Anda di halaman 1dari 6

A.

Mahasiswa mampu mengidentifikasi apa saja jenis-jenis kontrasepsi, kelebihan, kekurangan,


kontraindikasi dan indikasi pemasangan setiap jenis kontrasepsi 

Sety, L. M. (2016). Jenis pemakaian kontrasepsi hormonal dan gangguan menstruasi di


wilayah kerja Puskesmas. Jurnal Kesehatan, 5(1).

Liwang, F., Bhargah, A., Kusuma, I. H., Prathiwindya, G. G., Putra, I. G. I. S., & Ani, L. S.
(2018). Gambaran penggunaan kontrasepsi hormonal dan non hormonal di wilayah kerja
UPT Puskesmas Tampak Siring 1. Intisari Sains Medis, 9(3).

1. Jenis kontrasepsi hormonal yang hanya mengandung progestin terdiri dari Mini
Pil, KB Suntik Depo Medroxy Progesterone Asetat (DMPA) dan implant.
Setyaningrum (2008) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara lama
pemakaian DMPA dengan Siklus menstruasi, lama menstruasi dan kejadian
spotting. Semakin lama penggunaan maka jumlah darah menstruasi yang keluar
juga semakin sedikit dan bahkan sampai terjadi amenorre. Implant termasuk
kontrasepsi jangka panjang, sehingga dimungkinkan akan memberikan pengaruh
yang berbeda terhadap gangguan menstruasi dibandingkan KB Pil dan Suntik.
Keuntungan Pil yaitu tetap membuat menstruasi teratur (Hakim, 2010). Efek
samping kontrasepsi DMPA dan implant yang paling utama adalah gangguan
menstruasi berupa amenore, spotting, perubahan siklus, frekuensi, lama
menstruasi dan jumlah darah yang hilang (Hartanto, 2004). Kedua jenis
kontrasepsi tersebut kandungan hormonnya sama yaitu progesteron namun
pengaruh terhadap gangguan menstruasi ada perbedaan, hal ini sesuai konsep
Siswosudarno (2007) yang menyatakan bahwa kontrasepsi implant mempunyai
keluhan gangguan menstruasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan kontrasepsi
suntik DMPA.
2. Metodekontrasepsi menurut Manuaba (2010) secara umum
terdiri daridua macam yaitu metode kontrasepsi hormonal dan non
hormonal. Metode kontrasepsi hormonal terdiri dari pil KB, suntik
dan implan. Kontrasepsi non hormonal digolongkan menjadi
tiga kelompok besar yaitu metode alami, metode mekanis dan
metode mantap, yang didalam metod-metode tersebut terdapat
metode senggama terputus, metode mukus, pantang berkala, IUD
(Intra Uterine Device ),Metode Operasi Pria (MOP)/vasektomi
dan Metode Operasi Wanita (MOW)/tubektomi
3. Kontrasepsi suntik menurut responden merupakan alat kontrasepsi yang

aman dan sangat efektif karena tidak perlu mengingat – ingat pemakaiannya
setiap hari seperti pil harus di minum secara teratur karena suntik di bagi
menjadi tiga yaitu : tiga bulan sekali (13 minggu), sekali setiap delapan minggu
untuk enam bulan pertama kemudian selanjutnya sekali setiap 12 minggu dan
satu bulan sekali. Hal ini di dukung dengan keunggulan pemakaian alat
kontrasepsi suntik menurut Uliyah (2010), yaitu : pemberiannya sederhana
setiap 8-12 minggu, efek samping sangat kecil, hubungan seks dengan
suntikan bebas, pengawasan medis ringan dan dapat dipakai atau diberikan
(pasca persalinan, pasca keguguran dan pasca menstruasi). Sementara pengguna
kontrasepsi non hormonal sebanyak 31 responden (13,2%) dan Sebagian besar
menggunakan jenis kontrasep IUD yaitu sebanyak 11 responden (4,7%).
Menurut sebagian besar responden, menggunakan kontrasepsi IUD
merupakan alat kontrasepsi
yang aman dan tergolong manjur dalam mencegah terjadinya kehamilan.
Mereka juga beranggapan bahwa kontrasepsi IUD lebih murah dan aman
dibandingkan dengan kontrasepsi jenis MOW, serta meningkatkan
kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil. Hal ini di
dukung dengan keunggulan pemakaian IUD menurut Saifuddin (2016) yaitu
sebagai kontrasepsi efektifitasnya tinggi, IUD dapat efektif segera setelah
pemasangan, metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan
tidak perlu diganti), sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat–ingat,
tidak mempengaruhi hubungan seksual, meningkatkan kenyaman seksual
karena tidak perlu takut untuk hamil, tidak ada efek samping hormonal
dengan Cu IUD (CuT-380A), tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI,
dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak
terjadi infeksi), dapat digunakan sampai menopause (1 tahun lebih setelah haid
terakhir), tidak ada interaksi dengan obat-obat, dan membantu mencegah
kehamilan ektopik

b.

Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai faktor budaya, agama, dan pandangan hidup
terhadap pemasangan kontrasepsi 

Assalis, H. (2016). Hubungan sosial budaya dengan pemilihan metode kontrasepsi. Jurnal
Kesehatan, 6(2), 142–147. http://dx.doi.org/10.26630/jk.v6i2.95
1. Sosial Budaya Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa jumlah terbanyak
dari responden di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan dengan
jumlah responden 116 orang, 60 responden (51,7%) memiliki sosial budaya yang
tidak mendukung. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Handayani
(2010) bahwa kondisi sosial budaya (adat istiadat) dan kondisi lingkungan (kondisi
geografis) berpengaruh terhadap pemilihan metode kontrasepsi. Hal ini dikemukakan
berdasarkan realita, bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya sudah terbiasa
menganggap bahwa mengikuti program KB merupakan suatu hal yang tidak
diwajibkan. Hal ini tentu berkaitan pula tentang pengetahuan dan pemahaman
masyarakat tentang pentingnya program KB untuk mengontrol kehamilan dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan keluarga. Hal ini disebabkan sebagian budaya
masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan yang
berkeyakinan bahwa menggunakan kontrasepsi bertentangan dengan ajaran agama
serta mitos yang menyebutkan bahwa banyak anak banyak rezeki, sehingga kultur
budaya yang terbangun tidak mendukung pemilihan metode kontrasepsi dalam
merencanakan keluarga.
2. Seseorang yang tidak mau menggunakan alat kontrasepsi dapat disebabkan karena
orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat kontrasepsi untuk mengatur
jarak kehamilannya (Predisposing Factors). Selain itu, rumah masyarakat yang jauh
dengan posyandu atau puskesmas tempat menggunakan alat kontrasepsi (Enabling
Factors). Petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lain disekitarnya tidak
menggunakan alat kontrasepsi (Reinforcing Factors).
3. Penggunaan alat kontrasepsi sangat terkait dengan budaya, sebab alat kontrasepsi
terkait dengan cara pemasangan dan kebiasaan menggunakan. Sebagaimana diketahui
bahwa pemasangan alat kontrasepsi IUD misalnya, pemasangan alat ini melalui alat
kemaluan wanita yang tidak terterima pada orang-orang di lingkungan budaya
tertentu. Di samping itu penggunaannya terkait dengan kebiasaan masyarakat yang
hidup di lingkungan tertentu. Seseorang akan tertarik menggunakan salah alat
kontrasepsi jika orang-orang di sekitarnya menggunakan alat kontrasepsi yang sama.
contohnya ketertarikan seseorang pada penggunaan alat kontrasepsi suntik akan
timbul jika orang-orang di sekitarnya juga menggunakan kontrasepsi suntik.
Termasuk juga kebiasaan yang turun temurun, dari ibu ke anak, dan seterusnya
Rohim, S. (2016). Argumen program Keluarga Berencana (KB) dalam Islam. Jurnal
Ilmu Syari’ah Dan Hukum, 1(2), 147-170.
http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/index.php/alahkam/article/download/501/153
AGAMA
a. Doktrin “Rizki di Tangan Allah”: Umumnya, orang dengan keberagamaan agama
yang kuat cenderung menolak KB ketika yang diajukan oleh pemerintah adalah
argumen ekonomis. Kaum beragama menolak KB jika alasannya adalah karena
“takut tidak bisa menafkahi”.Bagi mereka, takut punya anak banyak karena
khawatir tidak bisa menafkahi adalah sebentuk pengingkaran pada kekuasaan
Tuhan untuk mencukupi kebutuhan seluruh makhlukNya. Apalagi jika seseorang
itu dekat dengan Tuhan, sudah pasti jaminan rezekinya akan ditanggung oleh-
Nya. Sebab, di dalam kitab suci disebutkan, “Siapa yang bertakwa kepada Tuhan,
Dia akan memberi jalan keluar bagi setiap masalahnya, dan memberinya rizki dari
arah yang tak terduga” (man yattaqi Allah, yaj’al-lahu makhrajan, wa yarzuqhu
min haitsu la yahtasib). Tuhan akan menjamin rezeki semua makhluk-Nya di
dunia ini yang bertakwa kepada-Nya. Ini biasanya dikaitkan dengan doktrin
bahwa ketakwaan seseorang, akan menarik berkah Allah dari langit dan bumi.
b. Anjuran tentang Memperbanyak Anak : Para pendukung natalitas dari kaum
Muslim akan bersiteguh dengan klaimnya, mendasarkan pada hadis ini, bahwa
memperbanyak anak adalah sesuatu yang bahkan diperintahkan oleh Nabi SAW
sendiri. Ia juga bernilai eskatologis, karena kelak akan memperbanyak jumlah
umat Nabi pada hari kiamat, sehingga membuat beliau bangga di hadapan nabi-
nabi yang lainnya. Membatasi jumlah anak, sama saja menentang perintah Nabi
dan tidak ingin membuat beliau bangga di akhirat.
c. Reproduksi sebagai HAM Pasca Orde Baru, demokratisasi menguat yang
berdampak pada tumbuh suburnya kesadaraan akan HAM, yang tentu saja bukan
saja hak untuk berpikir dan bertindak dalam ranah umum, tetapi termasuk di
dalamnya hak untuk bebas menjalankan dan meyakini ajaran agama tanpa rasa
takut. Maka di dalam terang cita dan idealisme HAM, banyak orang yang tidak
ikut program KB. Islam sebagai agama secara substansial telah menawarkan
konsep HAM di dalam ajarannya. Imam al-Ghazali, merumuskan bahwa ada 5
(lima) hak dasar yang melekat dalam diri manusia yang disebut al-Kulliyyat al-
Khamsah, lima hak dasar yang meliputi: hak atas kesanggupan hidup (hifzh al-
nafs), hak atas kepemilikan harta benda (hifzh almal), hak atas kebebasan berpikir
(hifzhal-alq), hak atas keberlajutan anak keturunan (hifzh al-nasl), serta hak atas
kebebasan beragama (hifzh al-din). Lima hak ini merupakan penjabaran dari cita
kemaslahatan (mashlahah). Jika lima hak ini terakomodasi dengan baik dan layak,
maka berarti kemaslahatan masyarakat telah terpenuhi. Sebaliknya, jika belum,
apalagi tidak ada sama sekali, berarti belum ada kemaslahatan dalam kehidupan
publik. Al-Ghazali menegaskan, setiap hal yang mengandung perlindungan atas
kelima hal ini adalah kemaslahatan, dan setiap yang menegasikannya adalah
kerusakan (mafsadah), dan menolak kemafsadatan adalah bentuk perwujudan dari
cita kemaslahatn itu sendiri. Dari paparan tersebut, tampak sekali betapa Islam
secara tradisional begitu menempatkan hak-hak individual pada kedudukan yang
tinggi, sehingga dinamakan sebagai hak dasar (asas) serta keharusan untuk
memeliharanya, seperti pengertian dalam konsep hak asasi manusia (HAM).
Hifzh al-nasl dapat diartikan sebagai suatu cita perlindungan atas hak personal
seseorang (individu) dalam reproduksi atau regenerasi (keberlangsungan anak
turun). Penjabarannya, bahwa seseorang memiliki hak yang tidak bisa diintervensi
oleh siapa pun menyangkut reproduksi, baik itu berkaitan dengan jumlah anak
yang akan dimiliki atau jarak antar kelahiran. Islam memberi keberpihakan
kepada hak-hak individual setiap orang untuk bebas mengatur sendiri
reproduksinya, tanpa paksaan atau arahan dari siapapun. Hal ini kompatibel
dengan kecenderungan umum masyarakat sekarang yang menolak atau tidak
tertarik dengan program KB dengan alasan HAM
d. KB Vs Hukum Kodrat (Sunnatullah) Wawasan yang dilontarkan dalam konteks
ini setidaknya ada dua: Pertama, sebuah pandangan tradisional bahwa manusia
menjalin hubungan perkawinan, secara kodrati adalah demi memiliki keturunan,
bahkan secara lazim dikatakan bahwa tujuan perkawinan adalah untuk
mendapatkan keturunan.23 Maka ketika kehamilan dan kelahiran dikontrol atau
dicegah, hal itu sama saja melawan atau menyalahi kodrat yang sudah ditetapkan
Allah kepada manusia, dan hal ini tentu saja merupakan dosa. Selain itu, kedua,
wawasan yang coba diketengahkan adalah bahwa alat kontrasepsi bertentangan
dengan kodrat penciptaan, sehingga bisa disebut sebagai “pembunuhan”.24 Kata
kontrasepsi dibentuk dari contra (anti) dan conception (penciptaan). Kata
“penciptaan” (conception) disini merujuk pada peristiwa pertemuan antara sel
telur (ovum) dan sel sperma; keduanya menyatu, membentuk sel yang akan
bertumbuh yang disebut zygote. 25 Dalam pandangan ini, ketika sperma dan sel
telur menyatu, disitulah kehidupan sudah dimulai. Paham inilah, barangkali, yang
kemudian melahiran tuduhan “pembunuhan” itu. Selain itu, ada dua alat
kontrasepsi, persisnya mungkin disebut cara ber-KB, yang metodenya dianggap
sebagai bukan saja “menyalahi kodrat”, tetapi lebih dari itu adalah “merusak
ciptaan Tuhan”.Yang dimaksud tentu adalah tubektomi/MOW (metode operasi
wanita) dan vasektomi/MOP (metode operasi pria). Dianggap menyalahi kodrat—
bahkan dalam konotasi yang krusial, karena kedua cara ini menjadikan seseorang
(perempuan atau laki-laki) tidak akan punya anak lagi secara permanen, kecuali
melalui kanalisasi. Merusak ciptaan Tuhan, karena mekanisme kerjanya: MOW,
mengoklusi tuba falopi, yang salah satu pilihannya dengan dipotong (walaupun
bisa juga diikat atau dipasangi cincin saja); MOP, oklusi (umumnya dipotong)
pada vasa deferensia (saluran sperma).26
1. Dalam merespons permasalahan ini, penulis mengajukan beberapa wawasan
argumentatif: Pertama, sampai hari ini tidak ada kesepakatan mutlak di antara
para ulama, dari dulu sampai sekarang, perihal kapan kehidupan dimulai: apakah
ketika masih berwujud sel sperma dan sel telur, apakah ketika menjadi zygote
(setelah keduanya menyatu), ataukah setelah ditiupkannya ruh ilahiah saat janin
berusia 16 minggu? Ini adalah masalah khilafiah (perbedaan pendapat). Dengan
demikian, siapa pun, bahkan ulama sekali pun, jelas tidak punya kapasitas untuk
mengklaimkan sebuah kebenaran, bahwa kontrasepsi apa pun yang cara kerjanya
memotong saluran jalan sel sperma dan sel telor, atau mencegah pertemuan
keduanya, atau mencegah penempelan di dinding rahim, sebagai suatu cara kerja
yang “melawan kodrat”, apalagi dengan menuduhnya sebagai suatu tindakan
“pembunuhan” dan karenanya terlarang secara agama. Dalam suatu masalah
khilafiah, jelas tidak memungkinkan suatu klaim kebenaran. Kebenaran suatu
pendapat keagamaan bersifat relasional, artinya bahwa bahwa apa yang dianggap
benar bagi sekelompok orang, tidak bsa diberlakukan bagi kelompok lain secara
umum.57
2. Kedua, seringkali para penolak program KB dengan dalih “kontrasepsi melawan
kodrat” ini melakukan generalisasi, “pukul rata”, bahwa pokoknya “segala bentuk
kontrasepsi itu haram, karena melawan kodrat”, tanpa mengetahui dan memahami
secara detil, kasus per kasus, cara kerja masing-masing metode kontrasepsi.
Misalnya saja, ada kontrasepsi kondom. Diketahui bahwa cara kerja kondom
adalah tak ubahnya metode azal yang pernah dipraktikkan di zaman Nabi Saw.
Maka, sangat naif kalau sampai dianggap terlarang, hanya karena ia metode
kontrasepsi zaman modern. Selain itu harus dilihat pula, bahwa ada juga beberapa
metode kontrasepsi yang pemakaiannya berdasar pertimbangan darurat. Misalnya,
metode steril (pemotongan saluran ovum dan sperma), di mana untuk perempuan
disebut MOW (medis operasi wanita, umumnya disebut tubektomi), untuk laki-
laki disebut MOP (medis operasi pria, lazim disebut vasektomi). Metode ini
memang terkesan krusial sekali, karena bersifat permanen. Akan tetapi, justru
karena itu ia hanya dilakukan ketika keadaan darurat. Dalam konteks Islam, hal-
hal yang bersifat darurat jelas ada rukhshah atau kompensasi. Ada kaidah di
dalam fikih bahwa “keadaan darurat bisa menjadi alasan dibolehkannya hal-hal
yang semula dilarang” (al-dlarurat tubih al-mahzhurat). 60 Apalagi, khusus
metode steril ini, bisa dilakukan rekanalisasi (penyambungan kembali), jika si
pasien (akseptor) menginginkan. Ketiga, bahwa di dal

Anda mungkin juga menyukai