Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

“ ETIKA, RELASI KARYAWAN, DAN PERLAKUAN ADIL DI TEMPAT KERJA”

Disusun Oleh :

1. Fransiska Etriana Noviati ( 2203020061)


2. Marianus Rivanto Jehalut ( 2203020074)

SEMESTER IV B

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala
Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Etika, Relasi Karyawan,
dan Perlakuan Adil di Tempat Kerja ” ini sesuai dengan waktu yang ditentukan .

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada


Bapak Soleman Daud Nub selaku dosen pengampu mata kuliah Manajemen Sumber Daya
Manusia yang telah memberikan tugas ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini .

Penulis ini menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap pembaca dapat memberikan kritik
maupun Saran yang dapat membantu dalam memperbaiki makalah ini agar lebih baik. Apabila
terdapat Kata-kata yang kurang berkenan dalam penulisan makalah ini, penulis memohon
maaf. Akhir Kata penulis mengucapkan terima kasih.

Kupang, April 2024

Kelompok 12

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB 1 ................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 1
1.3 Tujuan .............................................................................................................. 1
BAB 2 ................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN ................................................................................................... 2
2.1 Dasar-Dasar Etika dan Perlakuan Adil di Tempat Kerja ................................... 2
2.1.1 Makna Etika ................................................................................................ 2
2.1.2 Etika dan Hukum......................................................................................... 2
2.1.3 Hak Karyawan dan Kebijakan Publik .............................................................. 2
2.1.4 Kebijakan Publik .......................................................................................... 3
2.1.5 Ketidakadilan di tempat kerja ........................................................................ 3
2.1.6 Mengapa kita harus memperlakukan karyawan secara adil? ............................... 4
2.2. Meningkatkan Kinerja (Praktik SDM di Seluruh Dunia)................................... 4
2.2.1 Penindasan dan viktimisasi ............................................................................ 4
2.2.2 Faktor yang membentuk prilaku etis di tempat kerja ......................................... 4
2.3 Meningkatkan Kinerja (Alat-alat SDM Untuk Manajer Lini dan Wirausahawan)6
2.3.1 Menggunakan alat-alat manajemen SDM untuk mempromosikan etika dan
pelakuan adil. ...................................................................................................... 6
2.3.2 Kebijakan Privasi Karyawan ......................................................................... 7
2.3.3 Imbalan dan Sistem Disipliner ....................................................................... 7
2.3.4 Mengelola pendisiplinan karyawan ................................................................. 7
2.3.5 Tiga Pilar.................................................................................................... 8
2.3.6 Mendisiplinkan Karyawan ............................................................................ 8
2.3.7 Pendisiplinan Tanpa Hukuman ...................................................................... 9
2.4 Mengelola Relasi Karyawan .............................................................................. 9

ii
2.4.1 Apa itu relasi karyawan? ............................................................................... 9
2.4.2 Memperbaiki dan menilai relasi karyawan melalui komunikasi yang lebih baik. .10
BAB 3 ............................................................................................................... 12
PENUTUP ......................................................................................................... 12
3.1 Kesimpulan .....................................................................................................12
3.2 Saran...............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 13

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aset penting untuk menunjang keberhasilan
suatu organisasi. SDM adalah pelaksana seluruh kebijakan organisasi sehingga perlu
dibekali dengan pengetahuan yang memadai. Pentingnya sumber daya manusia ini perlu
disadari oleh semua tingkatan manajemen diperusahaan. Bagaimanapun majunya teknologi
saat ini, namun faktor manusia tetap memegang peranan penting bagi keberhasilan suatu
organisasi.

Sebagai inti dari manajemen sumber daya manusia, sebagian besar karyawan
mengaharapkan lebih. Sebagai contoh, mereka mengharapkan pemberi kerja
memperlakukan mereka secara adil dan mendapat kan lingkungan kerja yang aman. Oleh
karena itu pada pembahasan kali ini kita berfokus pada etika, keadilan karyawan, dan relasi
pekerja. Tujuan utama dari pembahasan ini adalah memahami etika, hak-hak karyawan,
dan perlakuan adil, semuanya merupakan pembentuk dari relasi karyawan yang positif.
Topik kita meliputi dasar- dasar etika dan perlakuan adil di tempat kerja; apa yang
membentuk perilaku etis di tempat kerja; menggunakan alat-alat manajemen sumberdaya
manusia untuk mempromosikan etika dan perlakuan adil; mengelola pendisiplinan
karyawan; dan mengelola relasi karyawan

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja dasar-dasar etika dan perlakuan adil di tempat kerja ?

2. Bagaimana meningkatkan kinerja dan praktek SDM di seluruh dunia ?

3. Apa saja alat-alat SDM untuk manajer lini dan wirausahawan?

4. Apakah yang dimaksudkan dengan relasi karyawan?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang dasar-dasar etika dan perlakuan adil di tempat kerja
2. Untuk mengetahui tentang bagaimana meningkatkan kinerja dan praktek SDM di
seluruh dunia.
3. Untuk mengetahui tentang apa saja alat-alat SDM untuk manajer lini dan
wirausahawan.
4. Untuk mengetahui tentang relasi karyawan

1
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Dasar-Dasar Etika dan Perlakuan Adil di Tempat Kerja

2.1.1 Makna Etika


Etika (ethtics) adalah prinsip-prinsip tingkah laku yang mengatur seorang individu atau
kelompok. Prinsip-prinsip yang digunakan orang untuk memutuskan bagaimana tingkah
laku mereka seharusnya. Akan tetapi, keputusan etika tidak meliputi semua tingkah laku.
Memutuskan mobil mana yang akan dibeli biasanya tidak perlu melibatkan etika, alih-
alih, keputusan etis selalu berakar dari moralitas. Moralitas berarti standar perilaku yang
diterima masyarakat, dan selalu melibatkan pertanyaan mendasar mengenai benar salah
seperti mencuri, membunuh, dan bagaimana memperlakukan orang lain.

2.1.2 Etika dan Hukum


Sebenarnya, hukum adalah pedoman yang jauh dari sempurna mengenai apa itu etika
karena, sesuatu mungkin saja sah secara hukum tetapi tidak benar, atau benar tetapi tidak
sah secara hukum. Misalnya, memecat seorang karyawan yang berusia 38 tahun dengan
masa kerja 20 tahun tanpa alasan atau pemberitahuan mungkin tidak etis, tetapi masih
sah secara hukum. Seorang wakil presiden praktik bisnis di United Technologies Corp.
(dan seorang bekas pengacara pengadilan) berkata seperti ini:"Etika berarti mengambil
keputusan yang mewakili apa yang anda perjuangkan, tidak hanya bagaimana
hukumnya".

Hukum mungkin bukan pedoman yang sangat mudah memutuskan mengenai apa yang
etis untuk dilakukan, tetapi beberapa beberapa manajer memperlakukannya seperti itu.
Bisnis ada untuk menghasilkan laba, jadi profitabilitas cendrung menjadi penyaring awal
yang digunakan manajer dalam mengambil keputusan. Setelah laba diperoleh. "apakah
ini etis?" hanya setelah merenungkannya kembali itu pun jika mereka mau
memikirkannya.

2.1.3 Hak Karyawan dan Kebijakan Publik


1) Hak Karyawan

Title VII dari Civil Rights Act memberikan hak kepada karyawan untuk mengajukan
tuntutan hukum terhadap pemberi kerja jika ia meyakini telah dideskriminasi karena
rasnya. Berikut hak-hak pekerja tersebut :

1. Hak untuk cuti dan liburan

2. Hak luka-luka dan sakit

3. Hak persetujuan untuk tidak menyaingi

4. Hak karyawan pada kebijakan pemberi kerja

2
5. Hak pendisiplinan

6. Hak atas berkas pribadi

7. Hak uang pension karyawan

8. Hak tunjangan karyawan

9. Hak referensi

10. Hak atas catatan criminal

11. Hak kesedihan karyawan


12. Hak pencemaran nama baik

13. Hak karyawan atas penipuan

14. Hak atas serangan dan kekerasan

15. Hak pengabaiaian karyawan

16. Hak atas aktivitas politik

17. Hak aktivitas serikat pekerja/kelompok

18. Hak mengungkap dugaan pelanggaran

19. Hak kompensasi pekerja.

Namun, tidak semua hak berasal dari hukum. Banyak hak yang mengalir dari
hak "asasi manusia" atau "hak yang tidak dapat dirampas". Keyakinan tidak tertulis
yang Yang dianut masyarakat secara luas.

2.1.4 Kebijakan Publik


Kebanyakan hukum juga mencerminkan kebijakan publi. Dengan kata lain,
pemerintah memberlakukan hukum untuk mendukung tujuan kebijakan publik.
Kebijakan public terdiri atas keputusan politik untuk menerapkan program untuk
mencapai sasaran kemasyarakatan, seperti halnya hukum cuti sakit, pemerintah
mengekspresikan kebijakan publik pilihan mereka dalam hukum dan regulasi yang
mereka tetapkan.

2.1.5 Ketidakadilan di tempat kerja


Salah satu cara melihat kejelasan etika perusahaan adalah mengetahui seberapa
adil perusahaan tersebut memperlakukan karyawannya. Seseorang yang mengalami
perlakuan tidak adil di tempat kerja mengetahui bahwa hal ini demoralisasi. Perlakuan
tidak adil merusak moral, meningkatkan stres, dan membawa pengaruh negatif bagi
kinerja. Karyawan dengan penyelia yang kasar memiliki kemungkinan lebih tinggi
untuk berhenti, dan menyampaikan kepuasan kerja dan hidup yang lebih rendah dan
stres yang lebih tinggi. Sikap kasar tersebut memiliki pengaruh lebih besar pada

3
karyawan ketika penyelia yang kasar tersebut tampak mempunyai dukungan dari
atasan.Sering kali, ketidakadilan di tempat kerja bersifat halus dan tidak kentara.

2.1.6 Mengapa kita harus memperlakukan karyawan secara adil?


Terdapat banyak alasan mengapa manajer harus bersikap adil. Kaidah yang baik
adalah satu alasan yang jelas. Hal yang mungkin tidak begitu jelas adalah bahwa
ketidakadilan penyelia dapat menjadi bumerang bagi peruhaan. Sebagai contoh korban
ketidakadilan menunjukan lebih banyak penyimpangan di tempat kerja, seperti
pencurian dan sabotase. Persepsi adanya keadilan berhubungan dengan komitmen
karyawan yang lebih tinggi, kepuasan yang lebih tinggi dengan organisasi, pekerjaan,
dan pemimpin dan prilaku kewarganegaraan organisasi yang lebih baik. Orang yang
memandang diri mereka sendiri sebagai korban ketidakadilan juga mengalami berbagai
pengaruh buruk termasuk kesehatan yang buruk, ketegangan, dan kondisi psikologis.
Ketidakadilan menyebabkan adanya ketegangan yang lebih tinggi antara karyawan dan
keluarga pasangannya. Penyelia yang agresif dapat melemahkan efektifitas bawahan
mereka dan dapat mendorong mereka untuk bertindak desstruktif.

2.2. Meningkatkan Kinerja (Praktik SDM di Seluruh Dunia)


2.2.1 Penindasan dan viktimisasi
Beberapa ketidakadilan terjadi secara menyolokpenindasan-pengucilan seseorang
untuk melecehkan dan menganiaya telah menjadi masalah yang semakin serius.
Pemerintah amerika serikat menunjukan bahwa meskipun definisi penindasan bervariasi,
sebagian besar sependapat bahwa penindasan melibatkan tiga hal:

• Ketidakseimbangan kekuasaan. Orang yang melakukan penindasan menggunakan


kekuasaan mereka untuk mengendalikan atau merugikan, dan orang yang ditindas
kesulitan untuk membela diri mereka.
• Maksud untuk menimbulkan kerugian. Tindakan yang dilakukan secara tidak sengaja
bukanlah penindasan; orang yang melakukan penindasan mempunyai tujuan untuk
menimbulkan kerugian.
• Pengulangan. Kejadian penindasan terjadi pada orang yang sama secara berulang kali
oleh orang atau kelompok yang sama, dan penindasan dapat terjadi dalam berbagai
bentuk, seperti:
• Penindasan maya: menggunakan internet, telepon seluler, atau teknologi digital lainnya
untuk merugikan orang lain.

2.2.2 Faktor yang membentuk prilaku etis di tempat kerja


Berikut faktor-faktor yang membentuk perilaku etis ditempat kerja:

a) Kelonggaran moral

Kelonggaran moral merupakan faktor yang besar, orang yang longgar secara
moral lebih berkemungkinan melakukan hal-hal yang tidak etis tanpa merasa
tertekan, mereka dapat berkata “orang yang di perlakukan secara buruk biasanya

4
telah melakukan sesuatu yang membuat mereka mengalaminya” lebih
berkemungkinan terlibat dalam perilaku tidak etis.

b) Usia pekerja

Usia pekerja juga menjadi faktor penting dalam membentuk perilaku etis di
tempat kerja, sebuah survei membuktikan bahwa pekerja yang lebih tua(senior)
umumnya mempunyai interpretasi yang lebih ketat mengenai standar etika dan
mengambil keputusan yang lebih etis dibanding yang lebih muda.
c) Tekanan pekerjaan

Jika orang melakukan hal-hal tidak etis di tempat kerja hanya untuk keuntungan
pribadi, mungkin dapat di pahami (meskipun tidak dapat di maafkan). Hal yang
di takutkan adalah jika seorang pekerja melakukan hal tidak etis didasari oleh
tekanan dalam pekerjaannya yang membuat para pekerja melakukan hal-hal yang
tidak seharusnya di lakukan.
d) Tekanan dari atasan

Dalam pekerjaan sangat sulit bagi kita untuk menolak tekanan yang halus
sekalipun dari atasan. Menurut sebuah laporan “tingkat perbuatan salah di tempat
menurun secara drastis ketika karyawan mengatakan penyelia mereka berprilaku
etis Penyelia sering memberi tahu anggota stať untuk melakukan apa yang
diperlukan untuk mencapai hasil, dan membebani secara berlebihan untuk
memastikan bahwa pekerjaan mereka terselesaikan dari semua tindakan penyelia
tersebut tidak jarang para staf merasa terbebani dan tertekan dalam melakukan
pekerjaannya sehingga banyak yang tidak nyaman dalam bekerja.

e) Kebijakan dan kode etika

Kebijakan dan kode etika adalah kekuatan luar yang dapat di gunakan pemberi
kerja untuk memberikan sinyal bahwa perusahaan mereka serius terhadap etika.
Beberapa perusahaan juga mendorong karyawan untuk menerapkan” tes etika”
khilaf untuk mengevaluasi apakah tindakan yang akan mereka lakukan sesuai
dengan kode perilaku perusahaan.

f) Penegakan

Membuat kode aturan tanpa menegakkannya merupakan hal yang sia-sia, seperti
yang di simpulkan oleh sebuah studi mengenai etika “pernyataan kuat oleh
manajer dapat mengurangi risiko pelanggaran hukum dan etika oleh angkatan
kerja mereka, tetapi penegakan standar mempunyai dampak yang terbesar”, oleh
karena itu, sebagian perusahaan audit etika menangani topik seperti konflik
kepentingan, memberi dan menerima hadiah, diskriminasi karyawan, dan akses
terhadap informasi perusahaan.

g) Pengungkap dugaan pelanggaran

5
Beberapa perusahaan mendorong karyawan untuk menggunakan hotline dan cara
lain untuk “mengungkap dugaan pelanggaran pada perusahaan ketika mereka
menemukan adanya kecurangan. Mereka juga melacak kemungkinan insiden
pembalusan terhadap whistleblower.

h) Kultur organisasi

Karyawan menerima sinyal mengenai hal-hal yang dapat diterima tidak hanya
dari yang dikatakan manajer saja, tetapi juga dari hal-hal yang mereka lakukan.
Kultur adalah nilai karakteristik, tradisi, dan perilaku yang di miliki bersama oleh
karyawan sebuah perusahaan. Nilai adalah keyakinan dasar mengenai apa yang
benar atau salah, atau mengenai apa yang seharusnya dan tidak seharusnya anda
lakukan.

2.3 Meningkatkan Kinerja (Alat-alat SDM Untuk Manajer Lini dan Wirausahawan)
2.3.1 Menggunakan alat-alat manajemen SDM untuk mempromosikan etika dan pelakuan
adil.
Manajer mempunyai berbagai alat manajemen sumber daya manusia yang dapat
ia gunakan untuk memelihara etika dan perlakuan adil. Kita akan membahas hal-hal
tersebut.

a) Alat seleksi
Cara yang paling sederhana untuk menyetel sebuah organisasi, secara etika, adalah
dengan memperkerjakan lebih banyak orang etis. "Penyaringan etika" harus dimulai
bahkan sebelum pelamar melamar, gunakan materi perekrutan yang menekankan
komitmen perusahaan terhadap etika.

b) Alat-alat pelatihan

Pelatihan etika biasanya dilakukan dengan memperlihatkan kepada karyawan cara


untuk mengenali dilema etika, cara menerapkan kode perilaku untuk memecahkan
masalah, dan cara menggunakan aktivitas personel seperti praktik disipliner dengan
cara etis. Pelatihan harus menekankan dukungan moral dari pilihan etis dan
komitmen perusahaan yang mendalam terhadap integritas dan etika.

c) Meningkatkan kinerja melalui SISDM

Untuk mengelola suatu program etika tidaklah mudah atau murah, Untuk
melakukannya, dibutuhkan perhatian yang hampir terus-menerus dari manajer
puncak perusahaan, serta investasi dalam menetapkan dan memantau kode etik dan
melatih karyawan.

d) Alat penilaian kinerja

Penilaian yang tidak adil dapat mengirimkan sinyal bahwa pemberi kerja akan
memaafkan perilaku tidak etis. Minimumnya:
6
• Standar karyawan harus jelas.
• Karyawan harus memahami dasar penilaian mereka.
• Penyelia harus melakukan penilaian secara objektif dan adil.
• Pemberi kerja harus memasukan sasaran etika dalam penilaian terhadap para
pemimpinnya, khususnya pemimpin senior.

2.3.2 Kebijakan Privasi Karyawan


Kebanyakan para karyawan memandang pelanggaran privasi mereka suatu hal yang
tidak etis dan tidak adil. Hal yang dianggap melanggar privasi karyawan adalah
mencampuri (seperti pengawasan ruang ganti dan surel), mempublikasikan hal-hal
pribadi, pengungkapan catatan medis

Sebuah survei SHRM menemukan bahwa 40% dari pemberi kerja yang disurvei
mempunyai kebijakan formal yang mengatur media sosial yang digunakan karyawan.
Akan tetapi, pemberi kerja perlu merumuskan kebijakan tersebut dengan hati-hati.
Sebagai contoh, pembatasan yang terlampau luas pada “komentar yang menghina
mengenai perusahaan melalui media apapun, termasuk daring” mungkin secara hukum
tidak dapat dibenarkan di bawah hukum tenaga kerja. Sebaliknya, melarang. “perilaku
yang benar-benar buruk seperti komentar yang tidak pantas, mengintimidasi, atau
diskriminatif yang melanggar hukum mungkin diperoleh. Oleh karena itu, tidak
mengejutkan jika dalam sebuah survei 40% dari pemberi kerja dengan lebih dari 20.000
karyawan mempekerjakan seseorang yang bertugas membaca surel karyawan 96%
memblokir akses ke situs jejaring dewasa, 61% memblokir akses ke situs permainan.
Beberapa dari mereka mengecek situs blog pribadi atau facebook karyawan untuk
melihat apakah mereka mempublikasikan materi yang berkaitan dengan pekerjaan.
Bahkan twiter telah menjadi masalah pengawasan. Namun, pengawasan secara luas
seperti ini dapat menjadi dilema bagi pemberi kerja, seperti yang diilustrasikan oleh fitur
pusat laba.
2.3.3 Imbalan dan Sistem Disipliner
Berdasarkan langkah-langkah SDM yang dapat diambil manajer untuk
mempromosikan etika dan perilaku adil, karyawan mengharapkan pemberi kerja
menghukum perilaku tidak etis dan memberi imbalan untuk perilaku etis. Selain itu,
pemberi kerja harus mendisiplinkan esksekutif, tidak hanya bawahan, yang berkelakuan
buruk.

2.3.4 Mengelola pendisiplinan karyawan


Hampir tidak ada praktik manajemen sumber daya manusia yang akan meracuni
persepsi karyawan mengenai "perlakuan etis dan adil" atau melemahkan relasi karyawan-
pemberi kerja seperti protes disipliner yang tidak adil. Tujuan dari pendisiplinan
(discipline) adalah untuk mendorong karyawan agar mematuhi peraturan dan regulasi.
Pendisiplinan diperlukan ketika karyawan melanggar salah satu perusahaan. Akan
tetapi, prosesnya haruslah dipikirkan dengan baik dan adil.

7
2.3.5 Tiga Pilar
Manajer membangun proses pendisiplinan yang adil pada tiga pilar: peraturan dan
regulasi, system hukuman progresif, dan proses banding.

a) Peraturan Dan Regulasi

Peraturan dan regulasi disipliner yang jelas adalah pilar yang pertama. Peraturannya
harus mengenai masalah-masalah seperti pencurian, perusakan Property perusahaan,
minum-minuman saat kerja, dan pembangkangan. Contoh: kinerja yang buruk tidak
dapat diterima. Setiap karyawan diharapkan melakukan pekerjaannya dengan baik dan
efisien serta memenuhi standar mutu yang ditetapkan. Alkohol dan obat-obatan tidak
diperbolehkan pada saat bekerja. Penggunaan keduanya selama jam kerja dan masuk
kerja di bawah pengaruh keduanya merupakan hal yang terlarang.

Tujuan dari peraturan adalah untuk menginformasikan kepada karyawan sebelum


mengenai perilaku apa yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima.
Pemberitahuan kepada karyawan lebih baik secara tertulis apa yang tidak diizinkan. Ini
harus dilakukan selama masa orientasi, buku pegangan orientasi karyawan harus berisi
peraturan dan regulasi.
b) Hukuman

System hukuman progresif adalah pilar kedua dari pendisiplinan yang efektif. kerasnya
hukuman biasanya bergantung pada pelanggaran dan jumlah terjadinya. Contoh:
sebagian besar perusahaan memberikan peringatan untuk keterlambatan yang tidak
dapat dimaafkan untuk pertama kali. Namun, untuk pelanggaran yang keempat,
tindakan disipliner yang biasa dilakukan adalah pemberhentian.

c) Proses Banding

Ketiga, proses banding harus menjadi bagian dari proses disipliner tujuannya adalah
untuk memastikan bahwa penyelia memberikan pendisiplinan secara adil.

2.3.6 Mendisiplinkan Karyawan


Dalam pendisiplinan yang adil akan meliputi:

• Memastikan bahwa buktinya mendukung tuntutan kesalahan karyawan. Arbitrator


acap kali menyebut bahwa "bukti pemberi kerja tidak mendukung tuntutan
terhadap kesalahan karyawan "ketika menerima kembali karyawan yang dipecat.
• Pastikan untuk melindungi hak karyawan dalam mendapatkan perlakuan adil.
Arbitrator normalnya membalikkan pemberhentian dan pengkorsan ketika proses
yang menimbulkannya jelas tidak adil atau melanggar hak untuk mendapatkan
perlakuan adil.
• Berikan peringatan yang memadai kepada karyawan mengenai konsekuensi
disipliner dari dugaan kesalahannya.
• Peraturan yang di duga telah dilanggar harus "cukup berkaitan dengan operasi yang
efisien dan aman dari lingkungan kerja tertentu

8
• Lakukan investigasi yang adil dan memadai terhadap perkara tersebut sebelum
menerapkan pendisiplinan.
• Perhatikan hak karyawan untuk mendapatkan nasihat hukum. Sebagai contoh:
semua karyawan serikat pekerja biasanya mempunyai hak untuk membawa
perwakilan ke dalam wawancara yang cukup mereka yakini akan menimbulkan
tindakan disipliner.
• Jangan merampas martabat bawahan anda.
• Ingatlah bahwa beban buktinya ada pada anda. Dalam masyarakat Amerika Serikat
seseorang dianggap tidak bersalah hingga terbukti bersalah.
• Dapatkan faktanya. Jangan menggunakan bukti desa-desus atau kesan umum anda
sebagai dasar keputusan.
• Jangan bertindak selagi marah. Gunakan ombudsman. Mereka adalah kenselor
netral di luar rantai komando kepada siapa karyawan yang mereka yakini telah
diperlakukan secara adil dapat berpaling untuk mendapatkan nasihat.

2.3.7 Pendisiplinan Tanpa Hukuman


Pendisiplinan tradisional mempunyai dua kekurangan utama pertama, tidak seorang
pun yang senang dihukum. Kedua, hukuman cenderung menghasilkan kepatuhan
Pendisiplinan tanpa hukuman (atau pendisiplinan alternative atau pendisiplinan non
punitive (nonpunitive discipline)) bertujuan untuk menghindari kelemahan dengan
mengurangi sifat menghukum dari pendisiplinan. Langkah-langkahnya meliputi:

1. Menerbitkan peringatan lisan untuk pelanggaran pertama.


2. Jika insiden lainnya terjadi lagi dalam 6 minggu, terbitkan peringatan formal
tertulis dan berikan salinannya dalam berkas personel karyawan tersebut.. juga,
lakukan diskusi singkat dengan karyawan tersebut.
3. Berikan “cuti pengambilan keputusan” berbayar I hari. Jika insiden lainnya terjadi
dalam 6 minggu berikutnya, beri tahu karyawan untuk mengambil cuti berbayar 1
hari dan untuk mempertimbangkan apakah ia ingin mematuhi peraturan
perusahaan. Ketika karyawan tersebut kembali bekerja, ia akan bertemu dengan
anda untuk memberikan keputusan.
4. Jika tidak ada insiden lebih jauh yang terjadi dalam tahun berikutnya atau lebih
bersikap skors berbayar 1 hari tersebut dari berkas orang tersebut. Jika perilaku
tersebut diulang, langkah berikutnya adalah pemberhentian (dismissal).

2.4 Mengelola Relasi Karyawan

2.4.1 Apa itu relasi karyawan?


Relasi karyawan (employee relations) adalah aktivitas yang melibatkan
pembentukan dan pemeliharaan hubungan karyawan-pemberi kerja yang berkontribusi
pada produktivitas, motivasi, moral, dan pendisiplinan yang memuaskan, dan untuk
memelihara lingkungan kerja yang positif, produktif, dan kohesif. Baik anda sedang
merekrut karyawan, mengelola serikat pekerja yang mengorganisasi kampanye,

9
meminta karyawan untuk bekerja lembur, maupun sedang melakukan tugas lainnya,
masuk akal untuk membuat karyawan "berada di pihak anda." Oleh karena itu, sebagian
besar pemberi kerja berusaha keras untuk membangun relasi karyawan yang positif
dengan asumsi logis bahwa melakukannya lebih baik dari pada membangun yang
negative. Mengelola relasi karyawan biasanya merupakan tugas dari SDM, dan
merupakan topic yang dibahas oleh basis pengetahuan SHRM. Dalam bagian ini, kita
akan membahas relasi karyawan berdasarkan tiga topic utama memperbaiki dan menilai
relasi karyawan melalui komunikasi yang lebih baik, mengembangkan program
pengakuan/relasi karyawan, dan menggunakan strategi keterlibatan karyawan.

2.4.2 Memperbaiki dan menilai relasi karyawan melalui komunikasi yang lebih baik.
Pemberi kerja menggunakan berbagai alat komunikasi untuk mendukung upaya
relasi karyawan mereka sebagai contoh sebuah situs jejaring univ mengatakan, “kami
percaya kami harus membuat karyawan kami mendapatkan informasi sepenuhnya
mengenai kebijakan, prosedur, praktik dan tunjangan kami”. Penyelia secara
individual tentu saja dapat mengakan metode seperti kebijakan pintu terbuka dan
“manajemen dengan berkeliling” untuk secara informal memantau bagaimana
jalannya keadaan”.
a) Menggunakan survei iklim organisasi

Survei sikap, moral atau iklim karyawan memainkan peran dalam upaya relasi
karyawan di banyak perusahaan. Mereka menggunakan survei tersebut untuk
“merasakan denyut nadi” sikap karyawan mereka terhadap berbagai masalah organisasi
termasuk kepemimpinan, keselamatan, kejelasan peran, keadilan, dan bayaran.

b) Menciptakan strategi keterlibatan karyawan

Membuat karyawan terlibat dalam pembahasan dan pemecahan masalah dalam


pembahasan dan pemecahan masalah organisasi memberikan beberapa manfaat.
karyawan acap kali lebih mengetahui cara untuk memperbaiki proses kerja mereka
dibandingkan siapa pun, oleh karna itu, bertanya kepada mereka acap kali merupakan
cara yang paling sederhana untuk mendongkrak kinerja, dan pemberi kerja memberikan
berbagai cara untuk mendorong keterlibatan karyawan.

c) Menggunakan tim keterlibatan karyawan

Pemberi kerja juga menggunakan berbagai jenis tim untuk mendapatkan keterlibatan
karyawan dalam menangani masalah-masalah organisasi. Tim saran adalah tim
temporer yang anggotanya mengerjakan tugas analitis spesifik, seperti bagaimana
memangkas biaya atau meningkatkan produktivitas. Beberapa pemberi kerja
memformalisasikan proses ini dengan menunjuk tim pemecah masalah. Tim ini
mengidentifikasi dan meriset proses kerja dan mengembangkan solusi terhadap
permasalahan terkait pekerjaan.

d) Menggunakan Sistem Saran

10
Sebagian besar pemberi kerja memahami bahwa saran karyawan dapat menghasilkan
penghematan yang signifikan. Kepala sebuah perusahaan yang mendesain dan
memasang system saran menyebutkan elemen-elemen esensial dari system saran
karyawan yang efektif, sebagai berikut:

1. Dukungan staf senior


2. Proses yang sederhana dan mudah untuk memberikan saran
3. Proses yang kuat untuk mengevaluasi dan menerapkan saran
4. Program yang efektif untuk mempublikasikan dan mengkomunikasikan program
tersebut
5. Program yang berfokus pada sasaran organisasi kunci.

11
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Etika dalam konteks ini melibatkan penghargaan terhadap integritas, kejujuran, dan
tanggung jawab dalam semua interaksi di tempat kerja. Perlakuan adil memastikan bahwa
setiap individu diperlakukan dengan seimbang, tanpa adanya diskriminasi atau perlakuan tidak
adil berdasarkan faktor seperti jenis kelamin, ras, agama, atau latar belakang lainnya. Dalam
konteks relasi karyawan, pentingnya membangun hubungan yang kuat antara manajemen dan
karyawan menjadi kunci. Komunikasi terbuka, saling percaya, dan kolaborasi adalah unsur-
unsur penting dalam memastikan bahwa setiap karyawan merasa dihargai dan didukung dalam
mencapai tujuan individu dan organisasi. Manajemen yang mendengarkan, merespons, dan
memperhatikan kebutuhan serta masukan karyawan cenderung menciptakan lingkungan kerja
yang lebih inklusif dan memotivasi.
Perlakuan adil di tempat kerja juga mencakup aspek pengembangan karir yang merata
dan evaluasi kinerja yang objektif. Setiap karyawan harus memiliki kesempatan yang sama
untuk pertumbuhan dan pengembangan karir berdasarkan kualifikasi, kemampuan, dan
kontribusi mereka. Proses penilaian kinerja yang transparan dan objektif membantu
memastikan bahwa setiap individu dihargai dan dihormati atas kontribusi mereka. Dalam
rangka menciptakan lingkungan kerja yang inklusif, produktif, dan berdaya saing, perusahaan
harus terus memperkuat budaya etika, memperkuat relasi antara karyawan dan manajemen,
serta menegakkan prinsip-prinsip perlakuan adil di setiap level organisasi. Hal ini tidak hanya
mendukung kesejahteraan karyawan, tetapi juga memperkuat reputasi perusahaan dan
meningkatkan kinerja keseluruhan.

3.2 Saran
Untuk memastikan lingkungan kerja yang etis dan inklusif, perusahaan dapat
mengimplementasikan langkah-langkah seperti menyelenggarakan pelatihan etika rutin,
memperbarui kebijakan perlakuan adil, dan meningkatkan komunikasi terbuka antara
manajemen dan karyawan. Selain itu, penting juga untuk menegakkan penilaian kinerja yang
objektif dan membangun budaya organisasi yang didukung oleh nilai-nilai etika. Dengan
demikian, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang mendukung pertumbuhan dan
kesejahteraan karyawan, serta meningkatkan kinerja keseluruhan

12
DAFTAR PUSTAKA

Edy Sutrisno, H. 2017. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana

13

Anda mungkin juga menyukai