PEMBIMBING :
dr. Marilaeta Cindryani,RAR, M.Biomed, SpAn
6. Apakah hasil dari tinjauan ini dapat diaplikasikan pada populasi kita?
Ya, hasil dari tinjauan ini dapat diaplikasikan pada populasi kita karena pasien
dengan kanker kepala dan leher juga ditemukan di Indonesia. Selain itu obat-
obatan yang digunakan seperti lidokain intravena merupakan obat yang tersedia di
Indonesia.
Evaluasi lidokain intravena pada pembedahan kanker kepala dan leher:
protokol penelitian untuk uji acak terkontrol
Edris Omar, Grégoire Wallon, Christian Bauer, Grégory Axiotis, Cécile Bouix,
Jean-Luc Soubirou dan Frédéric Aubrun
Abstrak
Latar belakang: nyeri paska pembedahan kanker kepala dan leher sering kali
diremehkan dan memiliki karakteristik nosiseptif serta neuropatik. Reseksi
extended, flap coverage, lesi saraf, inflamasi dan pemberian opioid dosis tinggi
juga dapat menyebabkan hiperalgesia dan nyeri kronis paska bedah. Opioid
seringkali dihubungkan dengan efek samping seperti pusing, mual, dan muntah,
atau konsiptasi mengganggu pemulihan paska bedah dan memperpanjang durasi
rawat inap di rumah sakit. Pasien yang menjalani pembedahan kanker kepala dan
leher tidak dapat memperoleh manfaat penuh dari manajemen nyeri multimodal
dengan anestesi lokoregional. Lidokain intravena yang diteliti diberbagai studi,
terbukti mengurangi nyeri akut dan konsumsi morfin. Beberapa data juga
menyatakan bahwa mampu mengurangi nyeri kronik paska bedah. Bukti
mendukung penggunaannya bervariasi antar prosedur bedah, dan tidak ada
publikasi mengenai pemberian lidokain sistemik pada pembedahan kanker kepala
dan leher. Kami menduga bahwa lidokain intravena yang diberikan dalam periode
perioperatif dapat mengurang penggunaan opioid dan nyeri kronik paska bedah.
Latar Belakang
Metode/desain
Desain penelitian
Penelitian ini adalah uji coba prospektif terkontrol acak dua pusat, tersamar ganda.
Telah disetujui oleh komite etika lokal (CPP Sud-Est II) pada 6 Juli 2016, dan
oleh agen kedokteran Prancis (Agence nationale de sécurité du médicament et des
produits de santé (ANSM)) pada 7 Juli 2016. Uji coba ini terdaftar di EUDRA-CT
(2015-005799-90) dan pada clinicaltrials.gov (NCT02894710). Desain percobaan
diilustrasikan pada Gambar 1 dan 2.
Populasi
Semua pasien yang dijadwalkan untuk menjalani operasi kanker kepala dan leher
elektif di Rumah Sakit CroixRousse (Hospice Civils de Lyon, Prancis) dan Centre
Léon Bérard (Lyon, Prancis) akan disertakan setelah persetujuan tertulis
diperoleh.
Kriteria Inklusi
Peserta yang memenuhi kriteria berikut akan disertakan: pasien yang menjalani
operasi besar kanker kepala dan leher (laringektomi total atau parsial, crico-
hyoido-epiglotto-pexy, orofaringektomi dengan atau tanpa mandibulotomi,
faringektomi parsial, reseksi extended intraoral, pelvektomi extended, pelvi-
glosektomi dengan atau tanpa flap pectoralis mayor atau flap bebas dengan atau
tanpa limfadenektomi cervical) dan pasien yang mendapatkan analgesia terkontrol
pasien (PCA) morfin standar pada periode pasca operasi.
Kriteria non-inklusi
Peserta yang memenuhi satu atau lebih kriteria berikut akan dieksklusi: menolak
mengisi persetujuan; hipersensitivitas terhadap anestesi lokal amida; insufisiensi
hepatoseluler (international normalized ratio > 1,6) atau sirosis; gagal jantung
sistolik (fraksi ejeksi ventrikel kiri < 50%); gangguan konduksi atrioventrikular
yang membutuhkan stimulasi elektrosistolik permanen dimana alat pacu jantung
belum terpasang; pengobatan dengan antiaritmia atau betablocker berdasarkan
klasifikasi Vaughan Williams; indeks massa tubuh > 30 kg/m2; pasien telah
dirawat akibat nyeri kronis dengan analgesik tingkat 3 atau untuk nyeri
neuropatik; epilepsi tidak terkontrol dengan pengobatan; porfiria akut; kelebihan
cairan; hipersensitivitas terhadap komponen dari larutan glukosa 5%; wanita
hamil atau menyusui; dan pasien dalam perlindungan hukum
Randomisasi
Pasien akan dialokasikan dengan desain blok acak sepenuhnya, distratifikasi oleh
pusat, ke salah satu dari dua kelompok yang akan mendapatkan lidokain intravena
(kelompok studi) atau plasebo (kelompok plasebo) selama periode intraoperatif
dan awal pascaoperasi. Pengacakan akan diproses oleh peneliti setelah penilaian
pra operasi, dengan menggunakan daftar yang dihasilkan komputer.
Penyembunyian alokasi akan dikirimkan ke manajer data dan ke setiap
departemen farmasi. Alokasi akan dipastikan dengan melampirkan unit perawatan
dalam amplop tertutup, buram, bernomor urut yang disiapkan oleh departemen
farmasi, yang akan dibuka hanya pada saat pasien tiba di ruang operasi oleh
perawat yang akan menyiapkan jarum suntik. Perawat akan menyiapkan unit
perawatan jauh dari ruang operasi untuk menjaga agar peserta tidak mengetahui
alokasi. Persiapan terdiri dari dua jarum suntik 50 ml untuk infus kontinu dengan
syringe pump. Luaran pasca operasi akan dinilai oleh personel penelitian yang
tidak akan mengetahui jenis intervensi selama penelitian.
Rencana intervensi
Anestesi umum standar dan protokol perawatan pasca operasi akan diikuti di
setiap pusat bagi seluruh pasien. Anestesi dilakukan oleh staf anestesiologi, yang
tidak berpartisipasi dalam evaluasi pasca operasi dan tidak mengetahui alokasi
pasien.
Setelah preoksigenasi, anestesi akan diinduksi dengan injeksi bolus propofol dan
infus remifentanil intravena (model Minto untuk infus remifentanil target-
controlled disesuaikan dengan tekanan arteri dan variasi detak jantung). Intubasi
trakea dapat difasilitasi dengan obat pelumpuh neuromuskuler sesuai dengan
keputusan dokter. Pasien akan diberi ventilasi mekanis dengan campuran udara,
oksigen, dan sevofluran. Perlu diingat bahwa obat antihiperalgesik, seperti nitrit
oksida, ketamin, atau obat antiinflamasi nonsteroid, tidak diperbolehkan selama
protokol. Pemantauan standar diterapkan untuk semua pasien, termasuk
elektrokardiogram, oksimetri nadi, kapnografi, dan pengukuran suhu.
Terapi intervensi
Pada kelompok studi, pada akhir induksi anestesi umum, diberikan bolus lidokain
intravena 1.5 mg/kg, diikuti dengan infus kontinu (2 mg/kg/jam) yang akan
dikurangi menjadi 1 mg/kg/jam di unit perawat post-anestesi (PACU) dan akan
dihentikan pada saat pemulangan. Pada periode perioperatif, kelompok plasebo
akan menerima infus plasebo dengan larutan glukosa 5% dengan kecepatan yang
sama dengan infus lidokain pada kelompok studi.
Terlepas dari alokasi kelompok, semua pasien akan diberikan kombinasi analgesik
intravena 30 menit sebelum akhir operasi: asetaminofen 1 g dan morfin 0,15
mg/kg. Pasien akan dipindahkan ke PACU untuk pemantauan tanda-tanda vital
secara terus menerus. Skor Aldrete akan dicatat sebelum meninggalkan PACU.
Tingkat nyeri akan dinilai menggunakan skala penilaian numerik (NRS: 0 = tidak
ada nyeri, 10 = nyeri terburuk yang dapat dibayangkan). Segera setelah skor NRS
melebihi 3, pasien akan menerima morfin dosis bolus intravena 2 mg setiap 10
menit. Titrasi morfin dilakukan hingga nyeri hilang. Setelah itu, pompa PCA
morfin akan diprogram dalam mode on demand-only tanpa laju basal, yang
memberikan injeksi bolus 1 mg setiap 7 menit tanpa dosis terprogram maksimum.
Pasien akan dipindahkan dari PACU hanya setelah skor Aldrete mencapai 9, dan
tidak ada bukti nyeri dan/atau PONV.
Kunjungan follow-up
Hasil utama
Luaran primer adalah konsumsi morfin yang diberikan secara kumulatif dalam 48
jam pertama pasca operasi
Hasil sekunder
Penilaian keamanan
Analisis data
Studi ini mampu mendeteksi reduksi 20% konsumsi morfin antara kelompok studi
dan plasebo. Data dari departemen bedah kepala dan leher Rumah Sakit Croix-
Rousse memungkinkan estimasi, tanpa pemberian lidokain, konsumsi morfin rata-
rata 43 mg pada hari ke-2 (standar deviasi 17 mg). Dengan kekuatan statistik 0,80,
114 pasien (57 per kelompok) akan diperlukan untuk menunjukkan perbedaan
tersebut (uji t Student). Untuk mengkompensasi kemungkinan dropout 10%
pasien, direncanakan untuk menginklusi 128 pasien total (64 per kelompok).
Amandemen protokol
Diskusi
Manfaat
Baru-baru ini, lidokain intravena telah terbukti secara efektif mengendalikan nyeri
pasca operasi sesuai dengan prosedur pembedahan. Nyeri reda dilaporkan
bertahan selama 48 jam setelah pemberian infus. Tidak ada data publikasi
mengenai lidokain sistemik pada operasi besar kanker kepala dan leher. Kami
berhipotesis bahwa lidokain intravena perioperatif akan mengurangi penggunaan
opioid dan mengurangi CPSP.
Manfaat lidokain untuk meredakan nyeri sepertinya tidak disebabkan oleh blokade
kanal natrium mengingat konsentrasi dalam darah yang relatif rendah pada
perioperatif. Oleh karena itu, hal ini mungkin berkaitan dengan blokade priming
granulosit, yang dapat menghambat pelepasan sitokin dan spesies oksigen reaktif
yang berlebihan, yang bahkan efektif pada konsentrasi yang sangat rendah.
Selain itu, stres akibat operasi dan imunosupresi akibat anestesi dan opioid
selama periode perioperatif dapat berperan penting dalam pembentukan dan
pertumbuhan lesi metastatik. Peran imunosupresi akibat anestesi dalam
mendukung terjadinya rekurensi kanker diajukan oleh studi praklinis yang
tersedia (File tambahan 1).
Risiko
Perawatan medis dari pasien yang diinklusi, dari segi anestesi, operasi, dan
perawatan pasca operasi, tidak berbeda dari praktik sehari-hari. Risiko terutama
terkait dengan toksisitas sistemik anestesi lokal; overdosis dapat mempengaruhi
sistem saraf pusat (misalnya mengantuk, kebingungan, euforia, penglihatan ganda,
kejang), sistem kardiovaskular (misalnya hipotensi, bradikardia, aritmia, serangan
jantung), sistem pernapasan (misalnya takipnea, apnea), atau hematologi
(misalnya methemoglobinemia). Namun, dosis yang digunakan dalam penelitian
ini telah berulang kali terbukti aman dan menghasilkan konsentrasi plasma yang
jauh di bawah tingkat toksik (5 μg.ml-1). Untuk menjaga keamanan, pasien
dengan disfungsi jantung sistolik atau gangguan metabolisme lidokain akibat
disfungsi hati atau sirosis dieksklusi dari penelitian. Selain itu, pasien terus
dipantau dengan elektrokardiografi selama pemberian lidokain. Jika dicurigai
terjadi intoksikasi, pasien akan menerima infus emulsi lipid setelah tindakan
resusitasi standar sesuai dengan protokol lokal berdasarkan pedoman
internasional.
Keterbatasan
Status Penelitian