Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan menjadi hal yang sangat penting bagi

manusia.Dengan tubuh yang sehat,manusia dapat dengan mudah

melakukan berbagai aktivitas.Namun adakalanya tubuh tidak

dapat beraktivitas seperti biasa,hal ini dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor yang salah satunya adalah terkena penyakit

(Fatan,2013).

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih

mempunyai berbagai macam masalah kesehatan.(Amalia,2013).

Antikonvulsan adalah obat yang dikembangkan untuk

menghambat penyebaran kejang di otak dengan menekan

penembakan neuron yang cepat dan berlebihan.Biasanya

antikonvulsan digunakan oleh pasien gangguan jiwa yang

mengalami kejang,sulit tidur dan rasa cemas yang berlebihan

(Angraeni,2019).

Antikonvulsi digunakan terutama untuk mencegah dan

mengobati bangkitan epilepsi (epicephe seizure).Sebab obat ini

jarang digunakan untuk gejala konvulsi penyakit lain.Epilepsi

adalah nama kolektif untuk sekelompok,gangguan atau


penyakit,susunan surat pusat yang timbul dengan episode singkat

disebut bangkitan atau geizure (Sulistiagon,1987).

B. Maksud

Adapun maksud dari percobaan ini untuk mengetahui efek

antikonvulsan pada sediaan obat terhadap hewan uji tikus yang

telah diberikan obat.

C. Tujuan

Tujuan percobaan ini untuk mengetahui dan memahami

efek antikonvulsan pada sediaan obat yang diberikan secara

peroral terhadap hewan uji tikus yang telah diberikan perlakuan

obat untuk mengetahui kekuatan daya cangkram terhadap hewan

uji tikus.

D. Prinsip

Prinsip dari percobaan ini,berdasarkan percobaan yang

dilakukan dengan menentukan efek antikonvulsan suatu sediaan

obat.lalu dilakukan pengamatan respon kehilangan daya cengkram

pada hewan uji tikus menggunakan alat yang telah disiapkan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Ringkas

1. Definisi

Antikonvulsan adalah kelompok obat yang secara khas

mengakibatkan berbagai gejala neuropsikiatrik apabila dosisnya

melebihi kisaran tempeutik yang lazim (David A. Tomb, 2004).

Antikonvulsan adalah obat yang dikembangkan untuk

menghambat penyebaran kejang diotak dengan menekan

penembakan neuron yang cepat dan berlebihan (Meilanie dan

Angraeni, 2019). Antikonvulsan dapat meredakan nyeri

isleuropatik dengan menstabilkan aktivitas eksotopik dari

neuron yang cedera atau disfungsi (Mayang I, Lestari, 2019).

2. Obat Antikonvulsan

Obat antikonvulsan adalah obat untuk mencegah dan

mengobati epilepsi. Antikonvulsan digunakan terutama untuk

mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi (epilepsi seizure).

Golongan obat ini lebih tepat dinamakan obat anti epilepsi.

Sebab obat ini jaranf digunakan untuk gejala konvulsi penyakit

lain (Almatur Robiyah, 2022).

3. Mekanisme Obat Anti Konvulsan


Mekanisme anti konvulsan adalah bagian-bagian atau

tahapan-tahapan untuk mengetahui obat apa yang digunakan

untuk mencegah atau mengatasi kejang atau epilepsi

antikonvulsa atau antikejang tersedia dalam berbagai bentuk.

Antikonvulsan merupakan golongan obat yang identik

dan sering hanya digunakan pada kasus-kasus kejang karena

epilepsi mekanisme kerja obat antikonvulsa ini yang terpenting

ada dua, yaitu untuk mencegah terjadinnya tahapandepolarisasi

pada neuron normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi

(Almatur Robiyah,2022).

4. Penyebab Terjadinya Kejang

Antara lain terutama pada kepala, ercephalitos (radang

otak) obar, birt trauma ((bayi lahir dengan cara vakumkena kulit

kepala-trauma), penghentian obat depresn secara tiba-tiba,

tumor, demam tinggi, hipoglikemia, asitosis, aikalosis,

hipokulsemia, idiolaptik. Sebagaian kecil disebabkan oleh

menigngitis disembuhkan dengan obat aintilepsi, walaupun

mereka tidak dianggap epilepsi. Menurut Internasional League

Agussist Epilepsy (ILAE), kejang dapat dikategorikan menjadi

dua kelompok utama yaitu kejang parsiaal (partial soleures) dan

kejang keseluruhan dikelompokkan menajdi pevit mal selzures,


tonic clonic (grandmal) selzures, tonic, clonic, atonic selzures

(Candra Wahyuni, 2018).

5. Klasifikasi Kejang

1) Kejang Umum

Serangan epilepsik mayor secara klasik terdiri dari

fase tonik (spasme obat kontinu) yang mungkin diawali

dengan tekanan dan jika berlarut, bisa berlanjut menjadi

sianosis. Kemudian fase klonik (sentakan) yang dapat

berhubungan dengan menggigit lidah dan mulut berbusa

kemudan relaksasi kehilangan kesadaran dan periode

mengantuk kebingungan.

2) Kejang Parsial

Kejang berasal dari satu fokus neuron sesekali fokus

terhadao pada lobus temporal selama konvulsi yang

berkepanjangan (Roy Neadow, 2002).

6. Pemberian Obat

1) Pemberian obat

Antikonvulsan, intermiten adalag obat yang

dimaksudkan dengan obat antikunvulsan yang diberikan

hanya pada saat demam.


Profiliksis intermiten diberikan pada kejang demam

dengan salah satu faktor resiko dibawah ini:

 Kelainan neurogis berat, misalnya palsi serebrat

 Berulang 4 kali atau lebih

 Usia <6 bulan

 Bila kejang terjadi pada subu tubuh kurang dari 39°C.

 Apabila pada episode kejang demam sebelumnya,


suhu tubuh meningkat dengan cepat.

2) Pemberian obat antikonvulsan rumat

Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak

berbahaya dan penggunaannya obat dapat menyebabkan

efek samping yang tidak diinginkan, maka pengobatan

rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam

jangka pendek.Indikasi pengobatan rumat

 Kejang lokal

 Kejang lama >15 enit

 Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum

atau sesudah kejang, misalnya: palsi serebral,

hidrosetalus hemiparos.

 Lama pengobatan rumat


Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian

pengobatan rumat untuk kejang demam tidak

membutuhkan tapering of, namun dilakukan pada

saat anak tidak sedang demam (Sofyan Ismael,

2016).

B. Penggolongan Obat

Obat antilepsi terbagi dalam 8 golongan, empat golongan

antilepsi mempunyai rumus dengan inti berbentuk cincin yang

mirip satu sama lain yaitu golongan hidantolk, berbiturat,

oksazalidindion dan suksinimid. Akhir-akhir ini karbamazepin dan

asam kalporat memegang peran penting dalam penggolongan

epileps. Karbamazepin untuk bangkitan persial sederhana maupun

kompleks sedangkan asam kalporat terutama untuk bangkitan

maupun bangkitan kombinasi vena dengan bangkitan tonik-tonik

(Hendra Utama dan Vincent H.S.Gan)

1. Golongan Hidantoin

Dalam golongan hidantoin dikenal 3 senyawa

antikonvulsi fenitoin sebagai protitipe, mefinitoin dan etokonin.

Fenitoin berefek antikonvulsi tanpa menyebabkan eksitas dan

dosis letal menimbulkan irigitas deserahrasi. Efek stabilitas

membran sel oleh fenitoin juga terlihat pada saraf tepu dan
membran sel lainnya yang juga mudah terpacu misalnya sel

sistem konduksi dijantung.

2. Golongan Barbiturat

Sebagai antilepsi fenobarbital menekan letupan difokus

epilepsi, barbiturat menghambat tahap akhir oksidasi

mitokondria, sehingga mengurangi pembentukan fosfat

berenergi tinggi. Senyawa fosfat ini perlu untuk sintesis

membran sel neuron setelah depolarisasi.

3. Golongan Okrazohdindion

Trimetadium, sekalipun telah terdesak oleh suksinimic

merupakan plototip obat berbangkit lena. Trimetadion juga

bersifat hipnotik dan analgesik. Pada SSP trimetadion

memperkuat depresi pasca transmisi, sehingga transmisi

simpuls satu persatu tidak terganggu. Trimetadion

memudahkan pola ECB abnormal pada bangkitan lem.

4. Golongan Suksinimid

Antilepsi golongan suksinimid digunakan diklikik adalah

etosuksimid, metsuksimid dan fensuksimid spektrum

antikonvulsi etosuksimid sama dengan trimetadion etoksusimid

diabsorbsi lengkap melalui saluran cerna. Distribusi merata


kesegala jaringan dan kadar cairan serabrosenal sama

dengan kadar plasma.

5. Golongan Karbamazepin

Karbamazepin pertama-tama digunakan untuk

pengobatan trigerminal neuralsia, kemudian ternyata bahwa

obat ini efektif terhadap bangkitan persial kompleks dan

bangkitan-bangkitan tonik-klonik. Barbazepin memperlihat efek

analgesik selektif misalnya pada tabes dorsalis dan neuropati

lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik biasa.

6. Golongan Benzodiazepin

Mekanisme kerja benzodiazepin dan tampak kerja pada

SSP, terutama merupakan potensiasi inti biseneuron dengan

asam gamma-amino butirat (GABA) sebagai mediatus GABA

dan benzodiazepin yang aktif secara klinik terikat secara

selektif dengan reseptor GABA/benzodiazepin chloside ionofor

kompleks. Pengkaitan ini akan menyebabkan kanal.

7. Asam Valproat

Valproat terutama efektif untuk tempi epilepsi umum dan

kurang terhadap epilepsi lokal. Valproat menyebabkan

hiperpolarisasi potensial istirahat membran neuron, akibat

peningkatan daya konduksi membran untuk kalium. Efek


antikonvulsi valproat didasarkan pada meningkatnya kadar

asam ga,a aminobutirat (GABA) didalam otak.

8. Antilepsi lain

Fanasemid, suatu derivat asetil urin, merupakan suatu

analog dari 5 fenihidartion, tetapi tidak berbentuk cincin.

Finasemid memiliki antikonvulsan yang bersektrum luas.

Mekanisme kerja fenasemid ialah dengan peningkatan

ambang rangsang fokus serebol, sehingga hipereksitabilitas

dan letupan abnormal neuron sebagai akibat rangsangan

beruntun dapat ditekan fenasemed. Pada saraf tepi,

hipereksitabilitas oleh rangsangan beruntun atau hipokarsemia

juga dapat ditekan oleh fenasemid (Hendra U, dan Vincent,

H,S Gan. 2001).

C. Penggolongan Obat Generasi Pertama dan Kedua

Obat-obat ini dapat dibagi dalam berbagai kelompok kimiawi yaitu:

(Han Toon Tjay dan Rahardja, 2022)

1. Obat generasi pertama

 Barbital : fenobarbital dan neforbital memiliki sifat

antikonvulsit khusus yang terlepas dari sifat hipnotiknya.

Mekanisme kerja pasif tidak diketahui. Data-data terakhir


menunjukkan bahwa fenobarbital mungkin secara selekti

menekan neuron abnormal. Menghambat penyebaran

dan menekan lepas muatan dan fokus-fokus epilepsi

(Bertram G. Katzung, 2012: 411) contoh obatnya

sibitalda diapol.

 Pentoin : struktur kimia obat ini mirip barbital tetapi

dengan cincin lima hidrogen. Senyawa idrogen ini

terutama digunakan pada grandmal. Mekanisme kerja

fenotoin mengubah hantaran Na+, K+ dan CO2.

Potensial membran dan konsentrasi asam-asam amino

serta neurontransmitter, neuroinerin, asetilkolin, dan

asam amino butirat (GABA) (Bertram G Katzung, 2012:

405). Contoh obat: bikatin, khapenitel, kutoin.

 Suksinimida : thalsuksinimida dan mesuksimida,

senyawa ini memiliki kesamaan dalam susunan gugus

cincinnya dengan fentoin, terutama pada pentonal.

 Lainnya : asam valproat, diazepam, dan klonazepam,

karbamazepin dan oksokarbazepin.


2. Obat Generasi Kedua

 Vigobatrin : saat ini dilakukan penelitian-penelitian untuk

mencari obat yang meningkatkan efek GABA antara lain

dengan menemukan agonis dan pruding GAB.

Transmisi, dan inhibitor penyebaran ulang GABA.

Vigobatrin adalah salah satu obat semacam ini. (Betram

G. Katzung, 2012: 416)

 Lamotrigin : mekanisme kerja lamotrigin seperti fenitoin,

menekan lepas mudah ceoat menetapneuron dan

menghasilkan blokade susunan Na+ dipenden volbase

dan pemakaian lamotrigin juga menurunkan pelepasan

glutamat x sinopsis (Betram G, Katzung 2012: 414)

 Topiramat : topiranat kemungkinan besar menghambat

saluran Na+ erpintu, voltase. Obat ini juga bekerja pada

saluran CA2+ yang diaktikan oleh voltase tinggi (tipe c)

(Betram G, Katzung. 2012: 416).

 Felvamat : felvamat tempatnya memiliki banyak

mekanisme kerja obat ini menyebabkan bolkade

reseptor NMB4 defendent. Pemakalan dengan

selektivitas untuk subtipe miri, 2 B. Felbonat juga


menyebabkan penguatan reseptor GABA Binp

Karbohidrat (Betram G, Katzung, 2012: 412) contoh obat

yaitu felbotol.

 Gabapentin : meskipun memiliki kemiripin struktur

pengkalisme dengan GABA namun gabapentin dan

pengabolisme tidak bekerja secara langsung pada

reseptor GABA. Hal ini tempatnya mendesal mekanisme

kerja utama yaitu menunjukkan pemasukan caet

(Betram G, Katzung dkk: 2012: 415).

D. URAIAN OBAT DAN BAHAN

A. URAIAN OBAT

1. Neufar 75mg (Pregabalin) FI ed V 2014

Nama Resmi : PREGABALIN

Nama Lain : Pregabalin

Rumus Molekul : C8H17NO2

Berat Molekul : 19,23 gram/mol

Rumus Struktur :
Indikasi : Nyeri neuropatik perifer,terapi tambahan

untuk parsial atau tanpa generalisasi

sekunder

Kontra Indikasi : Hipersensi-Wanita menyusui

Peringatan : Hindari pemutusan obat mendadak,hati-

hati pada golongan ginjal

kehamilan,lansia,anak 12-17 tahun.

Intoleransi galaktosa

malatsorpsi,glukosa, DM(Dosis

Manusia).

Efek Samping : Pusing, peningkatan nafsu

makan,langsung, emosi label,

impotensi, intabilitas, gangguan

penglihatan,vertigo.

Indikasi Obat : Pregabalin mempotensiasi efek ethanol

dan blazepam

Dosis :Dosis awal 50-75 mg/hari


2. Nepatic 300mg (Gabapentin) FI.ed V.2014

Nama Resmi : GABAPENTIN

Nama Lain : Gabapentin

Rumus Molekul : C9H17NO2

Berat Moleku : 171,24 gram/mol

Rumus Struktur :

Pemerian : Padatan hablur putih sampai hamper

putih

Kelarutan : Mudah larut dalam air, larutan basa dan

larutan asam

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, simpan

pada suhu ruang

Indikasi : Terapi tambahan untuk epilepsi parsial

dengan atau tanpa kejang namun yang

tidak dapat dikendalikan dengan anti

epilepsi lain, nyeri neuropatik

Kontra Indikasi : Hipersensivitas, pankreatitis akut, tidak

efektif pada kejang generalisasi primer,

galahtosemia (intoleransi galaktosa)


Peringatan : Hindari penghentian obat secara tiba-

tiba (dapat menyebabkan ansietas,

insomnia, mual, nyeri dan

berkeringat.Penurunan dosis obat,

bertahap sekurang-kurangnya 1

minggu)

Efek Samping : Nyeri punggung, nyeri perut, demam,

infeksi, virus, lelah, pusing, vasodilatasi,

konstipasi abnormalitas pada gigi

Dosis : Epilepsi 300 mg pada hari ke-1,

kemudian 300mg 2x sehari pada hari

ke-2, dan 300 mg 3x sehari (kira-kira

setiap 8 jam) pada hari ke-3 selanjutnya

dinaikkan sesuai respon, dosis lazim

0,9-1,8g sehari

3. Phenobarbital (FI.III 1979)

Nama Resmi : PHENOBARBITALUM

Nama Lain : Luminal,fenobarbital

Rumus Molekul : C12H12N2O3

Berat Molekul : 237,24 gram/mol


Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih,tidak

berbau, rasa agak pahit

Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air,dalam

ethanol 95% dalam eter,dalam larutan

alkali hidroksida

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Indikasi : Epilepsi, semua jenis kecuali petir lual,

status epileptikus

Kontra Indikasi : Depresei pernapasan berat, perfina

Peringatan : Lansia,anak,gangguan fungsi hati dan

ginjal, depresi pernafasan,

menyusui,hindari pemutusan obat

mendadak

Efek Samping : Mengantuk, depresi mental, aksia,

hiperaktif pada anak-anak, agitasia

resah dan bingung


Interaksi : Memiliki interkasi dengan berbagai obat

misalnya teofilin dan steroid

Dosis : Oral 60-180mg/malam.Anak 5-8mg/kg

bb/hari. Intravena 50-200mg.Ulang

setelah 6 jam bila perlu maksimal

600mg/hari

4. Fenitoin (FI V 2014)

Nama Resmi : FENITOIN

Nama Lain : Phenytoin

Rumus Molekul : C15H12N2O2

Berat Molekul : 252,27 gram/mol

Rumus Struktur :

Pemerian : Serbuk putih, tidak berbau, melebur

pada suhu lebih kurang 290֯

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam

etanol dingin, dalam klorofom dan

dalam eter
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Indikasi : Mengatasi kejang tonik-klonik general

maupun kejang lokal.Misalnya pada

epilepsi dan yntuk mengalami status

epileptikus

Kontra Indikasi : Riwayar hipersensitvitas terhadap

phemytoin atau hepatoksisitas akibat

phenytoin

Peringatan : Penggunaan pada kondisi khusus

seperti penyakit kardiovaskular liipo dan

diabetes melitus

Interaksi : Interaksi dapat terjadi pada penggunaan

fenitoin bersama phenobarbital.Asam

valporat dan beberapa obat lainnya

Efek Samping : Pusing,Vertigo, sakit kepala, gangguan

kordinasi

Dosis : Antmia, injeksi intravena lekat kateter

vena sentral 3,5-5mg/kg lob pada

kecepatan tidak lebih dari 50mg/menit


5. Karbamazepin (FI V 2014)

Nama Resmi : KARBAMAZEPIN

Nama Lain : Carbamazepin

Rumus Molekul : C15H12N2O

Berat Molekul : 236,22 gram/mol

Rumus Struktur :

Pemerian : Serbuk, putih sampai hamper putih

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol dan

aseton

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Indikasi : Piopilaksis penyakit manili depresif yang

tidak responsif pada ileum

Kontra Indikasi : Pasien dengan depresif sumsum tulang,

dubluk dan lupersensitivitas terhadap

obat ini

Interaksi Obat : Meningkatkan resiko terjadinya efek

samping yang merusak system saraf

jika digunakan dalam iklilum


Efek Samping : Leukopemia, trombositopenia, depresi,

system saraf pusat, hipotensi dan

kelainan kondisi jantung

Peringatan : Hindari penggunaan bersama dengan

MAOI/ anonamilae oxidae inhibitor

penggunaan pada pasien dengan

riwayat system sum sum tulang

belakang

Dosis : Dosis awal 400mg/hari,dosis

terbagi,dinaikkan sampai gejala

terkendali.Dosis 142m= 400-600

mg/hari max 1,6g/hari

B. URAIAN BAHAN

1) Na-CMC (FI III 19719)

Nama Resmi : NATRII CARBOXYMETHYL

CELLULOSUM

Nama Lain : Na-cmc

Rumus Molekul : CH2OCHCOONa

Berat Molekul : 76,09 gram/mol

Rumus Struktur :
Pemerian : Serbuka atau granul, warna putih,

sampai kram, berasa

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam aseton, etanol,

eter dan bluene.Mudah terdispersi

dalam air

Kegunaan : Suspending agen dan control negatif

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

2) Aquadest (FI III 1979)

Nama Resmi : AQUA DESTILATA

Nama Lain : Aquadest,air suling,air murni

Rumus Molekul : H2O

Berat Molekul : 18,02 gram/mol

Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih,tidak berbau,tidak

berwarna,tidak berasa

Kegunaan : Zat tambahan (pelarut)

Penyikmpanan : Dalam wadah tertutup baik


E. URAIAN HEWAN UJI

I. Klasifikasi (Rudy Agung Nugroho,2018:12)

Mencit (Mus musculus)

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Class : Mamalia

Sub Class : Thesia

Ordo : Rodensia

Famili : Muridae

Sub Famili : Muridae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

II. Karakteristik Hewan Uji (Catry A.Johnson,Delanst 2008)

Massa Hidup : 2 tahun

Berat Badan Jantan Dewasa : 20-40 gram

Berat Badan Betina Dewasa : 25-45 gram

Luas Permukaan Tubuh : 10,5 (berat dalam gram) 2/3

Suhu Tubuh : 36,5-38,0֯c (91-10֯f)

Nomor Diploid : 40

Konsumsi Makanan : 15 gram/100gram/hari


Konsumsi Air : 15 ml/100gram/hari

Waktu Transit cl : 8-14 jam

Tingkat Pernapasan : 60-220/menit

Volume Pasang Surut : 0,09-0,23 ml

Penggunaan Oksigen : 1,63-2,17 ml

Detak Jantung : 325-780/menit

Volume Darah : 78-80 mg/kg

Tekanan Darah : 113-147/81-106 mmHg

III. Morfologi (Rudy A.Nugroho,2018:12)

Mencit memiliki bulu pendek halus berwarna putih serta ekor

berwarna kemerahan dengan panjang daripada badan dan

kepala.Ciri-ciri lain mencit secara umum adalah tekstur rambut

lembut dan halus,bentuk hidung kerucut terpotong bentuk badan

silindris agak membesar kebelakang warna rambut putih. Mata

merah,ekor merah muda.


Bab III

METODE KERJA

A. Alat dan bahan

1. Alat

Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu: spoit,

stopwatch, timbangan, gelas kimia, dan hot plate.

2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu :

Neufar 75 mg, Nepatic 300 mg, Na-cmc 0,5%, Phenobarbital 30

mg, Fenitoin 100 mg, Karbamazepin 200 mg, serta tissue, dan

aquadest.

B. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum kali ini dengan judul “Antikonvulsan” dilaksanakan

pada tanggal 10, juni 2023, bertempat di laboratorium Farmakologi dan

Toksikologi 1 lantai 5, Program studi Farmasi, Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Makassar.

C. Prosedur Kerja

1. Cara Kerja

a. Disiapkan alat dan bahan

b. Disiapkan hewan uji yaitu dipuasakan terlebih dahulu selama 18

jam, dan masih diberikan air minum

c. Dikelompokkan mencit sesuai yang ditentukan atau ditandai


d. Ditimbang semua mencit yang ada

e. Dilakukan perlakuan terhadap semua mencit yaitu pemberian

obat oral suspensi yang telah dibuat dan dihitung dosisnya

f. Diamati daya cengkram pada setiap mencit

g. Didata satu-satu mencit dan diperhatikan perubahannya

h. Dibahas hasil pengamatan dan disiapkan

2. Penyiapan Hewan Uji

a. Disiapkan hewan uji mencit

b. Dipuasakan selama 18 jam tetapi tetap diberi air minum

3. Pembuatan Suspensi Na-cmc 1% b/v

a. Disiapkan Na-cmc

b. Dihitung Na-cmc

c. Ditimbang Na-cmc diatas kertas perkamen

d. Disiapkan gelas kimia, kemudian diberi aquadest

e. Dinyalakan hot plate

f. Dinaikan gelas kimia yang berisi aquadest, tunggu hingga

mendidih

g. Dimasukkan Na-cmc sedikit demi sedikit aduk hingga berbentuk

mucilage, keluarkan lalu didinginkan

4. Pembuatan Suspensi Obat

a. Disiapkan obat yang digunakan

b. Ditimbang diatas kertas perkamen


c. Dimasukkan kedalam botol

d. Ditambahkan Na cmc dan obat

e. Diaduk hingga homogen, beri label

f. Pengamatan dan Pengumpulan Data

g. Analisis Data
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. TABEL PENGAMATAN

1. Kelompok 1 (Neufar 75 mg)


R Berat Perlakuan Total Rata-
Badan menit Rata
5 10 15 20 25 30
1 98 19 8 8 8 10 9 62 10,3

2 119 9 14 11 10 7 8 59 9,83

3 111 20 24 23 29 30 24 150 25

2. Kelompok 2 (Nepatic 300 mg)


R Berat Perlakuan Total Rata-
Badan menit Rata
5 10 15 20 25 30
1 116 40 56 50 50 59 70 322 53,5

2 153 30 34 35 35 48 53 248 41,3

3 132 40 44 59 59 84 90 387 64,5

3. Kelompok 3 (Na-CMC 0,5%)


R Berat Perakuan Total Rata-
Badan menit Rata
5 10 15 20 25 30
1 140 21 13 11 10 10 7 72 12

2 125 15 20 16 8 5 3 67 11,1

3 107 16 11 1 4 2 1 35 5,83
4. Kelompok 4 (Phenobarbital 30 mg)
R Berat Perlakuan Total Rata-
Badan menit Rata
5 10 15 20 25 30
1 133 19 25 26 25 25 18 138 23

2 124 20 26 26 25 25 29 151 25,1

3 108 20 12 25 28 25 34 144 24

5. Kelompok 5 (Fenitoin 100 mg)


R Berat Perlakuan Total Rata-
Badan menit Rata
5 10 15 20 25 30
1 16 16 17 17 15 13 94 15,6

2 17 16 16 14 12 12 87 14,5

3 18 18 16 14 14 13 93 15,5

6. Kelompok 6 ( Karbamazepin 200 mg )


R Berat Perlakuan Total Rata-
Badan menit Rata
5 10 15 20 25 30
1 138 27 23 23 24 20 27 144 24

2 128 13 15 20 15 10 11 84 14

3 126 30 18 26 28 29 38 169 28,1


B. Pembahasan
Epilepsi adalah gangguan atau kondisi medis kronis, berupa

kejang berulang yang tidak dapat diprediksi yang mempengaruhi

berbagai fungsi mental dan fisik (ESK. 2020).

Tujuan dari percobaan antikonvulsan adalah bagaimana cara

mengetahui efek antikonvulsan setelah pemberian obat pada hewan

uji, lalu diamati kekuatan daya cengkram setelah pemberian obat

secara peroral pada hewan uji tikus (Rattus norvegicus).

Pada praktikum kali ini tentang percobaan antikonvulsan dimana

menggunakan hewan uji tikus (Rattus norvegicuss) dan beberapa

obat-obat seperti neufar 75mg, Nepatic 300mg, Fenobarbital 30mg,

Fenitoin 100mg, Karbamazepin 200mg, serta bahan Na-cmc 0,5%

(kontrol-). Kemudian setelah pemberian obat diamati daya cengkram

pada menit 5, 10, 15, 20, 25, dan 30.

Adapun hal kamu peroleh pada masing-masing tiap kelompok

dengan berbagai obat yang diberikan terhadap hewan uji tikus (Rattus

noervegicuss) adalah sebagai berikut.

Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dari kelompok 1

dengan menggunakan obat antikonvulsan Neufar 75 mg dengan berat

tikus 1 (98 g), tikus 2 (119 g), tikus 3 (111 g), maka dapat diperoleh

hasil setelah pemberian obat Neufar 75 mg dengan volume pemberian

pada tikus 1 (2,45 ml), 2 (2,97 ml), 3 (2,77 ml), kemudian diperoleh
hasil pengamatan pada menit 15-30 terhadap hewan uji tikus 1 pada

menit 5 (19), 10 (8), 15 (8), 20 (8), 25 (19), dan 30 (9), dengan total

menit 62 serta rata-rata sebesar 10,3. Pada tikus 2 diperoleh hasil

pada menit 5 (9), 10 (14), 15 (11), 20 (10), 25 ( 7), dan 30 (8), dengan

total menit sebesar 59 serta rata-ratanya sebesar 9,83. Sedangkan

pada tikus 3 diperoleh hasil pada menit 5 (20), 10 (24), 15 (23), 20

(23), 25 (30), dan 30 (24), dengan total menit sebesar 150 serta rata-

ratanya sebesar 25.

Berdasarkan literatur penggunaan pengobatan untuk obat anti

kejang, namun berbagai penelitian menemukan potensi pregabalin

sebagai salah satu terapi dini pertama untuk nyeri neuropetik. Hal ini

sejalan dengan yang kkita lakukan, sebab literatur mengatakan bahwa

pregabalin mempunyai efek sebagai anti kejang, namun efek yang

diberikan kurang efektif padahal pregabalin bagus untuk obat kejang,

nyeri, dll. Mungkin pada saat pemberiaan obat terjadi beberapa

kesalahan (1 Putu eka,2015).

Berdasarkan hasil pengamatan kelompok 2 dengan menggunakan

obat antikonvulsan Nepatic 300 mg dengan berat tikus 1 (116 g), tikus

2 (153 g), tikus 3 ( 132 g). kemudian setelah proses penimbangan

dilakukan perlakuan pada masing-masing hewan uji, lalu diperoleh

hasil tiap perlakuan pada hewan uji tikus 1 pada menit 5 (40), 10 (56),

15 (50), 20 (44), 25 (59), dan 30 ( 70). Pada tikus 2 diperoleh hasil


pada menit 5 (30), 10 (34), 15 (35), 20 (48), 25 (48), dan 30 (53), dan

pada tikus 3 diperoleh hasil pada menit 5 (40), 10 (44), 15 (59), 20

(70), 25 (84), dan 30 (90).

Pada kelompok 2 didapatkan total pada tikus 1 adalah 332 dengan

rata-rata sebesar 53,6, pada tikus 2 adalah 248 dengan rata-rata

sebesar 41,3, pada tikus 3 adalah 387 dengan rata-rata sebesar 61,5.

Berdasarkan literatur gabapentin adalah obat yang digunakan

sebagai antiepilepsi tapi sekarang juga direkomendasikan sebagai unit

pertama pada nyeri neuropatik, termasuk neuropatik diabetic dan post

nerpatic, jadi hasil praktikum sejalan dengan literatur dimana

gabapentin mempunyai efek mampu mengatasi kejang (epilepsi)

(Zhulha syifah, 2018).

Berdasarkan hasil pengamatan kelompok 3 dengan menggunakan

Na-cmc sebagai control negative dengan berat tikus 1 (140 g), tikus 2

(125 g), tikus 3 (107 g), kemudian diperoleh hasil setelah pemberian

Na-cmc secar peroral pada hewan uji tikus didapatkan hasil untuk tikus

1 pada menit 5 (21), 10 (13), 15 (11), 20 (10), 25 (10), dan 30 (7). Pada

tikus 2 diperoleh hasil pada menit 5 (15), 10 (20), 15 (16), 20 (8), 25

(5), dan 30 (3), dan pada tikus 3 diperoleh hasil pada menit 5 (16), 10

(11), 15 (1), 20 (4), 25 (2), dan 30 (1).

Pada kelompok 3 didapatkan total menit 5-30 pada tikus 1 adalah

72 dengan rata-rata sebesar 12, pada tikus 2 adalah 67 dengan rata-


rata sebesar 11,1, pada tikus 3 adalah 75 dengan rata-rata sebesar

12,5.

Berdasarkan literatur Na-cmc juga digunakan sebagai kontrol

negatif untuk membandingkan ada tidaknya daya analgetic,

antikonvulsan terhadap kontrol positif . jadi hasil praktikum kami tidak

sejalan dengan literatur dikarenakan tikus selalu jatuh pada saat

pengamatan daya cengkram. Seharusnya tikus tidak mengalami jatuh

(Mayang,2021).

Berdasarkan hasil pengamatan kelompok 4 dengan menggunakan

obat antikonvulsan Phenobarbital 30 mg dengan berat tikus 1 (133 g),

tikus 2 (124 g), tikus 3 (108 g), maka diperoleh hasil setelah pemberian

obat secara peroral terhadap hewan uji tikus 1 pada menit 5 (19), 10

(25), 15 (26), 20 (25), 25 (25), dan 30 (18). Pada tikus 2 dimenit 5 (19),

10 (25), 15 (26), 20 (25), 25 (25), dan 30 (29), dan pada tikus 3

diperoleh hasil pada menit 5 (20), 10 (12), 15 (25), 20 (28), 25 (25),

dan 30 (34).

Pada kelompok 4 didapatkan total menit 5-30 pada tikus 1 adalah

138 dengan rata-rata sebesar 23, pada tikus 2 diperoleh hasil 151

dengan rata-rata sebesar 25,1 dan pada tikus 3 diperoleh hasil 144

dengan rata-rata sebesar 24.

Menurut Nabila (2020), Fenobarbital digunakan sebagai tujuan dari

tatalaksana dari epilepsi bekerja untuk menyeimbangkan proses


inhibasi dan eksitasi didalam otak, sehingga dapat digunakan baik

untuk epilepsy maupun berbagai penyakit lain dengan kemiripan

Fatofisiologi dengan epilepsi. Jadi berdasarkan praktikum yang kami

lakukan sejalan dengan literatur bahwa phenobarbital mampu sebagai

obat kerjang yang mampu dan baik.

Berdasarkan hasil pengamatan kelompok 5 dengan menggunakan

obat antikonvulsan Fenitoin 100 mg dengan berat tikus 1 ( 135 g), tikus

2 ( 120 g), tikus 3 ( 110 g), maka dieroleh hasil setelah pemberian obat

secara peroral pada tikus 1 hasil yang didapatkan pada menit 5 dan

100 (16), 15 (17), 20 (17), 25 (15), dan 30 (13). Pada tikus 2 diperoleh

hasil pada menit 5 (17), 10 dan 15 (16), 20 (14), 25 dan 30 (18).

Pada kelompok 5 didapatkan hasil total menit 15-30 terhadap tikus

1 adalah 94 dengan rata-rata sebesar 15,6, pada tikus 2diperoleh hasil

87 dengan rata-rata sebesar 14,5 sedangkan pada tikus 3 hasil yang

diperoleh adalah 93 dengan rata-rata sebesar 15,5.

Menurut Rinawati (2018), Febitoin menghambat penyerapan asam

otot sehingga membatasi produksi kolagenase aktif. Jadi hasil

praktikum yang kami lakukan sejalan dengan literatur, tetapi hasil yang

diperoleh kurang efektif, dan hasilnya melemaskan otot sehinggu tikus

dalam keadaan lemas dibagian otot.

Berdasarkan hasil pengamatan kelompok 6 dengan menggunakan

obat antikonvulsan Karbamazepin 200 mg dengan berat tikus 1 (138


g), tikus 2 (128 g), tikus 3 (126 g). kemudian diperoleh hasil setelah

pemberian obat secara peroral pada tikus 1 dimenit 5 (27), 10 (15), 15

(23), 20 (24), 25 (20), dan 30 (27). Pada tikus 2 diperoleh hasil pada

menit 5 (13), 10 (15), 15 (20), 20 (15), 25 (10), dan 30 (11). Pada tikus

3 diperoleh hasil pada menit 5 (30), 10 (18), 15 (26), 20 (28), 25 (29),

dan 30 (38).

Pada kelompok 6 didapatkan total menit 5-30 pada tikus 1 adalah

144 dengan rata-rata sebesar 24, pada tikus 2 diperoleh hasil yaitu 84

dengan rata-rata sebesar 14, dan pada tikus 3 diperoleh hasil 169

dengan rata-rata 28,1.

Berdasarkan literatur, Karbamazepin merupakan salah satu obat

anti epilepsi yang digunakan secara luas tetapi tunggal sebagai obat

unit pertama untuk mengatasi kejang, parsial, terik-terik, dan

meredkan beberapa gangguan saraf lainnya dengan cara

menghambat gerbang vatase kelmi natrium. Jadi hasil praktikum yang

kami peroleh sejalan dengan literatur bahwasanya karbamazeoin

dugunakan sebagai antiepilepsi (kejang) uni pertama.

Adapun factor kesalahan yang mungkin terjadi selama praktikum

yaitu salah penimbangan obat, dosis yang diberikan tidak sesuai serta

kemungkinan pada saat penggunaan kayu rotan terhadap hewan uji

untuk mengamati daya cengkram, kemungkinan kurang akurat dan

cara pemutaran yang tidak konsisten.


Berdasarkan perhitungan Anova tentang perlakuan daya cengkram

hewan uji tikus pada Between Groups hasil yang diperoleh yaitu 0,554.

Menandakan bahwa data tersebut signifikan.

Berdasarkan Test Of homogeneity Of Variever pada daya cengkram

hewan uji tikus data yang diperoleh yaitu signifikan karena hasilnya

0,987.

Berdasarkan uraian pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa

obat yang paling efektif dalam antikonvulsan dengan obat

karbamazepin 200 mg, menurut Safrina (2016) karbamazepin salah

satu obat antiepilepsi yang digunakan secara luas tempi tunggal

sebagai obat uni pertama untuk mengatasi kejang.

SPSS digunakan dalam percobaan ini karena sangat terpercaya

untuk menganalisis data, bila dibandingkan dengan perhitungan

analisis data secara manual. SPSS mempunyai manfaat yang banyak,

salah satunya analisis data, pengolahan data dll. Jadi dapat

disimpulkan bahwa karbamazepin 200 mg sangat efektif dan sesuai

dengan praktikum kali ini.

Berdasarkan perhitungan Anova maka dapat disimpulkan hasil

signifikan dan non signifikan terhadap obat yang diberikan pada hewan

ui tikus (Rattus norvegicus).

Pada hasil perlakuan 1 (neufar) dibandingkan dengan neufar hasil

yang diperoleh (0,973), Na-cmc (0,987), phenobarbital (0,810), fenitoin


(0,910), karbamazepin (0,825) hasil yang diperoleh yaitu signifikan

terhadap obat-obat yang diberikan, dikarenakan hasilnya diperoleh di

atas 0,015.

Pada hasil perlakuan 2 (nepatik) dibandingkan dengan Na-cmc hasil

yang diperoleh adalah (0,751), Fhenobarbital (0,407), Fenitoin (0,536),

dan Karbamazepin (0,423) hasil yang diperoleh yaitu signifikan

terhadap pemberian obat yang diberikan pada masing-masing hewan

uji, dikarenakan hasilnya diperoleh diatas 0,05.

Pada hasil perlakuan 3 (Na-cmc) dibandingkan dengan

Fhenobarbital diperoleh hasil sebesar (0,907), Fenitoin (0,999), dan

Karbamazepin (0,990). Hasil yang diperoleh yaitu signifikan terhadap

pemberian obat yang dberikan pada masing-masing hewan uji,

dikarenakan hasilnya diperoleh diatas 0,05.

Pada perlakuan 4 (Phenobarbital) dibandingkan dengan Febitoin

hasil yang diperoleh adalah (1.000), Karbamazepin (1.000), hasil yang

didapatkan yaitu signifikan. Terhadap pemberian obat yang diberikan

dikarenakan hasilnya diatas 0,05.

Pada perlakuan 5 Fenitoin dibandingkan dengan Karbamazepin

ddiperoleh hasil adalah (1.000). Terhadap pemberian obat yang

diberikan dikarenakan hasilnya diatas 0,05.


Pada perlakuan 6 Karbamazepin diperoleh hasil sebesar (1.000)

terhadap pemberian obat masing-masing hewan uji dikarenakan

hasilnya diperoleh diatas 0,05.

Berdasarkan ulasan diatas maka dapat disimpulkan bahwasanya

obat yang paling efektif serta mempunyai nilai yang lebih besar

terhadap signifikan yaitu obat Fenitoin dan Karbamazepin karena

hasilnya diperoleh sebanyak (1.000), sedangkan jika hasil signifikan itu

0,05 jadi obat ini melebihi hasil signifikan.


BAB V
Penutup
A. Kesimpulan

Antikonvulsan pada percobaan antikonvulsan sebagai

kehilangan daya cengkram pada hewan coba tikus (Rattus

Norvegicus) mempunyai efek anti epilepsy (kejang).

Efek yang diterima pada hewan uji yaitu adanya kehilangan daya

cengkram yang terjadi setelah pemberian obat.

Pada percobaan kali ini yang mempunyai efek

antikonvulsan yang baik yaitu pada obat karbamazepine 200 mg

yang dikarenakan mampu mengatasi antikonvulsan yang baik dan

beberapa jurnal mengatakan bahwasannya karbamazepine

sebagai line pertama untuk penyakit kejang (epilepsi). Dari

keenam obat yang digunakan yang paling tinggi dan signifikan

Fenitoin dan karbamazepine dengan nilai hasil (1.000) sesuai

dengan syarat signifikan yaitu di atas (0,05).

B. Saran

Adapun saran yang bisa kami berikan mungkin praktikkan

agar kiranya tetap tenang dan diam selama berada dilaboratorium

serta alat-alat yang digunakan,dibersihkan,disusun dan dirapikan

Kembali.
Daftar Pustaka
Amalia kea stella,2013. Evaluan poster hipertensi pada pengunjung

puskesmas tulaga Kabupaten Puskesmas Majalengka.Jurnal

Kesehatan Masyarakat.

Angrae Mellanie dwi dkk,2019.Pola Penggunaan obat anti konvulsan

pada panen gangguan kejiwaan di rumah sakit jiwa

Candia Wahyuni,2018.Farmakologi kebidanan.Jakarta.

Dirjen Pom,1979.Farmakope Indonesia edisi III.Depkes RI

Fatan.Fllm 4.2013.Artikel : rexitno journal pemilihan obat antipiretik untuk

anak-anak.Prodi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Singapura.Journal of Pharmacentical If Seltmes.

Iputu eka widyadan.Efektivitas pregaban untuk terapi nyeri kronis :

Evetience Based Riview.Universitas Udayana

Mayang 1,dkk.2019. Anastinologi dan terapi intensik.Gramedia Pustaka

utama.

Mabas Mardjono dan anef,2020.Psikompik,Jakarta.

Mayang Marsina,2021.Uji efek ambetik ekitnik ebinol daun kumis kucing (

ortosiphon anstatus ) ( Blume ) terhadap tikus


SKEMA KERJA

Disiapkan alat dan bahan dan hewan uji

Dipuasakan, dikelompokkan dan di mbang

Perlakuan

Kelompo Kelompo Kelompo Kelompok Kelomp Kelompok


k1 k k 4 ok 5 6
2 3
Nefar Nepatic Na-cmc Phenobarbit Fenitoin Karbamazep
75 mg 300 mg 0,5% al 100 mg ine
30 mg 200 mg

Ditunggu selama 30 menit

Diama kekuatan daya cengkram pada menit ke


5, 10, 15, 20, 25, dan 30

Didata

Dibahas

Kesimpulan
LAMPIRAN

NO GAMBAR KETERANGAN

Proses penimbangan serbuk obat

Larutan Neufar

Larutan suspensi obat


4

Proses penimbangan hewan uji

Pemberian obat secara peroral

Uji ketahanan daya cengkram hewan uji


PERHITUNGAN
A. Perhitungan Dosis
1. Kelompok 1 (Neufar 75 mg)
Fk tikus = 0,018
BB standar = 100 gram
BB maks = 200 gram
V. pemberian = 5 ml
DBM = etiket x FK
= 75 x 0,018
= 1,35 mg/20 g/5 ml
Rata-rata = 0,1885 g = 188,5 mg
,
Ditimbang = x 1,35
= 3,393 mg
Suspensi = x 3,393
= 13,572 mg = 0,01357 g

Volume pemberian
 Tikus 1
Vp = x 5 ml
= 2,45 ml
 Tikus 2
Vp = x 5 ml
= 2,97 ml
 Tikus 3
Vp = x 5 ml
= 2,77 ml

2. Kelompok 2 (Nepatic 300 mg)


Fk tikus = 0,018
BB standar = 100 gram
BB maks = 200 gram
V. pemberian = 5 ml
DBM = etiket x FK
= 300 x 0,018
= 5,4 mg/20 g/5 ml
Rata-rata = 0,4995 g = 499,5 mg

,
Ditimbang = x 5,4
= 8,991 mg
Suspensi = x 8,991
= 35,964 mg = 0,0359 g

Volume pemberian
 Tikus 1
Vp = x 5 ml
= 2,9 ml
 Tikus 2
Vp = x 5 ml
= 3,82 ml
 Tikus 3
Vp = x 5 ml
= 3,3 ml

3. Kelompok 3 (Na-CMC 0,5 %)


,
= × 100
= 2,5 g dari 500 ml

Volume pemberian
 Tikus 1
Vp = x 5 ml
= 3,5 ml
 Tikus 2
Vp = x 5 ml
= 3,12 ml
 Tikus 3
Vp = x 5 ml
= 2,67 ml
4. Kelompok 4 (Phenobarbital 30 mg)
Fk tikus = 0,018
BB standar = 100 gram
BB maks = 200 gram
V. pemberian = 5 ml
DBM = etiket x FK
= 30 x 0,018
= 0,54 mg/20 g/5 ml
Rata-rata = 0,1105g = 110,5 mg
,
Ditimbang = x 1,35
= 1,989 mg
Suspensi = x 1,989
= 7,956 mg = 0,0079 g

Volume pemberian
 Tikus 1
Vp = x 5 ml
=3,32 ml
 Tikus 2
Vp = x 5 ml
= 3,1 ml
 Tikus 3
Vp = x 5 ml
= 2,7 ml

5. Kelompok 5 (Fenitoin 100 mg)


Fk tikus = 0,018
BB standar = 100 gram
BB maks = 200 gram
V. pemberian = 5 ml
DBM = etiket x FK
= 100 x 0,018
= 1,8 mg/20 g/5 ml
Rata-rata = 0,216 g = 216 mg
Ditimbang = x 1,8
= 3,888 mg

Suspensi = x 3,888
= 15,552 mg = 0,0155 g

Volume pemberian
 Tikus 1
Vp = x 5 ml
= 3,37 ml
 Tikus 2
Vp = x 5 ml
= 3 ml
 Tikus 3
Vp = x 5 ml
= 2,75 ml

6. Kelompok 6 (Karbamazepine 200 mg)


Fk tikus = 0,018
BB standar = 100 gram
BB maks = 200 gram
V. pemberian = 5 ml
DBM = etiket x FK
= 200 x 0,018
= 3,6 mg/20 g/5 ml
Rata-rata = 0,1654 g = 165,4 mg
,
Ditimbang = x 3,6
= 2,9772 mg
Suspensi = x 2,9772
= 11,9088 mg = 0,0119 g
Volume pemberian
 Tikus 1
Vp = x 5 ml
= 3,2 ml
 Tikus 2
Vp = x 5 ml
= 3,2 ml
 Tikus 3
Vp = x 5 ml
= 3,15 ml

Anda mungkin juga menyukai