Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ETIKA PROFESI
Mata Kuliah : Etika Bisnis
Dosen Pengampu : Dina Sarah Syahreza, SE. M.Si., Dr.

D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
Kelompok 7
Putri Enjelita Munthe (7213210042)
Rika Manda Sary Br Ginting (7213510051)
Yesayas Roganda Rumapea (7213210044)
Ani Kobak (7205010002)

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
APRIL 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas berkat dan
rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya. Adapun judul
dari makalah ini adalah "Etika Profesi".

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etika Bisnis. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang konsep dasar etika bisnis bagi
para pembaca dan juga bagi kami.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dina Sarah Syahreza, SE. M.Si., Dr, yang
telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna baik dari isi materi maupun penyusunannya. Oleh sebab itu, kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk pembuatan makalah yang lebih baik kedepannya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i


DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
C. Tujuan .......................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................... 3
A. Etika profesi ................................................................................................................. 3
B. Kriteria profesi ............................................................................................................ 4
C. Kode perilaku korporasi.............................................................................................. 6
D. Evaluasi kode perilaku perilaku korporasi ................................................................ 9
E. Kriminalitas ................................................................................................................. 13
BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 14
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 14
B. Saran............................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Etika profesi sangatlah dibutuhkan dalam berbagai bidang khususnya bidang
teknologi informasi. Kode etik sangat dibutuhkan dalam bidang TI karena kode etik
tersebut dapat menentukan apa yang baik dan yang tidak baik serta apakah suatu
kegiatan yang dilakukan oleh IT-er itu dapat dikatakan bertanggung jawab atau tidak.
Pada zaman sekarang banyak sekali orang di bidang TI menyalahgunakan profesinya
untuk merugikan orang lain, contohnya hacker yang sering mencuri uang,password
lewat komputer dengan menggunakan keahlian mereka. Contoh seperti itu harus
dijatuhi hukuman yang berlaku sesuai dengan kode etik yang telah disepakati. Dan
banyak pula tindakan kejahatan dilakukan di internet selain hacker yaitu cracker, dll.
Oleh sebab itu kode etik bagi pengguna internet sangat dibutuhkan pada zaman
sekarang ini.
Kode etik profesi Informatikawan merupakan bagian dari etika profesi. Kode
etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas
dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas,mempertegas dan
merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-
norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi
adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci
tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan
apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang profesional.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan etika profesi?
2. Apa saja kriteria profesi?
3. Apa yang dimaksud dengan kode perilaku korporasi?
4. Apa yang dimaksud dengan evaluasi kode perilaku-perilaku korporasi?
5. Apa yang dimaksud dengan kriminalitas?

1
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian etika profesi.
2. Mengetahui apa saja kriteria profesi.
3. Mengetahui kode perilaku korporasi.
4. Mengetahui maksud evaluasi kode perilaku-perilaku korporasi.
5. Mengetahui pengertian kriminalitas.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Etika Profesi
1. Pengertian Etika Profesi
Etika profesi adalah suatu ilmu mengenai hak dan kewajiban yang dilandasi dengan
pendidikan keahlian tertentu. Dasar ini merupakan hal yang diperlukan dalam beretika profesi.
Sehingga tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang menyebabkan ketidaksesuaian.
Profesionalisme sangat penting dalam suatu pekerjaan, bukan hanya loyalitas tetapi etika profesi
lah yang sangat penting. Etika sangat penting dalam menyelesaikan suatu masalah, sehingga bila
suatu profesi tanpa etika akan terjadi penyimpangan-penyimpangan yang mengakibatkan
terjadinya ketidakadilan.
Ketidakadilan yang dirasakan oleh orang lain akan mengakibatkan kehilangan
kepercayaan yang berdampak sangat buruk, karena kepercayaan merupakan suatu dasar atau
landasan yang dipakai dalam suatu pekerjaan. Kode etik profesi berfungsi sebagai pelindung dan
pengembangan profesi. Dengan adanya kode etik profesi, masih banyak kita temui pelanggaran-
pelanggaran ataupun penyalahgunaan profesi. Apalagi jika kode etik profesi tidak ada, maka
akan semakin banyak terjadi pelanggaran. Akan semakin banyak terjadi penyalahgunaan profesi.
Adapun Ciri-Ciri Profesi sebagai berikut :
1. Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki sebuah profesi;
2. Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan;
3. Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat.
4. Adanya proses lisensi atau sertifikat;
5. Adanya organisasi;
6. Otonomi dalam pekerjaannya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, etika profesi adalah sebuah sikap hidup yang bertujuan
untuk memberikan pelayanan kepada seseorang yang sifatnya profesional. Etika ini berhubungan
dengan masyarakat atau konsumen secara langsung.

3
2. Manfaat Etika Profesi
Begitu banyak manfaat yang bisa dirasakan oleh karyawan dan perusahaan tatakala etika
profesi ini ditunaikan dengan benar, salah satunya karyawan akan mendapat suasana kerja yang
lebih positif. Selain itu membuat karyawan bahagia dan puas saat mereka datang ke kantor.
Lebih dari itu, manfaat lain dari etika profesi adalah:
a. Meningkatkan produktivitas kerja
Etika profesi mengajarkan kepada karyawan untuk menghargai pekerjaan yang dibebankan
kepadanya dengan penuh tanggung jawab. Hal itu yang pada akhirnya akan membuat karyawan
bisa menyelesaikan target dengan tepat waktu dan merangsang produktivitas kerja.
b. Peningkatan branding merek
Ketika karyawan menanamkan nilai-nilai dan tanggung jawab mereka terhadap lingkungan,
maka akan dipastikan karyawan menghindari proses pembuangan limbah yang berbahaya pada
lingkungan masyarakat. Dengan begitu, maka akan timbul kepercayaan dari masyarakat bahwa
perusahaan memiliki prinsip ramah lingkungan. Pada akhirnya bentuk kepercayaan inilah yang
bisa meningkatkan citra merek di mata pelanggan.
c. Beradaptasi dengan perubahan
Pekerja yang memiliki etika profesi adalah suatu bentuk kesuksesan perusahaan. Sebab mereka
bisa menjadi tim yang bisa dipercaya, diandalkan, bertanggung jawab dan siap dengan semua
perubahan yang terjadi dalam lingkungan kerja. Ini juga membuat perusahaan mudah
memutuskan arahan bisnis, karena karyawan akan selalu menghargai dan mendukung apapun
yang diputuskan oleh perusahaan.
d. Lingkungan kerja bebas dari masalah
Kamu bisa membayangkan orang yang bekerja tanpa nilai etika profesi, mereka akan bekerja
tanpa arah dan memikirkan orang lain. Dari sana bisa timbul masalah berupa kejahatan dalam
dunia kerja seperti sexual harassment, korupsi, bekerja tidak sesuai SOP dan sebagainya.
Sebaliknya, karyawan yang taat dan tunduk terhadap etika profesi mereka dapat menghindari
penyimpangan itu dan membuat lingkungan kerja menjadi lebih baik.

4
3. Tujuan Kode Etik Profesi
a) Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
b) Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
c) Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
d) Untuk meningkatkan mutu profesi.
e) Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
f) Meningkatkan layanan diatas keuntungan pribadi.
g) Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
h) Menentukan baku standarnya sendiri.

4. Fungsi Kode Etik Profesi


Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang
digariskan. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang
bersangkutan.Mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi tentang hubungan etika
dalam keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah dibutuhkan dalam berbagai bidang. Kode etik
yang ada dalam masyarakat Indonesia Cukup banyak dan bervariasi. Umumnya pemilik kode
etik adalah organisasi kemasyarakatan yang bersifat nasional, misalnya Ikatan Penerbit Indonesia
(IKAPI), kode etik Ikatan Penasehat HUKUM Indonesia, Kode Etik Jurnalistik Indonesia, Kode
Etik Advokasi Indonesia dan lain-lain. Ada sekitar tiga puluh organisasi kemasyarakatan yang
telah memiliki kode etik. Suatu gejala agak baru adalahbahwa sekarang ini perusahaan-
perusahan swasta cenderung membuat kode etik sendiri. Rasanya dengan itu mereka ingin
memamerkan mutu etisnya dan sekaligus meningkatkan kredibilitasnya dan karena itu pada
prinsipnya patut dinilai positif.

5
B. Kriteria Etika Profesi
Menurut Moore dalam Martinis Yamin (2009: 14) profesi memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Seorang profesional menggunakan waktu penuh untuk menjalankan pekerjaanya;
2. Ia memperlakukan pekerjaannya sebagai seperangkat norma kepatuhan dan perilaku;
3. Ia anggota organisasi profesional yang formal;
4. Ia menguasai pengetahuan yang berguna dan keterampilan atas dasar latihan dan
spesialisasi atau pendidikan yang khusus;
5. Ia terikat dengan syarat-syarat kompetensi, kesadaran prestasi, dan pengabdian;
6. Ia memperoleh otonomi dengan berdasarkan spesialisasi teknis yang tinggi.
Sedangkan menurut Komisi Kebijaksanaan NEA Amerika Serikat dalam Martinis Yamin (2009:
15) menyebutkan kriteria profesi sebagai berikut:
1. Profesi didasarkan atas sejumlah pengetahuan yang dikhususkan;
2. Profesi mengejar kemajuan dalam kemajuan dalam kemampuan anggotanya;
3. Profesi melayani kebutuhan para anggotanya;
4. Profesi memiliki norma-norma etis;
5. Profesi mempengaruhi kebijaksanaan pemerintahan di bidangnya;
6. Profesi memiliki solidaritas kelompok profesi.

Jadi, kriteria profesi didasarkan pada kemampuan yang dimiliki seseorang memiliki hal-
hal yang berhubungan dengan kompetensi, keterampilan, dan sikap orang tersebut sesuai kode
etik profesi tersebut

C. Kode Perilaku Korporasi


Kode perilaku korporasi (Corporate Code of Conduct) merupakan pedomanyang dimiliki
setiap perusahaan dalam memberikan batasan-batasan bagi setiap karyawannya untuk
menetapkan etika dalam perusahaan tersebut. Kode perilaku korporasi yang dimiliki suatu
perusahaan berbeda dengan perusahaan lainnya, karena setiap perusahaan memiliki kebijakan
yang berbeda dalam menjalankan usahanya.
Corporate Code of Conduct juga dapat diartikan sebagai pedoman internal perusahaan
yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta penegakan terhadap

6
peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya
serta berinteraksi dengan stakeholders.
Di dalam Perilaku korporatif peran pemimpin sangat penting antara lain,
● First Adapter, penerima dan pelaksana pertama dari budaya kerja,
● Motivator, untuk mendorong insan organisasi/korporasi melaksanakan budaya kerja
secara konsisten dan konsekuen,
● Role Model, teladan bagi insan korporasi terhadap pelaksanaan Budaya Kerja, dan
● Pencetus dan Pengelola, strategi dan program budaya kerja sesuai kebutuhan korporasi.

Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus
diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau etika. Corporate
Code of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis dalam bersikap dan berperilaku
untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan
pihak-pihak lainnya yang berkepentingan. Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan
perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku
perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku
inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan
standar perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya.
Pernyataan dan pengkomunikasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam Corporate Code of
Conduct.
Dalam mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-
instrumen yang menunjang, yaitu sebagai berikut:
● Code of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedomandalam
interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
● Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan
kerjasama yang harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.
● Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan,
Tugas, Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara
Komisaris dengan Direksi serta panduan Operasional Best Practice.
● Sistem Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko Dan
Implementasinya.

7
● An Auditing Committee Contract – arranges the Organization and Management of the
Auditing Committee along with its Scope of Work.
● Piagam Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan Tatalaksana Komite Audit serta
Ruang Lingkup Tugas.

D. Evaluasi Kode Perilaku-perilaku Korporasi


Dalam setiap code of conduct, adanya evaluasi terhadap kode perilaku korporasi juga
sangat diperlukan, agar segala kegiatan yang telah dilakukan apakah sudah dijalankan sesuai
dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi dapat
dilakukan dengan melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan
pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim
BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.
Dalam mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-
instrumen yang menunjang, yaitu sebagai berikut :
● Code of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedomandalam
interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
● Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan
kerjasama yang harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.
● Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan,
Tugas, Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara
Komisaris dengan Direksi serta panduan Operasional Best Practice.
● Sistem Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko Dan
Implementasinya.
● An Auditing Committee Contract – arranges the Organization and Management of the
Auditing Committee along with its Scope of Work.
● Piagam Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan Tata Laksana Komite Audit serta
Ruang Lingkup Tugas.
Berikut ini langkah yang harus dilakukan dalam evaluasi terhadap kode perilaku korporasi, yaitu:
a. Pelaporan Pelanggaran Code of Conduct
Setiap individu berkewajiban melaporkan setiap pelanggaran atas Code of Conduct yang
dilakukan oleh individu lain dengan bukti yang cukup kepada Dewan Kehormatan. Laporan dari

8
pihak luar wajib diterima sepanjang didukung bukti dan identitas yang jelas dari pelapor. Dewan
kehormatan wajib mencatat setiap laporan pelanggaran atas Code of Conduct dan
melaporkannya kepada Direksi dengan didukung oleh bukti yang cukup dan dapat
dipertanggungjawabkan. Dewan kehormatan wajib memberikan perlindungan terhadap pelapor.
b. Sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct
Pemberian sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh karyawan
diberikan oleh Direksi atau pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pemberian sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh Direksi dan Dewan
Komisaris mengacu sepenuhnya pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perusahaan
serta ketentuan yang berlaku. Pemberian sanksi dilakukan setelah ditemukan bukti nyata
terhadap terjadinya pelanggaran pedomanini. Evaluasi sebaiknya dilakukan secara rutin sehingga
perusahaan selalu berada dalampedoman dan melakukan koreksi apabila diketahui terdapat
kesalahan.

E. Kriminalitas
Kedudukan dan fungsi korporasi di berbagai belahan dunia semakin menduduki posisi /
tempat yang penting. Kedudukan korporasi yang memiliki fungsi yang penting ternyata juga
membawa dampak negatif, dimana korporasi untuk mencapai tujuannya melakukan perbuatan-
perbuatan yang melanggar hukum. Secara umum, I. S. Susanto menyatakan bahwa kejahatan
korporasi dapat dibedakan atas:
1. Crimes for Corporation Yakni pelanggaran hukum dilakukan oleh korporasi karena
menginginkan tujuannya yakni mencari keuntungan dengan cara apapun;
2. Criminal Corporation Yakni dibentuknya badan usaha yang memang
ditujukan/diperuntukkan untuk melakukan perbuatan-perbuatan jahat (I.S. Susanto,
1992:6).
Dapatlah dipahami bahwa kejahatan korporasi merupakan salah satu pola kriminalitas
yang termasuk pada kejahatan non-konvensional yang hanya ada di era modern, era
industrialisasi bisnis dan pasaran transnasional yang terkait erat dengan hal- hal sebagai berikut:
a. Sistem ekonomi suatu masyarakat yang cenderung kompetitif, mendorong timbulnya
konsumerisme, dan berskala besar;

9
b. Pemahaman dari para pelaku usaha bahwa dirinya melanggar hukum, namun mereka yakin
bahwa tindakannya bukan sebagai perbuatan orang jahat;
c. Kejahatan bisnis sebagian besar dilakukan oleh korporasi besar dan sebagian lagi bersifat
okupasional.
Penerapan sanksi pidana terhadap korporasi yang melakukan tindak pidana tidak
segampang dan sesudah menerapkan sanksi pidana terhadap orang / individu. Ada hal- hal yang
perlu diperhatikan dan dipertimbangkan sebelum menjatuhkan sanksi pidana terhadap korporasi,
yakni:
1. The degree of loss to the public
2. The level of complicity by high corporate managers
3. The duration of the violation
4. The frequency of the violation by the corporation
5. Evidence on intent to violate
6. Evidence of extortion, as in bribery cases
7. The degree of notoriety engendered by the media
8. Precedent in law
9. The history of serious violation by the corporation
10. Deterrence potential
11. The degree of cooperation evinced by the corporation. (Clinard and
Yeager,1980:92,93)
Kejahatan korporasi menunjukkan bahwa kemajuan ekonomi juga menimbulkan
kejahatan bentuk baru yang tidak kurang bahaya dan besarnya korban yang diakibatkannya.
Dalam lingkup kejahatan korporasi, korban dari tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi
tidak lagi dapat dikualifikasikan sebagai korban yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan
pelaku (unrelated victims atau non participating victims), tetapi ada interrelationship antara
pelaku dan korban. Korban kejahatan korporasi adalah termasuk pihak-pihak antara lain:
(1) Perusahaan saingan (competitors) Sebagai akibat kejahatan korporasi yang melanggar
hak milik intelektual, kompetisi yang tidak sehat, praktek monopoli, tindakan merugikan
perusahaan lain. Dalam menghadapi persaingan, korporasi dihadapkan pada penemuan
penemuan teknologi baru, teknik pemasaran, usaha memperluas atau menguasai pasaran.
Keadaan ini bisa menghasilkan tindakan korporasi untuk memata-matai saingannya, meniru,

10
memalsukan, mencari, menyuap atau mengadakan persekongkolan mengenai harga atau daerah
pemasaran. Hal ini semakin diperburuk dengan berkembangnya suatu pemikiran untuk
menerapkan strategi dalam persaingan korporasi (corporate conflict) yang berintikan nilai-nilai:
maneuver, objective, offense (attacking the enemy or competitor), surprise, economy of force,
mass, unity of command, simplicity, security. (Ramsey, 1987:xvii).
(2) Negara (state) Untuk mengamankan kebijakan ekonominya, pemerintah antara lain
melakukannya dengan memperluas peraturan yang mengatur kegiatan bisnis, baik melalui
peraturan baru maupun melalui penegakan yang lebih keras. Dalam Menghadapi keadaan yang
demikian, korporasi dapat melakukannya dengan cara melanggar peraturan yang ada, seperti
memberikan dana kampanye yang ilegal kepada para politisi dengan imbalan janji-janji untuk
mencabut peraturan yang merugikan korporasi atau memberikan proyek proyek tertentu,
mengekspor secara ilegal, dan sebagainya.
(3) Karyawan (employees) Sebagai akibat kejahatan korporasi berupa lingkungan kerja
yang tidak sehat dan tidak aman, pengekangan hak untuk membentuk organisasi buruh, tidak
dipenuhinya upah minimum, PHK yang melanggar hukum.
(4) Konsumen (consumers) Adapun tindakan korporasi terhadap konsumen yang dapat
menjurus pada kejahatan korporasi misalnya advertensi / iklan yang menyesatkan, pemberian
label yang dipalsukan, menjual barang barang yang sudah kadaluarsa, menciptakan hasil
produksi yang beracun dan berbahaya, dan lain lain.
(5) Masyarakat (public) Sebagai akibat pencemaran dan perusakan lingkungan hidup,
penggelapan dan penghindaran pajak. Kerugian-kerugian dalam kaitannya dengan pencemaran
dan perusakan lingkungan hidup ini dapat menimbulkan kerugian berupa penderitaan fisik
sampai kematian, mengakibatkan terjadinya pergeseran definisi kejahatan ekonomi atau
kejahatan korporasi. (Box, 1983:33).

Pengertian istilah “kejahatan bisnis” dirumuskan oleh John.E.Conklin sebagai: “Business


crime is an illegal act, punishable by a criminal sanction, which is committed 10 by an individual
or a corporation in the course of a legitimate occupation or pursuit in the industrial or
commercial sector for the purpose of obtaining money or property, avoiding the payment of
money or the loss of property or personal advantage”. (Conklin,1977:11-13). Perumusan
“kejahatan bisnis” di atas menunjukkan salah satu pola kejahatan non konvensional yang dewasa

11
ini sangat menonjol karena menjadi problem hampir di semua negara, terlebih negara yang
sedang membangun yang sangat bergantung pada perkembangan dan pertumbuhan ekonominya
serta berhubungan erat dalam lintas niaga transnasional. Di samping itu, pengertian “kejahatan
bisnis” mengandung pula makna filosofis, yuridis dan sosiologis. Secara filosofis, kejahatan
bisnis mengandung makna bahwa telah terjadi perubahan nilai-nilai (values) dalam masyarakat
manakala suatu aktivitas bisnis dioperasikan sedemikian rupa sehingga sangat merugikan
kepentingan masyarakat luas. Perubahan nilai tersebut menggambarkan bahwa kalangan pebisnis
sudah kurang atau tidak menghargai lagi kejujuran (honesty) dalam kegiatan bisnis nasional dan
internasional demi untuk mencapai tujuan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Secara
singkat dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kegiatan bisnis sudah tidak dapat ditemukan
ketertiban dan kepastian hukum dan karenanya tidak mungkin menemukan keadilan bagi para
pelaku bisnis yang beritikad baik.
Konsekuensi logis dari keadaan dan masalah hukum tersebut ialah diperlukan perangkat
hukum lain yaitu hukum pidana untuk membantu menciptakan ketertiban dan kepastian hukum
serta untuk menemukan keadilan bagi para pelaku bisnis yang beritikad baik dan telah dirugikan.
Adapun secara yuridis, pengertian istilah “kejahatan bisnis” menunjukkan bahwa terdapat 2
(dua) sisi mata uang yaitu di satu sisi terdapat aspek hukum perdata, dan di sisi lain terdapat
aspek hukum pidana. Kedua aspek hukum tersebut memiliki dua tujuan yang berbeda secara
diametral dan memiliki sifat atau karakteristik yang bertentangan satu sama lain. Aspek hukum
perdata lebih mementingkan perdamaian di antara para pihak, sedangkan aspek hukum pidana
lebih mementingkan melindungi kepentingan umum, masyarakat luas bahkan negara. Secara
sosiologis, pengertian “kejahatan bisnis” menunjukkan keadaan yang nyata terjadi dalam
aktivitas di dunia bisnis. Namun disisi lain menunjukkan pula bahwa kegiatan bisnis sudah tidak
ada lagi „keramahan‟ (unfriendly business 11 atmosphere) atau seakan-akan sudah tidak ada lagi
yang dapat dipercaya di antara pelaku bisnis. Kegiatan bisnis seharusnya berjalan secara sehat
sekalipun bersaing secara kompetitif.
Secara substansial, menurut Robintan Sulaiman, kejahatan bisnis mengandung anasir,
yakni:
1. Sifatnya korporasi artinya dilakukan secara berkelompok yang masing-masing berperan
dengan keahlian masing-masing membentuk sinergi dan aliansi strategis yang menjadi suatu

12
kekuatan yang mandiri dan sangat sulit ditembus oleh tangan hukum. Kejahatan bisnis juga
merupakan kejahatan terorganisasi (organized crimes).
2. Kejahatan bisnis dalam melakukan kejahatan menggunakan instrumen atau peralatan canggih
seperti komputer, satelit dan lain-lain sehingga dapat terjadi setiap saat, kapan saja dan dimana
saja.
3. Kejahatan bisnis Multi Dimensi ini berdampak pada tidak saja para orang atau badan hukum
yang dirugikan tetapi juga merugikan masyarakat bahkan negara.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Etika profesi adalah suatu ilmu mengenai hak dan kewajiban yang dilandasi dengan
pendidikan keahlian tertentu. Dasar ini merupakan hal yang diperlukan dalam beretika profesi.
Sehingga tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang menyebabkan ketidaksesuaian.
Profesionalisme sangat penting dalam suatu pekerjaan, bukan hanya loyalitas tetapi etika profesi
lah yang sangat penting. Etika sangat penting dalam menyelesaikan suatu masalah, sehingga bila
suatu profesi tanpa etika akan terjadi penyimpangan-penyimpangan yang mengakibatkan
terjadinya ketidakadilan.
Fungsi Kode Etik Profesi Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang
prinsip profesionalitas yang digariskan. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas
profesi yang bersangkutan.Mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi tentang
hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah dibutuhkan dalam berbagai
bidang. Kode etik yang ada dalam masyarakat Indonesia Cukup banyak dan bervariasi.

B. Saran
Dengan adanya penerapan kode etik dalam suatu pekerjaan terutama bagi seorang
Analis Kesehatan sangat membantu dan sangat berperan penting dalam pemberian pelayanan
laboratorium yang baik dan benar.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://depsi.fst.unair.ac.id/wp-content/uploads/2011/04/Etika-Profesi.pdf
http://etikaprofesi-fujiaturriza.blogspot.com/2011/12/tujuan-dan-fungsi-kode-etik.html
Atmasasmita, Romli, 2003. Pengantar Hukum Kejahatan Bisnis, Jakarta, Prenada Media.

15

Anda mungkin juga menyukai