Anda di halaman 1dari 32

PEMERTAHANAN BAHASA JAWA DI LINGKUNGAN

DWIBAHASA JAWA DAN MADURA : STUDI


KASUS KAMPUNG MADIUNAN, KABUPATEN
BANYUWANGI

SEMINAR BAHASA

Oleh

Moh. Ruli Alfian


200110201003

JURUSAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS JEMBER
2023
DAFTAR ISI

JUDUL .......................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 4
1.3 Tujuan dan Manfaat .................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan .......................................................................................... 4
1.3.2 Manfaat ........................................................................................ 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ...................................... 6
2.1 Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 6
2.2 Landasan Teori ............................................................................................ 7
2.2.1 Bahasa dan Interaksi Sosial.............................................................. 7
2.2.2 Bahasa sebagai Idnetitas Etnik ......................................................... 8
2.2.3 Kedwibahasaan................................................................................ 9
2.2.4 Pemertahanan bahasa dan sikap bahasa ............................................ 10
BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................................. 12
3.1 Penelitian Kuantitatif .................................................................................. 12
3.2 Lokasi Penelitian .......................................................................................... 12
3.3 Data dan Jeni Data ...................................................................................... 12
3.3.1 Data................................................................................................. 12
3.3.2 Jenis Data ........................................................................................ 12
3.4 Responden .................................................................................................... 13
3.5 Metode dan Tahap Pengumpulan Data ...................................................... 13
3.6 Tahap Analisis Data ..................................................................................... 13
3.6.1 Reduksi Data (Data Reduction) ........................................................ 14
3.6.2 Penyajian Data (Data Display) ......................................................... 14
3.6.3 Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing).................................. 14
BAB 4. PEMBAHASAN ............................................................................................... 16
4.1 Ranah Keluarga ........................................................................................... 16
4.2 Ranah Ketetanggaan ................................................................................... 18
4.3 Ranah Publik ............................................................................................... 19
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 22
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 22
5.2 Saran ............................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 23
LAMPIRAN .................................................................................................................. 25

ii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi menjadi hal mendasar dalam setiap aspek kehidupan manusia.
Melalui komunikasi kita dapat memulai segala aktivitas sebagai manusia,
khususnya dalam berinteraksi. Sarana utama komunikasi yakni bahasa memiliki
tujuan utama untuk bertukar pesan dan pikiran dengan mengemukakan sesuatu
hal. Tak jarang jika seseorang dapat menguasai lebih dari satu bahasa atau yang
sering disebut sebagai dwibahasawan. Fenomena ini selaras dengan masyarakat
Indonesia yang seringkali menjadikan pemilihan bahasa sebagai suatu hal yang
kompleks (Rokhman, 2013:27).
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mempunyai kedudukan yang
penting dalam setiap aspek komunikasi, mengingat Indonesia sendiri memiliki
beragam bahasa disetiap daerah. Sebagai bahasa persatuan BI harus dikuasai oleh
setiap warga negara Indonesia disamping bahasa daerah sebagai bahasa ibu yang
menjadi ciri khas sebagai bangsa multikultural. Kondisi demikian menjadi hal
unik sebagai penciri yang mengakibatkan masyarakat Indonesia mampu
menggunakan dua bahasa.
Eksistensi bahasa daerah cukup berbeda di setiap wilayah. Hal ini
dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya yakni jumlah penutur atau pengguna
bahasa tersebut. Jumlah penutur bahasa daerah berbeda-beda ada bahasa daerah
yang memiliki penutur banyak seperti Bahasa Jawa, ada juga bahasa daerah yang
memiliki jumlah penutur sedikit seperti suku-suku pedalaman. Kondisi seperti ini
menjadikan eksistensi setiap bahasa tergolong menjadi dua yakni bahasa
mayoritas atau bahasa-bahasa yang memiliki jumlah penutur relatif banyak dan
bahasa minoritas yakni bahasa-bahasa dengan jumlah penutur yang sedikit.
Kondisi masyarakat yang mampu atau menguasai dua bahasa atau lebih disebut
dengan dwibahasa (Tarigan, 1988:5)
Kondisi masyarakat dwibahasa menuntut setiap individu dalam
masyarakat dihadapkan dengan pilihan untuk mempertahankan bahasa ibu atau
menggunakan bahasa nasional dalam percakapan sehari-harinya. Jika masyarakat
menggunakan suatu baasa tertentu dalam waktu yang relatif lama meskipun

1
dihadapkan dengan bahasa baru atau bahasa yang masuk maka itu bisa disebut
sebagai pemertahanan bahasa. Bahasa daerah atau bahasa ibu bisa saja memiliki
tingkatan pemertahanan yang rendah akibat dari tergesernya penggunaan bahasa
tersebut oleh masyarakat yang digantikan oleh bahasa lain.
Bahasa memiliki sifat dinamis yakni selalu berubah, kondisi demikian
merupakan hal mendasar. Bahasa yeng berjalan kearah kebaikan, berkelanjutan
dan stabil meskipun diguncang perubahan adalah prubahan bahasa yang
diharapkan (Arka, 2011:39). Setiap generasi memiliki penciri bahasa tersendiri
dalam masyarakat yang sifatnya berkelanjutan karena kodrat bahasa adalah
diturunkan ke penerus selanjutnya.
Bahasa akan mengalami pergeseran apabila suatu generasi tidak mampu
mempertahankan eksistensi dari bahasa ibu atau bahasa daerah. Kondisi demikian
disebabkan karena penutur bahasa selalu berkaitan dengan pergeseran bahasa
(Chaer dan Agustina, 2010:142). Selera masyarakat dalam berinteraksi sangat
dipengaruhi oleh mitra tutur atau lawan interaksi. Pemilihan penggunaan bahasa
juga bergantung disesuaikan dengan lawan bicaranya.
Masyarakat yang menggunakan bahasa dengan konsisten artinya tetap
mempertahankan penggunaan bahasa-bahasa terdahulu, maka bisa dikatakan jika
masyarakattersebut mampu mempertahankan penggunaan bahasa (Sumarsono dan
Partana, 2004:231). Tingkat pemertahanan bahasa suatu masyarakt bisa diukur
dan dikaji guna menentukan sebara besar tingkat pemertahannya.
Salah satu kondisi pemertahanan bahasa yang ada, yakni pemertahanan
bahasa Jawa di lingkungan dwibahasawan Jawa dan Madura, yakni masyarakat
Kampung Madiunan, Kabupaten Banyuwangi. Masyarakat Banyuwangi adalah
masyarakat dengan masyarakat Osing, Jawa dan Madura. Kondisi ini
mengakibatkan sebagian besar masyarakat Banyuwangi mampu menggunakan
tiga hingga lebih bahasa yakni bahasa Indonesia, bahasa Osing, bahasa Jawa dan
bahasa Madura.
Bahasa Jawa menjadi bahasa dengan penutur terbanyak di Kabupaten
Banyuwangi. Tentu penggunaannya sebagai bahasa ke dua setelah Bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional atau bahasa penghubung antar tiga etnik besar

2
di Banyuwangi. Salah satu daerah dengan penutur bahasa Jawa di Kabupaten
Banyuwangi adalah masyarakat Kampung Madiunan, Kecamatan Glenmore.
Masyarakat Kampung Madiunan adalah pendatang pada zaman penjajahan
Bangsa Belanda. Berdasarkan sejarah yang ada masyarakat Kampung Madiunan
merupakan generasi dari seorang tokoh bernama Mbah Diun yakni seorang
pendatang dari Yogyakarta. Penutur bahasa Jawa asli dengan lingkungan
dwibahasa Osing dan Madura pada saat itu tentu menjadi tantangan tersendiri
dalam mempertahankan penggunaan Bahasa Jawa.
Bahasa Jawa adalah bahasa ibu masyarakat Kampung Madiunan. Sebuah
dugaan mengenai dominasi utama berpandangan bahwa masyarakat merupakan
peran utama sebagai refleksi kenyataan kaitannya antarsuku bangsa dalam konteks
struktur power setempat (Suparlan,1999). Kondisi demikian mengakibatkan
dominasi masyarakat dengan penutur Bahasa Jawa memiliki tingkat pendidikan
dan status sosial yang tinggi dalam masyarakat Kampung Madiunan. Sehingga
kedudukan yang mendominasi menetapkan aturan-aturan budaya yakni etnik Jawa
dengan asimilasi masyarakat Madura.
Kebertahanan bahasa Jawa di lingkungan dwibahasa Jawa dan Madura di
Kampung Madiunan, tidak terlepas dari sikap pemertahanan penggunaan bahasa
Jawa yang tinggi dalam setiap aspek sosial masyarakat. Meskipun demikian,
masyarakat Kampung Madiunan dihadapkan dengan tantangan dari penutur
bahasa Madura terutama dalam berinteraksi. Tak jarang penggunaan bahasa
Madura lebih dominan dibanding bahasa Jawa.
Pada Kampung Madiunan, masih belum pernah dilakukan penelitian
terhadap pemertahanan bahasa khususnya bahasa Jawa sebagai bahasa ibu.
Peneliti berusaha mengulik tingkat pemertahanan bahasa Jawa di Kampung
Madiunan, Kabupaten Banyuwangi. Oleh karenanya peneliti melakukan penelitan
“Pemertahanan Bahasa Jawa di Lingkungan Dwibahasa Jawa dan Madura:Studi
Kasus Kampung Madiunan, Kabupaten Banyuwangi” dengan penelitian
sosiolinguistik.
Pemertahanan bahasa Jawa di lingkungan dwibahasa Jawa dan Madura
menjadi menraik diteliti. Di sisi lain kondisi masyarakat Kampung Madiunan

3
sebagai masyarakat pendatang menjadikan peran penting dalam upaya
pemertahanan bahasa Jawa.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, permasalahan dalam
penelitian ini adalah kajian terhadap faktor strategi pemertahanan bahasa Jawa di
lingkungan dwibahasa Madura dan Jawa serta tingkat pemertahanan bahasa
Jawanya. Sehingga rumusan masalah dalam penelitian adalah Bagaimana strategi
dan tingkat pemertahanan bahasa Jawa sebagai bahasa pendatang di lingkungan
dwibahasa Madura dan Jawa di Banyuwangi?

1.3 Tujuan dan Manfaat


1.3.1 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalahm
mendeskripsikan tingkat pemertahanan bahasa Jawa di lingkungan dwibahasa
Madura dan Jawa di Banyuwangi.

1.3.2 Manfaat
Dalam penelitian ini peneliti membagi manfaat menjadi dua, yaitu secara
teoritis dan secara praktis. Secara teoritis, manaat penelitian ini adalah
1. Diharapkan mampu memperkaya topik-topik kajian mengenai
pemertahanan bahasa Jawa sebagai salah satu bahasa di tengah masyarakat
dwibahasa Madura dan Jawa di perkampungan.
2. Diharapkan dapat menjadikan peneliti lebih berpengalaman khususnya
ketrampilan dalam menerapkan metode penelitian kualitatif di bidang
sosiolinguistik.
3. Diharapkan dapat menjadi refrensi untuk penelitian selanjutnya.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu mengarahkan penutur
bahasa Jawa tentang pemertahanan bahasa Jawa di lingkungan dwibahasa Madura
dan Jawa, khususnya di Kampung Madiunan, Kecamatan Glenmore, Kabupaten
Banyuwangi. Peneliti juga berharap penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi

4
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam merumuskan kebijakan terkait
pemertahanan bahasa Jawa di lingkungan dwibahasa.

5
BAB 2, TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka


Subab ini menjabarkan tinjauan pustaka singkat beberapa reverensi
peneliti dalam mengkasi penelitian ini. Referensi yang ada berupa artikel ilmiah,
jurnal dan hasil skripsi. Ke satu, Kajian Sari dan Riswanto (2019:126) tentang
Pemertahanan Bahasa Jawa di Kecamatan Sukakarya Kabupaten Musi Rawas.
Penelitian ini mencangkup tingkat pemertahanan bahasa Jawa dalam ranah
transaksi dan ranah keluarga. Penelitian ini memfokuskan pada hasil kajian berupa
deskripsi observasi dan wawancara mendalam terhadap masyarakat di Kecamatan
Sukakarya. Fokus penelitiannya adalah masyarakat Desa Sukakarya dengan usia
anak-anak dan remaja. Analsisi data dilakukan dengan cara reduksi, kategorisasi,
interpretasi dan kesimpulan.
Ke dua, tentang pemertahanan bahasa Jawa di Kecamatan Kuranji (Bahri,
Marini dan Septia, 2022:186). Penelitian ini dilakukan terhadap empat penjual
bakso dengan metode deskriptif. Digunakan teknik rekam dan catat serta metode
padan dan agih. Penelitian berfokus pada ranah keluarga dan kerja si tukang
bakso. Selain mendeskripsikan tingkat pemertahanan, peneliti juga menggali
faktor-faktor yang mendasari upaya pemertahanan. Dalam penelitian ini dipadu
padankan dengan sifat kedwibahasaan penjual bakso sebagai penutur bahasa
Jawa, Minang dan bahasa Indonesia.
Ke tiga, kajian sosisiolinguistik yakni pemertahanan bahasa jawa di
lingkungan perkotaan dengan dominasi bahasa Madura (Sari,2019). Dalam
penelitian ini digunakan metode kualitatif yakni wawancara mendalam secara
sampling serta kuantitatif dengan membagikan kuesioner. Metode kualitatif
dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor pemertahanan sedangkan kuesioner
digunakan sebagai acuan untuk mengetahui tingkat pemertahanan. Pendeskripsian
hasil penelitian dilakukan dengan reduksi, penyediaan data display dan penarikan
kesimpulan.
Ke empat, kajian tentang pemertahanan bahasa Using (Jannah, 2015) yang
mencangkup tingkatan pemertahanan, faktor-faktor pemertahanan serta strategi

6
pemertahanan. Ditemukan tingkat pemertahanan bahasa Using yang rendah di
Desa Biting yang disebabkan oleh faktor kedwibahasaan, pernikahan antar suku
dan faktor pendidikan.
Dalam penelitian-penelitian tersebut terdapat persamaan yakni mengkaji
tentang pemertahanan bahasa. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan
peneliti terhadap penelitian pertama terletak pada objek, masalah dan metode yang
digunakan. Perbedaan terhadap penelitian ke dua terletak pada objek, subjek,
metode dan analisis datanya. Perbedaan dengan penelitian ke tiga terletak pada
objek dan kondisi kebahasaan. Perbedaan terhadap penelitian ke empat terletak
pada objek serta ranah penelitian. Dalam penelitian ini berfokus pada tingkat
pemerthanan bahasa jawa dengan lokasi penelitian di Kampung Madiunan,
Kabupaten Banyuwangi.

2.2 Landasan Teori


Subab ini akan menjelaskan mengenai konsep pemikiran dan teori yang
digunakan untuk refersnsi analisis terhadap masalah yang dikaji. Aspek bahasa,
budaya dan kondisi behasaan menjadi teori utama dalam penelitian ini.
2.2.1 Bahasa dan Interaksi Sosial

Berdasarkan pendapat dari berbagai pakar linguistik biasanya


mendefinisikan Bahasa sebagai “ satu lambang bunyi yang bersifat arbitrer” yang
ditambahkan dengan “yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat
untuk berinteraksi dan mengidentifikasikan diri” (Chaer, 2003). Bagian utama
dari definisi tersebut merupakan hakikat Bahasa dan bagian tambahan menyatakan
sebuah fungsi dari Bahasa.

Bahasa menjadi sarana manusia dalam melakukan komunikasi atau


interaksi social. Interaksi social merupakan bentuk-bnetuk yang tampak apabila
perorangan atau kelompok manusia mengadakan hubungan satu sama lain
terutama dengan mengetengahkan kelompok serta lapisan social sebagai unsur
pokok struktur social, menurut Soekanto dalam (Sari, 2015). Komponen yang
harus ada di dalam prose komunikasi, yaitu pihak yang berkomunikasi,informan

7
yang dikomunikasikan, dan alat yang digunakan dalam komunikasi itu, menurut
Chaer dan Agustina dalam (Sari, Pemertahanan Bahasa Jawa Di Lingkungan
Dominan Bahasa Madura: Studi Kasus Di Taman Nangkaan Estate, Kelurahan
Nangkaan, Kota Bondowoso, 2015).

Syarat terjadinya interaksi social, yaitu adanya kontak social dan adanya
komunikasi. Kontak social berarti mengadakan hubungan antara pihak dengan
pihak yang lain. Kontak social dapat bersifat positif dan negative, positif lebih
mengarah pada bentuk kerja sama, dan negative lebih mengarah tidak
menghasilkan interaksi social, menurut Soekanto dalam (Sari, Pemertahanan
Bahasa Jawa Di Lingkungan Dominan Bahasa Madura: Studi Kasus Di Taman
Nangkaan Estate, Kelurahan Nangkaan, Kota Bondowoso, 2015)

2.2.2 Bahasa sebagai Idnetitas Etnik

Menurut Sumarsono dan Partana dalam (Sari, Pemertahanan Bahasa Jawa


Di Lingkungan Dominan Bahasa Madura: Studi Kasus Di Taman Nangkaan
Estate, Kelurahan Nangkaan, Kota Bondowoso, 2015) Bahasa sering dipakai
sebagai ciri etnik. Bahasa dikatakan sebagai alat identitas etnik kareena adanya
Bahasa daerah. Bahasa daerah juga termasuk ke dalam alat identitas suku. Ada
hubungan yang tetap antara ciri-ciri fisik pada suatu etnik dengan sesuatu Bahasa
atau variasi teertentu.

Hubungan antara Bahasa dan etnik menjadi hubungan yang sederhana


yang beersifat kebiasaan dan dipertegas oleh rintangan social yang terjadi
antarkelompok, dengan Bahasa sbeagai ciri pengneal utama. Akan tteapi dalam
masyarakat majemuk, diferensiasi (pembeda etnik) merupakan jenis diferensiasi
social yang khas. Maka dari itu, kita serirng kali membedakan suku bangsa
seseorang berdasakran Bahasa.

Etnik merupakan perbedaan dan identitas melalui Bahasa, meskipun


mereka mempunyai ciri lain, seperti agama, sejarah, kebudayan, adat istiadat, dan
mungkin juga fisik. Identitas social menjadi ciri pembeda dalam komunitas yang
ada di suatu masyarakat, menurut Kusnadi dalam (Sari, Pemertahanan Bahasa

8
Jawa Di Lingkungan Dominan Bahasa Madura: Studi Kasus Di Taman Nangkaan
Estate, Kelurahan Nangkaan, Kota Bondowoso, 2015).

Komunitas akan mengikuti perkeembangan zaman selama tersedia


unsur0unsur yang mendukung. Adapun kondisinya disebabkan oleh tiga factor.
Pertama, kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di berbagai komunitas
menyebabkan perubahan social-budaya, peningkatan mobilitas sosial, dan
pengembangan wawasan iptek. Kedua, keterbukaan komunitas untuk membentuk
tatanan sosial baru, sehingga mampu beradaptasi dengan perubahan. Ketiga,
bahasa berkembang terhadap dinamika sosial pembangunan komunitas, sehingga
bahasa tetap berfungsi dalam kemajuan manusia. Jika komunitas tidak
berkembang lebih baik dan sistem bahasanya tidak menerima adanya perubahan,
komunitas dan bahasanya akan menghadapi kemunduran. Dampak positif dari
dinamika komunitas adalah kualitas kehidupan komunitas akan meningkat dan
menyadari bahwa perubahan akan membawa kemajuan, menurut Kusnadi dalam
(Sari, Pemertahanan Bahasa Jawa Di Lingkungan Dominan Bahasa Madura: Studi
Kasus Di Taman Nangkaan Estate, Kelurahan Nangkaan, Kota Bondowoso, 2015)

Kondisi perkembangan yang bersifat positif tentang suatu komunitas tetap


bertahan di tengah arus globalisasi yang kuat serta teknologi yang semakin maju,
bisa dilihat dari salah satu desa di Jember, yakni Desa Karang Semanding. Desa
ini tetap mempertahankan Bahasa Madura karena etnik pada masyarakat itu
adalah suku Madura asli penduduk Desa Karang Semanding.

2.2.3 Kedwibahasaan

Kedwibahasaan adalah kemampuan menggunakan atau menguasai lebih


dari satu bahasa. Kedwibahasaan mencangkup masalah tingkat, pertukaran/alih
kode, percampuran/campur kode, interferensi, dan intergrasi. Masalah tingkat
adalah kemampuan seseorang menguasai bahasa tersebut dan seberapa besar
seseorang mampu menjadi dwibahasawan. Alih kode adalah kemampuaan
seseorang dapat menukar bahasa-bahasa tersebut dalam situasi tutur yang berbeda
(Aslinda dan Syafyahya dalam Sari, 2019).

9
Campur kode terjadi apabila sesorang mencampur dua atau lebih bahasa
dalam situasi yang tidak menganjurkan adanya percampuran. Interferensi adalah
seseorang dwibahasawan menjaga bahasa itu sehingga terpisah dan seberapa jauh
orang itu dapat mencampurkan serta bagaimana pengaruhnya penggunaan bahasa
yang satu dengan bahasa lainnya. Intergrasi terjadi apabila unsur serapan salah
bahasa dapat menyesuaikan dalam sistem bahasa penyerapnya hingga unsur
serapan tersebut menjadi umum atau tidak asing (Sumarsono dan Parnata dalam
Sari, 2019)

Seseorang yang dapat menggunakan dua atau lebih bahasa dengan baik
secara bergantian disebut dwibahasawan. Kedwibahasaan umum terjadi pada
masyarakat majemuk seperti di Indonesia. Fenomena kewibahasaan muncul dari
adanya dua atau lebih kontak bahasa yang berbeda. Hal yang menyebabkan
kontak bahasa antara lain perpindahan penduduk/migrasi, kontak
belajar/pendidikan, dan faktor penjajahan.

2.2.4 Pemertahanan bahasa dan sikap bahasa

Menurut Sumarsono dan Parnata (dalam Sari, 2019) pergeseran dan


pemertahanan bahasa seperti dua sisi mata uang, suatu bahasa menggeser bahasa
yang lain atau bahasa yang tidak tergeser oleh bahasa lainnya. Bahasa yang
tergeser adalah bahasa yang tidak mampu mempertahankan diri. Hal ini akibat
dari adanya pemilihan bahasa jangka panjang dan bersifat kolektif yang dilakukan
oleh suatu kelompok masyarakat.

Pergeseran artinya suatu kelompok meninggal bahasa yang biasa mereka


pakai dan memilih menggunakan bahasa baru. Pemertahanan terjadi ketika suatu
masyarakat lebih memilih untuk memakai bahasa yang biasa mereka pakai dari
pada bahasa baru. Ada beberapa faktor penebab pergeseran bahasa. Menurut
Aslinda dan Syafyahya (dalam Sari, 2019) faktor yang penyebabkan pergeseran
bahasa antara lain, (1) perpindahan penduduk; (2) kondisi ekonomi; (3)
pendidikan atau sekolah.

10
Pemertahanan bahasa tidak lepas dari sikap bahasa. Sikap positif bahasa
akan mempengaruhi keberhasilan dalam pembelajaran bahasa itu sendiri. Sikap
positif terhadap bahasa juga artinya senang terhadap bahasa tersebut. Menurut
Sumarsono dan Parnata (dalam Sari, 2019) mengungkapkan, sikap bahasa dalam
masyarakat multilingual ditentukan oleh faktor topik pembicaraan, kelas sosial
masyarakat pemakai, usia, jenis kelamin, dan situasi pemakaian.

Sikap bahasa mengandung tiga ciri pokok yaitu kesetiaan bahasa,


kebanggaan bahasa, dan kesadaran akan norma berbahasa. Kesetiaan akan
menunjukkan tingkat pemeliharaan dan pemertahanan bahasa (Sumarsono dan
Parnata dalam Sari, 2019). Menurut Winreich, kesetiaan akan mendorong
seseorang untuk mempertahankan bahasa sedangkan kebanggaan akan
mendukung bahasa tersebut sebagai identitas etnik sekaligus pembeda dari etnik
lainnya. Kesadaran terhadap norma berbahasa akan mendorong pemakai untuk
menggunakan bahasa yang baik dan benar. (Sumarsono dan Parnata dalam Sari,
2019).

11
BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Penelitian Kuantitatif


Dalam penelitian ini digunakan metode kuantitatif untuk mengkaji
permasalahan yang ada. Menurut Nasehudin dan Gozali (2012) penelitian
kuantitatif adalah menjaci jawaban atas masalah penelitian yang sistematis.
Penelitian dilakukan dengan cara-cara kuantitatif dengan analisis deskriptif.
Dalam praktiknya penelitian kuantitatif dilakukan dengan hipotesa-hipotesa
ilmiah (Gozali, 2012). Walau dilakukan secara kuantitatif tidak akan mengurangi
hakikat dari penelitian karena instrumen penelitian didasari bukti-bukti ilmiah.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dalam analisis datanya.
Dalam metode deskriptif berupaya untuk mendeskripsikan hasil penelitian dengan
keterkaitan kondisi sosial ligkungan masyarakat. Hasilnya digunakan model Miles
dan Huberman dengan tahapan analisis berupa reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan.
3.2 Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di RT 02/RW 01 Kampung Madiunan, Kecamatan
Glenmore Kabupaten Banyuwangi. Pemilihannya didasari bahwa lokasi tersebut
terdapat fenomena bahasa pendatang ditengah masyarakat dwibahasawan.
Sebagain besar masyarakat Kampung Madiunan adalah petani dan PNS sehingga
fokus penelitin dapat terkelompok pada dua subjek penelitian tersebut.
3.3 Data dan Jenis Data
3.3.1 Data
Hal utama dalam penelitian adalah data. Sumber data utama dalam
penelitian kuantitatif adalah angket atau kuesioner (Gozali,2012). Sumber data
didapat langsung dari kuesioner yang sudah dibagikan. Data lainnya didapat
melalui observasi yang dilakukan peneliti di dalam grup WhatsApp Kampung
Madiunan.
3.3.2 Jenis Data
Data primer didapatkan langsung dari objek penelitian, berupa responden.
Data tambahan dalampenelitian ini didapat melalui jurnal ilmiah, artiel ilmiah dan

12
penelitian terdahulu. Data berupa bagan dan angka-angka hasil dari survey yang
dilakukan dengan perhitungan ilmiah.
3.4 Responden
Responden bertanggung jawab untuk menjawab kuesioner penelitian. Data
dari responden menjadi peran utama dalam penelitian ini untuk menjawab
permasalahan penelitian yang ada. Kuesioner dibagian terhadap masyarakat
Kampung Madiunan melalui grup WhatsApp warga Kampung Madiunan dengan
jumlah peserta 74 orang. Responden utama adalah orang tua dengan usia 30
keatas dan orang dewasa dengan usia 17 hingga 29 tahun.
3.5 Metode dan Tahap Pengumpulan Data
Aktivitas menggali data dilakukan secara efektif dengan kuesioner.
Kuesioner merupakan upaya menggali data dengan cara memberi sejumlah
pertanyaan tertulis terhadap responden untuk di jawab (Sugiyono, 2016:142).
Kuesioner bersifat terbuka dengan dibagikan melalui grup WhatsApp sehingga
seluruh warga Kampung Madiunan dapat mengisi. Hasil kuesioner tersebut diolah
melalui dua tahapan sebelum akhirnya dianalisis. Dua tahapan tersebut sebagai
berikut.
1) Identifikasi Data
Pada tahap ini semua data yang terkumpul diidentifikasi untuk mempermudah
pengklasifikasian data.
2) Klasifikasi Data
Dalam melakukan teknik ini, peneliti mengadakan klasifikasi atau pengelompokan
terhadap data yang sudah diidentifikasi. Masing-masing kuesioner memiliki
beberapa kelompok pertanyaan, yaitu kelompok pertanyaan yang mengidentifikasi
sejauh mana pemertahanan bahasa Jawa, faktor penghambat serta strategi
pemertahanan bahasa tersebut.

3.6 Tahap Analisis Data


Pemaknaan dan pemahaman konsep data dalam penelitian ini digunakan
pendekatan deskriptif dengan mendeskrisikan data-data kuantitatif. Tahapan
analisis data meliputi reduksi, penyajian dan penarikan kesimpulan pada data.

13
3.6.1 Reduksi data (Data Reduction)

Reduksi data berlangsung melalui penggolongan dan transformasi data. Ini


dilakukan secara likert atau penggradasian data dari sangat positif hingga negatif
(Sugiyono, 2016:93). Penentuan skala tersebut menggunakan rumus:

Jumlah Jawaban : Jumlah Pertanyaan X 100% = Presentase Penggunaan

Keterangan hasil persentase penggunaan bahasa:


1) 0%-19% = Tidak terjadi pemertahanan bahasa

2) 20%-39% = Terjadi sedikit pemertahanan bahasa

3) 40%-59% = Terjadi pemertahanan bahasa sedang

4) 60%-79% = Terjadi pemertahanan bahasa tinggi

5) 80%-100% = Terjadi pemertahanan bahasa sangat tinggi

Data kuantitatif yang digunakan untuk mendukung dan memperkuat


hipotesa penelitian. Pada tahap reduksi data, peneliti juga melakukan konsep cara
penyajian data.

3.6.2 Penyajian Dara (Data Display)

Setelah tahapan reduksi selesai, tahapan berikutnya adalah penyajian data.


Ini dilakukan dengan organisir data sehingga menghasilkan data yang siap untuk
dianalisis. Dalam penelitian kuantitatif penyajian data dilakukan dengan
menampilkan tabulasi serta hasil pengolahan data yang disertai dengan deskripsi
hasil. Penyajian data jenis ini berupa grafik, tabel, jejaring kerja dan chart.

3.6.3 Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing)

Kesimpulan diperoleh dari hasil analisis data yang telah dilakukan.


Kesimpulan haruslah didukung dengan bukti yang absah sehingga dapat dikatakan
sebagai kesimpulan yang dapat dipercaya atau kredibel. Kesimpulan merupakan

14
hasil dari jawaban responden terhadap pertanyaan penelitian sehingga mampu
menggambarkan keadaan sebenarnya.

15
BAB 4. PEMBAHASAN
Pemertahanan bahasa yaitu suatu kelompok yang secara terus-menerus
melanjutkan penggunaan bahasa yang sudah biasa dipakai. Datangnya penduduk
baru dari etnik Jawa di Desa Karang Semanding ternyata tidak dapat
mempengaruhi pemertahanan Bahasa Madura. Salah satunya terjadi di Kampung
Madiunan, Kabupaten Banyuwangi. Pada bab ini membahas tingkat pemertahanan
bahasa Jawa di Lingkungan dwibahasa Jawa dan Madura. Penelitian ini berfokus
pada tiga aspek yakni pemertahanan ranah keluarga, pemertahanan ranah
ketetanggaan dan pemertahanan ranah publik.
Kuesioner diberikan dengan urutan yang sama serta urutan pilihan
jawaban yang sama pada setiap nomornya. Tiap-tiap responden mendapat
perlakuan yang sama dalam menjawab kuesioner yang ada dengan ketentuan
jawaban sebagai berikut.
A. Bahasa Jawa
B. Bahasa Madura
C. Bahasa Indonesia
4.1 Ranah Keluarga
Dalam ranah keluarga terdapat 16 responden dengan usia dan pekerjaan
yang bervariasi. Dalam ranah ini telah dirumuskan delapan pertanyaan yang sudah
disesuaikan dengan hubungan kekeluargaan. Sehingga hipotesa dilakukan pada
saat merumuskan pertanyaan penelitian. Dalam ranah keluarga diperoleh hasil
sebagai berikut.
Responden Ranah keluarga Pilihan bahasa

No Umur 1 2 3 4 5 6 7 8 BJ BM BI

1. 44 A A A A A A A A 100% 0% 0%

2. 42 A A A A A A A A 100% 0% 0%

3. 39 A A A A A A A A 100% 0% 0%

4. 52 A A A A A A A C 87,5% 0% 12,5%

16
5. 35 A A A A A A A A 100% 0% 0%

6. 17 A A A A A A 75% 0% 0%

7. 43 A A A A A A A A 100% 0% 0%

8. 16 A A A A A A A A 100% 0% 0%

9. 16 A A A A C A 62,5% 0% 12,5%

10. 15 C A C C A A 37,5% 0% 37,5%

11. 24 A A A C A A C A 75% 0% 25%

12. 21 A A A A A A A A 100% 0% 0%

13. 20 C A C C C C C C 12,5% 0% 87,5%

14. 21 C C C C C C C C 0% 0% 100%

15. 22 A A A A C C C C 50% 0% 50%

16. 21 A A A A A C 62,5% 0% 12,5%

JUMLAH 75,66% 0% 21,1%

Berdasarkan data tersebut ditemukan bahwasannya pemertahanan terhadap


bahasa Jawa mencapai 75,66% , berdasarkan presentase pemertahanan bahasa ini
tergolong tinggi. Pemertahanan tinggi pada kelompok masyarakat dengan usia 30
keatas dengan prosentase 100%. Berbanding terbalik dengan orang dewasa dan
remaja dengan prosentasi yang cenderung tinggi menggunakan bahasa Indonesia.
Dalam ranah perkumpulan keluarga terlihat penggunaan bahasa Jawa mulai goyah
dengan penggunaan bahasa Indonesia. Hal tersebut dapat terlihat dalam kolom
delapan dengan pertanyaan berupa “Bahasa apa yang anda gunakan ketika
mengikuti perkumpulan keluarga?” yang menunjukkan angka relatif tinggi dengan
penggunaan bahasa Indonesia.

17
Penggunaan bahasa Indonesia lebih masif digunakan pada usia remaja
dengan usia 17 tahun ke bawah. Hampir setiap aspek dalam ranah keluarga
menunjukkan rendahnya penggunaan bahasa Jawa sehingga peran keluarga dalam
mempertahankan bahasa Jawa khususnya dalam mengajarkan anak untuk tetap
mempertahankan penggunaan bahasa Jawa dinilai masih kurang atau cukup
rendah. Sebaliknya prosentase penggunaan bahasa Madura disetiap aspek ranah
keluarga mencapai 0%. Hal tersebut wajar mengingat pada dasarnya masyarakat
Kampung Madiunan adalah penutur bahasa Jawa.

4.2 Ranah Ketetanggaan

Dalam ranah ketetanggan terdiri atas 9 pertanyaan kuesioner dengan


responden berjumlah 16 dari berbagai usia dan profesi. Dalam ranah ketetanggaan
diperoleh hasil sebagai berikut.

Responden Ranah keluarga Pilihan bahasa

No Umur 1 2 3 4 5 6 7 8 9 BJ BM BI

1. 44 A A A C C C A C A 55,55% 0% 44,44%

2. 42 A A A B B A A B A 66,67% 33,33% 0%

3. 39 A A A B A A A B A 77,78% 22,22% 0%

4. 52 A A A C C C A C C 44,44% 0% 55,55%

5. 35 A A A A A A A A A 100% 0% 0%

6. 17 C A A C A A C C C 44,44% 0% 55,55%

7. 43 A A A B B B A B A 55,55% 44,44% 0%

8. 16 A A A C C C A C A 55,55% 0% 44,44%

9. 16 A A A A C C A C A 66,67% 0% 33,33%

18
10. 15 A A A A C 44,44% 0% 11,11%

11. 24 A A A C C C A C A 55,55% 0% 44,44%

12. 21 A A A C C C C C C 33,33% 0% 66,67%

13. 20 C A C C C C C C C 11,11% 0% 88,89%

14. 21 C C A C C C C C C 11,11% 0% 88,89%

15. 22 A A A C C C A C C 33,33% 0% 66,67%

16. 21 C A A C C C C C C 22,22% 0% 77,78%

JUMLAH 48,61% 6,25% 42,34%

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui pemertahanan bahasa Jawa di


Kampung Madiunan dalam ranah ketetanggaan mencapai 48,61%. Prosentase
tersebut tergolong pemertahanan bahasa berkategori sedang. Angka pemertahanan
cenderung menurun bila dibandingkan dengan ranah keluarga. Masyarakat
cenderung menggunakan bahasa Indonesia dalam berinteraksi dengan tetangga
pengguna bahasa Madura hal ini terbukti melalui kuesioner dengan nomor
4,5,6,8,dan 9. Berbanding terbalik dengan penggunaan bahasa Madura yang hanya
menyentuh angka 6,25%. Ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor diantaranya
penutur yang belum bisa menggunaakan bahasa Madura atau bahasa Indonesia
dirasa lebih gampang untuk digunakan. Tentu saja ini memerlukan kajian lanjutan
mengenai faktor-faktor pemertahanan.

4.3 Ranah Publik

Dalam ranah publik terdiri atas 5 jawaban yang terdiri atas dua sub ranah
yakni sub ranah transaksi terdiri atas 2 pertanyaan dan sub ranah pekerjaan yang
terdiri atas 3 pertanyaan. Dalam ranah publik ditemukan hasil sebagai berikut.

19
Responden Ranah keluarga Pilihan bahasa

No Umur 1 2 3 4 5 BJ BM BI

1. 44 A C A A C 60% 0% 40%

2. 42 A B A A A 80% 20% 0%

3. 39 A B A B B 40% 60% 0%

4. 52 A C A A C 60% 0% 40%

5. 35 A A A A B 80% 20% 0%

6. 17 C C 0% 0% 40%

7. 43 A B A A B 60% 40% 0%

8. 16 A C A A C 60% 0% 40%

9. 16 A C A A C 60% 0% 40%

10. 15 A 20% 0% 0%

11. 24 A A A A C 80% 0% 20%

12. 21 C C C C C 0% 0% 100%

13. 20 C C C C C 0% 0% 100%

14. 21 C C C C C 0% 0% 100%

15. 22 A C A A C 60% 0% 40%

16. 21 C C C B C 80% 20% 0%

JUMLAH 46,25% 10% 35%

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa tingkat pemertahanan


bahasa Jawa di Kampung Madiunan dalam ranah publik sebesar 46,26%.

20
Prosentase tersebut tergolong ke dalam pemertahanan bahasa sedang. Dengan
tingkat tersebut eksistensi bahasa Jawa dalam ranah publik khususnya di
Kampung Madiunan belum begitu kuat. Berdasarkan data yang ada penutur
dengan rentang usia 17 tahun hingga 29 tahun cenderung memilih menggunakan
bahasa Indonesia dalam ranah publik. Ini terbukti berdasarkan data yang ada
mencapai tiga responden dengan tingkat penggunaan bahasa Indonesia mencapai
100% yakni responden dengan nomor 12,13dan 14.

21
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan data yang diperoleh, pemertahanan
bahasa Jawa di lingkungan dwibahasa Jawa dan Madura di Kampung Madiunan
cukup variatif. Dari tiga ranah yang menjadi fokus penelitian ditemukan bahwa
pemertahanan bahasa Jawa dalam Ranah keluarga menjadi yang tertinggi
mencapai 75,66%, pemertahanan bahasa Jawa dalam ranah ketetanggaan
mencapai 48,61% dan pemertahanan bahasa Jawa dalam ranah publik mencapai
100%. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa responden dengan usia 17 tahun
hingga 29 tahun mengalami penurunan pemertahanan bahasa Jawa, berbanding
dengan usia 30 tahun ke atas yang masif menggunakan bahasa Jawa dengan stabil.
5.2 Saran
Penelitian ini memiliki kekurangan sehingga diperlukan kajian lanjutan
menganai faktor-faktor penyebab pemertahanan bahasa Jawa di Kampung
Madiunan dengan pendekatan kualitatif. Bagi masyarakat dan pemerintah
setempat, penelitian ini dapat menjadi rujukan dalam pengambilan kebijakan dan
keputusan terkait pemerthanan bahasa Jawa di Kampung madiunan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Arka, I Wayan. 2011. “Kompleksitas Pemertahanan dan Revitalisasi Bahasa


Minoritas di Indonesia: Pengalaman Proyek Dokumentasi Rongga, Flores”
dalam Jurnal Masyarakat Indonesia, 37 (1): 35-56

Bahri, Maisyarah, Silvisa Marni dan Emil Septia.2022. Pemerthanan Bahasa


Jawa Penjuan Bakso di Kecamatan Kuranji. Universitas PGRI Sumatera
Barat

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal.


Jakarta: Rineka Cipta

Jannah, Afifatul. 2015. “Pemertahanan Bahasa Using di Desa Bitting Kecamatan


Arjasa Kabupaten Jember (Kajian Sosiolinguistik)”. Tidak diterbitkan.
Jember: Skripsi Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Jember.

Nasehudin, T. S., & Gozali, N. (2012). Metode penelitian kuantitatif.

Rokhman, Fathur. 2013. Sosiolinguistik. Yogyakarta : Graha Ilmu

Sari, Nafi’ah Nimas.2019. Pemerthanan Bahas Jawa di Lingkungan Dominan


Bahasa Madura:Studi Kasus di Taman Nagkaan Estate, Kelurahan
Nagkaan, Kota Bondowoso. Universitas Jember

Sari, Puspita Indah dan Didik riswanto.2019. Pemertahanan Bahasa Jawa di


Kecamatan Sukakarya Kabupaten Musi Rawas. Lubuklinggau : STKIP
PGRI

Sumarsono dan Paina Partana. 2004. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda.

Suparlan, Parsudi. 1999. “Kemajemukan, Hipotesis Kebudayaan Dominan dan


Kesukubangsaan” dalam Jurnal Antropologi Indonesia, 33(58): 13-20.

23
Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Kedwibahasaan. Bandung: Angkasa.

24
LAMPIRAN
Daftar Kuesioner

25
26
27
28
29
Daftar Responden

Umur (dalam
bentuk angka) No HP yang dapat
Nama Lengkap contoh *9 Pekerjaan dihubungi
Guru/Dosen/Tenaga
ZULAIKHAH 44 Pendidik 085730598962
Guru/Dosen/Tenaga
Choirul anam 42 Pendidik 082232823330
Ahmad Hudhori 39 Petani/Buruh Tani 85233331979
Guru/Dosen/Tenaga
GATOT 52 Pendidik 08123457811
Zaimudin 35 Kurir 085793534556
Navakhatul
Maulidiya 17 Siswa/Mahasiswa 085604993439
Guru/Dosen/Tenaga
Abdul Aziz 43 Pendidik 081336161357
Syakila silvi
rohmatika 16 Siswa/Mahasiswa 083833675405
Denis Saskia
Azzahra 16 Siswa/Mahasiswa 081932892928
dwi andini 15 Siswa/Mahasiswa 085748445783
Lailiyalatul Guru/Dosen/Tenaga
maghfiroh 24 Pendidik 085648377470
Trisky Febrian 21 Siswa/Mahasiswa 08516271827272
Vivin ayu Eka
Julita 20 Siswa/Mahasiswa 081330866201
Ardian Muslim 21 Siswa/Mahasiswa 082280338475
Endang Pertiwi 22 Siswa/Mahasiswa 087884254356
Alfina Maharani 21 Siswa/Mahasiswa 081216329294

Daftar Jawaban
Dapat diunduh melalui tautan
https://docs.google.com/spreadsheets/d/16wJiH9oCSrxEnxcWBTpFgjVQxeyI-
VK8n6fObKnwq0o/edit?usp=sharing

30

Anda mungkin juga menyukai