PROPOSAL SKRIPSI
Disusun Oleh
APRILLIA DWI SETYANI
BO119010
DAFTAR ISI......................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.........................................................................................1
B. Pembatasan Masalah..............................................................................................7
C. Rumusan Masalah..................................................................................................7
D. Tujuan Penelitian...................................................................................................8
E. Manfaat Penelitian..................................................................................................9
1. Manfaat Teoretis................................................................................................9
2. Manfaat Praktis..................................................................................................9
F. Landasan Teori.......................................................................................................9
1. Sosiolinguistik....................................................................................................9
2. Masyarakat Tutur.............................................................................................10
3. Kesantunan Berbahasa.....................................................................................11
4. Tingkat Tutur Bahasa Jawa..............................................................................12
5. Kode.................................................................................................................13
6. Alih Kode.........................................................................................................14
7. Campur Kode...................................................................................................16
8. Komponen Tutur..............................................................................................18
G. Data dan Sumber Data..........................................................................................19
H. Metode Penelitian.................................................................................................20
1. Jenis Penelitian.................................................................................................20
2. Metode Pengumpulan Data..............................................................................20
3. Instrumen Penelitian.........................................................................................22
4. Populasi dan sampel.........................................................................................22
5. Metode dan Teknik Analisis Data....................................................................23
6. Metode Penyajian Hasil Analisis Data.............................................................25
I. Kerangka Pikir.....................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................27
i
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan alat untuk komunikasi dan alat interaksi yang digunakan
konsep, dan juga perasaan. Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat
adalah milik manusia yang telah menyatu dengan pemiliknya” (Sumarlam dkk.,
aktivitas hidup bermasyarakat karena manusia tidak pernah lepas dari kegiatan
Setiap masyarakat memilih dan menggunakan kode atau bahasa sebagai sarana
perilaku keseharian manusia. Ini merupakan salah satu hal yang membuat bahasa
perbedaan antara penutur satu dengan penutur lain yang ditentukan oleh
agar tidak terlalu rumit, tetap mudah dipahami, dan tetap berpegang pada nilai-
Penyederhanaan tersebut menghasilkan bahwa tingkat tutur bahasa Jawa ada dua
yakni ngoko dan krama. Tingkat ngoko dipilah menjadi ngoko lugu dan ngoko
alus. Tingkat krama dipilah menjadi krama lugu, wredha krama, dan mudha
krama.
Bahasa Jawa ngoko biasanya digunakan ketika berbicara dengan orang yang
seusia atau sudah dikenal dekat. Sedangkan bahasa Jawa krama digunakan untuk
berbicara kepada orang tua atau orang yang lebih tua. Menurut Chusnul et al
adalah umur, golongan, serta status sosial. Salah satu penggunaan bahasa karena
faktor umur adalah ketika berbicara dengan orang tua dan teman sebaya. Orang
tua adalah salah satu kelompok orang yang harus dihormati berdasar atas
dengan orang tua biasanya menggunakan tingkat tutur bahasa Jawa krama. Dalam
disebutkan beberapa arti dari orang tua yaitu (1) orang yang sudah tua; (2) ayah
ibu; (3) orang yang dianggap tua (cerdik pandai, ahli, dsb); dan (4) orang- orang
penelitian ini adalah (1) ayah-ibu orang tua kandung, dan (2) orang yang lebih tua
dari segi usia dengan tanpa adanya hubungan darah, Berbeda saat berkomunikasi
dengan orang tua, dalam komunikasi dengan teman sebaya umumnya digunakan
tingkat tutur ngoko. Tingkat tutur ngoko dipakai untuk mencerminkan rasa tak
3
berjarak, tidak adanya rasa segan (jiguh pekewuh), dan menyatakan keakraban
(Poedjosoedarmo, 1979:14).
Selain atas pertimbangan usia, penggunaan bahasa Jawa juga terjadi karena
faktor status sosial. Status sosial termasuk dalam salah satu faktor yang
lawan berbicara. Pihak yang kelas atau status sosialnya lebih rendah
menggunakan tingkat bahasa yang lebih tinggi (krama), sedangkan yang berstatus
sosial lebih tinggi menggunakan tingkat bahasa yang lebih rendah (ngoko)
(Suwito, 1983:25).
Selain terdapat tingkat tutur dalam penggunaan bahasa Jawa oleh generasi
berkomunikasi dengan orang tua dan teman sebaya, percakapan bahasa Jawa turut
dipengaruhi oleh hadirnya bahasa Indonesia dan bahasa asing. Dalam percakapan
biasanya menggunakan lebih dari satu kode bahasa. Peristiwa semacam itu disebut
dengan alih kode dan campur kode. Alih kode adalah peralihan bahasa satu ke
bahasa lain dalam satu tuturan. Alih kode dan campur kode merupakan salah satu
Nogosari, Kabupaten Boyolali. Peristiwa alih kode, campur kode, dan interferensi
Terjadinya alih kode dan campur kode tentu dilatarbelakangi oleh beberapa
4
faktor yang hidup di sekitar penutur. Adanya perbedaan faktor di daerah satu
dengan daerah lain, dari penutur satu dengan penutur lain, dari peristiwa tutur
satu dengan peristiwa tutur lain, akan menghasilkan bentuk percakapan dengan
Kabupaten Boyolali.
nggih?
Data diatas merupakan dialog antara anak dan orang tua, yaitu Sari sebagai
penutur (1) dan Pak Toto sebagai penutur (2). Percakapan tersebut terjadi di
muncul dalam dialog tersebut adalah nonformal. Bahasa yang digunakan dalam
Pada data tersebut terdapat peristiwa alih kode dan campur kode intern.
Bentuk alih kode pada percakapan tersebut yaitu “Alhamdulillah, bapak benjing
kontrol nggih, harus tidur cukup supaya mboten lungkrah”. Pada percakapan
tersebut terjadi alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia, lalu beralih lagi
ke bahasa Jawa. Adapun bentuk campur kode berupa penyisipan kata dari bahasa
5
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa alih kode dan campur kode
pada percakapan tersebut adalah karena penutur (1) memiliki latar tempat tinggal
hari dengan orang tuanya sekarang agak bercampur dengan sekarang berada
bahasa lain karena akibat bahasa dari penyesuaian tempat tinggalnya yaitu di
1. “Alih Kode dan Campur Kode dalam penggunaan Bahasa Jawa Tukang Ojek
Erry Prasetya Jati (2014). Penelitian ini mengkaji pada bentuk alih kode dan
campur kode dalam penggunaan bahasa Jawa oleh tukang ojek di terminal
bus Simo Boyolali, serta fungsi dan faktor yang melatarbelakangi terjadinya
alih kode dan campur kode dalam penggunaan bahasa Jawa tukang ojek di
bentuk-bentuk alih kode dan campur kode yang ada dalam turunan
masyarakat Somagede.
6
Hafidz Abdul Aziz (2018). Penelitian ini mengkaji bentuk alih kode dan
campur kode serta fungsi alih kode dan campur kode tersebut dalam
sebuah jurnal oleh Herastanti Putri Agustin dan Inayah Ahyana Rohmawati
dalam Jurnal Budaya Brawijaya halaman 23-29 tahun 2021. Hasil dari
penelitian ini berupa tingkatan bahasa Jawa yang digunakan oleh remaja yang
tinggal di Jawa dan hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa remaja dalam
video hanya menggunakan sedikit tutur kata dengan tingkatan yang benar
ketika berbicara dengan orang tua atau orang yang lebih tua.
Khoirurrohman dan Anny Anjany tahun 2020. Hasil dari penelitian tersebut
adalah wujud alih kode, wujud campur kode, dan factor penyebab terjadinya
alih kode dan campur kode dalam proses pembelajaran di kelas IV SD Negeri
Ketug. Alih kode yang terjadi berupa alih kode intern, yaitu alih kode
bentuk tingkat tutur, alih kode, campur kode, dan faktor yang melatarbelakangi
terjadinya alih kode dan campur kode tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini
memfokuskan pada penggunaan bahasa Jawa oleh generasi muda di Desa Rembun
dan teman sebaya yang didalamnya terdapat tingkat tutur bahasa Jawa, alih kode,
B. Pembatasan Masalah
luas. Penelitian ini menekankan pada bentuk tingkat tutur, alih kode, campur
kode, dan faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode dalam
Nogosari, Kabupaten Boyolali saat berkomunikasi dengan orang tua dan teman
sebaya.
C. Rumusan Masalah
sebagai berikut.
2. Bagaimanakah bentuk alih kode dan campur kode yang terdapat pada
8
Nogosari, Kabupaten Boyolali dalam komunikasi dengan orang tua dan teman
sebaya?
9
3. Apa sajakah faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode pada
Nogosari, Kabupaten Boyolali dalam komunikasi dengan orang tua dan teman
sebaya?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
2. Mendeskripsikan bentuk alih kode dan campur kode yang terdapat pada
Nogosari, Kabupaten Boyolali dalam komunikasi dengan orang tua dan teman
sebaya.
E. Manfaat Penelitian
teoretismanfaat praktis.
1. Manfaat Teoretis
2. Manfaat Praktis
F. Landasan Teori
1. Sosiolinguistik
sosiolinguistic is a study of who speak what language to whom and when, yang
berarti sosiolinguistik adalah studi tentang siapa yang berbicara, bahasa apa yang
11
digunakan, serta kepada siapa dan kapan ia berbicara. Dapat dikatakan pula bahwa
ilmu soiologi, dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-
faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur (Abdul Chaer, 2014: 4).
merupakan kajian tentang bahasa yang berkaitan dengan masyarakat dan pemakai
2. Masyarakat Tutur
masyarakat yang sangat luas dan dapat pula menyangkut sekelompok kecil orang.
orang mempunyai verbal repertoire yang relatif sama dan mempunyai penilaian
3. Kesantunan Berbahasa
merupakan sesuatu yang sangat kompleks dalam berbahasa. Hal ini sulit dipelajari
karena tidak hanya melibatkan pemahaman aspek kebahasaan saja, tetapi juga
budaya. Agar dapat santun dalam berbahasa kita tidak hanya sekedar memahami
bagaimana mengucapkan “silahkan” dan “terima kasih” secara tepat, tetapi perlu
juga memahami nilai-nilai sosial dan kultur dari suatu masyarakat tutur.
strategi kesantunan negatif adalah strategi yang menunjukkan jarak sosial antara
Jadi dapat ditarik kesmpilan bahwa tuturan akan disebut santun apabila
peserta tutur tidak terdengar memaksa atau angkuh, tuturan akan santun apabila
tingkatan, yakni ngoko lugu, ngoko alus, krama lugu, dan krama alus. Begitupun
Eko Wardono dkk (1993) membagi tingkat tutur atas dua tingkatan pokok, lalu
kedua tingkatan tersebut dibagi menjadi empat, yakni ngoko lugu, ngoko alus,
ungguh bahasa Jawa ke dalam dua bentuk yaitu bentuk ngoko dan bentuk krama.
a. Ngoko
Tingkat tutur bentuk ngoko adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang
berintikan leksikon ngoko, atau yang menjadi unsur inti di dalam tingkat tutur
ngoko adalah leksikon ngoko, bukan leksikon lain. Semua afiks yang muncul juga
merupakan bentuk ngoko yaitu afiks di-, -e, dan –ake. Bentuk ngoko dapat
b. Krama
Tingkat tutur krama adalah bentuk unggah- ungguh bahasa Jawa yang
berintikan leksikon krama, atau yang menjadi unsur inti di dalam tingkat tutur
krama, bukan leksikon lain. Afiks yang digunakan dalam tingkat tutur krama yaitu
afiks dipun-, -ipun, dan –aken. Tingkat tutur krama mempunyai dua bentuk varian
a. Bentuk ngoko lugu dipakai oleh semua penutur yang sebaya, berteman akrab,
atau orang yang lebih tua/lebih tinggi jabatan (status sosial) kepada yang lebih
muda/lebih rendah jabatannya (status sosial). Bentuk ngoko lugu baku dipakai
b. Bentuk kata krama inggil tidak boleh dipakai untuk diri sendiri atau hal-hal
c. Bentuk krama inggil atau mudha krama dipakai oleh penutur yang lebih muda
kepada yang lebih tua; yang lebih rendah derajadnya kepada yang lebih tinggi
atau bawahan kepada atasan; menantu kepada mertua; murid kepada guru;
5. Kode
yang dimulai dari “bahasa” sebagai level yang paling atas disusul dengan kode
yang terdiri dari varian- varian dan ragam-ragam, serta gaya dan register sebagai
Selain itu, kode adalah salah satu sistem tutur yang penerapan dan unsur
kebahasaannya memiliki ciri khas dengan latar belakang penutur, relasi penutur
dengan lawan tutur dalam situasi yang sedang terjadi (Soepomo Poedjosoedarmo,
1986: 30).
15
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulan bahwa kode merupakan unsur
kebahasaan berupa variasi bahasa atau ragam bahasa, gaya, dialek dan lain
sesuai dengan latarbelakang penutur, relasi penutur dengan lawan tuturnya dalam
6. Alih Kode
Alih kode (code switching) merupakan penggunaan variasi bahasa lain atau
bahasa lain dalam satu peristiwa bahasa sebagai strategi untuk menyesuaikan diri
dengan peran atau situasi lain, atau karena adanya partisipan lain (Kridalaksana,
2008: 9).
Selain itu, alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode
(misalnya bahasa Jawa), maka peristiwa peralihan pemakaian bahasa seperti itu
disebut alih kode (code switching) (Suwito, 1983:68). Selanjutnya, Suwito (1983:
69) menyatakan bahwa alih kode terdiri dari dua, yaitu alih kode intern dan alih
kode ekstern. Alih kode intern adalah alih kode yang berlangsung antar bahasa
sendiri (satu bahasa nasional atau satu bahasa daerah atau satu dialek), sedangkan
alih kode ekstern terjadi antara bahasa sendiri dengan bahasa asing.
Menurut Suwito (1983: 72-74) alih kode adalah peristiwa kebahasaan yang
a. Penutur (O1)
untuk mengubah situasi, missal situasi tidak resmi menjadi resmi atau sebaliknya.
Dua orang dari etnik yang sama saling berinteraksi menggunakan bahasa
komunikasi dan orang tersebut berbeda latar kebahasaannya, biasanya dua orang
menjadi dua golongan besar yaitu pokok pembicaraan yang bersifat formal
(baku), dan pokok pembicaraan yang bersifat informal (santai). Apabila seorang
penutur mula-mula berbicara tentang hal yang bersifat formal kemudian beralih ke
hal-hal informal, maka akan terjadi peralihan kode dari bahasa formal (baku) ke
Alih kode sering dimanfaatkan oleh guru, pemimpin rapat, atau pelawak
untuk membangkitkan rasa humor. Alih kode demikian mungkin berujud alih
Sebagian penutur ada yang beralih kode hanya sekedar untuk bergengsi. Hal
tersebut terjadi apabila faktor situasi, lawan bicara, topik, dan faktor-faktor sosio-
situasional yang lain tidak mengharuskan untuk beralih kode. Dengan kata lain,
kodenya.
merupakan peristiwa peralihan dari satu kode ke kode lainnya yang dapat dilihat
dalam kalimat yang dituturkan. Adapun faktor penyebab terjadinya alih kode
yaitu penutur atau O1, lawan tutur atau O2, hadirnya penutur ketiga atau O3,
pokok pembicaraan (topik), untuk membangkitkan rasa humor, dan untuk sekedar
bergengsi.
7. Campur Kode
berbahasa dimana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa
campur kode istilah dari pinjam leksikon, yakni pemakaian kata-kata dari lain
dengan meminjam kosa kata atau leksikon dari bahasa lain. dengan demikian
poinjam leksikon disesjajarkan dengan campur kode. Campur kode (code mixing)
merupakan penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain untuk
dalamnya, campur kode dapat dibedakan menjadi beberapa macam antara lain:
Menurut Suwito (1983: 77) campur kode dipengaruhi oleh beberapa hal,
mempunyai latar belakang bahasa ibu yang sama, misalnya bahasa Jawa; (2)
adanya keinginan penutur untuk memperoleh ungkapan yang “pas”; dan (3)
8. Komponen Tutur
terdapat beberapa faktor yang mengambil peranan dalam peristiwa itu. Faktor-
faktor yang terdapat dalam proses tuturan antara lain ialah: penutur (speaker),
yang menandai terjadinya peristiwa tutur itu dengan singkatan SPEAKING, yang
dimaksudkan ialah:
S : Setting dan scene, yaitu: tempat bicara dan suasana bicara (misalnya ruang
K :Key, yaitu nada suara dan ragam bahasa yang dipergunakan dalam
N :Norma, yaitu aturan permainan yang mesti ditaati oleh setiap peserta
diskusi.
21
G :Genre, yaitu jenis kegiatan diskusi yang mempunyai sifat-sifat lain dari
Data merupakan semua informasi atau bahan yang disediakan oleh alam yang
harus dicari atau dikumpulkan dan dipilih oleh penulis (Subroto, 1992: 34). Data
dalam penelitian ini berupa data lisan, data lisan merupakan data kebahasaan yang
ada dalam masyarakat pemakai bahasa yang akan diteliti. Data lisan dalam
penelitian ini berupa percakapan berbahasa Jawa oleh generasi muda di Desa
orang tua dan teman sebaya yang di dalamnya terdapat tingkat tutur, alih kode,
Sumber data adalah sumber untuk mendapatkan data, baik berupa sumber
lisan maupun sumber tertulis (Subroto,1992:33). Sumber data pada penelitian ini
berupa informan yaitu generasi muda dan orang tua di Desa Rembun, Kecamatan
yang didalam percakapannya terdapat tingkat tutur, alih kode, ataupun campur
kode.
22
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang
ada atau fenomena yang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya sehingga
yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang biasa dikatakan
sifatnya seperti potret: paparan seperti adanya (Sudaryanto, 1988: 62). Sedangkan
penelitian kualitatif merupakan penelitian yang meneliti data yang berwujud kata-
alih kode, dan bentuk campur kode yang terdapat di dalam percakapan berbahasa
1993: 133). Teknik dasar yang dipakai adalah teknik sadap. Penelitian ini
bahasa yang digunakan oleh generasi muda di Desa Rembun Kecamatan Nogosari
Kabupaten Boyolali.
Teknik lanjutan: 1) Teknik simak bebas libat cakap (SBLC), peneliti tidak
ikut serta dalam penelitan, peneliti hanya sebagai pengamat yang berada di luar
pembicaraan. 2) Teknik simak libat cakap (SLC), peneliti terlibat langsung dalam
rekam, teknik ini dilakukan bersamaan dengan teknik SBLC dan SLC yang
mengenai wakt dan tempatb terjadinya tindak tutur, identitas penutur, dan situasin
tutur. 4) Teknik catat, teknik ini dilakukan dengan mencatat data kebahasaan atau
istilah-istilah yang relevan dengan sasara dan tujuan penelitian, dan dari hasil
kenyataan.
peneliti dan penutur selaku narasumber (Sudaryanto, 1993: 137). Yang disebut
narasumber pada metode wawancara ini adalah orang tua dari generasi muda atau
anak yang percakapannya menjadi data utama dalam penelitian dan anak itu
sendiri. Teknik yang digunakan berupa teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik
dasar berupa teknik pancing dan teknik lanjutan berupa teknik cakap semuka,
3. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini terdiri dari alat utama dan alat bantu. Alat utama
dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. Pada penelitian ini peneliti
berperan sebagai alat utama karena kelenturan sikap peneliti mampu melengkapi
dan menilai makna dari berbagai interaksi (Sutopo, 2006:44). Alat bantu berguna
untuk memperlancar jalannya penelitian. Alat bantu dalam penelitian ini berupa:
Populasi adalah seluruh objek penelitian. Populasi ialah keseluruhan individu dari
segi-segi tertentu bahasa (Subroto, 1992:32). Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh
Kabupaten Boyolali dalam komunikasi dengan orang tua dan teman sebaya yang di
Sampel adalah Sebagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian langsung yang
mewakili atau dianggap mewakili populasi secara keseluruhan (Edi Subroto, 1992: 32).
Sampel dalam penelitian ini adalah pemakaian bahasa Jawa oleh generasi muda di Desa
Rembun, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali yang mengandung tingkat tutur, alih
kode, dan campur kode dalam komunikasi dengan orang tua dan teman sebaya.
a. Purposive Sampling
yang ada (Subroto, 1992:28). Percakapan yang digunakan untuk sampel pada
penelitian ini dipilih secara selektif yaitu (1) berupa percakapan berbahasa Jawa
25
oleh generasi muda di Desa Rembun ; (2) rentang usia generasi muda 16-30
tahun; (3) saat berkomunikasi dengan orang tua dan teman sebaya di dalamnya
b. Snowball Sampling
awalnya berjumlah sedikit lama-lama menjadi besar karena dari jumlah sumber
data yang sedikit tersebut belum mampu memberikan data yang memuaskan
karena jumlah individu yang menjadi sumber data belum ditentukan, jumlah
sumber data yang sesuai kriteria dapat terus bertambah, disesuaikan dengan
jumlah individu yang menjadi sumber data belum ditentukan, jumlah sumber data
yang sesuai kriteria dapat terus bertambah, disesuaikan dengan kelengkapan data.
mendalam, bermakna, unik dan temuan baru yang bersifat deskriptif, kategorisasi
dan atau pola-pola hubungan antarkategori dari objek yang diteliti (Sugiyono,
2019:348- 349).
Penelitian ini dalam menganalisis bentuk tingkat tutur, alih kode, dan campur
distribusional merupakan metode analisis data yang alat penentunya berasal dari
26
menggunakan teknik dasar BUL (Bagi Unsur Langsung). Teknik ini digunakan
dengan membentuk satuan lingual. Alat penentu dalam metode distibusional itu
jelas, selalu berupa bagian atau unsur dari bahasa, seperti kata, fungsi sintaksis,
klausa, dan unsur bahasa yang lain. Metode distribusional dengan menggunakan
teknik dasar BUL hanya diterapkan untuk menganalisis bentuk alih kode, campur
kode, dan interferensi. Metode distribusional dalm penelitian ini digunakan untuk
penentunya berasal dari luar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa
(langue) yang bersangkutan (Sudaryanto, 2015: 13). Metode padan yaitu metode
memakai alat penentu yang berada diluar bahasa yang berupa konteks sosial
dalam peristiwa penggunaan bahasa dalam masyarakat, terlepas dari bahasa, dan
tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Edi Subroto, 1992: 55).
Metode padan digunakan untuk menganalisis faktor yang menjadi latar belakang
digunakannya suatu bentuk tingkat tutur, alih kode, maupun campur kode oleh
berkomunikasi dengan orang tua dan teman sebaya. Hal ini dapat dilakukan
Metode penyajian hasil analisis data pada penelitian ini adalah metode
(Sudaryanto, 2015: 62). Metode informal adalah metode penyajian hasil analisis
formal adalah metode penelitian data dengan menggunakan dokumen tentang data
analisis data pada penelitian ini akan diuraikan dengan bahasa yang mudah
dipahami.
26
I. Kerangka Pikir
Sosiolinguistik
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sasangka, Sry Satriya Tjatur Wisnu. 2009. Unggah-ungguh Bahasa Jawa. Jakarta:
Yayasan Paramalingua.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.
Suryadi, M. Penggunaan Tingkat Tutur Bahasa Jawa Ngoko dan Krama pada
Ranah Keluarga dan Masyarakat di Kota Semarang dan Kota Pekalongan.
Diss. UNS (Sebelas Maret University), 2013.
Tim. 2018. Pedoman Skripsi Fakultas Ilmu Budaya. Surakarta: Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sebelas Maret Surakarta.