Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Mata Kuliah
Masail Fiqhiyyah 2
Dosen Pengampu: Bapak Saepul Milah, S.Pd.I., M.Pd.I.
Disusun Oleh
Kelompok 4:
Penyusun
DAFTAR ISI
ii
KATA PENGANTAR................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................2
A. Definisi Pajak.....................................................................................................................2
B. Definisi Zakat.....................................................................................................................3
C. Perbedaan Pajak dengan Zakat...........................................................................................4
D. Pendapat Ulama tentang Pajak dan Zakat..........................................................................5
BAB III PENUTUP....................................................................................................................8
A. Kesimpulan.........................................................................................................................8
B. Saran...................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kerap kali ditemukan sikap seorang muslim yang “tidak adil” terhadap
kewajibannya dalam membayar zakat. Sikap tersebut terlihat ketika seorang muslim
cenderung memprioritaskan pembayaran pajak daripada berzakat, bahkan terdapat
keyakinan dengan membayar pajak maka secara otomatis kewajiban berzakatnya
gugur. Hal tersebut dilakukan dengan dalih bahwa ketika tidak membayar pajak,
maka hukuman yang akan ditanggungnya nyata. Akan tetapi sebaliknya, apabila
tidak berzakat maka tidak ada hukuman nyata. Oleh karenanya, untuk
menumbuhkan sikap adil dalam memandang keduanya, maka diperlukan wawasan
yang dapat memperjelas pandangan terhadap keduanya (Shidiq, 2016: 219).
Berdasarkan penjelasan di atas, pemakalah akan mencoba untuk membahas
bagaimana definisi pajak dan zakat, bagaimana perbedaan antara pajak dan zakat,
serta bagaimana pendapat ulama mengenai pajak dan zakat. Tulisan ini dibuat
kepada pembaca agar dapat memberikan wawasan yang luas, baru, dan berbeda
mengenai pajak dan zakat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis mengangkat beberapa
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana definisi pajak?
2. Bagaimana definisi zakat?
3. Bagaimana perbedaan pajak dengan zakat?
4. Bagaimana pendapat ulama tentang pajak dan zakat?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan beberapa rumusan masalah tersebut, maka dapat disimpulkan
tujuan penulisan ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui definisi pajak.
2. Untuk mengetahui definisi zakat.
3. Untuk mengetahui perbedaan pajak dengan zakat.
4. Untuk mengetahui pendapat ulama tentang pajak dan zakat.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Pajak
Secara bahasa, pajak dalam bahasa Arab dikenal dengan sebutan adh-
dharibah, yang berasal dari kata dasar dharaba, yadhribu, dan dharban yang
mengandung arti: mewajibkan, menetapkan, menentukan, memukul, menerangkan,
membebankan, dan sebagainya. Dharaba adalah bentuk kata kerja (fi’il), sementara
bentuk kata bendanya (ism) adalah dharibah, yang dapat diartikan sebagai beban.
Istilah ini disebut sebagai beban karena merupakan kewajiban tambahan atas harta
selain zakat, sehingga dalam praktiknya akan dirasakan sebagai sesuatu yang
memberatkan (Safitri et al., 2023: 192). Istilah pajak ini disebutkan dalam Q.S. At-
Taubah ayat 29 (Ariyadi, 2024: 424).
Secara istilah, pajak juga dapat diartikan dengan dilihat dari beberapa definisi
di bawah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Yusuf Qardhawi menjelaskan bahwa pajak adalah perintah yang diberlakukan
kepada wajib pajak sesuai dengan ketentuan negara, dengan tujuan
mengumpulkan dana untuk mendukung operasional negara dan mendanai
proyek-proyek pembangunan yang telah ditetapkan oleh negara (Qardhawi
dalam Adiyes et al., 2023: 82).
2. Rochmat Soemitro juga menjelaskan bahwa pajak merupakan proses
pemindahan harta dari masyarakat ke kas negara sebagai bentuk kontribusi
masyarakat dalam membiayai pengeluaran rutin dan proyek-proyek
pembangunan, serta sebagai tabungan publik dalam mendukung investasi
publik (Ridwan dalam Adiyes et al., 2023: 82-83).
3. Merujuk pada Undang-Undang No. 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga
atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP) disebutkan definisi pajak sebagai kontribusi wajib warga
negara baik pribadi atau badan yang berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan dan kemudian digunakan untuk membiayai negara demi
kemakmuran rakyat (UU No. 28 dalam Adiyes et al., 2023: 83).
2
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak adalah
kewajiban setiap warga negara untuk membayar sejumlah uang kepada negara
berdasarkan peraturan yang mengikat, dan uang yang terkumpul sepenuhnya
digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
B. Definisi Zakat
Secara bahasa, zakat dalam term bahasa Arab disebut dengan “al-zakah”
yang mempunyai arti bertambah, tumbuh, dan berkembang (Warson; Qardhawi
dalam Adiyes et al., 2023: 81). Kata al-zakah dapat juga berarti bersih (al-
zakiyyah), suci (al-thaharoh), berkah (al-barkah), baik atau layak (al-shalah)
(Qudamah; Amin; Manzhur; Al-Jaziri dalam Adiyes et al., 2023: 81).
Berdasarkan kata dasar di atas dapat dimaknai bahwa zakat merupakan
sebagian harta yang disisihkan, kemudian diberikan kepada yang berhak
menerimanya. Tindakan memberikan harta tersebut dianggap sebagai upaya
untuk menyucikan, membersihkan, mendatangkan berkah, serta membawa
kebaikan. Selain itu, harta yang dikeluarkan untuk zakat diyakini akan tumbuh
dan berkembang lebih baik dari sebelumnya (Ensiklopedi dalam Adiyes et al.,
2023: 81). Pemaknaan kata dasar ini juga ditujukan kepada orang yang
menunaikan zakat, yang di mana pelaksanaan zakat dapat menyucikan jiwa dan
hati orang yang berzakat, membuatnya bersih, dan membawa keberkahan
(Ridwan & Mas'ud dalam Adiyes et al., 2023: 82).
Secara istilah, zakat juga dapat diartikan dengan dilihat dari beberapa definisi
di bawah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Taqiyuddin Abu Bakar berpendapat bahwa zakat berarti sekumpulan harta
yang diberikan kepada orang-orang yang berhak dengan syarat-syarat tertentu.
(Taqiyuddin dalam Marpaung, 2020: 2111). Orang-orang yang berhak itu di
antaranya adalah yang termasuk ke dalam 8 asnaf (penerima zakat), seperti
orang fakir, orang-orang miskin, orang yang mengurusi zakat, para mualaf
yang dibujuk hatinya, orang-orang yang sedang dalam perjalanan, orang-orang
yang berhutang, orang-orang yang berjihad di jalan Allah, dan orang-orang
yang sedang dalam perjalanan (Hakim dalam Inayah et al., 2023: 1206).
3
2. Asy-Syaukani juga berpendapat bahwa zakat adalah menyalurkan sebagian
harta yang telah mencapai nisab dan haul kepada yang berhak menerimanya
dan tidak mempunyai sifat yang dapat dicegah syarak untuk mentasharufkan
kepadanya (Ash-Shiddieqy dalam Adiyes et al., 2023: 82).
3. Menurut UU No. 21 tentang Pengelolaan Zakat, dijelaskan yang dimaksud
dengan zakat adalah mengeluarkan sebagian harta yang dimiliki untuk
seterusnya diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai ketentuan agama
(UU No. 21 dalam Adiyes et al., 2023: 82).
4
4. Ketentuan zakat ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, berlaku bagi semua
umat Islam di mana pun dan kapan pun. Sebaliknya, pajak ditetapkan oleh
penguasa dan hanya berlaku dalam negara tertentu. Dengan demikian, zakat
bersifat permanen sementara pajak bersifat relatif berdasarkan ketentuan
hukumnya (Qardhawi dalam Shidiq, 2016: 220-221). Oleh karenanya, zakat
bersifat permanen dan tetap dengan ketentuan yang sama dari masa ke masa,
sedangkan pajak dapat mengalami perubahan ketentuan tergantung kondisi
dan juga kebijakan pemerintah (relatif) (Thidi dalam Zahroh & Harkaneri,
2020: 42). Contohnya adalah ketentuan tentang siapa saja yang diwajibkan
untuk membayar zakat dan pajak, zakat hanya diwajibkan bagi penganut
Islam, sedangkan pajak wajib bagi seluruh masyarakat (Qardhawi dalam
Adiyes et al., 2023: 85).
5. Penerima zakat (mustahik) telah ditetapkan dengan rinci oleh ajaran agama,
lebih bersifat spesifik dan terperinci, sedangkan penyaluran pajak bersifat
umum (Qardhawi dalam Shidiq, 2016: 221).
6. Zakat bertujuan untuk pembinaan spritual, membersihkan harta, dan
membuang sifat bakhil. Beda halnya dengan pajak, yang biasanya hanya
untuk menggugurkan kewajiban saja (Qardhawi dalam Shidiq, 2016: 221).
7. Kewajiban zakat tidak memberatkan, karena semua benda yang wajib
dikeluarkan zakatnya bersifat produktif, seperti tanaman yang tumbuh di
sebidang tanah. Dalam zakat, yang dikenai kewajiban zakat adalah hasil
produksi (tanaman), bukan tanah itu sendiri. Sebaliknya, pajak cenderung
memberatkan, karena tanah yang tidak ditanami pun wajib dikenakan
pajaknya (Qardhawi dalam Shidiq, 2016: 221).
D. Pendapat Ulama tentang Pajak dan Zakat
Kewajiban membayar zakat dan pajak bagi seseorang yang telah
memenuhi syarat masing-masing merupakan keharusan yang hukumnya sudah
pasti. Namun, masalah sering muncul ketika seseorang dibebani keduanya
(wajib zakat dan wajib pajak) secara bersamaan. Apakah cukup bagi mereka
untuk hanya membayar salah satunya, misalnya hanya membayar zakat? Apakah
dengan membayar zakat saja sudah cukup untuk memenuhi kewajiban pajaknya,
5
atau sebaliknya?. Menyikapi pertanyaan tersebut, terdapat berbagai pendapat
dari para ulama yang perlu diperhatikan, karena mereka memberikan pendapat
yang beragam.
1. Menurut Syekh Ulaith Syekh Ulaith dalam fatwanya dari mazhab Maliki
menyebutkan bahwa ketika seseorang memiliki ternak yang sudah mencapai
nisabnya, kemudian dipungut uang setiap tahunnya tetapi tidak atas nama
zakat, maka ia tidak boleh berniat zakat. Apabila ia berniat zakat maka
kewajibannya tidak menjadi gugur sebagaimana yang telah difatwakan oleh
Nasir al-Hatab (Hasan dalam Itang & Musrifa, 2018: 78).
2. Menurut Sayid Rasyid Ridha, jika seseorang memiliki tanah dan uang dari
tanah tersebut telah dipungut sejumlah separuh dan seperempat oleh orang
Nasrani, maka itu tidak termasuk dalam kewajiban zakat. Hal ini karena
hasil bumi tersebut sudah termasuk dalam harta zakat yang wajib
dikeluarkan pada 8 sasaran (8 asnaf) berdasarkan nash. Dengan demikian,
pemilik tanah bebas dari kewajibannya.. Harta yang diambil orang nasrani
tadi dianggap sebagai pajak dan tidak menggugurkan wajib zakat, hal ini
berarti bahwa pajak tidak dapat dianggap sebagai zakat (Hasan dalam Itang
& Musrifa, 2018: 78).
3. Menurut Syekh Mahmud Syaltut, bahwa zakat bukanlah pajak. Pada
prinsipnya, pendapat beliau sama dengan ulama-ulama yang mengatakan
bahwa zakat dan pajak memiliki asas dan sasaran yang berbeda. Zakat
merupakan kewajiban kepada Allah sedangkan pajak merupakan kewajiban
kepada pemerintah (penguasa) (Hasan dalam Itang & Musrifa, 2018: 78).
4. Menurut Yusuf Qardhawi, pajak tidak dapat menggantikan zakat, dan pajak
yang dibayarkan tidak dapat dianggap sebagai zakat. Pajak dapat digunakan
untuk mendukung berbagai kegiatan ekonomi, sosial, politik, keamanan,
dan lainnya yang telah ditetapkan pemerintah. Di sisi lain, zakat yang
dibayarkan umat Islam memiliki tujuan tertentu, seperti untuk
memberikannya kepada 8 asnaf yang memang dalam ketentuannya
merupakan penerima zakat yang berhak. Menurut Qardhawi, pajak yang
6
dipungut oleh pemerintah tidak menghapus kewajiban membayar zakat bagi
seorang muslim (Qardhawi dalam Adiyes et al., 2023: 80).
5. Menurut Masdar F. Mas'udi, pajak dapat dianggap sebagai zakat dalam
konsep bahwa keduanya adalah bentuk dukungan sosial yang diatur oleh
ajaran agama. Dalam perspektif ini, zakat adalah bentuk nyata dari
kepedulian sosial, sementara pajak merupakan institusi atau lembaga yang
mewujudkannya secara resmi. Mas'udi mengibaratkan hubungan antara
zakat dan pajak seperti hubungan antara salat dan sembahyang. Oleh karena
itu, Mas'udi berpendapat bahwa seorang muslim yang membayar pajak dan
berniat sebagai zakat dapat dianggap telah memenuhi kewajiban zakatnya
(Mas'udi dalam Adiyes et al., 2023: 80-81).
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pajak adalah kewajiban setiap warga negara untuk membayar sejumlah uang
kepada negara berdasarkan peraturan yang mengikat, dan uang yang terkumpul
sepenuhnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan.
2. Zakat adalah kewajiban seorang muslim dalam mengeluarkan sebagian harta
yang dipunyainya untuk dibagikan kepada yang berhak menerima sesuai
dengan tuntunan syariat Islam.
3. Pajak dan zakat memiliki perbedaannya masing-masing, yaitu di antaranya:
a. Zakat memiliki arti kesucian dan pertumbuhan, sementara pajak berarti
beban.
b. Zakat berlandaskan pada Al-Qur'an dan Hadis, sedangkan pajak
berdasarkan Undang-Undang Perpajakan.
c. Zakat merupakan ibadah tanpa hukuman langsung jika dilanggar,
sedangkan pajak dapat berujung pada sanksi administratif dan pidana.
d. Ketentuan zakat ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, berlaku bagi semua
umat Islam di mana pun. Pajak ditetapkan oleh penguasa dalam negara
tertentu, membuat zakat bersifat permanen sementara pajak relatif.
e. Penerima zakat telah ditetapkan secara spesifik oleh ajaran agama,
sedangkan penyaluran pajak bersifat umum.
f. Zakat bertujuan untuk pembinaan spiritual dan membersihkan harta,
sementara pajak sering hanya untuk menggugurkan kewajiban.
g. Kewajiban zakat tidak memberatkan karena hanya benda yang produktif
yang dikenai, berbeda dengan pajak yang dapat memberatkan karena
menyasar pada benda yang tidak produktif juga.
4. Para ulama berbeda pendapat mengenai pajak dan zakat, namun pada intinya
zakat dan pajak memiliki sifat, asas, dan tujuan yang berbeda. Pembayaran
keduanya tetap menjadi kewajiban bagi seorang muslim yang memenuhi
syarat, dengan catatan bahwa zakat tidak dapat digantikan oleh pajak.
8
Keduanya memiliki ruang dan peran yang berbeda dalam kontribusi sosial
dan ekonomi masyarakat.
B. Saran
Bahwa sebagai seorang muslim yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya,
hendaklah juga taat kepada pemerintah. Hal ini diwujudkan dengan membayar
zakat dan pajak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Penulis juga
mengundang para pembaca untuk memberikan saran dan kritik terhadap tulisan ini
sebagai sarana untuk memotivasi dan memperbaiki kualitas penulisan di masa
mendatang.
9
DAFTAR PUSTAKA
10