PEMBUKAAN (PENYIAR)
(2) Menjadi orangtua hebat dalam mengasuh anak, sudah barang tentu tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Ada berapa upaya yang harus dilakukan
untuk menjadi orang tua hebat ?
Jawaban :
………………………………………………………………………………………….
(3) Penerapan pola asuh juga perlu memperhatikan keunikan anak, karena anak
memiliki kekhasan sifat-sifat yang berbeda dari satu anak ke anak yang lain. Oleh
karena itu pada kasus tertentu, orang tua dapat menerapkan beberapa pola asuh
secara bergantian untuk menghadapi anak. Bagaimana Pola Pengasuhan yang
Efektif terhadap anak.
Jawaban : ………………………………………………………………………………………..
(6) Bagaimana Cara Efektif agar para orang tua menjadi orang tua yang ideal bagi
putra putrinya ?
Jawaban :
(8) Apa yang bisa disimpulkan dari pembahasan kita hari ini ?
Jawaban :
………………………………………………………………………………………….
MATERI TALKSHOW
Di Radio Kartika FM
Hari Senin Tanggal 18 September 2023
PEMBUKAAN (PENYIAR).
(2) Menjadi orangtua hebat dalam mengasuh anak, sudah barang tentu tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Ada berapa upaya yang harus dilakukan
untuk menjadi orang tua hebat ?
Jawaban :
Setidaknya ada empat upaya yang harus dilakukan orangtua agar menjadi
orangtua hebat dalam mengasuh anak. Keempat hal tersebut adalah:
Pertama, orangtua harus benar-benar mempersiapkan diri sebagai pengasuh anak
yang baik. Setidaknya harus tahu apa yang harus dilakukan selama mengasuh anak,
mampu menumbuhkembangkan harapan anak, senantiasa memberikan saran dan
nasehat yang positif pada anak, membentuk lingkungan yang kondusif, melakukan
pembiasaan yang baik pada anak dan pengulangan selama diperlukan serta
memberikan hadiah berupa pujian disaat anak berhasil melakukan hal-hal yang baik
dan memberikan hukuman bila anak melanggar aturan yang disepakati.
Kedua, orangtua harus memiliki konsep diri yang positif, artinya Individu yang memiliki
konsep diri yang positif akan selalu menghargai dirinya sendiri serta melihat apapun
dari sisi positifnya untuk dilakukan demi mencapai kesuksesan dalam setiap proses
kehidupannya. Konsep diri positif merupakan kunci keberhasilan dalam hidup. Terkait
dengan hal ini, orangtua harus percaya diri bahwa mereka mampu mengasuh dan
mendidik anak-anaknya dengan baik. Kepercayaan pada diri sendiri ini penting untuk
menumbuhkan keyakinan bahwa orangtua akan berhasil dalam menjalankan tugas-
tugas mengasuh anak sehingga apa yang menjadi harapannya dapat tercapai. Agar
dapat lebih percaya diri, orangtua harus terus berupaya untuk menemukenali potensi
dan kemampuan diri yang dapat dijadikan bekal sekaligus dukungan dalam mengasuh
dan mendidik anak.
Ketiga, orangtua dalam hal ini ayah dan ibu harus berbagi peran dalam pengasuhan
anak sesuai dengan porsinya masing-masing. Ayah dengan segala “ketegasan”
sikapnya dapat mendidik anak agar dapat lebih mandiri dan memiliki keteguhan dalam
pendirian dan tindakan serta tetap tegar ketika menghadapi tantangan dan hambatan.
Sementara ibu dengan segala “kelembutan” hatinya dapat menanamkan jiwa sosial dan
rasa kemanusiaannya. Juga menanamkan sikap saling menghormati, menghargai dan
berperilaku yang mendasarkan pada norma agama dan budaya yang dianut. Dengan
demikian karakter anak akan terbentuk yang menjadikannya sebagai anak yang
berkepribadian luhur.
Keempat, orangtua harus mampu menjaga anak dari pengaruh buruk media. Hal ini
mengingat, perkembangan teknologi komunikasi dan informasi di era digital saat ini
telah menyebabkan media cetak dan elektronik berkembang pesat sehingga semua
informasi dapat diakses oleh anak dengan leluasa. Persoalannya banyak informasi
yang belum
saatnya diketahui anak atau memang tidak layak dikonsumsi oleh anak. Di sinilah
pentingnya peran orangtua sebagai pengendali atau filter yang efektif agar pengaruh
media tidak berdampak buruk pada pola piker, sikap dan perilaku anak.
Apabila empat hal tersebut dapat dilakukan oleh para orangtua dengan baik
pada anak-anaknya, maka saya yakin mereka akan menjadi orangtua hebat dalam
mengasuh anak dan yakin pula mereka akan berhasil membawa anak sebagai generasi
yang berkualitas dan berkarakter. Apabila ini dipadukan dengan pendidikan formal dan
non formal yang baik, dapat dipastikan bahwa generasi masa depan yang kita
idam2kan akan dapat terwujud. Bukan saja cerdas, sehat dan trampil, tetapi juga selalu
ceria, bersemangat menggapai masa depan, berkepribadian luhur dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Menjadi orangtua yang hebat dalam mengasuh anak tidak harus berpendidikan
tinggi. Orang yang berpendidikan rendah, bahkan yang tidak bersekolah pun memiliki
peluang yang sama untuk menjadi orangtua hebat. Tergantung pada niat dan
bagaimana mereka mampu memanfaatkan waktu dan kesempatan sebaik mungkin,
sehingga ayah dan ibu sebagai orangtua dapat bersama-sama mengasuh dan mendidik
anak secara sungguh-sungguh dengan memperhatikan kaidah dan pedoman dalam
pengasuhan anak yang berlaku.
(3) Penerapan pola asuh juga perlu memperhatikan keunikan anak, karena anak
memiliki kekhasan sifat-sifat yang berbeda dari satu anak ke anak yang lain. Oleh
karena itu pada kasus tertentu, orang tua dapat menerapkan beberapa pola asuh
secara bergantian untuk menghadapi anak. Bagaimana Pola Pengasuhan yang
Efektif terhadap anak.
Jawaban :
Pola Pengasuhan yang Efektif terhadap anak antara lain harus :
1. Dinamis : Orang tua harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman dan
mampu mengubah cara-cara berinteraksi dengan anak pada saat yang tepat.
2. Sesuai kebutuhan dan kemampuan anak : Pada usia balita orang tua menerapkan
pola asuh yang tuntutan dan batasan yang tinggi dalam rangka membentuk
kebiasaan positif pada anak. Ketika anak sudah lebih besar orang tua dapat
melonggarkan batasan karena anak sudah mampu melakukannya sendiri.
3. Ayah dan Ibu Konsisten : Ayah Ibu harus memiliki kesamaan dalam penerapan nilai-
nilai, contoh : jika ibu mengajarkan sikap hemat, ayah juga harus melatih anak hemat
dan tidak memberi anak uang di luar pengetahuan ibu.
4. Menjadi teladan positif : Pola asuh harus disertai teladan perilaku positif dari orang
tua. Orang tua harus menjadi contoh tingkah laku yang ingin dibentuk.
5. Komunikasi yang baik : Orang tua membangun komunikasi yang baik dengan anak.
Ciptakan suasana nyaman ketika berkomunikasi agar anak berani mengungkapkan
perasaan dan permasalahan yang sedang dihadapinya.
6. Memberikan Pujian : Berikan pujian atau penghargaan kepada anak ketika mereka
melakukan suatu hal yang baik.
7. Mempunyai pemikiran ke depan : Membiasakan untuk membuat aturan bersama
dengan anak. Contoh : waktu tidur malam adalah jam 21.00
8. Melibatkan anak : Membuat aturan untuk disepakati bersama dengan anak kita
tentang kegiatan sehari-hari
9. Sabar : Menggunakan kata-kata yang baik ketika mengingatkan anak (jangan
gampang marah dan hindari kata-kata kasar)
10. Memberi Penjelasan :Perintahkan anak dengan kata-kata yang jelas
11. Realistis
12. Menjaga Kebersamaan : Buatlah aturan untuk disepakati bersama dengan anak kita
tentang kegiatan sehari-hari.
Selain itu ada faktor-faktor yang penting dalam pengasuhan anak yaitu : Orang
tua perlu menerapkan disiplin dalam membentuk tingkah laku positif dan kebiasan
ibadah yang berkaitan dengan hukum-hukum dalam agama, selain itu juga diperlukan
untuk mengajari anak untuk mengerti petunjuk, peraturan dan perintah orang dewasa.
Disini orang tua diharapkan mengulang-ulang peraturan, perintah, petunjuk dan
harapan agar anak melakukan tingkah laku yang diinginkan. Selain itu peraturan harus
bersifat : masuk akal, positif, jelas dan adil.
2. Pembiasaan : Tingkah laku yang sudah dicontohkan oleh orang tua akan menjadi
tingkah laku yang baik bila sering diulang-ulang secara terus-menerus. Orang tua
membuatkan jadwal bagi anak dari pagi hingga malam dan mengajarkan etika, moral
dan kebiasaan yang baik dirumah. Dengan membuatkan jadwal, orang tua dapat
membiasakan anak untuk mengikuti aturan dan anak akan terarah kegiatannya dan
terhindar dari pengaruh buruk lingkungan
3. Pemberian penghargaan dan Konsekuensi : Pemberian penghargaan dilakukan
sebagai konsekuensi atas tingkah laku anak. Jika orang tua ingin tingkah laku yang
baik menjadi kebiasaan anak, orang tua harus memberikan penghargaan dalam
bentuk hadiah. Contoh : diusap kepalanya, diberi sebuah jeruk atau sepotong kue.
(6) Bagaiamana Cara Efektif agar para orang tua menjadi orang tua yang ideal bagi
putra putrinya ?
Jawaban :
1. Meningkatkan Harga Diri Anak.
2. Membiarkan anak-anak melakukan sesuatu secara mandiri akan membuat mereka
merasa mampu dan kuat.
3. Tangkap Anak-Anak Menjadi Baik.
4. Tetapkan Batas dan Konsistenlah dengan Disiplin Kita
5. Luangkan Waktu untuk Anak-Anak Kita.
6. Jadilah Model Peran Yang Baik.
7. Jadikan Komunikasi sebagai Prioritas kita.
8. Bersikap Fleksibel dan Bersedia Menyesuaikan Gaya Mengasuh Anak Kita.
9. Tunjukkan Bahwa Cinta Kita Tidak Bersyarat Sebagai orang tua.
10. Ketahui Kebutuhan dan Batasan Kita Sendiri sebagai Orang Tua.
(8) Apa yang bisa disimpulkan dari pembahasan kita hari ini ?
Jawaban :
1. Orangtua yang hebat adalah mereka yang memiliki pribadi yang menyenangkan dan
selalu mengingat akan pentingnya meluangkan waktu bersama dengan keluarga dan
anak-anaknya. Orang tua yang ideal adalah mereka yang mampu menjadi sahabat
bagi anak-anaknya. Pendekatan secara personal akan lebih mudah dilakukan ketika
orangtua telah menjadi orang terdekat bagi anak2nya. Orangtua bisa lebih tahu isi
hati anak, sehingga anak akan merasa lebih aman dan nyaman ketika bercerita
dengan orangtuanya.
2. Ada beberapa tips sukses cara mendidik anak yang baik, benar dan bijak yang
perlu diketahui oleh para orang tua, namun seberapa besar tingkat kesuksesan dari
metode yang diterapkan tentu tergantung dari seberapa efektif masing-masing orang
tua dalam memberikan kontribusi kepada anak-anaknya. Adapun tips sukses cara
mendidik anak diantaranya adalah
(8) Apa yang bisa dilakukan ayah agar terlibat dalam pengasuhan putra-putrinya.
Jawaban : Yang bisa dilakukan ayah agar terlibat dalam pengasuhan putra-putrinya
diantaranya adalah :
1. Mendampingi kehamilan : Ayah ikut mendampingi ibu dalam mendampingi ibu dalam
pemeriksaan kandungan dan persiapan kehamilan. Kehadiran ayah mempengaruhi
kondisi emosi ibu yang baik dan dapat berdampak pada pertumbuhan dan
perkembangan janin.
2. Turut merawat bayi dan melakukan aktivitas bersama anak : Ayah ikut mengganti
popok, memandikan, menggendong dan memberi makan. Interaksi yang dilakukan
sejak awal akan membantu anak merasakan kehadiran ayah. Hal ini dapat
membantu pendekatan emosi antara ayah dengan anak, selain itu ayah juga dapat
mendukung ibu untuk memberikan ASI.
3. menciptakan komunikasi yang baik. Hal itu semua tentunya perlu kerjasama dan
dukungan dari ibu, karena banyak ayah yang merasa kurang percaya diri dalam
menangani anak-anaknya .
(6) Kriteria Orang Tua Ideal yang Harus Ada di Dalam Diri Ayah Bunda.
Orang tua memegang peran terbesar dalam perkembangan karakter buah hatinya.
Segala perilaku yang dilakukan oleh mereka akan berpengaruh kesuksesan anak di
masa depan nanti.
Untuk bisa menjalankan perannya dengan baik, orang tua tentu perlu menjadi
sosok ideal bagi putra-putrinya. Dengan begitu, akan lebih mudah bagi mereka
membimbing dan mendidik buah hatinya untuk menjadi pribadi yang berkarakter
unggul serta bermental tangguh.
1. Mampu Memberikan Kasih Sayang Sepenuhnya
Ini adalah kasus yang paling sering dialami oleh orang tua
di zaman sekarang. Mereka sering meminta putra-putrinya agar
menjadi pribadi berkarakter positif. Namun, mereka tak mampu
mencontohkan hal tersebut kepada anaknya. Padahal, apa yang
dilakukan oleh anak meruapakan cerminan orang tuanya.
Contoh sederhana dari kasus ini adalah ketika orang tua
meminta anaknya untuk banyak belajar dan melarangnya banyak
mengakses sosial media. Akan tetapi, orang tua tersebut justru
sibuk bermain dengan ponselnya tak mendampingi anak ketika
belajar. Jika sudah begini, jangan heran dan berhenti
mengeluhkan sikap anak yang malas belajar karena kecanduan
gadget.
3. Mampu Menjadi Sahabat Anak
ucapan, sikap, dan perilaku Ayah Bunda akan terekam dalam benak ankita sebagai dasar
pijak sikap dan perilaku mereka. Pendidikan keluarga merupakan kunci keberhasilan
dalam menciptakan generasi penerus bangsa yang unggul dan memiliki karakter religius,
nasionalis, integritas, mandiri, dan gotong royong.
Pada jenjang SMA/ SMK ini anak-anak kita membutuhkan pendampingan pendidikan
karir untuk memetakan masa depan. Di satu sisi, anak-anak sudah mulai merasa dirinya
dewasa, sehingga Ayah Bunda sudah mulai dapat memberikan kepercayaan kepada
mereka untuk mengeksplorasi pilihan dan belajar bertanggung jawab atas pilihan
tersebut. Di sisi lain, anak-anak kita sudah mudah mendapatkan berbagai macam
informasi dari dunia yang sudah tidak memiliki batas jarak dan waktu, sehingga
pendampingan dan komunikasi terbuka sangat diperlukan untuk mendukung kebutuhan
pendidikan mereka. Dalam membantu anakanak kita dalam merencanakan karir,
ingatkanlah bahwa orang sukses adalah mereka yang berkarakter, jeli melihat
kesempatan, dan memiliki etos kerja serta integritas yang tinggi. Kerja sama yang baik
antara keluarga dan satuan pendidikan akan sangat mendukung kemajuan pendidikan
anak kita.
Seiring dengan bertambahnya usia anak, interaksi sosial semakin luas. Hal
tersebut memengaruhi perkembangan anak-anak kita. Meskipun tampaknya anak-anak
sudah “cukup besar”, sesungguhnya mereka masih sangat membutuhkan pendampingan
dari Ayah dan Bunda dalam menghadapi tantangan zaman. Mereka sangat membutuhkan
pendampingan dari orang tua dalam menghadapi berbagai tantangan zaman, seperti
pornografi, narkoba, dan penyimpangan seksual. Ayah dan Bunda yang baik, tidak semua
kebutuhan pendidikan anak kita dapat dipenuhi oleh sekolah. Keterlibatan Ayah dan
Bunda dalam pendidikan anak kita di rumah dan di sekolah akan sangat membantu
kemajuan pendidikannya. Kerja sama yang baik antara Ayah dan Bunda dengan pihak
sekolah akan mengantarkan kesuksesan anak kita dalam meraih cita-citanya. Untuk anak
usia SMA/SMK, pendampingan yang dibutuhkan berupa dialog (bertukar pikiran),
edukasi (pengajaran dan contoh), dan fasilitasi (memberikan kesempatan untuk mencoba
hal yang baru). Cara ini disebut dengan metode DEF, yaitu Dialog, edukasi dan fasilitasi.
Setiap keluarga memiliki cara mendidik anak dalam menumbuhkan budi pekerti
dan mendukung prestasinya. Orang tua perlu terus belajar meningkatkan kemampuan
pengasuhan agar sesuai dengan kebutuhan usia anak dan perkembangan zaman. Cara-cara
yang baik tentu perlu terus dilanjutkan. Namun, cara pengasuhan yang tidak sesuai
dengan perkembangan zaman dan teori pendidikan dan pengasuhan yang benar harus
diubah. Oleh karena itu, orang tua perlu terus belajar. Niat baik harus dilakukan dengan
cara-cara yang baik pula. Mari kita siapkan dan bantu generasi penerus kita untuk meraih
cita-cita dan kepentingan terbaik mereka.
(8) Apa saja Kewajiban Orang Tua terhadap Anak dalam Islam.
Jawaban :
Bukan hanya anak saja yang harus memenuhi kewajibannya pada
orang tua. Melainkan kewajiban orang tua terhadap anak pun harus
dipenuhi. Dalam Islam, anak sesungguhnya merupakan titipan dan berhak
mendapatkan haknya dari kedua orang tua.
Bukan hanya anak saja yang harus memenuhi kewajibannya pada orang
tua. Melainkan kewajiban orang tua terhadap anak pun harus dipenuhi.
Dalam hadits ini, kewajiban orang tua terhadap anak dalam merawat dan
memberikan kasih sayang adalah hal yang patut dilakukan sesuai anjuran
Rasulullah SAW.
Terkait pemberian nama yang baik ini sesuai hadits Nabi riwayat Abu Dawud,
yakni kewajiban orang tua terhadap anak untuk memberikan nama anak sebaik
mungkin artinya.
Sehingga beberapa kali ketika beliau menemukan nama yang tidak layak, tidak
mengandung arti yang kurang baik, maka Ia akan mengubah dan mencari nama
terbaik untuk anaknya.
Ini adalah kewajiban orang tua terhadap anak dalam memberikan nama anak
yang mengandung doa untuk kebaikan dirinya.
"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan pernyusuannya." (QS. Al-Baqarah: 233).
Tidak diragukan lagi kalau ASI adalah makanan pertama bayi yang besar
manfaatnya. Ibnu Sina, seorang dokter kenamaan Islam menegaskan kalau
penyusuan alami memiliki manfaat.
"Seorang bayi sebisa mungkin harus menyusu dari air susu ibunya. Sebab,
mengulum puting susu ibu terkandung manfaat yang sangat besar dalam menolak
segala sesuatu yang rentan membahayakan dirinya."
Kewajiban oang tua terhadap anak yang harus dipenuhi ialah memberinya Air
Susu Ibu (ASI). Hal ini pun sudah tertulis dalam kitab suci Al-Quran surah Al-
Baqarah ayat 233.
Seorang anak harus mendapatkan pendidikan yang baik dan sama dengan anak-
anak lainnya. Termasuk pendidikan mengenai agama dan akhlak-akhlak yang
baik dan benar sesuai dengan tuntunan agama Islam.
Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dari kakek Ayub Bin Musa Al Quraisy dari Nabi
shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tiada satu pemberian yang lebih utama yang diberikan ayah kepada anaknya
selain pengajaran yang baik.”
Ini bermakna kewajiban orang tua terhadap anak adalah hal yang utama untuk
mengajarkan kebaikan serta memberikan pendidikan yang terbaik untuk anaknya.
Baik dari mendidik dalam Islam namun juga dunia
4. Mengajarkan Al-Quran
Kewajiban orang tua terhadap anak lainnya adalah mengajarkan anak kitab suci,
Al-Quran.
"Ajarkanlah tiga hal kepada anak-anak kalian, yakni mencintai nabi kalian,
mencintai keluarganya, dan membaca Al-Quran. Sebab para pengusung Al-Quran
berada di bawah naungan arsy Allah pada hari di mana tidak ada naungan
kecuali naunganNya, bersama para nabi dan orang-orang pilihanNya. Dan, kedua
orang tua yang memperhatikan pengajaran Al Qur’an kepada anak-anak mereka,
keduanya mendapatkan pahala yang besar.”
Ini menjadi kewajiban ayah dan ibu dalam mendidik anak-anaknya mempelajari
Al-Quran.
Mungkin, ada sebagian orang tua yang memiliki anak lebih dari satu, sehingga
perhatian kasih sayang terhadap anak akan terbagi.
Hal ini orang tua tidak boleh membedakan perhatian dan kasih sayang, sehingga
harus bersikap adil terhadap anak-anaknya sebagai kewajiban orang tua terhadap
anak.
Berusaha memberikan keadilan pada anak-anak penting untuk dilakukan.
Misalnya dalam memberi kasih sayang yang sama terhadap masing-masing
anak. Kasih sayang orang tua merupakan hak setiap anak dan harus diberikan
secara adil.
Tidak hanya kasih sayang, memberikan sesuatu pada anak pun harus adil. Tidak
boleh ada yang lebih banyak ataupun lebih sedikit.
Kewajiban ini lebih tepatnya adalah kewajiban sebagai ayah dalam keluarga.
Seperti sabda Rasulullah SAW kepada Sa'ad Bin Abi Waqhas, “Baguskanlah
makananmu, niscaya doamu akan dikabulkan.”
Berusaha memberikan nafkah dan makanan yang halal pada anak-anak penting
untuk dilakukan. Misalnya dalam memberi kasih sayang yang sama terhadap
masing-masing anak. Kasih sayang orang tua merupakan hak setiap anak dan
harus diberikan secara adil.
Makanan yang hal dikonsumsi anak, maka akan membawa keberhakan untuk
keluarga.
Maka dengan ini, anak akan mendapatkan keturunan dan kasih sayang yang baik
dalam pasangannya.
Kewajiban orang tua terhadap anak berlaku juga mendidik anak dengan kasih
sayang tanpa memarahinya.
Sudah kewajiban ibu dan ayah untuk sabar dalam mendidik dan memberikan
kasih sayang pada anaknya.
Anak adalah insan yang tumbuh kembang dan akan mengalami perubahan dalam
dirinya baik dari fisik dan perilaku dalam menuju dewasa.
Itulah 8 kewajiban orang tua terhadap anak dalam Islam. Semoga kita dapat
melaksanakan kewajiban ini dengan baik dan dorong anak untuk hidup
berkeluarga agar ia terbebas dari kemaksiatan.
(9) Apa saja Peran Orang Tua terhadap Anak di Masa Sekarang.
Jawaban :
Anak merupakan salah satu anugerah sekaligus amanah yang diberikan
Allah kepada seseorang. Tanpa seorang anak tidak akan ada tkita kehidupan
dalam suatu keluarga, apabila ada anak maka suatu keluarga akan sempurna.
Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa memiliki anak itu akan menambahkan
beban hidup, belum lagi kebutuhan jasmani dan rohaninya. Kita lihat saja negara
Jepang, para wanita di negara ini tidak mau memiliki anak. Lain halnya dengan
negara Indonesia, pertumbuhan penduduk sangat tinggi tiap tahunnya, sehingga
membuat Indonesia menjadi negara terpadat no 4 di dunia. Sehingga pemerintah
membuat program Keluarga Berencana (KB) yang memiliki dua anak lebih baik.
Tugas seorang orang tua itu adalah membimbing serta mengajarkan anak
pada hal-hal yang baik, sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku didalam
masyarakat. Apabila itu tidak terlaksana dengan baik maka seorang anak akan
menjadi menyimpang. Penyimpangan ini dapat disebabkan oleh, yaitu : (1)
Kurangnya kasih sayang orang tua terhadap anak; (2) Pemberian bimbingan
tentang agama kepada anak yang minim, (3) Orang tua yang broken home, (4)
Pergaulan bebas, (5) Pengawasan orang tua yang kurang, dan sebagainya.
Apabila penyimpangan ini terjadi pada salah satu anak, maka peran orang
tua lah yang kurang efektif terhadap anak. Kenapa bisa demikian? Faktor
penyebabnya adalah orang tua. Karena orang tua kurang komunikasi dengan
anaknya, kurangnya penjagaan oleh orang tua, mereka yang sibuk dengan urusan
mereka, sehingga anak-anak tersebut mencari tempat untuk curhat, mencari jati diri
yang sesungguhnya tanpa ada dampingan dari orang tua. Mereka akan bergaul
dengan orang yang cocok, yang sesuai dengan sifat mereka, tanpa memikirkan hal
kedepannya. Penyimpangan ini dapat berupa, sang anak akan pkitai berperilaku,
memakai narkoba, ikut geng-geng anak jalanan, mencoba seks bebas dan
sebagainya.
Perilaku seperti inilah yang terjadi pada masa sekarang. Para orang tua
dituntut untuk menjaga serta mengawasi anak-anaknya, agar tidak terjerumus ke
hal-hal seperti ini. peran orang tua sangat penting dalam membimbing seorang
anak, yaitu dapat berupa : (1) Membagi waktu antara pekerjaan dengan anak
ataupun keluarga, (2) Mendidik dan membimbing anak ke jalan yang lebih baik,
seperti menanamkan nilai dan norma pada anak yang sudah mulai luntur; (3) Selalu
mengawasi anak, dengan siapa sang anak berteman, (4) Menjadi sahabat
sekaligus teman curhat bagi anak, agar sang anak tidak memilih teman yang salah
untuk menyampaikan sesuatu, serta sisi positifnya antara orang tua dan anak akan
semakin dekat dan akrab, (5) Memberi nasihat kepada anak, agar tidak berperilaku
menyimpang,
(7) Hal-hal apa saja yang perlu dilakukan agar status gizi anak dalam
kondisi baik
Pemeriksaan status gizi dan kesehatan tubuh secara keseluruhan sebaiknya
mulai dilakukan setidaknya sejak anak berusia satu bulan. Demi memastikan tumbuh
kembangnya berjalan dengan baik, tidak ada salahnya untuk rutin mendatangi dokter,
bidan, maupun posyandu bahkan sampai sang anak tumbuh besar.
Jika orangtua membawa si kecil diperiksa ke dokter dengan rutin, biasanya
mendapatkan buku kesehatan ibu anak (KIA) atau kartu menuju sehat (KMS). Dan jika
rutin mengikuti kegiatan BKB maka akan mendapatkan KKA/Kartu Kembang Anak.
Buku dan kartu tersebut akan lebih memudahkan para orang tua dalam
memantau tumbuh kembang si kecil agar kondisi kesehatan anak bisa diperiksa
seoptimal mungkin. Jika terlihat adanya kelainan pada tumbuh kembang anak, bisa
dilakukan penanganan sedini mungkin.
Dengan rutin melakukan pemeriksaan status gizi, anak bisa berkembang lebih
baik dan lebih sehat. Status gizi anak tergolong baik ketika indikator grafik
pertumbuhannya berada di rentang normal. Artinya, berat badan sesuai dengan umur
dan tinggi badan, begitu pula dengan tinggi badan sesuai dengan umur dan berat
badan. Anak juga tidak tampak kurus, sangat kurus, gemuk, atau bahkan obesitas.
Kondisi ini menkitakan bahwa asupan gizi hariannya tercukupi dan sesuai dengan
aktivitasnya.
Dengan demikian Indonesia Emas 2045 yang merupakan visi pemerintah untuk
membangun negara maju yang berdaulat, adil dan makmur dapat terwujud. Berbekal
SDM yang unggul dan menguasai pengetahuan serta teknologi, Indonesia akan dikenal
sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia.
TEMA :
EDUKASI PERAWATAN KESEHATAN REPRODUKSI BALITA
Baik pria maupun wanita, organ reproduksi adalah bagian tubuh yang harus
dijaga kesehatannya. Selama ini, sebagian orang mungkin hanya memerhatikan aspek
kebersihannya. Padahal, masih ada banyak cara menjaga kesehatan reproduksi yang
penting untuk dilakukan.Kesehatan reproduksi merupakan hal yang penting untuk
menjaga kesehatan tubuh, menjaga kesehatan organ seksual dan terhindari dari hal
yang tidak diinginkan.
(6) Bagaimana Cara Menjaga Kesehatan Organ Reproduksi..?
Jawaban :
(7) Hal-hal apa saja yang perlu dilakukan agar status gizi anak dalam
kondisi baik
Jawaban :
Pemeriksaan status gizi dan kesehatan tubuh secara keseluruhan sebaiknya mulai
dilakukan setidaknya sejak anak berusia satu bulan.
Demi memastikan tumbuh kembangnya berjalan dengan baik, tidak ada
salahnya untuk rutin mendatangi dokter, bidan, maupun posyandu rutin bahkan sampai
sang anak tumbuh besar.
Jika orangtua membawa si kecil diperiksa ke dokter dengan rutin, biasanya
mendapatkan buku kesehatan ibu anak (KIA) atau kartu menuju sehat (KMS). Dan jika
rutin mengikuti kegiatan BKB maka akan mendapatkan KKA/Kartu Kembang Anak.
Buku dan kartu tersebut akan lebih memudahkan para orang tua/para bunda
dalam memantau tumbuh kembang si kecil agar kondisi kesehatan anak bisa diperiksa
seoptimal mungkin. Jika terlihat adanya kelainan pada tumbuh kembang anak, bisa
dilakukan penanganan sedini mungkin.
Dengan rutin melakukan pemeriksaan status gizi, anak bisa berkembang lebih
baik dan lebih sehat. Status gizi anak tergolong baik ketika indikator grafik
pertumbuhannya berada di rentang normal.Artinya, berat badan sesuai dengan umur
dan tinggi badan, begitu pula dengan tinggi badan sesuai dengan umur dan berat
badan. Anak juga tidak tampak kurus, sangat kurus, gemuk, atau bahkan
obesitas.Kondisi ini menkitakan bahwa asupan gizi hariannya tercukupi dan sesuai
dengan aktivitasnya.
7.1. Saat ini, stunting menjadi salah satu masalah yang diperhatikan oleh pemerintah
melalui sebuah inovasi yang diprakarsai Presiden Jokowi yang disebut Padat Karya
Tunai Desa Bidang Kesehatan. Program padat karya tunai desa ini merupakan
program yang mengutamakan sumber daya lokal, tenaga kerja lokal, dan teknologi
lokal desa. Program ini memiliki empat pilar, yaitu: 1) Meningkatkan perekonomian
masyarakat desa; 2) Menurunkan angka pengangguran masyarakat desa melalui
kegiatan swa kelola, 3) Mekanisme operasionalnya dikerjakan bersama secara
lintas sektor, dan 4) Dilaksanakan dengan integrasi lintas program dan lintas sektor.
7.2 Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah stunting pada
1.000 HPK anak.
1. Pemenuhan gizi calon ibu dan ibu hamil.
2. Pemberian ASI eksklusif.
3. Berikan MPASI saat bayi 6 bulan.
4. Perilaku Hidup Sehat dan Bersih. Sanitasi buruk juga menjadi salah satu
indikator yang menyebabkan stunting. ...
5. Pantau tumbuh kembang anak.
7.3 Dinas PPKB, PPPA Kab Jombang siap bekerja keras untuk mencapai target
menurunkan prevalensi stunting hingga 14 % sebagaimana diamanatkan Presiden
Jokowi. Oleh karena itu mari kita ajarkan kepada anak-anak kita, kalau nanti bila
mereka atau istri mereka mengandung, harus hamil yang direncanakan. "Berikan
kasih sayang, makan makanan dengan gizi yang baik agar anaknya tidak stunting,
jadi anak yang cerdas dan berkualitas”.
7.4 Dampak stunting umumnya terjadi disebabkan kurangnya asupan nutrisi pada
1.000 HPK/Hari Pertama Kehidupan anak. Hitungan 1.000 HPK di sini dimulai sejak
janin sampai anak berusia 2 tahun. Jika pada rentang waktu ini, gizi tidak dicukupi
dengan baik, dampak yang ditimbulkan memiliki efek jangka pendek dan efek
jangka panjang Gejala stunting jangka pendek meliputi hambatan perkembangan,
penurunan fungsi kekebalan, penurunan fungsi kognitif, dan gangguan sistem
pembakaran, Sedangkan gejala jangka panjang meliputi obesitas, penurunan
toleransi glukosa, penyakit jantung koroner, hipertensi, dan osteoporosis.
Oleh karena itu, upaya pencegahan baiknya dilakukan sedini mungkin.
Pada usia 1.000 hari pertama kehidupan, asupan nutrisi yang baik sangat
dianjurkan dikonsumsi oleh ibu hamil. Tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan
nutrisi dirinya, asupan nutrisi yang baik juga dibutuhkan jabang bayi yang ada
dalam kandungannya. Pada saat bayi telah lahir, penelitian untuk mencegah
Stunting menunjukkan bahwa, konsumsi protein sangat mempengaruhi
pertambahan tinggi dan berat badan anak di atas 6 bulan. Anak yang mendapat
asupan protein 15 persen dari total asupan kalori yang dibutuhkan terbukti memiliki
badan lebih tinggi dibanding anak dengan asupan protein 7,5 persen dari total
asupan kalori. Anak usia 6 sampai 12 bulan dianjurkan mengonsumsi protein harian
sebanyak 1,2 g/kg berat badan. Sementara anak usia 1–3 tahun membutuhkan
protein harian sebesar 1,05 g/kg berat badan, Jadi, pastikan si kecil mendapat
asupan protein yang cukup sejak ia pertama kali mencicipi. Dan ternyata hormon
pertumbuhan itu kerjanya pukul 00.00 sampai 01.00 malam. Dia (hormon) bekerja
kalau tidur nyenyak. Dengan cara itu anak bisa tinggi.
Agar info seputar stunting, masalah kesehatan lainnya maupun info2 yang
terkait dengan program KKBPK ( Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga)
sampai kepada keluarga2 yang ada, maka diharapkan ibu2/keluarga mengikuti
kegiatan yang dilaksanakan di lingkungannya masing2, seperti keluarga yang
punya anak balita selalu aktif/hadir di Posyandu Balita dan BKB, agar keluarga
memperoleh pengetahuan tentang gizi anak, mulai dari makanan apa saja yang
boleh untuk bayi di atas enam bulan, bagaimana tekstur yang baik, berapa banyak
yang harus diberikan, termasuk pengetahuan pentingnya ASI Eklusif, dsb..Begitu
juga dengan yang punya anak remaja mengikuti Posyandu Remaja/Posbindu dan
PIK-R, yang punya Lansia mengikuti kegiatan BKL maupun Posyandu Lansia dsb.
Stunting adalah kondisi tinggi badan anak lebih pendek dibanding tinggi badan
anak seusianya, Di Indonesia, kasus stunting masih menjadi masalah kesehatan
dengan jumlah yang cukup banyak Hal ini disebabkan oleh kekurangan gizi
kronis dengan manifestasi kegagalan pertumbuhan (growth faltering) yang
dimulai sejak masa kehamilan hingga anak berusia 2 tahun, Hal ini disebabkan
oleh kekurangan gizi kronis dengan manifestasi kegagalan pertumbuhan (growth
faltering) yang dimulai sejak masa kehamilan hingga anak berusia 2 tahun.
Kekurangan gizi pada masa janin dan usia dini akan berdampak pada
perkembangan otak, rendahnya kemampuan kognitif yang akan mempengaruhi
prestasi sekolah dan keberhasilan pendidikan, Dalam jangka panjang,
kekurangan gizi pada awal kehidupan akan menurunkan produktivitas dan
kemudian menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan
kesenjangan dimasyarakat. Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek,
Sp.M(K) mengatakan "
Perkembangan stunting adalah proses yang lambat, kumulatif dan tidak berarti
bahwa asupan makanan saat ini tidak memadai, Kegagalan pertumbuhan
mungkin telah terjadi di masa lalu seseorang. Selain itu, efek jangka panjang
yang disebabkan oleh stunting dan kondisi lain terkait kurang gizi, acap kali
dianggap sebagai salah satu faktor risiko diabetes, hipertensi, obesitas dan
kematian akibat infeksi.
1. Stunting
3. Kwashiorkor
Ciri khas dari kwashiorkor biasanya tidak membuat berat badan anak turun
drastis.
Ini karena tubuh anak memiliki banyak cairan sehingga membuat berat
badannya tetap normal, meski sebenarnya anak tersebut kurus.
4. Marasmus-kwashiorkor
Kondisi ini biasanya disebabkan oleh pola makan, khususnya karena tidak
tercukupinya asupan zat gizi tertentu seperti kalori dan protein.
5. Wasting (kurus)
Anak dikatakan bertubuh kurus (wasting) jika berat badannya jauh berada di
bawah normal atau tidak sesuai dengan tinggi badannya.
Wasting juga kerap disebut sebagai kekurangan gizi akut atau berat.
Kondisi ini biasanya disebabkan karena anak tidak memperoleh asupan zat
gizi yang cukup, atau mengalami penyakit yang mengakibatkan kehilangan
berat badan, seperti diare.
Gejala yang muncul ketika anak mengalami wasting yakni tubuh tampak
sangat kurus akibat berat badan rendah.
Tkita paling kentara ketika anak mengalami berat badan kurang yakni
tubuhnya terlihat kurus dan berat badannya kurang jika dibandingkan dengan
teman-teman seusianya.
Hal ini terjadi karena jumlah asupan energi yang masuk tidak setara dengan
energi yang keluar.
Selain memiliki tubuh yang gemuk, anak dengan berat badan berlebih juga
memiliki ciri ukuran lingkar pinggang dan pinggul di atas normal.
Kondisi ini juga kerap membuat anak mengalami kelelahan parah serta nyeri
otot dan sendi.
Obesitas tidak sama dengan kegemukan karena berat badan yang dimiliki
anak obesitas berarti sudah berada jauh di atas rentang normal.
Hal ini bisa diakibatkan karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang
masuk ke dalam tubuh (terlalu banyak) dengan yang dikeluarkan oleh tubuh
(terlalu sedikit).
Dengan kata lain, obesitas bisa diartikan sebagai overweight di tingkat yang
lebih parah karena terjadi penumpukan jaringan lemak di seluruh tubuh.
Obesitas pada anak ditkitai dengan postur tubuhnya yang sangat gemuk,
bahkan sampai membuatnya sulit bergerak dan beraktivitas banyak.
Anak yang mengalami obesitas juga biasanya gampang kelelahan meski baru
sebentar melakukan kegiatan.
Jika Kita membawa si kecil diperiksa ke dokter dengan rutin, biasanya Kita
mendapatkan buku kesehatan ibu anak (KIA) atau kartu menuju sehat (KMS).
Buku dan kartu tersebut akan lebih memudahkan Kita dalam memantau
tumbuh kembang si kecil agar kondisi kesehatan anak bisa diperiksa seoptimal
mungkin.
Jika terlihat adanya kelainan pada tumbuh kembang anak, bisa dilakukan
penanganan sedini mungkin.
Dengan rutin melakukan pemeriksaan, status gizi anak bisa berkembang lebih
baik.
Status gizi anak tergolong baik ketika indikator grafik pertumbuhannya berada
di rentang normal.
Artinya, berat badan sesuai dengan umur dan tinggi badan, begitu pula
dengan tinggi badan yang sesuai dengan umur dan berat badan.
Anak juga tidak tampak kurus, sangat kurus, gemuk, atau bahkan obesitas.
Kondisi ini menkitakan bahwa asupan gizi hariannya tercukupi dan sesuai
dengan aktivitasnya.
Penilaian Status Gizi Anak, Cara
Mengukur Hingga Membaca
Hasilnya
Apakah cara menghitung status gizi anak dan orang dewasa sama?|Bagaimana cara menghitung
status gizi anak?|Apa saja permasalahan status gizi pada anak?|Hal yang perlu dilakukan agar
status gizi anak dalam kondisi baik
tatus gizi anak adalah salah satu tolak ukur penilaian tercukupinya kebutuhan
asupan gizi harian serta penggunaan zat gizi tersebut oleh tubuh. Jika asupan
nutrisi anak senantiasa terpenuhi dan digunakan seoptimal mungkin, tentu
tumbuh kembangnya akan optimal. Namun jika sebaliknya, status gizi si kecil
bisa saja bermasalah sehingga memengaruhi perkembangannya hingga
dewasa kelak. Nah, berikut penjelasan lengkapnya seputar cara menghitung
status gizi anak.
Dalam rentang usia anak-anak mulai dari usia 0-18 tahun, termasuk di masa
perkembangan anak 6-9 tahun, tubuh masih akan terus mengalami
pertumbuhan dan perkembangan.
Sementara setelah menginjak usia dewasa, pertumbuhan tersebut biasanya
akan berhenti secara bertahap.
Mulai dari berat badan ideal anak 6-9 tahun, tinggi badan, hingga ukuran
tubuh secara keseluruhan akan terus mengalami perubahan.
Perkembangan kognitif anak, perkembangan sosial anak, perkembangan
emosi anak, terutama perkembangan fisik anak dipengaruhi oleh status
gizinya.
Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan tubuh sebelum memasuki usia dewasa
yang sesungguhnya di mana tubuh anak diharapkan sudah berkembang
dengan matang.
Lagi-lagi, ini karena berat badan dan tinggi badan di usia anak-anak
cenderung berubah dengan sangat cepat.
Mengutip dari Bahan Ajar Gizi: Penilaian Statuz Gizi, status gizi anak bisa
diukur dengan beberapa indikator tertentu, yaitu:
1. Jenis kelamin
Penilaian status gizi anak laki-laki tentu tidak sama dengan anak perempuan.
Hal ini disebabkan karena tumbuh kembangnya pun berbeda, biasanya anak
perempuan akan tumbuh jauh lebih cepat ketimbang laki-laki.
Itu sebabnya, dalam melakukan cara menghitung status gizi anak terhadap
status gizi anak, penting untuk memerhatikan jenis kelamin.
2. Usia
Faktor usia sangat penting untuk menentukan dan melihat apakah status gizi
si kecil, termasuk gizi anak sekolah, sudah baik atau belum.
Hal ini sebenarnya memudahkan Kita untuk tahu, apakah sang buah hati
mengalami pertumbuhan yang normal jika dibandingkan dengan anak-anak
seusianya.
Meski memang setiap anak akan mengalami tumbuh kembang yang berbeda
walaupun memiliki rentang usia yang sama.
3. Berat badan
Berat badan adalah salah satu indikator dari penilaian status gizi anak yang
paling sering dipakai.
Tak seperti tinggi badan yang perubahannya membutuhkan waktu yang agak
lama, berat badan bisa sangat cepat berubah.
Perubahan berat badan bisa menunjukkan perubahan status gizi pada anak.
Itulah mengapa berat badan kerap dipakai untuk menggambarkan status gizi
anak saat ini, atau dikenal juga sebagai pertumbuhan massa jaringan.
Berbeda dengan berat badan yang bisa berubah dengan sangat cepat, tinggi
badan justru bersifat linier.
Arti linier di sini adalah perubahan tinggi badan tak begitu cepat dan
dipengaruhi oleh banyak hal dari masa lampau, tak hanya saat ini saja.
Mudahnya begini, jika si kecil makan terlalu banyak mungkin saja berat
badannya bertambah meski hanya 500 gram atau satu kilogram dalam
beberapa hari.
Pemberian ASI eksklusif atau tidak saat bayi hingga kualitas makanan
pendamping yang Kita berikan kepada si kecil berpengaruh ke
pertumbuhannya.
Maka itu, tinggi badan cenderung dipakai sebagai indikator untuk mengetahui
masalah gizi kronis pada anak alias masalah nutrisi yang sudah berlangsung
sejak lama.
Dahulu, saat anak berusia 0-2 tahun panjang badan diukur dengan
menggunakan papan kayu (length board).
Sementara untuk anak yang berusia lebih dari 2 tahun, pengukuran tinggi
badan menggunakan alat bernama mikrotoise yang diskitarkan ke dinding.
5. Lingkar kepala
elain indikator yang sudah disebutkan sebelumnya, lingkar kepala termasuk hal yang
biasanya diukur untuk tahu status gizi si kecil.
Meski tidak menggambarkan secara langsung, lingkar kepala bayi harus selalu diukur
setiap bulan hingga anak menginjak usia 2 tahun.
Pasalnya, lingkar kepala dapat memberi gambaran bagaimana ukuran dan tumbuh
kembang otak anak saat itu.
Setelah diukur, lingkar kepala anak akan dikelompokkan ke dalam kategori normal,
kecil (mikrosefalus), atau besar (makrosefalus).
Lingkar kepala yang berukuran terlalu kecil atau besar merupakan tkita ada masalah
dengan perkembangan otak anak.
Indikator usia, berat, serta tinggi badan, saling berkaitan untuk menentukan
status gizi anak.
Nah, grafik ini yang nantinya akan menunjukkan apakah status gizi anak baik
atau tidak.
GPA juga memudahkan Kita dan tim medis untuk memantau tumbuh
kembang si kecil.
Ada beberapa kategori yang digunakan untuk menilai status gizi anak
menggunakan GPA, meliputi:
Grafik yang digunakan untuk mengukur status gizi anak usia kurang dari 5
tahun yaitu grafik WHO 2006 (cut off z score).
Penggunaan grafik WHO 2006 dibedakan berdasarkan jenis kelamin laki-laki
dan perempuan:
Indikator ini digunakan oleh anak usia 0-60 bulan, dengan tujuan untuk
mengukur berat badan sesuai dengan usia anak.
Namun, indikator ini biasanya tidak bisa dipakai jika umur anak tidak diketahui
secara pasti.
Indikator ini digunakan oleh anak usia 0-60 bulan, dengan tujuan untuk
mengukur tinggi badan sesuai dengan usia anak.
Akan tetapi, indikator TB/U hanya bisa digunakan bagi anak usia 2-18 tahun
dengan posisi berdiri.
Bila anak berusia di atas 2 tahun diukur tinggi badannya dengan cara
berbaring, nilai TB harus dikurangi dengan 0,7 sentimeter (cm).
Tinggi: >+3 SD
Tinggi badan normal: -2 SD sampai dengan +3 SD
Pendek (stunting): -3 SD sampai dengan <-2 SD
Sangat pendek (severe stunting): <-3 SD
3. Berat badan berdasarkan tinggi badan (BB/TB)
Indikator ini digunakan oleh anak usia 0-60 bulan, dengan tujuan untuk
mengukur berat badan sesuai dengan tinggi badan anak.
Contoh Grafik Pertumbuhan Anak (GPA) dengan indikator BB/U untuk anak laki-laki. Sumber: WHO
1. Stunting
3. Kwashiorkor
Ciri khas dari kwashiorkor biasanya tidak membuat berat badan anak turun
drastis.
Ini karena tubuh anak memiliki banyak cairan sehingga membuat berat
badannya tetap normal, meski sebenarnya anak tersebut kurus.
Gejala kwashiorkor lainnya seperti:
4. Marasmus-kwashiorkor
Kondisi ini biasanya disebabkan oleh pola makan, khususnya karena tidak
tercukupinya asupan zat gizi tertentu seperti kalori dan protein.
5. Wasting (kurus)
Anak dikatakan bertubuh kurus (wasting) jika berat badannya jauh berada di
bawah normal atau tidak sesuai dengan tinggi badannya.
Wasting juga kerap disebut sebagai kekurangan gizi akut atau berat.
Kondisi ini biasanya disebabkan karena anak tidak memperoleh asupan zat
gizi yang cukup, atau mengalami penyakit yang mengakibatkan kehilangan
berat badan, seperti diare.
Gejala yang muncul ketika anak mengalami wasting yakni tubuh tampak
sangat kurus akibat berat badan rendah.
6. Underweight (berat badan kurang)
Underweight menkitakan kondisi berat badan anak yang kurang jika
dibandingkan usianya.
Indikator yang biasanya dipakai untuk menentukan berat badan kurang
adalah berat badan berbanding usia (BB/U) untuk anak 0-60 bulan.
Tkita paling kentara ketika anak mengalami berat badan kurang yakni
tubuhnya terlihat kurus dan berat badannya kurang jika dibandingkan dengan
teman-teman seusianya.
Hal ini terjadi karena jumlah asupan energi yang masuk tidak setara dengan
energi yang keluar.
Selain memiliki tubuh yang gemuk, anak dengan berat badan berlebih juga
memiliki ciri ukuran lingkar pinggang dan pinggul di atas normal.
Kondisi ini juga kerap membuat anak mengalami kelelahan parah serta nyeri
otot dan sendi.
Obesitas tidak sama dengan kegemukan karena berat badan yang dimiliki
anak obesitas berarti sudah berada jauh di atas rentang normal.
Hal ini bisa diakibatkan karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang
masuk ke dalam tubuh (terlalu banyak) dengan yang dikeluarkan oleh tubuh
(terlalu sedikit).
Dengan kata lain, obesitas bisa diartikan sebagai overweight di tingkat yang
lebih parah karena terjadi penumpukan jaringan lemak di seluruh tubuh.
Obesitas pada anak ditkitai dengan postur tubuhnya yang sangat gemuk,
bahkan sampai membuatnya sulit bergerak dan beraktivitas banyak.
Anak yang mengalami obesitas juga biasanya gampang kelelahan meski baru
sebentar melakukan kegiatan.
Jika Kita membawa si kecil diperiksa ke dokter dengan rutin, biasanya Kita
mendapatkan buku kesehatan ibu anak (KIA) atau kartu menuju sehat (KMS).
Buku dan kartu tersebut akan lebih memudahkan Kita dalam memantau
tumbuh kembang si kecil agar kondisi kesehatan anak bisa diperiksa seoptimal
mungkin.
Jika terlihat adanya kelainan pada tumbuh kembang anak, bisa dilakukan
penanganan sedini mungkin.
Dengan rutin melakukan pemeriksaan, status gizi anak bisa berkembang lebih
baik.
Status gizi anak tergolong baik ketika indikator grafik pertumbuhannya berada
di rentang normal.
Artinya, berat badan sesuai dengan umur dan tinggi badan, begitu pula
dengan tinggi badan yang sesuai dengan umur dan berat badan.
Anak juga tidak tampak kurus, sangat kurus, gemuk, atau bahkan obesitas.
Kondisi ini menkitakan bahwa asupan gizi hariannya tercukupi dan sesuai
dengan aktivitasnya.
Berbagai hal berkaitan dengan pembahasan masalah kesehatan reproduksi, baik bagi balita (pra
sekolah), anak sekolah (6 – 12 tahun), remaja (10 – 19 tahun) maupun orang dewasa sudah
banyak dilakukan.
Bahkan diberbagai sekolahpun saat ini sudah mulai diberikan mata pelajaran yang terkait
dengan kesehatan reproduksi, ini kabar yang menggembirakan tentunya tinggal bagaimana
mengemasnya kedalam bagian dari kurikulum di sekolah.
Merawat kesehatan reproduksi balita memang sangat penting, karena membutuhkan peran
orang tua dalam meningkatkan derajad kesehatan secara menyeluruh, baik organ fisik, mental
dan sosial balita.
Peran yang bisa diambil orang tua adalah berupa bagaimana merawat, menjaga, mengasuh,
memelihara, membesarkan anak balitanya agar tumbuh dan berkembang secara sehat.
Ada sebuah peristiwa yang sering terjadi diberbagai tempat, misalnya: ‘seorang anak
perempuan kencing dengan posisi berdiri’ tentu akan banyak mendapatkan tanggapan dari
kaum ibu yang mengasuh pada saat itu, dimana ibu mengucapkan kepada anaknya : ‘kalau
kencing jangan berdiri dong’, anak perempuan harus dengan jongkok, begini caranya sembari
memberikan contoh, tetapi ada pula orang tua yang langsung menyapa dan melarang dengan
keras pada anak perempuan tersebut tanpa ada penjelasannya, padahal anak perempuan
tersebut hanya meniru apa yang telah dilihatnya pada teman laki-laki sebayanya yang waktu
kencing dilakukan dengan berdiri.
Dengan peristiwa diatas jelas bahwa pemahaman orang tua dalam memberikan tanggapan
kepada anak perempuannya sangat relatif dan beragam, tentunya pendidikan seksualitas perlu
dihadirkan juga pada balita yang menyangkut pengenalan identitas diri dan jenis kelamin,
hubungan antara laki-laki dan perempuan, organ-organ reproduksi dan fungsinya, bagaimana
merawat kesehatan, menghindarkan diri dari kekeran seksual dan sebagainya.
Rasa keingintahuan anak tentang seksualitas sebetulnya sudah muncul sejak anak masih balita,
mulai usia 3 (tiga) tahun rasa keingintahuan terhadap masalah seks tercermin mulai dari
pengamatan/penglihatan anak terhadap organ tubuhnya, hal ini terlihat dengan adanya
aktifitas maupun tkita-tkita anak bermain-main dengan organ seksnya, yaitu memegang-
megang, menggaruk-garuk ataupun menggesek-gesekkan alat kelaminnya.
Sebagai orang tua, jika melihat anaknya melakukan hal tersebut diatas, maka orang tua segera
melakukan tindakan pendekatan dengan anak dengan cara mengajak berbicara bahwa apa yang
dilakukan anak dengan memegang-megang kelamin/kemaluan maka tangan yang digunakan
bekas memegang-megang/menggaruk-garuk kelamin tersebut akan menjadi kotor (ada kuman
yang menempel) sehingga kalau makan, tangan belum dicuci/ dibersihkan bisa
terkena/menimbulkan penyakit (misalnya sakit perut).
Pada anak balita, keingintahuannya biasanya timbul bila ia berhadapan dengan orang lain yang
berlainan jenis dalam keadaan telanjang, ia akan melihat bahwa alat kelaminnya sendiri
berbeda dari alat kelamin orang lain, hal ini menimbulkan pertanyaan dalam diri anak dan
biasanya secara spontan ia akan langsung bertanya kepada orang tuanya, disini tugas orang tua
memberikan penjelasan bahwa ada perbedakan antara laki-laki dan perempuan, sehingga jenis
dan bentuk kelaminnya berbeda, termasuk organ tubuh lainnya yang dimiliki masing-masing.
Ada kasus yang kerap terjadi pada orang tua yang memberikan informasi atau pemahaman
yang keliru terhadap anak tentang pemberian istilah yang menyangkut organ reproduksi anak,
misalnya orang tua menyampaikan/mengatakan dengan sengaja atau tidak dengan sengaja,
yaitu memberikan nama-nama yang tidak sebenarnya, seperti penis dikatakan burung, lalu
vagina dikasih istilah dompet, akibatnya apa yang terjadi; informasi ataupun pemahaman yang
sudah terlanjur diterima anak akan bertahan lama hingga anak menjadi dewasa, hal ini akan
menimbulkan konsep yang salah pada anak mengenai seks dan akan terbawa sampai ia sudah
berkeluarga/menjadi orang tua yang berpotensi pula akan memberikan konsep yang salah pada
generasi berikutnya.
Perlunya lebih hati-hati orang tua memberikan pemahaman tentang organ reproduksi dan
fungsinya kepada balita, yaitu dengan memberikan informasi yang benar dan jelas.
DORONGAN SEKSUAL
Dalam perkembangan kehidupan manusia sejak lahir sampai dengan dewasa sudah memiliki
dorongan-dorongan seksual, namun antara satu dengan lainnya tidak sama, yaitu antara anak-
anak dan orang dewasa.
Dorongan seksual yang diwujudkan dalam kepuasan seksual pada anak-anak pencapainnya
tidak selalu melalui alat kelaminnya, tetapi melalui daerah-daerah lain seperti, mulut dan anus.
Cara pemuasannya juga berbeda sesuai dengan tahap-tahap perkembangan yang dilalui sesuai
dengan usianya, yaitu sebagai berikut :
Semenjak anak bisa berbicara, orang tua perlu memberikan pemahaman kepada anak balitanya
mengenai kesehatan reproduksi, khususnya alat-alat reproduksi.
Orang tua dapat mulai menjelaskan nama-nama anggota tubuh dan fungsi/kegunaannya
seperti mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, mulut untuk makan dan minum, hidung
untuk bernafas dan sebagainya, setelah itu dikenalkan dengan nama alat kelaminnya baik laki-
laki maupun perempuan.
Orang tua perlu menghindari istilah-istilah yang salah kaprah dalam memberi nama alat
kelamin laki-laki maupun perempuan, karena jelas akan membingungkan anak dikemudian hari,
gunakan istilah-istilah yang sebenarnya seperti penis, vagina, dubur, payudara dan sebagainya.
pakaian, atau pada saat anak melihat saudaranya yang berlainan jenis telanjang didepannya,
biasanya anak spontan akan heran dan langsung bertanya, kesempatan itulah yang harus
dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh orang tua.
Orang tua perlu memberikan pemahaman pada anak balitanya bahwa organ tubuh mereka
adalah milik mereka sendiri yang harus dirawat, dipelihara dan dijaga dengan baik.
Cara merawat organ tubuh balita dapat dilakukan dengan :
Pertama, Menjaga kebersihan badan, lakukan mandi dan gosok gigi setiap hari 2 kali dengan
memakai sabun mandi dan pasta gigi anak, menjaga kebersihan rambut kepala dengan
shampoo, kebersihan kuku, mencuci tangan sebelum makan, kebersihan pakaian khususnya
untuk organ kelamin dan organ lainnya secara rutin maupun berkala. Pada
balita yang belum bisa melakukan aktifitas tertentu, maka orang tua dapat membantu
sepenuhnya aktifitas diatas.
Kedua, Tidak semua orang boleh menyentuh, apalagi memegang bagian tubuh yang sangat
pribadi, kecuali ibu saat membantu membersihkan anus setelah buang air besar, dokter yang
memeriksa bagian tubuh yang sakit. Hal ini
untuk menghindari terjadinya pelecehan seksual, karena pelecehan seksual pada anak
seringkali justru dilakukan oleh orang terdekat dalam rumah.
Ketiga, Bila ada orang yang menyentuh tubuh anak, orang tua perlu mengajarkan pada anak
untuk berteriak dan berkata “tidak” atau anak mengatakan “Aku tidak suka badanku
dipegang” atau “Aku tidak suka kalau tubuhku disentuh”, bila anak merasa terancam dan tidak
nyaman ia dapat berteriak dengan mengatakan “Aku tidak mau” dan seterusnya.
I. STUNTING
GERAKAN AISYIYAH SEHAT (GRASS) UNTUK MENCEGAH STUNTING PADA
MASA PANDEMI COVID-19
Dasarnya adalah :
Surat Al Maidah (4; 2)
Surat Ali Imron 110
Visi dan Misi Aisyiyah Bidang Kesehatan
Visi: ‘Aisyiyah sebagai penggerak terwujudnya infrastruktur kesehatan menuju tercapainya
masyarakat sehat, Sedangkan Misinya adalah :
• Berperan aktif mewujudkan masyarakat yang berperilaku hidup bersih dan
sehat dan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang bermutu
• Menggerakkan terwujudnya infrastuktur kesehatan yang berkualitas.
• Menggerakkan masyarakat yang sadar dan peduli kesehatan
• Situasi Terkini Balita Stunting…bahwa 1 dari 3 anak di wilayah di Dunia dan 1
dari 3 anak di Idonesia Mengalami Mall Nutrisi dan Stunting. (Sumber dari
WHO).
• 4 dari 10 anak tidak datang ke Posyandu
• Saat ini sekitar 8 juta anak Ind mengalami pertumbuhan tidak maksimal.
• Stunting terjadi sejak dalam kandungan dan akan nampak saat anak berusia 2
tahun
• Stunting adalah kondisi GAGAL TUMBUH pada anak balita akibat kekurangan
gizi kronis terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan (1.000 HPK).
Hasil Survey
Kebiasaan Konsumsi Susu Kental Manis (SKM), Krimer Kental Manis (KKM)
dan Status Gizi BALITA di 3 Provinsi (Aceh, Kalimantan Tengah dan Sulawesi
Utara).
Tahun 2019 sebanyak 2.700 responden, Ibu Balita 0-5 tahun
1 dari 3 beranggapan Kental Manis Adalah Susu
Sebanyak 37% responden masih beranggapan susu kental manis/ krimer
kental manis adalah susu. Dengan kata lain, menunjukkan bahwa 1 dari 3 ibu
di 3 Provinsi tersebut percaya susu kental manis/ krimer kental manis
SKM/KKM adalah produk minuman yang menyehatkan anak.
3 dari 10 anak minum SKM/KKM setiap hari.
64,1% tidak mengkonsumsi SKM
35,9% anak ditemukan mengkonsumsi SKM
•
• . STATUS GIZI BURUK YANG MENGKONSUMSI
SKM/KKM
• .
• ..
Bayangkan apabila kental manis dikonsumsi oleh anak-anak terutama balita. Dalam 1
hari anak-anak bisa minum susu lebih dari 1 kali. Apa yang terjadi?
Padahal, batas konsumsi gula pada anak balita hanya 2 – 5 sendok teh atau tidak
lebih dari 30 gram per hr.
Jika 1 gelas kental manis sudah mengandung 23 gram gula, bagaimana bila anak
minum lebih dari 2 gelas per hari?
Belum lagi asupan makanan anak lainnya yang juga mengandung gula : nasi, snack,
permen, coklat dan makanan manis lainnya.
Bayangkan sedari kecil anak sudah mengkonsumsi lebih banyak gula dari yang
semestinya
Batas Konsumsi Gula Harian pada Anak, berdasarkan umur
3 tahun : 2 - 5 sendok teh
4-6 tahun : 2,5 - 6 sendok teh
7-12 tahun : 4 - 8 sendok teh
Di atas 13 tahun : 5 - 9 sendok teh (40 gram)
Mari kita sosialisasikan bahwa kental manis adalah produk yang digunakan
hanya untuk topping makanan. Kental manis bukan produk susu untuk anak.
Ini adalah beberapa temuan balita yang mengkonsumsi kental manis yang
akhirnya mengalami persoalan gizi.
Arisandi di Konawe, yang beritanya sempat viral karena Arisandi akhirnya
meninggal duni.
Lalu ada Vania di Batam yang mengkonsumsi kental manis sejak usia 3
bulan dan divonis gizi buruk.
Juga temuan kami bersama PW Aisyiyah Kab. Pidie, Azka berumur 2,5
tahun mengkonsumsi kental manis sejak usia 1 tahun. Azka akan
mengamuk apabila tidak diberi kental amnis atau diganti dengan susu yang
lain. Saat ini Azka dan keluarganya sudah didampingi PWA kab Pidie untuk
diedukasi mengenai gizi.
Apa yang harus dilakukan oleh aisyiyah untuk mencegah stunting masa pandemi
covid-19
PWA/PDA
• Melakukan advokasi ke Pemda (Provinsi, Kabupaten/Kota)
• Bermitra dengan berbagai sektor terkait
• Berkoordinasi dengan Dinkes setempat untuk kerjasama dalam pencegahan
stunting di saat pandemi Covid -19
• Mengupayakan pendanaan dengan berbagai cara untuk peduli masyarakat
terdampak covid-19 khususnya ibu dan balita
• Mengoptimalkan dan menggerakkan peran Kader di setiap jenjang organisasi
• Memprioritaskan pemenuhan gizi seimbang pada ibu hamil & Balita
• Melakukan aksi-aksi peduli gizi ibu hamil dan Balita (Ta’awun sosial)
Muqadimah
Masih ingat dengan seruan “Dua Anak Cukup” yang jadi motto program Keluarga
Berencana (KB) sejak akhir tahun 70-an? Motto ini sangat membekas di benak
masyarakat Indonesia meski kampanyenya itu sendiri sempat meredup setelah era
reformasi. Lantas setelah era reformasi, motto tersebut mengalami pergeseran dan
berubah menjadi “Dua Anak Lebih Baik’.
Nah berhubung saat ini pemerintah berwacana untuk kembali menggalakkan kembali
program KB, yuk kita cari tahu dulu tentang maksud dari program tersebut
beserta tujuan dan manfaat keluarga berencana dari kacamata medis.
(2) ApaTujuanProgramKeluargaBerencana?
Jawaban : Tujuan dilaksanakan program KB adalah untuk membentuk keluarga kecil
sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan
kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Selain itu juga bertujuan untuk mencegah terjadinya pernikahan di usia dini.
Menekan angka kematian ibu dan bayi akibat hamil di usia yang terlalu muda atau
terlalu tua, atau akibat penyakit sistem reproduksi. Menekan jumlah penduduk serta
menyeimbangkan jumlah kebutuhan dengan jumlah penduduk di Indonesia.
(3) Wujud bahwa masyarakat telah mendukung adanya program KB itu
apa?
Jawaban :
Salah satu wujud bahwa masyarakat mendukung program Keluarga Berencana adalah
pemakaian alat kontrasepsi untuk menunda/mencegah kehamilan. Berikut pilihan
beberapa alat kontrasepsi:
Alkon yg MKJP adalah
IUD
KB implan/susuk
vasektomi dan tubektomi (KB permanen)
Alko yg Non MKJP adalah
Suntik
Pil
Kondom
Alahmadulillah di Kab Jombang, jumlah peserta KB Aktif s/d Bln September 22021 yg
menggunakan alkon :
1. IUD sebanyak 19.605 akseptor atau sebesar 10,61 %
2. MOW sebanyak 11.926 akseptor atau sebesar 6,45 %
3. MOP sebanyak 432 akseptor atau sebesar 0,23 %
4. Imlpant sebanyak 20.036 akseptor atau sebesar 20,04 %
Jadi jumlah yg ikut Alkon MKJP sebanyak 51.999 akseptor atau sebesar 28,14 %.
PUS yg menggunakan Alkon Non MKJP adalah
1. Suntik 96.114 akseptor atau sebesar 52,02 %
2. Pil sebanyak 31.957 akseptor atau sebesar 61,46 %
3. Kondom sebanyak 4.690 akseptor atau sebesar 2,54 %
Total MKJP dan Non MKJP sebanyak 184.760 akseptor. Jadi kesimpulannya
obat dan alat kontrasepsi yang diminati oelh Pasangan Usia Subur yang ada di Kab.
Jombang adalah Suntik KB dan Pil KB. Namun demikian, harapan pemerintah, agar
PUS yang masih menggunakan alat kontrasepsi Non MKJP bersedia konversi/ganti
cara dengan mengguinakan Akljon MKJP.
(4) Selain tujuan adakah manfaat yang bisa didapatkan dari mengikuti
program KB…?
Jawaban :
Ada segudang manfaat program keluarga berencana ini baik untuk ibu, ayah, bahkan
anak-anak lainnya yang sudah lahir.
Untuk mendapatkan manfaat dari keluarga berencana, tentunya kita harus
menggunakan alat kontrasepsi dulu ya.
Adapun Manfaat dari pengunaan Alat Kontrasepsi / Keluarga Berencana
1. Menurunkan Risiko Kanker pada Ibu
Dengan menjadi peserta program keluarga berencana tentunya para ibu
menggunakan alat kontrasepsi hormonal. Manfaat alat kontrasepsi hormonal ini
dapat membantu menurunkan risiko timbulnya kanker pada sistem reproduksi.
Dalam hal ini, kanker yang dapat diatasi yakni kanker indung telur (ovarium) juga
kanker dinding rahim (endometrium).
2. Menurunkan Risiko Kehamilan
Manfaat program keluarga berencana selanjutnya dapat berfungsi menurunkan
risiko kehamilan yang tidak diinginkan. Dengan menggunakan alat kontrasepsi
juga tentunya dapat mencegah kehamilan pada usia yang terlalu muda maupun
terlalu tua. Bila seorang ibu yang belum menopause melakukan hubungan suami
istri tanpa alat kontrasepsi ada kemungkinan terjadi kehamilan. Tetapi,
mengandung dan melahirkan di atas usia 35 tahun tentu sangat berisiko dan
dapat menyebabkan kematian.
3. Menjaga Kesehatan Mental
Depresi yang dialami oleh ibu usai melahirkan atau kerap disebut baby
blues ini sering terjadi karena dianggap belum siap merawat anak yang dilahirkan.
Selain itu depresi juga dapat terjadi pada ayah karena tidak siap secara fisik
maupun mental.
Umumnya ini terjadi karena jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan
belum memiliki rencana yang matang. Oleh sebab itu, program keluarga
berencana umumnya digunakan untuk mengatur jarak kelahiran anak agar orang
tua dapat merencanakan kehamilan dan merawat anak yang lahir agar tumbuh
dengan baik.
4. Tidak Mengganggu Tumbuh Kembang Anak
Banyak orang yang abai soal jarak kelahiran anak pada suatu keluarga.
Jika anak belum satu tahun sudah memiliki adik, tentunya tumbuh kembang anak
akan terganggu. Bila sudah begitu, air susu ibu (ASI) untuk anak tidak bisa penuh
sampai 2 tahun, sehingga kemungkinan mengalami gangguan kesehatan.
Manfaat keluarga berencana yang satu ini pun dianggap tidak begitu
berpengaruh oleh sebagian keluarga. Padahal, bila orang tua memiliki dua anak
yang masih kecil juga akan mengalami kesulitan membagi waktu dan perhatian
untuk keduanya.
Nah, itu dia ulasan mengenai tujuan dan manfaat keluarga berencana. Jika
ingin keluarga sehat dan sejahtera sebaiknya ikut program keluarga berencana.
Selain bisa memperbaiki kesehatan fisik dan mental, seluruh anggota keluarga
juga memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik.
Terkait dengan pemberian ASI ada ketentuan yg telah dijelaskan dalam Al
Qur’an. Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 233.
Yang Artinya :
Dan ibu2 hendaklah menyusui anak2nya selama 2 tahun penuh, bagi yg ingin
menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan
pakaian mereka dgn cara yg patut…
Melalui ayat tsb, Allah berfirman bahwa setiap ibu menyusui dianjurkan
memberikan ASI hingga bayi berusia 2 tahun. Pentingnya menyusui terbukti
dengan ayat dalam Al Quran tsb. Allah SWT scr langsung memerintahkan semua
ibu di dunia untuk memberi anak mereka makanan terbaik, yg datang langsung
dari payudara mereka.
Aktifitas menyusui sangat dianjurkan dalam Islam. Rasulullah dalam byk sabdanya
juga mengingatkan tentang pentingnya menyusui.
Bagi ibu yg menyusui anak2nya, Allah menjanjikannya jauh dari siksa
neraka. Ini seperti penegasan Rasulullah dalam HR Ibnu Hibban, ‘Kemudian
malalikat itu mengajakku melajutkan perjalanan, tiba2 aku melihat bbrp wanita yg
payudaranya dicabik2 ular yg ganas. Aku bertanya : Mengapa mereka? Malaikat
itu menjawab : Mrk adalah para wanita yg tdk mau menyusui anak2nya (tanpa
alasan syar’i).
Memberi ASI bagi sang buah hati membawa pahala bagi sang ibu.
Rasulullah SAW bersabda, ‘Ketika seorang wanita menyusui anaknya, Allah
membalas setiap isapan air susu yg diisap anak dgn pahala memerdekakan
seorang budak dari keturunan Nabi Ismail, dan manakala wanita itu selesai
menyusui anaknya, malaikat-pun meletakkan tangannya ke atas sisi wanita itu
seraya berkata, ‘Mulailah hidup dari baru, karena Allah telah mengampuni semua
dosa2mu.
Sementara itu, Ali bin Abi Thalib pernah berkata, ‘Tidak ada satu-pun susu
yg lebih bermanfaat dan lebih sesuai bagi anak dari ASI’.
(6) Untuk menghindari resiko 4 Terlalu, apa yang harus kita lakukan ?
Jawaban :
Ayo kita hindari risiko 4 Terlalu sebagai salah satu upaya menyelamatkan ibu dan
bayi, dengan cara :
1. Merencanakan kehamilan di usia yang sehat yaitu antara usia 21 – 35 tahun.
2. Rencanakan jarak kelahiran yang cukup yaitu minimal 3 tahun.
3. Rencanakan jumlah anak ideal yakni 2 anak.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
dr. H. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) pernah menyampaikan bahwa spacing atau jarak
kehamilan sangat berkorelasi dengan stunting. Menurutnya, jumlah kelahiran di
Indonesia mendekati angka 5 juta setiap tahunnya dan 90 persen kelahiran ada di
fasilitas kesehatan. Walau demikian, kontrasepsi pasca persalinan masih sangat
sedikit sehingga jarak kehamilan (spacing/ birth to birth interval) terlalu dekat.
“Mereka yang melakukan kontrasepsi pasca persalinan masih sangat sedikit.
Banyak di antara mereka yang terlena dan kemudian hamil di luar rencana sehingga
jarak kehamilannya terlalu dekat. “Itu pula lah yang membuat angka stunting
meningkat karena stunting juga sangat berkorelasi dengan spacing atau jarak
kehamilan maupun jarak kelahiran.
Mengingat jarak kehamilan sangat berpengaruh pada angka stunting, maka
bukan berlebihan jika kami dari Dinas PPKB,PPPA Kab Jombang mengajak ibu-ibu
yang baru melahirkan untuk menggunakan obat/alat kontrasepsi. Dinas PPKB,PPPA
Kab Jombang telah memberikan sarana dalam bentuk obat/alat kontrasepsi yang
bisa diberikan secara gratis kepada mereka yang memerlukan.
Kedua, perbaikan status gizi masyarakat dengan meningkatkan: (a) asupan zat gizi makro
(karbohidrat, protein, dan lemak) dan zat gizi mikro (kapsul Vitamin A, zat besi (Fe),
garam beryodium, dan zat gizi mikro lainnya) untuk memenuhi angka kecukupan gizi;
(b) survailans pangan dan gizi; (c) pengetahuan masyarakat tentang pola hidup sehat dan
penerapan gizi seimbang; (d) pemberian ASI eksklusif sampai enam bulan; (e)
pemberian Makanan Pendamping ASI (MP‐ASI) mulai dari bayi usia 6−24 bulan
dan makanan bagi ibu hamil KEK; (f) pemantauan
pertumbuhan bayi dengan prioritas usia dua tahun pertama; (g) kegiatan gizi berbasis masyarakat
melalui posyandu dan keluarga sadar gizi; (h) fortifikasi; (i) pemberian makanan pemulihan bali
ta gizi‐kurang; (j) penanggulangan gizi darurat; (k) tatalaksana penanganan gizi buruk
anak balita (0−59 bulan); dan (l) peningkatan jumlah, kualitas, dan penyebaran tenaga
gizi. Penanganan masalah gizi memerlukan upaya komprehensif dan terkoordinasi, dari
mulai proses produksi pangan, pengolahan, distribusi, hingga konsumsi yang cukup nilai
gizinya dan aman dikonsumsi. Oleh karena itu, kerjasama lintas bidang dan lintas
program terutama pertanian, perdagangan, perindustrian, transportasi, pendidikan, agama,
kependudukan, perlindungan anak, ekonomi,
kesehatan, pengawasan pangan dan budaya sangat penting dalam rangka sinkronisasi dan integra
si kebijakan perbaikan status gizi masyarakat.
Oleh karena itu, penting bagi setiap wanita dan pria Indonesia
untuk mengetahui tentang manfaat kontrasepsi dan
pentingnya merencanakan kehamilan sebelum memutuskan
untuk berhubungan seksual.
Kondom
Pil KB
IUD
Suntik
KB implan/susuk
vasektomi dan tubektomi (KB permanen)
Oleh karena itu, penting bagi setiap wanita dan pria Indonesia
untuk mengetahui tentang manfaat kontrasepsi dan
pentingnya merencanakan kehamilan sebelum memutuskan
untuk berhubungan seksual.
Pada tahun 1952 Margareth Sanger meresmikan berdirinya International Planned Parenthood
Federation (IPPF). Sejak saat itu berdirilah perkumpulan-perkumpulan keluarga berencana di
seluruh dunia, termasuk di Indonesia, yang merupakan cabang-cabang IPPF tersebut.
PERKEMBANGAN ORGANISASI BKKBN
Secara historis, organisasi BKKBN dimulai dari suatu organisasi yang murni berstatus
swasta pada tahun 1957, kemudian menjadi organisasi semi pemerintah tahun 1968. Pada
tahun 1970 menjadi organisasi resmi pemerintah sebagai pelaksana dan pengelola program
KB nasional sampai dengan saat ini. Berikut ini digambarkan secara ringkas perkembangan
organisasi BKKBN.
LKBN dibentuk dengan tugas mencakup dua hal, yakni melembagakan KB dan mengelola
segala jenis bantuan untuk KB. Setahun LKBN berdiri, proses pengenalan KB kepada
masyarakat berlangsung memuaskan dan tidak menghadapi tantangan yang berarti,
sehingga pemerintah memutuskan mengambil alih menjadi program pemerintah dan
menetapkan program KB nasional merupakan bagian integral dari program pembangunan
nasional dan masuk dalam program pembangunan lima tahunan.
Dalam Keppres ini BKKBN menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen yang
berkedudukan langsung di bawah presiden dengan fungsi membantu presiden dalam
menetapkan kebijaksanaan pemerintah di bidang program KB nasional dan
mengkoordinasikan pelaksanaan program KB nasional.
Penanggung jawab umum penyelenggaraan program KB nasional berada di tangan presiden,
sedangkan Ketua BKKBN bertanggung jawab langsung kepada presiden.
Dalam Keppres ini, wilayah program diperluas dengan sepuluh provinsi di luar Jawa Bali I
yakni : DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan
Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat.
Disamping itu, Keppres ini menyatakan bahwa Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I dan
Bupati/Walikota Kepala Daerah Tingkat II adalah Penanggung Jawab Umum penyelenggaraan
program KB nasional di daerahnya masing-masing.
Dalam GBHN 1983 dirumuskan bahwa program KB nasional bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera, dengan
cara mengendalikan kelahiran untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk Indonesia.
Untuk dapat melaksanakan tugas yang telah dirumuskan di dalam GBHN 1983 dilakukan
penyempurnaan kembali organisasi BKKBN dengan Keputusan Presiden RI Nomor 64 Tahun
1983. Keppres ini dilkitasi pula pertimbangan bahwa penyelenggaraan program KB nasional
sebagai bagian integral pembangunan nasional, perlu ditingkatkan dengan jalan lebih
memanfaatkan dan memperluas kemampuan fasilitas dan sumber daya yang tersedia dan
untuk lebih menjamin tingkat kesejahteraan rakyat yang memadai, dengan mempercepat
penurunan kelahiran.
Untuk mempercepat terwujudnya keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera dipkitang perlu
lebih meningkatkan peran serta semua pihak, pemerintah dan masyarakat secara
terkoordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam pelaksanaan gerakan KB nasional dan
pembangunan keluarga sejahtera, menjadi dasar pertimbangan terbitnya Keputusan Presiden
RI Nomor 109 Tahun 1993.
Seiring dengan perkembangan program KB, pembangunan nasional, era reformasi dan
globalisasi, diperlukan penyempurnaan kembali organisasi BKKBN dengan Keputusan
Presiden RI Nomor 20 Tahun 2000 yang sudah menampung perubahan program atau
substansi dalam Era Baru Program KB Nasional.
Dasar Pertimbangan keluarnya Keppres ini adalah untuk mempercepat terwujudnya keluarga
berkualitas, maju, mandiri dan sejahtera, dipkitang perlu untuk meningkatkan peran serta
semua pihak secara terkoordinasi, terintegrasi dan tersinkronisasi dalam program KB
nasional dan pembangunan KS serta pemberdayaan perempuan.
Status BKKBN dalam Keppres ini merupakan lembaga pemerintah non departemen yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden dan dipimpin
oleh seorang kepala yang dijabat oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan.
9. BKKBN Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 103 Tahun 2001 yang diikuti dengan
Keputusan Presiden RI Nomor 110 Tahun 2001.
Dalam Keppres ini dikukuhkan kembali bahwa BKKBN tetap mempunyai tugas melaksanakan
tugas pemerintah di bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BKKBN sebagai lembaga non departemen dipimpin oleh seorang kepala dan berada di bawah
dan bertanggung jawab langsung kepada presiden melalui koordinasi Menteri Kesehatan RI.
Berdasarkan Keppres ini, maka sebagian kewenangan BKKBN telah diserahkan kepada
pemerintah kabupaten/kota. Demikian pula kelembagaan BKKBN kabupaten/kota telah
diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota per-Januari 2004. Dengan diserahkannya
kelembagaan ini, maka lembaga yang menangani program KB di kabupaten/kota bentuknya
bervariasi, ada yang berbentuk dinas/badan merger, ada yang berbentuk kantor KB.
sumber : http://bali.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm.aspx?
ID=220&ContentTypeId=0x01003DCABABC04B7084595DA364423DE7897
TENTANG
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan dengan
jumlah, struktur, pertumbuhan, persebaran, mobilitas,
penyebaran, kualitas, dan kondisi kesejahteraan yang
menyangkut politik, ekonomi, sosial budaya, agama serta
lingkungan penduduk setempat.
2. Perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga
adalah upaya terencana untuk mewujudkan penduduk
tumbuh seimbang dan mengembangkan kualitas penduduk
pada seluruh dimensi penduduk.
3. Perkembangan Kependudukan adalah kondisi yang
berhubungan dengan perubahan keadaan kependudukan
yang dapat berpengaruh dan dipengaruhi oleh keberhasilan
pembangunan berkelanjutan.
4. Pembangunan keluarga adalah upaya mewujudkan keluarga
berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat.
5. Kuantitas penduduk adalah jumlah penduduk akibat dari
perbedaan antara jumlah penduduk lahir, mati, dan
mobilitas penduduk.
6. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri
dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah
dan anaknya, atau ibu dan anaknya.
7. Keluarga berkualitas adalah keluarga yang dibentuk
berdasarkan atas perkawinan yang sah, dan bercirikan
sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang
ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
8. Keluarga Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak,
jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan,
melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan
hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang
berkualitas.
9. Penyelenggaraan Program Keluarga Berencana adalah
proses, cara, dan tindakan untuk melaksanakan program
Keluarga Berencana oleh pemerintah dan pemerintah
daerah.
10. Ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi
keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta
mengandung kemampuan fisik-materiil guna hidup mandiri
dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup
harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan dan
kebahagiaan lahir dan batin.
11. Norma Keluarga Kecil, Bahagia, dan Sejahtera yang
selanjutnya disingkat NKKBS adalah suatu nilai yang sesuai
dengan nilai-nilai agama dan sosial budaya yang
membudaya dalam diri pribadi, keluarga, dan masyarakat,
yang berorientasi kepada kehidupan sejahtera dengan
jumlah anak ideal untuk mewujudkan kesejahteraan lahir
dan kebahagiaan batin.
12. Advokasi adalah suatu bentuk rangkaian komunikasi
strategis yang dirancang secara sistematis dan dilaksanakan
dalam kurun waktu tertentu baik oleh individu ataupun
kelompok dengan maksud agar pembuat keputusan
membuat, merubah atau memperbaiki suatu kebijakan
publik sehingga menguntungkan bagi kelompok masyarakat
banyak dan masyarakat marjinal.
13. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi yang selanjutnya
disingkat KIE adalah kegiatan komunikasi untuk
meningkatkan pengetahuan serta memperbaiki sikap dan
perilaku keluarga, masyarakat dan penduduk dalam
Program Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
14. Pengaturan Kehamilan adalah upaya untuk membantu
pasangan suami istri untuk membantu pasangan dalam
mengambil keputusan tentang usia ideal untuk melahirkan,
jumlah ideal anak, dan jarak ideal kelahiran anak
15. Kader Keluarga Berencana yang selanjutnya disebut Kader
adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh dan dari
masyarakat untuk membantu menyelenggarakan program
kependudukan dan Keluarga Berencana di masyarakat.
16. Sistem Informasi Keluarga adalah seperangkat tatanan yang
meliputi data, informasi, indikator, prosedur, perangkat,
teknologi, dan sumber daya manusia yang saling berkaitan
dan dikelola secara terpadu untuk mengarahkan tindakan
atau keputusan yang berguna dalam mendukung
pembangunan keluarga.
17. Pendataan keluarga adalah tata cara pengumpulan,
pengolahan, penyajian, dan pemanfaatan data demografi,
data Keluarga Berencana, data keluarga sejahtera, dan data
anggota keluarga yang dilakukan oleh Pemerintah dan
Pemerintah Daerah bersama masyarakat secara serentak
setiap 5 (lima) tahun dan data yang dihasilkan akurat, valid,
relevan, dan dapat dipertanggungjawabkan.
18. Pencatatan dan Pelaporan Program Kependudukan dan
Keluarga adalah tata cara pencatatan dan pelaporan
program pengendalian penduduk dan Keluarga Berencana.
19. Data dan Informasi Keluarga adalah data dan informasi hasil
pengumpulan, pengolahan, dan penyajian serta
penyebarluasan data berdasarkan pendataan keluarga.
20. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah,
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
21. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan.
22. Kepala Badan adalah kepala badan yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pengendalian penduduk dan
Keluarga Berencana.
23. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota
dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintah daerah.
Pasal 2
Pengaturan Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga
dimaksudkan untuk mewujudkan konsistensi kebijakan
nasional, provinsi dan kabupaten/kota dengan tujuan:
a. mewujudkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
antara kuantitas, kualitas, dan persebaran penduduk
dengan lingkungan hidup;
b. meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa
aman, tentram, dan harapan masa depan yang lebih baik
dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan
batin dengan melembagakan dan membudayakan norma
keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera;
c. meningkatkan upaya mengatur kelahiran anak, jarak, usia
ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi,
perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi
untuk mewujudkan keluarga berkualitas; dan
d. menyediakan Data dan Informasi Keluarga untuk digunakan
oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai dasar
penetapan kebijakan, penyelenggaraan, dan pembangunan.
Pasal 3
Ruang lingkup Peraturan Pemerintah ini meliputi tugas dan
tanggung jawab Pemerintah dalam perkembangan
kependudukan dan pembangunan keluarga, kebijakan Keluarga
Berencana, penyelenggaraan Sistem Informasi Keluarga,
pemantauan dan pelaporan, pembinaan dan pengawasan, dan
pendanaan.
BAB II
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH
Bagian Kesatu
Penetapan Kebijakan Nasional
Pasal 4
Pemerintah menetapkan kebijakan nasional perkembangan
kependudukan dan pembangunan keluarga sebagai bagian dari
rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan
jangka menengah, dan rencana kerja pemerintah.
Pasal 5
Kebijakan nasional perkembangan kependudukan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 diarahkan untuk:
a. menjamin tercapainya kondisi bonus demografi;
b. meningkatkan kualitas penduduk untuk memanfaatkan
bonus demografi;
c. memberdayakan penerapan fungsi-fungsi keluarga; dan
d. memperkuat semangat gotong royong berbasis keluarga.
Pasal 6
Kebijakan nasional pembangunan keluarga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 diarahkan untuk:
a. melembagakan dan membudayakan NKKBS;
b. memberdayakan fungsi keluarga;
c. memandirikan keluarga;
d. memberdayakan kearifan lokal;
e. meningkatkan kualitas seluruh siklus hidup;
f. memenuhi kebutuhan dasar masyarakat; dan
g. memberdayakan peran serta masyarakat.
Pasal 7
(1) Kebijakan nasional pembangunan keluarga dimaksudkan
untuk memberdayakan keluarga agar dapat melaksanakan
fungsi keluarga secara optimal.
(2) Fungsi keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. fungsi keagamaan;
b. fungsi sosial budaya;
c. fungsi cinta kasih;
d. fungsi perlindungan;
e. fungsi reproduksi;
f. fungsi sosialisasi dan pendidikan;
g. fungsi ekonomi; dan
h. fungsi pembinaan lingkungan.
Pasal 8
(1) Penetapan kebijakan nasional perkembangan kependudukan
harus memperhatikan:
a. pengendalian kuantitas penduduk;
b. pengembangan kualitas penduduk; dan
c. pengarahan mobilitas penduduk.
(2) Pengendalian kuantitas penduduk sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dilaksanakan melalui sinkronisasi
kebijakan kependudukan di tingkat nasional dan daerah.
(3) Sinkronisasi kebijakan pengendalian kuantitas penduduk
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhubungan dengan:
a. penetapan perkiraan jumlah, struktur, dan komposisi
penduduk;
b. penurunan laju pertumbuhan penduduk; dan
c. persebaran penduduk.
(4) Pengembangan kualitas penduduk dan pengarahan
mobilitas penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dan huruf c dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 9
Dalam rangka pelaksanaan sinkronisasi kebijakan pengendalian
kuantitas penduduk, Pemerintah Daerah Provinsi dapat
menetapkan kebijakan dengan mengacu dan berpedoman
kepada kebijakan Pemerintah.
Pasal 10
Dalam rangka pelaksanaan sinkronisasi kebijakan pengendalian
kuantitas penduduk, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat
menetapkan kebijakan dengan mengacu dan berpedoman
kepada kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah Provinsi.
Pasal 11
(1) Dalam rangka pelaksanaan sinkronisasi kebijakan
pengendalian kuantitas penduduk, Pemerintah menetapkan
program dan kegiatan penyelenggaraan pengendalian
kuantitas penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat ( 1) huruf a sebagai berikut:
a. perencanaan kependudukan;
b. penyediaan parameter kependudukan;
c. analisis dampak kependudukan;
d. kerja sama pendidikan kependudukan; dan
e. penanganan isu-isu kependudukan di daerah provinsi
dan kabupaten/kota.
(2) Penyelenggaraan pengendalian kuantitas penduduk
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan
melalui:
a. pengendalian kelahiran;
b. penurunan angka kematian; dan
c. pengarahan mobilitas penduduk.
(3) Penyelenggaraan pengendalian kelahiran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a, bertujuan untuk
melembagakan dan membudayakan NKKBS melalui
Penyelenggaraan Program Keluarga Berencana.
Pasal 12
Pemerintah dalam memberikan pembinaan dan pemenuhan
pelayanan dasar dalam perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga, Keluarga Berencana, Sistem Informasi
Keluarga pada masyarakat melalui KIE, serta penyediaan
prasarana bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Provinsi,
dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 13
Penurunan angka kematian dan pengarahan mobilitas
penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf
b dan huruf c dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Kedua
Penetapan Pedoman
Pasal 14
(1) Pemerintah menetapkan pedoman penyelenggaraan
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga
meliputi:
a. perencanaan kependudukan dan/atau penyediaan
parameter;
b. analisis dampak kependudukan;
c. kerja sama pendidikan kependudukan;
d. penanganan isu-isu kependudukan;
e. penyelenggaraan Keluarga Berencana; dan
f. pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyelenggaraan
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Presiden.
Bagian Ketiga
Pembinaan, Bimbingan, Supervisi, dan Fasilitasi
Pasal 15
Pemerintah dalam melakukan pembinaan, bimbingan, supervisi,
dan fasilitasi penyelenggaraan perkembangan kependudukan
dan pembangunan keluarga berkoordinasi dengan Pemerintah
Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota.
Bagian Keempat
Pasal 16
Pemerintah dalam melakukan sosialisasi, advokasi, dan
koordinasi melalui peningkatan akses dan kualitas
penyelenggaraan perkembangan kependudukan, pembangunan
keluarga, dan pelayanan Keluarga Berencana berkoordinasi
dengan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
Pasal 17
(1) Dalam rangka meningkatkan akses dan kualitas
penyelenggaraan perkembangan kependudukan,
pembangunan keluarga dan pelayanan Keluarga Berencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pemerintah dan
Pemerintah Daerah:
a. menyediakan sarana dan prasarana perkembangan
kependudukan, pembangunan keluarga dan pelayanan
Keluarga Berencana;
b. memberikan pengayoman; dan
c. memberikan rujukan bagi peserta Keluarga Berencana
yang membutuhkan.
(2) Penyediaan sarana dan prasarana penyelenggaraan
perkembangan kependudukan, pembangunan keluarga dan
pelayanan Keluarga Berencana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. KIE;
b. alat dan obat kontrasepsi; dan
c. Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan Keluarga
Berencana.
BAB III
KEBIJAKAN KELUARGA BERENCANA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 18
(1) Kebijakan Keluarga Berencana bertujuan untuk:
a. mengatur kehamilan yang diinginkan;
b. menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu,
bayi, dan anak;
c. meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan,
konseling, dan pelayanan Keluarga Berencana dan
kesehatan reproduksi;
d. meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam
praktek Keluarga Berencana; dan
e. mempromosikan penyusuan bayi sebagai upaya untuk
menjarangkan jarak kehamilan.
(2) Kebijakan Keluarga Berencana dilakukan melalui upaya:
a. peningkatan keterpaduan dan peran serta masyarakat;
b. pembinaan keluarga; dan
c. pengaturan kehamilan dengan memperhatikan agama,
kondisi perkembangan sosial ekonomi dan budaya, serta
tata nilai yang hidup dalam masyarakat.
(3) Upaya kebijakan Keluarga Berencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disertai dengan KIE.
Pasal 19
(1) Upaya Keluarga Berencana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (2) dilakukan melalui:
a. promosi;
b. perlindungan; dan/atau
c. bantuan sesuai dengan hak reproduksi.
(2) Upaya Keluarga Berencana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan oleh tenaga kesehatan dan/ atau
tenaga lain yang terlatih.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya Keluarga Berencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Kepala Badan.
Bagian Kedua
Pasal 20
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyelenggarakan
upaya kebijakan Keluarga Berencana secara menyeluruh
dan terpadu.
(2) Penyelenggaraan upaya kebijakan Keluarga Berencana
secara menyeluruh dan terpadu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan secara koordinatif antar
kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian.
(3) Dalam menyelenggarakan upaya kebijakan Keluarga
Berencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
dan Pemerintah Daerah dapat melibatkan peran serta
masyarakat.
(4) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) paling sedikit berupa:
a. penyuluhan Keluarga Berencana; dan
b. pembinaan kepesertaan Keluarga Berencana.
Bagian Ketiga
Pembinaan Keluarga
Pasal 21
(1) Pembinaan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (2) huruf b, dilaksanakan dalam rangka mendukung:
a. pengembangan ketahanan dan kesejahteraan keluarga;
dan
b. pelaksanaan fungsi keluarga.
(2) Pembinaan keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disertai dengan:
a. KIE;
b. penyediaan sarana dan prasarana; dan
c. upaya pembinaan lainnya.
Pasal 22
Pengembangan ketahanan dan kesejahteraan keluarga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a
dilakukan dengan cara membentuk dan mengembangkan:
a. pembinaan keluarga balita dan anak;
b. pembinaan ketahanan keluarga remaja dan pembinaan
Pusat lnformasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi
Remaja/ Mahasiswa;
c. pembinaan ketahanan keluarga lansia; dan
d. pemberdayaan ekonomi keluarga.
Bagian Keempat
Pengaturan Kehamilan
Pasal 23
Pengaturan Kehamilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (2) huruf c, ditujukan untuk mewujudkan keluarga kecil,
bahagia, dan sejahtera menuju NKKBS dengan
menyelenggarakan Keluarga Berencana.
Pasal 24
(1) Penyelenggaraan Keluarga Berencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 19 dilaksanakan
dengan upaya peningkatan kepedulian dan peran serta
masyarakat melalui:
a. pendewasaan usia perkawinan;
b. pengaturan kehamilan yang diinginkan;
c. pembinaan kesertaan Keluarga Berencana; dan
d. peningkatan kesejahteraan keluarga.
(2) Upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan kepada
tumbuh kembang kesadaran, kemauan, dan kemampuan
keluarga secara mandiri dalam membangun keluarga kecil,
bahagia, dan sejahtera.
Pasal 25
(1) Pendewasaan usia perkawinan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a diselenggarakan dalam
rangka pembudayaan sikap dan perilaku masyarakat untuk
melaksanakan perkawinan dalam usia ideal perkawinan.
(2) Usia ideal perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipertimbangkan dengan memperhatikan faktor faktor
antara lain:
a. kesiapan fisik dan mental seseorang dalam membentuk
keluarga;
b. kemandirian sikap dan kedewasaan perilaku seseorang;
c. derajat kesehatan termasuk reproduksi sehat;
d. pengetahuan tentang perencanaan keluarga sejahtera;
dan
e. peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 26
(1) Pengaturan kehamilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 ayat (1) huruf b diselenggarakan dalam rangka
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menunda
kehamilan anak pertama sampai pada usia ideal melahirkan
dan mengatur jarak kelahiran.
(2) Usia ideal melahirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah usia yang ditentukan atau dipengaruhi oleh faktor-
faktor:
a. risiko akibat melahirkan;
b. kemampuan tentang perawatan kehamilan, pasca
persalinan, dan masa di luar kehamilan dan persalinan;
c. derajat kesehatan reproduksi sehat; dan/atau
d. kematangan mental, sosial, dan ekonomi dalam keluarga.
Pasal 27
(1) Menunda kehamilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (1) dilaksanakan dalam rangka perencanaan jumlah
dan jarak antara kelahiran anak yang dilakukan sendiri oleh
pasangan suami istri atas dasar kesadaran dan
kesukarelaan.
(2) Menunda kehamilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan menggunakan alat, obat dan/atau cara
kontrasepsi yang dapat diterima pasangan suami istri sesuai
dengan pilihannya.
(3) Jenis alat, obat dan/atau cara kontrasepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan memperhatikan:
a. daya guna dan hasil guna;
b. risiko terhadap kesehatan; dan
c. nilai agama dan nilai yang hidup dalam masyarakat.
Pasal 28
(1) Penggunaan alat, obat, dan/atau cara kontrasepsi dilakukan
dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi
agama, norma budaya, etika, serta segi kesehatan.
(2) Penggunaan alat, obat, dan/atau cara kontrasepsi yang
menimbulkan risiko terhadap kesehatan hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang
berdasarkan stkitar.
Pasal 29
(1) Penyampaian informasi dan/atau peragaan alat, obat, dan/
atau cara kontrasepsi hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan dan tenaga lain yang terlatih, serta dilaksanakan
di tempat dan dengan cara yang layak.
(2) Penentuan tempat dan cara yang Iayak untuk
mempertunjukkan dan memperagakan alat, obat, dan/atau
cara kontrasepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan dengan memperhatikan sasaran, norma agama,
etik, dan sosial budaya masyarakat.
Pasal 30
Pelayanan obat, alat, dan/atau cara kontrasepsi untuk
pasangan suami istri, dilakukan oleh tenaga kesehatan dan/
atau tenaga lain yang terlatih sesuai dengan kewenangannya, di
fasilitas pelayanan kesehatan atau sarana lain yang ditetapkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 31
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota menetapkan kebijakan pengadaan
dan penyebaran alat serta obat kontrasepsi, meliputi
kegiatan perencanaan kebutuhan, penyediaan, dan
penyebaran.
(2) Pengadaan alat dan obat kontrasepsi dilaksanakan dengan
memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan,
penyediaan, dan keinginan masyarakat.
(3) Penyebaran alat dan obat kontrasepsi dilaksanakan dengan
memperhitungkan:
a. jarak antarwilayah;
b. letak geografis;
c. kebutuhan masyarakat; dan
d. pemerataan pelayanan.
Bagian Kelima
Pasal 32
(1) KIE bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap,
dan perilaku masyarakat dalam rangka mendukung
penyelenggaraan Keluarga Berencana.
(2) Sasaran pelaksanaan KIE sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. individu;
b. sekelompok orang; dan
c. masyarakat umum.
Pasal 33
(1) KIE dilakukan melalui penyampaian informasi dan/atau
peragaan alat, obat, dan/atau cara kontrasepsi.
(2) KIE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di
tempat dan dengan cara yang layak oleh:
a. tenaga kesehatan;
b. penyuluh Keluarga Berencana;
c. petugas lapangan Keluarga Berencana; dan
d. tenaga lain yang terlatih.
Pasal 34
Penyelenggaraan KIE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
dilakukan melalui upaya:
a. Advokasi dan penggerakan;
b. konseling;
c. pendampingan; dan
d. pemberdayaan keluarga.
Pasal 35
Advokasi dan penggerakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34 huruf a merupakan upaya pelayanan kepada masyarakat
dalam penyelenggaraan Keluarga Berencana yang dilakukan
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota bersama individu, lembaga swadaya
masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, dan
pihak swasta.
Pasal 36
(1) Pelaksanaan Advokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 ditujukan untuk mendukung kebijakan penyelenggaraan
Keluarga Berencana sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
(2) Sasaran pelaksanaan Advokasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan terhadap pemangku dan/atau penentu
kebijakan nasional dan daerah.
(3) Pelaksanaan penggerakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 dilakukan dalam rangka berpartisipasi dalam
penyelenggaraan Keluarga Berencana melalui:
a. pembimbingan;
b. pembinaan;
c. pengarahan; dan
d. menggerakkan pihak lain.
Pasal 37
(1) Penggerakan penyelenggaraan Keluarga Berencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3)
dilaksanakan melalui mekanisme operasional pelayanan
dasar Program Pengendalian Penduduk dan Keluarga
Berencana.
(2) Mekanisme operasional pelayanan dasar Program
Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. analisis data mikro keluarga;
b. penajaman sasaran pelayanan dasar;
c. penguatan koordinasi antar pihak terkait di setiap
tingkatan;
d. melakukan evaluasi dan rencana tindak lanjut;
e. pembagian peran antar unsur terkait;
f. pelayanan terintegrasi dengan sektor pembangunan lain;
dan
g. pengendalian dan pemantauan.
Pasal 38
Konseling sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf b
dilaksanakan sebelum pelayanan kontrasepsi dan pada saat
pelayanan kontrasepsi.
Pasal 39
Pendampingan dan pemberdayaan keluarga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 huruf c dan huruf d dilaksanakan
kepada keluarga tertentu.
BAB IV
PENYELENGGARAAN SISTEM INFORMASI KELUARGA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 40
(1) Dalam rangka mendukung penyelenggaraan perkembangan
kependudukan, pembangunan keluarga, dan Keluarga
Berencana diperlukan Data dan Informasi keluarga yang
dikelola dalam Sistem Informasi Keluarga.
(2) Penyelenggaraan Sistem Informasi Keluarga harus
dilaksanakan secara bersinergi dengan sistem informasi
kependudukan.
(3) Sistem informasi kependudukan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 41
(1) Penyelenggaraan Sistem Informasi Keluarga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39 bertujuan menyediakan Data dan
Informasi Keluarga melalui pendataan keluarga, untuk
dapat digunakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah
sebagai dasar penetapan kebijakan, penyelenggaraan
perkembangan kependudukan, pembangunan keluarga,
Keluarga Berencana, dan pembangunan lain.
(2) Data dan Informasi Keluarga sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus terinci dan terklasifikasi.
Bagian Kedua
Data Keluarga
Pasal 42
(1) Data keluarga terdiri atas:
a. data rutin; dan
b. data nonrutin.
(2) Data rutin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dikumpulkan secara berkala sesuai dengan jangka waktu
yang telah ditetapkan.
(3) Data nonrutin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dikumpulkan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan dan
prioritas pembangunan keluarga yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
(4) Data nonrutin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri
atas:
a. data khusus; dan
b. data luar biasa.
Pasal 43
Data keluarga harus terbuka untuk diakses oleh unit kerja
instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang mengelola
Sistem Informasi Keluarga sesuai dengan kewenangan masing-
masing.
Pasal 44
Data keluarga harus memenuhi stkitar, yang meliputi:
a. data sesuai dengan Indikator Keluarga Sejahtera;
b. jenis, sifat, format, basis data, kodefikasi, dan metadata
yang dapat dengan mudah diintegrasikan;
c. akurat, jelas, dan dapat dipertanggungjawabkan; dan
d. mampu rekam pada alat/sarana pencatatan, pengumpulan,
pengolahan, penyajian, pemanfaatan dan penyimpanan data
yang kital, aman, serta mudah dioperasikan
Pasal 45
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan stkitar data rutin
dan data nonrutin diatur dengan Peraturan Kepala Badan.
Bagian Ketiga
Informasi Keluarga
Pasal 46
(1) Informasi keluarga meliputi:
a. data demografi;
b. data Keluarga Berencana;
c. data keluarga sejahtera; dan
d. data anggota keluarga.
(2) Data demografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
paling sedikit meliputi:
a. data rumah tangga;
b. data kepala keluarga menurut status perkawinan;
c. data anggota keluarga menurut jenis kelamin; dan
d. data kelompok umur.
(3) Data Keluarga Berencana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b merupakan data hasil pendataan keluarga paling
sedikit meliputi:
a. jumlah pasangan usia subur;
b. jumlah pasangan usia subur yang sedang menjadi peserta
Keluarga Berencana; dan
c. jumlah pasangan usia subur yang tidak menjadi peserta
Keluarga Berencana.
(4) Data Keluarga Sejahtera sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c berdasarkan Indikator Keluarga Sejahtera dengan
variabel paling sedikit meliputi:
a. agama;
b. skitang;
c. pangan;
d. papan;
e. kesehatan;
f. pendidikan;
g. kepesertaan dalam program Keluarga Berencana;
h. tabungan;
i. interaksi dalam keluarga;
j. interaksi dalam lingkungan;
k. informasi; dan
l. peranan dalam masyarakat.
(5) Data anggota keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d paling sedikit meliputi:
a. jumlah jiwa;
b. nama anggota keluarga;
c. alamat tempat tinggal;
d. hubungan dengan kepala keluarga; dan
e. jenis kelamin, tanggal/bulan/tahun kelahiran.
Bagian Keempat
Pasal 47
(1) Data dan lnformasi Keluarga bersumber dari keluarga dan
fasilitas pelayanan kesehatan.
(2) Data dan Informasi Keluarga sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikumpulkan oleh pembantu pembina keluarga
berencana desa, penyuluh Keluarga Berencana dan/atau
petugas lapangan Keluarga Berencana.
Pasal 48
(1) Selain sumber sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat
(1), Data dan lnformasi Keluarga dapat diperoleh dari
institusi Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikumpulkan oleh unit pengelola Sistem Informasi Keluarga.
Pasal 49
Data dan Informasi Keluarga yang bersumber dari keluarga
diperoleh melalui pendataan keluarga dan survei, penelitian,
pelaporan, dan/atau cara lain yang dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 50
Data dan Informasi Keluarga yang bersumber dari fasilitas
pelayanan kesehatan diperoleh dari pencatatan kunjungan dan
pelayanan Keluarga Berencana di fasilitas pelayanan kesehatan
yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 51
Data dan Informasi Keluarga yang telah dikumpulkan wajib
disampaikan kepada unit pengelola Sistem Informasi Keluarga.
Bagian Kelima
Pasal 52
Pengumpulan Data dan Informasi Keluarga dilaksanakan
melalui kegiatan:
a. pendataan Keluarga;
b. pencatatan dan pelaporan rutin pelayanan kontrasepsi;
c. pencatatan dan pelaporan rutin Pengendalian Lapangan
Program Keluarga Berencana;
d. survei dengan menggunakan metode dan perangkat yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah;
e. penelitian dan pengembangan;
f. pemanfaatan teknologi dan sumber lain yang sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dapat
dipertanggungjawabkan; dan
g. kegiatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 53
(1) Pendataan keluarga wajib dilaksanakan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota secara serentak setiap 5 (lima) tahun untuk
mendapatkan data keluarga yang akurat, valid, relevan, dan
dapat dipertanggungjawabkan melalui proses pengumpulan,
pengolahan, penyajian, penyimpanan, serta pemanfaatan
data dan informasi kependudukan dan keluarga.
(2) Pendataan keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup data yang bersifat nasional dan daerah.
(3) Pendataan keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan oleh Kader setempat di bawah pembinaan
penyuluh Keluarga Berencana dan/ atau petugas lapangan
Keluarga Berencana.
(4) Hasil pendataan keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib dilakukan pemutakhiran setiap tahun.
(5) Hasil Pendataan Keluarga digunakan untuk pengendalian
operasional penyelenggaraan program pengendalian
penduduk dan Keluarga Berencana.
Pasal 54
Pengumpulan Data dan Informasi Keluarga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 harus dilaksanakan sesuai stkitar
data keluarga.
Bagian Keenam
Pasal 55
(1) Pengolahan Data dan Informasi Keluarga dilakukan secara
berjenjang untuk menetapkan sasaran dan rencana
operasional.
(2) Pengolahan Data dan Informasi Keluarga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) di daerah provinsi dan
kabupaten/kota dilakukan melalui cara elektronik maupun
nonelektronik.
(3) Pengolahan Data dan Informasi Keluarga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan secara
berkala dalam rangka pengendalian pelaksanaan program
pengendalian penduduk dan keluarga berencana.
Pasal 56
(1) Pengolahan Data dan Informasi Keluarga dilakukan dengan
berbasis teknologi informasi yang memiliki kemampuan
transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Dalam hal pengelola Sistem Informasi Keluarga belum
memiliki infrastuktur berbasis teknologi informasi,
pengolahan Data dan Informasi Keluarga dapat dilakukan
melalui sistem nonelektronik.
Pasal 57
(1) Pengolahan Data dan Informasi Keluarga meliputi:
a. pemrosesan;
b. analisis; dan
c. penyajian.
(2) Pemrosesan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan dengan cara:
a. validasi;
b. pengkodean;
c. perekaman data;
d. alih bentuk (transform);
e. pengelompokan; dan
f. pengecekan konsistensi data.
(3) Analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilakukan dengan cara:
a. menentukan rancangan analisis;
b. penggalian data (data mining);
c. pelaksanaan analisis; dan
d. interpretasi.
(4) Penyajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dilakukan dalam bentuk:
a. tekstual;
b. numerik; dan
c. model lain sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
(5) Penyajian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat
dilakukan melalui media elektronik dan/atau nonelektronik.
Pasal 58
(1) Pengolahan Data dan Informasi Keluarga dilakukan
terhadap:
a. pendataan keluarga;
b. pencatatan dan pelaporan pengendalian lapangan; dan
c. pencatatan dan pelaporan pelayanan kontrasepsi.
(2) Pendataan keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dilakukan melalui rekapitulasi dan pemutakhiran
data.
Pasal 59
Penyajian Data dan Informasi Keluarga sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 57 ayat (1) huruf c dilakukan dalam rangka
pengendalian dan evaluasi pelaksanaan program pengendalian
penduduk dan Keluarga Berencana secara berjenjang setiap
bulan.
Pasal 60
(1) Setiap kelurahan/desa wajib menyajikan data mikro
keluarga hasil pendataan keluarga yang akurat dan
terpercaya.
(2) Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota wajib menyajikan data keluarga.
Bagian Ketujuh
Pasal 61
(1) Penyimpanan Data dan Informasi Keluarga dilakukan dalam
pangkalan data pada tempat yang aman dan tidak rusak
atau mudah hilang dengan menggunakan media
penyimpanan elektronik dan/atau nonelektronik.
(2) Pangkalan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berada di provinsi maupun kabupaten/kota.
(3) Pangkalan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) harus dikelola oleh pengelola Sistem Informasi
Keluarga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Pangkalan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dapat terhubung dengan pangkalan data yang
dikelola oleh Kepala Badan.
(5) Penyimpanan Data dan Informasi Keluarga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di dalam
negeri.
(6) Penyimpanan Data dan Informasi Keluarga dilakukan paling
singkat 10 (sepuluh) tahun untuk Data dan Informasi
Keluarga nonelektronik dan paling singkat 25 (dua puluh
lima) tahun untuk Data dan Informasi Keluarga elektronik
sesuai jadwal retensi arsip.
Bagian Kedelapan
Pasal 62
(1) Pengamanan informasi keluarga dilakukan untuk menjamin
agar informasi keluarga:
a. tetap tersedia dan terjaga keutuhannya; dan
b. terjaga kerahasiaannya untuk informasi keluarga yang
bersifat tertutup.
(2) Pengamanan informasi keluarga harus dilakukan sesuai
stkitar pengamanan.
(3) Kerahasiaan informasi keluarga dan stkitar pengamanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 63
(1) Untuk menjaga keamanan dan informasi keluarga, Kepala
Badan menetapkan kriteria dan batasan hak akses
pengguna informasi keluarga.
(2) Untuk menjaga keamamm dan kerahasiaan informasi
keluarga, setiap pengelola informasi keluarga harus:
a. melakukan pemeliharaan, penyimpanan, dan penyediaan
cadangan Data dan Informasi Keluarga secara teratur;
dan
b. membuat sistem pencegahan kerusakan Data dan
Informasi Keluarga.
Pasal 64
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengumpulan,
pengolahan, penyimpanan, dan pengamanan Data dan
lnformasi Keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
sampai dengan Pasal 63 diatur dengan Peraturan Kepala Badan.
Bagian Kesembilan
Pasal 65
(1) Unit pengelola Sistem Informasi Keluarga nasional, provinsi,
dan kabupaten/kota harus memiliki sumber daya manusia
yang mengelola Sistem Informasi keluarga.
(2) Sumber daya manusia yang mengelola Sistem Informasi
Keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memiliki kompetensi di bidang:
a. kependudukan dan Keluarga Berencana;
b. komputer; dan/atau
c. statistik.
(3) Jumlah sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disesuaikan dengan kebutuhan.
Pasal 66
(1) Untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia
yang mengelola Sistem Informasi Keluarga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2), dilakukan pelatihan dan
pengembangan.
(2) Pelatihan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan oleh institusi pelatihan yang
ditunjuk oleh Kepala Badan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 67
Setiap unit pengelola Sistem Informasi Keluarga harus
melakukan pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan
sumber daya manusia Sistem Informasi Keluarga di lingkungan
masing-masing melalui pemerataan, pemanfaatan, dan
pengembangan sumber daya manusia.
Pasal 68
Sumber daya manusia pengelola Sistem Informasi Keluarga
pada instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah berstatus
Aparatur Sipil Negara.
Pasal 69
Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber daya manusia dalam
penyelenggaraan Sistem Informasi Keluarga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65, Pasal 66, dan Pasal 67 diatur dengan
Peraturan Kepala Badan.
BAB V
Pasal 71
(1) Bupati/Walikota melaporkan hasil pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga, Penyelenggaraan Keluarga
Berencana, dan Penyelenggaraan Sistem Informasi Keluarga
di kabupaten/kota kepada Gubernur.
(2) Gubernur menyampaikan pelaporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada Kepala Badan.
(3) Kepala Badan menyampaikan pelaporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) kepada Presiden.
(4) Laporan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) disampaikan
setiap 6 (enam) bulan sekali.
BAB VI
Pasal 72
(1) Untuk mendukung penyelenggaraan perkembangan
kependudukan, pembangunan keluarga, dan Keluarga
Berencana dilakukan penelitian dan pengembangan.
(2) Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), meliputi penelitian dan pengembangan terhadap
penyelenggaraan Kependudukan serta Keluarga Berencana
dan Keluarga Sejahtera.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penelitian dan
pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala Badan.
BAB VII
PEMBINAAN
Pasal 73
Menteri, menteri terkait, Kepala Badan, Gubernur, dan
Bupati/walikota melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga,
Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga sesuai
dengan tugas dan kewenangan masing-masing.
Pasal 74
(1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73
ditujukan untuk:
a. memperkuat komitmen para pembuat kebijakan terhadap
pelaksanaan program pengendalian penduduk dan
Keluarga Berencana;
b. meningkatkan keterpaduan dan sinergitas antar berbagai
program untuk meningkatkan kualitas keluarga;
c. mendayagunakan berbagai potensi masyarakat dan media
sebagai mitra kerja dalam menyelenggarakan
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi
Keluarga; dan
d. meningkatkan pengetahuan dan merubah sikap dan
perilaku masyarakat sehingga dapat mendukung program
pengendalian penduduk dan Keluarga Berencana.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui kegiatan:
a. koordinasi pelaksanaan Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan
Sistem Informasi Keluarga antarinstansi Pemerintah dan
Pemerintah Daerah;
b. advokasi dan sosialisasi Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan
Sistem Informasi Keluarga;
c. pelatihan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
untuk menyelenggarakan Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan
Sistem Informasi Keluarga;
d. monitoring dan evaluasi pelaksanaan Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga
Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga; dan/atau
e. pemberian penghargaan.
(3) Menteri, menteri terkait, Kepala Badan, Gubernur, dan
Bupati/Walikota dalam melaksanakan pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
mengikutsertakan masyarakat.
BAB VIII
PENDANAAN
Pasal 75
(1) Pendanaan yang berkaitan dengan Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga
Berencana, dan Penyelenggaraan Sistem Informasi Keluarga
yang dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah
bersumber dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan/atau
c. sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
(2) Pengelolaan dana yang bersumber dari sumber lain yang sah
dan tidak mengikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 76
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua
peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan
pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994
tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 30,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3553),
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 77
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan
Pembangunan Keluarga Sejahtera (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1994 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3553) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 78
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Oktober
2014
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO
BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 Oktober 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 319
Penjelasan...............................