Anda di halaman 1dari 24

TUGAS INDIVIDU

MANAGEMENT DATA STATISTIK DAN EPIDEMIOLOGI RUMAH SAKIT

Dosen:
Prof. Dr. Cicilia Windiyaningsih, SKM, M.Kes

Disusun Oleh:
An-nisaa Islam 236080086

PROGRAM MAGISTER ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA
2023
1. PENYAJIAN DATA
a. Tabel

Tabel 1. Derajat Hipertensi berdasarkan klasifikasi Lansia di RS J Jakarta Timur Tahun 2019
Derajat Hipertensi
Usia Lansia Total
Pre-Hipertesi Hipertensi Gr.1 Hipertensi Gr.2
sistolik: 120-139 mmHg sistolik: 140-159 mmHg sistolik: ≥160 mmHg
diastolik: 80-89 mmHg diastolik: 90-99 mmHg diastolik: ≥100 mmHg
45-54 tahun 12 8 3 23
55-65 tahun 17 7 4 28
66-74 tahun 11 12 2 25
75-90 tahun 9 5 1 15
≥ 90 tahun 2 3 4 9
Total 51 35 14 100

Dari 100 Lansia di RS J Jakarta Timur pada Tahun 2019 di dapatkan usia lansia 55-65 tahun
merupakan usia terbanyak penderita hipertensi yaitu sebanyak 28 orang jika dibandingkan
dengan klasifikasi usia lansia lainnya. Dan dejarat hipertensi terbanyak yang diderita ialah Pre
Hipertensi yaitu sebanyak 51 orang.

b. Grafik Pie

Grafik1. Gambaran Jumlah Peserta MCU di Klinik AMC Jakarta Timur di Bulan Januari-
Desember Tahun 2022
Pada grafik.1 menggambarkan persentase jumlah peserta medical check up di Klinik AMC pada
bulan Januari hingga Desember 2022. Di dapatkan peserta terbanyak pada tahun 2022 dari PT
CPI sebanyak 1467 atau sekitar 38 persen dari total keseluruhan peserta medical sebanyak 3866
peserta.
c. Grafik Batang

Grafik 2.Gambaran Jumlah Pasien Poli Anak di RS J Jakarta Timur Bulan Januari-Desember
Tahun 2021

Pada grafik 2. menggambarkan jumlah pasien poli anak di RS J Jakarta Timur pada tahun 2021,
pada grafik di dapatkan jumlah pasien anak terbanyak ialah di bulan Januari sebanyak 69 pasien
dan jumlah pasien paling sedikit ialah di bulan April dan bulan Oktober yaitu 28 pasien.
2. UKURAN FREKUENSI
Ada 3 macam parameter matematis yang digunakan untuk menggambarkan hubungan antara
jumlah kejadian penyakit dengan besarnya populasi dari mana kejadian penyakit terjadi.
Parameter tersebut adalah :
1. PROPORSI
Proporsi merupakan suatu pecahan (fraksi) dimana numerator (pembilang) adalah bagian dari
denumerator (penyebut). Atau dengan kata lain, proporsi merupakan perbandingan Sebagian
terhadap keseluruhan. Proporsi dapat dalam bentuk desimal pecahan atau persentase (%).
Ciri Proporsi :
 Tidak mempunyai satuan (dimensi), karena satuan dari pembilang dan penyebutnya
sama, sehingga saling meniadakan.
 Nilainya antara 0 sampai 1
Rumus:
Jumlah orang atau peristiwa dengan karakteristik khusus
Total keseluruhan orang atau peristiwa seperti yang ada pada pembilang

Contoh Proporsi :
1. Pada populasi yang terdiri atas 300 orang, 75 orang diantaranya menderita TBC Paru.
Maka Proporsi penderita TBC Paru = 75/300 x 100% = 25%
2. Pada populasi yang terdiri atas 455 orang yang keseluruhan perempuan, ada 26 orang
perempuan yang terdiagnosa FAM.
Maka Proporsi pasien terdiagnosa FAM = 26/455 x 100% = 5.714 % = 5.7%

3. Pada populasi yang terdiri atas 420 laki-laki perokok, terdapat 72 orang yang terdiagnosa
PPOK.
Maka Proporsi laki-laki perkokok yang terdiagnosa PPOK = 72/420 x 100% = 17.14%
2. RATE
Rate adalah suatu ukuran frekuensi yang mana suatu peristiwa terjadi dalam populasi
yang ditetapkan dalam suatu periode waktu tertentu. Karena rate menyajikan frekuensi penyakit
berdasarkan besar populasi, maka rate dapat digunakan untuk mengukur besarnya masalah
Kesehatan (lebih besar atau lebih kecil) diantara tempat yang berbeda, waktu yang berbeda dan
diantara kelompok yang berbeda dimana masing – maisng tempat, waktu dan kelompok berasal
dari populasi yang berbeda. Sehingga rate merupakan suatu ukuran risiko.
Ciri Rate :
 Denominator mempunyai satuan ukuran, yaitu per satuan waktu.
 Besarnya tidak terbatas. Secara teoritis nilainya terletak antara 0 sampai tak terhingga (∞)
 Periode waktu yang digunakan dalam pembilang dan penyebut sama yaitu sesuai waktu
kalender
Rumus:
Jumlah orang atau individu yang mengalami peristiwa periode tertentu
Jumlah populasi berisiko sesuai numerator dalam waktu tertentu (per unit waktu)
Catatan :
 Populasi berisiko yaitu jumlah total (keseluruhan individu yang mengalami peristiwa)
Yang belum sakit tapi berisiko untuk sakit / mengalami peristiwa Kesehatan
 K berupa 1000, 10.000, 100.000 sesuai keperluan untuk menghindari pecahan
Contoh Rate:
1. Pada suatu daerah di suatu penduduk pada juli 2009 sebanyak 10.000 orang yang
semuanya rentan terhadap penyakit leptopspirosis, ditemukan laporan penderita baru
sebanyak 124 orang. Rate : 124/1000 = 124 kasus per 1000 orang /bulan
2. Volume yang umum digunakan untuk mengukur massa jenis air adalah kilogram per
meter kubik (kg/m³).  Rate : 1000 kg/m³
Massa jenis air pada suhu dan tekanan standar (0°C atau 273,15 K dan 1 atmosfer) adalah
sekitar 1000 kg/m³. Artinya, setiap meter kubik air pada kondisi tersebut memiliki massa
sekitar 1000 kilogram.
3. Jumlah penderita Monkeypox per unit orang waktu  Rate : 15 orang / 1.000
orang/bulan
3. RATIO
Ratio merupakan suatu angka (numerator/ pembilang) dibagi dengan angka lain (denominator/
penyebut). Berdasarkan definisi ini maka proporsi maupun rate merupakan bentuk ratio. Tetapi
ratio merupakan numerator dan denominator tidak berhubungan atau pembilangnya bukan
merupakan bagian dari penyebutnya. Ini yang membedakannya dengan proporsi.
Ciri Ratio :
 Nominator bukan bagian dari denominator (pembilang bukan bagian dari penyebut)
 Memiliki nilai 0 sampai tak terhingga (∞)

Rumus:
Jumlah atau rate orang atau peristiwa dalam suatu kelompok
Jumlah atau rate orang atau peristiwa dalam kelompok yang berbeda dari numerator
Catatan :
 Numerator dan denominator dapat merupakan kategori yang berbeda dari suatu variabel yang
sama.
Contohnya : Perbandingan laki-laki dengan perempuan  laki-laki dan perempuan
merupakan variabel jenis kelamin dengan kategori yang berbeda. Variabel umur maka
katagorinya bisa 20-29 tahun dan 30-39 tahun

 Tetapi ada juga bentuk yang lain dimana numerator dan denominator berasal dari variabel
yang berbeda.
Contohnya : Jumlah rumah sakit di Jakarta (numerator) dibandingkan jumlah penduduk yang
tinggal di Jakarta (denominator)
Contoh Ratio:
1. Rasio masyarakat yang tidak merokok dan merokok di Kecamatan X pada Januari 2010
adalah 1000 orang tidak merokok dibanding 250 merokok. Dalam hal ini maka rasio
tidak merokok dibanding merokok adalah 4:1
2. Rasio masyarakat yang membeli obat bebas di apotek dan warung di Kecamatan Y pada
Desember 2015 adalah 20 orang membeli obat di apotek untuk tiap 100 membeli di
warung. Dalam hal ini rasio masyarakat yang membeli obat di apotek dibanding di
warung adalah 1:5
3. Rasio masyarakat yang menggunakan KB Spiral dan KB Alami di Bidan Z pada Bulan
Januari-Juni 2023 adalah 100 orang menggunakan KB Spiral dan 20 menggunakan KB
Alami. Dalam hal ini rasio masyarakat yang menggunakan KB Spiral dibanding KB
Alami adalah 1:5
3. UKURAN ASOSIASI
Ukuran Asosiasi suatu parameter yang mampu menggambarkan hubungan paparan dan
penyakit yang diteliti. Suatu ukuran asosiasi mengkuantifikasi hubungan antara exposure
(pajanan/ penyebab) dan penyakit diantara dua kelompok. Ukuran asosiasi adalah statistik yang
menunjukkan derajat hubungan antara exposure dan penyakit diantara dua kelompok. Dalam
epidemiologi biasanya digunakan istilah exposure (paparan/ penyebab) sebagai variabel
independen yang merupakan determinan kesehatan. Dan penyakit sebagai outcome kesehatan
yang merupakan efek/ akibat yang muncul (variabel dependen).
Exposure dapat dapat berupa paparan makanan, nyamuk, berpasangan dengan penderita
penyakit menular seksual, atau pembuangan limbah beracun, dapat juga karakteristik dari
orangnya (seperti usia, ras, jenis kelamin), karakteristik biologis (status imun), karakteristik yang
diperoleh (status perkawinan), kegiatan (pekerjaan, aktivitas di waktu senggang), atau status
ekonomi dan akses ke pelayanan kesehatan.

Ukuran-ukuran rasio:
o Ukuran rasio (perbandingan relatif)
– Rasio dua frekuensi penyakit membandingkan kelompok terpajan dengan
kelompok tidak terpajan.
 RR (relative risk)
 Risk ratio
 Rate ratio
 OR
o Ukuran perbedaan efek (perbandingan absolut)
– Perbedaan antara ukuran frekuensi penyakit suatu kelompok terpajan dan
kelompok yang tidak terpajan.
 RD (risk difference)

a) RR (Relative Risk)
Relative Risk atau Risk Ratio membagi risiko (insiden kumulatif, attack rate) pada kelompok
1 dengan risiko insiden kumulatif, attack rate) pada kelompok 2. Kelompok 1 sering disebut
dengan kelompok terpajan/ terpapar/expose dan kelompok 2 merupakan kelompok tidak
terpapar/tidak terpajan/ tidak terexpose.
Cara perhitungan risk ratio yaitu insiden kumulatif pada kelompok yang terexpose dibagi
dengan kumulatif insiden pada kelompok yang tidak terexpose.

Insiden kumulatif pada kelompok yang terpajan a/a+b


RR = =
Insiden kumulatif pada kelompok yang tidak terpajan c/c+d

Contoh kasus:
Suatu kejadian luar biasa (KLB) Covid-19 diantara warga RT X dan Y di tahun 2020. Jumlah
warga dari 2 RT yaitu ada 615 orang. Faktor risiko yang diteliti yaitu tempat tinggal yaitu tempat
tinggal X (terpajan) dan tempat tinggal Y (tidak terpajan). 101 dari 312 warga yang tinggal di RT
X mengalami Covid-19 dan 32 dari 303 warga yang tinggal di RT Y mengalami Covid-19.

Penyakit Covid-19
Tempat Tinggal Jumlah
Ada Tidak Ada
RT X a 101 211 312
RT Y c 32 271 303

Insiden Kumulatif pada kelompok terpajan:


a 101
== = 0.32
a+b 101+211

Insiden Kumulatif pada kelompok tidak terpajan:

c 32
= = 0.11
c+d 32+271

Insiden kumulatif pada kelompok yang terpajan a/a+b


RR = = = 2.91
Insiden kumulatif pada kelompok yang tidak terpajan c/c+d
Kesimpulan:
Risk Ratio = 2.91 artinya warga yang tinggal di RT X berisiko 2.91 kali mengalami Covid-19
dibandingkan warga yang tinggal di RT Y
Catatan : Populasi berisiko adalah populasi yang pada awalnya belum mengalami sakit.

b) OR (Odd Ratio)
Odds ratio ukuran asosiasi pada disain kasus kontrol  retrospektif yang artinya melihat
status penyakit terlebih dahulu lalu melihat faktor risiko di masa lalu.
Odds untuk satu kelompok dibagi dengan odds untuk kelompok yang lain. Mempunyai
interpretasi yang sama seperti risiko relatif.
Cara perhitungan:

Odds pemajan untuk kasus a.d


Odd Ratio = =
Odds pemajan untuk kontrol b.c

Keterangan:
a= Jumlah orang yang terpajan dan dengan penyakit
b= Jumlah orang yang terpajan dan tidak ada penyakit
c= Jumlah orang yang tidak terpajan dan dengan penyakit
d= Jumlah orang yang tidak terpajan dan tidak ada penyakit

Contoh kasus:

Suatu penelitian dilakukan untuk mencari penyebab dari penyakit PPOK. Pada awal
penelitian diambil pasien PPOK sebanyak 150 orang dan pasien yang tidak PPOK yang tidak
mengalami penyakit pada parunya sebanyak 500 orang. Kemudian dicari penyebabnya
dengan menanyakan paparan merokok di masa lalu. Ditemukan 145 PPOK yang merokok
dan 275 tidak PPOK yang bukan perokok.

Fakor PPOK Tidak PPOK Total


Perokok 145 (a) 225 (b) 370
Bukan Perokok 5 (c) 275 (d) 280
Total 150 500 650

Odds pemajan untuk kasus a.d


Odd Ratio = =
Odds pemajan untuk kontrol b.c

=
145.275
= 35.44
225.5

Kesimpulan:
Orang yang merokok berisiko 35.44 kali mengalami PPOK dibandingkan orang yang tidak
merokok.
4. UKURAN DAMPAK
Pengetahuan tentang penyebab penyakit dapat digunakan untuk pencegahan dan
pengendalian. Semua kasus penyakit berkaitan dengan penyebabnya. Dengan menghilangkan
asbes dari lingkungan kita dapat mengeliminasi asbestosis dan dengan menghilangkan virus
campak kita mengeliminasi semua campak. Seringnya, tidak mungkin untuk menghilangkan
penyebab karena kita tidak mengetahui atau menghilangkannya susah atau mahal atau
penyebabnya banyak dan kompleks.
Masalah yang muncul sekarang yaitu memilih tindakan alternatif karena waktu, uang,
tenaga dan keahlian terbatas. Sehingga dibutuhkan alat ukur untuk memprediksi akibat yang
terjadi yaitu dengan ukuran dampak.
Suatu ukuran dampak kesehatan masyarakat digunakan untuk menempatkan asosiasi diantara
pajanan dan outcome menjadi suatu hal yang bermanfaat dalam konteks kesehatan masyarakat.
Ukuran dampak yang sering digunakan yaitu perbedaan risiko.
1. Atrributable Risk (AR)

Suatu ukuran dampak kesehatan masyarakat dari faktor penyebab. Penghitungan ukuran ini
mengasumsikan bahwa kejadian penyakit pada kelompok tidak terpajan mewakili risiko
penyakit yang diharapkan. Asumsi selanjutnya yaitu jika risiko penyakit dalam kelompok
terpajan lebih tinggi daripada risiko pada kelompok tidak terpajan, perbedaan tersebut dapat
dikaitkan pada pajanan tersebut.
Jadi Atributable Risk Percent merupakan sejumlah penyakit pada kelompok terpajan
berkaitan dengan pajannyanya atau mewakili pengurangan yang diharapkan jika pajanan
dihilangnkan (atau tidak pernah ada). Ukuran ini hanya cocok untuk penyebab tunggal tetapi
tidak cocok untuk faktor risiko lebih dari satu.

● Risiko penyakit pada individu yang terpajan yang berkaitan dengan pajanannya

● Jumlah kasus penyakit pada yang terpajan yang dapat dieliminasi jika pajananannya
dieliminasi

Rumus:
Atau

Keterangan :
IRe = Insiden Rate pada kelompok terpajan
IRne= Insiden Rate pada kelompok tidak terpajan
IKe= Insiden Kumulatif pada kelompok terpajan
IKne= Insiden Kumulatif pada kelompok tidak terpajan

2. Atributable Risk Percent (AR%)

Proporsi penyakit diantara yang expose yang berhubungan dengan exposurenya. Proporsi
dari penyakit diantara yang terexpose yang dapat dicegah jika exposurenya di eliminasi.

Rumus:
Atau

3. Population Atrributable Risk (PAR)

Risiko penyakit dalam populasi (Ex dan Nex) yang dianggap berhubungan dengan exposure.
Jumlah kasus penyakit diantara populasi yang diteliti yang dapat dieliminasi jika exposure
dieliminasi dari populasi.

Rumus:
Atau

Keterangan :
IRt= Insiden Rate total
IRne= Insiden Rate pada kelompok tidak terpajan
IKt= Insiden Kumulatif total
IKne= Insiden Kumulatif pada kelompok tidak terpajan
4. Population Attributable Risk percent (PAR%)

Proporsi penyakit dalam populasi yang berkaitan dengan exposure. Proporsi penyakit dalam
populasi yang bisa dicegah jika mengeliminasi exposure.

Rumus:
Atau

Contoh:

Meneliti tentang merokok dengan Hipertensi pada 3500 perokok dan 4500 bukan perokok.

Bukan Insiden per 1000


Hipertensi Total
Hipertensi Per tahun
Perokok 89 3411 3500 89/3500 = 25,4 per 1000 (insiden ex)
Bukan Perokok 65 4435 4500 65/4500 = 14,4 per 1000 (insiden non ex)
Total 154 7846 8000 154/8000 = 19,25 per 1000 (insiden total)

a) AR= 25,4 – 14,4 = 11,0 per 1000 penduduk


Interpretasi AR:

▪ Diantara perokok : 11,0 dari 25,4 per 1000 kejadian Hipertensi berkaitan dengan
merokok.
▪ Diantara perokok : 11,0 dari 25,4 per 1000 kejadian Hipertensi dapat dicegah jika
merokok dieliminasi.

b) AR% =
11,0
X 100% = 43,3% = 43%
25,4
Interpretasi AR%:

▪ Diantara perokok : 43% kejadian Hipertensi berkaitan dengan merokok.

▪ Diantara perokok : 43% kejadian Hipertensi dapat dicegah jika merokok di eliminasi.
c) PAR= 19,25 – 14,4 = 4,85

Interpretasi PAR:

▪ 4,85 dari 19,25 kejadian Hipertensi di populasi berkaitan dengan merokok.

▪ 4,85 dari 19,25 kejadian Hipertensi di populasi dapat dicegah jika merokok di
eliminasi.

d) PAR% =

X 100% = 25,19% = 25%


4,85
19,25

Interpretasi PAR%:
▪ 25% kejadian Hipertensi berkaitan dengan merokok di populasi.

▪ 25% kejadian Hipertensi dapat dicegah jika merokok di eliminasi.


5. VALIDITAS
Kemampuan dari suatu pemeriksaan/test untuk menentukan individu mana yang
mempunyai penyakit/berisiko (tidak normal) dan individu mana yang tidak mempunyai penyakit
(normal/sehat).

Validitas mempunyai 2 komponen yaitu :


▪ Sensitifitas

▪ Spesifisitas

Dalam penelitian uji diagnostik dan skrining dimana test uji berskala data nominal 2
kategori maka hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabulasi silang 2 sebagai berikut:

Dalam menampilkan tabulasi silang, lazimnya hasil test yang dinilai berada pada baris
(row) sedangkan baku emas berada di kolom (colomn). Berdasarkan tabulasi silang tersebut
maka dapat didefinisikan terlebih dahulu arti dari tiap sel sebagai berikut:

a) TP = jumlah yang dinyatakan positif oleh test dan baku emas menyatakan sakit.
b) FP = jumlah yang dinyatakan positif oleh test tetapi baku emas menyatakan tidak
sakit.
c) FN = jumlah yang dinyatakan negatif oleh test tetapi baku emas meyatakan sakit.
d) TN = jumlah yang dinyatakan negatif oleh test dan baku emas juga menyatakan tidak
sakit.
e) TP+FN adalah keseluruhan jumlah orang yang sakit
f) FP+TN adalah keseluruhan jumlah yang tidak sakit
g) TP+FP adalah keseluruhan jumlah yang hasil testnya positif
h) FN+TN adalah keseluruhan jumlah yang hasil testnya negatif
i) Total adalah jumlah total sampel yang diteliti
Rumus untuk menghitung sensitifitas dan spesifisitas:

1. Sensitifitas, adalah proporsi hasil test positif diantara orang-orang yang sakit atau dapat
diterjemahkan dengan rumus sebagai berikut:

Subjek yang sakit dengan hasil test positif


Sensitifitas = X 100
Jumlah orang sakit yang mendapatkan test

Sensitifitas menunjukkan kemampuan suatu test untuk menyatakan positif orang-orang


yang sakit. Semakin tinggi sensitifitas suatu test maka semakin banyak mendapatkan hasil
test positif pada orang-orang yang sakit atau semakin sedikit jumlah negatif palsu.

2. Spesifisitas, adalah proporsi hasil test negatif diantara orang orang yang tidak sakit atau
dapat diterjemahkan dengan rumus sebagai berikut:

Subjek yang tidak sakit dengan hasil negatif


Spesititas = X 100
Jumlah orang yang tidak sakit yang mendapatkan test

Spesifisitas menunjukkan kemampuan suatu test untuk menyatakan negatif orang-orang


yang tidak sakit. Semakin tinggi spesifisitas suatu test maka semakin banyak mendapatkan
hasil test negatif pada orang-orang yang tidak sakit atau semakin sedikit jumlah positif
palsu.

Contoh:
Dalam sebuah populasi berjumlah 1500 orang, terdapat keluhan batuk lebih dari 2 minggu
disertai darah sebanyak 450 orang dan 1050 orang tanpa gejala. Tes skrining dipakai untuk
mengidentifikasi 450 orang yang sakit dengan menggunakan cek sputum dahak.

Karakteristik Populasi
Hasil Skrining Total
Sakit Tidak Sakit

Positif 315 55 370

Negatif 135 995 1130

Total 450 1050 1500

Rumus:

315
Sensitifitas = X 100% = 70 %
450

Sensitifitas menunjukkan kemampuan suatu test untuk menyatakan positif orang-


orang yang sakit. Semakin tinggi sensitifitas suatu test maka semakin banyak mendapatkan
hasil test positif pada orang-orang yang sakit atau semakin sedikit jumlah negatif palsu.

995
Spesifitas = X 100% = 94,7 % = 95%
1050

Sensitifitas menunjukkan kemampuan suatu test untuk menyatakan positif


orangorang yang sakit. Semakin tinggi sensitifitas suatu test maka semakin banyak
mendapatkan hasil test positif pada orang-orang yang sakit atau semakin sedikit jumlah
negatif palsu.

Di dapatkan dari hasil skrining dengan mengidentifikasi 450 orang dengan gejala
batuk lebih dari 2 minggu disertai dengan darah bahwa sensitifitas 70% dan spesifitas 95%.
6. REABILITAS
Kemampuan test atau pengukuran untuk menghasilkan nilai yang sama pada individu dan
kondisi yang sama.
Contoh:
Dilakukan Pembacaan Hasil Rontgen Peserta Medical Check Up berjumlah 85 Peserta di
Klinik MCU A Jakarta.
Observe:
Dokter A
Total Dokter B
TBC Non-TBC
Dokter B TBC 45 (a) 4 (b) 49 (x)
Non-TBC 5 (c) 31 (d) 36 (y)
Total Dokter A 50 (p) 35 (q) 85 (total)

Observed Agreement/Accuracy:

a+d/total = 45+31/85 = 0.89


Agreement Expected By Chance:

x.p/total + y.q/total 49.50/85 + 36.35/85


=
total 85

= 28.82 + 14.82
85
=
Percent Agreement: 0.513

a+d/total = 45+31/85 = 0.89 x 100% = 89%

Kappa
(Observed Agreement) - (Agreement Expected by chance)
Kappa =
1 - (Agreement Expected by chance)

= 0.89 – 0.513
1 - 0.513

= 0.377
0,487

= 0.77
Dari hasil didapatkan hasil pembacaan rontgen 85 peserta MCU yang dilakukan oleh 2 dokter
Spesialis Radiologi mirip (tidak bervariasi) atau memiliki agreement yang baik dengan hasil
Kappa 0.77

0.8 - 1 : sangat baik (very good),


0.6 - <0.8 : baik (good)
0.4 - <0.6 : moderate
0.2 - <0.4 : cukup (fair)
<0.2 : buruk (poor)
7. EFIKASI

a) Positive predictive value (PPV) atau nilai ramal positif (NRP). Adalah proporsi pasien
yang tes nya positif dan betul menderita sakit. Dengan kata lain “Jika tes seseorang positif,
berapa probabilitas dia betul-betul menderita penyakit?”
Rumus: PPV = a/(a+b).

Contoh:

Dilakukan skrining pada pasien yang prevelensi Covid-19 (+) adalah 0,01% (hanya 10
orang yang positif dari 100.000 yang melakukan test antigen. Tes skrining memiliki
sensitivitas 100% dan spesifitas 95%.

Gold Standard
Tes skrining Total
Covid-19 (+) Covid-19 (-)
Tes (+) 10 (a) 510 (b) 520
Test (-) 0 99480 99480
Total 10 99990 100000

PPV: a/(a+b).= 10/10+510 = 10/520 = 1,9%

b) Negative predictive value (NPV) atau nilai ramal negatif (NRN). Adalah proporsi pasien
yang tes nya negatif dan betul-betul tidak menderita sakit. Bisa juga dikatakan “Jika tes
seseorang negatif, berapa probabilitas dia betul-betul tidak menderita penyakit?”
Rumus: NPV = d/(c+d).

Contoh:

Dari 550 orang yang dinyatakan negatif Covid-19 oleh pemeriksaan Antigen tetapi yang
dinyatakan benar -benar sehat oleh gold standard PCR hanya 530 orang
NPV = d/(c+d) = 530/550 = 0,96 = 96%
8. BESAR SAMPEL

 Besar sampel untuk 1 sampel populasi presisi.

Rumus:

 n = Besar sampel
 Z1-α/2 = 1,96 pada α 0,05
 P = Proporsi
 d = Presisi ditetapkan

Contoh:
Penelitian di lakukan di Kota Bogor untuk mengetahui prevelensi stress inkontinensia urin pada
petugas kesehatan yang sudah menggunakan APD lengkap saat merawat pasien covid-19.
Rumus:
n = Zα2.p.q
d2
Z(0.05)2 = 1.96
P = Estimasi proporsi stress inkontinensia urin pada petugas kesehatan, berdasarkan
penelitian sebelumnya, yaitu 50%
Q = 1-p  1-0.5 = 0.5
d = Presisi absolut yang diinginkan antara 0.01 (1%) sampai 0.2 (20%), kita pakai
10%

n = Zα2.p.q = (1.96)2 x 0.5 x 0.5 = 96 sampel


d2 0.01

Teknik Pengambilan Sampel dengan Pengambilan Sampel Acak Sistematis (Systematic


Random Sampling) jadi menetapkan sampel awal secara acak kemudian sampel selanjutnya
dipilih secara sistematis berdasarkan pola tertentu. Systematic random sampling adalah
pemilihan individu atau anggota tertentu dari seluruh populasi. Metode ini sering dilakukan
mengikuti interval yang telah ditentukan.
Metode pengambilan sampel sistemik dapat dibandingkan dengan metode pengambilan sampel
acak sederhana. Namun, ini tidak terlalu rumit untuk dilakukan.
Misalnya, diambil sampel dari populasi dengan jumlah 200 orang yang bekerja di 4 RS daerah
Kota Bogor. Setiap orang yang masuk ke urutan dari kelipatan 2 akan di ambil sebagai sampel.

Kelebihan:
1. Hanya ada sedikit bias
Penggunaan random sampling akan mengurangi bias data. Pilihan dalam random sampling
bersifat acak sehingga setiap individu dalam satu kelompok akan memiliki peluang yang
sama untuk dipilih.
Pada banyak kasus, hal ini membuat random sampling lebih seimbang dan membawa potensi
untuk benar-benar mewakili kelompok secara keseluruhan.
2. Sederhana
Penggunaan metode ini terbilang lebih sederhana dibandingkan metode sampling yang lain.
Tidak perlu memiliki kemampuan khusus untuk menggunakan metode ini dan tetap
menghasilkan output yang baik.
3. Tidak butuh banyak teori
Selain sederhana, metode ini juga lebih mudah dieksekusi karena tidak memerlukan
pengetahuan dan teori yang spesifik sebelum menggunakannya.
Contohnya, pengumpulan data yang dilakukan dengan random sampling tidak membutuhkan
informasi lebih spesifik tentang suatu kelompok atau komunitas.

Kekurangan
1. Kesulitan mengakses daftar keseluruhan populasi
Pada metode random sampling, ukuran statistik yang akurat dari populasi besar hanya bisa
diperoleh jika ada daftar lengkap dari populasi tersebut.
Contohnya, dalam melakukan riset suatu perusahaan, kamu membutuhkan daftar karyawan
berdasarkan posisinya untuk dipelajari.
Permasalahannya adalah, seringkali tidak ada aksesibilitas pada data keseluruhan populasi.
Hal ini biasanya terjadi karena ada beberapa kebijakan perlindungan informasi yang
diterapkan kelompok atau instansi tertentu.
2. Membutuhkan waktu yang lama
Jika tidak ada data populasi yang lengkap, maka pengguna metode ini harus mencari data
dari sumber lain.
Hal ini mungkin dilakukan jika ada data yang tersedia secara publik, namun tetap
membutuhkan banyak waktu untuk diselesaikan.
3. Membutuhkan biaya
Selain memakan waktu, metode ini juga membutuhkan biaya dari perusahaan atau individu
dalam proses pengambilan informasi dari berbagai sumber.
Jika data yang didapatkan masih kurang besar untuk mewakili populasi, membayar untuk
mendapatkan tambahan data biasanya menjadi opsi dalam penggunaan metode ini.
4. Masih ada bias dalam pemilihan sampel
Meskipun bias di data sampel berkurang, tapi tidak berarti akan nol alias masih bisa terjadi.
Terutama saat sampel dari populasi tidak cukup inklusif, maka data tersebut tidak dapat
dikatakan mewakili populasi.

Anda mungkin juga menyukai