Asmaul Khusnah
ABSTRAK
Pada dewasa ini dalam sistem patriarki masih banyak ditemui di keluarga-
keluarga yang ada di Jawa, salah satunya di Kampung KB batu. Contoh dari dominasi
laki-laki dalam pengunaan alat kontrasepsi membuat perempuan tidak punya banyak
pilihan akan tubuhnya. Sebagaimana diketahui bahwa pemenuhan hak-hak dasar
kesehatan reproduksi meliputi hak-hak dasar baik pada pasangan maupun individu dalam
memutuskan secara bebas dan bertanggungjawab terkait permasalahan untuk jumlah,
jarak, maupun waktu memiliki anak. Hal ini berlaku pada setiap orang, baik laki-laki
ataupun perempuan. Demi tercapainya kesehatan reproduksi yang ideal, maka kesehatan
reproduksi harus didukung dengan diakuinya hak-hak reproduksi, dimana keduanya
berhak untuk mendapatkan informasi serta pelayanan kesehatan reproduksi yang
berkualitas, termasuk akses informasi mengenai cara-cara berkontrasepsi, atau metode-
metode pengaturan kontrasepsi yang aman, efektif, terjangkau, serta dapat diterima
sesuai dengan masing-masing sehingga tudak ada paksaan untuk menggunakan alat
kontrasepsi. Dan hak untuk memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan yang tepat,
memungkinkan perempuan bisa selamat menjalani kehamilan maupun melahirkan anak
yang sehat.
Jurnal ini dengan penelitian yang akan dilakukan memiliki persamaan metodelogi
penelitian, dimana pada jurnal ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan
melakukan observasi dan wawancara mendalam. Penelitian ini berfokus pada implikasi
transformatif dan positif yang terjadi dari pergeseran demografis dalam hubungan gender.
Hasil penelitiannya membahas bahwa kaum feminis mengatakan bila kesejahteraan
perempuan, hak-hak reproduksi, kontrol kelahiran, dan pemberdayaan perempuan,
merupakan inti dari advokasi kebijakan dibidang kependudukan. Berbeda dengan
penelitian yang akan peneliti lakukan, fokus penelitian Malhotra implikasinya adalah
terhadap penurunan kesuburan, dimana penurunan tersebut malah menjadi sarana penting
untuk melanjutkan kesetaraan gender dan untuk mengatasi tantangan kebijakan di abad
ke-21. Fokus penelitian yang akan dilakukan kali ini adalah pada ketidakadilan gender
yang terjadi akibat penggunaan alat kontrasepsi yang hanya dilakukan oleh pihak
perempuan saja.
Penelitan kedua adalah jurnal internasional dengan judul “Health Care Decision
Making Autonomy of Women from Rural Districts of Southern Ethiopia: A Community
Based Cross-Sectional Study”, yang ditulis oleh Mihiteru Almaheyu dan Mengistu
Meskele, tahun 2017. Jurnal ini, menjelaskan tentang banyaknya perempuan di Afrika
yang memiliki sedikit otonomi untuk mengambil keputusan dalam hidupnya karena
adanya norma maupun aturan di budaya dan sukunya. Wanita Afrika memiliki sedikit
partisipasi dalam keputusan perawatan kesehatan. Namun, sedikit yang telah diselidiki
untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap otonomi pengambilan
keputusan. Otonomi perempuan dalam pengambilan keputusan perawatan kesehatan
sangat penting untuk meningkatkan hasil kesehatan ibu dan anak, serta memberdayakan
perempuan (Almaheyu, Mihiteru & Meskele, 2017).
Pada penelitian ini juga ditunjukkan bahwa otonomi perempuan yang lebih tinggi
memberikan banyak manfaat, termasuk pengurangan kesuburan total, tingkat
kelangsungan hidup anak yang lebih tinggi, dan alokasi sumber daya yang mendukung
anak-anak didalam rumah tangga, sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan,
perempuan tidak memiliki otonomi untuk mengatur keputusan perawatan kesehatan.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu dari segi metodologi
penelitian. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dengan desain dan bidang
studi, teknik pengambilan sampel dan ukuran sampel, instrumen dan alat pengumpulan
data, manajemen dan analisis data, serta kontrol kualitas data.
Penelitian ketiga adalah jurnal ilmiah yang ditulis oleh Sutinah pada tahun 2017,
yang berjudul “Partisipasi Laki-laki di Program Keluarga Berencana di Era Masyarakat
Postmodern”. Permasalahan dalam jurnal ini dilatarbelakangi oleh rendahnya laki-laki
yang menjadi akseptor KB meskipun program ini sudah diadakan sejak tahun 1970-an.
Salah satu upaya yang dikembangkan pemerintah di era postmodern guna meningkatkan
efektivitas pelaksanaan program Keluarga Berencana adalah dengan melibatkan juga
mendorong peran aktif kaum laki-laki dalam mengatur kehamilan demi kesejahteraan
keluarganya. Keterlibatan laki-laki dalam KB bukan hanya sebagai peserta KB pasif yang
mendukung pasangan menggunakan alat kontrasepsi tertentu, namun diharapkan laki-laki
juga ikut berperan dalam kesehatan reproduksi, diantaranya adalah dengan membantu
mempertahankan juga meningkatkan kesehatan ibu hamil, merencanakan persalinan aman
oleh tenaga medis, membantu perawatan ibu pasca melahirkan, menghindari kekerasan
seksual terhadap perempuan, serta tidak bias gender dalam menafsirkan kaidah agama,
termasuk dalam penggunaan alat kontrasepsi bagi laki-laki. (Sutinah, 2017).
Penelitian yang dilakukan oleh Sutinah ini berfokus pada penerapan program
Keluarga Berencana yang dilakukan oleh laki-laki dengan menggunakan metode
penelitian campuran yaitu penelitian survey dan studi kualitatif yang mendalam.
Sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis berfokus pada ketimpangan
gender dalam penggunaan KB di Kampung KB dengan menggunakan metode kualitatif.
Penelitian selanjutnya adalah jurnal nasional yang ditulis oleh Daniel Susilo dan
Abdul Kodir pada tahun 2016 dengan judul “Politik Tubuh Perempuan: Bumi, Kuasa, dan
Perlawanan”. Dalam jurnal ini, membahas tentang upaya politisasi tubuh perempuan,
yaitu pengendalian atas seksualitas perempuan (Susilo, Daniel & Kodir, 2016).
Konsep gender juga termasuk ciri dan karakteristik yang diciptakan oleh
keluarga, ataupun masyarakat setempat sesuai nilai nilai budaya yang dianut oleh
masyarakat tersebut. Misalnya pada umumnya pekerjaan memasak, mencuci atau
mengasuh anak adalah pekerjaan perempuan disatu masyarakat tertentu, tetapi tidak
demikian di masyarakat yang lain. Perempuan dikenal lemah lembut, emosional
sedangkan laki laki dikenal perkasa, kuat dan sangat rasional atau dikenal istilah
feminin dan maskulin.
Foucault melihat bahwa sejarah bergerak maju dengan tiba-tiba dari suatu
sistem dominasi berdasarkan pengetahuan, ke sistem dominasi yang lain. Sisi
positifnya, Foucault yakin bahwa pengetahuan dan kekuasaan selalu bersaing, diantara
keduanya selalu terjadi resistensi. Pada masyarakat umun, posisi perempuan
dikonstruksikan sebagai pasangan yang berlawanan dengan laki-laki. Laki-laki
dikonstruksikan sebagai pihak atas, tinggi, dan kuat, sedangkan perempuan
dikonstruksikan sebagai pihak bawah, dan lemah. Pengkonstruksian tersebut
membentuk wacana perempuan sebagai pihak subordinat yang berpengaruh signifikan
terhadap kehidupan sosial, termasuk pada kebijakan Keluarga Berencana yang menjadi
alat negara untuk menguasai tubuh perempuan
Metode Penelitian
Pembahasan
4.2.2 Masyarakat dan Kontrasepsi
Masih banyaknya nikah dini itu lantaran dirasa masyarakat masih kurang
memahami bahaya nikah muda. Padahal dalam kebijakan BKKBN, idealnya
perempuan yang umumnya di bawah 20 tahun diharapkan tidak memiliki anak
terlebih dahulu karena bisa mengalami eklamsia atau keracunan kehamilan hingga
kematian ibu dan bayi. Adanya pernikahan dini bisa berdampak negatif pada
permasalahan sosial ainnya, seperti menambah jumlah angka putus sekolah. Untuk
menekan jumlah pernikahan dini menurut Forkan, adalah dengan melalui optimalisasi
program Kampung KB di tahun 2020. Data dari kantor Kementerian Agama Kota
Batu 2018 lalu, terdapat 300 pernikahan dini dari 1.678 perkawinan di Kota Batu
(Richa, 2020).
Karena di daerah kampung KB ini yang juga tempat tinggal Bu Yayuk banyak
sekali kasus-kasus yang berkaitan dengan pergaulan bebas remaja dan pernikahan
dini, seperti adanya pernikahan di bawah umur menurut aturan undang-undang, secara
hukum pasangan suami istri tersebut tidak bisa melaporkan diri mereka ke dinas yang
bersangkutan karena umur minimal masih belum memenuhi syarat untuk menikah,
tetapi mereka masih bisa melangsukngkan pernikahan secara agama atau yang disebut
juga dengan “nikah siri”. Untuk surat kelahiran anak, orang tua dari pasangan suami
istri muda itu yang akan menjadi orang tua kandung di dalam dokumen negara perihal
orang tua anak tersebut, bagi Bu Yayuk hal ini meruapakan hal yang sangat salah dan
perlu diluruskan, karena orang tua begitu melindungi anaknya sampai cucunya di
dokumen negara diatas namakan dirinya.
Banyak anak-anak di kampung KB Batu ini yang baru menginjak usia
pubertas, yang masih belum mendapatkan edukasi yang baik perihal kesehatan organ
reproduksi dan mudah sekali termakan rayuan pacarnya yang juga seusia ketika diajak
untuk melakukan hubungan seksual. Maka dari itu penting sekali adanya penyuluhan
perihal efek yang ditimbulkan jika alat reproduksi terlalu dini mengalami kehamilan,
karena jika tidak memiliki pemahaman yang baik maka yang dirugikan pasti dari
pihak perempuan, dan laki-laki hampir tidak dirugikan sama sekali. Ditambah lagi
orang tua di sini tidak menyadari adanya fenomena ini karena dianggap masih tabu
dan mereka enggan berbicara soal pendidikan seks kepada anak mereka, berbeda
dengan di kota, yang dimana orang di kota lebih berpendidikan dan untuk pendidikan
seks kepada anak mereka tidak bersifat tabu seperti di desa. Menurut Bu Yayuk
terlebih lagi di Batu banyak tempat-tempat yang mudah digunakan anak muda untuk
melakukan kegiatan asusila, dan lebih parahnya lagi pemerintah memberikan izin
untuk tempat-tempat seperti itu.
Banyak anak usia SMP sudah hamil diluar nikah, dan orang tua mengambil
jalan pintas dengan menikahkan mereka, dan ketika umur mereka masih belum cukup
stabil untuk mengambil keputusan yang besar, dan hal ini yang membuat usia
pernikahan anak remaja tidak bertahan lama, yang mengakbatkan perceraian, dimana
akhirnya anak dari pasangan muda tersebut dirawat oleh keluarga istri, dan pihak
perempuan tidak bisa melanjutkan Pendidikan yang tinggi untuk bisa mendapatkan
pekerjaan yang lebih baik. Jika alat kontrasepsi untuk program KB ini tidak diberikan
edukasi yang benar terhadap para remaja, mereka akan menyalahgunakan alat
kontrasepsi ini, karena beberapa alat kontrasepsi bisa didapatkan dengan mudah di
mana saja seperti kondom dan pil KB.
Menurut Bu Yayuk Posyandu harus menjelaskan pentingnya hal ini pada
remaja dan juga orang tua, karena jika diberi tahu secara personal masyarakat masih
tabu dan akan mudah untuk tersinggung, beda jika masyarakat sudah memiliki pikiran
yang terbuka makan akan mudah untuk diedukasi secara personal. Pernikahan dini
merupakan jalan keluar termudah yang diambil oleh oran tua yang dimana anaknya
memiliki anak di luar pernikahan, persentase perceraian dari kasus semacam ini cukup
tinggi. Menikah dini yang tidak dipersiapkan akan menghasilkan generasi yang tidak
baik bagi kemajuan bangsa ini, memang tidak semua, tetapi sebagian besar akan
seperti itu, tidak perlu memajukan negara, untuk memajukan kampung saja pasti
susah jika anak-anak tidak mendapat pola asuh yang benar dari orang tuanya,
ditambah lagi fenomena semacam ini dianggap masyarakat merupakan hal yang
lumrah padahal untuk jangka panjang akan sangat berbahaya bagi kelangsungan
bangsa ini, maka dari itu sangat penting diangkat, agar masyarakat jadi lebih tau dan
mawas diri soal pendidikan seks.
Bu Yayuk masih rutin menjalankan program KB hingga saat ini, dan cukup
sering berganti alat kontrasepsi dari jenis pil ke jenis suntik. Kontrasepsi jenis pil
dirasa lebih praktis, karena hanya tinggal minum dan mudah didapatkan di mana saja
dan menstruasi masih rutin sebulan sekali, berbeda dengan kb suntik yang membuat
siklus menstruasi tidak berjalan secara normal yang membuat beribadah bagi Bu
Yayuk cukup susah, tetapi efektifitas KB suntik lebih baik jika dibandingkan dengan
KB pil. Masih belum ada perbedaan yang cukup besar dan signifikan karena kampung
KB ini masih terbilang cukup baru dan masih perlu digalakan lagi penyuluhan perihal
KB di pihak bapak.
Menurut Pak Budi masayarakat sangat mendukung program KB untuk
menekan angka kelahiran, karena menurut Pak Budi tingginya angka kelahiran cukup
tinggi, terutama di desa di Batu, karena angka kelahira yang cukup tinggi jika tidak
diimbangi dengan kualitas pendidikan dan kesehatan untuk tumbuh kembang anak
tersebut akan menghasilkan masalah yang lebih kompleks. Perangkat desa sangat
mendukung program KB ini, program KB merupakan program dari pemerintah yang
dimana ada peran dari perangkat desa dan kader PKK desa untuk melakukan
sosialisasi terutama pada ibu-ibu, dan acara tersebut sudah dijadwalkan rutin setiap
sebulan sekali.
Menurut pak Budi dalam mengambil segala macam keputusan termasuk
keputusan untuk program KB wajib bagi suami istri untuk membicarakannya dan
berkonsultasi bersama dengan tenaga kesehatan, karena program KB ini bukan untuk
salah satu pihak saja, pihak suami saja atau pihak istri saja, tetapi untuk keluaraga
kedepannya bagaimana, jadi keputusan diambil berdasar hasil komunikasi dan
keputusan bersama.
“Saya memutuskan tidak butuh waktu
lama mbak, karena saya sayang sama istri dan
kasian juga dengan kondisi istri, dan memang
banyak mitos-mitos yang beredar, tapi tidak
mempengaruhi keputusan saya, ditambah istri
sangat mendukung.”
Istri pak Budi sangat mendukung keputusan Pak Budi untuk mengikuti
program KB dengan prosedur MOP. Tidak membutuhkan waktu yang cukup lama
bagi Pak Budi untuk memutuskan memilih KB prosedur MOP, karena bagi Pak Budi
ini merupakan panggilan hati, karena Pak Budi merasa kasihan dengan istrinya.
Sebelumnya istri Pak Budi rutin untuk melakukan suntik KB atau meminum pil KB,
dan itu cukup mempengaruhi hormonal istrinya, dan sekarang karena istri Pak Budi
sudah tidak menggunakan alat kontrasepsi apaun jadi hormonalnya sudah tidak
terganggu dan membuat rumah tangga menjadi lebih harmonis. Pak Budi tidak
mempermasalahkan mitos-mitos yang beredar di masyarakat terkait dengan MOP,
karena menurut Pak Budi semua tergantung niatnya, karena untuk kebaikan dan
kesehatan istri maka tidak butuh waktu lama untuk memutuskan memilih prosedur
MOP.
Salah satu lain faktor yang membuat KB pria sulit adalah karena banyak
anggapan di masyarakat terutama pria bahwa program KB hanya urusan pada
perempuan saja, dan selesai hanya sampai perempuan, tidak perlu pria ikut
berpartisipasi. Tidak dikenakan biaya untuk prosedur pemasangan KB pria MOP atau
vasektomi, bahkan diberi uang sejumlah satu juta rupiah dan dikasih obat untuk paska
operasi dan juga hal lain yang mendukung untuk pemulihan paskah operasi.
BKKBN pada tahun 2015 pernah mengadakan pertemuan khusus untuk para
bapak yang isinya khusus untuk melakukan penyuluhan mengenai KB pria.
Penyuluhan ini diadakan di terminal Batu, dibagi menjadi dua shift, dan BKKBN
sudah menyiapkan beberapa para akseptor KB MOP dan juga para istri-istri dari
bapak yang menjadi akseptor tersebut, mereka dihadirkan untuk menyampaikan
testimoni terkait pengalaman mereka dan juga untuk menjelaskan ke masyarakat
terkait mitos yang beredar di masyarakat itu tidak benar. Shift pertama di pagi hari
tedapat 50 orang bapak yang berprofesi sebagai tukang parkir, dan shift kedua
terdapat 50 orang bapak yang berprofesi sebagai supir angkot. Pada awalnya sudah
dipastikan terdapat 6 orang yang akan hadir di penyuluhan tersebut, tetapi akhirnya
tidak ada satu orang pun yang hadir sama sekali. Padahal di hari sebelumnya sudah
dikasih sejumlah uang, kaos untuk datang ke penyuluhan tersebut, tetapi di keesokan
harinya tidak ada yang datang sama sekali. Berbeda dengan di Situbondo dan
Bojonegoro, di dua kota tersebut para bapak datang dengan sendirinya untuk
melakukan prosedur KB MOP layaknya suntik KB.
Untuk melakukan prosedur MOP pada pria, tidak dikenakan biaya sama sekali
bahkan akan mendapatkan uang satu juta rupiah, dan beberapa obat gratis untuk
pemulihan paska operasi. Sering disampaikan juga kepada pihak suami, jika sayang
sama istri diharapkan percaya, karena laki-laki yang sudah menjalankan prosedur
MOP bisa saja bebas melakukan hubungan intim dengan siapa saja, maka dari itu
harus ada dukungan dari istri untuk bisa saling percaya, tidak saling mencurigai atau
menuduh yang tidak-tidak. Dijelaskan bahwa prosedur KB MOP ini untuk
membangun kesadaran masyarkat akan masa depan mereka dengan pasangan mereka.
Meskipun setelah menjalani prosedur MOP, para pria jika masih ingin mengubah
keputusannya masih bisa dilakukan operasi penyambungan ulang, tetapi dilakukan di
rumah sakit di Surabaya, di RS. dr. Soetomo, biaya prosedur operasi pemasangan
kembali biaya hampir sama dengan prosedur operasi Caesar.
Semisal ada suatu kasus anak-anak sudah tumbuh besar dan menikah, bapak
sudah disteril dan kemudian istri meninggal, kemudian bapak menikah lagi dan ingin
punya anak lagi, dan kemudian bapak bisa untuk melakukan prosedur operasi
penyambungan lagi. Tetapi terdapat beberapa pertimbangan yaitu pertama
kemungkinan sangat kecil untuk bisa berfungsi secara normal seperti sebelumnya,
yang kedua lokasi rumah sakit cukup jauh di Surabaya, yang juga ongkosnya cukup
mahal dan biaya operasi tidak ditanggung BPJS. Hal tersebut tetap disampaikan oleh
BKKBN, karena disini BKKBN tidak hanya untuk mencari orang dan kejar target,
tetapi juga disampaikan bahwa hal ini merupakan bagian dari usaha manusia, jidak
masih ada peluang untuk istri hamil meskipun sangat kecil. Jika hal tersebut terjadi
dijelaskan kepada pihak bapak untuk tidak langsung mencurigai istri, karena ada suatu
kasus dimana pria memiliki 3 saluran, dan waktu proses operasi terdapat satu saluran
yang tidak terlihat, dan hal tersebut yang menjadikan hubungan seksual masih
berpotensi terjadi kehamilan.
Banyak orang yang salah paham ketika sudah melaukan prosedur MOP, para
pria sudah tidak memiliki gairah seksual dan tidak bisa ereksi atau bahkan melakukan
penetrasi, tetapi dijelaskan oleh Pak Andi bahwa itu mitos saja yang beredar di
masyarakat, dan adanya kasus yang masih tetap hamil setelah melakukan prosedur
MOP, pihak BKKBN berharap tidak ada pihak yang menuntut, karena pada tahun
2019 terdapat seorang ibu yang gagal dengan program KB implantnya kemudian
pihak suami istri tersebut menuntut, jadi program KB ini merupakan program yang
gampang-gampang susah untuk cari orang-orang, terutama pihak bapak yang mau
bersedia menjadi akseptor.
Dalam sudut pandang feminisme terdapat dua hal penting dalam teori The
Second Sex dari Beauvoir yang pertama adalah sex dan gender dan yang kedua adalah
subordinasi atas perempuan tidak dibenarkan secara biologis, perempuan adalah
manusia yang sama seperti laki-laki, dan harus memiliki status setara di semua aspek
kehidupan publik. Beauvoir membedakan antara female (berdasarkan kategori
biologis) dan woman (berdasakan kategori eksistensial). Bagi banyak feminis, hal ini
dipetakan ke dalam perbedaan yang mereka gunakan antara sex dan gender, di mana
sex sebagai kategori biologis dan gender sebagai kategori sosial. Jadi tidak ada tidak
ada hubungan yang perlu antara perbedaan seksual biologis dan norma-norma gender
secara sosial dan budaya. Hal ini juga untuk menyampaikan kesetaraan antara laki-laki
Teori
Wacana
Foucault
Perempuan
merupakan
Golongan
Subordinasi baik
secara sex dan
The Other
gender.
dalam Teori
The Second
Sex Beauvoir
dan perempuan dalam kehidupan sosial (Edkins, Jenny & Williams, 2010).
1.1 Kesimpulan
Dalam budaya patriarki perempuan merupakan golongan subordinasi yang
membuat perempuan tidak memiliki cukup kehendak untuk menentukan pilihannya
sendiri. Perempuan ada untuk melengkapi kebutuhan laki-laki, adanya wacana yang
ditanamkan dalam diri perempuan semenjak kecil yang membuat perempuan merasa
normal berada dalam dominasi kaum maskulin. Di Indonesia sendiri, khususnya dalam
budaya Jawa yang menganut hegomoni patriarki membuat perempuan tidak memiliki
posisi yang cukup untuk mengambil keputusan, salah satu contohnya dalam ranah
domestik.
Mengendalikan kepadatan penduduk dengan program KB menimbulkan
masalah baru bagi perempuan sendiri. Banyaknya alat KB yang membuat tubuh
perempuan tidak bisa berfungsi dengan normal yang kemudian berusaha diselesaikan
dengan mengajak para laki-laki untuk berkontribusi dan mengambil peran dalam
program KB pemerintah agar angka penderita atau efek samping yang ditimbulkan dari
KB pada tubuh perempuan bisa dikurangi. Tetapi untuk menjalankan program tersebut
sangatlah susah karena laki-laki sendiri masih merasa superior dan tidak mau tahu
seputar kesehatan, terutama kesehatan reproduksi.
Lampiran
Daftar Pustaka
Abdullah, I. (2001). Seks, Gender, dan Reproduksi. Tarawang Press.
Almaheyu, Mihiteru & Meskele, M. (2017). Healt Care Decision Making Autonomy of
Women from Rural Districts of Southern Ethiopia: A Company Based Cross -Sectional
Study. International Journal of Women’s Health, 09(213–221).
Atmadja, N. B. (2005). Dekonstruksi Alasan Maknawi Wanita Bali Menjadi Guru dan
Implikasinya terhadap Kesetaraan Gender. Jurnal Kajian Budaya, 2(3).
Basuki, K. (2019). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Batu
Tahun 2017-2022. ISSN 2502-3632 (Online) ISSN 2356-0304 (Paper) Jurnal Online
Internasional & Nasional Vol. 7 No.1, Januari – Juni 2019 Universitas 17 Agustus 1945
Jakarta, 53(9), 1689–1699. www.journal.uta45jakarta.ac.id
Beauvoir, S. (2016). The Second Sex, Fakta dan Mitos. Narasi Pustaka Promethea.
BKKBN. (2018). Bergeser dari Hormonal ke Kontrasepsi Jangka Panjang. Jurnal Keluarga,
7, 16–17.
Creswell, J. (2010). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. PT.
Pustaka Pelajar.
Malhotra, A. (2012). Remobilizing The Gender and Fertility Connection: The Case for
Examinating the Impact of Fertility Declines on Gender Equality. International Center
for Reasearch on Women Fertility and Women Empowerment Work Paper Series, 1(38).
Richa, I. (2020). Kota Batu Sempat Duduki Posisi Ketiga Pernikahan Dini se-Jawa Timur.
Malangtimes.Com. https://www.malangtimes.com/baca/48044/20200114/195400/kota-
batu-sempat-duduki-posisi-ketiga-pernikahan-dini-se-jawa-timur
Ritzer, G. (2014). Teori Sosiologi Modern Edisi Ketujuh. Prenada Media Group.
RPIJM, K. B. (2003). Gambaran Umum Dan Kondisi Umum Wilayah. Rpijm Kota Batu, 1–
61.
Setiadi, Elly M & Kolip, U. (2011). Pengantar Sosiologi. Prenada Media Group.
Susilo, Daniel & Kodir, A. (2016). Politik Tubuh Perempuan: Bumi, Kuasa, dan Perlawanan.
E-Journal Politik Universitas Indonesia, 1(2).
Sutinah. (2017). Men’s Partisipation in Family Planning Program in the Postmodern Society
Era. E-Journal UNAIR, Masyarakat, Kebudayaan, Dan Politik, 30(3), 289–299.