> Umum
Abdul Chaer
LINGUISTIK
UMUM
Drs. Abdul Chaer
LINGUSITIK
UMUM
Edisi Baru
PENERBIT
Vu RINEKA CIPTA
Perpustakaan National RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Abdul Chaer
Linguistik umum / penulis, Abdul Chaer.- Jakarta: Rineka Cipta, 2014,
xlii, 393 hlm. ; 20,5 cm.
Bibliografi: hlm. 386
Indeks
ISBN 978-979-518-587-1
1. Bahasa I. Judul.
400
LINGUISTIK UMUM
Oleh : Drs. Abdul Chaer
Edisi Revisi, Cetakan Keempat, Februari 2014
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak isi buku ini, baik sebagian
maupun seluruhnya dalam bentuk apa pun
tanpa izin tertulis dari Penerbit.
Diterbitkan oleh PT RINEKA CIPTA, Jakarta
Kompleks Perkantoran Mitra Matraman Blok B No. 1-2
Jl. Matraman Raya No. 148 Jakarta 13150
Telp. (021) 85918080, 85918081, 85918142, 85918143
Anggota IKAPI No. 112/DKI/90
Dicetak oleh PT Asdi Mahasatya, Jakapa
RC. No : 04/H/2014
Pasal 72
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak
suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyerahkan, menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil
pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)..
KATA PENGANTAR
Penyusun
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................... v
1. PENDAHULUAN...................................................................... 1
vii
32.5 Bahasa Itu Arbitrer........................................... 45
32.6 Bahasa Itu Konvensional................................. 47
3.2.7 Bahasa Itu Produktif......................................... 49
3.2.8 Bahasa Itu Unik................................................. 51
3.2.9 Bahasa Itu Universal........................................ 52
3.2.10 Bahasa Itu Dinamis......................................... 53
3.2.11 Bahasa Itu Bervariasi....................................... 55
3.2.12 Bahasa Itu Manusiawi..................................... 56
viii
4.1.5 Unsur Suprasegmental....................................... J20
4.1.5.1 Tekanan.............................................. 120
4.1.5.2 Nada.................................................... 121
4.1.5.3 Jeda..................................................... 122
4.1.6 Silabel................................................................... 123
ix
Z2
5.1.3.5 Morfem Bermakna Leksikal dan
Morfem Tak Bermakna Leksikal... 157
5.1.4 Morfem Dasar, Dasar, Pangkal, dan Akar..... 153
x
6.5 Kalimat............................................................................... 239
6.5.1 Pengertian Kalimat............................................ 240
6.5.2 Jenis Kalimat...................................................... 241
6.5.2.1 Kalimat Inti dan Kalimat Non-
Inti..................................... 241
6.5.2.2 Kalimat Tunggal dan Kalimat
Majemuk.......................... 245
6.5.2.3 Kalimat Mayor dan Kalimat Mi
nor ..................................... 247
6.5.2.4 Kalimat Verbal dan Kalimat Non-
Verbal............................... 249
6.5.2.5 Kalimat Bebas dan Kalimat Ter
ikat..................................... 251
xii
8.2.3 Aliran Glosemantik........................................... 354
8.2.4 Aliran Firthian.................................................... 355
8.2.5 Linguistik Sistemik........................................... 356
8.2.6 Leonard Bloomfield dan Strukturalis
Amerika............................................................... 358
8.2.7 Aliran Tagmemik............................................... 361
BIBLIOGRAFI...................................................................................... 386
xiii
1. PENDAHULUAN
Masalah kita di sini, yang akan kita bicarakan dalam buku ini
adalah, apakah linguistik itu; apa objek kajiannya; bagaimana cara
bekerjanya; dan masalah-masalah apa saja yang bertalian dengan
linguistik itu. Begitu juga, siapa-siapa sajakah yang telah menyum
bangkan tenaga dalam bidang kajian linguistik ini.
1
telaah ilmiah mengenai bahasa manusia. Dalam pelbagai buku mungkin
rumusannya agak berbeda, tetapi, bahwa bahasa menjadi kajian
linguistik, kiranya tidak perlu diperdebatkan lagi.
2
Orang yang ahli dalam ilmu linguistik atau pakar linguistik
disebut linguis (Inggris linguisf). Namun, perlu diperhatikan dalam
bahasa Inggris kata linguist mempunyai dua buah pengertian. Selain
berarti ahli linguistik juga berarti orang yang fasih dalam beberapa
bahasa. Selain itu, perlu pula dicamkan, seseorang yang fasih dalam
menggunakan beberapa bahasa belum tentu adalah pakar bahasa; dan
seorang pakar bahasa belum tentu fasih dalam beberapa bahasa,
meskipun tentunya adalah wajar kalau seorang pakar bahasa mengu
asai dengan baik beberapa bahasa. Minimal sebuah bahasa lain di
samping bahasa ibunya.
3
saja. Misalnya, dalam pembahasan urutan D - M (Diterangkan -
Menerangkan) diambil contoh dari bahasa Indonesia dan bahasa Prancis.
Dalam pembahasan morfem suprascgmenlal diambil contoh dari bahasa
Cina atau bahasa Muangthai. Dalam pembahasan paradigma
inflcksional digunakan contoh dari bahasa Latin. Dalam pembahasan
mengenai modifikasi internal diambil contoh dari bahasa Arab.
4
Dewasa ini penyelidikan tentang bahasa dengan berbagai
aspeknya dilakukan orang dengan sangat intensif, sehingga linguistik
berkembang dengan sangat pesat, sangat luas, dan sangat mendalam.
Namun, bagi pemula, kiranya, cukup memadai untuk membatasi diri
pada struktur intern bahasa itu saja, atau pada bidang kajian yang
disebut mikrolinguistik.
5
2. LINGUISTIK SEBAGAI ILMU
6
lakukan dengan sikap spekulatif. Artinya, kesimpulan itu dibuat tanpa
didukung oleh bukti-bukti empiris dan dilaksanakan tanpa menggunakan
prosedur-prosedur tertentu. Tindakan spekulatif ini kita lihat, misalnya,
dalam bidang geografi dulu orang berpendapat bahwa bumi ini
berbentuk datar seperti meja. Kalau ditanya apa buktinya, atau
bagaimana cara membuktikannya, tentu tidak dapat dijawab, atau
kalaupun dijawab akan secara spekulatif pula. Kemudian karena melihat
matahari setiap pagi terbit di sebelah timur dan terbenam pada sore
hari di sebelah barat, maka orang berpendapat bahwa matahari itu
berputar mengelilingi bumi. Siang hari berada di atas bumi dan malam
hari berada di balik bumi. Kalau ditanya apakah benar? Ya, lihat sajalah
sendiri. Itulah yang teijadi setiap saat. Padahal seperti kita tahu, bahwa
pandangan atau penglihatan kita seringkali tidak sesuai dengan
kenyataan atau kebenaran faktual. Sebatang pinsil yang kita celupkan
ke dalam air sebagiannya, akan tampak bengkok, padahal tidak. Kalau
kita duduk di dalam kereta api yang beijalan, lalu melihat ke luar
melalui jendela, maka akan tampak pohon-pohon dan tiang-tiang listrik
berjalan berlari-lari, padahal tidak. Yang beijalan adalah kereta api
yang kita tumpangi. Pohon-pohon dan tiang-tiang itu tetap diam.
7
baru bekerja sampai tahap ini. Bahasa-bahasa di Nusantara didaftar
kan, ditelaah ciri-cirinya, lalu dikelompok-kelompokkan berdasarkan
kesamaan-kesamaan ciri yang dimiliki bahasa-bahasa tersebut. Cara
seperti ini belum dapat dikatakan "ilmiah" sebab belum sampai pada
penarikan suatu teori. Pada saat ini cara keija tahap kedua ini tampaknya
masih diperlukan bagi kepentingan dokumentasi kebahasaan di negeri
kita, sebab masih banyak sekali bahasa di Nusantara ini yang belum
terdokumentasikan. Pada tahap berikut barangkali bani mungkin bahasa-
bahasa Nusantara yang belum terdokumentasikan itu dapat ditelaah
dengan lebih serius secara ilmiah.
8
mengubah kesimpulannya, misalnya menjadi: pada sejumlah bahasa
verba itu terletak pada akhir kalimat dan pada sejumlah bahasa yang
lain terletak tidak pada akhir kalimat Jadi, kesimpulan yang dibuat
pada kegiatan ilmiah hanya berlaku selama belum ditemukannya data
baru yang dapat membatalkan kesimpulan itu. Sebagai, bandingan,
hingga saat ihi dalam buku-buku pelajaran biologi masih tercantum
kesimpulan bahwa ikan bernapas dengan insang. Kesimpulan ini,
barangkali, perlu dipertanyakan keabsahannya sebab ternyata binatang
yang namanya (ikan) paus, (ikan) lumba-lumba, dan (ikan) pesut tidak
bernapas dengan insang, melainkan dengan paru-paru. Ketiganya juga
tidak bertelur, melainkan melahirkan. Karena ketiganya tidak bernapas
dengan insang, apakah ketiganya tidak bisa disebut ikan; padahal bentuk
fisiknya seratus persen sama dengan ikan.
berhasil
(1) sangat pemalu
mengecewakan
9
Kesimpulan ini biasanya disebut kesimpulan induktif. Kemudian
kesimpulan ini "diuji" lagi pada data empiris yang diperluas. Bila
dengan data empiris baru ini kesimpulan itu tetap berlaku, maka
kesimpulan itu berarti semakin kuat kedudukannya. Apabila data bani
itu tidak cocok dengan kesimpulan itu, maka berarti kesimpulan itu
menjadi goyah kedudukannya. Jadi, perlu diwaspadai dan direvisi.
Seperti disebutkan di atas dalam tata bahasa Indonesia selama ini banyak
orang menggunakan kesimpulan umum bahwa kata yang berkelas
ajektifa dapat diawali oleh kata sangat. Ini tentunya merupakan
kesimpulan umum karena kata-kata seperti jauh, dekat, panjang, pendek,
kuat, lemah, tua, dan hitam dapat diawali kata sangat itu; tetapi kalau
kemudian kata sangat dapat juga mengawali kata-kata seperti berhasil,
pemalu, dan mengecewakan, maka sebenarnya bisa ditarik dua
kesimpulan yang berbeda. Pertama, kata-kata berhasil, pemalu, dan
mengecewakan itu termasuk kelas ajektifa karena memenuhi kesimpulan
umum yang telah ada sebelumnya. Kedua, kesimpulan umum yang
telah dibuat sebelumnya itu belum menyimpulkan hakikat ajektifa yang
sebenarnya. Artinya, dapat tidaknya diawali dengan kata sangat itu
bukan merupakan hakikat ajektifa yang sebenarnya. Mungkin saja ada
hakikat ajektifa yang lebih hakiki yang belum ditemukan.
10
Jelas, kesimpulan deduktif "Nita adalah lulusan SMA" adalah tidak
benar, meskipun cara penarikan kesimpulannya benar dan sah. Me
ngapa? Sebab dalam kenyataannya tidak semua mahasiswa adalah
lulusan SMA. Ada yang lulusan SMEA, ada yang tamatan STM, bahkan
ada pula yang lulusan Madrasah Aliyah. Jadi, kesimpulan itu tidak
benar adalah karena premis mayornya tidak benar. Begitu juga
kesimpulan bahwa kata-kata berhasil, pemalu, dan mengecewakan
adalah termasuk ajektifa masih perlu dipertanyakan kebenarannya,
mengingat apakah memang benar bahwa dapat didahului dengan kata
sangat menjadi ciri yang hakiki dalam penentuan kelas ajektifa. Apakah
bisa dibuat Premis Mayor yang berbunyi "Semua kata yang dapat
didahului kata sangat adalah termasuk kelas ajektifa."
11
berlaku dalam bahasa Latin, Yunani, atau Arab, sehingga kita seka
rang mewarisi konsep-konsep yang tidak cocok untuk bahasa-bahasa
di Indonesia, seperti konsep kata majemuk, konsep tekanan kata, dan
konsep artikulus. Pendekatan terhadap bahasa /angdilakukan oleh para
peneliti dahulu tidak melihat bahwa setiap bahasa mempunyai keu
nikan atau ciri khasnya masing-masing; meskipun diakui ada juga
kesamaan-kesamaan sistem antara bahasa yang satu dengan bahasa
yang lain.
12
penting dalam linguistik adalah apa yang sebenarnya diungkapkan oleh
seseorang (sebagai data empiris) dan bukan apa yang menurut si peneliti
seharusnya diungkapkan. Perbedaan sikap preskriptif dan deskriptif
akan jelas dari kedua contoh berikut. Kalimat 3a dan 4a menyatakan
pernyataan preskriptif sedangkan kalimat 3b dan 4b menggambarkan
pernyataan deskriptif.
Dari kedua contoh itu terlihat juga bahwa linguistik tidak ber
tugas menentukan bentuk mana yang benar (baku) dan mana yang
tidak benar (tidak baku).
22 SUBDISIPLIN LINGUISTIK
Setiap disiplin ilmu biasanya dibagi atas bidang-bidang bawahan
(subdisiplin) atau cabang-cabang berkenaan dengan adanya hubungan
disiplin itu dengan masalah-masalah lain. Misalnya ilmu kimia dibagi
atas kimia organik dan kimia anorganik; psikologi dibagai atas, antara
lain, psikologi klinik dan psikologi sosial; ilmu kedokteran dibagi,
antara lain, atas kedokteran gigi, kedokteran umum, dan kedokteran
hewan. Pembagian atau pencabangan itu diadakan tentunya karena
objek yang menjadi kajian disiplin ilmu itu sangat luas atau menjadi
luas karena perkembangan dunia ilmu.
13
berdasarkan: (a) objek kajiannya adalah bahasa pada umumnya atau
bahasa tertentu, (b) objek kajiannya adalah bahasa pada masa tertentu
atau bahasa sepanjang masa, (c) objek kajiannya adalah struktur internal
bahasa itu atau bahasa itu dalam kaitannya dengan berbagai faktor
di luar bahasa, (d) tujuan pengkajiannya apakah untuk keperluan teori
belaka atau untuk tujuan terapan, dan (e) teori atau aliran yang
digunakan untuk menganalisis objeknya.
14
Linguistik diakronik berupaya mengkaji bahasa (atau bahasa-bahasa)
pada masa yang tidak terbalas; bisa sejak awal kelahiran bahasa itu
sampai zaman punahnya bahasa tersebut (kalau bahasa tersebut sudah
punah, seperti bahasa Latin dan bahasa Sanskerta), atau sampai zaman
sekarang (kalau bahasa itu masih tetap hidup, seperti bahasa Arab
dan bahasa Jawa).
Kajian linguistik diakronik ini biasanya bersifat historis dan
komparatif. Oleh karena itu dikenal juga adanya linguistik historis
komparatif. Tujuan linguistik diakronik ini terutama adalah untuk
mengetahui sejarah struktural bahasa itu beserta dengan segala bentuk
perubahan dan perkembangannya. Pernyataan seperti "kata batu berasal
dari kata watu" adalah pernyataan yang bersifat diakronik. Begitu juga
dengan pernyataan "kata pena dulu berarti 'bulu angsa', sekarang berarti
alat tulis bertinta". Hasil kajian diakronik seringkali diperlukan untuk
menerangjelaskan deskripsi studi sinkronik.
15
kontekstual. Sedangkan leksikologi menyelidiki leksikon atau kosa
kata suatu bahasa dari berbagai aspeknya.
16
subdisiplin linguistik yang mempelajari kodrat hakiki dan kedudukan
bahasa sebagai kegiatan manusia, serta dasar-dasar konseptual dan
teoretis linguistik. Dalam filsafat bahasa ini terlibat ilmu linguistik
dan ilmu filsafat. Dialektologi adalah subdisiplin linguistik yang
mempelajari batas-batas dialek dan bahasa dalam suatu wilayah tertentu.
Dialektologi ini merupakan ilmu interdisipliner antara linguistik dan
geografi.
17
linguistik itu sendiri dari masa ke masa, serta mempelajari pengaruh
ilmu-ilmu lain, dan pengaruh pelbagai pranata masyarakat (seperti
kepercayaan, adat istiadat, pendidikan, dan sebagainya) terhadap
linguistik sepanjang masa.
Dari uraian di alas kita lihat betapa luasnya bidang, cabang,
atau subdisiplin linguistik itu. Ini terjadi karena objek linguistik itu,
yaitu bahasa, memang mempunyai jangkauan hubungan yang sangat
luas di dalam kehidupan manusia. Boleh dikatakan tidak ada kegiatan
manusia yang tidak melibatkan bahasa itu. Bisa saja bila muncul kegi
atan baru dalam kegiatan manusia akan muncul lagi cabang linguistik
baru. Dulu sebelum ada kegiatan dengan komputer belum ada cabang
linguistik yang disebut mekanolinguistik atau linguistik komputer. En
tah cabang linguistik apa pula yang akan muncul pada masa yang
akan datang.
Karena luasnya cabang atau bidang linguistik ini, maka jelas
tak akan ada yang bisa menguasai semua cabang atau bidang linguistik
itu. Apalagi bagi pemula seperti kita; tetapi anda tidak perlu khawatir,
sebab meskipun cabang atau bidang linguistik itu sangat luas, yang
dianggap inti dari ilmu linguistik itu hanyalah yang berkenaan dengan
struktur internal bahasa, atau cabang-cabang yang termasuk kelompok
linguistik mikro di atas. Cabang atau bidang mana pun yang kemudian
akan kita geluti secara intensif dan mendalam, mau tidak mau harus
mulai dengan cabang-cabang yang termasuk linguistik mikro itu.
Seseorang yang mendalami bidang penerjemahan, misalnya, tidak
mungkin bisa bekerja kalau belum memahami dengan baik struktur
kata, struktur kalimat, dan struktur semantik. Begitu juga seorang linguis
yang akan mengkhususkan diri pada bidang leksikografi, haruslah mulai
dengan fonologi, sistem ejaan, morfologi, sintaksis, dan juga semantik.
Anda, yang mungkin akan menjadi guru bahasa, juga harus menguasai
dengan baik cabang-cabang linguistik mikro itu. Bagaimana anda bisa
mengetahui dengan baik ucapan sebuah kata bila anda tidak menguasai
fonetik. Bagaimana anda bisa mengucapkan fonem /p/ bahasa Inggris
pada kata pace, space, dan map dengan tepat kalau anda tidak
menguasai fonologi bahasa Inggris dengan baik.
23 ANALISIS LINGUISTIK
Analisis linguistik dilakukan terhadap bahasa, atau lebih tepat
terhadap semua tataran tingkat bahasa, yaitu fonetik, fonemik, mor
18
fologi, sintaksis, dan semantik. Semua tataran sistematika itu akan
dibicarakan pada Bab 4 mengenai fonetik Ban fonemik, Bab 5 mengenai
morfologi, Bab 6 mengenai sintaksis, dan Bab 7 mengenai semantik.
Namun, dalam Bab 3 akan dibicarakan dulu apa hakikat bahasa se
bagai objek studi linguistik. Sedangkan dalam subbab berikut akan
dibicarakan dulu apa yang disebut sistem, struktur, dan distribusi dalam
kajian linguistik itu.
19
bentuk mengikuti, mengikutkan, kauikuti, kauikutkan, dan terikuti. Maka,
di sini, hubungan yang terdapat antara mengikut, mengikuti, dan yang
lainnya itu, oleh Fcrdinand de Saussurc disebut hubungan yang bersifat
asosiatif. Louis Hjchnslcv, seorang linguis Denmark, mengambil alih
konsep de Saussurc itu, tetapi dengan sedikit perubahan. Beliau
mengganti istilah asosiatif dengan istilah paradigmatik, serta
memberinya pengertian yang lebih luas. Hubungan paradigmatik tidak
hanya berlaku pada tataran morfologi saja, tetapi juga berlaku untuk
semua tataran bahasa. Misalnya, kalau kalimat Dia mengikut ibunya
kita bandingkan dengan kalimat Dia mengikat anjingnya, maka
hubungan antara mengikut dan mengikat, dan hubungan antara ibunya
dan anjingnya adalah bersifat paradigmatik. Begitu juga antara ikut
dan ikat dalam tataran fonologi. Firth,
seorang linguis Inggris (lebih jauh lihat
Bab 8), menyebut hubungan yang bersifat
sinlagmatik itu dengan istilah struktur, dan
hubungan paradigmatik itu dengan istilah
sistem. Menurut Verhaar (1978) istilah
struktur dan sistem ini lebih tepat untuk
digunakan. Mengapa? Karena istilah
tersebut dapat digunakan atau diterapkan
pada semua tataran bahasa, yaitu tataran
fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis,
J.W.M. Verhaar
juga pada tataran leksikon.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa struktur adalah susunan
bagian-bagian kalimat atau konstituen kalimat secara linear. Kalau
kita ambil lagi contoh kalimat di atas Dia mengikut ibunya, maka
kalimat itu dapat dianalisis atau disegmentasikan atas bagian-bagian
tertentu secara fonemis, secara morfemis, maupun secara sintaksis.
Konstitucn-konstituen atau bagian-bagian kalimat itu dapat di
bandingkan atau diasosiasikan dengan bentuk bahasa yang lain, satu
fonem dengan fonem yang lain, satu morfem dengan morfem yang
lain, atau satu kala dengan kata yang lain. Hubungan antara bagian-
bagian kalimat tertentu dengan kalimat lainnya kita sebut sistem. Jadi,
fakta adanya bentuk kata kerja aktif dalam suatu bahasa menyangkut
masalah sistem dalam bahasa tersebut. Fakta bahwa objek selalu terletak
di belakang predikat dalam bahasa Indonesia adalah masalah struktur
dalam bahasa Indonesia.
20
Struktur dapat dibedakan menurut tataran sistematik bahasanya,
yaitu menurut susunan fonetis, nicnurut susunan alofonis, menurut
susunan morfemis, dan menurut susunan sintaksis. Mengenai semuanya
akan dibicarakan pada Bab-bab 4, 5, 6, dan 7 nanti.
21
harus dua buah, tidak pernah dijelaskan). Misalnya, satuan bahasa
yang berupa kala dimakan. Unsur langsungnya adalah di dan makan.
Satuan kereta api unsur langsung adalah kereta dan api. Bagan kedua
satuan bahasa itu adalah sebagai berikut:
T r
Untuk satuan-satuan bahasa yang hanya terdiri dari dua buah kon
stituen seperti contoh di alas tidak ada masalah; tetapi untuk satuan
yang lebih besar, yang secara kuantitatif terdiri dari beberapa unsur,
mulai timbul masalah. Misalnya, bentuk dimakani, apakah unsur
langsungnya di dan makani ataukah dimakan dan -i. Keduanya memang
mungkin. Bagannya:
Adanya dua tafsiran ini karena yang pertama bersandar pada teori
bahwa sufiks -/ dalam bahasa Indonesia merupakan konstituen
pembentuk kata secara derivatif. Jadi, sufiks -i dilekatkan lebih dahulu
daripada prefiks di-. Sedangkan yang kedua bersandar pada teori dis
tribusi menurut urutan linear. Perbedaan tafsiran analisis lebih mungkin
lagi dapat terjadi pada satuan bahasa yang lebih kompleks. Misalnya
konstruksi kalimat Guru baru datang. Konstituen baru dapat ditafsirkan
lebih dahulu bergabung pada konstituen guru, tetapi bisa juga pada
konstituen datang. Bagannya menjadi (7a) atau (7b) berikut
Bagaimana pula analisis terhadap satuan bahasa Istri lurah yang nakal?
22
Yang nakal si lurah ataukah si istri? Keduanya mungkin. Perhatikan
bagan berikut!
UU
Dari bagan tersebut terlihat jelas yang nakal adalah si istri.
Jelas, yang nakal adalah si lurah. Tafsiran ganda lebih hebat terjadi
pada konstruksi anak dukun beranak. Bagannya bisa (9a) bisa juga
(9b). Perhatikan!
_______ _J
23
2.3.3 Analisis Rangkaian Unsur dan Analisis Proses Unsur
24
2.4 MANFAAT LINGUISTIK
25
kedua pendangan yang berbeda itu bisa dipahami. Dia akan dapat
merumuskan kaidah-kaidah preskriplif dari kaidah-kaidah deskriptif,
sehingga pengajaran dapat berhasil dengan baik.
26
sekolah lanjutan atau untuk perguruan tinggi, maupun untuk masya
rakat umum.
27
(2.2) 1. Mengapa setiap disiplin ilmu, biasanya dibagi-bagi alas
beberapa subdisiplin? Jelaskan!
2. Jelaskan bedanya kajian linguistik sinkronik dan kajian li
nguistik diakronik!
3. Mengapa kajian linguistik diakronik biasanya bersifat historis
komparatif? Jelaskan!
4. Linguistik mikro dan linguistik makro mempunyai objek yang
berbeda. Coba jelaskan apakah objek linguistik mikro dan
apakah objek linguistik makro!
28
6. Tunjukkan kelemahan analisis bawahan langsung! Beri con
toh yang jelas!
7. Ceritakan dengan singkat yang dimaksud dengan analisis
rangkaian unsur dan analisis proses unsur! Beri contoh!
(2.4) 1. Apakah manfaat linguistik bagi guru bahasa atau bagi calon
guru bahasa? Jelaskan!
2. Benarkah linguistik bermanfaat juga bagi kaum politisi? Jelas
kan! (Ingat akan kasus di India dan beberapa negara yang
multilingual).
29
3. OBJEK LINGUISTIK:
BAHASA
30
(7) Kalau dia memberi kuliah bahasanya penuh dengan kata
daripada dan akhiran ken.
(8) Kabarnya, Nabi Sulaiman mengerti bahasa semut.
31
benar, fungsi bahasa adalah alat komunikasi bagi manusia, tetapi
pertanyaan yang diajukan di atas bukan "Apakah fungsi bahasa?",
melainkan "Apakah bahasa itu?". Maka, jawabannya haruslah berke
naan dengan "sosok" bahasa itu, bukan tentang fungsinya. Jawaban,
bahwa "bahasa adalah alat komunikasi" untuk pertanyaan "Apakah
bahasa itu?", memang wajar terjadi karena bahasa itu adalah feno
mena sosial yang banyak seginya. Sedangkan segi fungsinya tam
paknya merupakan segi yang paling menonjol di antara segi-segi
lainnya. Karena itu tidak mengherankan kalau banyak juga pakar yang
membuat definisi tentang bahasa dengan pertama-tama menonjolkan
segi fungsinya itu, seperti Sapir (1221:8). Badudu (1989:3), dan Keraf
(1984:16). Jawaban terhadap pertanyaan "Apakah bahasa itu?" yang
tidak menonjolkan fungsi, tetapi menonjolkan "sosok" bahasa itu adalah
seperti yang dikemukakan Kridalaksana (1983, dan juga dalam Djoko
Kentjono 1982): "Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer
yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama,
berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri". Definisi ini sejalan
dengan definisi dari Barber (1964:21), Wardhaugh (1977:3), Trager
(1949:18), de Saussure (1966:16), dan Bolinger (1975:15).
32
Bagaimana dengan bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia, yang
keduanya berasal dari bahasa yang sama, yailu bahasa Melayu: dan
juga jelas penutur bahasa Indonesia akan dengan mudah memahami
bahasa Malaysia Nah. apakah bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia
merupakan dua buah bahasa yang berbeda, alau hanya dua buah dialek
dari sebuah bahasa yang sama. Secara linguistik, bahasa Indonesia
dan bahasa Malaysia adalah sebenarnya hanya dua buah dialek dari
bahasa yang sama, yailu bahasa Melayu; tetapi secara politis, dewasa
ini bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia adalah dua buah bahasa
yang berbeda. Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional bangsa
Indonesia dan bahasa Malaysia adalah bahasa nasional bangsa Ma
laysia.
Oleh karena itu, meskipun bahasa itu tidak pemah lepas dari
manusia, dalam arti, tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai
bahasa, tetapi karena "rumitnya" menentukan suatu parole bahasa alau
bukan, hanya dialek saja dari bahasa yang lain, maka hingga kini
belum pemah ada angka yang pasti berapa jumlah bahasa yang ada
di dunia ini (lihat Cryslal 1988:284). Begitu juga dengan jumlah bahasa
yang ada di Indonesia.
32 HAKIKAT BAHASA
33
tahu sistemnya, tentu mudah mengerjakannya", tetapi dalam kaitan
dengan keilmuan, sistem berarti susunan teratur berpola yang
membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. Sistem
ini dibentuk oleh sejumlah unsur atau komponen yang satu dengan
lainnya berhubungan secara fungsional. Untuk mendapat pengertian
yang lebih baik, kita ambil contoh yang konkret, yaitu sebuah sepeda
atau kereta angin. Sebuah sepeda disebut sebagai sepeda yang berfiingsi
adalah kalau unsur-unsurnya atau komponen-komponennya (seperti
roda, sadel, kemudi, rantai, rem, lampu, dan sebagainya) tersusun sesuai
dengan pola atau pada tempatnya. Kalau komponen-komponennya tidak
terletak pada tempatnya yang seharusnya, meskipun secara keseluruhan
tampaknya utuh, maka sepeda itu tidak dapat berfungsi sebagai sebuah
sepeda, karena susunannya itu tidak membentuk sebuah sistem. Barang
tersebut barangkali lebih tepat disebut sebagai tumpukan suku cadang
sepeda, atau sepeda yang perakitan komponen-komponennya tidak
benar.
kita secara intuisi, sebagai penutur bahasa Indonesia, akan tahu bahwa
deretan (9) adalah sebuah kalimat bahasa Indonesia karena tersusun
dengan benar menurut pola aturan kaidah bahasa Indonesia. Sebaliknya,
deretan (10) bukan kalimat bahasa Indonesia karena tidak tersusun
menurut pola aturan atau sistem bahasa Indonesia.
34
'1 17 01 046
Pada konstruksi (11) di alas unsur (djdihilangkan sebagian dan unsur
dihilangkan seluruhnya. Namun, sebagai penutur bahasa Indonesia kita
dapat memahami dari polanya, bahwa konstruksi (11) itu adalah sebuah
kalimat bahasa Indonesia yang baik. Malah kita juga dapat meramalkan
bahwa bagian(b)yang dihilangkan pasti sebuah kata yang dimulai dengan
konsonan /b/. Mungkin beli, bakar, atau bunuh. Mengapa? Coba
jelaskan! Bagian d yang dihilangkan juga dapat diramalkan berupa
kala benda nama binatang, mungkin ikan, kucing, atau tikus. Juga,
coba jelaskan mengapa harus nama binatang.
35
Jenjang subsistem ini dalam linguistik dikenal dengan nama
tataran linguistik alau tataran bahasa. Jika diurutkan dari tataran yang
terendah sampai tataran yang tertinggi, dalam hal ini yang menyangkut
ketiga subsistem struktural di atas adalah tataran fonem, morfem, frase,
klausa, kalimat, dan wacana. Tataran fonem masuk dalam bidang kajian
fonologi; tataran morfem dan kala masuk dalam bidang kajian
morfologi; tataran frase, klausa, kalimat, dan wacana masuk dalam
bidang kajian sintaksis. Tetapi perlu dicatat, bahwa kata selain dikaji
dalam morfologi juga dikaji dalam sintaksis. Dalam morfologi, kala
menjadi satuan terbesar, sedangkan dalam sintaksis menjadi satuan
terkecil. Dalam kajian morfologi kata itu dikaji struktur dan proses
pembentukannya, sedangkan dalam sintaksis dikaji sebagai unsur pem
bentuk satuan sintaksis yang lebih besar.
36
3.2.2 Bahasa Sebagai Lambang
37
Konvensional, tidak secara alamiah dan langsung. Misalnya, kalau di
mulut gang atau jalan di Jakarta ada bendera kuning (entah terbuat
dari kertas atau kain), maka kita akan tahu di daerah itu atau di jalan
itu ada orang meninggal. Mengapa? Karena secara konvensional
bendera kuning dijadikan tanda akan adanya kematian. Begitu pula
dengan gambar padi dan kapas yang berada di dalam perisai burung
Garuda Pancasila secara konvensional dipakai untuk melambangkan
asas keadilan sosial.
Untuk memahami lambang ini tidak ada jalan lain selain harus
mempelajarinya. Orang yang belum mengenal lambang itu, tidak akan
tahu apa-apa dengan arti lambang itu. Pada segi lain mungkin barang
yang sama dipakai untuk menandai atau melambangkan hal yang lain.
Misalnya, bendera kuning itu, yang dipakai untuk melambangkan
kematian, ternyata dipakai juga menjadi lambang kepresidenan. Karena
itu, lambang itu sering disebut bersifat arbitrer, sebaliknya, tanda seperti
yang sudah dibicarakan di atas, tidak bersifat arbitrer. Yang dimaksud
dengan arbitrer adalah tidak adanya hubungan langsung yang bersifat
wajib antara lambang dengan yang dilambangkannya. Adakah hubung
an wajib antara bendera kuning dengan peristiwa kematian? (dan pada
pihak lain dengan kepresidenan?). Di sini malah bisa ditambahkan
adanya perbedaan yang dilambangkan dengan wama kuning pada
peraturan lalu lintas dan pada pertandingan sepak bola. Perhatikan
kedua gambar berikut, yang satu adalah lambang, dan yang lainnya
adalah tanda. Keduanya menandai konsep yang sama. Coba anda teliti,
mana yang lambang dan mana yang tanda, (dikutip dari Barberl 972:18).
(13)
SCHOOL
38
Dalam kehidupannya, manusia memang selalu menggunakan
lambang atau simbol. Oleh karena itulah, Eams Cassirer, seorang saijana
dan filosof mengatakan bahwa manusia adalah makhluk bersimbol
(animal symbolicum). Hampir tidak ada kegiatan yang tidak terlepas
dari simbol. Termasuk alat komunikasi verbal yang disebut bahasa.
Satuan-satuan bahasa, misalnya kala, adalah simbol atau lambang. Kalau
ide atau konsep untuk menyatakan adanya kematian dilambangkan
dengan bendera kuning (jadi, dalam bentuk benda), dan ide atau konsep
keadilan sosial dilambangkan dengan gambar padi dan kapas (jadi,
dalam bentuk gambar), maka lambang-lambang bahasa diwujudkan
dalam bentuk bunyi, yang berupa satuan-satuan bahasa, seperti kata
atau gabungan kata. Mengapa kata, sebagai satuan bahasa itu, disebut
lambang, dan bukannya tanda? Karena lambang bersifat arbitrer.
Lambang bahasa yang berwujud bunyi [kuda] dengan rujukannya yaitu
seekor binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, tidak ada
hubungannya sama sekali, tidak ada.ciri alamiahnya sedikit pun. Begitu
juga antara lambang bunyi [air] dengan rujukannya yaitu sejenis benda
cair yang rumus kimianya H2O tidak ada hubungannya sama sekali.
Tidak ada ciri-ciri alamiahnya. Tidak sama dengan landa "adanya asap"
dengan "adanya api", sebab asap dihasilkan oleh api. Jadi, lambang-
lambang bahasa yang berupa bunyi itu sejajar dengan lambang
"kematian" yang berupa bendera kuning, atau lambang "asas keadilan
sosial" yang berupa gambar padi dan kapas. Mengapa lambang
"kematian" bukannya bendera merah, hijau, atau biru, dan mengapa
lambang "keadilan sosial" bukannya berupa gambar mobil, rumah,
atau uang, semuanya ilu adalah karena lambang itu bersifat arbitrer.
39
1 inguisliquc). Oleh karena itu dalam kepustakaan kita ada yang
menyatakan bahwa bahasa adalah sistem tanda (lihat Samsuri 1978).
Akhir-akhir ini sudah biasa juga digunakan istilah penanda untuk ‘yang
menandai' (signifie menurut peristilahan de Saussure) dan petanda untuk
'yang ditandai' (signijiant menurut peristilahan de Saussure); lihat,
misalnya, Kridalaksana 1988, dan 1989).
Agar menjadi lebih jelas lagi apa yang dimaksud dengan lambang
itu, baiklah kita bicarakan tanda-tanda lain yang menjadi objek kajian
semiotika, sebagai bahan perbandingan. Tanda-tanda itu adalah sinyal,
gerak isyarat (gesture), gejala, kode, indeks, dan ikon. Yang dimaksud
dengan sinyal atau isyarat adalah tanda yang disengaja yang dibuat
oleh pemberi sinyal agar si penerima sinyal melakukan sesuatu. Jadi,
sinyal ini dapat dikatakan bersifat imperatif. Misalnya, letusan pistol
dalam lomba lari. Letusan pistol yang ditembakkan dengan sengaja
merupakan sinyal atau isyarat bagi para pelari yang ikut berlomba
untuk melakukan tindakan: lari. Contoh lain, lampu lalu lintas dengan
wama merah, hijau, dan kuning adalah juga sinyal yang harus dipatuhi
oleh pengemudi. Bila lampu berwarna merah yang semula berwarna
kuning menjadi isyarat atau sinyal bagi si pengemudi untuk
menghentikan kendaraannya; dan bila lampu berwarna hijau yang
tadinya berwarna merah menjadi isyarat bagi si pengemudi untuk segera
menjalankan kendaraannya.
40
Gerak isyarat atau gesture adalah tanda yang dilakukan dengan
gerakan anggota badan, dan tidak bersifat imperatif seperti pada sinyal.
Gerak isyarat ini mungkin merupakan tanda mungkin juga merupakan
simbol. Kalau seekor kucing merendahkan tubuhnya dengan pandangan
lurus ke depan, lalu bergerak mundur sedikit, itu adalah tanda bahwa
dia akan menerkam sesuatu; kalau seekor simpanse menunjukkan
kepada temannya gerakan-gerakan seperti sedang makan, itu menjadi
landa bahwa dia lapar. Lalu, kalau seorang manusia menganggukkan
kepala untuk menyatakan persetujuan atau penolakan, (ada budaya yang
menyatakan persetujuan dengan mengangguk tetapi ada juga yang
menyalakan penolakan dengan mengangguk), itu adalah simbol karena
sifatnya yang arbitrer. Bagi binatang, seperti lebah dan simpanse, gerak
isyarat atau gesture ini merupakan alat komunikasi yang utama.
41
tulisan "jalan ke puri" yang merupakan petunjuk arah ke puri. Tanda
terakhir yang kita bicarakan adalah kode. Ciri kode sebagai tanda
adalah adanya sistem, baik yang berupa simbol, sinyal, maupun gerak
isyarat yang dapat mewakili pikiran, perasaan, ide, benda, dan tindakan
yang disepakati untuk maksud tertentu. Bahasa rahasia yag digunakan
oleh sekelompok petugas keamanan dalam melaksanakan tugasnya
tentunya mempunyai sistem. Karena itu, bahasa rahasia itu bisa juga
disebut sebagai kode.
42
yang dihasilkan oleh alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa. Bunyi
teriak, bersin, batuk-batuk, dan bunyi orokan bukan termasuk bunyi
bahasa, meskipun dihasilkan oleh alat ucap manusia, karena semuanya
itu tidak termasuk ke dalam sistem bunyi bahasa. Orokan tcijadinya
tidak disadari dan tidak dapat menyampaikan pesan apa pun. Teriakan,
bersin, dan batuk-batuk terjadinya bisa disadari, dan kadang-kadang
dipakai juga untuk menyampaikan pesan, sama halnya dengan bahasa,
tetapi juga bukan bunyi bahasa karena tidak dapat dikombinasikan
dengan bunyi-bunyi lain untuk menyampaikan pesan. Lalu, kalau begitu
apa yang disebut bunyi bahasa? Bunyi bahasa atau bunyi ujaran (speech
sound) adalah satuan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia
yang di dalam fonetik diamati sebagai "fon" dan di dalam fonemik
sebagai "fonem", (tentang fon, fonetik, fonem, dan fonemik akan
dibicarakan pada Bab 4).
43
3.2.4 Bahasa IIu Bermakna
44
[rumah] punya benda konkrci di alam nyata: tetapi lambang bunyi
[agama] dan [adil] tidak punya benda konkrci di alam nyata ini. Lebih
umum dikatakan lambang bunyi tersebut tidak punya referen, tidak
punya rujukan.
45
dilambangkan dengan bunyi [ria] atau [ari], misalnya, tidak bisa i
dijelaskan karena sifat arbitrer itu.
46
nya, yaitu sejenis binatang buas yang bunyinya [meong]; atau lambang
bunyi [cecak] yang mempunyai hubungan dengan konsep yang
dilambangkannya, yaitu sejenis reptil yang bunyinya [cak, cak, cak].
Jadi, di sini kata-kata yang disebut onomatope (kata yang berasal dari
tiruan bunyi) ini lambangnya memberi "saran" atau "petunjuk" bagi
konsep yang dilambangkannya. Kalau begitu dapat dikatakan hubungan
antara lambang dengan konsep yang dilambangkannya tidak bersifat
arbitrer, karena paling tidak ada "saran" bunyi yang menyatakan
hubungan itu.
47
Jadi, kalau kcarbilrcran bahasa terletak pada hubungan antara
lambang-lambang bunyi dengan konsep yang dilambangkannya, maka
kckonvcnsionalan bahasa terletak pada kepatuhan para penutur bahasa
untuk menggunakan lambang itu sesuai dengan konsep yang dilam
bangkannya. Jangan coba-coba mengubah lambang bunyi [kuda),
misalnya, untuk digunakan pada konsep yang lain, selain untuk
"binatang berkaki empat yang biasa dikendarai", kalau masih tetap
mengharapkan komunikasi tidak terhambat.
48
ada lambang bunyi IgasarJ yang digunakan uniuk melambangkan
konsep "manusia yang ganas dan kasar". Lambang (gasar] itu
merupakan gabungan singkatan dari kata ganas yang diambil suku
[ga]-nya dan kala kasar yang diambil suku kala |sar]-nya.
(16) /i/-/k/-/a/-/t/
/k/-/i/-/t/-/az
/k/-/i/-/a/-/t/
/k/-/a/-/i/-/t/
/k/-/a/-/t/-/i/
yang secara aktual kini kiia dapati ada dalam kosakata bahasa Indo
nesia. Juga bentuk-bentuk yang mungkin bisa dibuat seperti:
(17) /t/-/i/-/k/-/a/
/l/-/a/-/k/-/i/
/a/-/t/-/i/-/k/
/i/-/t/-/a/-/k/
49
Sedangkan bentuk-bentuk seperti:
(18) /k/./t/-/i/-/a/
/k/-/l/-/a/-/i/
/t/-/k/-/a/-/i/
/l/-/k/-/i/-/a/
50
membengkak, manaik, dan meninggi berterima, sedangkan bentuk-
bentuk 'dibengkak, 'dinaik, dan 'ditinggi tidak berterima.
tekanan diberikan pada dia, maka makna kalimat itu adalah bahwa
yang melakukan tindakan menangkap ayam adalah dia, dan bukan
orang lain. Kalau tekanan diberikan pada kata menangkap, maka kalimat
itu bermakna yang dilakukan dia bukanlah tindakan lain, melainkan
menangkap, bukan mengurung atau menyembelih. Kalau tekanan
diberikan pada kata ayam, maka makna kalimat itu adalah yang
ditangkap oleh dia adalah ayam, bukan kucing atau tikus. Hal ini
berbeda dengan bahasa Batak atau bahasa Inggris, yang tekanan pada
kata bersifat morfemis. Misalnya, dalam bahasa Batak dan bahasa
Inggris kalau tekanan diberikan pada suku kata pertama maknanya
akan berbeda dengan kalau diberikan pada suku kala kedua. Perhati
kan!
51
(21) bahasa Inggris
Keunikan yang menjadi salah satu ciri bahasa ini teijadi pada
masing-masing bahasa, seperti bahasa Batak, bahasa Jawa, bahasa
Inggris, atau bahasa Cina. Kalau keunikan teijadi pada sekelompok
bahasa yang berada dalam satu rumpun atau satu kelompok bahasa,
lebih baik jangan disebut keunikan, melainkan ciri dari rumpun atau
golongan bahasa itu.
Karena bahasa itu berupa ujaran, maka ciri universal dari ba
hasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi
bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan.Namun berapa banyak
vokal dan konsonan yang dimiliki oleh setiap bahasa, bukanlah
persoalan keuniversalan. Bahasa Indonesia, misalnya, mempunyai 6
buah vokal dan 22 buah konsonan, sedangkan bahasa Arab mem
punyai 3 buah vokal pendek dan 3 buah vokal panjang serta 28 buah
52
konsonan (Al-Khuli 1982:321); bahasa Inggris memiliki 16 buah vokal
(termasuk diftong) dan 24 buah konsonan (Al-Khuli 1982:320). Bukti
lain dari keuniversalan bahasa adalah bahwa setiap bahasa mempunyai
satuan-satuan bahasa yang bermakna, entah satuan yang namanya kata,
frase, klausa, kalimat, dan wacana. Namun, bagaimana satuan-satuan
itu terbentuk mungkin tidak sama. Kalau pembentukan itu bersifat
khas, hanya dimiliki oleh sebuah bahasa, maka hal itu merupakan
keunikan dari bahasa itu. Kalau ciri itu dimiliki oleh sejumlah bahasa
dalam satu rumpun atau satu golongan bahasa, maka ciri tersebut
menjadi ciri universal dan keunikan rumpun atau subrumpun bahasa
tersebut. Universal kalau dilihat dari rumpun atau subrumpun sebagai
satuan; dan keunikan kalau dilihat dari rumpun atau subrumpun lain.
Ada juga yang mengatakan bahwa ciri umum yang dimiliki oleh ba
hasa-bahasa yang berada dalam satu rumpun atau subrumpun, atau
juga dimiliki oleh sebagian besar bahasa-bahasa yang ada di dunia
ini sebagai ciri setengah universal. Kalau dimiliki oleh semua bahasa
yang ada di dunia ini baru bisa disebut universal.
53
dengan fonem /p/. /k/, dan /s/ dianggap otonom, sebab terdapat pa
sangan minimal yang membedakannya fonem /f/ dari /p/, /kh/ dari
/k/, dan /sy/ dari /s/. Dalam bidang morfologi keberadaan alomorf
menge- yang dulu diharamkan, kini dianggap otonom, karena
kehadirannya berkaidah, yaitu pada kata dasar yang ekasuku. Begitu
juga bentuk kala dimengerti yang pada tahun lima puluhan diharam
kan para gum, tetapi kini tidak dipersoalkan lagi.
Perubahan yang paling jelas, dan paling banyak terjadi, adalah
pada bidang leksikon dan semantik. Barangkali, hampir setiap saat,
ada kata-kata baru muncul sebagai akibat pembahan budaya dan ilmu,
atau ada kata-kata lama yang muncul dengan makna baru. Hal ini
mudah dipahami, karena kala sebagai satuan bahasa terkecil, adalah
sarana atau wadah untuk menampung suatu konsep yang ada dalam
masyarakat bahasa. Dengan terjadinya perkembangan kebudayaan,
perkembangan ilmu dan teknologi, tentu bermunculanlah konsep-konsep
baru, yang tentunya disertai wadah penampungnya, yaitu kata-kata
atau islilah-isstilah bara. Kalau toh kelahiran konsep itu belum disertai
wadahnya, maka manusia akan menciptakan istilahnya. Betapa pesatnya
perkembangan leksikon dalam bahasa Indonesia dapat kita lihat kalau
kita membandingkan jumlah kata yang ada di dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia susunan W.J.S. Poerwadarminta yang hanya
berjumlah sekitar 23.000 buah, dengan kata yang terdapat di dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia yang berjumlah lebih dari 60.000
buah. Bukan tidak mustahil dalam waktu yang tidak terlalu lama bahasa
Indonesia akan mempunyai 100.000 buah kosakata.
54
3.2.11 Bahasa Itu Bervariasi
Mengenai variasi bahasa ini ada tiga istilah yang perlu diketahui,
yaitu idiolek, dialek, dan ragam. Idiolek adalah variasi atau ragam
bahasa yang bersifat perseorangan. Setiap orang tentu mempunyai ciri
khas bahasanya masing-masing. Kalau kita banyak membaca karangan
orang yang banyak menulis, misalnya, Hamka, Sutan Takdir
Alisyahbana, Hamingway, atau Mark Twain, maka kita akan dapat
mengenali ciri khas atau idiolek pengarang-pengarang itu.
55
Variasi bahasa berdasarkan lempat ini lazim disebut dengan nama
dialek regional, dialek areal, atau dialek geografi. Variasi bahasa yang
digunakan pada masa tertentu, misalnya bahasa Indonesia zaman Balai
Pustaka, bahasa Indonesia zaman Orde Bani, atau bahasa Indonesia
zaman Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, lazim disebut dialek temporal
atau juga kronolek. Sedangkan variasi bahasa yang digunakan
sekelompok anggota masyarakat dengan status sosial tertentu disebut
dialek sosial atau sosiolek.
56
gerak tari tertentu untuk menyampaikan berita adanya sumber madu
kepada teman-temannya. Burung gereja menggunakan siulan dengan
nada tertentu untuk menyatakan maksud tertentu. Sedangkan kera
menggunakan "teriakan", gerak tubuh (gesture), serta mimik wajah
sebagai alat komunikasinya (lebih jauh lihat Akmajian 1979). Begitu
juga dengan binatang-binatang lain, tentu mempunyai alat
komunikasinya masing-masing.
57
animal rationale 'makhluk rasional yang berakal budi'. Maka dengan
segala macam kelebihannya itu jelas manusia dapat memikirkan apa
saja yang lalu, yang kini, dan yang masih akan datang, serta
menyampaikannya kepada orang lain melalui alat komunikasinya, yaitu
bahasa. Binatang tidak mempunyai akal budi, dan segala kemampuan
yang bisa dilakukan dengan akal budi itu. Oleh karena itu, alat
komunikasinya juga tetap, tidak akan berubah. Tidak ada yang
dipikirkan, maka tentunya juga tidak akan ada yang ingin disampaikan
dengan alat komunikasinya itu. Segala tindakan binatang untuk makan,
menyelamatkan diri, dan keperluan biologis lainnya dilakukan secara
instingtif, tidak melalui pemikiran terlebih dahulu. Termasuk juga
binatang primata, seperti simpanse, yang bentuk fisiknya dekat dengan
manusia, juga tidak dapat berpikir seperti manusia; dan alat fisiologis
untuk bisa berbicara pun berbeda dengan manusia (lihat Fromkin 1974).
58
lain mungkin anda akan menemukan keterangan lain mengenai ciri-
ciri alau sifat-sifat hakiki baliasa, tetapi kiranya apa yang dibicarakan
di alas sudah menyiratkan sifat alau ciri bahasa yang paling funda
mental.
59
yang merasa menggunakan bahasa yang sama. Dengan demikian kalau
ada sekelompok orang yang merasa sama-sama menggunakan bahasa
Sunda, maka bisa dikatakan mereka adalah masyarakat bahasa Sunda;
kalau ada sekelompok orang merasa menggunakan bahasa Mandai
ling, maka mereka bisa disebut masyarakat bahasa Mandailing; dan
kalau ada sekelompok orang merasa menggunakan bahasa Inggris,
maka mereka bisa disebut masyarakat bahasa Inggris.
60
dengan baik; begitu juga sebaliknya. Namun, barangkali kelak ada
masyarakat bahasa Amerika, masyarakat bahasa Inggris, dan masyara
kat bahasa Australia, mengingat dewasa ini kecenderungan ke arah
itu sudah ada. Kini mulai dibedakan adanya British English, American
English, dan Australian English.
61
mengenal adanya ragam-ragam bahasa, seperti ragam jurnalistik, ragam
sastra, ragam ilmiah, dan sebagainya.
62
Bahasa Arab
ma eh 'apa'
Bahasa Indonesia
uang duit
istri bini
(1) Setting and Scene, yailu unsur yang berkenaan dengan tempat
dan waktu terjadinya percakapan. Umpamanya percakapan yang terjadi
di kantin sekolah pada waktu istirahat tentu berbeda dengan yang
terjadi di kelas ketika pelajaran sedang berlangsung. Tentu berbeda
pula dengan percakapan di rumah duka ketika jenazah belum
dikebumikan.
63
(2) Participants, yaitu orang-orang yang terlibat dalam per
cakapan. Umpamanya, antara Ali murid kelas dua SMA dengan Pak
Ahmad gurunya. Percakapan antara Ali dan Pak Ahmad ini tentu
berbeda kalau partisipannya bukan Ali dan Pak Ahmad, melainkan
antara Ali dan Karim, teman sekelasnya.
(4) Acr Sequences, yaitu hal yang menunjuk pada bentuk dan
isi percakapan. Misalnya dalam kalimat:
(5) Key, yaitu yang menunjuk pada cara atau semangat dalam
melaksanakan percakapan. Misalnya, pelajaran linguistik dapat
diberikan dengan cara yang santai; tetapi dapat juga dengan semangat
yang menyala-nyala.
(8) Genres, yaitu yang menunjuk pada kategori atau ragam bahasa
yang digunakan.
64
yang mana. Sebagai contoh dari hal di atas, silakan anda
membayangkan diri anda sendiri, yang baru menjadi mahasiswa tahun
pertama, harus berbicara dengan teman sekelas yang baru anda kenal,
dengan kakak-kakak mahasiswa lama, dengan dosen linguistik yang
juga baru anda kenal, atau dengan adik anda di rumah yang sudah
lama anda kenal. Silakan!
65
Einar Haugcn (1966) mengartikan sebagai kemampuan seseorang un
tuk menghasilkan tuturan yang lengkap dan bermakna dalam bahasa
lain, yang bukan bahasa ibunya. Perbedaan pengertian akan konsep
bilingual itu disebabkan oleh sukarnya menentukan batas atau ukuran
untuk menentukan bilingualnya seseorang. Dewasa ini banyak diikuti
konsep bahwa bilingual itu mencakup dari penguasaan sepenuhnya
atas dua bahasa sampai pengetahuan minimal akan bahasa kedua. Jika
konsep ini yang diikuti, maka bisa dikatakan semua anak Indonesia
yang sudah menduduki bangku sekolah adalah termasuk golongan orang
yang bilingual.
66
dan terbaca. Contoh interferensi dalam tataran sintaksis adalah susunan
kalimat pasif Makanan itu telah dimakan oleh saya dari penutur
berbahasa ibu bahasa Sunda. Dalam bahasa Sunda susunannya adalah
Makanan teh a tos dituang kuabdi; padahal susunan bahasa Indone
sianya yang baku adalah Makanan itu telah saya makan. Dari penutur
barbahasa ibu Jawa bisa terjadi susunan kalimat seperti Di sini toko
Laris yang mahal sendiri karena susunan bahasa Jawanya adalah Ning
kene toko Laris sing larang dhewe; padahal susunan bahasa Indone
sianya yang baku adalah Toko Laris adalah toko yang paling mahal
di sini. Interferensi dalam bidang leksikon berupa digunakannya kata-
kata dari bahasa lain ke dalam bahasa yang sedang digunakan. Misalnya,
sewaktu berbahasa Indonesia terbawa masuk kata-kata dari bahasa
bahasa Jawa, bahasa Sunda, atau bahasa lainnya. Dalam masyarakat
yang multilingual, dengan berbagai alasan, interferensi leksikal ini
tidak dapat dihindarkan.
67
(23) A : Dik! Saya dengar kabar selentingan lho. Wanneer rertrek je
naar Holland? Nanli saya lilip surat, ya?
B : Silakan. Mbak!
(24) S : Apakah Bapak sudah jadi membuat lampiran untuk surat ini
M : 0. ya sudah. Inilah!
$ : Terima kasih
68
sifat formal, maka keduanya menggunakan bahasa Indonesia yang baku.
Namun,begitu pokok pembicaraan beralih pada sifat pribadi si calon
pemborong, alihkode pun teijadi, keduanya menggunakan bahasa Jawa.
Akhirnya, karena pokok pembicaraan kembali lagi ke masalah kantor,
dan situasinya menjadi formal lagi, maka keduanya beralih lagi
menggunakan bahasa Indonesia.
Alih kode dibedakan dari campur kode. Kalau alih kode teijadi
karena bersebab, seperti contoh di atas, sedangkan campur kode ter
jadi tanpa sebab. Dalam campur kode ini dua kode atau lebih digunakan
bersama tanpa alasan; dan biasanya terjadi dalam situasi santai. Kalau
dalam situasi formal teijadi juga campur kode, maka biasanya karena
ketiadaan ungkapan yang harus digunakan dalam bahasa yang sedang
dipakai. Dalam masyarakat Indonesia kasus campur kode ini biasa
teijadi. Biasanya dalam berbicara dalam bahasa Indonesia dicampur
kan dengan unsur-unsur bahasa daerah. Sebaliknya juga bisa teijadi;
dalam berbahasa daerah tercampur unsur-unsur bahasa Indonesia.
Dalam kalangan orang terpelajar seringkali bahasa Indonesia dicam
pur dengan unsur-unsur bahasa Inggris.
Kalau dibandingkan peristiwa campur kode dengan peristiwa
interferensi yang sudah dibicarakan di atas, memang tampak sama,
terutama interferensi pada tingkat leksikon. Oleh karena itu, kedua
peristiwa itu ada yang menganggapnya sama. Namun, kalau diteliti
ada bedanya. Dalam peristiwa interferensi biasanya si pembicara
melakukannya karena tidak tahu, dan interferensi itu teijadi dari ba
hasa yang paling dikuasainya (bahasa ibu atau bahasa pertama). Dalam
peristiwa campur kode, peristiwa itu terjadi dengan disadari oleh si
pembicara. Dia memasukkan unsur bahasa lain ke dalam bahasa yang
sedang digunakannya karena sebab yang lain. Misalnya, karena ingin
santai, atau karena bahasa yang digunakannya tidak memiliki ungkapan
untuk konsep yang akan dikemukakannya.
69
merupakan bagian dari kebudayaan, lalu wujud hubungannya itu
bagaimana; kalau bukan merupakan bagian dari kebudayaan, wujud
hubungannya iiu bagaimana pula.
70
dikenai salju hanya mempunyai satu kata, yaitu salju. Itu pun serapan
dari bahasa Arab.
71
sifikasi ini? Ada begitu banyak ciri yang bisa digunakan, sehingga
hasil klasifikasi juga dapat bermacam-macam. Menurut Greenberg
(1957:66) suatu klasifikasi yang baik harus memenuhi persyaratan
nonarbitrcr, ekshauslik, dan unik, Yang dimaksud dengan nonarbitrer
adalah bahwa kriteria klasifikasi itu tidak boleh semaunya, hanya harus
ada satu kriteria. Tidak boleh ada kriteria lainnya. Dengan kriteria
yang hanya satu ini, yang nonarbitrcr, maka hasilnya akan ekshaustik.
Artinya, setelah klasifikasi dilakukan tidak ada lagi sisanya; semua
bahasa yang ada dapat masuk ke dalam salah satu kelompok. Selain
itu, hasil klasifikasi juga harus bersifat unik. Maksudnya, kalau suatu
bahasa sudah masuk ke dalam salah satu kelompok, dia tidak bisa
masuk lagi dalam kelompok yang lain. Kalau sebuah bahasa bisa masuk
ke dalam dua kelompok atau lebih, maka berarti hasil klasifikasi itu
tidak unik.
72
berasal atau diturunkan dari bahasa yang lebih tua. Menurut teori
klasifikasi genetis ini, suatu bahasa proto (bahasa tua, bahasa semula)
akan pecah dan menurunkan dua bahasa baru atau lebih. Lalu, bahasa
pecahan ini akan menurunkan pula bahasa-bahasa lain. Kemudian ba
hasa-bahasa lain itu akan menurunkan lagi bahasa-bahasa pecahan
berikutnya. Umpamanya, katakanlah ada bahasa proto A. Bahasa A
ini, misalnya, teipecah dan menurunkan tiga bahasa baru, yaitu bahasa
Al, A2, dan A3. Kemudian bahasa-bahasa Al, A2, dan A3 ini pecah
lagi dan menurunkan bahasa-bahasa baru. Misalnya, dari bahasa Al
terpecah menjadi A11, A12, dan A13. Bahasa A2 menurunkan bahasa
A21 dan A22; sedangkan bahasa A3 menurunkan bahasa-bahasa A31
dan A32. Pada tahap berikutnya bahasa Al 1 menurunkan pula bahasa-
bahasa Al 11 dan Al 12. Begitu juga dengan bahasa A12, dan yang
lain-lain. Kalau dibagankan akan tampak sebagai berikut
73
akan tampak gelombang yang lebih tinggi; semakin jauh dari tempat
jatuhnya batu itu gelombangnya semakin kecil atau semakin rendah;
dan akhirnya menghilang. Bahasa berkembang dengan cara seponi
itu. Bahasa yang tersebar dekat dengan pusat penyebaran akan mem
punyai ciri-ciri yang tampak jelas sama dengan bahasa induknya; tetapi
yang lebih jauh ciri-cirinya akan lebih sedikit; dan yang paling jauh
mungkin akan sangat sedikit; atau mungkin juga sudah sukar dilihat
74
1) Rumpun Indo Eropa, yakni bahasa-bahasa Gcmian, Indo-Iran.
Armenia, Ballik, Slavik, Roaman, Kellik, dan Gaulis.
2) Rumpun Hamilo-Scmit alau Afro-Asialik, yakni bahasa-bahasa
Koptis, Berber, Kushid, Chad yang termasuk dalam subrumpun
Hamil; dan bahasa Arab, Eliopik, dan Ibrani yang termasuk
subrumpun Scmil.
3) Rumpun Chari-Nil, yakni bahasa-bahasa Swahili, Banluk dan
Khoisan.
4) Rumpun Dravida, yaitu bahasa-bahasa Telugu, Tamil, Kanari, dan
Malayalam.
5) Rumpun Austronesia (disebut juga Melayu Polinesia), yaitu ba
hasa-bahasa Indonesia (Melayu, auslronesia Barat), Melanesia,
Mikronesia, dan Polinesia.
6) Rumpun Kaukasus.
7) Rumpun finno-Ugris, yaitu bahasa-bahasa Hungar, Lapis, dan
Samoyid.
8) Rumpun Paleo Asialis atau Hiperbolis, yaitu bahasa-bahasa yang
terdapat di Siberia Timur.
9) Rumpun Ural-Allai, yaitu bahasa-bahasa Mongol, Manchu, Tungu,
Turki, Korea, dan Jepang.
10) Rumpun Sino-Tibet, yakni bahasa-bahasa Yenisei, Oslyak, Ti-
belo, Burma, dan Cina.
11) Rumpun bahasa-bahasa Indian, yakni bahasa-bahasa Eskimo, Aleut,
Na-Denc, Algonkin, Wakshan. Hokan, Sioux, Pcnutio, Aztek-
Tanoan, dan sebagainya.
75
1
(26) Rumpun Bahasa-bahasa Liama di Puma iPiangkal duri Brighl 1992)
k
3.4.2 Klasifikasi Tipologis
77
yang monosilabis, misalnya bahasa Cina; (2) akar kata yang mampu
mengadakan komposisi, misalnya bahasa-bahasa Indo Eropa dan bahasa
Austronesia; dan (3) akar kala yang disilabis dengan tiga konsonan,
seperti bahasa Arab dan Ibrani. Sarjana lain, Max Mullcr, yang juga
menggunakan akar kata sebagai dasar klasifikasi membagi bahasa-
bahasa di dunia ini menjadi (1) bahasa akar, seperti bahasa Cina;
(2) bahasa tcrminasional, seperti bahasa Turki dan bahasa Austronesia;
dan (3) bahasa inficksional, seperti bahasa Arab dan bahasa-bahasa
Indo Eropa.
78
parameter itu adalah (1) konsep-konsep gramatikal; (2) proses-proses
gramatikal; dan (3) tingkat penggabungan morfem dalam kala. Ber
dasarkan parameter (1) dibedakan adanya bahasa relasional mumi
sederhana, bahasa relasional mumi kompleks, bahasa relasional cam
puran sederhana, dan bahasa relasional campuran kompleks. Berdasar
kan parameter (2) ada bahasa isolatif, aglutunatif, fusional. dan simbolik.
Lalu, berdasarkan parameter (3) ada bahasa analitis, sintetis, dan
polisintelis. J. Grccnbcrg mengembangkan gagasan Sapir dalam suatu
klasifikasi yang lebih bersifat kuantitatif dengan mengajukan lima
parameter. Parameter pertama menyangkut jumlah morfem yang ada
dalam sebuah kalimat; parameter kedua menyangkut jumlah sendi
(juneture) yang terdapat dalam sebuah konstruksi; parameter ketiga
menyangkut kelas-kelas morfem yang membentuk sebuah kala (akar,
derivasi, infleksi); parameter keempat mempersoalkan jumlah afiks
yang ada dalam sebuah konstruksi; dan parameter kelima memper
soalkan hubungan kata dengan kala di dalam kalimat.
79
yang seperti ini belum dapat dikelompokkan atau belum dapat masuk
ke dalam salah satu kelompok. Selain itu, klasifikasi ini pun bersifat
nonunik. sebab ada kemungkinan sebuah bahasa dapat masuk dalam
kelompok tertentu dan dapat pula masuk ke dalam kelompok lainnya
lagi.
80
hari secara aktif, atau tidak. Sedangkan homogenesitas berkenaan
dengan apakah leksikon dan tata bahasa dari bahasa itu diturunkan
Ciri Klasifikasi
+ + + + Standar Inggris
+ + - + Klasik Latin
+ - + + Vcma- Akadis
kular
+ - - - Pidgin Neo-
Melancsia
+ - + - Kreol Krio
* + - + Artifi Volapuk
sial
- - - + Marginal pembantu
81
Klasifikasi sosiolinguistik ini bukan satu-satunya klasifikasi
sosiolinguistik, sebab kita bisa mempersoalkan bagaimana, misalnya,
keadaan dan status bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan di beberapa
negara-negara di kawasan Asia yang begitu kompleks. Di Indonesia
selain ada bahasa Indonesia yang menjadi bahasa resmi, bahasa standar,
bahasa negara, bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa kesatuan,
masih terdapat bahasa daerah, yang juga bisa menjadi bersifat resmi
pada situasi yang bersifat kedaerahan. Di Singapura terdapat empat
buah bahasa yang diakui sebagai bahasa nasional, yaitu bahasa Melayu,
bahasa Inggris, bahasa Mandarin, dan bahasa Hindi; tetapi tampaknya
peranan bahasa Inggris lebih besar dari ketiga bahasa lainnya. Di
Filipina ada sebuah bahasa nasional,, yaitu bahasa Tagalog; tetapi bahasa
resmi yang digunakan untuk menjalankan administrasi kenegaraan
adalah bahasa Inggris. Maka, bagaimana kita harus menjelaskan keadaan
kebahasaan seperti di Singapura dan di Filipina itu.
82
Bahasa tulis dapat disimpan lama sampai waktu yang tak terbatas.
Karena itulah, kita bisa memperoleh informasi dari masa lalu atau
dari tempat yang jauh melalui bahasa tulis ini; tetapi tidak melalui
bahasa lisan. Hanya kemajuan teknologilah kini yang tampaknya dapat
menggeser kedudukan bahasa tulis. Dengan peralatan radio dan telepon
yang canggih dewasa ini kita berkomunikasi menembus ruang; kita
bisa berkomunikasi dengan siapa saja di belahan bumi mana saja.
Bahkan juga di luar angkasa. Selain itu, teknologi juga kini dapat
merekam bahasa lisan persis sama dengan yang diucapkan dalam pita
rekaman dan sebagainya. Jadi, juga kini bahasa lisan (dalam bentuk
rekaman) bisa menembus waktu dan ruang.
Sebelum kita bicarakan aksara dan sistem ejaan itu ada baiknya
kita bicarakan dulu masalah bagaimana sebenarnya sosok yang disebut
bahasa tulis itu. Apakah bahasa tulis itu sama dengan bahasa lisan,
atau bagaimana? Meskipun di atas sudah disebutkan bahwa bahasa
tulis sebenarnya tidak lain daripada rekaman bahasa lisan, tetapi
sesungguhnya ada perbedaan besar antara bahasa tulis dengan bahasa
lisan. Bahasa tulis bukanlah bahasa lisan yang dituliskan seperti yang
terjadi dengan kalau kita merekam bahasa lisan itu ke dalam pita
rekaman. Bahasa tulis sudah dibuat orang dengan pertimbangan dan
pemikiran, sebab kalau tidak hati-hati, tanpa pertimbangan dan
83
pemikiran, peluang unluk terjadinya kesalahan dan kesalahpahaman
dalam bahasa tulis sangat besar. Bila tcijadi kesalahan, maka kesalahan
itu tidak bisa secara langsung diperbaiki. Berbeda dengan bahasa lisan.
Dalam bahasa lisan setiap kesalahan bisa segera diperbaiki. Lagi pula
bahasa lisan sangat dibantu oleh intonasi, tekanan, mimik, dan gerak-
gerik si pembicara. Kalau kita melihat tulisan:
Dapat juga konstruksi itu dibuat tanpa garis penghubung, tetapi dengan
bantuan preposisi. Kasus pertama, misalnya, menjadi (30) dan kasus
kedua menjadi (31). Perhatikan!
Lebih sulit dari kasus buku sejarah baru di atas adalah konstruksi
kalimat tulis berikut
Kalimat (32) itu dapat dibaca dengan cara menyerutunkan lafal kata
istri dan dosen, maka kalimat itu akan bermakna 'dosen itu baru menikah
84
lagi’. Kalau antara kata istri dan dosen diberi jeda dalam
melafalkannya, maka kalimat itu akan bermakna ‘dosen itu baru
diangkat’. Bagaimana cara mengatasinya, tentunya adalah dengan
menata kembali susunan kalimat itu dengan mempeihatikan makna
apa yang ingin dikemukakan.
85
modem berikut, yang digunakan oleh National Park Service, Depart
ment of the Interior, Amerika Serikat, yang biasa didapati di taman-
taman dan daerah wisata di Amerika.
(34)
(35) swallow go
(36)
86
Tulisan piktograf ini selanjutnya tidak lagi menggambarkan
benda yang dimaksud, tetapi telah digunakan untuk menggambarkan
sifat benda atau konsep yang berhubungan dengan benda itu. Misalnya,
dalam tulisan hieroglif di Mesir (± 4.000 SM) Gambar (37) tidak
lagi bermakna 'tongkat', melainkan bermakna 'memerintah'; dan Gambar
(38) tidak lagi bermakna 'kendi tempat air*, melainkan bermakna 'segar*
atau 'dingin'. Piktograf yang menggambarkan gagasan, ide, atau konsep
ini disebut ideograf.
(37)
(39)
Aksara paku ini kemudian diambil oleh orang Persia, yakni pada
zaman Darius I (522 - 468 SM), tetapi tidak untuk menyatakan gambar,
gagasan, atau kata, melainkan untuk menyatakan suku kata. Sistem
yang demikian, yang menggambarkan suku kata disebut aksara silabis.
Perhatikan contoh berikut
87
di
III' lu
I fa
Selain orang Persi, orang Mesir pun mengembangkan juga sistem tulisan
yang menggambarkan suku kata. Aksara silabis Mesir ini
mempengaruhi sistem tulisan bangsa-bangsa lain, termasuk bangsa
Fenesia, yang hidup di pantai timur Laut Tengah. Aksara Fenesia
ini terdiri dari 22 buah suku kata. Jadi, dalam aksara Fenesia ini setiap
aksara melambangkan satu konsonan yang diikuti oleh satu vokal.
Untuk lebih dapat memahami aksara silabis ini dengan lebih baik,
(41)
7 t 7 y y 7 /X /X 7 7 7”
a ka sa za la da na ha ba pa ma ra wa fa n
'E
88
perhatikan aksara silabis Jepang (yang disebut Katakana) berikut yang
sampai saat sekarang masih digunakan. Perhatikan contoh tulisan
America, Australia, dan television.
89
(42) Hieroglif Mesir
Semit Kuno
Semit Utara
beberapa jenis
Batak
90
PERBANDINGAN AKSARA-AKSARA
YANG MENURUNKAN AKSARA LATIN
Fenisia Fenisia
Nama Nilai Yunani Nama
Arkais Kuna
K K alef a
A Alfa
9 bet b B beta
A A gimel g r gamma
za dalet d △ delta
a 3 he h E epsilon
upsilon
y Y waw w Y F digamma
i I z ain z Z zeta
0 0 het h H eta
G 0 tet t 0 teta
v kaf k K kappa
Z 6 lamed 1 A lambda
J
'l mem m M mu
5 'J nun n
N nu
-m
T tl
samek s xi
0 0 'ain •
0 omikron
2 2 pe P (ph) n P»
s
’Z V sade M san
?
? kof k ? koppa
9 4 res r p rho
W W sin s
L sigma
+ X taw t T tau
91
BEBERAPA AKSARA DAERAH DI INDONESIA
Aksara Toba, Dairi, Karo dan Simalungun sama bentuknya dengan aksara Mandailing.
Ada sedikit perbedaan dalam jenis huruf dan pemakaiannya
92
Dalam pembicaraan mengenai bahasa tulis dan tulisan kita
menemukan istilah-istilah huruf, abjad, alfabet, aksara, graf, grafem,
alograf, dan juga kaligrafi dan grafiti. Ada baiknya istilah-istilah itu
kita bicarakan juga di sini untuk menghindari kesalahpahaman. Huruf
adalah istilah umum untuk graf dan grafem. Abjad atau alfabet adalah
urutan huruf-huruf dalam suatu sistem aksara! Misalnya dalam aksara
Latin, abjad itu dimulai dari huruf A sampai dengan huruf Z; dalam
aksara Arab, abjad itu dimulai dari huruf alif sampai dengan huruf
ya. Aksara adalah keseluruhan sistem tulisan, misalnya aksara Latin,
aksara Arab, dan aksara. Graf adalah satuan terkecil dalam aksara
yang belum ditentukan statusnya; sedangkan grafem adalah satuan
terkecil dalam aksara yang menggambarkan fonem, suku kata, atau
morfem, tergantung dari sistem aksara yang bersangkutan. Jadi, dalam
aksara Sinika (Cina) satu grafem menggambarkan satu morfem,
sedangkan dalam aksara Romawi tiap grafem menggambarkan satu
fonem. Alograf adalah varian dari grafem (Bandingkan dengan alofon
dalam fonologi dan alomorf dalam morfologi). Misalnya, dalam aksara
Arab untuk grafem kita dapati alograf:
93
Grafiti adalah corat-coret di dinding, tembok, pagar, dan
sebagainya dengan huruf-huruf dan kata-kata tertentu. Kebiasaan
membuat grafiti ini pun sudah lama. Biasanya dilakukan untuk
menyalurkan ekspresi kejiwaan, keinginan berontak, dan sebagainya.
Acapkali grafiti ini dilakukan dengan mencampuradukkan ejaan suatu
bahasa untuk menyatakan bahasa lain. Misalnya ungkapan "Prawan
tulen" diekspresikan dengan tulisan Pra One To Lent; atau Napitupulu
(nama marga di Tapanuli) yang ditulis berupa Na 70; dan kata bahasa
Jawa degan Tcclapa muda' ditulis the gun. Acapkali pula kata-kata
ditulis dengan huruf yang dibolak-balik, seperti kata ceking ditulis
berupa CHEKINK, atau CHEKIJ4K. Kalau kaligrafi merupakan suatu
seni, maka grafiti ini, meskipun ada yang mengatakan juga seni, tetapi
lebih banyak menjengkelkan anggota masyarakat, karena dilakukan
di pagar-pagar dan tembok-tembok rumah.
94
macam. Tidak sama antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain,
karena jumlah fonem yang ada dalam setiap bahasa tidak sama dengan
jumlah huruf yang tersedia dalam alfabet Latin itu. Dalam bahasa
Fin dan bahasa Turki setiap huruf melambangkan satu fonem. Dalam
bahasa Indonesia ada beberapa fonem yang dilambangkan dengan
gabungan dua buah huruf, seperti gabungan huruf <kh> untuk
melambangkan fonem /x/ dan gabungan huruf <ng> untuk melam
bangkan fonem /r|/. Ada juga dalam bahasa Indonesia sebuah huruf
digunakan untuk melambangkan dua buah fonem yang berbeda, yaitu
huruf <e> yang dipakai untuk melambangkan fonem /e/ dan fonem
/a/. Dalam bahasa Inggris banyak fonem yang dilambangkan dengan
huruf atau gabungan huruf yang berbeda, seperti fonem /f/ yang kadang-
kadang dilambangkan dengan huruf <I> dan kadang-kadang dengan
gabungan huruf <ph>. fonem /i/ dalam bahasa Inggris ada yang
dilambangkan dengan huruf <i>, ada yang dilambangkan dengan huruf
<y>, dan ada juga yang dilambangkan dengan gabungan huruf <ee>,
atau <ea>. Sebaliknya banyak juga huruf yang sama dipakai untuk
melambangkan fonem yang berbeda. Bandingkanlah lafal huruf <u>
pada kata-kata put, but, dan hurt. Dalam bahasa Prancis lafal untuk
huruf-huruf tertentu selalu tetap, tetapi untuk bunyi-bunyi tertentu ada
beberapa cara mengejanya. Misalnya, untuk suku kata yang berbunyi
[si] ada lima wujud tulisannya, seperti dalam kalimat Si six cents
six seies seient six cents six cypres lafalnya adalah [si si sa si si
si si sa si sipre], dan maknanya 'kalau enam ratus enam gergaji
menggergaji enam ratus pohon sipre'.
95
TUGAS DAN LATIHAN
96
(3.3) 1. Jelaskan yang dimaksud dengan masyarakat bahasa!
Bagaimana pula kedudukan seseorang dalam masyarakat yang
multilingual, seperti di Indonesia? Jelaskan!
a. interferensi
b. integrasi
c. alihkode
d. campurkode
a. bahasa proto
b. teori batang pohon
c. teori gelombang
97
4. Lihai kembali peta bahasa pada Gambar (26). Teliti kembali
di mana letak dan batas-batas bahasa Austronesia, bahasa-
bahasa Semit, dan bahasa-bahasa Indo German!
(3.5) 1. Ada yang mengatakan bahasa tulis itu pada hakikatnya tidak
sama dengan bahasa lisan. Coba jelaskan secara singkat!
a. piktogram
b. ideogram
c. aksara silabis
d. tulisan ortografis
98
7. Apa bedanya kaligrafi dan grafiti? Manakah yang lebih
bersifat positif? Jelaskan!
99
4. TATARAN LINGUISTIK (1):
FONOLOGI
(1) [keduaorangitumeninggalkanruangsidangmeskipunrapatbelumselesai]
(1 a) [keduaorangitumeninggalkanruangsidang]
(Ib) [meskipunrapatbelumselesai]
100
dan (la2); dan segmen (Ib) dapat disegmcntasikan menjadi (Ibl) dan
(lb2) sebagai berikut:
(lal) [keduaorangitu]
(la2) [meninggalkanruangsidang]
(Ibl) [meskipun]
(lb2) [rapatbelumselesai]
(lall) [keduaorang]
(la!2) [itu]
(la21) [meninggalkan]
(la22) [ruangsidang]
(Ibll) [meski]
(lbl2) [pun]
(lb21) [rapat]
(lb22) [belumselesai]
101
ditandai dengan sebuah bunyi vokal. Karena itu, ada yang mengatakan,
untuk menentukan ada berapa silabel pada sebuah kesatuan runtunan
bunyi kita lihat saja ada berapa buah vokal yang terdapat di dalamnya.
Misalnya, pada pjntunan satuan bunyi [meninggalkan] kita lihat ada
terdapat empat buah vokal, yai i [e, i, a, a], maka pada satuan runtunan
bunyi itu ada empat buah silabel. Pada runtunan bunyi [kedua] terdapat
tiga buah vokal, yaitu [c, u, a], maka karena itu di dalamnya terdapat
tiga buah silabel.
102
4.1 FONETIK
Seperti sudah disebutkan di muka, fonetik adalah bidang
linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah
bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak.
Kemudian, menurut urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu,
dibedakan adanya tiga jenis fonetik, yaitu fonetik artikulatoris, fonetik
akustik, dan fonetik auditoris.
(2)
103
4.1.1 Alat Ucap
(3)
104
Sesuai dengan nomor pada bagan di atas, nama alat-alat ucap,
atau alat-alat yang terlibat dalam produksi bunyi bahasa adalah sebagai
berikut:
1. paru-paru (lung)
2. batang tenggorok (trachea)
3. pangkal tenggorok (larynx)
4. pita suara (vocal cord)
5. krikoid (cricoid)
6. tiroid (thyroid) atau lekum
7. aritenoid (arythenoid)
8. dinding rongga kerongkongan (wali of pharynx)
9. epiglotis (epiglottis)
10. akar lidah (root of the tongue)
11. pangkal lidah (back of the tongue, dorsum)
12. tengah lidah (middle of the tongue, medium)
13. daun lidah (blade of the tongue, laminum)
14. ujung lidah (tip of the tongue, apex)
15. anak tekak (uvula)
16. langit-langit lunak (soft palate, velum)
17. langit-langit keras (hard palate, palatum)
18. gusi, lengkung kaki gigi (alveolum)
19. gigi atas (upper teeth, dentum)
20. gigi bawah (lower teeth, dentum)
21. bibir atas (upper lip, labium)
22. bibir bawah (lower lip, labium)
23. mulut (mouth)
24. rongga mulut (oral cavity)
25. rongga hidung (nasal cavity)
105
labial, yakni istilah berupa bentuk ajektif dari bahasa Latinnya. Oleh
karena itu, untuk memudahkan, baiklah didaftarkan bentuk-bentuk
ajektif untuk nama-nama yang sering muncul dalam studi fonetik itu.
Nama-nama tersebut adalah (nomor sesuai dengan Gambar (3) di atas;.
106
terhadap udara atau arus udara yang keluar dari paru-paru itu dapat
teijadi mulai dari tempat yang paling di dalam, yaitu pita suara, sampai
pada tempat yang paling luar, yaitu bibir atas dan bawah.
(4)
83
a b c d
terbuka lebar terbuka agak terbuka tertutup sama
lebar sedikit sekali
Kalau pita suara terbuka lebar, yakni pada posisi 4a, berarti
tidak ada hambatan apa-apa, maka berarti juga tidak ada bunyi yang
dihasilkan. Bunyi baru dapat dihasilkan kalau ada hambatan atau
gangguan terhadap arus udara yang dipompakan dari paru-paru itu.
Oleh karena itu, pita suara dengan posisi (4b), (4c), dan (4d)-lah awal
dari adanya bunyi bahasa itu. Posisi (4b) akan menghasilkan bunyi-
bunyi tak bersuara apabila arus udara itu diteruskan ke rongga mulut
atau rongga hidung. Disebut bunyi tak bersuara karena tidak ada getaran
apa-apa pada pita suara itu. Posisi (4c) akan menghasilkan bunyi
bersuara apabila arus udara itu diteruskan ke rongga mulut atau rongga
bidung. Disebut bunyi bersuara karena teijadi getaran pada pita suara
107
ketika arus udara melewatinya. Sedangkan posisi (4d) langsung
menghasilkan bunyi hamzah atau bunyi glotal itu.
108
Artikulasi kedua ini sering disebut artikulasi sertaan, dan bunyi yang
dihasilkannya juga disebut bunyi sertaan. Artikulasi kedua ini dapat
berupa proses yang disebut labialisasi, palatalisasi, velarisasi, dan
faringalisasi. Sekadar penjelasan singkat, labialisasi biasanya dilakukan
dengan membulatkan bentuk mulut, sesudah berakhirnya artikulasi
pertama. Palatalisasi dilakukan dengan jalan menaikkan bagian depan
lidah sesudah teijadinya artikulasi pertama. Velarisasi, sebagai artikulasi
susulan, biasanya dilakukan dengan cara menaikkan belakang lidah
ke arah langit-langit lunak; sedangkan faringalisasi dilakukan dengan
jalan menarik lidah ke belakang ke arah dinding faring. Penjelasan
lebih jauh mengenai hal ini tentunya dapat anda peroleh dari buku-
buku yang khusus mengenai fonetik.
109
hunif u pada kata-kata Inggris but, put, dan hurt? Tentu saja tidak,
sebab hunif e dan hunif u dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
tersebut tidak digunakan secara fonetis. Dalam berbagai buku fonetik
atau fonologi, dan juga berbagai-bagai kamus bahasa Inggris kita jumpai
berbagai macam tulisan fonetik itu. Setiap pakar bisa membuatnya
sendiri, untuk keperluan sendiri, karena dianggap perlu. Namun, dalam
studi linguistik dikenal adanya tulisan fonetik dari International
Phonetic Alphabet (disingkat IPA), yang mulai diperkenalkan pada
tahun 1886. Bagaimana abjad IPA itu, lihat Bagan (5) yang diangkat
dari buku Hartmann dan Stoik 1972.
110
(7) Tulisan Fonemis
111
THE INTERNATIONAL PHONET1C ALPHABET
।
]
Alveolo-paJatal|
'
| Palato-alveolar
Labio-dental
Dental and
K
Pharyngal
Alveolar
U
B ilabial
G
Uvular
Pa latai
Con-
Glottal
Velar
i
sonunts
1
1
|
Plosivc pb t d 14 cj kg q g ?
Lateral <h,
fricative
Lateral non- 1 l A.
fricative
Rolled r R
Flapped f c R
Frictionless
continuants-
and semi-
vowels W l| V J j (m) (w) K
Close fy u u; iy iu ut u
Half-close (o o) eo yo
9
Half-open fce 3) iCE A3
«e b
Open (o) a a□
112
4.1.4 Klasifikasi Bunyi
113
(9)
(10a)
114
Bunyi-bunyi vokal yang terdapat pada bagan (9) di atas hanyalah
contoh yang sangat sederhana. Hal yang sebenarnya adalah pada tiap
petak dan sudutnya sesungguhnya ada bunyi-bunyi vokal yang lain.
Lihatlah, misalnya, Verhaar 1978:25
Contoh:
/ai/ : balai
fau/ kerbau
/oi/ sekoi.
115
(12) Bagan difiong bahasa Inggris
Contoh :
/•3/ car
/£2>/ thcre
/ua/ moor
/5d/ horc
116
pita suara itu. Yang termasuk bunyi tidak bersuara, antara lain, bunyi
[s], M, [p], dan /t/.
(13) (14)
[pl-[b] (m)
117
Di samping keempat tempat artikulasi yang disebutkan di atas
masih ada tempat artikulasi lain, dan mungkin dengan pembagian yang
lain. Untuk sementara cukuplah dengan yang empat itu.
118
juga disebut semi vokal. Di sini hanya ada dua buah bunyi, yaitu
/w/dan [y].
X. tempat
laminopalatal
\ artikulasi
apikodental
dorsovelar
labiodental
faringal
glotal
bilabial
cara \.
artikulasi X.
hambat P b t d k g 7
geseran f v -fr 3 s z J3 X h
C
paduan
j
sengauan m n n 3
getaran r
sampingan 1
hampiran w y
119
Dari peta di atas kita dapat mengatakan bahwa /p/ adalah
konsonan hambat bilabial tak bersuara; sedangkan /b/ adalah konsonan
hambat bilabial bersuara. Perbedaan bunyi [p] dan /b/ terletak pada
bersuara dan tidaknya bunyi itu. Dalam hal ini, [p] adalah bunyi tak
bersuara dan /b/ adalah bunyi bersuara. Oleh karena itu, dalam bahasa
Indonesia, kedua bunyi itu pada posisi akhir silabel seringkali ber
tukar-tukar tanpa berbeda maknanya. Di samping fsabtu/ lazim juga
orang melafalkan /saptu/; di samping /lembap/ lazim juga flembab/.
Bahasa Arab tidak mempunyai bunyi /p/. Maka itu bunyi /p/ yang
berasal dari bahasa asing diserap ke dalam bahasa Arab dengan bunyi
/b/. Misalnya, kota Paris di Prancis dalam bahasa Arab menjadi Baris,
dan polisi menjadi (al)-bulis. Sebaliknya, dalam kebanyakan orang
Indonesia bunyi /f/ adalah bunyi asing, yang ada dalam bahasa Arab.
Belanda, atau Inggris; maka, oleh karena itu, bunyi tersebut akan diganti
dengan bunyi /p/, yakni bunyi yang letaknya paling dekat dengan
bunyi /f/ itu. Itulah sebabnya kata fitnah menjadi pitnah, kata fikir
menjadi pikir, dan kata revolusi menjadi repolusi.
120
arus udara yang tidak kuat sehingga amplitudonya menyempit, pasti
dibarengi dengan tekanan lunak. Tekanan ini mungkin terjadi secara
sporadis, mungkin juga telah berpola; mungkin juga bersifat distingtif,
dapat membedakan makna, mungkin juga tidak distingtif.Dalam bahasa
Inggris tekanan ini bisa distingtif, tetapi dalam bahasa Indonesia tidak.
Umpamanya, kata blackboard diberikan tekanan pada unsur black maka
maknanya adalah 'papan tulis'; kalau tekanan diberikan pada unsur
board berarti 'papan hitam'. Dalam bahasa Indonesia kata orang tua
bila tekanan dijatuhkan baik pada unsur orang maupun tua maknanya
tetap sama saja. (Lebih jauh lihat 4.2.4).
121
Nada yang menyertai bunyi segmental di dalam kalimat disebut
intonasi. Dalam hal ini biasanya dibedakan adanya empat macam nada,
yaitu:
(16) /am+bil/
/lam+pu/
/pe+lak+sa+na/
Sendi luar menunjukkan batas yang lebih besar dari segmen silabel.
Dalam hal ini, biasanya dibedakan:
Pada 3.5. sudah disinggung bahwa tekanan dan jeda dalam bahasa
Indonesia sangat penting karena tekanan dan jeda itu dapat mengubah
122
makna kalimat, seperti tampak dari contoh yang diberikan, dan kita
tampilkan kembali di sini dengan menggunakan lambang persendian.
Makna kedua konstruksi itu tentu sudah jelas dari uraian pada 3.5
di atas.
4.1.6 Silabel
Pada awal bab ini sudah disebutkan bahwa runtunan bunyi bahasa
itu, sebagai wujud dari penuturan, dapat disegmentasikan berdasarkan
jeda-jeda dan tekanan yang ada dalam runtunan bunyi itu, menjadi
satuan-satuan bunyi tertentu. Salah satu dari satuan bunyi itu adalah
silabel atau suku kata.
Silabel atau suku kata itu adalah satuan ritmis terkecil dalam
suatu arus ujaran atau runtunan bunyi ujaran. Satu silabel biasanya
meliputi satu vokal, atau satu vokal dan satu konsonan atau lebih.
Silabel sebagai satuan ritmis mempunyai puncak kenyaringan atau
sonoritas yang biasanya jatuh pada sebuah vokal. Kenyaringan atau
sonoritas, yang menjadi puncak silabel, teijadi karena adanya ruang
resonansi berupa rongga mulut, rongga hidung, atau rongga-rongga
lain, di dalam kepala dan dada.
Bunyi yang paling banyak menggunakan ruang resonansi itu
adalah bunyi vokal. Karena itulah, yang dapat disebut bunyi silabis
atau puncak silabis adalah bunyi vokal. Perhatikan kata Indonesia /dan/.
Kata ini terdiri dari bunyi /d/, /a/, dan [n]. Bunyi [6] dan bunyi
[n] adalah bunyi konsonan, sedangkan bunyi fa/ adalah bunyi vokal.
Bunyi /a/ pada kata itu menjadi puncak silabis dan puncak kenyaringan,
sebab seperti sudah disebutkan di atas, bunyi /a/ sebagai vokal ketika
diproduksi mempunyai ruang resonansi yang lebih besar. Secara relatif
ketiga bunyi yang membentuk kata /dan/ itu dapat digambarkan sebagai
berikut:
(18)
dan
123
Bunyi vokal memang selalu mungkin menjadi puncak silabis
alau puncak kenyaringan dalam suatu silabel. Namun, dalam satuan
ritmis tertentu, sebuah konsonan, baik yang bersuara maupun yang
tidak, mempunyai kemungkinan juga untuk menjadi puncak silabis.
Perhatikan kata /rjgak/ dalam dialek Jakarta, yang terdiri dari empat
bunyi, yaitu /t]/, /g/, /a/, dan /?/. Kata itu terdiri dari dua silabel,
yaitu /t]/ dan/ ga?/. Kenyaringan pada silabel pertama terletak pada
satu-satunya bunyi pada silabel itu, yaitu konsonan /rj/. Kata /kelapa/
dalam bahasa Indonesia, terdiri dari enam bunyi, yaitu /k/, /3/, /1/,
/a/, /p/, dan /a/,serta tiga buah silabel, yaitu /kd/, /la/, dan /pa/.
Namun, kata kelapa sering dilafalkan menjadi /klapa/, sehingga silabel
pertama hanya berupa satu bunyi konsonan, yaitu /k/. Contoh lain,
kata Inggris bottle dilafalkan /botl/ dengan dua buah silabel, yaitu
/bot/ dan /1/. di sini kita lihat silabel kedua hanya berupa sebuah
konsonan.
124
4.2. FONEMIK
125
pada kata kedua, masing-masing adalah fonem yang berlainan, yaitu
fonem /k/ dan fonem /h/. Kedua bunyi itu menyebabkan kedua kata
yang mirip itu berbeda maknanya.
Dua buah kata yang mirip, seperti kata laba dan raba alau kata
baku dan bahu disebut kata-kata yang berkontras minimal, atau dua
buah kata yang merupakan pasangan minimal (minimal pair). Jadi,
untuk membuktikan sebuah bunyi fonem atau bukan haruslah dicari
pasangan minimalnya. Namun kadang-kadang pasangan minimal ini
tidak mempunyai jumlah bunyi yang persis sama. Misalnya, kata muda
dan mudah juga merupakan pasangan minimal, sebab tiadanya bunyi
/h/ pada kata pertama, dan adanya bunyi [hj pada kata kedua
menyebabkan kedua kata itu berbeda maknanya. Jadi, dalam hal itu,
bunyi [h] adalah sebuah fonem.
126
juga tampaknya tinggi, sebab banyak pasangan minimal kita dapati,
seperti lawan: rawan, bala: bara, para : pala, sangkal : sangkar,
dan bantar : bantal. Sebaliknya, oposisi /k/ dan /?/ barangkali hanya
pada /sakat/ dan /sa?at/. Jadi, beban fungsionalnya rendah.
4.2.2 Alofon
Di atas sudah dibicarakan bahwa bunyi /t/ dan /lb/ dalam ba
hasa Inggris bukanlah dua buah fonem yang berbeda, melainkan dua
buah bunyi dari sebuah fonem yang sama, yaitu fonem /t/. Bunyi-
bunyi yang merupakan realisasi dari sebuah fonem, seperti bunyi /t/
dan /th/ untuk fondm /t/ bahasa Inggris di atas di sebut alofon. Seperti
juga dengan identitas fonem, identitas alofon juga hanya berlaku pada
satu bahasa tertentu, sebab seperti juga sudah dibicarakan di atas,
bunyi [t] dan bunyi /th/ dalam bahasa Mandarin bukan merupakan
dua alofon dari sebuah fonem, melainkan masing-masing merupakan
fonem yang berbeda, yaitu fonem /t/ dan fonem /th/.
127
kata map /macp/. Dalam bahasa Inggris keliga macam alofon fonem
/p/ itu tidak dapat dipertukarkan. Yang beraspirasi adalah kalau terletak
pada awal kata; yang tidak beraspirasi adalah kalau terletak di tengah
kata; dan yang tidak diletupkan adalah kalau fonem itu terletak pada
akhir kata. Distribusi komplementer ini dapat kita lihat juga dalam
bahasa Indonesia. Umpamanya, fonem /o/ yang berada pada silabel
terbuka diucapkan /o/ seperti pada kata toko dan loyo; dan yang berada
pada silabel tertutup diucapkan /o/ seperti terdapat pada kata tokoh
dan bodoh.
Yang dimaksud dengan distribusi bebas adalah bahwa alofon-
alofon itu boleh digunakan tanpa persyaratan lingkungan bunyi tertentu.
Umpamanya, kalau bunyi /o/ dan [d] adalah alofon dari fonem
/o/, maka temyata pada kata obat dapat dilafalkan /obat/ dan bisa
juga /jbat/. Begitu juga kata orang dapat dilafalkan /orarj/, tetapi
bisa juga /oran/.
Dalam hal distribusi bebas ini ada oposisi bunyi yang jelas
merupakan dua buah fonem yang berbeda karena ada pasangan
minimalnya, tetapi dalam pasangan yang lain temyata hanya merupakan
varian bebas. Misalnya, bunyi /o/ dan bunyi /u/, identitasnya sebagai
dua buah fonem dapat dibuktikan dari pasangan kalung : kalong atau
lolos : lulus ; tetapi dalam pasangan kantung : kantong, lubang :
lobang, atau telur : telor hanya merupakan variasi bebas.
128
yang dapat membedakan makna saja yang dapat menjadi fonem. Itu
pun hanya dalam bahasa tertentu saja. Seperti sudah kita bicarakan
di atas, misalnya, bunyi /t/ dan /th/ dalam bahasa Mandarin merupakan
dua buah fonem yang berbeda, yaitu fonem /t/dan fonem Ah/. Sedangkan
dalam bahasa Inggris kedua bunyi itu hanya merupakan alofon dari
fonem yang sama, yaitu fonem /t/.
129
(19) wci ‘kutu kayu'
wci 'bahaya'
wci 'takut'
- ca na mu 'saya mengirimnya'
3 3 4
- ca na mu 'saya memohonnya'
3 3 5
- ca na mu 'saya menambahnya'
3 3 3-5
130
kalimat seru. Dalam bahasa Melayu dialek Jakarta kata rau yang
diucapkan dengan intonasi biasa berarti 'saya mengetahui'; tetapi bila
diucapkan dengan pemanjangan pada bunyi /ta/, maka berarti 'saya
tidak mengetahui'.
131
(yakni a, i, u, e, ?r, dan o) dan 18 buah fonem konsonan (yakni p,
t, c, k, b, d, j, g, m, n, n, s, h, r, 1, w, dan y). Ada juga yang
menghitung ada 28 buah, yakni dengan menambahkan 4 buah fonem *
yang berasal dari bahasa asing, yaitu fonem f, z,/, dan x. Selain
itu ada juga yang menghitung ada 31 buah, yaitu dengan menambahkan
3 buah fonem diftong, yakni /aw/, /ay/, dan /oy/. Akhirya, ada juga
yang mendaftarkan adanya fonem glotal stop /?/; tetapi ada pula yang
tidak, karena hanya menganggapnya sebagai alofon dari fonem lain,
yaitu fonem /k/.
132
bunyi /b/ berubah menjadi bunyi /p/ pada kata Sabtu di atas, karena
dalam distribusi lain dapat dibuktikan bahwa bunyi /b/ dan /p/ adalah
dua buah fonem yang berbeda, yaitu fonem [b] dan fonem /p/, maka
perubahan tersebut merupakan asimilasi fonemis. Kalau perubahan
itu tidak menyebabkan berubahnya identitas sebuah fonem, maka
perubahan itu bukan asimilasi fonemis, melainkan mungkin asimilasi
fonetis atau asimilasi alomorfemis. Dalam bahasa Belanda bentuk op
de weg dilafalkan /obdeweg/, di mana bunyi /p/ dilafalkan menjadi
bunyi /b/ sebagai akibat pengaruh bunyi /d/ pada kata de. Di sini
terlihat /d/ bunyi hambat bersuara mempengaruhi bunyi /p/ yang tidak
bersuara, sehingga menjadi bunyi hambat bersuara [b]. Karena dalam
bahasa Belanda bunyi [b] dan (p/ adalah fonem-fonem yang berbeda,
maka perubahan itu juga merupakan asimilasi fonemis. Asimilasi bukan
fonemis terdapat pada kata Belanda zakdoek 'sapu tangan' yang
ucapannya fzagduk/. Bunyi /k/ pada silabel zak yang tidak bersuara
diubah menjadi bunyi /g/ yang bersuara sebagai akibat dari pengaruh
bunyi [6] yang bersuara. Karena bunyi /g/ hanyalah alofon dari fonem
/k/ dalam bahasa Belanda, maka perubahan dari bunyi /k/ ke bunyi
[g] hanyalah bersifat alofonis, bukan fonemis, Jadi, asimilasinya bukan
asimilasi fonemis.
133
rena bunyi /n/, /11/. dan /k/ merupakan fonem yang berbeda dalam
bahasa Batak Toba, maka perubahan tersebut termasuk asimilasi
fonemis.
134
ejaan? Bisa dijawab di sini bukanlah masalah ejaan, sebab kata hard
itu bila diberi akhiran -er akan menjadi harder lebih keras', bukan
menjadi harter. Padahal kata hari bila diberi akhiran -en akan menjadi
harten 'banyak jantung'.
Fonem /d/ pada kata hard yang bisa berwujud /t/ atau /d/ dalam
peristilahan linguistik disebut arkifonem. Dalam hal ini biasanya
dilambangkan dengan huruf besar /D/. Mengapa dipilih /D/ dan
bukannya /T/ ? Karena bentuk "aslinya" yang tampak dalam bentuk
harder adalah /d/, bukannya /t/. Dalam bahasa Indonesia ada kata
jawab yang diucapkan /jawap/ atau juga /jawab/; tetapi bila diberi
akhiran -an bentuknya menjadi jawaban. Jadi, di sini ada arkifonem
/B/, yang realisasinya bisa menjadi /b/ atau /p/.
135
ruh bunyi berikutnya, dan bukan pula terbatas pada peninggian bunyi;
bisa juga pada pemanjangan, pemendekan, atau penghilangan vokal.
42.5.4 Kontraksi
136
suatu kata. Lazimnya, bentuk asli dan bentuk metatesisnya sama-sama
terdapat dalam bahasa tersebut sebagai variasi. Dalam bahasa Indo
nesia kita temukan contoh, selain bentuk sapu, ada bentuk apus dan
usap; selain berantas ada banteras; selain jalur ada lajur; dan selain
kolar ada koral.
137
Dalam studi fonologi, alofon-alofon yang merealisasikan sebuah
fonem itu, dapat dilambangkan secara akurat dalam wujud tulisan atau
transkripsi fonetik. Dalam transkripsi fonetik ini setiap alofon, termasuk
unsur-unsur suprasegmentalnya, dapat digambarkan secara tepat, tidak
meragukan. Dalam transkripsi fonemik penggambaran bunyi-bunyi itu
sudah kurang akurat, sebab alofon-alofon, yang bunyinya jelas tidak
sama, dari sebuah fonem dilambangkan dengan lambang yang sama.
Yang dilambangkan adalah fonemnya, bukan alofonnya. Misalnya,
alofon [o] dan [d] dari fonem /0/ bahasa Indonesia dilambangkan
dengan huruf yang sama, yaitu huruf <o>. Begitu juga alofon /k/
dan [1] dari fonem /k/ dilambangkan dengan huruf yang sama, yaitu
huruf <k>. Bandingkanlah ucapan huruf <k> pada kata rakyat dan
raksasa.
(22)
Fonem Alofon Grafem Contoh
il.ham, ba.tik
un.tuk, buk.ti
to.koh, bo.doh
138
/ay/ -------- /ay/------- -------- <ai>--------- ------- an.dai, gu.lai
/aw/ -------- /a w/-------- -------- <au>-------- ------- au.la, ker.bau
/oy/ - -------- /oy/— -------- <oi>---------------- amboi. se.koi
139
Catalan :
1. Grafem e dipakai unluk melambangkan dua buah fonem yang berbeda, yaitu
fonem /e/ dan fonem /3/.
2. grafem p selain dipakai untuk melambangkan fonem /p/, juga dipakai untuk
melambangkan fonem /b/ untuk alofon /p/.
3. Grafem v digunakan juga untuk melambangkan fonem /f/ pada beberapa kata
tertentu.
4. Grafem t selain digunakan untuk melambangkan fonem /t/ digunakan juga untuk
melambangkan fonem /d/ unluk alofon /t/.
5. Grafem k selain digunakan unluk melambangkan fonem /k/ digunakan juga
untuk melambangkan fonem /g/ untuk alofon /k/ yang biasanya berada pada
posisi akhir.
6. Grafem n selain digunakan untuk melambangkan fonem /n/ digunakan juga
unluk melambangkan fonem /n/ pada posisi di muka konsonan /j/ dan /c/.
7. Gabungan grafem masih digunakan: ng untuk fonem /t]/; ny untuk fonem
/n/; kh untuk fonem /x/; dan sy unluk fonem J'/.
8. Bunyi glolal stop diperhitungkan sebagai alofon dari fonem /k/; jadi, dilam
bangkan dengan grafem k.
140
4 5 6
141
3. Apakah kita harus selalu patuh pada International Pho-
netic Alphabet bila kita akan membuat transkripsi fonetik?
Jelaskan!
3. Isilah namanya!
/i/ vokal depan tinggi tak bundar
/a/ vokal............................................
/a/ vokal.........................................
/u/ vokal............................................
/e/ vokal............................................
/o/ vokal............................................
6. Isilah namanya!
/p/ konsonan hambat bilabial tak bersuara
/d/ konsonan......................................
/k/ konsonan................ ... .................
/f/ konsonan.......................................
/m/ konsonan .......................................
/x/ konsonan.......................................
142
7. a. Mengapa bunyi /p/ dan bunyi /b/ dalam bahasa In
donesia seringkali dipertukarkan! Jelaskan!
a. nada (piteh)
b. tekanan (stress)
a. onset
b. koda
c. interlude
143
2. Hitung berapa jumlah fonem yang ada pada:
a. kelapa d. bingung
b. menyanyi e. mengungsi
c. mengkhawatirkan f. menyangsikan
144
b. Adakah arkifoncm di dalam bahasa Indonesia, atau
di dalam bahasa daerah anda? Kalau ada, coba jelaskan!
a. ablaut
b. uinlaut
c. harmoni vokal
145
5. TATARAN LINGUISTIK (2):
MORFOLOGI
Kita kembali dulu melihat arus ujaran yang diberikan pada bab
fonologi yang lalu /keduaorangitumeninggalkanruangsidangmes-
kipunrapatbelumselesai/. Secara bertahap telah kita segmentasikan arus
ujaran itu, sehingga akhirnya kita dapatkan saman bunyi terkecil dari
ams ujaran itu yang disebut fonem. Berapa jumlah fonem yang terdapat
pada ams ujaran tersebut, tentu anda dapat menghitungnya sendiri.
Di atas saman fonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi,
yang disebut silabel; tetapi silabel tidak bersifat fungsional. Silabel
hanyalah satuan ritmis yang ditandai dengan adanya satu sonoritas
atau puncak kenyaringan. Berapa banyak silabel pada ams ujaran di
atas, dapat pula anda hitung kalau anda sudah memahami konsep silabel
pada bab yang lalu.
Di atas satuan silabel itu secara kualitas ada satuan lain yang
fungsional yang disebut morfem. Sebagai satuan fungsional, morfem
ini merupakan satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna.
Dalam bab morfologi ini akan dibicarakan seluk beluk morfem itu,
bagaimana cara menentukan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan,
bagaimana morfem-morfem itu beiproses menjadi kata, yaitu satuan
terkecil di dalam sintaksis. Karena dalam proses morfemis atau proses
morfologis itu akan terlibat juga persoalan fonologi, maka akan
dibicarakan juga proses yang disebut morfofonemik, atau proses
morfofonologi, atau morfonologi.
146
5.1. MORFEM
(1) kedua
ketiga
kelima
ketujuh
kedelapan
kesembilan
kesebelas
(2) kepasar
kekampus
kedapur
kemesjid
147
kcalun-alun
kclcrminal
(3) meninggalkan
ditinggal
tertinggal
peninggalan
ketinggalan
sepeninggal
Dari daftar tersebut ternyata ada bentuk yang sama, yang dapat
disegmentasikan dari bagian unsur-unsur lainnya. Bagian yang sama
itu adalah bentuk tinggal atau ninggal (tentang perubahan bunyi t-
menjadi bunyi n- akan dibicarakan pada bagian lain). Maka, di sini
pun bentuk tinggal adalah sebuah morfem, karena bentuknya sama
dan maknanya juga sama.
148
(4) menelantarkan
telantar
lantaran
(5) melihat
merasa
membawa
membantu
mendengar
menduda
menyanyi
149
menyikat
menggali
menggoda
mengelas
mengetik
Kila lihat ada bentuk-bentuk yang mirip atau hampir sama, tetapi kita
juga tahu bahwa maknanya juga sama. Bentuk-bentuk itu adalah me-
pada melihat dan merasa, mem- pada membawa dan membantu, men-
pada mendengar dan menduda, meny- pada menyanyi dan menyikat,
meng- pada menggali dan menggoda, dan menge- pada mengelas dan
mengetik. Pertanyaan kita sekarang apakah me-, mem-, men-, meny-
, meng-, dan menge- itu sebuah morfem atau bukan, sebab meskipun
maknanya sama tetapi bentuknya tidak persis sama. Pertanyaan itu
bisa dijawab bahwa keenam bentuk itu adalah sebuah morfem, sebab
meskipun bentuknya tidak persis sama, tetapi perbedaannya dapat
dijelaskan secara fonologis. Bentuk me- berdistribusi, antara lain, pada
bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /1/ dan /r/; bentuk mem-
berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /b/
dan juga /p/; bentuk men- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem
awalnya /d/ dan juga /t/; bentuk meny- berdistribusi pada bentuk
dasar yang fonem awalnya /s/; bentuk meng- berdistribusi pada bentuk
dasar yang fonem awalnya, antara lain konsonan /g/ dan
/k/; dan bentuk menge- berdistribusi pada bentuk dasar yang ekasuku.
150
awalan me-, dengan penjelasan, awalah me- ini akan mendapat sengau
sesuai dengan lingkungannya. Dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia dipilih alomorf meng- sebagai nama morfem itu, dengan
alasan alomorf meng- paling banyak distribusinya. Namun, dalam studi
linguistik lebih umum disebut morfem meN- (dibaca: me- nasal; N
besar melambangkan Nasal).
(6) /-s/ seperti pada kata cats /k f ts/, books /buks/, dan lacks /t|ks/
/-z/ seperti pada kata dogs /dogz/, cows /kauz/, dan hens /
henz/
Z-iz/ seperti pada kata horses /hz> :siz/, prize /praiziz/, dan rushes
/rAiz/
151
penuturan. Dalam bahasa Indonesia, misalnya, bentuk pulang, makan,
rumah, dan bagus adalah termasuk morfem bebas. Kita dapat
menggunakan morfem-morfem tersebut tanpa harus terlebih dahulu
menggabungkannya dengan morfem lain. Sebaliknya, yang dimaksud
dengan morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan
morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. Semua afiks dalam
bahasa Indonesia adalah morfem terikat. Begitu juga dengan morfem
penanda jamak dalam bahasa Inggris, seperti yang kita bicarakan di
atas, tennasuk morfem terikat.
- Baca keras-keras!
- Tendang kuat-kuat!
152
dan bugar (yang hanya muncul dalam segar bugar) juga termasuk
morfem terikat. Lalu, karena hanya bisa muncul dalam pasangan
tertentu, maka bentuk-bentuk tersebut disebut juga morfem unik. Di
sini barangkali perlu juga dicatat, dalam pengembangan istilah dewasa
ini, beberapa morfem unik seperti bugar itu mulai dikembangkan,
sehingga ada istilah kebugaran jasmani. Dengan demikian, sifat
keunikannya menjadi lenyap.
153
morfem utuh, yailu (som) dan satu morfem terbagi, yakni (ke-/-an);
kala perbuatan terdiri dari satu morfem utuh, yaitu {buat) dan satu
morfem terbagi, yailu (pcr-/-an). Kala Belanda gebergte 'kepegunungan'
terdiri dari satu morfem utuh, yaitu {berg) dan satu morfem terbagi,
yakni {gc-/-te). Dalam bahasa Arab, dan juga bahasa Ibrani, semua
morfem akar untuk verba adalah morfem terbagi, yang terdiri atas
tiga buah konsonan yang dipisahkan oleh tiga buah vokal, yang
merupakan morfem terikat yang terbagi pula. Misalnya morfem akar
terbagi {k-t-b) 'tulis' merupakan dasar untuk kata-kata:
154
Memang dalam bahasa Indonesia infiks ini tidak produktif, tetapi dalam
bahasa Sunda morfem infiks ini sangat produktif; artinya, bisa
dikenakan pada kata benda apa saja.
a a a a menaruh
wa wa wa wa membersihkan
✓
sa sa sa sa memanggil
_\ //
IDIO n5n5 no no no n memakan
155
maknanya dinyalakan dengan unsur segmental yang sama, yakni
/mung/, tetapi dengan nada yang berbeda, yakni nada netral (-),
nada naik-turun (a), dan nada naik (z).
Kita lihat, bentuk tunggal untuk book adalah book dan bentuk
jamaknya adalah books; bentuk tunggal untuk sheep adalah sheep dan
bentuk jamaknya adalah sheep juga. Karena bentuk jamak untuk books
terdiri dari dua buah morfem, yaitu morfem (book) dan morfem (-
s}, maka dipastikan bentuk jamak untuk sheep adalah morfem (sheep)
dan morfem (^}. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa {#}
merupakan salah satu alomorf dari morfem penanda jamak dalam bahasa
156
Inggris. Pada data yang kedua kita lihat kala lampau untuk call adalah
called, tetapi kala lampau untuk hit adalah hit juga. Jadi, bisa
dideskripsikan bentuk lampau untuk call adalah morfem {call} +
{-ed}, dan bentuk kala lampau untuk hit adalah morfem (hit) + {j0T}.
Dengan demikian, dapat juga dikatakan bahwa dalam bahasa Inggris
ada alomorf zero untuk morfem penanda kala lampau.
157
Yang dimaksud dengan morfem bcmiakna leksikal adalah morfem-
morfem yang secara inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri,
tanpa perlu berproses dulu dengan morfem lain. Misalnya, dalam bahasa
Indonesia, morfem-morfem seperti {kuda], {pergiJ, (lari), dan {merah)
adalah morfem bcmiakna leksikal. Oleh karena itu, morfem-morfem
seperti ini, dengan sendirinya sudah dapat digunakan secara bebas,
dan mempunyai kedudukan yang otonom di dalam pertuturan.
Sebaliknya, morfem tak bermakna leksikal tidak mempunyai
makna apa-apa pada dirinya sendiri. Morfem ini bani mempunyai
makna dalam gabungannya dengan morfem lain dalam suatu proses
morfologi. Yang biasa dimaksud dengan morfem tak bermakna leksikal
ini adalah morfem-morfem afiks, seperti {ber-}, {me-}, dan {ter-}.
Dalam dikotomi morfem bermakna leksikal dan tak bermakna
leksikal ini, untuk bahasa Indonesia timbul masalah. Morfem-morfem
seperti {juang), {henti), dan {gaul), yang oleh Verhaar disebut bentuk
prakategorial, mempunyai makna atau tidak? Kalau dikatakan
mempunyai makna, jelas morfem-morfem tersebut tidak dapat berdiri
sendiri sebagai bentuk yang otonom di dalam pertuturan. Kalau
dikatakan tidak bermakna, jelas morfem-morfem itu bukan afiks. Dalam
hal ini barangkali perlu dipisahkan antara konsep dan tataran semantik
dengan konsep dan tataran gramatikal. Secara semantik, morfem-
morfem itu mempunyai makna; tetapi secara gramatikal morfem-
morfem tersebut tidak mempunyai kebebasan dan otonomi seperti
morfem {kuning), {lari}, dan {sikat}.
Ada satu bentuk morfem lagi yang perlu dibicarakan atau
dipersoalkan mempunyai makna leksikal atau tidak, yaitu morfem-
morfem yang di dalam gramatika berkategori sebagai preposisi dan
konjungsi. Morfem-morfem yang termasuk preposisi dan konjungsi
jelas bukan afiks dan jelas memiliki makna. Namun, kebebasannya
dalam pertuturan juga terbatas, meskipun tidak seketat kebebasan
morfem afiks. Kedua jenis morfem ini pun tidak pernah terlibat dalam
proses morfologi, padahal afiks jelas terlibat dalam proses morfologi,
meskipun hanya sebagai pembentuk kata.
158
digunakan dalam kajian morfologi. Namun, scringkali digunakan
dengan pengertian yang kurang cennat, alau malah berbeda. Oleh karena
itu, sejalan dengan usaha yang dilakukan Lyons (1977:513) dan
Matlhews (1972:165 dan 1974:40, 73) ada baiknya kita bicarakan dulu
sebelum pembahasan mengenai proses-proses morfologi.
159
Istilah pangkal (stem) digunakan untuk menyebut bentuk dasar
dalam proses infleksi, atau proses pembubuhan afiks inflektif (Tentang
infleksi dan derivasi akan dibicarakan pada 5.2.3). Contoh bentuk
inflektif kita ambil dari bahasa Inggris. Pada kata books di atas,
pangkalnya adalah book. Contoh lain pada kata untouchables
pangkalnya adalah untouchable. Dalam bahasa Indonesia kata me
nangisi bentuk pangkalnya adalah tangisi; dan morfem me- adalah
sebuah afiks inflektif.
Akar (root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat
dianalisis lebih jauh lagi. Artinya, akar itu adalah bentuk yang tersisa
setelah semua afiksnya, baik afiks infleksional maupun afiks deri-
vasionalnya ditanggalkan. Misalnya, kata Inggris untouchables akarnya
adalah touch. Proses pembentukan kata untouchables itu adalah: mula*
mula pada akar touch dilekatkan sufiks able menjadi touchable; lalu,
dilekatkan prefiks un- menjadi untouchable; dan akhirnya, diimbuhkan
sufiks -s sehingga menjadi untouchables. Periiatikan bagan berikut!
(15)
touch able
(16a) ।---------------------------------------- ]
I
touch
1
able
160
(16b) F"
un- touchable
(,w !------------------ ,
pangkal (stem) sufiks in-
atau dasar fleksional
I
untouchable
I
-s
161
(1978) memasukkannya ke dalam kelompok prakategorial, tetapi dalam
naskah lain yang belum diterbitkan disebutnya bentuk pradasar. Ke
dalam kelompok ini termasuk morfem-morfem seperti (-ajar), {-tulis},
{-lihat), dan (-beli). Ketiga, morfem dasar terikat, yakni morfem dasar
yang tidak mempunyai potensi untuk menjadi kata tanpa terlebih dahulu
mendapat proses morfologi. Misalnya, morfem-morfem ‘{juang),
(henti), {gaul), dan (abai). Ke dalam kelompok ketiga ini dapat
dimasukkan juga sejumlah morfem yang hanya dapat muncul pada
pasangan tetap, seperti renta (yang hanya muncul pada tua renta),
kerontang (yang hanya muncul pada kering kerontang), dan kuyup
(yang hanya muncul pada basah kuyup).
5.2 KATA
Istilah kata sering kita dengar dan sering kita gunakan. Malah
barangkali kata kata ini hampir setiap hari dan setiap saat selalu kita
gunakan dalam segala kesempatan dan untuk segala keperluan. Namun,
kalau ditanya apakah kata itu? Maka jawabnya barangkali tidak
semudah menggunakannya. Para linguis yang sehari-hari bergelut
dengan kata ini, hingga dewasa ini, kiranya tidak pernah mempunyai
kesamaan pendapat mengenai konsep apa yang disebut kata itu.
162
ortografi dari tata bahasa tradisional ini banyak menimbulkan masalah.
Kata-kata seperti sikat, kucing, dan spidol memang bisa dipahami
sebagai satu kata; tetapi bentuk-bentuk seperti matahari, tiga puluh,
dan luar negeri apakah sebuah kata, ataukah dua buah kata, bisa
diperdebatkan orang. Pendekatan ortografi untuk bahasa-bahasa yang
meneffunakan huruf Latin, bisa dengan mudah dipahami, meskipun
masih timbul persoalan. Pendekatan ortografi ini agak sukar
diterapkan untuk bahasa yang tidak menggunakan hurut Latin, seoao,
misalnya, bagaimana kita harus menentukan spasi pada aksara Cina,
Jepang, atau juga aksara Arab.
163
misalnya, menjadi /s/, /i/, /u/, /k/, /a/. dan /t/ Kedua, setiap kata
mempunyai kebebasan berpindah tempat di dalam kalimat, atau
tempatnya dapat diisi atau digantikan oleh kata lain; atau juga dapat
dipisahkan dari kata lainnya.
164
Satu masalah lagi mengenai kata ini adalah mengenai yang
disebut kata sebagai satuan gramatikal. Menuriit Ve'rhaar (1978) bentuk-
bentuk kata bahasa Indonesia, misalnya, mengajar, diajar, kauajar,
rerajar, dan ajarlah bukanlah lima buah kata yang berbeda, melainkan
lima buah varian dari sebuah kata yang sama. Bentuk-bentuk
mengajar, pengajar, pengajaran, pelajaran, dan ajaran adalah lima
buah kata yang berlainan. Kalau deretan kata-kata yang terakhir disebut
lima buah kata yang berlainan tentu tidak menjadi persoalan, meskipun
anda barangkali tidak tahu sebabnya. Namun kalau deretan kata yang
pertama dikatakan lima buah varian dari sebuah kata yang sama, tentu
menjadi persoalan; dan kita pun perlu mengetahui alasannya mengapa
disebut demikian.
165
Sejalan dengan keterangan untuk kata sing, sings, song, dan
songs itulah kita bisa memahami kalau Verhaar mengatakan bentuk-
bentuk mengajar, diajar, kauajar, terajar, dan ajarlah adalah lima
buah varian dari sebuah kata yang sama. Perbedaan bentuknya adalah
sesuai dengan kedudukan bentuk-bentuk tersebut di dalam jenis kalimat
yang berbeda: mengajar untuk kalimat aktif transitif; diajar untuk
kalimat pasif bcrpelaku orang ketiga; kauajar untuk kalimat pasif
berpelaku orang kedua; terajar untuk kalimat pasif yang menyalakan
selesai; dan ajarlah untuk kalimat imperatif. Lalu, kalau bentuk
mengajar, pengajar, pengajaran, pelajaran, dan ajaran dikatakan
adalah lima buah kata yang berbeda adalah karena memang kelima
kata itu memiliki identitas leksikal yang berbeda. Keterangannya sama
dengan keterangan untuk menjelaskan bentuk sing, song, dan singer
dalam bahasa Inggris.
166
mungkin tidak terlalu menimbulkan masalah, sebab ada ciri-ciri
morfologis, yang menandai secara formal akan kelas-kelas kata tersebut
Tetapi untuk bahasa lain, misalnya bahasa Indonesia, temyata Namun,
menimbulkan masalah, sebab ciri morfologi bahasa Indonesia temyata
tidak dapat menolong untuk menentukan kelas-kelas kata itu. Berbeda
dengan bahasa Inggris, misalnya; dalam bahasa Inggris semua kata
yang berakhir dengan -tion sudah pasti nomina, dan yang berakhir
dengan -ly adalah adverbia. Dalam bahasa Indonesia, kata yang
berprefiks ter- belum tentu termasuk verba, sebab ada juga yang
termasuk nomina seperti terdakwa dan tertuduh, malah adverbia dalam
bahasa Indonesia tidak memiliki ciri-ciri morfologis.
167
dan sangat pemalu. Apakah benar kata berhasil, memalukan, menolong,
dan pemalu termasuk kelas ajektifa? Bukankah berhasil termasuk kelas
verba intransitif? Bukankah memalukan dan menolong termasuk kelas
verba transitif, sebab dapat diberi sebuah objek? (Misalnya, memalukan
keluarga, dan menolong gadis cantik itu). Juga, bukankah pemalu
berkelas nomina sebab bisa dikatakan bukan pemalu,-atau juga berkelas
verba, sebab bisa dikatakan tidak pemalu. Jadi, dengan kriteria distribusi
ini tampaknya persoalan penggolongan kata belum selesai (untuk bahasa
Indonesia).
168
Dari uraian di alas tampak bahwa usaha untuk membuat
klasifikasi kala (terutama untuk bahasa Indonesia) bukan sesuatu yang
mudah. Kriteria mana pun yang digunakan, seperti yang dilakukan
selama ini, selalu menimbulkan masalah yang cukup ruwet dan sukar
diselesaikan. Oleh karena itu, mungkin ada yang bertanya, adakah
manfaat bagi kila membuat klasifikasi kala itu? Kalau ada, apa guna
nya; dan kalau tidak ada, kiranya lak perlulah kita bersusah payah
membual klasifikasi itu.
169
Komik itu.....nenek di kamar hanya kata berprefik di- yang dapat
digunakan. Begitu juga untuk konstruksi kalimat..... itu berlangsung
di Gedung Kesenian hanya nomina berkonfiks per-l-an yang dapat
digunakan; sedangkan untuk konstruksi kalimat ..... jembatan itu
menelan biaya 100 juta rupiah, hanya nomina berkonfiks peN-l-an
yang dapat dipakai.
523.1 Inflektif
170
perfekta amavi aku (lelah) mencintai
anterior amaveram aku (sebelumnya sudah) men
cintai
futura an amavero aku akan (berada dalam ke
terior adaan) mencintai
I speak parlo
we speak parliamo
171
you (jamak) spcak parlate
Deklinasi atau perubahan bentuk pada kata benda kita lihat contoh
dari bahasa Latin. Untuk kasus nominal tunggal (20) dan jamak (21),
sebagai berikut:
(20) Tunggal
(21) Jamak
172
Pertama, konstruksi ajektifa + nomina, tanpa kata sandang atau
pronomina apa-apa di depannya (yaitu "deklinasi kuat" dari ajektifa).
Perhatikan bentuk tunggal dan bentuk jamaknya!
(23)
Tunggal Maskulin Feminin Neutrum
Nominatif : der gute Mann die gute Frau das gute Kind
Genitif : des guten Manner der guten Frau des guten Kindes
Datif : des guten Mann(e) der guten Frau des guten Kind(e)
Akusatif : den guten Mann die gute Frau das gute Kind
173
Ketiga, berkonstruksi kata sandang indefinit + ajektifa + nomina
(yakni deklinasi campuran kuat dan lemah)
(24)
Nominatif : ein guter Mann eine gute Frau ein gutes Kind
Genitif : einer guten Manner einer guten Frau eines guten Kindes
Datif : einen guten Manne einen guten Frau einen guten Kind(e)
Akusatif : einen guten Mann eine gute Frau ein gutes Kind
Keterangan:
mask = maskulin
fem •= feminin
Tg. = tunggal
jam. = jamak
174
Bagaimana dengan bentuk-bentuk kata dalam bahasa Indone
sia? Bahasa Indonesia bukanlah bahasa bcrileksi. Jadi, tidak ada masalah
konyugasi dan deklinasi dalam bahasa Indonesia. Namun, banyak
penulis Barat, teimasuk Verhaar (1978), menyatakan bentuk-bentuk
seperti membaca, dibaca, terbaca, kaubaca, dan bacalah adalah
paradigma infleksional. Dengan kata lain, bentuk-bentuk tersebut
merupakan kata yang sama, yang berarti juga mempunyai identitas
leksikal yang sam. Perbedaan bentuknya adalah berkenaan dengan
modus kalimatnya. Dengan demikian, prefiks me-, di-, ter-, ku-, dan
kau- adalah infleksional.
52.32 Derivatif
175
Dari pembicaraan pada 5.1.4 dapat kita lihat bahwa pemben
tukan kata dapat teijadi bertahap-tahap. Kata untouchables, misalnya
yang dibicarakan pada 5.1.4 itu, terbentuk melalui tahap-tahap sebagai
berikut: mula-mula pada dasar touch dibubuhkan sufiks derivasional
able sehingga menjadi touchable; lalu, pada touchable dibubuhkan
pula prefiks derivasional un- sehingga menjadi untouchable; dan
akhirnya pada untouchable itu dibubuhkan sufiks infleksional -s,
sehingga terbentuklah kata untouchables itu. Sekali lagi, kalau
prosesnya dibagankan adalah menjadi sebagai berikut:
(26)
un touch able s
(27)
ber atur an
(28)
176
53 PROSES MORFEMIS
Pada 5.2.3 di atas dalam pembicaraan tentang inflcksi dan
derivasi sudah dibicarakan sebagian kecil dari proses morfemis, atau
proses morfologis, atau juga proses gramatikal, khususnya pemben
tukan kata dengan afiks. Namun, hal ihwal afiksnya itu sendiri belum
dibicarakan. Oleh karena itu, berikut ini akan dibicarakan proses-proses
morfemis yang berkenaan dengan afiksasi, reduplikasi, konposisi, dan
juga sedikit tentang konversi dan modifikasi intem. Kiranya perlu
juga dibicarakan produktifitas proses-proses morfemis itu.
53.1 Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar
atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur (1) dasar
atau bentuk dasar, (2) afiks, dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan.
Proses ini dapat bersifat inflektif dan dapat pula bersifat derivatif.
Namun, proses ini tidak berlaku untuk semua bahasa. Ada sejumlah
bahasa yang tidak mengenal proses afiksasi ini.
Bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi
dapat berupa akar, yakni bentuk terkecil yang tidak dapat disegmen-
tasikan lagi, misalnya meja, beli, makan, dan sikat dalam bahasa
Indonesia; atau go, write, sing, dan like dalam bahasa Inggris. Dapat
juga berupa bentuk kompleks, seperti terbelakang pada kata keter
belakangan, berlaku pada kata memberlakukan, dan aturan pada kata
beraturan. Dapat juga berupa frase,seperti ikut serta pada keikutser-
taan, istri simpanan pada istri simpanannya, dan tiba di Jakarta pada
setiba di Jakarta. (Tentang bentuk dasar ini lihat kembali 5.1.4)
178
Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian
pertama berposisi pada awal bentuk dasar, dan bagian yang kedua
berposisi pada akhir bentuk dasar. Karena konfiks ini merupakan
morfem terbagi, maka kedua bagian dari afiks itu dianggap sebagai
satu kesatuan, dan pengimbuhannya dilakukan sekaligus, tidak ada
yang lebih dahulu, dan tidak ada yang lebih kemudian. Dalam bahasa
Indonesia, ada konfiks per-l-an seperti terdapat pada kata pertemuan,
konfiks ke-l-an seperti pada kata keterangan, dan konfks ber-l-an seperti
terdapat pada kata berciuman. Contoh lain, dalam bahasa Jerman ada
konfiks ge-l-t, yakni afiks untuk menyatakan bentuk past participle
pada kata kerja lemah (weak verb). Misalnya:
Dalam bahasa Indonesia mengenai konfiks ini ada dua hal yang
perlu diperhatikan. Pertama, untuk menentukan dua buah afiks (yang
satu prefiks dan yang lain sufiks) adalah konfiks atau bukan harus
dilihat makna gramatikal yang terjadi dalam proses afiksasi itu.
Umpamanya, bentuk ber-l-an pada kata beraturan bukanlah konfiks,
sebab maknanya adalah 'mempunyai aturan' atau 'ada aturannya'. Jadi,
jelas sufiks -an lebih dahulu diimbuhkan pada dasar atur menjadi
kata aturan; kemudian barulah prefiks ber- diimbuhkan pada aturan
sehingga terbentuklah kata beraturan itu. Bagannya adalah sebagai
berikut:
(30)
179
(31)
I I
bcr-/-an muncul
Dari data yang ada dalam bahasa Indonesia, semua per-l-an dan peN-
l-an adalah konfiks; ber-l-an ada yang konfiks tetapi ada juga yang
bukan; ber-l-kan semuanya bukan konfiks; sedangkan ke-l-an semuanya
juga konfiks, kecuali pada kata kebagian yang bukan konfiks karena
bennakna ‘mendapat bagian'. Proses terbentuknya kata kebagian adalah,
mula-mula pada dasar bagi diimbuhkan sufiks -an menjadi bagian.
Sesudah itu pada bagian diimbuhkan prefiks ke-, sehingga menjadi
kebagian. Bagannya adalah sebagai berikut:
(32)
ke bagi
180
bukankah bentuk meniduri itu dapat dianalisis unsur langsungnya
menjadi me- dan tiduri? Kalau dianalisis seperti ini, maka jelas me-
l-i pada meniduri juga bukan sebuah konfiks. Selain itu ada juga yang
mengatakan bahwa me-l-i dan me-l-kan adalah konfiks dengan alasan
bahwa me-l-i dan me-l-kan adalah afiks inflektif untuk bentuk aktif
indikatif, yang dapat dipertentangkan dengan bentuk pasif indikatif
di-l-i dan di-l-kan. Mengenai hal ini lebih jauh lihat Samsuri (1977),
Dardjowidjojo (1982), Tampubolon (1983), dan Subroto (1983).
181
(34) katab 'dia laki-laki menulis'
532 Reduplikasi
182
sebagian seperti lelaki (dari dasar laki), dan reduplikasi dengan
perubahan bunyi, seperti bolak-balik (dari dasar balik). Di samping
itu, dalam bahasa Indonesia, Sutan Takdir Alisjahbana masih mencatat
adanya reduplikasi semu, seperti mondar-mandir, yaitu sejenis bentuk
kata yang tampaknya sebagai hasil reduplikasi, tetapi tidak jelas bentuk
dasamya yang diulang.
183
berarti 'banyak yang kecil'. Yang bersifat dcrivasioanl membentuk kata
baru atau kata yang identitas leksikalnya berbeda dengan bentuk
dasarnya. Misalnya, kata takinkin dan kagirgir yang kita bicarakan
di atas. Dalam bahasa Indonesia bentuk laba-laba dari dasar laba
dan pura-pura dari dasar pura barangkali dapat dianggap sebagai contoh
reduplikasi derivasional.
Khusus mengenai reduplikasi dalam bahasa Indonesia ada
beberapa catatan yang perlu dikemukakan, yakni:
184
Kelima, ada pakar yang menambahkan adanya reduplikasi
semantis, yakni dua buah kata yang maknanya bersinonim membentuk
satu kesatuan gramatikal. Misalnya, ilmu pengetahuan, hancur luluh,
dan alim ulama.
53.3 Komposisi
185
bila dibandingkan dengan yang lain atau yang umum akan disebut
anak....., seperti anak sungai, anak kunci, dan anak tangga. Untuk
menyatakan sesuatu yang menyerupai yang lain, maka digabungkanlah
kata yang menyatakan sesuatu itu dengan kata yang dijadikan
perbandingannya. Misalnya, merah darah yang berarti 'merah seperti
warna darah'; truk raksasa yang berarti 'truk besar yang melebihi ukuran
biasa', karena raksasa itu lebih besar dari manusia; dan jalan tikus,
yang berarti 'jalan kecil yang sukar dilewati mobil'. Untuk menyatakan
sesuatu yang dibuat dari sesuatu yang lain, maka digabungkanlah kala
yang menyatakan barangnya dengan kata yang menyatakan bahannya,
seperti lemari besi yang berarti lemari yang dibuat dari besi', sate
kambing yang berarti 'sate yang dibuat dari daging kambing', dan sikat
kawat yang berarti 'sikat yang dibuat dari kawat'. Untuk menyatakan
sesuatu yang berguna atau diperuntukkan bagi yang lain, maka
digabungkan kata yang menyatakan barang sesuatu dengan kata yang
menyatakan peruntukkan barang itu. Misalnya, lemari obat, berarti
lemari tempat menyimpan obat', uang belanja berarti 'uang untuk
keperluan belanja', dan mobil dinas berarti 'mobil untuk keperluan
dinas'.
186
matahari dan mata hati karena tidak memiliki arti sebenarnya, maka
adalah kata majemuk. Sebaliknya mata kiri dan mata adik bukanlah
kata majemuk karena memiliki makna sebenarnya. Kelompok linguis
lain, yang berpijak pada tata bahasa struktural menyatakan suatu
komposisi disebut kata majemuk, kalau di antara unsur-unsur
pembentuknya tidak dapat disisipkan apa-apa tanpa merusak kom
posisi itu. Bisa juga suatu komposisi disebut kata majemuk kalau unsur-
unsurnya tidak dapat dipertukarkan tempatnya. Umpamanya, bentuk
adik mandi bukan kata majemuk, karena antara unsur adik dan unsur
mandi dapat disisipkan kata lain, misalnya, menjadi adik sedang mandi;
begitu juga tempat kedua unsur itu dapat dipertukarkan menjadi mandi
adik. Sebaliknya, kamar mandi adalah kata majemuk, sebab antara
unsur kamar dan unsur mandi tidak dapat disisipkan apa-apa,
umpamanya menjadi kamar sedang mandi adalah bentuk yang tidak
berterima; begitu juga bentuk kamar mandi tidak dapat dibalik menjadi
mandi kamar. Bagaimana dengan bentuk seperti daya juang? Bentuk
tersebut juga termasuk kata majemuk, sebab tidak bisa menjadi,
misalnya, dayaku juang; atau juga juang daya.
187
Verhaar (1978) menyatakan suatu komposisi disebut kata
majemuk kalau hubungain kedua unsurnya tidak bersifat sintaktis. Kom
posisi matahari, bumiputera, dan daya juang adalah kata majemuk,
sebab tidak dapat dikatakan matahari fidalah matanya hari (bandingkan
dengan mata adik yang bisa dikatakan matanya adik); bumi putera
tidak dapat dianalisis menjadi bumi milik putera (bandingkan dengan
bumi kita yang dapat dianalisis menjadi bumi milik kita); dan daya
juang yang tidak bisa dianalisis menjadi daya untuk berjuang. Bahwa
matahari, bumiputera, dan daya juang adalah kata majemuk terbukti
dari tidak dapat disisipkannya sesuatu di antara kedua unsurnya, men
jadi matanya hari, bumi punya putera, dan dayaku Juang.
188
bahasa Indonesia, kata cangkul adalah nomina dalam kalimat Ayah
membeli cangkul baru; tetapi dalam kalimat Cangkul dulu baik-baik
tanah itu, baru ditanami adalah sebuah verba.
189
(36) kalab 'dia laki-laki menulis'
jiklib 'dia laki-laki akan menulis'
maktu:b 'sudah ditulis'
maktaba 'toko buku'
maka:lib 'toko-toko buku'
kita: b 'buku'
ka:tib 'penulis'
Sekali lagi dari contoh tersebut dapat dilihat kerangka morfem k-t-
b tetap ada dengan pelbagai perubahan yang terjadi di dalamnya.
Perubahan-perubahan tersebut bersifat derivatif, karena makna iden
titas leksikalnya sudah berbeda.
190
yang menjadi went; atau verba be yang menjadi was dan were; juga
bentuk must yang menjadi had to.
53.5 Pemendekan
191
Akronim adalah hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat
dilafalkan sebagai kata. Wujud pemendekannya dapat berupa penge
kalan huruf-huruf pertama, berupa pengekalan suku-suku kata dari
gabungan leksem, atau bisa juga secara tak beraturan. Misalnya: abri
(Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), juklak (petunjuk pelak
sanaan), inpres (instruksi presiden), wagub (wakil gubernur), dan
wakuncar (waktu kunjung pacar).
192
dan karena itu perlu dipendekkan lagi. Misalnya, abri adalah hasil
pemendekan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, tetapi
kemudian abri itu dipendekkan lagi di dalam AMD yang bentuk
utuhnya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Masuk Desa. Jadi,
kita lihat abri yang sudah merupakan hasil pemendekan itu dipendekkan
lagi dengan hanya mengekalkan huruf A-nya saja. Contoh lain, berdiri
di atas kaki sendiri dipendekkan menjadi berdikari; tetapi kemudian
berdikari ini dipendekkan lagi dalam kependekan takari (yang bentuk
utuhnya tahun berdiri di atas kaki sendiri); dan selanjutnya takari
dipendekkan lagi dalam kotari (yang bentuk utuhnya komando tahun
berdiri di atas kaki sendiri).
193
/-an ini, seperti dalam ketidakikutsertaan dan kekeraskepalaan. Oleh
karena itu, boleh dikatakan, proses derivasi adalah produktif; sedangkan
proses infleksi tidak produktif.
gergaji menggergaji
pahat memahat
cangkul mencangkul
194
tombak menombak 1'17 01 04 6
pisau ♦memisau
obeng ♦mengobeng
Kita lihat kata memisau dan mengobeng tidak ada karena ada kata
kerja memotong atau mengiris yang membloking kehadiran kata
memisau itu; dan ada kata memutar alau membuka yang membloking
kehadiran kata mengobeng itu.
5.4 MORFOFONEMIK
195
/b/ dan /p/ maka prefiks me- itu akan menjadi mem-, seperti pada
kata membeli dan memotong (bentuk dasarnya beli dan potong); kalau
bentuk dasarnya mulai dengan konsonan /d/ dan /t/, maka prefiks me-
itu akan menjadi men-, seperti pada kata mendengar dan menolong
(bentuk dasarnya dengar dan tolong); kalau bentuk dasarnya mulai
dengan konsonan /s/, maka prefiks me- itu akan menjadi meny-, se
perti pada kata menyikat dan menyusul (bentuk dasarnya sikat dan
susul); kalau bentuk dasarnya mulai dengan konsonan /g/ dan /k/,
atau juga fonem vokal, maka prefiks me- itu akan menjadi meng-
, seperti pada kata menghitung, mengirim, dan mengobral (bentuk
dasarnya adalah hitungi kirim, dan obral); kalau bentuk dasarnya hanya
terdiri dari satu suku, maka prefiks me- itu akan berubah menjadi
menge-, seperti tampak pada kata mengetik, mengelas, dan mengecat
(bentuk dasarnya tik, las, dan cat); dan kalau bentuk dasarnya mulai
dengan konsonan /1/ dan /r/, maka prefiks me- itu tidak mengalami
perubahan, seperti pada kata melatih dan merawat (betuk dasarnya
latih dan rawat). Dalam bahasa Arab proses morfofonemik ini kita
lihat, misalnya pada penggabungan artikulus al- dengan bentuk dasar
al + taqwa menjadi attaqwa. al + rahman menjadi arrahman, dan
al + dhuha menjadi adhdhuha; tetapi, al + hilal dan al + komar
tetap menjadi alhilal dan alkomar.
196
anak + -nda ananda
ber- + renang berenang
Proses peluluhan fonem dapat kita lihat dalam proses pengim
buhan dengan prefiks me- pada kata sikat di mana fonem /s/ pada
kata sikat itu diluluhkan dan disenyawakan dengan bunyi nasal /ny/
dari prefiks tersebut. Demikian juga dalam pengimbuhan dengan pre
fiks pe- pada kata sikat di mana fonem /p/ dari kata sikat itu diluluhkan
dan disenyawakan dengan bunyi nasal /ny/ dari prefiks tersebut.
Perhatikan!
lom.pat + -i lom.pa.ti
197
Seperti tampak dari namanya, yang merupakan gabungan dari
dua bidang studi yaitu morfologi dan fonologi, atau morfologi dan
fonemik, bidang kajian morfonologi atau morfofonemik ini, meskipun
biasanya dibahas dalam tataran morfologi, tetapi sebenarnya lebih
banyak menyangkut masalah fonologi. Kajian ini tidak dibicarakan
dalam tataran fonologi karena masalahnya baru muncul dalam kajian
morfologi, terutama dalam proses afiksasi, reduplikasi, dan komposisi.
Masalah morfofonemik ini terdapat hampir pada semua bahasa yang
mengenal proses-proses morfologis.
(5.0) 1. Apa yang dimaksud dengan morfem itu? Coba anda cari
dari sumber lain mengenai definisi morfem, atau penjela
san mengenai morfem itu!
Bahasa A
198
Bahasa B
199
6. Apa yang dimaksud dengan morfem beralomorf zero?
Jelaskan dan beri contoh! (lihat kembali uraian 5.1.3,4),
a. morfem dasar
b. bentuk dasar (base)
c. pangkal (stem)
d. akar (root)
e. bentuk kutip (citation form)
200
melainkan hanya merupakan sebuah kata yang sama. Coba
jelaskan maksudnya’
a. untouchables
b. keteraturannya
c. pemcrlahanan
a. afiks
b. konfiks
c. interfiks
d. transfiks
a. verba denominal
b. verba deajektival
c. nomina deverbal
d. nomina deajektival
202
b. apa yang dimaksud dengan pengulangan dwilingga,
dwipurwa, dan dwiwasana? Beri contoh!
a. menari-nari
b. tari-menari
c. satuan-satuan
d. berlari-lari
e. berton-ton
a. sate kambing
b. sate padang
c. sate lontong
d. sale Pak Kumis
a. penggalan
b. singkatan
c. akronim
204
2. Jelaskan yang dimaksud dengan proses morfologis yang
produktif dan proses yang improduktif! Beri contoh!
205
6. TATARAN LINGUISTIK (3):
SINTAKSIS
206
tersebut akan dibicarakan secara singkat, dengan kebanyakan contoh
diambil dari bahasa Indonesia.
207
memiliki peran 'pelaku' atau 'agentif, melirik memiliki peran 'aktif ,
kakek memiliki peran 'sasaran', dan tadi pagi memiliki peran 'waktu'.
Bagaimana kalau kalimat Nenek melirik kakek tadi pagi itu dipasifkan
dan menjadi Kakek dilirik nenek tadi pagi apakah peran-perannya tetap
sama? Coba kita lihat. Dalam kalimat pasif itu. kata kakek yang tadinya
mengisi fungsi objek, sekarang mengisi fungsi subjek dan peran tetap
'sasaran'; verba pasif dilirik sebagai ubahan dari verba aktif melirik
sekarang berperan 'pasif; nenek yang semula mengisi fungsi subjek
sekarang mengisi fungsi objek dengan peran tetap 'pelaku'; dan frase
tadi pagi tetap mengisi fungsi keterangan dengan peran yang tetap
juga, yaitu peran 'waktu'. Kalau dibagankan hubungan antara fungsi,
kategori, dan peran sintaksis itu adalah menjadi sebagai berikut
(diangkat dari Verhaar 1978).
(2) Fungsi
Sintaksis Subjek Predikat Objek Keterangan
A A A a *
1 l 1 i
Kategori l i 1 i
1 ------- 1----- 1 _______ i__
Sintaksis
Peran
Sintaksis
208
(4c) Nenek melirik kakek tadi pagi
209
(8) Matahari terbit dari sebelah Umur
Verba memutih pada kalimat (6) adalah verba intransitif; maka, tidak
perlu munculnya sebuah objek. Verba membersihkan pada kalimat
(7) adalah verba transilif; maka, di belakang verba itu harus ada sebuah
objek. Lalu, verba terbit adalah verba intransitif yang menyalakan
lokasi; maka, perlu adanya fungsi keterangan yang berperan lokatif
di belakangnya. Tanpa keterangan lokatif itu, kalimat tersebut
merupakan kalimat yang tidak berterima.
Mengenai harus munculnya sebuah objek pada kalimat yang
predikatnya berupa verba transilif, ternyata dalam bahasa Indonesia
ada sejumlah verba transitif yang objeknya tidak perlu ada, atau
keberadaannya dapat ditanggalkan. Verba transitif yang objeknya tidak
perlu muncul atau dapat ditanggalkan ini adalah verba yang secara
semantik menyatakan "kebiasaan" atau verba itu mengenai orang
pertama tunggal atau orang banyak secara umum. Perhatikan kalimat
(9) dan (10) berikut!
(9) Sekretaris itu sedang mengetik
Namun, kalau yang dimakan bukan nasi dan yang diminum bukan
air, maka objeknya harus dimunculkan. Misalnya menjadi:
210
(14) Dari pagi nenek belum makan obal
Ada pula pendapat lain (Lihat Djoko Kentjono 1982; dan lihat
uraian pada 6.3), yang menyatakan hadir tidaknya suatu fungsi sintaksis
tergantung pada konteksnya. Umpamanya, dalam kalimat jawaban
kalimat perintah, dan kalimat seman, maka yang muncul hanyalah
fungsi yang menyatakan jawaban, perintah, atau seman itu. Perhatikan
contoh berikut’
(16) Sudah! (sebagai jawaban dari kalimat tanya: Kamu sudah makan?)
(17) Baca! (perintah guru kepada seorang anak)
212
(26) Kulitnya mulai menghitam
(27) Rambutnya sangat hitam
Pengisi fungsi subjek dan objek, antara lain, dapat memiliki peran
'pelaku' seperti dia dalam kalimat (28), peran 'yang mengalami' seperti
dia pada kalimat (29), peran 'penerima' seperti dia pada kalimat (30),
peran 'sasaran' seperti bola pada kalimat (31), dan peran 'hasil' seperti
surat pada kalimat (32)
Yang dimaksud dengan urutan kata ialah letak atau posisi kata
yang satu dengan kata yang lain dalam suatu konstruksi sintaksis.
Dalam bahasa Indonesia urutan kata ini tampaknya sangat penting.
Perbedaan urutan kata dapat menimbulkan perbedaan makna.
Umpamanya, konstruksi tiga jam memiliki makna yang tidak sama
dengan konstruksi yang mempunyai urutan jam tiga. Perbedaan itu,
xtiga jam menyatakan masa waktu yang lamanya 3 x 60 menit,
sedangkan jam tiga menyatakan saat waktu. Begitu juga dengan urutan
konstruksi lagi makan dan makan lagi yang bagi anda penutur bahasa
Indonesia tentu tahu beda maknanya. Lagi makan berarti 'perbuatan
makan sedang berlangsung'; sedangkan makan lagi berarti 'perbuatan
makan itu berulang kembali' Bagaimana perbedaan makna antara
konstruksi Nenek melirik kakek dengan Kakek melirik nenek?, di mana
posisi kata nenek dan kakek saling dipertukarkan. Perbedaannya adalah,
213
pada kalimat pertama, nenek menjadi pelaku perbuatan, dan kakek
menjadi sasaran perbuatan. Dalam kalimat kedua, kakek menjadi pelaku
perbuatan, sedangkan nenek menjadi sasaran perbuatan. Perbedaan
makna pelaku dan sasaran itu terjadi karena letak urutan kata nenek
dan kakek dipertukarkan.
214
^3) Paulus vidit Mariam
Paulus Mariam vidit
Mariam vidit Paulus
Mariam Paulus vidit
Vidit Mariam Paulus
Vidit Paulus Mariam
Mengapa urutan kata dalam bahasa Latin itu dapat diubah-ubah tanpa
mengubah makna gramatikalnya? Kiranya, dalam bahasa Latin, dan
bahasa-bahasa fleksi lainnya, yang memegang peranan penting dalam
sintaksis bukanlah urutan kata, melainkan bentuk kata. Sebuah kata
yang sama dalam bahasa fleksi mempunyai bentuk-bentuk yang
berbeda, untuk menduduki fungsi subjek, fungsi objek, atau fungsi
lainnya. Jadi, meskipun letaknya di mana saja, tatapi makna grama
tikalnya tidak akan berubah dan tidak akan terjadi kesalahpahaman
karena sudah ditentukan oleh bentuknya itu. Apa yang menjadi subjek
ditandai dengan kasus nominatif, apa yang menjadi objek langsung
ditandai dengan kasus akusatif, dan apa yang menjadi objek tak
langsung ditandai oleh kasus datif. Bandingkan contoh di atas dengan
kalimat bahasa Indonesia Paul melihat Maria dan Maria melihat Paul,
apa yang menjadi subjek dan objek kita ketahui dari urutan kata-
katanya, dan bukan dari bentuk katanya. (Lihat kembali subbab 5.2.3.1).
Dari keterangan di atas dapat dilihat bahwa dalam bahasa Latin
bentuk kata sangat penting karena di dalam bentuknya kata-kata itu
sudah menyatakan fungsi, peran, dan kategori sintaksisnya. Bagaimana
dengan bentuk kata dalam bahasa Indonesia? Tampaknya bentuk kata
dalam bahasa Indonesia juga sangat penting. Umpamanya kalau kata
melirik pada kalimat yang sudah kita sebut-sebut di atas Nenek melirik
kakek kita ganti dengan bentuk dilirik, sehingga kalimat itu menjadi
Nenek dilirik kakek, maka makna kalimat itu menjadi berubah. Kalau
dalam bentuk melirik yang melakukan perbuatan adalah nenek, maka
/dalam bentuk dilirik yang melakukan perbuatan adalah kakek.
Maknanya akan berbeda pula kalau bentuk kata dilirik itu kita ganti
dengan bentuk terlirik, sehingga kalimat itu menjadi Nenek terlirik
(oleh) kakek. Meskipun makna gramatikalnya tetap sama, yaitu yang
melakukan perbuatan itu adalah kakek, tetapi perbuatan itu dilakukan
tidak dengan sengaja.
215
Derajat pentingnya bentuk kata bahasa Indonesia dan bahasa
Latin memang tidak sama. Dalam bahasa Latin bentuk kala itu
tampaknya berperanan mutlak, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak.
Hal ini teijadi karena dalam bahasa Latin urutan kata hampir-hampir
tidak mempunyai peranan, sedangkan dalam bahasa Indonesia urutan
kala itu mempunyai peranan, yang penting. Fungsi subjek dalam kalimat
bahasa Indonesia lebih umum ditentukan oleh urutan kata atau posisi
kata ilu daripada bantuk katanya. Kita lihat konstruksi genitif dalam
bahasa Indonesia dan kita bandingkan dengan bahasa Inggris.
Konstruksi genitif dalam bahasa Indonesia seratus persen ditentukan
oleh urutan kata, seperti buku saya, bukunya, dan bukumu. Dalam
bahasa Inggris konstruksi genitif ini menjadi my book, his book, dan
your book. Kita lihat bentuk kata / diganti dengan my, bentuk he
diganti dengan bentuk his, dan bentuk yon diganti dengan bentuk your.
Dalam pelbagai buku tata bahasa Indonesia yang bercap tradisional
memang ada disebutkan bentuk-bentuk -ku, -mu, dan -nya adalah kata
ganti empunya. Namun, bentuk-bentuk tersebut sebenarnya adalah
klitika dari aku, kamu, dan dia, yang berposisi dan melekat pada akhir
kata. Jadi, yang menentukan kegenitifannya bukanlah bentuknya,
melainkan urutan letaknya.
216
did, does, dan sebagainya). Dalam bahasa Belanda untuk membentuk
kalimat bermodus interogatif, selain intonasi diperlukan juga adanya
perubahan posisi atau urutan fungsi subjek - predikat menjadi predikat
- subjek. Jadi, kalau kalimat deklaratifnya berbentuk kalimat (34),
maka kalimat interogratifnya berbentuk kalimat (35).
218
6J KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS
(48) Bu Leoni sedang membahas penggunaan preposisi in, on, dan al dalam
bahasa Inggris.
Namun,di sini juga, yang dijelaskan Pak Ahmad bukan di itu, melainkan
kata depan di dan awalan di; dan yang dibahas Bu Leoni juga bukan
in, on, dan at itu, melainkan preposisi in, preposisi on, dan preposisi
at.
220
Dari pembicaraan beda antara kata penuh dengan kata tugas
di atas tampak pada kita bahwa hanya yang disebut kata penuh sajalah
yang dapat mengisi fungsi-fungsi sintaksis. Misalnya kata nenek yang
mengisi fungsi subjek, kata membaca yang mengisi fungsi predikat,
kata komik yang mengisi fungsi objek, sedangkan preposisi di bersama
kata kamar membentuk frase eksosentrik di kamar hanya merupakan
anggota dari pengisi fungsi keterangan. Perhatikan bagan berikut’
S P 0 K
Nenek membaca komik di kamar
221
(53) wamcmpiga 'mereka telah memukulnya'
nimcmpiga 'saya telah memukulnya'
umcmpiga 'kamu lelah memukulnya'
amcmpiga 'ia lelah memukulnya'
alakupiga 'ia akan memukulmu'
amckupiga 'ia lelah memukulmu'
nila kupiga 'saya akan memukulnya'
aiakulipa 'ia akan membayarmu'
63 FRASE
222
antara kedua unsur yang membentuk frase itu tidak berstruktur subjek-
predikat atau berstruktur predikat-objek. Oleh karena itu, konstruksi
seperti adik mandi dan menjual sepeda bukan frase: tetapi konstruksi
kamar mandi dan bukan sepeda adalah frase. Dari definisi itu terlihat
pula bahwa frase adalah konstituen pengisi fungsi-fungsi sintaksis.
Oleh karena itu,dapat dikatakan kelompok-kelompok kata yang berada
dalam kotak-kotak fungsi pada bagan (54), yaitu nenek saya, sedang
membaca, buku humor, dan di kamar tidur adalah frase. Sedangkan
kata nenek, membaca, komik, dan kemarin yang terdapat dalam bagan
itu juga bukanlah frase, melainkan kata.
S P 0 K
Nenek saya sedang membaca buku humor di kamar tidur
Satu hal yang perlu diingat, karena frase itu mengisi salah
satu fungsi sintaksis, maka salah satu unsur frase itu tidak dapat
dipindahkan "sendirian". Jika ingin dipindahkan, maka harus dipin
dahkan secara keseluruhan sebagai satu kesatuan. Jadi, kata tidur dalam
frase di kamar tidur yang ada dalam kalimat (55) tidak dapat
dipindahkan, misalnya, menjadi kalimat (55a); yang mungkin ialah
kalau dipindahkan keseluruhannya, seperti pada kalimat (55b)
223
(55a) * Tidur nenek membaca komik di kamar
(55b) Di kamar tidur nenek membaca komik.
224
6.3.2 Jenis Frase
Contoh lain,frase yang baru dalam kalimat (60) tidak dapat diganti
baik dengan yang maupun baru sebab konstruksi (61 a) dan konstruksi
(61 b) tidak berterima
225
(62) di pasar
dari kayu jati
demi keamanan
dengan gergaji besi
oleh bahaya api
Contoh lain, frase mahal sekali dalam kalimat (67) dapat digantikan
oleh komponen pertamanya, yaitu mahal, sehingga menjadi kalimat
(68). Perhatikan!
226
/(57) Harga buku itu mahal sekali
Selain itu frase endosentrik ini lazim juga disebut frase sub-
ordinatif karena salah satu komponennya, yaitu yang merupakan inti
frase berlaku sebagai komponen atasan, sedangkan komponen lainnya,
yaitu komponen yang membatasi, berlaku sebagai komponen bawahan.
Sejalan dengan posisi komponen intinya, maka komponen atasan itu
bisa {erietik di sebelah depan, bisa juga di sebelah belakang. Perhatikan
contoh berikut, serta arah panahnya!
227
Dilihat dari kategori intinya dapat dibedakan adanya frase
nominal, frase verbal, frase ajeklival, dan frase numeral. Yang dimaksud
dengan frase nominal adalah frase endosentrik yang intinya berupa
nomina atau pronomina. Umpamanya, bus sekolah, kecap manis, karya
besar, dan guru muda. Frase nominal ini di dalam sintaksis dapat
menggantikan kedudukan kata nominal sebagai pengisi salah satu
fungsi sintaksis. Yang dimaksud dengan frase verbal adalah frase
endosentrik yang intinya berupa kata verba; maka oleh karena itu,
frase ini dapat menggantikan kedudukan kata verbal di dalam sintaksis.
Contoh beberapa frase verbal, sedang membaca, sudah mandi, makan
lagi, dan tidak akan datang. Yang dimaksud dengan frase ajektifa
adalah frase endosentrik yang intinya berupa kata ajektifa. Beberapa
contoh frase ajektifa, sangat cantik, indah sekali, merah jambu, dan
kurang baik.. Yang dimaksud dengan frase numeralia adalah frase
endosentrik yang intinya berupa kata numeral. Misalnya, tiga belas,
seratus dua puluh lima, dan satu setengah triliun.
228
(71) Pak Ahmad, guru saya, rajin sekali
Pada 6.3.1 sudah disebutkan bahwa salah satu ciri frase adalah
bahwa frase itu dapat diperluas. Maksudnya, frase itu dapat diberi
tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang
akan ditampilkan. Umpamanya, frase di kamar tidur dapat diperluas
dengan diberi komponen baru, misalnya, berupa kata saya, ayah, atau
belakang sehingga menjadi di kamar tidur saya, di kamar tidur ayah,
dan di kamar tidur belakang. Perluasan ini menurut keperluannya dapat
dilakukan di sebelah kanan, seperti ketiga contoh di atas; dapat juga
di sebelah kiri. Misalnya, frase seorang mahasiswa dapat diperluas
di sebelah kiri, misalnya, menjadi bukan seorang mahasiswa, atau
hanya seorang mahasiswa. Seringkali dapat juga perluasan ini dilakukan
di sebelah kiri dan di sebelah kanan sekaligus. Misalnya, frase seorang
mahasiswa dapat diperluas menjadi bukan seorang mahasiswa
kedokteran. Jadi, di sebelah kiri ditambah kata bukan dan di sebelah
kanan diberi kata kedokteran.
Dalam bahasa Indonesia perluasan frase ini tampaknya sangat
produktif. Antara lain, karena pertama, untuk menyatakan konsep-
konsep khusus, atau sangat khusus, atau sangat khusus sekali, biasanya
diterangkan secara leksikal. Bandingkan rangkaian frase berikut ini,
dari yang paling umum, yaitu kereta, sampai yang paling khusus sekali.
(76) kereta
kereta api
kereta api ekspres
kereta api ekspres malam
229
kereta api ekspres malam luar biasa
230
Faktor lain yang menyebabkan produktifnya perluasan frase
dalam bahasa Indonesia adalah keperluan untuk memberi deskripsi
secara terperinci terhadap suatu konsep, terutama untuk konsep nomina.
Dalam perincian deskripsi ini biasanya digunakan konjungsi yang,
sebagai penyambung keterangan-keterangan tambahan pada deskripsi
itu. Pcrtiatikan contoh berikut!
(80) Kakak saya meninggal minggu lalu
(80b) Kakak saya yang bekerja di Jakarta yang sudah menikah meninggal
minggu lalu
(80c) Kakak saya yang bekerja di Jakarta yang sudah menikah dan yang
belum mempunyai anak meninggal minggu lalu
Dari contoh di atas anda dapat melihat betapa panjangnya frase nominal
yang mengisi fungsi subjek pada kalimat (80c). Frase yang sangat
panjang itu sesungguhnya hanyalah perluasan yang diberikan kepada
frase asal kakak saya sebagai upaya untuk memberi deskripsi yang
sangat terperinci.
6.4 KLAUSA
231
kamar mandi dan adik mandi, maka dapat dikatakan konstruksi kamar
mandi bukanlah sebuah klausa karena hubungan komponen kamar
dan komponen mandi tidaklah bersifat predikatif. Sebaliknya, konstruksi
nenek mandi adalah sebuah klausa karena hubungan komponen nenek
dan komponen mandi bersifat predikatif; nenek adalah pengisi fungsi
subjek dan mandi adalah pengisi fungsi predikat.
232
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris secara umum subjek itu
selalu berposisi di muka predikat; tetapi di dalam bahasa lain, seperti
bahasa Latin yang sudah dibicarakan pada awal bab ini. urutan posisi
subjck-predikal tidak penting. Bisa saja predikat itu berada di dekat
subjek, tetapi bisa juga berada jauh dari subjek.
Selain subjek dan predikat yang bersifat wajib hadir itu, ada
pula unsur lain yang boleh ada atau boleh tidak ada di dalam sebuah
klausa, yaitu objek, pelengkap, dan keterangan. Kehadiran objek
menjadi wajib kalau predikatnya benipa verba transitif. Umpamanya,
kata buku dalam kalimat Kakek membaca buku. Contoh lain, kata
bubur dalam kalimat Kakek makan bubur. Kalau predikatnya berupa
verba bitransilif, maka akan hadir dua buah objek, yaitu yang secara
tradisional disebut objek langsung dan sebuah lagi objek tak langsung.
Objek langsung adalah objek yang merupakan sasaran dari tindakan
yang dinyatakan oleh predikat tersebut, sedangkan objek tak langsung
adalah objek yang memperoleh manfaat dari tindakan itu. Umpamanya
dalam kalimat Kakek membelikan nenek sepatu baru, maka nenek
adalah objek tak langsung, dan sepatu baru adalah objek langsung.
233
Keterangan ini bersifat tidak wajib; kehadirannya apabila diperlukan.
Letaknya bisa di awal, di tengah, atau di akhir klausa. Perhatikan
letak keterangannn/f ptigr dan di kamar pada klausa-klausa berikut
terdapat tiga buah klausa, yaitu (a) Kakek tidak jadi pergi, (b) hujan
sangat lebat, dan (c) nenek sedang sakit gigi.
terdapat dua buah klausa, yaitu (a) gadis itu bukan cucu nenek, dan
(b) gadis itu duduk di depan. Pada kalimat (84) itu klausa gadis itu
duduk di depan disisipkan ke dalam klausa gadis itu bukan cucu nenek.
Dalam hal ini, karena subjek kedua klausa itu mengacu pada persona
yang sama, maka klausa yang kedua dalam kalimat tersebut, berperan
sebagai keterangan tambahan terhadap subjek. Di dalam kasus ini bisa
juga klausa pertama yang disisipkan ke dalam klausa kedua, sehingga
kalimatnya akan menjadi kalimat (85)
234
(85) Gadis yang bukan cucu nenek itu duduk di depan
Seperti pada contoh di alas bila ada unsur yang sama di dalam
dua buah klausa atau lebih, dan kedua klausa itu akan digabungkan,
maka bagian klausa yang sama itu hanya ditampilkan satu saja, dan
yang lainnya dilesapkan. Pada contoh di alas yang sama adalah unsur
subjeknya, yaitu gadis itu. Hal lesap-melesapkan unsur klausa yang
sama dalam proses penggabungan klausa menjadi sebuah kalimat luas
adalah hal yang biasa. Namun, di dalam studi linguistik akan muncul
masalah lain. Umpamanya kalimat (86) berikut
(86) Nenek membaca dan melipat komik itu
apakah terdiri dari satu klausa ataukah dua klausa?, sebab kalau
dianggap dua klausa, konstruksi kalimat itu bisa dianalisis berasal
dari klausa (a) nenek membaca komik itu, dan (b) nenek melipat komik
itu. Atau hanya satu klausa dengan predikat yang berupa gabungan
verba membaca dan melipat. Begitu juga dengan kalimat (87) berikut
(87) Kakek memarahi Adi dan Ani
Apakah berasal dari klausa (a) kakek memarahi Adi, dan (b) klausa
kakek memarahi Ani, yang kemudian digabungkan, ataukah hanya
terdiri dari sebuah klausa dengan unsur objek yang berupa gabungan
nomina Adi dan Ani? Masalah itu memang bisa dipersoalkan.
236
(3) Klausa refleksif, yaitu klausa yang predikatnya berupa verba
refleksif, seperti nenek sedang berdandan; kakek sedang mandi; dan
dia sudah bersolek. (4) Klausa resiprokal, yaitu klausa yang predikatnya
berupa verba resiprokal, seperti mereka bertengkar sejak kemarin;
Israel dan Palestina akan berdamai; dan keduanya bersalaman.
Andaikata pada contoh klausa tersebut diberi kata adalah atau ialah,
maka klausa-klausa tersebut bukanlah klausa nominal, melainkan
menjadi klausa verbal, sebab kata adalah dan ialah termasuk kata
kerja kopula, sepadan dengan kata kerja to be (yang menjadi am,
is, are, dan was) dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Indonesia verba
kopula ini tidak bersifat wajib kalau subjek dan predikat itu hanya
berupa kata atau frase sederhana, sebab dengan bantuan intonasi, batas
subjek dan predikatnya sudah dapat diketahui. Kalau subjek atau pre
dikatnya berupa frase yang cukup panjang, maka kiranya verba kopula
itu perlu dipakai untuk menandai batas subjek dan predikatnya.
Umpamanya, subjek pada kalimat (91) berikut cukup panjang, maka
sebaiknya perlu diberi kata adalah agar batas subjek dan predikat
itu menjadi jelas. Bandingkanlah kalimat (91) itu dengan kalimat (9la)
yang sudah diberi kata adalah. Perbatikan mana yang lebih mudah
dipahami?
(91) Yang perlu dikerjakan pada masa orde baru sekarang menjelang PJPT
II peningkatan kegiatan pembangunan.
(9la) Yang perlu dikerjakan pada masa orde baru sekarang menjelang PJPT
II adalah peningkatan kegiatan pembangunan.
Karena verba kopula adalah dan ialah dalam klausa atau kalimat yang
unsur subjeknya atau predikatnya cukup panjang berlaku sebagai
pembatas atau pemisah antara subjek dan predikat, maka kata adalah
dan ialah tersebut ada juga yang menyebutnya sebagai kata pemisah.
237
Klausa ajcktifal adalah klausa yang predikatnya berkategori
ajektifa, baik berapa kata maupun frase. Umpamanya klausa-klausa
berikut
238
buah. Dengan demikian, karena kata adalah dan ada termasuk verba,
maka klausa tersebut sebenarnya juga bukanlah klausa numeral,
melainkan klausa verbal.
Dari sumber lain mungkin anda akan menemui istilah lain untuk
jenis-jenis klausa ini. Hal ini bisa saja teijadi karena berbagai teori
linguistik lain dapat dikenakan untuk dijadikan sudut pandang penamaan
berbagai jenis klausa.
65 KALIMAT
239
65.1 Pengertian Kalimat
240
(99) Nenek membaca komik di kamar, sedangkan kakek membaca buku
Lupus di kebun.
(101) Nenek saya! (sebagai kalimat jawaban terhadap kalimat tanya: Siapa
yang duduk di sana?)
(102) Komik! (sebagai kalimat jawaban terhadap kalimat tanya: Buku apa
yang dibaca nenek?)
Konstituen dasar kalimat (98) berupa sebuah klausa, kalimat (99) berupa
dua buah klausa bebas, kalimat (100) berupa sebuah klausa terikat
dan sebuah klausa bebas, kalimat (101) berupa sebuah frase, dan kalimat
(102) berupa sebuah kata.
Perlu dicatat di sini, intonasi final yang ada yang memberi ciri
kalimat ada tiga buah, yaitu intonasi deklaratif, yang dalam bahasa
tulis dilambangkan dengan tanda titik; intonasi interogatif, yang dalam
bahasa tulis ditandai dengan tanda tanya, dan intonasi seru, yang dalam
bahasa tulis ditandai dengan tanda seru. (Tentang intonasi kalimat
lebih jauh lihat 6.5.3).
241
c. FN + FV + FN + FN : Nenek membacakan kakek komik
d. FN + FN : Nenek dokter
e. FN + FA : Nenek cantik
g. FN + FP : Uangnya di dompet
Keterangan :
a) FN = Frase Nominal
FV = Frase Verbal
FA = Frase Ajektifal
FNum = Frase Numeral
FP = Frase Preposisi
b) FN dapat diisi oleh sebuah kata nominal, FV dapat diisi oleh sebuah
kata verbal, FA dapat diisi oleh sebuah kata ajektifal, dan FNum
dapat diisi oleh sebuah kata numeralia.
242
harus disampaikan melalui bahasa biasanya sangat luas, mencakup
pelbagai segi informasi kehidupan. Umpamanya kalimat inti Nenek
datang, mungkin akan menjadi Nenekku baru datang dari Paris; Nenek
Si Udin tidak akan datang karena sedang sakit gigi; Nenekmu yang
genit itu pasti akan datang ke pesta ini; Apakah nenekmu yang datang
ke sini tadi pagi? Masih banyak kemungkinan lain bisa dibuat dari
kalimat inti ilu. Barangkali anda ingin mencobanya. Silakan!
243
Kalimat majemuk koordinatif adalah kalimat majemuk yang
klausa-kl nusanya memiliki status yang sama, yang setara, atau yang
sederajat. Klausa-klausa dalam kalimat majemuk koordinatif secara
eksplisit dihubungkan dengan konjungsi koordinatif, seperti dan, atau,
tetapi, dan lalu; namun, tak jarang hubungan itu hanya secara implisit,
artinya tanpa menggunakan konjungsi. Berikut ini beberapa contoh
kalimat majemuk koordinatif:
Apabila ada unsur klausa yang sama, maka biasanya unsur yang
sama itu disenyawakan atau dirapatkan. Misalnya, pada kalimat (114),
unsur subjek pada klausa kedua tidak ditampilkan lagi karena sama
dengan subjek pada klausa pertama. Dalam buku tata bahasa tradisional,
konstruksi kalimat seperti (114) itu disebut kalimat majemuk rapatan.
Kalimat majemuk subordinatif adalah kalimat majemuk yang
hubungan antara klausa-klausanya tidak setara atau sederajat Klausa
yang satu merupakan klausa atasan, dan klausa yang lain merupakan
klausa bawahan. Kedua klausa itu biasanya dihubungkan dengan
konjungsi subordinatif, seperti kalau, ketika, meskipun, dan karena;
namun, acapkali hubungan itu dilakukan juga secara implisit. Berikut
ini beberapa contoh kalimat majemuk subordinatif.
(115) Kalau nenek pergi, kakek pun akan pergi.
(116) Nenek membaca komik ketika kakek tidak ada di rumah.
(117) Meskipun dilarang oleh kakek, nenek pergi juga ke salon.
(118) Karena banyak yang tidak datang, rapat dibatalkan.
244
anak kalimat). Umpamanya kalimat (116) di atas Nenek membaca
komik ketika kakek tidak ada di rumah berasal dari klausa Nenek
membaca komik dan klausa Kakek tidak ada di rumah. Lalu, kedua
klausa itu digabungkan dengan klausa nenek membaca komik sebagai
klausa utama, dan kakek tidak ada di rumah sebagai klausa bawahan;
dan keduanya mempunyai hubungan kewaktuan, yakni waktu yang
sama. Kemungkinan untuk menjadikan klausa kakek tidak ada di rumah
menjadi klausa utama dan klausa nenek membaca komik menjadi klausa
bawahan juga bisa. Jika demikian kalimatnya akan menjadi kalimat
(119) berikut
(119) Kakek tidak ada di rumah ketika nenek membaca komik
S P 0 K (sebab)
S P 0 S P 0 K (tujuan)
246
Dalam praktek berbahasa, lebih-lebih pada bahasa tulis, peng
gunaan kalimat kompleks ini sangat umum: apalagi dalam karangan
yang bersifat keilmuan. Jumlah klausa yang digunakan pun dalam
satu kalimat bukan hanya dua atau tiga buah, melainkan bisa lebih
dari itu. Perhatikanlah kalimat (128) berikuL Cobalah anda hitung
ada berapa klausa di dalamnya, dan tentukan juga bagaimana hubung
an antara klausa yang satu dengan klausa yang lainnya!
(128) Pendidikan nasional berdasarkan atas Pancasila dan bertujuan untuk
meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. kecerdasan,
keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian,
dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan
manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri
serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
247
(135) Halo!
(136) Cepat berangkat!
(137) Sialan!
(138) Dilarang merokok.
(139) Silakan duduk!
(140) - Minah
• Apa itu?
- Apa? Barangkali patroli
- Patroli?
- Barangkali, kataku
- Tak pemah ada patroli sampai kemari
- Entahlah
- Apa
- Ah
- Mengapa? Bukankah kita tak apa-apa?
- Tidak, tidak kurasa
- Ada ada, iyah?
- Entah
- Ada apa di luar?
- Orang
- Siapa?
- Mana bisa tahu. Belanda, barangkali
- Hah? Apa?
- Barangkali. Saya tahu betul.
- Lekas bangun dan pergi!
- Mengapa?
- Belanda. Lekas!
248
6J.2.4 Kalimat Verbal dan Kalimat non-Verbal
Dalam kepustakaan linguistik ada istilah kalimat aktif anti pasif dan
kalimat pasif anti aktif sehubungan dengan adanya sejumlah verba
aktif yang tidak dapat dipasifkan, dan verba pasif yang tidak dapat
dijadikan verba aktif. Dalam bahasa Indonesia kalimat (151) barangkali
dapat jadi contoh kalimat pasif yang tidak dapat dijadikan kalimat
aktif dan kalimat (152) contoh kalimat aktif yang tidak dapat dipasifkan.
250
perhatikan!
252
Bukti keterikatan sebuah kalimat dengan kalimat lainnya, selain
dengan penanda anaforis berupa -nya (atau dia, mereka, dan beliau)
dan konjungsi antarkalimat makanya, oleh karena itu, dan jadi, lazim
juga dengan struktur klausa yang tidak lengkap, yang bisa terjadi karena
dukungan konteks dan situasi. Umpamanya kalimat Belum ke mana-
mana atau Belum punya kenalan sebagai lanjutan dari kalimat Saya
baru dua hari di Jakarta. Secara utuh konteksnya adalah menjadi:
(164) Saya baru dua hari di Jakarta. Belum ke mana-mana. Belum punya
kenalan.
253
morfologi; melainkan hanya berlaku pada tataran sintaksis. Sebuah
klausa yang sama, artinya terdiri dari unsur segmental yang sama,
dapat menjadi kalimat deklaratif atau kalimat interogatif hanya dengan
mengubah intonasinya. Alicva (1991) memberi contoh klausa di sini
ada sumur merupakan kalimat deklaratif biasa tanpa penekanan
mempunyai intonasi seperti pada skema (167); sebagai kalimat
deklaratif dengan penekanan pada kata di sini mempunyai intonasi
seperti pada skema (168); dan sebagai kalimat interogatif mempunyai
intonasi seperti pada skema (169). Perhatikanlah!
(167)
170
160
150
140
130
120
(168)
170
160
150
140
130
120
110
(169)
170
160
150
140
254
Kalau kita kembali pada definisi kalimat seperti dalam uraian
6.5.1, maka bisa kita lihat bahwa intonasi merupakan hal yang sangat
penting di dalam sintaksis. Intonasi merupakan ciri utama yang
membedakan kalimat dari sebuah klausa, sebab bisa dikatakan: kalimat
minus intonasi sama dengan klausa; atau kalau dibalik: klausa plus
intonasi sama dengan kalimat. Jadi, kalau intonasi dari sebuah kalimat
ditanggalkan maka sisanya yang tinggal adalah klausa.
Kalau konstituen dasar kalimat dapat diuraikan atas segmen*,
segmennya berdasarkan ciri morfologi dan sintaksis, maka intonasi
juga dapat diuraikan atas ciri-cirinya yang benipa tekanan, tempo,
dan nada. Yang dimaksud dengan tekanan adalah ciri-ciri supraseg
mental yang menyertai bunyi ujaran. Yang dimaksud dengan tempo
adalah waktu yang dibutuhkan untuk melafalkan suatu arus ujaran.
Dalam bahasa Arab tempo ini diukur dengan satuan tempo lamanya
melafalkan huruf alif. Maka ada bagian ujaran yang harus diucapkan
"dua alif’, "tiga alif, dan sampai "lima alif. Yang dimaksud dengan
nada adalah unsur suprasegmental yang diukur berdasarkan kenya
ringan suatu segmen dalam suatu arus ujaran. Kenyaringan ini terjadi
karena getaran selaput suara.
Dalam bahasa Indonesia dikenal adanya tiga macam nada, yang
biasa dilambangkan dengan angka "1", nada sedang biasanya
dilambangkan dengan angka "2", dan nada tinggi biasanya
dilambangkan dengan angka "3" (Lihat Halim 1974). Perhatikan contoh
berikut, yang juga diangkat dari Halim 1974, secara berurutan kalimat
(170) adalah kalimat deklaratif, kalimat (171) adalah kalimat interogatif
dan kalimat (172) adalah kalimat imperatif.
Keterangan: n = naik
t = turun
T
256
2. PETER How many shocs in a pair?
JOHN : Two. II
•-
257
ada, hanya barangkali cara mengungkapkannya tidak sama. Ada yang
mengungkapkan secara morfemis, tetapi ada pula yang meng
ungkapkannya secara leksikal. Keenamnya di sini dibicarakan dalam
satu subbab karena masalahnya tidak terlalu luas, keenamnya saling
berkaitan, dan seringkali dikelirukan.
6.5.4.1 Modus
258
6,5-42 Aspek
259
(181) Dia pun berjalanlah.
Tentang aspek lebih jauh lihat Comrie (1976) dan Brinton (1988).
65.43 Kala
260
Dalam bahasa Inggris untuk kala lampau verba yang
reguler digunakan sufiks -ed, dan untuk kala kini digunakan bentuk
(be)- ing. Perhatikan contoh berikut!
Berikut ini data dari bahasa Swahili di Afrika (diangkat dari Djoko
Kentjono 1982). Coba anda cari penanda morfologis yang menyatakan
kala kini, kala lampau, dan kala akan datang, dengan cara membandingkan
terjemahannya.
(188) atakupiga 'ia akan memukulmu'
261
awal kalimat atau kc tempat lain; sedangkan kala terikat pada verbanya
atau predikatnya. Penyebab kekeliruan di sini barangkali karena secara
leksikal kata-kata seperti sudah, sedang, dan akan itu "sejenis" dengan
kata-kata seperti kemarin, ladi, dan besok yang memang menyatakan
waktu; dan ketiga kata yang terakhir ini memang dapat mengisi fungsi
keterangan. Ada satu kekeliruan lain lagi yang banyak dibuat orang,
yaitu, karena dalam tala bahasa tradisional istilah keterangan digunakan
untuk dua macam konsep, yaitu konsep fungsi sintaksis, dan konsep
kategori sintaksis, maka konstruksi seperti di rumah, kemarin dulu,
dan nanti malam juga disebut berkategori kata keterangan (adverbia).
Ketiga konstruksi itu memang dapat mengisi fungsi keterangan, tetapi
ketiganya bukan berkategori keterangan (adverbia). Untuk tidak
mengacaukan, barangkali, perlu dipertimbangkan pemakaian istilah
seperti yang digunakan Asmah (1980) untuk bahasa Malaysia, yaitu
kata ajung untuk istilah fungsi sintaksis dan kata adverba untuk istilah
kategori sintaksis.
65.4.4 Modalitas
262
menyatakan keinginan, harapan, permintaan, atau juga ajakan: (2)
modalitas epistemik, yaitu modalitas yang menyatakan kemungkinan,
kepastian, dan keharusan; (3) modalitas deontik, yaitu modalitas yang
menyatakan keizinan atau keperkenanan; dan (4) modalitas dinamik,
yaitu modalitas yang menyatakan kemampuan. Secara berurutan
diberikan contoh keempat macam modalitas itu.
65.4.5 Fokus
263
ng. Bentuk verba pada masing-masing kalimat berbeda, karena
disesuaikan dengan peran yang menduduki tempat subjek. Pada kalimat
(195) bentuk bumili sesuai dengan peran pelaku; pada kalimat (196)
bentuk binili sesuai dengan peran subjek tujuan; pada kalimat (197)
bentuk binilhan sesuai dengan subjek tempat; dan pada kalimat (198)
bentuk ibinili sesuai dengan subjek penerima. Coba, sekarang anda
reka bagaimanakah terjemahan kalimat (196), (197), dan (198) di atas
mengingat yang difokuskannya berbeda.
264
Kelima, dengan menggunakan konstruksi posesif anaforis
beranteseden. Misalnya:
(206) Bu dosen linguistik ilu pacarnya seorang konglomerat
(207) Ayah saya sepedanya bannya kempes.
Namun, perlu dicatat konstruksi kalimat (206) dan (207) ini sangat
"diharamkan" oleh banyak guru bahasa Indonesia. Konstruksi itu
menurut mereka seharusnya adalah:
(206a) Pacar Bu dosen linguistik itu seorang konglomerat.
(207a) Ban sepeda ayah saya kempes.
65.4.6 Diatesis
6.6 WACANA
265
pembentuk satuan bahasa yang lebih besar yang disebut wacana
(Inggris: discourse). Bukti bahwa kalimat bukan satuan terbesar dalam
sintaksis, banyak kita jumpai kalimat yang jika kita pisahkan dari
kalimat-kalimat yang ada di sekitarnya, maka kalimat itu menjadi satuan
yang tidak mandiri. Tidak dapat dipahami dalam kesendiriannya.
Barangkali sebagian besar dari kalimat yang digunakan dalam praktek
berbahasa termasuk kalimat yang demikian. Kalimat-kalimat itu tidak
punya makna dalam kesendiriannya. Mereka bani mempunyai makna
bila berada dalam konteks dengan kalimat-kalimat yang berada di
sekitarnya.
Kalau kalimat itu adalah unsur pembentuk wacana, maka
persoalan kita sekarang, apakah wacana itu, apakah ciri-cirinya,
bagaimana wujudnya, atau bagaimanakah proses pembentukannya.
Masalah lain, kalau wacana itu memang satuan terbesar dalam sintaksis,
mengapa sudah sekian lama orang menganggap bahwa kalimatlah yang
merupakan satuan terbesar dalam analisis sintaksis.
Kiranya masalah kedua dululah yang perlu kita bicarakan. Dalam
tata bahasa tradisional, kalimat dianggap menjadi satuan terbesar di
dalam pembicaraan ketatabahasaan, karena secara filosofis, kalimatlah
sebagai satuan bahasa, yang dianggap memiliki pikiran yang lengkap.
Setiap kalimat harus lengkap; karena itu di dalamnya harus selalu
ada subjek, predikat, objek, dan keterangan. Konstruksi seperti Dika
menendang dianggap belum lengkap karena tidak ada objeknya; kon
struksi seperti Ayahnya guru dianggap salah karena tidak ada verbanya;
dan kalimat jawaban singkat, seperti belum (sebagai kalimat jawaban
atas pertanyaan; Kamu sudah makan?) juga dianggap salah karena
seharusnya berbentuk Saya belum makan. Oleh karena itu, tidak heran
kalau definisi kalimat yang diberikan tata bahasa tradisional, misalnya,
"Kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran
yang lengkap". Atau biasa juga, karena objeknya bahasa tulis, ditambah
dengan "yang dimulai dengan huruf besar dan diakhiri dengan titik".
Ketidakpedulian terhadap wacana dalam studi linguistik ditam
bah pula dengan perlakuan kaum strukturalis dan kaum transformasi
generatif (Chomsky) yang juga hanya membatasi analisis sintaksis
pada tingkat kalimat, meskipun beberapa sarjana lain, seperti Pike
(1954) telah mencanangkan betapa pentingnya analisis atas satuan
266
bahasa yang lebih besar dari kalimat. Ketidakpedulian terhadap analisis
wacana yang pernah terjadi itu bisa juga disebabkan karena terlalu
besar dan luasnya wilayah yang dicakup wacana itu sebagai pokok
analisis. Kini keadaan sudah berubah. Analisis wacana sekarang sudah
dianggap merupakan bagian dari studi linguistik.
(213) Dika dan Nita pergi ke toko buku. Dia ingin membeli kamus bahasa
Jepang yang baru.
Wacana itu tidak kohesif, sebab kata ganti dia tidak jelas mengacu
kepada siapa, kepada Dika, kepada Nita, ataukah kepada keduanya.
Kalau kepada keduanya tentu kata ganti yang harus dipakai juga bukan
dia, melainkan mereka. Oleh karena itu dapat disimpulkan wacana
itu tidak koherens. Sekarang perhatikan lagi wacana berikut (yang
sebenarnya sudah dipakai sebagai contoh pada subbab 6.5.2.5).
267
(214) Sekarang di Riau amal sukar mencari icrubuk (1). Jangankan
ikannya, telurnya pun suiil diperoleh (2). Kalau pun bisa diperoleh,
harganya melambung selangit (3). Makanya, ada kecemasan masya
rakat nelayan di sana bahwa tcnibuk yang spesifik itu akan punah
(4).
268
menjamin terciptanya kekoherensian. Perhatikan contoh berikut yang
kohesinya tampak benar, tetapi temyata tidak koherens. Setiap kalimat
pada wacana berikut tampaknya merupakan kalimat yang membawa
isi masing-masing.
Kalimat (1) berisi tentang lulusan IKIP dan FKIP; kalimat (2)
tentang Indonesia adalah negara kcpulauan; kalimat (3) tentang
penduduk di tiap pulau; dan kalimat (4) tentang bahasa daerah. Kita
lihat, keempat kalimat itu memiliki isinya masing-masing, padahal
wacana itu kohesif, yang ditandai dengan adanya hubungan kalimat
(1) dan kalimat (2) dengan kata Indonesia; hubungan kalimat (2) dan
kalimat (3) dengan kata pulau; dan hubungan kalimat (3) dan kalimat
(4) dengan kata bahasa daerah. Namun, secara keseluruhan teks pada
(216) di atas bukan merupakan wacana yang baik, karena tidak
merupakan satu keutuhan "isi" satu ujaran. Memang memenuhi
persyaratan kekohesifan, tetapi tidak koherens.
269
(217) Raja sakit. Permaisuri meninggal.
Kedua, menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu
sebagai mjukan anaforis. Dengan menggunakan kata ganti sebagai
rujukan anaforis, maka bagian kalimat yang sama tidak perlu diulang,
melainkan diganti dengan kata ganti itu. Maka oleh karena itu juga,
kalimat-kalimat tersebut menjadi saling berhubungan. Perhatikan contoh
berikut!
(220) Anak itu terpeleset, lalu jatuh ke sungai. Beberapa orang yang lewat
mencoba menolongnya.
(222) Teman saya yang duduk di pojok itu namanya Ali; dia berasal
dari Yogyakarta. Yang di ujung sana Ahmad dari Jakarta. Yang di
sebelah gadis berbaju merah itu Nurdin dari Medan.
270
Tanpa elipsis wacana tersebut pada (222) terasa menjadi tidak efektif,
karena terlalu banyak menggunakan kata, dan terasa menjadi tidak
ada penghubung antara kalimat yang satu dengan kalimat lainnya.
Setiap kalimat menjadi berdiri sendiri-sendiri. Perhatikan wacana (223)
berikut yang berasal dari (222) tanpa diberi elipsis!
(223) Teman saya yang duduk di pojok itu namanya Ali: dia berasal
dari Yogyakarta. Teman saya yang duduk di ujung sana itu namanya
Ahmad; dia berasal dari Jakarta. Teman saya yang duduk di sebelah
gadis berbaju merah itu namanya Nurdin; dia berasal dari Medan.
(224) Kemarin hujan turun lebat sekali. Hari ini cerahnya bukan main.
(225) Saya datang, anda pergi. Saya hadir, anda absen. Maka, mana mungkin
kita bisa bicara.
(227) Kuda itu jangan kaupacu terus. Binatang juga perlu beristirahat.
(228) Dengan cepat disambarnya tas wanita pejalan kaki itu. Bagai elang
menyambar anak ayam.
(229) Lahap benar makannya. Seperti orang yang sudah satu minggu tidak
ketemu nasi.
Keempat, menggunakan hubungan sebab - akibat di antara isi
kedua bagian kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu
wacana. Misalnya:
271
(230) Dia malas, dan seringkah bolos sekolah. Wajarlah kalau tidak naik
kelas.
(231) Pada pagi hari bus selalu penuh sesak. Bernapas pun susah di dalam
bus ilu.
(234) Becak sudah tidak ada lagi di Jakarta. Kendaraan roda tiga itu sering
dituduh memacetkan lalu lintas.
(235) Kebakaran sering melanda Jakarta. Kalau dia datang Si Jago Merah
itu tidak kenal waktu, siang atau pun malam.
272
atau melarang; dan wacana argumentasi bersifat memberi argumen
atau alasan tcrtiadap .suatu hal.
Mungkin juga ada yang agak besar atau agak luas, sehingga perlu
diwujudkan dalam dua tiga kalimat atau lebih, seperti tulisan yang
bisa kita lihat di muka pintu masuk mesjid atau mushala.
Kalau isi wacana itu berupa masalah keilmuan yang cukup luas,
diuraikan berdasarkan persyaratan suatu karangan ilmiah, maka wacana
itu akan menjadi sangat luas, mungkin bisa puluhan atau ratusan
halaman panjangnya. Jika demikian, maka biasanya wacana itu akan
dibagi-bagi dalam beberapa bab; setiap bab akan dibagi lagi atas
beberapa subbab; setiap subbab disajikan dalam beberapa paragraf,
atau juga subparagraf. Setiap paragraf biasanya berisi satu gagasan
atau pikiran utama, yang disertai dengan sejumlah pikiran penjelas.
273
Pikiran utama ilu berwujud satu kalimat utama; dan setiap pikiran
penjelas berupa kalimat-kalimat penjelas.
Oleh karena itu, dalam hal wacana itu bempa karangan ilmiah,
maka dapat dikatakan bahwa wacana itu dibangun oleh subsatuan atau
sub-subsaluan wacana yang disebut bab, subbab, paragraf, atau juga
subparagraf. Namun, dalam, wacana-wacana singkat sub-subsatuan
wacana itu tentu tidak ada.
274
tingkat Apa yang dimaksud dengan ketiga kasus itu, berikut ini kita
bicarakan secara singkat.
Kalau dalam urutan normal kenaikan tingkat atau penurunan
tingkat teijadi pada jenjang berikutnya yang satu tingkat ke atas atau
satu tingkat ke bawah, maka dalam pelompatan tingkat teijadi peristiwa,
sebuah satuan menjadi konstituen dalam jenjang, sekurang-kurangnya,
dua tingkat di atasnya. Umpamanya, sebuah kata atau frase langsung
menjadi kalimat, seperti kata nenek atau frase cerita silat dalam kalimat
berikut
(239) Nenek ! (sebagai kalimat jawaban terhadap kalimat tanya: Siapa yang
belum mandi?)
(240) Cerita silat 1 (sebagai kalimat jawaban terhadap kalimat tanya: Buku
apa yang dibaca nenek?)
(241) wacana
kalimat
klausa
frase
kata
morfem
275
TUGAS DAN LATIHAN
276
7. Intonasi dalam bahasa Indonesia juga sangat penting. Jelaskan,
dan beri contoh!
277
ortografis diapit oleh dua buah spasi. Bagaimana sekarang
pendapat anda?
278
(6.3.3) 1. Sebuah frase, terutama dalam bahasa Indonesia, mem
punyai kemungkinan untuk diperluas, baik ke kiri maupun
ke kanan. Coba anda jelaskan, dan beri contoh!
279
d. Saya tidak datang, pertama karena tidak diundang,
kedua hari hujan, dan ketiga tidak ada yang mengajak.
a. klausa verbal
b. klausa nominal
c. klausa adverbial
d. klausa numeral
e. klausa ajektifal
280
(6.5.2)
[f! 7 01 0 4 6
1. Apakah yang dimaksud dengan kalimat inti itu? Jelaskan
dan beri contoh!
281
tataran fonologi dan morfologi, melainkan hanya pada
tataran sintaksis. Jelaskan!
2. Dalam bahasa Indonesia beda kalimat deklaratif dan ka
limat interogatif seringkali hanya ditandai dengan per
bedaan intonasi saja, bukan struktur. Coba jelaskan maksud
pernyataan itu!
(6.5.4) 1. a. Apakah yang dimaksud dengan modus? Jelaskan!
b. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis modus yang anda
ketahui! Beri contoh!
2. a. Apakah yang dimaksud dengan aspek itu? Jelaskan!
b. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis aspek yang anda
ketahui! Beri contoh!
c. Alat-alat apa sajakah yang digunakan untuk menya
takan aspek dalam bahasa Indonesia? Jelaskan dan beri
contoh!
3. a. Alat-alat apa yang digunakan untuk menyatakan kala
dalam bahasa Indonesia? Jelaskan, dan beri contoh!
b. Bagaimanakah cara menyatakan kala dalam bahasa
daerah atau bahasa yang anda kenal? Jelaskan!
4. a. Apakah yang dimaksud dengan modalitas? Jelaskan
dan beri contoh!
b. Dapatkah anda membedakan konsep modalitas dengan
konsep kala? Silakan jelaskan!
5. a. Jelaskan yang dimaksud dengan fokus secara singkat!
b. Bagaimana cara menyatakan fokus dalam bahasa In
donesia, atau bahasa dalam program studi anda? Jelas
kan!
6. a. Apakah diatesis itu? Jelaskan!
b. Sebutkan jenis-jenis diatesis yang anda kenal, dan beri
contoh (dalam bahasa apa saja)!
282
2. Apakah yang dimaksud dengan kohesi dan koherensi
dalam wacana! Jelaskan!
283
7. TATARAN LINGUISTIK (4):
SEMANTIK
284
adalah suatu sistem yang kompleks dari kebiasaan-bcbiasaan. Sistem
bahasa ini terdiri dari lima subsistem, yaitu subsistem gramatika,
subsistem fonologi, subsistem morfofonemik, subsistem semantik, dan
subsistem fonetik. Kedudukan kelima subsistem itu tidak sama
derajatnya. Subsistem gramatika, fonologi, dan morfofonemik bersifat
sentral. Sedangkan subsistem semantik dan fonetik bersifat periferal.
Mengapa subsistem semantik disebut bersifat periferal? Karena, seperti
pendapat kaum strukturalis umumnya, bahwa makna yang menjadi
objek semantik adalah sangat tidak jelas, tak dapat diamati secara
empiris, sebagaimana subsistem gramatika (morfologi dan sintaksis).
Demikian juga dengan Chomsky, bapak linguistik transformasi, dalam
bukunya yang pertama (1957) tidak menyinggung-nyinggung masalah
makna. Baru kemudian dalam bukunya yang kedua (1965) beliau
menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu komponen dari
tata bahasa (dua komponen lain adalah sintaksis dan fonologi), dan
makna kalimat sangat ditentukan oleh komponen semantik ini.
7 .1 HAKIKAT MAKNA
Banyak teori tentang makna telah dikemukakan orang. Untuk
permulaan barangkali kita ikuti saja pandangan Ferdinand de Saussure
285
dengan teori tanda linguistiknya. Menurut de Saussure setiap tanda
linguistik atau tanda bahasa terdiri dari dua komponen, yaitu komponen
signifian atau "yang mengartikan" yang wujudnya berupa runtunan
bunyi, dan komponen signifie atau "yang diartikan" yang wujudnya
berupa pengertian atau konsep (yang dimiliki oleh signifian).
Umpamanya tanda linguistik berupa (ditampilkan dalam bentuk
ortografis) <meja>, terdiri dari komponen signifian, yakni berupa
runtunan fonem /m/, /e/, /j/, dan /a/; dan komponen signifienya berupa
konsep atau makna 'sejenis perabot kantor atau rumah tangga'. Tanda
linguistik ini yang benipa runtunan fonem dan konsep yang dimiliki
runtunan fonem itu mengacu pada sebuah referen yang berada di luar
bahasa, yaitu "sebuah meja". Kalau dibagankan menjadi sebagai berikut
meja
(tanda lingu-
istik)
dalam-bahasa luar-bahasa
(2)
286
gefcren yang bisa ditampilkan dalam kedua bagan di atas, sayang,
bukan meja aslinya, melainkan hanya gambar bagan saja.
Anda tentu bertanya, mengapa pada ketiga itu titik (a) dan
(c) dihubungkan dengan garis putus-putus, sedangkan titik (a) dan
(b), serta titik (b) dan (c) dihubungkan dengan garis biasa. Jawaban
nya adalah, karena hubungan antara (a) dan (c) bersifat tidak
langsung,sebab (a) adalah masalah dalam-bahasa dan (c) masalah luar-
bahasa yang hubungannya biasanya bersifat arbitrer. Sedangkan
hubungan (a) dan (b) serta hubungan (b) dan (c) bersifat langsung.
Titik (a) dan (b) sama-sama berada di dalam-bahasa; hubungan (b)
dan (c) berupa (c) adalah acuan dari (b) tersebut
Oleh karena itu, banyak pakar mengatakan bahwa kita baru dapat
menentukan makna sebuah kata apabila kata itu sudah berada dalam
konteks kalimatnya. Coba anda perhatikan makna kata jatuh dalam
kalimat-kalimat berikut!
(5a) Adik jatuh dari sepeda.
(5b) Dia jatuh dalam ujian yang lalu.
(5c) Dia jatuh cinta pada adikku.
(5d) Kalau harganya jatuh lagi kita akan bangkrut.
288
kepada temannya pada siang hari; mungin berarti 'sebentar lagi waktu
beristirahat tiba'.
Satu hal lagi yang harus diingat mengenai makna ini. karena
bahasa itu bersifat arbitrer (lihat kembali Bab 3). maka hubungan
antara kata dan maknanya juga bersifat arbitrer. Kita tidak dapat
menjelaskan, mengapa benda cair yang selalu kita gunakan untuk
keperluan mandi, minum, masak, dan sebagainya disebut air, bukan
ria, atau rai, atau juga sebutan lainnya. Begitu juga dengan kata-
kata lainnya; kita tidak bisa menjelaskan hubungan kata-kata itu dengan
makna yang dimilikinya.
72 JENIS MAKNA
Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem
meski tanpa konteks apa pun. Misalnya, leksem kuda memiliki makna
leksikal 'sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai'; piusil
bermakna leksikal 'sejenis alat tulis yang terbuai dari kayu dan arang';
dan air bermakna leksikal 'sejenis barang cair yang biasa digunakan
untuk keperluan sehari-hari'. Dengan contoh itu dapat juga dikatakan
bahwa makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang
sesuai dengan hasil observasi indra kita, atau makna apa adanya.
Kamus-kamus dasar biasanya hanya memuat makna leksikal yang
dimiliki oleh kata yang dijelaskannya. Oleh karena itulah, barangkali,
banyak orang yang mengatakan bahwa makna leksikal adalah makna
yang ada dalam kamus. Pendapat ini, kalau begitu, memang tidak
salah; namun, perlu diketahui bahwa kamus-kamus yang bukan dasar,
juga ada memuat makna-makna lain yang bukan leksikal, seperti makna
kias dan makna-makna yang terbentuk secara metaforis.
289
Berbeda dengan makna leksikal, makna gramatikal baru ada
kalau teijadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi,
atau kalimatisasi. Umpamanya, da’am proses afiksasi prefiks ber-
dengan dasar baju melahirkan makna gramatikal 'mengenakan atau
memakai baju'; dengan dasar kuda melahirkan makna gramatikal
'mengendarai kuda'; dengan dasar rekreasi melahirkan makna grama
tikal 'melakukan rekreasi'. Contoh lain, proses komposisi dasar sate
dengan dasar ayam melahirkan makna gramatikal 'bahan'; dengan dasar
madura melahirkan makna gramatikal 'asal'; dengan dasar lontong
melahirkan makna gramatikal 'bercampur'; dan dengan kata Pak Kumis
(nama pedagang sate yang terkenal di Jakarta) melahirkan makna
gramatikal 'buatan'. Sintaktisasi kata-kata adik, menendang, dan bola
menjadi kalimat Adik menendang bola melahirkan makna gramatikal:
adik bermakna 'pelaku', menendang bermakna 'aktif, dan bola bermakna
'sasaran'. Sintaktisasi kata-kata adik, menulis, dan surat melahirkan
makna gramatikal: adik bermakna 'pelaku', menulis bermakna 'aktif,
dan surat bermakna 'hasil'.
290
tarkan kepada tukang foto di tokonya atau di tempat kerjanya, maka
pertanyaan itu mungkin akan dijawab “dua ribu”, atau mungkin juga
“tiga ribu”, alau mungkin juga jawaban lain. Mengapa bisa begitu,
sebab pertanyaan itu mengacu pada biaya pembuatan pasfoto yang
berukuran tiga kali empat centimctcr.
(9) "Tadi pagi saya bertemu dengan Pak Ahmad", kata Ani kepada Ali
(10) "O, ya?" sahut Ali, "Saya juga bertemu beliau tadi pagi."
(11) "Di mana kalian bertemu beliau?” tanya Amin, "Saya sudah lama
tidak berjumpa dengan beliau"
Jelas, pada kalimat (9) kata saya mengacu pada Ani, pada kalimat
(10) mengacu pada Ali, dan pada kalimat (11) mengacu pada Amin.
Contoh lain, kata di sini pada kalimat (12) acuannya juga tidak sama
dengan kata di sini pada kalimat (13).
(12) "Tadi saya lihat Pak Ahmad duduk di sini, sekarang dia ke mana?"
tanya Pak Rasyid kepada para mahasiswa itu.
(13) "Kami di sini memang bertindak tegas terhadap para penjahat itu."
kata Gubernur DKI kepada para wartawan dari luar negeri itu.
291
Jelas, kata di sini pada kalimat (12) acuannya adalah sebuah tempat
duduk; tetapi pada kalimat (13) acuannya adalah satu wilayah DKI
Jakarta Raya.
292
Berkenaan dengan masalah konotasi ini, satu hal yang harus
anda ingat adalah bahwa konotasi sebuah kata bisa berbeda antara
seseorang dengan orang lain, antara satu daerah dengan daerah lain,
atau antara satu masa dengan masa yang lain. Begitulah dengan kata
babi di atas; berkonotasi negatif bagi yang beragama Islam, tetapi
tidak berkonotasi negatif bagi yang tidak beragama Islam. Sebelum
zaman penjajahan Jepang kata perempuan tidak berkonotasi negatif,
tetapi kini berkonotasi negatif.
293
yang dimiliki oleh kata kemboja, kerbau, dan monyet dalam bahasa
Indonesia!
294
itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks
kalimatnya atau konteks situasinya. Kita belum tahu makna kata jatuh
sebelum kata itu berada di dalam konteksnya (lihat kembali contoh
kalimat (5). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa makna kata masih
bersifat umum, kasar, dan tidak jelas. Kata tangan dan lengan sebagai
kata, maknanya lazim dianggap sama, seperti tampak pada contoh
kalimat (16) dan (17) berikut
Jadi, kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di alas adalah
bersinonim, atau bermakna sama.
295
morfem, alofon, dan variansi masih tetap sebagai istilah dalam
bidangnya, belum menjadi kosakata umum.
296
tidak pernah akur*. Makna ini memiliki asosiasi, bahwa binatang yang
namanya anjing dan kucing jika bersua memang selalu berkelahi, tidak
pernah damai. Contoh lain, peribahasa Tong kosong nyaring bunyinya
yang bermakna ’orang yang banyak cakapnya biasanya tidak berilmu'.
Makna ini dapat ditarik dari asosiasi: tong yang berisi bila dipukul
tidak mengeluarkan bunyi, tetapi tong yang kosong akan mengeluar
kan bunyi yang keras, yang nyaring.
Idiom dan peribahasa terdapat pada semua bahasa yang ada
di dunia ini, terutama pada bahasa-bahasa yang penuturnya sudah
memiliki kebudayaan yang tinggi. Untuk mengenal makna idiom tidak
ada jalan lain selain dari harus melihatnya di dalam kamus; khususnya
kamus peribahasa dan kamus idiom.
73 RELASI MAKNA
73.1 Sinonim
297
kata betul bersinonim dengan kata benar, maka kata benar itu pun
bersinonim dengan kata betul. Perhatikan bagan berikut!
(18)
benar betul
298
Keenam, faktor nuansa makna. Umpamanya kata-kata melihat,
melirik, menonton, meninjau, dan mengintip adalah sejumlah kata yang
bersinonim.Namunantara yang satu dengan yang lainnya tidak selalu
dapat dipertukarkan, karena masing-masing memiliki nuansa makna
yang tidak sama. Kata melihat memiliki makna umum; kata melirik
memiliki makna melihat dengan sudut mata; kata menonton memiliki
makna melihat untuk kesenangan; kata meninjau memiliki makna
melihat dari tempat jauh; dan kata mengintip memiliki makna melihat
dari atau melalui celah sempit. Dengan demikian, jelas kata menonton
tidak dapat diganti dengan kata melirik karena memiliki nuansa makna
yang berbeda, meskipun kedua kata itu dianggap bersinonim.
73.2 Antonim
(19)
menjual membeli
299
sudah tidak hidup lagi. Contoh lain, kata diam berantonim secara mut
lak dengan kata bergerak, sebab sesuatu yang diam tentu tidak bergerak,
dan yang sedang bergerak tentunya tidak sedang diam.
300
Di dalam bahasa Indonesia, mungkin juga terdapat dalam bahasa
lain, ada satuan ujaran yang memiliki pasangan antonim lebih dari
satu. Hal yang seperti ini lazim disebut antonimi majemuk. Umpamanya
kata berdiri dapat berantonim dengan kata duduk, dapat berantonim
dengan kala tidur, dapat berantonim dengan kata tiarap, dapat
berantonim dengan kata jongkok, dan dapat juga berantonim dengan
kata bersila. Perhatikan bagan berikut!
Contoh lain, kata diam yang dapat berantonim dengan kata berbicara,
dengan kata bergerak, dan dengan kata bekerja atau juga bertindak.
733 Polisemi
Sebuah kata atau satuan ujaran disebut polisemi kalau kata itu
mempunyai makna lebih dari satu.Umpamanya kata kepala yang
setidaknya mempunyai makna (1) bagian tubuh manusia, seperti pada
contoh kalimat (21); (2) ketua atau pemimpin, seperti pada contoh
kalimat (22); (3) sesuatu yang berada di sebelah atas, seperti contoh
I kalimat (23); (4) sesuatu yang berbentuk bulat, seperti contoh kalimat
i (24); dan (5) sesuatu atau bagian yang sangat penting, seperti contoh
jpada kalimat (25).
301
(24) Kepala jarum itu terbuat dari plastik
(25) Yang duduk di kepala meja itu tentu orang penting.
73.4 Homonimi
Homonimi adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang ben
tuknya "kebetulan" sama; maknanya tentu saja berbeda, karena ma
sing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan.
Umpamanya, antara kata pacar yang bermakna 'inai' dan kata pacar
yang bermakna 'kekasih'; antara kata bisa yang berarti 'racun ular*
dan kata bisa yang berarti 'sanggup'; dan juga antara kata mengurus
yang berarti 'mengatur* dan kata mengurus yang berarti 'menjadi kurus'.
Sama dengan sinonimi dan antonimi, relasi antara dua'buah
sa jan ujaran yang homonimi Juga berlaku dua arah. Jadi, kalau pacar
I yang bermakna 'inai' berhomonim dengan kata pacar 11 yang bermakna
'kekasih' maka pacar 11 juga berhomonim dengan pacar /. Perhatikan
bagan berikut!
302
Contoh dalam bahasa Inggris, antara kala bank 'lembaga keuangan'
dan kata bank 'belokan sungai'; antara kata bark 'gonggongan anjing'
dan kata bark 'kulit kayu pada pohon': dan antara kata steer 'mengemudi’
dan kata steer 'lembu jantan'.
Pada kasus homonimi ini ada dua istilah lain yang biasa
dibicarakan, yaitu homofoni dan homografi. Yang dimaksud dengan
homofoni adalah adanya kesamaan bunyi (fon) antara dua satuan ujaran,
tanpa memperhatikan ejaannya, apakah ejaannya sama ataukah ber
beda. Oleh karena itu, bila dilihat dari bunyinya atau lafalnya, maka
bentuk-bentuk pacar / dan pacar II yang kita bicarakan di alas adalah
juga dua buah bentuk yang homonim, Demikian juga dengan kata
bis" yang berarti 'racun ular* dan kata bisa yang berarti 's<uiggup'.
303
masih digunakan di Malaysia dan Brunci Darussalam, akan banyak
kita jumpai bentuk-bentuk homograf. Misalnya, tulisan bisa
dibaca /kambing/, /kumbang/, /kembung/, dan / kambang/ yang
keempatnya mengacu pada kata yang beriainan. Begitu juga dengan
tulisan dapat dibaca sebagai /lambang/, /lambung/, dan
/lembing/; yang jelas ketiganya adalah kata yang beriainan. Bahasa
Arab dengan sistem tulisannya juga penuh dengan bentuk-bentuk ho
mograf, sehingga jika kita belajar bahasa Arab sama artinya dengan
kita belajar membaca tulisannya.
304
(27) Cangkul ilu dibeli ayah di Jakarta.
Dalam bahasa Inggris ada kamus yang mengatakan kata pupil 'murid'
dan pupil 'anak mata’ sebagai dua bentuk homonimi, padahal secara
historis sama, Demikian juga dalam bahasa Prancis kala voler 'terbang
dan voler ’mencuri' disebut homonim, padahal sama-sama dari kata
Latin volare (Crystal 1988:106),
73.5 Hiponimi
(29) 1* merPal*
2. tekukur
3. perkutut
4. balam
5. kepodang
6. cendrawasih
7. cucakrawa
(30) burung
305
Relasi hiponimi bersifat searah, bukan dua arah, sebab kalau
merpati berhiponim dengan burung, maka burung bukan berhiponim
dengan merpati, melainkan berhipernim. Dengan kata lain, kalau
merpati adalah hiponim dari burung, maka burung adalah hipemim
dari merpati. Ada juga yang menyebut burung adalah superordinat
dari merpati (dan tentu saja dari tekukur, dari perkutut, dari balam,
dari kepodang, dan dari jenis burung lainnya). Hubungan antara mer
pati dengan tekukur, perkutut, dan jenis burung lainnya disebut
kohiponim dari burung. Peihatikan bagan beriktut!
306
(32) binatang
307
(34) buku sejarah baru
Bentuk ujaran anak dosen yang nakal juga bermakna ganda. Maknanya
mungkin (1) 'anak ilu yang nakal', atau bisa juga (2) 'dosen itu yang
nakal*. Kedua makna itu karena tafsiran gramatikalnya tidak sama:
makna (1) tafsirannya seperti bagan (35) dan makna (2) tafsirannya
seperti bagan (36).
dapat ditafsirkan (1) mereka bertemu sejenis ikan besar, dan dapat
juga berarti (2) mereka bertemu dengan pemimpin agama Katolik yang
ada di Roma. Kata paus dalam arti (1) dan arti (2) bentuknya merupakan
homonimi. Begilu juga kata kudus dalam kalimat (38) dapat ditafsiikan
'suci* atau nama kota di Jawa Tengah.
Ketaksaan dalam bahasa Inggris dapat kita lihat dalam kalimat (39)
dan kalimat (40) berikut
Kalimat (39) dapat ditafsiikan (1) 'to fly planes can be dangerous',
atau (2) 'planes that airbone can be dangerous'. Sedangkan kalimat
308
(40) dapat ditafsirkan (1) ayam itu siap untuk dimakan, atau (2) ayam
itu siap untuk memakan sesuatu.
Dari pembicaraan di atas hanya terlihat bahwa ketaksaan itu
hanya terjadi dalam bahasa tulis, akibat dari perbedaan gramatikal
karena ketiadaan unsur intonasi. Namun, ketaksaan itu juga dapat terjadi
ddam bahasa lisan, meskipun intonasinya lepat. Ketaksaan dalam
bahasa lisan biasanya adalah karena ketidakcermatan dalam menyusun
konstruksi beranaforis. Perhatikan teks (41) berikut!
(41) Ujang dan Nanang bersahabat karib.
Dia sangat mencintai istrinya.
Coba, anda simak baik-baik teks tersebut. Lalu, cobalah jawab, siapa
yang mencintai istri siapa? Kemungkinannya adalah: (1) Ujang
mencintai istri Ujang, (2) Ujang mencintai istri Nanang, (3) Nanang
mencintai istri Nanang, dan (4) Nanang mencintai istri Ujang. Keempat
tafsiram itu bisa terjadi karena kata ganti dia dan nya tidak jelas
mengacu kepada siapa. Ketaksaan yang terjadi pada teks (42) berikut
lebih hebat daripada ketaksaan pada teks (41).
(42) Untuk kedua kalinya Ujang menikah dengan Siti.
Pernikahannya yang pertama terjadi ketika dia berumur 24 tahun.
309
dari satu. Dalam hal membedakan polisemi dengan ambiguiti perlu
diingat, bahwa polisemi biasanya hanya pada tataran kata; dan makna-
makna yang dimilikinya yang lebih dari satu itu, berasal dari ciri-
ciri atau komponen-komponen makna leksikal yang dimilikinya. Oleh
karena itu, makna-maknanya itu masih mempunyai hubungan antara
yang satu dengan yang lain. Sedangkan ambiguiti adalah satu bentuk
ujaran yang mempunyai makna lebih dari satu sebagai akibat perbedaan
tafsiran gramatikal.
73.7 Redundansi
310
tetap sama, tidak berubah; tetapi dalam waktu yang relatif lama ada
kemungkinan makna sebuah kata akan berubah. Ada kemungkinan
ini bukan berlaku untuk semua kosakata yang terdapat dalam sebuah
bahasa, melainkan hanya terjadi pada sejumlah kata saja, yang
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:
311
Ketiga, perkembangan pemakaian kata. Setiap bidang kegiatan
atau keilmuan biasanya mempunyai sejumlah kosakata yang berke
naan dengan bidangnya itu. Umpamanya dalam bidang pertanian kita
temukan kosakata seperti menggarap, menuai, pupuk, hama, dan panen;
dalam bidang agama Islam ada kosakata seperti imam, khatib, puasa,
zakat, dan subuh; dan dalam bidang pelayaran ada kosakata seperti
berlabuh, berlayar, haluan, nakhoda, dan buritan. Kosakata yang pada
mulanya hanya digunakan pada bidang-bidangnya itu dalam
perkembangan kemudian digunakan juga dalam bidang-bidang lain,
dengan makna yang baru atau agak lain dengan makna aslinya, yang
digunakan dalam bidangnya. Umpamanya, kata menggarap dari bidang
pertanian (dengan segala bentuk derivasinya seperti garapan,
penggarap, tergarap, dan penggarapan) digunakan juga dalam bidang
lain dengan makna 'mengerjakan, membuat', seperti dalam menggarap
skripsi, menggarap naskah drama, dan menggarap rancangan undang-
undahg lalu lintas. Kata membajak yang berasal dari bidang pertanian
juga, sudah biasa kini digunakan dalam bidang lain dengan makna
'mencari keuntungan yang besar secara tidak benar', seperti dalam
membajak buku, membajak lagu, membajak pesawat terbang. Contoh
lain, kata jurusan yang berasal dari bidang lalu lintas kini digunakan
juga dalam bidang pendidikan dengan makna 'bidang studi, vak', seperti
dalam jurusan bahasa asing, jurusan hukum perdata, dan jurusan
ekonomi pembangunan.
312
Perubahan tanggapan indra ini disebut dengan istilah sinestesia.
Perhatikan contoh lain berikut!
Amplop yang sebenarnya harus berisi surat, dalam kalimat itu berisi
uang sogok. Jadi, dalam kalimat itu kata amplop berasosiasi dengan
uang sogok
313
(47) Murid-murid itu memakai baju seragam.
Demikian juga dengan baju dinas, baju militer, dan baju olah raga.
Contoh lain, kata mencetak, saudara, dan kepala pada kalimat-kalimat
berikut, juga telah mengalami perluasan makna. Perhatikan, apa
maknanya!
(49) Surat saudara sudah kami baca; jawabannya tunggu saja di rumah.
314
ungkapan dengan menggunakan kosakata yang memiliki sifat itu. Usaha
menghaluskan ini dikenal dengan nama eufemia atau eufemisme.
Umpamanya, kala korupsi diganti dengan ungkapan menyalahgunakan
jabatan, kata pemecatan diganti dengan pemutusan hubungan kerja,
dan kata babu diganti dengan pembantu rumah tangga, dan kini menjadi
pramuwisma. Usaha mengkasarkan atau disfemia sengaja dilakukan
untuk mencapai efek pembicaraan menjadi tegas. Umpamanya, kata
kalah digantikan dengan masuk kotak, kata mengambil (dengan
seenaknya) diganti dengan mencaplok, dan kata memasukkan ke penjara
diganti dengan menjebloskan ke penjara.
315
dari bidang kebudayaan alau realitas dalam alam semesta tertentu.
Misalnya, nama-nama wama, nama-nama perabot rumah tangga, atau
nama-nama perkerabatan, yang masing-masing merupakan satu medan
makna. Banyaknya unsur leksikal dalam satu medan makna antara
bahasa yang satu dengan bahasa yang lain tidak sama besarnya, karena
hal tersebut berkaitan erat dengan sistem budaya masyarakat pemilik
bahasa itu. Medan wama dalam bahasa Indonesia mengenal nama-
nama merah, coklat, biru, hijau, kuning, abu-abu, putih, dan hitam;
dengan catatan, menurut fisika, putih adalah campuran berbagai wama,
sedangkan hitam adalah tak berwarna. Untuk menyatakan nuansa wama
yang berbeda, bahasa Indonesia memberi keterangan perbandingan,
seperti, merah darah, merah jambu, dan merah bata. Bahasa Inggris
mengenal sebelas nama wama dasar, yaitu white, red, green, yellow,
blue, brown, purple, pink, orange, dan grey. Sedangkan dalam bahasa
Hunanco, salah satu bahasa daerah di Filipina, hanya terdapat empat
wama, yaitu (ma) biru, yakni wama hitam dan wama gelap lainnya;
(ma) langit, yakni wama putih dan wama cerah lainnya; (ma)rarar,
yakni kelompok wama merah; dan (ma) latuy, yakni wama kuning,
hijau muda, dan coklat muda.
316
Word and Phrases Classified and Arranged so as to Facilitate the
Etpression of Ideas and Assist in Literacy Composition oleh Peter
Maric Roget (1779 - 1868) terdaftar 1042 kelompok medan makna
yang keseluruhannya terdiri dari 250.000 kata dan frase. Namun, dalam
studi medan makna ini, seperti yang dilakukan Nida (1974 dan 1975),
kata-kata biasanya dibagi atas empat kelompok, yaitu kelompok
bendaan (entiti), kelompok kejadian/pcristiwa (event), kelompok
abstrak, dan kelompok relasi. Anggota kelompok bendaan dan peristiwa
tampaknya tidak terbatas, tetapi dua kelompok yang terakhir bersifat
terbatas.
(51) Tiang layar perahu nelayan itu patah dihantam badai, lalu perahu itu
digulung ombak dan tenggelam beserta segala isinya.
Pengelompokan kata atas kolokasi dan set ini besar artinya bagi
kita dalam memahami konsep-konsep budaya yang ada dalam suatu
masyarakat bahasa. Namun, pengelompokan ini sering kurang jelas
karena adanya ketumpangtindihan unsur-unsur leksikal yang dikelom
pokkan itu. Umpamanya, kata candi dapat masuk kelompok medan
makna pariwisata, dan bisa juga masuk kelompok medan makna
kesejarahan. Selain itu, pengelompokan kata alas medan makna ini
tidak mempedulikan adanya nuansa makna, perbedaan makna denotasi
dan konotasi. Umpamanya, kata remaja dalam contoh di atas hanya
menunjuk pada jenjang usia, padahal kata remaja itu memiliki juga
makna 'belum dewasa, keras kepala, bersikap kaku, suka mengganggu
dan membantah, serta mudah berubah pikiran, sikap, dan pendapat
Jadi, pengelompokan kata alas medan makna ini hanya bertumpu pada
makna dasar, makna denotatif, atau makna pusatnya saja.
1. manusia + +
2. dewasa + +
3. jantan + -
4. kawin + +
5. punya anak + +
318
Keterangan: tanda + berarti memiliki komponen makna tersebut, dan
tanda - berarti tidak memiliki komponen makna itu.
Dari bagan tersebut terlihat bahwa beda makna ayah dan ibu
hanyalah pada komponen makna /jantan/ : ayah memiliki komponen
makna itu, sedangkan ibu tidak memilikinya. Untuk lebih jelas,
perhatikan analisis komponen makna lima buah kata Inggris man,
woman, boy, giri, dan bull.
1. manusia + + ♦ ♦ -
2. dewasa + + - - -
3. jantan + - + - ±
Kalau kita bandingkan kata Inggris boy, giri, child, dan kala
Indonesia anak, maka akan tampak perbedaan maknanya sebagai
terpampang pada bagan berikut
1. manusia + + + +
2. dewasa - • - ±
3. jantan + - ± ±
319
komponen makna /-dewasa/, sedangkan anak memiliki komponen
makna /idewasa/. Jadi, kata anak dalam bahasa Indonesia bisa dewasa
tetapi bisa juga belum dewasa. Beda lain, boy memiliki komponen
makna /+jantan/, giri memiliki komponen makna /-jantan/; sedangkan
child dan anak sama-sama memiliki komponen makna /±jantan/. Oleh
karena itu, bila kita akan menerjemahkan kata Inggris boy dan giri
ke dalam bahasa Indonesia, maka haruslah pada kata anak itu
ditambalikan atribut laki-laki menjadi anak laki-laki untuk boy; dan
ditambah atribut perempuan menjadi anak perempuan untuk giri.
Penambahan ini perlu dilakukan karena kata anak dalam bahasa
Indonesia itu belum memiliki komponen makna /+jantan/ maupun /
/-jantan/. Bagaimana kalau kita harus menerjemahkan kata anak ke
dalam bahasa Inggris? Dalam hal ini haruslah dilihat konteksnya;
mungkin harus menjadi boy, menjadi giri, atau pun menjadi child.
(1) manusia + +
(2) dewasa + +
Dari bagan itu terlihat bahwa kata ayah dan bapak sama-sama memiliki
komponen makna (1) sampai dengan (3) bedanya, kata ayah tidak
memiliki komponen nomor (4) sedangkan kata bapak memiliki
320
komponen makna itu. Dengan demikian, anda bisa melihat beda makna
kata ayah dan bapak yang hakiki, yang menyebabkan kata bapak dalam
ujaran (57) berikut, tidak dapat ditukar dengan kata ayah.
321
Dalam proses komposisi, atau proses penggabungan leksem
dengan leksem, terlihat juga bahwa komponen makna yang dimiliki
oleh bentuk dasar yang terlibat dalam proses itu menentukan juga
makna gramatikal yang dihasilkannya. Misalnya, makna gramatikal
'milik' hanya dapat terjadi apabila konstituen kedua dari komposisi
itu memiliki komponen makna /♦manusia/, atau /-«-dianggap manusia/
. Misalnya, sepeda Dika, runiah paman, dan mobil kantor. Jika tidak
memiliki komponen makna itu, maka makna gramatikal 'milik' tidak
akan muncul. Misalnya, bulu kucing bukan bermakna gramatikal bulu
milik kucing', melainkan 'bulu dari kucing'. Dalam buku C.A. Mess
(1954) ada konstruksi lukisan Yusuf yang dikatakan bermakna ganda,
yakni (1) lukisan milik Yusuf, (2) lukisan karya Yusuf, atau Yusuf
yang buat, dan (3) lukisan wajah Yusuf, atau Yusuf jadi objek lukisan
itu. Dengan menggunakan analisis komponen makna terhadap kata
Yusi/hal tersebut dapat dijelaskan. Jika kita butiri komponen maknanya,
maka dapat disebutkan bahwa Yusuf memiliki komponen makna
/♦manusia/; dan mempunyai kemungkinan memiliki komponen makna
/♦pelukis/, /+kolektor/, dan /+objek lukisan/. Disebut mempunyai
kemungkinan karena kita tidak mengenal, apakah Yusuf memang
pelukis, memang kolektor, atau memang juga objek lukisan. Kalau
kita bandingkan dengan Basuki Abdullah, maka sudah jelas bahwa
Basuki Abdullah memang memiliki komponen makna /+pelukis/; dan
kalau dibandingkan dengan Bung Karno maka juga sudah jelas bahwa
Bung Kamo adalah kolektor lukisan; akhirnya, kalau kita bandingkan
dengan banteng (nama sejenis binatang), maka sudah jelas bahwa
banteng tidak memiliki komponen makna /+pelukis/ dan /+kolektor/
. Yang mungkin banteng hanya memiliki kemungkinan makna /+objek
lukisan/. Perhatikan bagan berikut, dengan catatan komponen makna
yang mungkin ditulis dalam tanda kurung.
1. manusia + + + •
322
Karena konstituen Yusuf dalam komposisi lukisan Yusuf memiliki
kemungkinan untuk mempunyai komponen makna /+pelukis/,
/+kolektor/, dan /+objek lukisan/, maka kemungkinan pada lukisan
Yusuf untuk bermakna gramatikal 'milik', karya', dan 'objek' menjadi
mungkin. Konstituen Basuki Abdullah pada lukisan Basuki Abdullah,
jelas mempunyai komponen makna /+pelukis/ karena beliau memang
seorang pelukis; tetapi juga mempunyai kemungkinan untuk memiliki
komponen makna /+kolektor/ dan Z+obyek lukisan/. Oleh karena itu,
komposisi lukisan Basuki Abdullah sudah jelas akan memiliki makna
gramatikal karya'. Konstituen Bung Karno pada komposisi lukisan
Bung Karno, jelas memiliki komponen makna/+kolektor/, karena beliau
memang terkenal sebagai kolektor lukisan; tetapi di samping itu
mempunyai kemungkinan juga untuk memiliki komponen makna
/+pelukis/ dan /+objek lukisan/. Oleh karena itu, komposisi lukisan
Bung Karno jelas akan memiliki makna gramatikal 'milik'; meskipun
makna 'karya' dan 'objek'juga mungkin. Akhirnya, konstituen banteng
pada komposisi lukisan banteng jelas hanya akan memiliki makna
gramatikal 'objek', sebab konstituen banteng itu hanya mungkin
memiliki komponen makna /+objek lukisan/; dia tidak mempunyai
kemungkinan untuk mempunyai komponen makna /+pelukis/ maupun
/+kolektor/.
Sekadar catatan tambahan, analisis makna dengan memperten
tangkan ada (+) atau tidak adanya (-) kompnen makna pada sebuah
butir leksikal disrbut analisis biner, analisis dua-dua. Analisis ini berasal
dari studi fonologi yang dilakukan Roman Jakobson dan Morris Halle.
Dalam laporan penelitiannya yang berjudul Preliminaries to Apeech
Analysis: The Distinctive Features and their Correlates (1951), mereka
memberi tanda plus (+) untuk bunyi yang mengandung suatu ciri
fonologis, dan memberi tanda minus (-) untuk yang tidak mempunyai
ciri itu. Umpamanya, bunyi /p/, /b/, /t/, dan /d/ memiliki ciri-ciri sebagai
tampak dalam bagan berikut
Ciri pembeda b t d
P
+ + + +
1. hambat
+ + •
2. bilabial
- + - +
3. bersuara____
323
Dari bagan tersebut terlihat, bahwa bedanya bunyi /p/ dan /b/ adalah
pada ciri bersuara: /p/ adalah bunyi lak bersuara sedangkan /b/ adalah
bunyi bersuara. Bedanya bunyi /p/ dan /t/ terletak pada ciri bilabial:
/p/ bunyi bilabial, sedangkan /t/ bukan bunyi bilabial. Persamaan dan
perbedaan lainnya dari keempat bunyi itu dapat anda lihat sendiri
dari bagan tersebut.
Para pakar antropologi pada tahun lima puluhan juga mengam
bangkan suatu analisis yang mirip dengan analisis distinetive features
dari Morris Halle dan Roman Jakobson itu. Para ahli antropologi
menggunakan analisis ini untuk, antara lain, menjelaskan perbedaan
dan persamaan dalam istilah perkerabatan. Hanya bedanya mereka
tidak selalu terpaku pada ada atau tidaknya suatu ciri makna pada
suatu unsur leksikal. Umpamanya, ayah satu tingkat di atas ego; nenek
dua tingkat di atas ego; ipar setingkat dengan ego; dan cucu dua
tingkat di bawah ego.
Kemudian, oleh Chomsky (1965) prinsip-prinsip analisis yang
dilakukan Roman Jakobson dan para ahli antropologi itu digunakan
untuk memberi ciri-ciri gramatikal dan ciri-ciri semantik terhadap semua
morfem dalam daftar morfem yang melengkapi tata bahasa generatif
transformasinya. Umpamanya, kata boy oleh Chomsky diberi ciri
/+nomina, +insan, +terhitung, +konkret, +bemyawa/; kata dog diberi
ciri /+nomina, -insan, 4-terhitung, +konkret, +bemyawa/; kata table
diberi ciri /+nomina, -insan, +terhitung, -bkonkret, -bernyawa/; kata
water diberi ciri /+nomina, -insan, -terhitung, +konkret, -bernya
wa/; dan kata spirit diberi ciri /+nomina, -insan, -terhitung, -konkret,
-bernyawa/. Dengan memberi ciri-ciri seperti itu pada setiap butir
leksikal, maka akan dapat dijelaskan berterima atau tidaknya sebuah
kalimat, baik secara leksikal maupun gramatikal.
324
(62) *Kambing itu membaca komik.
(63) *Pcnduduk DKI Jakarta sekarang ada 50 juta orang.
Mari kita lihat kembali kalimat (61) dan kalimat (62). Kedua
kalimat itu tidak berterima, bukanlah karena kesalahan gramatikal
maupun informasi, melainkan karena kesalahan semantik. Kesalahan
itu berupa tidak adanya persesuaian semantik di antara konstituen-
konstituen yang membangun kalimat itu. Frase *segelas kambing pada
kalimat (61) tidak berterima karena kata segelas memiliki komponen
makna /+satuan wadah/, /+benda cair/, dan /-terhitung/; padahal kata
kambing berkomponen makna /-behda cair/dan /+terhitung/. Jadr, mana
mungkin menempatkan benda tidak cair dan terhitung pada wadah
untuk benda cair yang tidak terhitung. Begitu juga dengan frase
★setumpuk air. Kata setumpuk memiliki komponen makna /+satuan
hitungan/ dan /+benda padat/; padahal kata air tidak memiliki komponen
benda padat itu.
325
Bagaimanakah dengan kalimat (62)? Menurut Chafe (1970) inti
sebuah kalimat adalah pada predikat atau verba. (Karena dalam bahasa
Inggris predikat selalu berupa verba, maka Chafe menganggap predikat
sama dengan verba). Menurut teori Chafe, verbalah yang menentukan
kehadiran konstituen lain dalam sebuah kalimat. Kalau verbanya berupa
kata kerja membaca, maka dalam kalimat itu akan hadir sebuah subjek
berupa nomina pelaku dan berkomponen makna /+manusia/. Menga
pa? Karena verba membaca berkomponen makna /+manusia/. Selain
itu, juga harus hadir sebuah objek berupa nomina yang memiliki
komponen makna /+bacaan/ atau /+tulisan/, sebab verba membaca juga
memiliki komponen makna /+bacaan/ atau /+tulisan/. Perhatikan bagan
(64), (65), dan (66) berikut!
326
berterima, karena antara kata membaca dan kambing tidak ada
persesuaian semantis: membaca berciri makna /+manusia/ sedangkan
kambing berciri makna /-manusia/. Begitu juga dengan kalimat (66)
tidak berterima karena tidak ada persesuaian semantis sama sekali
antara kata membaca dan kata kambing, dan antara kata membaca
dengan kata meja.
linguistik
328
c. Apakah makna konotasi itu sama dengan makna "kias"?
Jelaskan!
329
7. a. Apakah yang dimaksud dengan hiponimi? Jelaskan!
b. Jelaskan pula yang dimaksud dengan hipemimi dan
kohiponimi! Beri contoh!
(7.4) 1. Secara sinkronik makna sebuah kata tidak akan berubah, tetapi
secara diakronik ada kemungkinan berubah. Coba jelaskan!
330
2. Apa yang dimaksud dengan pengelompokan kolokasi dan
pengelompokan set? Jelaskan dan beri contoh!
331
8. SEJARAH DAN ALIRAN LINGUISTIK
332
Dalam sejarah perkembangannya, linguistik dipenuhi dengan
berbagai aliran, paham, pendekatan, dan teknik penyelidikan yang dari
luar tampaknya sangat ruwet, saling berlawanan, dan membingungkan,
terutama bagi para pemula. Namun, sebenarnya semuanya itu akan
manambah wawasan kita terhadap bidang dan kajian linguistik. Berikut
ini akan dibicarakan sejarah, perkembangan, paham, dan beberapa aliran
linguistik dari zaman purba sampai zaman mutakhir secara sangat
singkat, dan sangat bersifat umum.
333
Para filsuf Yunani mempertanyakan, apakah bahasa itu bersifat
alami (fisis) atau bersifat konvensi (nomos). Bersifat alami atau fisis
maksudnya bahasa itu mempunyai hubungan asal-usul, sumber dalam
prinsip-prinsip abadi dan tidak dapat diganti di luar manusia itu sendiri.
Oleh karena itu, tidak dapat ditolak. Dalam bidang semantik kelom
pok yang menganut paham ini, yaitu kaum naturalis, berpendapat bahwa
setiap kata mempunyai hubungan dengan benda yang ditunjuknya.
Atau dengan kata lain, setiap kala mempunyai makna secara alami,
secara fisis. Misalnya, kata-kata yang disebut onomatope, atau kata
yang terbentuk berdasarkan peniruan bunyi. Sebaliknya kelompok lain,
yaitu kaum konvensional, berpendapat bahwa bahasa bersifat konvensi.
Artinya, makna-makna kata itu diperoleh dari hasil-hasil tradisi atau
kebiasaan-kebiasaan, yang mempunyai kemungkinan bisa berubah.
Onomatope menurut kaum konvensional hanyalah suatu kebetulan saja.
Sebagian besar dari konsep benda, sifat, dan keadaan yang sama
diungkapkan dalam bentuk kata yang berbeda.
334
Dari studi bahasa pada zaman Yunani ini kita mengenal nama
beberapa kauin atau tokoh yang mempunyai peranan besar dalam studi
bahasa itu. Berikut ini akan kita bicarakan secara sangat singkat.
Kaum alau kelompok Sophis ini muncul pada abad kc-5 S.M.
Mereka dikenal dalam studi bahasa, antara lain, karena:
Plato yang hidup sebelum abad Masehi itu, dalam studi bahasa
terkenal, antara lain, karena:
335
hari. (2) nomina, nominal, dalam istilah tata bahasa, dan (3) subjek,
dalam hubungan subjek logis. Sedangkan yang dimaksud dengan rhema
(bentuk tunggalnya rhemata). dapat berarti: (1) ucapan, dalam bahasa
sehari-hari, (2) verba, dalam isulah lata bahasa, dan (3) predikat, dalam
hubungan predikat logis. Keduanya, onoma dan rhema, merupakan
anggota dari logos, yaitu kalimat atau klausa.
(a) dia menambahkan satu kelas kata lagi atas pembagian yang
dibuat gurunya, Plato, yaitu dengan syndesmoi. Jadi, menurut
Aristoteles ada tiga macam kelas kata, yaitu onoma, rhema,
dan syndesmoi. Yang dimaksud dengan syndesmoi adalah kata-
kata yang lebih banyak bertugas dalam hubungan sintaksis.
Jadi, syndesmoi itu lebih kurang sama dengan kelas preposisi
.dan konjungsi yang kita kenal sekarang;
(b) dia membedakan jenis kelamin kata (atau gender) menjadi
tiga, yaitu maskulin, feminin, dan neutrum.
Hal lain yang perlu diketahui adalah bahwa Aristoteles selalu
bertolak dari logika. Dia memberikan pengertian, definisi, konsep,
makna, dan sebagainya selalu berdasarkan logika.
336
(d) mereka membedakan legein, yaitu bunyi yang merupakan
bagian dari fonologi tetapi tidak bermakna, dan propheretal
yaitu ucapan bunyi bahasa yang mengandung makna;
(e) mereka membagi jenis kata menjadi empat, yaitu kata benda,
kata keija, syndesmoi, dan arthoron, yaitu kata-kata yang
menyatakan jenis kelamin dan jumlah;
(f) mereka membedakan adanya kata kerja komplet dan kata keija
tak komplet, serta kata keija aktif dan kata kerja pasif.
338
menyusun kelas kata, Varro membagi kelas kata Latin dalam empat
bagian, yaitu:
Kategori kata kerja dibedakan atas tense, time, dan aspect serta
aktif dan pasif. Perhatikan contoh dalam bagan berikut!
aktif aspek
tak komplet discebam disco discam
komplet didiceram didici didicero
Tentang kasus kalau dalam bahasa Yunani ada lima buah, maka
dalam bahasa Latin menurut Varro ada enam buah, yaitu: (1)
nominativus, yaitu bentuk primer atau pokok; (2) genetivus, yaitu bentuk
yang menyatakan kepunyaan; (3) dativus, yaitu bentuk yang menyatakan
menerima; (4) akusativus, yaitu bentuk yang menyatakan objek; (5)
vokativus, yaitu bentuk sabagai sapaan atau panggilan; dan (6) ablativus,
yaitu bentuk yang menyatakan asal.
339
bersifat alamiah, sebab perubahan itu dengan sendirinya dan sudah
berpola. Deklinasi ini pada umumnya bersifat reguler; dan biasanya
sudah dapat diketahui pemakai bahasa dengan serta merta tanpa ragu-
ragu. Sebaliknya, deklinasi voluntaris perubahannya terjadi secara
morfologis bersifat selektif dan manasuka. Jadi, bersifat ireguler. Oleh
karena itu, para pemakai bahasa harus sadar bagaimana ia harus
melaksanakan deklinasi itu.
Dalam sejarah studi bahasa, buku tata bahasa Priseia ini, yang
terdiri dari 18 jilid (16 jilid mengenai morfologi dan 2 jilid mengenai
sintaksis) dianggap sangat penting, karena:
(a) merupakan buku tata bahasa Latin yang paling lengkap yang
dituturkan oleh pembicara aslinya;
Dengan dua buah alasan di atas, buku tata bahasa ini kemudian
menjadi model dan contoh dalam penulisan buku tata bahasa bahasa-
bahasa lain di Eropa dan di bagian dunia lain. Sebagai buku tata
bahasa tradisional, buku ini secara nyata dan pasti menggunakan
semantik atau makna sebagai norma utama pembahasan bahasa,
walaupun segi-segi formal bahasa juga dibicarakan. Beberapa segi
yang patut dibicarakan mengenai buku itu, antara lain, adalah:
340
(b) Morfologi. Dalam bidang ini dibicarakan, antara lain
mengenai dictio atau kata. Yang dimaksud dengan kata atau dictio
adalah bagian yang minimum dari sebuah ujaran dan harus diartikan
teipisah dalam makna sebagai satu keseluruhan. Kata dibedakan atas
delapan jenis yang disebut partes orationis. Kedelapan jenis kata itu
adalah: (1) nomen, termasuk kata benda dan kata sifat menurut
klasifikasi sekarang; (2) verbum, yaitu kata yang menyatakan per
buatan atau dikenai perbuatan; (3) participium, yaitu kata yang selalu
berderivasi dari verbum, mengambil kategori verbum dan nomen; (4)
pronomen, yaitu kata-kata yang dapat menggantikan nomen; (5) ad-
verbium, yaitu kata-kata yang secara sintaksis dan semantik meru
pakan atribut verbum; (6) praepositio, yaitu kata-kata yang terletak
di depan bentuk yang berkasus; (7) interjectio, yaitu kata-kata yang
menyatakan perasaan, sikap, atau pikiran; dan (8) conjunctio, yaitu
kata-kata yang bertugas menghubungkan anggota-anggota kelas kata
yang lain untuk menyatakan hubungan sesamanya.
341
Mereka menerima konsep analogi karena menurut mereka bahasa itu
bersifat reguler dan bersifat universal. Mereka memperhatikan juga
secara penuh akan semantik sebagai dasar penyebutan definisi-definisi
bentuk-bentuk bahasa. Mereka pun mencari sumber makna. Maka
dengan demikian bcriccmbang pulalah bidang etimologi pada zaman
itu.
Tata Bahasa Spekulativa, merupakan hasil integrasi deskripsi
gramatikal bahasa Latin (seperti yang dirumuskan oleh Priseia) ke
dalam filsafat skolastik. Menurut Tata Bahasa Spekulativa, kata tidak
secara langsung mewakili alam dari benda yang ditunjuk. Kata hanya
mewakili hal adanya benda itu dalam pelbagai cara, modus, substansi,
aksi, kualitas, dan sebagainya. Semua bahasa akan mempunyai kata
untuk konsep yang sama, dan semua bahasa akan menyatakan kesa
maan jenis kata dan kategori-kategori gramatikal lainnya. Salah*seorang
gramatikus dari zaman ini adalah Pefer Hellas. Dia mengikuti jejak
Priseia, tetapi selalu memberi komentar berdasarkan logika Aristoteles.
(b) Dia telah membedakan nomen atas dua macam, yaitu nomen
substantivum dan nomen adjectivum.
342
menguasai bahasa Latin, saijana-saijana pada waktu itu juga menguasai
bahasa Yunani, bahasa • Ibrani, dan bahasa Arab; (2) selain bahasa
Yunani, Latin, Ibrani, dan Arab, bahasa-bahasa Eropa lainnya juga
mendapat perhatian dalam bentuk pembahasan, penyusunan tata bahasa,
dan malah juga perbandingan. Secara sangat singkat dalam subbab
ini akan dibicarakan tentang bahasa Ibrani, linguistik Arab, bahasa-
bahasa Eropa dan luar Eropa.
343
menganut paham anomali. Studi bahasa Arab mencapai puncaknya
pada abad kc-8 dengan terbitnya buku tata bahasa Arab berjudul Ah
Kitab, atau yang lebih terkenal dengan nama Kitab ai Ayn, karya
Sibawaihi dari kelompok linguistik Basra. Dalam kitabnya itu Sibawaihi
juga membagi kata atas tiga kelas, yaitu ismun (nomen), fi’lun (verbum),
dan harfirn (partikel). Dalam membuat deskripsi fonetik Sibawaihi
telah melepaskan diri dari pengaruh Yunani. Dia membuat deskripsi
fonetik secara sistematik artikulatoris. Deskripsi bunyi dimulai dari
belakang, yaitu dari bunyi glotal stop ayn. Itulah sebabnya buku tata
bahasa ini disebut Kitab al Ayn. Velarisasi dan palatalisasi juga telah
digambarkan dengan tepat Hanya tentang kontras bunyi bersuara dan
bunyi tak bersuara belum dibicarakan.
344
yang terdapat di India, di Jepang, di Indonesia, dan daerah lainnya.
Kegiatan keagamaan dan kegiatan lain, seperti politik, perdagangan,
dan sebagainya, menyadarkan pula akan perlunya sebuah bahasa yang
dapat dipakai sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) antarbangsa.
Di wilayah Asia Tenggara, misalnya, bahasa Melayu yang semula
merupakan bahasa suku bangsa di daerah Selat Malaka, telah menjadi
lingua franca bagi para pedagang dan pelaut, juga kaum penjajah.
(a) pada tata bahasa tradisional ini tidak dikenal adanya perbe
daan antara bahasa ujaran dengan bahasa tulisan. Oleh karena
itu, deskripsi bahasa hanya bertumpu pada bahasa tulisan;
345
(e) penemuan-penemuan atau kaidah-kaidah terdahulu cenderung
untuk selalu dipertahankan.
Dari butir-butir kesimpulan itu jelas bahwa konsep dan pegangan
tata bahasa tradisional terhadap bahasa tidak sama dengan konsep
menurut linguistik modem, seperti telah dibicarakan pada subBab 3.2
mengenai hakikat bahasa.
82 LINGUISTIK STRUKTURALIS
346
tik di kemudian hari. Bagaimana pandangan-pandangannya itu berikut
jni kita bicarakan secara singkat.
347
yang tentu saja dilakukan melalui parole, karena parole itulah wujud
bahasa yang konkret, yang dapat diamati dan diteliti.
(2) r- Signifie*
(makna)
signe* linguistique J _____
(kata)
signifiant
- (bentuk)
(3) r- 'pohon'
wit * --------
348
Hubungan Sintagmatik dan Paradigmatik. Ferdinand de Saussure
membedakan adanya dua macam hubungan, yaitu hubungan sintag
matik dan hubungan paradigmatik. Yang dimaksud dengan hubungan
sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam
suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan, bersifat linear. Hubungan
sintagmatik ini terdapat, baik dalam tataran fonologi, morfologi, maupun
sintaksis. Hubungan sintagmatik pada tataran fonologi tampak pada
urutan fonem-fonem pada sebuah kata yang tidak dapat diubah tanpa
merusak makna kata itu. Umpamanya pada kata kita terdapat hubungan
fonem-fonem dengan urutan /k, i, t, a/. Apabila urutannya diubah,
maka maknanya akan berubah, atau tidak bermakna sama sekali.
Perhatikan pada bagan berikut
(7) rata
kata
t
bata
t
mata
data
(8) me rawat
t
di rawat
pe rawat
t
te rawat
350
(10) sintagmatik
1.
Dia *------ -
I
membeli *------- *■
t
baju
I. J I
I 1
Amat «•—•. minum ---------- ►
I
susu
351
itu tidak distingtif, karena tidak beroposisi satu dengan lainnya.
Keduanya hanyalah varian dari fonem yang sama.
(H)
352
Ketiadaan kontras seperti ini disebut netralisasi; dan varian yang
dihasilkan dari netralisasi ini disebut arkifonem, yang lazim dilam
bangkan dengan huruf besar. Dalam contoh /jawab/ X /jawap/
arkifoncmnya dapat dilambangkan dengan huruf /P/ atau /B/; dan dalam
contoh /abad/ X /abat/ arkifoncmnya dapat dilambangkan dengan huruf
/D/ atau /T/.
353
adalah subjek psikologis atau tema; sedangkan / can'tfollow adalah
objek psikologis atau rcma. Bagaimana tema dan rcma pada kalimat
(17) berikut?
354
Sejalan dengan pendapat de Saussure,
Hjemslev menganggap bahasa itu mengan
dung dua segi, yaitu segi ekspresi (menurut
de Saussure: signifiant) dan segi isi (menurut
de Saussure: signifie). Masing-masing segi
mengandung forma dan substansi, sehingga
diperoleh (1) forma ekspresi, (2) substansi
ekspresi, (3) forma isi, dan (4) substansi isi.
Pembedaan forma dari substansi berlaku
untuk semua hal yang ditelaah secara ilmiah;
Louis Hjelmsiev sedangkan pembedaan ekspresi dari isi hanya
berlaku bagi telaah bahasa saja.
355
prosodi yang terbentuk oleh sendi alau jeda; dan (3) prosodi yang
realisasi fonetisnya melampaui satuan yang lebih besar daripada fonem-
fonem suprasegmental.
Selain terkenal dengan teori prosodinya, Firth juga terkenal
dengan pandangannya mengenai bahasa. Pandangannya mengenai
bahasa dapat kita baca dalam bukunya yang berjudul The Tongues
of Man and Speech (1934) dan Papers in Linguistics (1951). Firth
berpendapat telaah bahasa harus memperhatikan komponen sosiolo
gis. Tiap tutur harus dikaji dalam konteks situasinya, yaitu orang-
orang yang berperan dalam masyarakat, kata-kata yang mereka
ungkapkan, dan hal-hal lain yang berhubungan.
356
Ketiga, SL lebih mengutamakan pemerian ciri-ciri bahasa tertentu
beserta variasi-variasinya, tidak atau kurang tertarik pada semestaan
bahasa.
gramatikal
lebih janggal
gramatikal
(tidak biasa)
kurang janggal
kurang biasa
gramatikal
(biasa)
lebih biasa
358
berdasarkan strukturnya. Namun, nama
strukturalisme lebih dikenal dan menyatu
kepada nama aliran linguistik yang dikem
bangkan oleh Bloomfield dan kawan-kawan
nya di Amerika. Aliran ini berkembang
pesat di Amerika pada tahun tiga puluhan
sampai akhir tahun lima puluhan. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan
berkembangnya aliran ini, antara lain:
359
pentingnya data yang objektif untuk memerikan suatu bahasa.
Pendekatannya bersifat empirik. Data dikumpulkan secara cermat,
setapak demi setapak. Bentuk-bentuk satuan bahasa (fonologi,
morfologi, dan sintaksis) diklasifikasikan berdasarkan distribusinya.
Oleh karena itu, mereka sering juga disebut kaum distribusionalis.
Sebagai contoh penerapan distribusi dalam klasifikasi bentuk-bentuk
bahasa, misalnya dalam menentukan kelas kata. Kata kerja adalah
kata yang dapat diikuti oleh frase "dengan ..dan kata sifat adalah
kata yang dapat didahuli oleh kala "sangat" atau kata "paling". Maka,
dengan dasar itu dapat dikatakan bahwa kata mati adalah kata kerja,
sebab dapat menjadi frase mati dengan tenang. Sedangkan kata lincah
adalah kata sifat, karena dapat menjadi frase sangat lincah atau paling
lincah. Padahal menurut "pengertian" kata mati tidak menyatakan suatu
'kegiatan', melainkan menyatakan suatu 'keadaan'. Sebaliknya kata lin
cah tidak menunjukkan *keadaan', melainkan suatu 'kegiatan'.
koran bekas
Lazim juga digunakan diagram (22), atau diagram (23), atau diagram
(24) berikut.
360
(23)
(24)
361
saja, seperti subjek + Predikat + objek; dan tidak dapat dinyatakan
dengan deretan bentuk-bentuk saja, seperti Frase Benda + Frase Kerja
+ Frase Benda, melainkan harus diungkapkan bersamaan dalam rentetan
rumus seperti:
Rumus tersebut dibaca: fungsi subjek diisi oleh frase nominal diikuti
oleh fungsi predikat yang diisi oleh frase verbal, dan diikuti pula
oleh fungsi objek yang diisi oleh frase nominal.
fungsi kategori
peran kohesi
(27) S KG P KKt 0 KB K FD
pel ak tuj al
Keterangan :
S = fungsi subjek
P = fungsi predikat
O = fungsi objek
K = fungsi keterangan
KG = kata ganti
KKt = kata keija transitif
KB = kata benda
PD = frase depan
362
pel s pelaku
ak = aktif
tuj = tujuan
al - alat
363
1957, yang kemudian diperkembangkan
karena adanya kritik dan saran dari berbagai
pihak, di dalam buku Chomsky yang kedua
yang berjudul Aspect of the Theory of Syntax
pada tahun 1965. Nama yang dikembangkan
untuk model tata bahasa yang dikembangkan
oleh Chomsky ini adalah Transformational
Generative Grammar; telapi dalam bahasa
Indonesia lazim disebut tata bahasa
transformasi atau tata bahasa generatif.
Noarn Chomsky Menurut Chomsky salah satu tujuan dari
penelitian bahasa adalah untuk menyusun tata
bahasa dari bahasa tersebut. Bahasa dapat dianggap sebagai kumpulan
kalimat yang terdiri dari deretan bunyi yang mempunyai makna. Maka
kalau begitu, tugas tata bahasa haruslah dapat menggambarkan
hubungan bunyi dan arti dalam bentuk kaidah-kaidah yang tepat dan
jelas. Setiap tata bahasa dari suatu bahasa, menurut Chomsky, adalah
merupakan teori dari bahasa itu sendiri; dan tata bahasa itu harus
memenuhi dua syarat, yaitu:
364
yang diucapkannya. Jadi, tata bahasa hanis mampu menggambarkan
kemampuan si pemakai bahasa untuk mengerti kalimat yang tidak
terbatas jumlahnya, yang sebagian besar, barangkali, belum pemah
didengarnya atau dilihatnya. Pada dasamya setiap kita mengucapkan
suatu kalimat, kita telah membuat kalimat baru, yang berbeda dari
sekian banyak kalimat yang pemah kita ucapkan atau tuliskan.
Kemampuan seperti ini, yakni mampu membuat kalimat-kalimat baru,
disebut aspek kreatif bahasa. Dengan kata lain, menurut aliran ini,
sebuah tata bahasa hendaknya terdiri dari sekelompok kaidah yang
tertentu jumlahnya, tetapi dapat menghasilkan kalimat yang tidak
terbatas jumlahnya. Hal ini dapat kita bandingkan dengan kemampuan
dalam mengalikan bilangan. Setiap orang yang telah menguasai
perkalian 0 - 9, tentu akan dapat mengalikan perkalian lain, misalnya
19 x 37, atau 125 x 4319. Kemampuan untuk mendapatkan jawaban
yang benar bukanlah karena dia telah pemah melihat atau melakukan
perkalian tersebut, tetapi karena kaidah perkalian 0 - 9 telah dikuasai.
365
(28) utaian awal
Representasi
fonologis
366
merupakan "sentral" dari tata bahasa, karena (a) komponen inilah yang
menentukan arti kalimat, dan (b) komponen ini pulalah yang
menggambarkan aspek kreativitas bahasa.
367
(31) *Pinsil suka makan durian.
(32) *Kursi suka makan durian.
Mengapa kalimat (31) dan (32) tidak berterima, karena kata kcija
makan hanya bisa dilakukan oleh kata benda yang mempunyai ciri
semantik /+makhluk/. dan tidak dapat dilakukan oleh yang berciri
semantik /-makhluk/.
368
seperti yang diajarkan Chomsky. Menurut semantik generatif, sudah
seharusnya semantik dan sintaksis diselidiki bersama sekaligus karena
keduanya adalah satu. Struktur semantik itu serupa dengan struktur
logika, berupa ikatan tidak berkala antara predikat dengan seperangkat
argumen dalam suatu proposisi. Struktur logika ilu tergambar sebagai
bagan berikut.
369
Analisis kalimat kompleks didasarkan salah satu struktur logika terebut.
Misalnya, kalimat "Jarang ada mobil murah", analisisnya tampak dalam
bagan (36) berikut
370
Universal in Linguistic Theory, terbitan Holt Rinehart and Winston.
Kemudian direvisi dalam tahun 1970. selain itu J. Anderson dalam
bukunya The Grammar ofCase (Cambridge University Press, 1971)
dan W.L. Chafe dalam bukunya Meaning and the Structure of Language
(The University of Chicago Press, 1970) memperkenalkan pula teori
kasus yang agak berbeda.
Dalam karangannya yang terbit tahun 1968 itu Hllmore mem
bagi kalimat atas (1) modalitas, yang bisa berupa unsur negasi, kala,
aspek, dan adverbia; dan (2) proposisi, yang terdiri dari sebuah verba
disertai dengan sejumlah kasus. Perhatikan dulu bagan berikut!
Yang dimaksud dengan kasus dalam teori ini adalah hubungan antara
verba dengan nomina. Verba di sini sama dengan predikat, sedangkan
nomina sama dengan argumen dalam teori semantik generatif. Hanya
argumen dalam teori ini diberi label kasus. Misalnya, dalam kalimat
bahasa Inggris ''John opened the door with the key, argumen , John
berkasus "pelaku”, argumen2 door berkasus "tujuan", dan argumen,
key berkasus "alat". Perhatikan bagan berikut!
371
Makna sebuah kalimat dalam teori ini dirumuskan dalam
bentuk:
[- X. Y, z]
(39)
(40)
A ■ Agent, pelaku
I « Instniment, alat
O « Object, tujuan
Dalam teori tahun 1968 Fillmoie tidak membatasi jumlah kasus itu;
tetapi dalam versi 1971 dibatasi atas kasus agent, experiencer, object,
means, source, goal, dan referential. Yang dimaksud dengan agent
adalah pelaku perbuatan atau yang melakukan suatu perbuatan, seperti
perbuatan makan, menendang, dan membawa. Yang dimaksud dengan
experiencer adalah yang mengalami peristiwa psikologis, seperti saya
dan dia dalam kalimat "Saya tahu" dan "Dia merasa takut". Object
adalah sesuatu yang dikenai perbuatan, atau yang mengalami suatu
proses seperti bola dan rumah dalam kalimat "Dika menendang bola"
dan "Pak Lurah membangun rumah". Yang dimaksud dengan source
adalah keadaan, tempat, atau waktu yang sudah, seperti Bandung dalam
kalimat "Bus itu datang dari Bandung". Goal adalah keadaan, tempat,
atau waktu yang kemudian seperti guru dalam kalimat "Dia mau jadi
guru". Sedangkan referential adalah acuan seperti Husin dalam kalimat
"Husin temanku".
Dari uraian di atas dapat kita lihat adanya persamaan antara
teori semantik generatif dengan teori kasus, yaitu sama-sama
menumpukan teorinya pada predikat atau verba.
372
83.4 Tata Bahasa Relasional
Tata bahasa relasional muncul pada tahun 1970-an sebagai
tantangan langsung terhadap beberapa asumsi yang paling mendasar
dari teori sintaksis yang dicanangkan oleh aliran tata bahasa trans
formasi. Tokoh-tokoh aliran ini, antara lain, David M. Perlmutter dan
Paul M. Postal. Buah pikiran mereka tentang tata bahasa ini dapat
dibaca dalam karangan mereka, antara lain, Lectures on Relational
Grammar (1974), "Relational Grammar" dalam Syntax and Semantics
Vol. 13 (1980), dan Studies in Relational Grammar 1 (1983).
Sama halnya dengan tata bahasa transformasi, tata bahasa
relasional juga berusaha mencari kaidah kesemestaan bahasa. Dalam
hal ini tata bahasa relasional (TR) banyak menyerang tata bahasa
transformasi (TT), karena rpenganggap teori-teori TT itu tidak dapat
diterapkan pada bahasa-bahasa lain selain bahasa Inggris. Serangan
ini, misalnya, dalam "menjelaskan" struktur kalimat aktif - pasif dengan
kedudukan fungsi-fungsi subjek, objek langsung (OL), dan objek tak
langsung (OTL). Menurut teori tata bahasa relasional, setiap struktur
klausa terdiri dari jaringan relasional (relational network) yang
melibatkan tiga macam maujud (entity), yaitu:
(a) seperangkat simpai (nodes) yang menampilkan elemen-
elemen di dalam suatu struktur,
(b) seperangkat tanda relasional (relational sign) yang meru
pakan nama relasi gramatikal yang disandang oleh elemen-
elemen itu dalam hubungannya dengan elemen lain;
(c) seperangkat "coordinates" yang dipakai untuk menunjuk
kan pada tataran yang manakah elemen-elemen itu
menyandang relasi gramatikal tertentu terhadap elemen yang
lain.
Ketiga macam maujud di atas digambarkan ke dalam sebuah
bentuk diagram. Misalnya, klausa "Ali memberi buku itu kepada saya"
dijabarkan ke dalam diagram berikut:
(41)
373
Klausa tersebut mempunyai liga buah nomina dan sebuah verba yang
masing-masing saling bergantung satu sama lain, dan masing-masing
membawakan satu relasi. Nomina Ali membawakan relasi "subjek dari"
(relasi-1), nomina buku itu membawakan relasi "objek langsung dari"
(rclasi-2), nomina saya membawakan relasi "objek tak langsung dari"
(rclasi-3), sedangkan verba beri membawakan relasi "predikat dari"
(relasi-P). Kalimat di atas hanya terdiri dari satu tataran. Sekarang
perhatikan kalimat (42) berikut yang terdiri dari tiga buah tataran.
374
dan sebagainya) disebut bukan suku (non-tcrms). Relasi yang bukan
suku itu disebut pula "chomeur" (kata Prancis yang berarti 'pe
nganggur*), yakni konstituen yang tidak memiliki atau kehilangan fungsi
gramatikalnya, sehingga dijuluki "konstituen yang menganggur".
Sedangkan yang disebut suku di atas memiliki fungsi gramatikal
tertentu, misalnya, suku berperanan di dalam persesuaian verbal (verbal
agreement), di dalam pelepasan konstituen (nominal) yang berkorefe-
rensi, di dalam kemungkinan menjadi subjek dalam konstruksi pasif.
8.4.1 Sebagai negeri yang sangat luas yang dihuni oleh berbagai suku
bangsa dengan berbagai bahasa daerah yang berbeda pula, maka
Indonesia sudah lama menjadi medan penelitian linguistik. Pada
awalnya penelitian bahasa di Indonesia dilakukan oleh para ahli Belanda
dan Eropa lainnya, dengan tujuan untuk kepentingan pemerintahan
kolonial. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 pemerintah
kolonial sangat memerlukan informasi mengenai bahasa-bahasa yang
ada di bumi Indonesia untuk melancarkan jalannya pemerintahan
kolonial di Indonesia, di samping untuk kepentingan lain, seperti
375
penyebaran agama Nasrani. Informasi yang lengkap dan luas mengenai
bahasa-bahasa daerah itu, terutama bahasa daerah yang penuturnya
banyak, adalah sangat penting dalam menjalankan administrasi dan
roda pemerintahan kolonial. Oleh karena itu, penelitian terhadap bahasa-
bahasa daerah itu sangat digalakkan oleh pemerintah kolonial Belanda
itu. Banyak sarjana dikirim ke pelbagai daerah untuk melakukan
penelitian bahasa. Kiranya hampir tidak ada wilayah di Nusantara
ini yang tidak didatangi oleh para peneliti bahasa itu.
Apa yang telah dilakukan para peneliti Barat itu dapat kita lihat
dalam sejumlah buku Bibliographical Series terbitan Koninklijk
Instituut voor Taal, Land, en Volkenkunde (KITLV) Belanda, antara
lain yang disusun oleh Teeuw (1961), Uhlenbeck (1964), Vooihove
376
(1955), Cense (1958) dan Chaer (2010). Dalam hal ini juga Uhlenbeck
(1971). Bibliographical Series itu yang memuat nama buku, artikel,
majalah, dan berbagai manuskrip dari para peneliti asing, memuat juga
nama sejumlah peneliti/penulis Indonesia sampai akhir dan menjelang
tahun enam puluhan. Oleh karena itu, buku tersebut sangat penting
artinya bagi mereka yang ingin mengetahui apa yang telah dilakukan
para peneliti atau penulis terdahulu terhadap bahasa-bahasa daerah
yang ada di Nusantara kita, termasuk juga bahasa nasional Indonesia.
377
modem, kiranya sejak kepulangan sejumlah linguis Indonesia dari
Amerika, seperti Anton M. Moeliono dan T.W. Kamil. Kedua beliau
inilah kiranya yang pertama-tama memperkenalkan konsep fonem,
morfem, frase, dan klausa dalam pendidikan formal linguistik di
Indonesia. Sebelumnya konsep-konsep tersebut sebagai satuan lingual
belum dikenal. Yang dikenal hanyalah satuan kata dan kalimat.
378
Bahasa Indonesia (terbit 1989). Pertanyaannya: apakah akhiran in
seperti pada kata abisin dan awalan nge- seperti pada kata ngebantu
termasuk afiks bahasa Indonesia? Kata abisin dan ngebantu, katanya
pula, bukanlah kata bahasa Indonesia yang benar. Jadi, seharusnya
tidak perlu dimuat dalam buku itu. Seperti kita ketahui, Kridalaksana
yang karyanya dalam bidang linguistik Indonesia sangat banyak adalah
seorang linguis yang tidak berpikiran preskriptif. Jadi, segala macam
bentuk yang ada dalam bahasa Indonesia, termasuk ragam-ragamnya,
akan dibicarakan juga sebagai data bahasa Indonesia. Akhiran -in dan
awalah nge- juga termasuk khazanah afiks bahasa Indonesia. Memang
bukan afiks ragam bahasa baku; tetapi keduanya biasa digunakan dalam
pertuturan. Akibat dari sikap yang preskriptif atau normatif ini
menyebabkan mereka menjadi "anti' terhadap linguistik modem.
379
terbitan ILDEP). Demikian juga dengan buku-buku mengenai metode
penelitian linguistik. Dengan demikian, teori-teori linguistik modem
dengan berbagai aliran dan paham sudah bukan merupakan hal yang
asing bagi kebanyakan pakar linguistik Indonesia.
Selain kedua majalah di atas ada pula majalah Bahasa dan Sastra
serta Pengajaran Bahasa dan Sastra, yang sayang sekali ketika bab
380
ini ditulis, sudah tidak terbit lagi. Isinya dapat kita lihat daiam Kaswanti
purwo (1990). Satu majalah lagi, tetapi yang lebih mengkhusus pada
pembinaan bahasa nasional Indonesia, adalah Majalah Pembinaan
Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh organisasi profesi Himpunan
Pembina Bahasa Indonesia (HPBI) sejak tahun 1980. Isinya juga dapat
kita lihat pada Kaswanti Purwo (1990).
381
tik struktural, misalnya, dalam merumuskan kaidah kata
kerja dan kata benda!
382
2. Jelaskan secara singkat mengenai hubungan sintagmatik
dan hubungan paradigmatik, seperti yang dikemukakan
oleh Ferdinand de Saussure!
3. Jelaskan sumbangan para linguis aliran Praha, terutama
dalam bidang fonologi!
4. Apa yag dimaksud dengan tema dan rema dalam analisis
sintaksis menurut aliran Praha? Jelaskan!
5. Ceritakan secara singkat mengenai studi linguistik yang
dilakukan oleh para linguis aliran Glosematik!
6. Aliran Firthian dengan tokohnya John R. Firth terkenal
dengan studi fonologi prosodinya. Ceritakanlah secara
singkat mengenai fonologi prosodi itu!
7. Uraikan secara singkat pokok-pokok pandangan linguis
tik sistemik yang dikembangkan oleh M.A.K. Halliday!
8. Mengapa linguistik strukturalis Amerika dapat berkem
bang pesat pada tahun tiga puluhan? Jelaskan secara
singkat!
383
3. Ceritakan secara singkat prinsip-prinsip dasar tata bahasa
generatif transformasi!
4. Mengapa timbul ketidakpuasan terhadap teori generatif
transformasi dari sejumlah linguis pengikut Chomsky?
Jelaskan!
Beri contoh!
384
(8.4) 1. Pada awalnya studi linguistik di Indonesia adalah untuk
kepentingan penjajah dalam melaksanakan pemerintahan
jajahannya. Coba jelaskan!
2. Analisis bahasa dalam studi linguistik di Indonesia sebelum
perang dunia ke-2 masih bersifat sederhana. Coba jelaskan
apa maksudnya!
3. Gaung mengenai teori linguistik modem amat sangat
terlambat tiba di Indonesia. Coba jelaskan apa sebabnya!
4. Kegiatan apa saja yang dilakukan para linguis Indonesia
melalui wadah organisasi Masyarakat Linguistik Indone
sia (MLI)? Sebutkan dan jelaskan!
5. Sebutkan buku-buku tata bahasa yang digunakan dalam
pendidikan formal di Indonesia, sesuai dengan bidang studi
anda!
6. (Untuk mahasiswa bidang studi bahasa Indonesia)
a. Daftarkan semua buku tata bahasa Indonesia yang ada
dan pernah ada! Gunakan berbagai sumber untuk
mencarinya, misalnya, Teeuw (1961).
b. Carilah informasi, misalnya, dari Pusat Bahasa,
mengenai bahasa-bahasa daerah yang sudah dan sedang
diteliti!
385
BIBLIOGRAFI
Akhmanova, Olga dan Galina Mikael 'an, 1969. The Theory ofSyntax
in Modern Linguistics. The Hague: Mouton
386
Allerton, D.J. 1979. Essentials of Grammatical Theory. London:
Routledge Kegan & Paul
387
Casson, Ronald W. 1981. Language, Culture, and Cognition.
New York: Macmilian Publishing Co. Inc
Chaer, Abdul. 2010. Telaah Bibliografi Kebahasaan Bahasa In-
donesia/Melayu. Jakarta: Rineka Cipta
Chafe, Wallace L. 1973. Meanirig and the Structure of Language.
Chicago: The University of Chicago Press
Cense, A. A. dan E.M. Uhlenbeck. 1958. Critical Survey ofStudies
on the Languages ofBomeo. ‘S-Gravenhage: Martinus Nijhoff
Chierchia, Gennaro dan Sally Mc Connel-Ginet. 1990. Meaning
and Grammar. Massachusetts: The MIT Press
Chomsky, Noam. 1957. Syntactic Structures. The Hague: Mouton
------- 1965. Aspect of the Theory ofSyntax. Cambridge: The MIT
Press
Comrie, Bemaid. 1976. Aspect. Cambridge: Cambridge University Press
------- 1985. Tense. Cambridge: Cambridge University Press
Cook, Walter A. 1969. Introduction to Tagmemic Analysis. New
York: Holt, Rinehart and Winston, Inc.
Cruse, D.A. Lezical Semantic. Cambridge: Cambridge University Press
Crystal, David. 1988. The Cambridge Encyclopedia OfLanguage.
Cambridge: Cambridge University Press
Crystal, David dan Randolph Quirk. 1964. System ofProsodic and
Paralinguistic Features in english. The Hague: Mouton
Dineen, F.P. 1967. An Introduction to General Linguistics. New
York: Holt, Rinehart and Winston, Inc.
Djoko Kentjono (peny.). 1982. Dasar-Dasar Linguistik Umum.
Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia
Djuha, Djawahir. 1989. Tata Bahasa Arab. Bandung: Sinar Baru
Elson, Benjamin dan V.B. Pickett. 1962. An Introduction toMorpho-
logy and Syntax. Santa Anna, Calf: Summer Institute Linguistics
Fromkin, Victoria & Robert Rodman. 1974. An Introduction to
Language. New York: Holt, Rinehart and Winston
388
Givon, T. 1984. Syntax. Amsterdam: John Bcnjamin Publishing
Company
389
--------- 1988. Toward a Description of Contemporary Indonesia:
Preliminary Studies. Pari III. Jakarta: Badan Penyelenggara Seri
NUSA
Kramsky, Jiri. 1969. The Word as a Linguistic Unit. The Hague: Mouton
390
---------- 1986. Language and Linguistics. Cambridge: Cambridge
University Press
Ogden, C.K. dan I.A. Richard 1972 (cetakan pertama 1923). The
Meaning of Meaning. London: Routledge dan Kegan Paul Ltd.
391
Pikc, K.L. dan Evclyn G. Pikc. 1977. Grammatical Analysis. Dallas:
Summcr Inslilute of Linguistics
Ptcston, Dennis dan Rogcr W. Shuy. 1979. Varieties of American
English. Washington DC : English Tcaching Division, Educa-
tional And Cultural Affairs, International communication Agency
Pride, J.B. & Jancl Holmcs (cdiL). 1974. Sociolinguistics. Harmond-
sworth: The Penguin Books Ltd.
Quirk, Randolph, dkk. 1985. A comprehensive Grammar ofThe Eng
lish Language. London: Longman
392
_____ 1978. Studies in Javanese Morphology. Den Haag: Maninus
Nijhoff
393
INDEKS
394
aksara Sinika 93 aliran tata bahasa transformasi 373
aksara Toba 92 Alisjahbana 245
aksara Yunani 89 alofon 93, 127, 128, 133, 137
aktual 195 alograf 93
akusatif 172, 174 alomorf 54, 93, 149, 150, 156
akusativus 339 alomorf meng- 151
Al-Khuli 53 alomorf zero 157
Al-Kitab 344 alteman 193
alat interaksi 33, 240 alveolar 106
alat interaksi sosial 4 Alwi 263
alat komunikasi 32, 41, 57, 58, 85 ambifiks 178
alat komunikasi binatang 57 ambigu 218
alat komunikasi verbal 39, 347 ambiguitas 218
alat leksikal 259 ambiguiti 297, 307, 309, 310
alat sintaksis 216, 218, 253 American English 61
alat ucap 42, 56, 104, 108, 117 amplitudo 120
alat wacana 269 Amran Halim 380
Albert Sechehay 346 anak kalimat 245
alfabet Latin 95 analisis bahasa 21, 163, 351, 354,
Alieva 254, 256 379
alihkode 65, 66, 67, 68, 69 analisis bawahan langsung 21, 23
aliran Basra 343 analisis bawahan terdekat 21
aliran Bloomfield 163 analisis Biner 323
aliran Bloomfieldian 360 analisis ciri-ciri leksikal 315
aliran Firth 355 analisis ciri-ciri makna 315
aliran Firthian 355 analisis kalimat kompleks 370
aliran Glosematik 354 analisis komponen makna 315, 320,
aliran Kufah 343 322
aliran linguistik sistemik 356 analisis linguistik 18
aliran London 355 analisis makna 323
aliran Praha 351, 353, 354 analisis persesuaian semantik 327
aliran Prosodi 355 analisis proses unsur 24
aliran struktural Amerika 358 analisis rangkaian unsur 24
aliran strukturalis 360 analisis semantik 310
aliran Tagmemik 361 analisis sintaksis 266
aliran taksonomi 360 analisis unsur langsung 21
aliran tata bahasa kasus 368 analisis wacana 267
aliran tata bahasa relasional 368 analogi 333, 334,335, 337, 338,341
395
Anderson 371 arus ujaran 120, 146, 255
Andre Eckard 86 asal mula tulisan 85
Andreas Kemke 332 asimilasi 132
aneksi 186 asimilasi alomorfemis 133
animal rationale 58 asimilasi fonemis 132, 133, 134
animal symbolicum 39 asimilasi fonetis 133
anomali 333, 334, 335, 338, 341, asimilasi progresif 133
344 asimilasi regresif 133
Anton M. Moeliono 378 asimilasi resiprokal 133
antonim 297, 300, 301 Asmah 262
antonimi 300, 302 asosiasi 293, 297, 313
antonimi majemuk 301 asosiatif 20
antropologis 361 aspect of the theory of syntax 364,
antropolinguistik 16 365
antropologi 16, 70 aspek 170, 206, 230, 257, 259
apikal 106 aspek gramatikal 269, 272
apikodental 106 aspek imperfektif 259
aproksiman 118 aspek inseptif 259
Arab Indonesia 89 aspek kontinuatif 259
Arab Melayu 89 aspek kreatif bahasa 365
arbitrer 38, 41, 45, 46, 47, 81 aspek kreativitas bahasa 367
aspek momentan 260
argumen 369, 370, 371, 372
aspek perfektif 259
Aristoteles 166, 334, 336, 337
aspek progresif 259
arkifonem 134, 135, 353
aspek repetitif 259
Aronoff 194
aspek semantik 269, 271
Ars Grammatika 337, 338
aspek sesatif 259
arthoron 337
Astdhyasi 337
arti leksikal 214
atomic predicate 370
artifisial 81
August Von Schlegel 78
artikel penanda subjek 263 Australian English 61
artikulasi kedua 108, 109 awalan me- 151
artikulasi pertama 108, 109
artikulasi sertaan 109
artikulasi susulan 109 B
artikulata 340 Bach, E 370
artikulator aktif 118 Badudu 32
artikulus 12, 196, 197, 226, 263 bahasa 14, 50
arus udara 113 bahasa Afrika Selatan 183
396
bahasa aglutunatif 77 bahasa Ibrani 7. 81, 154, 343
bahasa akar 78 bahasa ibu 3
bahasa alamiah 335 bahasa Indo China 78
bahasa analitis 79 bahasa Indonesia 4, 8,14,20,24,
bahasa Arab 2, 4, 15, 52, 62, 71, 30, 33. 46, 47, 52, 53, 54, 55,
78, 120, 131, 134, 136, 154, 67, 68, 82. 110, 115, 131. 135.
162, 165, 170, 172, 185, 189, 137, 165, 167, 169. 176. 185.
196, 197, 220, 239, 240, 255, 195, 197. 224, 259, 320
303, 304, 334, 343, 344 bahasa Indonesia baku 62
bahasa asing 61 bahasa infleksional 78
bahasa Austronesia 14, 78 bahasa Inggris 8,14,18, 26, 39,
bahasa Batak 51, 52, 89 47, 51, 53, 67, 69, 82, 95, 109,
bahasa Batak Toba 129, 133, 110, 115, 126, 127, 128, 129,
134 131, 135, 136, 149, 151, 157,
bahasa Belanda 39,68,126,133, 159, 160, 165, 166, 167, 171,
134, 135, 172, 190, 192, 217, 172, 177, 178, 181, 185, 187,
376 188, 190, 192, 194, 195. 211,
bahasa berafiks 78 216, 220, 221, 225, 233, 236,
bahasa berfleksi 78, 175 237, 238, 256, 261, 263, 297,
bahasa bernada 129 303, 308, 316, 334, 346, 353,
bahasa Bugis 89 373
bahasa Burma 129, 155 bahasa inkorporasi 77, 78
bahasa Cina 4, 61, 78 bahasa Islandia 190
bahasa daerah 54,61,65,69,82, bahasa isolatif 77, 79
269, 375, 376 bahasa isolatif akar 78
bahasa dan sastra 380 bahasa isolatif dasar 78
bahasa Denmark 7, 60, 332 bahasa Italia 2, 165, 171, 172,
bahasa derivatif 78 344
bahasa diplomasi 341 bahasa Jawa 2, 14, 15, 39, 52,
bahasa Eropa 376 55, 67, 89, 136, 184, 185, 259,
bahasa Eskimo 77 348, 381
bahasa Fin 95 bahasa Jepang 8, 260, 351
bahasa fleksi 169,215,236,239, bahasa Jerman 81,133,135,172,
259 179
bahasa gereja 341 bahasa jukstaposisi 78
bahasa Gorontalo 130 bahasa kedua 66
bahasa Hindi 82 bahasa kesatuan 82
bahasa Hunanco 316 bahasa kitab suci 343
397
bahasa Klasik 81 bahasa Sasak 89
bahasa kolokatif 78 bahasa Semit 78, 181
bahasa konvensional 335 bahasa Spanyol 2
bahasa Koptis 78 bahasa standar 81, 82
bahasa Lampung 89 bahasa Sunda 47, 55, 67, 89,
bahasa Latin 2,4, 12,15,54,78, 155, 184
165, 170, 172, 192, 193, 214, bahasa Swahili 221, 222, 261
215, 216, 233, 239, 259, 337, bahasa Swedia 7, 60
338, 339, 341, 342, 343, 344 bahasa Tagalog 82, 263
bahasa lisan 11, 43, 82. 83, 272, bahasa terminasional 78
309 bahasa Thai 129, 155, 156
bahasa Madura 55 bahasa Ticuna 130
bahasa Makassar 89 bahasa tonal 121
bahasa Malaysia 33, 48, 262 bahasa tulis 11, 82, 83, 84, 93,
bahasa Mandarin 82, 126, 129
137, 218, 247, 266, 272, 307,
bahasa Melayu 33, 78, 82, 89,
309
131, 134, 303, 345
bahasa tulisan 43, 345
bahasa Muangthai 4
bahasa Turki 8, 78, 95, 136
bahasa nasional 17, 33, 61, 82,
bahasa ujaran 345
381
bahasa Yunani 62, 206, 337,
bahasa nasional Indonesia 377,
339, 343, 344, 346, 361
379
bahasa-bahasa Nusantara 8
bahasa negara 82, 381
bahasawan 31
bahasa Ngbaka 155, 156
bahasa Norwegia 60 bangsa Babilonia 85
bahasa perhubungan 345 bangsa Mesir Kuno 85
bahasa persatuan 82, 381 bangsa Sumaria 87
bahasa polisintetis 77 bangsa Talmud 85
bahasa Prancis 2, 4, 7, 95, 109, bantuan intonasi 237
116, 131, 174, 192, 305, 332 bantuan preposisi 84
bahasa proto 73, 74, 338 Bapak Linguistik Modem 345, 346
bahasa purba 338 Barber 32, 38
bahasa rahasia 42 batas klausa 217
bahasa relasional 79 batas silabel 122, 124
bahasa resmi 82 batas subjek 237
bahasa Roman 344 Baudoin de Courtenay 351
bahasa Rusia 259, 351 Bauer 183, 194
bahasa Sanskerta 15, 54,78,134, beban fungsional 126
170, 337, 345 bebas konteks 295
398
benefaktif 374 berkelas verba 168
bentuk ajektif 49, 106 berkomponen makna 326
bentuk aktif indikatif 181 berkonotasi negatif 293
bentuk berimbuhan 184 berkonstruksi predikatif 231
bentuk dasar 158, 159, 160, 169, berlaku dua arah 302
177, 179, 182, 196 bermakna ganda 218, 308, 322
bentuk derivasi 312 bermakna gramatikal 189
bentuk derivatif 195 bermakna referensial 291
bentuk indikatif pasif 178 bermodus deklaratif 216
bentuk infmitif 170 bermodus interjektif 216
bentuk inflektif 160 bermodus interogatif 217
bentuk kata 213, 215, 216 berperan lokatif 210
bentuk kompleks 177 berpotensi 232
bentuk komposisi 185 bersifat abstrak 128
bentuk minimum 338 bersifat alami 40, 334
bentuk morfemis 259 bersifat alamiah 340
bentuk mulut 113, 114 bersifat alfabetis 89
bentuk pasif indikatif 181 bersifat alofonis 133, 135
bentuk pluralis 135 bersifat arbitrer 38, 39, 56, 78, 79,
bentuk pradasar 162 81, 287, 289
bentuk prakategorial 152 bersifat asosiatif 20
bentuk primer 339 bersifat bebas 127
bentuk realisasi 150 bersifat biologis 104
bentuk singkat 191 bersifat deklaratif 241
bentuk singularis 135 bersifat derivasionai 183, 184
bentuk spesifik 306 bersifat derivatif 170, 177, 190
bentuk terikat 153 bersifat deskriptif 12, 25
bentuk ujaran 305, 306, 308, 313 bersifat diakronik 15
berasimilasi 151 bersifat dialektis 32
beraspirasi 127, 128 bersifat dinamis 33
berdistribusi 167, 333 bersifat distingtif 121
bergradasi 300 bersifat divergensif 75, 79
berinfleksi kasus 339 bersifat dua arah 297, 300
berinfleksi "tense" 339 bersifat empirik 360
berkategori ganda 189 bersifat fonemis 121, 129, 253, 351
berkategori nomina 187, 212, 225 bersifat fonetis 132
berkategori preposisi 219, 238 bersifat fungsional 129
berkategori verba 187, 249 bersifat hierarkial 300
399
bersifat hipotetis 31 bersifat sintagmatik 20
bersifat historis 79 bersifat sintagmatis 19
bersifat horizontal 113 bersifat sintaktis 188
bersifat ilmiah 332 bersifat sistematis 35
bersifat imaginatif 311 bersifat strukturalis 361
bersifat imperatif 40. 41 bersifat teratur 334
bersifat inflektif 170, 177 bersifat tertutup 193
bersifat kedaerahan 65 bersifat unik 33, 51, 52, 74
bersifat klasik 298 bersifat universal 33, 52, 71. 342
bersifat komplementer 127 bersifat vertikal 113
bersifat konvensi 40, 334 bersinonim 295, 320
bersifat konvensional 33, 47 berstatus kala 188
bersifat kuantitatif 79 berstruktur subjek-predikat 223
bersifat langsung 37, 287 berupa bunyi 33
bersifat leksikal 15 berwujud lambang 33
bersifat linear 19, 349 Bibliographical Series 376, 377
bersifat manusiawi 58 bidang kegiatan 298
bersifat monotransitif 249 bilabial 117
bersifat morfemis 121, 253 bilingual 61, 65, 66, 67
bersifat mutlak 300 bilingualisme 65
bersifat nonekshaustik 79 binatang primata 58
bersifat nonpredikatif 222 bitransitif 249
bersifat nonunik 80 bloking 194
bersifat normatif 377 Bloomfield 65, 354, 359, 360, 361
bersifat observasi 376 Bolinger 32, 46
bersifat paradigmatik 20 Bransdstetter 376
bersifat paradigmatis 183, 184 Brinton 260
bersifat periferal 285 British English 61
bersifat predikatif 232 budaya 69
bersifat preskriptif 25 bukti empiris 332
bersifat produktif 33 buku tata bahasa Arab 344
bersifat reguler 340, 342 buku tata bahasa Irlandia 344
bersifat relasional 300 buku tata bahasa Islandia 344
bersifat relatif 300 buku tata bahasa Latin 340
bersifat resmi 82 buku tata bahasa Provencal 344
bersifat searah 306 buku teks 26
bersifat sentral 285 bunyi ajar 44
bersifat silabis 94 bunyi apikodental 108
400
bunyi bahasa 43. 45. 104, 107, 108, chomeur 375
109, 123 Chomsky 163. 266, 285, 324, 364,
bunyi bersuara 107, 116 365, 368. 369. 377
bunyi bilabial 108 ciri ajektifa 167
bunyi dental 105 ciri aliran strukturalis 359
bunyi ganda 108 ciri bahasa 59
bunyi glotal 108 ciri bersuara 324
bunyi glotal stop 344 ciri bilabial 324
bunyi hambat bersuara 132, 133 ciri keilmiahan 8
bunyi hamzah 107, 108 ciri morfologi 167, 255
bunyi konsonan 113, 123 ciri semantik 315, 367, 368
bunyi labiodental 108 ciri universal 52, 53
bunyi nasal 66, 117, 197 ciri-ciri bahasa 56
bunyi oral 117 ciri-ciri formal 333
bunyi segmental 120, 121, 122 citation form 165
bunyi sertaan 109 citra bunyi 348
bunyi silabis 123 Clenard 343
bunyi suprasegmental 120 Coates 263
bunyi tak bersuara 107, 116 code-mixing 66
bunyi tunggal 108 code-switching 66
bunyi ujaran 43 competence 364
bunyi vokal 102, 109, 113, 123, Comrie 260
124, 128, 131 conjunctio 341
butir leksikal 318, 324 course de linguistique generale 19,
346
Cruse 307
C Crystal 33, 85, 86, 90, 305
cabang linguistik 13, 18 cucu kalimat 245
Cadmus 85
campurkode 65, 66, 69
cara artikulasi 116, 118, 119
D
categorematic 342 daftar derivasional 194
Cense 377 daftar morfem 324
Chaer 377, 378 daftar tertutup 193
Chafe 209, 326, 371 Dante 344
Charles Bally 346 Dardjowidjojo 181, 381
Charles J. Fillmore 370 dasar ajektifa 178
Charles Sanders Peirce 37 dasar ajektival 194
401
dialek Melayu Jakarta 316
dasar kalimat 240
dialek regional 56. 61
dasar nomina 178
dialek sosial 56. 61
dasar numeral 194
dialek temporal 56
dasar verbal 194
dialektologi 16, 17
data empirik 359
data empiris 8, 9. 10. 11, 13, 332, Dialoog 335
diatesis 170, 257, 265
354
diatesis aktif 265
datif 172, 174
diatesis kausatif 265
dativus 339
diatesis pasif 265
David M. Perlmutter 373
diatesis refleksif 265
De Lingua Latina 338
diatesis resiprokal 265
de rudimentis hebraicis 343
dietio 341
de Saussure 31, 32, 41, 286, 346.
diftong 115
347, 355, 364, 377
diftong naik 115, 116
de Vulgari EIoquentia 344
diftong turun 115, 116
deduktif 9 diglosia 62
deep structure 367 dinominalkan 168
definisi kalimat 266 Dionysius Thrax 338
deiktik 291 direktif 225
deklinasi 170, 172, 175, 339, 340 discourse 266
deklinasi naturalis 339 disfemia 315
deklinasi voluntaris 339, 340 disilabis 78
Del Hymes 64 disiplin linguistik 8
Dempwolf 376 distinetive features 324
denominal 182, 189 distingtif 351, 352
dental 106 distribusi 19, 21, 133, 360
derajat kebebasan 161, 220 distribusi bebas 128
derajat keotonomi 164 distribusi geografis 80
derajat keotonomian 164 distribusi kata 167
derivasi 79, 160, 177, 193 distribusi komplementer 128
derivasi zero 188 Djoko Kentjono 32, 67, 89, 211,
derivasional 175 214, 240, 252, 260, 261
diagram stratal 374 Djuha 240
diakronik 346, 347, 359 dorsal 106
dialek 33, 55, 63 dorsovelar 117
dialek areal 56 durasi 155
dialek geografi 56 dwilingga 184
dialek Jakarta 47, 124, 197, 381 dwilingga salin suara 184
402
dwipurwa 184 faringal 106
dwiwasana 184 feminin 173, 336
fenomena 194
fenomena alam 4, 103
fenomena sosial 32
Eams Cassirer 39
Ferdinand de Saussurc 19, 20, 37,
Edward Sapir 78
39,46,285,287,345,346,347,
Einar Haugcn 66
348, 349, 354, 356, 377
ejaan 94
Ferguson 62
ejaan bahasa Inggris 95
figurae 340
ejaan fonemis 109
Fillmore 371, 372
ejaan fonetik 109
filologi 16
ejaan ortografis 109
filsafat bahasa 16, 334
ejaan yang ideal 95
filsafat behaviorisme 359
ekshaustik 74, 78, 81
filsafat skolastik 342
eksosentrik 225
filsuf skolastik 341
elemen penyambung 181
filsuf Yunani 334
elipsis 270
fi'lun 220, 343, 344
endosentrik 225
Firth 20, 356
enkiitika 153
fisis 333, 341
entiti 317
fokus 257, 263
entity 373
fon 43, 125, 351
entri 165
fonem 9, 19,43,49,125, 137,146,
epentesis 136, 137
etimologi 338, 342 351, 352
fonem bahasa Indonesia 131
etnolinguistik 16
eufemia 315 fonem diftong 132
fonem glotal stop 132
eufemisme 315
fonem konsonan 128
event 317
fonem nonscgmcntal 129
experiencer 372
extended Standard theory 365
fonem segmental 129
fonem suprasegmental 129, 356
EYD 84
fonem vokal 109, 128, 196
fonem vokal panjang 131
F fonemik 19, 43, 102, 198
faktor keformalan 298 fonetik 19, 102, 103, 351
faktor sosial 298 fonetik akustik 103
faktor tempat 298 fonetik altikulatoris 103
faktor waktu 298 fonetik arikulatoris 104
403
fonetik auditoris 103 fungsi bunyi 351
fonetik fisiologis 103 fungsi gramatikal 135, 165, 361,
fonetik organis 103 375
fonetis 127 fungsi kemasyarakatan bahasa
fonologi 9, 102, 198, 340, 351 356
fonologi khusus 14 fungsi keterangan 208,209, 210,
fonologi prosodi 355 225, 262
fonologi umum 14 fungsi objek 208, 209, 211, 212,
forma 355, 358 214, 215, 221, 362
Franz Bopp 77 fungsi P 209
Franz Misteli 78 fungsi pembeda makna 134
frase 21,45,53,177,186, 188,206, fungsi penominalan 193
207, 208, 209, 212, 217, 219, fungsi predikat 209, 211, 212,
221, 222, 223, 232, 238, 240 214, 221, 232, 362
frase adverbia 238 fungsi sintaksis 19, 207, 211,
frase ajektifal 251 219, 222, 224, 232, 261, 262
frase ajektival 228 fungsi sintaksis wajib 232
frase apositif 225, 228, 229 fungsi subjek 208, 211, 213,
frase eksosentrik 221, 225, 226 215, 216, 221, 231, 232, 263,
frase endosentrik 226, 227, 228 350, 361, 362
frase koordinatif 225, 228
frase modifikatif 225, 227 G
frase nominal 28, 231, 237,239, gabungan kata 184
362 gabungan morfem 159
frase numeral 228 gabungan verba 235
frase numeralia 238 gaya bahasa 335
frase parataksis 228 gaya Kafi 93
frase preposisional 225, 251 gaya Magribi 93
frase sederhana 237 gaya Naskhi 93
frase subordinatif 225, 227 gaya Tughra 93
frase verbal 228, 230, 362 gejala 41
Fredrich Von Schlegel 78 gender 336
frikatif 118 genetivus 339
Fromkin 56, 58, 85 genitif 172, 174
fullword 219 Georgias 335
functionword 219 gerak tubuh 57
fungsi 206, 215 gesture 41, 57
fungsi bahasa 45, 82 glosem 354
404
glotal stop 107 Himpunan Pembinaan Bahasa Indo
goal 372 nesia 381
Gorys Keraf 379 hipemim 306
govennent and binding thcory 365 hiponim 307
gradasi 357 hiponimi 297
graf 93 hipotesis Sapir-Whorf 70
grafem 26, 93, 94, 109, 138 historisitas 80, 81
grafiti 93, 94 Hjemslev 354, 355
grafologi 358 Hockett 284
gramatika 15, 206, 358 homo faber 57
gramatikal 15 homo sapien 57
gramatikal intern 354 homo sosio 57
Greenberg 78, 79 homofoni 303
Grijns 381 homogenesitas 80, 81
Grundzuge der Phonologie 351 homograf 304
homografi 303
H homonimi 48. 297, 302, 303, 304,
Hagar 303 305, 308, 309
hakikat ajektifa 10 homorgan 52, 137
hakikat bahasa 4, 19, 33, 43, 333 HPBI 381
hakikat fonem 137 hubungan asosiatif 19
hakikat kata 163 hubungan generik 271
hakiki 10, 11 hubungan paradigmatik 317, 349,
Halim 255, 256 350, 355
Halliday 356 hubungan paradigmatis 354
hambat bersuara 352 hubungan perbandingan 271
hambat tak bersuara 352 hubungan pertentangan 271
Hamingway 55 hubungan rujukan 272
Hamka 55 hubungan sebab-akibat 271
Hardjatno 259 hubungan semantik 297
harfun 220, 343, 344 hubungan sintagmantik 317
harmoni vokal 135, 136 hubungan sintagmatik 317, 346,
Hartmann 110 349, 350, 355
hasil reduplikasi 184 hubungan sintaksis 336
head 227 hubungan subordinatif 164
hierarki 300 hubungan tujuan 272
hierarki bahasa 163 Hukum Van der Tuuk 376
405
hunif 340 informasi 310
hunif konsonan 94 Institutiones Grammaticae 338, 341
hunif Latin 163 instrumental 374
hunif vokal 94 integrasi 65, 66, 67
Hymcs 63 interferensi 65, 66, 67, 69
interferensi leksikal 67
I interfiks 178, 181
interjectio 341
IC analysis 360
interlude 124
identifikasi morfem 147
internal juneture 122
identitas fonem 132
International Phonetic Alphabet
identitas leksikal 166, 171,175,183,
110
185, 187, 190, 193
interpretasi fonologi 368
identitas sebuah morfem 148
interpretasi semantik 367
ideograf 87
inti frase 227
ideologi 27
intonasi 84, 122, 213, 216, 253,
idiolek 55
255
idiom 188, 296, 297
intonasi deklaratif 216, 232, 241
idiom penuh 296
intonasi final 232, 235, 240, 241
idiom sebagian 296
intonasi inteijektif 216, 232
Ignatius Soehamo 380
intonasi interogatif 216, 232,
iklim filsafat 359
241
ikon 41
ILDEP 380 intonasi kalimat 232
ilmu empiris 11 intonasi seru 241
ilmu interdisipliner 16 intonasi sintaksis 256
ilmu logika 10 IPA 110, 111
ilmu menalar 10 istilah tata bahasa tradisional 333
ilmu nomotetik 11 ismun 220, 343, 344
ilmu susastra 4, 16 istilah 49, 54, 295, 296
ilmu semiotika 37 istilah generik 37
Immediate Constituents Analysis 21, istilah perkerabatan 316, 324
180, 360 item-and-arrangement 24
indeks 41 item-and-process 24
induk kalimat 244
induktif 9
infiks 154, 170, 178, 181
J
infleksi 79, 160, 177 jeda 122
infleksional 183 jeda antarfrase 122
406
jeda antarkalimat 122 kalimat ekuatif 249
jeda antarkata 122 kalimat imperatif 152, 161, 189,
jenis diftong 116 255, 304
jenis kalimat 240, 241 kalimat indikatif aktif 178
jenis klausa 235 kalimat interogatif 216,254,255
jenis makna 289 kalimat interogratif 217
jenis wacana 272, 273 kalimat inti 241, 242
John R. Firth 355 kalimat intransitif 249, 250
juneture 79 kalimat inversi 242
kalimat jawab 335
kalimat jawaban 211,221,224,
K 236, 253, 256
kaidah fonologi 368 kalimat jawaban singkat 341
kaidah gramatikal 63, 195 kalimat kompleks 234, 247
kaidah kesemestaan bahasa 373 kalimat laporan 335
kaidah pembentukan kata 50 kalimat majemuk 234, 236, 243,
kaidah proyeksi 368 246
kaidah sintaksis dasar 368 kalimat majemuk bertingkat 243
kaidah transformasi 367, 368 kalimat majemuk campuran 246
kaidah universal 368 kalimat majemuk kompleks 243,
kajian diakronik 15 246
kajian morfologi 159 kalimat majemuk koordinatif
kala 170, 257, 260 234, 243, 244, 246
kala kini 261 kalimat majemuk rapatan 244
kala lampau 261 kalimat majemuk setara 243
'i kaligrafi 93, 94 kalimat majemuk subordinatif
’ " kalimat 45, 53, 206, 209, 210, 219, 243, 244, 246
232, 239, 243, 255, 336 kalimat mayor 232, 235, 236,
kalimat aktif 249, 250 240, 247
kalimat aktif anti pasif 250 kalimat minor 221, 224, 232,
kalimat aktif transitif 166 247, 248
kalimat bebas 240,251,252,268 kalimat narasi 335
kalimat dasar 241, 367 kalimat non-inti 241, 242
kalimat deklaratif 152, 161,217, kalimat nonverbal 249, 251
254, 255, 259 kalimat partisif 152
kalimat deklaratif aktif 152 kalimat pasif 208, 233,249, 250
kalimat deklaratif pasif 152 kalimat pasif anti aktif 250
kalimat dinamis 249, 251 kalimat pasif berpelaku 166
407
kalimat penjelas 274 kata kerja pasif 337
kalimat perintah 211,221,247, kata kerja tak komplet 337
335 kata majemuk 12, 129, 186, 187.
kalimat refleksif 249 188, 224
kalimat resiprokal 249 kata pemisah 237
kalimat salam 247 kata penuh 219, 220, 221
kalimat seruan 211,247 kata sandang 173
kalimat sisipan 161 kata tugas 219, 220, 221
kalimat statis 249, 251 Katakana 89
kalimat subordinatif 245 kategori 206, 339
kalimat tanya 236, 335 kategori adverbia 211
kalimat terikat 240, 251, 252, kategori gramatikal 171, 174,
253 259
kalimat transitif 249 kategori kala 70
kalimat transitif aktif 214 kategori kata 165, 212
kalimat tunggal 232, 234, 243 kategori nomina 211, 219, 226
kalimat utama 268, 274 kategori segmental 235
kalimat verbal 249 kategori sintaksis 207, 219, 262
kalimatisasi 290 kategori verba 211
karangan ilmiah 273, 274 kategori verbal 238
Karel Johnson 86 Kaukasus Utara 131
Kari Von Frisch 56 kaum Alexandrian 337
karya seni 4 kaum analogi 334
kasus 170, 339, 371 kaum anomali 334
kasus akusatif 215 kaum distribusionalis 360
kasus bloking 195 kaum konvensional 334
kasus datif 215 kaum Modistae 341
kasus nominatif 215 kaum naturalis 334
Kaswanti Purwo 380, 381 kaum semantik generatif 368, 370
kata 45, 162, 206, 223, 232, 238, kaum Sophis 335
240 kaum Stoik 336, 337
kata benda 35 kaum strukturalis 147, 266, 285
kata derivatif 195 kaum transformasi generatif 266
kata ganti empunya 216 keambiguan 23
kata gramatikal 169 kebebasan berpindah 164
kata keija 8 kebenaran faktual 7
kata keija aktif 20. 250, 337 kebudayaan 69
kata keija komplet 337 kegandaan makna 297, 307
408
kegiatan empiris 9 keterangan modalitas 262
kekoherensian 269 keterangan subordinatif 164
kekohesifan 268 keterangan tambahan 234
kekohesian 267 ketercakupan makna 297
kelas ajektifa 11, 168 ketidakberterimaan kalimat 325
kelas generik 306 keutuhan paragraf 252
kelas kata 169, 336, 339 khazanah afiks 379
kelas preposisi 336 khazanah fonem 131
kelas terbuka 219 Kiparsky 368
kelas tertutup 219 Kitab al Ayn 344
kelas verba 167 KITLV 376
kelas verba intransitif 168 klasifikasi 79, 80, 376
kelas verba transitif 168 klasifikasi areal 79
kelebihan makna 297 klasifikasi bahasa 71
kelompok anomali 334 klasifikasi bunyi 128, 131
kelompok kata 217 klasifikasi fonem 128
kelompok Sophis 335 klasifikasi genetis 73, 74, 75
kemasyarakatan bahasa 356 klasifikasi kata 166, 167, 169
kendala gramatikal 214 klasifikasi konsonan 116
Kenneth L.Pike 361 klasifikasi morfem 151
kenyaringan 255 klasifikasi morfologi 78
kependekan 191 klasifikasi sosiolinguistik 80, 81,
keproduktifan bahasa 50 82
Keraf 32 klasifikasi tipologis 77, 79
kerangka morfem 190 klausa 21, 45, 53, 206, 219, 231,
keija kopula 237 232, 233, 234, 235, 236, 240,
Kerm 376 241, 255, 284, 336, 374
kesalahan gramatikal 325 klausa adverbial 236, 238
kesalahan informasi 325 klausa ajektifal 236, 238
kesalahan semantik 325 klausa atas? a 236, 244
kesamaan makna 297 klausa bawahan 236, 244
kesatuan gramatikal 185 klausa bebas 235, 241
keselarasan vokal 136 klausa berpusat 239
kesimpulan deduktif 10, 11 klausa inti 241
kesimpulan induktif 10 klausa intransitif 236
kesimpulan umum 10 klausa nominal 236, 237, 238
ketaksaan 307, 308, 309 klausa nonverbal 236, 249
keterangan 207, 233 klausa numeral 238, 239
409
klausa preposisional 236, 238 komposisi 185, 187, 188, 193, 195,
klausa refleksif 237 198, 224, 323
klausa resiprokal 237 komunikasi 47, 48
klausa subordinatif 236 komunikasi verbal 239
klausa tak berpusat 239 konektor 213, 218
klausa terikat 235, 236, 241 konektor koordinatif 218
klausa transitif 236 konektor subordinatif 218
klausa utama 236, 244 konfiks 154, 179, 180
klausa verbal 236,237,238,239, konfiks ke-l-an 176
249 konfiksasi ke-l-an 24
klitika 153, 216 konjungsi 153,158,213,218, 231,
koda 124 244, 252, 269, 270, 325, 336
kode 42, 67 konjungsi antarkalimat 253, 268
koherens 267, 268, 269, 271 konjungsi koordinatif 228, 244
kohesi 362, 363 konjungsi subordinatif 236, 244
kohesif 267, 268, 269, 271 konotasi 292, 293, 318
kohiponim 306 konotasi netral 292
kolokasi 317, 318 konotasi positif 292
kombinasi nada 130 konotasi yang negatif 292
komplemen 233 konposisi 177
komponen 34, 224, 285 konsep abstrak 137
komponen atasan 227 konsep analogi 342
komponen bawahan 227 konsep budaya 316
komponen fonologi 368 konsep de Saussure 20
komponen fonologis 366 konsep fonem 378
komponen inti 227 konsep fungsi 168
komponen makna 189, 302, 315, konsep kategori 168
318, 319, 320, 321, 322, 323, konsep penamaan 316
325, 327 konsep semantis 188
komponen makna leksikal 310 konsep sintaktis 188
komponen segmental 216 konsep zero 157
komponen semantik 285, 366, konsignifikasi 342
367 konsonan 52, 113
komponen signifian 286 konsonan bilabial 117
komponen signifiant 348 konsonan geseran 118
komponen signifie 286, 348 konsonan hambat bersuara 134
komponen sintaksis 366 konsonan letupan 118
komponen sosiologis 356 konsonan nasal 52, 118
410
konsonan paduan 118 konyugasi 170, 175
konsonan sengau 196 koordinatif 234
konsonan yang homorgan 134 korespondensi 74
konstituen 21, 22, 23, 322, 323 kosakata 26,49.50,54,62,71,312
konstituen atasan 218 kosakata umum 295
konstituen bawahan 218 Kreol 81
konstituen dasar 240, 241, 249, Kridalaksana 33,41,42,89,90.169,
255 181, 188. 230, 287, 378, 379,
konstituen kalimat 20 381
konstrastif linguistik 26 kriteria 167
konstruksi 23, 167, 322, 325 kriteria bunyi 74
konstruksi beranaforis 309 kriteria fungsi 166
konstruksi frase 195 kriteria fungsi sintaksis 168
konstruksi genitif 216 kriteria klasifikasi 131
konstruksi kalimat 235 kriteria makna 166
konstruksi kalimat inti 374 kronolek 56
konstruksi pasif 375 Kruzewki 351
konstruksi posesif 265
konstruksi segmental 216 L
konstruksi sintaksis 211, 213
kontak bahasa 65, 66 la langue 347
kontak budaya 66 la parole 347
konteks 358 labial 106
konteks kalimat 247, 288, 295 labialisasi 109
labiodental 106, 117
konteks paragraf 23
konteks situasi 247, 288, 295 lafal huruf 95
konteks topik 247 Lakoff 368
konteks wacana 23, 288 lambang 37, 293
lambang bahasa 44, 45
kontekstual 16
lambang bunyi 45, 46, 47, 49
kontinum 357
kontraksi 136 lambang persendian 123
kontras 300, 351 laminal 106
kontras bunyi 344 laminoalveolar 117
kontras minimal 126 laminopalatal 106
konvensi 40, 47 langage 2, 3, 31
konvensional 48 langit-langit lunak 117
langue 2. 31, 50, 346. 347. 356,
konvergensif 75, 79
konversi 177, 188 364
411
Lapolewa 168, 212 linguistik sinkronik 14
laringal 106 linguistik sistemik 17, 356
lateral 118 linguistik struktural 17, 363
Leech 293, 294 linguistik strukturalis 9, 346
legein 337 linguistik teoretis 17
leksem 165, 191, 287, 288, 289, linguistik terapan 17
310 linguistik tradisional 17, 345,
leksikografer 26 346, 363, 378
leksikografi 18 linguistik transformasi 285
leksikologi 15, 16 linguistik transformasional 17,
leksikon 16, 54, 67, 81, 367 363
leksikosemantik 15 linguistik umum 3, 14
leksis 358 litterae 340
lekton 336 logika 336, 345
Leonard Bloomfield 21, 337, 358 logika Aristoteles 342
Lieberman 256 logos 336
lingkungan bunyi 128 lokatif 374
lingua franca 341, 345 Louis Hjemslev 20, 354
linguis 3 Lyons 159
linguis Indonesia 378
linguis struktural 224, 337
M
linguis strukturalis 284
linguistik 16 main elouse 236
linguistik Arab 343 Majalah Pembinaan Bahasa Indone
linguistik bandingan 345 sia 381
linguistik deskriptif 14 makna afektif 294
linguistik diakronik 15 makna asal 292
linguistik generatif semantik 17 makna asli 292
linguistik historis komparatif 15, makna asosiasi 294
71, 74, 345 makna asosiatif 293, 294
linguistik Indonesia 380 makna bahasa 284, 289, 342
linguistik khusus 14 makna baru 186
linguistik komputer 18 makna dasar 318
linguistik makro 16, 59, 69 makna denotasi 318
linguistik mikro 15, 16, 18, 59 makna denotatif 292, 293, 294
linguistik modem 333, 377, 378 makna gramatikal 26, 154,177, 179,
379 183, 212, 214, 215, 217, 224,
linguistik relasional 17 290, 321, 322
412
makna idiom 297 maujud 373
makna idiomatikal 26, 296 Max Muller 78
makna jamak 184 Mc Cawly 368, 370
makna kalimat 123, 288, 310 medan kolokasi 317
makna kata 295 medan leksikal 315
makna kausatif 3 medan makna 315, 316, 317, 318
makna kias 289 medan set 317
makna kolokatif 294 medan warna 316
makna konotatif 292, 294 medial 106
makna konseptual 293, 294 medium verbal 354
makna konstruksi 217 mekanolinguistik 18
makna konteks 45 Melayu Polinesia 75
makna kontekstual 26, 290 membloking 195
makna leksikal 26, 158, 214, 219, mentalistik 359
289, 290, 92, 293, 294, 296, 304 meronimi 307
makna pragmatik 45 Mess 188, 322
makna pusat 318 metafora 327
makna referensial 291 metaforis 327
makna sebenarnya 187, 302 metatesis 136
makna sintaktik 224 mikrolinguistik 5
makna .stilistika 294 minimal pair 126
manfaat linguistik 25 misionaris 344
manuskrip 377 MLI 380
marginal 81 modalitas 230, 257, 262, 371
Mark Twain 55 modalitas deontik 263
martikulata 340 modalitas dinamik 263
Martinet 1, 6 modalitas epistemik 263
masalah makna 359 modalitas intensional 262
masalah semantik 324 model semantik generatif 363
Masinambaouw 188 model struktural 363
maskulin 173, 336 model strukturalis 21
masyarakat 32 model transformasi 363
masyarakat bahasa 47, 54, 55, modifikasi 109
59, 60, 61, 293, 318 modifikasi intern 177
masyarakat diglosis 62 modifikasi internal 4, 170, 189,
Masyarakat Linguistik Indonesia 190
380 modus 170, 206, 257, 259, 342
Matthews 159 modus deklaratif 259
413
modus desidcratif 259 morfofonemik 146, 195, 198
modus imperatif 259 morfofonologi 195
modus indikatif 171, 259 morfologi 9, 19, 198, 206,212,338,
modus indikatif aktif 170 341
modus interogatif 259 morfologi infleksional 171
modus kalimat 175, 216 morfologi khusus 14
modus kondisional 259 morfologi umum 14
modus optatif 259 morfonemik 195
monoglot 65 morfonologi 146, 195, 198, 353
monolingual 65 morfosintaksis 15, 206
monosilabis 78 Morris Halle 351
monotransitif 249 Morris Halle dan Roman Jakobson
morf 149, 150
324
morfem 3,9,45,146,162,163,219,
Moru 183
324
multilingual 27, 61, 65, 66, 67
morfem kausatif 3
multilingualisme 65
morfem suprasegmental 4
morfem afiks 158, 159, 287
morfem akar 154 N
morfem bebas 151, 152, 153, nada 121, 155, 156, 253, 255
159, 185, 222, 224 nada datar 121, 129
morfem berakar verba 161 nada naik 121, 129, 156, 217
morfem beralomorf zero 156 nada naik lalu turun 129
morfem bermakna leksikal 157, nada naik turun 121
158 nada naik-turun 156
morfem dasar 158,159,160,184,
nada netral 156
189, 224, 287
nada turun 121
morfem dasar bebas 153, 161
nada turun lalu naik 129
morfem dasar terikat 162
nada turun naik 121
morfem infiks 155
nama perkerabatan 316
morfem meN- 151
nama spesifik 306
morfem segmental 149, 155
naskah klasik 16
morfem suprasegmental 155,156
morfem terbagi 153, 154, 179 naskah kuno 16
morfem terikat 151, 152, 153, Nebo 85
154, 159, 177, 185, 222 negarawan 27
morfem tunggal 159 Neo-Firthian Linguistics 356
morfem unik 153, 185 Neo-Latin 344
morfem utuh 153, 154 netralisasi 134, 353
414
neurologi 103 onoma 335, 336
neurolonguistik 16 onomata 335
neutrum 173, 336 onomatope 47, 334
Nida 317 onset 124
Nikolai S. Trubetskoy 351 open juneture 122
nilai rasa 292 oposisi 351
Noam Chomsky 363 oposisi bunyi 128
nomen 341, 342, 343 oratio 341
nomen adjectivum 342 ortografi 124, 162, 163, 303
nomen substantivum 342 ortografis 286
nomina 163,188,189,207,212 otonomi kata 164
nomina deverbal 182
nomina hipostatis 168
P
nominal 249
nominatif 172, 174 pakar antropologi 324
nominativus 339 palatal 106
nomos 333, 341 palatalisasi 109, 344
nonarbitrer 74, 81 pangkal 160, 161
nondirektif 225, 226 Panini 337
normatif 25, 379 papers in linguistics 356
nuansa makna 299, 318 Papua Nugini 183
nuansa warna 316 paradigma infleksional 4, 171, 175,
numeralia 207, 249 177
NUSA 380 paradigmatik 20, 346
paradigmatis 193
paragraf 251,252,273,274
O Parera 116
object 372 parole 2, 31,33,50, 346, 348, 356,
objek 19, 20, 207, 233 364
objek gramatikal 353, 354 part of speech 166
objek kajian linguistik 59 partes orationes 342
objek langsung 233 partes orationis 341
objek linguistik 18, 43, 82 participants 64
objek material 354 participium 341
objek psikologis 354 partikel 151, 196, 259, 343
objek semantik 9, 285 partikel pun 264
objek tak langsung 233 partisipel 339
O'Connor dan Amold 256 partonimi 307
415
pasangan minimal 54.126,128,134. penggolongan kata 166, 169
137 pengisi makna 362
pasangan tetap 162 penunjuk kala 155
past tense 260 penurunan tingkat 274, 275
patokan linguistik 32 peran 'aktif 212
patokan politis 32 peran 'hasil' 213
Paul M. Postal 373 peran 'keadaan' 212
pelaku 207 peran 'pasif 212
pelaku perbuatan 214 peran 'pelaku' 213
pelapisan tingkat 274, 275 peran pelaku 264
pelengkap 233 peran 'penerima’ 213
pelesapan 243 peran 'proses' 212
pelesapan fonem 196 peran sintaksis 206, 207
pelompatan tingkat 274, 275 performance 364
peluluhan fonem 196 pergeseran fonem 196
pembentuk wacana 266 peribahasa 296, 297
pembentukan kata 170 perilaku sintaksis 225, 226
pembuka paragraf 252 peristiwa fisis 103
pemendekan 191 peristiwa psikologis 372
pemunculan fonem 196 perkembangan konsep 311
penanda 46, 287 perluasan frase 223, 229, 230, 231
penanda anaforis 252, 253 perluasan makna 314
penanda frase dasar 367 perluasan unsur 245
penanda jamak 177 persaingan 195
penanda kala 177 persendian 122
penanda morfologis 261 persesuaian leksikal 325
pendekatan 363 persesuaian semantik 325
pendekatan atomistis 12 persesuaian semantis 326, 327
pendekatan fungsional 353 persona 170, 234
pendekatan linguistik 30 pertalian sintaksis 174
pendekatan struktural 12 pertentangan makna 297
penderita 207 perubahan fonem 132, 196
peneliti bahasa 376 perubahan internal 189
penerima 207 perubahan makna 310, 313
Pengajaran Bahasa dan Sastra 380 perubahan makna kata 338
pengekalan huruf 191 perubahan makna secara total 314
pengertian wacana 267 perubahan makna yang menyempit
penggalan 191 314
416
perubahan segmental 189 postal 368
perubahan vokal 184 potensi 252
perubahan yang meluas 313 potensial 195
peta fonem 127 potestas 340
peta konsonan 119, 131 Pott 77
petanda 46, 287 praepositio 341
Peter Hellas 342 prakategorial 158, 162
Peter Mark Roget 317 pranata budaya 16
Petrus Hispanus 341, 342 pranata masyarakat 18
Pidgin 81 predikat 19,20,207,231,233,260,
Pike 266, 361 370, 371
pikiran penjelas 273 predikat inti 370
pikiran utama 273 predikat logis 336
pikto 86 predikat verbal 233
piktograf 85, 86, 87 prediksi 321
piktografik 86 prefiks 170, 178
piktogram 85, 86 prefiks derivasional 161, 176
pita suara 106, 107, 113 prefiks di- 22
Plato 334, 335, 336 prefiks inflektif -G- 152
plurilingual 65 prefiks inflektif me- 152
Poerwadarminta 54 prefiks me- 9, 195, 196, 250
poliglot 65 prefiksasi ter- 24
polisemi 48, 297, 301, 302, 304, premis mayor 10, 11
309, 310 premis minor 10
politikus 27 preposisi 153, 158, 220, 221, 225,
posisi akhir 178, 352 310
posisi awal 352 present 260
posisi belakang 227 preskriptif 379
posisi bibir 117 principal elouse 236
posisi kata 216 prinsip ketercakupan 305
posisi kata kerja 8 Priscia 338, 340, 342
posisi komponen 227 produktif 185, 192, 194
posisi lidah 113, 114, 115, 116 produktivitas 193
posisi pita 116 Prof. Dr. J.W.M. Verhaar SJ, 380
posisi pita suara 107, 119 proklitika 153
posisi velum 117 pronomen 341
posposisi 220 pronomina 173, 228, 291
posr-Bloomfieldian 360 propheretal 337
417
proposisi 369, 371 puncak silabel 123
proses afiksasi 159, 169, 177, 179, puncak silabis 223. 124
182, 184, 195. 198, 321 Pusat Bahasa 377
proses artikulasi 108
proses asimilasi 134 R
proses derivasi 193, 194
Rabbi Akiba 85
proses disimilasi 134
proses fonasi 106 ragam 55
ragam bahasa 56, 63, 64
proses gramatika 161
ragam bahasa hukum 56
proses gramatikal 177, 290
ragam bahasa ilmiah 56
proses infleksi 160, 194
ragam bahasa jurnalistik 56
proses inflektif 193
ragam bahasa lisan 82
proses komposisi 159, 169, 185,
ragam bahasa sastra 56
186, 290, 321, 322
ragam bahasa tulisan 82
proses konfiksasi 193
proses morfemis 146,177, 182, 193 ragam baku 56
ragam formal 298
proses morfofonemik 196
proses morfofonologi 146 ragam ilmiah 62
proses morfologi 152,158,159,162, ragam jurnalistik 62
219, 220 ragam lisan 56
proses morfologis 146, 177, 195 ragam nonstandar 56
proses peluluhan fonem 197 ragam sastra 62, 298
proses pembentukan 24 ragam standar 56
proses penggabungan 243 ragam tak formal 298
proses pergeseran fonem 197 ragam tulisan 56
proses perluasan 243, 245 Rahayu Hidayat 346
proses perubahan fonem 197 Ramlan 379
proses reduplikasi 159, 169, 183, realisasi langue 347
184, 321 realitas fisis 347
proses suplesi 190 redundans 310
proses transformasi 242 redundansi 297, 310
prosodi 120, 156 reduplikasi 24, 177, 182, 184,193,
Protogoras 335 195, 198
psikolinguistik 16 reduplikasi derivasional 184
psikologi 16 reduplikasi parsial 184
Pulau Hawaii 131 reduplikasi penuh 182, 184
puncak kenyaringan 101, 123, 124, reduplikasi semantis 185
146 reduplikasi semu 184
418
referen 45, 286, 287, 288, 348 rumpun Indo Eropa 75
referens 291 rumpun Kaukasus 75
referensial 293 rumpun Paleo Asiatis 75
refcrential 372 rumpun Sino-Tibet 75
relasi antarkata 78 rumpun Ural-Altai 75
relasi asosiatif 19 runtunan bunyi 123
relasi gramatikal 373, 374 runtunan fonem 286
relasi hiponimi 306
relasi makna 297 S
relasi sinonimi 297
sampingan 118
relasi sintagmatik 19
relational sign 373
Samsuri 41, 181
rema 353, 354 sangat produktif 229
Remmius Palaemon 337, 338 Sapir 32,78,79
retorika 335 sarana komunikasi verbal 36
Reuchlin 343 sasaran perbuatan 214
revised extended Standard theory
satu konteks 290
satuan bahasa 19, 21, 24, 239, 266,
365
rhema 336 273, 297, 361
rhemata 335, 336 satuan bebas terkecil 163
Richard dan Ogdent 286 satuan bunyi terkecil 146
Robins 381 satuan dasar 354, 361, 362
Roger Bacon 343 satuan fonem 284
Rolvink 381 satuan fonematis 355
Roman Jakobson 324, 351 satuan frase 21, 284
Roman Jakobson dan Morris Halle satuan fungsional 146
satuan gramatikal 162,165,220,222
323
rongga hidung 106, 107, 108, 113 satuan gramatikal terkecil 146
rongga mulut 106, 107, 108, 113 satuan kalimat 21, 284
satuan kata 21, 222, 284
root 158, 160
satuan klausa 21, 222, 284
ruang resonansi 123
rujukan 45 satuan lingual 162, 163, 378
satuan morfem 284
rujukan anaforis 270
satuan morfologi 24, 219
rumpun Austronesia 75
satuan prosodi 355
rumpun Chari-Nil 75
satuan ritmis 123, 124, 146
rumpun Dravida 75
satuan sintaksis 219,221,222,231,
rumpun fmno-Ugris 75
240, 265
rumpun Hamito-Semit 75
419
satuan terkecil 219 secara implisit 244
satuan tuturan 219 secara induktif 10
satuan ujaran 206, 297, 300, 301, secara inflektif 175
302, 313, 314 secara inheren 158, 260
Scale and Category Linguistics 356 secara instingtif 58
Sehmidt 79 secara internal 259
sebuah sistem 33 secara intuisi 34
secara aktual 49 secara konvensional 38
secara akurat 110, 138, 216 secara koordinatif 246
secara alami 334 secara kuantitatif 22
secara alamiah 38, 57 secara leksikal 219, 229, 259, 261,
secara analogi 338 262, 296, 324
secara anomali 338 secara linear 20, 180
secara apriori 21 secara linguistik 33, 60
secara bertahap 230 secara lisan 61
secara deduktif 10 secara logika 336
secara denotatif 292 secara metaforis 289
secara derivatif 22, 175 secara morfemis 20, 258, 259, 260,
secara deskriptif 12, 211, 378 261, 263
secara diakronik 12, 344, 347 secara morfologis 153, 340
secara diakronis 310 secara nasional 65
secara efisien 310 secara politis 33
secara eksplisit 228, 239, 244, 250 secara potensial 161, 228
secara empirik 359 secara praktis 169
secara empiris 9, 285, 335, 354 secara preskriptif 12, 345, 378
secara etimologi 206, 304 secara relatif 49
secara filosofis 147, 266 secara semantik 158, 189, 210, 306
secara fisis 334 secara semantik artikulatoris 344
secara fonemis 20 secara semantis 24, 251
secara fonetis 110 secara sinkronik 12, 347, 359
secara fonologis 150, 153 secara sinkronis 310
secara formal 167 secara sintaksis 20, 153, 341
secara fungsional sistem bahasa 34 secara sosial 63
secara genetik 79 secara sporadis 121
secara gramatikal 158, 165, 296 secara struktural 379
secara harfiah 31 secara subordinatif 246
secara hierarkial 35, 219, 284 secara tagmemik 362
secara historis 305, 359 secara tata bahasa 336
420
secara teoretis 169, 180 sikap preskriptif 13
secara tertulis 61 sikap spekulatif 7
secara tradisional 206, 233, 340 silabel 101,102,115,122,123,133,
secara umum 295 136, 146, 153, 197
segi ekspresi 355 silabel terbuka 132
segi kemasyarakatan bahasa 356 silabel tertutup 132
segitiga makna 286, 287 simbol 37, 336
segitiga Richard dan Ogdent 286 sinestesia 313
segmen 100, 101, 122 singkatan 191
segmental 110 sinkronik 347
sejarah linguistik 17, 70, 166 sinonim 297
sejarah studi bahasa 345 sinonimi 48, 302
semainomen 336 sintaksis 19, 206, 212, 234, 341
semainon 336 sintaksis khusus 14
semantic domain 315 sintaksis umum 14
semantic field 315 sintaktisasi 290
semantik 19, 48, 54, 304 sinyal 41
semantik generatif 369 Sir William Jones 345
semestaan bahasa 357 sirkumfiks 178, 181
semi vokal 119 sistem 19, 20, 21, 33, 34
semiologi 37 sistem aksara 43, 61, 93, 137
semiotika 41, 42 sistem bahasa 14, 31, 42, 285
sendi dalam 122 sistem bahasa Indonesia 34
sendi luar 122 sistem budaya 316
seni kaligrafi 93 sistem bunyi 51, 82
seni lukis 4 sistem bunyi bahasa 43
seni musik 4 sistem deduktif 354
set 318 sistem ejaan 18, 83, 138, 303
Sibawaihi 344 sistem fonologi 50
sifat hakiki bahasa 58 sistem kaidah 364
sign 336 sistem lambang 44
signe 348 sistem lambang bunyi 56
signe linguistique 285, 348 sistem morfologi 50
signifian 285 sistem pembentukan kata 51
signifiant 46, 346, 348, 355 sistem sel-empat-kisi 362
signifie 46, 285, 346, 348, 355 sistem tanda 40
signifier 46 sistem tulisan 83, 85, 86, 93
signifikasi utama 342 sistem tunggal 35
421
sistematis 4, 35 struktur internal 15
sistemis 4, 35 struktur internal bahasa 16, 18
sistem lambang 42 struktur internal kata 206
situasi faktual 353 struktur kalimat 18, 26
situasi langsung 358 struktur kata 18
situasi luas 358 struktur klausa 253, 373
situasi santai 69 struktur lahir 367
skala kegramatikalan 357 struktur logika 369, 370
skema grafiks 256 struktur semantik 18, 369, 370
slot 361 struktur semantis 368, 372
Soedaijanto 381 struktur sintaksis 206, 207, 208,
Soenjono Dardjowidjojo 380 209, 212, 213, 368, 370
Soepomo Poedjosoedarmo 380 struktural 333
sonoritas 101, 116, 123, 146 struktural intemal 14
sosiolek 56 strukturalisme 359
sosiolinguistik 16, 26, 27 strukturalisme Bloomfield 377
sosiologi 16 studi historis komparatif 12, 379
source 372 studi linguistik di Indonesia 375
speech sound 43 studi semantik 218
Stammbaumtheorie 73 studi sinkronik 15
Standard theory 365 suasana psikologis 259
standardisasi 79, 80, 81 sub-subsistem 35
Steinthal 78 subdisiplin linguistik 13, 16, 17, 18
stem 158, 160, 161, 180 subjek 19, 207, 231, 233, 236
stilistika 16 subjek gramatikal 353
Stoik 338 subjek logis 336
Stork 110 subjek penerima 264
striktur 108 subjek psikologis 354
structural linguistics 359 subjek tempat 264
struktur 19, 20, 21, 333 subordinatif 234
struktur bahasa Sanskerta 337 subordinative elouse 236
struktur batin 367, 368 subparagraf 273, 274
struktur bunyi 351 Subroto 181
struktur fonologis 353 subrumpun Indo-German 14
struktur formal 353 subsatuan wacana 273
struktur frase 26 subsistem 4, 35, 36, 285
struktur informasi 353 subsistem fonologi 4
struktur intern bahasa 59 subsistem morfologi 4
422
subsistem semantik 4 Sutan Takdir Alisjahbana 55, 183,
subsistem sintaksis 4 186, 379
subsistem bahasa 15 symptom 41
subsistem fonetik 285 syndesmoi 336, 337
subsistem fonologi 35. 285 syntactic structure 363, 365
subsistem gramatika 285 syniategorematik 342
subsistem morfofonemik 285 Systemic Linguistics 356
subsistem morfologi 35
subsistem semantik 35, 285
T
subsistem sintaksis 35
subsistem struktural 35 T.W. Kamil 378
substandar 81 tafsiran ganda 23
substansi 342, 355, 358 tafsiran gramatikal 307, 308, 310
substansi bahasa lisan 358 tafsiran makna 309
substansi bahasa tulis 358 tagmem 361
substansi fonik 358 tahap kedua 7, 8
substansi fonis 358 tahap ketiga 8
substansi grafik 358 tahap klasifikasi 332
substansi grafis 358 tahap observasi 7, 332
substitusi fonemis 21 tahap perumusan teori 332
substitusi morfemis 21 tahap spekulasi 6, 332
substitusi sintaksis 21 taksa 218
sufiks 170, 178 Tampubolon 181
sufiks derivasional 176 tanda 336
sufiks infleksional 161 tanda bahasa 286
sufiks-i 22 tanda diakritik 109
suku kata 51, 87, 88, 95, 101, 123 tanda linguistik 39, 286, 348
summer institute of linguistics 361 tanda relasional 373
summulae logicales 342 tanda-linguistik 287
superordinat 306 tanggapan indra 312, 313
suplesi 190 tata bahasa 15, 81, 206, 285, 364,
suprasegmental 100, 110, 253, 255 365, 366
susunan alofonis 21 Tata Bahasa Dionysius Thrax
susunan fonem 163 337
susunan fonetis 21 tata bahasa generatif 364
susunan fonologis 163 tata bahasa generatif transformasi
susunan morfemis 21 163, 370
susunan sintaksis 21 tata bahasa Ibrani 343
423
telaah bahasa 356
tata bahasa kasus 363, 370
telaah sinkronik 346
tata bahasa Latin 341
tata bahasa Priseia 340 tema 354
tata bahasa relasional 363, 373, tempat artikulasi 108,113,116,117,
374 118, 119
tata bahasa spekulativa 341,342 tempo 253, 255
tata bahasa stratifikasi 363 tenses 260
tata bahasa struktural 187, 333 teori batang pohon 73
tata bahasa strukturalis 368 teori Chafe 326
tata bahasa tradisional 147, 150, teori distribusi 22
162, 163, 186, 211, 239, 244, teori Firth 356
262, 266, 337, 340, 345, 368, teori gelombang 73
377, 379 teori generatif semantik 368
tata bahasa transformasi 364, teori generatif transformasi 377
365, 368, 374 teori kasus 370, 371, 372
tata bahasawan struktural 163 teori prosodi 356
tata bahasawan strukturalis 167 teori semantik 310
tata bahasawan tradisional 162, teori semantik generatif 370, 371,
166, 224, 240 372
tataran bahasa 20, 36 teori tata bahasa relasional 375
tataran fonetis 355 terminologis 354
tataran fonologi 20, 36, 66, 79, 80, tesis 358
253, 350 The Grammar of Case 371
tataran frase 231 The Linguistics Society of America
tataran gramatikal 66, 158 359
tataran kalimat 231 the tongues of man and speech
tataran kata 310 356
tataran leksikon 36, 66 Thoth 85
tataran linguistik 36, 206, 284 tiga tataran utama bahasa 357
tataran morfologi 36, 80, 219, 349 tingkat fonemik 129
tataran pragmatik 36 tipe verba 249, 260
tataran semantik 36, 158, 284 tokoh strukturalis 284
tataran sintaksis 36, 67, 80, 219, tradisional 333
254, 349, 350 Trager 32
Teeuw 376, 381 transfiks 178, 181
tekanan 120,155,187, 217,253,255 transformasi datif 374
tekanan kata 12 transformasi pasif 374
tekanan keras 100 transformasi pelesapan 242
424
transformasi pemasifan 242 unsur intonasi 309
transformasi pemerintahan 242 unsur kedua 129
transformasi penambahan 242 unsur klausa 244
transformasi penanyaan 242 unsur langsung 22, 181
transformasi pengingkaran 242 unsur leksikal 230, 259, 315, 316,
transformasi penginversian 242 324
transformational generative gram unsur makna 315
mar 364 unsur peran 362
transitif 209 unsur pertama 129
transkripsi fonemik 138 unsur segmental 156,188,236,254,
transkripsi fonetik 100, 138 310, 355
transkripsi ortografis 100, 138 unsur subjek 244, 247
transmutasi 188 unsur suprasegmental 128,129,130,
transposisi 188 307
trilingga 184 unsur tagmem 362
tugas sintaksis 219 unsur tema 353
tulisan 340 upaya gramatikal 271
tulisan fonemik 137 Uriel Weinrich 65
tulisan fonemis 109 urutan fonem 136
tulisan fonetik 109, 110, 137 urutan hierarki 274
tulisan hieroglif 87 urutan kata 213, 215, 216
tulisan ortografi 110 urutan linear 22
tulisan ortografis 137 urutan morfem 367
tulisan paku 87 urutan normal teoretis 274
tulisan Romawi 89 urutan posisi 233
tuturan 32 uvular 106
U V
ucapan bunyi bahasa 337 Van der Tuuk 376
Uhlenbeck 376, 381 Van Wijk 164
ujaran lengkap 252 varian 352, 353
umlaut 135 varian bebas 128
unilingual 65 variasi bahasa 55, 56, 62
Unlenbeck 377 variasi bebas 128
unsur bahasa 52 Varro 338, 339
unsur durasi 130 velar 106
unsur frase 223 velarisasi 109,344
425