Anda di halaman 1dari 13

JOURNAL READING

Evaluation of intravenous lidocaine in head and neck


cancer surgery: study protocol for a randomized
controlled trial

Oleh : Ida Ayu Arnya Laksmi Dewi


NIM : 2071071002

PEMBIMBING :
dr. Marilaeta Cindryani,RAR, M.Biomed, SpAn

PROGRAM STUDI ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2023
TELAAH JURNAL LITERATURE REVIEW

Judul Jurnal : Evaluation of intravenous lidocaine in head and neck


cancer surgery: study protocol for a randomized controlled
trial.
Penyusun : Edris Omar1, Grégoire Wallon, Christian Bauer, Grégory
Axiotis, Cécile Bouix, Jean-Luc Soubirou dan Frédéric
Aubrun.
Tahun Publikasi : 2019
Tempat Publikasi : Biomedcentral (BMC)
Pembimbing : dr. Marilaeta Cindryani,RAR, M.Biomed, SpAn
Tanggal telaah : 04 Februari 2023
DOI : https://doi.org/10.1186/s13063-019-3303-x

1. Apakah tinjauan ini memiliki fokus tujuan yang jelas?

Ya, tinjauan ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian lidokain


intravena pada periode perioperatif dapat mengurangi pemberian opioid dan
mengurangi nyeri kronik paska bedah.

2. Apakah penulis menggunakan sumber yang tepat?


Ya, Penelitian ini adalah uji coba prospektif terkontrol acak dua pusat,
tersamar ganda. Semua pasien yang dijadwalkan untuk menjalani operasi kanker
kepala dan leher elektif di Rumah Sakit CroixRousse (Hospice Civils de Lyon,
Prancis) dan Centre Léon Bérard (Lyon, Prancis) yang menyetujui secara tertulis.

3. Apakah semua peserta yang relevan diinklusi?


Ya, peserta yang memenuhi kriteria berikut akan disertakan: pasien yang
menjalani operasi besar kanker kepala dan leher (laringektomi total atau parsial,
crico-hyoido-epiglotto-pexy, orofaringektomi dengan atau tanpa mandibulotomi,
faringektomi parsial, reseksi extended intraoral, pelvektomi extended, pelvi-
glosektomi dengan atau tanpa flap pectoralis mayor atau flap bebas dengan atau
tanpa limfadenektomi cervical) dan pasien yang mendapatkan analgesia terkontrol
pasien (PCA) morfin standar pada periode pasca operasi.

4. Jika hasil dari tinjauan masuk akal?


Ya, hasil utama penelitian ini adalah konsumsi morfin yang diberikan secara
kumulatif dalam 48 jam pertama pasca operasi. Hasil sekunder meliputi:
konsumsi remifentanil kumulatif selama operasi; konsumsi morfin kumulatif
dalam 24 jam pertama pasca operasi; penilaian CPSP 3-6 bulan setelah operasi
menggunakan versi singkat dari QDSA; dan terjadinya efek samping.

5. Apakah tinjauan ini memberikan informasi yang penting?


Ya, bukti terbaru menyatakan bahwa lidokain intravena dapat mengurangi
penggunaan opioid dan nyeri kronik paska bedah untuk jenis pembedahan
tertentu. Penelitian ini merupakan uji pertama yang meneliti efikasi dan keamanan
lidokain intravena dalam pembedahan kanker kepala dan leher

6. Apakah hasil dari tinjauan ini dapat diaplikasikan pada populasi kita?

Ya, hasil dari tinjauan ini dapat diaplikasikan pada populasi kita karena pasien
dengan kanker kepala dan leher juga ditemukan di Indonesia. Selain itu obat-
obatan yang digunakan seperti lidokain intravena merupakan obat yang tersedia di
Indonesia.
Evaluasi lidokain intravena pada pembedahan kanker kepala dan leher:
protokol penelitian untuk uji acak terkontrol

Edris Omar, Grégoire Wallon, Christian Bauer, Grégory Axiotis, Cécile Bouix,
Jean-Luc Soubirou dan Frédéric Aubrun

Abstrak

Latar belakang: nyeri paska pembedahan kanker kepala dan leher sering kali
diremehkan dan memiliki karakteristik nosiseptif serta neuropatik. Reseksi
extended, flap coverage, lesi saraf, inflamasi dan pemberian opioid dosis tinggi
juga dapat menyebabkan hiperalgesia dan nyeri kronis paska bedah. Opioid
seringkali dihubungkan dengan efek samping seperti pusing, mual, dan muntah,
atau konsiptasi mengganggu pemulihan paska bedah dan memperpanjang durasi
rawat inap di rumah sakit. Pasien yang menjalani pembedahan kanker kepala dan
leher tidak dapat memperoleh manfaat penuh dari manajemen nyeri multimodal
dengan anestesi lokoregional. Lidokain intravena yang diteliti diberbagai studi,
terbukti mengurangi nyeri akut dan konsumsi morfin. Beberapa data juga
menyatakan bahwa mampu mengurangi nyeri kronik paska bedah. Bukti
mendukung penggunaannya bervariasi antar prosedur bedah, dan tidak ada
publikasi mengenai pemberian lidokain sistemik pada pembedahan kanker kepala
dan leher. Kami menduga bahwa lidokain intravena yang diberikan dalam periode
perioperatif dapat mengurang penggunaan opioid dan nyeri kronik paska bedah.

Metode/desain: Terdapat total 128 pasien yang menjalani pembedahan kanker


kepala dan leher yang akan diinklusi dalam uji acak terkontrol prospektif, dua-
pusat, double-blind ini. Pasien akan ditempatkan secara acak ke kelompok
lidokain atau plasebo. Setelah induksi anestesi umum, bolus lidokain intravena
akan diberikan (1.5 mg/kg) diikuti dengan infus kontinyu (2 mg/kg/jam) yang
akan dikurangi di unit perawat post-anestesi (1 mg/kg/jam). Luaran utama adalah
konsumsi morfin 48 jam setelah pembedahan. Luaran sekunder adalah konsumsi
remifentanil intraoperatif, konsumsi morfin 24 jam paska bedah, dan nyeri kronik
paska bedah yang akan dinilai 3 – 6 bulan paska bedah.
Diskusi: Bukti terbaru menyatakan bahwa lidokain intravena dapat mengurangi
penggunaan opioid dan nyeri kronik paska bedah untuk jenis pembedahan
tertentu. Penelitian ini merupakan uji pertama yang meneliti efikasi dan keamanan
lidokain intravena dalam pembedahan kanker kepala dan leher.

Registrasi penelitian: ClinicalTrials.gov, NCT02894710. Terdaftar pada 11


August 2016.

Latar Belakang

Telah terjadi peningkatan minat mengenai penggunaan lidokain intravena sebagai


alternatif analgesik nonopioid paska bedah mayor. Morfin telah lama dianggap
sebagai baku emas untuk meredakan nyeri paska sebagian besar prosedur bedah.
Namun, efek samping terkait opioid, seperti mual muntah paska bedah (PONV),
konstipasi, gatal, sedasi, pusing, dan depresi napas, dapat mengganggu pemulihan
paska bedah dan memperpanjang durasi rawat inap. Selain itu, aktivasi neuron dan
neuroplastisitas sentral yang dihasilkan oleh stimulasi nosiseptif yang intens dan
pemberian opioid dosis tinggi dapat menyebabkan hiperalgesia dan nyeri kronik
paska bedah (CPSP). Oleh karena itu, bebas opioid menggunakan antihiperalgesik
seperti lidokain dapat mencegah terjadinya CPSP. Lidokain sistemik, awalnya
digunakan sebagai obat antiaritmia, memiliki waktu paruh yang sangat singkat
dan profil keamanan yang menguntungkan untuk pemberian sistemik. Melalui
aktivitas analgesik dan antiinflamasinya, lidokain sistemik meningkatkan
pemulihan pasca operasi dengan bebas opioid dan dengan mengurangi perubahan
sistem imun. Sebuah meta-analisis baru-baru ini menemukan bahwa efikasi
lidokain intravena perioperatif untuk nyeri pasca operasi bervariasi antar prosedur
bedah. Benar bahwa bebas opioid diobservasi paska infus lidokain dalam bedah
terbuka maupun laparoskopi abdomen, bedah tiroid, dan prosedur jantung, thorak,
serta tulang belakang. Selain itu, data menunjukkan bekurangnya kejadian CPSP
pada operasi payudara. Karena data yang dipublikasikan tidak konsisten, efikasi
infus lidokain perlu dinilai untuk masing-masing prosedur bedah. Belum ada
publikasi penelitian yang mengevaluasi lidokain intravena pada operasi kanker
kepala dan leher mayor. Dalam prosedur ini, nyeri paska operasi akut dan CPSP
merupakan masalah utama dan diremehkan. Pasien tidak memenuhi syarat
manajemen nyeri multimodal sepenuhnya dengan anestesi lokoregional. Daerah
kepala dan leher memiliki persarafan yang sangat banyak. Tumor erosif,
peradangan, dan reseksi bedah extended dapat menyebabkan nyeri akut pasca
operasi yang memiliki berbagai karakteristik (nosiseptif, neuropatik, dan
psikologis). Analgesia yang tidak memadai, lesi saraf, dan konsumsi opioid yang
tinggi dapat menyebabkan hiperalgesia dan nyeri kronis. Kami berhipotesis bahwa
lidokain intravena perioperatif akan mengurangi penggunaan opioid dan
mengurangi CPSP, dan oleh karena itu merancang penelitian untuk menyelidiki
hal ini, protokol penelitian tersebut dilaporkan sebagai berikut.

Metode/desain

Desain penelitian

Penelitian ini adalah uji coba prospektif terkontrol acak dua pusat, tersamar ganda.
Telah disetujui oleh komite etika lokal (CPP Sud-Est II) pada 6 Juli 2016, dan
oleh agen kedokteran Prancis (Agence nationale de sécurité du médicament et des
produits de santé (ANSM)) pada 7 Juli 2016. Uji coba ini terdaftar di EUDRA-CT
(2015-005799-90) dan pada clinicaltrials.gov (NCT02894710). Desain percobaan
diilustrasikan pada Gambar 1 dan 2.

Populasi

Semua pasien yang dijadwalkan untuk menjalani operasi kanker kepala dan leher
elektif di Rumah Sakit CroixRousse (Hospice Civils de Lyon, Prancis) dan Centre
Léon Bérard (Lyon, Prancis) akan disertakan setelah persetujuan tertulis
diperoleh.

Kriteria Inklusi

Peserta yang memenuhi kriteria berikut akan disertakan: pasien yang menjalani
operasi besar kanker kepala dan leher (laringektomi total atau parsial, crico-
hyoido-epiglotto-pexy, orofaringektomi dengan atau tanpa mandibulotomi,
faringektomi parsial, reseksi extended intraoral, pelvektomi extended, pelvi-
glosektomi dengan atau tanpa flap pectoralis mayor atau flap bebas dengan atau
tanpa limfadenektomi cervical) dan pasien yang mendapatkan analgesia terkontrol
pasien (PCA) morfin standar pada periode pasca operasi.

Kriteria non-inklusi

Peserta yang memenuhi satu atau lebih kriteria berikut akan dieksklusi: menolak
mengisi persetujuan; hipersensitivitas terhadap anestesi lokal amida; insufisiensi
hepatoseluler (international normalized ratio > 1,6) atau sirosis; gagal jantung
sistolik (fraksi ejeksi ventrikel kiri < 50%); gangguan konduksi atrioventrikular
yang membutuhkan stimulasi elektrosistolik permanen dimana alat pacu jantung
belum terpasang; pengobatan dengan antiaritmia atau betablocker berdasarkan
klasifikasi Vaughan Williams; indeks massa tubuh > 30 kg/m2; pasien telah
dirawat akibat nyeri kronis dengan analgesik tingkat 3 atau untuk nyeri
neuropatik; epilepsi tidak terkontrol dengan pengobatan; porfiria akut; kelebihan
cairan; hipersensitivitas terhadap komponen dari larutan glukosa 5%; wanita
hamil atau menyusui; dan pasien dalam perlindungan hukum

Randomisasi

Pasien akan dialokasikan dengan desain blok acak sepenuhnya, distratifikasi oleh
pusat, ke salah satu dari dua kelompok yang akan mendapatkan lidokain intravena
(kelompok studi) atau plasebo (kelompok plasebo) selama periode intraoperatif
dan awal pascaoperasi. Pengacakan akan diproses oleh peneliti setelah penilaian
pra operasi, dengan menggunakan daftar yang dihasilkan komputer.
Penyembunyian alokasi akan dikirimkan ke manajer data dan ke setiap
departemen farmasi. Alokasi akan dipastikan dengan melampirkan unit perawatan
dalam amplop tertutup, buram, bernomor urut yang disiapkan oleh departemen
farmasi, yang akan dibuka hanya pada saat pasien tiba di ruang operasi oleh
perawat yang akan menyiapkan jarum suntik. Perawat akan menyiapkan unit
perawatan jauh dari ruang operasi untuk menjaga agar peserta tidak mengetahui
alokasi. Persiapan terdiri dari dua jarum suntik 50 ml untuk infus kontinu dengan
syringe pump. Luaran pasca operasi akan dinilai oleh personel penelitian yang
tidak akan mengetahui jenis intervensi selama penelitian.
Rencana intervensi

Anestesi umum standar dan protokol perawatan pasca operasi akan diikuti di
setiap pusat bagi seluruh pasien. Anestesi dilakukan oleh staf anestesiologi, yang
tidak berpartisipasi dalam evaluasi pasca operasi dan tidak mengetahui alokasi
pasien.

Induksi dan rumatan anestesi

Setelah preoksigenasi, anestesi akan diinduksi dengan injeksi bolus propofol dan
infus remifentanil intravena (model Minto untuk infus remifentanil target-
controlled disesuaikan dengan tekanan arteri dan variasi detak jantung). Intubasi
trakea dapat difasilitasi dengan obat pelumpuh neuromuskuler sesuai dengan
keputusan dokter. Pasien akan diberi ventilasi mekanis dengan campuran udara,
oksigen, dan sevofluran. Perlu diingat bahwa obat antihiperalgesik, seperti nitrit
oksida, ketamin, atau obat antiinflamasi nonsteroid, tidak diperbolehkan selama
protokol. Pemantauan standar diterapkan untuk semua pasien, termasuk
elektrokardiogram, oksimetri nadi, kapnografi, dan pengukuran suhu.

Terapi intervensi

Pada kelompok studi, pada akhir induksi anestesi umum, diberikan bolus lidokain
intravena 1.5 mg/kg, diikuti dengan infus kontinu (2 mg/kg/jam) yang akan
dikurangi menjadi 1 mg/kg/jam di unit perawat post-anestesi (PACU) dan akan
dihentikan pada saat pemulangan. Pada periode perioperatif, kelompok plasebo
akan menerima infus plasebo dengan larutan glukosa 5% dengan kecepatan yang
sama dengan infus lidokain pada kelompok studi.

Analgesik paska bedah

Terlepas dari alokasi kelompok, semua pasien akan diberikan kombinasi analgesik
intravena 30 menit sebelum akhir operasi: asetaminofen 1 g dan morfin 0,15
mg/kg. Pasien akan dipindahkan ke PACU untuk pemantauan tanda-tanda vital
secara terus menerus. Skor Aldrete akan dicatat sebelum meninggalkan PACU.
Tingkat nyeri akan dinilai menggunakan skala penilaian numerik (NRS: 0 = tidak
ada nyeri, 10 = nyeri terburuk yang dapat dibayangkan). Segera setelah skor NRS
melebihi 3, pasien akan menerima morfin dosis bolus intravena 2 mg setiap 10
menit. Titrasi morfin dilakukan hingga nyeri hilang. Setelah itu, pompa PCA
morfin akan diprogram dalam mode on demand-only tanpa laju basal, yang
memberikan injeksi bolus 1 mg setiap 7 menit tanpa dosis terprogram maksimum.
Pasien akan dipindahkan dari PACU hanya setelah skor Aldrete mencapai 9, dan
tidak ada bukti nyeri dan/atau PONV.

Tatalaksana paska bedah

Pasien akan diberikan analgesik intravena dengan acetaminophen 1 g setiap 6 jam


dan PCA morfin selama setidaknya 48 jam pertama setelah prosedur.
Keseimbangan cairan, nutrisi enteral, penggunaan antibiotik, dan pencegahan
tromboemboli akan menjadi keputusan dokter.

Kunjungan follow-up

Kunjungan follow up pertama akan dilakukan di PACU untuk penilaian konsumsi


morfin dan efek sampingnya. Dua kunjungan lainnya direncanakan pada hari ke-1
dan ke-2 dari periode awal pasca operasi untuk penilaian konsumsi morfin.
Kunjungan terakhir adalah 3-6 bulan setelah operasi untuk mengevaluasi CPSP
dengan NRS dan versi singkat dari "Questionnaire Douleur SaintAntoine"
(QDSA), yang merupakan adaptasi Prancis dari McGill Pain Questionnaire
(MPQ). Setiap obat analgesik atau antiinflamasi baru atau terapi yang relevan
(seperti kemoterapi, radioterapi) akan dicatat.

Hasil utama

Luaran primer adalah konsumsi morfin yang diberikan secara kumulatif dalam 48
jam pertama pasca operasi

Hasil sekunder

Luaran sekunder meliputi: konsumsi remifentanil kumulatif selama operasi;


konsumsi morfin kumulatif dalam 24 jam pertama pasca operasi; penilaian CPSP
3-6 bulan setelah operasi menggunakan versi singkat dari QDSA; dan terjadinya
efek samping.

Penilaian keamanan

Terapi intervensi akan diberikan kepada pasien dengan pemantauan hemodinamik


standar di ruang operasi yang lengkap. Hal ini memungkinkan deteksi dan
pengobatan segera bila terjadi efek samping. Pemberian obat penelitian akan
segera dihentikan jika peserta menunjukkan perburukan yang relevan. Selain itu,
setelah meninggalkan ruang operasi, semua pasien akan dimonitor secara ketat
untuk terjadinya efek samping, pertama di PACU dan kemudian di bangsal bedah.
Selain itu, inklusi setiap pasien ke dalam penelitian ini akan dicatat dalam sistem
informasi rumah sakit elektronik sehingga dapat dilihat oleh semua dokter dan
perawat yang terlibat dalam perawatan pasien. Hal ini membantu pelaporan efek
samping berat kepada peneliti utama.

Analisis data

Data akan dianalisis menurut prinsip niat untuk mengobati. Unblinding


direncanakan pada akhir penelitian, setelah database dibekukan. Analisis
deskriptif akan dilakukan terlebih dahulu. Data akan disajikan sebagai jumlah dan
persentase untuk data kualitatif, sebagai mean dan standar deviasi untuk data
kuantitatif yang terdistribusi normal, atau sebagai median dan rentang interkuartil
untuk variabel yang tidak terdistribusi normal. Analisis hasil utama (konsumsi
morfin kumulatif dalam 48 jam pertama pasca operasi) akan dilakukan dengan
menggunakan uji t Student. Analisis regresi linier multivariat juga akan dilakukan
untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait secara independen dengan
konsumsi morfin 48 jam setelah operasi. Faktor yang diteliti adalah jenis operasi,
lokasi tumor, stadium kanker, durasi operasi, skor NRS saat tiba di PACU,
penggunaan analgesik pra operasi, dan penggunaan remifentanil intraoperatif
dosis tinggi. Selama operasi, konsumsi remifentanil intraoperatif serta konsumsi
morfin dalam 24 jam pasca operasi akan dibandingkan antara kedua kelompok uji
t Student. Insiden nyeri kronis pasca operasi akan dibandingkan antara kedua
kelompok dan faktor-faktor yang berpotensi terkait dengan terjadinya nyeri kronis
akan dianalisis dengan regresi logistik. Analisis subgrup akan dilakukan untuk
membandingkan pasien dengan dan tanpa flap pektoralis mayor atau flap bebas.
Analisis statistik akan dilakukan di bawah tanggung jawab ahli metodologi dari
pusat penelitian klinis Rumah Sakit Croix-Rousse. Semua analisis akan dilakukan
dengan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 19.0 (IBM Corp., Armonk,
NY, USA) dan perangkat lunak R (R Development Core Team, Wina, Austria).
Nilai p <0,05 akan dianggap signifikan secara statistik.

Perhitungan ukuran sampel

Studi ini mampu mendeteksi reduksi 20% konsumsi morfin antara kelompok studi
dan plasebo. Data dari departemen bedah kepala dan leher Rumah Sakit Croix-
Rousse memungkinkan estimasi, tanpa pemberian lidokain, konsumsi morfin rata-
rata 43 mg pada hari ke-2 (standar deviasi 17 mg). Dengan kekuatan statistik 0,80,
114 pasien (57 per kelompok) akan diperlukan untuk menunjukkan perbedaan
tersebut (uji t Student). Untuk mengkompensasi kemungkinan dropout 10%
pasien, direncanakan untuk menginklusi 128 pasien total (64 per kelompok).

Amandemen protokol

Untuk memperluas inklusi, protokol diubah (Oktober 2016) untuk menginklusi


wanita, serta pasien yang menjalani laringektomi total dan intervensi yang
diselesaikan dengan dengan penutupan flap bebas.

Diskusi

Manfaat

Baru-baru ini, lidokain intravena telah terbukti secara efektif mengendalikan nyeri
pasca operasi sesuai dengan prosedur pembedahan. Nyeri reda dilaporkan
bertahan selama 48 jam setelah pemberian infus. Tidak ada data publikasi
mengenai lidokain sistemik pada operasi besar kanker kepala dan leher. Kami
berhipotesis bahwa lidokain intravena perioperatif akan mengurangi penggunaan
opioid dan mengurangi CPSP.
Manfaat lidokain untuk meredakan nyeri sepertinya tidak disebabkan oleh blokade
kanal natrium mengingat konsentrasi dalam darah yang relatif rendah pada
perioperatif. Oleh karena itu, hal ini mungkin berkaitan dengan blokade priming
granulosit, yang dapat menghambat pelepasan sitokin dan spesies oksigen reaktif
yang berlebihan, yang bahkan efektif pada konsentrasi yang sangat rendah.

Lidocaine banyak digunakan secara intravena pada periode perioperatif untuk


pembedahan abdomen dan prosedur urologi serta mengurangi penggunaan opioid,
melalui sifat analgesik dan anti-inflamasinya. Selain itu, dengan efek
antihiperalgesiknya, lidokain sistemik dapat mencegah CPSP. Penilaian
hiperalgesia dan CPSP dapat dilakukan saat kami mencoba membatasi
penggunaan obat antihiperalgesik (seperti oksida nitrat, ketamin, dan obat
antiinflamasi nonsteroid).

Selain itu, stres akibat operasi dan imunosupresi akibat anestesi dan opioid
selama periode perioperatif dapat berperan penting dalam pembentukan dan
pertumbuhan lesi metastatik. Peran imunosupresi akibat anestesi dalam
mendukung terjadinya rekurensi kanker diajukan oleh studi praklinis yang
tersedia (File tambahan 1).

Risiko

Perawatan medis dari pasien yang diinklusi, dari segi anestesi, operasi, dan
perawatan pasca operasi, tidak berbeda dari praktik sehari-hari. Risiko terutama
terkait dengan toksisitas sistemik anestesi lokal; overdosis dapat mempengaruhi
sistem saraf pusat (misalnya mengantuk, kebingungan, euforia, penglihatan ganda,
kejang), sistem kardiovaskular (misalnya hipotensi, bradikardia, aritmia, serangan
jantung), sistem pernapasan (misalnya takipnea, apnea), atau hematologi
(misalnya methemoglobinemia). Namun, dosis yang digunakan dalam penelitian
ini telah berulang kali terbukti aman dan menghasilkan konsentrasi plasma yang
jauh di bawah tingkat toksik (5 μg.ml-1). Untuk menjaga keamanan, pasien
dengan disfungsi jantung sistolik atau gangguan metabolisme lidokain akibat
disfungsi hati atau sirosis dieksklusi dari penelitian. Selain itu, pasien terus
dipantau dengan elektrokardiografi selama pemberian lidokain. Jika dicurigai
terjadi intoksikasi, pasien akan menerima infus emulsi lipid setelah tindakan
resusitasi standar sesuai dengan protokol lokal berdasarkan pedoman
internasional.

Keterbatasan

Namun demikian, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Salah satunya


adalah perekrutan pasien yang menjalani berbagai jenis prosedur. Teknik bedah
akan berbeda pada setiap prosedur, dan oleh karena itu kami telah merencanakan
analisis subgrup (dengan atau tanpa flap pectoralis mayor atau flap bebas).
Keterbatasan lain adalah, untuk masalah organisasi, unit perawatan harus
disiapkan oleh perawat PACU yang kemudian membawa jarum suntik ke ruang
operasi tetapi tidak akan terlibat dalam perawatan pasien studi. Meskipun hal ini
bertujuan untuk menjamin blinding, mengingat perawat dan tim medis yang
merawat pasien akan berada di departemen yang sama maka bias akibat
unblinding tidak dapat disingkirkan. Selanjutnya, jika penggunaan kortikosteroid
pasca operasi diduga oleh tim bedah, pasien tidak terdaftar ke dalam penelitian.
Namun, jika kortikosteroid diberikan pada periode perioperatif akibat potensi
edema saluran napas atas, pasien tidak dieksklusi; analisis dilakukan sesuai
dengan prinsip niat-untuk-mengobati akan digunakan untuk analisis, dan analisis
sub-kelompok akan dipertimbangkan sesuai dengan angkatan kerja masing-
masing kelompok.

Status Penelitian

Rekrutmen pasien dimulai pada bulan Desember 2016. Waktu selesainya


penelitian diprediksi pada bulan Juni 2019.

Anda mungkin juga menyukai