STUDI KASUS HUKUM PERBURUHAN - Silvy Al Rizki
STUDI KASUS HUKUM PERBURUHAN - Silvy Al Rizki
STANDAR UMK
NIM: 22106005
A. KRONOLOGi
Beberapa hari yang lalu saya menanyai teman saya semasa di SMA dulu
mengenai pekerjaannya saat ini. Sebut saja dia dengan inisial “L”, seorang wanita
berusia 19 tahun yang bekerja di Zeefora Tasikmalaya, yang mana tempat tersebut
merupakan semacam pabrik garmen pembuatan baju Koko berskala kecil.
1
Permasalahan yang cukup mencolok dari kasus ini, ialah apabila upah yang
dibayarkan dua minggu sekali tersebut dijumlahkan menjadi satu bulan maka akan
memperoleh nominal Rp 980.000. Di mana nominal tersebut kurang dari Upah
Minimum Kabupaten Tasikmalaya di tahun 2022 yang minimalnya upah yang
harusnya dibayarkan adalah Rp 2.251.000 jika seorang pekerja bekerja dalam
waktu full time.
B. REGULASI HUKUM
2
Pasal 91 UU Ketenagakerjaan mempertegas dengan menyebutkan bahwa
pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari
ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Dalam hal kesepakatan antara pengusaha dan pekerja lebih rendah atau
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal
demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sanksi dari pelanggaran tentang nominal jumlah upah ini tercantum dalam
Pasal 81 ayat (63) UU Cipta Kerja, bahwa “Perusahaan yang membayar upah di
bawah UMR, maka akan dikenai sanksi pidana minimal 1 tahun kurungan
penjara, dan maksimal 4 tahun kurungan penjara, dan/atau denda minimal
Rp100 juta dan maksimal Rp400 juta”.