Anda di halaman 1dari 7

Workplace Negotiation Processes

MAKALAH

Oleh Kelompok 11:


Ade Yustirandy Putra (225221020)
Kamelia Arifah (225221038)
Naily Ikhroma Anbilqis (225221041)
Tantiyawati (225221051)

PROGRAM STUDI MAGISTER


PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2023
Introduction
Bab ini membahas proses negosiasi di tempat kerja, peran konflik dalam hubungan
kerja, aspek positif dan negatif dari konflik di tempat kerja, proses penyelesaian sengketa
alternatif (Alternative Dispute Resolution/ADR), tren terkini dalam resolusi konflik di tempat
kerja dan strategi negosiasi, gaya manajemen konflik, dan dampak dari perbedaan lintas-
budaya terhadap hasil penyelesaian sengketa dan konflik. Buku ini menekankan pentingnya
mengelola konflik secara efektif dan meningkatnya penggunaan ADR dalam menyelesaikan
konflik di tempat kerja. Pengantar ini menjadi dasar bagi eksplorasi yang komprehensif
mengenai resolusi konflik, negosiasi, dan dampak perbedaan budaya dalam pengambilan
keputusan dan penyelesaian konflik.

The Nature Of Conflict


Konflik merupakan fenomena yang kompleks dan beragam yang memainkan peran
penting dalam hubungan kerja. Konflik dapat muncul dari berbagai sumber, termasuk
perbedaan nilai, tujuan, dan persepsi, serta persaingan untuk mendapatkan sumber daya dan
kekuasaan. Konflik dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti konflik interpersonal antar
individu, konflik kelompok, atau konflik antara karyawan dan manajemen.
Hal ini menekankan pentingnya mengelola konflik secara efektif dan meningkatnya
penggunaan penyelesaian sengketa alternatif (ADR) dalam menyelesaikan konflik di tempat
kerja. Selain itu erat kaitannya dengan penyebab spesifik konflik di tempat kerja dan proses-
proses ADR yang umum. Gaya manajemen konflik, seperti bersaing dan mengalah, dibahas
sebagai pendekatan untuk mengatasi konflik berdasarkan keprihatinan terhadap hasil yang
ingin dicapai atau hasil yang ingin dicapai orang lain. Model keprihatinan ganda menguraikan
gaya manajemen konflik yang berbeda, termasuk tidak bertindak, berkompromi, dan
pemecahan masalah.
Perbedaan budaya disoroti sebagai faktor yang dapat memengaruhi cara penyelesaian
konflik, dan kesadaran lintas budaya dianggap penting dalam mengelola konflik dalam tenaga
kerja yang beragam. Norma bahasa dan komunikasi juga dicatat sebagai faktor yang
mempengaruhi penyelesaian konflik, dan proses penyelesaian sengketa alternatif, seperti
mediasi, semakin populer dalam menyelesaikan konflik di tempat kerja.

2
Secara keseluruhan, sifat konflik disajikan sebagai aspek penting dalam hubungan kerja, dan
bab ini memberikan wawasan tentang berbagai dimensi konflik, penyebabnya, gaya
manajemen, dan dampak perbedaan budaya terhadap penyelesaian konflik.

Aspek positif dan negatif dari konflik di tempat kerja


Aspek positif dari konflik di tempat kerja meliputi meningkatnya kesadaran akan isu-
isu di antara para pihak, potensi untuk menjadi katalisator bagi perubahan organisasi, dan
kesempatan untuk memperkuat hubungan yang ada dan meningkatkan semangat kerja. Selain
itu, konflik dapat meningkatkan kesadaran akan diri sendiri dan orang lain, meningkatkan
pengembangan diri, dan mengarah pada kreativitas dan produktivitas yang lebih besar dalam
pembelajaran atau organisasi berbasis pengetahuan. Di sisi lain, aspek negatif dari konflik di
tempat kerja mencakup konsekuensi yang mahal seperti ketidakhadiran, tindakan hukum
terhadap organisasi, dan hilangnya produktivitas. Selain itu, konflik jangka panjang, konflik
yang meningkat, atau konflik yang merusak dapat menyebabkan tingginya tingkat
ketidakhadiran dan perputaran karyawan, serta berkurangnya produktivitas organisasi, yang
berdampak pada keuntungan organisasi secara signifikan. Konflik juga dapat menyebabkan
penurunan motivasi atau produktivitas, peningkatan ketidakhadiran, dan pergantian karyawan,
yang semuanya dapat merusak organisasi dan budayanya.

Common Alternative Dispute Resolution Processes


Proses penyelesaian sengketa alternatif (ADR) yang umum termasuk mediasi, arbitrase,
pencarian fakta, dan negosiasi yang difasilitasi. Proses-proses ini semakin banyak digunakan
untuk menyelesaikan konflik dan perselisihan di tempat kerja.
1) Mediasi melibatkan pihak ketiga yang netral untuk memandu pihak-pihak yang
berselisih menuju kesepakatan, mendorong mereka untuk mendengarkan perspektif
satu sama lain dan mencapai resolusi yang dapat diterima bersama.
2) Arbitrase melibatkan penyelesaian sengketa oleh pihak ketiga yang tidak memihak,
yang keputusannya mengikat para pihak yang terlibat. Proses ini sering digunakan
sebagai alternatif dari proses pengadilan di pengadilan atau tribunal.
3) Pencarian fakta melibatkan pihak ketiga yang tidak memihak untuk menyelidiki
sengketa dan memberikan rekomendasi penyelesaian yang tidak mengikat berdasarkan
fakta-fakta yang ada.

3
4) Negosiasi yang difasilitasi mengacu pada proses di mana fasilitator netral membantu
para pihak dalam mencapai kesepakatan yang dapat diterima bersama melalui diskusi
dan negosiasi yang terstruktur.

Proses-proses ADR ini menawarkan alternatif yang efektif untuk litigasi tradisional dan
semakin diakui sebagai alat yang berharga untuk menyelesaikan konflik dan perselisihan di
tempat kerja. Apabila konflik tidak dapat diselesaikan melalui negosiasi langsung antara para
pihak, maka campur tangan pihak ketiga merupakan mekanisme yang berguna. Hal ini dikenal
sebagai penyelesaian sengketa alternatif (ADR). Proses ADR telah diterima secara luas secara
global di kalangan profesi hukum dan industri pada umumnya, peningkatan popularitas ini
dapat dikaitkan dengan sejumlah faktor: meningkatnya beban kerja pengadilan, persyaratan
untuk ADR dalam undang-undang (seperti yang terjadi di sejumlah instrumen industri di
Australia), pengurangan kepadatan dan keanggotaan serikat pekerja, pengurangan biaya
litigasi, masalah kerahasiaan, dan keinginan para pihak yang terlibat untuk memiliki kontrol
yang lebih besar atas penyelesaian sengketa.

Tren terkini dalam resolusi konflik di tempat kerja dan strategi negosiasi
Beberapa tren saat ini dalam resolusi konflik di tempat kerja dan strategi negosiasi
termasuk pergeseran ke arah bentuk-bentuk konsultasi, negosiasi, dan mediasi non-industri,
seperti tim kerja yang dikelola sendiri, tim kerja virtual, dan tim kerja yang disubkontrakkan.
Selain itu, ada pengakuan yang meningkat bahwa konflik adalah bagian dari kehidupan sehari-
hari dan dapat memiliki pengaruh dan hasil yang positif dan negatif, yang mengarah pada
kesadaran bahwa konflik tidak akan pernah bisa dihilangkan sepenuhnya, tetapi dapat
dimanfaatkan dan dikelola secara efektif.
Selain itu, terdapat ketergantungan yang semakin besar pada proses mediasi internal
dan pengembangan kompetensi untuk negosiasi di tempat kerja dan resolusi konflik di antara
manajer lini, operasional, dan SDM. Tren ini terutama terlihat pada organisasi yang
mengandalkan pekerja berpengetahuan tinggi dan bergaji tinggi, serta tenaga kerja jangka
pendek dan kasual, daripada karyawan kerah biru yang bekerja penuh waktu dan permanen,
yang lebih cenderung meminta dukungan dari perwakilan serikat pekerja mereka selama masa
konflik.
Selain itu, penggunaan teknik penyelesaian sengketa alternatif (ADR) di tempat kerja,
yang melibatkan mediator dan fasilitator untuk menyelesaikan konflik, semakin meningkat,
didukung oleh pembentukan Komisi Kerja Adil (Fair Work Commission), yang menggantikan
4
Komisi Hubungan Industrial Australia. Kemudian, munculnya alat bantu online baru, seperti
'Dispute Support', memudahkan usaha kecil untuk menemukan layanan penyelesaian sengketa,
yang mencerminkan tren penyederhanaan akses ke sumber daya penyelesaian konflik.

Secara keseluruhan, tren-tren ini mencerminkan pergeseran ke arah proses resolusi


konflik internal, pengakuan akan keniscayaan konflik di tempat kerja, dan semakin pentingnya
mengembangkan kompetensi untuk negosiasi dan resolusi konflik dalam organisasi.

Conflict Management Styles


Gaya manajemen konflik didasarkan pada model keprihatinan ganda, yang
mengidentifikasi gaya yang berbeda dalam manajemen konflik berdasarkan keprihatinan
terhadap hasil yang ingin dicapai sendiri versus hasil yang ingin dicapai oleh pihak lain. Lima
gaya manajemen konflik utama yang diidentifikasi dalam model ini adalah bersaing, mengalah,
tidak bertindak, berkompromi, dan memecahkan masalah.
Bersaing, juga dikenal sebagai bersaing atau mendominasi, melibatkan kepentingan
pribadi yang kuat untuk mencapai hasil yang diinginkan dengan mengorbankan orang lain.
Mengalah, juga dikenal sebagai mengakomodasi atau mewajibkan, mencerminkan sedikit
kepedulian untuk mencapai hasil yang diinginkan dan dapat menyebabkan frustrasi dan
hubungan yang rusak. Kelambanan, atau penghindaran, menunjukkan sedikit ketertarikan
untuk mencapai hasil yang diinginkan atau membantu orang lain dalam mencapai tujuan
mereka, dan dapat mengakibatkan konflik yang tidak terselesaikan.
Berkompromi dipandang sebagai gaya tawar-menawar, yang melibatkan strategi
'memberi sedikit, kehilangan sedikit' yang dapat menghasilkan 'setengah menang' bagi kedua
belah pihak. Pemecahan masalah, juga dikenal sebagai pemecahan masalah secara kolaboratif
atau kooperatif, dianggap sebagai gaya yang paling efektif, dengan kepedulian yang tinggi
untuk mencapai hasil bagi semua pihak yang terlibat, yang mengarah pada solusi yang saling
menguntungkan.
Memahami dan secara efektif memanfaatkan gaya manajemen konflik ini adalah
keterampilan penting bagi manajer, karyawan, dan profesional SDM, karena memungkinkan
mereka untuk memilih gaya yang paling tepat untuk situasi tertentu dan beradaptasi dengan
dinamika konflik yang terus berubah. Sehingga gaya manajemen konflik memainkan peran
penting dalam menangani konflik di tempat kerja dan sangat penting untuk mencapai hasil
resolusi konflik yang positif.

5
Perbedaan lintas budaya berdampak pada hasil penanganan sengketa dan konflik
Perbedaan lintas budaya memiliki dampak yang signifikan terhadap hasil penanganan
perselisihan dan konflik. Penelitian telah menunjukkan bahwa budaya yang berbeda
menyelesaikan perselisihan dan konflik melalui berbagai pendekatan, dan variasi budaya ini
dapat menyebabkan miskomunikasi, kesalahpahaman, dan konflik. Sebagai contoh, negara-
negara Asia mungkin lebih cenderung menggunakan cara mengalah atau menghindar dalam
menangani konflik, sementara banyak budaya Barat mungkin memiliki pendekatan yang lebih
langsung dalam menyelesaikan konflik. Selain itu, banyak budaya Asia yang bersifat kolektivis
dan memiliki rasa hormat yang kuat dan tradisional terhadap peran otoritas dan kekuasaan,
sementara banyak budaya Barat yang bersifat individualis, berfokus pada tindakan tunggal dan
penghargaan untuk pencapaian individu. Perbedaan dalam gaya penyelesaian konflik ini dapat
mengarah pada hasil yang berbeda-beda dalam menangani perselisihan dan konflik di tempat
kerja.
Selain itu, penggunaan platform virtual untuk komunikasi dan pertumbuhan
penggunaan proses penyelesaian sengketa alternatif (ADR), termasuk mediasi, juga
membutuhkan pemahaman tentang isu-isu lintas budaya dan kemampuan untuk berkomunikasi
secara efektif melintasi batas-batas budaya. Oleh karena itu, penting bagi individu yang terlibat
dalam resolusi konflik dan negosiasi untuk memiliki kesadaran lintas budaya dan keterampilan
komunikasi agar dapat secara efektif menangani perselisihan dan konflik di lingkungan kerja
yang beragam.
Secara keseluruhan, perbedaan lintas budaya dapat secara signifikan mempengaruhi
cara penanganan dan penyelesaian konflik di tempat kerja, dan penting bagi organisasi untuk
mengenali dan mengatasi perbedaan-perbedaan ini untuk mencapai hasil resolusi konflik yang
sukses.

Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa, bab ini membahas proses negosiasi di tempat kerja, peran
konflik dalam hubungan kerja, proses penyelesaian sengketa alternatif (ADR), gaya
manajemen konflik, dan dampak perbedaan lintas budaya pada hasil penanganan sengketa dan
konflik. Bagian-bagian tersebut menekankan pentingnya mengelola konflik secara efektif dan
meningkatnya penggunaan ADR dalam menyelesaikan konflik di tempat kerja. Bagian ini juga
mencakup sifat konflik, penyebab spesifik konflik di tempat kerja, dan proses-proses ADR
yang umum, yang menyoroti perlunya pelatihan dan pembinaan yang komprehensif dalam
keterampilan resolusi konflik.
6
Selain itu, juga membahas peran mediasi sebagai metode untuk menyelesaikan
perselisihan, keterampilan dan kompetensi yang diperlukan untuk mediator, dan keuntungan
dan kerugian menggunakan mediasi sebagai metode penyelesaian konflik. Kemudian
membahas kompleksitas penyelesaian konflik, pentingnya memahami gaya manajemen
konflik yang berbeda, dan dampak dari perbedaan budaya terhadap penyelesaian konflik.
Bagian selanjutnya membahas tantangan dalam mengelola keragaman generasi di tempat kerja
dan peluncuran alat bantu online untuk membantu usaha kecil menemukan layanan
penyelesaian sengketa.
Secara keseluruhan, bab ini memberikan gambaran menyeluruh tentang resolusi
konflik, strategi negosiasi, dan dampak perbedaan budaya pada pengambilan keputusan dan
resolusi konflik di tempat kerja. Buku ini juga menyertakan referensi jurnal dan buku-buku
akademis, yang mengindikasikan pendekatan yang telah diteliti dengan baik dan ilmiah
terhadap pokok bahasannya.

Anda mungkin juga menyukai