Anda di halaman 1dari 44

PROPOSAL

ANALISIS PENERAPAN ISPS CODE DI PELABUHAN X

DEVRY REIFAN ISWARI PAMANTUNG


NIT 21.43.043
KETATALAKSANAAN ANGKUTAN LAUT DAN
KEPELABUHANAN

PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA IV PELAYARAN


POLITEKNIK ILMU PELAYARAN MAKASSAR
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang


Maha Esa yang telah memberikan kekuatan dan kesehatan, sehingga
penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi dengan judul “ANALISIS
PENERAPAN ISPS CODE DI PELABUHAN X” sesuai dengan jangka
waktu yang telah ditetapkan. Laporan proposal skripsi ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk mengerjakan skripsi pada program Diploma IV di
prodi KALK, Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar.
Peneliti menyadari proposal skripsi ini tidak luput dari berbagai
kekurangan dalam penyusunannya. Sehingga peneliti sangat
mengharapkan saran dan kritik untuk mendukung peneliti sebagai penulis
dalam mengembangkan proposal skripsi agar dapat sesuai dengan
kualitas dan kuantitas yang diharapkan. Sehingga pada akhirnya laporan
proposal skripsi ini dapat memberikan manfaat diberbagai bidang, baik di
bidang pendidikan dan penerapan dilapangan serta bisa dikembangkan
lagi lebih lanjut. Amiin.

Makassar, 2023

Devry Reifan Iswari Pamantung


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 6
C. Tujuan Penelitian 7
D. Manfaat Penelitian 7

BAB II 8
A. Pengertian Pelabuhan 8
D. Instansi Di Pelabuhan 16
E. Badan Usaha Pelabuhan 17
F. Fasilitas dan Peralatan Pelabuhan 18
G. Pelayanan Jasa Kepelabuhan 20
H. International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code 23
I. Pengertian Sistem Keamanan 29
J. Pengertian Keselamatan Pelayaran 30
K. Kerangka Fikir 31
L. Hipotesis 33

BAB III 34
A. Jenis Penelitian 34
B. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian 35
C. Populasi dan Sampel 36
D. Metode Pengumpulan Data 37
E. Teknik Analisis Data 37

DAFTAR PUSTAKA 38
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS)
menetapkan Indonesia sebagai negara kepulauan. Hal ini sejalan
dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang ratifikasi
UNCLOS 1982 dipertegas dalam Deklarasi Djuanda bahwa Indonesia
adalah Negara kepulauan. Konsep negara kepulauan yang diterima
masyarakat internasional dan dimasukkan kedalam UNCLOS III 1982,
pada pasal 46 disebutkan bahwa negara kepulauan berarti suatu
negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan
dapat mencakup pulau-pulau lain, sedangkan pengertian kepulauan
berarti suatu yang terdiri dari gugusan pulau, termasuk bagian pulau,
perairan dan lain-lain yang wujud alamiahnya berhubungan satu sama
lainnya sama erat sehingga pulau, perairan dan wujud alamiahnya
merupakan suatu kesatuan geografis, ekonomi dan politik yang hakiki,
atau yang secara historis dianggap sebagai demikian.
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di
dunia yang terdiri dari ribuan pulau dari Sabang sampai Merauke
dengan jumlah lebih dari 17.000 pulau sehingga memiliki posisi
geografis yang sangat strategis, dimana diapit oleh dua benua (Asia
dan Australia) dan dua samudra (Hindia dan Pasifik), oleh karena itu
Indonesia berbatasan langsung baik darat maupun lautan dengan
beberapa negara disekitarnya, sehingga Indonesia juga disebut
sebagai negara maritim (Kadar, 2015). Sedangkan menurut
Kumalasari (2017) Negara maritim adalah negara yang
memanfaatkan secara optimal wilayah lautnya dalam konteks
pelayaran secara umum.

1
Garis pantai Indonesia membentang sepanjang 99.093 km³,
dengan luas wilayah daratan mencapai ±2.012.402 km² dan luas
perairan sekitar ±5.877.879 km² yaitu dua kali lipat dari luas
daratannya diantaranya termasuk dalam Zona Ekonomi Ekslusif
(ZEE), pastinya memiliki potensi yang sangat besar, baik dari segi
kekayaan alam maupun jasa lingkungan yang dapat mendukung
pembangunan ekonomi pada tingkat lokal, regional dan nasional.
Untuk dapat mendukung pembangunan ekonomi di Indonesia
maka transportasi laut dibutuhkan sebagai sistem angkutan laut
massal yang dapat digunakan untuk mendukung distribusi barang
serta untuk mobilitas penumpang dengan jumlah yang banyak dengan
menggunakan kapal. Sistem transportasi laut yang efektif dan efisien
serta terpadu antar mode transportasi, merupakan hal yang sangat
penting untuk menciptakan pola distribusi nasional yang handal dan
dinamis. Sebagai salah satu komponen utama dalam sistem
transportasi laut, diperlukan adanya peran penting dari pelabuhan.
Menurut Pasal 1 butir 16 Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2008 tentang Pelayaran, pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas
daratan dan/ atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai
tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang
dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun
penumpang, dan/ atau bongkar muat barang, berupa terminal dan
tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta
tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi yang
merupakan pintu keluar masuknya berbagai arus yang dilihat dari
aspek ekomoni (Herman, 2012).
Pelabuhan merupakan komponen penting bagi suatu negara,
terutama negara maritim, sehingga diperlukannya keamanan maritim.
Jika dalam pelabuhan memiliki sistem keamanan yang tidak maksimal
maka akan menimbulkan kejadian ataupun kerugian yang tidak

2
diharapkan. Dalam perspektif militer, keamanan maritim difokuskan
pada masalah keamanan nasional dalam melindungi integritas
wilayah negara dari serangan bersenjata atau penggunaan kekuatan
lain. Keamanan maritim sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemilik,
operator, dan administrator kapal, fasilitas pelabuhan, dan organisasi
lainnya untuk melindungi dari penyitaan, sabotase, pembajakan,
pencurian atau gangguan lainnya.
Sehingga keamanan di pelabuhan menjadi salah satu faktor
yang penting karena vitalnya fungsi pelabuhan dalam berlangsungnya
pelayaran dan juga dalam aktivitas ekonomi lainnya secara nasional
maupun internasional sehingga segala bentuk ancaman terhadap
keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan harus dapat di antisipasi
guna tidak terjadinya hal yang menyebabkan timbulnya kerugian bagi
berbagai pihak.
Demi mencegah timbulnya kerugian dalam transportasi laut
maka peraturan pertama secara internasional dalam bidang
keamanan pelayaran ditetapkan dengan disepakatinya konvensi
internasional yang bernama United Nations Conventions on Safety
Life at Sea (SOLAS) 1974 yang mengatur keselamatan maritim
dengan menetapkan standar minimum konstruksi, peralatan dan
pengoperasian kapal.
Sejak diadopsinya SOLAS 1974 di berbagai negara,
perkembangan terhadap pengaturan keamanan fasilitas pelabuhan
tidak kunjung mengalami perubahan yang signifikan dan tidak
maksimal. Disebabkan tidak adanya pengaturan secara internasional
yang mengatur mengenai keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan,
maka dari itu Konferensi Diplomatik diadakan pada tanggal 12
Desember 2002 di London, oleh Maritime Safety Commite dari
Inernational Maritime Organization (IMO) yang menghasilkan dan
menetapkan sebuah aturan yang bernama International Ship and Port
Facility Security (ISPS) Code dimana ISPS Code mulai disusun sejak

3
tahun 2001 dan memasukkan ISPS Code dalam Safety Of Life At Sea
(SOLAS 1974) sehingga menghasilkan amandemen terhadap Bab V
dan XI dari SOLAS agar sesuai dengan adopsi ISPS Code (Alfian, A.
2021).
Pembentukan aturan ISPS Code sendiri dilatar belakangi atas
terjadinya serangkaian gangguan kemanan yang terjadi di dunia. ISPS
Code lahir dilatar belakangi oleh serangan terhadap ‘USS Cole’ oleh
sebuah kapal kecil yang terisi penuh bahan peledak pada tahun 2000,
serangan ketika pesawat yang dibajak pada 11 September 2001
sehingga menabrak Menara kembar World Trade Center (WTC) di
Amerika Serikat, serangan terhadap kapal tanker ‘Limburg’ milik
Prancis oleh sekelompok teroris pada tahun 2002, dan serangan yang
menghancurkan sebagian Pentagon dan jatuh di sebuah lapangan
Pennsylvania (Lars H. Bergqvist, The ISPS Code and Maritime
Terrorism, 2017). Serangan tersebut kemudian menyadarkan dunia
internasional terhadap pentingnya standar keamanan terhadap
fasilitas-fasilitas yang berkaitan dengan transportasi, termasuk
didalamnya keamanan kapal dan fasilitas Pelabuhan. Oleh karena itu,
pada 1 Juli 2004 semua negara anggota IMO mulai
mengimplementasikan ISPS Code secara serentak setelah dunia
internasional sepakat. International Ship and Port Facility Security
(ISPS) Code merupakan aturan menyeluruh mengenai langkah-
langkah untuk meningkatkan keamanan terhadap kapal dan fasilitas
Pelabuhan yang terdiri dari bagian A sebagai perintah dan bagian B
sebagai anjuran.
Bagian A yang memiliki ikatan bersifat wajib yang disetujui oleh
semua anggota dari Organisasi maupun Konvensi yang berisi tentang
persyaratan wajib mengenai ketentuan BAB XI-2 dalam SOLAS 1974
untuk perusahaan pelayaran, kapal milik individu, dan fasilitas
pelabuhan yang mana didalamnya termasuk hal-hal terkait keamanan
yang didalam rencana keamanan untuk kapal dan fasilitas pelabuhan

4
sedangkan bagian B berisi tentang pedoman serta rekomendasi untuk
mempersiapkan rencana keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan.
Tujuan dilaksanakan ISPS Code yaitu sebagai bentuk
kerjasama internasional terbatas pada masalah keamanan maritim.
ISPS Code memiliki prinsip yaitu sebagai wadah untuk bertukar data-
data dan informasi apapun yang menyangkut keamanan maritim di
semua negara tentang potensi ancaman.
Pada intinya, ISPS Code merupakan ketentuan dan prosedur
yang dibuat untuk mencegah tindakan terorisme, pencurian, sabotase
dan hal lain yang mengancam keamanan penumpang, kru, kapal serta
fasilitas penunjangnya. Kelalaian awak kapal dalam bertugas dapat
menyebakan keamanan kapal terancam. Oleh karena itu, setiap crew
kapal dituntut untuk memiliki pengetahuan dan kedisiplinan yang
terlatih dan terjamin dalam menjaga keamanan di kapal, sesuai
dengan aturan sistem pengamanan yang terdapat di ISPS Code.
Perwira di atas kapal diharapkan memiliki tanggung jawab berkaitan
sengan ISPS Code sebagai perwakilan dari perusahaan yaitu Ship
Security Officer (SSO), yang diharapkan SSO dapat berperan penting
dalam mengawasi jalannya prosedur keamanan kapal sehingga dapat
menciptakan rasa aman dan nyaman dalam setiap pelayaran (Izul, B.
2021).
Berdasarkan data kecelakaan dari Komite Nasional
Keselamatan Transportasi (KNKT) tercatat bahwa tiap tahunnya
kecelakaan pelayaran mengalami peningkatan dan penurunan
fluktuasi. Kecelakaan pelayaran yang menimbulkan korban jiwa
ataupun luka-luka merupakan peristiwa yang dapat dikategorikan
kedalam peristiwa luar biasa. Pada tahun 2015 hingga tahun 2021
data kecelakaan pelayaran yang diinvestigasi KNKT, yaitu pada tahun
2015 ada 11 kecelakaan, kemudian pada tahun 2016 ada 18
kecelakaan pelayaran, pada tahun 2017 ada 34 kecelakaan dan 2018

5
ada 39 kecelakaan kapal, sehingga total kecelakaan kapal yang
terjadi adalah 158 kecelakaan kapal.
KNKT mencatat 31% kecelakaan pelayaran pada 2018-2020
melibatkan kapal penangkap ikan. KNKT menekankan perlu ada
evaluasi regulasi terkait kapal penangkapan ikan. Presentase
kecelakaan pelayaran yang diinvestigasi KNKT berdasarkan jenis
kecelakaan tahun 2015-2021, 28% kapal tubrukan, 42% kapal
terbakar/meledak, dan 30% kapal tenggelam. Bila dilihat dari faktor
penyebab terjadinya kecelakaan, sebesar 55% dikarenakan teknis
dan sebesar 45% akibat human factor (Reza Pahlevi, 2021).
Hasil survei membuktikan bahwa dunia pelayaran menghadapi
dilema dan masalah yang kerap terjadi tanpa disangka dimana
kecelakaan kapal masih saja sering terjadi dan tak jarang
menimbulkan korban jiwa dan kerugian dalam jumlah yang banyak
sehingga menimbulkan keprihatinan. Akibatnya walaupun teknologi
perkapalan dan komunikasi pelayaran sudah maju dan dapat
dikatakan telah canggih hal tersebut masih perlu untuk diperhatikan
melihat minimnya pengetahuan akan ISPS Code oleh sebagaian awak
atau crew kapal. Untuk itu perlu di kaji lebih dalam lagi dari berbagai
faktor mengenai kecelakaan yang terjadi dan mencari langkah-
langkah yang tepat untuk mengurangi atau meminimalisir kecelakaan
kapal yang sering terjadi di perairan Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik ingin
mengetahui tentang cara penerapan ISPS Code sebagai sistem
keamanan dalam keselamatan berlayar di Pelabuhan Makassar.
Untuk itu penulis mengangkat masalah dengan judul “Analisis
Penerapan ISPS CODE Sebagai Sistem Keamanan Dalam
Keselamatan Belayar di Pelabuhan X”.

B. Rumusan Masalah

6
1. Bagaimana proses penerapan ISPS Code di Pelabuhan X ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui penerapan ISPS Code di Pelabuhan X
2. Untuk mengidentifikasi kendala dalam penerapan ISPS Code di
Pelabuhan X
3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam menangani
kendala yang timbul pada penerapan ISPS Code di Pelabuhan X

D. Manfaat Penelitian
Adapun peneliti menulis manfaat dari penelitian yang dilakukan
baik untuk sivitas akademik maupun untuk pihak-pihak lainnya yaitu
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi Akademisi, dapat digunakan sebagai bahan informasi dan
masukan dalam pengembangan penelitian selanjutnya serta ilmu
pengetahuan tentang penerapan ISPS Code.
b. Bagi Peneliti, tentunya untuk menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan tentang penerapan ISPS Code sebagai sistem
keamanan dalam keselamatan berlayar di Pelabuhan x.
Kemudian penulis juga dapat menambah ilmu dan pengalaman
baru didunia kerja nyata yang tidak diperoleh pada saat kuliah,
sehingga dapat diterapkan apabila dimasa yang akan datang
penulis bekerja dibidang yang terkait.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pembaca, yaitu sebagai acuan tentang kegiatan umum
perusahaan pelayaran mengenai penerapan ISPS Code sebagai
sistem keamanan dalam keselamatan berlayar di Pelabuhan x.
Serta sebagai referensi bagi pembaca mengenai sistem dan
prosedur penanganan sistem keamanan di pelabuhan x

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pelabuhan
Pelabuhan adalah sarana penting bagi transportasi laut. Sarana
ini membuat jarak yang ditempuh akan lebih terasa dekat atau cepat,
terlebih untuk sektor ekonomi suatu daerah yang dapat berkembang
karena pusat produksi barang konsumen dapat dipasarkan dengan
lancar (Putra dan Djalante, 2016). Menurut Auwjong (2005)
mengungkapkan bahwa sebidang laut yang memiliki perairan tenang
disebut pelabuhan.
Menurut Triatmojo (2010) pelabuhan (port) adalah daerah
perairan yang terlindungi terhadap gelombang, yang dilengkapi
dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga dimana kapal dapat
bertambat untuk bongkar muat barang, gudang laut (transito), dan
tempat penyimpanan dimana kapal membongkar muatannya, dan
gudang-gudang dimana barang dapat di simpan dalam waktu yang
lebih lama selama menunggu pengiriman ke daerah tujuan. Terminal
ini dilengkapi dengan jalan kereta api dan/ atau jalan raya.
Sementara itu Suranto (2004), mengatakan pelabuhan adalah
tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan
batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar,
berlabuh, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang yang
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan
penunjang pelabuhan dan serta sebagai tempat perpindahan intra dan
antarmoda transportasi.

8
Pelabuhan umum adalah pelabuhan yang diselenggarakan
untuk kepentingan pelayanan masyarakat umum sementara itu Jinca
(2011) mengatakan bahwa pelabuhan laut adalah suatu daerah
perairan yang terlindung terhadap badai, ombak dan arus, sehingga
kapal dapat mengadakan olah gerak, bersandar, membuang jangkar
sedemikian sehingga bongkar muat atas barang dan perpindahan
penumpang dapat terlaksana dengan baik.

B. Jenis-jenis Pelabuhan
Menurut Triatmodjo (1992), Pelabuhan dapat dibedakan
menjadi beberapa macam segi tinjauan, yaitu segi
penyelenggaraannya, segi pengusahaannya, fungsi dalam
perdangangan nasional dan internasional, segi kegunaan dan letak
geografisnya.
a. Segi penyelenggaraan
1) Pelabuhan Umum
Pelabuhan ini diselenggarakan untuk kepentingan
palayanan masyarakat umum, yang dilakukan oleh
pemerintah dan pelaksanaannya diberikan kepada badan
usaha milik negara yang didirikan untuk maksud tersebut.
2) Pelabuhan Khusus
Pelabuhan ini merupakan pelabuhan yang digunakan
untuk kepentingan sendiri guna menunjang suatu kegiatan
tertentu dan hanya digunakan untuk kepentingan umum
dengan keadaan tertentu dan dengan izin khusus dari
pemerintah. Pelabuhan ini dibangun oleh suatu perusahaan
baik pemerintah ataupun swasta yang digunakan untuk
mengirim hasil produksi perusahaan tersebut.
b. Segi kegunaan
1) Pelabuhan Barang

9
Pelabuhan ini mempunyai dermaga yang dilengkapi
dengan fasilitas untuk bongkar muat barang seperti:
a) Dermaga harus panjang dan mampu menampung
seluruh panjang kapal sekurang-kurangnya 80% dari
panjang kapal. Hal ini disebabkan oleh proses
bongkar muat barang melalui bagian depan maupun
belakang kapal dan juga di bagian tengah kapal.
b) Pelabuhan barang harus memiliki halaman dermaga
yang cukup lebar, untuk keperluan bongkar muat
barang yang berfungsi untuk mempersiapkan barang
yang akan dimuat di kapal maupun barang yang akan
dibongkar dari kapal dengan menggunakan kran.
Bentuk halaman dermaga ini beraneka ragam
tergantung pada jenis muatan yang ada, seperti :
1. Barang-barang potongan (general cargo), yaitu
barang yang dikirim dalam bentuk satuan seperti
mobil, truk, mesin, serta barang yang dibungkus
dalam peti, karung, drum dan lain sebagainya
2. Muatan lepas (bulk cargo), yaitu barang yang
dimuat tanpa pembungkus, seperti batu bara, biji
besi, minyak dan lain sebagainya.
3. Peti kemas (Container), yaitu peti yang ukurannya
telah di standarisasi dan teratur yang berfungsi
sebagai pembungkus barang-barang yang dikirim.
c) Memiliki akses jalan maupun halaman untuk
pengambilan atau pemasukan barang dari gudang
maupun menuju gudang, serta adanya fasilitas
reparasi.
2) Pelabuhan Penumpang
Pelabuhan penumpang, lebih melayani segala kegiatan
yang berhubungan dengan kebutuhan orang bepergian, oleh

10
karena itu daerah belakang dermaga lebih difungsikan
sebagai stasiun atau terminal penumpang yang dilengkapi
dengan kantor imigrasi, direksi pelabuhan, keamanan,
maskapai pelayaran dan fasilitas lain sebagainya.
3) Pelabuhan Militer
Pelabuhan ini lebih lebih digunakan untuk aktivitas militer
dan pelabuhan ini memiliki daerah perairan yang cukup luas
serta letak tempat bongkar muat yang terpisah dan memiliki
letak yang agak berjauhan juga pelabuhan ini berfungsi
untuk mengakomodasi aktifitas kapal perang.
c. Segi usaha
Jika ditinjau dari segi usaha, maka pelabuhan dapat
dibedakan menjadi dua bagaian, yaitu:
1) Pelabuhan yang diusahakan
Pelabuhan ini sengaja diusahakan untuk memberikan
fasilitas-fasilitas yang diperlukan oleh setiap kapal yang
memasuki pelabuhan, dengan aktifitas tertentu, seperti
bongkar muat, menaik-turunkan penumpang, dan lain
sebagainya. Pemakaian pelabuhan ini biasanya
dikenakan biaya jasa, seperti jasa labuh, jasa tambat,
jasa pandu, jada tunda, jasa dermaga, jada penumpukan,
dan lain sebagainya.
2) Pelabuhan yang tidak diusahakan
Pelabuhan ini hanya merupakan tempat singgah
kapal tanpa fasilitas bea cukai, bongkar muat dan lain
sebagainya. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan yang
disubsidi oleh pemerintah serta dikelola oleh Unit
Pelaksana Teknis Direktorat Jendral perhubungan Laut.
d. Segi fungsi perdagangan nasional dan internasional
Pelabuhan jika ditinjau dari segi fungsi perdagangan nasional
dan internasional dapat dibedakan menjadi :

11
1) Pelabuhan laut adalah pelabuhan yang bebas dimasuki oleh
kapal-kapal berbendera asing. Pelabuhan ini biasanya
merupakan pelabuhan utama dan ramai dikunjungi oleh kapal-
kapal yang membawa barang ekspor atau impor dari luar negri.
2) Pelabuhan pantai adalah pelabuhan yang lebih dimanfaatkan
untuk perdagangan dalam negeri. Kapal asing yang hendak
masuk harus memiliki ijin khusus.
e. Segi letak geografis
Ditinjau dari segi letak geografis, pelabuhan dapat
dibedakan sebagai berikut :
1) Pelabuhan buatan adalah suatu daerah perairan yang
dilindungi dari pengaruh gelombang dengan membuat
bangunan pemecah gelombang (breakwater), yang merupakan
pemecah perairan tertutup dari laut dan hanya dihubungkan
oleh satu celah yang berfungsi untuk keluar masuknya kapal. Di
dalam daerah tersebut dilengkapi dengan alat penambat.
2) Pelabuhan alam merupakan daerah perairan yang
terlindung dari badai dan gelombang secara alami, misalnya
oleh suatu pulau, jazirah atau terletak di teluk, estuari dan
muara sungai. Di daerah ini pengaruh gelombangnya sangat
kecil.
3) Pelabuhan semi alam merupakan campuran antara
pelabuhan buatan dan pelabuhan alam, misalnya pelabuhan
yang terlindungi oleh pantai tetapi pada alur masuk terdapat
bangunan buatan untuk melindungi pelabuhan, contohnya
pelabuhan ini di Indonesia adalah pelabuhan bengkulu.

C. Fungsi Pelabuhan
Menurut Jacob Sir (1998), yakni fungsi-fungsi pelabuhan adalah
sebagai berikut :

12
Interface yaitu pelabuhan merupakan sebagai tempat pertemuan
antara dua moda transportasi laut dan transportasi darat, yang
mengandung bahwa pelabuhan harus menyediakan berbagai fasilitas
dan pelayanan jasa baik itu muat atau bongkar yang dibutuhkan untuk
perpindahan barang baik dari kapal ke angkutan darat atau
sebaliknya;
Link atau mata rantai, berarti pelabuhan sebagai salah satu
mata rantai dari system transportasi. Sebagai mata rantai pelabuhan
(baik dilihat dari segi perusahaan pelayaran formasi maupun dari segi
biaya) akan sangat mempengaruhi kegiatan transportasi secara
keseluruhan, misalnya terjadi congnesti sebagai akibat poor
management dan keadaan fasilitas yang kurang memadai;

Gateway dalam hal ini pelabuhan berfungsi sebagai pintu


gerbang/ gateway dari suatu negara/daerah. Konsep pelabuhan
sebagai gateway ini dapat dilihat dari segi:
a. Pelabuhan sebagai satu-satunya pintu masuk atau keluarnya
barang dari/ke negara/ daerah tersebut. Oleh karena
itu pelabuhan memegang peranan yang sangat
penting bagi perekonomian negara/daerah tersebut;
b. Pelabuhan sebagai pintu gerbang, maka kapal-kapal yang
masuk pelabuhan tersebut terkena atau mengikuti
peraturan perundang- undangan;
Industri Entity yaitu, perkembangan industri yang berorientasi
kepada eksport dari suatu negara/daerah, maka fungsi pelabuhan
semakin penting bagi industri atau bagian dari industri estate/zone.
Dalam fungsi ini pelabuhan dapat mendorong pertumbuhan dan
perkembangan perdagangan, transportasi bahkan industri itu sendiri.

Disamping itu, pelabuhan juga sebagai terminal pengangkutan,


yang dapat dibagi dalam beberapa fungsi berikut:

1. Fungsi pelayanan dan pemangkalan kapal, seperti:

13
a. Perlindungan kapal dari ombak selama berlabuh dan tambat.

b. Pelayanan untuk pengisian bahan bakar, perbekalan dan


sebagainya.

c. Pemeliharaan dan perbaikan kapal.

2. Fungsi pelayanan kapal penumpang, seperti:

a. Penyediaan prasarana dan sarana bagi penumpang selama


menunggu kapal dan melakukan aktivitas persiapan
keberangkatannya.

b. Penyediaan sarana yang dapat memberikan kenyamanan,


penyediaan makanan dan keperluan penumpang.

3. Fungsi penanganan barang, seperti :

a. Bongkar muat barang dari dan ke kapal dan penanganan


barang di darat.

b. Penjagaan keamanan barang.

c. Fungsi pemrosesan dokumen dan lain-lain.

d. Penyelenggaraan dokumen kapal oleh syahbandar.

e. Penyelenggaraan dokumen pabean, muatan kapal laut dan


dokumen lainnya.

f. Penjualan dan pemeriksaan tiket penumpang.

g. Penyelesaian dokumen imigrasi penumpang untuk pelayaran


luar negeri.

Fungsi utama dari pelabuhan laut adalah fungsi perpindahan


muatan dan fungsi industri dilihat dari sudut pengusaha pelabuhan
melengkapi fasilitas-fasilitas terhadap keperluan kegiatan kapal di
pelabuhan, antara lain alur pelayaran untuk keluar masuk kapal dari
dan ke pelabuhan, peralatan tambat, kegiatan bongkar muat dermaga,

14
pengecekan barang, pergudangan, penyediaan jaringan transportasi
lokal di kawasan pelabuhan.
1. Fasilitas Pokok Pelabuhan
a. Dermaga
Dermaga merupakan benteng rendah yang berada
memanjang pada tepian pantai serta berposisi di wilayah
pelabuhan yang biasa difungsikan untuk pangkalan dan
bongkar muat barang. Dermaga berdimensi berdasarkan jenis
dan ukuran kapal yang mendekat dan melakukan tambatan di
dermga tersebut (KBBI, 2009).
b. Fasilitas bunker
Fasilitas bunker adalah fasilitas yang disediakan untuk
memberikan pelayanan pengisian bahan bakar minyak (BBM)
ke kapal. Pengisian BBM bisa menggunakan kapal untuk
melakukan pengisian pada kapal yang sedang berlabuh atau
bisa menggunakan kendaraan darat seperti truk tanki pengisi
bahan bakar.
c. Fasilitas jaringan air limbah, drainase, dan sampah
fasilitas jaringan air limbah, drainase, dan sampah adalah
fasilitas yang dibutuhkan untuk menjaga lokasi/areal pelabuhan
tetap bersih dan terhindar dari genangan air akibat hujan.
d. Fasilitas pemadam kebakaran
Fasilitas pemadam kebakaran adalah fasilitas yang
dibutuhkan pelabuhan bertujuan untuk melakukan pemadaman
kebakaran yang timbul di areal pelabuhan, baik kebakaran yang
terjadi di daratan maupun kebakaran di kapal yang berada di
perairan.
e. Fasilitas gudang untuk bahan atau barang berbahaya dan
beracun
Fasilitas gudang untuk bahan atau barang berbahaya dan
beracun adalah fasilitas yang digunakan untuk menampung

15
sementara muatan atau barang- barang yang menimbulkan bahaya
kebakaran atau bahan-bahan zat kimia yang dapat membahayakan
lingkungan sekitar. Tempat penampungan muatan berbahaya harus
terlindung dan terpisah, dan tertutup maupun terbuka tergantung
dari jenis muatanya.

D. Instansi Di Pelabuhan

1. Syahbandar
Syahbandar adalah pejabat Pemerintah di Pelabuhan yang
diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk
menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya
ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin
Keselamatan dan Keamanan Pelayaran.
2. ADPEL (Administrasi Pelabuhan)
Administrasi pelabuhan memiliki peran atau tugas dan ADPEL
sendiri merupakan koordinator bagi instansi-instansi yang ada di
lingkungan pelabuhan, adapun tugasnya antara lain :
a. Menyediakan sarana bantu navigasi
b. Menjamin keamanan dan ketertiban
c. Menjaga keselamatan pelayaran
d. Memelihara kelestarian lingkungan
3. Imigrasi
Para petinggi maupun pejabat yang berwenang dalam Departemen
Kehakiman yang menyelenggarakan kegiatan keimigrasian yang
terkait dalam pelayanan, pengawasan, pengamanan dan
pengendalian lalu lintas manusia antar negara, serta beradanya
oaring asing di wilayah Negara Republik Indonesia

4. Bea Cukai
Instansi pemerintah dibawah Departemen Keuangan yang
mempunyai fungsi di pelabuhan sebagai pelaksana pengamanan

16
dan pengawasan pendapatan negara (cukai dan bea masuk) demi
kelancaran arus barang dan dokumen barang ekspor – impor.

5. Karantina
Para petinggi pemerintah di bawah Departemen Kesehatan yang
bertugas untuk memantau dan mengelola lalu lintas hewan dan
tumbuhan yang keluarmasuk melalui wilayah pelabuhan yang
bagaimana berfungsi sebagai karantina hewan dan tumbuhan,
dapat juga dikatakan sebagai filter untukmencegah segala sesuatu
yang masuk dan tersebarnya virus yang ada padahewan dan
tumbuhan melalui pemeriksaan kesehatan, sebagai media
yangdapat menjadi sumber penularan.

6. KPPP (Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan)


Kesatuan pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan (KPPP) atau
sering disebut KP3 adalah unsur Kepolisian Republik Indonesia
(Polri) yang mempuyai tugas pokok membantu Administrator
Pelabuhan dalam menyelenggarakan keamanan di dalam daerah
Pelabuhan sepanjang mengenai tata-tertib umum dalam rangka
pendayagunaan dan pengusaha pelabuhan. Kedudukan KP3
secara taktis operasional berada di bawah Administrator Pelabuhan
dan secara hirarkhis fungsional secara teknis Polisional tetap
berada di bawah kesatuan induknya.

E. Badan Usaha Pelabuhan


Badan Usaha Pelabuhan (BUP) adalah badan usaha yang
kegiatan usahanya khusus di bidang pengusahaan terminal dan
fasilitas pelabuhan lainnya. Sesuai dengan (Peraturan Menteri
Perhubungan RI No. 51 tahun 2015) terkait tentang badan usaha
pelabuhan. Dimana dalam kegiatan badan usaha pelabuhan terdiri
dari beberapa kegiatan yakni seperti berikut:

1. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang , dan

17
barang dan Jasa terkait dengan kepelabuhanan;
2. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan
barang terdiri atas:
a. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk
bertambat;
b. Penyediaan dan/atau pelayanan pengisian bahan bakar dan
pelayanan air bersih;
c. Penyediaan dan/atau pelayanan fasilitas naik turun
penumpang dan/kendaraan;
d. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk
pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang dan peti kemas;
e. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa gudang dan tempat
penimbunan barang, alat bongkar muat, serta peralatan
pelabuhan;
f. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa terminal peti kemas,
curah cair, curah kering, dan ro-ro;
g. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa bongkar muat barang;
h. Penyediaan dan/atau pelayanan pusat distribusi dan
konsolidasi barang;
i. Penyediaan dan/atau pelayanan jasa penundaan kapal.

F. Fasilitas dan Peralatan Pelabuhan


Pada dasarnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu fasilitas pokok
dan fasilitas penunjang. Pembagian ini dibuat bedasarkan
kepentingannya terhadap kegiatan pelabuhan itu sendiri.

1) Fasilitas Pokok Pelabuhan


Fasilitas Pokok Pelabuhan terdiri dari alur pelayaran (sebagai
‘jalan’ kapal sehingga dapat memasuki daerah pelabuhan dengan
aman dan lancar), penahan gelombang (breakwater – untuk
melindungi daerah pedalaman pelabuhan dari gelombang,
terbuatdari batu alam, batu buatan dan dinding tegak), kolam

18
pelabuhan (berupa perairanuntuk bersandarnya kapal-kapal yang
berada di pelabuhan) dan dermaga (sarana dimana kapal-kapal
bersandar untuk memuat dan menurunkan barang atau untuk
mengangkut dan menurunkan penumpang).
2) Fasilitas Penunjang Pelabuhan
Fasilitas penunjang pelabuhan terdiri dari gudang, lapangan
penumpukan, terminal dan jalan.
a. Gudang
Gudang adalah bangunan yang digunakan untuk menyimpan
barang-barang yang berasal dari kapal atau yang akan dimuat
ke kapal. Gudang dibedakan berdasarkan jenis (lini-I, untuk
penumpukan sementara dan lini-II sebagai tempat untuk
melaksanakan konsolidasi/distribusi barang, verlengstuk –
bangunan dalam lini-II, namun statusnya lini-I, enterpot –
bangunan diluar pelabuhan, namun statusnya sebagai lini-I),
penggunaan (gudang umum, gudang khusus – untuk
menyimpan barang-barang berbahaya, gudang CFS – untuk
stuffing/stripping).
b. Lapangan penupukan
Lapangan penumpukan adalah lapangan di dekat dermaga
yang digunakan untuk menyimpan barang-barang yang tahan
terhadap cuaca untuk dimuat atau setelah dibongkar dari kapal.
c. Terminal
Terminal adalah lokasi khusus yang diperuntukan sebagai
tempat kegiatan pelayanan bongkar/muat barang atau
petikemas dan atau kegiatan naik/turun penumpang di dalam
pelabuhan.
d. Jalan
Adalah suatu lintasan yang dapat dilalui oleh kendaraan
maupun pejalan kaki, yang menghubungkan antara

19
terminal/lokasi yang lain, dimana fungsi utamanya adalah
memperlancar perpindahan kendaraan di pelabuhan.
Untuk menunjang pelayanan kapal, dan barang maka diperlukan
peralatan pelabuhan serta instalasi penunjang lainnya yang harus
diadakan Pelabuhan. Peralatan pelabuhan yang diperlukan sesuai dengan
arus kegiatan kapal dan bongkar muat barang dapat dikategorikan
menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:

- Peralatan pelabuhan untuk melayani kapal yang akan


berlabuh/bersandar dan

sebaliknya.

- Peralatan pelabuhan untuk melayani kegiatan bongkar muat barang


dari/ke kapal, di lapangan/penumpukan dan masuk/keluar area
pelabuhan.

- Instalasi penunjang untuk kapal, barang dan penumpang seperti


pengolahan

limbah, listrik dan air.

G. Pelayanan Jasa Kepelabuhan


Jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang ditawarkan
oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat
intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasikan kepemilikan
sesuatu (kotler, 2003). Berdasarkan definisi ini maka pelayanan di
pelabuhan dikategorikan pada kegiatan jasa karena dalam
pengusahaan pelabuhan terdapat beberapa kegiatan dan fungsi
pelabuhan yaitu menunjang kelancaran, keamanan, ketertiban arus
lalulintas atau trafik (kapal, barang, dan penumpang), menjaga
keselamatan berlayar, tempat perpindahan intra dan atau antar moda
(Gurning & Hariyadi, 2007) dimana kegiatan-kegiatan tersebut tidak

20
menghasilkan produk yang berwujud fisik. Oleh karena untuk menilai
kinerja pelabuhan harus didasarkan pada aspek kualitas jasa. Kualitas
jasa dimulai dari kebutuhan pelanggandan berakhir pada kepuasan
pelanggan serta persepsi positif terhadap kualitas jasa. Berdasarkan
beberapa kajian Santos dan Boote (2003) mengklasifikasi ekspektasi
pelanggan ke dalam sembilan hirarki ekspektasi pelanggan dimulai
dari ideal expectation (tingkat kinerja optimum atau terbaik yang
diharapkan dapat diterima konsumen) sampai dengan harapan yang
dipersepsikan paling buruk (worst imaginable expectation).

Phortis M. Panayides dan Dong-Wook Song (2006)


mengidentifikasi kinerja pelayanan pelabuhan terdiri dari price (cost
advantage), quality, reliability, customization, responsiveness.
Sementara itu Tongzon (2004) menentukan beberapa variabel
pelayanan pelabuhan yaitu: tingkat efisiensi pelabuhan/terminal, biaya
penanganan kargo, kehandalan (reliabilitas), prefensi pemilihan
pelabuhan, kedalaman alur pelayaran. Fungsi utama pelayanan
pelabuhan adalah memperlancar perpindahan intra dan antar moda
transportasi, sebagai pusat distribusi dan konsolidasi barang. Oleh
karena itu, dalam menjalankan fungsinya pelabuhan memberikan
berbagai macam pelayanan (Gurning & Eko, 2007). Penyediaan dan
atau pelayanan jasa terkait dengan Kepelabuhanan meliputi :

a. penyediaan fasilitas penampungan limbah;

b. penyediaan depo peti kemas;

c. penyediaan pergudangan;

d. jasa pembersihan dan pemeliharaan gedung kantor;

e. instalasi air bersih dan listrik;

f. pelayanan pengisian air tawar dan minyak;

g. penyediaan perkantoran untuk kepentingan

21
penggunajasa Pelabuhan;

h. penyediaan fasilitas gudang pendingin;

1. perawatan dan perbaikan Kapal;

J. pengemasan dan pelabelan;

k. fumigasi dan pembersihan z perbaikan kontainer;

1. angkutan umum dari dan ke Pelabuhan;

m. tempat tunggu kendaraan bermotor;

n. kegiatan industri tertentu;

o. kegiatan perdagangan;

p. kegiatan penyediaan tempat bermain dan rekreasi.

Pemerintah melalui Kementrian Perhubungan juga memberikan


penataan Kinerja Pelayanan Jasa Pelabuhan. Ada terdapat beberapa
indikator yang menjadi ukuran terlaksananya pelayanan jasa tersebut,
indikator-indikator tersebut sebagaimana diatur dalam Keputusan
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementrian Perhubungan
Nomor:UM.002/38/18/DJPL.11, tanggal 5 Desember 2011 tentang
standar Kinerja Pelayanan Operasional Pelabuhan, dalam Bab III
pasal 3, yaitu sebagai berikut:

a. Waktu tunggu kapal (waiting Time/WT); jumlah waktu sejak


pengajuan permohonan tambat setelah kapal tiba di lokasi
labuh sampai kapal digerakan menuju tambatan.
b. Waktu Pelayanan Pemanduan (Approach Time/AT); jumlah
waktu terpakai untuk kapal bergerak dari lokasi labuh sampai
ke ikat tali di tambatan atau sebaliknya.
c. Waktu efektif (Effective Time/ET); jumlah jam bagi suatu kapal
yang benar-benar digunaan untuk bongkar muat selama kapal
di tambatan.

22
d. Produktifitas Kerja (Berth Time/BT); jumlah waktu siap operasi
tambatan untuk melayani kapal.
e. Receiving/Delivery Peti Kemas; kecepatan pelayanan
penyerahan/penerimaan di petikemas yang dihitung sejak alat
angkut masuk hingga keluar dicatat dipintu keluar/masuk.
f. Tingkat penggunaan Dermaga yaitu perbandingan antara
waktu penggunaan dermaga dengan waktu yang tersedia
(dermaga siap operasi) dalam periode waktu tertentu yang
dinyatakan dalam persentase.
g. Tingkat penggunaan lapangan penumpukan yaitu
perbandingan antara jumlah penggunaan ruang penumpukan
dengan ruang penumpukan yang tersedia (siap operasi) yang
dihitung dalam ton/ hari atau m3/hari.
h. Kesiapan Operasi Peralatan yaitu perbandingan antara jumlah
peralatan yang siap untuk dioperasikan dengan jumlah
peralatan yang tersedia dalam periode waktu tertentu.

H. International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code


1. Pengertian ISPS Code
International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code
merupakan amandemen terhadap SOLAS (Safety Of Life Sea)
yang berfokus pada bidang keamanan kapal dan pelabuhan atau
fasilitas pelabuhan. ISPS Code pada dasarnya merupakan suatu
sistem manajemen komunikasi keamanan yang merupakan
ketentuan internasional tentang keamanan kapal dan fasilitas
pelabuhan serta sebuah aturan yang dikembangkan untuk
meningkatkan keamanan dan pencegahan tindakan terorisme,
pencurian, penyelundupan, sabotase, serta hal-hal mengancam
keamanan penumpang, kru, kapal serta fasilitas penunjangnya
keselamatan di kapal. ISPS Code disahkan oleh IMO pada

23
konferensi tanggal 12 Desember 2002, dan menjadi Bab XI-2 dari
SOLAS-1974.
ISPS diterapkan untuk kapal yang melakukan pelayaran
internasional dan nasional dianataranya kapal penumpang dengan
kecepatan tinggi, kapal barang termasuk kapal barang
berkecepatan tinggi dengan GT > 500, Mobile Offshore Drilling Unit
(MODU), fasilitas pelabuhan yang melayani kapal penumpang yang
beroperasi baik secara internasional maupun secara nasional
(Ngengat, 2014). Indonesia, sebagai anggota IMO, telah
meratifikasi dan mentaati ketentuan tersebut dengan menerapkan
ISPS di wilayah NKRI dimulai 1 Juli 2004 berdasarkan KM
No.33/2003 tentang pemberlakuan amandemen SOLAS 1974.
Beberapa parameter untuk menilai penerapan ISPS Code
disuatu negara adalah sistem, peralatan dan teknologi yang dimiliki
suatu negara, budaya masyarakat dan tingkah laku masyarakat.
Implementasi dari ketentuan ISPS Code memerlukan kerja sama
dan pemahaman yang efektif dan terus menerus antara semua
yang terkait, kapal dan fasilitas pelabuhan.
Tujuan ISPS Code dilaksanakan adalah sebagai sebuah
kerangka kerjasama internasional terbatas pada masalah
keamanan maritim yang prinsipnya adalah sebagai wadah untuk
bertukar informasi dan data-data apapun yang menyangkut tentang
potensi ancaman terhadap keamanan maritim disemua negara.
ISPS Code merupakan ketentuan dan prosedur untuk
mencegah tindakan terorisme yang mengancam keamanan
penumpang, awak dan kapal. Peraturan ini diterapkan terhadap :
Jenis-jenis kapal berikut yang dipakai pada pelayan
Internasional menurut ISPS Code Edisi 2003 Bagian A (2003:3.1)
halaman 8.
1) Kapal penumpang termasuk kapal penumpang berkecapatan
tinggi.

24
2) Kapal muatan umum, termasuk kapal berkecepatan tinggi,
dengan ukuran 500 gross ton keatas.
3) Unit pengeboran lepas pantai yang berpindah pindah.
4) Fasilitas pelabuhan yang dipakai pada pelayaran
internasional,
Menurut ISPS Code Bagian A (2.1) ditetapkan tingkat
ancaman (Security Level).
Penetapan tingkat keamanan (selanjutnya disebut Security
Level) adalah tanggung jawab Pemerintah (Designated Authority)
dalam hal ini Direktur Jenderal Perhubungan Laut. Dalam
penetapan Security Level, akan melakukan koordinasi dengan
pihak-pihak terkait. Pemerintah negara-negara penandatangan
harusnya menetapkan tingkat keamanan yang dipakai bagi kapal
atau fasilitas pelabuhan.
1) Keamanan tingkat 1 (Security Level 1)
Adalah tingkat dimana perlindungan minimum dari langkah
keamanan yang tepat semestinya tetap dipelahara setiap saat.
2) Keamanan tingkat 2 (Security Level 2)
Adalah tingkat dimana tambahan perlindungan dari langkah
kemanan yang tepat semestinya tetap dipelihara untuk jangka
waktu tertentu sebagai hasil dari peningkatan resiko dan
peristiwa keamanan.
3) Keamanan tingkat 3 (Security Level 3)
Adalah tingkat untuk kelanjutan tindakan perlindungan
secara khusus yang semestinya ditetapkan untuk jangka waktu
terbatas ketika suatu peristiwa keamanan dimungkinkan atau
nyata, meskipun bisa jadi tidak mungkin untuk dapat
menemukan atau mengenali tujuan sasaran yang khusus
2. Dampak Positif Penerapan ISPS Code Sebagai Sistem
Keamanan.

25
a. Dapat menjamin pelaksanaan setiap tindakan yang diambil
untuk melindungi segala macam fasilitas pelabuhan dan kapal,
orang, muatan, peralatan angkut muatan, tempat-tempat
penyimpanan barang di dalam fasilitas pelabuhan terhadap
resiko insiden keamanan.
b. Dapat bertanggung jawab atas keamanan kapal termasuk
pelaksanaan dan pemeliharaan rencana keamanan kapal, dan
sekaligus bertindak sebagai penghubung antara perwira
keamanan perusahaan dan perwira keamanan fasilitas
pelabuhan.
c. Dapat menjamin penilaian keamanan (assessment) kapal
dilaksanakan, dan bahwa rencana keamanan kapal
dikembangkan, diserahkan kepada pejabat untuk mendapatkan
persetujuan, dan sesudahnya diimplementasikan dan
dipelihara, serta menjadi penghubung antara perwira
keamanan pelabuhan dan perwira keamanan kapal.
d. Dapat bertanggung jawab atas pengembangan, pelaksanaan,
perubahan dan pemeliharaan dari rencana keamanan fasilitas
pelabuhan dan juga menjadi penghubung (liaison officer) antara
perwira keamanan kapal dan perwira keamanan perusahaan.
e. Dapat mengklasifikasikan dari keamanan kapal dan pelabuhan
yang dapat terjadi setelah melalui proses pengamatan dan
pengumpulan data.
3. Definisi ISPS Code
a. Regulasi
ISPS Code (International Ship and Port Facility Security
Code) adalah ketentuan IMO (International Maritime
Organization) yang berfokus untuk mengatur langkah-langkah
serta kegiatan-kegiatan yang wajib diterapkan oleh setiap
negara dalam mengatasi ancaman terorisme di laut.
Penyusunan ISPS Code dimulai sejak tahun 2001, dalam hal ini

26
oleh (Maririme Scurity Committee) MSC bekerja sama dengan
(Maritime Scurity Working Group) MSCG. Isi resolusi tersebut
yaitu peninjuan ulang terhadap berbagai macam tindakan dan
prosedur guna mencegah kemungkinan kegiatan terorisme
yang bisa mengancam keamanan maritim, khususnya
penumpang kapal dan awak kapal, serta keselamatan kapal
pada umumnya. (Taequi dan Basuki, 2020)
b. Regulasi Internasional SOLAS 1974
Safety Of Life at Sea (SOLAS) adalah Pedoman
pengawasan keamanan laut tersebut merupakan tujuan utama
perluasan jaminan kesejahteraan hidup dilaut yang telah dimulai
sejak sekitar tahun 1914, mengingat pada saat itu banyak
terjadi kecelakaan kapal yang memakan banyak korban jiwa.
Pada tahap yang mendasarinya, dimulai dengan perhatian pada
pedoman untuk kelengkapan navigasi, keamanan terhadap
sekat kapal dan perlengkapan korespondensi, kemudian, pada
saat itu, maju ke pengembangan pada bagian konstruksi
bangunan dan perangkat keras lainnya. Modernisasi pedoman
SOLAS yang dimulai sekitar tahun 1960, adalah untuk
menggantikan kesepakatan pada tahun 1918 dengan SOLAS
1960. Sejak saat itu, pedoman mengenai rencana untuk
membangun faktor kesejahteraan transportasi telah
dimasukkan, misalnya, rencana pengembangan Kapal,
Perusahaan mekanik dan listrik, Antisipasi kebakaran,
Perangkat keras keamanan, Korespondensi, dan keamanan
navigasi. (Suryani dkk, 2018)
4. Regulasi SOLAS yang mengatur ISPS
a. Peraturan XI-2/ 2
Kode keamanan Intenasional terhadap kapal dan fasilitas
pelabuhan (ISPS Code). Bagian A dari kode ini adalah wajib

27
dan bagian B berisi panduan tentang cara terbaik untuk
memenuhi persyaratan wajib
b. Peraturan XI-2/ 3
Mewajibkan adanya suatu administrasi atau pemerintah
yang mengatur tingkat kemanan dan menjamin penyediaan
informasi dari tingkat kemanan untuk kapal. Sebelum memasuki
pelabuhan, kapal harus mengikuti ketentuan tingkat keamanan
yang di atur oleh pemerintah, jika tingkat keamanan lebih tinggi
dari tingkat keamanan pihak administrasi kapal itu.
c. Peraturan XI-2/ 8
Peran nahkoda dalam melaksanakan penilaian
profesionalnya atas keputusan yang diperlakukan untuk
menjaga keamanan kapal. Dikatakan dia tidak akan dibatasi
oleh perusahaan, penyewa atau orang lain dalam hal ini.
d. Peraturan XI-2/ 6
Mengharuskan semua kapal untuk wajib melengkapi
dengan sistem peringatan kemanan kapal Ship Security Alert
System (SSAS), sesuai dengan jadwal akan diterapkan untuk
setiap kapal pada tahun 2004 dan sisanya pada tahun 2006.
Fungsi dari sistem peringatan keamanan kapal mengirimkan
peringatan keamanan dari kapal ke pantai yaitu kepada otoritas
yang komponen ditunjuk oleh administrasi atau pemerintah,
untuk mengidentifikasi kapal, lokasi dan menunjukan bahwa
kapal yang berbeda di bawah ancaman telah dikompromi.
Sistem peringatan keamanan kapal harus mampu ketika
diaktifkan dari jembatan navigasi atau setidaknya lokasi lainnya.
e. Peraturan XI-2/ 10
Persyaratan untuk fasilitas pelabuhan, menyediakan
antara lain kepada pihak pemerintah untuk memastikan bahwa
penilaian fasilitas pelabuhan dilakukan bahwa rencana

28
keamanan fasilitas pelabuhan dikembangkan,
diimplementasikan dan ditinjau sesuai dengan kode ISPS.

I. Pengertian Sistem Keamanan


Wilayah laut yang luas dan berbentuk pulau-pulau membuat
Indonesia sangat rentan terhadap ancaman, baik ancaman militer
maupun non-militer. Oleh karena itu, perkembangan keamanan
nasional Indonesia juga dipengaruhi oleh posisi Indonesia sebagai
negara kepulauan dan mempunyai wilayah laut yang luas. Oleh sebab
itu, pembahasan tentang isu-isu dalam keamanan maritim sedang
menjadi perhatian internasional. Isu keamanan laut tersebut meliputi
ancaman kekerasan (pembajakan, perampokan, sabotase serta teror
objek vital), ancaman navigasi (kekurangan dan pencurian saran
bantu navigasi), ancaman sumber daya laut (perusakan serta
pencemaran laut dan ekosistemnya) dan ancaman kedaulatan dan
hukum (penangkapan ikan secara ilegal, imigran gelap, eksplorasi dan
eksploitasi sumber daya laut). Dalam perspektif militer, keamanan
maritim difokuskan pada masalah keamanan nasional dalam
melindungi integritas wilayah negara dari serangan bersenjata atau
penggunaan kekuatan lain.
Menurut McNicholas (2008), keamanan maritim adalah
langkah-langkah yang diambil oleh pemilik, operator, administrator
kapal, fasiltas pelabuhan, instalasi lepas pantai, serta organisasi
kelautan untuk melindungi wilayah laut dari pembajakan, sabotase,
penyitaan, pencurian, dan gangguan lainnya. Hal ini berarti keamanan
maritim tidak hanya berfokus pada aksi militer (gencatan senjata) saja,
tetapi juga aktivitas perikanan, pencemaran laut yang disengaja, serta
kegiatan penelitian atau survei yang bertempat dilaut.
Sedangkan menurut Bueger (2015) perbincangan tentang
keamanan maritim sering merujuk pada ‘ancaman’ yang berlaku di

29
domain maritim. Persoalan dalam keamanan maritim menyangkut
banyak aspek seperti lingkungan laut, pengembangan ekonomi,
keamanan nasional, dan human security. Keamanan maritim
merupakan sebuah kata kunci, oleh karena itu tidak ada definisi yang
pasti mengenai keamanan maritim itu sendiri. Keamanan maritim
modern telah dipengaruhi oleh arus globalisasi dan perkembangan
teknologi. Globalisasi membawa dunia modern pada perkembangan
era informasi dan komunikasi yang menciptakan era serba digital
(digital world).

J. Pengertian Keselamatan Pelayaran


Proses pengamanan keselamatan pelayaran adalah segala hal
yang ada dan dapat dikembangkan dalam kaitannya dengan tindakan
pencegahan kecelakaan pada saat pelaksanaan kerja di bidang
pelayaran. Proses penanganan keselamatan pelayaran adalah dalam
berbagai rujukan didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana
terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan kapal yang
menyangkut amgkutan di perairan dan kepelabuhan.
Menurut UU No. 17 tahun 2008 tentang pelayaran keselamatan
dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya
persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan
di perairan, kepelabuhan, dan lingkungan maritim. Sedangkan
menurut UU No. 17 tahun 2008 tentang pelayaran keselamatan kapal
adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material,
konstruksi, bangunan, permesinan dan pelistrikan, stabilitas, tata
susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong
dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah
dilakukan pemeriksaan dan pengujian.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2014) perihal
(keadaan dan sebagainya) selamat kesejahteraan; kebahagiaan dan

30
sebagainya. Istilah ini bisa digunakan dengan hubungan kepada
kejahatan, segala bentuk kecelakaan, dan lain-lain. Sehingga
keselamatan merupakan topik yang luas termasuk keselamatan di
atas kapal terhadap serangan teroris, keselamatan kapal terhadap
serangan bajak laut atau pencuri.
Hal ini membuktikan bahwa keselamatan dan keamanan
adalah kebutuhan hakiki yang di inginkan dan harus dimiliki oleh
setiap manusia. Sebab dengan terpenuhinya rasa aman, setiap
individu dapat berkarya dengan optimal dalam hidupnya. Begitu juga
keselamatan dalam menjalankan bisnis transportasi laut yang
berhubungan dengan keamanan di atas kapal. Untuk itu memperoleh
rasa aman perlu adanya usaha dari individu masing-masing sesuai
dengan kegiatan yang sedang dilakukan. Selain itu juga harus
memperhatikan situasi dan kondisi yang dihadapi. Dan juga harus
melaksanakan semua ketentuan dan aturan yang berlaku sesuai
dengan kegiatan yang sedang dilakukan, begitu juga dengan kegiatan
di atas kapal yang berhubungan dengan keselamatan awak kapal dan
keamanan kapal.

K. Kerangka Fikir
Dalam upaya mengoptimalkan penerapan ISPS Code di pelabuhan
x penulis menilai bahwa perusahaan-perusahaan pelayaran perlu
meningkatkan kualitas dalam menerapkan sistem keamanannya sehingga
berdampak terhadap kualitas kinerja perusahaan itu sendiri dalam bidang
pelayaran.

Disamping itu , penerapan ISPS Code di pelabuhan merupakan


suatu sistem manajemen komunikasi keamanan yang merupakan
ketentuan internasional tentang keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan
serta sebuah aturan yang dikembangkan untuk meningkatkan keamanan
dan pencegahan tindakan terorisme, pencurian, penyelundupan,

31
sabotase, serta hal-hal mengancam keamanan penumpang, kru, kapal
serta fasilitas penunjangnya keselamatan di kapal. ISPS Code disahkan
oleh IMO pada konferensi tanggal 12 Desember 2002, dan menjadi Bab
XI-2 dari SOLAS-1974. ISPS diterapkan untuk kapal yang melakukan
pelayaran internasional dan nasional dianataranya kapal penumpang
dengan kecepatan tinggi, kapal barang termasuk kapal barang
berkecepatan tinggi dengan GT > 500, Mobile Offshore Drilling Unit
(MODU), fasilitas pelabuhan yang melayani kapal penumpang yang
beroperasi baik secara internasional maupun secara nasional (Ngengat,
2014).
Sehingga untuk menyelesaikan permasalahan yang ada penulis
memberikan solusi pemecahan masalah. Faktor utama penyebab
timbulnya masalah kemudian tentang penerapannya apakah sudah sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Sesuai dengan pemahaman peraturan
undang-undang 17 tahun 2018 tentang pelayaran keselamatan kapal
adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi,
bangunan, permesinan dan pelistrikan, stabilitas, tata susunan serta
perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik
kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan
dan pengujian. Peraturan Pemerintah nomor 61 tahun 2009 tentang
kepelabuhan, Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2010 tentang
angkutan di perairan, dan kemudian Peraturan Menteri Perhubungan.
Setelah mengetahui dan memahami apa saja yang tertera dalam
UU dan Peraturan Pemerintah serta Peraturan Menteri perhubungan,
selanjutnya mengetahui dan memahami sistem prosedur yang terdapat
didalam ISPS Code. Kemudian menerapkan ISPS Code di pelabuhan X,
jika proses penerapan ISPS Code tidak berjalan dengan baik maka ada
faktor Penghambat dan perlu diketahui apa saja yang menjadi faktor
penghambat, kemudian melakukan upaya yang perlu dilakukan untuk
dapat menyelesaikan Faktor Penghambat, setelah itu kembali pada
proses penerapan ISPS Code di pelabuhan jika berjalan dengan baik dan

32
sesuai dengan pemahaman yang terdapat dalam ISPS Code, maka
tercapai sistem keselamatan dan keamanan kapal di pelabuhan.

– UU 17/2018 tentang Pelayaran


– PP 61/2009 tentang kepelabuhan
– PP 20/2010 tentang angkutan di
perairan
– PERMENHUB

Upaya yang dilakukan:


SISPRO ISPS CODE
− perlu diadakan pelatihan pemahaman
dalam mengimplementasikan ISPS Code

− meningkatkan sumber daya manusia PROSES ISPS CODE DI PELABUHAN


untuk tingkat keamanan. X

FAKTOR PENGHAMBAT :
−Kurangnya pemahaman dalam
mengimplementasikan ISPS Code
−Sumber daya manusia

KESELAMATAN &
Tidak Lancar? Ya
KEAMANAN KAPAL
DI PELABUHAN

L. Hipotesis

33
Berdasarkan uraian masalah di atas maka hipotesis pada
peneletian ini yaitu di rumuskan sebagai berikut: diduga proses ISPS
Code di pelabuhan X jika terpenuhi maka akan tercapainya
keselamatan dan keamanan kapal di pelabuhan, jika tidak maka ada
faktor dan juga upaya yang perlu dilakukan.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Metode penelitian merupakan ilmu yang mempelajari metode-
metode penelitian, atau ilmu tentang alat penelitian. Metode penelitian
merupakan suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan
menguji kebenaran ilmu pengetahuan secara ilmiah. Penelitian adalah
terjemahan dari kata Inggris research. Dari itu, ada juga yang
menerjemahkan research sebagai riset. Research itu sendiri berasal
dari kata re, yang berarti “kembali” dan to search yang berarti mencari.
Dengan demikian, arti sebenarnya dari research atau riset adalah
“mencari kembali”. Oleh karena itu dalam lingkungan filsafat, logika,
dikenal sebagai ilmu tentang alat untuk mencari kebenaran.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif
dengan jenis penelitian case study research (studi kasus). Pendekatan
kualitatif adalah pendekatan yang penting untuk memahami suatu
fenomena sosial dan perspektif yang diteliti. Penelitian yang

34
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan
lain-lain. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif ini lebih
menekankan analisanya terhadap fenomena yang diamati dengan
menggunakan cara berfikir formal dan argumentatif. Dimana prosedur
penelitiannya menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata yang
secara tertulis ataupun lisan.
Dalam penelitian case study research (studi kasus) adalah
pendekatan yang dilakukan secara intensif, terperinci, dan mendalam
terhadap gejala-gejala tertentu. Pada umumnya, studi kasus
dihubungkan dengan sebuah lokasi. Tujuan studi kasus adalah
meningkatkan pengetahuan mengenai peristiwa-peristiwa komunikasi
kontemporer yang nyata dalam konteksnya. Dengan menggunakan
jenis studi kasus ini lebih menekankan analisisnya terhadap sebuah
kasus yang diamati.

B. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian


Definisi operasional variabel adalah meletakkan arti pada suatu
variabel dengan cara menetapkan keinginan atau tindakan yang perlu
untuk mengukur variabel itu. Disamping itu, tujuannya adalah untuk
memudahkan pengertian dan menghindari perbedaan persepsi dalam
penelitian ini
1. ISPS Code
ISPS Code pada dasarnya merupakan suatu sistem
manajemen komunikasi keamanan yang merupakan ketentuan
internasional tentang keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan serta
sebuah aturan yang dikembangkan untuk meningkatkan keamanan
dan pencegahan tindakan terorisme, pencurian, penyelundupan,
sabotase, serta hal-hal mengancam keamanan penumpang, kru,
kapal serta fasilitas penunjangnya keselamatan di kapal.
2. Keamanan

35
Keamanan maritim adalah langkah-langkah yang diambil oleh
pemilik, operator, administrator kapal, fasiltas pelabuhan, instalasi
lepas pantai, serta organisasi kelautan untuk melindungi wilayah
laut dari pembajakan, sabotase, penyitaan, pencurian, dan
gangguan lainnya. Hal ini berarti keamanan maritim tidak hanya
berfokus pada aksi militer (gencatan senjata) saja, tetapi juga
aktivitas perikanan, pencemaran laut yang disengaja, serta
kegiatan penelitian atau survei yang bertempat dilaut seperti
lingkungan laut, pengembangan ekonomi, keamanan nasional, dan
human security.
3. Keselamatan
Peroses pengamanan keselamatan pelayaran adalah segala
hal yang ada dan dapat dikembangkan dalam kaitannya dengan
tindakan pencegahan kecelakaan pada saat pelaksanaan kerja di
bidang pelayaran. Proses penanganan keselamatan pelayaran
adalah dalam berbagai rujukan didefinisikan sebagai suatu
keadaan dimana terpenuhinya persyaratan keselamatan dan
keamanan kapal yang menyangkut amgkutan di perairan dan
kepelabuhan.
4. Pelabuhan
Pelabuhan yaitu suatu lingkungan kerja terdiri dari area
daratan dan perairan yang dilengkapi dengan fasilitas untuk
berlabuh dan bertambatnya kapal, guna terselenggaranya bongkar
muat barang serta turun naiknya penumpang dari suatu moda
transportasi laut (kapal) ke moda transportasi lainnya atau
sebaliknya.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi

36
Populasi merupakan jumlah objek secara keseluruhan atau
generasi dari objek atau subjek yang memiliki kualitas dan
karakteristik tertentu yang diterapkan oleh seorang peneliti untuk
mempelajari dan diambil kesimpulannya. Adapun populasi dalam
penelitian ini adalah sejumlah personal pelaksana penerapan ISPS
Code sebagai sistem keamanan dalam keselamatan berlayar di
pelabuhan x.
2. Sampel
Sampel merupakan presentasi dari populasi yang diteliti dan
menjadi sampel data pelaksana penerapan ISPS Code sebagai
sistem keamanan dalam keselamatan berlayar di pelabuhan x.
Untuk penelitian ini, penulis menetapkan sampel sebanyak satu
orang yang merupakan bagian dari populasi.

D. Metode Pengumpulan Data


Untuk memperoleh landasan teori dan data yang valid dalam
penelitian, maka peneliti menggunakan metode pengumpulan data
sebagai berikut:
1. Observasi (Pengamatan)
Yaitu pengumpulan data dengan menggunakan pengamatan
pada kegiatan objek sebenarnya sehingga dapat dicatat serta
dikumpulkan data yang sekiranya diperlukan.
2. Interview (Wawancara)
Yaitu pengumpulan data dengan wawancara langsung pada
pegawai kantor dan pengguna jasa.
3. Dokumentasi dan Kepustakaan
Yaitu pengumpulan data dengan cara mengumpulkan
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian, termasuk
literatur, jurnal-junal yang terkait dengan ISPS Code.

37
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik deskriptif
kualitatif, yaitu pengelolahan data kualitatif yang telah diperoleh
melalui gambaran fakta-fakta atau karakteristik yang sebenarnya.
Setelah seluruh data yang diperoleh dari hasil wawancara dan
pengamatan lalu dipelajari setelah itu mengadakan reduksi data yaitu
suatu usaha untuk membuat rangkuman dan memilih hal-hal yang
penting dari hasil wawancara, observasi atau pengamatan tersebut.
Langkah selanjutnya adalah menyajikan data yang yang telah
diperoleh dari wawancara dan pengamatan yang dilakukan.
Penyajiannya juga harus disusun secara baik sehingga dapat
membuat kesimpulan yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Alfian, A. 2021. Penerapan Isps Code Pada Mv. Spring Mas Dalam Upaya

Mencegah Pencuri Naik Ke Atas Kapal Di Pelabuhan

Belawan (Doctoral dissertation, Politeknik Ilmu Pelayaran

Semarang).

Auwjong, Peng Koen & Sugiantoro, R. B, 2005, Perang Eropa, vol. 3.

Jakarta: Buku Kompas.

Bueger, C. 2015. “What is maritime security”. Jurnal Matitime, Vol.1. No.1.

Januari.

38
Gurning, dan Eko Hariyadi Budiyanto. 2007. Manajemen Bisnis

Pelabuhan. APE Publishing: Jakarta.

Herman, B.S. 2021. Manajemen Pelabuhan dan Realisasi Eksport Import

International Ship & Port Facility Security Code 2003 Edition and SOLAS

Amandements 2002.

Izul Bahar, N. A. F. I. S. 2021. Peran Ship Security Officer (SSO) dalam

Meningkatkan Pemahaman Crew tentang Pentingnya ISPS

Code

di MT. Katomas (Doctoral dissertation, Politeknik Ilmu Pelayaran

Semarang).

Jinca, M. Yamin. 2011. Transportasi Laut Indonesia Analisis Sistem &

Studi Kasus. Jakarta: Brilian Internasional.

Kadar, A. 2015. Pengelolaan Kemaritiman Menuju Indonesia Sebagai

Poros Maritim Dunia. Jurnal Keamanan Nasional, I(3), 438.

KKBI, K. B. B. I. 2009. Kata Dermaga di Kamus Besar Bahasa

Indonesia.

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut Tahun 1982

Kumalasari, G.W. 2017. Kebijakan Pengembangan Konsep Sea Gate

Internasiona (SGI) guna Mewujudkan Kemandirian Maritim

Indonesia. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

McNicholas, Michael. 2008. Maritime Security An Introduction (P. Chester

(Ed.)). Elsevier Inc, hlm. 1-2.

39
Ngengat, P. 2014. Kode ISPS: Pembaruan 2004: Panduan Praktis.

Inggris: Foreshore Publication

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan

Pothis, dan Dong-Wook Song. 2006. Panduan Terkini Manajemen

Shipping dan Pelabuhan Edisi Kedua: Penerbitan, Jakarta:

Erlangga

PT Pelabuhan Indonesia (Persero), (2009), Referensi Kepelabuhan Seri 1

Edisi Kedua: Manajemen Kepelabuhan. Jakarta

Putra, A. A. & Djalante, S., 2016. Pengembangan Insfrastruktur

Pelabuhan dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan.

Jurnal Ilmiah Media Engeneering, Volume VI, pp. 433-443.

Sir, Jacob. 1998. Manajemen perusahaan Pelayaran II. Medan : Jurusan

Ketatalaksanaan Pelayaran Niaga AMI Medan.

SOLAS. 1974. International Convention for The Safety of Life at Sea:

Lloyd’s Register Rule Finder 2005-Version 9.4.

SOLAS 1974 Amandments 2004, SOLAS Chapter XI-1 and Chapter XI-2

Suranto. 2004. Manajemen Operasional Angkutan Laut dan

Kepelabuhanan Serta Prosedur Impor Barang. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Suryani, D., Pratiwi, A.Y., Sunarji., Hendrawan, A., 2018, Peran

Syahbandar Dalam Keselamatan Pelayaran, Jurnal Saintara

Vol. 2 No. 2 Maret 2018.

40
Taequi, A., dan Basuki, M., 2020 , Study Implementasi Isps Code Pada

Pelabuhan Dili Timor-Leste, Prosiding Seminar Teknologi

Kebumian dan Kelautan (SEMITAN II), Jurusan Teknik

Perkapalan, FTMK ITATS.

Triatmodjo, Bambang. 1992. Hidraulika. Yogyakarta: Beta Offset.

Triatmodjo, Bambang. 2010. Perencanaan Pelabuhan. Yogyakarta: Beta

Offset.

Undang-Undang Nomor 17 tahun 1985 Tentang Pengesahan Konvensi

Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut 1982.

Undang-Undang tentang Pelayaran, Undang-Undang Nomor. 17 Tahun

2008, tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 64).

41

Anda mungkin juga menyukai