Anda di halaman 1dari 31

PROSES MORFOFONEMIK BAHASA KAILI LEDO DAN

PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA SEBAGAI

MUATAN LOKAL

PROPOSAL

DI SUSUN OLEH :

NAMA : RIZKY

NIM : A 111 19 068

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat

dankarunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “PROSES

MORFOFONEMIK BAHASA KAILI DAN PENERAPANNYA DALAM

PEMBELAJARAN BAHASA SEBAGAI MUATAN LOKAL”.. Adapun maksud dan

tujuan dari penulisan proposal ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk

mengikuti sidang proposal, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Selama penelitian dan penulisan proposal ini banyak sekali hambatan yang

penulis alami, namun berkat bantuan, dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak,

akhirnya proposal ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis beranggapan bahwa proposal ini merupakan karya terbaik yang dapat

penulis persembahkan. Tetapi penulis menyadari bahwa tidak tertutup kemungkinan

didalamnya terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang

membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga proposal ini dapat

bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya

Palu, November 2021 Penulis

Rizky

A 111 19 068
DAFTAR ISI
SAMPUL

KATA PENGANTAR ..............................................................................................


DAFTAR ISI .............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................
Latar Belakang ................................................................................................
Rumusan Masalah...........................................................................................
Tujuan Penelitian ............................................................................................
Manfaat Penelitian ..........................................................................................
Definisi Istilah ................................................................................................
BAB II KAJIAN TEORI...........................................................................................

Morfofonemik .................................................................................................
Jenis Perubahan ..............................................................................................
Morfofonemik dalam pembentukan kata Bahasa
Indonesia........................................................................................................
Pembelajaran bahasa.......................................................................................
Muatan lokal ...................................................................................................
Bentuk nasal dan tak bernasal ........................................................................
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................................

Pendekatan dan Jenis Penelitian .....................................................................


Lokasi Penelitian ............................................................................................
Sumber Data dan Data Penelitian ...................................................................
Instrumen Penelitian .......................................................................................
Analisis Data...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................
ii

BAB 1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahasa sangat dibutuhkan dalam situasi dan kondisi apapun. Selagi masih

hidup di dunia manusia membutuhkan interaksi dengan menggunakan bahasa sebagai

alatnya. Keragaman atau kevariasian bahasa sangat dibutuhkan dalam hal

berkomunikasi, karena dengan berada di situasi yang berbeda maka berbeda pula

bahasa yang digunakan. Bahasa ditumbuh kembangkan dalam segala aspek kehidupan

bermasyarakat, karena bahasa mampu untuk meluapkan ide, gagasan, keinginan,

bahkan emosi seseorang kepada orang lain. Bahasa merupakan alat yang digunakan

oleh sekelompok manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga

merupakan ekspresi kebudayaan, karena bahasa mengalami variasi yang begitu banyak

di dalam masyarakat. Bahasa banyak sekali digunakan oleh setiap individu dalam

menyampaikan maksud dan keinginannya kepada orang lain yang diajak sebagai lawan

bicaranya.

Bahasa Kaili adalah bahasa yang digunakan oleh etnik Kaili di Sulawesi

Tengah, yang tersebar di Kabupaten sebagian Kabupaten Banggai, sebagian Kabupaten

Banggai Kepulauan, Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi,Kabupaten Parigi

Moutong, Kabupaten Toli-Toli, Kabupaten Poso, Kabupaten Morowali,

I
Kota Palu, Kabupaten Tojo Una Una, dan sebagian Kabupaten Pasangkayu,

Sulawesi Barat. Sementara, bentuk puisi tidak kurang terdiri dari 20 macam bentukan,

seperti Kimba, Tavaa, Gane, Paseva (kata-kata hikmah) dan Dadendate (syair

berantai). Bahasa ini terdiri dari beberapa sub bahasa Contoh: Kaili Ledo, Inde, Da'a,

Unde, Ado, Edo, Rai, Doi dan lain-lain.

Terjadinya perubahan fonem yang terjadi akibat bertemunya morfem yang satu

dengan morfem yang lain disebut morfofonemik (Sumadi, 2010 : 140). Proses

morfofonemik bahasa kaili ledo merupakan perubahan fonem bahasa Indonesia dan

bahasa kaili.

Melihat dan mengamati interaksi dan proses morfofonemik bahasa kaili para

masyarakat di lingkungan sekitar, lebih khususnya pada masyarakat pantoloan,

tentu akan ditemukan proses morfofonemik yang dituturkan oleh masyarakat di

lingkungan Pantoloan. Melihat pula bahwa masyarakat penuturnya berbeda. Hal

ini merupakan hal yang biasa, akan tetapi menjadi hal yang menarik untuk diteliti

yaitu proses morfofonemik.

Peneliti memilih untuk melakukan penelitian mengenai proses morfofonemik

bahasa kaili di lingkungan masyarakat pantoloan, karena peneliti ingin

mengetahui proses morfofonemik yang digunakan dalam interaksi antara

masyarakat.

II
Sejauh penelusuran yang sudah peneliti lakukan di lingkungan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Tadulako (UNTAD)

khususnya Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

(PBSI), penelitian tentang Prosse Morfofonemik Bahasa Kaili Ledo Pada

Interaksi masyarakat pantoloan belum ada peneliti temukan.

Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana proses morfofonemik bahasa

bahasa kaili ledo di lingkungan masyarakat pantoloan?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses morfofonemik

bahasa kaili ledo di lingkungan masyarakat pantoloan.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis yang berguna bagi guru,

mahasiswa dan peneliti lainnya.

1. Bagi Guru dan Mahasiswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada

guru dan mahasiswa sebagai calon guru, mengenai proses morfofonemik

bahasa kaili ledo yang dapat bermanfaat dalam keberhasilan interaksi

menggunakan bahasa kaili ledo.

III

Di samping itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan


introspeksi bagi guru untuk meningkatkan kualitas mengajar bahasa kaili

untuk menerapkannya dalam pembelajaran sebagai muatan lokal.

2. Bagi Peneliti

Lainnya Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan inspirasi

sebagai bahan pijakan bagi peneliti lainnya untuk melaksanakan penelitian

lanjutan yang lebih mendalam khususnya dalam bidang kebahasaan.

Definisi Istilah
Untuk menghindari kesimpangsiuran dalam memahami istilah yang

digunakan dalam penelitian ini, maka perlu adanya definisi istilah. Adapun istilah-

istilah yang perlu didefinisikan sebagai berikut:

1. Morfofonemik ialah “Perubahan fonem” yang terjadi akibat bertemunya

morfem yang satu dengan morfem yang lainnya (Sumadi, 2010:140).

2. Morfofonemik ialah proses berubahnya suatu fonem menjadi fonem lain

sesuai dengan fonem awal yang bersangkutan (Zaenal Arifin dan Junaiyah,

(2009:16).

IV

3. Morfofonemik (disebut juga morfonologi atau morfofonologi) adalah

kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau perubahan fonem sebagai


akibat dari adanya proses morfologi, baik proses afiksasi, proses

reduplikasi maupun proses komposisi (Abdul Chaer, 2008:43).

V
BAB II

KAJIAN TEORI
Morfofonemik

Menurut Sumadi (2010:140) morfofonemik ialah “perubahan fonem”

yang terjadi akibat bertemunya morfem yang satu dengan morfem yang lain. Pendapat

tersebut juga diperkuat oleh Zaenal Arifin dan Junaiyah (2009:16) morfofonemik

ialah proses berubahannya suatu fonem menjadi fonem lain sesuai dengan fonem awal

kata yang bersangkutan.

Morfofonemik ( disebut juga morfonologi atau morfofonologi ) adalah

kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau perubahan fonem sebagai akibat dari

adanya proses morfologi , baik proses afiksasi,proses reduplikasi , maupun proses

komposisi (Abdul Chaer , 2008: 43 ). Contohnya dalam proses pengimbuhan sufiks –

an pada kata dasar hari akan muncul bunyi [y] yang dalam ortografi tidak dituliskan,

tetapi dalam ucapa dituliskan.

Hari + an = hariyan

Contoh lain, dalam proses pengimbuhan sufiks –an pada dasar jawab akan

terjadi pergeseran letak bunyi [b] kebelakang, membentuk suku kata baru.

Ja.wab + an = ja.wa.ban

1
Berikut ini menurut Abdul Chaer (2008:43) beberapa jenis perubahan

fonem dan bentuk-bentuj morfofonemik pada beberapa proses morfologi, antara lain

a. Jenis perubahan

Dalam bahasa Indonesia ada beberapa jenis perubahan fonem

berkenaan dengan proses morfologi ini. Diantaranya adalah proses :

a) Proses Pemunculan Fonem

Yaitu munculnya fonem (bunyi) dalam proses morfologi yang ada pada

mulanya tidak ada, misalnya dalam proses pengimbuhan prefiks me- pada dasar baca

akan memunculkan bunyi sengau [m] yang semula tidak ada.

me + baca = membaca

Contoh lain, seperti yang telah disebutkan di atas yaitu dalam proses

pengimbuhan sufiks –an pada dasar hari akan mencul bunyi semi vokal [y] seperti

Hari + an = hariyan

b) Proses Pengekalan Fonem

Yaitu hilangnya suatu fonem dalam suatu proses morfologi, misalnya

dalam proses pengimbuhan prefiks ber- pada dasar renang, maka bunyi [r] yang ada

pada prefiks ber- dilesapkan.

2
Juga di dalam proses pengimbuhan “akhiran” wan pada dasar sejarah, maka fonem /h/

pada dasar sejarah itu dilesapkan, contohnya antara lain :

ber + rengan = berenang

sejarah + wan = sejarawan

anak + nda = ananda

c) Proses Peluluhan Fonem

Menurut Abdul Chaer (2008:44) peluluhan fonem ialah luluhnya

sebuah fonem serta disenyawakan dengan fonem lain dalam suatu proses morfologi,

umpamanya dalam pengimbuhan prefiks me- pada dasar sikat, maka fonem /s/ pada

kata sikat itu diluluhkan dan disenyawakan dengan fonem nasal /ny/ yang ada pada

prefiks me- itu, contohnya antara lain :

me + sikat = menyikat

pe + sikat = penyikat

Peluluhan fonem ini tampaknya hanya terjadi pada proses pengimbuhan


prfiks me- dan prefiks pe- pada bentuk dasar yang dimulai dengan konsonan /s/
sedangkan lainnya tidak ada.

3
d) Proses Perubahan Fonem

Ialah berubahnya sebuah fonem atau sebuah bunyi, sebagai akibat terjadinya
proses morfologi, umpamanya dalam pengimbuhan prefiks ber- pada dasar ajar
terjadi perubahan bunyi, dimana fonem /r/ berubah menjadi fonem /l/, contohnya
antara lain :

ber + ajar = belajar

Contoh lain dalam Abdul Chaer (2008:45) proses pengimbuhan afiks ter- pada

dasar anjur terjadi perubahan fonem, di mana fonem /r/ berubah menjadi fonem /l/,

contohnya antara lain :

ter + anjur = terlanjur

e) Proses pergeseran fonem

Dalam Abdul Chaer (2008:45) pergeseran fonem ialah bergesernya

posisi sebuah fonem dari satu suku kata ke dalam satu suku kata lainnya, umpamanya

dalam pengimbuhan sufiks –i pada dasar lompat, terjadi pergeseran di mana fonem /t/

yang semula berada pada suku kata pat menjadi berada pada suku kata ti, contohnya

yaitu :

lompat + i = me.lom.pati

4
Demikian juga dalam pengimbuhan sufiks –an pada dasar jawab. Disini

fonem /b/ yang semula berada pada suku kata wab berpindah menjadi berada pada

suku kata ban, contohnya antara lain :

ja.wab + an -> ja.wa.ban

ma.kan + an -> ma.ka.nan

mi.num + an -> mi.nu.man

b. Morfofonemik dalam pembentukan kata Bahasa Indonesia

Morfofonemik dalam pembentukan kata bahasa Indonesia terutama

terjadi dalam proses afiksasi. Dalam proses reduplikasi dan komposisi hampir tidak

ada. Dalam proses reduplikasi dan hanya dalam prefiksasi ‘ber-, prefiksasi me-,

prefiksasi pe-, prefiksasi per-, konfiksasi pe-an, konfiksasi per-an, dan sufiksasi –an.

(Abdul Chaer 2008:46).

Menurut Chaer, Abdul (2008:46) morfofonemik dalam pembentukan

bahasa Indonesia sebagai berikut :

5
1. Prefiksasi ber-

Morfofonemik dalam proses pengimbuhan prefiks ber- berupa :

a. Pelesapan fonem /r/ pada prefiks ber- itu terjadi apabila bentuk dasar ang

diimbuhi mulai dengan fonem /r/, misal :

ber + ragam = beragam

b. Perubahan fonem /r/ pada prefiks ber- menjadi fonem /l/ terjadi bila bentuk

dasarnya akar ajar, misal :

ber + ajar = belajar

c. Pengekalan fonem /r/ pada prefiks ber- tetap /r/ terjadi apabila bentuk

dasarnya bukan ada pada a dan b di atas, misal :

ber + lari = berlari

2. Prefiksasi me- ( termasuk klofiks me-kan dan me-i )

Morfofonemik dalam proses pengimbuhan dengan prefiks me-

menurut Abdul Chaer (2008:47) dapat berupa :

a. Pengekalan fonem,hal ini terjadi apabila bentuk dasarnya di awali dengan

konsonan /r,l,w,y,m,n,ng,dan ny/,contoh :

me + rawat = merawat.

6
b. Penambahan fonem,yakni penambahan fonem nasal /m,n,ng,dan

nge/.Penambahan fonem nasal /m/ terjadi apabila bentuk dasarnya dimulai

dengan konsosnan /b/ dan /f/.Contoh :

me + fitnah = memfitnah

Penambahan fonem nasal /n/ terjadi apabila bentuk dasarnya dimulai dengan

konsonan /d/,contoh :

me + dapat = mendapat.

Penambahan fonem nasal /ng/ terjadi apabila bentuk dasarnya dimulai dengan

konsonan /g,h,kh,a,l,u,e,dan o/.Salah satu contoh : me + goda = menggoda

Penambahan fonem nasal /nge/ terjadi apabila bentuk dasarnya hanya terdiri

dari suku kata.Contoh :

me + cat = mengecat.

c. Peluluhan fonem terjadi apabila prefiks me- diimbuhkan pada bentuk dasar

yang dimulai dengan konsonan bersuara /s,k,p,dan t/. Contoh :

me + sikat = menyikat

me + kirim = mengirim

me + pilih = memilih

7
3. Prefiksasi pe- dan konfiksasi pe-an

Abdul Chaer (2008:49) menyebutkan morfofonemik dalam proses


pengimbuhan dengan prefiks pe- dan konfiks pe-an sama dengan
morfofonemik yang terjadi dalam proses pengimbuhan dengan me-yaitu :

a) Pengekalan fonem,dapat terjadi apabila bentuk dasarnya diawali dengan

konsonan /r,l,y,m,n,ng,dan ny/.Contoh :

pe + latih = pelatih = pelatihan.

b) Penambahan fonem,yaitu penambahan fonem nasal /m,n,ng,dan nge/ antara

prefiks dan bentuk dasar. Penambahan fonem nasal /m/ terjadi apabila bentuk

dasarnya diawali oleh konsonan /b/.Contoh :

pe + baca = pembaca = pembacaan

Penambahan fonem nasal /n/ terjadi apabila bentuk dasarnya diawali oleh

konsonan /d/.Contoh :

pe + didik = pendidik = pendidikan

Penambahan fonem nasal /ng/ terjadi apabila bentuk dasarnya diawali dengan

konsonan /g,h,kh,a,l,u,e, dan o/. Contoh:

pe + gali = penggali = penggalian

8
Penambahan fonem nasal /nge/ terjadi apabila bentuk dasarnya berupa bentuk

dasar satu suku. Contoh:

pe +cat = pengecat = pengecatan

c) Peluluhan fonem, apabila prefiks pe- (pe-an) diimbuhkan pada bentuk kata

dasar yang diawali dengan konsonan bersuara /s,k,p, dan t/.

Contoh:

pe + saring = penyaring = penyaringan

4. Prefiksasi per- dan konfiksasi per-an

morfofonemik dalam pengimbuhan prefiks per- dan konfiks per-an dibagi 3:

a) Pelepasan fonem /r/ terjadi apabila bentuk dasarnya dimulai dengan fonem /r/.

per + ringan = peringan

b) Perubahan fonem /r/ menjadi /l/ terjadi apabila bentuk dasarnya berupa kata

ajar. per + ajar = pelajar

9
c) Pengekalan fonem /r/ terjadi apabila bentuk dasarnya bukan yang disebutkan pada

a dan b di atas.

per + kaya = perkaya

5. Sufiksasi -an

Abdul Chaer (2008:54) menjelaskan bahwa morfofonemik dalam

pengimbuhan sufiks –an dibagi dua :

a) Pemunculan fonem, ada tiga macam fonem yang dimunculkan dalam

pengimbuhan ini, yaitu fonem /w/,/y/, dan fonem glotal /?/.

pandu + an = panduwan

b) Penggeseran fonem, terjadi apabila sufiks -an diimbuhkan pada bentuk dasar

yang berakhir dengan sebuah konsonan.

jawab + an = ja.wa.ban

6. Prefiksasi ter-

Morfofonemik dalam prosespengimbuhan dengan prefiks ter- menurut Abdul

Chaer dibagi menjadi tiga :

a) Pelepasan fonem dapat terjadi apabila prefiks ter- diimbuhkan pada bentuk

dasar yang dimulai dengan konsonan /r/. ter + rasa = terasa

10
b) Perubahan fonem /r/ pada prefiks ter- menjadi fonem /l/ pada kata anjur. ter +

anjur=telanjur

c) Pengekalan fonem /r/ pada prefiks ter- tetap menjadi /r/ apabila prefiks ter-

diimbuhkan pada kata dasar selain a dan b. ter + lempar=terlempar.

A. Pembelajaran Bahasa

Pembelajaran bahasa harus melibatkan empat faktor, yakni guru, pengajaran

bahasa, metode pengajaran bahasa, dan materi pelajaran. Empat fakto tersebut

menjadi bagian terpenting dalam usaha membantu dan memudahkan proses belajar

mengajara bahasa.

Guru merupakan faktor yang terpenting dalam proses permudahan dalam

proses belajar. Karena guru merupakan fasilitator dalam proses pembelajaran yang

memerlukan cara-cara atau meode dalam pembelajaran. Jadi, guru yang baik, pada

umumnya selalu berusaha untuk menggunakan metode pengajaran yang efektif, serta

memakai alat-alat media yang terbaik dalam melaksanakan pembelajaran bahasa.

Pencarian metode yang paling efektif tetap saja dilakukan dari zaman ke zaman.

Pengajaran bahasa melibatkan tiga disiplin ilmu linguistic, psikologi, dan

ilmu pendidikan. Ilmu linguistic memberikan informasi kepada kita tentang bahasa

secara umum dan bahasa-bahasa tertentu.

11
Ilmu psikologi Menguraikan bagaimana orang belajar sesuatu, dalam ilmu

pendidikan memungkinkan seseorang bisa meramu semua keterangan itu menjadi

satu cara atau metode yang sesuai untuk digunakan di kelas sehingga memudahkan

proses belajar mengajar bahasa oleh pelajar (Ahmad, 2010:24).

B. Muatan Lokal

Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan

kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk

keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata

pelajaran yang ada.

C. Bentuk nasal dan tak bernasal

Hadir dan tidaknya bunyi nasal dalam pembentukan kata bahasa Indonesia

sangat erat kaitannya dengan tiga hal menurut Abdul Chaer (2008:56) dalam bukunya

yaitu : pertama, tipe verba yang “menurunkan” bentuk kata itu; kedua, upaya

pembentukan kata sebagai istilah; ketiga, upaya pemberian makna tertentu.

12
a. Kaitan dengan tipe verba

Dalam bukunya Abdul Chaer (2008:56) menyebutkan dalam bahasa Indonesia

ada empat macam tipe verba dalam kaitannya dengan proses nasalisasi. Keempat

verba itu adalah (a) verba berprefiks me- (termasuk verba me-kan, dan me-i), (b)

verba berprefiks me- dengan pangkal per-, per-kan, dan per-l), (c) verba berprefiks

ber-, dan (d) verba dasar (tanpa afiks apapun).

Kaidah penasalan untuk verba berprefiks me- (dengan nomina pe- dan pe-an)

yang diturunkan adalah sebagai berikut.

1) Nasal tidak akan muncul bila bentuk dasarnya mulai dengan fonem / l, r, w, y,

m, n, ny, atau ng/. Contoh:

Meloncat, peloncat, peloncatan

Merawat, perawat, perawatan

2) Akan muncul nasal /m/ bila bentuk dasarnya mulai dengan fonem /b, p, dan f/.

Contohnya:

Membina, pembina, pembinaan

Memilih, pemillih, pemilihan

13
3) Akan muncul nasal /n/ bila bentuk dasarnya mulai dengan fonem /d, atau t/.

Contoh:

Mendengar, pendengar, pendengaran

Mendapat, pendapat, pendapatan

4) Akan muncul nasal /ny/ bila bentuk dasarnya mulai denga fonem /s, c, dan j/.

Contoh:

Menyambut, penyambut, penyambutan

Menyakiti, penyakit, penyakitan

5) Akan muncul nasal /ng/ bila bentuk dasarnya diawali dengan fonem /k, g, h,

kh, a, i, u, e, atau o/. Contoh:

Mengirim, pengirim, pengiriman

Menggali, penggali, penggalian

6) Akan muncul nasal /nge-/ apabila bentuk dasarnya berupa kata ekasuku.

Misalnya:

Mengetik, pengetik, pengetikan

Mengelas, pengelas, pengelasan

14
Kaidah penasalan untuk verba berprefiks me- yang bentuk dasarnya berupa

pangkal berafiks per-, per-kan, dan per-l (dengan nomina bentuk pe- dan pe-an yang

diturunkannya) adalah sebagai berikut.

1. Fonem /p/ sebagai fonem awal pada dasar yang berupa pangkal per-, per-

kan, atau per-l tidak diluluhkan dengan nasal /m/ bila diimbuhi prefiks me-

, karena fonem /p/ itu adalah sebagian dari prefiks -pe- yang menjadi dasar

pembentukan. Contoh:

me + perpendek = memperpendek

1) Nomina pelaku yang diturunkan dari verba memper bersifat potensial, dan

nomina hal/proses bersifat aktual menggunakan bentuk per-an. Contoh:

memperpendek = perpendekan.

2) Nomina pelaku yang diturunkandari verba memper-kan dan memper-l adalah

bentuk pemer-; ada yang aktual ada yang masih potensial. Contoh:

Mempersatukan= pemersatu.

3) Nomina hal/proses yang diturunkan dari verba memper-kan atau memper-

satu berbentuk pemer-an. Contoh:

mempertahankan = pemertahanan.

15
Pembentukan nomina pelaku berprefiks pe- dan nomina hal yang berkonfiks

per-an tidak memunculkan bunyi nasal kita. Contoh:

Bekerja = pekerja = pekerjaan

Bertani = petani = pertanian

b. Kaitan dengan upaya pembentukan istilah

Dalam bukunya Abdul Chaer (2008) menyebutkan dalam peristilahan olahraga

sudah ada istilah petinju (yang diturunkan dari verba bertinju) sebagai suatu profesi,

yang berbeda dengan bentuk peninju (yang diturunkan dari verba meninju) yang bukan

menyatakan profesi. Kemudian berdasarkan bentuk petinju dibuatlah istilah-istilah

dalam bidang olahraga seperti petembak (bukan penembak), petenis (bukan penenis),

peterjun (payung) (bukan penerjun payung), pegolf (bukan penggolf).

c. Kaitan dengan upaya semantic

Dalam bukunya Abdul Chaer (2008:61) menyebutkan bahwa Untuk memberi

makna tertentu, bentuk yang seharusnya tidak bernasal diberi nasal. Umpamanya,

bentuk mengkaji dalam arti ‘meneliti’ dibedakan dengan bentuk mengkaji yang berarti

‘membaca Alquran’. Contoh yang lain: penjabat= pejabat, penglepasan = pelepasan.

16
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kualitatif.

Menurut Bogdan dan Biklen dalam Zuriah (2009:92) penelitian kualitatif adalah

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Dalam penelitian ini tidak semua percakapan masyarakat bahasa kaili yang

terjadi diteliti secara mendalam, karena cakupannya sangat luas dan tidak

memungkinkan peneliti untuk menganalisisnya. Sehingga yang akan dijadikan data

adalah hanya yang dalam percakapannya mengandung proses morfofonemik bahasa

kaili ledo yang dituturkan oleh masyarakat di lingkungan pantoloan.

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti dilingkungan masyarakat

Pantoloan, Kecamatan Tawaeli.

17

Sumber Data dan Data Penelitian

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer, karena data yang diperoleh
langsung dari informan di lokasi penelitian. Data tersebut berupa data verbal

berwujud tuturan yang mengandung proses morfofonemik serta berlangsung dalam

situasi tidak formal yang diperoleh dengan cara merekam dan mencatat.

Sumber data dalam penelitian ini adalah percakapan antara masyarakat

dilingkungan pantoloan, proses morfofonemik akan dijadikan data dalam penelitian

ini. Data tersebut diperoleh langsung lewat kegiatan yang dilakukan oleh peneliti

dengan cara mendengar pembicaraan antara masyarakat pantoloan dilingkungan

pantoloan baik yang disengaja maupun tidak disengaja dengan menggunakan alat

rekam.

Dalam penelitian ini peneliti dikatakan sebagai nonpartisispan karena peneliti

tidak terlibat dalam percakapan guna menghindari ketidakaslian data yang diperoleh

dan hanya merekam percakapan yang terjadi.

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bantu dalam mengumpulkan, mengolah,

menganalisis, serta menyajikan data sesuai dengan yang dibutuhkan peneliti. Dalam

penelitian ini menggunakan instrumen alat perekam (handphone atau rekorder).

18

Peneliti bertindak langsung di lapangan untuk merekam percakapan pada masyarakat

dilingkugan pantoloan.
Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Sehingga setelah peneliti

mengumpulkan data melalui teknik observasi dan rekam, data yang diperoleh tersebut

kemudian diolah dengan cara menyalinnya dalam bentuk tulisan, setelah rekaman itu

menjadi bentuk tulisan, data tersebut kemudian dipilah-pilah mana tuturan yang

mengandung variasi bahasa sehingga membentuk sebuah data asli yang langsung

diperoleh dari mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia di Untad.

Teknik analisis data kualitatif ini mengacu pada Miles dan Huberman dalam

Sugiyono (2009:91) yaitu sebagai berikut.

Reduplikasi Data

Pada tahap pertama ini, seorang peneliti dituntut untuk memiliki kemampuan

berfikir sensitif dengan kecerdasan, keluasan, serta kedalaman wawasan yang tinggi.

Mereduksi data berarti menyederhanakan, memilih hal- hal yang penting,

memfokuskan pada hal-hal yang pokok, dan membuang yang tidak perlu. Data yang

telah direduksi tersebut akan memberikan gambaran yanag jelas serta mempermudah

peneliti dalam melakukan pengumpulan data selanjutnya.

19

Penyajian Data

Pada tahap ke dua ini, peneliti banyak terlibat dalam kegiatan ini, karena

kegiatan penyajian atau penampilan dari data yang dikumpulkan dan dianalisis yang

sebelumnya telah dilakukan oleh peneliti. Pada langkah ini peneliti berusah untuk
menyusun data yang relevan, sehingga menjadi suatu informasi yang dapat

disimpulkan. Penyajian data yang baik merupakan salah satu langkah penting menuju

tercapainya analisis kualitatif yang valid dan handal.

Verifikasi atau Penarikan Kesimpulan

Tahap yang terakhir adalah tahap verifikasi atau penarikan kesimpulan,

verifikasi data merupakan proses untuk mendapatkan bukti-bukti di lapangan.

Langkah verifikasi yang dilakukan oleh peneliti sebaiknya masih tetap terbuka untuk

menerima masukan data. Walaupun data tersebut merupakan data yang tergolong

tidak memiliki proses morfofonemik bahasa kaili ledo. Penelitian pada tahap ini,

seharusnya peneliti sudah dapat memutuskan antara data mana yang mempunyai

proses morfofonemik bahasa kaili ledo dan data mana yang tidak termaksud ke dalam

proses morfofonemik bahasa kaili ledo.

20

DAFTAR PUSTAKA
http://ratnaagustin156124b.blogspot.com/2017/01/morfofonemik.html?m=1

Moleong, L.J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung :

ROSDA
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Bahasa (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D). Bandung: Alfabeta.

Dwiloka, Bambang dan Rati Riana. (2005). Teknik Menulis Karya Imliah: Skripsi,

Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, dan Laporan Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta

Moleong, Lexy J. (2006). Metodelogi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya Offset.

21

Anda mungkin juga menyukai