Anda di halaman 1dari 30

Makalah

NILAI, SIKAP DAN KEPUASAN KERJA

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah


Perilaku Organisasi

Disusun oleh:

Ayu Srihatika Fitria


200311090

Dosen Pengampu
Isara Abdanoka, M.Ag.

FAKULTAS SYARIAH DAKWAH DAN USHULUDDIN


PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TAKENGON
TAHUN AKADEMIK 2022-2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang selalu
melimpahkan rahmat, berkah dan taufik serta hidayah-Nya, sehingga penulis
dapat menyusun makalah dengan judul “Nilai, Sikap dan Kepuasan Kerja”,
dalam mata kuliah Perilaku Organisasi.

Selawat dan salam senantiasa terucap kepada Nabi Muhammad SAW.


yang telah menyampaikan risalah dari Allah dan menunjuki sekalian alam
kepada jalan yang benar, seperti yang kita rasakan sekarang.

Penulis sangat berterimakasih kepada Dosen Pengampu dan teman-teman


seperjuangan yang telah memberi perhatian pada makalah saya sehingga bisa
saya susun makalah tersebut menjadi lebih baik dari yang sudah saya sajikan
dahulu.

Penulis menyadari makalah masih jauh dari kata sempurna. Oleh


karenanya, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah.

Aceh Tengah, 27 Oktober 2022

Ayu Srihatika Fitria

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan masalah ................................................................................. 2
B. Tujuan ................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Nilai, Etika dan Moral ........................................................ 4
1. Pengertian Nilai .............................................................................. 4
2. Pengertian Etika .............................................................................. 5
3. Pengertian Moral ............................................................................. 6
B. Hubungan Kepribadian dan Nilai dalam Organisasi ............................ 7
C. Terminologi Kepuasan Kerja ................................................................ 10
1. Definisi Kepuasan Kerja Menurut Para Ahli .................................. 10
2. Teori Kepuasan Kerja ..................................................................... 11
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja ........................... 13
1. Karakteristik Individu ..................................................................... 13
2. Variabel-Variabel Yang Bersifat Situasional ................................. 14
3. Karakteristik Pekerjaan ................................................................... 15
E. Mengukur Kepuasan Kerja ................................................................... 18
F. Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja ....................................... 20
G. Etika dalam Kepuasan Kerja ................................................................. 23

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ........................................................................................... 25
B. Saran ..................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap perusahaan mempunyai tujuan yang hendak dicapai dengan efisien
dan efektif. Pencapaian tujuan tersebut, dapat dilakukan karena ada berbagai
sumber daya yang digunakan dalam melakukan kegiatan perusahaan. Kegiatan
yang dilakukan perusahaan tentunya membutuhkan tenaga dan pikiran dari
sumber daya manusia. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor
penting dalam mencapai tujuan perusahaan. Karyawan sebagai sumber daya
dalam perusahaan perlu dikelola dengan baik. Sebagai seorang individu
karyawan mempunyai keterbatasan, kebutuhan, keinginan, dan perasaan,
sehingga membutuhkan perhatian dan perlakuan khusus dari pada sumber daya
perusahaan yang lain.Setiap karyawan akan membandingkan sesuatu hal yang
didapat dari perusahaan dengan sesuatu yang diberikannya terhadap
perusahaan. Perbandingan tersebut akan menimbulkan persepsi karyawan
terhadap pekerjaannya dalam perusahaan. Persepsi karyawan terhadap suatu
hal yang ada di perusahaan akan berdampak pada perasaan, motivasi, sikap,
dan perilaku.
Kepuasan kerja dapat menentukan sikap karyawan terhadap
pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki
perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut, sementara seseorang yang
tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang negatif tentang pekerjaan tersebut.
Saat melakukan pekerjaan, karyawan akan menilai pekerjaan yang
dilakukannya. Tugas yang dikerjakan tidak menimbulkan kesulitan ataupun
kebosanan.Tugas yang dikerjakan sesuai dengan minat, kemampuan, dan
pendidikan.Tugas yang dikerjakan menimbulkan rasa senang, kebanggaan, dan
memberikan tanggung-jawab.Imbalan merupakan hasil yang mereka terima
dari pekerjaan.Imbalan yang diterima karyawan haruslah sesuai dengan beban
kerja, jabatan, maupun kebutuhan karyawan. Karyawan juga akan
membandingkan imbalan yang mereka terima baik dengan rekan kerja maupun
dengan orang lain di perusahaan lain. Perbandingan lainnya yang dijadikan

1
dasar penilaian karyawan juga mengacu pada peraturan pemerintah dan
kesanggupan perusahaan dalam memberikan imbalan. Dalam menyelesaikan
pekerjaan karyawan membutuhkan rekan kerja yang membantu menyelesaikan
pekerjaan. Karyawan akan merasa bergairah dalam bekerja dengan adanya
hubungan yang baik dengan rekan kerja dan pimpinanya. Rekan kerja yang
memberi dorongan moril, memberikan saran dan nasihat membantu karyawan
dalam berprilaku dalam perusahaan. Pengawasan atau supervisi yang
memberikan dorongan, membimbing, dan mengarahkan karyawannya agar
bekerja sesuai dengan ketentuan perusahaan. Kondisi pekerjaan yang
memberikan kenyamanan dan mendukung pekerjaannya, akan membuat
karyawan merasa tenang dalam bekerja. Perusahaan yang memberikan
kesempatan karyawan untuk maju dalam bekerja baik itu berupa pengetahuan
maupun jabatan yang lebih tinggi, akan berdampak pada kepuasan karyawan
mengenai kebutuhan akan aktualisasi diri dan dihargai dalam organisasi.
Terkait dengan keamanan kerja, karyawan membutuhkan kepastian mengenai
status mereka dalam organisasi, status tersebut bisa sebagai pegawai tetap
maupun pegawai kontrak yang masih mempunyai peluang bekerja dalam
perusahaan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang
menjadi fokus dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan nilai, etika dan moral?
2. Bagaimanakah hubungan antara kepribadian dan nilai dalam organisasi?
3. Bagaimanakah Terminologi dari kepuasan kerja?
4. Apasajakah faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja?
5. Bagimanakah cara mengukur kepuasan kerja?
6. Apasajakah dampak kepuasan dan ketidakpuasan kerja?
7. Bagaimanakah etika dalam kepuasan kerja?

2
C. Tujuan
Dari rumusan masalah diatas dapat dirumuskan beberapa tujuan
pembahasan. Adapun tujuannya yakni sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian nilai, etika dan moral.
2. Untuk mengetahui hubungan antara kepribadian dan nilai dalam organisasi.
3. Untuk mengetahui Terminologi dari kepuasan kerja.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja.
5. Untuk mengetahui cara mengukur kepuasan kerja.
6. Untuk mengetahui dampak kepuasan dan ketidakpuasan kerja.
7. Untuk mengetahui etika dalam kepuasan kerja.

3
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Nilai, Etika dan Moral


1. Pengertian Nilai
Nilai adalah standar atau ukuran (norma) yang kita gunakan untuk mengukur
segala sesuatu. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, nilai adalah sifat-sifat (hal-hal)
yang penting dan berguna bagi kemanusian atau sesuatu yang menyempurnakan
manusia sesuai dengan hahikatnya. Misalnya nilai etik, yakni nilai untuk manusia
sebagai pribadi yang utuh, seperti kejujuran, yang berkaitan dengan akhlak, benar
salah yang dianut sekelompok manusia. 1
Menurut Scheler, nilai merupakan kualitas yang tidak tergantung pada benda.
Benda adalah sesuatu yang bernilai. Ketidaktergantungan ini mencakup setiap
bentuk empiris, nilai adalah kualitas apriori. Ketergantungan tidak hanya mengacu
pada objek yang ada di dunia seperti lukisan, patung, tindakan, manusia, dan
sebagainya, namun juga reaksi kita terhadap benda dan nilai. 2
Dalam Encliclopedya of Philosophy dijelaskan, aksiologi Value and
Valuation. Ada tiga bentuk value and valuation, yakni: Nilai, digunakan sebagai
kata benda abstrak, seperti baik, menarik, bagus dan mencakup tambahan segala
bentuk kewajiban, kebenaran, dan kesucian. Nilai sebagai kata benda konkret. Nilai
di sini merupakan sebuah nilai atau nilai-nilai yang sering dipakai untuk merujuk
kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai dia, dan sistem nilai. Kemudian
dipakai untuk apa-apa yang memiliki nilai atau bernilai sebagaimana berlawanan
dengan apa-apa yang tidak dianggap baik atau bernilai.
Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi
nilai dan dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan evaluasi ketika hal tersebut
secara aktif digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal
tentang menilai, ia bisa berarti menghargai dan mengevaluasi.
Menurut Amril Mansur, tidak mudah untuk mendefinisikan tentang nilai,
namun paling tidak pada tataran prasis, nilai dapat disebut sebagai sesuatu yang

1 Tim Penulis, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, (Departemen Pendidikan
Nasional : Gramedia Pustaka Utama, 2012), hal. 963.
2 Risieri Frondizi, Pengantar Filsafat Nilai, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001), hal. 54.

4
menarik, dicari, menyenangkan, diinginkan dan disukai dalam pengertian yang
baik atau berkonotasi positif .
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa nilai merupakan sebuah ide atau
konsep tentang sesuatu yang penting dalam kehidupan seseorang dan menjadi
perhatiannya. Sebagai standar perilaku, tentunya nilai menurut seseorang untuk
melakukannya.

2. Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani “Ethos” dalam bentuk tunggal yang berarti
kebiasaan. Etika merupakan dunianya filsafat, nilai, dan moral yang mana etika
bersifat abstrak dan berkenaan dengan persoalan baik dan buruk. 3 Pengertian ini
menunjukan bahwa, etika ialah teori tentang perbuatan manusia yang ditimbang
menurut baik dan buruknya, yang juga merupakan pada inti sari atau sifat dasar
manusia: baik dan buruk manusia. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah:
adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah menjadi latar belakang bagi terbentuknya
istilah “etika” yang oleh filsuf Yunani besar Aristoteles (284-322 SM) sudah
dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, kita membatasi diri pada asal-usul
kata ini, maka “etika” berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu
tentang adat kebiasaan. 4
Etika dalam arti lain merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan
upaya menentukan perbuatan yang di lakukan manusia untuk dikatakan baik atau
buruk, dengan kata lain aturan atau pola tingkah laku yang di hasilkan oleh akal
manusia. Dengan adanya etika pergaulan dalam masyarakat akan terlihat baik dan
buruknya.
Kemudian, terkait dengan terminologi etika. Terdapat istilah lain yang identik
dengan kata ini, yaitu: “Susila” (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-
dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). Etika pada dasarnya
mengamati realitas moral secara kritis, dan etika tidak memberikan ajaran

3 Haryo Kunto Wibisono, Linda Novi Trianta, Sri Widagdo, Dimension of Pancasila Ethic
in Bureaucracy: Discourse of Governance, Jurnal Fokus, Vol. 12, Nomor. 7 Tahun. 2015, hal. 87.
4 Mockh. Sya’roni, Etika Keilmuan: Sebuah Kajian Filsafat Ilmu, Jurnal Teologia, Vol. 25

Nomor. 1, Tahun. 2014, hal. 144.

5
melainkan kebiasaan, nilai, norma dan pandangan-pandangan moral secara kritis.
etika lebih kepada mengapa untuk melakukan sesuatu itu harus menggunakan cara
tersebut.5
Dari beberapa pernyatan tentang etika, dapat disimpulkan bahwa, secara
umum asal-mula etika berasal dari filsafat tentang situasi atau kondisi ideal yang
harus dimiliki atau dicapai manusia. Etika juga suatu ilmu yang membahas baik
dana buruk dan teori tetang moral. Selain itu, teori etika berorientasi kepada cara
pandang atau sudut pengambilan pendapat tentang bagaimana harusnya manusia
tersebut bertingkah laku di masyarakat.

3. Pengertian Moral
Moral atau moralitas berasal dari kata bahasa latin mos (tunggal), mores
(jamak), dan kata moralis bentuk jamak mores memlliki makna kebiasaan,
kelakuan, kesusilaan. 6 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata moral
berarti mempunyai dua makna. Pertama, ajaran tentang baik buruk yang diterima
umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; dan kedua, kondisi
mental seseorang yang membuat seseorang melakukan suatu perbuatan atau isi
hati/keadaan perasaan yang terungkap melalui perbuatan.
Istilah lain yang sama dengan moral adalah etika dan akhlak. Etika berasal
dari kata ethiek (Belanda), ethics (Inggris), dan ethos (Yunani) yang berarti
kebiasaan, kelakuan. Akhlak berasal dari bahasa Arab khuluq, jamak dari khuluqun,
menurut lughot diartikan sebagai budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat.
Dalam bahasa Indonesia, budi pekerti merupakan kata majemuk, berasal dari kata
budi dan pekerti. Kata budi berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti yang sadar
atau yang menyadarkan, atau alat kesadaran. Sedangkan pekerti memiliki arti
kelakuan.7

5
Maidiantius Tanyid, Etika Dalam Pendidikan: Kajian Etis Tentang Krisis Moral Berdampak
Pada Pendidikan, Jurnal Jaffray, Vol. 12, Nomor. 2, Tahun 2012, hal. 132.
6
A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral dalam Membangun Masyarakat
Indonesia, (Yogyakarta : Kanisius 1990), hal. 90
7
Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islam (Akhlak Mulia), (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996),
hal. 26.

6
Istilah Moral seringkali digunakan secara silih berganti dengan akhlak.
Berbeda dengan akal yang dipergunakan untuk merujuk suatu kecerdasan, tinggi
rendahnya intelegensia, kecerdikan dan kepandaian. Kata moral atau akhlak
digunakan untuk menunjukkan suatu perilaku baik atau buruk, sopan santun dan
kesesuaiannya dengan nilai-nilai kehidupan.8

B. Hubungan Kepribadian dan Nilai dalam Organisasi


Kepribadian adalah cara dengan mana seseorang bereaksi dan berinteraksi
dengan orang lain (Robbins,1993). Ada sejumlah Teori tentang kepribadian, dan
tidak ada suatu teori yang dianggap paling baik atau paling benar. Untuk kondisi
tertentu suatu teori mungkin lebih baik dalam menjelaskan prilaku atau
meramalkan respon seseorang.
1) Teori Psikoanalitis
Menurut Sigmund Preud, bahwa kepribadian memiliki tiga komponen yaitu
id, ego dan superego. Komponen yang paling dasar yang berkembang semasa anak-
anak adalah id. Id merupakan bagian dari kepribadian yang mengandung kata hati
untuk menghasilkan kepuasan dan mengejar kesenangan. Superego merupakan dari
sistem kepribadian yang diserap selama manusia itu tumbuh dan merupakan
gudang dalam nilai-nilai dalam diri seseorang. Ego merupakan sistem dari
kepribadian yang bersifat sebagai penengah dalam hal terjadinya pertentangan
antara id dengan superego. Ego berupaya memuasakan id tetapi tidak melanggar
normanorma masyarakat.
Dari ketiga komponen kepribadian id, superego dan ego tersebut komponen
mana yang mendominasi seseorang. Apabila komponen id yang mendominasi
kepribadian seseorang atau dengan kata lain komponen ego tidak berfungsi dengan
baik, ada kecenderungan kepribadian orang akan cenderung negatif dan
perlakuannya hanya mengikuti kata hati tanpa mempertimbangkan perbuatannya
melanggar norma masyaraka atau tidak. Sebaliknya apabila komponen superego
yang mendominasi, ada kecenderungan bahwa prilaku seseorang akan positif atau

8
Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999) cet. II hal. 15.

7
baik.Oleh karena itu dalam menentukan kriteria kelulusan, terutama mereka yang
kepribadiannya didominasi oleh komponen superego.

2) Teori Pemenuhan
Teori pemenuhan didasarkan pada suatu premis bahwa manusia hanya
memiliki satu dasar kekuatan yang secara terus-menerus mendorongannya kearah
pemenuhan akan aktualiasasi diri. Teori ini dikemukakan oleh Carl Rogers (tahun
1902-1987) dan Abraham Maslow(1908-1970). Sebagai ahli psikologi, keduanya
sangat peduli dengan perkembangan dan potensi dari manusia. Keduanya percaya
bahwa di dalama konsep aktualisasi diri, manusia secara konsisten berusaha kearah
pemenuhan akan perkembangan. 9

3) Teori Konsistensi
Teori ini menganggap tidak adanya sifat bawaan lahir dari manusia. Teori ini
menganggap bahwa kepribadian manusia dipelajari melalui pengalaman dalam
interaksinya dengan lingkungan disekitarnya. Teori ini disebut dengan teori
konsistensi karena orang selalu mempersepsikan dunia atau lingkungan di
sekitarnya, dan mengembangkan sikap, perilaku yang sesuai dengan tuntutan dari
lingkungannya. Salah satu teori konsistensi yang paling populer disebut dengan
teori disonansi kognitif, yakni bahwa kita memiliki suatu keinginan untuk
mempertahankan konsistensi sikap kita, pengalaman, dan perilaku kita.
Sejumlah sifat kepribadian telah diidentifikasi untuk menentukan perilku
seseorang yang berhubungan pada nilai organisasi. Berikut ini akan dijelaskan
beberapa dimensi utama kepribadian yang memengaruhi bagaimana seseorang
berperilaku di dalam organisasi.
a) Daerah Pengendalian (Locus if control)
Daerah pengendalian berkaitan dengan sejauh mana seseorang merasa yakin
bahwa tindakannya akan memengaruhi imbalan yang akan diterimanya. Daerah
pengendalian kepribadian dibedakan menjadi dua yaitu kepribadian yang bersifat

9 Arsandi Tri Hardiansyah, Kepuasan Kerja: Kepuasan Kerja Sebagai Faktor Terbentuknya
Sikap Kerja Pegawai Negeri Sipil Kantor Kecamatan Klampis Bangkalan, Jurnal Kompetensi, Vol.
12, Nomor. 2, Tahun. 2018. hal. 175-176.

8
pengendalian internal dan ekstrenal. Kepribadian yang bersifat pengendalian
internal adalah kepribadian dimana seseorang percaya bahwa Ia mengendalikan apa
yang terjadi padanya. Sedangkan kepribadian yang bersifat pengendalian eksternal
adalah keyakinan seseorang bahwa apa yang terjadi padanya dikendalikan oleh
kekuatan dari luar seperti keberuntungan dan nasib.
b) Paham Otoritarian
Paham otoritarian berkaitan dengan suatu keyakinan bahwa ada perbedaan
status clan kekuasaan di antara orang-orang dalam organisasi. Sifat kepribadian
otoritarian yang sangat inggi memiliki intelektual yang kaku, membedakan posisi
atau kedudukan orang dalam organisasi dan mengeksploitasi mereka yang berada
pada posisi rendah, curiga, dan seringkali menolak adanya perubahan. Ada
kecenderungan bahwa orang yang memiliki sifat kepribadian otoritarian tinggi
akan berprestasi rendah/negatif pada pekerjaan yang banyak membutuhkan
perasaan dalam hubungannya dengan karyawan yang lain, serta dalam situasi yang
selalu berubah dan kompleks. Sebaliknya sifat kepribadian otoritarian tinggi lebih
ocok untuk tugas-tugas yang sangat terstruktur clan dan sangat ketat dengan
peraturan.
c) Orientasi Prestasi
Orientasi prestasi juga merupakan karakteristik kepribadian yang dapat
dipergunakan untuk meramalkan perilaku. Dari hasil studi yang dilakukan oleh Mc.
Clelland tentang kebutuhan akan prestasi, orang yang memiliki kebutuhan akan
prestasi tinggi dapat digambarkan sebagai orang yang selalu bekerja keras dalam
melakukan sesuatu untuk prestasi yang lebih baik. Menurut Mc. Clelland ada tiga
karakteristik sifat kepribadian seseorang yang memiliki kebutuhan akan prestasi
yang tinggi. Pertama, mereka secara pribadi ingin bertanggung jawab atas
keberhasilan penyelesaian suatu tugas. Kedua, mereka lebih senang dengan suatu
tingkat resiko yang moderat, dimana untuk menghasilkan keberhasilan tantangan
adalah realistik (Tantangan tidak terlalu sulit/terlalu ringan). Ia segera ingin
mendapatkan umpan balik atas prestasinya.
d) Introversi (Introversion) dan Ekstroversi (Extroversion)
Orang memiliki sifat yang berbeda dalam pergaulannya dengan orang lain.
Ada orang yang suka bergaul dan ada yang kurang suka bergaul. Introvensi adalah

9
sifat kepribadian seseorang yang cenderung menghabiskan waktunya dengan
dunianya sendiri dan menghasilkan kepuasan atas pikiran dan perasaannya.
Ektroversi merupakan sifat kepribadian yang cenderung mengarahkan
perhatiannya kepada orang lain dan kejadian di lingkungan dan menghasilakn
kepuasan dari stimulus lingkungan. 10

C. Terminologi Kepuasan Kerja


Ide kepuasan kerja adalah hasil interaksi antara individu dan lingkungannya.
Kepuasan kerja adalah sebuah konsep yang dapat menggambarkan bagaimana
orang berpikir tentang pekerjaan, Berbasis Goal Setting Theory, kepuasan kerja
adalah selisih antara tujuan individu dalam bekerja dengan kenyataan yang
dirasakan. Menggunakan kata yang berbeda, dapat dinyatakan bahwa kepuasan dan
ketidakpuasan kerja seorang pegawai dipengaruhi oleh selisih (discrappancy)
antara apa yang telah didapatkan dengan apa yang diinginkan. Definisi tersebut
dapat dimaknai bahwa kepuasan seorang pegawai dalam suatu organisasi akan
timbul jika tidak ada kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan apa yang
diterima. Semakin jauh jarak antara apa yang diinginkan dengan yang diterima
pegawai dalam suatu organisasi, maka munculnya rasa ketitidakpuasan terhadap
pekerjaan yang dilakukan akan semakin kuat.
1. Definisi Kepuasan Kerja Menurut Para Ahli
Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi seorang individu adalah jumlah dari
kepuasan kerja (dari setiap aspek pekerjaan) dikalikan dengan derajat pentingnya
aspek pekerjaan bagi individu. Kepuasan kerja seorang pegawai mungkin
mempengaruhi kehadirannya dalam pekerjaannya, kesediaan untuk bekerja juga
sering kali dipengaruhi oleh keinginan untuk mengganti pekerjaan. Beberapa
definisi kepuasan kerja menurut para ahli antara lain :
1) Howell dan Dipboye (1986) : Hasil keseluruhan dari derajat rasa suka dan tidak
suka tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya.
2) Stephen Robbins (2006) : Kepuasan itu terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan
individu sudah terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan

10 Ibid, hal. 177.

10
ketidaksukaan dikaitkan dengan pegawai, merupakan sikap umum yang
dimiliki oleh pegawai yang erat kaitannya dengan imbalan-imbalan yang
mereka terima setelah melakukan sebuah pengorbanan. Apabila dilihat dari
pendapat Robbins tersebut terkandung dua dimensi, pertama, kepuasan yang
dirasakan individu yang titik beratnya individu anggota masyarakat, dimensi
lain adalah kepuasan yang merupakan sikap umum yang dimiliki oleh pegawai.
3) Menurut Handoko (2000). Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan
emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagaimana para
karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan
perasaan seseorang terhadap pekerjaannya yaitu gaji, rekan kerja, atasan,
pekerjaan, dan lingkungan kerja.11

2. Teori Kepuasan Kerja


a. Discrepancy Theory (Teori Pertentangan) Kepuasan atau ketidakpuasan
tergantung pada selisih antaraapa yang dianggap telah didapatkan
dengan apa yang diinginkan. Locke menyatakan bahwa kepuasan atau
ketidakpuasan terhadap beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan
penimbangan dua nilai:
1) Pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan
individu dengan apa yang ia terima.
2) Pentingnya apa yang diinginkan individu. Kepuasan kerja secara
keseluruhan bagi seorang individu adalah jumlah dari kepuasan
kerja dari setiap aspek pekerjaan dikalikan dengan derajat
pentingnya aspek pekerjaan individu.
b. Equity Theory (Teori Keadilan) Menurut teori ini seseorang menilai
adanya keadilan dengan membandingkan hasil rasio inputnya dengan
hasil rasio input orang lain. Komponen utama dari teori ini adalah :
1) Input yaitu sesuatu yang bernilai bagi seseorang yang dapat
mendukung pekerjaannya.

11Sunarta, Kajian Ilmu Admustrasi: Pentingnya Kepuasan Kerja, Jurnal Efesiensi, Vol. 16,
Nomor. 2, Tahun. 2019. hal. 66-67.

11
2) Hasil yaitu sesuatu yang dinilai berharga oleh seseorang pekerja
yang diperoleh dari pekerjaannya .
3) Orang bandingan
4) Keadilan dan ketidakadilan
5) Cara menegakkan keadilan meningkatkan atau mengurangi input
pribadi, membujuk orang bandingan untuk mengurangi atau
6) Meningkatkan input pribadi, membujuk organisasi untuk mengubah
hasil perseorangan atau hasil orang bandingan, pengabaian
psikologis terhadap input atau hasil pribadi, pengesampingan
psikologis terhadap input atau hasil bandingan, memilih orang
bandingan yang lain, dan meninggalkan organisasi.
c. Two Factor Theory (Teori Dua Faktor) Kepuasan kerja secara kualitatif
berbeda dengan ketidakpuasan kerja. Dalam hal ini karakteristik
pekerjaan dapat dikelompokkan ke dalam kategori yaitu :
1) Disatisfier or hygiene factor yaitu faktor yang menyebabkan
ketidakpuasan kerja diantaranya gaji, pengawasan, hubungan antar
pribadi, kondisi kerja serta administrasi dan kebijakan perusahaan.
2) Satisfier or motivation factor yaitu faktor yang menyebabkan
timbulnya kepuasan kerja diantaranya tanggung jawab, kemajuan,
pekerjaan itu sendiri, capaian dan pengakuan (Wibowo 2007).
d. Model dari kepuasan bidang/bagian (facet satisfication) Model Lawler
dari kepuasan bidang berkaitan erat dengan teori keadilan dari Adams,
menurut model Lawler orang akan puas dengan bidang tertentu dari
pekerjaan mereka jika jumlah dari bidang mereka persepsikan harus
mereka terima untuk melaksanakan kerja mereka sama dengan jumlah
yang mereka persepsikan dari yang secara actual mereka terima. 12
e. Teori proses-bertentangan (Opponent-Proses Theory) Teori proses
bertentangan dari Landy memandang kepuasan kerja dari perspektif
yang berbeda secara mendasar daripada pendekatan yang lain. Teori ini
menekankan bahwa orang ingin mempertahankan suatu keseimbangan

12 Ibid. hal. 69.

12
emosional (Emotional Equilibrium), berdasarkan asumsi bahwa
kepuasan kerja yang bervariasi secara mendasar dari waktu ke waktu
akibatnya ialah bahwa 24 pengukuran kepuasan kerja perlu dilakukan
secara periodik dengan interval waktu yang sesuai.

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja


Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, baik
yang berasal dari individu karyawan itu sendiri maupun faktor dari luar diri
karyawan tersebut.
Dari beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan
yang ada,dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Karakteristik Individu
2. Variabel Situasional
3. Karakteristik Pekerjaan
Masing-masing kelompok dijabarkan lagi menjadi:
1. Karakteristik Individu
a. Kebutuhan-Kebutuhan Individu
Kepuasan kerja sangat dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan yang
mendasarinya. Kepuasan kerja tergantung pada seberapa jauh individu merasakan
bahwa kebutuhannya terpenuhi atau tidak terpenuhi. Salah satu sifat dasar manusia
adalah adanya kebutuhan pada dirinya. Dengan sifat terpenuhinya kebutuhan-
kebutuhan tersebut, manusai apat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Secara
garis besar ada dua golongan utama kebutuhan manusia yaitu kebutuhan biologis
seperti kebutuhan makan, minum, udara, dan sebagainya. Selain itu, terdapat
kebutuhan psikologis seperti kebutuhan akan harga diri, kebutuhan untuk diakui
kelompok dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Dalam hubungannya dengan
pekerjaan maka kebutuhan-kebutuhan ini perlu untuk diketahui karena kebutuhan
ini akan mempengaruhi perilaku pekerja ketika bekerja.
b. Nilai-Nilai Yang Dianut Individu
Nilai penting untuk mempelajari perilaku keorganisasian karena nilai
meletakkan dasar untuk memahami sikap dan motivasi, serta nilai mempengaruhi

13
persepsi karyawan. Nilai-nilai yang dianut individu akan mempengaruhi individu
dalam memilih pekerjaan dan dalam menjalankan tugasnya. Nilai-nilai ini pun
menyangkut pilihan individu mengenai tujuan hidup layak yang diinginkan.
c. Ciri-Ciri Kepriadian
Ciri-ciri kepribadian seseorang akan besar pengaruhnya pada cara orang
berfikir, cara memutuskan sesuatu, merasakan sesuatu, dan menyelesaikan
pekerjaannya.Ada kesesuaian antara kepribadian dengan pekerjaan. Orangorang
yangtipe kepribadiannya kongruen dengan pekerjaan yangmereka pilih seharusnya
ada kesesuaian bakat dankemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari
pekerjaan mereka,dengan demikian lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada
pekerjaan tersebut. Sehinggakesuksesanini mempunyai probabilitas yang lebih
besaruntuk mencapai kepuasan yang tinggi dari pekerjaan mereka.

2. Variabel-Variabel Yang Bersifat Situasional


a. Perbandingan Terhadap Situasi yang Ada
Seringkali orang membandingkan apa yang diperoleh dengan apa yang
diperoleh oleh orang lain, serta apa yang diperolehnya saat ini dengan yang pernah
ia peroleh di masa lampau. Apabila ketidakseimbangan maka hal itu dapat
menimbulkan ketidakpuasan.Berdasarkan penelitian dari Porter yang menyatakan
bahwa sekitar 80% manajer tidak puas dengan gaji yang diterimanya. Penyebab
ketiakpuasan ini adalah kecenderungan dari orang yang membandingkan dirinya
dengan kelompoknya. Kebanyakan orang melihat bagaimana rata-rata gaji yang
diterima untuk pekerjaan sejenis. Apabila gaji yang diterima di bawah ratarata yang
diterima orang lain, maka orang tersebut mungkin akan mengalami ketidakpuasan
terhadap gajinya.
b. Pengaruh Kelompok Acuan
Kelompok acuan adalah kelompok dimana individu sering kali meminta
petunjuk atau pendapat dalam menghadapi persoalan-persoalan yang ditemuinya.
Kelompok acuan ini dapat mempengaruhi aspirasi dan harapan-harapan seseorang
terhadap pekerjaan, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada pandangan
terhadap hal-hal yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan tersebut.

14
c. Pengaruh dari pengalaman kerja sebelumnya
Persepsi terhadap masa lalu penting artinya untuk membentuk harapan
minimum yang diperoleh dari pekerjaan saat ini. Harapan-harapan yang timbul
teerhadap pekerjaan yang saat ini dihadapi sangat dipengaruhi oleh persepsi
mengenai pekerjaan sebelumnya. Sehingga akan muncul perasaan membandingkan
pengalaman kerja sebelumnya dengan pekerjaannya sekarang dari beberapa
variabel yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.

3. Karakteristik Pekerjaan
a. Kompensasi
Kompensasi dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang diterima karyawan
sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Bila kompensasi diberikan secara benar,
para karyawan akan lebih terpuaskan dan termotivasi untuk mencapai sasaran-
sasaran organisasi. Imbalan atau balas jasa dibedakan atas imbalan intrinsik
(intrinsic reward) dan imbalan ekstrinsik (extrinsic reward). Imbalan intrinsik
adalah imbalan- imbalan yang dinilai di dalam dan dari mereka sendiri. Imbalan
intrinsik melekat pada aktifitas itu sendiri, dan pelaksanaannya tidak tergantung
pada kehadiran atau tindakan-tindakan dari orang lain atau hal-hal lainnya
misalnya: perasaan pencapaian pribadi, tanggung jawab dan otonomi pribadi, dan
perasaan pertumbuhan dan pengembangan pribadi. Imbalan ekstrinsik adalah
imbalan yang dihasilkan secara eksternal atau sesuatu yang lainnya.Imbalan
ekstrinsik tidak mengikuti secara alamiah dari kinerja sebuah aktifitas, tetapi
diberikan kepada seseorang oleh pihak eksternal atau dari luar.lmbalan-imbalan
ekstrinsik seringkali digunakan oleh organisasi dalam usaha untuk mempengaruhi
perilaku dan kinerja anggotanya misalnya: gaji, bonus, tunjangan, pengakuan dan
pujian dari atasan, promosi, dan kantor yang mewah.
Kompensasi tidak hanya dalam bentuk upah dan gaji saja, banyak bentuk
kompensasi yang bisa diterapkan oleh perusahaan/organisasi, diantaranya adalah:13
1) Upah dan gaji
2) Insentif

13 Donni J. P.& Suwatno H, Manajemen SDM dalam Organisasi Publik dan Bisnis, (Bandung:
Alfabeta, 2001), hal. 263.

15
Material
a) Bonus
b) Komisi
c) Profit Sharing
d) kompensasi yang ditangguhkan: pensiun, pembayaran kontraktual
3) Insentif Non Material
a) Pemberian gelar secara resmi
b) Pemberian tanda jasa atau medali
c) Pemberian piagam penghargaan
d) Pemberian pujian lisan atau tulisan
e) Pemberian promosi
f) Pemberian hak untuk memakai sesuatu atribut jabatan
g) Pemberian perlengkapan khusus pada ruangan kerja
h) Pemberian hak untuk apabila meninggal dimakamkan di makam pahlawan
4) Jaminan sosial
a) Pengobatan
b) Pensiun
c) Jaminan Hari Tua
5) Jasa-jasa kepegawaian:
a) Fasilitas makan siang
b) Fasilitas antar jemput
c) Kafetaria
d) Fasilitas pembelian
e) Fasilitas pendidikan
f) Penasihat keuangan
g) Pemberian kredit
h) Program rekreaksi
i) Perumahan
j) Fasilitas kesehatan

16
b. Pengawasan yang Dilakukan oleh Atasan
Para karyawan akan merasakan kepuasan terhadap atasannya apabila atasan
menunjukkan sikap penuh perhatian dan memberikan dukungan pada bawahan,
daripada atasan yang bersikap acuh tak acuh serta selalu mengkritik. Kesempatan
yang diberikan atasan kepada bawahan untuk berpartisipasi juga dapat
meningkatkan kepuasan kerja.Umumnya studi menemukan bahwa kepuasan kerja
meningkat bila penyelialangsung bersifat ramah dan dapat memahami
bawahannya, memberikan pujian untuk kinerjayang baik, mendengarkan pendapat
karyawan, dan menunjukkan suatu minatpribadi pada mereka.
Menurut Locke dalam Christian Locke (2009) banyak factor yang telah di
teliti sebagai factor-faktor yang mungkin menemukan kepuasan kepuasan kerja.
Diantaranya gaji,kondisi kerja dan hubungan kerja (rekan dan atasan). Locke
mengemukakan adanya cirri-ciri instrinsik dari suatu pekerjaan yang kemudian
menentukan kepuasan kerja, antara lain adalah keragaman, kesulitan, jumlah
pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan
dan kreativitas. Sedangkan Robbins dan Judge (2009), menyatakan ada lima faktor
kepuasan kerja yaitu:
1) Kepuasan terhadap Pekerjaan. Kepuasan ini tercapai bilamana pekerjaan
seorang pegawai sesuai dengan minat dan kemampuan
2) pegawai itu sendiri.
3) Kepuasan terhadap Imbalan. Dimana pegawai merasa gaji atau upah yang
diterimanya sesuai dengan beban kerjanya dan seimbang dengan pegawai lain
yang bekerja di organisasi itu.
4) Kepuasan terhadap Supervisi Atasan. Pegawai merasa memiliki atasan yang
mampu memberikan bantuan teknis dan motivasi.
5) Kepuasan terhadap Rekan Kerja. Pegawai merasa puas terhadap rekanrekan
kerjanya yang mampu memberikan bantuan teknis dan
6) dorongan sosial.

17
7) Kesempatan Promosi. Kesempatan untuk meningkatkan posisi jabatan pada
struktur organisasi. Ada satu unsur yang dapat dijumpai pada cirriciri instrinsik
dari pekerjaan yang di atas yaitu tantangan mental. 14

E. Mengukur Kepuasan Kerja


Terdapat beberapa cara pengukuran kepuasan kerja baik dari segi analisa
statistik maupun dari segi pengumpulan datanya. Informasi yang didapat dari
kepuasan kerja ini biasanya melalui tanya jawab secara perorangan, dengan angket
maupun dengan pertemuan kelompok kerja. Dalam semua kasus, kepuasan kerja
diukur dengan kuesioner laporan diri yang diisi oleh karyawan. Pengukuran
kepuasan kerja dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, yaitu kepuasan kerja
dilihat sebagai konsep global, kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan,
dan sebagai fungsi kebutuhan yang terpenuhkan.
1. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global
Konsep ini merupakan konsep satu dimensi, semacam ringkasan psikologi
dari semua aspek pekerjaan yang disukai atau tidak disukai dari suatu jabatan.
Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner satu pertanyaan
(soal).Cara ini memiliki sejumlah kelebihan, diantaranya adalah tidak ada biaya
pengembangan dan dapat dimengerti oleh mereka yang ditanyai. Selain itu cara ini
cepat, mudah diadministrasikan dan diberi nilai. Kuesioner satu pertanyaan
menyediakan ruang yang cukup banyak bagi penafsiran pribadi dari pertanyaan
yang diajukan. Responden akan menjawab berdasarkan gaji, sifat pekerjaan, iklim
sosial organisasi, dan sebagainya.
2. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan
Konsep ini menggunakan konsep facet (permukaan) atau komponen, yang
menganggap bahwa kepuasan karyawan dengan berbagai aspek situasi kerja yang
berbeda dapat bervariasi secara bebas dan harus diukur secara terpisah.Diantara
konsep facet yang dapat diperiksa adalah beban kerja, keamanan kerja, kompetensi,
kondisi kerja, status dan prestise kerja.Kecocokan rekan kerja, kebijaksanaan
penilaian perusahaan, praktek manejemen, hubungan atasan-bawahan, otonomi dan

14 Ibid, hal. 260.

18
tanggung jawab jabatan, kesempatan untuk menggunakan pengetahuan dan
keterampilan, serta kesempatan untuk pertumbuhan dan pengembangan.
3. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai kebutuhan yang terpenuhkan
Yaitu suatu pendekatan terhadap pengukuran kepuasan kerja yang tidak
menggunakan asumsi bahwa semua orang memiliki perasaan yang sama mengenai
aspek tertentu dari situasi kerja, pendekatan ini dikembangkan oleh Porter.
Kuesioner Porter didasarkan pada pendekatan teori kebutuhan akan kepuasan kerja.
Kuesioner ini terdiri dari 15 pertanyaan yang berkaitan dengan kebutuhan akan rasa
aman, penghargaan, otonomi, sosial, dan aktualisasi diri.
Sementara itu menurut Robbin 15 ada dua pendekatan yang digunakan untuk
melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu :
1. Single Global Rating (Metode Angka Nilai Global Tunggal). Metode angka
nilai global tunggal tidak lebih dari meminta individuindividu untuk meminta
karyawan untuk menjawab beberapa pertanyaan terkait dengan variabel-
variabel relevan yang mempengaruhi kepuasan kerja tersebut. Kemudian
karyawan/responden menjawab dengan melingkari suatu bilangan antara 1
sampai dengan 5 dengan kategori jawaban dari “Sangat Puas” sampai dengan
“Sangat Tidak Puas.” Metode ini mengenali unsur-unsur utama dalam suatu
pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan mengenai tiap unsur tersebut.
Unsur-unsur yang lazim digunakan seperti faktor sifat dasar pekerjaan,
kompensasi, sikap pimpinan, kesempatan promosi, dan hubungan dengan
rekan kerja. Faktor-faktor ini dinilai pada suatu skala baku dan kemudian
dijumlahkan untuk menciptakan skor kepuasan kerja keseluruhan.
2. Summation Scoren, yaitu dengan mengidentifikasi elemen kunci dalam
pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang maing-masing elemen.
Faktor spesifik yang diperhitngkan adalah sifat pekerjaan, supervisi, upah,
kesempatan promosi dan hubungan dengan rekan kerja.
Pendapat lain, Greenberg dan Baron menunjukkan tiga cara untuk melakukan
pengukuran kepuasan kerja yaitu :
a) Rating Scale dan Kuesioner

15
S.P. Robbins, Perilaku Organisasi, (Jakarta: Indeks, 2003), hal. 101.

19
Dengan metode ini orang menjawab pertanyaan dari kuesioner yang
menggunakan rating scales sehingga mereka melaporkan reaksi mereka
pada pekerjaan mereka.
b) Critical incidents
Individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan
mereka yang dirasaka terutama memuaskan atau tidak memuaskan.Jawaban
mereka dipelajari untuk mengungkap tema yang mendasari.Sebagai contoh
misalnya apabila banyak pekerja yang menyebutkan situasi pekerjaan
dimana mereka mendapatkan perlakuan kurang baik oleh supervisor atau
sebaliknya.
c) Interviews
Dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja dapat
diketahui sikap mereka secara langsung dan dapat mengembangkan lebih
dalam dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur.

F. Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja


Kepuasan kerja merupakan hasil dari persepsi karyawan tentang sejauh mana
pekerjaan mereka dapat memberikan keadaan emosi seperti itu. Menurut Hani
Handoko16, kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau
tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka.
Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Hal ini
nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang
dihadapi lingkungan kerjanya. Departemen personalia atau manajemen sumber
daya manusia harus senantiasa memonitor kepuasan kerja, karena hal ini
mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga kerja, semangat kerja, keluhan-
keluhan, dan masalah-masalah personalia vital lainnya.
Dampak dari perilaku kepuasan dan ketidakpuasan kerja telah banyak diteliti
dan dikaji. Berikut beberapa hasil penelitian tentang dampak kepuasan kerja

16 T.Hani Handoko, Manajemen Personalia & Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: BPFE,

2011), hal. 193.

20
terhadap produktivitas, ketidakhadiran dan keluarnya pegawai, dan dampaknya
terhadap kesehatan. (Kurniawati , 2006: 26). Antara lain:
a. Dampak Terhadap Produktivitas
Awal mulanya orang berpendapat bahwa produktivitas dapat dinaikkan
dengan menaikkan kepuasan kerja. Hasil penelitian tidak mendukung penelitian
ini. Hubungan antara produktivitas dan kepuasan kerja sangat kecil. Vroom yang
mempelajari sejumlah besar hasil penelitian melaporkan bahwa korelasi
mediannya hanyalah 0,14. Kenyataan ini sebagian dapat dijelaskan dengan
mengatakan bahwa produktivitas dipengaruhi oleh banyak faktor-faktor moderator
disamping kepuasan kerja.
b. Dampak Terhadap Ketidakhadiran (Absenteisme) Dan Keluarnya
Tenaga Kerja (Turn-Over)
Poter dan Steers berkesimpulan bahwa ketidakhadiran dan berhenti kerja
merupakan jenis jawaban-jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran
lebih sepontan sifatnya dan dengan demikian kurang mungkin mencerminkan
ketidakpuasan kerja. Lain halnya dengan berhenti atau keluar dari pekerjaan.
Perilaku ini karena akan mempunyai akibat - akibat ekonomis yang besar, maka
lebih besar kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuasan kerja.
Sters dan Rhodes mengembangkan model dari pengaruh terhadap kehadiran.
Mereka melihat adanya dua faktor pada perilaku hadir, yaitu motivasi untuk hadir
dan kemampuan untuk hadir. Mereka percaya bahwa motivasi untuk hadir
dipengaruhi oleh kepuasan kerja dalam kombinasi dengan tekanan-tekanan internal
dan eksternal untuk mendatang pada pekerjaan.
Menurut Robbins (1998) (dalam Anwar, 2009:66-69) ketidakpuasan kerja
pada tenaga kerja/ karyawan dapat diungkap kedalam berbagai macam cara.
Misalnya, selain meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat mengeluh,
membangkang, mencuri barang milik organisasi, menghindari sebagian dari
tanggung jawab pekerjaan mereka. Ada empat cara mengungkap ketidakpuasan
karyawan:
1. Keluar (Exit): ketidakpuasan kerja diungkapkan dengan meninggalkan
pekerjaaan termasuk mencari pekerjaan lain.

21
2. Menyuarakan (Voice): ketidakpuasan kerja yang diungkapkan melalui
usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi, termasuk
memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan. 17
3. Mengabaikan (Negleet): ketidakpuasan kerja yang diungkapkan melalui
sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, termasuk misalnya, sering
absen, atau dating terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang dibuat
makin banyak.
4. Kesetiaan (Loyality): ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan
menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik, termasuk
menikmati hasil kapasitas maksimum dari industri serta naiknya nilai
manusia didalam konteks pekerjaan.
5. Dampak Terhadap Kesehatan : Beberapa bukti tentang adanya hubungan
antara kepuasan kerja dengan kesehatan fisik dan mental. Dari kajian
longitudinal disimpulkan bahwa ukuran-ukuran dari kepuasan kerja
merupakan peramal yang baik bagi panjang umur atau rentang kehidupan.
Salah satu temuan yang penting dari kajian yang dilakukan oleh Kornhauser
tentang kesehatan mental dan kepuasan kerja, ialah bahwa untuk semua
tingkatan jabatan, persepsi dari tenaga kerja bahwa pekerjaan mereka
menurut penggunaan efektif dari kecakapan -percakapan mereka berkaitan
dengan skor kesehatan mental yang tinggi. Skor -skor ini juga berkaitan
dengan tingkat dari kepuasan kerja dan tingkat dari jabatan. Meskipun jelas
bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan, hubungan kausalnya
masih tidak jelas. Terdapat dugaan bahwa kepuasan kerja menunjang
tingkat dari fungsi fisik dan mental dan kepuasan sendiri merupakan tanda
dari kesehatan. Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling
mengukuhkan sehingga peningkatan dari yang satu dapat meningkatkan
yang lain dan sebaliknya penurunan yang satu mempunyai akibat yang
negatif juga pada yang lain. sehingga dapat diketahui bahwa dampak dari
kepuasan dan ketidakpuasan kerja karyawan antara lain berdampak pada

17 T.Hani Handoko, Manajemen Personalia & Sumber Daya Manusia,...hal. 194.

22
produktivitas, ketidak hadiran, keluarnya karyawan, meninggalkan
pekerjaan, terhadap kesehatan dan juga banyak hal-hal yang lain.
6. Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa dampak
dari kepuasan dan tidak kepuasan kerja adalah adanya dampak pada
produktivitas kerja, dampak terhadap ketidakhadiran (absenteisme) dan
keluarnya tenaga kerja (turn over), serta adanya dampak terhadap
kesehatan. 18

G. Etika dalam Kepuasan Kerja


Etika merupakan cabang dari filsafat mencari buruknya tingkah laku manusia.
Etika mencari tindakan manusia yang manakah yang baik. Etika berhubungan
dengan seluruh ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan manusia dan
masyarakat seperti, antropologi, psikologi, sosiologi, ekonomi, ilmu politik, dan
ilmu hukum.
Secara etimologis, etika adalah ajaran atau ilmu tentang adat kebiasaan yang
berkenaan dengan kebiasaan baik atau buruk yang diterima umum mengenai sikap,
perbuaatan, kewajiban, dan sebagainya. Pada hakikatnya moral menunjuk pada
ukuran-ukuran yang telah diterima oleh suatu komunitas, sementara etika
umumnya lebih dikaitkan dengan prinsip-prinsip yang dikembangkan diberbagai
wacana etika atau aturan-aturan yang diberlakukan sebagai suatu profesi.
Harsono & Santoso menyatakan etika kerja sebagai semangat kerja yang
didasari oleh nilai-nilai atau norma-norma tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sukriyanto, yang menyatakan bahwa etika kerja adalah suatu semangat kerja yang
dimiliki oleh karyawan untuk mampu bekerja lebih baik guna memperoleh nilai
hidup mereka. etika kerja menentukan penilaian manusia yang diwujudkan dalam
suatu pekerjaan.
Etika kerja merupakan sikap, pandangan, kebiasaan, ciri-ciri atau sifat
mengenai cara bekerja yang dimiliki seseorang, suatu golongan atau suatu bangsa.
Etika kerja yang tinggi tentunya rutinitas tidak akan membuat bosan, bahkan
mampu meningkatkan prestasi kerjanya atau kinerja. Hal yang mendasari etika

18 T.Hani Handoko, Manajemen Personalia & Sumber Daya Manusia,...hal. 195.

23
kerja tinggi di antaranya keinginan untuk menjunjung tinggi mutu pekerjaan, maka
individu yang mempunyai etos kerja tinggi akan turut serta memberikan masukan-
masukan ide di tempat bekerja.
Seringkali dua istilah tersebut disamakan artinya, padahal terdapat perbedaan
yang sangat mendasar antara keduanya. Dari asal katanya etika berarti perilaku
sedangkan etiket berarti sopan santun. Pengertian etika berbeda dengan etiket.
Etiket berasal dari bahasa Perancis etiquette yang berarti tata cara pergaulan yang
baik antara sesama manusia. Sementara itu etika berasal dari bahasa latin berarti
falsafah moral dan merupakan cara hidup yang benar dilihat dari sudut pandang
budaya, susila, dan agama. 19

19 T.Hani Handoko, Manajemen Personalia & Sumber Daya Manusia,...hal. 195-196.

24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Karyawan adalah makhluk sosial yang menjadi kekayaan utama bagi setiap
organisasi/perusahaan. Mereka menjadi perencana, pelaksana, dan pengendali yang
selalu berperan aktif dan mewujudkan tujuan perusahaan. Mereka memiliki tujuan,
pikiran, perasaan dan keinginan yang dapat mempengaruhi pikiran sikap-sikapnya
terhadap pekerjaannya. Sikap ini akan menentukan prestasi kerja, dedikasi dan
kecintaan terhadap pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Sikap tersebut dapat
berupa sikap positif maupun sikap negatif. Sikap-sikap positif harus dibina,
sedangkan sikap-sikap negatif hendaknya dihilangkan sedini mungkin.
Pentingnya peran karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan, maka
penting pula memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
karyawan. Kepuasan kerja harus diciptakan sebaik-baiknya, supaya moral kerja,
dedikasi, dan disiplin karyawan meningkat. Kepuasan kerja adalah sikap emosional
yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh
moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan ini dinikmati dalam
pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan.
Kepuasan kerja merupakan cerminan dari perasaan pekerja terhadap
pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap positif pekerja terhadap pekerjaan
yangdihadapi dan lingkungannya. Sebaliknya, karyawan yang tidak puas akan
bersikap negatif terhadap pekerjaan dalam bentuk yang berbeda-beda satu dengan
yanglainnya. Adanya ketidakpuasan kerja karyawan seharusnya dapat dideteksi
oleh perusahaan.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka penulis
sangat mengharapkan kritikan yang dapat mendukung untuk lebih baiknya di masa
yang akan datang. Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan
perlindungan, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian.

25
DAFTAR PUSTAKA

Djatnika, Rachmat. 1996. Sistem Ethika Islam (Akhlak Mulia), Jakarta: Pustaka
Panjimas.

Donni J. P.& Suwatno H. 2001. Manajemen SDM dalam Organisasi Publik dan
Bisnis, Bandung: Alfabeta.

Frondizi, Risieri. 2001. Pengantar Filsafat Nilai, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Haryo Kunto Wibisono, Linda Novi Trianta, Sri Widagdo. 2015. Dimension of
Pancasila Ethic in Bureaucracy: Discourse of Governance, Jurnal
Fokus, Vol. 12, Nomor. 7.

Handoko, T.Hani. 2011. Manajemen Personalia & Sumber Daya Manusia,


Yogyakarta: BPFE.

Mastuhu. 1999. Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, cet. II.

S.P. Robbins. 2003. Perilaku Organisasi, Jakarta: Indeks.

Setiardja, A. Gunawan. 1990. Dialektika Hukum dan Moral dalam Membangun


Masyarakat Indonesia, Yogyakarta : Kanisius.

Sunartai. 2019. Kajian Ilmu Admustrasi: Pentingnya Kepuasan Kerja, Jurnal


Efesiensi, Vol. 16, Nomor. 2.

Sya’roni, Mockh. 2014. Etika Keilmuan: Sebuah Kajian Filsafat Ilmu, Jurnal
Teologia, Vol. 25 Nomor. 1.

Tanyid, Maidiantius. 2012. Etika Dalam Pendidikan: Kajian Etis Tentang Krisis
Moral Berdampak Pada Pendidikan, Jurnal Jaffray, Vol. 12, Nomor. 2.

Tim Penulis. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Departemen
Pendidikan Nasional : Gramedia Pustaka Utama.

Tri, Hardiansyah, Arsandi. Kepuasan Kerja: Kepuasan Kerja Sebagai Faktor


Terbentuknya Sikap Kerja Pegawai Negeri Sipil Kantor Kecamatan
Klampis Bangkalan, Jurnal Kompetensi, Vol. 12, Nomor. 2, Tahun. 2018.

26
1

Anda mungkin juga menyukai