Anda di halaman 1dari 6

MODAL SOSIAL SEBAGAI PENGGERAK BISNIS SYARIAH

Modal Sosial secara sederhana didefinisikan sebagai norma-norma, jaringan dan rasa saling
percaya yang membuat orang mampu untuk bergerak bersama secara kolektif. Putnam (1993),
menyatakan bahwa modal sosial adalah fitur organisasi sosial, yang terdiri dari kepercayaan,
norma, dan jaringan, yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi
tindakan yang terkoordinasi. Dari pengertian tersebut dapat dilihat, pentingnya kepercayaan,
norma, dan jaringan dalam membangun modal sosial yang kuat.

Modal sosial selalu memiliki keterkaitan dengan hubungan antar individu maupun antar
kelompok yang memiliki hubungan timbal balik seperti yang disampaikan oleh Field (2010).
Menurut Field (2010: 23), modal sosial adalah jumlah sumber daya yang berkumpul pada
individu atau kelompok karena adanya network atau jaringan yang berupa hubungan timbalbalik
perkenalan dan pengakuan, kemudian sedikit banyak terinstitusionalisasikan. Hubungan timbal
balik, juga bayak diterapkan pada proses bisnis suatu organisasi yang menerapkan prinsip
syariah.

Dalam perspektif Islam, penerapan prinsip syariah tidak lepas dari salah satu kapabilitas
penyusun ukhuwah islamiyah seperti modal sosial. Adanya komitmen bersama dalam kontrak
sosial dan norma yang telah disepakati bersama juga termasuk dalam salah satu proses bisnis
Syariah. Dalam mewujudkan pembangunan modal sosial, maka diperlukan prilaku ta’awun
(tolong menolong), dan takaful (saling menanggung).

Ta’awun
Ta’awun merupakan prilaku tolong menolong dalam membangun kebaikan. Dalam Bahasa Arab,
ta’awun (yataawana yataawanu-taawuna) terkait dengan sifat manusia sebagai mahluk sosial
yang saling membutuhkan satu sama lain.
Dalil tentang Ta'awun dalam Al-Quran dan Hadist

Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 2:

...wa ta'aa wanuu 'alalbirri wattaqwaa, wa ta'aa wanuu 'alal itsmi wal'udwaan, wattaqullaaha,
innallaaha syadiidul 'iqaab.

Artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Al Quran surah Al-Maidah ayat 2)
Al-Quran Surat At-Taubah ayat 71

Walmu'minuuna wal mu'minaatu ba'duhum awliyaaa'u ba;d; yaamuruuna bilma'ruufi wa


yanhawna 'anil munkari wa yuqiimuunas Salaata wa yu'tuunaz Zakaata wa yutii'uunal laaha wa
Rasuulah; ulaaa'ika sayarhamuhumul laah; innallaaha 'Aziizun Hakiim

Artinya: "Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi
penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari
yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana".

Hadis Nabi Riwayat Muslim

Wa man sanna fil islaami sunnatan sayyiatan kaana alaihi wizruhaa wa wizru man amila bihaa
min ba’dihi min gaoyri an yanquso min auzaarihim syay un

“Barangsiapa yang memberi petunjuk pada kejelekan, maka ia akan mendapatkan dosa dari
perbuatan jelek tersebut dan juga dosa dari orang yang mengamalkannya setelah itu tanpa
mengurangi dosa mereka sedikit pun juga.” (HR. Muslim no. 1017).

Dari dalil Al-Qur’an dan Al-Hadist, maka dapat disimpulkan adanya anjuran melakukan tolong
menolong dalam hal kebaikan. Tolong menolong tersebut tentunya akan membawa manfaat bagi
seluruh umat manusia. Contohnya saat seseorang ditimpa bencana, maka masyarakat lain akan
membantu. Sebagai contoh di masa pandemi, jika ada warga terkena covid, maka adanya unit
posko siaga covid masing-masing RT akan membantu. Bantuan tersebut diberikan jika warga
tersebut harus melakukan isolasi mandiri. Bantuan tersebut diantaranya menyediakan fasilitas
pantau kesehatan melalui WA, bantuan makanan dan minuman, serta kebutuhan obat tanpa
adanya kontak fisik.
Hal terkait tolong menolong juga dapat diterapkan pada proses bisnis syariah misalnya adanya
Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) merupakan salah satu lembaga keuangan syari’ah yang
membantu pendanaan masyarakat dengan tidak mengindahkan prinsip syari’ah. Menurut Deputi
Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian selaku Ketua
Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) Iskandar Simorangkir, BMT merupakan
Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang dapat mendukung peningkatan inklusi keuangan, serta
sangat strategis dan layak untuk memfasilitasi perubahan perekonomian rumah tangga rakyat,
khususnya untuk umat Islam, supaya menjadi lebih sejahtera dibandingkan sebelumnya.
Lembaga ini termasuk lembaga informal skala mikro layaknya koperasi simpan pinjam.
Takaful (saling menanggung atau saling melindungi)
Takaful merupakan prinsip yang diterapkan pada Asuransi syariah atau Ta’min atau
Tadhamun. Adapun Prinsip tersebut berusaha melindungi dan bertanggungjawab diantara
sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan /atau tabarru' yang memberikan
pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai
syariah.
Dalam Takaful hubungan manusia yang islami di antara para pesertanya bersepakat untuk
menanggung bersama resiko yang diakibatkan misalnya terjadi musibah atau bencana lainnya,
seperti kebakaran, kematian dan sebagainya.
Semangat takaful adalah menekankan kepada kepentingan bersama atas dasar rasa persaudaraan
di antara para peserta. Persaudaraan di sini meliputi dua bentuk, yakni berdasarkan kesamaan
keyakinan (Ukhuwah Islamiyah) dan persaudaraan atas dasar kesamaan derajat manusia
(Ukhuwah Insaniyah).
Persaudaraan dalam konsep Islam, membutuhkan sikap saling menyayangi di antara sesama
manusia. Sikap saling menyayangi ini tentunya mewujudkan sikap sosial yang terpuji untuk
melepaskan dan membantu orang yang mendapat kesulitan hidup.
Hal ini ditegaskan oleh fatwa MUI NO : 21/DSN-MUI/X/2001 menyatakan, “Dalam
menyongsong masa depan dan upaya mengantisipasi kemungkinan terjadinya risiko dalam
kehidupan ekonomi yang akan dihadapi, perlu dipersiapkan sejumlah dana tertentu sejak dini”.
Salah satu upaya solusi yang bisa dilakukan adalah memiliki asuransi yang dikelola dengan
prinsip-prinsip syariah. Iktiar/usaha ini juga merupakan pengamalan dari perintah Allah SWT
dalam firmanNya,”dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka
meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir tehadap
(kesejahteraannya)”. [QS An-Nisa : 9].
Kedua hal di atas adalah elemen penggerak yang tentunya dapat memperkuat Modal Sosial. Pada
modal sosial, terdapat berbagai unsur berupa kepercayaan, norma, dan jaringan. Ketiga unsur
tersebut, nantinya akan melandasi bentuk-bentuk hubungan modal sosial seperti bonding,
bridging, dan linking social capital.
Bonding social capital merupakan jaringan primer, yang terdiri dari keluarga dan kelompok yang
memiliki persamaan dari beberapa unsur seperti etnisitas, agama, suku, budaya dan lain
sebagainya. Posisi kedua adalah bridging social capital adalah bagian skunder yang terdiri dari
para mitra kerja dan karyawan. Bagian yang lain yaitu linking social capital yang merupakan
jaringan penghubung yang memilki otoritas atau kekuasaan sebagai physical capital seperti
penguasa pemerintahan atau tokoh masyarakat yang berpengaruh.

Ukhuwah dalam Bisnis Syariah


Pembahasan tentang persudaraan (brotherhood/ ukhuwah) dalam bisnis sebenarnya telah banyak
di sampaikan dalam kajian ekonomi Islam. “Islam mengajarkan mutualism brotherhood
(persaudaraan yang saling menguntungkan) sesama manusia, termasuk dalam perekonomian.
Islam juga menekankan altruism, yaitu sikap mementingkan orang lain. Dalam al-Qur’ân
altruism diistilahkan dengan îthâr. Allah berfirman dalam al-Qur’ân surah Al-Hashyr ayat 9,
“Dan orang-orang (Ansar) yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum
(kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka.”

Dapat dikatakan bahwa adanya ukhuwah atau mutualism brotherhood tersebut merupakan bagian
dari penggerak modal sosial. Adanya kesamaan dan kesatuan kemudian memunculkan
Mahabbah (saling mencintai) antar sesama sehingga secara naluriah, manusia saling
membutuhkan antara satu dengan yang lain sehingga terwujudnya persaudaraan.
Hubungan ukhuwah atau mutualism brotherhood dapat juga diimplementasikan ke dalam bentuk
bisnis syariah. Bisnis syariah didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang memiliki landasan
hukum syariah Islam. Agar dapat disebut sebagai bisnis/usaha syariah, maka diterapkan
prinsip-prinsip syariah dalam berbisnis. Prinsip-prinsip inilah yang membedakannya dengan
bisnis konvensional.
Umumnya, bisnis konvensional hanya berfokus pada memaksimalkan keuntungan semata.
Sedangkan bisnis syariah juga memperhatikan aspek kebermanfaatan dan peraturan agama,
disamping mendapat imbal hasil dari transaksi.
Selain itu, transaksi syariah juga mempertimbangkan konsep halal dan haram dari segi produk,
transaksi, pemasaran, hingga akad muamalah. Sebab pada dasarnya, transaksi syariah bukan
sekedar aktivitas jual beli untuk profit semata, tetapi juga sebagai bentuk ibadah kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
Hukum Bisnis Syariah
Hukum bisnis syariah tidak didasarkan pada aspek-aspek duniawi seperti jumlah kuantitas atau
profit, melainkan halal dan haramnya muamalah. Konsep halal dan haram ini meliputi segala
jenis transaksi, mulai dari pendayagunaan harta, cara pemerolehan, perjanjian bisnis, dan segala
aktivitas keuangan di dalamnya.
Hukum bisnis syariah dikatakan halal apabila unsur-unsur jual belinya masih dalam batas syariat
Islam. Sementara hukum bisnis syariah dikatakan haram apabila mengandung hal-hal yang
menentang ketentuan agama Islam.

Ciri-Ciri Binis Syariah


Setelah membahas hukum bisnis syariah, di bawah ini terdapat beberapa ciri-cirinya, yaitu:
a. Terdapat Akad
Agama Islam sangat memperhatikan akad, tidak hanya akad ijab qabul pernikahan saja, tetapi
juga akad transaksi jual beli. Tanpa akad yang jelas, sebuah transaksi bisnis hukumnya dapat
berubah menjadi haram dalam Islam. Misalnya dalam akad perbankan, Islam tidak mengenal
istilah bunga tetapi menggunakan konsep akad bagi hasil. Padahal jika dilihat, kedua produk
perbankan tersebut sama sama mengambil keuntungan. Hanya saja akad transaksi di awal
berbeda. Sehingga dalam aktivitas berdagang, harus ada akad jual beli sesuai dengan prinsip
muamalah yang telah diatur dalam Islam. Hal ini bertujuan untuk memperkuat perjanjian antara
penjual dan pembeli.
b. Halal
Salah satu perbedaan bisnis konvensional dan syariah adalah terkait hukum halal dan haram.
Mungkin dalam bisnis konvensional tidak terdapat batasan produk yang boleh dijual. Namun
sesuai hukum bisnis syariah, tidak seluruh produk dapat diperjualbelikan.
Dalam transaksi syariah, jenis produk halal dijadikan obyek jual beli adalah produk dengan
kandungan intrinsik halal (tidak mengandung babi, minuman keras, narkoba, dan sebagainya.
Selain itu, produk juga harus didapat dengan cara halal, bukan barang curian, hasil korupsi, atau
barang selundupan.
c. Tidak Mengandung Unsur Gharar, Maysir, dan Riba
Islam telah mengatur secara jelas praktik jual beli dan produk yang mengandung unsur riba
(bunga), maisir (perjudian), dan gharar (ketidakjelasan) dilarang jelas oleh Islam.
Hal tersebut dikarenakan ketiga hal tadi berpotensi merugikan salah satu pihak. Padahal dalam
Islam, setiap manusia wajib bersikap adil dan tidak dzalim terhadap sesamanya dalam
bermuamalah.

Prinsip-Prinsip Bisnis Syariah


Ada beberapa prinsip bisnis syariah wajib Anda pahami sebelum memulai transaksi dengan
hukum ini, berikut penjelasannya.
a. Prinsip Murabahah
Prinsip murabahah adalah akad jual beli yang dijelaskan secara detail dan terperinci antara
penjual dan pembeli. Dalam akad ini, penjual harus memberikan informasi yang lengkap kepada
pembeli terkait kualitas, harga, kondisi, sampai syarat pembelian. Kemudian transaksi dapat
diselesaikan apabila penjual dan pembeli saling bersepakat terhadap suatu perjanjian.
b. Prinsip Salam
Prinsip salam merupakan akad jual beli yang diterapkan saat transaksi bisnis dilakukan dengan
cara memesan. Cara kerja prinsip salam adalah pembeli melakukan pemesanan dengan syarat
tertentu dan menyetorkan uang muka atau lunas di awal. Kemudian produk akan diberikan
penjual kepada pembeli pada waktu yang telah disepakati.
Namun perlu diperhatikan bahwa dalam transaksi ini harus ada kesepakatan yang jelas terkait
hasil produk. Mulai dari ukuran, kualitas, kondisi, jumlah dan jenisnya. Apabila penjual tidak
memproduksi barang sesuai kesepakatan di awal misalnya terdapat barang cacat maka penjual
harus bertanggung jawab.

c. Prinsip Istishna
Prinsip Istishna hampir mirip seperti prinsip salam. Kedua akad ini memiliki akad sama sama
memesan di awal kepada penjual namun pembeli belum memberikan sejumlah uang di awal.
Syarat-syarat produk juga harus memenuhi kriteria yang telah disepakati bersama di awal
pemesanan.
d. Prinsip Musyarakah
Prinsip Musyarakah adalah akad kerja sama untuk mendirikan suatu bisnis dan mengelolanya
secara bersama. Keuntungan dari suatu bisnis akan dibagi berdasarkan kesepakatan bersama.
Apabila terdapat kerugian maka harus ditanggung bersama sesuai perjanjian di awal.
e. Prinsip Mudharabah
Prinsip Mudharabah merupakan akad kerja sama untuk mendirikan suatu bisnis dimana terdapat
pembagian peran antara pihak pemilik modal dan pihak pengelola modal. Keuntungan dari usaha
akan dibagi sesuai kesepakatan bersama. Sedangkan kerugian bisnis akan ditanggung juga oleh
keduanya.

Dapat disimpulkan bahwa bisnis syariah memiliki potensi yang baik dikembangkan di Indonesia.
Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat beragama islam, serta sistemnya lebih efisien dan
menguntungkan semua pihak. Dalam perkembangannya, pembangunan modal sosial sebagai
salah satu modal intelektual, dapat menjadi strategi untuk menumbuhkembangkan bisnis syariah
melalui prilaku ta’awun (tolong menolong), dan takaful (saling menanggung).

Anda mungkin juga menyukai