Anda di halaman 1dari 19

Tabel 2.

Profil Sosiodemografis Responden

Tabel diatas menyajikan profil sosiodemografis responden dalam penelitian terkait


pemasaran digital dalam era baru. Berikut adalah analisis rinci :
1. Gender (Jenis Kelamin):
 Terdapat 270 responden dalam penelitian ini, dengan 62 responden (23.0%) berjenis
kelamin perempuan dan 208 responden (77.0%) berjenis kelamin laki-laki.
Mayoritas responden adalah laki-laki.
 Potensi pengaruh jenis kelamin terhadap respons terhadap pertanyaan dalam
penelitian dapat menjadi perhatian, karena perbedaan perilaku dan preferensi antara
laki-laki dan perempuan.
2. Age (Usia):
 Sebanyak 16 responden (6.0%) berusia kurang dari 20 tahun, 32 responden (12.0%)
berusia 20-30 tahun, 122 responden (45.0%) berusia 31-40 tahun, 76 responden
(28.0%) berusia 41-50 tahun, dan 24 responden (9.0%) berusia di atas 50 tahun.
Mayoritas responden berusia antara 31-40 tahun.
 Pengetahuan, pengalaman, dan kebutuhan yang berbeda-beda antar kelompok usia
dapat mempengaruhi respons terhadap pertanyaan dalam penelitian. Misalnya,
responden yang lebih muda mungkin memiliki kebiasaan penggunaan teknologi
yang berbeda dibandingkan dengan responden yang lebih tua.
3. Educational Status (Status Pendidikan):
 Dari total responden, 86 responden (32.0%) memiliki latar belakang pendidikan
SMA, 111 responden (41.0%) merupakan sarjana, dan 73 responden (27.0%) telah
lulus. Mayoritas responden memiliki latar belakang pendidikan sarjana.
Tingkat pendidikan dapat memengaruhi pemahaman dan pengetahuan responden
terhadap topik yang diselidiki dalam penelitian, serta kemampuan mereka dalam
memberikan tanggapan yang relevan.
4. Types of Business (Jenis Bisnis):
 Jenis bisnis responden meliputi Hotel/Motel/Resort (31.48%), Tour Operator/Travel
Agency (11.11%), Restaurant (36.30%), Visitor Attractions (Theme park, nature
park, theatre and museums) (9.26%), dan Tourist Transportation (11.85%).
Mayoritas responden berasal dari bisnis restoran.
 Perbedaan jenis bisnis responden dapat memengaruhi cara mereka menggunakan
digital marketing dan persepsi mereka terhadap konsep-konsep yang dikaji dalam
penelitian.
5. How Long You Have Used Internet? (Durasi Penggunaan Internet Harian):
 Sebanyak 70 responden (25.93%) menggunakan internet selama 0-2 jam, 121
responden (44.81%) menggunakan internet selama 3-5 jam, 45 responden (16.67%)
menggunakan internet selama 6-8 jam, dan 34 responden (12.59%) menggunakan
internet lebih dari 8 jam setiap hari. Mayoritas responden menggunakan internet
selama 3-5 jam setiap hari.
 Durasi penggunaan internet harian dapat mempengaruhi tingkat eksposur responden
terhadap digital marketing dan keterampilan teknologi mereka, yang pada gilirannya
dapat memengaruhi respons mereka terhadap pertanyaan dalam penelitian.
6. Do You Have Any Business Website or Social Media Page for Business Promotion?
(Apakah Anda Memiliki Situs Web Bisnis atau Halaman Media Sosial untuk
Promosi Bisnis?):
 Dari total responden, 61 responden (22.60%) memiliki situs web bisnis atau halaman
media sosial untuk promosi bisnis, sedangkan 209 responden (77.40%) tidak
memiliki. Mayoritas responden tidak memiliki situs web bisnis atau halaman media
sosial untuk promosi bisnis.
 Kehadiran atau ketiadaan situs web bisnis atau halaman media sosial dapat
memengaruhi cara bisnis memanfaatkan digital marketing dan juga dapat
memengaruhi pengetahuan dan pengalaman responden terkait digital marketing.
Data sosiodemografis ini memberikan informasi penting tentang karakteristik
responden yang terlibat dalam penelitian pemasaran digital, yang dapat digunakan untuk
memahami lebih lanjut profil audiens dan pola perilaku terkait pemasaran digital dalam
konteks bisnis pariwisata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adopsi pemasaran digital
memberikan dampak positif, dan temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh
French et al. (2017) dan Qazi et al. (2018).
Namun, hipotesis H3a yang menyatakan bahwa Social Media Marketing (SMM) akan
berdampak positif terhadap niat untuk meningkatkan Kinerja Bisnis Pariwisata (TBP) tidak
didukung dalam penelitian ini, dan hasil ini sejalan dengan penelitian oleh Morrison (1998),
Ogders (1998), dan Morrison dan Teixeira (2004). Meskipun demikian, responden
berpendapat bahwa SMM dan adopsi pemasaran digital memiliki korelasi positif. Salah satu
alasan mungkin untuk hubungan yang tidak signifikan antara SMM dan peningkatan TBP
adalah karena sebagian besar penyedia layanan tidak menyadari SMM. Namun, penelitian
sebelumnya mendukung hubungan positif antara SMM dan TBP (Fernandes et al., 2016;
Obermayer et al., 2022; Tajvidi and Karami, 2021).
Hipotesis H4a juga tidak signifikan dalam penelitian ini, yang menunjukkan bahwa
Risiko yang Dirasakan (PR) berkorelasi positif dengan TBP dan adopsi pemasaran digital.
Ribeiro et al. (2022) menyatakan bahwa kinerja bisnis yang baik dan kepercayaan dalam
sistem pengiriman layanan penting untuk mengurangi PR (Choe et al., 2021; Park and
Tussyadiah, 2017; Ramadan et al., 2017), yang sejalan dengan temuan dari penelitian ini.
Dengan demikian, hasil penelitian ini memberikan wawasan penting tentang hubungan
antara SMM, PR, dan adopsi pemasaran digital dengan kinerja bisnis pariwisata, serta
menggarisbawahi pentingnya pemahaman yang lebih baik tentang faktor-faktor tersebut
dalam konteks bisnis pariwisata.

Tabel 3. Hasil Model Pengukuran

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari Adopsi Pemasaran Digital (ADM), Persepsi
Kemudahan Penggunaan (PEoU), Persepsi Risiko (PR), Persepsi Kegunaan (PU), Pemasaran
Media Sosial (SMM), dan Kinerja Bisnis Pariwisata (TBP). Berikut adalah analisis rinci dari
masing-masing variabel:
1. Adoption of Digital Marketing (ADM):
 Nilai faktor loading yang tinggi (antara 0.712 hingga 0.861) menunjukkan bahwa
item-item yang digunakan berhasil mengukur konstruk ADM dengan baik.
 Cronbach's alpha (CA) yang tinggi (0.817) menunjukkan tingkat reliabilitas yang
baik, menunjukkan bahwa item-item yang digunakan konsisten mengukur konstruk
ADM.
 Nilai rho_A yang tinggi (0.953) menunjukkan konsistensi internal yang tinggi.
 Composite reliability (CR) yang tinggi (0.759) menunjukkan bahwa konstruk ADM
dapat diandalkan.
 Average variance extracted (AVE) yang cukup tinggi (0.539) menunjukkan bahwa
variabilitas ADM dapat dijelaskan dengan baik oleh indikatornya.
2. Perceived Ease of Use (PEoU):
 Nilai faktor loading yang tinggi (antara 0.768 hingga 0.882) menunjukkan
keberhasilan item-item dalam mengukur konstruk PEoU.
 CA yang tinggi (0.793) menunjukkan reliabilitas yang baik.
 Nilai rho_A yang tinggi (0.880) menunjukkan konsistensi internal yang baik.
 CR yang tinggi (0.863) menunjukkan bahwa konstruk PEoU dapat diandalkan.
 AVE yang cukup tinggi (0.557) menunjukkan bahwa variabilitas PEoU dapat
dijelaskan dengan baik oleh indikatornya.
3. Perceived Risk (PR):
 Nilai faktor loading yang tinggi (antara 0.763 hingga 0.829) menunjukkan
keberhasilan item-item dalam mengukur konstruk PR.
 CA yang tinggi (0.767) menunjukkan reliabilitas yang baik.
 Nilai rho_A yang tinggi (0.851) menunjukkan konsistensi internal yang baik.
 CR yang tinggi (0.891) menunjukkan bahwa konstruk PR dapat diandalkan.
 AVE yang cukup tinggi (0.508) menunjukkan bahwa variabilitas PR dapat dijelaskan
dengan baik oleh indikatornya.
4. Perceived Usefulness (PU):
 Nilai faktor loading yang tinggi (antara 0.732 hingga 0.857) menunjukkan
keberhasilan item-item dalam mengukur konstruk PU.
 CA yang tinggi (0.853) menunjukkan reliabilitas yang baik.
 Nilai rho_A yang tinggi (0.904) menunjukkan konsistensi internal yang baik.
 CR yang tinggi (0.892) menunjukkan bahwa konstruk PU dapat diandalkan.
 AVE yang cukup tinggi (0.539) menunjukkan bahwa variabilitas PU dapat dijelaskan
dengan baik oleh indikatornya.
5. Social Media Marketing (SMM):
 Nilai faktor loading yang tinggi (antara 0.719 hingga 0.806) menunjukkan
keberhasilan item-item dalam mengukur konstruk SMM.
 CA yang tinggi (0.836) menunjukkan reliabilitas yang baik.
 Nilai rho_A yang tinggi (0.917) menunjukkan konsistensi internal yang baik.
 Meskipun CR cukup tinggi (0.747), nilai ini sedikit di bawah ambang batas yang
diinginkan.
 AVE yang cukup tinggi (0.557) menunjukkan bahwa variabilitas SMM dapat
dijelaskan dengan baik oleh indikatornya.
6. Tourism Business Performance (TBP):
 Nilai faktor loading yang tinggi (antara 0.736 hingga 0.885) menunjukkan
keberhasilan item-item dalam mengukur konstruk TBP.
 CA yang tinggi (0.775) menunjukkan reliabilitas yang baik.
 Nilai rho_A yang tinggi (0.869) menunjukkan konsistensi internal yang baik.
 CR yang tinggi (0.852) menunjukkan bahwa konstruk TBP dapat diandalkan.
 AVE yang cukup tinggi (0.533) menunjukkan bahwa variabilitas TBP dapat
dijelaskan dengan baik oleh indikatornya.
Alasan untuk reliabilitas yang baik, konsistensi internal yang tinggi, dan validitas
konstruk yang memadai adalah karena proses pengukuran yang cermat, termasuk penggunaan
item yang relevan dan penyebaran alat ukur yang sesuai. Ini menegaskan bahwa instrumen
penelitian ini efektif dalam mengukur konstruk yang dituju dengan baik.
Kesimpulan
Studi ini dilakukan untuk mengeksplorasi hubungan antara mempromosikan bisnis
pariwisata melalui adopsi pemasaran digital. Namun, studi ini bertujuan untuk mengetahui
dampak alat pemasaran digital, yaitu PU, PEoU, media sosial, dan PR terhadap kinerja bisnis
pariwisata serta korelasi antara pemasaran digital dan kinerja bisnis juga. Studi ini
memberikan beberapa wawasan penting dari temuannya. Studi ini memberikan indikasi
bahwa PU, PEoU, media sosial, dan PR berdampak pada kinerja bisnis pariwisata di mana
temuan ini juga didukung oleh Adrian et al. (2005) dan Lee (2009). Aspek promosi bisnis
pariwisata melalui pemasaran digital termasuk SMM, pemasaran seluler, dan pemasaran
konten semakin populer dari hari ke hari (Deb et al., 2022; Obermayer et al., 2022).
Implikasi: Hasil dari studi ini akan memengaruhi operator bisnis pariwisata untuk
memahami potensi alat pemasaran digital. Meskipun ada beberapa kekurangan dan risiko
yang terkait dengan adopsi pemasaran digital, ini akan memberikan manfaat bagi pengguna
dalam jangka panjang. Keunggulan kompetitif pemasaran digital jauh lebih tinggi daripada
pemasaran tradisional, yang lebih hemat biaya dan mudah untuk melibatkan pelanggan (Bala
dan Verma, 2018; Dolega et al., 2021). Di saat krisis, pemasaran digital adalah cara yang
paling efektif untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan menciptakan keterlibatan. Secara
bersamaan, bisnis pariwisata dapat menggunakan metode pemasaran digital dalam mereka.

Gambar 2. Model Pengukuran


Model pengukuran menggunakan SEM PLS, variabel laten direpresentasikan oleh elips
(warna kuning) dan variabel teramati oleh persegi panjang (warna biru). Panah
menghubungkan variabel laten dengan variabel teramati, menunjukkan hubungan antara
mereka. Ini mencerminkan bagaimana konstruk abstrak seperti "persepsi kegunaan" atau
"kemudahan penggunaan" diukur melalui indikator konkret seperti pertanyaan dalam
kuesioner. Dengan menggunakan analisis PLS (Partial Least Squares), model ini
memungkinkan untuk mengevaluasi dan mengukur hubungan antara variabel-variabel ini
secara holistik.
1. Attitude towards Digital Marketing (ADM):
Nilai ADM menunjukkan sikap individu terhadap pemasaran digital. Semakin tinggi
nilainya, semakin positif sikap individu terhadap pemasaran digital. Nilai ADM: 0,810
yang artinya menunjukkan tingkat hubungan antara variabel ADM dengan variabel yang
lain. Semakin tinggi nilainya, semakin kuat hubungannya.
a. PR KE ADM = 0,638: Hubungan yang kuat antara persepsi risiko (PR) dan sikap
terhadap pemasaran digital (ADM). Semakin tinggi persepsi risiko, semakin rendah
sikap terhadap pemasaran digital. Ini bisa disebabkan oleh kekhawatiran terhadap
masalah privasi, keamanan, atau ketidakpastian terkait dengan penggunaan teknologi
digital dalam pemasaran.
b. PU KE ADM = 0,402: Hubungan yang moderat antara persepsi kegunaan (PU) dan
sikap terhadap pemasaran digital (ADM). Semakin tinggi persepsi kegunaan,
semakin positif sikap terhadap pemasaran digital. Ini menunjukkan bahwa pengguna
cenderung memiliki sikap yang lebih positif terhadap pemasaran digital jika mereka
melihatnya sebagai alat yang berguna dan efektif.
c. PeoU KE ADM =0,323: Hubungan yang moderat antara persepsi kemudahan
penggunaan (PEoU) dan sikap terhadap pemasaran digital (ADM). Semakin tinggi
persepsi kemudahan penggunaan, semakin positif sikap terhadap pemasaran digital.
Ini menunjukkan bahwa pengguna cenderung memiliki sikap yang lebih positif
terhadap pemasaran digital jika mereka merasa mudah menggunakan teknologi
digital dalam aktivitas pemasaran mereka.
d. SMM KE ADM = 0,198: Hubungan yang lemah antara pemasaran media sosial
(SMM) dan sikap terhadap pemasaran digital (ADM). Pengaruh positifnya
menunjukkan bahwa pengguna cenderung memiliki sikap yang sedikit lebih positif
terhadap pemasaran digital jika mereka terlibat dalam strategi pemasaran media
sosial, tetapi pengaruhnya tidak sekuat faktor lainnya.
e. TBP KE ADM = 0,472: Hubungan yang moderat antara Theory of Planned
Behavior (TBP) dan sikap terhadap pemasaran digital (ADM). Ini menunjukkan
bahwa niat perilaku terkait pemasaran digital (TBP) memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap sikap terhadap pemasaran digital (ADM). Sebagai contoh, jika
seseorang memiliki niat yang tinggi untuk menggunakan strategi pemasaran digital,
mereka cenderung memiliki sikap yang lebih positif terhadapnya.
Interpretasi:
 Persepsi risiko (PR) memiliki pengaruh yang kuat terhadap sikap terhadap pemasaran
digital (ADM), sementara persepsi kegunaan (PU), kemudahan penggunaan (PEoU),
dan niat perilaku terkait (TBP) juga berkontribusi pada pembentukan sikap tersebut.
 Sementara pemasaran media sosial (SMM) memiliki pengaruh positif, pengaruhnya
tidak sekuat faktor lainnya. Ini mungkin disebabkan oleh kompleksitas atau variasi
strategi yang terlibat dalam pemasaran media sosial.
 Keseluruhan, hasil ini menunjukkan pentingnya memperhatikan faktor-faktor
psikologis dan niat perilaku dalam merancang strategi pemasaran digital yang efektif.
2. Theory of Planned Behavior (TBP):
Nilai TBP menunjukkan niat perilaku individu terkait pemasaran digital berdasarkan
Teori Perilaku Terencana. Semakin tinggi nilainya, semakin tinggi niat individu untuk
melakukan perilaku terkait pemasaran digital. Nilai TBP: 0,892 yang berarti
menunjukkan tingkat hubungan antara variabel TBP dengan variabel yang lain. Semakin
tinggi nilainya, semakin kuat hubungannya.
a. PR KE TBP = 0,096: Hubungan yang lemah antara persepsi risiko (PR) dan niat
perilaku terkait pemasaran digital (TBP). Ini menunjukkan bahwa persepsi risiko
mungkin tidak menjadi faktor yang signifikan dalam membentuk niat perilaku
terkait pemasaran digital.
b. PU KE TBP= 0,483: Hubungan yang moderat antara persepsi kegunaan (PU) dan
niat perilaku terkait pemasaran digital (TBP). Semakin tinggi persepsi kegunaan,
semakin tinggi juga niat untuk melakukan perilaku terkait pemasaran digital.
c. PeoU KE TBP = 0,447: Hubungan yang moderat antara persepsi kemudahan
penggunaan (PEoU) dan niat perilaku terkait pemasaran digital (TBP). Semakin
tinggi persepsi kemudahan penggunaan, semakin tinggi juga niat untuk melakukan
perilaku terkait pemasaran digital.
d. SMM KE TBP = 0,128: Hubungan yang lemah antara pemasaran media sosial
(SMM) dan niat perilaku terkait pemasaran digital (TBP). Pengaruh positifnya
menunjukkan bahwa pengguna cenderung memiliki sedikit lebih banyak niat untuk
melakukan perilaku terkait pemasaran digital jika mereka terlibat dalam strategi
pemasaran media sosial, tetapi pengaruhnya tidak sekuat faktor lainnya.
Interpretasi:
 Persepsi kegunaan (PU) dan kemudahan penggunaan (PEoU) memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap niat perilaku terkait pemasaran digital (TBP). Hal ini menekankan
pentingnya untuk memperkuat persepsi kegunaan dan kemudahan penggunaan dalam
merancang strategi pemasaran digital yang efektif.
 Sementara persepsi risiko (PR) dan pemasaran media sosial (SMM) memiliki
pengaruh yang lebih rendah, mereka masih dapat memengaruhi niat perilaku terkait
pemasaran digital dalam tingkat yang lebih kecil. Ini menunjukkan bahwa masih perlu
memperhatikan faktor-faktor ini dalam merancang strategi pemasaran digital yang
komprehensif.
Interpretasi Keseluruhan: Persepsi kegunaan dan kemudahan penggunaan merupakan
faktor yang penting dalam membentuk sikap dan niat perilaku terkait pemasaran digital.
Sementara itu, persepsi risiko juga memiliki dampak, meskipun lebih lemah, sementara
pengaruh pemasaran media sosial lebih terbatas. Ini menunjukkan bahwa penting untuk
memperhatikan faktor-faktor psikologis tertentu dalam merancang strategi pemasaran digital
yang efektif.
Tabel 4. Korelasi dan Reliabilitas antar Konstruk

Tabel tersebut menunjukkan Average Variance Extracted (AVE) dari masing-masing


konstruk yang diukur dalam penelitian, serta nilai reliabilitas konstruk (diagonal tabel) dan
korelasi antara konstruk-konstruk tersebut. Berikut adalah penjelasan dan analisis rinci dari
tabel tersebut:
1. ADM (Attitude towards Digital Marketing):
 AVE sebesar 0,539 menunjukkan bahwa sebagian besar varians dari indikator yang
digunakan dapat dijelaskan oleh konstruk ADM. Reliabilitas ADM adalah 0,734,
menunjukkan tingkat reliabilitas yang cukup tinggi. Nilai reliabilitas yang tinggi
menunjukkan bahwa indikator-indikator yang digunakan konsisten dalam mengukur
konsep yang sama.
2. PeoU (Perceived Ease of Use):
 AVE sebesar 0,557 menunjukkan bahwa sebagian besar varians dari indikator yang
digunakan dapat dijelaskan oleh konstruk PeoU. Reliabilitas PeoU adalah 0,687,
dengan reliabilitas PeoU sendiri adalah 0,746. Ini menunjukkan konsistensi yang
baik dalam pengukuran PeoU.
3. PR (Perceived Risk):
 AVE sebesar 0,508 menunjukkan bahwa sebagian besar varians dari indikator yang
digunakan dapat dijelaskan oleh konstruk PR. Reliabilitas PR adalah 0,713,
menunjukkan konsistensi yang tinggi dalam pengukuran PR.
4. PU (Perceived Usefulness):
 AVE sebesar 0,539 menunjukkan bahwa sebagian besar varians dari indikator yang
digunakan dapat dijelaskan oleh konstruk PU. Reliabilitas PU adalah 0,734,
menunjukkan tingkat reliabilitas yang cukup tinggi.
5. SMM (Social Media Marketing):
 AVE sebesar 0,557 menunjukkan bahwa sebagian besar varians dari indikator yang
digunakan dapat dijelaskan oleh konstruk SMM. Reliabilitas SMM adalah 0,746,
menunjukkan konsistensi yang tinggi dalam pengukuran SMM.
6. TBP (Theory of Planned Behavior):
 AVE sebesar 0,533 menunjukkan bahwa sebagian besar varians dari indikator yang
digunakan dapat dijelaskan oleh konstruk TBP. Reliabilitas TBP adalah 0,730,
menunjukkan konsistensi yang tinggi dalam pengukuran TBP. Namun,
reliabilitasnya lebih rendah dibandingkan dengan konstruk lainnya, yang
menunjukkan bahwa pengukuran TBP mungkin tidak konsisten dalam beberapa
aspek.
Analisis dan Interpretasi:
Alasan mengapa AVE yang tinggi menunjukkan konsistensi dalam menjelaskan varians
dalam konstruk tersebut adalah karena AVE mengukur seberapa baik indikator-indikator yang
digunakan dalam penelitian dapat menjelaskan variabilitas dalam konstruk yang sedang
diukur. Semakin tinggi nilai AVE, semakin besar proporsi varians dari indikator yang dapat
dijelaskan oleh konstruk tersebut. Dengan demikian, AVE yang tinggi menandakan bahwa
indikator-indikator yang digunakan secara efektif merepresentasikan konstruk yang sedang
diamati.
Selain itu, reliabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa indikator-indikator yang
digunakan konsisten dalam mengukur konsep yang sama. Dalam konteks ini, reliabilitas
mengukur tingkat konsistensi antara indikator dalam mengukur suatu konstruk. Semakin
tinggi nilai reliabilitas, semakin besar kepercayaan bahwa indikator-indikator tersebut dapat
diandalkan dalam mengukur konstruk yang dituju.
Ketika AVE dan reliabilitas keduanya tinggi, ini menunjukkan bahwa pengukuran yang
dilakukan adalah valid dan dapat dipercaya. Artinya, indikator-indikator yang digunakan
dalam penelitian tersebut secara efektif dan konsisten mewakili konstruk yang ingin diukur,
sehingga hasil analisis dapat diandalkan dan dapat dipertimbangkan untuk diinterpretasikan
secara lebih mendalam.

TAMBAHAN
Average Variance Extracted (AVE) adalah ukuran yang digunakan untuk
mengevaluasi seberapa baik indikator dalam suatu konstruk dapat menjelaskan variansnya
sendiri dalam model. Penjelasan mengapa AVE dibahas dalam analisis struktural adalah
sebagai berikut:
1. Mengukur Konsistensi Konstruk: AVE membantu dalam mengevaluasi seberapa baik
indikator dalam suatu konstruk konsisten dalam mengukur konsep yang sama. Nilai
AVE yang tinggi menunjukkan bahwa sebagian besar varians dari indikator dapat
dijelaskan oleh konstruk tersebut, sehingga memberikan kepercayaan bahwa konstruk
tersebut secara konsisten direpresentasikan oleh indikator-indikatornya.
2. Validitas Konstruk: Nilai AVE yang tinggi juga menunjukkan validitas konstruk yang
baik, karena konstruk yang valid harus mampu menjelaskan sebagian besar varians dari
indikator yang digunakan untuk mengukurnya. Dengan kata lain, AVE membantu
memastikan bahwa konstruk yang diamati secara empiris sesuai dengan konstruk
teoritis yang dimaksud.
3. Pemilihan Variabel: Analisis AVE juga dapat membantu dalam pemilihan variabel
untuk dipertahankan atau dihapus dari model. Variabel dengan nilai AVE rendah
mungkin tidak cukup signifikan dalam menjelaskan konstruk yang diamati dan
mungkin perlu direvisi atau dihapus dari model.
Oleh karena itu, pembahasan mengenai AVE penting dalam analisis struktural karena
memberikan pemahaman tentang seberapa baik konstruk yang diamati direpresentasikan oleh
indikator-indikatornya dan seberapa baik konstruk tersebut dapat menjelaskan varians dalam
model.
Konstruk dalam konteks analisis struktural merujuk pada konsep atau gagasan yang
ingin diamati atau diukur dalam sebuah penelitian. Konstruk dapat berupa variabel laten
(yang tidak teramati langsung) atau variabel teramati (yang dapat diukur langsung). Dalam
konteks pengukuran, konstruk adalah inti dari apa yang sedang diamati atau diukur.
Analisis ini adalah bagian dari sebuah studi yang mengeksplorasi hubungan antara
variabel-variabel tertentu dalam konteks pengadopsian pemasaran digital dalam bisnis
pariwisata. Berikut adalah penjelasan rinci tentang hasil studi tersebut:
Reliabilitas konstruk diukur dengan menggunakan koefisien alpha Cronbach, yang
merupakan statistik yang mengukur konsistensi internal dari kumpulan item yang digunakan
untuk mengukur konstruk tertentu. Skala pengukuran reliabilitas adalah sebagai berikut:
 Sangat Rendah: Kurang dari 0,50
 Rendah: Antara 0,50 dan 0,60
 Cukup: Antara 0,60 dan 0,70
 Tinggi: Antara 0,70 dan 0,80
 Sangat Tinggi: Lebih dari 0,80
Sebagai aturan umum, nilai reliabilitas sekitar 0,70 atau lebih dianggap memadai untuk
penelitian ilmiah. Namun, ini juga dapat bervariasi tergantung pada konteks dan tujuan
penelitian. Semakin tinggi nilai koefisien alpha, semakin konsisten indikator-indikatornya
dalam mengukur konstruk yang sama.

Kampanye pemasaran dan membangun hubungan yang berkelanjutan antara TBP dan
e-Word of Mouth (e-WOM), yang mirip dengan temuan Popy dan Bappy (2022).
Studi ini akan membantu pemilik bisnis kecil untuk mengadopsi pemasaran digital.
Hasan (2021) menemukan bahwa lebih dari 63% pelanggan terbiasa berbelanja online, dan
lebih dari 13% pelanggan baru ditambahkan sebagai pembeli pertama kali selama pandemi
COVID-19 di Bangladesh (Albattat dkk., 2020; Chemli dkk., 2020; Toanoglou dkk., 2022).
Selain itu, menggunakan teknologi baru seperti e-booking, e-payment, dan e-advertisement
dapat meningkatkan pertumbuhan bisnis. Bisnis dapat menggunakan teknologi seperti realitas
virtual untuk memberikan wawasan canggih kepada pelanggan tentang layanan dan produk.
Hal ini akan membantu menciptakan kesadaran dan membuat kegiatan promosi menjadi lebih
mudah (Stoklosa dkk., 2019). Namun, adopsi teknologi selalu terkait dengan risiko tertentu
yang sebagian besar terkait dengan keamanan informasi pribadi dan keuangan. Oleh karena
itu, sistem keamanan yang kuat harus dipastikan untuk mengadopsi kegiatan pemasaran
digital.

Gambar 3. Model Pengukuran


1. Attitude towards Digital Marketing (ADM):
a. PR KE ADM = 10,777: Ini menunjukkan hubungan yang sangat kuat antara
persepsi risiko (PR) dan sikap terhadap pemasaran digital (ADM). Koefisien yang
tinggi menunjukkan bahwa persepsi risiko memiliki pengaruh yang besar terhadap
sikap terhadap pemasaran digital. Ketika persepsi risiko meningkat, kemungkinan
sikap terhadap pemasaran digital akan menjadi lebih negatif.
b. PU KE ADM= 3,358: Ini menunjukkan hubungan yang kuat antara persepsi
kegunaan (PU) dan sikap terhadap pemasaran digital (ADM). Semakin tinggi
persepsi kegunaan, semakin positif sikap terhadap pemasaran digital. Pengguna
cenderung memiliki sikap yang lebih positif terhadap pemasaran digital jika mereka
melihatnya sebagai alat yang berguna dan efektif.
c. PeoU KE ADM = 2,810: Ini menunjukkan hubungan yang kuat antara persepsi
kemudahan penggunaan (PEoU) dan sikap terhadap pemasaran digital (ADM).
Semakin tinggi persepsi kemudahan penggunaan, semakin positif sikap terhadap
pemasaran digital. Pengguna cenderung memiliki sikap yang lebih positif terhadap
pemasaran digital jika mereka merasa mudah menggunakan teknologi digital dalam
aktivitas pemasaran mereka.
d. SMM KE ADM = 3,647: Ini menunjukkan hubungan yang sangat kuat antara
pemasaran media sosial (SMM) dan sikap terhadap pemasaran digital (ADM).
Pengaruh positifnya menunjukkan bahwa pengguna cenderung memiliki sikap yang
lebih positif terhadap pemasaran digital jika mereka terlibat dalam strategi
pemasaran media sosial.
e. TBP KE ADM = 3,212: Ini menunjukkan hubungan yang kuat antara Theory of
Planned Behavior (TBP) dan sikap terhadap pemasaran digital (ADM). Ini
menunjukkan bahwa niat perilaku terkait pemasaran digital (TBP) memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap sikap terhadap pemasaran digital (ADM).
Interpretasi:
 Persepsi risiko (PR) memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap sikap terhadap
pemasaran digital (ADM), sementara persepsi kegunaan (PU), kemudahan
penggunaan (PEoU), dan pemasaran media sosial (SMM) juga memiliki pengaruh
yang signifikan.
 Teori perilaku yang direncanakan (TBP) juga memiliki pengaruh yang kuat terhadap
sikap terhadap pemasaran digital, menunjukkan pentingnya memperhatikan niat
perilaku terkait dalam memahami sikap terhadap pemasaran digital.
2. Theory of Planned Behavior (TBP):
a. PR KE TBP = 1,297: Ini menunjukkan hubungan yang lemah antara persepsi risiko
(PR) dan niat perilaku terkait pemasaran digital (TBP). Nilai yang rendah
menunjukkan bahwa persepsi risiko mungkin tidak menjadi faktor yang signifikan
dalam membentuk niat perilaku terkait pemasaran digital.
b. PU KE TBP= 4,378: Ini menunjukkan hubungan yang sangat kuat antara persepsi
kegunaan (PU) dan niat perilaku terkait pemasaran digital (TBP). Semakin tinggi
persepsi kegunaan, semakin tinggi niat untuk melakukan perilaku terkait pemasaran
digital. Hal ini menunjukkan bahwa ketika pengguna melihat pemasaran digital
sebagai alat yang berguna dan efektif, mereka cenderung memiliki niat yang lebih
kuat untuk mengadopsinya.
c. PeoU KE TBP = 3.812: Ini menunjukkan hubungan yang sangat kuat antara
persepsi kemudahan penggunaan (PEoU) dan niat perilaku terkait pemasaran digital
(TBP). Semakin tinggi persepsi kemudahan penggunaan, semakin tinggi juga niat
untuk melakukan perilaku terkait pemasaran digital. Ini menunjukkan bahwa ketika
pengguna merasa mudah menggunakan teknologi digital dalam aktivitas pemasaran
mereka, mereka lebih cenderung untuk memiliki niat yang kuat untuk
mengadopsinya.
d. SMM KE TBP = 1.843: Ini menunjukkan hubungan yang kuat antara pemasaran
media sosial (SMM) dan niat perilaku terkait pemasaran digital (TBP). Pengaruh
positifnya menunjukkan bahwa pengguna cenderung memiliki niat yang lebih tinggi
untuk melakukan perilaku terkait pemasaran digital jika mereka terlibat dalam
strategi pemasaran media sosial.
Interpretasi:
 Persepsi kegunaan (PU) dan kemudahan penggunaan (PEoU) memiliki pengaruh yang
sangat besar terhadap niat perilaku terkait pemasaran digital (TBP), menunjukkan
pentingnya memperkuat persepsi kegunaan dan kemudahan penggunaan dalam
merancang strategi pemasaran digital yang efektif.
 Sementara persepsi risiko (PR) memiliki pengaruh yang lebih rendah, pemasaran
media sosial (SMM) juga memiliki pengaruh yang signifikan, meskipun tidak sekuat
faktor lainnya. Ini menunjukkan bahwa masih perlu memperhatikan faktor-faktor ini
dalam merancang strategi pemasaran digital yang komprehensif.

Tabel 5. Hasil dari Model Struktural yang Telah dihipotesiskan.


1. H1a (PU KE TBP):
 Path Coefficient = 0.492: Ini menunjukkan hubungan positif yang signifikan antara
persepsi kegunaan (PU) dan niat perilaku terkait pemasaran digital (TBP). Semakin
tinggi persepsi kegunaan, semakin tinggi niat untuk melakukan perilaku terkait
pemasaran digital.
 T Value = 4.378: Nilai t-statistic yang tinggi menunjukkan bahwa hubungan antara
PU dan TBP adalah signifikan secara statistik.
 P Value = 0.000: P-value yang rendah menunjukkan bahwa hasilnya signifikan
secara statistik.
 Interpretasi: Temuan ini mendukung hipotesis H1a, menunjukkan bahwa semakin
pengguna melihat pemasaran digital sebagai berguna, semakin tinggi niat mereka
untuk mengadopsinya.
2. H1b (PU KE ADM):
 Path Coefficient = 0.406: Ini menunjukkan hubungan positif yang signifikan antara
persepsi kegunaan (PU) dan sikap terhadap pemasaran digital (ADM). Semakin
tinggi persepsi kegunaan, semakin positif sikap terhadap pemasaran digital.
 T Value = 3.358: Nilai t-statistic yang tinggi menunjukkan bahwa hubungan antara
PU dan ADM adalah signifikan secara statistik.
 P Value = 0.000: P-value yang rendah menunjukkan bahwa hasilnya signifikan
secara statistik.
 Interpretasi: Hasil ini mendukung hipotesis H1b, menunjukkan bahwa semakin
pengguna melihat pemasaran digital sebagai berguna, semakin positif sikap mereka
terhadap pemasaran digital.
3. H2a (PeoU KE TBP):
 Path Coefficient = 0.439: Ini menunjukkan hubungan positif yang signifikan antara
persepsi kemudahan penggunaan (PeoU) dan niat perilaku terkait pemasaran digital
(TBP). Semakin tinggi persepsi kemudahan penggunaan, semakin tinggi niat untuk
melakukan perilaku terkait pemasaran digital.
 T Value = 3.812: Nilai t-statistic yang tinggi menunjukkan bahwa hubungan antara
PeoU dan TBP adalah signifikan secara statistik.
 P Value = 0.000: P-value yang rendah menunjukkan bahwa hasilnya signifikan
secara statistik.
 Interpretasi: Temuan ini mendukung hipotesis H2a, menunjukkan bahwa semakin
pengguna merasa mudah menggunakan teknologi digital dalam aktivitas pemasaran
mereka, semakin tinggi niat mereka untuk mengadopsi pemasaran digital.
4. H2b (PEOU KE ADM):
 Path Coefficient = 0.324: Ini menunjukkan hubungan positif yang signifikan antara
persepsi kemudahan penggunaan (PeoU) dan sikap terhadap pemasaran digital
(ADM). Semakin tinggi persepsi kemudahan penggunaan, semakin positif sikap
terhadap pemasaran digital.
 T Value = 2.810: Nilai t-statistic yang tinggi menunjukkan bahwa hubungan antara
PeoU dan ADM adalah signifikan secara statistik.
 P Value = 0.005: P-value yang rendah menunjukkan bahwa hasilnya signifikan
secara statistik.
 Interpretasi: Temuan ini mendukung hipotesis H2b, menunjukkan bahwa semakin
pengguna merasa mudah menggunakan teknologi digital dalam aktivitas pemasaran
mereka, semakin positif sikap mereka terhadap pemasaran digital.
5. H3a (SMM KE TBP):
 Path Coefficient = 0.130: Ini menunjukkan hubungan positif antara pemasaran
media sosial (SMM) dan niat perilaku terkait pemasaran digital (TBP), meskipun
tidak signifikan secara statistik.
 T Value = 1.843: Nilai t-statistic yang rendah menunjukkan bahwa hubungan antara
SMM dan TBP tidak signifikan secara statistik.
 P Value = 0.066: P-value yang lebih besar dari tingkat signifikansi yang umumnya
digunakan (misalnya 0,05) menunjukkan bahwa tidak cukup bukti untuk menolak
hipotesis nol (tidak ada hubungan antara SMM dan TBP).
 Interpretasi: Hasil ini menolak hipotesis H3a, menunjukkan bahwa tidak ada bukti
yang cukup untuk mendukung hubungan antara pemasaran media sosial dan niat
perilaku terkait pemasaran digital.
6. H3b (SMM KE ADM):
 Path Coefficient = 0.250: Ini menunjukkan hubungan positif dan signifikan antara
pemasaran media sosial (SMM) dan sikap terhadap pemasaran digital (ADM).
 T Value = 3.647: Nilai t-statistic yang tinggi menunjukkan bahwa hubungan antara
SMM dan ADM adalah signifikan secara statistik.
 P Value = 0.000: P-value yang rendah menunjukkan bahwa hasilnya signifikan
secara statistik.
 Interpretasi: Hasil ini mendukung hipotesis H3b, menunjukkan bahwa penggunaan
pemasaran media sosial berhubungan positif dengan sikap terhadap pemasaran
digital.
7. H4a (PR KE TBP):
 Path Coefficient = -0.099: Ini menunjukkan hubungan negatif antara persepsi risiko
(PR) dan niat perilaku terkait pemasaran digital (TBP), meskipun tidak signifikan
secara statistik.
 T Value = 1.297: Nilai t-statistic yang rendah menunjukkan bahwa hubungan antara
PR dan TBP tidak signifikan secara statistik.
 P Value = 0.195: P-value yang lebih besar dari tingkat signifikansi yang umumnya
digunakan (misalnya 0,05) menunjukkan bahwa tidak cukup bukti untuk menolak
hipotesis nol (tidak ada hubungan antara PR dan TBP).
 Interpretasi: Hasil ini menolak hipotesis H4a, menunjukkan bahwa tidak ada bukti
yang cukup untuk mendukung hubungan antara persepsi risiko dan niat perilaku
terkait pemasaran digital.
8. H4b (PR KE ADM):
 Path Coefficient = 0.611: Ini menunjukkan hubungan positif dan signifikan antara
persepsi risiko (PR) dan sikap terhadap pemasaran digital (ADM).
 T Value = 10.777: Nilai t-statistic yang sangat tinggi menunjukkan bahwa hubungan
antara PR dan ADM adalah signifikan secara statistik.
 P Value = 0.000: P-value yang rendah menunjukkan bahwa hasilnya signifikan
secara statistik.
 Interpretasi: Hasil ini mendukung hipotesis H4b, menunjukkan bahwa persepsi
risiko berhubungan positif dengan sikap terhadap pemasaran digital.
9. H5 (TBP KE ADM):
 Path Coefficient = 0.481: Ini menunjukkan hubungan positif dan signifikan antara
niat perilaku terkait pemasaran digital (TBP) dan sikap terhadap pemasaran digital
(ADM).
 T Value = 3.212: Nilai t-statistic yang tinggi menunjukkan bahwa hubungan antara
TBP dan ADM adalah signifikan secara statistik.
 P Value = 0.001: P-value yang rendah menunjukkan bahwa hasilnya signifikan
secara statistik.
 Interpretasi: Hasil ini mendukung hipotesis H5, menunjukkan bahwa niat perilaku
terkait pemasaran digital berhubungan positif dengan sikap terhadap pemasaran
digital.
Analisis:
 Temuan ini menunjukkan bahwa persepsi kegunaan dan kemudahan penggunaan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap niat perilaku terkait pemasaran digital dan
sikap terhadap pemasaran digital.
 Selain itu, persepsi risiko juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sikap
terhadap pemasaran digital, meskipun dampaknya berbeda pada niat perilaku terkait
pemasaran digital.
 Hasil yang tidak mendukung untuk beberapa hubungan menunjukkan kompleksitas
faktor-faktor yang memengaruhi perilaku pengguna terkait pemasaran digital.
 Kesimpulannya, pemahaman yang mendalam tentang persepsi pengguna terhadap
kegunaan, kemudahan penggunaan, dan risiko dalam konteks pemasaran digital sangat
penting untuk merancang strategi pemasaran yang efektif dan meningkatkan adopsi
pemasaran digital dalam bisnis.
Dengan cara yang serupa, studi ini akan membantu peneliti masa depan, praktisi, dan
pembuat kebijakan. Studi ini dilakukan di Bangladesh, sebuah negara berkembang dengan
latar belakang ekonomi yang kuat, sedangkan hanya sedikit penelitian yang dilakukan dalam
konteks negara-negara maju. Oleh karena itu, praktisi dapat memperoleh gambaran yang jelas
tentang e-pariwisata, e-promosi, e-branding, dan pariwisata virtual melalui kemudahan
penggunaan dan PU yang akan membantu meningkatkan kinerja bisnis.
Saat ini, audiens target mencari produk pariwisata dengan konten email yang efisien
dan menonjol untuk periklanan dan identitas korporat (Gullu dan Karasakal, 2016). Hotel,
motel, resor, transportasi, dan konteks tambahan dari produk dan layanan pariwisata
melakukan branding melalui pemasaran digital dengan konten video 3D (Ilhan dan Celtek,
2016), itulah sebabnya praktisi pariwisata dapat mengikuti konsep ini untuk pariwisata masa
depan. Oleh karena itu, praktisi dapat mengikuti pedoman untuk menyempurnakan bisnis
mereka melalui pemasaran digital. Dari studi ini, badan regulasi pariwisata dan perhotelan
dapat memainkan peran penting dalam mempromosikan pariwisata dan branding negara
melalui alat pemasaran digital, seperti SMM, pemasaran konten, dan pengembangan situs
web. Selain itu, pembuat kebijakan dapat menciptakan bisnis yang menguntungkan dengan
mengurangi biaya teknologi untuk adopsi pemasaran digital di era Industri 4.0.
Gambar 4. Model Struktural dengan Koefisien Jalur/ Lintasan

1. Persepsi Risiko (PR):


 PR KE ADM = 0.611: Ini menunjukkan hubungan positif dan signifikan antara
persepsi risiko (PR) dan sikap terhadap pemasaran digital (ADM). Semakin tinggi
persepsi risiko, semakin positif sikap terhadap pemasaran digital.
 PR KE TBP = -0.099: Ini menunjukkan hubungan negatif, meskipun tidak
signifikan secara statistik, antara persepsi risiko (PR) dan niat perilaku terkait
pemasaran digital (TBP). Ini berarti semakin tinggi persepsi risiko, semakin rendah
niat untuk melakukan perilaku terkait pemasaran digital.
 Interpretasi: Hasil ini menunjukkan bahwa persepsi risiko berkontribusi positif
terhadap sikap terhadap pemasaran digital, tetapi tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap niat perilaku terkait pemasaran digital. Mungkin ada faktor-
faktor lain yang lebih dominan dalam memengaruhi niat perilaku tersebut.
2. Pemasaran Media Sosial (SMM):
 SMM KE ADM = 0.250: Ini menunjukkan hubungan positif dan signifikan antara
pemasaran media sosial (SMM) dan sikap terhadap pemasaran digital (ADM).
Semakin tinggi penggunaan pemasaran media sosial, semakin positif sikap terhadap
pemasaran digital.
 SMM KE TBP = 0.130: Ini menunjukkan hubungan positif, meskipun tidak
signifikan secara statistik, antara pemasaran media sosial (SMM) dan niat perilaku
terkait pemasaran digital (TBP). Ini berarti semakin tinggi penggunaan pemasaran
media sosial, semakin tinggi niat untuk melakukan perilaku terkait pemasaran
digital.
 Interpretasi: Meskipun penggunaan pemasaran media sosial memiliki pengaruh
positif terhadap sikap dan niat perilaku terkait pemasaran digital, pengaruhnya tidak
signifikan secara statistik terhadap niat perilaku. Hal ini mungkin disebabkan oleh
kompleksitas faktor-faktor lain yang memengaruhi niat perilaku tersebut.
3. Persepsi Kemudahan Penggunaan (PEOU):
 PEOU KE ADM = 0.324: Ini menunjukkan hubungan positif dan signifikan antara
persepsi kemudahan penggunaan (PEOU) dan sikap terhadap pemasaran digital
(ADM). Semakin mudah penggunaan teknologi digital, semakin positif sikap
terhadap pemasaran digital.
 PEOU KE TBP = 0.439: Ini menunjukkan hubungan positif dan signifikan antara
persepsi kemudahan penggunaan (PEOU) dan niat perilaku terkait pemasaran digital
(TBP). Semakin mudah penggunaan teknologi digital, semakin tinggi niat untuk
melakukan perilaku terkait pemasaran digital.
 Interpretasi: Hasil ini menunjukkan bahwa persepsi kemudahan penggunaan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sikap dan niat perilaku terkait
pemasaran digital. Semakin mudah penggunaan teknologi digital, semakin tinggi
sikap dan niat untuk mengadopsi pemasaran digital.
4. Persepsi Kegunaan (PU):
 PU KE ADM = 0.406: Ini menunjukkan hubungan positif dan signifikan antara
persepsi kegunaan (PU) dan sikap terhadap pemasaran digital (ADM). Semakin
tinggi persepsi kegunaan, semakin positif sikap terhadap pemasaran digital.
 PU KE TBP = 0.492: Ini menunjukkan hubungan positif dan signifikan antara
persepsi kegunaan (PU) dan niat perilaku terkait pemasaran digital (TBP). Semakin
tinggi persepsi kegunaan, semakin tinggi niat untuk melakukan perilaku terkait
pemasaran digital.
 Interpretasi: Temuan ini menunjukkan bahwa persepsi kegunaan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap sikap dan niat perilaku terkait pemasaran digital.
Semakin berguna penggunaan teknologi digital, semakin positif sikap dan niat untuk
mengadopsi pemasaran digital.
Alasan:
 Path coefficient adalah ukuran kekuatan dan arah hubungan antara variabel dalam
model struktural.
 Nilai t-statistic yang tinggi menunjukkan bahwa hubungan antara variabel adalah
signifikan secara statistik.
 P-value yang rendah menunjukkan bahwa hasilnya signifikan secara statistik.
 Interpretasi menyoroti implikasi temuan terhadap variabel yang dipertimbangkan
dalam konteks pemasaran digital.
 Analisis menyediakan pemahaman tentang bagaimana variabel-variabel tersebut
saling berhubungan dan memengaruhi sikap dan perilaku terkait pemasaran digital.
Keterbatasan dan Ruang Lingkup Studi
Meskipun studi ini dapat memberikan kontribusi yang baik bagi praktisi bisnis
pariwisata dan akademisi, namun juga memiliki beberapa keterbatasan. Karena keterbatasan
waktu dan anggaran, studi ini hanya menggunakan sampel kecil, studi potong lintang, dan
prosedur pengambilan sampel yang sengaja, sedangkan ukuran sampel yang besar dan proses
pengumpulan data longitudinal memberikan hasil yang lebih baik untuk pemahaman dan
generalisasi, oleh karena itu, hasil studi tidak dapat digeneralisasi. Hasil studi ini dalam
perspektif Bangladesh tidak dapat menunjukkan hasil perbandingan antara negara-negara.
Studi ini hanya mempertimbangkan 270 responden, sehingga studi lanjutan dapat dilakukan
dengan 450–700 responden untuk pemahaman yang lebih baik. Studi ini mempertimbangkan
semua pemangku kepentingan pariwisata tanpa memandang jenisnya, yaitu perspektif bisnis
kecil dan besar. Oleh karena itu, penelitian terpisah dapat dilakukan tentang aplikasi
pemasaran digital pada bisnis kecil dan besar. Selanjutnya, penelitian masa depan diperlukan
untuk menentukan hubungan antara SMM dan TBP di Bangladesh. Selain itu, studi
perbandingan dapat dilakukan tentang aplikasi pemasaran digital dalam bisnis pariwisata di
antara negara-negara Asia dan Eropa.

TAMBAHAN INFO
Hasil ini memberikan wawasan yang berguna tentang faktor-faktor yang
memengaruhi pengadopsian pemasaran digital dalam bisnis pariwisata dan bagaimana
pengadopsian tersebut mempengaruhi kinerja bisnis.
1. PEOU (Perceived Ease of Use): Ini adalah konstruk yang mengukur persepsi tentang
seberapa mudah suatu teknologi atau sistem dapat digunakan oleh pengguna.
2. SMM (Social Media Marketing): Ini adalah konstruk yang mengukur penggunaan
pemasaran melalui media sosial.
3. PU (Perceived Usefulness): Ini adalah konstruk yang mengukur persepsi tentang
seberapa berguna suatu teknologi atau sistem bagi pengguna.
4. PR (Perceived Risk): Ini adalah konstruk yang mengukur persepsi tentang risiko
yang terkait dengan penggunaan suatu teknologi atau sistem.
5. ADM (Adoption of Digital Marketing): Ini adalah konstruk yang mengukur tingkat
adopsi atau penerimaan terhadap pemasaran digital.
6. TBP (Tourism Business Performance): Ini adalah konstruk yang mengukur kinerja
bisnis pariwisata.
Selanjutnya, kita juga melihat beberapa istilah statistik yang muncul dalam teks:
 Path Coefficient: Ini adalah koefisien jalur yang menunjukkan kekuatan dan arah
hubungan antara dua variabel dalam model. Koefisien jalur mengukur seberapa besar
perubahan dalam variabel dependen yang diharapkan terjadi ketika variabel
independen mengalami perubahan satu satuan.
 T Value: Ini adalah statistik uji yang mengukur seberapa signifikan koefisien jalur
tersebut dalam model. Nilai T yang lebih tinggi menunjukkan bahwa koefisien jalur
tersebut lebih signifikan secara statistik.
 P Value: Ini adalah nilai probabilitas yang menunjukkan seberapa signifikan hasil uji
statistik. Nilai P yang lebih kecil dari tingkat signifikansi yang ditetapkan (biasanya
0,05) menunjukkan bahwa koefisien jalur tersebut signifikan secara statistik.

Anda mungkin juga menyukai