Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

RESOLUSI KONFLIK

“GAYA PENANGANAN KONFLIK DOMINATING”

DosenPengampu: Dr. Irwanti Said, M.Pd

DI SUSUN OLEH:

KAHAR 50300118052

HASRIANTI 50300120007

ST. JUMRIANI 50300120011

MUH. FAJAR NUR 50300120014

ANDI MUTIA MAKKAWARU 50300120020

KELAS 4 PMI A

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2022
“GAYA PENANGANAN KONFLIK DOMINATING”

Konflik

Konflik artinya percekcokan, perselisihan dan pertentangan. Dalam hal ini,


konflik hakekatnya dimulai dari pikiran. Pikiran tentang eksistensi diri sendiri
maupun dalam konteks ada bersama orang lain atau kelompok. Dengan begitu,
konflik dapat muncul dalam diri sendiri maupun kepada orang lain. Konflik
dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam
suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri
fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.

Konflik biasa terjadi dimana saja dan kapan saja, baik itu konflik
dilingkungan social maupun konflik yang terjadi di lingkungan kerja. Konflik
juga berpengaruh terhadap stress. Oleh sebab itu, konflik perlu diselesaikan
dengan manajemen konflik yang baik agar tidak terus menerus dan menjadi
sebuah masalah yang lebih besar.

Manajemen Konflik Metode Dominasi (Dominating)

Manajemen konflik adalah metode untuk menangani keluhan atau


perselisihan sehingga dapat menemukan alternative jalan tengah untuk
pengambilan keputusan (Longe, 2015). Pada manajemen konflik terdapat
beberapa gaya, yaitu manajemen konflik integrasi (integrating), manajemen
konflik obliging, manajemen konflik dominasi (dominating), manajemen konflik
avoiding, dan manajemen konflik kompromi (compromising). Gaya
manajemen konflik diperlukan sebagai upaya perbaikan hubungan untuk
penyelesaian konflik (Wartini, 2015). Pada kesempatan kali ini, kita akan
membahas gaya penanganan konflik dominating atau dominasi.

Menurut Wahjono (2010) manajemen konflik dominasi (dominating)


merupakan manajemen konflik yang dilakukan dengan menggunakan kekuasaan
yang dimiliki, hanya berusaha memenuhi tujuannya sendiri tanpa mempedulikan
kebutuhan lawan konflik. Manajemen konflik dominasi (dominating) berorientasi
pada kekuasaan dimana seseorang akan menggunakan kekuasaannya untuk
memenangkan konflik. Salah satu cirri dari manajemen konflik dominasi
(dominating) adalah memaksakan solusi. Ini berarti bahwa seseorang atau
kelompok yang berkuasa memutuskan akan seperti apa hasilnya. Manajemen
konflik dominasi (dominating) tidak cocok untuk masalah yang kompleks karena
solusi yang didapatkan hanya memuaskan satu pihak dan memaksa pihak lain
menerimanya dengan alasan pihak yang memberikan solusi memiliki jabatan atau
kekuasaan yang lebih tinggi dan kuat.

Gaya manajemen konflik dominating disebut juga orientasi win-lose


atau menggunkan kekuatan untuk mendapatkan suatu posisi. Orang yang
dominating atau competiting ingin memenangkantujuannya, dan akibatnya
sering mengabaikan kebutuhan dan harapan pihak lain. Seorang supervisor bias
menggunakan gaya ini pada isu-isu yang dilaksanakan secara rutin ataupun pada
kondisi-kondisi yang memerlukan pengambilan keputusan dengan cepat (Rahim,
2002).

Dalam suatu organisasi, individu yang mampu menangani konflik


secara efektif dianggap sebagai komunikator yang efektif dan pemimpin yang
mumpuni (capable). Mereka yang tidak dapat menangani konflik dengan
secara efektif akan mengalami hambatan untuk mencapai tujuan organisasi,
mempertahankan relasi yang positif dan keterpaduan atau kedekatan, dan
problem solving (Gross & Guerrero, 2000; Halimsetiono, 2014; Redmond,
Jameson, & Binder, 2016). Gaya dominating merupakan gaya manajemen
konflik yang lebih sering mengutamakan diri sendiri dari pada pihak lainnya.
Dominating ditandai dengan adanya argumentasi untuk mengambil ahli
kekuasaan di dalam suatu interaksi dan dominating sebagai competitive (DuBrin,
&Geerinck, 2015).

Gaya manajemen konflik dominating cenderung sering diterapkan oleh


pemimpin kepada bawahan, namun bias juga sebaliknya yaitu apabila konflik
yang terjadi meluas dan melibatkan berbagai pihak. Sebagai contoh penerapan
metode ini dilakukan di Afrika dimana perusahaan yang digunakan sebagai
obyek penelitian menggunakan gaya dominating. Dalam kasus ini justru karyawan
yang menerapkan gaya manajemen konflik dominan untuk mendesak atasannya
dengan cara meminta kenaikan gaji. Pihak manajemen mengikuti permintaan
karyawan, dan hal ini membuat karyawan menghargai pekerjaannya dan
meminimalisir stresnya sehingga kinerja karyawan dapat ditingkatkan secara
keseluruhan (Odoziobodo, 2015).

Dominating (Forching)

Dominating yang dipentingkan adalah kepentingan diri sendiri dan dalam


hal ini yang dimaksud pada umumnya adalah atasan atau pihak yang lebih
berkuasa atau individu yang memiliki karakter kepribadian bersifat otoriter atau
dominan. Gaya ini dapat memberikan hasil yang baik ketika membutuhkan
keputusan yang cepat.

Dominasi dan penekanan dapat di lakukan dengan kekerasan ( forcing)


yang bersifat penekanan otokratik. Dominating (Forcing) merupakan orientasi
pada diri sendiri yang tinggi, dan rendahnya kepedulian terhadap kepentingan
orang lain, mendorong seseorang untuk menggunakan taktik “saya menang, kamu
kalah”. Gaya ini sering disebut memaksa (forcing) karena menggunakan legalitas
formal dalam menyelesaikan masalah. Gaya ini cocok digunakan jika cara-cara
yang tidak populer hendak diterapkan dalam penyelesaian masalah, masalah yang
dipecahkan tidak terlalu penting, dan harus mengambil keputusan dalam waktu
yang cepat.

Namun, teknik ini tidak tepat untuk menangani masalah yang


menghendaki adanya partisipasi dari mereka yang terlibat dan juga tidak tepat
untuk konflik yang bersifat kompleks . Kekuatan utama gaya ini terletak pada
minimalnya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan konflik. Kelemahannya,
sering menimbulkan kejengkelan atau rasa berat hati untuk menerima keputusan
oleh
mereka yang terlibat.

Gaya-gaya penanganan konflik tersebut dapat disesuaikan dengan situasi


dan kondisi yang sedang terjadi. Dalam menyelesaikan konflik dibutuhkan
kebijaksanaan dan kerendahan hati serta kondisi saling menghargai antar
sesama. Dengan mengetahui cara menangani konflik, kita dapat mengelola konflik
yang ada dengan cara yang tepat, sehingga konflik tersebut tidak berdampak
buruk, namun menghasilkan efek yang positif.

Contoh Kasus

“Perangkat Lunak dan Remunerasi”

Sebuah kantor dengan beberapa bagian seperti keuangan, kepegawaian, IT,


lapangan, dan lain-lain. Salah satu tugas pokok bagian kepegawaian adalah
mengolah data kehadiran, masuk, pulang, terlambat, statistik dan lainnya. Yang
dimana data akhir tersebut akan digunakan untuk menghitung remunerasi
pegawai. Dan salah satu tugas pokok bagian IT adalah bertanggung jawab
terhadap perangkat lunak dan sistem informasi yang membantu pengolahan data
di kantor tersebut.

Dalam hal ini, membantu bagian kepegawaian dengan membuat perangkat


lunak yang akan mempermudah dan mempercepat pengolahan data tersebut.
Namun, orang-orang bagian kepegawaian tidak kompeten dalam menjalankan
tugas tersebut dengan alasan tidak berpengalaman dalam menggunakan komputer
dan merasa perangkat lunak yang sudah dibuat untuk pengolahan data ini masih
sulit digunakan. Akhirnya, lebih memilih mengolah data dengan manual yang
hasilnya terkadang tidak valid dan memakan banyak waktu. Sedangkan orang-
orang bagian IT bersikeras bahwa perangkat lunak yang mereka buat sudah
dirancang untuk agar dapat digunakan semudah mungkin oleh orang awam,
namun beberapa orang masih berbeda pendapat.

Konflik ini didasari oleh aksi penyangkalan kedua belah pihak. Konflik ini
berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai. Penanganan konflik ini
menggunakan strategi win-lose solution, yang dimana melakukan studi banding
dengan memperkerjakan sementara orang lain (awam) untuk menggunakan
perangkat lunak tersebut. Jika orang tersebut mampu menggunakan perangkat
lunak tersebut, maka bagian kepegawaian seharusnya juga mampu. Setelah
didapat kesimpulan di atas, maka dilakukan pendekatan intervensi otoritatif,
dalam bentuk penarikan diri di salah satu pihak bagian kepegawaian dan bagian
IT. Pihak atas, kepala atau kepala tata usaha harus membuat keputusan untuk
mengganti atau mutasi satu orang atau lebih di bagian kepegawaian.

Anda mungkin juga menyukai