2
a. pelajaran sastra diposisikan secara subordinatif dari pelajaran bahasa
Indonesia,
b. pengajaran bahasa Indonesia—juga mata pelajaran lain—cenderung
berorientasi kepada hasil (result oriented) tinimbang kepada proses
(process oriented),
c. pelajaran sastra disajikan tidak secara menarik dan menyenangkan,
d. pelajaran sastra kurang diarahkan kepada kreativitas sastra peserta
didik,
e. pemahaman guru mata pelajaran Bahasa Indonesia tentang substansi
kurikulum pelajaran sastra Indonesia kurang memadai,
f. minat guru mata pelajaran Bahasa Indonesia terhadap sastra
(Indonesia, daerah, dan dunia) masih rendah,
g. guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kurang mengikuti
perkembangan sastra Indonesia,
h. kemampuan apresiatif dan/atau kemampuan produktif—sastra guru
mata pelajaran Bahasa Indonesia belum mamadai,
i. kemampuan metodologis guru mata pelajaran Bahasa Indonesia tidak
komplit, lebih cenderung mampu mengajarkan tata bahasa dan
gramatika, tetapi lemah dalam mengajarkan sastra,
j. perpustakaan tidak menyediakan cukup bahan untuk pelajaran sastra,
dan
k. guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kurang menguasai sistem
penilaian karya sastra.
3
sekian lama pengajaran sastra di SMU tergusur ke pinggir oleh pengajaran
tata-bahasa dengan perbandingan 10—20 % berbanding 90—80 %. 1
4
ovel resensi
terjemahan
Memahami Mengungkap Memahami Menulis
pembacaan -kan wacana buku naskah
cerpen sastra dalam biografi, drama
2
bentuk novel, dan
pementasan hikayat
drama
Memahami Mengungkap Memahami Mengungkap
pembacaan -kan wacana -kan
novel pendapat sastra puisi pendapat,
tentang dan cerpen informasi,
pembacaan dan
1
puisi pengalaman
dalam
bentuk
resensi dan
cerpen
XII Memahami Mengungkap Memahami Mengungkap
pembacaan -kan buku -kan
teks drama tanggapan kumpulan pendapat
terhadap puisi dalam
pembacaan kontemporer bentuk
2 puisi lama dan karya kritik dan
sastra yang esai
dianggap
penting pada
tiap periode
Kelas X, Semester 1
5
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Mendengarkan
5. Memahami puisi yang 5.1 Mengidentifikasi unsur-unsur
disampaikan secara bentuk suatu puisi yang
langsung/tidak langsung disampaikan secara langsung
ataupun melalui rekaman
6.1 Mengungkapkan isi suatu puisi
yang disampaikan secara langsung
ataupun melalui rekaman
Berbicara
6. Membahas cerita pendek 6.1 Mengemukakan hal-hal yang
melalui kegiatan diskusi menarik atau mengesankan dari
cerita pendek melalui kegiatan
diskusi
6.2 Menemukan nilai-nilai cerita
pendek melalui kegiatan diskusi
Membaca
7. Memahami wacana sastra 7.1 Membacakan puisi dengan lafal,
melalui kegiatan membaca nada, tekanan, dan intonasi yang
puisi dan cerpen tepat
7.2 Menganalisis keterkaitan unsur
intrinsik suatu cerpen dengan
kehidupan sehari-hari
Menulis
8. Mengungkapkan pikiran, 8.1 Menulis puisi lama dengan
dan perasaan melalui memperhatikan bait, irama, dan
kegiatan menulis puisi rima
8.2Menulis puisi baru dengan
memperhatikan bait, irama, dan
rima
6
Kompetensi Dasar Indikator
7
tinimbang kepada proses (process oriented). Hal ini mengakibatkan
pelajaran sastra disajikan tidak secara menarik dan menyenangkan dan
kurang diarahkan kepada kreativitas sastra peserta didik. Idealnya, kedua
orientasi ini mendapat perhatian yang seimbang. Pengajaran sastra yang
hanya mengejar target nominal nilai akhir akan menghasilkan sistem
pengajaran yang kering dari kreativitas imajinasi. Padahal, imajinasi
kreatif harus diberi ruang luas dalam pengajaran sastra. Dalam kaitannya
dengan persoalan ini, Taufiq Ismail 2 menyarankan paradigma baru
sebagai acuan dalam memperbaiki pengajaran membaca, mengarang, dan
apresiasi sastra di SMA:
8
Keempat, guru mata pelajaran Bahasa Indonesia perlu terus mengikuti
perkembangan sastra Indonesia. Ada gejala yang nyata bahwa perhatian
guru mata pelajaran Bahasa Indonesia terhenti pada literatur sastra yang
selama ini dianggap standar, yaitu dari karya sastra melayu klasik sampai
pada karya sastra Angkatan ’66. Kenyataannya, dalam periode tahun 1970-
an sampai sekarang karya sastra Indonesia memperlihatkan
perkembangan yang tidak terbayangkan. Perkembangan ini,
sesungguhnya, telah terakomodasi bahkan dalam soal-soal sastra di dalam
naskah soal Ujian Nasional, misalnya dengan tampilnya nukilan-nukilan
karya Nenden Elis, Abidah El-Khalieky, Dewi Lestari (Dee), dan Ayu
Utami, yang tidak ditemukan di dalam buku-buku teks pelajaran Bahasa
Indonesia.
Ketujuh, perlu ada upaya dari sekolah untuk memerkaya koleksi bahan
bacaan sastra di perpustakaan sekolah. Pemerkayaan ini diharapkan tidak
hanya pada kuantitas judul dan eksemplar, tetapi juga pada diversifikasi
jenis, periode, dan genre karya sastra. Gambaran umum koleksi bahan
bacaan sastra pada perpustakaan kita lebih banyak berupa kumpulan
puisi, kumpulan cerita pendek, novel/roman, teori dan sejarah sastra,
sedangkan esai, kritik, resensi, dan leksikon sastra jarang ditemukan,
kalaupun ada sangat sedikit. Kondisi semacam ini tentu kurang
mendukung pengembangan pengajaran sastra di sekolah.
9
Kesembilan, guru mata pelajaran Bahasa Indonesia perlu
mengembangkan sikap responsif terhadap pembaruan kurikulum beserta
pelbagai inovasinya yang memungkinkan pembelajaran sastra dapat
dikembangkan secara lebih kreatif melalui penyajian berbagai panduan,
tips and trick, diversifikasi prosedur dan dokumentasi hasil penilaian, dan
sistem internal evaluasi diri.
D. Penutup
10