P E M E R I N TA H A N D E S A D A L A M M E W U J U D K A N G O O D
GOVERNENCE (STUDI KASUS DESA NAMBO
K E C A M ATA N L A S A L I M U K A B U PAT E N B U T O N )
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Era reformasi ternyata memberikan dampak terjadinya pergeseran paradigma
sistem pemerintahan yang memiliki motif sentral menjadi sistem pemerintahan
desentralisasi. Pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah sebagai bentuk pemberian kepercayaan dan menciptakan sesuatu yang baru
di luar pengawasan pemerintah pusat. Pada hakekatnya kalimat otonomi daerah
dapat diartikan sebagai sebuah kebebasan untuk mengambil keputusan dalam hal
administrasi maupun politik dengan tetap mengacu pada peraturan perundang-
undangan.
Otonomi daerah diartikan sebagai sebuah daerah diberi hak otonom oleh
pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus kepentingan sendiri. Dalam hal
ini hak dan wewenang yang diberikan terutama dalam mengelola kekayaan alam
dan ekonomi rumah tangganya sendiri (Safitri, 2016). Berdasarkan pendapat
tersebut, otonomi daerah sebagai suatu kelebihan untuk mengambil keputusan
sendiri, baik keputusan politik atau administrasi dengan tetap menghormati
peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah yang benar bukan hanya sekadar
pemerintahan daerah sendiri menjadi pemerintahan daerah mandiri. Perubahan
sistem pemerintahan tersebut juga berdampak pada tataran pemerintahan
kecamatan dan desa, yaitu kecamatan tidak lagi menjalankan urusan pemerintah
pusat yang ada di daerah.
Urusan-urusan tersebut sudah menjadi wewenang bagi pemerintah desa
dalam melaksanakan, mengoordinasikan pembangunan dan membina kehidupan
masyarakat di berbagai bidang, dengan begitu pemerintahan desa menjadi kunci
dalam pelaksanaan otonomi daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah menjadi dasar hukum yang kuat untuk mengatur
keperluan desa sesuai kepentingan masyarakat itu sendiri.
Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
memberikan motivasi lebih bagi aparatur pemerintah desa dalam melaksanakan
perkembangan desa. Desa diartikan sebagai desa dan desa adat atau yang disebut
dengan nama lain, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintahan desa yang di dalamnya terdapat
Badan Permusyawaratan Desa sebagai pelaksana urusan pemerintahan dalam
mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat setempat (Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, 2014).
Hal tersebut dilaksanakan berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat
yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Kegiatan pemerintahan yang menjadi kekuasaan desa meliputi
urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa. Kegiatan
pemerintahan yang menjadi kekuasaan kabupaten atau kota yang diserahkan
pengaturannya kepada desa, tugas pembantuan dari pemerintah dan pemerintah
daerah. Aparatur desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa bertugas
untuk berkontribusi kepada kepala desa. Aparatur desa bertanggung jawab kepada
kepala desa.
Begitu juga kepala desa bertanggung jawab dengan tugas dan wewenangnya.
Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menjadikan motivasi lebih
bagi aparatur pemerintah desa dalam melaksanakan pembangunan desa.
Pemerintah desa merupakan garda terdepan dan berhadapan langsung dengan
pelayanan pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan. Pemerintah desa menjadi
tumpuan utama dalam keberhasilan program pemerintah. Memperkuat desa
menjadi suatu tujuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
desa. Dalam rangka meningkatkan kapasitas pelayanan, desa harus melaksanakan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya. Selain itu, kepastian
tersedianya anggaran dan sumber daya manusia untuk menyelenggarakan
pemerintahan pemberdayaan masyarakat sangatlah penting.
Sejarah desa Nambo Desa Nambo merupakan pemekaran dari Desa Suandala
Kecamatan Lasalimu Kabupaten Buton provinsi sulawesi tenggara pada tahun
2012, desa nambo terdiri dari 3 dusun yaitu: Dusun Nambo, Dusun Lagunturu,
Dusun Tandaompure. Pada tahun 2012 desa nambo di pimpin oleh pj. Kepala desa
bapak LA DEDE sampai 2013 yang di lantik oleh bupati buton. Pada tahun 2013-
2018 bulan agustus di pimpin oleh kepala desa bapak SARMAN, S.Pd.I. Pada
tahun 2018 september-desember 2018 di pimpin oleh pj. Kepala desa bapak LA
ARUFI, S.IP. Pada tahun 2019 januari – desember 2024 di pimpin kembali oleh
bapak SARMAN, S.Pd.I.
Batas-batas wilayah desa Nambo. Sebelah timur berbatasan dengan hutan
lindung, Sebelah selatan berbatasan dengan desa Lawele, Sebelah utara berbatasan
dengan desa Suandala, Sebelah barat berbatasan dengan teluk Lawele. Adapun
jumlah Penduduk Desa Nambo Kecamatan Lasalimu Kabupaten Buton:
Tabel.1. Jumlah Penduduk
NO JUMLAH PENDUDUK
METODE PENELITIAN
Variabel dalam penelitian ini yaitu Variabel independen (y) :
pengembangan kapasitas aparatur pemerintahan desa Variabel dependen ( x) :
good governance
Populasi dalam penelitian ini ialah aparatur desa nambo yang berjumlah 9
orang dan badan permusyawaratan desa (BPD) yang berjumlah 5 orang sehingga
total jumlah populasi aparatur desa nambo adalah 14 orang. Sampelnya
yaitu ,penulis mengambil sebagian dari populasi yang dianggap memahami dan
mampu memberikan penjelasan yang ingin diteliti.
1. Kepala desa 1 orang
2. Sekertaris desa 1 orang
3. Kaur umum 1 orang
4. Kaur keuangan 1 orang
5. Kaur pemerintahan 1 orang
6. Ketua BPD 1 orang
7. Anggota BPD 2 orang
Jumlah 8 orang
Sumber data yaitu bdata primer dan sekunder. Untuk teknik analisis data
yaitu reduksi data, penyajian data dan kesimpulan.
2. Akuntabilitas (accountability)
Daya tanggap merupakan salah satu prinsip dalam good governance yang
penting untuk memastikan bahwa pemerintah dapat merespons kebutuhan dan
aspirasi masyarakat secara efektif dan efisien, Daya tanggap dapat diartikan
sebagai kemampuan pemerintah untuk merespons keluhan, masukan, atau
permintaan dari masyarakat dengan cepat dan tepat dan hal ini dapat
membantu memperbaiki kualitas layanan publik, meningkatkan partisipasi
masyarakat, dan memperkuat hubungan antara pemerintah dan masyarakat.
Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Kepala desa Nambo,
Sarmin, S.Pd.I (Wawancara tanggal 09 Juni 2023) sebagai berikut:
“Bahwa prinsip daya tanggap/responsiveness dalam penerapannya
terutama dalam pemerintahan desa Nambo ini telah dikerjakan dengan
cukup baik seperti jika ada keluhan atau masukan yang berhubungan
dengan situasi atau keadaan desa serta masyarakatnya, maka
bahwasanya perangkat pemerintahan desa terutama kepala desa telah
berusaha dengan sikap yang baik dan merespon dengan cukup baik
dalam menerima keluhan maupun saran-saran dari masyarakat agar
tercipta kondusifitas yang baik antara masyarakat dengan pemerintah
yang ada dalam pemerintahan desa di desa Nambo ini, walaupun
penyebaran informasi untuk merespon keluhan dan saran dari
masyarakat terbilang lamban namun cukup baik dikarenakan kurangnya
staff pendukung dalam pemerintahan desa serta akses penguasaan
teknologi informasi.”
Berdasarkan wawancara di atas bahwa responsive dalam good governance
telah dikerjakan dengan baik dengan adanya daya tanggap yang cukup baik
dalam merespon keluhan serta permintaan pelayanan dalam masyarakat
walaupun masih kurangnya staff pendukung serta akses penguasaan teknologi
informasi.
Untuk memastikan daya tanggap yang baik, pemerintah perlu memiliki
sistem dan mekanisme yang memadai untuk menerima, menanggapi, dan
menindaklanjuti keluhan atau masukan dari masyarakat. Selain itu,
pemerintah juga perlu memastikan bahwa informasi yang dibutuhkan oleh
masyarakat tersedia dan mudah diakses, sehingga masyarakat dapat
memahami dan memanfaatkan layanan publik dengan baik. Dengan
demikian, daya tanggap yang baik dapat membantu memperkuat prinsip-
prinsip good governance, seperti partisipasi, akuntabilitas, dan transparansi.
Namun, dalam praktiknya, masih banyak tantangan yang dihadapi dalam
memastikan daya tanggap yang baik dalam good governance. Beberapa
tantangan tersebut antara lain kurangnya sumber daya manusia dan teknologi
yang memadai, kurangnya koordinasi antar instansi pemerintah, serta
kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan
dan keluhan. Oleh karena itu, pemerintah perlu terus berupaya untuk
meningkatkan daya tanggapnya dalam good governance, dengan memperkuat
sistem dan mekanisme yang ada, serta meningkatkan partisipasi dan
kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan layanan publik.
Daya tanggap yang baik dapat membantu pemerintah dalam mengambil
keputusan yang lebih baik dalam penerapan good governance, seperti:
Meningkatkan partisipasi masyarakat: Daya tanggap yang baik dapat
memperkuat partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan
pemerintah. Dengan merespons keluhan atau masukan dari masyarakat
dengan cepat dan tepat, pemerintah dapat memperkuat hubungan antara
pemerintah dan masyarakat, serta memastikan bahwa kepentingan
masyarakat diakomodasi dengan baik.
Meningkatkan akuntabilitas: Daya tanggap yang baik dapat membantu
memastikan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas tindakan dan
keputusannya. Dengan merespons keluhan atau masukan dari masyarakat
dengan cepat dan tepat, pemerintah dapat memperkuat prinsip akuntabilitas
dalam good governance, sehingga masyarakat dapat merasa dihargai dan
dilindungi oleh negara.
Meningkatkan transparansi: Daya tanggap yang baik dapat membantu
memastikan bahwa informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat tersedia dan
mudah diakses. Hal ini dapat membantu memperkuat transparansi dalam
pengambilan keputusan pemerintah, sehingga masyarakat dapat mengetahui
bagaimana keputusan tersebut dibuat dan apa dampaknya bagi mereka.
Dengan demikian, daya tanggap yang baik dapat membantu pemerintah
dalam mengambil keputusan yang lebih baik dalam good governance, dengan
memperkuat partisipasi masyarakat, akuntabilitas, dan transparansi dalam
pengambilan keputusan. Hal ini dapat membantu memastikan bahwa
keputusan yang diambil pemerintah didasarkan pada kepentingan masyarakat
secara keseluruhan, sehingga dapat memperkuat kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad, Israwaty, Ahmad Mustanir, and Muhammad Rohady Ramadhan.
"Pengaruh Pemanfaatan Tekhnologi Informasi Dan Pengawasan
Keuangan Daerah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan
Kabupaten Enrekang." Sosial Politik & Ekonomi 7.1 (2017): 89-
103.
Adya Barata, A. (2003). Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta: Yudhistira.
Bakry, M. R. (2010). Implementasi Hak Asasi Manusia Dalam Konsep
Good Governance Di Indonesia. Jurnal Hukum Fakultas Hukum
Universitas Indonesia.
Badan, P., Daerah, K., & Jombang, K. (2005). Pengembangan kapasitas (.
1(3), 103–110.
BAPPENAS. (n.d.). Sekertariat Pengembangan Kebijakan Nasional Tata
KeAparaturan yang Baik.
BAPPENAS. (2004). Menumbuhkan Kesadaran Tata KeAparaturan yang
baik.
Chalid, P. (2005). Otonomi Daerah: Masalah. Pemberdayaan, Dan
Konflik, Jakarta: Kemitraan.
Domai, T. (2005). Dari Aparaturan ke Aparaturan yang Baik, Depdagri.
Dwiyanto, A. (2021). Mewujudkan good governance melalui pelayanan
publik. UGM PRESS.
Damayanti, Erlin, Mochammad Saleh Soeaidy, and Heru Ribawanto.
"Strategi capacity building pemerintah desa dalam pengembangan
potensi kampoeng ekowisata berbasis masyarakat lokal (studi di
Kampoeng Ekowisata, Desa Bendosari, Kecamatan Pujon,
Kabupaten Malang)." Jurnal Administrasi Publik 2.3 (2014): 464-
470
Efendi, S. (2005). Membangun Budaya Birokrasi untuk Good Governance.
Lokakarya Reformasi
Eko, S. (2008). Mengkaji Ulang Good Governance. IREYOGYA.
Yogyakarta.
Fajarwati, N. (2019). Pengembangan Kapasitas Aparatur Pemerintah Desa
dalam Rangka Mewujudkan Good Governance. Jurnal Wacana
Kinerja: Kajian Praktis-Akademis Kinerja Dan Administrasi
Pelayanan Publik, 22(2), 219–234.
https://doi.org/10.31845/jwk.v22i1.165
Grindle, Merilee S. Politics and policy implementation in the Third World.
Vol. 5159. Princeton University Press, 2017.
Guthrie, J. P. (2022). Upaya Pengembangan Kapasitas Aparatur
Pemerintah Desa Dalam Mewujudkan Good Governance. Can. J.
Chem, 55, 3562–3574.
https://satra.desa.id/artikel/2018/8/6/pemerintah-desa09/03/2023
https://bdiyogyakarta.kemenperin.go.id/news/post/2017/05/9/151/
pendidikan-dan-pelatihan-bagi-pegawai11/03/2023
Ilmiah, J., Government, C., Mustanir, A., Sellang, K., Ali, A., Ilmu, D.,
Universitas, P., Rappang, M., Ilmu, D., Publik, A.,
Muhammadiyah, U., Ilmu, M., Universitas, P., Tonrongnge, D.,
Baranti, K., Sidenreng, K., Pembangunan, M. P., & Aparatur, P.
(2018). No Title. 2(1), 67–84.
Jannah, Raudatul. "Analisis Kepuasan Kerja Karyawan yang Pernah
Bekerja pada Hotel Non-Syariah dan Hotel Syariah (Studi
Deskriptif pada Hotel Q-Grand Dafam Syariah Banjarbaru)."
(2016).
Krina, L. L. (2003). Indikator dan Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas,
Transparansi dan Partisipasi. Jakarta: Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional.
LAN. (2003). Penyusunan Standar Pelayanan Publik. Laporan Kajian
Pengadaan Aparatur.
Mustanir, Ahmad, Barisan Barisan, and Hariyanti Hamid. "Participatory
rural appraisal as the participatory planning method of
development planning." Indonesian Association for Public
Administration (IAPA) International Conference Towards Open
Government: Finding the Whole Government Approach, edited by
Philipus Keban Nanang Haryono, Agie Nugroho Soegiono, Putu
Aditya Ferdy Ariawantara. 2017.
Negara, L. A. (2000). Lembaga Administrasi Negara dan Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Jakarta.
Nugroho, S., Wijaya, A. F., & Said, M. (2016). PENGEMBANGAN
KAPASITAS APARATUR PEMERINTAHAN DESA DALAM
UPAYA MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE ( Studi Pada
Balai Besar Pemberdayaan Masyarakat dan Desa di Malang ).
Jurnal Administrasi Publik, 1(5), 1010–1016.
http://administrasipublik.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jap/artic
le/view/589
Peterson, Randall T., et al. "Chemical suppression of a genetic mutation in
a zebrafish model of aortic coarctation." Nature biotechnology 22.5
(2004): 595-599.
Ratnasari, Jenivia Dwi, Mochamad Makmur, and Heru Ribawanto.
"Pengembangan kapasitas (capacity building) kelembagaan pada
badan kepegawaian daerah kabupaten jombang." Jurnal
Administrasi Publik (JAP) 1.3 (2013): 103-110.
Rodiyah, I., Sukmana, H., & Choiriyah, I. U. (2021). Pengembangan
kapasitas SDM aparatur dalam penyelenggraan pemerintahan desa
di Desa Kenongo Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo.
Publisia: Jurnal Ilmu Administrasi Publik, 6(1), 32–41.
https://doi.org/10.26905/pjiap.v6i1.5631
Ryan. (2002). Kemitraan, Jakarta Purwo Santoso, Makalah 2002 “Institusi
Lokal Dalam Perspektif GoodGovernance”, IRE, Yogyakarta.
Studi, P., Fakultas, A., Dan, E., & Magelang, U. M. (2019). No Title.
suryani, A, D. (2019). Peran Pemerintah Desa Panggungharjo Bantul
Dalam Mewujudkan Good Governance Melalui Pengembangan
Sistem Informasi Desa g.