Anda di halaman 1dari 12

AGRIVITA VOLUME 28 No 3 OKTOBER – 2006 ISSN : 0126 - 0537

Subekti Rahayu dkk. : Dapatkah Sistem Agroforestry Kopi ......................................................................................

PENGENDALIAN HAMA Xylosandrus compactus PADA AGROFORESTRI KOPI


MULTISTRATA SECARA HAYATI: Studi kasus dari Kecamatan Sumberjaya, Lampung Barat

(BIOLOGICAL CONTROL OF BLACK TWIG BORER Xylosandrus compactus IN MULTISTRATA


COFFEE AGROFORESTRY: a case study from Sumberjaya District, West Lampung)

Subekti Rahayu1, Anang Setiawan2, Endang A. Husaeni2 dan S. Suyanto1


1
World Agroforestry Centre (ICRAF), Jl. Cifor, Situ Gede, Sindang Barang, Bogor
2
Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor

ABSTRACT ABSTRAK
Penggerek ranting kopi (Xylosandrus
The black twig borer (Xylosandrus
compactus) merupakan hama utama yang
compactus) is a major pest that significantly menyerang tanaman kopi dan menyebabkan
reduces coffee yield, while also surviving on penurunan hasil kopi secara nyata. Proses
other plant species. The hole-boring process pembuatan lubang yang dilakukan oleh X.
causes the branch tips to wilt. Turn yellow and compactus menyebabkan ujung ranting layu,
then eventually die. This study aimed to quantify menguning dan mati. Penelitian ini bertujuan (a)
the intensity and extent of black twig borer mengukur intensitas dan luas serangan X.
infestation, to explore the potential natural compactus, (b) mengetahui musuh alami
enemies of black twig borer that are available in potensial yang ada di kebun kopi dan (c)
the field, and to examine other pests in coffee mengetahui hama-hama lain yang menyerang
garden across two different systems; simple tanaman kopi. Penelitian dilakukan pada dua
shade coffee with legume as shading (16 plot sistem agroforestri berbasis kopi yaitu
samples) and multistrata coffee with fruit tree, agroforestri naungan sederhana (kopi naungan
timber tree and legume as shading (16 plot sederhana) dimana hanya pohon legum yang
samples). The study ran out from July to August dipakai sebagai penaung pohon kopi dan sistem
2005. The data were analyzed with analysis of agroforestri multistrata (kopi multistrata) dengan
variance (anova) and t-tests.The fraction of pohon penaung selain pohon legume ada pula
branches infected by black twig borer was pohon buah-buahan, pohon kayu-kayuan, dan
significantly lower in multistrata coffee (18%) pohon rempah. Penelitian dilakukan pada bulan
than in simple shade coffee (25%). The Juli sampai dengan Agustus 2005. Data
difference in the fraction of trees infected (75 dianalisis menggunakan analisis sidik ragam dan
and 55% respectively) was not statistically uji t. Intensitas serangan penggerek ranting kopi
significant. In both systems the upper branches pada sistem multistrata lebih rendah yaitu 18%
had more infection holes than the middle and bila dibandingkan dengan kopi naungan yaitu
lower ones. 25%. Namun, perbedaan jumlah pohon yang
Keywords: Twig coffee borer, Xylosandrus sp, terserang tidak berbeda nyata pada kedua sistem
coffee-based agroforestry multistrata kebun kopi yaitu 75% pada kopi naungan dan
system 65% pada kopi multistrata. Pada kedua sistem
kebun kopi lubang gerek lebih banyak
ditemukan pada ranting-ranting yang ada di
bagian atas dari pada di tengah dan di bawah.
Kata kunci: Penggerek ranting kopi, Xylosandrus
Terakreditasi SK. No.: 55/DIKTI/Kep/2005 compactus, sistem agroforestri
multistrata berbasis kopi
Subekti Rahayu dkk. : Dapatkah Sistem Agroforestry Kopi ......................................................................................

PENDAHULUAN hama penggerek ranting kopi (Xylosandrus


compactus). Berdasarkan penelitian yang
Pada umumnya, alih guna lahan dari dilakukan oleh Drizd (2003) di Hawai
hutan menjadi kebun kopi maupun sistem menunjukkan bahwa kematian ranting akibat
pertanian lainnya akan menyebabkan perubahan serangan X. compactus dapat menurunkan hasil
kondisi lingkungan di sekitarnya terutama fungsi panen yang cukup berarti. Lavabre (1958),
hidrologi, kesuburan tanah, cadangan karbon mengatakan bahwa pada kopi robusta serangan
dan keragaman hayati. Pengelolaan lahan X. compactus dapat menurunkan hasil sekitar
dengan menanam berbagai jenis pohon sebagai 20%. Peningkatan diversitas pohon penaung
penaung tanaman kopi (agroforestri berbasis yang ditanam dalam sistem agroforestri berbasis
kopi) telah banyak dilaporkan dapat membantu kopi, mungkin dapat ditawarkan sebagai upaya
mempertahankan fungsi lingkungan. Selain itu, pencegahan serangan X. compactus karena 3
kondisi pada agroforestri berbasis kopi dengan alasan: (1) Mengurangi serangan terhadap tanaman
pohon penaung yang lebih beragam hingga kopi, dengan jalan memberikan peluang bagi hama
menyerupai hutan, mempunyai stabilitas untuk menyerang pohon penaungnya, (2) Dapat
ekosistem yang lebih tinggi sehingga potensi mempertahankan intensitas cahaya dan suhu yang
terjadinya ledakan hama berkurang (Schroth et lebih rendah, sehingga memberikan kondisi yang
al., 2000). optimal bagi tanaman kopi untuk tumbuh sehat, (3)
Akhir-akhir ini telah banyak dilakukan Memperbanyak jumlah predator bagi X. compactus
penelitian jasa lingkungan sistem kopi multistrata pada sistem kopi multistrata. Dengan menggunakan
terutama berkenaan dengan konservasi tanah dan strategi biologi ini, diharapkan penggunaan
air (Van Noordwijk et al., 2004; Widianto et al., insektisida kimia dapat ditekan serendah
2004; Dariah, et al., 2004), sebaran perakaran mungkin.
dalam kaitannya kehilangan hara (Buana et al., Penelitian ini merupakan penelitian
2004), ketebalan seresah dalam kaitannya dengan pendahuluan yang bertujuan untuk: (a)
porositas tanah (Hairiah et al., 2004a), dan sifat- mengetahui intensitas serangan dan luas
sifat fisik tanah lainnya (Suprayogo et al., 2004). serangan X. compactus, (b) mengetahui musuh
Selain itu, penelitian yang mengarah pada alami potensial yang ditemukan di lapang, (c)
diversitas biota-tanah yang bermanfaat dalam mengetahui serangga lain yang potensial sebagai
siklus hidrologi juga telah dilakukan, dengan fokus hama tanaman kopi di Sumberjaya.
kepada ecosystem engineer seperti cacing penggali
tanah, rayap, dan semut (Dewi et al., 2006; Aini et BAHAN DAN METODE
al., 2006; Susilo et al., 2006). Demikian pula,
biodiversitas burung (O’Connors et al., 2005) dan Pengamatan intensitas dan luas serangan
cadangan karbon pada sistem agroforestri juga X. compactus dilakukan pada kebun kopi milik
telah dilaporkan (Van Noordwijk et al., 2002). petani di Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten
Hasil dari berbagai penelitian tersebut dijadikan Lampung Barat; yang berada pada ketinggian
sebagai acuan dalam pengelolaan agroforestri antara 700 – 1700 m di atas permukaan laut
berbasis kopi di daerah Sumberjaya, agar tercipta (dpl). Secara geografis daerah tersebut terletak
suatu pengelolaan kebun kopi secara antara 4o45’ – 5o15’ LS dan 104o15 – 104o BT.
berkelanjutan. Guna memperoleh produksi Penelitian dilakukan pada Bulan Juni – Agustus
pertanian yang berkelanjutan, beberapa faktor 2005 (setelah musim panen).
eksternal yang harus diperhatikan adalah
mempertahankan ketersediaan cahaya, air dan hara Penarikan contoh
yang cukup, dan mencegah serangan hama dan Penarikan contoh diawali dengan survei
penyakit. pada 88 lahan berbasis kopi, dimana 43 petak
Petani kopi di Sumberjaya (Lampung berupa sistem penggunaan lahan (SPL) kopi
Barat) sering dihadapkan pada masalah serangan naungan sederhana dan 45 petak berupa SPL
Subekti Rahayu dkk. : Dapatkah Sistem Agroforestry Kopi ......................................................................................

kopi multistrata. Kriteria yang digunakan untuk serangga lain yang terdapat pada pohon kopi dan
membedakan antara SPL kopi naungan pohon penaung untuk diidentifikasi; (j) mencatat
sederhana dengan SPL kopi multistrata, adalah jenis pohon penaung yang ada di dalam plot; (k)
berdasarkan jumlah spesies pohon penaung yang mengukur iklim mikro yaitu kelembaban dan
ditanam pada tiap SPL. Sistem kopi naungan suhu udara pada tiap-tiap plot.
sederhana adalah sistem tumpangsari pohon
kopi ditanam bersama dengan satu atau dua jenis Serangan hama penggerek ranting
pohon penaung dari famili Fabaceae seperti Intensitas serangan atau berat ringannya
gamal atau kayu hujan (Gliricidia sepium), atau serangan hama dihitung dengan menggunakan
dadap (Erythrina sp.), sengon (Paraserianthes rumus:
falcataria) atau lamtoro (Leucaena n
leucocephala). Sedangkan sistem agroforestri Sb (%) = x 100%
Nb
kopi multistrata adalah pohon kopi yang ditanam
bersama dengan empat sampai lima jenis pohon Dimana:
penaung baik dari famili Leguminosae n = Jumlah ranting kopi yang
(Fabaceae) maupun pohon buah-buahan dan terserang penggerek pada tiap-
kayu-kayuan, dengan basal area kurang dari tiap pohon
80% (Hairiah et al., 2004a). Nb = Jumlah total ranting kopi pada
Dari SPL kopi naungan dan SPL kopi tiap-tiap pohon
multistrata, masing-masing diambil 16 titik
contoh pengamatan secara acak. Pada tiap titik Intensitas serangan diklasifikasikan sebagai
pengamatan dibuat satu plot contoh berukuran berikut: Ringan (< 25 %), Sedang (25 % - 50
40 m x 5 m, yang berisi sekitar 25 – 55 pohon %), Berat (50 % - 90 %), Puso (> 90 %).
pada SPL kopi multistrata, dan 29 – 70 pohon
pada SPL kopi naungan. Selain intensitas serangan, juga
Kegiatan dilakukan pada setiap petak dilakukan penghitungan persentase sebaran
adalah: (a) mengukur diameter pohon kopi dan serangan dengan rumus:
pohon penaung (b) menghitung jumlah pohon n
S (%) = x 100%
kopi; (c) mengamati gejala serangan X. N
compactus yang berupa lubang kecil pada Dimana:
ranting; (d) menghitung jumlah pohon kopi yang N = Jumlah pohon kopi yang terserang
diserang oleh X. compactus; (e) menghitung penggerek pada tiap-tiap petak
jumlah ranting pada masing-masing pohon kopi; N = Jumlah pohon kopi dalam tiap-tiap
(f) menghitung jumlah ranting yang terserang petak
pada tiap-tiap pohon; (g) mengambil pohon yang
terserang, kemudian diambil 3 ranting yang Identifikasi serangga
berada pada bagian bawah, tengah dan atas Untuk mengetahui jenis-jenis serangga
untuk diamati jumlah lubang yang ditemukan lain yang ditemukan pada tiap-tiap petak dilakukan
pada masing-masing ranting. Penentuan posisi identifikasi sampai tingkat famili di laboratorium
bawah, tengah dan atas adalah berdasarkan Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan,
tinggi tanaman kopi, dibagi menjadi 3 bagian Institut Pertanian Bogor, laboratorium World
yang sama; (h) mengambil contoh ranting yang Agroforestry Centre (ICRAF) dan Museum
terserang dari tiap pohon kopi untuk diamati Entomology, LIPI, Cibinong.
lebih lanjut gejala yang terdapat di dalam
lubang, stadia serangga yang ditemukan dalam
lubang; (i) mengamati dan mengambil contoh
Subekti Rahayu dkk. : Dapatkah Sistem Agroforestry Kopi ......................................................................................

Karakterisasi pohon penaung Analisis data


Keragaman jenis pohon penaung pada kedua Untuk mengetahui perbedaan intensitas
sistem yang diuji diukur dengan menghitung jumlah serangan dan luas serangan X. compactus pada
pohon yang ditanam per petak dan diidentifikasi sistem kopi naungan sederhana dan kopi
jenisnya. Data yang diperoleh dari lapangan, dipakai multistrata, dilakukan pengujian dengan uji t.
untuk menghitung Index keragaman pohon penaung Sedangkan perbedaan banyaknya lubang gerek
pada tiap-tiap petak contoh. Indek keragaman pada berbagai posisi pada tiap-tiap sistem
tersebut dihitung berdasarkan rumus yang pengelolaan kebun, diuji dengan nilai beda nyata
dikembangkan oleh Shannon and Wiener terkecil (BNT) dari analisa keragaman dengan
sebagai berikut (Krebs, 1989): menggunakan perangkat lunak Genstat 8.

H = ∑ pi ln pi HASIL DAN PEMBAHASAN

dimana: 1. Gejala serangan


H = Indeks Keragaman; Serangan X. compactus dicirikan oleh
pi = ni/N; ni = Jumlah individu spesies pohon i adanya lubang gerek berdiameter sekitar 1-2 mm
N = Jumlah seluruh individu pohon pada permukaan ranting tanaman kopi. Lubang
gerek ini menuju ke bagian dalam ranting hingga
Indek keragaman (H) diklasifikasikan sebagai mencapai panjang 20-50 mm. Lubang gerek dibuat
berikut: oleh X. compactus betina dewasa sebagai tempat
H < 1 = Rendah tinggalnya. Setelah menggerek, serangga betina
H > 1 - 3 = Sedang meletakkan telur dalam lubang tersebut hingga
H > 3 = Tinggi menetas dan sampai tumbuh dewasa. Larva yang
berada di dalam lubang gerek tidak memakan
Kuantifikasi peranan pohon penaung jaringan tanaman tetapi memakan jamur ambrosia
dalam mengurangi intensitas serangan X. (Fusarium solani) yang tumbuh dan berkembang
compactus dilakukan dengan menghitung nilai dalam lubang gerek. Spora jamur tersebut dibawa
relatif basal area pohon penaung terhadap basal oleh X. compactus betina dewasa sewaktu
area semua pohon yang tumbuh dalam petak menggerek lubang. Aktivitas larva ketika makan
yang sama. Kegiatan diawali dengan jamur tersebut menyebabkan rusaknya jaringan
pengukuran batang pohon (dbh= diameter tanaman pada lubang, sehingga mengakibatkan
setinggi dada atau setinggi 1.3 m dari semakin lebar dan panjangnya lubang gerek
permukaan tanah) yang tumbuh di setiap petak (Drizd, 2003).
contoh. Rumus perhitungan nilai relatif basal Hama X. compactus menyelesaikan siklus
area yang digunakan adalah sebagai berikut: hidupnya yang mengalami metamorfosis
sempurna, dari telur, larva, pupa dan serangga
BA a = (ΣD2a)/(ΣD2k+a)*100% dewasa di dalam lubang gerek. Serangga betina
dewasa yang telah kawin akan keluar dari lubang
Dimana: gerek untuk mencari inang baru. Akibat adanya
BA a = basal area pohon penaung lubang gerek di dalam ranting menyebabkan
D = dbh pohon terganggunya transportasi nutrisi sehingga ujung
a = pohon penaung ranting layu, daun menguning, ranting hitam dan
k = pohon kopi dapat menyebabkan kematian ranting. Apabila
serangan berat terjadi pada sebagian besar ranting,
Semakin tinggi nilai BAa berarti semakin tinggi maka dapat mengakibatkan kematian tanaman.
kerapatan populasi pohon penaung. Menurut Lavabre (1959), serangan X. compactus
pada tanaman muda menyebabkan daun-daunnya
gugur sehingga pertumbuhan dan pembuahannya
Subekti Rahayu dkk. : Dapatkah Sistem Agroforestry Kopi ......................................................................................

terhambat, sedangkan serangan pada tanaman diikuti oleh peningkatan intensitas serangan X.
yang telah tua menyebabkan ranting-rantingnya compactus (Gambar 1A)
mengering sehingga hasil kopi menurun. Rendahnya tingkat naungan pohon
penaung, menyebabkan sinar matahari yang
2. Intensitas dan luas serangan penggerek masuk ke lahan lebih besar, sehingga
ranting kopi kelembaban udara menjadi lebih rendah (Dewi
et al., 2006). Sayangnya pada penelitian ini
Intensitas serangan hama menunjukkan tidak ada pengukuran jumlah cahaya yang
tingkat serangan hama terhadap tanaman kopi. masuk ke lahan, sehingga hal tersebut masih
Di Sumberjaya, intensitas serangan hama X. belum dapat dibuktikan. Tanaman kopi
compactus masih tergolong ringan pada sistem idealnya memerlukan naungan sekitar 23 - 28%
kopi multistrata, dan tergolong sedang pada (Pinto et al., 2000), penaungan > 50% akan
sistem kopi naungan sederhana. Hasil menurunkan produktivitas tanaman. Dilain pihak,
pengamatan menunjukkan adanya perbedaan bila tingkat penaungan terlalu rendah, maka
intensitas serangan yang nyata (p<0.05) pada cahaya matahari yang masuk semakin tinggi
sistem kopi multistrata (18%) dengan sistem sehingga fotosintesa tanaman akan meningkat
kopi naungan sederhana (25%) (Tabel 1). (SIPPO, 2002). Peningkatan laju fotositesa
Meskipun intensitas serangan X. akan meningkatkan metabolisme tanaman
compactus masih tergolong ringan hingga kopi dan merangsang pembungaan (Kimani et
al, 2002; Najiyati, 2004). Pembungaan yang
sedang, namun penyebaran hama tersebut di
berlebihan menyebabkan kondisi tanaman
Sumberjaya telah merata. Hal ini ditunjukkan
menjadi lemah, sehingga tanaman lebih rentan
dengan ditemukannya hama tersebut pada semua terhadap serangan X. compactus.
petak yang diamati. Kopi robusta memerlukan suhu optimal
Dari hasil pengamatan didapatkan untuk pertumbuhannya sekitar 21-24oC
bahwa luas serangan pada sistem kopi (Christantie, 1999). Suhu yang lebih tinggi
multistrata (65%) lebih rendah dari pada yang dapat merangsang pembentukan tunas dan
dijumpai pada sistem kopi naungan sederhana pertumbuhan tanaman, tetapi meningkatkan
(75%). resiko serangan hama (Jansen, 2005). Pada
Perbedaan intensitas dan persentasi sistem kopi multistrata di Sumberjaya, rata-
serangan X. compactus pada kedua sistem rata suhu udara di petak pengamatan adalah
pengelolaan lahan kemungkinan disebabkan antara 25oC, sedang pada sistem kopi naungan
lain, karena: sederhana yaitu 26oC. Suhu pada sistem kopi
multistrata yang lebih rendah mungkin lebih
(a) Pohon penaung cocok bagi tanaman kopi, sehingga
pertumbuhan kopi lebih optimal dan lebih
o Kerapatan populasi tahan terhadap serangan hama penggerek
Sistem kopi multistrata memiliki ranting.
kerapatan populasi pohon penaung (400 pohon Selain suhu, kelembaban udara juga
ha-1) lebih rendah daripada sistem kopi berpengaruh terhadap intensitas serangan X.
naungan sederhana (550 pohon ha-1). compactus. Kalshoven (1981) mengatakan bahwa
Rendahnya populasi pohon pada sistem kopi pada kelembaban yang agak rendah,
multistrata menyebabkan rendahnya tingkat kemungkinan terjadi serangan penggerek
penutupan lahan, yang ditunjukkan oleh ranting lebih kecil.
rendahnya basal area pohon penaung. Basal
area pada sistem kopi multistrata sekitar 38% ,
sedangkan pada sistem kopi naungan
sederhana sekitar 46%. Peningkatan basal area
pohon penaung pada percobaan ini cenderung
Subekti Rahayu dkk. : Dapatkah Sistem Agroforestry Kopi ......................................................................................

Tabel 1. Intensitas serangan hama, vegetasi dan iklim mikro pada petak pengamatan yang dipilih
untuk pengukuran
(Table 1. Plant damage intensity, characteristic of vegetation and micro climates conditions in
the selected plots for measurements)
Kopi Kopi naungan t hitung
Parameter multistrata sederhana (p<0.05)
Serangan
o Intensitas serangan (%) 18 25 1.97*
o Jumlah ranting terserang 9 12 1.11
o Jumlah lubang per ranting 1.7 1.9 1.75
o Luas serangan (%) 75.5 65.1 0.74
Kondisi vegetasi
o Basal area tanaman kopi (%) 62.20 54.10 0.92
o Basal area penaung (%) 37.99 45.89 0.92
o Kerapatan populasi tanaman kopi
(pohon ha-1) 2134 2353 1.27
o Kerapatan populasi pohon
penaung (pohon ha-1) 400 550 1.30
o Indek keragaman jenis pohon
penaung 1.1 0.3 8.67*
Kondisi iklim mikro
o Suhu (oC) 25.94 26.63 0.93
o Kelembaban relative (%) 89.94 92.78 1.09
* Berbeda nyata pada taraf p<0.05

Dari hasil pengukuran di lapangan, Tingginya kerapatan pohon penaung


menunjukkan bahwa kelembaban udara rata- kemungkinan menjadi penghalang
rata pada sistem kopi multistrata adalah 90%, perpindahan X. compactus dari satu pohon ke
lebih rendah bila dibandingkan dengan sistem pohon lainnya.
kopi naungan sederhana yaitu 92%. Meskipun
secara statistik nilai kelembaban pada kedua o Keragaman pohon penaung
sistem tersebut tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata, tetapi diduga berpengaruh Keragaman pohon penaung dalam sistem
terhadap intensitas serangan X. compactus. agroforestri berbasis kopi mempengaruhi tingkat
Akitson et al. (2005) mengatakan bahwa X. serangan X. compactus. Semakin tinggi
compactus berkembang biak dengan baik keragaman pohon penaung, menyebabkan
pada kelembaban tinggi. Selain itu, intensitas serangan hama semakin rendah
kelembaban tinggi memungkinkan pertumbuhan (Gambar 1C). Sistem kopi multistrata memiliki
jamur ambrosia di dalam liang gerek keragaman spesies pohon penaung yang lebih
(Kalshoven, 1981) sehingga menyebabkan tinggi yaitu berkisar antara 3-9 jenis, bila
semakin melemahkan tanaman terhadap
dibandingkan dengan kopi naungan sederhana
serangan hama ini.
yang hanya memiliki 1-3 jenis. Nilai indek
Seperti halnya dengan intensitas
serangan, luas serangan penggerek ranting keragaman jenis pohon penaung pada kopi
juga dipengaruhi oleh kerapatan pohon multistrata berkisar antara 0.7 – 2.2, sedangkan
penaung. Semakin tinggi kerapatan pohon pada sistem kopi naungan sederhana berkisar
penaungnya, maka luas serangan penggerek antara 0 – 0.9 (Tabel 1).
ranting semakin menurun (Gambar 1B).
Subekti Rahayu dkk. : Dapatkah Sistem Agroforestry Kopi ......................................................................................

A B
60 2.1 y = -0.223x + 1.9441
2
R = 0.2867
50 2
Intensitas serangan (%)

y = 5.7332x + 18.802

Log luas serangan


2
40 R = 0.0235
1.9

30 1.8

20 1.7

10 1.6

0 1.5
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Relatif basal area pohon penaung Relatif basal area pohon penaung

C D
60 2

y = -1.9151x + 26.913
50 1.9
Log luas serangan
Intensitas serangan (%)

2
R = 0.1149

40
1.8
30
1.7
20
y = 0.1992x + 1.7093
1.6 2
10 R = 0.1894

0 1.5
0 2 4 6 8 10 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Jumlah jenis pohon penaung Relatif basal area kopi

Gambar 1. Hubungan antara relatif basal area pohon penaung dengan (A) intensitas serangan X.
compactus, (B) luas serangan X. compactus, (C) jumlah jenis pohon penaung dengan
intensitas serangan X. compactus, (D) relatif basal area kopi dengan luas serangan
(Figure 1. Relationship between relative basal area of shade trees and (A) damage intensity of X.
compactus and (B) damage distribution; (C) Relationship between number of shade trees
species and damage intensity of X. compactus, (D) Relationship between relative basal area
coffee and damage distribution

Nilai indeks keragaman spesies maupun keragaman spesies pohon penaung


jumlah spesies pada kedua sistem memungkinkan penggerek ranting
pengelolaan kebun kopi berbeda sangat mempunyai peluang menyerang pohon
nyata (p<0.01). Hasil pengukuran ini sejalan penaungnya. Drizd (2003), menyebutkan
dengan yang ditemukan oleh Jansen (2005), bahwa X. compactus dapat menyerang
bahwa salah satu faktor penyebab tingginya lebih dari 100 spesies tanaman antara lain:
serangan hama pada kopi adalah rendahnya alpukat, jeruk, jambu biji, mangga, mahoni,
keragaman pohon penaung. Tingginya kakao, kayu manis dan pohon penaung
Subekti Rahayu dkk. : Dapatkah Sistem Agroforestry Kopi ......................................................................................

lainnya. Sayangnya, dalam penelitian ini dibandingkan dengan sistem kopi naungan
tidak dilakukan pengamatan serangan sederhana.
penggerek ranting pada pohon penaung jenis Namun, pertumbuhan yang
buah-buahan dan kayu-kayuan. Pengamatan berlebihan tersebut menyebabkan
X. compactus dilakukan hanya pada pohon meningkatnya kerapatan antar tanaman kopi,
penaung famili Fabaceae yaitu kayu hujan sehingga memudahkan perpindahan X.
(Gliricidia sepium), dadap (Eryhtrina sp.) compactus dari satu pohon ke pohon
dan lamtoro (Leucaena leucocephala). lainnya. Hal ini dapat dilihat dari hasil
Dari hasil pengamatan di lapangan, pengamatan yang menunjukkan hubungan
penggerek ranting hanya ditemukan pada antara relatif basal area pohon kopi dengan
kayu hujan, sedangkan pada tanaman dadap luas serangan X. compactus (Gambar 1D).
ditemukan penggerek ranting dari jenis lain Tingginya basal area kopi diikuti oleh
yang belum bisa diidentifikasi, karena meningkatnya luas serangan X. compactus.
ditemukan masih dalam bentuk larva. Pada Hindayana et al., 2002,
sistem kopi multistrata, sekitar 60% dari mengemukakan bahwa penyebaran
total Gliricidia yang ada telah terserang penggerek ranting kopi terjadi melalui
penggerek ranting, sedangkan pada sistem perpindahan hama dari satu pohon ke pohon
kopi naungan sederhana hanya 30% yang lainnya. Semakin rapat jarak antar pohon,
terserang. Hal ini berarti bahwa keragaman kemungkinan terjadinya perpindahan
pohon penaung pada sistem kopi multistrata (penularan) hama ke pohon lainnya semakin
dapat berfungsi sebagai inang alternatif, besar. Perpindahan tersebut biasanya
sehingga dapat melindungi pohon kopi dari dilakukan oleh serangga betina dewasa yang
sudah kawin dan keluar dari lubang gerek
serangan X. compactus.
untuk mencari inang yang baru (Tenbrink
Kesehatan pohon kopi nampaknya
dan Hara, 1994).
mempengaruhi serangan X. compactus.
Pertumbuhan pohon kopi pada sistem
(c) Kesuburan tanah
multistrata mungkin lebih baik (sehat) dari
Kalshoven (1981) menyatakan bahwa
pada dalam sistem naungan sederhana (tidak
pohon kopi yang tumbuh jelek (lemah) lebih
ada data pengamatan), sehingga serangan
hama lebih rendah (Kalshoven, 1981). rentan terhadap serangan X. compactus,
misalnya pohon yang tumbuh pada tanah
(b)Populasi pohon kopi dengan kesuburan jelek atau tanah-tanah
Kerapatan populasi pohon kopi bernematoda parasit yang menyerang
perakaran.
berpengaruh terhadap luas serangan X.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan
compactus. Hal ini dapat ditunjukkan dari untuk menjaga kesehatan tanaman adalah
hasil pengamatan bahwa luas serangan X. memberikan kondisi optimal bagi
compactus pada sistem kopi multistrata pertumbuhannya antara lain
dengan populasi 2134 pohon ha-1 lebih mempertahankan kesuburan tanah. Pada
rendah bila dibandingkan dengan sistem tanah yang subur, tanaman tidak
kopi naungan sederhana yang memiliki mengalami stress unsur hara maupun air.
populasi 2353 pohon ha-1. Salah satu indikator kesuburan tanah
Meskipun kerapatan populasi pada adalah ketersediaan bahan organik
sistem kopi multistrata lebih rendah, namun tanahnya. Bahan organik tanah umumnya
mempunyai basal area yang lebih tinggi berasal dari bagian tanaman (seresah) yang
(62%), bila dibandingkan dengan sistem gugur dan terlapuk. Pada sistem kopi
kopi naungan sederhana (54%). Hal ini multistrata jumlah seresah yang gugur
menunjukkan bahwa pertumbuhan kopi berkisar 9.2 Mg ha-1 th-1, sedangkan pada
pada sistem multistrata lebih baik bila sistem kopi naungan sederhana hanya 6.0 Mg
Subekti Rahayu dkk. : Dapatkah Sistem Agroforestry Kopi ......................................................................................

ha-1 th-1 (Hairiah et al., 2004b). Dengan dibandingkan dengan sistem kopi naungan
demikian ketersediaan bahan organik tanah sederhana (1.9 lubang).
pada sistem kopi multistrata lebih tinggi bila Berdasarkan uji beda nyata terkecil,
dibandingkan dengan sistem kopi naungan
diketahui ada perbedaan yang nyata (p<0.05)
sederhana, sehingga tanah lebih gembur,
lembab dan kaya akan hara tersedia bagi antara jumlah lubang gerek yang ditemukan
tanaman. Dengan demikian pertumbuhan pada ranting bagian atas pohon kopi dalam
tanaman menjadi lebih baik dan tahan sistem kopi multistrata dengan sistem kopi
terhadap serangan hama. Jansen (2005), naungan; tetapi pada ranting bagian tengah dan
mengatakan bahwa memepertahankan bawah pohon kopi tidak dijumpai perbedaan
ketersediaan bahan organik tanah dan
yang nyata (p>0.05) antara kedua sistem yang
kesuburan tanah merupakan salah satu strategi
untuk menekan serangan hama dan penyakit diuji (Gambar 2).
terhadap tanaman pokok. 3

Sederhana
(d) Predator
Multistrata

Jumlah lubang gerek


Berdasarkan pengamatan di Sumberjaya,
2
ditemukan predator jenis Hymenoptera
(Eulophidae, Bombidae, Formicidae), Coleoptera
(Staphylinidae) dan Araneidae pada tanaman
selain kopi yaitu gamal, durian, jengkol, 1

dadap, kayu manis, rambutan dan cengkeh. Hal


ini mengindikasikan bahwa keberadaan pohon
penaung berfungsi juga sebagai tempat hidup 0
bagi berbagai jenis predator hama. Atas Tengah Bawah
Berdasarkan indikasi tersebut, diduga jenis- Posisi lubang gerek pada pohon
jenis predator pada sistem kopi multistrata lebih
beragam bila dibandingkan dengan sistem kopi Gambar 2. Jumlah lubang gerek pada ranting
naungan sederhana. Hanya saja, penelitian bagian atas, tengah dan bawah pohon
mengenai jenis-jenis predator yang memangsa X. kopi dari sistem kopi multistrata dan
compactus pada masing-masing sistem kebun kopi naungan sederhana
kopi belum banyak dilakukan, sehingga belum
dapat diberikan informasi secara pasti. Figure 2. Average number of holes in the upper,
Berdasarkan hasil dari pengamatan ini, middle and lower part of coffee twig
ditemukan beberapa jenis semut (Formicidae) in multistrata and shaded coffee
yang masuk ke dalam lubang gerek X. systems
compactus dan memakan larva yang ada di
dalamnya. Selain itu juga ditemukan parasit Wrigley (1988), mengatakan bahwa X.
dari famili Eulophidae (Tetrastichus compactus lebih suka menyerang ranting-
xylebororum) di dalam lubang gerek. Namun ranting bagian atas, hal ini sejalan dengan hasil
tidak dilakukan pengamatan secara kuantitatif pengamatan yang dilakukan di Sumberjaya.
mengenai jenis spesies dan aktivitas predasi Banyaknya lubang gerek pada ranting bagian
pada kedua sistem yang diuji. atas diduga dipengaruhi oleh:
(a) Fase pertumbuhan pohon kopi
3. Posisi lubang gerek Pada sistem kopi naungan sederhana,
Hasil pengamatan di Sumberjaya, pohon penaung Gliricidia umumnya
menunjukkan bahwa rata-rata jumlah lubang menggugurkan daun pada musim kemarau
gerek per ranting pada sistem kopi multistrata sehingga cahaya matahari yang masuk ke
lebih sedikit (rata-rata 1.7 lubang) bila tanaman kopi lebih banyak, sehingga
Subekti Rahayu dkk. : Dapatkah Sistem Agroforestry Kopi ......................................................................................

meningkatkan aktivitas fotositesis dan Luas serangan X. compactus sudah


pertumbuhan ranting. Ranting-ranting kopi merata yaitu 65% pada sistem kopi
muda umumnya tumbuh pada bagian atas multistrata dan 75% pada sistem kopi


tanaman dan mempunyai struktur yang naungan sederhana.
lunak sehingga menarik bagi X. compactus Intensitas dan luas serangan X.
(Najiyati, 2004). Dari pengamatan ini, compactus oleh kerapatan populasi dan
didapatkan bahwa lubang gerek aktif yang keragaman jenis pohon penaung,
masih ditempati X. compactus banyak kerapatan populasi kopi, kesuburan
ditemukan pada bagian atas, sedangkan di tanah dan keberadaan predator. Semakin
bagian bawah hanya tinggal bekas gerekan. tinggi kerapatan pohon penaung
intensitas serangan X. compactus
(b) Tingkat kemudahan ditemukan semakin tinggi, tetapi luas serangannya


semakin rendah.
X. compactus lebih sering
menyerang tanaman secara vertikal dari Musuh alami yang ditemukan pada
tanaman penaung di kedua sistem
pada secara horisontal Dridz (2003). X.
pengelolaan lahan kopi adalah
compactus betina dewasa setelah kawin Hymenoptera (Eulophidae, Bombidae,
akan keluar dari lubang gerek untuk mencari Formicidae); Coleoptera (Staphylinidae),
inang yang baru. Karena lubang gerek lama Araneidae dan Tetrastichus
yang ditinggalkan umumnya berada pada

xylebororum
bagian atas tanaman, maka penggerek
Hama potensial yang ditemukan pada
tersebut lebih mudah menemukan inang
kedus sistem pengelolaan lahan kopi
baru yang ada di bagian atas pula.
adalah penggerek biji (Hypothenemus
hampei), kutu hijau (Coccus viridis),
4. Hama lain pada tanaman kopi
kutu putih (Ferrisia virgata), penggerek
batang (Zeuzera coffeae), kutu bungkuk
Hama lain yang ditemukan pada pohon
(Homoptera: Membracidae) dan kutu
kopi selain hama penggerek ranting

daun (Aphis sp.).
Xylosandrus, antara lain adalah penggerek biji
Lebih beragamnya jenis pohon penaung
(Hypothenemus hampei), kutu hijau (Coccus
dapat mengurangi serangan hama
viridis), kutu putih (Ferrisia virgata), penggerek
penggerek ranting kopi. Gliricidia yang
batang (Zeuzera coffeae), kutu bungkuk
umumnya dipakai sebagai penaung
(Homoptera: Membracidae) dan kutu daun
pohon kopi, cukup efektif sebagai
(Aphis sp.). Kutu putih dan penggerek batang
pelindung kopi dari serangan penggerek
ditemukan hanya pada beberapa plot yang
ranting.
diamati, sedangkan kutu hijau ditemukan pada
hampir semua (94%) plot yang diamati pada
SARAN
kopi naungan dan 88% pada kopi multistrata.
Untuk hama penggerek biji tidak dapat diberikan
Guna memperbaiki startegi pencegahan
informasi secara lengkap karena pengamatan
serangan hama penggerek ranting kopi X.
dilakukan setelah panen.
compactus, maka penelitian ke arah pemahaman
faktor-faktor pembatas perkembangan hama
KESIMPULAN
sangat diperlukan. Pengukuran pada penelitian
ini masih dilakukan pada musim kemarau saja
Dari hasil pengamatan serangan penggerek
dengan kelembaban udara yang relatif rendah,
• Intensitas serangan X. compactus pada
ranting kopi X. compactus disimpulkan bahwa:
sehingga hasil yang diperoleh masih belum bisa
menggambarkan kisaran kondisi lingkungan
sistem kopi multistrata 18% dan pada
dalam satu musim tanam. Untuk itu pengukuran
sistem kopi naungan sederhana 25%.
di musim penghujan masih perlu dilakukan
Subekti Rahayu dkk. : Dapatkah Sistem Agroforestry Kopi ......................................................................................

UCAPAN TERIMA KASIH seresah, populasi cacing tanah dan


makroporositas tanah. Agrivita, 26: 68-
Ucapan terima kasih disampaikan 80
kepada Project BASIS yang telah memberikan Hairiah, K., Widianto, Suprayogo, D., Widodo,
bantuan dana sehingga penelitian ini dapat R.H., Purnomosidhi, P, Rahayu, S. dan
berjalan, kepada Dr. F.X Susilo, Dr. Meine van Van Noordwijk, M. 2004b. Ketebalan
Noordwijk, Prof. Dr. Kurniatun Hairiah atas Seresah sebagai Indikator Daerah Aliran
saran dan komentar yang sangat bermanfaat Sungan (DAS) Sehat, World
dalam tulisan ini. Agroforestry Centre, 41pp.
Hindayana, D., Judawi, D., Priharyanto, D.,
DAFTAR PUSTAKA Luther, G.C., Purnayara, G.N.R., Mangan,
J., Untung, K., Sianturi, M., Mundy, R.
Agus, F. dan Van Noordwijk, M. 2004. dan Riyanto. 2002. Musuh Alami, Hama
Alternative to Slash and Burn (ASB), dan Penyakit Tanaman Kopi. Proyek
phase 3: Facilitating the development of Pengendalian Hama Terpadu. Direktorat
agroforestry systems. In: Agus, F. and Perlindungan Perkebunan, Direktorat Bina
Van Noorrdwijk, M (eds). Alternative to Produksi Perkebunan, Departemen
Slash and Burn (ASB), phase 3: Facilitating Pertanian. Jakarta. 52pp.
the development of agroforestry systems. Hanum, I.F. dan van der Maesen, L.J.G. 1997.
Phase 3 Sythesis and Summary Report, Prosea 11: Auxiliary plants. Prosea,
p: 1-7 Bogor, 389pp.
Aini, F.K., Susilo, F.X., Yanuwiyadi, B. and Jansen, A. 2005. Plant Protection in Coffee:
Hairiah, K. 2006. Meningkatnya potensi Recommendation for the Common Code
sebaran hama rayap Odontotermes spp. for the Coffee Community-Initiative,
setelah alih guna hutan menjadi Common Code for the Coffee
agroforestri berbasis kopi: Efek Community, 65pp.
perubahan iklim mikro dan ketersediaan Kimani, M, Little, T and Vos, J.G.M. 2002.
makanan terhadap kerapatan populasi. Introduction to Coffee Management
AGRIVITA 28(3): hal…. through Discovery Learning. CABI
Dariah, A., Agus, F., Arsyad, S., Sudarsono dan Bioscience. Africa Regional Centre,
Maswar. 2004. Erosi dan aliran per- Nairobi, Kenya. 35p.
mukaan pada lahan pertanian berbasis Krebs, C.J. 1989. Ecological methodology.
tanaman kopi di Sumberjaya, Lampung University of British Columbia, Harper
Barat. Agrivita, 26: 52-59 Collins Publishers, 654p
Dewi, W.S., Suprayogo, D., Yanuwiyadi, B. Lavabre, E.M. 1959. Le scolyte des branchettes
And Hairiah, K. 2005. Dapatkah agro- du cafeier robusta, Xyloborus morstatti
forestri mempertahankan biodiversitas Hage. The Cafe, Caco 3 : 21-33
cacing tanah? Agrivita (forthcoming) Najiyati, S.D. 2004. Kopi Budidaya dan
Drizd, Lara. 2003) The Black Twig Borer: A Penanganan PascaPanen. Penebar
Study of The Damage Done to Swadaya. Bogor.
Unprotected Hawaiian Coffee. http: // O’Connor T., Rahayu S. And van Noordwijk M.
www.ncf.edu/mccord/The%20Black%2 2005. Birds in a coffee agroforestry
0Twig%20Borer.pdf. 19 September lanscape in Lampung. World Agro-
2005 forestry Centre, 27p.
Hairiah, K., Suprayogo, D., Widianto, Berlian, Pinto, LS, Perfecto, I, Hernandez, JC and Nieto,
Suhara, E., Mardiastuning, A., Widodo, JC. 2000. Shade effect on coffee
R.H., Prayogo, C dan Rahayu, S. 2004a. production at the northern Tzeltal zone
Alih guna lahan menjadi hutan menjadi of the state of Chiapas, Mexico.
lahan agroforestri berbasis kopi: ketebalan
Subekti Rahayu dkk. : Dapatkah Sistem Agroforestry Kopi ......................................................................................

Agriculture, Ecosystems and Envi-


ronment 80: 61-69
SIPPO (Swiss Import Promotion Programme).
2002. Part B: Production guidelines for
organic coffee, cocoa and tea. www.
sippo.ch/files/publications/bio-
cacao_b.pdf, p: 51-64.
Schroth, G., Krauss, U, Gasparotto, L., Duarte,
J.A. 2000. Pest and diseases in agro-
forestry systems of the humid tropics.
Agroforestry systems 50: 199-241.
Suprayogo, D., Widianto, Purnomosidhi, P.
Widodo, R.H., Rusiana, F., Aizi, Z.Z.,
Khasanah, N. dan Kusuma, Z. 2004.
Degradasi sifat fisik tanah akibat alih
guna lahan hutan menjadi sistem kopi
monokultur: kajian perubahan makro-
porositas tanah. Agrivita, 26: 60-67
Susilo, F.X. 2005. Dampak alih guna lahan
hutan menjadi agroforeskti berbasis kopi
terhadap biodiversitas semut. Agrivita
(the same journal).
Tenbrink, V.L. dan Hara, A.R. 1994.
Xylosandrus compactus (Eichoff).
www.extento.hawaii.edu 12 Juli 2005.
Van Noordwijk, M., Rahayu, S., Hairiah, K.,
Wulan, Y.C., Farida, A. And Verbist, B.
2002. Carbon stock assessment for a
forest-to-coffee conversion landscape in
Sumberjaya (Lampung, Indonesia):
from allometric equations to land use
change analysis. Science in China, 45:
75-86.
Van Noordwijk, M., Agus, F., Suprayogo, D.,
Hairiah, K., Pasya, G. And Farida. 2004.
Peranan agroforestri dalam memper-
tahankan fungsi hidrolodis daerah aliran
sungai (DAS). Agrivita, 26: 1-8
Widianto, Suprayogo, D., Noveras, H., Widodo,
R.H., Purnomosidhi, P dan Van Noor-
dwijk, M. 2004. Alih guna lahan hutan
menjadi lahan pertanian: Apakah fungsi
hidrologis hutan dapat digantikan sistem
kopi monokultur? Agrivita, 26: 47-51
Wrigley, G. 1988. Coffee. Tropical Agriculture
Series. Longman Scientific and
Technical. Longman Singapore Publi-
shers (Pte) Ltd. 639p.

Anda mungkin juga menyukai