Anda di halaman 1dari 4

PERAN WHO DALAM MENANGANI KASUS PERDAGANGAN ORGAN

MANUSIA ILEGAL DI INDIA


A. Sejauh Mana WHO Berkolaborasi dengan Pemerintah India dan Organisasi
Kesehatan Lokal untuk Meningkatkan Deteksi, Pencegahan, dan Penanganan Kasus
Perdagangan Organ Manusia?
Setiap tahun, transplantasi organ untuk pasien yang mengalami gagal organ dapat
memperbaiki dan menyelamatkan ribuan nyawa. Namun, UNODC (2018) menyatakan bahwa
pasar organ ilegal terbentuk karena permintaan organ yang tinggi tidak diimbangi dengan
ketersediaan pasokan organ. WHO pertama kali melarang perdagangan organ pada tahun
1987, menyatakan bahwa ini bertentangan dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
dan melanggar prinsip-prinsip dasar kemanusiaan (Ambagtsheer, 2013). Namun,
perdagangan organ tubuh manusia masih terjadi. Menurut Sabieri (2008), masyarakat miskin
dan rentan di negara-negara berkembang biasanya menjadi sumber organ yang dibeli.
WHO memperkirakan pada tahun 2007 bahwa 5–10% dari semua transplantasi di
seluruh dunia dilakukan secara ilegal dengan menggunakan sindikat perdagangan organ.
Selain WHO, Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa memiliki inisiatif untuk memerangi
perdagangan organ tubuh manusia melalui Perjanjian Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Kriminalitas Transnasional Organized; Protokol untuk Mencegah, Menghentikan, dan
Mendisiplinkan Perdagangan Orang, Khususnya Wanita dan Anak; dan Protokol
Perdagangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNODC, 2018). Pada tahun 2011, pemerintah
India meratifikasi Protokol Perdagangan Internasional. Dengan meratifikasi, India secara
langsung membantu mencegah perdagangan organ tubuh manusia. Membuat instrumen
hukum di negara nya dan mengkriminalisasi pelaku perdagangan manusia adalah dua contoh
dari komitmen tersebut. Sebelum itu, pemerintah India telah memberlakukan Undang-
Undang Transplantasi Organ Manusia 1994 (THOA). Secara umum, undang-undang ini
bertujuan untuk mengatur prosedur yang digunakan untuk donor dan transplantasi organ,
sehingga calon pendonor dan pasien dapat diawasi. Selain itu, undang-undang ini
menetapkan bahwa tindakan yang berkaitan dengan perdagangan organ dapat dihukum
penjara dan denda (The Transplantation Of Human Organs Act No.42, 1994).
Berdasarkan THOA tahun 1994 untuk menangani kejahatan perdagangan organ tubuh
manusia, beberapa lembaga terlibat secara langsung dalam kebijakan ini, termasuk
Kepolisian India, AA, Komite Saran, AC, dan NOTTO. Kepolisian India, yang berdiri sejak
tahun 1948, adalah salah satu lembaga penegakan hukum paling penting di India. Pemerintah
India bekerja sama dengan UNODC untuk membentuk Unit Anti Perdagangan Manusia
(AHTU) untuk memerangi kejahatan perdagangan manusia. Tujuan AHTU adalah untuk
memberikan kepolisian India dengan peralatan, koordinasi mekanisme kelembagaan, dan
Standard Operating Procedure (SOP) untuk menangani semua aspek perdagangan manusia,
termasuk pencegahan, penyelamatan, rehabilitasi, dan reintegrasi. AHTU sendiri terdiri dari
jaksa dan polisi. Pemerintah mengalokasikan 18 juta USD melalui MHA untuk mendirikan
297 AHTU di berbagai daerah India.
Appropriate Authority (AA) adalah badan berikutnya yang terlibat dalam pelaksanaan
kebijakan THOA 1994. Tugas badan ini adalah untuk mengawasi rumah sakit yang ingin
melakukan transplantasi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Rumah sakit hanya
dapat melakukan kegiatan transplantasi setelah mendapatkan lisensi dari AA. Komite
penasihat membantu dan mengawasi AA dalam menjalankan fungsinya. Komite ini
bertanggung jawab untuk memberikan masukan dan bantuan pada kinerja AA (Sahay, 2018).
Berdasarkan THOA 1994, Authorization Committees (AC) berada di tingkat rumah sakit dan
merupakan salah satu lembaga yang bertanggung jawab langsung untuk mencegah
perdagangan organ tubuh manusia. Badan ini didirikan untuk mengatur proses otorisasi yang
berkaitan dengan persetujuan atau penolakan transplantasi antara donor dan penerima.
National Organ and Tissue Transplant Organization (NOTTO) adalah organisasi
pemerintah India yang bekerja untuk memerangi perdagangan organ tubuh manusia.
Organisasi ini didirikan pada tahun 2011 berdasarkan amandemen THOA 1994. NOTTO
berfungsi sebagai tempat untuk mengatur dan menghubungkan pengadaan, pembagian, dan
donasi organ dan jaringan di India.
Untuk memulai proses transplantasi, seseorang yang membutuhkan organ harus
terdaftar dalam daftar tunggu yang ditangani oleh NOTTO. Jika seseorang ingin menjadi
calon donor, mereka juga harus mengisi formulir yang dapat diakses dari fasilitas medis
terdekat atau di situs web NOTTO. Penerima harus menunggu sampai donor yang sesuai
muncul setelah terdaftar. Setelah donor cocok secara medis, penerima dan rumah sakit akan
diberitahu tentang donor dan transplantasi dapat dilakukan.
Gambar 1. Alur Prosedur Transplantasi berdasarkan THOA 1994
Rumah sakit yang memiliki izin dari AA hanya dapat melakukan transplantasi jika
penerimanya terdaftar di rumah sakit tempat donor meninggal. Berdasarkan gambar 1, untuk
transplantasi donor yang telah meninggal, organ langsung diberikan kepada pasien dan
transplantasi dapat dilakukan segera. Sedangkan untuk donor hidup, berdasarkan THOA 1994
transplantasi organ hidup harus disetujui terlebih dahulu oleh AC. Dalam prosedur
transplantasi, rumah sakit yang telah mendapatkan izin AA kemudian mengirimkan kasus
transplantasi organ, seperti ginjal. Rumah sakit bertanggung jawab untuk memverifikasi
kondisi kesehatan penerima dan pendonor, serta kebenaran alamat dan identitas penerima.
Setelah itu, rumah sakit memberikan semua dokumen yang telah diverifikasi sebagai benar
dan asli kepada AC. Berdasarkan rekomendasi rumah sakit, AC memutuskan untuk
melakukan transplantasi ginjal. Dalam waktu 24 jam, AC harus membuat keputusan apakah
akan memberikan izin atau menolak transplantasi. Keputusan AC harus segera dikirim
kepada pihak rumah sakit melalui email, fax, atau papan pengumuman.
India sering disebut sebagai negara pusat yang banyak memperdagangkan organ
manusia (Shimazono, 2007). Menurut Coalition For Organ Failure (COFS) India, setidaknya
ada 2.000 korban perdagangan organ tubuh manusia di Erode dan 2.000 korban di Chennai.
India membutuhkan 100.000 hati dan 200.000 ginjal setiap tahun untuk transplantasi. Namun,
hanya dua hingga tiga persen dari kebutuhan tersebut yang dapat dipenuhi (Chandran, 2016).
Organ tubuh manusia memiliki permintaan internasional dan domestik. India adalah pusat
perdagangan organ tubuh manusia di dunia dan bahkan dianggap sebagai salah satu negara
transit (Scheper Hughes, 2000).
THOA diubah pada tahun 2011. Beberapa perubahan termasuk hukuman penjara lima
hingga sepuluh tahun bagi mereka yang melakukan penjualan organ tubuh manusia. Selain
itu, denda yang diberikan kepada pelaku diperbesar, berkisar antara dua juta Rupe hingga
sepuluh juta Rupe, atau sekitar 45,000 USD hingga 220,000 USD (Carvalho, 2011).
B. Apakah Ada Kendala atau Hambatan yang Dihadapi WHO dalam Beroperasi dan
Berkolaborasi dengan Pihak-pihak Terkait di India untuk Menangani Kasus
Perdagangan Organ Manusia?
Meskipun pemerintah India telah melakukan berbagai upaya, pada tahun 2014 COFS
India melaporkan bahwa organ tubuh manusia masih dijual di India. Ini ditunjukkan dengan
penemuan 153 korban perdagangan organ tubuh di empat negara India: yaitu Erode, Chennai,
Bengal Barat, dan Karnataka. Di India, sebagian besar perdagangan organ berasal dari donor
yang selalu setuju untuk menjual organ mereka karena kebutuhan ekonomi. Pelaku kemudian
menggunakan situasi ini untuk meyakinkan korban yang mengalami kesulitan keuangan
untuk menjual organ tubuh mereka, sehingga mereka dapat memperoleh uang yang besar
(Saberi, 2008). Sayangnya, setelah organ tubuh diekstraksi, tujuh puluh persen korban
dilaporkan mengalami masalah kesehatan dan menerima lebih sedikit uang daripada yang
dijanjikan (Shimazono, 2007). Korban diancam akan ditangkap jika mereka melapor kepada
polisi. Beberapa korban bahkan diterbangkan ke negara lain untuk diekstraksi ginjal mereka
(UNODC, 2018). Meskipun ada undang-undang yang mengatur perdagangan organ dan
upaya pemerintah dan organisasi terkait, kebijakan tersebut tidak dapat mencegah tindakan
kriminal. Karena keterbatasan administratif, pemerintah India gagal menerapkan UN
Trafficking Protoccol.
Walaupun India mempunyai berbagai agensi dalam penanganan kasus perdagangan
organ manusia, tetapi pada kenyataannya agensi-agensi tersebut belum mampu
mengimplementasikan kebijakan dengan baik. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya
keterbatasan dalam factor administrative (Mitchell, 1993). Penanganan kejahatan
perdagangan organ tubuh manusia di India kurang efektif karena keterbatasan administratif.
Dalam hal penanangan organ tubuh manusia untuk perdagangan, tidak ada pemerintahan
yang terpusat dan independen. Akibatnya, praktik gelap menjadi lebih umum. Hal ini
menyebabkan masyarakat dan lembaga pemerintah tetap tidak berubah. Hal ini juga
menyebabkan pemerintah India belum menerapkan protokol anti-trafficking.
Kepolisian India adalah lembaga penting dalam penegakan hukum melawan
perdagangan manusia. AHTU didirikan oleh kepolisian India bekerja sama dengan UNODC
untuk memerangi perdagangan manusia. Namun, AHTU hanya beroperasi di negara bagian
Goa, Benggala Barat, Andhra Pradesh, dan Bihar. Selain itu, Country Reports on Human
Rights Practice, yang dirilis oleh pemerintah AS, menunjukkan bahwa pekerjaan AHTU lebih
banyak berkonsentrasi pada perdagangan seks dan masalah perdagangan tenaga kerja,
termasuk pekerja paksa (State.gov, 2011).
Referensi
Ambagtsheer Frederike, Damián Zaitch & Willem Weimar. 2013. The battle for human
organs: organ trafficking and transplant tourism in a global context, Global Crime,
14:1, 1-26
COFS, 2014. COFS India Report on Human Trafficking for Organ Removal in India:A
EvidenceBased, Victim-Centered Report http://cofs.org/home/publications/reports/pdf
Mitchell, R. B. (2007). Compliance Theory Compliance, Effectiveness, And Behaviour
Change In International Environmental Law. Oxford Handbook of International
Environmental Law, 894-920.
Scheper, Hughes, N., Alter, J.S., Ayora-Diaz, S.I., Csordas, T.J., Frankenburg, R., Leyton, E.,
Marshall, M., Sharp, L.A., Suarez-Orozco, M.M. and Scheper-Hughes, N., 2014. The
Global Traffic In Human Organs. Current Anthropology, 41(2), pp.191-224.
Shimazono,Yosuke. 2007. The state of the international organ trade: a provisional picture
based on integration of available information . Bulletin of the World Health
Organization http://www.who.int/bulletin/volumes/85/12/06-039370/en/
UNODC, 2018. United Nations Convention against Transnational Organized Crime and the
Protocols Thereto
https://www.unodc.org/unodc/en/organized-crime/intro/UNTOC.html
Sahay, M. (2018). Transplantation of Human Organs and Tissues Act-“Simplified”. Indian
Journal of Transplantation , 84-89.

Anda mungkin juga menyukai