Anda di halaman 1dari 11

Nama ; WAHYU DERMAWAN

Nim : 2112061960
Kls/semester : B12/2
Priodi : PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
Makul : KONSEP DASAR PKN SD
Dosen pengampu : WARKINTIN M.pd

Soal:
1).tuliskan dan jelaskan kedudukan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta proses
perumusan Pancasila?
2.tuliskan dan jelaskan nilai nilai Pancasila dalam kehidupan sehari – hari dan pengertian
Pancasila sebagai ideologi terbuka ?
3.tuliskan jelasskan terjadinya proklamasi kemerdekaan serat hubungan dasar negara dan
konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia ?
4.tuliskan dan jelaskan norma yang berlaku dalam masyarakat serat prinsip penyusunan perda ?
5.tuliskan dan jelaskan isntrumen nasional dan internasional HAM proses
pemajuan ,penghormatan dan perlindungan HAM ?
Jawaban :
1 .a. Pancasila sebagai dasar negara adalah sumber dari segala sumber tertib hukum indonesia.
b. Meliputi suasana kebatinan (Geislichenhintregrund)
c. Mewujudkan cita-cita hukum sebagai dasar ( baik hukum yang tertulis maupun tidak tertulis)
d.Mengandung norma yang mengharuskan UUD mengundangkan isi yang mewajibkan
pemerintah dan penyelenggara memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
e.Merupakan semangat abadi UUD 1945 bagi penyelenggara negara, para pelaksana
pemerintahan.
Dasar negara merupakan fondasi atau landasan yang kuat dan kokoh serta tahan terhadap segala
gangguan, hambatan maupun rintangan dari dalam maupun dari luar, sehingga bangunan gedung
di atasnya dapat berdiri dengan kokoh dan kuat. Bangunan itu ialah Negara Republik Indonesia
yang ingin mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur

Sejarah dirumuskannya Pancasila sebagai dasar negara


Sejarah dirumuskannya Pancasila sebagai dasar negara adalah diawali dengan pembentukan
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI. BPUPKI adalah
organisasi yang dibentuk untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia sekaligus sejumlah
syarat yang harus dipenuhinya sebagai negara merdeka, demikian dilansir dari buku Pasti Bisa
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMP/MTs Kelas VII karya Tim Ganesha
Operation.
Pancasila dirumuskan dalam sidang pertama BPUPKI. Sidang pertamanya sendiri dilaksanakan
pada 29 Mei-1 Juni 1945.
Sejarahnya
Dalam sidang BPUPKI pertama, yang dibahas adalah dasar negara Indonesia. Kemudian, sidang
kedua yang dilaksanakan pada 10-17 Juli 1945 membahas tentang rancangan Undang-Undang
Dasar.

Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara


Pada sidang pertama BPUPKI, Soepomo, Moh. Yamin, dan Soekarno menyampaikan beberapa
usulan tentang falsafah atau dasar negara Indonesia. Penyampaian ini didasarkan pada arahan
Ketua BPUPKI, Radjiman Wedyodiningrat pada pidato pembukaan sidang.

Radjiman mengatakan bahwa untuk mendirikan negara yang merdeka, maka dibutuhkan suatu
dasar negara.

Usulan Dasar Negara Moh. Yamin (29 Mei 1945)


Moh. Yamin menyampaikan usulan dasar negara secara tertulis pada ketua sidang dan secara
lisan.

Usulan lisan:
1. Peri Kebangsaan.
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan, dan
5. Kesejahteraan Rakyat

Usulan tertulis:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan persatuan Indonesia
3, Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Usulan Dasar Negara Soepomo (31 Mei 1945)


Menurut Soepomo, negara Indonesia merdeka adalah negara yang dapat mempersatukan semua
golongan dan paham perseorangan, serta mempersatukan diri dengan berbagai lapisan rakyat.
Selanjutnya, di bawah ini usulan dasar negara menurut Soepomo.

1. Persatuan (Unitarisme)
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan batin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat

Soepomo turut menegaskan bahwa negara Indonesia merdeka bukan negara yang menyatukan
dirinya dengan golongan terbesar dalam masyarakat serta tidak menyatukan dirinya dengan
golongan paling kuat (golongan politik atau
ekonomi yang paling kuat).

Usulan Dasar Negara Soekarno (1 Juni 1945)


Soekarno menyampaikan pidato mengenai dasar negara Indonesia merdeka pada 1 Juni 1945. Ia
memberikan usulan yang berbentuk Philosophische Grondslag atau Weltanschauung, yaitu
fundamen, filsafat, pikiran, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya demi mendirikan negara yang
kekal abadi.

Soekarno menyatakan usulan dasar negara dengan sebutan Panca Dharma. Lalu, dengan anjuran
para ahli bahasa, rumusan dasar negara yang diusulkan Soekarno ini dinamakan Pancasila.

1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasional atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial, dan
5. Ketuhanan Yang Maha Esa

Pancasila Ditetapkan Sebagai Dasar Negara

Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara pada 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada sidang pengesahan UUD 1945.

Pada sidang ini, PPKI mengesahkan UUD 1945 di mana terdapat rumusan Pancasila sebagai
dasar negara pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945.
2). Nilai Nilai Pancasila dalam Kehidupan Sehari Hari

A. Nilai Ketuhanan
sila 1 pancasila

Nilai ketuhanan adalah nilai yang mencerminkan Indonesia sebagai negara yang beragama. Artinya,
setiap warga Indonesia memeluk agama yang dipercaya. Sila pertama dalam Pancasila dilambangkan
dengan bintang berwarna emas dengan latar belakang berwarna hitam. Lambang Pancasila ini
menggambarkan bahwa segenap bangsa Indonesia mengakui adanya Tuhan yang Maha Esa. Pun warna
emas pada bintang tersebut merupakan gambaran sumber cahaya dari Tuhan yang menerangi
Indonesia. Sila pertama ini mengandung nilai nilai Pancasila sebagai berikut:

 Mengimani adanya Tuhan yang Maha Esa dan mengikut perintah serta larangannya
 Saling menghormati dan menghargai antar pemeluk agama
 Memiliki rasa toleransi dalam kehidupan beragama
 Tidak memaksakan kehendak antar umat beragama
 Tidak mencemooh dan merendahkan agama orang lain

B. Nilai Kemanusiaan
sila 2 pancasila

Nilai kemanusiaan adalah nilai yang mengajarkan bahwa setiap warga Indonesia harus bersikap adil dan
manusiawi kepada setiap orang terlepas dari perbedaan yang ada. Sila ke-2 dalam Pancasila
dilambangkan dengan rantai emas dengan latar belakang berwarna merah. Kalau diperhatikan
perhatikan dengan baik, gelang-gelang rantai pada lambang ini memiliki bentuk yang tidak sama dan
terikat tanpa putus. Dalam ikatan rantai tersebut terdapat bentuk lingkaran yang melambangkan pria
dan bentuk persegi yang melambangkan wanita. Rantai-rantai ini terikat tanpa putus sebagai gambaran
hubungan rakyat Indonesia yang saling terikat dan membantu. Baik pria maupun wanita, keduanya
memiliki kesetaraan hak sebagai rakyat Indonesia. Seluruh rakyat Indonesia memiliki hak yang sama di
mata hukum, agama, masyarakat, dan lainnya

NILAI SILA KE 2

 Tidak ada perbedaan sosial antara sesama rakyat Indonesia


 Mengutamakan sikap tenggang rasa dan saling tolong menolong
 Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan antar rakyat Indonesia
 Saling menghargai pendapat

C. Nilai Persatuan
sila 3 pancasila

Nilai persatuan adalah nilai yang memiliki arti bahwa warga Indonesia harus bersatu dan tidak boleh
terpecah-belah karena adanya perbedaan. Sila ke-3 dalam Pancasila lambangnya merupakan sebuah
pohon beringin berlatar belakang putih yang berperan sebagai simbol negara Indonesia sendiri. Pohon
ini memiliki arti sebagai tempat berteduh dan sebuah bentuk kesatuan meskipun masyarakat Indonesia
sangat beragam. Layaknya akar pada pohon beringin yang banyak, setiap akar tersebut masih dalam
satu pohon yang sama. Berikut nilai nilai Pancasila yang terkandung dalam sila ke-3:

[23.28, 24/4/2022] .: Menggunakan bahasa persatuan Indonesia

Memperjuangkan dan mengharumkan nama Indonesia

Cinta terhadap tanah air

Mengutamakan kesatuan dan persatuan

Berjiwa patriotisme di manapun kaki berpijaK

D.Nilai Kerakyatan
sila 4 pancasila

Nilai kerakyatan adalah nilai yang menunjukkan bahwa negara harus mengutamakan rakyat. Sila ke-4
dalam Pancasila dilambangkan dengan kepala banteng berwarna hitam dan putih dengan latar belakang
merah. Lambang ini menggambarkan kehidupan rakyat Indonesia yang hidup rukun bersosial dengan
satu sama lain. Dengan demikian, keputusan bersama harus tercapai dalam hidup bersosial. Berikut
nilai-nilai yang terkandung dalam sila ke-4:

Pemimpin bangsa Indonesia harus bijaksana

Mengutamakan kekeluargaan

Kedaulatan bangsa berada di tangan rakyat


Kebijakan dalam mengambil solusi

Keputusan bersama pengambilannya harus melalui musyawarah

Tidak memaksakan kehendak

E. Nilai Keadilan
nilai sila 5 pancasila

Nilai keadilan adalah nilai yang mengajarkan bahwa setiap warga negara Indonesia harus bersikap adil
kepada semua orang tanpa membeda-bedakan. Sila ke-5 dalam Pancasila lambangnya adalah padi dan
kapas yang merupakan sumber sandang pangan rakyat Indonesia. Lambang ini merupakan gambaran
tujuan bangsa Indonesia yang ingin menciptakan kesejahteraan sosial tanpa adanya kesenjangan sosial,
ekonomi, budaya, dan politik. Harapannya, keadilan dapat terwujud dalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Berikut nilai-nilai yang terkandung dalam sila ke-5:

 Harus menerapkan perilaku adil dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik
 Harus menghormati hak dan kewajiban setiap orang
 Perwujudan keadilan sosial bagi bangsa Indonesia
 Menggapai tujuan adil dan makmur
 Mendukung kemajuan dan pembangunan Indonesia

Pancasila sebagai ideologi terbuka juga memiliki dua dimensi nilai yaitu nilai ideal dan aktual.
Kedua nilai tersebut yang menjadi landasan bahwa Pancasila akan senantiasa menerima
pengaruh hari luar dan Pancasila akan sejalan dengan perkembangan zaman.
Ideologi Pancasila merupakan norma dasar yang menjadi payung kehidupan berbangsa yang
menaungi semua warga negara dari berbagai suku, adat, budaya, bahasa, agama, hingga afiliasi
politik.
3. Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949 Konstitusi yang berlaku di Indonesia setelah
berakhirnya UUD 1945 adalah konstitusi RIS 1949. Konstitusi RIS berlaku pada 27 Desember
1949 - 17 Agustus 1950. Dalam kosntitusi RIS, disediakan lembaga khusus yang diberi
kewenangan khusus membentuk konstitusi tetap. Lembaga tersebut adalah konstituante.
Perubahan paling fundamental dalam konstitusi RIS adalah bentuk negara. Bentuk negara
kesatuan diubah menjadi negara federal dengan sistem pemerintahan parlementer. Undang-
Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950 UUDS 1950 merupakan konstitusi tertulis yang berlaku
pasca konstitusi RIS 1949. UUDS 1950 berlaku pada 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959. UUDS
1950 membawa kembali bentuk negara Indonesia, dari negara federal menjadi negara kesatuan.
Sesuai dengan sifatnya yang sementara, UUDS 1950 memuat ketentuan hukum yang mengatur
lembaga pembentuk undang-undang dasar tetap yang disebut "Konstituente". Melalui Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, konstituante bersama pemerintah menyatakan UUD 1945 kembali berlaku
menggantikan UUDS 1950. Referensi
4. Pembentukan peraturan daerah (perda) merupakan wujud kewenangan yang diberikan kepada
pemerintahan daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta
menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi. Peraturan Daerah menjadi salah satu alat dalam melakukan
transformasi sosial dan demokrasi sebagai perwujudan masyarakat daerah yang mampu
menjawab perubahan yang cepat dan tantangan pada era otonomi dan globalisasi saat ini serta
terciptanya good local governance sebagai bagian dari pembangunan yang berkesinambungan di
daerah (Siti Masitah, 427:2014). Atas dasar itu pembentukan peraturan daerah harus dilakukan
secara taat asas. Agar pembentukan perda lebih terarah dan terkoordinasi, secara formal telah
ditetapkan serangkaian proses yang harus dilalui yang meliputi proses perencanaan, proses
penyusunan, proses pembahasan, proses penetapan dan pengundangan. Salah satu yang harus
mendapatkan perhatian khusus oleh organ pembentuk perda adalah proses perencanaan, pada
proses ini sangat membutuhkan kajian mendalam, apakah suatu pemecahan permasalahan di
daerah harus diatur dengan perda atau cukup dengan bentuk produk hukum daerah lainnya.
Dalam proses perencanaan ini pula dapat diketahui bagaimana landasan keberlakuan suatu perda
baik secara filosofis, sosiologis maupun yuridis yang biasanya dituangkan dalam suatu
penjelasan atau keterangan atau Naskah akademik, yang untuk selanjutnya dimuat dalam
Program Legislasi Daerah/ Program Pembentukan Peraturan Daerah (lihat ketentuan Pasal 403
UU Nomor 23 Tahun 2014). Walaupun tahapan maupun mekanisme penyusunan program
pembentukan peraturan daerah telah ditetapkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan,
namun berdasarkan pengalaman penulis dalam praktiknya, timbul berbagai permasalahan,
diantaranya:
a. penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah belum didasarkan pada skala prioritas;
b. program pembentukan peraturan daerah hanya berisi daftar judul rancangan peraturan daerah
tanpa didasarkan atas kajian mendalam yang dituangkan baik dalam keterangan, penjelasan
maupun naskah akademik rancangan peraturan daerah;
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka lebih lanjut akan diuraikan problematika dalam
penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah.
Penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah sebagai Instrumen Perencanaan dan
Urgensi Penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah.
Tahapan perencanaan merupakan kunci awal menuju keberhasilan pencapaian tujuan yang
diinginkan. Menurut Solly Lubis Perencanaan adalah bagian dari subsistem dari sistem
pengelolaan (manajemen), kekhususan sifat perencanaan ialah dominannya fungsi perencanaan
untuk keberhasilan keseluruhan manajemen. Menurut pandangan politis strategis, jika
keseluruhan manajemen mempunyai nilai strategis, sendirinya perencanaan sebagai bagiannya
tentunya juga mempunyai sifat dan makna strategis (Solly Lubis, 67:2011). Sebaliknya, jika
perencanaan sebagai langkah awal manajemen bernilai strategis, besar harapan bahwa
keseluruhan manajemen akan bernilai strategis (Ibid) Perencanaan pada dasarnya merupakan
cara, teknik atau metode untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara tepat, terarah dan efisien
sesuai dengan sumber daya yang tersedia (Ibid).
Dalam pembentukan Peraturan perundang-undangan telah ditetapkan tahapan-tahapan yang
harus dilalui oleh organ pembentuk peraturan perundang-undangan agar peraturan perundang-
undangan yang dihasilkan memenuhi aspek formal, pengabaian terhadap tahapan-tahapan yang
telah ditetapkan dapat mengakibatkan suatu peraturan perundang-undangan cacat secara formil.
Tahapan Perencanaan merupakan tahapan awal dari proses pembentukan peraturan perundang-
undangan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan disebutkan bahwa Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
Dalam konteks pembentukan Peraturan Daerah, ketentuan Pasal 239 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Perencanaan penyusunan
Perda dilakukan dalam program pembentukan Perda. Program Pembentukan Peraturan
Daerah/Program Legislasi Daerah adalah instrumen perencanaan program pembentukan
Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara
terencana, terpadu, dan sistematis (Yusdianto, 2012). Hal tersebut secara jelas menegaskan
bahwa mekanisme pembentukan peraturan daerah dimulai dari tahap perencanaan, yang
dilakukan secara koordinatif dan didukung oleh cara atau metode yang pasti, baku dan standar
yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan
(BPHN, 1:2014).
Hal tersebut menegaskan pula bahwa Program Pembentukan Perda (sic)/Prolegda tidak saja
sebagai wadah politik hukum di daerah, atau potret rencana pembangunan materi hukum (perda-
perda jenis apa saja) yang akan dibuat dalam satu tahun ke depan dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah dan tugas pembantuan serta untuk menampung kondisi khusus daerah, tetapi
juga merupakan instrumen yang mencakup mekanisme perencanaan hukum agar selalu konsisten
dengan tujuan, cita hukum yang mendasari, dan sesuai dengan arah pembangunan daerah (Ibid).
Selain itu, Program Pembentukan Perda (sic)/Prolegda juga sangat penting tidak hanya menjadi
acuan bagi Pemda dan DPRD untuk menyusun produk hukum daerah dalam melaksanakan
pembangunan daerah namun juga penting bagi masyarakat untuk menatap wajah daerahnya
dalam kurun waktu tertentu (Otong Rosadi, 2015). Dewasa ini tahu akan masa depannya
(predictable) adalah kebutuhan bagi masyarakat modern (Ibid). Karena itu, maka sebuah
prolegda mempunyai arti yang sangat penting bagi pembentukan produk hukum daerah
khususnya dan bagi pembangunan daerah umumnya(Ibid).
Menurut Mahendra (2006), terdapat beberapa alasan mengapa Prolegda diperlukan dalam
perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan daerah, yaitu:
a. untuk memberikan gambaran obyektif tentang kondisi umum mengenai permasalahan
pembentukan peraturan daerah;
b. untuk menentukan skala prioritas penyusunan rancangan Perda untuk jangka panjang,
menengah atau jangka pendek sebagai pedoman bersama DPRD dan Pemerintah Daerah dalam
pembentukan Perda;
c. untuk menyelenggarakan sinergi antara lembaga yang berwenang membentuk peraturan
daerah;
d. untuk mempercepat proses pembentukan Perda dengan menfokuskan kegiatan menyusun
Raperda menurut sekala prioritas yang ditetapkan;
e. menjadi sarana pengendali kegiatan pembentukan Perda.
Dari uraian tersebut diatas dapat dikatakan bahwa penyusunan program peraturan daerah
merupakan tahapan yang tidak dapat diabaikan. Kelemahan dalam aspek perencanaan
merupakan salah satu faktor kegagalan kedayagunaan dan kedayaberlakuan suatu peraturan
daerah.
Mekanisme penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah
Mekanisme Penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah secara rinci dapat dilihat
dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah. Dalam beberapa ketentuan diatas disebutkan bahwa Program Pembentukan
Peraturan Daerah dapat disusun dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan DPRD.
Dalam ketentuan Pasal 10 Permendagri Nomor 1 Tahun 2014 menentukan bahwa penyusunan
peraturan daerah melalui prolegda di lingkungan pemerintah daerah adalah sebagai berikut:
(1) Kepala daerah memerintahkan pimpinan SKPD menyusun Prolegda di lingkungan
pemerintah daerah.
(2) Prolegda ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala prioritas
pembentukan Rancangan Perda.
(3) Penyusunan dan penetapan Prolegda dilakukan setiap tahun sebelum penetapan Rancangan
Perda tentang APBD provinsi dan APBD kabupaten/kota.
Selanjutnya dalam Pasal 11 dan Pasal 12 ditentukan penyusunan prolegda di lingkungan
pemerintah daerah dikoordinasikan oleh biro hukum provinsi atau bagian hukum kabupaten
/kota, yang dapat mengikutsertakan instansi vertikal, apabila sesuai dengan kewenangan, materi
muatan, atau kebutuhan dalam pengaturan, dan selanjutnya oleh biro hukum pada provinsi atau
bagian hukum pada kabupaten/kota, hasil tersebut disampaikan kepada kepala daerah melalui
sekretaris daerah, untuk diteruskan kepada badan legislasi daerah atau badan pembentukan
peraturan daerah melalui pimpinan DPRD.
Demikian juga dengan penyusunan pembentukan peraturan daerah di lingkungan DPRD diatur
dalam Pasal 13 yang menyebutkan:
(1) Balegda menyusun Prolegda di lingkungan DPRD.
(2) Prolegda ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala prioritas
pembentukan Rancangan Perda.
(3) Penyusunan dan penetapan Prolegda dilakukan setiap tahun sebelum penetapan Rancangan
Perda tentang APBD provinsi dan APBD kabupaten/kota.
Dalam Pasal 14 disebutkan prolegda antara pemerintah daerah dan DPRD dikoordinasikan oleh
DPRD melalui Balegda, dan hasil penyusunan tersebut disepakati menjadi prolegda dan
ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD untuk ditetapkan dengan keputusan DPRD. Dalam
keadaan tertentu, DPRD atau kepala daerah menurut Pasal 239 ayat (7) dapat mengajukan
rancangan peraturan daerah di luar program pembentukan peraturan daerah karena alasan:
a. mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam;
b. menindaklanjuti kerja sama dengan pihak lain;
c. mengatasi keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu Rancangan
Perda yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang
pembentukan peraturan daerah dan unit yang menangani bidang hukum pada Pemerintah Daerah
d. akibat pembatalan oleh Menteri untuk Perda Provinsi dan oleh Gubernur sebagai wakil
pemerintah pusat untuk Perda Kabupaten/Kota, dan
e. perintah dari ketentuan peraturan perundan-undangan yang lebih tinggi setelah program
pembentukan Perda ditetapkan.
Problematika penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah
Meskipun tahapan dan mekanisme penyusunan program pembentukan perda telah diatur secara
rinci dalam peraturan perundang-undangan, namun dalam prakteknya masih saja ditemukan
berbagai permasalahan sebagaimana telah diuraikan terdahulu. Berdasarkan ketentuan Pasal 33
jo. Pasal 40 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 disebutkan bahwa Prolegda (baca : Program
Pembentukan Perda) memuat program pembentukan peraturan daerah provinsi, kabupaten/kota
dengan judul rancangan peraturan daerah provinsi, kabupaten/kota, materi yang akan diatur dan
keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya. materi yang akan diatur dan
keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya mengenai konsepsi rancangan
peraturan daerah provinsi, kabupaten/kota, yang meliputi: a. Latar belakang dan tujuan
penyusunan; b. Sasaran yang ingin diwujudkan; c. Pokok pikiran, lingkup atau objek yang akan
diatur;dan d. Jangkauan dan arah pengaturan. Materi yang diatur dimaksud yang telah melalui
pengkajian dan penyelarasan dituangkan dalam naskah akademik. Lebih lanjut ketentuan Pasal
56 ayat (2) jo. Pasal 63 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 disebutkan bahwa rancangan
peraturan daerah yang berasal dari DPRD dan Kepala Daerah disertai dengan penjelasan atau
keterangan dan/atau naskah akademik.
5. Instrumen HAM adalah alat yang digunakan untuk melindungi dan menegakan HAM.
Instrumen Nasional: UUD 1945 beserta amandemenya; Tap MPR No. XVII/MPR/1998 UU No.
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis UU No. 7 Tahun 2012
tentang Penanganan Konflik Sosial Peraturan perundang-undangan nasional lainnya yang terkait.
Instrumen Internasional: Piagam PBB 1945 Deklarasi Universal HAM 1948 Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial,
dan Budaya Instrumen HAM internasional lainnya.

Anda mungkin juga menyukai