O0o3
PmPliSJMG'SM
BADAI^ 3AHASA
LVVf
If
I mill 11
SERIILDEP
pengantar linguistik
umum
Ferdinand de Saussure
BADAM BAHASA
Fi;ND!D!KAi*j NASiOMA.1
327.43.12.88
Dicetak pada:
GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS
8711154-C3E
ISBN979-420-I12.X
"T
f
i
PENDAHULUAN
LAMPIRAN
PRINSIP FONOLOGI
BAGIAN PERTAMA
PRINSIP-PRINSIP UMUM
BAGIAN KEDUA
LINGUISTIK SINKRONIS
BAGIAN KETIGA
LINGUISTIK DIAKRONIS
BAGIAN KEEMPAT
LINGUISTIK GEOGRAFIS
BAGIAN KELIMA
MASALAH-MASALAH LINGUISTIK RETROSPEKTIF
BioerafidanTelaahmengenaiF.deSaussure 374
4-74-
Noreen dan Saussure
CatalanTambahan
Catalan
DaftarSingkatanPustakaAcuan
Kepustakaan
Indeks
»
MONGIN-FERDINAND DE SAUSSURE
(1857-1913)
BAPAK LINGUISTIK MODERN DAN
PELOPOR STRUKTURALISME
oleh
^ Harimurti Kridalaksana
-
Saussure, jadi tidak sesuai dengan urutan logis dalam argumenta-
sinya; (2) pembahasan tentang hakekat tanda bahasa tidak
setuntas dalam catatan kuliahnya; (3) uraian tentang bunyi
bahasa tidak secermat yang disangka dilakukan oleh Saussure.
Jadi, kita tidak usah heran bila kemudian muncul eksegesis seper-
ti yang dibuat oleh R. Godel (1957) dan R. Engler (1967). Edisi
Tullio de Mauro yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
ini merupakan salah satu dari rangkaian edisi tentang kuliah-
kuliah Saussure, namun yang membedakannya dengan yang lain
ialah catatan-catatan yang dihasilkan dari penelitian yang menda-
1am dan meluas sehingga merupakan edisi atas karya Ferdinand
de Saussure yang representatif. Catatan Mauro yang dimuat di
sini pasti berguna untuk memahami teori Saussure, dan latar
belakangnya seeara memadai.
Dalam suratnya bertahun 1894 kepada salah seorang
rnuridnya, Antoine Meillet, ia mengeluh bahwa hingga saat itu
linguistik tidak pernah berusaha menentukan hakekat objek yang
diselidikinya; padahal tanpa operasi yang elementer seperti itu.,
suatu ilmu tidak dapat mengembangkan metode yang tepat.
Ketidakpuasannya itu baru dapat diatasinya setelah dalam tiga
seri kuliah linguistik umum di Jenewa, ia berusaha menguraikan
hakekat bahasa dan aspek-aspek asasi lainnya. Dalam kuliah-
kuliahnya itu pada dasarnya Saussure mengemukakan masalah-:
masalah berikut:
1. perbedaan di antara langue, parole, langage,
2. perbedaan di antara penyejidikan diakronis dan sinkronis,
3. hakekat apa yang disebut tanda bahasa,
4. perbedaan di antara hubungan asosiatif dan sintagmatis dalam
bahasa,
5. perbedaan di antara valensi, isi, dan pengertian.
Seeara ringkas ajaran Saussure mengenai kelima masalah
tersebut diuraikan di bawah ini.
Dengan kata lain ciri utama tanda bahasa tidak dapat dicari pada
wicara, tetapi dalam hubungannya dengan unsur-unsur luar
bahasa, melalui sejenis konvensi sosial. Dari sinilah tampil sifat
pertama valensi atau nilai, yakni menyangkut substitusi atau
penggantian suatu benda untuk benda lain yang sifatnya ber-
lainan. Uang adalah contoh yang jelas.
Untuk menunjukkan bahwa konsep valensi atau nilai dapat
diterapkan dalam penyelidikan bahasa, mula-mula harus dibahas
identitas linguistis, kemudian realitas linguistis, dan akhirnya
valensi linguistis. Kemudian ia menunjukkan bahwa konsep
valensi linguistis mencakup kedua konsep yang pertama.
Bagi Saussure identitas linguistis bersangkutan dengan
munculnya kembali unsur bahasa yang sama. Untuk menjelaskan
bahwa suatu tanda bahasa dalam suatu ujaran itu sama dengan
tanda itu dalam ujaran lain, Saussure mengetengahkan kata
Perancis pas dalam kalimat Je ne sais pas dan Ne dites pas cela.
Kata ini secara etimologis bersangkutan dengan kata Latin
passum 'tangga', tetapi etimologi tidak memberikan penyele-
saian karena masalahnya bersangkutan dengan identitas sinkro-
nis. Kesamaan kedua pas itu tidak terletak pada kesamaan
fonetis maupun semantis. Ia menjelaskannya dengan contoh
berikut. Bagaimana kita menandai kereta api jam 8.15 dari
Zurich ke Jenewa pada hari-hari yang berlainan? Apa yang
raembuat kereta api itu "sama" bukan karena ditarik oleh
lokomotif listrik, uap, diesel pada hari-hari yang berlainan,
bukan pula karena gerbongnya, melainkan kenyataan bahwa (1)
kereta api itu berangkat pukul 8.15, dan (2) berjalan dari Zurich
ke Jenewa. Kereta api itu bukanlah kereta api yang "sama" bila
berangkat pada waktu yang lain atau dari tempat yang lain atau
ke tempat lain.
Bagi Saussure realitas sinkronis adalah sesuatu yang kita
temukan di dalam bahasa dan bukan yang kita paksakan ke
atasnya. Namun, wujud bahasa yang konkret tidak secara
langsung nampak.
19
II
'The value of the Cours lies in its clear and rigorous demonstra
tion of fundamental principles ;..
The essential point, ... is that de Saussure .. has given us the
theoretical basis for a science of human speech"(1923: 317-9).
03
penanda petanda
C3
-C
f 03
tanda penanda
tanda
28
Ill
Kepustakaan terbatas
Barthes, Roland
1953 Le Degre Ziro de I'Ecriture. Paris: Seuil.
Baskin, Wade (penerjemah)
1959 Course in General Linguistics. Terjemah-
an dari buku F.de Saussure. New York:
Philosophical Library.
Bloomfield, Leonard
1923 "Review of Cours de Linguistique Generate
by Ferdinand de Saussure". Modern
Language Journal 8: 317-9.
29
Culler, Jonathan
1975 Structuralist Poetics: Structuralism, Lingu
istics and the Study of Literature. London:
Routledge.
1976 Saussure. London: Fontana/Collins.
Dineen, Francis P.
1967 An Introduction to General Linguistics.
New York: Holt, Rinehart and Winston.
Ehrmann, Jacques (ed.)
1970. Structuralism. New York: Anchor Books.
Engler, Rudolph (ed.)
1967-74 Cours de Linguistique Generale. Wiesba
den: Otto Harrasowitz.
Godel, Robert
1957 Les Sources Manuscrites du Cours de
Linguistique Gin^rale de F. de Saussure.
Geneva & Paris: Droz.
Harris, Roy
1984 Course in General Linguistics by F. de
Saussure. Terjemahan. London: Duck
worth.
Hartsthorne, Charles dan Paul Weiss (ed.)
1965 Collected Papers of Charles Sanders Peir-
ce. Cambridge, Mass.: The Belknap Press
of Harvard University Press.
Hawkes, Terence
1978 Structuralism & Semiotics. London: Me-
thuen & Co Ltd.
Hjelmslev, Louis
1943 Prolegomena to a Theory of Language.
Madison: University of Wisconsin Press.
Jakobson, Roman dan Morris Halle
1956 Fundamentals of Language, ben Haag:
Mouton.
Jakobson, Roman
I960 "Closing Statement: linguistics and poe
tics" Style and Language Thomas Sebeok
(ed): 350-77
30
Koerner, E.F.K.
1973 Ferdinand de Saussure: the Origin and De
velopment of His Linguistic Thought in
Western Studies of Language. Braun
schweig: Vieweg.
Lamb, Sydney
1966 Outline & Stratificational Grammar. Wa
shington: Georgetown University Press.
"Lane, Michael (ed.)
1970 Structuralism: A Reader. London: Jona
than Cape.
Levi-Strauss, Claude
1958 Anthropologie Structurale. Paris: Plon.
Pike, Kenneth L
1982 Linguistic Concepts: An Introduction to
Tagmemics. Lincoln & London: Univer
sity of Nebraska Press.
Sampson, Geoffrey
1980 Schools of Linguistics: Competition and
Evolution. London: Hutchinson.
Wells, Rulon S
1947 "De Saussure's System of Language",
Word 3: 1-37.
Wintle, Justin (ed.)
1981 Makers of Modern Culture. London:
Routledge & Kegan Paul.
PENGANTAR
Oleh
Tulio de Mauro
suatu kelas penanda dan suatu kelas petanda. Kita juga mereali-
sasi suatu pertalian makna dan pembunyian yang secara dinamis
merupakan aktualisasi dari suatu kelas (atau suatu gabungan
kelas-kelas) yang sudah ada en puissance 'dalam bentuk potensi'
(seperti yang sering dikatakan Saussurf). Penyebutan hubungan
antara langue dan parole dari segi realisasi aktif dibuat oleh
Saussure dengan jalan menggunakan istilah skolastik kuno,
puissance 'potensi' dan acte 'tindak', tetapi lebih sulit baginya
untuk menyebutkan hubungan yang sama dalam tataran audition
'pendengaran'.
Mudahnya kita menerima, pada pertigaan kedua abad XX,
istilah-istilah seperti abstrait 'abstralk', abstraction 'abstraksi',
tidak dikenal pada akhir abad XIX, seperti yang kita lihat,
sedangkan sebagai kelanjutan dari Kant,seratus tahun pemikiran
filosofis telah menilai negatif kedua istilah tersebut sehingga
abstrait dan abstraction bermakna secara bulat "dikesampingkan",
atau secara keliru dan salah dikesampingkan.
Itu sebabnya mengapa Saussure, yang meskipun berhasil
memahami dan merumuskan dengan sempurna sifat abstrak dari
satuan-satuan bahasa, terpaksa menghindari penggunaan abs
trait, yang menimbulkan kesalahpahaman. Akhirnya, ia berbi-
cara mengenai satuan-satuan psychique 'psikis' (istilah yang
dengan teliti dibedakan dari psychologique 'psikologis'), atau
mengacu kepada istilah skolastik lagi: substance 'substansi' dan.
forme 'bentuk'. Kesatuan bunyi konkret dan makna konkret
adalah substance, sedangkan apa yang diaktualisasi dalam parole,
artinya himpunan penanda dan arti langue, disebut dan dirumus-
kan oleh Saussure sebagai forme.
Pembentukan kelas abstrak atau formal yang disebut
Saussure penanda dan petanda tidak tergantung demi alasan
intrinsik apa pun pada substansi fonis atau psikologis. Misalnya,
['mite] dan ['mi:te] diklasifikasikan dalam bahasa Itaha sebagai
manifestasi yang berbeda dari satu satuan penanda yang sama,
satuan yang dapat kita lambangkan dengan /mite/; sedangkan
kedua satuan ini di dalam bahasa Jerman digolongkan sebagai
tnanifestasi yang berbeda, yang dapat kita lambangkan dalam
ejaan Jerman yang umum dengan Mitte 'pusat' dan Miete 'uang
sewa' atau dengan /mite/ dan /mi:te/. Perbedaan yang sama pada
41
Tulio de Mauro
54
N.B.
Nama-nama ilmuwan Rusia telah ditranskripsikan ke dalam
ejaan internasional.
Catatan penerjemah: nama-nama tersebut telah ditranskripsikan
dalam ejaan yang lazim di dalam bahasa Indonesia.
Catatan
1. Kalimat homograf dalam bahasa Italia, I vitelli del romani sono belli, berarti
"anak sap! orang Romawi bagus"(Catatan penerjemah bahasa Perancis)
Di dalam kata pengantar tulisan kritik Cours yang mutakhir, Rudolf Engler
hanya menyebut tiga penelitian yang setelah SM. (1957), menggunakan
naskah Saussure sebagai sumbernya = artikel A. Burger telah disebut di sini,
essai seorang ahli muda Italia yang menonjol, Giorgio Derossi (lihat daftar
singkatan) dan Introduction d la semantique karya penulis sendiri.
Dapat ditambahkan pada daftar pendek ini beberapa karya yang unik; yakni
karya Heincmann, karya G. Lepschy mengenai kesemenaan (tetapi di dalam
karya-karya selanjutnya Lepschy tetap tidak memperhatikan pemikiranr
pemikiran Saussure yang diterangi oleh karya-karyanya yang tidak diterbit-
kan = bdk. juga karya terbaru Lepschy 1970, 42-52) dan terutama tulisan-
tulisan terbaru Engler sendiri, E. Buyssens dan R. Godel (lihat singkatan-
singkatan di bagian akhir buku ini.
2. Istilah temuan Saussure yang telah lazim digunakan oleh masyarakat
linguistik di Indonesia {langage, langue, parole) tidak diterjemahkan
(penerjemah).
PRAKATA PADA EDISI PERTAMA
Oleh
Catatai\
1 Aliran baru, yang melihat kenyataan dari dekat itu, berperang melawan
istilah kaum komparatis, dan khususnya melawan metafora yang digunakan-
nya. Sejak saat itu orang tidak berani lagi berkata: "Langue berbuat ini dan
itu", maupun berbicara mengenai "kehidupan langue", dan sebagainya,
karena langue bukan suatu bentukan dan hanya ada pada diri penutur.
Meskipun demikian jangan melangkah terlalu jauh, cukup kalau kita saling
mengerti. Ada gambaran-gambaran tertentu yang tak dapat dilewatkan
begitu saja. Memaksakan bahwa kita hanya menggunakan istilah-istilah yang
sesuai dengan kenyataan langage, sama derigan menganggap bahwa
kenyataan-kenyataan tersebut tidak merupakan misteri bagi kita. Padahal
banyak misteri yang harus dipecahkan; bahkan marilah jangan ragu untuk
menggunakan pada kesempatan yang tepat, ungkapan-ungkapan yang pada
zamannya itu telah dikutuk.^®
BAB II
OBJEK LINGUISTIK fC
1. Langue;definisinya"*^ i !
Apa objek'*^ otentik dan konkret bagi linguistik? Per-
tanyaan ini sulit sekali; akan kita lihat nanti mengapa; mari kita
berusaha untuk menemukan kesujitan itu.
Ilmu-ilmu yang lain beroperasi pada objek-objek yang
sudah tersedia sebelumnya dan yang kemudian dapat ditinjau
dari berbagai segi; di dalam bidang kita, ha! ini tidak terjadi.
Seseorang melafalkan kata Perancis nu: seorang pengamat yang
dangkal akan tergoda untuk melihatnya sebagai objek konkret
bagi linguistik; tetapi kalau diperiksa lebih teliti akan didapatkan
berturut-turut tiga atau empat hal yang sama sekali berbeda,
tergantung dari cara kita mengamatinya: sebagai bunyi, sebagai
pengungkapan suatu gagasan, sebagai turunan dari Latin nudum,
dan sebagainya. Sama sekali bukan objek yang mendahului sudut
pandang, nampaknya sudut pandang yang menciptakan objek,
lagi pula tak ada satu pun petunjuk sebelumnya bahwa salah satu
dari cara menelaah fakta tersebut adalah lebih awal atau lebih
tinggi dari cara yang lain.
Sebaliknya, apa pun cara yang dipakai, gejala bahasa terus
menerus memperlihatkan dua muka"*^ yang berkaitan dan muka
yang satu hanya ada kalau ada muka yang lain. Misalnya:
74
76
alat, apa pun alat itu, tanda-tanda suatu iangage yang teratur
Semua ini membuat kita percaya bahwa di atas kegiatan berbagai
alat terdapat suatu kemampuan yang lebih umum, yang meme-
rintah tanda-tanda, dan inilah kemampuan berbahasa. Dan dari
situ kita dibawa ke kesimpixlan yang sama dengan yang di atas.
Untuk menempatkan langue di tempat pertama dalam
pengkajian Iangage, kita dapat mempertahankan argumen be-
rikut, bahwa kemampuan -alami atau tidak - untuk mengartiku-
lasikan kata-kata^*^ hanya muiigkin dengan bantuan alat yang
diciptakan dan disediakan oleh kelompok; jadi bukanlah angan-
angan untuk mengatakan bahwa langueXah yang merupakan
satuan Iangage.
k: Konsep
g: Gambar akustis
Pembunyian Pendengaran
Catatan
1. Perlu dihindari perancuan semiologi dengan semantik yang menelaah
perubahan-perubahan makna, yang oleh Ferdinand de Saussure tidak
ditelaah secara metodis; tetapi perumusan prinsip dasarnya akan kita
temukan di halaman 156—157
2. Bandingkan Ad. Naville Classifications des sciences, ed. ke-2,ihalanian 104.
?!,_ ■. "t;>?
... r ,., >-
BAB IV
•Vj .1
BAB V
hi -i
BAB VI
PENGUNGKAPAN LANGUE
MELALUI AKSARA
5. Dampak Ketidaksesuaian^^
FONOLOGI
1. Derinisi'"^
2. Aksara Fonologis^®'*
108
3. Kritik dari Kesaksian Aksara
LAMPIRAN
PRINSIP-PRINSIP FONOLOGI
BAB I
JENIS-JENIS FONOLOGIS
I. Definisi Fonem'"
3/117
2. Alat Ucap dan Cara Bekerjanya7
I II III IV
119
P b (m) t d ! (n) k g
[] [] [1 .—
[ [ 11 [ ] 11 ....
in [1 ....
LABIO-DENT. DENTAL
/ V
> d s z s
PALATAL GUTURAL
X' y' X y
i t r
I 1 w [] [] []
E. — Pembukaan 4:iuii
Dalam hubungan dengan vokal lain, bunyi-bunyi tersebut
membutuhkan penutupan yang lebih besar, cukup dekat dengan
penutupan pada konsonan. Akibatnya, kemudian akan muncul
beberapa konsekuensi, yang menguatkan nama semi-vokal yang
biasanya diberikan pada fonem-fonem tersebut.
i dilafalkan dengan bibir ditarik (tanda -) dan artikulasi
di muka, u dengan bibir bulat(tanda °)dan artikulasi belakang, u
dengan posisi bibir u dan artikulasi i.
Seperti seinua vokal, iuii memiliki bentuk yang dinasalisa-
si, tetapi jarang terjadi dan kita dapat mengesampingkannya.
Perlu dicatat bahwa bunyi-bunyi yang ditulis in dan un dalam
ejaan Perancis berhubungan dengan hal lain (lihat di bawah ini).
Apakah.terdapat i tak bersuara, artinya diartikulasikan
123
tanpa bunyi laring? Masalah yang sama muncul bagi u dan u dan
bagi semua vokal. Fonem-fonem tersebut, yang seharusnya sama
dengan konsonan tak bersuara, memang ada, tetapi jangan
dirancukan dengan vokal bisik, artinya yang diartikulasikan
dengan glotis kendur.
Kita dapat menga-
similasikan vokal tak
i u a bersuara dengan h aspi-
rat yang dilafalkan di de-
" y 4/ "y A i °y4/ pannya, sehingga di
dalam hi pertama ter-
dengar i tanpa getaran,
kemudian i wajar.
e o d 6 d ;5
= r5f "Y^i °y5/ -ySf "y 5 / 'rsf
D D D
124
G. — Pembukaan 6: a,
a a pembukaan maksimal, yang
memiliki bentuk nasal yang
Y6 h y6h
memang agak mendempet, d
(misalnya dalam grand 'besar'),
sebuah bentuk tak bersuara, h
D dari ha.
Catalan
1. Memang benar bahwa orang Yunani menulis X,0» ^ untuk kh, th, ph; ^
EP (J/ melambangkan pherd, tetapi hal ini adalah suatu pembaharuan
mutakhir, dalam prasasti tua tertulis KHAP12 dan bukan XAPIiS. Prasasti
yang sama mendukung dua buah tanda untuk bunyi k, yaitu kappa, tetapi ini
merupakan fakta yang berbeda: di sini terdapat dua nuansa riil dalam lafal, k
kadang-kadang palatal, kadang-kadang velar; lagi pula kemudian koppa
hilang. Terakhir, butir yang lebih peka. Di dalam prasasti primitif Yunani
Latin sering terjadi konsonan ganda dilambangkan oleh satu huruf sederha-
na, sehingga kata Latin fuisse ditulis FUISE, jadi terdapat penyimpangan
dari prinsip karena s ganda ini diucapkan dua kali lebih pahjang,seperti yang
kita ketahui juga, dan tidak homogen serta memberikan bunyi yang berbeda.
Tetapi kekeliruan ini termaafkan karena kedua konsonan tersebut, tanpa
dirancukan, memiliki ciri yang sama *j(bdk. halaman 127 dan seterusnya),
2. Bdk. Sievers, Grunziige der Phonetik, ed. ke-5. 1902, Jespersen, Lehrbuch
der Phonetik, ed. ke-2.1913: Roudet, Elements dephonetique ginerale, 1910.
3. Deskripsi yang terlalu singkat oleh'F. de Saussure telah dilengkapi dalaih
Lehrbuch der Phonetik susunan Jespersen, yang kami pinjam pula prinsipnya
mengenai rumus-rumus fonem yang akan disusun di sini. Tetapi, Jespersen
hanya melengkapi bentuk, penyajian, dan pembaca pasti yakin bahwa
perubahan tersebut tidak berpengaruh apa pun bagi gagasan F. de S.
(Penyunting).
4. Setia kepada metode penyederhanaannya, F. de Saussure merasa tidak perlu
membuat pembedaan pada kelas A, meskipun dalam bahasa Indo-Eropa dua
seri K,dan K2 sangat penting,|Jadi pengabaian di sini memang disengaja
(Penyunting).
BABII
ada akibat apa pun; kita dapat berpuas diri dengan mengamati
gejala tersebut tanpa berusaha untuk menjelaskan secara fono-
logis. Ilmu bunyi hanya menjadi berharga apabila dua atau
sejumlah unsur terlibat dalam suatu hubungan ketergantungan
intern karena ada batas variasi bunyi yang lain; pun fakta bahwa
ada dua unsur, menimbulkan suatu hubungan dan suatu aturan,
suatu hal yang sangat berbeda dari pengamatan. Oleh karena itu,
di dalam pencarian prinsip fonologi, ilmu bekerja ke arah yang
salah dengan menunjukkan pilih kasihnya bagi bunyi-
bunyi terpisah. Dua fonem sudah cukup untuk membuat orang
kebingungan. Misalnya, dalam bahasa Jerman Tinggi Kuno,
hagl, balg, wagn, long, donr, dorn, kemudian menjadi hagal,
balg, wagan, long, donnar, dorn sehingga menurut jenis dan
pengaturan pergantian dalam kelompok hasilnya berbeda:
kadang-kadang sebuah vokal muncul di antara dua konsonan,
kadang-kadang kelompoknya tetap utuh. Tetapi, bagaimana
merumuskan hukumnya? Dari mana datangnya perbedaan itu?
Kemungkinan besar dari kelompok-kelompok konsonan (gl, Ig,
gn, dan sebagainya) yang terdapat dalam kata-kata tersebut.
Jelas bahwa konsonan terdiri dari sebuah oklusif yang dalam
kasus yang satu didahului, dan dalam kasus yang lain diikuti oleh
sebuah bunyi alir atau sebuah bunyi sengau, tetapi apa akibat-
nya? Selama g dan n dianggap sebagai kuantitas homogen, kita
tidak mengerti kenapa kontak g-n menghasilkan dampak yang
berbeda dari kontak n-g.
Maka, di samping fonologi jenis-jenis, ada tempat untuk
suatu ilmu yang mengambil titik tolak kelompok-kelompok biner
dan keberturutan fonem-fonem, dan ini ilmu yang berbeda sama
sekali. Dalam pengkajian bunyi-bunyi terpisah, cukup diamati
posisi alat-alat wicara. Kualitas akustik fonem tidak menjadi
masalah karena ditetapkan oleh telinga, sedangkan mengenai
artikulasi, orang bebas untuk menghasilkannya sesuka hatinya.
Tetapi begitu kita berurusan dengan dua bunyi yang dikombina-
si, masaiahnya menjadi lebih rumit, kita terpaksa memperhitung-
kan ketidaksesualan yang mungkin antara hasil yang dicari dan
basil yang sebenarnya, kita tidak selalu mampu untuk mengung-
kapkan keinginan kita. Kebebasan untuk menghubungkan jenis-
jenis fonologis dibatasi oleh kemungkinan menghubungkan
127
kan apa pun yang berarti, hanya bunyi-bunyi samar yang tidak
perlu diperhitungkan, dan juga tidak mengganggu kelanjutan
rangkaian.
salnya y di dalam kata Perancis ^yi yang tertulis "pied"). Hal ini
memperlihatkan dengan jelas pembedaan yang terdapat antara
kedua fungsi tersebut. Memang benar e o a selalu merupakan
sonan, tetapi hal itu hanya suatu kebetulan: karena mereka
memiliki pembukaan yang lebih besar dari bunyi-bunyi lain
mereka selalu berada di awal rangkaian implosif. Sebaliknya,
letupan yang memiliki pembukaan minimal, selalu konsomn.
Dalam praktek,fonem-fonem berpembukaan 2,3 dan 4(sengau,
likUida, semi-vokal) yang mungkin memainkan kedua peran ter-
gantung dari lingkungan mereka dan hakekat pelafalan.
Catatan
I. Justru itulah salah satu butir dalam teori, yang paling mudah diserang. Untuk
menghindari sanggahan, dapat dicatat bahwa artikulasi panjang seperti
halnya artikulasi / merupakan basil dari dua kekuatan; (1) tekanan udara
pada dinding yang menghambatnya dan (2) tahanan dinding tersebut yang
menyempit untuk mengimbangi tekanan tadi. Jadi, tenggang hanya berupa
hirupan yang dilanjutkan. Oleh karenanya, jika pulsa dan tenggang yang
jenisnya sama, dampaknya sinambung dari ujung ke ujung. Mengingat hal
itu, bukannya tidak logis apabila kedua jenis artikulasi tersebut dipersatukan
142
kata Latin arbor atau kata yang digunakan bahasa Latin untuk
menamai konsep "pohon", jelaslah bahwa hanya pendekatan
yang dilakukan langue nampak bagi kita sesuai dengan kenya-
taan, dan kita mengesampingkan pendekatan yang lain, yang
mungkin ada'^^
Definisi ini menimbulkan masalah terminologi yang be-
sar,'33 Yang kita sebut tanda adalah kombinasi konsep dan
gambaran akustik: tetapi dalam bahasa sehari-hari, istilah ter-
sebut pada umumnya hanya menunjuk gambaran akustis, misal-
nya sebuah kata {arbor, dan Iain-Iain). Orang lupa bahwa kalau
arbor disebut tanda, hanyalah jika ia menyandang konsep
"pohon", sehingga gagasan yang berasal dari bagian sensori
menumbuhkan gagasan dalam keseluruhan tanda.
orang kepada kata-kata itu, adalah hasil wajar dari evolusi bunyi.
Sedangkan mengenai onomatope sejati (tipe glou-glou, tic-
tac, dan sebagainya), bukan saja jumlahnya sangat sedikit, tetapi
pilihan mereka pun sebenarnya semena karena mereka hanya
tiruan kira-kira dan sudah setengah konvensional bagi bunyi-
bunyi tertentu (bandingkan kata Perancis ouaoua dan Jerman
wauwau). Di samping itu, sekali kata-kata itu dimasukkan ke
dalam langue, sedikit banyak akan terbawa dalam evolusi bunyi,
morfologi, dan sebagainya yang dialami kata-kata lain bdk.
pigeon 'merpati', dari kata Latin kasar pipid, yang merupakan
onomatope): bukti yang jelas bahwa onomatope telah kehilangan
sesuatu dari cirinya yang semula dan mengenakan ciri tanda
bahasa yang umum, yang tanpa motif.
2. Seruan,^'^^. yang sangat dekat dengan onomatope, juga
patut mendapat komentar yang sama dan tidak lebih berbahaya
bagi tesis kami. Orang tergoda untuk melihatnya sebagai
ungkapan-ungkapan spontan dari kenyataan, jadi didikte oleh
alam. Tetapi untuk sebagian besar daripadanya, dapat dikatakan
tidak selalu ada hubungan antara petanda dan penanda. Cukup-
lah kita bandingkan dua bahasa untuk melihat betapa ungkapan-
ungkapan tersebut berubah dari bahasa yang satu ke bahasa yang
lain (misalnya dalam bahasa Perancis aie\ sama dengan bahasa
Jerman au!). Lagi pula kita tahu bahwa banyak seruan yang mulai
memiliki makna tertentu (bdk. double] mordieu\ = mort Dieu,
dan sebagainya).
Ringkasnya, onomatope dan seruan memiliki kepentingan
yang sekunder, dan asal usul lambangnya sebagian mudah
diperdebatkan.
Catalan
1. Istilah gambaran akustis ini mungkin nampak terlalu sempit. karena di
samping pengungkapan bunyi suatu kata ada juga pengungkapan artikulasi,
yaitu gambar otot-otot pada tindak pembunyian. Tetapi bagi F. de Saussure,
langue pada dasarnya merupakan khazanah dari apa yang diterima dari luar
(lihat halaman 80). Gambaran akustis adalah terutama pengungkapan wajar
dari kata sebagai butir bahasa yang abstrak, di iuar segala realisasi oleh
parole. Jadi, segi artikulatoris dapat dianggap terkandung di dalamnya, ataii
pendek kata, hanya bersifat sekunder dibanding dengan gambaran akustis
(Penyunting).
BAB n
KETAKTERUBAHAN DAN
KETERUBAHAN TANDA
146
1. Ketakterubahan
seluruh dasar perdebatah; tidak ada motif apa pun untuk memilih
soeur dari bukan sister, Ochs dan bukan boeuf 'lembu', dan
sebagainya^
2. - Besarnya jumlah tanda-tanda yang diperlukan untuk
membentuk langue mana pun. Akibat dari fakta ini sarigat besar.
Suatu sistem aksara yang terdiri dari dua puluh sampai empat
puluh huruf kalau perlu dapat diganti dengan sistem lain. Begitu
pula bagi langue seandainya ia mencakup jumlah unsur yang
terbatas; tetapi lambang bahasa tak terhitung jumlahnya.
3. - Ctrl sistem yang terlalu kompleks. Suatu langue
merupakan suatu sistem. Dari segi ini, langue tidak seluruhnya
^emena karena sistem memiliki nalar tertentu. Tetapi justru
karena alasan inilah masyarakat tidak mampu mengubah langue
sekehendaknya. Karena sistem tersebut merupakan mekahisme
yang kompleks; ia hanya dapat dicap melalui renungan; bahkan
para penutur yang memakainya sehari-hari sama sekali tidak
mengenal sistem tersebut. Perubahan semacam ini hanya dapat
ditangkap dengan bantuan para spesialis, ahli tata bahasa, ahli
logika, dan sebagainya; tetapi pengalan^an menunjukkan bahwa
sampai sekarang campur tangan para ahli ini sia-sia.
4. - Pertahanan kolektif menentang pembaharuan bahasa
mana pun. Langue - dan penelaahan ini adalah awal dari yang
lain -setiap saat merupakan milik setiap orang; tersebar di dalam
suatu massa dan dipakai oleh mereka. Langue adalah sesuatu
yang digunakan semua individu sepanjang hari.''*® Dari segi ini,
langue tidak dapat dibandingkan dengan {franata lainnya. Kode-
kode, ritus suatu agama, bendera kapal, dan sebagainya,
merupakan sistem yang digunakan oleh sejumlah individu terten
tu dan selama waktu yang terbatas; sebaliknya dalam hubung-
an dengan langue setiap orang berperan serta setiap saat, dan
itulah sebabnya langue terus-menerjus mendapat. pengaruh dari
semuanya. Fakta pokok ini cukup untuk memperlihatkan tidak
mungkinnya suatu revolusi. Di antara semua pranata sosial,
langue adalah yang paling sedikit memberi kesempatan kepada
inisiatif. Langue bersenyawa dengan kehidupan masyarakat, dan
karena ini secara alami bertahan, masyarakat merupakan faktor
pelestari.
Meskipun demikian tidak cukup kalau dikatakan bahwa
langue merupakan produk kekuatan sosial untuk memperlihat-
156
151
2. Keterubahan.
Catalan
1. Keliru kalau orang menganggap Saussure tidak logis atau paradoksal, karena
memberi langue k^ua sifat yang kontradiktif. Dengan mempertentangkan
kedua istilah yang mencolok ini, ia hanya ingin menonjblkan kebenaran,
yaitu bahwa langue berubah tetapi para penutur tidak mungkin mengubah-
nya. Dapat pula dikatakan bahwa langue tertutup bagi interferensi tetapi ter-
buka bagi perkembangari. (Penyunting)
BAB III
#< # Zaman A.
#< # Zaman B.
• ->•Zaman A.
i I
•< —•Zaman B.
169
berlaku untuk segala kasus, tetapi tentu saja dalam waktu dan
tempat yang terbatas.
Apakah aturan-aturan langue sesuai dengan definisi ter-
sebut? Untuk mengetahuinya, hal pertama yang harus dilakukan,
sesuai dengan apa yang telah dikatakan di atas, adalah memisah-
kan sekali lagi bidang sinkronis dari bidang diakronis. Di sini
terdapat dua masafah yang tidak boleh dirancukan: berbicara
tentang aturan bahasa pada umumnya adalah sama dengan ingin
menangkap bantu.
Berikut ini beberapa contoh dari bahasa Yunani, di mana
"aturan-aturan"sinkronis dan diakronis dirancukan:
1) Aspirasi bersuara bahasa IndoEropa menjadi aspirat tak
bersuara: *dhumos —> thumos "hembusan kehidupan", *bherd
pherd 'saya membawa', dan Iain-lain.
2)Tekanan tidak pernah melewati batas suku kata sebelum
suku kata terakhir.
3)Semua kata berakhiran vokal atau berakhiran s, n, r, dan
tidak pernah konsonan lain.
4) 5 di awal kata yang terietak di depan vokal berubah
menjadi h (dilafalkan dengan'hembusan kasar'): *septm (Latin:
septem) » heptd.
5) m di akhir kata diganti dengan n: *jugom zugon (bdk.
Latin:jugum^).
6) Oklusif final runtuh: *gunaik —> gunai, *epheret —»
*ephere, *epheront^ dpheron.
Aturan yang pertama diakronis sifatnya: apa yang tadinya
db berubah menjadi th, dan seterusnya. Aturan kedua mem-
perlihatkan hubungan antara kesatuan kata dan tekanan, se-
macam kontrak antara dua unsur yang hadir bersama: ini adalah
aturan sinkronis. Begitu pula halnya dengan aturan ketiga
karena aturan ini mengenai kesatuan kata depgan akhirannya.
Aturan 4, 5, dan 6 adalah diakronis: apa yang tadinya s menjadi
h; -n menggantikan m; -t, k, dan seterusnya, hilang tanpa
meninggalkan bekas.
Perlu dicatat pula bahwa aturan 3 adalah hasil dari aturan 5
dan 6; dua fakta diakronis telah menciptak^n sebuah fakta
sinkronis.
Sekali kedua kategori tersebut dipisahkan, kita melihat
178
PERpyGmc^.f\M
BADAM BAHASA
KESEflTESAN FtMDSDiKAll fiASIONAl
184
9. Kesimpulan 197
Sinkroni
Langue
Langage Diakroni
Parole
Catatan
1. Menurut Meillet {Mem. de la Soc. de Ling., IX halaman 365 dan seterusnya)
dan Gauthiot {La fin de mot en indo-europ^en, halaman 158 dan seterusnya),
bahasa Indo-Eropa hanya mengenal -n final dan tidak mengenal -m. Kalau
teori tersebut diterima, cukup kalati aturan 5 dinimuskan sebagai berikut: -n
final dipertahankan dalam bahasa Yunani; nilainya sebagai contoh tidak
berkurang karena gejala fonetis yang menghasilkan pencagaran keadaan
kuno sama hakekatnya dengan gejala fonetis yang nampak dalam penibahan
(lihat halaman 252 dan seterusnya)(Penyunting).
2. Tidak perlu dijelaskan lagi bahwa contoh-contoh yang disebutkan di atas
sifatnya hanya sebagai penunjuk: linguistik mutakhir berusaha*dengan
benar - untuk mengaitkan sebanyak mungkin kelompok penibahan bunyi
pada prinsip awal yang sama. Itu sebabnya mengapa Meillet menjelaskan
semua transformasi oklusif Yunani melalui pelemahan lafal secara bertahap
(lihat Mem. de la Soc. de ling., IX halaman 163 dan seterusnya). Wajarlah
kalau kesinipulan-kesimpulan mengenai ciri penibahan bunyi didasarkan
pada fakta-fakta umum tersebut. (Penyunting)
3. Teori tersebut, yang telah diterima secara umum, baru-baru ini telah
diserang oleh M.E. Lerch {Das invariable Participium praesenti, Erlangen
1913), tetapi kami kira tanpa hasil. Jadi, tidak terjadi pengharusan sebuah
contoh yang, pada pokoknya, tetap akan mengandung nilai didaktis.
(Penyunting)
BAB 1
HAL-HAL UMUM^""
BAB II
• • • 20S
ditinjau satu persatu, akan kehilangan ciri-ciri air.
2) Maujud bahasa hanya dapat ditetapkan secara lengkap
jika ia dibatasi, dipisahkan dari segala sesuatu yang me-
lingkunginya pada tuturan.^"^ Maujud yang dibatasi atau satuan
inilah yang beroposisi di dalam mekanisme langu^
Pada tinjauan pertama orang tergoda untuk mengasimilasi-
kan tanda bahasa dengan tanda visual, yang mungkin hadir
bersama dalam ruang tanpa terancu, dan orang membayangkan
bahwa pemisahan unsur-unsur bermakna dapat dilakukan de
ngan cara yang sama, tanpa memerlukan kerja otak sama sekali.
Kata "bentuk" yang sering digunakan untuk menyebut unsur-
unsur tadi - bdk. ungkapan "bentuk verbal","bentuk nominal"-,
turut menyesatkan kita. Namun, orang tabu bahwa tuturan me-
miliki ciri utama, yaitu bersifat linear (lihat halaman 151). Jika
ditelaah secara mandiri, tuturan hanyalah sebuah garis, pita
sinambung, yang bagi telinga tidak cukup terbedakan dan tidak
cukup jelas. Oleh karenanya'diperlukan makna.^"® Apabila kita
mendengar suatu langue yang tidak kita kenal, kita tidak akan
tabu bagaimana harus menganalisis urutan bunyi tersebut. Hal
itu disebabkan oleh kenyataan bahwa tidak mungkin melakukan
analisis itu jika hanya memperhatikan aspek bunyi yang terdapat
dalam gejala bahasa. Namun, apabila kita mengetahui makna
apa dan peran apa yang harus diberikan pada setiap bagian dari
rangkaian bunyi tadi, maka kita akan melihat bahwa bagianr
bagian itu memilah diri, dan pita i yang sinambung terpotong-
potong dalam bagian-bagian yang jelas; padahal analisis yang kita
lakukan sama sekali tidak bersifat materi.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa langue tidak tampil
sebagai himpunan tanda yang telah dibatasi terlebih dahulu
sehingga cukup dipelajari makna dan pendampingannya. Langue
merupakan suatu massa yang semrawut sehingga hanya perha-
tian dan kebiasaan memungkinkan kita untuk menemukan unsur-
unsur tertentu. Satuan tidak memiliki ciri yang khas, dan satu-
satunya definisi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
sepotong suara yang jika dipisahkan dari apa yang mendahului
dan apa yang mengikutinya di dalam tuturan, merupakan penanda
dari konsep tertentu.
195
P'
4. Kesimpulan^*^
IDENTITAS,REALITAS,VALENSP'6
VALENSI BAHASA
VALENSI BAHASA
Yang terpenting adalah bahwa tanda itu tidak rancu dalam penu-
lisannya dengan tanda i, d, dan sebagainya;
3) Valensi aksara hanya berfungsi berdasarkan oposisi
timbal balik di dalam lingkungan sistem yang pasti, dibentuk
oleh sejumlah huruf yang terbatas. Ciri itu, tanpa harus serupa
dengan yang kedua, berkaitan erat dengannya karena keduanya
tergantung dari yang pertama. Karena tanda gratis bersifat
semena, bentuknya sangat tidak penting, atau lebih tepat hanya
penting dalam batas-batas yang dipaksakan oleh sistem:
4) Cara menghasilkan tanda itu sama sekali tidak penting
karena tidak melibatkan sistem (hal itu merupakan akibat
dari ciri yang pertama). Apakah saya menulis huruf dengan tinta
putih atau hitam, berbentuk ceruk atau tonjolan, dengan
menggunakan pena atau pisau, semua itu tidak penting bagi
makna huruf-huruf tadi.
Yang terpenting adalah bahwa tanda itu tidak rancu dalam penu-
lisannya dengan tanda i, d, dan sebagainya;
3) Valensi aksara hanjra berfungsi berdasarkan oposisi
timbal balik di dalam lingkungan sistem yang pasti, dibentuk
oleh sejumlah huruf yang terbatas. Ciri itu, tanpa harus serupa
dengan yang kedua, berkaitan erat dengannya karena keduanya
tergantung dari yang pertama. Karena tanda gratis bersifat
semena, bentuknya sangat tidak penting, atau lebih tepat hanya
penting dalam batas-batas yang dipaksakan oleh sistem:
4) Cara menghasilkan tanda itu sama sekali tidak penting
karena tidak melibatkan sistem (hal itu merupakan akibat
dari ciri yang pertama). Apakah saya menulis huruf dengan tinta
putih atau hitam, berbentuk ceruk atau tonjolan, dengan
menggunakan pena atau pisau, semua itu tidak penting bagi
makna huruf-huruf tadi.
yang serupa? atau hanya a dan d? atau semua bentuk tunggal dan
bentuk jamak?,dan seterusnya.
Satuan dan peristiwa tata bahasa tidak akan terancu
seandainya tanda bahasa dibentuk oleh sesuatu yang lain daripa-
da perbedaan. Namun,langue memang seperti itu sehingga dari
mana pun kita menelaahnya, tidak mungkin kita menemukan
sesuatu yang sederhana. Di mana pun akan terdapat perimbang-
an kompleks dari unsur-unsur yang saling bergantung. Dengan
kata lain langue adalah suatu bentuk dan bukan suatu substansi
(lihat halaman 206). Orang tidak akan pernah merasa cukup jelas
mengenai kebenaran itu karena semua kekeliruan dalam tata'
istilah kita, segala cara kita yang salah di dalam menyebut hal-
hal yang berkaitan dengan langue berasal dari anggapan yang
otomatis bahwa ada substansi dalam gejala bahasa.
BAB V
246
1. Definisi
,249
2. Hubungan sintagmatis
3.Hubungan asosiatlf^''^
enseignement
enseigner / clement
/. \
appreritissage changement
enseighons \ justement
/
/
education armement V
/ \
etc. \ etc.
/
/
etc. etc.
\
/ etc.
etc. \
/
etc. etc.
pengajaran
/ \ N
mengajar / \ kepar\asan
penyuluhan perubahan
belajar z'' \ kecopetan
pendidikan persenjataan n
/
dst. \ -dst.
dst. dst. N
/ \ dst.
ds't. / \
dst. dst.
225
Catatan
1. Hampir tidak ada gunanya untuk ditekankan bahwa telaah sintagma tidak
rancu dcngan sintaksis, Sintaksis, seperti yang akan kita lihat pada halaman
235 dan seterusnya, hanya sebagian dari telaah sintagma.(Penyunting)
2. Kasus yang terakhir ini memang jarang dan dapat dianggap tidak wajar
karena otak secara wajar mengesampingkan asosiasi yang mengganggu nalar
wacana. Namun, kehadjrannya dibuktikan oleh suatu kategori yang lebih
terbatas, yaitu kategori permainan kata yang didasari oleh kerancuan yang
tidak logis yang dapat dihasilkan oleh homonimi biasa, seperti bila seseorang
mengatakan:"Les musiciens produisent les sons et les grainetiers les vendent"
(dalam bahasa Perancis sons dapat berarti bunyi dan bekatul, sehingga
kalimat itu bermakna 'Pemain musik menghasilkan bunyi dan pedagang biji-
bijian menjualnya'). Kasus itu harus dibedakan dari kasus di mana suatu
asosiasi, yang meskipun kebetulan sifatnya, dapat difunjang oleh kesamaan
gagasan (bdk. kata Perancis ergot 'taji\- ergoter 'menyanggah gaya pokroP,
dan kata Jerman blau: durchblduen 'mehinjau bertubi-tubi'). Hal itu
menyangkut interpretasi baru'mengenai salah satu istilah yang berpasangan
dan merupakan peristiwa etimologi merakyat (lihat halaman 292). Fakta itu
menarik bagi evolusi semantis, namun dari sudut pandang sinkronis fakta itu
hanya termasuk dalam kategori: enseigner 'mengajar': enseignement 'penga-
jaran', yang telah disebutkan di atas. (Penyunting)
BAB VI
MEKANISME LANGUE
I. Solidaritas Sintagmatis^^^
cfe-faire
deco'^ier /c
'^aipe
cfdpi.dcer reydir&
%
%
decoCtdre contre/aire
JsL
quQctrU'piejc -»>•
quacfrufie^ sSi/n/jiex
quadrifforts 'irtjdeX
quctClrci^tri/a CGriiu/sleX
- dsh.
229
a n m a
LINGUISTIK DIAKRONIS
BAB I
HAL-HAL IJMUM269
Catatan
1. Di samping alasan didaktis tersebut, mungkin dapat ditambahkan bahwa F.
de Saussure tidak pernah membicarakan linguistik parole dr'dala'm kuliah-
kuliahnya (lihat halaman 63 dan seterusnya). Kita ingat bahwa kebtasaan
baru selalu dimulai oleh sederet peristiwa individual (lihat halaman 105).
Mungkin kita dapat menerima bahwa pengajar kita menolak menyebutkan
peristiwa gramatikal, dengan pengertian bahwa suatu tindak terpisah pasti
bukan langue dan bukan pula sistem bahasa tempat tergantung himpunan
kebiasaan kolektif. Selama fakta-fakta tersebut menjadi bagian parole,
fakta-fakta itu hanya cara khusus dan terjadi sewaktu-waktu untuk meng-
gunakan sistem yang telah tersusun. Hanya pada saat suatu pembaharuan,
yang sering diulang, terpateri di dalam ingatan dan masuk ke dalam sistem,
barulah pembaharuan tersebut mempunyai dampak mengubah kese-
imbangan nilai-nilai dan langue ipso facto dan secara spontan (rerubah.
Mungkin kita dapat menerapkan apa yang telah dijelaskan pada halaman 168
mengenai evolusi bunyr pada evolusi gramatikal: masa depannya berada di
luar sistem karena sistem tidak pernah nampak evolusinya; kita hanya
melihatnya pada saat-saat tertentu dalam keadaan sudah jadi. Penjelasan di
atas hanyalah usul dari pihak kami. (Penyunting).
BAB II
perubAhan-perubahan BUNYI
270
1. Keteraturan yang Mutlak
3. Metode
sama bagi salah lafal yang lain; misalnya di Paris banyak anak
melafalkan fl'eur, bl'anc dengan /' palatal; sedangkan di dalam
bahasa Italia, florem telah berubah menjadi fl'ore kemudian
menjadi fiore, dengan proses yang sama.
Kenyataan-kenyataan tersebut di atas patut mendapat
perhatian sepenuhnya, namun masalahnya tetap utuh. Memang
sebenarnya kita tidak mengetahui mengapa suatu generasi
mempertahankan ketidaktepatan tertentu dan memelihara pela-
falan yang benar untuk kasus-kasus yang lain, padahal semuanya
terjadi secara alami. Sebenarnya pilihan pelafalan yang keliru
sifatnya benar-benar semena, dan kita tidak melihat alasannya.
Terlebih lagi, mengapa gejala tersebut kali ini berhasil menem-
bus dan bukan di saat yang lain?
Pengamatan tersebut berlaku pula bagi semua penyebab
perubahan yang telah disebutkan di muka, jika gerakan mereka
diakui. Pengaruh iklim, kecenderungan ras dan kecenderungan
pengurangan usaha hadir secara permanen atau lestari. Tetapi
mengapa pengaruh-pengaruh tersebut bereaksi secara tak
menentu, kadangkala mengenai butir yang satu dan kadangkala
mengenai butir yang lain di dalam sistem fonologi? Suatu
peristiwa bersejarah harus mempunyai sebab yang menentukan,
sedangkan di sini kita tidak tabu apa yang muncul(memacu
perubahan, padahal sebabnya sudah ada sejak lama. Hal itulah
yang paling sulit untuk dijelaskan.
V. Acap kali orang mencari salah satu dari sebab yang
menentukan di dalam keadaan bangsa secara umum pada suatu
saat tertentu. Langue mengarungi berbagai jzaman, ada yang
lebih resah daripada yang lain. Orang mencoba mengaitkan
bahasa-bahasa tersebut dengan periode-periode yang resah di
dalam sejarah untuk dapat menemukan hubungan antara keti-
dakstabilan politis dengan ketidakstabilan bahasa. Setelah berha
sil, orang mengira dapat menerapkan kesimpulan mengenai
langue pada umumnya pada perubahan-perubahan bunyi. Mi
salnya orang mengamati bahwa perubahan paling radikal di
dalam bahasa Latin, di dalam perpindahannya ke bahasa-bahasa
Roman, bertepatan dengan zaman penyerbuan j/ang paling
resah. Agar kita tidak tersesat, haruslah berpegang pada dua
perbedaan:
259
4. Alternasi
5. Hukum Alternasi
■ !, ■ J ^ "/(i
i ■'
• -.in;-' ^ q;;:v - U-A '
• o.;•
BAB IV
ANALOGI
279
1. Definisi dan Contoh-contoh
X = honor
adalah karena adanya ilusi yang sangat khas pada zatnan itu.
Orang melihat di dalam keadaan asal langue adanya sesuatu yang
superior dan sempurna, tanpa mempertanyakan apakah keadaan
tersebut tidak didahului oleh keadaan yang lain. Segala kebebas-
an diariggap keganjilan. Aliran Junggrammatikerlah yang perta-
ma kalinya memberi tempat yang sebenarnya pada analogi
dengan menunjukkan bahwa analogic bersama perubahan bunyi,
merupakan faktor besar di dalam evolusi langue, proses yang
mengubah keadaan langue tersebut.
Namun, apa hakekat gejala-gejala analogis? Apakah gejala
tersebut, seperti yang dikira pada umumnya,^ merupakan per-
ubahan-perubahan?
Peristiwa analogis apa pun merupakan drama dengan tiga
orang pelaku, yaitu: 1) pewaris sah dari keturunan (misalnya
honos); 2) saingan (honor)-, 3) pelaku kolektif yang terbentuk
dari bentuk-bentuk yang telah membentuk konkuren (honorem,
orator, oratorem, dan sebagainya). Dengan mudah orang meng-
anggap honor sebagai suatu perubahan, suatu "metaplasma" dari
honos. Kata yang terakhir itulah yang memberi substansi yang
terbesar. Namun, satu-satunya bentuk yang dianggap tak ada di
dalam generasi honor, adalah justru honos.
Gejala tersebut dapat digambarkan dengan skema berikut:
reaction:reactionnaire = repression:x.
X = repressionnaire
dan pada kasus mana pun tidak ada alasan sedikit pun untuk
berbicara soal perubahan: repressionnaire tidak menggantikan
unsur apa pun. Contoh lain: di satu pihak terdapat analogi//naux
untuk finals 'final', yang dianggap lebih teratur. Di lain pihak
orang dapat membentuk adjektif firmamental dan memberinya
bentuk jamak firmamentaux 'yang berasal dari cakrawala'.
279
ordtorem:orator = honorem:x
X = honor,
X = indecorable
ETIMOLOGI RAKYAT^^
AGLUTINASF«'
1. Detinisi
lagi: bahasa Perancis tousjours —*■ toujours 'selalu', aujour d' hul
aujourd' hui 'hari ini', d^s jd —*■ dijd 'sudah', vert jus -* verjus
'sari anggur hijau'. Aglutinasi juga dapat memateri sub-sub
bagian suatu kata, seperti yang telah kita lihat padai halamaa287
mengenai superlatif Indo-Eropa *swdd-is-to-s dan superlatif
Yunani hed-isto-s.
Kalau dilihat lebih dekat, dapat dibedakan tiga tahap di
dalam gejala tersebut:
1. Kombinasi sejumlah kata di dalam sintagma, yang dapat
dibandingkan dengan kata-kata lain;
2. Aglutinasi yang sebenarnya, yaitu sintesis dari unsur-
unsur sintagma menjadi sebuah satuan baru. Sintesis tersebut
terjadi karena dirinya sendiri, demi kecenderungan mekanis; bila
sebuah konsep majemuk diungkapkan dengan sederet satuan
bermakna yang sangat lazim; nalar, yang dapat dikatakan
mengambil jalan pendek, menolak analisis dan menerapkan
konsep tersebut seluruhnya pada sekelompok tanda yang kemu-
dian menjadi satuan sederhana;
3. Semua perubahan lain yang mungkin mengasimilasikan
kelompok yang lebih kuno menjadi sebuah kata sederhana:
penyatuan tekanan (vert-jus verjus), perubahan bunyi yang
khusus, dan sebagainya.
Sering kali orang beranggapan bahwa perubahan bunyi dan
tekanan (3) mendahului perubahan-perubahan yang muncul di
dalam bidang gagasan (2), dan bahwa harus dijelaskan sintesis
semantik dengan aglutinasi dan sintesis materinya. Padahal
mungkin sekali keadaannya tidak demikian: lebih tepat adalah
karena orang telah menangkap satu gagasan di dalam vert jus,
tous jours, dan sebagainya, maka orang membuat kata-kata
sederhana, dan akan kelirulah kalau kita memutarbalikkan
hubungan tersebut.
dari hanc horam), atau juga dua sub baigian yang hanya
membentuk kesatuan (bandingkan kepada hed-isto-s, yang bera-
sal dari *swdd-is-to-s). Sebaliknya, analogi berangkat dari satuan-
satuaiT yang lebih kecil untuk membuat satuan yang lebih besar.
Untuk menciptakan pdg-dnus, analogi telah mempersatukan
sebuah akar kata pdg- dan sebuah akhiran -dnus.
2. Aglutinasi hanya beroperasi di lingkungan sintagmatis;
kegiatannya menyangkut sebuah kelompok yang tersedia,
aglutinasi tidak memperhatikan hal-hal lainnya. Sebaliknya,
analogi mengacu pada deret asosiatif maupun sintagmatis,
3. Aglutinasi sama sekali tidak suka rela, tidak- aktif sama
sekali. Telah kami katakan bahwa aglutinasi adalah sebuah
proses yang mekanis, di niana perakitan terjadi dengan sen-
dirinya. Sebaliknya, analogi merupakan proses yang mensyarat-
kan analisis dan kombinasi, suatu kegiatan cerdik, suatu maksud.
Orang sering kali menggunakan istilah konstruksi dan
struktur untuk menunjuk pembentukan kata, namun istilah-
istilah tersebut tidak bermakna sama apabila diterapkan pada
aglutinasi dan analogi. Di dalam aglutinasi, istilah-istilah tersebut
mengingatkan kita pada penyemenaan unsur-unsur secara lambat,
yang karena adanya saling sentuh di dalam sintagma, telah me-
ngalami sintesis yang dapat berakhir pada terhapusnya satuan-
satuan asal. Sebaliknya, pada kasus analogi, konstruksi berarti.
pendampingan yang diperoleh sekejap di dalam wicara, oleh
pertemuan sejumlah unsur yang dipinjam dari berbagai deret
asosiatif.
Jelas sekarang betapa pentingnya kita membedakan cara
pembentukan yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu
dalam bahasa Latin,' possum 'saya bisa' tak lain dan tak bukan
adalah suatu senyawa dari dua kata potis sum 'saya gurunya': itu
adalah suatu aglutinasi. Kata Latin signifer 'pembawa berita',
agricola 'petani', sebaliknya adalah hasil analogi, atau konstruksi
yang dibuat berdasarkan model yang disediakan oleh bahasa.
Istilah-istilah komposisi dan derivasi hanya mungkin dikelom-
pokkan di dalam penciptaan analogis.'
Sering kali sulit untuk menentukan apakah suatu bentuk
yang teranalisis dilahirkan dari aglutinasi ataukah ia itu muncul
sebagai konstruksi analogis. Para ahli linguistik telah berdebat
299
Catalan
1. Hal itu sama saja dengan mengatakan bahwa kedua gejala tersebut
mengombinasikan kegiatan mereka di dalam sejarah langue, tetapi aglutinasi
selalu mendahului, dan aglutinasilah yang menyediakan model bagi analogi.
Misalnya tipe komposisi-komposisi yang menimbulkan kata Yunani hippd-
dromo-s, dan sebagainya. lahir dari aglutinasi sebagian pada suatu zaman
bahasa Indo-Eropa disaat desinens tidak dikenal(ekwo dromo pada saat itu
sepadan dengan komposisi Inggris seperti country house), tetapi analogilah
yang melakukan pembentukan produktif sebelum unsur-unsurnya berse-
nyawa secara mutlak. Demikian pula halnya kala mendatang dalam bahasa
Perancis (Je ferai 'saya akan berbuat', dan sebagainya), yang lahir di dalam
bahasa Latin kasar dari aglutinasi infinitif dengan kala kini kata kerja habere
(facere habed = 'saya ada sesuatu yang harus dikerjakan'). Jadi, berkat turut
campurnya analogilah aglutinasi menciptakan tipe-tipe kalimat dan bekerja
untuk tata bahasa. Jika aglutinasi bergerak sendiri, mendorong sintesis
unsur-unsur sampai menjadi satuan mutlak, dan hanya akan menghasilkan
kata-kata tak terpilah dan tak produktif (tipe hanc horam —* encore 'lagi'),
artinya aglutinasi bekerja bagi leksikon. (Penyunting)
BAB VIII
zaman B
Sebaliknya, dari saat ke saat unsur-unsur tersebut menyebar
secara lain karena adanya peristiwa-peristiwa yang berperan di
panggung bahasa sehingga unsur-unsur tersebut lebih dapat kalau
digambarkan dalam skema berikut ini:
1 zaman A
H- -" zaman B
Skema tersebut merupakan basil dari apa yang telah dijelaskan
mengenai konsekuensi evolusi bunyi, analogi, aglutinasi, dan
sebagainya.
301
C. Etimologi290
Catalan
LINGUISTIK GEOGRAFIS
BAB I
KEBINEKAAN LANGUW'
Catalan
1. Bantu adalah sekumpulan langue yang digunakan suku-suku bangsa
di Afrika bagian selatan garis khatulistiwa, misalnya suku Kafir.
(Penyunting)
2. Rumpun Fino-Ugrika yang mencakup antara lain bangsa Suomi,
Mordvin, Lapon, dan Iain-Iain, adalah rumpun langue yang diguna
kan di Rusia Timur dan Siberia, dan pasti berasal dari bahasa
primitif yang sama. Rumpun tersebut berhubungan dengan kelom-
pok yang sangat besar, yaitu bahasa-bahasa Uralo-Altaik yang
belum terbukti asalnya, meskipun telah ditemukan sejumlah ciri
yang sama di dalam masing-masing langue.
3. Lihat karyanya I'Unita d'origine del linguaggio, Bologna, 1905.
(Penyunting)
BAB II
a (kerabat F)
<
a (kerabat F')
F F'
a <—> a
i i
b c
melainkan skema
mm
i' /A '
^ > f *
w % *
vA
r" ^
-— •' □ -
' D
334
iv;'P
'•
-OX•
Vi
Catatan
PENYEBARAN GELOMBANG-GELOMBANG
BAHASA
ts
Catalan
MASALAH-MASALAH LINGUISTIK
RETROSPEKTIF
KESIMPULAN
BAB I
A.. Zaman 1
Zaman 2
REKONSTRUKSI
E \DA^] AAHASA
BAB IV
2. Etnisme
3. Paleontologi Linguistik
jenis yang penting seperti bangsa lembu, tidak saja orang dapat
menyusun hubungan antara kata Yunani boils, Jerman Kuh,
Sanskerta gau-s, dan seterusnya, dan merekonstruksi kata Indo*
Eropa *gdu-s, tetapi fleksi pun memiliki ciri-ciri yang sama pada
semua langue; sehingga tidak mungkin apabila kata itu merupa-
kan kata pinjaman dan langue lain.
Perlu ditambahkan di sini, dengan lebih ferinci, peristiwa
morfologis lain yang memiliki''ciri ganda ini, yaitu peristiwa
tersebut terbatas di. wilayah tertentu dan menyangkut suatu segi
dalam organisasi masyarakat.
Meskipun telah dijelaskan panjang lebar mengenai hubung
an antara dominus dan domus, para ahli linguistik belum merasa
puas karena pada titik tertentu adalah luar biasa bahwa sufiks
-no- membentuk kata turunan sekunder; sedangkah belum
pernah diketahui adanya bentukan seperti di dalam b^tisa
Yunani *oiko-no-s atau *oike-no-s dari ofkos, atau di dalam
bahasa Sanskerta *agva-na dari agva-'. Tetapi, jusitru kelangkaan
ini yang membuat sufiks pada kata dominus menjadi berarti dan
menonjol. Sejumlah kata Germania menurut kami cukup mem-
berikan bukti:
1. *peuda-na-z pemimpin dari *peudO, raja', gotik
piudans, bahasa"'Saxon Kuno thiodan (*peudd gotik piuda,'=
bahasa Oskan touto 'rakyat').
2. *druj(ti-na-z (sebagian mengalami perubahan menjadi
*drUjj(-ti-na-z) *pemimpin dari *(dt't^-ti-z, angkatan bersenjata',
merupakan asal kata Kristen untuk Seigneur, artinya "Dieu",lihat
norr. Drottinn, Anglo-Saxon keduanya berakhiran-fna-
z.
sejarah, dan tidak ragu lagi bahwa kata kindins, yang bukan kata
Romawi, membuktikan bahwa masyarakat Germania pada saat
itu dibagi-bagi dalam kindi-z. Misalnya sufiks sekunder -no-
ditambahkan pada kata Germania mana pun untuk memberi
makna 'pemimpin suatu kelompok'. Sehingga dapat dinyatakan
bahwa kata Latin tribunus berarti sama dengan 'pemimpin tribu^'^
seperti juga piudans pemimpin piuda, dan demikian pula halnya
dengan domi-nus, 'pemimpin domus^, karena pemecahan dari
touta = piuda. Dominus, dengan sufiksnya yang unik, bagi kami
merupakan bukti yang kuat bukan saja dari suatu masyarakat
bahasa tetapi juga masyarakat berpranata yang merupakan
peralihan antara etnisme Italia dan etnisme Germania. Tetapi,
perlu diingat sekali lagi bahwa pendekatan satu bahasa ke bahasa
lainnya jarang menunjukkan tanda yang khas.
Catatan
Catalan
1. Keluarga
2. Studi awal.
bahwa k'ekhasan suatu langue yang satu dengan yang lain, dan
tidak boleh ditelaah sendiri sendiri Lebih dari [sekadar
mengajarkan tata bahasa komparatif secara kuno - yaitu mem-
bandingkan bentuk-bentuk yang terpisah dalam hubungan-
hubungan tanpa kepaduan - S. memperkenalkan kepada maha-
siswanya metode deskriptif yang telah dibedakannya di dalam
analisis historis....
Bagaimana pun juga kita tidak boleh bertitik toiak dari prinsip
yang mengatakan bahwa vaiensi suatu bentuk adalah keutuhan di
dalam teks yang digaii, artinya di daiam keseluruhan situasi
, morfologis, fonetis, ortografis, y^ng mengelilinginya dan mene-
ranginya.
1945. 13-16, 29, Hjelmsiev 1947. 71, Martinet 1953. 577, Malm-
berg 1954. 10-11, 17, Spang-Hanssen 1954. 93, Catalan Menen-
dez Pidal 1955. 28-29, 33-37, Greimas 1956, Stelling-Michaud
1956". 7, Waterman 1956, Waterman 1963. 68, Garroni 1966. 11-
18, J. Vachek, The ling. School of Prague, London 1966. 4, 18-22,
107, 133, 160 dst.). Mengenai hubungan Saussure dengan teori-
teori Chomsky,lihat infra nomor 5 dalam Catalan Tambahan.
Diakui pula adanya pengaruh Saussure pada diri para
ilmuwan yang sulit digolongkan dalam aliran tertentu, seperti G.
Guiilaume (Guillaume 1952, Benveniste 1962. 93, Valjn 1964. 7)
atau Jespersen, meskipun nampak jelas ketidakpahamannya
(Jespersen, Selected Writings 389, Jespersen 1933. 109 dst.,
Gardiner 1932. 107, Sommerfeit 1962. 90). Lagi pula, karena
perhatikan Saussure pada "langiie hidup", pada parole, orang
bahkan mencari pertemuannya dengan gagasan-gagasan yang
sangat jauh seperti gagasan Gilieron (Jaberg 1937. 123-127,
Terracini 1957. 10. lordan-Bahner 1962. 203-204, 223) dan
gagasan Schuchardt (lordan-Bahner 1962. 80).
Pada batas antara linguistik dan bidang-bidang lain, ga
gasan Saussure telah dimanfaatkan oleh psikologi bahasa (Dela
croix 1930. 9, 53-54, Sechehaye 1930, Kainz,1941. 10-11, 19-21,
Kainz 1954. 334, Kainz 1965. 10-11, 213, Garvin 1944. 54.
Bresson 1963. 15, 27, Ajuriaguerra 1966. 123; mengenai hu
bungan dengan Kantor, bdk. Garvin 1944. 54, Kantor 1952. 69,
162, 172), ilmu tempat Osgood (1966. 204-205) membedakan lagi
antara langue dan parole untuk membedakan linguistik dari
psikolinguistik. Gagasan Saussure telah pula dimanfaatkan di
dalam linguistik terapan pada pengajaran bahasa (Guberina
1961, Titone, 1966. 43-44, M.A.K. Halliday, A. Mclntosh, P.
Strevens, The Linguistic Sciences and Language Teaching, Lon
don 1964. 148), dalam teori matematika komunikasi dan teori
bahasa (Mendelbrot 1954. 7 dst., 13, 26, Guiraud 1959. 19, Ellis
dalam Zeichen und System 48, Wein 1963.5, LI. Revzin,|Mode/s
of Language, London 1966. 2): khususnya G. Herdan 1966. 13
menegaskan: "Ada suatu pertalian yang erat antara buku ini
sebagai suatu penjelasan yang terinci dari linguistik kuantitatif
dan linguistik umum yang klasik, Pengantar Linguistik Umum
451
CATATAN
1. Burnet 1930. Biografi yang terinci mengenai Saussure tidak ada. Sumber
catatan biografis, di samping daftar .riwayat hidup yang terdapat di Swiss,
secara kronologis adalah : Bally 1913b; F.d,S (—Ferdinand de Saussure
(1857-1913), penerbitan yang tidak diperjualbelikan tanpa tanggal, disusun
atas inisiatif nyonya Marie de Saussure bertanggal Maret 1915, ed. Jenewa,
dicetak kembali pada tahun 1962 oleh Jacques dan Raymond de Saussure),
ditambah dengan artikel-artikel dan pidato peringatan (lihat infra, daftar
singkatan pustaka acuan); Streitberg 1914(pada hal. 204 dapat dilihat bahwa
la mengacu padaj5oMvemr5 versilain: lihat infra; Duchosal 1950, Benveniste
1965, Fleury 1965 (kedua karya yang terakhir ini penting sekali dan" segi
periode Paris). Memo ditemukah di dalam Rec. (=Recueil des publications
scientifiques de Ferdinand de Saussure, Jenewa 1922, dengan kata pengantar
dari Ch. Bally dan L. Gautier) dan di dalam catatan serta surat-surat
Saussure sendiri (daftar lengkap dalam Godel 1960) yang telah diterbitkan
sampai kini adalah : Notes(= Notes incites de F.d,S. suntingan R. Godel,
CFS ., 12,1954. 49-71), Souvenirs (Sauv. de.F.d.S. concernautsa jeunesse et
ses etudes, disunting oleh R. Gobel,' CFS ., 1960. 12-25), Lettres (Lettres de
F. deS. a Antoine Meillet, suntingan E. Benveniste,;CF5 . 21,1964. 89-130).
Catatan murid-murid yang menghadiri kuliah linguistik umum jelas penting
sekali: buku catatan kuliah kedua diterbitkan mulai dari tahun 1957 (F.d.S.
Cours de linguistique generate (1908-1909). Introduction,' CFS . 15, 1957. 3-
103;terjemahan ke bahasa Italia dengan kata pendahuluan yang disusun oleh
R. Simone, Roma 1970: terjemahan ini dibuat dengan sangat memperhati-
kan naskah yang diperoleh berkat bantuan R. Godel sendiri), dan buku
catatan E. Constantin sejak tahun 1959 (R. Godel, Nouveaux documents
saussuriens. Les ^ahires E.G., CFS . 18, 1959. 23-32). Semua bahan yang
ditulis tangan mengenai linguistik umum dan buku catatan para mahasiswa
kini terdapat di dalam edisi kritik PLU\, susunan R. Engler (Wiesbaden
1967 dst.). Keterangan yang berasal dari sumbar lisan, terdapat di dalam
karya pokok filologi Saussure: SM (= R. Godel, Les sources manuscrites du
Cours de linguistique generate de F.d.S., Jenewa-Paris 1957; karya ini dicetak
kembali pada tahun 1969). Teks-teks Saussure yang lain baru-baru ini
diterbitkan: teks mengenai anagram di dalam Starobinski 1964, 1967, 1969;
surat menyurat dengan Ascoli di dalam Gazdaru 1967, Morphologie (tiga
kuliah selanria periode iJenewa 1894t1895) di dalam. Godel 1969. 26-38; teks
mengenai pengertian simbol dan mengenai pengungkapan di dalam komen-
tar ini (lihat infra). Ditemukan pula fragmen-fragmen yang tidak diterbitkan
di dalam Engler 1969.
464
4. Mengenai paragraf ini, bdk. Saussure, Souvenirs 16-20, dan juga Streitberg
1914. 204, Favre dalam F.d.S.27-2&; David 1913.37, Meillet 1913(= F.d.S.
70-71, menggantt "gimnasium" dengan "kolese negeri" dan/TOTO^ dengan
TExaxnTat tetapi kesaksian ini penting untuk memperlihatkan bobot yang di-
berikan Saussure sendiri bagi periode tsb.). Bally 1913. Mengenai Wertheim-
er, bdk. juga Diction hist, etbiograph. de la Suisse; mengenai Pictet, ringkas-
an tahun 1878 penting sekali, khususnya hal. 391, 394, 395, dari Recueil.
Essai sur les langues dikutip dalam Souvenirs,16 sebagai Systime ginirale du
langage tetapi diberi judul ibid. 19 Essai begitu pula penyebutan nama
Bally 1913(= Le langage dll. ed. ke-3,147),sebagai orang yang telah melihat
465
man 9). Ilmu ini tcrdiri dari "dcskriptif dan "gcnetik" (halaman 21).
Pemisahan ini mencakup bagian, yang pada awal studi petanda, paling kaya
dengan penjelasan yang^menarik,7aitu "Semasiologi": "Secara alamiah kita
membagi Semasiologi dalam keldmpok yang deskriptif dan genetis, dan tak
perlu ditekankan bahwa prinsi-prinsip dasar metodik ilmiah yang benar
pada umumnya menuntut pembedaan antara pertanyaan-pertanyaan yang
bersifat deskriptif dan yang bersifat genetis, dan penyelesaiannya hanya
dapat saling dihubungkan (digabungkan) jika hal ini dapat merupakan
bantuan ataupun tahap awal dalam mencari penyelesaian masing.masing.
Dalam cabang-cabang lain dari ilmu ini, pemisahan seperti disebutkan di
atas, yakni antara penelitian deskriptif dan genetis di satii pihak sudah
dilakukan penerobosan (saya ingatkan akan pembagian dari geologi dalam
geognosi dan geologi dalana^arti sernpitnya, pembagian biologi dalam
anatomi dan fisiologi, dan Iain-lain), dan'di lain pihak sudah termasuk
dalam pelaksanaannya (halaman 52)." Bentuk awal yang logis dan efektif
diterapkan pada penelitian deskriptif (halaman 52). Dengan suatu revival
yang dapat dipahami dari problematik gagasan Leibniz (bdk. catatan 10)
dan pendahulu yang mengagumkan dari gagasan Chomsky, Marty menegas-
kan bahwa berbagai struktural semasiologi langue berimplikasi (seperti
yang diperkirakan oleh Steinthal dan Humboldt) ketidakmungkinan mere-
konstruksi logika tunggal dan sahih secara universal bagi keseluruhan
pemikiran manusia (bdk, halaman 86 dan seterusnya). Halaman-halaman
99-203 menelaah penolakan implisit terhadap ekuasi Form — bentuk
ekstern, Stoff = kiandiingan semSifik, dan sebaliknya pengertian tetap
dipertahankan. Pengertian ini penting sekali artinya bagi pengkajian
petanda dan perubahan penanda dan secara, lebih umum, untuk dapat
mengerti yang dirumuskan sebagai suatu "totalitas organik" (meskipun.
terdapat beberapa kekosongan), yang secara universal manusiawi, tetapi
semena (halaman 3).
14, Di hadapan sekelompok gagasan awal dan pendahulu, kita dapat berpikir
bahwa R.-L. Wagner (1947. 21) benar ketika ia menyatakan bahwa
Saussure harus dimasyhurkan "lebih dari sekadar mengajukan pandangan
revolusioner, tetapi karena telah mensistematisasi dalam bentuk yang
sangat padat, pengertian-pengertian, yang sampai saat itu, agak mengam-
bang". Hanya selangkah lagi untuk menyimpulkan, bersama B. Collinder
(1962), bahwa Saussure hanya sekadar mengulangi gagasan-gagasan baik
orang lain.
Pernyataan semacam ini dapat dijawab dengan berbagai cara. Dengan
jalan menjelaskan proses semrawut dari pembentukan gagasan-gagasan
Saussure (5M/7rfl 448-457), dengan jalan mengungkapkan gagasan-gagasan
tersebut dalam bentuk yang seasli-aslinya j(5Mprfl 457-466), dengan jalan
mengamati ketidakpahaman yang meliputi mereka yang seperti Noreen dan
Marty merupakan orang-orang terdekat di dalam pemikiran (supra 492
in/ra 507-544^j IceltdakpaTi^ah'y^ tanda awal dari be
berapa gagasan yang dimiliki rata-rata ilmuwan masa kini. Meskipun
473
demikian, masih ada cara lain untuk menjawab. Dari ciri Crisippe sampai
Fine, tak satu pun di antara mereka yang disebut sebagai pendahulu
Saussure yang tidak menikmati sederet kritik dan kadang-kadang umpatan
yang menyertai P.L.U. Bahkan suatu deskripsi peninggalan karya Saus
sure, tidak dapat mengesampingkan reaksi semacam ini.
Konsepsi kesemenaan yang dimengerti sebagai sekadar tidak adanya
motif petanda (lihat catatan 137 dalam ^ FLU) telah diserang dari berbagai
segi: konsepsi tersebut.hanya mencapai sebagian realisasi bahaisa konkret,
poetik, dan hidup yang seharusnya bermotivasi dan simbolik (Lerch 1939,
Alonso 1950. 19-30); konsepsi tersebut memperkenalkan secara tersamar
kenyataan ekstra-bahasa (Pichon 1937. 25-30, Jakobson 1966. 22 dan
seterusnya.., 1962. 653. Pichon 1941); dengan merumuskan konsepsi terse
but, Saussure telafi menggeneralisasi secara salah kondisi yang khas
kedwibahasaan Swiss (Pichon 1937 ck.) dan telah berdosa karena "tidak
tahu sama sekali terhadapat prosedur yang normal" dari proses perumusan
dan, singkatnya, karena "ketidaktahuan" (Ogden dan Richards 1923. 5
catatan 2), Tautologia, kontradiksi, "sedikit sekali" di dalam definisi tanda,
di antara yang lain, telah dikemukakan oleh Ogden dan Richhards (ck.),
Graur (dalam Zeichen and System, 59) Nehring 1950, K Otto 1954. 8.
Pembedaan antara langue dan parole menujii pada konsepsi "abstrak"
bahasa (Meillet 1916. 35, Schuchardt 1917, Budagov 1954), menciptakan
"akibat fatal"(Palmer 1945. 195), berbau psikologi bagi Antal (1963. 17 dan
seterusnya), matematika bagrSchuchardt
| ^>. idealis bagi Cohen (1956.
89-90), positivis bagi Pisani (1959. 10). Demikian pula halnya, pembedaan
antara sinkroni, kalau tidak dianggap kuno dan sudah dikenal sejak lama,
dibuang dengan berbagai alasan (lihat catatan 176 dalam \ PLU). Saussure
akhirnya diberi predikat "gelap"(Biihler 1934.17), tidak mampu menerang-
kan bagaimana bahasa berfungsi (Ogden-Richards 1923. 232). "secara
filosofis" (Pisani 1966. 298).
Dapat ditemukan rangkuman pernyataan yang kemudian menjadi loci
cqmmunes antisausurisme di dalam ringkasan PLU yang ditulis olah H.
Schuchardt, kemudian dipompakan sebanyak-banyaknya di dalam Hugo
Schuchardt-Brevier (<^sunfmg oF^h L. Spffzer, Halle 1922);^ Saussure
berdosa karena psikologisme (411-412), karena menjauhkan diri dari
konkret (418), karena anti-historisme di dalam pembedaan antara diakroni
dan sinkroni (420), karena matematisme (434), karena sosiologisme dan
positivisme yang kasar di dalam konsepsi sinkroni (318-320, 329-330),
karena abstraksi (368-387). Pengumpul pernyataan-pernyataan yang baik
tersebut adalah Roger 1941: Saussure adalah aprioris, pendapat-
pendapatnya "mengambang"(164), ia menunjukkan tugas-tugas tetapi tidak
mengatakan bagaimana menyelesaikannya (163), tidak meninjau bahasa
dari kesengkarutannya yang konkret (165-166), berbau logika di dalam
teori kesemenaan (166-167), generik di dalam perumusan bahasa sebagai
"fakta sosial"(167-168), mendapat pengaruh buruk dari sosiologi (167-173).
NOREEN DAN SAUSSURE
Halle 1908 (hal. 222), yang malah tidak pernah menyebut PLU.
Di bawah ini adalah cuplikan mengenai "bunyi yang ditetapkaiT
secara kualitatif(fonem) yang oleh Lepschy (1966.71) dianggap
sebagai"menakjubkan"dan tritunggal (tripartition) dalam linguis-
tik yang lebih menakjubkan lagi.
[Bunyi yang secara kualitatif ditetapkan dalam oposisi
dengan bunyi lain tidak kami artikan sebagai bunyi yang sama
dengan bunyi itu sendiri dalanl keadaan apa pun. Sebaliknya
yang kami maksud, misalnya bunyi i bahasa Swedia modern,
sejumlah varian yang begitu serupa satu dengan lainnya, baik
secara akustis maupun genetis umumnya, bahwa varian-varian
tersebut tidak menimbulkan perbedaan makna. Atas dasar ini
sekelompok bunyi-bunyi sederhana yang secara minimum berbe-
da dapat dianggap secara masuk akal sebagai sama sekali
homogen, sehingga setiap individu fonis dari kelompok tersebut
dapat menyandang penyebutan yang sama (misalnya "bunyi /")
tanpa masalah, nama yang merupakan sebutan, bagi kategori,
bukan nama diri)].
Langue yang sebagai substansi merupakan basil rekaan,
seperti pakaian, rumah, alat, hams dapat dianalisis dari segala
jurusan dari segi material (artinya dari apa dibuat), dari segi isi
(artinya apa yang "ditampilkan" oleh hasil atau apa yang
"dibicarakan"; tugas yang hams dilakukan; akhir hayatnya), dan
dari segi bentuk (cara tugas tersebut dilaksanakan dengan
bantuan material yang digunakan; struktur arsitektur). Pandang-
an-pandangan ini menentukan pemisahan pokok dalam tata
bahasa...
1. Ilmu bunyi atau fonologi, yang menelaah materi fisik
bahasa mempakari dasar yang paling penting. Bahasa lisan di-
bentuk dari "bunyi-bunyi vokal yang dilafalkan" dan berkat
bunyi-bunyi tersebut isi gagasan dapat dibedakan. Fonologi tidak
boleh, seperti yang acap terjadi, dirancukan dengan ilmu penun-
jang terpenting,"fonetik". Dan fonologi tentu saja boleh dipisah-
kan dari ilmu penunjang fonetik, yaitu "akustik"...
2. Ilmu makna atau semologi, yang membicarakan isi psikis
bahasa: gagasan-gagasan yang dibedakan oleh bunyi-bunyi vokal
dan yang atas dasar bunyi tersebut membentuk "makna" gagasan
tersebut. Semologi tidak boleh hanya dibedakan secara tegas
478
tahun 1884 dan 1903 (Catatan 43 dan 418: lihat supra 507). Tak
ada tulisan Noreen yang lain terdapat dalam katalogus. Meskipun
demikian, untuk melengkapi apa yang telah kami sebutkan
mengenai penguasaan bahasa Swedia Saussure, perlu diperhati-
kan bahwa di dalam perpustakaan Saussure terdapat berbagai
karya berbahasa Swedia (380, 110) dan juga Praktisches Lehr-
gang der Schwedischen Sprache, Leipzig 1882, susunan E. Funk,
dan Grammaire suidoise susunkn A. Th. Paban. Jadi, nampak-
nya Saussure memang bisa membaca teks berbahasa Swedia.
3. Saussure, Wackernagel, dan Ahli Linguistik Penutur
Bahasa Jerman
sebagai tidak pernah ada. Padahal teks tersebut ada (dan telah
ditemukan kembali oleh ilmuwan Belgia, M. Deneckere, yang
menyiapkan penelaahan yang sungguh-sungguh atas gagasan-
gagasan linguistik Croce), yaitu ikhtisar terjemahan buku W. von
Wartburg edisi pertama, Problimes et mithodes de la linguistique
(Quaderni delta Critica, 8, 1947, hal. 80-82, dicetak kembali
dalam Nuove pagine sparse, 11. Metodologia storigrafica. Osser-
vazioni su libri nuovi, Napoli, 1949).
Berbicara mengenai karya Wartburg, Croce menulis:
Tullio de Mauro.
CATATAN
terbaik yang saya tulis mungkin akan tetap hanya berupa catatan-
catatan filosofis; bahwa pikiran saya lumpuh bagitu saya menco-
ba untuk memaksakan padanya.suatu arah pasti yang berlawanan
dengan arusnya yang wajar. Hal ini mungkin sekali bergantung
dari jenis pengkajian itu sendiri. Pengkajian memang mengharus-
kan kita untuk menjelajahi bidang pemikiran yang luas dari
segala jurusan. Catatan-catatan filosofis dalam buku ini dapat
dikatakan merupakan penghayatan pemandangan-pemandangan
yang lahir dalam perjalanan yang panjang dan berputar-putar ini.
Butir-butir yang sama atau yang hampir sama, tidak henti-
hentinya didekati melalui jalan yang datang dari berbagai
jurusan, yang selalu memberikan gambaran baru" (Investigation
philosophiques, terjemahan Perancis oleh P. Klossowski, Paris
1961, hal.111).
Kalau orang tahu bahwa "bidang yang luas" yang dijelajahi
Wittgenstein adalah sama dehgan bidang yang dijelajahi oleh
Saussure dan bahwa banyak jalan setapak yang saling bertemu,
bahkan bertumpang tindih (Verburg 1961, De Mauro 1965. 156,
168, 173, 184, 202 dan PLU. c.90, c.129, c.l57, c.186, c.223),
orang mengerti bahwa kesamaan kesulitan yang dijumpai pada
saat orang bergerak di ruang budaya yang kurang dikenal oleh
tradisi intelektual dan ilmiah Kant di awal abad XX, membawa
orang Wina dan orang Jenewa itu kepada langkah yang sama dan
"metode" yang sama. Jadi, wajar sekali kalau kata-kata Wittgen
stein nampak bergema dalam tulisan-tulisan Saussure enam
puluh tahun lebih awal, di dalam catatan yang tetap tidak
diterbitkan, pada saat ia menyusun "tanpa semangat" buku
linguistik umum ini yang pernah dibicarakannya dengan Meiilet
pada tahun 1894.
Jadi memang ada kekurangan titik tolak yang tidak dapat
dihindari, dan apabila seorang pembaca bersedia mengikuti jalan
pikiran kami dari awal sampai akhir jilid ini, kami yakin bahwa ia
akan mengakui bahwa memang tidak mungkin mengikuti urutan
yangketat.
Kami sengaja mengulangi sampai tiga atau empat kali
gagasan yang sama kepada pembaca karena memang nyatanya
500
tidak ada titik tolak satu pun yang lebih tepat untuk mendasari
demonstrasi tersebut'YA^ofei, 56-57).
Namun, di antara semua masalah yang inheren dalam
demoiistrasi tersebut, bahkan selania tahun-tahun itu dan lebih
lagi selama tahun-tahun berikutnya, Saussure mempersoalkan
terutama masalah di mana mulai dan bagaimana menata materi
sedemikian rupa sehingga ia sama sekali menganggap pernyataan
nya yang mana pun tidak ada artinya, dan memberi perhatian
hanya pada urutan penyajian pernyataan tersebut dan pembenar-
annya (supra, 415—417, 329-330). Pada masa kuliah kedua dan
ketiga, ia kemungkinan besar mulai melihat suatu penyelesaian
yang sahih, dan ia menunjukannya sebagaimana adanya pada
murid-muridnya (PLU c.305, c.216). Tetapi, penyelesaian yang
berkaitan dengan penyusunan materinya, baru baginya dan
hanya merupakan suatu hipotesis karyanya, suatu karya yang ti
dak sempat dilaksanakannya karena kematian telah datang. Me-
mang masih pada masa ketiga kuliah linguistik umum,"pikiran-
nya berkembang ke segala arah tanpa saling berkontradiksi", de-
mikianlah tulisan para penyunting sekali lagi dengan penangkap-
an yang tepat(PLU,57-58). Kini, sekali SM dan tulisan Engler
memecahkan masalah kulit teks secara tuntas, sekali "butir-butir"
dari jiplakan ideal" dikembalikan ke konteks asalnya, disitulah
kami menemukan kembali, melalui penghayatan yang memper-
kaya penafsiran dan ajakan untuk melakukan penelitian-peneliti-
an baru. Didalam catatan tulisan tangan, catatan pertemuan-
pertemuan, catatan murid-murid yang dapat kami nilai sesuai
dengan suara master tersebut (CLG Engler XI paragraf ke-2),
terakhir dan terutama di dalam sekian banyak halaman buku
PLU di mana para penyunting telah berhasil memadatkan secara
efektif gagasan Saussure berdasarkan sumber-sumber tulisan
tangan, kami menemukan kembali mobilitas gagasan tersebut,
kemampuannya merangsang keinginan untuk melakukan peneli-
tian baru yang berkembang secara subur ke berbagai arah: itulah
ciri-ciri gagasan tersebut yang membuat kagum para murid dan
membimbing mereka.
(17) Edisi kedua(PLU, terbit pada tahun 1922. Mengenai
koreksi yang paling penting, lihat PLU c.89, c.94, c.l09, c.l93,
C.286. Lihat c. 272 mengenai kekeliruan cetak yang patut
501
(Die Hymmen des Rigveda, ed. ke-1, 2 jilid, Bonn 1851-63, ed.
ke-21877). .
(30) Max Miiller (1823-1900), murid Bopp, penyunting
teks veda di Inggris, tempatnya menetap, penyebar linguistik
yang berhasil, khususnya berkat Lectures on the Science, of
Language (Oxford 1861) yang diterjemahkan ke berbagai ba-
hasa.
(31) Georg Curtius (1820-1885), penulis karya-karya dasar
Grundziige der griechischen Etymologie, Leipzig 1858-62, ed.
ke-5 ibi.1879, guru K. Brugmann dan Saussure, menyambung de-
ngan membuat linguistik bandingan dapat diterima oleh para
filolog klasik (lihat supra c. 24).
(32) August Schleicher (1821-68), penulis Compendium der
vergleichenden Grammatik der indogermanischen Sprachen, ed.
ke-1, Weimar 1861, karya yang termasyhur itu, memainkan
peran yang sangat penting dalam sejarah glojologi (Leroy 1965,
33 dst., Bolelli 1965,120-36). Di dalam Notes 59.(= 52 F'Engler)
terdapat lebih dari apa yang dikatakan Saussure di dalam kuliah-
kuliahnya, dan yang ditulis para penyunting, penilaian tajam
orang Jenewa ini pada Schleicher:
"Akan menjadi (di setiap saat) bahan pemikiran filosofis-
lah, bahwa selama periode lima puluh tahun, ilmu linguistik,
yang lahir di Jerman, berkembang di Jerman, dimuliakan, di
Jerman oleh kategori individu yang tak terhitung jumlahnya,
tidak pernah memiliki keberanian untuk bangkit sampai ke
tingkat abstraksi ini, yang diperlukan untuk menguasai di satu
fihak apa yang dilakukan, di lain pihak dalam hal apa yang
dilakukan memiliki legalitas dan kehalalan di dalam keseluruhan
ilmu; (tetapi) hal. kedua yang mengherankan (adalah melihat
bahWa) pada saaf akhimya, ilmu tersebut nampaknya (keluar)
dari kepasifannya, ia muncul sebagai esai Schleicher yang patut
ditertawakan, yang runtuh akibt kekonyolannya sendiri. Begitu-
lah prestise Schleicher, yang hanya telah mencoba mengatakan
sesuatu yang umum mengenai langue yang nampaknya seperti
sesuatu figur ganjil (pun sampai kini) di dalam sejarah pengka-
jian linguistik, dan bahwa kita melihat para linguis memasang
muka serius yang menggelikan, apabila berhadapan dengan
508
tnasalah figur besar tersebut ... Dari apa pun yang dapat kami
kontrol, jelas bahwa itu merupakan hal sepele sama sekali (yang
bukannya tidak berpretensi)."
'(33) Teori yang terbentuk mengenai alternasi vokalik
dalam bahasa Indo-Eropa yang untuk pertama kalinya disistema-
tisasi adalah di dalam Memoire karya Saussure (hdk,supra 383-
387).
(34) Friedrich Christian Diez (1794-1876), penulis Gram-
matik der romanischen Sprachen, 3 jilid, Bonn, 1836-43, adalah
pendiri linguistik reman yang bersama linguistik Germania selalu
dianggap oleh Saussure sebagai sektor terpenting dalam linguis
tik. Bdk. FLt/348,353.
(35) Sudut pandang ini, yang telah dikemukakan Saussure
dalam kuliah pembukaan perkuliahan di Jenewa (lihat cuplikan,
supra 0.7), juga telah dipertahankan dengan teguh oleh K.
Brugmann dan oleh H. Osthoff di dalam kata pengantar Morpho-
logische Untersuchungen auf dem Gebiete der indogermanischen
Sprachen,I, Leipzig 1878.
(36) Mengenai Whitney, lihat 332-334, 360-361, 382, 397-
389-393,426-429,454-455,460-462 dan PLC/halaman 76,157-
-158.
(37) Meskipun pimpinan gerakan neogramatik telah melan-
carkan polemik keras terhadap teori-teori rekonstruksi dan metor
de-metode analisis struktural pemuda Saussure (bdk. supra 384—
388), Saussure tetap bersikap sangat menghormati mereka
sebagai pribadi-pribadi dan bahkan menghormati gagasan-
gagasan pokok tertentu dari junggrammatische Richtung. K.
Brugmann (1849-1919), pengajar di Leipzig selama Sausssure
belajar di sana, yang berkesempatan mendekatihya {supra 381—
383), menjadi dosen di universitas yang sama sejak 1882. H.
Osthoff(1847-1909)dosen di Heidelberg, memberi kuliah juga di
Leipzig ketika Saussure berada di sana (supra 381-383) dan
mendapat kritik yang paling tajam dari Saussure dan Moller
(supra 384—386). W. Braune dan E. Sievers adalah direktur
majalah studi Germania yang terpenting, Beitrdge zur Geschich-
te der deutschen Sprache und Literatur, bersama Hermann Paul
(1846-1921), penulis salah satu karya teori zaman itu yang pasti
paling banyak dikutip, Prinzipien der Sprachgeshichte, Halle
509
yang sangat berguna, yang baru dapat kita hayati sekarang ini.
Seperti yang kita ketahui untuk selanjutnya,suatu lambang baha-
sa tak tertafsir di luar hubungan dengan situasi tempatnya dihasil-
kan(De Mauro 1965,147 dst. ). Di dalam penggunaan bahasa se-
cara iisan, hubungan ini memanfaatkan kemajemukan penggu
naan yang hilang dari kebiasaan tertulis. Itulah sebabnya menga-
pa bahasa tertulis harus ditata dengan aturan-aturan tambahan
(urutan kata, kesistematisan danjcepaduan sintagmatis, pembe-
daan grafis dari urutan fonematlT yang identik, dll.) sehingga
kalau perlu orang sampai pada pembentukan (seperti yang telah
diamati oleh L. Prieto dalam bahasa Perancis, yang sebenamya
merupakan kasus terbatas) suatu langue lain, yang sistemnya
berbeda (lihat PLU 92-93 dst.)
(87) Lihat PLU 317 dst. Mengenai penggunaan kata orga-
nisme lihat di atas c. 83.
(88) Dalam teks ini kalimat "Mari kita ambil sebagai
sontoh..." sampai "suatu bahasa berkembang" adalah tambahan
dari catatan-catatan kuliah: para penyunting telah mengambil
dari 61.
(89) Teks edisi 1922 dan yang selanjutnya mengandung
variasi kalau dibandingkan dengan teks edisi 1916. Teks 1916 ini
menyatakan: "Mengenai bahasa-bahasa tertentu seperti Zend_
dan Paleoslavia, orang bahkan tidak tahu bangsa apa yang
menggunakannya". Tetapi di dalam naskah tertulis (409 B
Engler), secara lebih sesuai dengan keadaan masalahnya: "Ada
bahasa-bahasa yang tidak diketahui^aBpaPbangsa apa yang
menggunakannya (sehingga 'ibahasa 2^nd: bahasa Bangsa
Medes? Paleoslavia: apakah ini bahasa kuno yang menunjukkan
bahasa Bulgaria daiT Sloven?) "Berdasarkan informasi yang
didapat dalam ringkasan Wackemagel 1916. 166, para penyun
ting menambahkan, untuk menekankan teks edisi pertama,
adverbia "secara pasti". Mengenai variasi lain antara edisi
pertama dan kedua,lihat PLUc.94,c. 109,c.286, dan lihat c. 17.
Kalimat yang digunakan untuk menyimpulkan paragraf ini
("pokoknya...") adalah tambahan para penyunting.
(90)Ini adalah perbandingan yang kita tabu sangat disukai
Saussure: lihat PLU 172-175, 202-203, c.223. Perbandingan ini
539
kapan fonis: definisi dalam PLU mengenai hal ini sama sekali
tidak meragukan.
Penafsiran sikap Saussure tersebut sesuai dengan penolak-
an untuk menyebut studi fungsional "unsur-unsur tak teruraikan"
dari penanda sebagai fonologi (lihat supra PLU c.2) dan dengan
perhatiannya di dalam menghindari penggunaan istilah fonis di
daiam kutiahnya untuk mengaQu pada penanda {PLU catatan 204
dan 206). Lebih lagi, penafsirah tersebut berada dalam kesera-
sian yang sempuma dengan konsepsi bahasa sebagai bentuk
(Pf.U 206-207) dan dengan konsepsi yang berkaitan dengan
"satuan-satuan konkret bahasa" {PLU 493 dst.), konsepsi-
konsepsi yang mendeduksi penafsiran tersebut; sedangkan kedua
konsepsi tersebut memiliki premi konsepsi tentang kesemenaan
lambang yang dipahami sebagai bebas dari organisasi penanda
dan petainda dalam hubungannya dengan ciri intrinsik'dari
substansi fonis dan substansi yang mengandung makna {PLU,
146-147.) '
Sayangnya, makna posisi Saussure kurang jelas bagi para
penyunting yang, sambil melakukan kekeliruan dengan tidak
"menganggap penting penonjolan yang diucapkan dalam kuliah
ketiga ...melawari istilah/onem" {SM 113), telah memperkenal-
kan istilah tersebut dalam sederet butir yang Saussure sendiri
tidak pemah menggunakannya karena alasan yang telah disebut-
kan di atas. Dengan tidak berbicara tentang realisasi fonis, tetapi
tentang satuan-satuan tak teruraikan (lihat. PLU 230—231 C. 236,
198, 284), mereka juga telah memperkenalkan secara keliru
istilah /onis yang mengacu pada penanda {PLU, 193—196, 215—
217, 226, .2;70"271). Perlu ditambahkan bahwa bertentangan
dengan maksud Saussure, linguistik struktural terus mengguna-
kan istilah fonertt (dan padanannya dalam bahasa-bahasa lain)
untuk menyebut satuan-satuan fungsional terkecil. Jadi, dapat
dipahami kekacaubalauan" yang terjadi di dalam tafsir selama
berpuluh-puluh tahun di sekitar formulasi-formulasi Saussure
(lihat. PLU C.115), karena kritik-kritik bahwa apa yang disebut
Saussure dengan fonem adalah suatu satuan materiil dan bukan
formal yang dapat dideteksi bukan pada tataran langue melain-
kan pada tataran parole, bahwa fonem dapat dikatakan sebagai
pendahulu "segmen" nya Pike (dan bahwa merupakan masalah
548
langue yang kami sebutfonem (dan yang kita lihat disebut fonem
dalam PLU hanya karena kekeliruan para penyunting; lihat.
supra c. Ill dan PLU c.235), tetapi tidak benar bagi apa yang
disebut Saussure denganfonem. Untuk,"mempertahankan diri",
Bally menyokong kerancuan penafsiran yang telah dilakukan
oleh R. Jakobson. Meskipun demikian, Jakobson, sebaliknya
dari Bally yang pada waktu itu memiliki naskah Saussure di
depan hidungnya, sangat berhak untuk melakukan kekeliruan
berdasarkan teks PLU la mengamati berdasarkan PLU ini
(1929 = 1962. 8) bahwa orang mengambil penggal dari PLU,113
sebagai ciri perumus fonem karena unsur itu merupakan unsur
terkecil dalam deret fonis, dari PLU 115—117 karena unsur itu
merupakan kombinasi simultan dari ciri-ciri partinen, dan dari
PLU 213-214 karena unsur itu adalah suatu satuan "apositif,
negatif dan relatif
Mungkin perlu dipertanyakan kalau-kalau ada penghalusan
yang gencar dari tafsir tersebut sehingga dapat menonjolkan
kerancuan yang dilakukan oleh Jakobson karena, pada akhirnya,
kedua ciri yang diberikannya pada apa yang disebut fonem (ka
rena berwenang, berdasarkan keadaan PLU, orang dapat
mengira bahwa Saussure juga menyebut/onem) adalah juga ciri-
ciri dari "satuan tak teruraikan" itu yang tidak disebut/onem oleh
Saussure, tetapi yang meskipun demikian merupakan biang tak
sah, di dalam tataran konsep, dari fonem Sapir, kaum Praha, dari
semua linguistik post-Saussure. Kami memang yakin bahwa perlu
adanya penegasan mengenai kerancuan tersebut: dengan me-
ngaitkan kedua ciri yang telah disebutkan (dan yang hanya satu,
yang pertama, juga merupakan ciri dari apa yang disebut
Saussure fonem) dengan ciri satuan fonis-akustis yang khas bagi
fonem Saussure, Jakobson sampal pada konsepsi fonem (dan
secara lebih umum konsepsi penanda) sebagai himpunan ciri
fonis-akustis yang, dalam realisasi fonetis, tetap konstan untuk
menghindari kerancuan dengan unsur-unsur yang lain di dalam
sistem. Fonem, dan secara lebih umum satuan distingtif, jadinya
kehilangan cirinya sebagai bentuk murni untuk mengasumsikan
ciri "abstraksi fonetis".
Mungkin dapat ditambahkan bahwa aspek kerancuan dari
pengertian/onem pada Saussure telah memberi jalan bagi keran-
553
* —^ a
objek * b nama
♦ ^ C
tertentu: dan kita tahu bahwa yang puitis, mungkin saja peran
tertentu diberikan pada penanda karena pehulis beranggapan
mengeksploitasi nilai fonosimbolis dari penanda tersebut; menge-
nai pustaka yang sangat luas tentang kedua pendapat tersebut,
bdk. karya Ullmann 1959. 266 dst., 305. Grammont 1933, dengan
penelitian dan pengarnatan atas "fonetik impresif, dan banyak
ilmuwan lain setelah dia, telah mencoba untuk memberikan
dimensi pankronis pada tipe penelitian ini, dengan memperta-
hankan, misalnya bahwa orang akan mengasosiasikan gagasan
"kecuali" dengan bunyi seperti [i] (dengan mengutip kata-kata
seperti piccino, minor, minimus, petit, little)-, tetapi mudah untuk
menemukan kata-kata yang dekat dengan makna "kecil" tanpa
adanya lafal [i] {small, parvus), dan kata-kata yang mengandung
[i] yang dekat dengan makna yang sebaliknya (big, infini) dan
adanya sejumlah besar kata-kata dalam berbagai bahasa yiang
mengandung [i] yang maknanya tidak berhubungan dengan
"besar" dan "kecil" maupun dengan kesan sejenisnya.
• Namun, kenyataan yang gamblang di atas tidak mengha-
langi bahwa, secara berkala, para ilmuwan masih melewatkan
waktu untuk membicarakan masalah yang sama. Dan orang
menulis berhalaman-halaman untuk membuktikan bahwa burung
layang-layang bernama Emma(Morgenstern jelas menegaskan di
dalam satu puisi liriknya bahwa burung ini bernama Emma).
Anehnya, atau mungkin melalui synnoemi pankronis, kita ingat
ketika membaca karya sastra yang indah ini, pada sebuah
anekdot tentang Benedetto Croce, Suatu hari, ia menjawab
seorang embisil yang bertanya kepadanya dengan, sungguh-
sungguh, apa nama kucing "manis" yang berkeliaran di kamar
kerjanya. Ahli filsafat ini menjawab dengan ketus; "Aiida
maunya bernama apa? Sudah jelas namanya kucing."
(143) Fonagy di dalam Zeichen und system I. 52 dan
Guiraud 1966. 29 dst., mengkritik pernyataan Saussure karena
menurut pendapat mereka interjeksi memang konvensional,
tetapi bukan tanpa motif, Vendryes 1921. 136 dan J. Wackerna-
gel, Vorlesungen iiber Syntax, 2 jilid. Bale 1926, I. 70 dst.,
menekankan, secara lebih tepat, fakta bahwa interjeksi berada di
batas sistem bahasa. Hal ini jelas kalau dipandang dari sudut
572
jika tindak bahasa terungkap dengan satu kata, kata itu bukan
lagi merupakan kata-merupakan satuan makiiawi dan oleh kare-
nanya sangat mungkin diungkapkan dalam bentuk maujud yang
dapat menyebut dirinya tanda. "Gagasan Lucidi itu sebagian
sama dengan gagasan L. Prieto 1964. 16, yang merumuskan
tindak parole sederhana sebagai penghasii tanda yang memiiiki
petanda (Prieto, yang bertentangan dengan Lucidi, menerima
kemungkinan memilah petanda menjadi noime).
(215) Paragraf ini diturunkan dari masa perkuliahan kedua
(5M 67).
(216)Bab ini sebagian besar diturunkan dari pelajaran yang
diberikan di awal masa perkuliahan kedua (30 November, 3
Desember 1908) dan yang berisi penelaahan kodrat langue yang
dilakukan dari dalam (SM 68). Jadi, bab ini secara kronologis
lebih awal dari bab yang mendahuluinya. Namun, secara logis
juga lebih awal. Bab ini dapat dianggap sebagai pendekatan ideal
di dalam penulisan pikiran Saussure: di dalam pertemuannya
dengan Riedlinger pada tanggal 6 Mei 1911 (SM 30), mengenai
"sistem geometri itu" yang dianggapnya seharusnya "linguistik
umum", Saussure menyatakan bahwa di dalam sistem yang
semacam itu "kebenaran pertama" adalah sebagai berikut: "La-
ngue berbeda dengan parole". Pernyataan itu mau tidak mau
telah meyakinkan para penyunting untuk meletakkan pembe-
daan langue parole di dalam pendahuluan PLU. Namun menga-
pa "kebenaran yang pertama"? Mengapa perlu dibedakan an-
tara laue dan parole! Bab III di dalam pendahuluan Jpl17
berpuas diri memperlihatkan keuntungan dari pembedaan itu:
pembedaan itu berguna, seperti kelihatannya, untuk menjamin
otonomi linguistik. Hanya dari sudut pandang ilmu secara
umumlah (dan bukan dari sudut pandang pengajar linguistik)
pembedaan itu, yang jika satu-satunya alasan adalah untuk
menjamin otonomi linguistik, sama sekali cuma-cuma. Dan
alasan itu nampak sebagaimana adanya bagi banyak ahli linguis
tik karena terancu oleh dasar pikiran yang diberikan dalam
PLU oleh para penyunting. Sebenamya, di dalam bab itu ter-
dapat alasan yang secara ilmiah lebih sahih. Atau lebih tepat,
alasan itu terdapat di dalam perlunya niemberi jawaban pada
596
itu sebuah tanda, selalu mungkin kita menemukan yang lain yang
lebih jelas dan lebih eksplisit: pertentangan antara dua tanda
vang berbeda dari langue yang sama mungkin terjadi selama di
dalam sederet keadaan tanda-tanda itu bertugas (meskipun
petandanya berbeda) menandai situasi (referrings) yang sama
atau dengan kata lain, memiliki makna sama. Di atas dasar yang
sama kita dapat mempertentangkan tanda-tanda yang berasal
dari langue yang berbeda. Khususnya, atas dasar kehadiran
makna identik yang mungkin ada, kita dapat menyimpulkan
bahwa ketujuh tanda tadi memiliki sesuatu yang sama. "Faktor
umum ini kita sebut purport. Seperti yang telah dibicarakan,
purport ada secara sementara sebagai massa amorf, kesatuan
yang tak teranalisis, yang ditentukan hanya oleh fungsi-fungsi
ekslernalnya, yaitu fungsinya terhadap kalimat linguistik yang
kita kutip" (Hjelmslev 1961. 50-51). Purport itu dapat dianalisis
dengan berbagai cara. Untuk melambangkan keanekaan analisis
kita harus memilih suatu (meta) langue dan dalam deskripsi:
Hjelmslev loe. cit. menggunakan "un" dalam bahasa Inggris, kami
menggunakan "un" Latin di sini (kita tidak mengatakan "bahasa
Inggris", langue-\d\om yang riil yang walaupun fleksibel, tidak
menerima I know it not sebagai kalimat yang gramatikal, padahal
sebenarnya merupakan kalimat padanan kalimat Denmark, atau
not know-do-I, yang merupakan padanan kalimat Italia. Demi.-
kian pula kita tidak mungkin mengatakan "bahasa latin"). Jalan
keluar masalah suatu meta-langue yang melambangkan petanda
dari berbagai langue, jalan keluar dari masalah suatu "abjad
semantik internasional" merupakan keharusan bagi masa depan
semantik fungsional (atau noologi). "Abjad semantik internasio
nal" yang semacam itu yang dapat disusun oleh himpunan
terminologi ilmiah (De Mauro 1967 pasal 7) dan karena abjad
tersebut dari bahasa Latin (tata nama botani dan telah digunakan
secara luas) atau sangat ditentukan oleh Latinisme, kami akan
menggunakan simbolisme metalinguistik yang berasal dari baha
sa Latin. Dalam istilah metalinguistik, ketujuh kalimat tadi
menjadi:
EGO SCIO ID NGN Denmark
EGO AG(0) NON SCI(RE) Inggris
EGO NON SCI(O) PASSUM Perancis
EGO-NON-FACIO SCIRE Finlandia
NON-SCIENS-(SU)M-EGO-ID Eskimo
601
Italia NONSCIO
Latin NON-SCIO
berbeda pada setiap langue. Dengan kata lain setiap langue mem-
punyai cara' sendiri sesuai dengan sistem bentuk yang khas,
mengubah pengalaman yang mungkin ada menjadi substansi
makna (content-substance). "Dalam pengertian ini Jelas Saussure
membedakan antara bentuk dan isi pokok"(Hjelmslev 1961.54).
(226) Alinea ini berasal dari masa perkuliahan kedua(1830
B Engler). Hal itu perlu ditekankan di sini karena dari satu segi,
alinea itu tidak mengungkapkan pikiran terakhir Saussure,
namun pikiran sesaat. Terutama ungkapan "peristiwa yang dapat
dikatakan misterius": memang, organisasi sistem bahasa nampak
dan tidak dapat tidak pasti nampak misterius di luar rangka sosial
tempatnya berada, dan secara lebih umum berfungsinya langage
(Saussure berbicara di dalam alinea itu mengenai langage;
langue adalah penggantian oleh para penyunting) tak dapat
dipahami di luar konteks sosial (De Mauro 1965. 152 dst, 169
dst). Setelah pertanyaan yang keras mengenai hubungan langue
dan masyarakat yang berasal dari tahun 1894 (jejaknya terdapat
di dalam alinea terakhir dalam PLU 161 segi sosial yang radikal
dari langue dan langage dilupakan lagi, dan perhatian Saussure
ditujukan pada masalah metodologi linguistik dan pada masalah-
masalah lain. Selama masa perkuliahan kedua, seperti yang telah
diungkapkan di tempat lain (De Mauro 1965.153 dst.), Saussure
menegaskan lagi ciri sosial dari gejala-gejala semiologis, namun
pembicaraan yang mendalam mengenai segi sosial yang radikal
dari langue dan langage baru ada di dalam kuliah-kuliah bulan
Mei 1911 (SM 85-86, catatain 125-129) yang digunakan sebagai
dasar bab mengenai keterubahan dan ketakterubahan tanda
(PLU 152 dst.)
(227) Di dalam catatan tangan, teks berbunyi:"Yang hebat
adalah bahwa bunyi-pikiran (atau pikiran-bunyi) mengakibatkan
pembagian yang berupa satuan akhir dalam linguistik. Bunyi dan
pikiran hanya dapat berkombinasi melalui satuan-satuan itu.
Bandingkan dengan dua massa amorf: air dan udara. Jika
tekanan udara berubah, permukaan air terbagi dalam suatu
urutan satuan: ombak(= rantai perantara yang tidak membentuk
substansi). Gelombang itu melambangkan persatuan, atau perka-
winan antara pikiran dengan rangkaian bunyi itu yang secara
603
Abaev, V.I.
1965 "Lingvisticeskij modernizm kak degumanizacija nauki o
jazyke", VJa. 14.3, 1965. 22-43.
Abbagnano, N.
1961 Dizionario difilosofia. Turino.
Abegg,E.
1923 "Wissen und Leben".(timbangan buku CLG)10 Agus-
tus 1923: 919-920.
Abercrombie,D.
1967 Elements ofGeneral Phonetics. Edimbourg.
Absil,Th.
1925 Sprache und Rede. Zu de Saussure's "Allgemeiner
Sprachwissenschaft", N.ph. 10, 100-108,186-193.
Ajuriaguerra, J. de
1906 "Speech Disorders in Childhood" di dalam Brain Func
tion. 117-130.
Allen, W.S.
1955 "Zero and Panmi'lndian Linguistics 16: 106-113.
Alonso, A.
1945 "Prdlogo a la edicion espahola" di dalam P. d. S., Curso
de lingiiistica general. Buenos Aires. 7-30.
Alonso,D.
1950 Poesia espahola. Ensayo de mitodos y limites estilisticos
(Edisi pertama). Madrid (Edisi kedua 1952).
Ammann, H.
1934 "Kritische Wiirdigung einiger Hauptgedanken von
F.d.S. Grundfragen der Sprachwissenschaft," di dalam
I.E. 52: 261-281.
631
Buhler,K.
1933 "Die Axiomatik der Sprachwissenschaft" di dalam
Kantstudien 38:19-90.
1934 Sprachtheorie. Die Darstellungsfunktion der Sprache.
lena.
Burger, A. -
1955 "Phon6matique et diachronie. A propos de la palatalisa
tion des consonnes romanes" di dalam C F.S 13:19-33.
1961 "Significations et valeur du suffixe verbal fran§ais -e", di
dalam CF5 18:5-15.
Bumet,E.L.
1930 "S., F. de" di dalam Dictionnaire historique et biogra-
phique de la Siiisse. Neuchktel.6 jilid.
Buyssens, E.
1940-41 "La nature du signe linguistique", di dalam A L 2:
83-86.
1942 "Les six linguistiques de F. de S", di dalam Revue des
Langues Vivantes: 15-23, 46-55.
1949 "Mise au point de quelques notions fondamentales de la
phonologie", di dalam C F 518? 37-60.
1952 "Dogme ou libre examen?", di dalam C F S. 10: 47-50.
I960 "Le structuralisme et I'arbitraire du signe" di dalam
Omagiu lui At. Graur: Studii si Cercet&ri Lingvistice 11:
403-416.
1960 "Le signe linguistique" di dalam Revue beige de philo-
logie et d'histoire 38: 705-717.
1961 "Origine de la linguistique de Saussure", di dalam C F S
18:17-33.
Carrol,J.B.
1953 The Study of Language. A Survey of Linguistics and
Related Disciplines in America. Cambridge, Mass.
Carterette, E.C.(ed.)
1966 Brain Function HI: Speech, Language and Communica
tion. Los Angeles.
Cassirer, E.
1945 "Structuralism in Modern Linguistics", di dalam W 1:
99-120.
635
Gazdaru, D.
1967 "Correspondancia F.d.S.-G.I. Ascoli" di dalam Contro-
versias ^ documentos linguisticos. La Plata. 179: 184.
Geschiere, L.
1961 "Plaidoyer pour la langue" di dalam N.ph. 45: 21-37.
1962 "La 'langue': condamnation ou sursis?" di dalam N.ph.
46. 201-210.
Gill, A.
1933 "La distinction entre langue et parole en s6mantique
historique" di dalam Studies in Romance Philology and
French Literature presented to John Orr. Manchester.
90-101.
Gipper, H.
1963 Bausteine zur Sprachinhaltsforschung. Neuere Sprach-
betrachtung im Austausch mit Geistes- und Naturwis-
senschaft. Diisseldorf.
Glinz, H.
1947 Geschicte und Kritik der Lehre von den Satzgliedern in
der deutschen Grammatik. Bern.
Godel, R.
1947 "Ch. Bally" di dalam CFS 6: 68-72.
1953 Timbangan buku S. Ullmann Precis de semantique fran-
gaise di dalam CFS 11: 49-50.
1953 "La question des signes zero" di dalam CFS 11: 31-41.
1956 Timbangan buku A. Martinet \Economie des chang.
phonet. di dalam CFS 14: 56-59.
1958-59 "Nouveaux documents saussuriens; les cahiers E.
Constantin" di dalam CFS 16: 23-32.
1960 "Inventaire des manuscrits de F.d.S. remis a la biblio-
theque publ. et univ. de Geneve" di dalam CFS 17:
5-11.
1961 "L'ecole saussurienne de Geneve", di dalam Trends in
European and American Linguistics 1930-1960, oleh C.
Mohrmann, A. Sommerfelt, J. Whatmough (ed.) Utre-
cht-Anvers. 294-299.
1966 "De la theorie du signe aux termes du systeme" di dalam
CFS 22: 53-68.
641
Hass, W.
1957 "Zero in Linguistic Description" di dalam Studies in
Linguistic Analysis, Oxford. 33-53.
Harris, Z.S.
1941 Timbangan buku Trubetzkoy di dalam Lg. 17: 345-349.
Hartmann, P.
1959 Die Sprache als Form. Den Haag.
1963 Theorie der Grammatik. Den Haag.
Hattori, Sh.
1957 "Saussure no langue to Gengokateisetsu" di dalam
Gengo Kenkyu 32; 1-42.
Haudricourt, A.G. dan A.G. Juilland.
1949 Essai pour une histoire structurale du phonetisme fran-
gais. Paris, (dengan pendahuluan oleh A. Martinet,
halaman ix-xiv).
Havet, L.
1908 Timbangan buku Melanges de linguistique offerts d
M.F.d.S. di dalam Journal de Geneve, 16-23 Novem
ber.(lihat Favre 1913).
Heilmann, L.
1966 "Introduzione" di dalam Jakobson VII-XXV.
Heinimann,S.
1959 "F. de Saussure Cours de ling, gen.in neuer Sicht" di
dalam ZRPh 75: 132-137
Herdan, G.
1956 Language as Choice and Change. Groningen.
1966 The advanced Theory of Language as Choice and
Change. Berlin.
Herman,H.
1931 Timbangan buku F.d.S. Grundfragen der Sprachwis-
senschaft, terjemahan oleh H. Lommel di dalam
Philologische Wochenschrift 51: 1388-1390.
Herman, K.
1936-38 Die Anfdnge der menschlichen Sprache, 2 jilid.
Praha.
Hintze, F.
1949 "Zum Verhaltnis sprachlichen Form zur Substanz" di
dalam Studia Linguistica 3: 86-106.
643
Hjelmslev, L.
1928 Principes de grammaire generale.Kopcnhagen.
1942 "Langue et Parole" di dalam CPS 2: 29-44 (=
Hjelmslev, 1959; 69-81).
1944 Timbangan buku B. Collinder Introduktion i sprakve-
tenskapen. Stockholm. 1941. di dalam AL 4: 140-141.
1961 Prolegomena to a Theory of Language, terjemahan dart
bahasa Denmark ("Omkring sprogteoriens grundlaeg-
gelse", di dalam Festskrift udgivet af Kobenhavns Uni-
versitet i anledning af Universitets Aarsfest, November
1943, 3-133 edisi pertama dalam bahasa Inggris terjema
han oleh F.J. Whitfield, Memoir 7 dari "Internal.
Journal of American Linguistics", Baltimore, 1953) edisi
kedua, Madison.
1947 "Structural Analysis of Language" di dalam Studia
Linguistica I: 69-78(= Hjelmslev 1959, 27-35).
1951 "Metod strukturnogo analiza v lingvistike" di dalam
AL 6: 57-67.
1954 "La stratification du langage" di dalam W. 10: 163-188.
1959 Essais linguistiques(TCLC 12). Kopenhagen.
Hockett, Ch. F.
1952 Timbangan buku TCLC 5, 1949. di dalam Inter
national Journal of American Linguistics 13: 86-99.
lordan,1.
1962 "Einfiihrung in die Geschichte und Methoden der
romanischer Sprachwissenschaft" di dalam deutsche
iibertragen, ergdnzt und teilweise neubearbeitet dari W.
Bahner. Berlin.
Ipsen,G.
1930 Sprachphilosophie der Gegenwart. BerWn.
Tzui,H.
1963 "Recent Trends in Japanese Linguistics" di dalam Trends
in Modern Linguistics, 38-55.
Jaberg, K.
1937 "Ferdinand de Saussure's Vorlesungen uber allgemeine
Sprachwissenschaft (di dalam Sonntagsblatt des Bundes
644
Kantor, J.R.
1952 An Objective Psychology of Grammar. Bloomington
(Ind). •
Kobalava, I.
1964 "Ponologiis ist'oriidan (Ponologiis sak'itxebi P. de-
Sosiurtan), di dalam Iberiul-k' avk'asiuri enatmecniere-
ba 14: 89-99.
Kolmar-Kulleschitz, F.
1.960 '1st das Phonem ein Zeichen?" (Stratifizierung der
Bedeutung)di dalam Phonetica 5: 65-75.
1961 "Einige Bemerkungen zum de Saussureschen Zeichen-
schema (Stratifizierung der Bedeutung)" di dalam Pho
netica 6: \37-161.
Konnek,J.M.
1936 "Einige Betraehtungen iiber Sprache und Sprechen" di
dalam TCLP 6: 23-29.
Kronasser, H.
1952 Handbuch der Semasiologie. Kurze Einfuhrung in die
Geschichte, Problematik und Terminologie der Be-
deutungslehre. Heidelberg.
Kukenheim, L.
1962 Esquisse historique de la linguistique frangaise et de ses
rapports avec la linguistique generale. Leiden.
Laziczius, J. von
1939 "Das sogennannte dritte Axiom der Sprachwissenschaft"
di dalam AL 1: 162-167.
1939 "Die Scheidung langue-parole in der Lautforschung" di
dalam Proceedings of the 2nd Intern. Congr. Phonetic
Sciences 1938. GdiUd. 13-23.
1945 "La definition du mot" di dalam CPS 5: 32-37.
1961 Lehrbuch der Phonetik. Berlin.
Leontev, A.A.
1961 "LA. Boduen de Kurtene i peterburgskaja skola russkoj
lingvistiki" di dalam VJa. 10: 4, 112-124.
Lepschy, G.
1961 "Aspetti teorici di alcune correnti della glottologia
contemporanea" di dalam Ann. Scuola Norm. Sup. di
Pisa 30:187-267,34:1965. 221-295.
647
Mathesius, V.
1933 "La place de la linguistique fonctionnelle et structurale
dans le developpement general des etudes linguistiques"
di dalam Actes du T congres internat. de linguistes.
Jenewa 24-29 Agustus 1931, Paris. 145-146.
Meier, G.F.
1952-53 "Ein Beitrag zur Erforschung der Zusammenhange
von Sprache und Denken und der Entwicklungsge-
setzmassigkeiten der Sprachen" di dalam Wissen-
schaftliche Zeitschrift der Kqrl-Marx-Universitdt
Leipzig. Gesellschafts- und sprachwissenschaftliche
Reihe 4-5: 517 dan seterusnya.
Meillet, A.
1913 "F.d.S," di dalam BSL 18: 61. CLXI-CXXXV (=
Linguistique historique et ling, generate, II. Paris, 1936.
174-184) = F.d.S. 69-85.
1916 Timbangan buku CLG, di dalam BSL 20: 64. 32-
36.
1917 Timbangan buku CLG di dalam Revue critique de
philologie et d'histoire 83. 27 Januari: 49-51.
1937 Introduction a I'etude comparative des langues indo-
europeennes (edisi pertama. Paris, 1903). Edisi kedela-
pan, Paris.
Menendez Pidal, R.
1956 Origines del espanol. Edisi keempat. Madrid.
Merleau-Ponty, M.
1960 Signes. Paris.
MiclSu, P.
"Le signe dans les fonctions du langage" di dalam
Zeichen und System, III: 174-194.
Mikus, F.
1963 "Edward Sapir et la syntagmatique" di dalam CFS
11: 11-30.
Moller, K.
1949 "Contribution to the Discussion concerning Langue and
Parole" di dalam TCLC 5: 87-94.
650
Mounin, G.
1963 Les problimes theoriques de la traduction. Paris.
1966 "La notion de systeme chez Antoine Meillet" di dalam
La Linguistique 2: 1, 17-29.
1967 Histoire de la linguistique des origines au XX" siecle.
Paris.
1968 Saussure ou le structuralisme sans le savoir. Paris.
Mourelle-Lema, M.
1969 "The Geneva School of Linguistics: a Biobibliographical
Record" di dalam Godel, 1-25.
Muret, E.
1913 Journal de Geneve, 26 Februari = F.d.S. 41-48.
Mulder, J.W.F.
1968 Sets and relations in phonology. An Axiomatic approach
to the description of speech. Oxford.
Naert, P.
1947 "Arbitraire et necessaire en linguistique" di dalam
Studia Linguistica I: 5-10.
Nehring, A.
1950 "The problem of linguistic sign" di dalam AL 6: 1-16.
Nencioni, G.
1946 Idealismo e realismo nella scienza del linguaggio. Flo
rence.
Niedermann, M.
1916 Timbangan buku CLG di dalam Zurcher Zeiting.
Agustus.
Niisse, H.
1962 Die Sprachtheorie Friedrich Schlegels. Heidelberg.
Ogden, C.E. dan LA. Richards.
1923 The Meaning of Meaning. A Study of Influence of
Language upon Thought and of Science of Symbolism.
Edisi pertama. London, (kutipan-kutipan berasal dari
edisi ke 10, 1949; terjemahan ke dalam bahasa Italia
oleh L. Pavolini, Milano, 1966).
Oesterreich, T.K.
1924 Die deutsche Philosophie des XIX Jahrhunderts und der
Gegenwart(Friedrich Uberwegs Grundiss der Gesch. der
651
Pipping, R.
1946 "Om nagra grundtankar i F.d.S. foreslasningar over
allman sprakvetenskap" di dalam Vetenskaps-societeten i
Lund. Arsbok. 17-28.
Pisani, V.
1959 Saggi di linguistica storica. Scritti scelti. Turino.
1966 "Profile storico della linguistica moderna" di dalam
Paideia 21: 297-308.
Porzig, W.
1950 Das Wunder der Sprache. Probleme, Methoden and
Ergebnisse der modernen Sprachwissenschaft. Bern.
Pos, H.J.
1939 "Phenomenologie et linguistique" di dalam Revue Inter
nationale de philosophie I: 354-365.
Pospelov, S.
1957 "O lingvistideskom nasledstve S. Karcevskogo" di dalam
VJa. 6: 4. 46-56.
Prieto, L.
1964 Principes de noologie. Den Haag.
Puebla de Chaves, M.V.A.
1948 Problemas de fonetica experimental, La Plata.
Quadri, B.
1952 Aufgaben und Methoden der onomasiologischen For-
schung. Fine entwicklungsgeschichtliche Darstellung.
Bern.
Redard, G.
1957 "F.d.S. Pionnier de la linguistique" di dalam Journal de
Geneve, 23-24 November.
Regard, P.F.
1919 Contribution a I'etude des prepositions dans la langue du
Nouveau Testament. Paris.
Regnell, H.
1958 Semantik. Filosofiska och sprakvetenskapliga grundfrd-
gor inom betydelseldran. Stockholm.
Rensch, R.H.
1966 "F.d.S. und Georg von der Gabelentz" di dalam
Phonetica 15: 32-41.
653
Robins, R.H.
1951 Ancient and Medieval Grammatical Theory in Europe,
with Particular Reference to Modern Linguistic Doctrine.
London.
1963 "General Linguistics in Great-Britain, 1930-1960" di
dalam Trends in Modern Ling. 11-37.
RoggCT, K.
1941 "Kritischer Versuch uber de Saussure's Cours gendral"
di dalam ZRP/i. 61: 161-224.
1941 Timbangan buku Sechehaye, 1940, di dalam ZRPh
62: 98-106.
1954 "Langue-parole und die Aktualisierung" di dalam
ZRPh 70: 341-375.
Ronjat, J.
1916 "Le Cours de linguistique de F.d.S." di dalam Journal de
Gendve, 26 Juni.
Rosetti, A.
1947 Le Mot. Esquisse d'une theorie genirale. Edisi kedua.
Kopenhagen-Bukarest.
1959 Sur la theorie de la syllabe. Den Haag.
Rosiello, L.
1962 La Semantica moderna e I'opera di S. Ullmanti, lihat
Ullmann.
Vachek, J.
1939 "Zum Problem der geschriebenen Sprache" di dalam
rCLP 8: 94-104
Val'in, R
1964 La methode comparative en linguistique historlque et en
psychomecanique du langage. Quebec.
Vallini, C.
1969 "Problemi di metodo in Ferdinand de Saussure in-
doeuropeista" di dalam Studi e saggi linguistici 9 (diam-
bil mulai dari 84 halaman).
Valois, N.
1913 "F.d.S." di dalam Timbangan buku Academie des in
scriptions 68-70 = Saussure Lettres 126-128.
Vasiliu, E.
1960 "Langue, parole, stratification" di dalam Revue de
linguistique 5; 27-32.
Vendryes, J.
1921 "Le caractere social du langage et la doctrine de F.d.S."
di dalam JPs 18: 617-624 = Vendryes, 1952: 18-25.
1921 Le langage. Introduction linguistique a I'histoire. Edisi
pertama. Paris. Edisi kelima, Paris, 1950.
1933 "§ur les taches de la linguistique statique" di dalam./Ps
30: 172-184 = Vendryes, 1952. 26-38.
1952 "Sur la denomination" di dalam BSL 48: 1-13.
1952 Choix d'etudes linguistiques et celtiques. Paris.
Verhaar, J.V.M.
1964 "Speech, Language, and Inner Form (Some Linguistic
Remarks on Thought)" di dalam Proceedings of the 9th
Internat. Congress of Linguists. Cambridge, Mass.,
1962, Den Haag. 748-755.
Verburg, P.A.
1952 Taal en funktionaliteit. Wageningen.
1961 "Het schaakspel-model bij F.d.S. en bij Wittgenstein" di
dalam Wijsgering perspectief op maatschappij en weten-
schap. Amsterdam. 227-234.
Vidos, B.E.
1959 Manuale di linguistica romanza. Terjemahan dari baha-
659
sa Belanda. Florence.
Vinay, J.P. daa J. Darbelenet.
1958 Stylistique comparee du francais et de I'anglais. Paris.
Volkov, A.G.
1964 "O teoreticesckich osnovanijaeh dichotomiceskoj gipo-
tezy jazyka i reel F. de Sosjura" di dalam Vestnik
Moskovskoga Universiteta VII, 19: 2,40-53.
Volosinov, V.N.
1930 Marksism i filosofija jazyka. Leningrad.
Vvdenskij, B.N.
1933 "F.d.S. i ego-mesto v lingvistike" di dalam F.d.S. Kurs
obscej lingvistiki, Moskow. 5-30.
Wackernagel, J.
1916 "Bin scheiwerisches Werk uber Sprachwissenschaft" di
dalam Sonntagsblatt der Easier Nachrichten, 15 dan 22
Oktober. 165-166, 172.
Wagner, R.L.
1947 Introduction a la linguistique francaise. Jencwa.
■j Wartburg, W. von.
I 1931 "Das Ineinandergreifen von deskriptiver und histori-
scher Sprachwissenschaft" di dalam Berichte tiber die
Verhandlungen der Sdchsischen Akademie der Wissens.
I zu Leipzig. Phil-Hist. K1 83: 1. 1-23.
' 1937 "Betrachtungen iiber die Gliederung des Wortschatzes"
di dalam Z./?.F/z. 57: 296-312.
1939 "Betrachtungen iiber das Verhaltnis von historischer
und deskriptiver Sprachwissenschaft" di dalam Melanges
■ de ling, offerts a Ch. Bally, Jenewa. 3-18. (sebagian
diambil dari W.v.Wartburg, Von Sprache und Mensch,
Bern, 1956, 159: 165).
1962 "Einfiihrung in Problematik und Methodik der Sprach
wissenschaft" (edisi pertama Halle, 1943), di dalam
zweite, unter Mitwirkung von S. Ullmann verbesserte
und erweiterte Auflage. Tubingen.
Waterma, J.T.
1956 "F.d.S. Forerunner of Modern Structuralism" di dalam
660
Zirmunskij, V.M.
1958 "O sinhronii i diahronii v jazykoznanii" di dalam VJa 7:
5, 43-52.
1960 O sootnosenii sinhronnogo analizia i istorideskogo izu6e-
nia jazyka. Moskow.
INDEKS
B
Curtius, Georges 66
Bacaan dan aksara 103 Catur, permainan —
Bahasa-bahasa Germania 354 dibandingkan dengan sistem baha
telaah — Germania 68 ■ sa 91,172, dan selanjutnya, 202
— reman 353
telaah — reman 68, 348 D
salah satu ciri sintaktisnya 367
Dental 70 dan selanjutnya
Bahasa sastra dan aksara 95
Derivasi, hasil analegi 298
dan diaiek lekal 89, 323 dan selan
Densinensi 308
jutnya
Diakreni lihat juga linguistik diakre-
tidak tergantung dari aksara 324
nis 165
dan selanjutnya
Diaiek alami, tidak ada 332
stabilitasnya yang relatif 245, 258,
dan selanjutnya
perbedaan antara — dan bahasa-
Batas kesemenaan, dasar telaah ba
bahasa 334 dan selanjutnya
— dan bahasa susastra 89,323 dan
hasa 233 dan seterusnya
selanjutnya
Batas suku kata 133 dan selanjutnya
Dialektal 266 — 267
Batasan satuan-satuan bahasa 213
bentuk — pinjaman 266 ~ 267
dan iselanjutnya
Dialektal, sifat-sifat 332
— fenem-fenem 112
Diez 68
Bentuk kembar,sifat nen fenetis 266
Diferensiasi bahasa, di kawasan
dan selanjutnya
yang sinambung 328 dan selanjut
Bersuaranya fenem 117
nya
perannya dalam persukuan kata
665
Rasa kesukuan 337 dan selanjutnya 228 dan selanjutnya, 177 dan selan
Rekonstruksi bahasa 355 jutnya
Resonansi nasal 115 dan selanjutnya Satuan kata dan perubahan fonetis
Retrospektif, perspektif, lihat Per- Schleicher 66
spektif Schmidt, Johannes 333, 342
Rongga Sejarah linguistik 63 dan selanjutnya
— mulut 114 dan selanjutnya — politik dalam hubungannya de
— hidung 114 dan selnjutnya ngan langue 88
Rotasisasi dalam bahasa Latin 251, dengan perubahan fonetis 258
253-254 Selaput langit-langit
Rumpun-rumpun bahasa 70, 318 Semantik 84, catatan
tidak bersifat permanen 369 Semiologi
rumpun Indo-Eropa 64, 335 dan definisi 82
selanjutnya, 342 dan selanjutnya didasarkan terutama hanya pada
— Bantu 318 sistemn tanda yang semena 148
— Finn-Ugrika 318 dan selanjutnya
Rumus artikulasi bunyi 118 Semi vokal 122
Seruan 150
Sievers 68, 135, 139, 140
Sinkronis 165
lihat linguistik sinkronis
Sanskerta Sintagma 219
temuan — definisi, lihat hubungan
nilainya bagi ilmu bahasa Indo- Silbenbildend dan silbisch 130, 139
Eropa 64 dan seterusnya Sintaksis
peran yang dilebih-lebihkan dalam hubungannya dengan morfologi
hubungan dengan — 351, 353 235
kekunoannya 352 dengan sintagmatik 238
Satuan bahasa 194 dan selanjutnya Sirkuit ujaran dan pembagiannya 78
definisi dan batasan 115 dan selan dan selanjutnya
jutnya Sistem aksara, lihat aksara
— kompleks 197, 221 Sistem bahasa, lihat mekanisme 74,
masalah —, pentingnya 203 91, 154 dan selanjutnya, 163, 206,
sifat — yang membedakan 216 dan 232
selanjutnya Sistem fonologis 105, 359
— dan fakta gramatika 217 dan Solidaritas sintagmatis dan asosiatif
selanjutnya 226, 232
pembagian baru — 286 dan selan Sonan 134
jutnya, 300, Sonan Indo-Eropa 127, 141
diakronis 302 Sosiologi dan linguistik 71
Satuan bawahan dari kata 197, 226, Spiran 119 dan selanjutnya
672
673
iite
674
1. liiiakliiiic
676
Menyusul terbit:
Dick, S.C. dan J.G. Kooij. Ilmu Bahasa; Fengantar, diterjemah-
kan oleh T.W. Kamil, dari buku Beginselen van de Algemene
Taalwetenschap.
Kaswanti Purwo, Bambang. Serpih-serpih Telaah Pasif Bahasa
Indonesia; Kumpulan karangan (edisi dwibahasa).
678
"1
PtRi"'L-ts I
BADAM OAHASA
KEfcEeiAAH P:mD;C:KAH NASiO'iM.
Pel" u taka