Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada saat nifas, kondisi psikologis wanita tidak menentu. Perhatian khusus dari
pasangan dan keluarga membantu Anda melewati masa nifas dengan sempurna. Nifas
merupakan episode perubahan kondisi fisik dan psikologis yang kompleks bagi seorang
wanita yang pernah mengalaminya. Untuk itu, wanita yang sedang mengalami fase nifas
perlu ”adaptasi” terhadap penyesuaian pola makan dengan proses kehamilan yang terjadi.
Periode pascapartum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ – organ
reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini kadang – kadang disebut
puerpurium atau trimester keempat kehamilan. Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas,
walaupun dianggap normal , perawat harus memanfaatkan pengetahuannya tentang anatomi
dan fisiologi ibu pada periode pemulihan , karakteristik fisik dan perilaku bayi baru lahir ,
dan respons keluarga terhadap kelahiran seorang anak . Bab ini membahas perubahan
fisiologis mengenai sistem perkemihan wanita setelah melahirkan.

1.2 Rumusan Masalah


- Bagaimana Perubahan Sistem Perkemihan pada ibu nifas ?
- Bagaimana Penyebab perubahan sistem perkemihan pada masa nifas ?
- Bagaimana Kondisi Patologis sistem perkemihan masa nifas ?
- Apa yang dimaksud Retensio Urine ?
- Bagaimana penyebab retensio urine ?

1.3 Tujuan Penulisan


- Untuk mengetahui Perubahan Sistem Perkemihan pada ibu nifas
- Untuk mengetahui Penyebab perubahan sistem perkemihan pada masa nifas
- Untuk mengetahui Kondisi Patologis sistem perkemihan masa nifas
- Untuk mengetahui pengertian Retensio Urine
- Untuk mengetahui penyebab retensio urine

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perubahan Sistem Perkemihan Pada Masa Nifas


Pada masa nifas terjadi beberapa perubahan di antaranya perubahan sistem reproduksi,
sistem perkemihan, sistem endokrin, sistem kardiovaskuler. Yang akan di bahas lebih detail
yaitu perubahan pada sistem perkemihan. Pada sistem perkemihan terjadi beberapa
perubahan yaitu perubahan pada fisiologis wanita setelah melahirkan

Pelvis renalis dan ureter, yang meregang dan dilatasi selama kehamilan, kembali normal
pada akhir minggu keempat pascapartum (Varney, 2007; h. 961).

Kandung kemih dalam puerperium sangat kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah,
sehingga kandung kemih penuh atau sesudah buang air kecil masih tertinggal urine residual
(Ambarwati, 2010; h. 81).

Aliran darah ke ginjal,GFR dan ureter dalam waktu sebulan secara bertahap akan kembali
seperti keadaan sebelum hamil. selama proses melahirkan kandung kemih mendapatkan
trauma yang mengakibatkan oedema dan menghilangkan sensivitas terhadap tekanan
cairan,dengan adanya perubahan tersebut dapat menyebabkan tekanan yang berlebihan dan
pengosongan yang tidak sempurna dari kandung kemih.Biasanya hal ini terjadi dalam 2 hari
pertama pascasalin. Beberapa pendapat ahli mengutarakan bahwa terjadi penimbunan cairan
dalam jaringan selama kahamilan yang dikeluarkan melalui diuresis, sehingga wanita
kehilangan BB 2,5 kg pada minggu pertama pascasalin.
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2 sampai 8 minggu, tergantung pada
1. Keadaan atau status sebelum persalinan
2. Lamanya partus kala 2 dilalui
3. Besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan

Disamping itu, dari hasil pemeriksaan sistokopik segera setelah persalinan tidak
menunjukan adanya edema dan hiperemia dinding vesika urinaria, akan tetapi sering
terjadi extravasasi (extravasation, artinya keluarnya darah dari pembuluh – pembuluh
darah di dalam badan) kemukosa.
Lagipula vesika urinaria masa nifas mempunyai kapasitas bertambah besar dan relatif
tidak sensitif terhadap tekanan cairan intravesika. Oleh sebab itu pengembangannya yang

2
berlebihan, terutama karena analgesia dan gangguan fungsi neural, sementara pada vesika
urinaria memang merupakan faktor faktor penunjang.
Adanya urine residual dan bakteriuria pada vesika urinaria yang mengalami cidera,
ditambah dengan dilatasi pelvis renalis dan ureter, membentuk kondisi yang optimal untuk
tumbuhnya infeksi saluran kencing. Ureter dan pelvis renalis yang mengalami dilatasi
kembali ke keadaan sebelum hamil mulai dari 2 sampai 8 minggu setelah persalinan.
Pengaruh persalinan pada fungsi vesika urinaria post partum, yang dipelajari
menggunakan teknik urodinamik, dapat diketahui bahwa bila persalinan lama dapat
dihindari, dan bila dilakukan kateterisasi secepatnya dikerjakan, pada vesika urinaria yang
besar, maka tidak ada akan terjadi hipotonia vesika urinaria, meskipun dilaporkan pula
dari hasil mempelajari dengan cara tersebut diatas bahwa analgesia epidural tidak
merupakan predisposisi hipotonia vesika urinaria postpartum.
Dari penelitian terdahulu 35% wanita yang menerima analgesia epidural mengalami
retensi urine asymthomatik. Jadi tampak bahwa perhatian yang teliti pada semua wanita
post partum dengan kateterisasi cepat untuk yang tidak dapat kencing akan mencegah
banyak masalah saluran kencing.
Peregangan dan dilatasi selama kehamilan, tidak menyebabkan perubahan permanen di
pelvis renalis dan ureter kecuali yang saat itupun terkena infeksi.
Ada kalanya edema dari trigonum menimbulkan obstruksi pad uretra sehingga terjadi
retensio urine. Vesika urinaria dalam puerporium kurang sensitive dan kapasitasnya
bertambah, sehingga vesika urinaria penuh atau sesudah kencing masih ada sisa urine
residu.
Sisa urine ini dan adanya trauma pada vesika urinaria ketika persalinan, memudahkan
terjadinya infeksi. Dilatasi ureter normal kembali dalam waktu 2-4 minggu postpartum.
Kira – kira 40% wanita postpartum mempunyai proteinuria fisiologis (dalam 1-2 hari).
Demi pemeriksaan laboratorium yang akurat, spesimen diambil langsung dari kateter agar
tidak terkontaminasi dengan lokhea. Keadaan atau kondisi fisiologis dari proteinuria dapat
diasumsikan hanya apabila tidak ada gejala dan tanda – tanda ISK.
1. Distensi/peregangan berlebihan pada vesika urinaria adalah hal yang umum terjadi
karena peningkatan kapasitas vesika urinaria, pembengkakan memar jaringan disekitar
uretra dan hilangnya sensasi terhadap tekanan yang meninggi.

3
a. Vesika urinaria yang penuh menggeser uterus dan dapat menyebabkan
perdarahan post partum, distensi vesikaurinaria dapat disebabkan oleh retensi
urine.
b. Pengosongan vesika urinaria yang adekuat umumnya kembali dalam 5-7 hari
setelah terjadi pemulihan jaringan yang bengkak dan memar.
2. Laju filtrasi glomerulus tetap meninggi selama kurang lebih 7 hari postpartum.
3. Ureter yang berdilatasi dan pelvis renal kembali ke keadaan sebelum hamil dalam 6-10
minggu setelah melahirkan.
4. Diaforesis puerperalis (pembentukan keringat ibu nifas) dan diuresis (peningkatan
pembentukan kemih) terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan.

Diuresis post partum normal terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan sebagi respon
terhadap penurunan estrogen. Kemungkinan terdapat spasme spingter dan edema leher buli-
buli sesudah bagian ini mengalami komprensi antara kepala janin dan tulang pubis selam
persalinan. Protein dapat muncul di dalam urin akibat perubahan atolitik di dalam uterus.
Kandung kencing masa nifas mempunyai kapasitas yang bertambah besar dan relatif tidak
sensitif terhadap tekanan cairan intravesika. Urin dalam jumlah besar akan di hasilkan dalam
waktu 12 sampai 36 jam setelah melahirkan.
Urin desidual dan bakteri uria pada kandung kencing yang mengalmi cidera, di tambah
dengan dilatasi pelvis renalis dan ureter, membentuk kondisi yang optimal untuk timbulnya
infeksi saluran kencing.
Peregangan dan dilatsi selama masa kehamilan tidak menyebabkan perubahan permanen
di pelvis renalis, dan ureter kecuali apabila di tumpangi oleh infeksi
Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi yang berperan
meningkatkan fungsi ginjal. Begitu sebaliknya pada pasca melahirkan kadar steroid menurun
sehingga menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu 1
bualan setelah wanita melahirkan. Urine dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam
waktu 12-36 jam sesudah melahirkan.
Hal yang berkaitan dengan fungsi sitem perkemihan, antara lain:
a. Hemostatis internal
Tubuh, terdiri dari air dan unsur-unsur yang larut di dalamnya, dan 70%dari cairan
tubuh terletak di dalam sel-sel, yang di sebut dengan cairan intraselular. Cairan
ekstraselular terbagi dalm plasma darah, dan langsung di berikan untuk sel-sel
4
yang di sebut cairan interstisial. Beberapa hal yang berkaitan dengan cairan tubuh
antara lain edema dan dehidrasi. Edema adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan
akibat gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh. Dehidrasi adalah kekurangan
cairan atau volume air yang terjadi pada tubuh karena pengeluaran berlebihan dan
tidak di ganti.
b. Keseimbangan Asam dan Basa tubuh
Keasaman dalam tubuh di sebut PH. Batas normal PH cairan tubuh adalah 7.35-
7.40. bila PH > 7.4 disebut alkalosis dan jika PH< 7.35 disebut Asidosis.
c. Pengeluaran sisa metabolisme, racun dan toksin ginjal
Zat toksin ginjal mengekskresi hasil akhir dari metabolisme protein yang
mengandung nitrogen terutama urea, asam urat dan kreatinin.
Ibu post partum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak mengganggu proses
involusi uteri dan ibu mersa nyaman. Namun demikian, pasca melahirkan ibu
merasa sulit buang Air kecil.
Hal yang menyebabkan kesuliatan buang Air kecil pada ibu post partum, antar
lain: adanya odema terigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga terjadi
retensi urin; diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang
teretansi dalm tubuh, terjadi selama 2 hari setelah melhairkan; defresi dari sfingter
uretra oleh kaena penekanan kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulus sfingter
ani selama persalinan, sehingga menyebabkan miksi.
Setelah plasenta di lahirkan, kadar hormon estrogen akan menurun, hilangnya
peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya peningkatan volume
darah akibat kehamilan, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi
kelebuihan cairan. Keadaan ini di sebut dengan diuresis pasca partum. . ureter yang
berdilatsi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu .
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urine
menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca partum.
Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil kadang-kadang disebut
kebalikan metabolisme air pada masa hamil (reversal of the water metabolisme of
pregnancy).
Rortveith dkk (2003) menyatakan bahwa resiko inkotinensia urine pada pasien
dengan persalinan pervaginam sekitar 70% lebih tinggi dibandingkan resiko serupa
pada persalina dengan seksio caesar. 10% pasien pasca persalinan menderita
5
inkontinensia (biasanya stress inkontinensia) yang kadang-kadang menetap sampai
beberapa sampai beberapa minggu pasca persalinan. Untuk mempercepat
penyembuhan keadaan ini dapat dilakukan latihan pada otot dasar panggul.
Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam pasca
persalinan mungkin ada masalah dan sebaiknya segera di pasang dower cateter
selama 24 jam. Bila kemudian keluhan tak dapat berkemih dalam waktu 4 jam.
Lakukan kateterisasi dan bila jumlah residu lebih besar 200 mL maka
kemungkinan ada gangguan proses urinasinya. Maka kateter tetap terpasang dan di
buka 4 jam kemudian, bila volume urin kurang 200 mL, kateter di buka dan pasien
diharapkan dapat berkemih seperti biasa.

2.2 Penyebab perubahan sistem perkemihan pada masa nifas


 Distensi kandung kemih sebagai akibat peningkatan kapasitas kandung kemih selama
kehamilan.
 Tonus otot kandung kemih lemah disebabkan berkurangnya suplay hormon progesteron
pada pascasalin.
 Rasa nyeri pada panggul dan daerah sekitar jalan lahir yang menimbulkan rasa sakit pada
saat berkemih.
 Faktor psikologis ibu yang masih trauma dengan proses persalinan ataupun laseresi jalan
lahir yang di alaminya

2.3 Kondisi Patologis sistem perkemihan masa nifas


Distensi kandung kemih yang muncul segera setelah BBL dapat menyebabkan
perdarahan karena kontraksi uterus terganggu dan jika terjadi pada tahap lanjut maka dapat
menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap infeksi sehingga mengganggu proses
berkemih normal,bila hal ini berlangsung lama maka dinding kandung kemih akan
mengalami kerusakan. Hematuri yang terjadi pada minggu pertama postpartum menandakan
adanya trauma pada kandung kemih waktu persalinan, selanjutnya terjadi infeksi pada saluran
perkemihan.

6
2.4 Retensio Urine
Retensio urine adalah tertahannya urine didalam kandung kemih, dapat terjadi secara akut
maupun kronis. Pada keadaan akut miksi berhenti secara mendadak, klientidak bisa BAK.
Dalam keadaan kronis retensi urine terjadi akibat adanya obstruksi yang terus-menerus pada
uretra. Penyebab retensio urin adalah Kalkulus pada lumen uretra , striktur uretra, BPH,
Penekanan kepala Janin.

7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada masa postpartum atau masa setelah persalinan terjadi perubahan fisiologis pada
ibu salah satunya adalah sistem perkemihan. Pada ibu postpartum biasanya akan mengalami
diuresis fisiologis, yaitu peningkatan volume urine dikarenakan pengurangan volume darah
dan peningkatan produk sisa. Namun hal ini akan hilang dengan sendirinya, atau bisa juga
dengan terapi. Salah satunya adalah dengan melakukan kontraksi dasar panggul di dalam air
hangat. Adapula ibu yang mengalami masalah yaitu inkontinensia stres, dan biasanya ibu
meneteskan urinenya saat batuk, tertawa, bersin, mengangkat benda, atau melakukan gerakan
yang tiba – tiba.
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan
darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi
oleh tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).

4.2 SARAN
Menyarankan khusunya buat ibu nifas untuk banyak minum air putih minimal 8 gelas
setiap hari. Dan jangan suka menahan kencing karena sangat mengganggu terhadap sitem
perkemihan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Syarifuddin, (1992), Anatomi dan Fisiologi Untuk Keperawatan, Jakarta : EGC.


Suherni, S.Pd. dkk. 2009. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya

Anda mungkin juga menyukai