana implementasinya dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sementara itu pilar Bhinneka Tunggal Ika
masih kurang menarik bagi pihak-pihak untuk membahas dan memikirkan
bagaimana implementasinya, padahal Bhinneka Tunggal Ika memegang peran
yang sangat penting bagi negara-bangsa yang sangat pluralistik ini. Dengan
bertitik tolak dari pemikiran ini, dicoba untuk membahas makna Bhinneka
Tunggal Ika dan bagaimana implementasinya dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, sehingga Bhinneka Tunggal Ika benar-benar dapat menjadi tiang
penyangga yang kokoh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa
Indonesia.

Penemuan dan Landasan Hukum Bhinneka Tunggal Ika

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan pertama kali oleh mPu Tantular,
pujangga agung kerajaan Majapahit yang hidup pada masa pemerintahan Raja
Hayamwuruk, di abad ke empatbelas (1350-1389). Sesanti tersebut terdapat
dalam karyanya; kakawin Sutasoma yang berbunyi ―Bhinna ika tunggal ika, tan
hana dharma mangrwa, ― yang artinya ―Berbeda-beda itu, satu itu, tak ada
pengabdian yang mendua.‖ Semboyan yang kemudian dijadikan prinsip dalam
kehidupan dalam pemerintahan kerajaan Majapahit itu untuk mengantisipasi
adanya keaneka-ragaman agama yang dipeluk oleh rakyat Majapahit pada waktu
itu. Meskipun mereka berbeda agama tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian.
Pada tahun 1951, sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan Bhinneka
Tunggal Ika yang diungkap oleh mPu Tantular, ditetapkan oleh pemerintah
Indonesia sebagai semboyan resmi Negara Republik Indonesia dengan Peraturan
Pemerintah No.66 tahun 1951. Peraturan Pemerintah tersebut menentukan bahwa
sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan sebagai seboyan yang
terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia, ―Garuda Pancasila.‖ Kata
―bhinna ika,‖ kemudian dirangkai menjadi satu kata ―bhinneka‖. Pada perubahan
UUD 1945 yang kedua, Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai semboyan
resmi yang terdapat dalam Lambang Negara, dan tercantum dalam pasal 36a
UUD 1945
Seperti halnya Pancasila, istilah Bhinneka Tunggal Ika juga tidak tertera dalam
UUD 1945 (asli), namun esensinya terdapat didalamnya , seperti yang dinyatakan
:‖ Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia,
terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-
utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan.‖
Selanjutnya dalam Penjelasan UUD 1945 dinyatakan :‖Di daerah yang bersifat
otonom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di daerahpun
pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan. Daerah daerah itu
mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang
bersifat istimewa.‖ Maknanya bahwa dalam menyelenggarakan kehidupan
kenegaraan perlu ditampung keanekaragaman atau kemajemukan bangsa dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat, dan Undang-Undang Dasar
Sementera tahun 1950, pasal 3 ayat (3) menentukan perlunya ditetapkan lambang
negara oleh Pemerintah. Sebagai tindak lanjut dari pasal tersebut terbit Peraturan
Pemerintah No.66 tahun 1951 tentang Lambang Negara.
Setelah diadakan perubahan UUD 1945, dalam pasal 36A menyebutkan
:‖Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal
Ika.‖ Dengan demikian Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan yang
merupakan kesepakatan bangsa, yang ditetapkan dalam UUDnya. Oleh karena itu
untuk dapat dijadikan acuan secara tepat dalam hidup berbangsa dan bernegara,
makna Bhinneka Tunggal Ika perlu difahami secara tepat dan benar untuk
selanjutnya difahami bagaimana cara untuk mengimplementasikan secara tepat
dan benar pula.
Bhinneka Tunggal Ika tidak dapat dipisahkan dari Hari Kemerdekaan Bangsa
Indonesia, dan Dasar Negara Pancasila. Hal ini sesuai dengan komponen yang
terdapat dalam Lambang Negara Indonesia. Menurut pasal 1 Peraturan
Pemerintah No. 66 tahun 1951 disebutkan bahwa : Lambang Negara terdiri atas
tiga bagian, yaitu:
 Burung Garuda yang menengok dengan kepalanya lurus ke sebelah
kanannya;
 Perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan
 Semboyan yang ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Di atas
pita tertulis dengan huruf Latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa Kuno
yang berbunyi : BHINNEKA TUNGGAL IKA.
Adapun makna Lambang Negara tersebut adalah sebagaki berikut:
Burung Garuda disamping menggambarkan tenaga pembangunan yang kokoh dan
kuat, juga melambangkan tanggal kemerdekaan bangsa Indonesia yang
digambarkan oleh bulu-bulu yang terdapat pada Burung Garuda tersebut. Jumlah
bulu sayap sebanyak 17 di tiap sayapnya melambangkan tanggal 17, jumlah bulu
pada ekor sebanyak 8 melambangkan bulan 8, jumlah bulu dibawah perisai
sebanyak 19, sedang jumlah bulu pada leher sebanyak 45. Dengan demikian
jumlah bulu-bulu burung garuda tersebut melambangkan tanggal hari
kemerdekaan bangsa Indonesia, yakni 17 Agustus 1945.
Sementara itu perisai yang tergantung di leher garuda menggambarkan Negara
Indonesia yang terletak di garis khalustiwa, dilambangkan dengan garis hitam
horizontal yang membagi perisai, sedang lima segmen menggambarkan sila-sila
Pancasila.
 Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan bintang bersudut lima
yang terletak di tengah perisai yang menggambarkan sinar ilahi.
 Rantai yang merupakan rangkaian yang tidak terputus dari bulatan dan
persegi menggambarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, yang
sekaligus melambangkan monodualistik manusia Indonesia.
 Kebangsaan dilambangkan oleh pohon beringin, sebagai tempat
berlindung;
 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawa-rakatan/perwakilan dilambangkan dengan banteng yang
menggambarkan kekuatan dan kedaulatan rakyat.
 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan kapas dan padi yang
menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran.
Dari gambaran tersebut, maka untuk dapat memahami lebih dalam makna
Bhinneka Tunggal Ika tidak dapat dipisahkan dari pemahaman makna merdeka,
dan dasar negara Pancasila.
Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea pertama disebutkan ―Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka pejajahan di
atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan
peri-keadilan.
‖ Memang semula kemerdekaan atau kebebasan diberi makna bebas dari
penjajahan negara asing tetapi ternyata bahwa kemerdekaan atau kebebasan ini
memiliki makna yang lebih luas dan lebih dalam karena menyangkut harkat dan
martabat manusia, yakni berkaitan dengan hak asasi manusia.
Manusia memiliki kebebasan dalam olah fikir, bebas berkehendak dan memilih,
bebas dari segala macam ketakutan yang merupakan aktualisasi dari konsep hak
asasi manusia yakni mendudukkan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya.
Memasuki era globalisasi kemerdekaan atau kebebasan memiliki makna lebih
luas, karena dengan globalisasi berkembang neoliberalisme, neokapitalisme,
terjadilah penjajahan dalam bentuk baru.
Terjadilah penjajahan dalam bidang ekonomi, dalam bidang politik, dalam bidang
sosial budaya dan dalam aspek kehidupan yang lain.
Dengan kemerdekaan kita maknai bebas dari berbagai eksploitasi manusia oleh
manusia dalam segala dimensi kehidupan dari manapun, baik dari luar maupun
dari dalam negeri sendiri.
Sementara itu penerapan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara harus berdasar pada Pancasila yang telah ditetapkan oleh bangsa
Indonesia menjadi dasar negaranya. Dengan demikian maka penerapan Bhinneka
Tunggal Ika harus dijiwai oleh konsep religiositas, humanitas, nasionalitas,
sovereinitas dan sosialitas. Hanya dengan ini maka Bhinneka Tunggal Ika akan
teraktualisasi dengan sepertinya.

Konsep dasar Bhinneka Tunggal Ika

Berikut disampaikan konsep dasar yang terdapat dalam Bhinneka Tunggal Ika
yang kemudian terjabar dalam prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka
Tunggal Ika yang dijadikan acuan bagi bangsa Indonesia dalam berbangsa dan
bernegara. Dalam rangka memahami konsep dasar dimaksud ada baiknya kita
renungkan lambang negara yang tidak terpisahkan dari semboyan Bhinneka
Tunggal Ika. Perlu kita mengadakan refleksi terhadap lambang negara tersebut.
Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik dalam
kehidupan yang terikat dalam suatu kesatuan. Pluralistik bukan pluralisme, suatu
faham yang membiarkan keanekaragaman seperti apa adanya. Membiarkan setiap
entitas yang menunjukkan ke-berbedaan tanpa peduli adanya common
denominator pada keanekaragaman tersebut.
Dengan faham pluralisme tidak perlu adanya konsep yang mensubstitusi
keanekaragaman.
Demikian pula halnya dengan faham multikulturalisme. Masyarakat yang
menganut faham pluralisme dan multikulturalisme, ibarat onggokan material
bangunan yang dibiarkan teronggok sendiri-sendiri, sehingga tidak akan
membentuk suatu bangunan yang namanya rumah.
Ada baiknya dalam rangka lebih memahami makna pluralistik bangsa difahami
pengertian pluralisme, agar dalam penerapan konsep pluralistik tidak terjerumus
ke dalam faham pluralisme.
Pluralisme adalah suatu faham yang mengakui bahwa terdapat berbagai faham
atau entitas yang tidak tergantung yang satu dari yang lain. Masing-masing faham
atau entitas berdiri sendiri tidak terikat satu sama lain, sehingga tidak perlu
adanya substansi pengganti yang mensubstitusi faham-faham atau berbagai
entitas tersebut. Salah satu contoh misal di Indonesia terdapat ratusan suku
bangsa. Menurut faham pluralisme setiap suku bangsa dibiarkan berdiri sendiri
lepas yang satu dari yang lain, tidak perlu adanya substansi lain, misal yang
namanya bangsa, yang mereduksi eksistensi suku-suku bangsa tersebut.
Faham pluralisme melahirkan faham individualisme yang mengakui bahwa setiap
individu berdiri sendiri lepas dari individu yang lain.
Faham individualisme ini mengakui adanya perbedaan individual atau yang biasa
disebut individual differences.
Setiap individu memiliki cirinya masing-masing yang harus dihormati dan
dihargai seperti apa adanya.
Faham individualisme ini yang melahirkan faham liberalisme, bahwa manusia
terlahir di dunia dikaruniai kebebasan. Hanya dengan kebebasan ini maka harkat
dan martabat individu dapat didudukkan dengan semestinya.
Trilogi faham pluralisme, individualisme dan liberalisme inilah yang melahirkan
sistem demokrasi dalam sistem pemerintahan utamanya di Negara Barat.
Sebagai contoh berikut disampaikan Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat
dan Deklarasi Hak Manusia dan Warganegara Perancis yang melandasi
pelaksanaan sistem demokrasi di negara tersebut yang berdasar pada faham
pluralisme, individualisme dan liberalisme.
Pluralitas adalah sifat atau kualitas yang menggambarkan keanekaragaman; suatu
pengakuan bahwa alam semesta tercipta dalam keaneka ragaman. Sebagai contoh
bangsa Indonesia mengakui bahwa Negara-bangsa Indonesia bersifat pluralistik,
beraneka ragam ditinjau dari suku-bangsanya, adat budayanya, bahasa ibunya,
agama yang dipeluknya, dan sebagainya.
Hal ini merupakan suatu kenyataan atau keniscayaan dalam kehidupan bangsa
Indonesia. Keaneka ragaman ini harus didudukkan secara proporsional dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, harus dinilai sebagai asset bangsa, bukan
sebagai faktor penghalang kemajuan. Perlu kita cermati bahwa pluralitas ini
merupakan sunnatullah.
Seperti dikemukan di atas, pola sikap bangsa Indonesia dalam menghadapi
keaneka-ragaman ini berdasar pada suatu sasanti atau adagium ―Bhinneka
Tunggal Ika,‖ yang bermakna beraneka tetapi satu.
Dalam menerapkan pluralitas dalam kehidupan, bangsa Indonesia mengacu pada
prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, bahwa yang diutamakan
adalah kepentingan bangsa bukan kepentingan individu, berikut frase-frase yang
terdapat dalam Pembukaan UUD 1945:
 Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa;
 Bahwa kemerdekaan yang dinyatakan oleh bangsa Indonesia, supaya rakyat
dapat berkehidupan kebangsaan yang bebas;
 Bahwa salah satu misi Negara-bangsa Indonesia adalah untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa;
 Bahwa salah satu dasar Negara Indonesia adalah Persatuan Indonesia, yang
tiada lain merupakan wawasan kebangsaan.
 Bahwa yang ingin diwujudkan dengan berdirinya Negara-bangsa Indonesia
adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dari frase-frase yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut jelas bahwa
prinsip kebangsaan mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa
Indonesia.
Istilah individu atau konsep individualisme tidak terdapat dalam Pembukaan
UUD 1945.
Dengan kata lain bahwa sifat pluralistik yang diterapkan di Indonesia tidak
berdasar pada individualisme dan liberalisme.
Pluralitas atau pluralistik tidak merupakan suatu faham, isme atau keyakinan
yang bersifat mutlak. Untuk itu tidak perlu dikembangkan ritual-ritual tertentu
seperti halnya agama.
Prinsip pluralistik dan multikulturalistik adalah asas yang mengakui adanya
kemajemukan bangsa dilihat dari segi agama, keyakinan, suku bangsa, adat
budaya, keadaan daerah, dan ras. Kemajemukan tersebut dihormati dan dihargai
serta didudukkan dalam suatu prinsip yang dapat mengikat keanekaragaman
tersebut dalam kesatuan yang kokoh. Kemajemukan bukan dikembangkan dan
didorong menjadi faktor pemecah bangsa, tetapi merupakan kekuatan yang
dimiliki oleh masing-masing komponen bangsa, untuk selanjutnya diikat secara
sinerjik menjadi kekuatan yang luar biasa untuk dimanfaatkan dalam menghadapi
segala tantangan dan persoalan bangsa.

Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika

Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan eksklusif;


hal ini bermakna bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak
dibenarkan merasa dirinya yang paling benar, paling hebat, dan tidak mengakui
harkat dan martabat pihak lain. Pandangan sektarian dan eksklusif ini akan
memicu terbentuknya keakuan yang berlebihan dengan tidak atau kurang
memperhitungkan pihak lain, memupuk kecurigaan, kecemburuan, dan
persaingan yang tidak sehat.
Bhinneka Tunggal Ika bersifat inklusif. Golongan mayoritas dalam hidup
berbangsa dan bernegara tidak memaksakan kehendaknya pada golongan
minoritas.
Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis yang hanya menunjukkan
perilaku semu.
Bhinneka Tunggal Ika dilandasi oleh sikap saling percaya mempercayai, saling
hormat menghormati, saling cinta mencintai dan rukun.
Hanya dengan cara demikian maka keanekaragaman ini dapat dipersatukan.
Bhinneka Tunggal Ika bersifat konvergen tidak divergen, yang bermakna
perbedaan yang terjadi dalam keanekaragaman tidak untuk dibesar-besarkan,
tetapi dicari titik temu, dalam bentuk kesepakatan bersama.
Hal ini akan terwujud apabila dilandasi oleh sikap toleran, non sektarian, inklusif,
akomodatif, dan rukun.
Prinsip atau asas pluralistik dan multikultural Bhinneka Tunggal Ika mendukung
nilai: (1) inklusif, tidak bersifat eksklusif, (2) terbuka, (3) ko-eksistensi damai dan
kebersamaan, (4) kesetaraan, (5) tidak merasa yang paling benar, (6) tolerans, (7)
musyawarah disertai dengan penghargaan terhadap pihak lain yang berbeda.

Implementasi Bhineka Tunggal Ika

1. Perilaku inklusif.

Prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika adalah sikap inklusif..
Betapa besar dan penting kelompoknya dalam kehidupan bersama, namun
tidak memandang rendah dan menyepelekan kelompok yang lain.
Masing-masing memiliki peran yang tidak dapat diabaikan, dan bermakna bagi
kehidupan bersama.

2. Mengakomodasi sifat pluralistik

Bangsa Indonesia sangat pluralistik ditinjau dari keragaman agama yang


dipeluk oleh masyarakat, aneka adat budaya yang berkembang di daerah, suku
bangsa dengan bahasanya masing-masing, dan menempati ribuan pulau yang
tiada jarang terpisah demikian jauh pulau yang satu dari pulau yang lain.

Sifat toleran, saling hormat menghormati, mendudukkan masing-masing pihak


sesuai dengan peran, harkat dan martabatnya secara tepat, tidak memandang
remeh pada pihak lain, apalagi menghapus eksistensi kelompok dari kehidupan
bersama, merupakan syarat bagi lestarinya negara-bangsa Indonesia.

3. Tidak mencari menangnya sendiri


Menghormati pendapat pihak lain, dengan tidak beranggapan bahwa
pendapatnya sendiri yang paling benar, dirinya atau kelompoknya yang paling
hebat perlu diatur dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika.
Dapat menerima dan memberi pendapat merupakan hal yang harus
berkembang dalam kehidupan yang beragam.
Perbedaan ini tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi dicari titik temu.
Untuk itu perlu dikembangkan musyawarah untuk mencapai mufakat.

4. Musyawarah untuk mencapai mufakat

Dalam rangka membentuk kesatuan dalam keanekaragaman diterapkan


pendekatan ―musyawa-rah untuk mencapai mufakat.‖
Inti kesamaan yang dipilih sebagai kesepakatan bersama.
Hal ini dapat tercapai dengan proses musyawarah untuk mencapai mufakat.
Dengan cara ini segala gagasan yang timbul diakomodasi dalam kesepakatan.
Tidak ada yang menang tidak ada yang kalah.
Inilah yang biasa disebut sebagai win win solution.

5. Dilandasi rasa kasih sayang dan rela berkorban

Dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan


bernegara perlu dilandasi oleh rasa kasih sayang.
Saling percaya mempercayai harus dikembangkan.
Hal ini akan berlangsung apabila pelaksanaan Bhnneka Tunggal Ika
menerapkan pelayanan kepada pihak lain, dilandasi oleh tanpa pamrih pribadi
dan golongan, disertai dengan pengorbanan.
Tanpa pengorbanan, sekurang-kurangnya mengurangi kepentingan dan pamrih
pribadi, kesatuan tidak mungkin terwujud.

Sejarah Bhinneka Tunggal Ika


Bhinneka (beragam), tunggal (satu), ika (itu), ditulis dalam kitab Sutasoma
karangan Mpu Tantular pada abad XIV zaman kerajaan Majapahit, tujuannya
menyatakan agama Budha dan Agama Syiwa berbeda, tapi nilai kebenaran sama.
Ketika merancang lambang negara berbentuk burung garuda oleh Sultan Hamid
II, maka semboyan ini dimasukan ke lambang tersebut. Lambang garuda itu
dipakai secara resmi pada Sidang Kabinet RIS tanggal 11 Pebruari 1950 yang
dipimpin oleh PM Hatta.

Bhinneka Tunggal Ika Dalam Konteks Indonesia


Negara Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Miagas
sampai ke Rote, dengan total 17,508 pulau besar dan kecil. Yang dihuni oleh
1.128 suku bangsa dengan 700 bahasa daerah, namun faktanya dengan
keberagaman itu, dapat disatukan dalam satu bangsa, bangsa Indonesia dan satu
bahasa yaitu bahasa Indonesia yang merupakan kebanggaan bagi bangsa
Indonesia memiliki bahasa persatuan.
Oleh karena itu tepatlah semboyan yang ada di pita kaki burung garuda itu
dengan arti ―berbeda-beda tetapi tetap satu jua‖. Jadi ke-bhinneka-an merupakan
realitas negara, sedangkan ke-tunggal ika-an adalah sebuah cita-cita kebangsaan.
Untuk menuju cita-cita kebangsaan diperlukan dasar yang kuat untuk
mempertemukan berbagai kekhasan masyarakat. Jadi Pancasila sebagai saripati
filsafat bangsa yang tak ternilai harganya merupaka kekayaan bangsa diyakini
mampu menjadi landasan dan falsafah hidup bangsa yang majemuk baik dari segi
agama, etnis, ras, bahasa, golongan dan kepentingan. Pancasila mempunyai peran
penting dalam kehidupan bangsa Indonesia yang majemuk ini. Pancasila
merupakan ideologi negara dan menjadi sumber kaidah negara yang mengatur
NKRI.

Bhinneka Tunggal Ika Dalam UUD NRI Tahun 1945


Pasal 18 pembagian NKRI atas provinsi, kabupatan dan kota, pasal 18 A
Hubungan pusat dan daerah, pasal 18 B menghormati hak kekhususan daerah.
Pasal 26 menyatakan yang menjadi WNI ialah orang Indonesia asli (Askriptif)
danWNA jadi WNI (Migran), pasal 29 menjamin hak memeluk agama yang
diyakini. Pasal 32 menjamin nilai-nilai budaya yang beraneka ragam. Pasal 36A
menyatakan lambang negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika.

Mengahayati Keanekaragaman Bangsa Indonesia


Keragaman budaya di Indonesia adalah suatu yang tidak dapat dipungkiri
keberadaannya. Namun keragaman tersebut merupakan kekayaan yg harus
dipersatukan tetapi tidak berarti diseragamkan . Tujuan agar kehidupan
bermasyarakat tercipta kerukunan yang abadi, seperti tumbuhnya semangat
tolong menolong dan kerja sama dalam memenuhi kebutuhan, serta
menyelesaikan permasalahan dengan musyawarah, dengan mengedepankan sikap
kepentingan bersama secara sadar.

Sikap menghormati terhadap keragaman suku bangsa dapat terlihat dari sifat dan
sikap dalam kehidupan sehari-hari, antara lain :
a. Kehidupan masyarakat tercipta kerukunan seperti halnya dalam sebuah
keluarga.
b. Antara warga masyarakat terdapat semangat tolong menolong, kerja sama
untuk menyelesaikan suatu masalah, dan kerja sama dalam memenuhi
kebutuhan.
c. Dalam menyelesaikan urusan bersama salalu diusahakan dengan melalui
musyawarah.
d. Terdapat kesadaran dan sikap yang mengutamakan kepentingan bersama diats
kepentungan pribadi dan golongan.

D. Tantangan Kekinian Yang Dihadapi


1. Nilai agama dan nilai budaya tidak dijadikan sumber etika dalam berbangsa
dan bernegara oleh sebagian masyarakat.
2. Konflik social budaya telah terjadi karena kemajemukan suku, budaya dan
agama yngbtidak dikelola dengan baik dan adil oleh pemerintah maupun
masyarakat.
3. Penegakan hukum tidak berjalan dengan baik, pelaksanaannya diselwengkan
sedemikian rupa, sehingga bertentangan dengan prinsip keadilan dalam
masyarakat.
4. Perilaku ekonomi berlangsung KKN serta tidak berpohak pada kelompok
ekonomi lemah. Sehingga menyebabkan terjadinya krisisnya ekonomi.
5. Sistem politik tidak berjalan dengan baik, sehingga tidak melahirkan
pemimpin yang amanah
6. Peralihan kekuasaan yang sering menimbulkan konflik sebagai akibat proses
demokjrasi berjalan kurang baik
7. Mengabaikan proses demokrasi dalam penyaluran aspirasi politik rakyat
8. Penyalahgunaan kekuasaan karena lemahnya pengawasan.
9. Globalisasi dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya dapat
memberikan keuntungan,. jika tidak diwaspadai berdampak negetif terhadap
kehidupan bangsa.
10. Kurangnya pemahaman nilai-nilai ysng terkandung setiap sila Pancasila ,

E. Solusi Menghadapi Tantantangan


1. Menjadikan nilai-nillai agama dan nilai budaya sebagai sumber etika
kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka memperkuat akhlak dan
moral penyelenggara negara dan masyarakt.
2. Menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara yang terbuka , dengan
membuka wacana dan dialog terbuka di dalam masyarakat,
3. Meningkatkan kerukunan sosial antara pemeluk agama, suku, kelompok
masyarakat lainnya.
4. Menegakan supremasi hukum secara konsisten dan bertanggung jawab serta
menjamin dan menghormati hak asasi manusia.
5. Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraanmasyarakat, melalui
pembangunan ekonomi yang bertumpu pada pemberdayaan ekonomi rakyat
dan daerah.
6. Memberdayakan masyarakat melalui perbaikan sistem politik yang demokratis
7. Mengatur peralihan kekuasaa kekuasaan secara tertib, damai dan demokratis
sesuai dengan hukum.
8. Menata kehidupan politik agar berlangsung seimbang.
9. Memberlakukan kebijakan otonomi daerah, perimbangan keuangan yang adil,
pemerataan pelayanan publik ,memperbaiki kesenajangan pembangunan
ekonomi dan pendapatan daerah
10. Meningkatkan integritas, profesionalisme dan tanggung jawab dalam
penyelenggaran negara serta memberdayakan masyarakat untuk kontrol
sosial secara konstruktif dan efektif.
11. Menngkatkan kemampuan SDM Indonesia sehingga mampu kerja sama dan
bersaing sebagai bangsa dunia.
12. Mengembalikan Pamcasila sebagai ideology dan sumber hukum, dan
Pancasila melayani kepentingan horizontal. Pancasila sebagai kritik
kebijakan negara.

F. Upaya Yang Harus Dilakukan Dalam Menghadapi


Tantangan
1. Pemantapan persatuan bangsa dan kesatuan negara.
2. Sistem hukum yang adil, tanpa melihat status social orangnya.
3. Sistem politik yg demokratis,utk terwujudnya kedaulaatan ditangan rakyat.
4. Sistem ekonomi yang adil dan produktif.
5. Sistem budya yang beradab.
6. Sumber daya manusia yang bermutu.
7. Globalisai dengan mempertahankan eksistensi dan integritas bangsa dan
negara serta memamfaatkan peluang untuk kemajuan bangsa dan Negara

Latihan
1. Jelaskan cara mengembangkan 5 prinsip sila Pancasila dengan semangat gotong
royong !
2. Jelaskan apakah 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut
kedudukannya sama atau bagaimana !
3. Jelaskan kenapa 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara harus dipahami
daalam kehidupan sehari-hari !
4. Jelaskan kenapa melemahnya kejujuran dan sikap dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara di era reformasi !
5. Jelaskan apa yang dituntut masyarakat pada pemerintah di awal era reformasi !
6. Jelaskan sejarah lahirnya nama Indonesia di wilayah kepulauan Melayunesia !
7. Jelaskan akibat terjadinya separatis (pemisahan diri) di awal kemerdekaan
sampai tahun 1960 !
8. Jelaskan pandangan pandangan bangsa Indonesia tentang keanekaragaman
budaya di Indonesia agar Indonesia ini utuh sebagai NKRI !
9. Jelaskan tantangan kekinian yang dihadapi bangsa Indonesia !
10. Jelaskan pula apa upaya yang harus dilakukan untuk menghadapi tantangan
kekinian itu !
Rangkuman
Dengan semangat gotong royong, konsepsi tentang dasar negara dirumuskan
dengan merangkum lima prinsip utama (sila) yang menyatakan dan menjadi haluan
ke-Indonesia-an, yang dikenal sebagai Pancasila. Kelima prinsip ini hendaknya
dikembangkan dengan semangat gotong royong:

 Prinsip harus berjiwa gotong royong (Ketuhaan yang berkebudayaan, yang lapang
dan toleran). Bukan Ketuhanan yang saling menyerang, dan mengucilkan.
 Prinsip Kemanusiaan universalnya harus berjiwa gotong royong (yang
berkeadilan harus berjiwa gotong royong, (yang berkeadilan dan berkeadaban),
bukan pergaulan kemanusiaan yang menjajah, menindas dan eksploitatif.
 Prinsip Persatuannya harus berjiwa gotong royong (mengupayakan persatuan
dengan tetap menghargai ―Bhinneka Tunggal Ika‖ , bukan kebangsaan yang
meniadakan perbedaan ataupun menolak persatuan.
 Prinsip Demokrasinya harus berjiwa gotong-royong, (mengembangkan
musyawarah mufakat), bukan demokrasi yang didikte oleh suara mayoritas atau
minoritas elit penguasa pemodal.
 Prinsip Keadilannya harus berjiwa gotong-royong, (mengembangkan partisipasi
dan emansipasi di bidang ekonomi dengan semangat kekeluargaan, bukan visi
kesejahteraan yang berbasis individualisme – kapitalisme, bukan pula yang
mengekang kebebasan individu seperti dalam sistem etatisme.
Keempat pilar itu tidaklah dimaksudkan punya kedudukan yang sama. Setiap pilar
memiliki tingkat, fungsi dan konteks yang berbeda. Pada prinsipnya Pancasila
sebagai ideologi dan dasar negara kedudukannya berada diatas tiga pilar yang lain.
Urgensi pemahaman 4 pilar karena berbagai persoalan kebangsaan dan kenegaraan
yang terjadi di Indonesia saat ini disebabkan lalai dalam pengimplementasikan 4
pilar dalam kehidupan sehari-hari.
 Empat pilar itu untuk mengingatkan kembali kepada seluruh komponen bangsa
agar pelaksanaan dan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara terus
dijalankan.
 Empat pilar itu harus dipahami oleh penyelenggara negara bersama seluruh
masyarakat dan menjadi panduan politik, menjalankan pemerintahan , penegakan
hukum, mengatur perekonomian , interaksi social masyarakat dan sebagainya.
 Empat pilar itu dapat menjadi panduan yang efektif dan nyata, apabila semua
pihak , elemen bangsa, penyelenggara negara baik pusat maupun daerah dan
seluruh masyarakat konsisten mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam 4
pilar itu.

Melemahnya kejujuran dan sikap amanah dalam kehidupan berbangsa, pengabaian


terhadap ketentuan hukum dan peraturan dsb, disebabkan berbagai faktor yang
berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Pada awal era reformasi muncul desakan masyarakat untuk menuntut dilakukan
perobahan antara lain
1. Amanndemen UUD 1945
2. Penghapusan dwifungsi ABRI
3. Penegakan supremasi hukum, penghormatan HAM, serta pemberantasan KKN
4. Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah
5. Mewujudkan kebebasan pers
6. Mewujudkan kehidupan demokrasi

G S Windsor Earl menegaskan bahwa sudah saatnya bagi penduduk Kepulauan


Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name),
sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang
lain. GSW Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos
dalam bahasa Yunani berarti pulau). GSW Earl menyatakan memilih nama
Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia). Sebab
Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, Sedangkan Indunesia bisa juga
digunakan untuk Ceylon ( Srilanka ) dan Maladewa. GSW Earl berpendapat bahwa
bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini.
James Richardson Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan
Melayunesia, sebab istilah "Indian Archipelago" terlalu panjang dan
membingungkan.
J R Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya
dengan huruf o agar ucapannya lebih baik, maka lahirlah istilah Indonesia.

Walaupun sudah berupaya untuk membentuk negara kesatuan , tapi upaya untuk
berpisah dari NKRI masih terjadi seperti Pemberontakan / Separatis antara 1950 –
1958, Akibat dari pada pemberontakan tersebut adalah :
 Ketidak sesuaian penyelenggaraan negara
 Tidak harmonisnya hubungan legislatif dan eksekutif
 Sidang Badan Konstituante di Bandung gagal menetapkan UUD
 Keluar Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yg isinya kembali ke UUD 1945,
 Jadi dekrit ini meneguhkan kembali bentuk negara kesatuan adalah pilihan yg
tepat dan mampu mewadahi keaneka ragaman wilayah Indonesia.

Keanekaragaman budaya di Indonesia adalah suatu yang tidak dapat dipungkiri


keberadaannya. Namun keragaman tersebut merupakan kekayaan yg harus
dipersatukan tetapi tidak berarti diseragamkan . Tujuan agar kehidupan
bermasyarakat tercipta kerukunan yang abadi, seperti tumbuhnya semangat tolong
menolong dan kerja sama dalam memenuhi kebutuhan, serta menyelesaikan
permasalahan dengan musyawarah, dengan mengedepankan sikap kepentingan
bersama secara sadar.
Sikap menghormati terhadap keragaman suku bangsa dapat terllhat dari sifat dan
sikap dalam kehidupan sehari-hari, antara lain :
a. Kehidupan masyarakat tercipta kerukunanseperti halnya dalammsebuah keluarga.
b. Antara warga masyarakat terdapat semangat tolong menolong, kerja sama untuk
menyelesaikan suatu masalah, dan kerja sama dalam memenuhi kebutuhan.
c. Dalam menyelesaikan urusan bersama salalu diusahakan dengan melalui
musyawarah.
d. Terdapat kesadaran dan sikap yang mengutamakan kepentingan bersama diats
kepentungan pribadi dan golongan.

Tantangan kekinian yang dihadapi bangsa dan negara saat


ini antara lain :
1. Nilai agama dan nilai budaya tidak dijadikan sumber etika oleh sebagian
masyarakat.
2. Konflik social budaya telah terjadi karena kemajemukan suku, budaya dan agama
yngbtidak dikelola dengan baik dan adil oleh pemerintah maupun masyarakat.
3. Penegakan hukum tidak berjalan dengan baik, pelaksanaannya diselwengkan
sedemikian rupa, sehingga bertentangan dengan prinsip keadilan dalam
masyarakat.
4. Perilaku ekonomi berlangsung KKN serta tidak berpohak pada kelompok
ekonomi lemah. Sehingga menyebabkan terjadinya krisisnya ekonomi.
5. Sistem politik tidak berjalan dengan baik, sehingga tidak melahirkan pemimpin
yang amanah
6. Peralihan kekuasaan yg sering menimbulkan konflik karena proses demokrasi
kurang baik
7. Mengabaikan proses demokrasi dalam penyaluran aspirasi politik rakyat
8. Penyalahgunaan kekuasaan karena lemahnya pengawasan.
9. Globalisasi dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya dapat
memberikan keuntungan,. jika tidak diwaspadai berdampak negetif terhadap
kehidupan bangsa.
10. Kurangnya pemahaman nilai-nilai ysng terkandung setiap sila Pancasila ,

Solusi menghadapi tantangan kekinian itu antara lain :


1. Menjadikan nilai-nillai agama dan nilai budaya sebagai sumber etika kehidupan
berbangsa dan bernegara dalam rangka memperkuat akhlak dan moral
penyelenggara negara dan masyarakt.
2. Menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara yang terbuka , dengan membuka
wacana dan dialog terbuka di dalam masyarakat,
3. Meningkatkan kerukunan sosial antara pemeluk agama, suku, kelompok
masyarakat lainnya.
4. Menegakan supremasi hukum secara konsisten dan bertanggung jawab serta
menjamin dan menghormati hak asasi manusia.
5. Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraanmasyarakat, melalui pembangunan
ekonomi yang bertumpu pada pemberdayaan ekonomi rakyat dan daerah.
6. Memberdayakan masyarakat melalui perbaikan sistem politik yang demokratis
7. Mengatur peralihan kekuasaa kekuasaan secara tertib, damai dan demokratis
sesuai dengan hukum.
8. Menata kehidupan politik agar berlangsung seimbang.
9. Memberlakukan kebijakan otonomi daerah, perimbangan keuangan yang adil,
pemerataan pelayanan publik ,memperbaiki kesenajangan pembangunan ekonomi
dan pendapatan daerah
10.Meningkatkan integritas, profesionalisme dan tanggung jawab dalam
penyelenggaran negara serta memberdayakan masyarakat untuk kontrol sosial
secara konstruktif dan efektif.
11.Menngkatkan kemampuan SDM Indonesia sehingga mampu kerja sama dan
bersaing sebagai bangsa dunia.
12.Mengembalikan Pamcasila sebagai ideology dan sumber hukum, dan Pancasila
melayani kepentingan horizontal. Pancasila sebagai kritik kebijakan negara.

Sedangkan upaya menghadapi tantangan kekinian adalah :


1. Pemantapan persatuan bangsa dan kesatuan negara.
2. Sistem hukum yang adil, tanpa melihat status social orangnya.
3. Sistem politik yg demokratis,utk terwujudnya kedaulaatan ditangan rakyat.
4. Sistem ekonomi yang adil dan produktif.
5. Sistem budya yang beradab.
6. Sumber daya manusia yang bermutu.
7. Globalisai dengan mempertahankan eksistensi dan integritas bangsa dan negara
serta memamfaatkan peluang untuk kemajuan bangsa dan Negara

Test Formatif

Tugas kelompok, diskusikan tentang pelaksanaan 4 pilar kehidupan berbangsa dan


bernegara yang seharusnya dalam masyarakat tertentu. (tunjuk masyarakat mana)

oooo

Anda mungkin juga menyukai