Anda di halaman 1dari 18

EKSISTENSI BAHASA DAERAH PADA PADA USIA REMAJA

WINDY KRISTINA SIAGIAN

S1 THEOLOGIA
STT ABDI SABDA MEDAN
MEDAN
2019

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
2.1 Kehidupan Bahasa Daerah di Indonesia...................................................................... 3
2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Minat Belajar Bahasa Daerah Pada Kalangan Remaja . 4
2.3 Strategi Menumbuhkan Minat Belajar Bahasa Daerah Pada Kalangan Remaja ......... 5
2.4 Pemertahanan Bahasa Daerah dalam Pembelajaran di Sekolah.................................. 6
2.5 Pemertahanan Bahasa Daerah Sebagai Alat Komunikasi Wajib Pada Hari Tertentu . 7
2.6 Fungsi Pemertahanan Bahasa Daerah Melalui Pendidikan ......................................... 7
2.7 Peranan Bahasa Daerah Dalam perkembangan Gereja Di Indonesia ......................... 8
2.8 Upaya Penerjemahan Alkitab ...................................................................................... 9
2.9 Penggunaan Bahasa Daerah dalam Liturgi Gereja .................................................... 11
2.10 Penggunaan Bahasa Daerah dalam Ibadah Gereja .................................................... 11
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 12
3.1 Usaha-usaha untuk Melestarikan Bahasa Daerah ..................................................... 12
3.2 Upaya pemertahanan bahasa daerah ......................................................................... 13
3.3 Kesimpulan................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 15

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Timeline Penerjemahan Alkitab ke Bahasa Daerha dari 1820-1970[9] ................... 9

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahasa daerah adalah suatu bahasa yang dituturkan di suatu wilayah dalam sebuah
negara kebangsaan, apakah itu pada suatu daerah kecil, negara bagian federal atau provinsi,
atau daerah yang lebih luas. Keberadaan sebuah bahasa lokal atau bahasa daerah sangat erat
dengan eksistensi suku bangsa yang melahirkan dan menggunakan bahasa tersebut. Bahasa
menjadi unsur pendukung utama tradisi dan adat istiadat. Bahasa juga menjadi unsur
pembentuk sastra, seni, kebudayaan, hingga peradaban sebuah suku bangsa. Bahasa daerah
dipergunakan dalam berbagai upacara adat, dan dalam percakapan sehari-hari. Dengan
demikian bahasa daerah merupakan unsur pembentuk budaya daerah dan sekaligus budaya
nasional.

Bahasa daerah memiliki peran yang sangat penting dalam eksistensinya. Bahasa daerah
pada dasarnya merupakan bahasa pertama (bahasa ibu). Eksistensi bahasa daerah tidak dapat
dilepaskan dari penutur bahasa daerah tersebut. Semakin banyak jumlah penutur yang
menggunakan bahasa daerah maka bahasa tersebut akan tetap bertahan. Bahasa daerah pun
memiliki fungsi yang sangat penting bagi masyarakat penuturnya. Eksistensi bahasa daerah
memenuhi 4 (empat) fungsi. Adapun fungsi bahasa daerah antara lain: (1) sebagai bahasa
untuk berinteraksi diintra etnik yang memiliki bahasa tersebut; (2) sebagai identitas etik (ciri
khas); (3) pemersatu antar individu yang terikat dalam suatu etnik tertentu dan (4) merupakan
aset kekayaan budaya suatu etnik dan bangsa.

Dewasa ini, sebagai dampak dari pengaruh perubahan dan perkembangan zaman yang
terjadi pada saat ini keberadaan bahasa daerah mulai terancam pudar/punah. Pada situasi
dewasa ini masyarakat tidak menggunakan bahasa daerah sebagai alat untuk berkomunikasi
sehari-hari. Di era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta persaingan antar negara telah menjadi faktor dasar yang mempengaruhi
terabaikannya bahasa daerah. Bahasa daerah yang seharusnya mengemban fungsi-fungsi ideal
justru fungsi-fungsi ini secara perlahan mengalami pengurangan dan penurunan nilai. Hal ini
berdampak pada krisis identitas budaya yang dimulai dari budaya etnik sampai dengan krisis
budaya kebangsaan [1].
Chaer dan Agustina [2] memberikan gambaran terjadinya pergeseran bahasa. Pergeseran
bahasa terjadi bila seorang atau lebih keluar dari daerahnya dan pergi kedaerah lain
(menetap) maka orang tersebut akan mengalami pergeseran bahasa pada dirinya. Hal ini
terjadi karena faktor adaptasi dengan masyarakat dimana orang tersebut akan menetap.
Berdasarkan hal tersebut, maka bahasa daerah sudah seyogyanya dipelihara oleh rakyatnya
dengan sebaik-baiknya dan dihormati, serta dipelihara juga oleh negara berdasarkan
anggapan bahwa bahasa daerah itu pun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang
hidup, bukan sebaliknya bahasa lokal/bahasa daerah yang diabaikan dengan makin jarangnya
penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar di kalangan masyarakat adat, khususnya
generasi muda, ini merupakan ancaman terhadap pudarnya keberadaan bahasa daerah.

1
Adapun faktor utama penyebab mulai pudarnya bahasa daerah dari generasi muda jaman
sekarang, yaitu kurangnya pembinaan dari orang tuanya sendiri terhadap anaknya sejak usia
dini untuk berbahasa daerah di lingkungan keluarganya, sebagai contoh daerah perkotaan dan
bahkan daerah pedesaan, sejak bayi lahir orang tuanya sudah langsung mengajarkannya
menggunakan bahasa Indonesia sampai anak tersebut tumbuh dewasa dan setiap
berkomunikasi dengan lingkungan keluarga dan orang tuanya selalu menggunakan bahasa
Indonesia, sehingga sejak usia dini anak tersebut tidak mengenal bahasa ibunya sendiri/
bahasa daerahnya.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti memandang perlu melakukan penelitian


untuk menelusuri permasalahan berdasarkan penemuan indikasi kepunahan serta eksistensi
bahasa daerah dalam bentuk penelitian dengan judul “Eksistensi Bahasa Daerah pada Era
Generasi Millenial” serta bagaimana pandangan serta prespektif Alkitab serta agama
mengenai bahasa daerah ini sendiri.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang penulis uraikan di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian yang berjudul “Eksistensi Bahasa Daerah pada Era Generasi Millenial” adalah
sebagai berikut:

1. Bagaimana fenomena eksistensi bahasa daerah pada generasi millenial?


2. Faktor apa yang mempengaruhi terjadinya pergeseran bahasa daerah pada generasi
millenial?
3. Solusi apa yang dilakukan untuk mempertahankan bahasa daerah?
4. Bagaimana pandangan Alkitab mengenai bahasa daerah?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk medeskripsikan permasalahan sebagai berikut.
1. Fenomena eksistensi bahasa daerah pada generasi millenial.
2. Faktor mempengaruhi terjadinya pergeseran bahasa daerah pada generasi millenial
3. Solusi yang dilakukan mengantisipasi pergeseran bahasa daerah
4. Pandangan Alkitab mengenai bahasa daerah.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memiliki nilai tambah untuk menjaga dan serta
mempertahankan bahasa daerah pada generasi millennial.

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kehidupan Bahasa Daerah di Indonesia


Masyarakat Indonesia umumnya termasuk masyarakat dwibahasa/multibahasa. Hal ini
disebut demikian karena dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, terutama
masyarakat perkotaan, dapat menggunakan lebih dari satu bahasa (daerah dan Indonesia).
Dalam masyarakat yang multibahasa persaingan bahasa merupakan fenomena yang sering
terjadi sebagai akibat kontak bahasa [3]. Persaingan yang terjadi yaitu antara bahasa daerah,
bahasa nasional, dan bahasa asing. Oleh karena itu, kekhawatiran akan punahnya bahasa
daerah semakin beralasan. Gejala kepunahan tersebut ditandai secara awal oleh merosotnya
jumlah penutur karena adanya persaingan bahasa tersebut (desakan bahasa Indonesia dan
bahasa asing) dan semakin kurangnya loyalitas penutur terhadap pemakaian bahasa daerah
sebagai bahasa ibu [4].

Persebaran pemakaian bahasa Indonesia di berbagai wilayah di Indonesia semakin hari


semakin meningkat. Namun, hasil penelitian proporsi pemakaian bahasa Indonesia dan
daerah di seluruh Indonesia yang dilakukan oleh Muhadjir dan Lauder[5] menunjukkan
bahwa sekitar 85% penduduk Indonesia masih menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa
sehari-hari di rumah. Dengan demikian, sebenarnya secara umum pemakaian bahasa daerah
masih kuat meskipun mengalami gejala penurunan di mana-mana. Hal ini tampak dari
banyaknya keluhan yang muncul ditujukan terutama pada pemakaian bahasa daerah di
kalangan generasi muda. Kondisi ini berkaitan dengan gejala makin berkurangnya
kemampuan generasi muda dalam hal penguasaan bahasa daerah. Generasi muda tidak lagi
sepenuhnya menggunakan bahasa daerah pada waktu berkomunikasi dengan sesamanya,
tetapi cenderung menggunakan bahasa [6]. Yang lebih memprihatinkan adalah bahasa
Indonesia yang digunakan bukanlah bahasa Indonesia yang standar, melainkan bahasa
Melayu dialek Jakarta sebagaimana yang terjadi di Kota Bandung [7].

Kekurangmampuan generasi muda dalam menggunakan bahasa daerah, tidak terlepas


dari pengaruh semakin kuatnya eksistensi bahasa nasional. Bahasa Indonesia yang semula
hanya digunakan dalam situasi resmi, kini menyeruak pada situasi tidak resmi, termasuk
penggunaannya di lingkungan keluarga. Akibatnya, bahasa Sunda kurang mampu
mengimbangi dominasi bahasa nasional atau asing. Kenyataan ini diperparah dengan adanya
penilaian yang kurang baik terhadap bahasa daerah, salah satunya penilaian yang
menganggap bahwa bahasa daerah erat kaitannya dengan hal yang konservatif. Di samping
itu, sebagian masyarakat mempunyai anggapan bahwa pendidikan dwibahasa menjadi
penghalang proses pendidikan anak, baik di sekolah maupun di lingkungan rumah. Padahal,
selayaknya dwibahasa yang stabil tidak harus menyebabkan punahnya bahasa daerah.

Keadaan ini dapat terjadi sebagai konsekuansi logis dari globalisasi. Oleh karena itu,
dampak globalisasi harus segera diwaspadai karena dapat menimbulkan terjadinya pergeseran
bahasa (language shift) dan perubahan bahasa (language change). Hal ini pula yang
dikhawatirkan Comrie [8] bahwa sekitar 90% bahasabahasa di dunia sekarat atau punah

3
dalam kurun waktu seratus tahun. Sadar akan keadaan ini UNESCO mencanangkan hak
untuk berbahasa daerah (ibu) (linguistic human rights).

2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Minat Belajar Bahasa Daerah Pada Kalangan Remaja
Bahasa Daerah sebagai bahasa ibu bagi masyarakat Indonesia perlu dilestarikan karena
merupakan salah satu bagian dari kebudayaan. Selain itu bahasa Daerah juga memiliki
peranan yang teramat penting dalam kehidupan umat manusia. Bahasa Daerah mampu
menjadi identitas dan jati diri. Bahasa Daerah tidak hanya sebagai cermin atau refleksi dari
sebuah komunitas, tetapi juga sebagai cermin dari segala aspek kehidupan manusia.
Masyarakat Indonesia telah menyadari bahwa bahasa Daerah memiliki peranan yang amat
penting antara lain ; (1) sebagai lambang kebanggaan daerah dan masyarakat daerah. (2)
sebagai lambang identitas daerah, (3) sebagai alat penghubung dalam keluarga dan
masyarakat, (4) sebagai pendukung sastra daerah dan sastra Indonesia, (5) sebagai sarana
pendukung budaya daerah dan budaya nasional Indonesia.Sehubungan dengan hal itu, bahasa
sebagai salah satu bagian dari kebudayaan itu sendiri, dan sekaligus pula berkedududukan
sebagai wahana ekspresi budaya, yang di dalamnya terekam pengalaman estetika, religi,
sosial, politik dan aspek-aspek lainnya dalam kehidupan masyarakat daerah. Bahasa daerah
tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi saja, tetapi juga berfungsi sebagai alat
pemersatu antarkeluarga dan antaretnis. Karena itu dapat dikatakan bahwa kedudukan dan
fungsi bahasa daerah sangatlah penting, baik dalam situasi formal, maupun informal, dalam
keluarga maupun di luar keluarga.

Dalam upaya menuju pelestarian bahasa daerah memiliki peranan yang sangat penting
terutama bagi generasi muda sebagai penyangga terkikisnya bahsa daerah dari pengaruh
budaya modern yang berdampak kurang positif. Memperhatikan kondisi kebahasaan bahasa
Daerah belakangan ini cenderung menurun, bahkan sikap penuturnya cendrung ― negatif ―.
Proses pembalajaran bahasa Daerah tentu sangat sulit ditanamkan bagi remaja karena
kurangnya minat untuk mempelajari bahasa Daerah akibat kemajuan teknologi. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi minat belajar bahasa daerah pada kalangan remaja adalah
sebagai berikut:

1. Faktor Teknologi
Melihat dijaman sekarang kemajuan teknologi semakin meningkat. Hal ini dapat
dilihat dari berbagai contoh misalnya dibidang telekomunikasi yaitu dengan
menjamurnya telepon genggam (HP) yang sudah merupakan kebutuhan pokok dari
manusia itu sendiri. Dibidang lain yang mengalami kemajuan adalah semakin
gampangnya akses internet yang memudahkan manusia untuk mencari
informasiinformasi terbaru yang berkembang. Dengan semakin mudahnya orang
membuka internet, menyebabkan pola pikir manuasia sudah semakin mengglobal
(mendunia). Selain faktor HP dan internet, teknologi lainnya yang mempengaruhi minat
belajar bahasa daerah kalangan remaja adalah televisi dan radio. Dimana dalam siaran
radio dan televisi masih kurang acara-acara seperti siaran berbahasa daerah, lagu-lagu
berbahasa daerah serta hiburan yang menggunakan bahasa daerah sebagai perngantarnya.
Selain itu, peranan media cetak seperti koran, majalah dan sejenisnya juga diaanggap
masih kurang memadai jika dikaitkan dengan bahasa daerah itu sendiri .

4
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan dimana penutur bahasa itu tinggal dan
melakukan interaksi bahasa. Salah satu contohnya yakni seorang penutur bahasa daerah
yang tinggal di daerah perkotaan dan di lingkungan tempat tinggalnya terdapat banyak
perbedaan suku, dan asal. Sehingga untuk memperlancar komunikasi mau tidak mau
harus menggunakan bahasa Indonesia. Dengan keadaan ini maka seorang penutur bahasa
daerah secara tidak langsung sudah dipengaruhi oleh lingkungannya untuk tidak
menggunakan bahasa daerah. Jika dikaitkan dengan remaja yang sebagian besar sudah
mengenyam pendidikan di kota besar, secara otomatis juga dipengaruhi oleh
lingkungannya menggunakan bahasa Indonesia.

3. Faktor Tingkat Kesulitan Bahasa Bali


Bila hendak membicarakan bahasa daerah saat ini, pada umumnya remaja terjebak
pada persoalan-persoalan praktis yang tengah dihadapi masyarakat pada umumnya,
seperti kurangnya minat orang mempelajari bahasa daerah karena adanya persoalan
sulitnya penggunaan bahsa daerah mengenai dialek serta tingkatan bahasa tersebut
memang terasa begitu menakutkan terutama dikalangan remaja. Hal ini terjadi karena
kurangnya kesempatan untuk belajar dan kurangnya sarana dan prasarana pendukung
seperti tidak adanya buku-buku yang mudah dan menarik untuk dipelajari, kurangnya
bimbingan dari orang tua dan sejenisnya. Munculnya variasi bahasa disebabkan oleh
perbedaan latar belakang sosial atau latar belakang geografis. Variasi bahasa yang terjadi
karena perbedaan geografis dapat diidentifikasi pada sistem bunyinya. Sedangkan dari
latar sosialnya, variasi bahasa dapat ditemukan dalam variabel sosial masyarakat.

2.3 Strategi Menumbuhkan Minat Belajar Bahasa Daerah Pada Kalangan Remaja

1. Penggunaan Kamus Bahasa Daerah Secara Efektif


Sebuah kamus menawarkan penjelasan lengkap dari sistem leksiko gramatikal bahasa
daerah, akan memperlancar proses pengajaran bahasa itu. Sebuah kamus bahasa daerah
yang di jelaskan dengan bahasa daerah tersebut diharapkan mampu mengungkapkan
kunci-kunci utama dari sistem berpikir tesebut. Pentingnya penggunaan kamus bahasa
daerah oleh remaja, hal ini dikarenakan pemakaian bahasa daerah yang semakin
menurun, hal itu terutama disebabkan oleh persaingan bahasa Indonesia dan juga bahasa
asing yang sudah menjadi bahasa pengantar di sekolah. Konsekuensinya bahasa daerah
semakin cenderung terbatas pemakaiannya pada kehidupan sehari-hari di lingkungan
keluarga. Keadaan seperti itu disebutkan pula oleh karakter intrinsik bahasa itu.
Terutama oleh tingkatan-tingkatan bahasa yang penguasaannya semakin asing bagi
masyarakat Indonesia. Adanya kamus bahasa daerah yang komprehensif akan mampu
menjelaskan dan memperhitungkan keseluruhan penggunaan kata-kata didalam bahasa
daerah. Kamus bahasa daerah yang bersifat analisis lengkap sangat diperlukan oleh
masyarakat maupun warga asing yang ingin mempelajari bahasa daerah tertentu.
Berbeda dengan bahasa daerah, bahasa Indonesia, yang merupakan bahasa kebangsaan
itu, hanya memiliki satu tingkat bahasa yang mempermudah penggunaannya di dalam
hal-hal yang berkenaan dengan realita dunia modern.

5
2. Membimbing Remaja Agar Mencintai Kebudayaannya
Kebudayaan dan bahasa mempunyai hubungan yang sangat erat. Hal ini dapat terlihat
dari fungsi bahasa yakni sebagai pengungkap, pelestari, dan pewaris budaya. Bahasa
sebagai suatu sistem komunikasi adalah bagian dari sistem kebudayaan. Bahasa terlibat
dalam semua aspek kebudayaan, karena kebudayaan manusia tidak akan dapat terjadi
tanpa adanya bahasa. Bahasa inilah memungkinkan terbentuknya suatu kebudayaan.
Inilah salah satu hubungan antara kebudayaan dan bahasa. Bahasa daerah sesungguhnya
bukan hanya merupakan infrastruktur dari kebudayaan Bali, tetapi juga sekaligus
merupakan suprastrukturnya. Bahasa daerah dengan segala kekurangannya dengan
adalah merupakan harta karun kekayaan budaya yang melimpah, yang membuat
siapapun pada pemahaman tingkat peradaban yang luar biasa. Bahasa daerah merupakan
identitas budaya Indonesia. Bahasa ini sudah ada sejak berabad-abad yang silam, dan
yang secara sadar telah digunakan untuk mengekspresikan, mengembangkan serta
mewariskan seluruh aspek kebudayaan. Bahasa daerah bukan hanya sekadar berfungsi
sebagai alat berkomunikasi dengan sesama manusia, tetapi juga sebagai sarana untuk
melakukan abstraksi pemikiran dalam bidang yang sangat luas. Oleh karena itu selain
mengajarkan remaja secara intensif para orang tua hendaknya membimbing anaknya
terhadap kebudayaan yang dimiliki sehingga bahasa daerah masih tetap eksis
dipergunakan oleh masyarakat Indonesia khususnya pada remaja.

2.4 Pemertahanan Bahasa Daerah dalam Pembelajaran di Sekolah


Pemertahanan bahasa daerah dapat dilakukan melalui pendidikan. Pendidikan merupakan
elemen utama dalam mempersiapkan generasi masa depan. Oleh sebab itu, pemertahanan
bahasa dapat ditempuh dengan cara mempersiapkan penutur bahasa daerah di masa depan.
Dalam hal ini, peserta didik di sekolah merupakan agen bahasa daerah di masa depan.
Adapun pemertahanan bahasa daerah dalam ranah pendidikan dapat ditempuh melalui tiga
hal/kegiatan, yaitu 1) pembelajaran; 2) komunitas/ekstrakurikuler; dan 3) sebagai alat
komunikasi wajib pada hari tertentu.

1. Memperkenalkan Bahasa Daerah Sejak Usia Dini


Memperkenalkan bahasa daerah sejak usia dini yakni pada saat anak tersebut baru
berumur 0 - 6 tahun sangat perlu hal ini dikarenakan pada masa tumbuh kembang anak-
anak mereka belajar banyak hal sehingga memperkenalkan bahasa ibu sangat baik
dilakukan oleh orang tua kepada orang tua. Secara alami Bahasa bisa dipelajari sejak
bayi masih dalam kandungan saat ibu mengajak janinnya berkomunikasi mengenai hal-
hal yang positif. Perkembangan bahasa yang dimiliki seorang anak berhubungan erat
dengan kematangan saraf-saraf otaknya dan sangat dipengaruhi oleh stimulus yang
didapatnya setiap hari. Bahasa daerah merupakan bahasa yang sarat akan pendidikan dan
budi pekerti, baik itu sopan satun dan tata karma berbicara. Sehingga perkenalan bahasa
daerah pada anak-anak, perlu dilakukan guna untuk tetap menjaga berlangsungnya
penggunaan bahasa tersebut dikalangan masyarakat.

6
2. Penggunaan Bahasa Daerah Secara Lebih Intensif
Penggunaan bahasa daerah dengan lebih intensif kepada remaja akan dapat
mempertahankan eksistensi bahasa tersebut. Apabila setiap rumah yang setiap anggota
keluarganya merupakan pengguna bahasa daerah aktif dan menggunakan bahasa secara
komunikatif, maka remaja yang ada dalam lingkungan rumah maupun lingkungan
keluarga tersebut akan meniru dan mengikuti apa yang di dengar. Sehingga minat belajar
bahasa daerah pada kalangan remaja akan berjalan dengan baik dan berkualitas.
Kelompok masyarakat mulai dari yang kecil yakni keluarga, merupakan kelompok yang
kuat yang dapat menjadi tempat untuk belajar oleh remaja sehingga apabila kelompok
masyarakat ini dikendalikan dengan baik maka hasil didikan dari sebuah keluarga juga
akan baik.

2.5 Pemertahanan Bahasa Daerah Sebagai Alat Komunikasi Wajib Pada Hari Tertentu
Bahasa daerah dapat digunakan sebagai alat komunikasi wajib pada hari tertentu di
sekolah. Kegiatan tersebut dapat dilakukan sebagai upaya pemertahanan bahasa daerah
melalui pendidikan. Kepala sekolah dan para guru di sekolah dapat mengondisikan peserta
didik untuk menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi. Pada hari tertentu, seluruh
masyarakat sekolah diwajibkan menggunakan bahasa daerah sebagai alat komunikasi.
Kewajiban tersebut bertujuan untuk membiasakan peserta didik dalam menggunakan bahasa
daerah. Hal ini kemudian dapat dijadikan sebagai pembelajaran bahasa daerah bagi peserta
didik secara aplikatif. Dengan demikian, peserta didik menjadi terbiasa dalam menggunakan
bahasa daerah.

2.6 Fungsi Pemertahanan Bahasa Daerah Melalui Pendidikan


Pemertahanan bahasa daerah melalui pendidikan memiliki beberapa fungsi. Fungsi
pemertahanan bahasa daerah melalui pendidikan yaitu 1) mencegah pergeseran dan
kepunahan bahasa daerah; 2) mempersiapkan penutur bahasa daerah di masa depan; dan 3)
melestarikan budaya bangsa.

1) Mencegah Pergeseran dan Kepunahan Bahasa Daerah


Pemertahanan bahasa daerah melalui pendidikan memiliki fungsi untuk mencegah
pergeseran dan kepunahan bahasa. Bahasa yang terus menerus bergeser memiliki potensi
untuk punah. Oleh sebab itu, bahasa daerah perlu dipertahankan dan dilestarikan agar
tidak punah. Kepunahan suatu bahasa ditandai dengan tidak adanya penutur bahasa
tersebut. Gejala awal kepunahan suatu bahasa ditandai dengan pergeseran suatu bahasa.
Kepunahan bahasa yang disebabkan oleh pergeseran bahasa (language shift) juga
dipengaruhi oleh interferensi bahasa. Interferensi bahasa yang terjadi secara sporadis
dapat menyebabkan pergeseran suatu bahasa. Apabila hal ini berlangsung secara guyub
dan dalam waktu yang cukup lama, pergeseran bahasa tidak dapat dihindari. Oleh sebab
itu, pemertahanan bahasa menjadi salah satu langkah menjaga kepunahan bahasa daerah
yang disebabkan oleh pergeseran bahasa. Dengan demikian, pergeseran bahasa tidak
berlangsung secara sporadis, guyub, dan berkelanjutan

7
2) Mempersiapkan Penutur Bahasa Daerah di Masa Depan
Pendidikan menjadi salah satu investasi jangka panjang suatu bangsa. Oleh sebab itu,
langkah strategis dalam mempertahankan suatu bahasa daerah dapat dilakukan melalui
pendidikan. Penutur bahasa daerah di masa depan dapat dipersiapkan melalui pendidikan
saat ini. Apabila sekolah mempersiapkan dengan baik penutur bahasa daerah di masa
depan, bahasa daerah tidak akan mengalami pergeseran. Dalam hal ini, penggunaan
bahasa daerah di sekolah dapat dilakukan secara proporsional. Ada pembagian yang jelas
antara penggunaan bahasa daerah, nasional, dan internasional/asing.
Penutur bahasa daerah di masa depan perlu dipersiapkan sejak dini. Apabila penutur
bahasa daerah tidak dipersiapkan dengan baik sejak dini, jumlah penutur bahasa daerah
akan berkurang. Padahal, untuk terus melestarikan suatu bahasa perlu dilestarikan
penuturnya. Kepunahan suatu bahasa tidak terjadi secara tibatiba. Akan tetapi, hal itu
terjadi akibat kepunahan penuturnya. Kepunahan tersebut terjadi akibat suatu bencana
yang mengakibatkan kerusakan besar pada suatu komunitas, atau pergeseran bahasa yang
berlangsung secara terus menerus dan guyub.

3) Melestarikan Budaya Bangsa


Pemertahanan bahasa daerah merupakan bagian dari pelestarian budaya bangsa.
Bahasa merupakan kekayaan yang luhur suatu bangsa. Oleh sebab itu, pergeseran atau
bahkan kepunahan bahasa daerah merupakan bencana besar bagi suatu bangsa. Terdapat
kerugian budaya dalam fenomena pergeseran dan kepunahan bahasa. Di sisi lain, tidak
sedikit bahasa daerah yang mulai punah. Perlu adanya pemertahanan bahasa daerah
sebagai wujud konservasi/pelestarian budaya bangsa. Dengan demikian, budaya bangsa
sebagai kekayaan yang luhur dapat dijaga dari masa ke masa.
Melestarikan suatu budaya dan bahasa merupakan kewajiban bersama suatu bangsa.
Oleh sebab itu, bahasa yang menjadi salah satu kekayaan luhur bangsa perlu terus dijaga
dan dilestarikan. Proses konservasi budaya dan bahasa tidak dapat dilakukan secara
insidental. Namun, proses ini harus dilakukan secara berkala dan guyub. Artinya, proses
konservasi bahasa dan budaya tidak dapat dilakukan oleh suatu komunitas saja. Akan
tetapi, hal ini harus dilakukan oleh siapa saja yang merasa memilikinya. Melalui
pembelajaran dan kegiatan di sekolah, bahasa dan budaya dapat dikonservasi dengan
baik sebagai warisan masa depan.

2.7 Peranan Bahasa Daerah Dalam perkembangan Gereja Di Indonesia


Sejak masuknya gereja ke Indonesia, walaupun dengan ketergantungan pada gereja-
gereja di Indonesia pada Gereja Belanda masih cukup kuat baik secara teologi, daya dan
dana, namun unsur-unsur dan ciri keindonesiaan dan kedaerahan gereja-gereja di Indonesia
masih sangat ditonjolkan. Apalagi ketika Indonesia dalam perjuangan menuju kemerdekaaan,
unsur-unsur yang berbau nasional dan daerah diperkuat untuk menunjukan keberadaan gereja
sebagai bagian dari Indonesia yang merdeka. Semangat gereja-gereja lokal untuk mulai
mandiri dan menjadi sinode-sinode yang independen di masing-masing wilayah
pelayanannya mendorong mereka untuk menonjolkan jati diri keindonesiaan mereka dan

8
terutama kedaerahan mereka. Salah satu yang paling ditonjolkan dari unsur-unsur
nasionalisme dan kedaerahan adalah bahasa. Kebutuhan akan penguasaan terhadap bahasa
nasional dan bahasa daerah adalah kebutuhan primer dalam penginjilan yang tidak bisa
dihindari. Hal ini telah disadari oleh para zendeling sejak ketika mereka pertama kali
menginjakan kakinya di Indonesia

2.8 Upaya Penerjemahan Alkitab


Upaya penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa daerah di Indonesia telah dimulai sejak
tahun 1820 oleh seorang penginjil asal Jerman yang bernama Gottlob Bruckner. Alkitab itu
adalah PB dalam Bahasa Jawa yang diselesaikan percetakannya di India pada tahun 1831.
Namun karena suatu masalah yang tidak begitu jelas, pemerintah menyita terjemahan Alkitab
itu dan baru diizinkan untuk disebarkan kembali pada tahun 1848. Hingga kini pekerjaan
penerjemahan Alkitab terus dilakukan di seluruh Indonesia. LAI pun tidak bekerja sendiri
dalam upaya penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa daerah. Ada pula Lembaga Biblika
Indonesia (LBI) yang berada di bawah naungan Gereja Katolik Roma, ada Lembaga
Penerjemaan Alkitab Wycliffe, serta ada pula Gereja-gereja yang memiliki unit kerja yang
bertugas menterjemahkan Alkitab seperti Unit Bahasa dan Budaya (UBB) GMIT yang telah
berhasil menerbitkan Terjemahan Alkitab dalam bahasa Kupang, Rote dan beberapa bahasa
daerah lainnya di wilayah pelayanan GMIT. Dan dibawah ini merupakan table perkembangan
peristiwa penerjemahan Alkitab kedalam beberapa bahasa daerah.

Tabel 2. 1 Timeline Penerjemahan Alkitab ke Bahasa Daerha dari 1820-1970[9]


Tahun Peristiwa
1820 Bruckner menyelesaikan penterjemahan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Jawa.
1829 Terjemahan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Jawa oleh Gottlob Bruckner
selesai dicetak di India.
1831 Perjanjian Baru terjemahan Bruckner selesai dicetak, dan disita pemerintah.
1846 Perjanjian Baru bahasa Dayak-Ngaju dicetak oleh August Hardeland di Afrika
Selatan.
1848 Dr. J.C.F. Gericke menyusun terjemahan Perjanjian Baru dalam bahasa Jawa
1848 Perjanjian Baru terjemahan Bruckner boleh disebarkan lagi.
1854 Dr. J.C.F. Gericke menyusun terjemahan Perjanjian Lama dalam bahasa Jawa
1858 Perjanjian Lama bahasa Dayak-Ngaju dicetak oleh August Hardeland.
1874 L.E. Denninger menerjemahkan Injil Lukas ke dalam bahasa Nias.
Penerjemahan Alkitab Injil Lukas, 1874 dan Perjanjian Baru, 1891 dalam bahasa
Nias dikerjakan oleh H. Sudermann dengan bantuan Ama Mandranga, dan
1874,1891 beberapa orang Nias lainnya.

9
1877 S. Coolsma menerjemahkan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Sunda.
Dr. L.I. Nommensen menerjemahkan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Batak
1885 Toba.
Raden Ng. Djojo Soepono bekerjasama dengan P. Jansz dalam hal penerjemahan
1887 Alkitab ke dalam bahasa Jawa.
Dr. B.F. Matthes menerjemahkan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Makassar
1887 dan Bugis.
1890 P. Jansz menterjemahkan ke dalam Perjanjian Baru bahasa Jawa.
1891 S. Coolsma menerjemahkan Perjanjian Lama ke dalam bahasa Sunda.
1893 P. Jansz menterjemahkan ke dalam Perjanjian Lama bahasa Jawa.
1897 Jansz menyelesaikan terjemahan Perjanjian Lama.
1900 Dr. B.F. Matthes menerjemahkan Perjanjian Lama ke dalam bahasa Makassar
dan Bugis.
1906 Jansz menyelesaikan terjemahan Perjanjian Lama.
1913 Terjemahan seluruh Alkitab dalam bahasa Nias selesai dicetak oleh Sunderman,
dkk
1928 J.H. Neumann menerjemahkan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Karo.
1933 Dr. Adriani menggubah terjemahan Perjanjian Baru dalam bahasa Bare
1948 Dr. P. Middlekoop menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Timor (Perjanjian
Baru 1948, Perjanjian Lama tidak terbit).
1950- J.L. Swellengrebel di Jakarta turut mengerjakan terjemahan Alkitab ke dalam
1959 bahasa Bali dan bahasa Indonesia.
H. van der Veen menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Toraja (Perjanjian
1951,1960 Baru 1951, Perjanjian Lama 1960).
1953 J.H. Neumann menerjemahkan sebagian besar Perjanjian Lama ke dalam bahasa
Karo.
1961 Perjanjian Baru dalam bahasa Kambera (Sumba Timur) diterbitkan oleh Alkitab
Indonesia.
1970 Perjanjian Baru dalam bahasa Wewewa (Sumba Barat) diterbitkan oleh Alkitab
Indonesia.

10
2.9 Penggunaan Bahasa Daerah dalam Liturgi Gereja
Inkulturasi dalam bahasa bukan sekedar mengadaptasikan ajaran Alkitab dalam bahasa
daerah, melainkan bagaimana mengajak audiens pendengar itu untuk bisa menghayati Firman
Tuhan sesuai dengan yang tertulis dalam Alkitab. Penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa
daerah sudah sering dilakukan di dalam Gereja, hal ini sangat baik dilakukan untuk generasi
anak muda untuk mengenal Tuhan Yesus melalui bahasa daerah yang mereka pahami.

2.10 Penggunaan Bahasa Daerah dalam Ibadah Gereja


Seperti yang kita ketahui, banyak sekali Gereja sinode yang menggunakan bahasa
daerah sebagai bahasa pengantar pada saat melakukan ibadah di dalam gereja. Hal ini sangat
berguna bagi kaum muda yang dimana mereka jarang mendengar bahasa daerah mereka dan
mendengarkannya ketika ibadah. Tentu saja hal ini dapat dijadikan alternative untuk
memahami dan mengenal Tuhan melalui Bahasa Daerah yang mereka miliki.

11
BAB III PENUTUP

Tidak bisa dipungkiri bahwa pelestarian bahasa daerah mutlak dilakukan. Apabila hal ini
tidak dilakukan, maka bahasa-bahasa daerah di Indonesia bakal mengalami kepunahan.
Terlebih lagi sudah ada indikasi adanya kepunahan bahasa daerah di Indonesia

3.1 Usaha-usaha untuk Melestarikan Bahasa Daerah


Badan dunia di bawah Perserikatan Bangsa-bangsa yang mengurusi masalah pendidikan,
kebudayaan, dan ilmu pengetahuan, Unesco, memperkirakan bahwa separuh dari 6 ribu
bahasa yang ada di dunia saat ini berada dalam ancaman kepunahan. Hal ini diungkapkan
dalam siaran pers lembaga bahasa itu dalam rangka Hari Bahasa Ibu Sedunia di Jakarta [10].
Sejalan dengan hal tersebut, berdasarkan data yang terhimpun dalam buku Atlas of The
Worl’s Language in Danger of Dissapearing, karya Stepen A. Wurm yang diterbitkan Unesco
pada tahun 2001 disebutkan bahwa potensi kepunahan bahasa-bahasa daerah tersebut terjadi
sangat cepat.
Kepunahan bahasa tersebut terjadi di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Arief
Rahman dalam beberapa kesempatan di mana dia terlibat perbincangan mengenai bahasa
daerah, yang mengejutkan dari beberapa sumber menyatakan bahwa bahasa daerah di
Indonesia setiap saat mengalami proses kepunahan [11]. Kepunahan bahasa yang diawali
dengan pergeseran bahasa ini tidak hanya terjadi pada bahasa daerah yang jumlah penuturnya
sedikit, tetapi juga pada bahasa daerah yang penuturnya banyak, misalnya bahasa Jawa
dengan jumlah penuturnya kurang lebih delapan puluh juta orang di dunia [12].

Fenomena ini tentunya sangat memprihatinkan bila dikaitkan dengan proses kepunahan
bahasa daerah yang pada saatnya akan diikuti dengan kepunahan budaya daerah tertentu.
Padahal, dengan punahnya suatu bahasa berarti hilang pula salah satu alat pengembang serta
pendukung utama kebudayaan tersebut. Lebih dari itu, berarti hilang pula salah satu warisan
budaya dunia yang tak ternilai harganya dan berarti pula membunuh sejarah peradaban dan
eksistensi masyarakat pemakainya. Hal tersebut dikarenakan bahasa merupakan refleksi dan
identitas yang paling kokoh dari sebuah budaya, bahasa menjadi alat pengikat yang sangat
kuat untuk mempertahankan eksistensi suatu budaya masyarakat yang menjadi tonggak
kekokohan bhineka tunggal ika.

Salah satu hal penting yang dapat dilakukan untuk melestarikan bahasa daerah di
Indonesia ialah dengan menumbuhkan kesadaran tiap warga etnik tertentu akan pentingnya
bahasa daerah mereka. Kesadaran akan bahaya kepunahan bila bahasa daerah mereka sudah
tidak digunakan dalam kehidupan mereka perlu dimunculkan. Punahnya bahasa mereka akan
menyebabkan hilangnya budaya yang mereka miliki. Kesadaran ini tidak hanya dibutuhkan
oleh warga etnik dengan jumlah penutur yang sedikit, tetapi juga penutur bahasa yang
jumlahnya banyak, seperti bahasa Jawa. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa
kepunahan ini tidak hanya terjadi pada bahasa yang jumlah penuturnya sedikit, tetapi juga
pada bahasa dengan penutur yang banyak. Bila perlu kampanye pelestarian bahasa daerah
dapat dilakukan, tidak hanya kampanye politik saja

12
Pelestarian bahasa daerah ini juga dapat dilakukan melalui media cetak maupun elektronik.
Perlunya media cetak dan elektronik memunculkan berita, artikel, atau acara budaya dengan
bahasa daerah tertentu. Saat ini sebenarnya sudah banyak televisi lokal yang menampilkan
identitas budaya daerah dan juga menggunakan bahasa daerah dalam acara-acara tertentu.
Surat kabar tertentu juga sudah ada yang pada hari tertentu menggunakan beberapa halaman
untuk menampilkan berita-berita atau artikel dalam bahasa daerah.

Tentunya masih banyak lagi usaha yang bisa dilakukan untuk melestarikan bahasa
daerah di Indonesia. Hal ini menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan instansi
lain yang terkait dan masyarakat penutur bahasa daerah tersebut.

3.2 Upaya pemertahanan bahasa daerah


Merupakan fenomena yang hadir secara bersamaan dengan adanya pergeseran bahasa
(language shift). Pemertahanan dan pergeseran bahasa bagaikan dua sisi mata uang. Dalam
kajian sosiolinguistik, keduanya tidak dapat dipisahkan. Indonesia memiliki beragam bahasa
daerah yang perlu dipertahankan dan dijaga. Salah satu pemertahanan bahasa daerah dapat
dilakukan melalui pendidikan. Pemertahanan bahasa daerah tersebut dapat dilakukan melalui
1) pembelajaran; 2) kegiatan komunitas/ekstrakurikuler; dan 3) alat komunikasi wajib pada
hari tertentu. Hal itu berfungsi sebagai upaya 1) mencegah pergeseran dan kepunahan bahasa
daerah; 2) mempersiapkan penutur bahasa daerah di masa depan; dan 3) melestarikan budaya
bangsa.

Pemertahanan bahasa daerah melalui pembelajaran dan kegiatan di sekolah memiliki


implikasi positif. Artinya, pemertahanan bahasa daerah berjalan dengan maksimal dalam
ranah pendidikan. Pendidikan merupakan komponen penting yang digunakan untuk
melestarikan bahasa dan budaya. Oleh sebab itu, pemertahanan bahasa memiliki peluang
untuk dilakukan dalam ranah pendidikan. Dalam hal ini, pemertahanan bahasa daerah
dilakukan melalui pembelajaran dan kegiatan di sekolah. Pemertahanan bahasa daerah perlu
digalakkan untuk membendung pergeseran bahasa yang kian hari terus berjalan secara
sporadis dan guyub. Dengan demikian, bahasa daerah tidak mengalami disintegrasi di
tengahtengah masyarakat atau bahkan penutur aslinya.

3.3 Kesimpulan
Ragam bahasa dalam Alkitab dapat dilihat sebagai sebuah kekayaan penggunaan bahasa.
Alkitab sangat jelas memberi gambaran bahwa semua ragam bahasa yang muncul dan yang
kita kenal saat ini tidaklah sebanding dengan kekayaan penggunaan bahasa dalam penulisan
kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Oleh karena itu, sikap kita terhadap ragam bahasa yang ada di Alkitab harus menyadari
bahwa adanya ragam bahasa yang dikenal saat ini bukanlah semata-mata hasil hasil kreasi
manusia, melainkan semuanya adalah bentuk anugerah Allah kepada kita sebagai ciptaanNya.
Allah sendiri sudah menubuatkan ragam bahasa akan terjadi. Allah sendiri menyadari bahwa
untuk berkomunikasi dengan ciptaanya, Allah harus menggunakan pendekatan bahasa yang
mudah dipahami oleh umatnya sehingga ia memilih penerapan bahasa-bahasa di dalam
Alkitab yang mampu diketahui manusia seperti lewat perumpamaan, lewat sastra, dan lewat

13
narasi-narasi yang mengisahkan pengajaran Kristus di dunia ini. Inilah yang disebut sebagai
genre bahasa di dalam Alkitab.

Sikap kita berikutnya ialah harus lebih menghormati Alkitab sebagaimana isi firman
Tuhan untuk memberi pedoman hidup akan kebenaran yang disampaikannya. Rasa hormat di
sini bukan berarti mengingat genre-genre yang ada di dalam Alkitab, melainkan lebih pada
menerapkan genre-genre Alkitab itu di dalam misi kita ada di dunia ini. Sebagai contoh, kita
boleh mengutip ayat-ayat Alkitab demi pengajaran, pemberi nasihat, pemberi semangat
sehingga Alkitab tidak digunakan untuk mengumpat orang lain atau menggunakan ayat-ayat
Alkitab untuk tujuan-tujuan yang tidak baik.
Terakhir kita harus sadari apa yang dikatakan oleh Poythress (2009, hal. 188) bahwa
Alkitab adalah genre yang unik, tidak seperti buku dari penulis yang semata-mata manusia.
Kita harus memperhitungkan siapa Allah itu setiap kali kita membaca buku apapun di dalam
perspektif Alkitab. Dengan kata lain, Poythrees sendiri hendak menekankan cara pandang
kita yang berlandaskan wawasan dunia Kristen pada setiap apa yang kita baca termasuk
dalam bentuk ragam bahasa apapun itu. Dengan demikian, kita akan memaknai bahwa
apapun jenis karya sastra atau genre sastra yang ada di dalam pandangan Ilmu Pengetahuan
sebaiknya dipandang dari kebesaran sumber utama atau induk dari karya sastra tersebut yaitu
kebenaran isi Alkitab.

14
DAFTAR PUSTAKA

[1] Darwis, Muhammad. 1985. Corak Pertumbuhan Bahasa Indonesia di Perkampungan PT


Arun Aceh Utara. Hasil Penelitian. Banda Aceh: PLPIIS Universitas Syiah Kuala.
[2] Chaer A. dan Agustina L. (2010). Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka
Cipta.
[3] Weinreich, Uriel. 1968. Language Contact: Findings and Problems. The Houge: Mouton.

[4] Yadnya, Ida Bagus Putra. 2003. “Revitalisasi Bahasa Daerah (Bali) di Tengah
Persaingan Bahasa Nasional, Bahasa Daerah dan Asing untuk Memperkukuh Ketahanan
Budaya”. Makalah Kongres Bahasa Indonesia VIII, Jakarta 14-17 Oktober 2003.

[5] Muhadjir dan Multamia R.M.T. Lauder. 1992. “Persebaran Pemakaian Bahasa Indonesia
dan Bahasa Daerah”. Trans-Formasi Budaya seperti Tercermin dalam Perkembangan
Bahasa-Bahasa di Indonesia. Lembaran Sastra 15, Depok: Fakultas Sastra Universitas
Indonesia.

[6] Masinambow, E.K.M. dan Paul Haenen (Ed.). 2002. Bahasa Indonesia dan Bahasa
Daerah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

[7] Sobarna, Cece dkk. 1997. Kehidupan Bahasa Sunda di Lingkungan Remaja Kodya
Bandung. Jakarta: Pusat Bahasa.

[8] Comrie, Bernard et al. 2003. The Atlas of Languages: The Origin and Development of
Languages Throughout the World. Singapore: Star Standard.
[9] http://www.sejarah.co/Sejarah_Alkitab_Indonesia
[10] Tabloid Tempo. 21 Februari 2007
[11] www.depkominfo.go.id
[12] www.Suarapembaharuan.com

15

Anda mungkin juga menyukai