Anda di halaman 1dari 10

SESANA PEMANGKU (PAWINTENAN)

OLEH :

NI PUTU SUDEWI BUDHAWATI

“Seorang murid/sisya yang tidak baik hanya


Merugikan dirinya sendiri, sedangkan guru
Atau sulinggih termasuk pemangku yang tidak baik
Akan merugikan beribu-ribu orang”

Pemangku adalah seseorang yang memikul tanggungjawab sebagai


pelayan Ida Sang Hyang Widhi Wasa , sekaligus pelayan masyarakat.
Pemangku harus selalu menjalankan dan taat kepada sesana (aturan-
aturan) swadharmanya sebagai Pemangku, karena Pemangku adalah
mengemban tugas kesucian, kegiatannya selalu berhubungan dengan yang
Maha Suci meraga Dewa Bethara, oleh karena itu seorang Pemangku
diikat sesana antara lain:
1. Seorang Pemangku harus melaksanakan “ Catur Bandana Dharma ”
a. Amari Wesa
Seorang yang telah melaksanakan swadharmanya sebagai Pemangku, harus
berganti busana, yaitu:
 Memakai kain putih, baju putih
 Memakai kampuh putih
 Memakai destar putih dan bentuk destar magelung sangka
(seperti pembungkus nangka). Seorang Pemangku diharapkan
selalu berbusana putih setiap melaksanakan upacara Agama.
b. Amari Haran
Seorang yang telah melaksanakan swadharmanya sebagai
Pemangku, telah menerima gelar nama “Jero Mangku”.

c. Amari Sesana
Seorang Pemangku harus mampu merubah perilaku atau kebiasaan-kebiasaan
sebelum menjadi Pemangku, untuk bisa berperilaku sesuai dengan swadharmanya.
Seorang Pemangku harus mampu mengendalikan diri dari godaan Sadripu, Sapta
Timira dan Sad Atetayi.
d. Maguru Susrusa
Seorang Pemangku harus tekun dan taat melaksanakan isi dari
sastra Kusuma Dewa dan selalu memohon bimbingan kepada seorang
Sulinggih anggaplah seorang Sulinggih sebagai guru walaupun tidak
matapak (nuhunpada).

2. Melaksanakan ajaran Tri Sila Parartha


a. Rasa bhakti
Seorang Pemangku harus mampu mengamalkan rasa bhaktinya
kehadapan Sang Hyang Widhi, Pemerintah dan Masyarakat sesuai
dengan ajaran “Tri Hita Karana ”.
b. Rasa asih
Seorang Pemangku harus mampu membangkitkan dan
melaksanakan rasa asih kehadapan Sang Hyang Widhi, Pemerintah dan
Masyarakat khususnya kepada umat Hindu.
c. Punia
Seorang Pemangku harus mampu mengembangkan jiwa untuk
melakukan punia kehadapan Sang Hyang Widhi, Pemerintah dan
Masyarakat yang selalu dilandasi oleh rasa ketulus-ikhlasan.

3. Melaksanakan Brata
Seorang Pemangku harus melaksanakan Panca Yama Brata dan
Panca Nyama Brata, yaitu:
a. Panca Yama Brata
1) Ahimsa
Seorang Pemangku hendaklah jangan melakukan perbuatan
bunuh membunuh atau menyakiti makhluk lain atau sesama
tanpa kepentingan upacara Agama (Weda).
2) Satya
Seorang Pemangku harus memegang teguh ajaran satya, selalu
berbuat jujur dan taat melaksanakan sesana kepemangkuan.
3) Asteya
Seorang Pemangku tidak boleh melaksanakan perbuatan yang
berbau mencuri atau melaksanakan “asta dusta”
4) Brahmacarya
Seorang Pemangku harus mampu mengendalikan diri dari
godaan segala nafsu antara lain:
- Nafsu kelobaan, kerakusan, keraksasaan.
- Nafsu kekuasaan
- Nafsu kemarahan (kroda)
- Nafsu asmara (birahi)
5) Aparigraha
Seorang Pemangku tidak boleh menimbun kekayaan yang
berasal dari meminta-minta atau tidak boleh menerima
pemberian dari orang lain yang tidak ada perlunya.

b. Panca Niyama Brata


1) Sauca
Seorang Pemangku harus selalu mempertahankan dan
meningkatkan kesucian diri baik bersifat lahir maupun batin.
2) Santosa
Seorang Pemangku harus mampu menerima kenyataan dan
puas menerima keadaan dalam bentuk apapun di dunia ini,
yang datangnya secara wajar.
3) Tapa
Seorang Pemangku harus mampu dan tahan uji terhadap
segala bentuk godaan yang menimpa dirinya, serta dapat
mengatasi dengan cara bijaksana.
4) Swadyaya
Seorang Pemangku harus mau memacu diri untuk
mempelajari pustaka-pustaka suci serta dapat melaksanakan
sesuai dengan swadharmanya secara teratur
berkesinambungan.
5) Iswarapranidhana
Seorang Pemangku harus mau memacu diri agar senang dan
tekun melakukan pemusatan pikiran kehadapan Sang Hyang
Widhi (beryoga).

4. Melaksanakan ajaran Tri Kaya Parisudha


Seorang Pemangku harus mampu mengamalkan perbuatan
kebajikan, sehingga segala gerak, ucapan, dan pikiran adalah atas
suara budhinya sehingga segala keputusannya selalu berlandaskan
kebijaksanaan.

5. Melaksanakan ajaran Catur Paramita


a. Maetri
Seorang Pemangku harus mampu mengamalkan ajaran Maetri
yaitu: selalu mengamalkan rasa kekeluargaan serta rasa memiliki
terhadap masyarakat terutama pada saat pelaksanaan upacara
Agama.
b. Karuna
Seorang Pemangku harus mampu mengembangkan dan
mengamalkan rasa toleransi yang dilandasi oleh azas kegotong-
royongan, tidak merasa diri paling utama.
c. Upeksa
Seorang Pemangku harus mampu mengamalkan ajaran “Tat Twan
Asi” di masyarakat.
d. Mudita
Seorang Pemangku harus mampu mengembangkan rasa simpati
kepada masyarakat, sehingga masyarakat merasa dekat dengan
Pemangku dan menjadi junjungan masyarakat.
PAWINTENAN
Pawintenan berasal dari kata inten yang berarti permata atau soca,
merupakan simbol kesucian, sebagai langkah positif bagi sang diri
maupun alam semesta.

Jenis-Jenis Pawintenan Pemangku:


1. Pawintenan Saraswati, bertujuan untuk mensucikan diri secara lahir
dan batin dalam mempelajari pengetahuan untuk meningkatkan
kepandaian berilmu.
2. Pawintenan Pemangku, tujuan khususnya adalah untuk mensucikan
diri secara lahir dan batin dalam tugasnya sebagai pemangku pura
yang nantinya memimpin pelaksanaan upacara serta menjadi
perantara antara umat penyungsungnya.
3. Pawintenan dalang, tujuan khususnya adalah untuk mensucikan
dirinya secara lahir dan batin dalam tugasnya sebagai dalang,
sehingga nantinya dapat mejadi lebih mampu untuk menarikan
pemeran serta menyuarakan tokoh-tokoh ewayangan dalam suatu
acara pentas.
4. Pawintenan tukang, tujuannya adalah untuk mensucikan diri secara
lahir dan batin dalam tugas selanjutnya sebagai tukang, sesuai dengan
profesi yang akan ditekuninya.
5. Pawintenan Balian, tujuannya adalah mensucikan diri secara lahir dan
batin dalam tugas selanjutnya sebagai balian.
6. Pawintenan Sadeg, tujuan khususnya untuk mensucikan diri secara
lahir dan batin terhadap tugas selanjutnya sebagai sadeg atau dasaran
7. Pawintenan Mahawisesa, tujuan khususnya, untuk mensucikan diri
lahir batin terhadap fungsionaris pengurus desa adat dengan segenap
jajarannya, sehingga dalam tugasnya mampu mengemban dan
melaksanakanajaran-ajaran agama Hindu di wilayahnya.

Pelaksanaan Pawintenan Pemangku:


Khusus untuk pawintenan pemangku, pelaksanaannya, sesuai dengan
tingkat kepemangkuan, yaitu:
1. Pawintenan Sari, caranya dengan memohon wangsuh pada, tirtha
kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa dipura mana nantinya yang
bersangkutan akan dijadikan pemangku, pawintenan ini sering disebut
pawintenan ke Widhi. Pelaksanaan upacara pawintenan ini, biasanya
disaksikan oleh guru rupaka, keluarga yang terdekat dan perangkat
desa setempat, kewenangannya adalah sampai pada tingkat upakara
memakai suci, saji dan caru ekasata.
2. Pawintenan mepedamel, mepedamel artinya memohon sarana upakara
berupa “dodol maduparka”. Dodol madurpaka bentuknya seperti Padma
dan merupakan simbolis dari stna Sang Hyang Aji Saraswati.
Mempergunakan ayaban banten bebangkit.
Dodol Saraswaati ini terbuat dari Sembilan macam bahan, merupakan
hidagan dari Dewata Nawa Sanga, seperti :
a. Empehan/susu, sebagai sarana memuja Dewa Iswara
b. Air tebu atau gula tebu sebagai sarana memuja Dewa Brahma
c. Punti sasih/pisang emas gading, sebagai sarana memuja Dewa
Mahadewa
d. Madu, sebagai sarana memuja Dewa Wisnu
e. Berem Warak (cula badak yang digosokkan dengan air), sebagai
sarana memuja Dewa Mahesora.
f. Uyah Uku, yaitu gaaram dari laut yang diperoleh diatas karang laut
yang sudah kering, sebagai stana Dewa Rudra.
g. Berem dari beras hitam (injin) sebagai sarana memuja Dewa
Sangkara.
h. Empol, buah rontaal yang muda sebagai sarana memuja Dewa Siwa.

3. Pawintenan Samskara Ekajati


Pawintenan jenis ini merupakan pawintenan untuk meningkatkan
status Pinandita dari Jro Mangku menjadi Jro Gde, selaku pinandita.
Upacara pawintenan ini dilaksanakan oleh pendeta yang sudah
mempunyai wewenang untuk melaksanakan Loka Palasraya Pandita
atau yang disebut juga Sang Yogi Swara selaku Penabean (Guru
Pengajian).
Sebelum upacara pawintenan dilaksanakan, maka calon Jro Gede
terlebih dahulu harus mencari Pandita-Nabe sebagai Guru dengan
melaksanakan aa yang disebut Aguron-guron. Pandita nabe tersebut
yang secara langsung membina dan mendidik sang calon dharma
pawikuan sesuai dengan beban fungsi dan jabatan yang akan di
pangkunya. Upacara ini harus disaksikan oleh manggala desa, sama
seperti pesaksian Pawintenan Mepedamel. Pada upacara ini
menggunakan ayaban banten catur. Seorang Pinandita dengan julukan
Jro Gede jika telah memenuhi persyaratan tertentu dan dipandang
sudah cukup memenuhi syarat untuk meningkatkan kesucian rohani
maupun jasmaninya, dikemudian hari dapat melakukan penyucian diri
yang sifatnya lebih tinggi yang disebut Mapudgala Dwijati.

Hari Pawintenan Pemangku :


Hari yang baik dipakai untuk melaksanakan upacara pawintenan,
yaitu:
1. Purnama, merupakan hari yang baik untuk melaksanakan upacara
pawintenan karena pada saat ini, maanifestasi Sang Hyang Widhi
Wasa dalam manifestasi Beliau sebagai Dewa Candra, akan
memancarkan sinarnya yang paling terang untuk meneranngi hati
manusia yang memohon anugerahnya, maaka itu pawintenan pada saaat
ini bertujuan supaya pembersihaan dan penyucian terhadap dirinya
benar-benar bersih daan terang seperti sinarnya bulan purnama.

2. Saraswati, merupakan hari turunnyaa ilmu pengetahuan suci maka bagi


yang melaksanakan Pawintenan padaa hari tersebut diharapkan akan
memudahkan untuk memeroleh dan mempelajari ilmu pengetahuan
yang dapat dipakai untuk meningkatkan kebersihan dan kesucian diri
dalam keehidupan.

Kasuksman Pawintenan Pemangku


Setiap pelaksanaan upaacara dalam agama Hindu selalu
mempunyaai kasuksman atau tattwa. Pelaksanaan upacara Pawintenan
yang merupakan salah satu upacara manusa yadnya, juga mengandung
kasuksmaan, yaitu :
1. Pembersihan, membersihkan dan mensucikan diri pribadi secara lahir
dan batin.
2. Pemusatan, untuk memusatkan dan menenangkan pikiran, sehingga
dapat lebih terarah untuk memulai mempelajari ilmu pengetahuan.
3. Pengendalian, dapat berfikir, berkata dan berbuat sesuai dengan ajaran
dharma atau dapat mengendalikan pikirannya untuk mematuhi
petunjuk-petunjuk terhaadap dharma agama.
4. Pendakian, melaksanakan sesuatu secara bertahap, artinya memulai
sesuatu harus dari bawah, sebelum mencapai puncak.

Brata Pawintenan Pemangku


Brata adalah tidak makan, tidak minum dan tidak tidur, yang
diikuti dengan peersembahyangan tiga kali sehari, yaitu saat matahari
terbit, saat matahari tenggelam dan tengahing wengi (tengah malam).
Brata Pawintenan adalah merupakan salah satu rangkaian upacara
pawintenan yang sangat penting karena mengandug kasuksman
pengendalian diri, sesuai dengan tingkat pawintenan. Brata Pawintenan
ada tiga, yaitu :
1. Untuk tingkat pawintenan alit/kecil, brata pawintenannya
dilaksanakan minimal selama 3 hari.
2. Tingkat Madia, brata pawintenannya dilakanakan minimal selama
tujuh hari.
3. Tingkat utama, brata pawintenannya dilaksanakan minimal selama 42
hari.

LARANGAN BAGI PEMANGKU


Larangan : dalam upaya memelihara kesucian : berdasarkan Paruman sulinggih tingkat
propinsi Bali tahun 1992 :
 Pamangku tan pikul-pikulan
 Pamangku tak dibenarkan ikut ngarap sawa (mangusung jenasah)
 Pamangku tan wenang cemer, bilamana terbukti cemer; Pamangku patut
melaksanakan upacara nyepuh (prayascita)
Lontar Tatwa Dewa mengingatkan Pamangku :
1. Tidak rakus terhadap druwen pura, sperti sesari ataupun barang-barang lainnya
yang dipersembahkan umat.
2. Melaksanakan brata haji kreta yaitu setiap purnama dan tilem melakukan penyucian
diri dan makan tanpa daging
3. Patut paham akan ajaran tattwa Dewa, Kusuma Dewa, Raja Purana, dll.

KESIMPULAN :
1. Pamangku harus selalu melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan
Dharma :
a. Mendiskusikan pengetahuan, filsafat, dan agama
b. Mempelajari dan merapal mantra-mantra Weda
c. Selalu berkata jujur
d. Selalu menepati janji
e. Tidak berkata kata yang menyakiti hati
f. Tidak berkata kata yang kasar
g. Tidak suka memfitnah
h. Tidak suka berbohong
i. Tidak suka menghina
j. Tidak mencerca sesame pemangku

2. Seseorang Pamangku hendaknya


a. Selalu mengucapkan kata-kata yang manis
b. Selalu berkata-kata yang benar
c. Selalu berkata-kata lemah lembut
d. Kata-katanya selalu menarik hati

3. pikiran seorang pamangku hendaknya


a. bersih
b. budiman
c. tenang
d. tangguh
e. senang mengampuni
f. lapang hati
g. kasih sayang terhadap sesamanya.

DAFTAR PUSTAKA

http://susekamahadewi.blogspot.com/2014/01/profil-pandita-masa-kini-dan-masa-
depan.html, diakses tanggal 15 April 2015
http://tresult.blogspot.com/2010/01/peran-pemangku-dalam-yadnya.html, diakses
tanggal 14 April 2015

https://www.facebook.com/isangkulputih/posts/233333613492975, diakses tanggal 13


April 2015

Suhardana, K.M. 2006. Pengantar Beberatan Pemangku Bahan Kajian untuk


Pengendalian Diri. Surabaya: Paramita

Anda mungkin juga menyukai