1. KENAPA KE ?
Kategori Atherotrombotik Emboli PIS PSA
Umur 50-70 tahun Semua dewasa muda-tua(40- Usia muda (20-30
umur(dewasa 60 tahun) tahun)
muda-tua)
Awitan Bangun tidur/istirahat aktivitas aktivitas aktivitas
Temporal Worsening Maximal at Maximal at onset Maximal at onset
Profile onset
TIA + + - -
Pe↓ - +/- + +
Kesadaran
Sakit kepala - +/- + ++
Muntah - +/- + +
Kejang - +/- + +
Tek.Darah ↑ Normal/↑ ↑↑ Normal/ ↑
Kaku kuduk - - +/- +
Faktor Risiko Usia, DM, HT, Kelainan HT, aneurisma, AVM Aneurisma, AVM,
Dislipidemia, Rokok jantung (irama,
katup, dinding)
CT scan Hipodens, subkortical Hipodens luas, Hiperdens pada Hiperdens pada
kortikal- parenkim, dapat ruang
subkortikal meluas s/d rongga subarachnoid,
subarachnoid dan sulkus, girus, dan
intraventrikuler (PSA interventrikuler
sekunder)
2. SKORING KE?
a. Davis & hart
Skor 4-5 : tersangka (possible cardioemboli stroke)
Skor 6-7 : lebih mungkin (probable cardioemboli stroke)
Skor > 8 : sangat mungkin (Highly likely cardioemboli stroke)
Kriteria Skor
1. Sumber jantung
o Atrial fibrilasi 3
o Sick sinus syndrome 3
o Mitral stenosis 4
o Katup protesis 4
o Thrombus pada ventrikel kiri 4
o Infark miokard 4
o Aneurisma pada ventrikel kiri tanpa thrombus 3
2. Defisit neurologis yang mendadak dan maksimal(<5 1
menit) saat pasien sedang beraktivitas
3. Tidak ada tanda atherosclerosis
Angiografi karotis 2
b. Cerebral USG karotis 1 Embolism Task Force
4. Infark kortikal/ subkortikal melalui CT scan/ MRI 1
kepala Kriteria
5. Infark kortikal/subkortikal sebelumnya di daerah
Diagnostik 1
vaskularisasi yang berbeda
Defisit melalui CT scan/ MRI
neurologis
kepala maximal at onset
6. Tidak tampak atherosclerosis pada arteriografi
Adanya sumber 3
7. Infark berdarah melalui CT scan kepala
emboli di jantung 1
8. Tidak adanya hipertensi kronis
Gambaran infark 1
berdarah pada CT
scan
Tak tampak
aterosklerotik pada
angiografi
Adanya bukti
vanishing
occlusion pada
angiografi
Emboli sistemik
pada organ lain
Thrombus
intrakardiak pada
echocardiografi,
kateterisasi, CT
scan / MRI
4. Patfis emboli
Caplan emboli otak melibatkan 3 elemen :
- bahan emboli (emboli material),
- kelainan jantung (emboli kardiak) atau plak aorta (emboli arteri ke arteri) yang berperan sebagai sumber
emboli (donor source),
- teritori vaskular otak yang mengalami sumbatan (recipient artery).
kelainan jantung menjadi sumber emboli dibagi 3, yaitu :
1. Kelainan dinding jantung : kardiomiopati, hipokinesis dan akinesis dinding ventrikel pasca infark miokard,
aneurisma atrium, aneurisma ventrikel, miksoma atrium dan tumor lainnya, defek septum dan paten foramen ovale
2. Kelainan katup : kelainan katup mitral rematik, katup protesis , endokarditis bakterialis, endokarditis trombotik non
bakterial, prolaps katup mitral dan kalsifikasi annulus mitral
3. Kelainan irama : terutama fibrilasi atrium dan sindroma sick sinus.10
Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment (TOAST) membagi kelainan jantung sebagai sumber emboli menjadi 2 grup,
yaitu high risk dan medium risk
Tabel 2.1 TOAST Classification of High- and Medium- Risk Sources of Cardioembolism 12
High Risk Sources
Mechanical prosthatic valve
Mitral stenosis with atrial fibrillation
Atrial fibrillation (other than lobe atrial fibrillation)
Left atrial/ atrial appendage thrombus
Sick sinus syndrome
Recent myocardial infarction (<4 weeks)
Left ventricular thrombus
Dilated cardiomyopathy
Akinetic left ventricular segment
Atrial myxoma
Infective endocarditis
Medium –Risk source
Mitral valve prolapse
Mitral annulus calcification
Mitral stenosis without atrial fibrillation
Left atrial turbulence(smoke)
Atrial septal aneurysm
Patent foramen ovale
Atrial flutter or lone atrial fibrillation
Bioprosthetic cardiac valve
Nonbacterial thrombotic endocarditis
Congestive heart failure
Hypokinetic left ventricular segment
Myocardial infarction (<4 weeks, < 6 weeks)
Pembentukan thrombus/ emboli dari jantung sendiri belum sepenuhnya diketahui, tetapi ada faktor prediktif
pada kelainan jantung yang berperan dalam proses pembentukan emboli, yaitu
1. Faktor mekanis
Perubahan fungsi mekanik pada atrium setelah ganguan irama (atrial fibrilasi). Endokardium mengontrol jantung
dengan mengatur kontraksi & relaksasi miokardium. Trombus yang menempel pada endokardium yang rusak
(oleh sebab apapun), akan menyebabkan reaksi inotropik lokal pada miokardium yang selanjutnya akan
menyebabkan kontraksi dinding jantung yang tidak merata sehingga akan melepaskan material emboli.
2. Faktor aliran darah
Pada shear rate yang rendah seperti pada stasis aliran darah atau resirkulasi akan terbentuk thrombus yang terutama
mengandung fibrin, karena pada shear rate yang rendah pembentukan thrombus tergantung atau membutuhkan
fibrinogen. Statis aliran darah di atrium, merupakan faktor prediktif terjadinya emboli pada penderita atrial fibrilasi
fraksi ejeksi rendah, gagal jantung, infark miokardium, kardiomiopati dilatasi.
3. Proses trombolisis di endokardium
Pemecahan thrombus oleh enzim trombolitik di endokardium berperan untuk terjadinya emboli. Hal ini telah
dibuktikan bahwa bekuan (clot) yang terbentuk setelah kejadian infark miokardium menghilang dari ventrikel kiri
tanpa gejala.
Emboli yang keluar dari ventrikel kiri, akan keluar mengikuti aliran darah dan masuk ke arkus aorta menuju ke arteri
resipiennya, 90% akan menuju ke otak melalui a. karotis komunis dan hanya sekitar 10% yang menuju arteri vertebralis
karena penampang arteri karotis lebih besar dan perjalanannya lebih lurus, tidak berkelok-kelok sehingga jumlah darah
yang melalui arteri karotis jauh lebih banyak (300ml/menit), dibanding a.vertebralis (100ml/menit).
Pada kondisi di mana terganggunya LV systolic function (seperti pada pasien ini, terdapat reduced LV systolic
function), berkurangnya stroke volume jantung menimbulkan keadaan stasis yang relatif pada ventrikel kiri yang dapat
mengaktivasi proses koagulasi dan meningkatkan resiko emboli. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya spontaneous
echo contrast (SEC) pada pasien ini yang merupakan cikal bakal terbentuknya emboli di dalam jantung.
5. Terapi stroke KE
Ke + af
Penderita iskemik stroke/TIA yang disertai dengan fibrilasi atrial intermiten atau permanen yang paroksismal
direkomendasikan pengobatan antikoagulasi dengan antagonis vitamin K (target INR 2.5 dengan rentang 2.0 sampai
3.0) (AHA/ASA, Class 1, LOE A)
Jika pasien tersebut tidak dapat diberikan antikoagulan maka pemberian aspirin saja direkomendasikan (AHA/ASA,
Class 1, LOE A)
AF dengan resiko tinggi stroke (Stroke/TIA 3 bln terakhir, CHADS Scr 5/6, terpasang katup mekanik, menderita RHD)
dapat dipertimbangkan terapi bridging dengan pemberian LMWH subkutan (AHA/ASA, Class 1, LOE C)
Stroke ischemic + RHD dengan / tanpa AF Warfarin jangka panjang dianjurkan (INR 2.5, range 2.0-3.0). (AHA/ASA,
Class 2a, LOE C).
Antiplatelet tidak boleh ditambahkan secara rutin kepada warfarin. (AHA/ASA, Class 3, LOE C).
Stroke Ischemic + Katup aorta/Kalsifikasi Katup Mitral anular/prolaps katup mitral RHD dan AF (-) Antiplatelet
dianjurkan. (AHA/ASA, Class 2b, LOE C).
Stroke Ischemic + Katup Prostetik Warfarin dianjurkan (INR 3, range 2.5-3.5). (AHA/ASA, Class 1, LOE B).
AMI + Trombus mural di LV Anticoagulan oral (INR 2,0-3,0) untuk sekurang-kurangnya selama 3 bulan
Warfarin dengan disfungsi sistolik (EF LV < 35%) warfarin tidak terbukti (AHA/ASA, Class 2b, LOE B)
Kardiomiopathy Warfarin, ASA (81 mg), CPG (75 mg) / ASA (2x25mg) + Dypiridamole (2x200mg) dapat
dipertimbangkan untuk recurrent stroke ischemic. (AHA/ASA, Class 2b, LOE B)
Pada PIS, SAB, SDH Anticoagulan dan antiplatelet di stop selama 1-2 minggu dan mengatasi efek warfarin dengan
fresh frozen plasma atau dengan konsentrat protrombin kompleks dan Vit. K. (AHA/ASA, Class IIa, LOE B)
SKORING :
0(pria) atau 1(wanita) low risk no antikoagulan
1(pria) moderatepertimbangkan antikoagulan
2 atau lebih high risk beri antikoagulan
Secara spesifik, warfarin terdiri dari gabungan isomer aktif yaitu bentuk R dan S dengan proporsi yang seimbang. Isomer
ini memiliki bioavailabilitas yang tinggi, cepat diabsorpsi dari saluran cerna dan mencapai kadar konsentrasi maksimal dalam
darah 90 menit setelah pemberian oral.5
Warfarin termasuk golongan coumarin/ antagonis vitamin K. Mekanisme kerja utama dari warfarin adalah menghambat
kerja enzim epoxide-reductase, sehingga perubahan vitamin K-epoxide menjadi vitamin K hydroquinone terganggu. Dengan
demikian faktor-faktor pembekuan II, VII, IX, X menjadi tidak aktif. Warfarin juga mengganggu produksi antikoagulan
natural, yaitu protein C dan protein S.
Dahulu Protrombin Time(PT) digunakan untuk memantau terapi warfarin. Namun hal ini tidak mendapat hasil yang
akurat, karena PT diekspresikan sangat cepat atau hanya sebuah ratio dibandingkan dengan nilai normal. INR merupakan cara
lain dalam melaporkan hasil Protrombin time di seluruh dunia. PT assay biasanya dilakukan dengan menambahkan Calcium
dan tromboplastin untuk mensitrat plasma. Istilah tromboplastin secara tradisional merujuk kepada jaringan extra fosfolipid –
protein, biasanya paru, otak, plasenta yang berisi 2 tissue factor dan fosfolipid, yang penting untuk mempromosikan aktivasi
faktor X oleh faktor VII.5
Karena luasnya variasi dalam penggunaan reagen tromboplastin, WHO mendesain sebuah reagen tromboplastin otak
manusia (single batch of human brain thromboplastin) sebagai standar internasional. Pabrik-pabrik mengkalibrasi reagen
mereka dengan standar internasional dan menghitung International Sensitivity Index(ISI) yang menghubungkan reagen
mereka dengan standar internasional. Dengan adanya International Sensitivity Index dan Prothrombin Times, International
Normalized Ratio dapat dihitung. Perhitungan INR sebagai berikut : 5
INR = PT pasien /rata-rata normal PTISI
Beberapa ahli telah mempublikasikan rekomendasi untuk intensitas dari antikoagulan berdasarkan sistem internasional
ini. Umumnya ada 2 instensitas dari antikoagulan yang telah direkomendasikan.
- Less intense range (INR 2.0-3.0)
- More intense range (INR 3.0-4.5)
Makin tinggi rentang intensitas, makin berisiko terjadi perdarahan.4
Manajemen yang tidak sesuai dapat menyebabkan hasil INR subterapeutik atau supraterapeutik , meningkatkan risiko episode
thromboemboli akut atau rekuren atau episode perdarahan.6
Kontraindikasi Warfarin :
- Relative :
o Infark luas dengan pergeseran garis tengah
o Hipertensi berat tidak terkontrrol
o Ulkus peptikum tidak aktif
o Riwayat perdarahan,
o hipersensitivitas terhadap antikoagulan
o Varises esophagus
o Baru dilakukan tindakan operasi
- Absolut :
o Perdarahan intracranial
o Gangguan hemostasis
o Ulkus peptikum aktif
o Gangguan ginjal dan hati yang berat
-
6. Komplikasi stroke KE
embolic strokes “hemorrhagic” (hemorrhagic infarction (HI))
Hemorrhagic infarct (hemorrhagic transformation of an ischemic infarct) is an ischemic infarct in which bleeding develops within
the necrotizing cerebral tissue.
The pathogenesis HI complex phenomenon. The two common explanations :
(1) HI ischemic tissue is often reperfused when the embolus lyses spontaneously and blood flow is restored to a previously
ischemic area. An initial vascular obstruction is likely to occur at a bifurcation of a major vessel. The occlusion may obstruct
one or both of the branches, producing ischemia of the distal tissue. Blood vessels as well as brain tissue are rendered
fragile and injured. When the occluding embolus either lyses spontaneously or breaks apart and migrates distally, CBF is
restored to the “injured or ischemic” microcirculation. This can result in a hemorrhagic or “red infarct” in what had
previously been a bloodless field. The areas that continue to be poorly perfused are referred to as “pale” or “anemic
infarcts.”
(2) HI is also known to occur with persistent occlusion of the parent artery proximally, indicating that hemorrhagic
transformation is not always associated with migration of embolic material. HI on the periphery of infarcts in presence of
persistent arterial occlusion is caused by reperfusion from leptomeningeal vessels that provide collateral circulation. In
patients with ES, it is not unusual to see HI side-by-side with ischemic infarction.
The three main factors associated with “red infarcts” or hemorrhagic infarctions include the size of the infarct, richness of
collateral circulation, and the use of anticoagulants and interventional therapy with thrombolytic agents. Large cerebral
infarctions are associated with a higher incidence of hemorrhagic transformation.
Hypertension is not considered to be an independent risk factor for hemorrhagic transformation of an ischemic infarct.