Anda di halaman 1dari 4

Nama :Recky Fernando Lubis

Notar :1901342

RESUME MSDM

Dosen :Ni Ketut Nova Ariani,SE,MM

Konflik dalam organisasi, manajemen konflik dalam organisasi, sama halnya dengan politik
keorganisasian kerap dipandang secara pejoratif. Walaupun jarang diperbincangkan, politik dan
konflik sesungguhnya inheren di setiap organisasi, terlebih dalam organisasi yang berskala besar.
Politik dan konflik organisasi memiliki sejumlah dimensi yang mirip, kendati demikian kedua
konsep ini sebaiknya dibicarakan secara terpisah.
Jika politik dianggap sebagai tatacara penggunaan pengaruh dan kekuasaan di dalam organisasi,
maka konflik adalah situasi yang muncul akibat langkanya sumber daya di dalam organisasi.

Definisi Konflik Organisasi

Gareth R. Jones mendefinisikan konflik organisasi sebagai "perbenturan yang muncul kala
perilaku mencapai tujuan tertentu yang ditunjukan suatu kelompok dirintangi atau digagalkan
oleh tujuan kelompok lain." Karena tujuan, pilihan, dan kepentingan kelompok-kelompok
pemangku kepentingan di dalam organisasi berbeda maka konflik adalah suatu yang tidak
terelakkan di setiap organisasi.
Kendati konflik kerap dipandang negatif, sama halnya dengan politik, tetapi Jones beranggapan
bahwa beberapa jenis konflik justru mampu memberi kontribusi terhadap peningkatan efektivitas
organisasi. Alasan Jones bahwa konflik punya kontribusi positif karena ia mengungkap
kelemahan suatu organisasi sehingga membuka jalan dalam upaya mengatasinya. Dengan
demikian, konflik membimbing pada proses pembelajaran dan perubahan organisasi.
M. Aflazur Rahim mendefinisikan konflik organisasi sebagai "proses interaktif yang
termanifestasi dalam hal-hal seperti ketidakcocokan, ketidaksetujuan, atau kejanggalan baik di
intra individu maupun inter entitas sosial seperti individu, kelompok, ataupun organisasi. Rahim
menyebut konflik sebagai proses interaktif bukan dengan maksud hendak membatasi
kemungkinan konflik di dalam diri individu, karena seringkali seseorang mengalami konflik
dengan dirinya sendiri.

Manajemen Konflik

Jawaban atas pertanyaan ini berujung pada pola manajemen konflik, khususnya seputar
bagaimana sikap dari pihak yang berkonflik atas konflik yang terjadi. Avoiding – Satu pihak
menolak bahwa konflik itu ada, mengubah topik, dan menghindari diskusi-diskusi, seraya tidak
memperlihatkan komitmen penyelesaian. Avoiding konflik punya keuntungan dalam hal
pemeliharaan hubungan, dalam mana hubungan diyakini akan terluka akibat proses penyelesaian
konflik. Kerugiannya gaya ini adalah konflik tidak akan selesai.
Berlebihannya penggunaan gaya ini justru mendorong munculnya konflik internal dalam diri
individu yang melakukannya. Keuntungan gaya ini adalah, konflik diselesaikan secara relatif
cepat dan hubungan kerja tetap terpelihara. Keuntungan gaya ini adalah kecenderungannya
membawa pada solusi terbaik dari konflik, menggunakan perilaku yang tegas. Kerugiannya
adalah, keahlian, upaya, dan waktu dibutuhkan guna menyelesaikan konflik adalah lebih besar
dan lebih lama timbang lainnya.

Model Konflik organisasi

Model berguna untuk menyederhanakan yang interaksi konsep yang rumit. Model didasarkan
atas seperangkat konsep yang saling berjalin, atau dianggap saling berjalin, seputar suatu
fenomena. Sebab itu, tidak cukup hanya satu model untuk menjelaskan peristiwa, termasuk
dalam masalah konflik ini.
Di dalam setiap model, untuk menjelaskan masalah konflik, digunakanlah teori. Teori yang
digunakan untuk menjelaskan konflik pun tidak hanya satu melainkan banyak. Teori-teori yang
memiliki kesamaan kemudian dikelompokkan ke dalam sebuah model. Model, sebab itu,
merupakan pengelompokan sejumlah teori untuk menjelaskan suatu peristiwa.
Louis A. Pondy menawarkan 3 buah model untuk menjelaskan konflik. Model-model tersebut
adalah: Model Bargaining; Model Birokratik; dan Model Sistem. Ketiga model ini punya
dimensi penjelasan dan teori-teori yang berbeda dalam menjelaskan konflik.
Model Bargaining – Model ini didesain untuk menjelaskan konflik yang muncul akibat
persaingan antara kelompok-kelompok kepentingan dalam memperebutkan sumber daya yang
langka. Model ini secara khusus menganalisis hubungan pekerja-manajemen, proses penyusunan
penganggaran, dan konflik staf-pekerja.
Parameter utama guna mengukur konflik-konflik potensial diantara sejumlah kelompok
kepentingan adalah dengan mengidentifikasi perbedaan antara tuntutan pihak yang bersaing
dengan sumber daya yang tersedia. Resolusi konflik jenis ini adalah pengurangan tuntutan
kelompok atau peningkatan sumber daya yang tersedia. Dalam konteks penyusunan anggaran,
model ini menjelaskan bahwa konflik dipicu oleh persaingan antardepartemen dalam
memperebutkan dana organisasi.
Model Birokratik – Model ini diterapkan guna menjelaskan konflik atasan-bawahan atau, secara
umum, konflik di sepanjang garis vertikal dalam hirarki organisasi.

Proses Konflik organisasi

Louis A. Pondy mengidentifikasi empat jenis konflik, yaitu: Latent Conflict; Perceived
Conflict; Felt Conflict; dan Manifest Conflict. Keempat jenis konflik ini berada dalam satu alur
proses mulai dari hingga yang terakhir .
Latent Conflict – Latent Conflict adalah konflik yang didasarkan atas tiga sumber yaitu :
persaingan memperebutkan sumberdaya yang langka; kehendak untuk otonom atau berdiri
sendiri, dan perbedaan sasaran-sasaran yang dikendaki oleh masing-masing unit dalam
organisasi.
Persaingan membentuk dasar konflik tatkala tuntutan untuk memperoleh sumberdaya melebihi
sumberdaya yang tersedia di dalam organisasi. Kebutuhan untuk otonom terjelma menjadi
konflik tatkala salah satu pihak berupaya menerapkan kendali atas sejumlah kegiatan yang oleh
pihak lain diakui sebagai otonominya. Perbedaan sasaran menjadi sumber konflik tatkala dua
pihak harus bekerja sama dalam sejumlah kegiatan, tetapi tidak bisa meraih kesepakatan seputar
tindakan apa yang harus diambil.
Dari Latent Conflict inilah kemudian muncul Model Konflik Peran. Model ini memperlakukan
organisasi selaku kumpulan seperangkat peran, yang masing-masing peran dipegang oleh
seseorang serta orang yang memberikan peran tersebut kepadanya. Konflik muncul tatkala
pemegang peran menerima tuntutan peran yang dianggap bertentangan dengan peran yang
sebelumnya ia perankan. Model ini juga menganggap pemegang peran selaku penerima pasif
ketimbang partisipan aktif dalam hubungan. Model konflik peran menentukan hubungan
konseptual, perangkat peran, yang berguna dalam menganalisis 3 bentuk Latent Conflict.
Perceived Conflict – Konflik pun kerap kali terjadi kendati tidak satupun kondisi latent conflict
dapat diidentifikasi. Kondisi latent conflict bisa terjadi tanpa satupun peserta konflik merasakan
bahwa kondisi laten tersebut telah terjadi. Dalam kasus konflik tetap terjadi tatkala tidak satupun
latent conflict ada, dijelaskan melalui Model Semantik Konflik.
Menurut model ini, konflik merupakan hasil dari kesalahpahaman pihak satu dengan pihak lain
seputar posisi aktual. Dengan demikian, konflik bisa diselesaikan dengan saling membangun
pemahaman dan meningkatkan komunikasi antar pihak. Model Semantik Konflik ini menjadi
dasar bagi teknik-teknik manajemen yang luas dipakai dengan tujuan meningkatkan hubungan
interpersonal.

Efek Konflik Organisasi

Identifikasi atas efek negatif dan positif ini mudah-mudahan membawa kita lebih mampu
memanajemen konflik demi kepentingan diri kita sendiri. Edelmann membagi efek konflik ke
dalam dua kategori yaitu efek negatif dan efek positif. Efek negatif dari konflik bisa berlingkup
baik pada level individu ataupun organisasi. Pada level organisasi, konflik merusak kinerja
organisasi sekaligus unit-unit yang ada di dalamnya.

Pada level individu, konflik merusak dalam bentuk tertekannya pekerja . Lingkaran setan konflik
berujung pada stress, yang kemudian mendorong terbitnya sinisme baik terhadap klien ataupun
kolega kerja. Ini juga berdampak pada eskalasi konflik. Efek Positif – Konflik juga punya efek
positif di tataran individu.

Bahkan, konflik sesungguhnya lebih banyak efek positif tinimbang negatif. Rincian efek positif
konflik bisa kami ceritakan sebagai berikut ini. Dua orang yang mampu mengenali perbedaan
akibat konflik, kenapa perbedaan muncul, dapat melakukan diskusi guna menyelesaikannya
sehingga satu sama lain dapat mengenal lebih dalam. Jika dua orang bisa menyelesaikan konflik,
mereka akan lebih mempercayai masing-masing pihak di masa datang dengan mengetahui bahwa
perbedaan di antara mereka bisa diselesaikan.

Hasil produktif dari konflik adalah peningkatan harga diri dari tiap pihak yang bertikai. Konflik
jika dimanajemen secara baik merupakan kondisi yang memungkinkan kreativitas dan diskusi
antar orang dengan kepentingan berbeda, dan ujungnya peningkatan produktivitas.

Anda mungkin juga menyukai