Anda di halaman 1dari 407

BLOK FARMAKOTERAPI I:

MUAL
MUNTAH
apt. Ardiyatul Iffah Kelana, M.Clin.Pharm.

UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG


TUJUAN

01 Definisi & Etiologi 02 Patofisiologi

03 Tatalaksana Terapi 04 Kondisi Khusus

05 Monitoring
DEFINISI
Perasaan dalam kerongkongan atau
NAUSEA daerah epigastric yang memberikan tanda
(MUAL) akan muntah

Pengeluaran isi lambung secara aktif


melalui mulut akibat adanya kontraksi
VOMITING abdomen, pilorus, elevasi kardia disertai
(MUNTAH) relaksasi sfingter seofagus bagian bawah
(LES)
ETILOGI
• Mual dan muntah dapat berkaitan
dengan adanya varias kondisi klinik

• Gangguan GI, kardiovaskular


(infark miokard), infeksi,
gangguan neurologis, penyakit
metabolik (ketoasidosis),
kehamilan, dsb
• Induksi obat (Drug-induced nausea
and vomiting)

• Pengobatan kanker (agen


sitotoksik)
PATOMEKANISME
Keinginan untuk muntah (sensasi psikis) yang dirasakan di tenggorokan atau perut,
dapat disertai gejala pucat, berkeringat, takikardi, anoreksia

Nausea
Bulb
us d
uod
eni
PATOMEKANISME
Kontraksi lambung, sfingter esophagus bawah membuka; sfingter esophagus atas masih
menutup dan inspirasi dalam dengan kontraksi diafragma diikuti relaksasi otot dinding perut
dan lambung sehingga kimus yang awalnya masuk ke esofagus kembali ke lambung

MENUTUP
RETCHING

MEMBUKA
PATOMEKANISME
Pengeluaran isi lambung karena retroperistalsis GI (kontraksi diafragma dan otot
abdomen, pilorus menutup, sfingter membuka)

MEMBUKA

Vomiting
MEMBUKA

MENUTUP
PATO
FISIO
LOGI
3 2

1
PATO 4
FISIO
LOGI
TANDA & GEJALA KLINIK
• Gejala (Symptoms)
• Simple: self limiting, resolves spontaneous and requires only symptomatic therapy
• Complex: Not relieved after administration of antiemetics; progressive deterioration of
patient secondary to fluid-electrolyte imbalance; usually associated with noxious agent or
psychogenic events
• Tanda (Sign)
• Simple: patient complaint of queasiness or discomfort
• Complex: Weight loss; fever; abdominal pain
○ Laboratorium
• Simple: None
• Complex: Serum electrolyte concentration; upper/lower GI Evaluation
PENATALAKSANAAN TERAPI

TUJUAN TERAPI

Mencegah dan menghilangkan mual dan muntah

PENDEKATAN TERAPI
Pilihan terapi dapat berupa obat maupun tanpa obat bergantung
dg kondisi pasien
PENATALAKSANAAN TERAPI

TERAPI NON FARMAKOLOGI TERAPI FARMAKOLOGI

1. Menghindari faktor penyebab 1. Etiologi dan gejala


(makanan, psikologi) 2. Derajat keparahan
2. Terapi suportif (relaksasi, istirahat, dll) 3. Rute pemberian obat
4. Riwayat penggunaan obat antiemesis
sebelumnya
AGEN TERAPI
ANTASIDA

H2RA

ANTIHISTAMIN

ANTIKOLINERGIK

DOPAMINE ANTAGONIST

BENZODIAZEPINES

STEROID

NEUROKININ-1 RA

5HT-3 Receptor Antagonist


ANTASIDA & H2RA

Antasida Obat Dosis Cara Minum


Antasida DOEN Tab: 3x1-2 tab 1 jam ac
• Mekanisme kerja: Menetralkan asam lambung (Al(OH)3 200 mg (dws); (dikunyah)
dan MgOH 200 mg) 3x1 tab (6-12 th)
Syr: 3x15 ml
H2RA (H2 Receptor Antagonist)
• Mekanisme kerja: menghambat reseptor histamine 2 di sel
parietal lambung sehingga menghambat sekresi asam
• Obat: Cimetidine, Famotidine, Ranitidine Obat Dosis Cara Minum
• Hati-hati penggunaan cimetidine! (inhibitor CYPA1A2, Ranitidine 2-1x150 mg Malam hari sebelum tidur
CYP2D6,CYP3A4) potential drug interaction)
Cimetidine 2x200 mg Setelah makan pagi dan
sebelum tidur
Famotidine 2x10 mg
ANTIHISTAMIN - ANTIKOLINERGIK
• Bekerja di area sistem vestibular
• H1RA: menghambat reseptor histamin 1 (Dimenhidrinat, dipenhydramin)
• Antikolinergik: parasimpatolitik; memblok asetilkolin pada parasimpatik (hyoscine/scopolamine)
• Indikasi: Motion sickness
• ESO: drowsiness, confusion, blurred vision, dry mouth, retensi urin
DOPAMINE ANTAGONIST

• Bekerja memblok reseptor dopamine terutama di CTZ


• Umumnya digunakan pada pasien gastritis atau gastroenteritis
• ESO: EPS (extrapyramidal syndrome), disfungsi hepar, aplasia, sedasi
NK-1 RA
● Substansi P adalah neurotransmiter peptida neurokinin (NK)
yang dengan reseptor NK1. Fase akut CINV dimediasi oleh
serotonin dan substansi P, sedangkan substansi P diyakini
sebagai mediator utama dari fase tertunda.
● Aprepitant adalah zat antagonis reseptor P/NK1 pertama yang
digunakan secara klinis; lainnya sedang dalam pengembangan.
Kemanjuran aprepitant ditunjukkan pada pasien yang menerima
kemoterapi berbasis cisplatin, doxorubicin dan
cyclophosphamide.
PEMILIHAN ANTIEMETIK PADA KONDISI
KHUSUS

CINV RINV ANAK

PONV KEHAMILAN MOTION


SICKNESS
1
Chemoterapy induced nausea vomiting (cinv)

• Tujuan Mencegah mual/muntah khususnya pada agen dengan


potensi tinggi; kontrol optimal emesis akut
• Klasifikasi CINV : Anticipatory; Akut; Delayed
• Faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan antiemetik:
potensi emetogenik dari agen kemoterapi; faktor pasien (eso
dan cost); pola emesis setelah pemberian agen kemoterapi
• Guidelines: ASCO (American Society of Clinical Oncology) dan
NCCN (National Comprehensive Cancer Network)
20
ASCO, 2020
Menghambat ikatan antara
substansi P dengan NK1
reseptor secara spesifik

ASCO, 2020
ASCO, 2020
NCCN, 2017
2
Post operative Nausea and Vomiting (PONV)

• Tidak semua operasi membutuhkan antiemetic


• Faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan antiemetic:
Faktor risiko; potensi morbiditas; eso antiemesis; efikasi;
biaya
• Profilaksis

• Untuk pasien resiko tinggi emesis

• Dolasetron, granisetron, ondansetron, dsb

• Deksametason (dapat dikombinasi) sebelum induksi


anastesi;

• Dolasetron, granisetron, ondansetron end of surgery


• Penanganan PONV

• Untuk pasien (beresiko tinggi) tidak mendapat profilaksis


atau hanya menerima deksametason dolasetron/
ondansetron/granisetron
3
Radiation-Induced Nausea Vomiting (RINV)

• Faktor risiko: tempat radiasi, dosis, luas daerah radiasi


• Profilaksis RINV 5HT3 Reseptor Antagonis + dexamethasone (High risk);
5HT3 Reseptor Antagonis (moderate to low risk)
• Penanganan RINV proklorperazine, metoclopramide atau thiethylperazine
sebagai agen rescue dan mendapatkan agen profilaksis 5HT3 RA

ASCO, 2020
ASCO, 2020
ASCO, 2020
4
MUAL/MUNTAH PADA KEHAMILAN
• Mual/muntah pada kehamilan self-limited, meskipun 1-3% berkembang menjadi
hyperemesis gravidarum
• Terapi nonfarmakologi jahe, menghindari stress
• Terapi farmakologi :

• Pyridoksin (10-25 mg setiap 1-4x/hari) dengan dan/atau tanpa doxylamine


(12,5-20 mg; 1-4x/hari)

• Gejala menetap Antagonis reseptor H1 (dimenhydrinate 50-100 nmgh PO tiap


4-6 jam; diphenhydramine 25-50 mg PO tiap 4-6 jam; meclizine 25 mg PO tiap
4-6 jam)

• Gejala tetap masih muncul ditambahkan Antagonis dopamine


(metoclopramide 5-10 mg IV tiap 8 jam; promethiazine 12,5-25 mg IV tiap n4 jam;
prochlorperazine 5-10 mg PO tiap 6 jam)

• Hyperemesis gravidarum kortikosteroid (MP 16 mg PO/IV tiap 8 jam selama 3


5
MUAL/MUNTAH PADA ANAK

• Gastroenteritis pada pediatric promethazine (KI penggunaan


kurang dari 2 tahun)
• CINV Kortikosteroid + 5HT3 RA
• Penyesuaian dosis sesuai rekomendasi pada anak
6
MOTION SICKNESS

• Faktor penyebab: perjalanan kapal/udara/mobil; factor individu


• Terapi non farmakologi relaksasi, kurangi stimulus pergerakan,
membatasi aktivitas, meningkatkan ventilasi
• Terapi farmakologi antihistamin antikolinergik (difenhidramin,
scopolamine, meclizine, dll)
MONITORING

• Monitoring Efektivitas terapi: keluhan mual/muntah


pasien; cairan elektrolit; tekanan turgor
• Monitong Efek samping obat: EPS (metoclopramide);
drowsiness (antihistamin); dsb
TERIMA KASIH
BLOK FARMAKOTERAPI I:
GASTROESOPHAGEAL
REFLUX DISEASE
(GERD)
apt. Ardiyatul Iffah Kelana, M.Clin.Pharm.

UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG


TUJUAN

01 Definisi & Etiologi 02 Patofisiologi

Penatalaksanaan
03 Terapi 04 Monitoring
PENDAHULUAN
• Suatu gangguan di mana isi lambung mengalami
refluks secara berulang ke dalam esofagus, yang
menyebabkan terjadinya gejala dan/atau
komplikasi yang mengganggu
• GERD menimbulkan gejala khas seperti
heartburn (rasa terbakar di dada yang kadang
disertai rasa nyeri dan pedih) serta gejala-gejala
lain seperti regurgitasi (rasa asam dan pahit di
lidah), nyeri epigastrium, disfagia, dan
odinofagia
• Heartburn tidak mempunyai padanan kata dalam
bahasa Indonesia, sehingga anamnesis perlu
dilakukan dengan cermat à “rasa panas dari ulu
hati dan naik ke arah dada”
Kerusakan mukosa
esofagus pada
ESOFAGITIS EROSIF Erosive Esophagitis/ERD
pemeriksaaan endoskopi
(Erosive Esophagitis)
GERD
gejala reflux yang
GEJALA REFLUX mengganggu tanpa
TANPA KERUSAKAN Non-Erosive Reflux
adanya kerusakan Disease (NERD)
ESOFAGUS mukosa esofagus pada
pemeriksaan endoskopi

KOMPLIKASI GERD
Esophageal strictures, Barrett’s esophagus, and adenocarcinoma esophagus
PATOFISIOLOGI
GERD à multifactorial
Adanya gangguan pada tekanan LES, gangguan barier anatomic (hiatal hernia), terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan
refluks dengan mukosa esofagus (penurunan bersihan esofageal), penurunan saliva yang mengandung bikarbonat sebagai buffer pada
permukaan esofagus, obesitas (meningkatkan tekanan abdominal) à refluks isi lambung
GANGGUAN TEKANAN LES
• Sfingter esofagus bagian bawah / LES pada umumnya
dalam keadaan tonik (kaku), keadaan berkontraksi untuk
mencegah refluks isi lambung
• Saat menelan à relaksasi à memungkinkan makanan
untuk masuk ke dalam lambung
• Mekanisme tekanan LES yang abnormal mengakibatkan
refluks:
1. Adanya relaksasi spontan sementara dari LES (bukan
karena menelan) yang dapat disebabkan adanya kondisi
distensi esofageal, muntah, sendawa.
2. Stress refluks à adanya peningkatan sementara
tekanan intraabdominal seperti saat mengejan,
membungkuk, manuver valsava
3. LES dalam keadaan atonik (tidak kaku) sehingga terjadi
reflux (scleroderma)
GANGGUAN TEKANAN LES
• Sfingter esofagus bagian bawah / LES pada umumnya dalam keadaan tonik
(kaku), keadaan berkontraksi untuk mencegah refluks isi lambung
• Saat menelan à relaksasi à memungkinkan makanan untuk masuk ke dalam
lambung
• Mekanisme tekanan LES yang abnormal mengakibatkan refluks:
1. Adanya relaksasi spontan sementara dari LES (bukan karena menelan) yang
dapat disebabkan adanya kondisi distensi esofageal, muntah, sendawa.
2. Stress refluks à adanya peningkatan sementara tekanan intraabdominal
seperti saat mengejan, membungkuk, manuver valsava
3. LES dalam keadaan atonik (tidak kaku) sehingga terjadi reflux
(scleroderma)
BERSIHAN ESOFAGEAL
● Durasi kontak antara isi lambung dan mukosa esofagus à tingkat keparahan
kerusakan yang dihasilkan oleh refluks gastroesofagus
● Durasi kontak tergantung pada kemampuan esofagus membersihkan bahan
berbahaya serta frekuensi refluks à peristaltik primer sebagai respons
terhadap menelan atau peristaltik sekunder sebagai respons terhadap distensi
esofagus dan efek gravitasi.
● Menelan berkontribusi pada pembersihan esofagus dengan meningkatkan aliran
saliva. Air liur mengandung bikarbonat yang menyangga sisa bahan lambung di
permukaan esofagus
● Produksi air liur menurun dengan bertambahnya usia sehingga lebih sulit untuk
mempertahankan pH intraesophageal yang netral à kerusakan esofagus yang
disebabkan oleh refluks lebih sering terjadi pada orang tua
RESISTENSI MUKOSA
● Di dalam mukosa esofagus dan submukosa terdapat kelenjar penghasil mucus à
perlindungan esofagus
● Bikarbonat yang bergerak dari darah ke lumen dapat menetralkan refluks asam di
esofagus à Ketika mukosa berulang kali terpapar refluks pada kondisi GERD,
atau jika ada kerusakan pada pertahanan mukosa normal, ion hidrogen (H+)
berdifusi ke dalam mukosa à menyebabkan pengasaman seluler dan nekrosis
yang pada akhirnya menyebabkan esofagitis
● Resistensi mukosa tidak hanya berhubungan dengan mukus esofagus, tetapi juga
dengan tight epithelial junction, pergantian sel epitel, keseimbangan nitrogen,
aliran darah mukosa, prostaglandin, dan kesetimbangan asam-basa jaringan
PENGOSONGAN LAMBUNG
● Peningkatan volume lambung dapat meningkatkan frekuensi refluks dan jumlah
cairan lambung yang tersedia saat refluks
● Volume lambung berhubungan dengan volume bahan yang tertelan, laju sekresi
lambung, laju pengosongan lambung, dan jumlah serta frekuensi refluks
duodenum ke dalam lambung.
● Faktor-faktor yang meningkatkan volume lambung dan/atau menurunkan
pengosongan lambung à merokok dan makanan tinggi lemak
● Makanan berlemak dapat meningkatkan refluks gastroesofageal postprandial
dengan meningkatkan volume lambung, menunda laju pengosongan lambung,
dan menurunkan tekanan LES
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPERBURUK
KONDISI GERD

Iritan pada mukosa


Menurukan tekanan LES
esofageal
• Makanan (pedas, • Makanan (buah asam,
kopi/cafein, pepermint, kopi, jus jeruk, makanan
makanan berlemak) pedas, tomat)
• Obat-obatan: • Obat-obatan: Aspirin,
Antikolinergik, dopamine, NSAID, bifosfonat
estrogen, cafein, opioid,
progesterone, dsb)
GEJALA KLINIK
Gejala Tipikal
• Heartburn
• Hipersalivasi
• Sendawa
• Regurgitasi

Gejala Atipikal
• Asma non alergik
• Batuk kronis
• Faringitis
• Nyeri dada
• Erosi gigi
Gejala alarm
• Nyeri berkelanjutan
• Disfagia
• BB turun tidak diketahu penyebab pasti
• Cegukan
PEMERIKSAAN PADA GERD

Endoskopi saluran Pemeriksaan Pemeriksaan pH Metri


cerna bag atas (SCBA) Histopatologi 24 jam PPI test

• Standar baku (gold • Untuk menentukan • Untuk pasien GERD • Untuk diagnosis pasien
standard) diagnosis adanya metaplasia, sebelum operasi dg gejala tipikil tanpa
GERD dg esophagitis dysplasia, keganasan antireflux dan evaluasi tanda bahaya atau BE
erosive à adanya gejala NERD berulang • Memberikan PPI dosis
mucosal break pada setelah operasi ganda 1-2 minggu
esofagus • Evaluasi pasien yang tanpa endoskopi à
• Untuk pasien dg gejala tidak merespon dg PPI Jika saat PPI
alarm dan tidak dihentikan diagnosis
merespon penggunaan GERD dpt ditegakkan
PPI 2xsehari • Ekonomis dibanding
pemeriksaan lain
TATALAKSANA TERAPI

GOAL OF THERAPY: meringkankan gejala, mengurangi


frekuensi penyakit berulang, meningkatkan penyembuhan
luka pada mukosa dan mencegah komplikasi

Terapi GERD meliputi perubahan gaya hidup pasien;


intervensi farmakologis terutama penggunaan obat
penekan asam; dan operasi antireflux

Terapi Pemeliharaan: untuk mengontrol gejala dan


mencegah komplikasi
Terapi nonfarmakologi
● Tidur dengan posisi kepala lebih tinggi (6-8 inc) daripada badan
● Modifikasi gaya hidup

○ Menghindari makan 3 jam sebelum tidur

○ Menghindari makanan/obat yang dapat menyebabkan kekambuhan GERD

○ Menghindari rokok

○ Menghindari alcohol

○ Operasi Antireflux (Nissen fundoplication) à alternatif GERD refrakter à Dapat


dipertimbangkan pada pasien:

○ Tidak toleran terhadap pengobatan farmakologis

○ Kemauan untuk operasi dimana pasien mempertimbangkan kepatuhan


terapi

○ Komplikasi GERD

○ Memiliki manifestasi extraesophageal


PENDEKATAN TERAPI GERD

(Koda Kimble, 2013)


AGEN TERAPI
HISTAMINE-2
ANTASIDA RECEPTOR
ANTAGONIST
(H2RA)

PROTON PUMP
AGEN
INHIBITOR
(PPI) PROKINETIK

PELINDUNG
MUKOSA
PROKINETIK AGEN
Peran prokinetik dalam tatalaksana GERD masih terbatas karena alasan keamanan dan
mamfaat, seperti metoklopramid, cisapride, balcofen.
● Baclofen à antagonis reseptor gamma-amino- butyric acid B (GABA-B) yang
menghambat relaksasi transien dari sfingter bawah esophagus. Beberapa penelitian
menunjukkan baclofen akan mengurangi gejala refluks, mengurangi frekuensi relaksasi
sfingter esophagus dan paparan asam lambung terhadap esophagus, serta mempercepat
pengosongan lambung. Efek samping baclofen seperti dyspepsia, mengantuk, dan
mengurangi ambang kejang sehingga penggunaan baclofen jarang pada anak kecuali
dengan adanya penyakit dasar neurologis
● Cisapride àserotonin 5-HT4 reseptor agonis dan parasimpatomimetik. Cisapride
bekerja dengan cara menstimulasi reseptor serotonin untuk meningkatkan pelepasan
asetilkolin pada pleksus myenteric di usus otot polos. Hal ini meningkatkan tekanan
sfingter esofagus bagian bawah, memperpendek waktu transit lambung, mengurangi
refluks esofagus dan membantu penyembuhan ulkus esofagus. cisapride tidak lagi
tersedia untuk penggunaan rutin karena aritmia jantung yang mengancam jiwa bila
dikombinasikan dengan obat-obatan tertentu dan kondisi penyakit lainnya

● Metoklopramide à antagonis dopamine dapat meningkatkan tekanan LES dan


mempercepat pengosongan lambung pada pasien refluks gastroesofageal tetapi tidak
meningkatkan klirens esofagus. Efek samping metoklopramid à EPS dan kejadian
takifilaksis dengan penggunaan berkelanjutan membatasi kegunaannya dalam
merawat banyak pasien GERD. Kontraindikasi termasuk penyakit Parkinson,
obstruksi mekanik, penggunaan antagonis dopamin lain atau agen antikolinergik
secara bersamaan, dan pheochromocytoma.
S
MONITORING TERAPI
TERIMA KASIH
BLOK FARMAKOTERAPI I:

PEPTIC ULCER
DISEASE
(PUD)
apt. Ardiyatul Iffah Kelana, M.Clin.Pharm.

UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG


TUJUAN

01 Definisi & Etiologi 02 Klasifikasi

Penatalaksanaan
03 Patofosiologi 04 Terapi

05 Monitoring
PENDAHULUAN

• Peptic Ulcer Disease (PUD) adalah


suatu gangguan ulcerative pada
saluran gastrointestinal bagian atas
yang diakibatkan oleh asam dan
pepsin
• Luka yang terjadi pada bagian
lambung atau usus halus (duodenal)
bagian atas berkembang hingga
terjadi luka di esophagus, jejenum,
ileum, dan colon
ANATOMI GI

Kelenjar pada lambung:


• Kardia (bag. atas berbatasan dg
kerongkongan) à mukus
• Fundus (bag. atas kiri berada di
bawah diafragma)

• Sel kepala: pepsinogen

• Sel parietal: HCl dan air

• Sel leher: mukus


• Pylorus (bag. akhir lambung yang
terhubung dg usus haus) à mucus;
sel G (menghasilkan hormone
gastrin)
TIPE SEL &
HASIL
SEKRESI
SEKRESI ASAM
LAMBUNG
Difusi Pasif
Enterochromaffin-
Transport aktif sekunder
Transport aktif primer HCl like cells (ECL)

SEL G (Pilorus) à
Pembuluh darah

Saraf Parasimpatik
PROSES YANG BERKAITAN DENGAN GANGGUAN
PADA GI
SEKRESI ASAM SEKRESI PEPSINOGEN &
PERLINDUNGAN MUKOSA
PEPSIN

• Sel parietal mensekresi asam ke dalam • Sel mukosa gastrik mensekresi 2 tipe Mekanisme perlindungan mukosa sal.
lumen lambung melibatkan proses pro-enzim proteolitik : Cerna :
transport aktif dan difusi pasif. Aktivasi 1. Pepsinogen 1 → diproduksi sel leher • Sekresi mukus (melindungi sel-sel
H+/K+ ATPase (proton pump) → mukosa leher utama dan sebagai pelicin bagi
katalisasi pertukaran H+ intraseluler 2. Pepsinogen 2 → diproduksi sel mukosa, serta merintangi difusi balik
dengan K+ ekstraseluler mukosa duodenal dan gastrik ion hidrogen)
• Sekresi HCl distimulasi oleh : • Pepsin diaktifkan oleh pH asam, dan • Sekresi bikarbonat (menetralisir
1. Acetylcholine (muscarinic type diinaktifkan secara timbal balik oleh keasaman)
receptor) yg dilepaskan dari vagal pH > 4, dan dirusak secara irreversibel • Aliran darah mukosa
postganglion pada pH 7. • Penggantian epitel, pertumbuhan sel,
2. Gastrin yg dilepaskan dari G sel di • Pepsin adalah enzim zymogen dan pertumbuhan luka
mucosa jika terdapat asam amino dan (pepsinogen) dilepaskan oleh sel-sel • Prostaglandin (PGE2)
peptida (dr makanan) di lambung utama (sel chief) di lambung yang
3. Histamine (H2 type receptor) yang mendegradasi protein makanan
dilepaskan dari sel paracrine di dekat menjadi peptide.
sel parietal
ETIOLOGI
Helicobacter
pylori

Hypersecretion
of HCl
Gastric pain

Stomach Gastric bleeding

Genetic (HLA
B5)

NSAIDs
KLASIFIKASI

HELYCOBACTER
STRESS ULCER
PYLORI NSAID INDUCED
INDUCED (SMRD)
PATOFISIOLOGI
H.Pylori

• Spiral-shaped, pH sensitive Gram-negative, microaerofilik Bacterium


• Reside between mucus layer and surface epithelium cell.
• Aksi: (1) penetrate mucous layer (stomach or duodenum) → attach to the lining. (2) producing urease →
neutralizes the acid→ It survives in highly acidic environment (3) produces a number of toxins and factors
→ inflammation and damage to the lining → ulcers (4) alters certain immune factors → allow it to evade
detection and cause persistent inflammation for a person's lifetime

NSAID

• NSAID à Penghambat COX 1 (aspirin, asam mefenamat, ibuprofen, ketorolac, dsb) dan COX-2 (celecoxib,
enterocoxib)
• NSAID: (1) Nonselective (tradisional) NSAID: indomethacin, piroxicam, ibuprofen, naproxen, ketoprofen,
ketorolac; aspirin (2) partially selective NSAID: meloxicam, diclofenac, celecoxib (3) Selective COX-2
inhibitor: celecoxib

Stres

• Kondisi stress→neurohormonal berubah→ homeostatis GI terganggu → sekresi asm lambung meningkat


→ (faktor2 lain : rokok, life style dll)→ Peptic ulcer
• Konsumsi rokok kronis → penundaan pengosongan lambung, penghambatan sekresi bikarbonat
pankreas, refluks usus-lambung, →Sekresi asam lambung
H.PYLORI
Invasive
(endoscopyÿbiospy based)
• Biopsy urease test (e.g., CLO test)
• Histology
• Culture

Noninvasive
(endoscopy not required)
• Urea breath test
• Serology (IgG)
• Urine antibody
• Fecal antigen
NSAID INDUCED
TANDA & GEJALA

GEJALA TANDA
Weight loss may be associated with
Mild epigastric pain
nausea and vomiting

Complications à bleeding, perforation,


Nocturnal pain
or obstruction

Anemia, tarry stools (melena) or


The severity of pain often fluctuates
“coffee-grounds” emesis (hematemesis)

Pain often occurs 1 to 3 hours after


meals
Alarm signs!!!
Heartburn, belching, nausea, or
vomiting
SASARAN & STRATEGI TERAPI

Hipersekresi asam lambung à hambatan


sekresi asam lambung (H2RA/PPI); netralisasi
asam lambung (antasida)

Sistem perlindungan mukosa à


meningkatkan perlindungan mukosa
(sukralfat) à meningkatkan
penyembuhan tukak
PENATALAKSANAAN TERAPI

NON FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI

1. Mengurangi Rokok 1. Etiologi (H.pylori; Nsaid induced),


2. Mengurangi stress 2. Serangan pertama/kambuh;
3. Mengurangi penggunaan NSAID 3. Komplikasi
4. Mengurangi makanan dan minuman
pencetus (pedas, asam, kafein)
5. Istirahat cukup
AGEN TERAPI

Penghambat sekresi asam


lambung (H2RA,PPI)

Penetralisir Asam (Antasida)

Peningkatan Sistem Perlindungan


Mukosa Lambung (sukralfat)

Prostaglandin Sintetik
(Misoprostol)

Sediaan Bismuth (Bismuth


Salisilat), antibiotic

Somastatin Analog (Ocreotide)


Tatalaksana terapi h.pylori

Tujuan Pengobatan Regimen Eradikasi

Eradikasi kuman PPI – based three-drug regimen

Menyembuhkan penyakit tukak


Bismuth based four drug regimen
peptik
Alogaritma tatalaksana h.pylori
h.Pylori eradication regimen
Days of Eradication
Regimen success rate (%)
treatment

PBMT 7 85

PCM 7 84

PCA 7 82

PMA 7 76

BMT 14 80

PC 14 65

BMA 14 62

PA 14 58

P (PPIs); B (bismuth); M (metronidazole); T (tetracycline); C (clarithromycin); A (amoxicillin)

Meta-analysis of H. pylori eradication regimens (119 studies, 6416 patients). Modi®ed from Taylor et al. (1997)
Tatalaksana terapi tukak akibat
nsaid
Stop NSAID

Pemberian anti ulcer (PPI, H2RA, sukralfat), apabila


NSAID digunakan pilih COX-2 Inhibitor selective

Prophylactic drug cotherapy dengan PPI


(Omeprazol 20mg/Hari atau Lanzoprazol 30 mg/Hari)
Guidelines for Prevention of NSAID-Related
Ulcer Complications

Lanza et al., 2009. Am J Gastroenterol


• Pengobatan konvensional dengan
Regimen dosis H2RA atau sucralfat
menyembuhkan ulcer memerlukan
untuk

6 – 8 minggu
• PPI dapat menyembuhkan ulcer 4
minggu
• Antacid tidak digunakan sebagai
single agent untuk ulcer perlu
dosis/frekwensi yg tinggi
• Terapi pemeliharaan diperlukan
untuk mencegah kekambuhan,
terutama Pasien dengan riwayat
komplikasi ulcer, Penyakit ulcer
yang membandel, Kegagalan terapi
eradikasi HP, Penggunan NSAIDs
• Terapi pemeliharaan jangka
panjang dengan H2RA, PPI atau
sukralfat cukup aman, namun
sukralfat dihindari penggunaannya
pada pasien gangguan ginjal
H2RAs Therapeutic Considerations
Drug Common Side Effects Contraindications Considerations
Cimetidine • Headache Hypersensitivity to Cimetidine reduces
• Dizziness cimetidine metabolism of certain
• Arthralgia drugs (theophylline,
• Myalgia warfarin, phenytoin,
• Constipation lidocaine, & quinidine)
• Diarrhea
• Gynecomastia
• Galactorrhea
• Loss of libido
Ranitidine • Headache Hypersensitivity to Ranitidine can be given
Famotidine • Dizziness ranitidine or famotidine IV to treat patients who
• Arthralgia are not able to tolerate
• Myalgia the oral formulation
• Constipation
• Diarrhea
PPIs Therapeutic Considerations
Drug Common Side Effects Contraindications Considerations

Omeprazole • Headache Hypersensitivity to • Drug interaction with


Esomeprazole • Diarrhea omeprazole, ketoconazole or
Lansoprazole • Rash esomeprazole, itraconazole due to
Pantoprazole • Gastrointestinal lansoprazole, or the acid
discomfort pantoprazole environment
• Anorexia required for
• Back pain absorption of these
azole drugs
• Pantoprazole can be
given IV in patients
who are not able to
tolerate oral
pantoprazole
Antacids Therapeutic Considerations
Drug Common Side Effects Contraindications Considerations

Aluminum hydroxide • Constipation Hypersensitivity to All antacids can


• Osteomalacia in aluminum hydroxide potentially ↑ or ↓ the
patients with renal rate or extent of
failure absorption of
Magnesium • Diarrhea Hypersensitivity to concurrently
hydroxide • Hypermagnesemia magnesium hydroxide administered oral drugs
(in patients with renal by changing transit
failure) time or by binding the
drug
Sodium bicarbonate • Abdominal cramps • Respiratory alkalosis
• Flatulence • Hypocalcemia
• Alkalosis • Hypochloremia
• Vomiting
Calcium carbonate • Hypercalcemia Severe renal
• Nausea insufficiency
• Vomiting
• Anorexia
Coating Agents Therapeutic
Considerations
Drug Common Side Effects Contraindications Considerations

Sucralfate • Constipation Hypersensitivity to Decreased effectiveness of


sucralfate quinolones (e.g., ciprofloxacin)
because of chelation and
decreased absorption
Colloidal bismuth • Darkening of the Known allergy to Reduces absorption of
tongue and/or aspirin or other tetracyclines, likely through
stool nonaspirin chelation or by reducing
• Nausea salicylates solubility as a result of
• Vomiting increasing gastric pH
Prostaglandin Analogues Therapeutic
Considerations
Drug Common Side Effects Contraindications Considerations

Misoprostol • Gastrointestinal Pregnancy Cytoprotective effects mediated by


disturbance ↑ gastric mucus and bicarbonate
production
Other Considertions

Eradication therapy with a PPI-based 3-drug regimen should be considered for all
patients who test positive for HP (decrease recurrent)

Different antibiotics should be used if a second course of HP eradication therapy


is required

selective COX-2 inhibitors have not been shown to be any more effective than the
combination of PPI and a non-selective NSAID in reducing the incidence of ulcers,
and questions remain regarding their long-term cardiovascular safety
Monitoring terapi
Perbaikan gejala klinik

Reaksi alergi (pengobatan antibiotika pada HP)

Kepatuhan pasien

Kemungkinan interaksi obat

Efek samping
TERIMA KASIH
DIARE apt. Ardiyatul Iffah Kelana,
M.Clin.Pharm.
TUJUAN
• Memahami definisi dan etiologi diare
• Memahami patofisiologi diare
• Memahami penatalaksanaan diare
• Memahami monitoring terapi
PENDAHULUAN
• Peningkatan frekuensi dan penurunan konsistensi tinja dibandingkan dengan kondisi normal
• BAB (defekasi) dengan jumlah tinja lebih banyak dari normalnya (100-200 ml per jam
tinja), berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dan/atau disertai frekuensi
defekasi yang meningkat
• Diare terbagi berdasarkan onset dan durasi, yaitu diare akut dan diare kronik
MACAM-MACAM DIARE
Diare osmosis
 Disebabkan senyawa yang sukar diabsorbsi
 Terjadi pada intoleransi laktosa (defisiensi enzim lactase, enzim dalam intestine untuk mencerna disakarida
menjadi monosakarida), pemberian ion divalent (antasida mengandung Mg), karbohidrat sukar larut
(laktulosa)

Diare Secretory
 Terjadi peningkatan sekresi dalam usus melebihi kapasitasnya untuk menyerap kembali cairan sehingga
volume tinja meningkat → infeksi virus, kuman pathogen, hiperperistaltik usus karena bahan kimia,alergi
 Faktor penstimulasi → stimulasi cAMP intraseluler → inhiubit Na+/K+ ATP ase → meningkatkan sekresi
elektrolit → diare

Malabsorbsi
 Terjadi karena penurunan kemampuan small intestine untuk menyerap nutrisi karena pemicu lain (perubahan
motilitas, insufisiensi pancreas, perubahan absorbsi → diare banyak mengandung lemak
DIARE INFEKSI
• Sebagian besar kasus diare akut disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau protozoa dan
umumnya sembuh sendiri.
• Evaluasi penyebab noninfeksi dipertimbangkan jika diare berlanjut dan tidak ada organisme
menular yang dapat diidentifikasi, atau jika pasien termasuk dalam kategori risiko tinggi untuk
komplikasi metabolik dengan diare persisten.
• Viral gastroenteritis → rotavirus (40%)
• The bacterium Campylobacter is a common cause of bacterial diarrhea, but infections by
Salmonellae, Shigellae and some strains of Escherichia coli (E.coli) are frequent.
• Parasites do not often cause diarrhea except for the protozoan Giardia, which can cause chronic
infections if these are not diagnosed and treated with drugs such as metronidazole, and Entamoeba
histolytica
• Other infectious agents such as parasites and bacterial toxins also occur
PATOFISIOLOGI

Faktor Penyebab Perubahan Mekanisme Keseimbangan elektrolit Diare


fisiologi dan air terganggu

• Infeksi • Perubahan transport • Frekuansi BAB


virus/bakteri/parasit aktif ion oleh meningkat dengan
• Obat penurunan absorbsi konsistensi cair
Na+/peningkatan • Diare Infeksi
• Makanan (keracunan) sekresi Cl- • Diare non infeksi
• Stres • Perubahan motilitas
usus
• Peningkatan
osmolaritas luminal
• Peningkatan
tekanan hidrostatika
jaringan
TATALAKSANA TERAPI
Pencegahan diare
1. Mengindari faktor penyebab
- Terutama kontaminasi oleh infeksi protozoa, bakteri & virus - diare viral akut sering terjadi
di tempat penitipan anak.
- kontak person-to-person & makanan → penularan penyakit
2. Peningkatan status kesehatan masyarakat
- sanitasi dan higienisitas diperbaiki - pola hidup sehat
3. Monitoring status/kondisi pasien bila diare adalah efek sekunder penyakit yang lain
4. Penggunaan obat.
- untuk pelancong ke daerah endemi. - antibiotika dan bismuth subsalisilat
TERAPI NON FARMAKOLOGI
Tetap memperhatikan tatalaksana pencegahan diare→ menghindari penularan dan
berkembangnya infeksi lanjutan
1. Pengaturan makanan
- menghentikan konsumsi makanan pendukung diare (solid foods, poorly absorbed
food etc.)
2. Rehidrasi
- menjaga keseimbangan elektrolit dan air
- langkah terapi hingga akhir episode diare
- hindari hipernatremia
- penambahan asam amino → merangsang transport natrium & agen antisekretori
AGEN TERAPI FARMAKOLOGI
1. Antimotilitas
2. Adsorben
3. Antisekretori
4. Antibiotika
5. Mikroflora Usus
ANTIMOTILITAS
Opiat dan turunananya
 Menunda transit isi intraluminal
 Meningkatkan kapasitas perut, memperlama kontak dan absorpsi

1. Loperamida → turunan opiad yg bekerja di perifer


 Memperlambat gerakan usus
 Mengurangi sekresi cairan dengan menghambat Calmodulin (protein pengikat calsium) →
mengkontrol sekresi ion klorida

2. Difenoksilat, difenoksin→ derivat petidin→anti peristaltik yang menurunkan


motilitas saluran pencernaan.
Antikolinergik
Mekanisme : mengeblok tonus vagal dan memperpanjang waktu transit usus
Contoh : atropine →jarang digunakan pertimbangan efek samping (blurred vision, dry
mouth, and urinary hesitancy)
Agen ini dikontraindikasikan pada sebagian besar penyakit diare yang dimediasi toksin
(enterohemorrhagic E. coli, pseudomembranous colitis, shigellosis) → harus dihindari pada
pasien dengan demam tinggi dan diare berdarah.
Memperlambat waktu transit feses diperkirakan mengakibatkan kerusakan akibat transit
toksin yang diperpanjang.
ADSORBEN
Mekanisme : mengabsorpsi kemungkinan senyawa penyebab diare → symptomatic
relief
Contoh : kaolin, polikarbofil, atapulgit
ANTISEKRETORI
Bismuth subsalisilat
 antisekretori, antiinflamasi dan antibakteri
 Digunakan untuk gangguan pencernaan, meredakan kram perut, dan mengendalikan diare, termasuk
diare perjalanan (traveler’s diarrhea)
 Bisa toksik bila digunakan berlebihan→ salisilat → produksi salicylism → tinnitus, mual dan muntah

Octreotide
 analog oktapeptida sintetik dari somatostatin endogen
 menghambat pelepasan hormone
 mengeblok pelepasan serotonin, dan beberapa peptida aktif → kontrol diare - long-acting
ANTIBIOTIK
• Tidak digunakan pada kasus diare ringan dan dapat sembuh sendiri.
• Penggunaan pada diare berat terbukti dapat menurunkan durasi penyakit &
menurunkan morbiditas
• Mencegah proses invasi infeksi, dan penularan patogen person-to-person
• Pemilihan obat berdasarkan mikroorganisme penyebabnya
• Kolera → doksisiklin
• Shigella dysentri → Ciprofloxacin
• Amoebiasis/Giardiasis (parasite) → Metronidazole
• Campylobacter → Makrolida (azitromisin)
Traveler’s Diarrhea (TD)
adalah diare yang
diamalami oleh wisatawan
akibat terpapar pathogen di
daerah tujuannya. Tempat
tujuan merupakan faktor
risiko paling menonjol dalam
berkembangnya kasus TD.
Daerah yang beresiko
diantaranya negara
berkembang di Amerika
Latin, Afrika, Asia dan
Sebagian Timur Tengah
TRAVELER’S DIARRHEA
Most common pathogen:
 Enterogenic Toxin E. coli/ETEC (20-72%)
 Shigella (3-25%)
 Campylobacter (3-17%)
 Salmonella (3-7%)
Profilaksis:
 Bismuth subsalycilate 524 mg (2 tab) PO 4x sehari (3 minggu) → eso: black discoloration of tongue
and stools
 Profilaksis antibiotic → risiko tinggi → militer
Penanganan
 Antibiotik
 Loperamid → dipilih karena quicker onset dan longer duration → 4 mg awal, 2 mg/BAB max 16 mg
→ BAB TANPA DARAH
LACTOBACILLUS
• Agen probiotik → mengandung bakteri
atau ragi, seperti bakteri asam laktat
adalah suplemen makanan yang telah
digunakan selama bertahun-tahun dengan
harapan dapat menggantikan mikroflora
usus (mengembalikan fungsi normal usus dan
menekan pertumbuhan mikroorganisme
pathogen)
• Contoh: L-Bio; LactoB
MONITORING
1. Frekuensi buang air besar, dan konsistensi feses (keberhasilan terapi)
2. Kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit
3. Efek samping obat
4. Komplikasi diare
5. Test laboratorium (keberadaan infeksi mikroorganisme, darah, dsb)
TERIMA KASIH
KONSTIPASI apt. Ardiyatul Iffah Kelana,
M.Clin.Pharm.
TUJUAN
• Memahami definisi dan etiologi konstipasi
• Memahami patofisiologi konstipasi
• Memahami penatalaksanaan konstipasi
• Memahami monitoring terapi
PENDAHULUAN
• Konstipasi → sindrom yang ditandai dengan
1. BAB yang jarang (kurang dari 3x/minggu)
atau
2. BAB sulit dengan tinja yang keras
• Konstipasi sesekali biasanya tidak memerlukan
terapi farmakologi → terapi nonfarmakologi
ETIOLOGI
Primer Sekunder

• Normal-transit • Kondisi metabolik


constipation (NTC) → (diabetes, hiperkalsemi,
motilitas tidak berubah hipokalemi,
tetapi BAB keras hipomagnesmia)
• Slow-transit constipation • Neurogenic condition
(STC) →gangguan (stoke, parkinson, tumor)
motilitas, asupan kalori • Obstruksi (kanker colon,)
inadekuat • Obat (antidiare, opioid,
• Defecatory disorders → diuretik, calcium-
disfungsi pelvic containing product)
PATOFISIOLOGI

Perubahan fisiologis
GI (penurunan
Faktor penyebab motilitas; penurunan Konstipasi
kekuatan otot
dinding perut)

• Obat yang bekerja menghambat fungsi neurologic dan muskuler dari GI (kolon) → ESO konstipasi
• Obat tsb: opiate, antikolinergik, antasida yang mengandung alumunium atau calcium
• Opiat → memperpanjang waktu transit usus → mengakibatkan spastik / kejang dan kontraksi
nonpropulsif dan meningkatkan absrobsi elektrolit
• Antikolinergik → menghambat fungsi usus besar oleh aksi parasimpatolitik
TERAPI NON FARMAKOLOGI
Pengaturan makanan dengan makanan berserat (kacang, sereal, buah dan sayur,
worter)
Mencukupi asupan cairan
Pembedahan (slow transit constipation → abdominal colectomy atau ileorectal
anastomosis)
Biofeedback pelvic floor → pelatihan dasar panggul
TERAPI FARMAKOLOGI
Bulk Producers
• Mengembang dalam cairan usus → membentuk gel yang membantu eliminasi feses dan
meningkatkan peristaltic
• Contoh: natural (psyllium), semisyntetic (polycarbophil) atau sintetik (methylcellulose)
• Harus dengan asupan cairan yang cukup (240 ml/dosis) untuk mencegah tersangkut pada
kerongkongan dan obstruksi
Hiperosmotik
• Stimulasi air masuk ke dalam usus besar
• Contoh: laktulosa, sorbitol, glyserin
• Laktulosa (disakarida) dimetabolisme oleh bakteri kolon menjadi senyawa asam berbobot
molekul kecil → menghasilkan efek osmotik → menahan air di kolon
TERAPI FARMAKOLOGI

Lubrikan
• Melapisi tinja → lapisan berminyak yang menutupi tinja mencegah tinja
dari kehilangan ait untuk proses reabsorbsi usus → mudah dikeluarkan
• Contoh: Mineral oil
Stimulant Laxative
• Bisacodyl → merangsang pleksus syaraf mukosal kolon →smeningkatkan
peristaltik → efek defekasi
• Pemberian rektal >> oral
TERAPI FARMAKOLOGI
Emolien
• Pelunak tinja → mengurangi gesekan sehingga tinja lebih mudah dikeluarkan
• Contoh: docusate
Saline Agent
• Contoh: garam sodium, magnesium, phosphate

Intestinal Secretagogues
• Lubiprostane dan Linaclotide

Peripherally Acting miu-opioid receptor Antagonist


• Methylnaltexone bromide dan naloxegol
MONITORING TERAPI
Efikasi obat → frekuensi BAB, konsistensi tinja, dsb
TERIMA KASIH
Ria Ramadhani.,S.Kep.,Ns.,M.Kep.
Meilina R.D.,S.Kep.,Ns.,M.Kep.
RESPIRATORY SYSTEM
Brings oxygen into the body and removes carbon
dioxide and other gases.
• Saluran nafas yang dilalui udara adalah
hidung, faring, laring, trakea, bronkus,
bronkiolus dan alveoli.
• Di dalam saluran nafas udara akan
dihangatkan sebelum sampai ke alveoli.
• Saluran nafas juga merupakan suatu
sistem pertahanan yang memungkinkan
kotoran atau benda asing yang masuk
dapat dikeluarkan baik melalui batuk
ataupun bersin.
SALURAN NAFAS ATAS
HIDUNG
HIDUNG
 Hidung tersusun oleh tulang dan tulang rawan.
 Dasar rongga hidung (cavitas nasalis) dibentuk oleh Os.
maxilla dan palatine.
 Atap rongga hidung dibentuk oleh Os.Ethmoideus dan Os.
Sphenoid
 Di dalam hidung ada lubang yang menghubungkan hidung
dengan telinga yaitu meatus
 Vestibulum nasal merupakan bagian depan dari rongga hidung
(cavitas nasalis) yang terlihat dari luar dan dilapisi oleh
jaringan epitel.
 Di dalam vestibulum nasal tumbuh rambut hidung yang
berfungsi untuk menyaring udara
 Filters, warms, and moistens air
 Cavitas nasal (cavum nasi) merupakan sepasang ruang
pada tulang wajah dari tengkorak atau disebut rongga
hidung.
 Udara masuk melalui hidung ke dalam cavitas nasalis.
 Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang kaya akan
pembuluh darah, bersambung dengan lapisan faring
dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai
lubang masuk ke dalam rongga hidung.
 Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi. Struktur
ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan, sering
membengkok kesatu sisi.
Epitel Pernafasan pada Fossa Nasalis
Epitel Olfaktorius (Penghidu) Pada Concha Superior
• Bagian belakang rongga hidung
• Pipa berotot (saluran) yang berjalan dari dasar tengkorak
sampai persambungannya dengan oesophagus.
• Memiliki panjang ± 13 cm, menghubungkaan nasal dan
rongga mulut pada dasar tengkorak.
• Lanjutan dr saluran hidung yg meneruskan udara ke laring.
• Terdiri dari Nasopharynx, Oropharynx, Laryngopharynx.
• Common passageway for air, food, liquid
FARING
• Terdiri dari lempengan tulang rawan.
• Bagian dalam dindingnya digerakan oleh otot.
• Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah
dalam kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot kecil,
dan bagian atas esophagus.
• Terdapat selaput suara, bergetar jika ada dilalui udara,
fungsi berbicara.
• Bagian dalam dindingnya digerakan oleh
ototmenutup glotis: lubang/celah menghubungkan
faring-trakea
• Memiliki katup=epiglotis: selalu terbuka, menutup jika
ada makanan masuk ke kerongkongan
• Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas di
belakang dasar lidah. Epiglotis ini melekat pada bagian
belakang vertebra cartilago thyroideum.
• Terdapat plica aryepiglottica, berjalan ke belakang dari
bagian samping epiglottis menuju cartilago
arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring
GLOTIS DAN EPIGLOTIS
• Lipatan selaput lendir yang menutupi ligamen
vokal dan membentang di sepanjang salah
satu dinding laring dari sudut antara lamina
kartilago tiroid ke prosesus vokal kartilago
arytenoid.
• Plica vokalis adalah struktur yang terlibat
dalam produksi suara.
• Aliran udara menyebabkan lipatan vokal
bergetar dan menghasilkan suara.
PLICA VOCALIS
PLICA VOCALIS
• Otot-otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea,
cricoidea, dan thyroidea, melalui mekanisme kontraksi
dan relaksasi dapat mendekatkan dan memisahkan plica
vocalis. Otot-otot tersebut di inervasi oleh nervus cranialis
X (vagus).
• Suara dihasilkan oleh vibrasi plica vocalis selama
ekspirasi. Suara yang dihasilkan dimodifikasi oleh
gerakan palatum molle, pipi, lidah, dan bibir, dan
resonansi tertentu oleh sinus udara cranialis.
TRACHEA
• Sebuah tabung silinder yang fleksibel terdiri dari cincin
tulang rawan, dihubungkan oleh membran fibromuskular dan
dilapisi secara internal oleh mukosa.
• Trakea memfasilitasi lewatnya udara antara laring dan paru-
paru. Berada pada garis tengah leher dan sedikit ke kanan di
dada bagian atas.
• Wilayah trakea meluas mulai dari kartilago krikoid
superior (sekitar tingkat vertebra serviks keenam)
sampai ke carina inferior. Lokasi ujung bawah trakea
bervariasi tergantung postur tubuh, proses inspirasi dan
ekspirasi. Pada saat inspirasi dalam carina dapat turun
hingga setinggi vertebra toraks keenam.
• Panjang trakea berkisar antara 10 sampai 12 cm, rata-
rata sekitar 11 cm.


 Carina trakea merupakan punggungan atau penonjolan tulang
rawan di dasar trakea yang terjadi di antara pembagian dua
bronkus utama (bronkus utama kiri dan bronkus kanan).
 Terbentuk oleh 16-20 hyalin cartilage yang berfungsi sebagai
alat penahan agar saluran pernafasan tetap terbuka dan
dilindungi oleh jaringan kolagen berbentuk spiral dan diperkuat
oleh otot polos.
 Terdapat pusat produksi cairan mukosa untuk saluran
pernafasan yaitu sel goblet dan sel silia (sel epitel silindris
bersilia).
SELANJUTNYA ….
SALURAN NAFAS BAWAH
• Saluran nafas yang merupakan cabang dari trakea
pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima,
mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi
oleh jenis sel yang sama
• Bercabang dua ke paru-paru kanan dan paru-paru kiri.
Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar
diameternya. Bronkus kiri lebih horizontal, lebih
panjang, dan lebih sempit.
• Bronkus primer kanan bercabang menjadi 3 bronkus
sekunder (bronkus lobaris) dan bronkus kiri bercabang
menjadi 2 bronkus sekunder. Selanjutnya bronkus
sekunder bercabang-cabang menjadi bronkus tersier,
bronkiolus, bronkiolus terminal, bronkiolus respiratori
sampai pada alveolus.
• Sampai dengan percabangan bronkus terakhir sebelum
bronkiolus, bronkus dilapisi oleh cincin tulang rawan
untuk menjaga agar saluran nafas tidak kolaps atau
kempis sehingga aliran udara lancar.
• Bronchus dengan diameter lebih kecil dari 1 mm
• Terbentuk oleh jaringan epitelium
• Dinding bronchiolus terdiri dari otot polos yang
berfungsi untuk keperluan pengaturan jalannya udara
dan kestabilan temperatur udara
• Berakhir pada terminal bronchiolus. Akhir
percabangannya banyak terdapat gelembung-
gelembung alveolus yang merupakan tempat
pertukaran gas CO2 dengan O2
• Paru-paru adalah sepasang organ pernafasan yang
terletak pada rongga dada.
• Paru berada di atas diafragma, paru kanan dan kiri
dipisahkan oleh mediastinum.
• Dibandingkan dengan paru-paru kiri, maka paru-paru
kanan lebih besar dan lebih berat, tetapi lebih pendek
karena kubah diafragma kanan letaknya lebih tinggi. Juga
lebih lebar karena adanya jantung yang letaknya lebih ke
kiri dalam rongga dada.
• Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior,
medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua
lobus yaitu lobus superior dan inferior.
• Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang
mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula,
bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan
alveoli. Diperkirakan bahwa setiap paru-paru
mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai
permukaan yang cukup luas untuk tempat pertukaran
gas.
• Organ Paru berisi susunan jaringan bronchial untuk
memungkinkan terjadinya proses pernafasan.
• Sebuah lobulus paru terdiri atas bronkiolus, bronkiolus
terminal, bronkiolus respiratori dan alveoli
• Pada setiap akhir dari percabangan bronchiolus
terminalis terdapat gelembung2 alveolus yaitu tempat
dimana pertukaran gas CO2 dan O2 akan terjadi
• Organ Paru dibungkus oleh lapisan Membrana serosa
(serous membrane) yang dinamakan Pleura
• Paru-paru dibungkus oleh lapisan PLEURA:
1. Pleura Visceralis : Membungkus seluruh lapisan permukaan
paru (langsung melekat pd pulmo)
2. Pleura Parietalis : Membatasi mediastinum - diafragma -
dinding thorax (berbatasan dgn dinding thorax)
3. Diantara pleura visceral dan pleura parietal terdapat rongga
pleura yg berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas
sehingga memungkinkan pergerakan dan pengembangan paru
secara bebas tanpa ada gesekan dengan dinding dada
• Mediastinum adalah kompartemen sentral dari
rongga dada yang dikelilingi oleh jaringan ikat
longgar, sebagai daerah yang tidak berbatas yang
berisi sekelompok struktur di dalam toraks.
• Mediastinum berisi jantung dan pembuluh darahnya,
esofagus, trakea, saraf frenikus dan saraf jantung,
kelenjar timus, dan kelenjar getah bening pada
bagian dada tengah.
• Alveoli merupakan organ saluran pernafasan terkecil dengan
diameter ±0,2 mm.
• Di bungkus oleh pembuluh darah kapiler, dimana darah yang
mengandung CO2 akan dipertukarkan dengan gas O2 dari udara
yang diserap.
• Ada banyak saluran alveolar (ductus alveolar) dalam sistem
pernapasan yang menghubungkan kantung alveolar ke bronkiolus.
Kantung alveolar (Sakkus alveolar) adalah kantung dari banyak
alveoli, yaitu sel yang berfungsi dalam pertukaran oksigen dan
karbon dioksida di paru-paru.
• Karena ada banyak kantung alveolar, hal tersebut berarti ada
banyak saluran alveolar. Bahkan, diperkirakan ada sekitar 2 juta
saluran alveolar yang terletak di paru-paru.
• Duktus alveolar membantu alveoli dalam fungsinya. Alveoli sangat kecil
dan karena itu hanya dapat menangani pertukaran gas ketika udara tiba
di sana pada tekanan tertentu, dan dalam jumlah tertentu. Duktus
alveolar mengumpulkan udara yang telah dihirup dan diangkut melalui
saluran nafas dan menyebarkannya ke alveoli, yaitu di bagian kantung
alveolar.
• Setelah gas dipertukarkan oleh alveoli, kemudian duktus alveolar
mengumpulkan karbondioksida yang perlu dihembuskan. Kumpulan
karbondioksida dari banyak alveoli ke dalam duktus alveolar
memungkinkan tekanan udara di paru-paru berubah dan membantu lebih
banyak udara untuk dihembuskan pada satu waktu.
ALVEOLUS
• Rongga dada diperkuat oleh tulang-tulang yang
membentuk rangka dada. Rangka dada ini terdiri dari
costae (iga-iga), sternum (tulang dada) tempat sebagian
iga-iga menempel di depan, dan vertebra torakal (tulang
belakang) tempat menempelnya iga-iga di bagian
belakang.
TERDAPAT OTOT-OTOT YANG MENEMPEL PADA RANGKA
DADA YANG BERFUNGSI PENTING SEBAGAI OTOT
PERNAFASAN.
• Interkostalis eksterrnus (antar iga luar) yang mengangkat
masing-masing iga
• Sternokleidomastoid yang mengangkat sternum (tulang dada)
• Skalenus yang mengangkat 2 iga teratas
• Interkostalis internus (antar iga dalam) yang menurunkan iga-
iga
• Otot perut yang menarik iga ke bawah sekaligus membuat isi
perut mendorong diafragma ke atas
• Otot dalam diafragma yang dapat menurunkan diafragma
SELANJUTNYA ….
FISIOLOGI PERNAFASAN
• Bernafas adalah kerja otonom yang dikendalikan SSP
(medulla oblongata dan Pons)
• Bernafas: perpindahan oksigen (O2) dari udara menuju ke
sel-sel tubuh dan keluarnya karbondioksida (CO2) dari sel-
sel menuju udara bebas
• Pernafasan eksternal : Difusi O2 dan CO2 melalui
membran kapiler alveolus
• Pernafasan internal : proses transfer O2 dan CO2 antara
kapiler-kapiler dan sel tubuh
PROSES PERNAFASAN
Proses Pernafasan meliputi:
• Inspirasi: muskulus interkostalis kontraksitulang
rusuk terangkatrongga dada membesar, paru-paru
mengembangtekanan intra pulmonal ↓ atmosfer
↑udara dari luar masuk ke paru-paru
• Ekspirasi: muskulus interkostalis relaksasitulang
rusuk turunrongga dada menyempit, paru-paru
mengeciltekanan intra pulmonal ↑
atmosfer↓udara keluar dari paru-paru
PROSES PERNAFASAN
PROSES PERNAFASAN
DUA TEMPAT PERTUKARAN GAS
• Udara bergerak masuk dan keluar dari paru-paru karena
selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan
alveolus oleh kerja mekanik otot-otot
• Dipengaruhi oleh:
- Kadar oksigen atmosfer
- Kebersihan jalan nafas
- Daya recoil dan complience paru
- Pusat pernafasan
• Stadium ke dua proses respirasi mencakup proses
difusi gas-gas melintasi membran antara alveolus –
kapiler paru yang tipis (tebalnya kurang dari 0.5 µm).
Kekuatan pendorong untuk perpindahan ini adalah
selisih tekanan parsial, gas berdifusi dari tekanan tinggi
ke tekanan rendah.
PERTUKARAN GAS
• Oksigen dapat ditranspor dari paru-paru ke jaringan
melalui dua jalan :
1. Secara fisik larut dalam plasma (2%)
2. Secara kimia berikatan dengan hemoglobin sebagai
oksihemoglobin HbO2 (98%) ikatan kimia oksigen dan
hemoglobin ini bersifat reversibel.
PERTUKARAN GAS
• Transport CO2 dari jaringan keparu-paru melalui tiga cara
sebagai berikut:
1. Secara fisik larut dalam plasma (10 %)
2. Berikatan dengan gugus amino pada Hb dalam sel darah
merah (20%)
3. Di transport sebagai bikarbonat plasma (70%)
Karbondioksida berikatan dengan air dengan reaksi
seperti dibawah ini:
CO2 + H2O = H2CO3 = H+ + HCO3-
VOLUME DAN KAPASITAS PARU
VOLUME PARU
1. Volume Tidal (VT); Volume udara yang diinspirasi atau
diekspirasi setiap kali bernafas normal (±500 ml)
2. Volume Cadangan Inspirasi (VCI); Volume udara ekstra
yang dapat diinspirasi setelah inspirasi biasa dan di atas
volume tidal normal bila dilakukan inspirasi kuat (±3000 ml)
3. Volume Cadangan Ekspirasi (VCE); Volume udara ekstra
maksimal yang dapat diekspirasi melalui ekspirasi kuat
pada akhir ekspirasi tidal normal (±1100 ml)
4. Volume Residu (VR); Volume udara yang masih tetap
berada dalam paru setelah ekspirasi paling kuat (±1200 ml)
KAPASITAS PARU
1. Kapasitas Inspirasi = VT + VCI (Jumlah udara yg dapat dihirup
seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi normal dan
pengembangan paru sampai jumlah maksimum (±3500 ml))
2. Kapasitas Residu Fungsional = VCE + VR (Jumlah udara yang
tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal (±2300 ml))
3. Kapasitas Vital = VCI + VT + VCE (Jumlah udara maksimum yg
dapat dikeluarkan seseorang dari paru setelah terlebih dahulu
mengisi paru secara maksimum dan kemudian mengeluarkan
sebanyak-banyaknya (±4600 ml))
4. Kapasitas Paru Total = Kapasitas Vital + VR (Volume maksimum
yang dapat mengembangkan paru sebesar mungkin dengan
inspirasi sekuat mungkin (±5800 ml))
FARMAKOTERAPI
ISPA
(INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT)

PROGRAM STUDI FARMASI


UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2021
(PPOK/COPD)
DEFINISI
Penyakit obstruksi saluran nafas kronis dan progresif yang
dikarakterisir oleh adanya keterbatasan aliran udara yang
bersifat irreversibel, yang disebabkan Obstruksi saluran
napas kecil (obstruksi bronkiolitis/ bronchitis kronis) dan
kerusakan parenkim paru (emfisema) atau keduanya.
Penyakit yang dapat dicegah dan dapat diobati karena
pajanan partikel atau gas berbahaya yang signifikan
sehingga terjadi kelainan saluran napas dan atau kelainan
alveolar yang ditandai dengan gejala pernapasan
persisten dan keterbatasan aliran udara
BRONKHITIS
• Bronkhitis adalah kondisi peradangan pada daerah trakheobronkhial.
• Peradangan tidak meluas sampai alveoli.
• Bronkhitis dibagi menjadi bronchitis Akut dan Bronkhitis Kronik.
• Pada bayi penyakit ini dikenal dengan nama bronkhiolitis.
• Bronkhitis akut umumnya terjadi pada musim dingin, hujan, kehadiran
polutan yang mengiritasi seperti polusi udara, dan rokok
• Bronkhitis akut mungkin terjadi pada semua usia, Bronkhitis kronik
umumnya hanya dijumpai pada dewasa.
MANIFESTASI KLINIS
• Batuk yang menetap yang bertambah parah pada malam hari serta
biasanya disertai sputum.
• Sesak napas bila harus melakukan gerakan yang berat (naik tangga,
mengangkat beban berat)
• Lemah, lelah, lesu
• Nyeri telan (faringitis)
• Laringitis, biasanya bila penyebab adalah chlamydia
• Nyeri kepala
• Demam pada suhu tubuh yang rendah yang dapat disebabkan oleh
virus influenza, adenovirus ataupun infeksi bakteri.
• Adanya wheezing dan ronchii
• Skin rash dijumpai pada sekitar 25% kasus
ETIOLOGI BRONKITIS

• FAKTOR LINGKUNGAN : • FAKTOR HOST :


MEROKOK USIA
PEKERJAAN JENIS KELAMIN
POLUSI UDARA RIWAYAT PENYAKIT
INFEKSI PARU
GENETIC
STATUS SOSIAL-
EKONOMI
BRONKITIS AKUT
 Penyebab bronkhitis akut umumnya virus seperti rhinovirus,
influenza A dan B, coronavirus, parainfluenza, dan respiratory
synctial virus (RSV).
 Ada pula bakteri atypical yang menjadi penyebab bronkhitis yaitu
Chlamydia pneumoniae ataupun Mycoplasma pneumoniae yang
sering dijumpai pada
anak-anak, remaja dan dewasa.
 Bakteri atypical sulit terdiagnosis, tetapi mungkin menginvasi pada
sindroma yang lama yaitu lebih dari 10 hari.
Bronkitis kronik adalah
BRONKITIS KRONIK
keadaan pengeluaran
mukus secara berlebihan
ke batang bronchial
secara kronik atau
berulang dengan disertai
batuk, yang terjadi
hampir setiap hari selama
sekurangnya tiga bulan
dalam 1 tahun selama 2
tahun berturut turut.
PATOFISIOLOGI
ASAP ROKOK/POLUTAN

HAMBATAN MUCOCILIARY CLEARANCE

IRITASI BRONCHIOLE

HIPERPLASIA, HIPERTROFI DAN PROLIFERASI KELENJAR MUKUS

HIPERSEKRESI MUKUS (RESIKO INFEKSI BERULANG)

OBSTRUKSI
(Gold,
TUJUAN TERAPI

BRONKITIS AKUT  TERAPI • BRONKHITIS KRONIK


SUPORTIF
• Mengurangi
• Memberikan kenyamanan pasien, keganasan gejala
terapi dehidrasi dan gangguan • Menghilangkan eksaserbasi dan
paru yang ditimbulkannya untuk mencapai interval bebas
infeksi yang panjang.
• Terapi antibiotika pada bronkhitis akut tidak dianjurkan
• Jika ada demam dan batuk yang menetap lebih dari 6 hari, karena dicurigai
adanya keterlibatan bakteri saluran napas seperti S. pneumoniae,
H. Influenzae  perlu (+) antibiotik
• Untuk batuk yang menetap > 10 hari diduga adanya keterlibatan
Mycobacterium pneumoniae sehingga penggunaan antibiotika
disarankan  perlu pemeriksaat lebih lanjut  TB
DIAGNOSIS

(GOLD, 2017)
DERAJAT
KEPARAHAN PPOK

FORCED VITAL CAPACITY (FVC) ADALAH JUMLAH UDARA YANG DAPAT DIKELUARKAN SECARA PAKSA SETELAH INSPIRASI SECARA MAKSIMAL, DIUKUR DALAM LITER.

FORCED EXPIRATORY VOLUME IN ONE SECOND (FEV1) ADALAH JUMLAH UDARA YANG DAPAT DIKELUARKAN DALAM WAKTU 1 DETIK, DIUKUR DALAM LITER. BERSAMA
DENGAN FVC MERUPAKAN INDIKATOR UTAMA FUNGSI PARU-PARU.
TUJUAN TERAPI
TERAPI PADA EKSASERBASI AKUT :
1. MEMELIHARA FUNGSI PERNAFASAN
2. MEMPERPANJANG SURVIVAL
TERAPI PADA PPOK STABIL :
1. MENGURANGI TANDA DAN GEJALA
2. MENCEGAH EKSASERBASI AKUT
3. MENCEGAH PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI
4. MENINGKATKAN KONDISI KESEHATAN FISIK & PSIKOLOGI PASIEN
TERAPI
NON FARMAKOLOGI
1. MENGHENTIKAN KEBIASAAN MEROKOK.
2. REHABILITASI PARU-PARU SECARA KOMPREHENSIF DENGAN OLAH
RAGA DAN LATIHAN PERNAFASAN.
3. PERBAIKAN NUTRISI
Terapi
Farmakologi
PENGGUNAAN INHALASI
KORTIKOSTEROID
 Pada terapi PPOK penggunaan kortikosteroid inhalasi sebagai monoterapi tidak
disarankan dan biasanya dikombinasikan dengan agonis β adrenergik kerja panjang
(LABA).
 Kortikosteroid inhalasi digunakan pada terapi asma sebagai regimen
terapi multimodal dan ditambahkan ketika adanya peningkatan keparahan dan
frekuensi dari serangan asma.
 Penggunaannya sebagai terapi PPOK dibatasi untuk PPOK berat sampai sangat
berat, dan dikombinasi dengan LABA
 Kombinasi dari kedua obat tersebut akan bekerja secara sinergis dan sangat
bermanfaat untuk mengurangi inflamasi adanya peningkatan dalam status
kesehatan dan fungsi paru seiring dengan terjadinya penurunan serangan
TES KLASIFIKASI COPD
RHINITIS
RHINITIS
• ALLERGIC RHINITIS INVOLVES INFLAMMATION OF THE NASAL MUCOUS
MEMBRANE OCCURS WHEN INHALED ALLERGENIC MATERIALS CONTACT
MUCOUS MEMBRANES AND ELICIT A SPECIFIC RESPONSE MEDIATED BY
IMMUNOGLOBULIN E (IGE).
• THIS ACUTE RESPONSE INVOLVES THE RELEASE OF INFLAMMATORY
MEDIATORS AND IS HARACTERIZED BY SNEEZING, NASAL ITCHING, AND
WATERY RHINORRHEA,
OFTEN ASSOCIATED WITH NASAL CONGESTION.
• ITCHING OF THE THROAT, EYES, AND EARS FREQUENTLY ACCOMPANIES
ALLERGIC RHINITIS
DOSIS ORAL
BATUK
OBAT TAMBAHAN UNTUK MENGATASI BATUK
GOLONGAN OBAT BATUK
 Pharyngeal Demulcents  Lozenges, Cough Drops, Linctuses Containing Syrup, Glycerine, Liquorice
 Expectorants (Mucokinetics)
 Bronchial Secretion Enhancers: Sodium Or Potassium Citrate, Potassium Iodide, Guaiphenesin
(Glyceryl Guaiacolate), Balsum Of Tolu, Vasaka, Ammonium Chloride.
 Mucolytics: Bromhexine, Ambroxol, Acetyl Cysteine, Carbocisteine

 Antitussives (Cough Centre Suppressants)


 Opioid : Codein, Ethylmorphine, Pholcodein
 Nonopioid : Noscapine, Dextromethorphane, Chlophedianol
 Antihistamine : Chlorpeniramine, Diphenhydramine, Promethazine
 Peripherally Acting : Prenoxdiazine
FARMAKOTERAPI

TUBERKULOSIS (TBC)
PENGERTIAN TUBERKULOSIS
• Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).
Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.
• M. tuberculosis Disebut dengan basil tahan asam karena dinding
selnya yang tebal yang terdiri dari lapisan lilindan lemak yang
terdiri dari asam lemak mikolat.

Tipe TB
• TB laten, tidak sakit dan tidak dapat menularkan bakteri
M. tuberculosis kepada orang lain
• TB aktif, sakit serta dapat menularkan penyakit TB
tersebut kepada orang lain
• Sumberpenularan
penularan adalah penderita TB BTA positif pada waktu
batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan dahak).
• Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada
suhu kamar selama beberapa jam.
• Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam
saluran pernafasan.

• Jadi penularan TB tidak terjadi melalui perlengkapan makan,


baju, dan perlengkapan tidur
Etiologi TB

Tidak Ukuran : l= 0,3 – 0,6


berkapsul p= 1 – 4(dalam mm)

Tidak Bakteri
berspora aerob

Penyusun dinding sel


: asam mikolat, lilin
Batang kompleks, trehalosa
lurus/sedikit M.Tuberculosis dimikolat (cord
melengkung factor), dan
mycobacterial
sulfolipids.
Gejala Klinis
Tahap awal penemuan dilakukan dengan menjaring mereka yang memiliki gejala:
 Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat
diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan
lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
 Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
 Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke
Fasyankes dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien
TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
PATOGENITAS
Secara klinis terdiri dari primer dan pasca primer.
Basil tuberkel
Permukaan alveolar
Basil tuberkel Nafas/cerna/luka
paru

Nekrosis perkijuan Radang /lesi


(lesi proliferatif) eksudatif

Jaringan keju mencair keluar


sisa rongga sumber kuman-
kuman batuk berdarah.
Penularan

Droplet nuklei (1-3 Paru-paru


organisme)

Sistem imun yang baik, Reaksi imunologis


dormant sepanjang
hidupnya
(jaringan di
sekitarnyajaringan
parut, Bakteri
dormant)

Sistem imun yang


kurang, berkembangbiak
membentuk
ruangsputum
02 Patogenesis
TB Pulmoner Primer

Basil tb paru Fagosit makrofag

Setelah fagosit, bisa mati bisa bertahan hidup dan


bereplikasi di makrofag.

Menyebar Limfangitis, Menginaktivasi Laten /


Imunitas seluler
menuju limfe limfadenitis basil tb (ghon) reaktivasi
PATOFISIOLOGI
PATOFISIOLOGI
Gejala klinik pada anak
• Bb turun 3 bulan berturut – turut , tidak naik dalam 1 bulan
meskipun sudah dengan penanganan gizi yg tepat
• Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
tifus, dapat disertai dengan keringat malam)
• Pembesaran kalenjer limfe superfisialis yg tidak sakit, paling
sering didaerah leher, ketiak dan lipatan paha
• Gejala dari saluran nafas, misalnya batuk > 30 hari, nyeri
dada
Diagnosa
Pemeriksaan jasmani
Pemeriksaan dahak mikroskopis (SPS) Pemeriksaan
Biakan
Pemeriksaan Radiologik Pemeriksaan
serologi, Pemeriksaan darah
Uji tuberkulin
Alur Diagnosis TB
Klasifikasi TB
• Berdasarkan tempat/organ yang diserang oleh kuman, maka
tuberkulosis dibedakan menjadi Tuberkulosis Paru, Tuberkulosis
Ekstra Paru.
 Tuberkulosis paru
adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan parenchym paru,
tidak termasuk pleura (selaput paru).
 Tuberkulosis Ekstra Paru
adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Tipe Penderita

Kasus Baru

Kambuh (Relaps)

Pindahan

Lalai (Pengobatan setelah


default/drop-out)

gagal
Tujuan Terapi

Pengobatan TB bertujuan untuk


• menyembuhkan pasien
• mencegah kematian, mencegah
• kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
• Sasaran terapi
• Jumlah basil tuberkulosa

Strategi terapi : basmi basil ( hambat dan hilangkan )


Manajemen terapi
General principles :
- Kombinasi terapi lebih baik daripada single terapi
- Terapi berdasarkan kategori pasien
- Lama terapi 6 sampai 9 bulan
- Tujuan untuk menyembuhkan dan pertahankan kualitas hidup pasien, mencegah
kekambuhan, penularan, dan resisten obat
- Pengawasan langsung dengan pengawas menelan obat (PMO)
- 2 tahap – intensif dan lanjutan
Penatalaksanaan TB

Tahap awal (intensif)


 pasien mendapat obat setiap hari selama ± 2 bulan , minimal 3 obat ( cegah
resistensi)
 perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.

Tahap Lanjutan
 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.
 2 obat (INH dan Rifampisin)
Pengobatan TB pada
keadaan khusus
• Pasien HIV
• Anak – anak
• Ibu hamil dan menyusui
• Pasien dengan kelainan hati
• Pasien dengan gang. Fungsi ginjal
• TBC dengan tambahan kortikosteroid
• TB dengan DM
Resistensi OAT
 Resistensi primer
Terinfeksi M. tuberculosis dan telah resisten terhadap OAT tertentu
 Resistensi Sekunder
Selama pengobatan muncul organisme yang tahan OAT
Penyebab utama : ketidak patuhan minum obat
• Aktifitas obat TB didasarkan atas tiga mekanisme, yaitu aktifitas
membunuh bakteri, aktifitas sterilisasi, dan mencegah resistensi.
• Obat yang umum dipakai adalah Isoniazid, Etambutol, Rifampisin,
Pirazinamid, dan Streptomisin.
• Kelompok obat ini disebut sebagai obat primer.
Kode huruf :
H = Isoniazid
R = Rifampisin
Z = Pirazinamid
E = Etambutol
S = Streptomisin
KDT / FDC
- Rekomendasi WHO dengan pemberian Kombinasi dosis tetap / fixed dose
combination
Tujuan :
- Mengurangi resiko tb persisten obat monoterapi
- Tidak dapat memilih obat
- Jumlah butir lebih sedikit  kepatuhan
- Kesalahan peresepan diperkecil  berdasar berat badan
OAT First Line Isoniazid (H)
Rifampicin (R)
Pirazinamid (Z)
Streptomisin (S)
Etambutol (E)
Second Line A Fluoroquinolon Levofloksasin (Lfx)
Moksifloksasin (Mfx)
Gatifloksasin (Gfx)*
B OAT injeksi Kanamisin (km)
Amikasin (Am)*
Kapreomisin (Cm)
Streptomisin (S)
C OAT oral lini 2 Etionamid (Eto)
Sikloserin (Cs)
Clofazimin (Cfz)
Linezolid (Lzd)
D2 OAT BAru Bedaquilin (Bdq)
Delamanid (Dlm)*
Pretonamid (PA-824)*
D3 OAT Tambahan Asam paraaminosalisilat (PAS)
Imipenem-silastatin (Ipm)*
Meropenem (Mpm)*
Amosisilin-Clavulanat (Amx-Clv)*
Pengobatan TB
Regimen standar
Standar Kategori I 2 (HRZE) / 4 (HR)3
obat Penderita baru, TB paru BTA +
OAT Penderita baru, TB paru BTA – dengan rontgen
positif sakit berat
TB ekstra paru berat
Kategori II 2 (HRZE)S / HRZE / 5 (HR)3 E3 atau 2 (HRZE) S/
(HRZE) / 5 (HR) E
Penderita kambuh / relaps
Penderita gagal
Penderita dengan kelalaian
Kategori III 2 HRZ / 4 H3R3
Penderita BTA – dengan rontgen + sakit ringan
TB Extra paru ringan
Kategori IV Kasus Kronik MDR TB
ANAK 2 (HRZ) / 4 (HR)
Dosis FDC/KDT Kategori 1 : 2 (HRZE) / 4(HR) 3
Dosis FDC/KDT Kategori 2 :
2 (HRZE) S / (HRZE) / 5 (HRE)
Dosis FDC/KDT Kategori 2 :
2 (HRZE) S / (HRZE) / 5 (HR)3 E 3
Pemeriksaan dahak
ulang untuk
pemantauan
Scoring TB Anak
Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup
adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis
maupun pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan
parameter terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan (↑nafsu makan, ↑
berat badan, demam menghilang, batuk berkurang, lebih bersemangat, dls).
PANDUAN OBAT TB ANAK

Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat pada fase awal/intensif (2
bulan pertama) dan dilanjutkan dengan 2 macam obat pada fase lanjutan (4 bulan,
kecuali pada TB berat). OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap
intensif maupun tahap lanjutan.
Paket OAT anak berisi obat untuk tahap :
- intensif yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z).
- Lanjutan yaitu Rifampisin (R) dan Isoniasid (H).
Dosis KDT atau FDC (R75/H50/Z150 dan
R75/H50) pada anak

9
Pharmacokinetic Drugs of TB
PARAMETER ISONIAZID RIFAMPICIN PYRAZINAMIDE ETHAMBUTOL Streptomycin

Absorption Rapid & complete; Well absorbed; food may Well absorbed Well absorbed Oral : Poorly absorbed
Rate can be slowed delay or slighly reduce (80%) IV : Well absorbed
with food peak
Distribution All body tissues and Highly lipophilic; crosses Widely into body tissues Widely throughout body; To extracellular fluid
fluids including CSF; BBB well and fluids including liver, concentrated in kidneys, including serum,
crosses placenta; lung, and CSF lungs, saliva and RBC abscesses, ascitic,
enters breast milk pericardial, pleural,
synovialm lymphatic, and
peritoneal fluids; poorly
distributed into CSF

Protein Binding 10-15% 80% 50% 20-30% 34%


Metabolism Hepatic with decay Hepatic Hepatic Hepatic (20%) to inactive
rate determined metabolite
genetically by
acetylation phenotype

t½ Fast : 30-100 minutes 3-4 hours 9-10 hours 2,5-3,6 hours Newborns : 4-10 hours
Slow : 2-5 hours Adults : 2-4,7 hours

t max 1-2 hours 2-4 hours Within 2 hours 2-3 hours Within 1 hours
Excretion Urine ; Feces (60-65%); urine Urine (4% as unchanged Urine (50%) and feces Urine (90% as unchanged
Feces,; Saliva (30%) ad unchanged drug drug) (20%) as unchanged drug drug); feces, saliva, sweat
and tears (<1%)
RIFAMPICIN (Pharmacokinetic)

PARAMETER RIFAMPICIN

Absorption Well absorbed;


food may delay or
slighly reduce
peak
Absolute bioavailability in the fasted state and the fed
Distribution Highly lipophilic; state was 87% and 71% for rifampicin
crosses BBB well
Metabolism Hepatic

Anjuran mengkonsumsi saat perut kosong (1 jam sebelum


atau 2 jam sebelum makan}

Saktiawati et al. 2015. Impact of food on the pharmacokinetics of first-line anti-TB drugs in treatment-
naive TB patients: a randomized cross-over trial. Journal ofantimicrobial therapy. Netherlands.;
ISONIAZID(Pharmacokinetic)

PARAMETER Isoniazid
Absorption Rapid & complete;
Rate can be slowed with
food
Absolute bioavailability in the fasted state and the
fed state was 93% and 78% for isoniazid

Anjuran mengkonsumsi saat perut kosong (1 jam


sebelum atau 2 jam sebelum makan}

Saktiawati et al. 2015. Impact of food on the pharmacokinetics of first-line anti-TB drugs in treatment-
naive TB patients: a randomized cross-over trial. Journal ofantimicrobial therapy. Netherlands.;
PYRAZINAMIDE (Pharmacokinetic)
Interaction Administration
PARAMETE PYRAZINAMIDE
R
Foods have very little impact on The drug can be
Absorption Well absorbed from the GI the absorption of pyrazinamide. taken at
tract mealtime
Protein 50%
Potential Side Effects of Pyrazinamide
Binding
Metabolism Hepatic Liver function disorders,
Gout arthritis
Hydrolyzed in the liver to
major active metabolite, Need to adjust the dose in patients with renal
pyrazinoic acid; pyrazinoic imparment.
acid undergoes further
hydrolysis Dose Adjustments :
Excretion Urine (70% as metabolites Renal impairment (CrCl < 30 mL/min) : 25-35
and 4% as unchanged drug) mg/kg orally 3 times a week.
Hemodialysis in adults : 25-35 mg/kg orally 3
times a week after dialysis
Lacy, C.F., Lora, L.A., Morton, P.G. & Leonard, L.L., 2009. Drug Information Handook, 17th Edition. New York: Lexi-Comp Inc & Alpha North American, American
Pharmaceutical Association.
McEvoy, G.K. et al., 2016. AHFS Drug Infomation. USA: ASHP Pharmacists Advancing Healthcare.
Arbex, M. A., Varella, M. d., & Siqueira, H. R. (2010). Antituberculosis drugs: Drug interactions, adverse effects, and use in special situations.Part 1: First-line drugs. J
Bras Pneumol. 2010;36(5):626-640; Baxter, K. (2010). Stockley’s Drug Interactions Ninth edition. United Kingdom: Pharmaceutical Press.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis ; Micromedex, 2018
ETHAMBUTOL (Pharmacokinetic)

PARAMETER ETHAMBUTOL

Absorption Well absorbed

Distribution Widely throughout body;


concentrated in kidneys,
lungs, saliva, and red
Absolute bioavailability in the fasted state and
blood cells
the fed state was 87% and 82% for Ethambutol
Protein Binding 20-30%
Metabolism Hepatic
The drug can be taken at mealtime

Antaside : Aluminium
Antacids should
hydroxide and aluminium/
not be taken until
magnesium hydroxide can 4 hours after a
cause a small reduction in the dose of
absorption of ethambutol in ethambutol
some patients

Saktiawati et al. 2015. Impact of food on the pharmacokinetics of first-line anti-TB drugs in treatment-naive
TB patients: a randomized cross-over trial. Journal ofantimicrobial therapy. Netherlands.;
Interaction of rifampicin

Increase the
Potent inducer of the CYP450 system, including metabolism of numerous drugs
the CYP3A and CYP2C subfamilies. Decrease in the plasma Monitor drug Effectivity/ Avoid
Induces uridine diphosphate- that are partially concentrations drugs combination
glucuronosyltransferase or completely metabolized by
CYP450

Induser yang poten sitokrom P450 3A4, 2C9


Interaction of Rifampicin
Oral hypoglycemic agents protease inhibitors and non nucleoside oral anticoagulants : warfarin,
reverse transcriptase inhibitors apixaban, rivaroxaban
Cardiovascular drugs: digoxin, diltiazem, Statin (atorvastatin and simvastatin) corticosteroids
enalapril; verapamil; nifedipine
Antidepressants (nortriptyline and beta-adrenergic blocking Antibiotic: ketoconazole,
sertraline), barbiturates, benzodiazepines agents, chloramphenicol, fluconazole,
itraconazole,macrolides
phenytoin contraceptives theophylline,

Pada pasien yang menggunakan kontrasepsi disarankan untuk menggunakan kontrasepsi non hormonal
Karena rifampisin mengurangi efektivitas kontrasepsi hormonal
Arbex, M. A., Varella, M. d., & Siqueira, H. R. (2010). Antituberculosis drugs: Drug interactions, adverse effects, and use in special
situations.Part 1: First-line drugs. J Bras Pneumol. 2010;36(5):626-640; Baxter, K. (2010). Stockley’s Drug Interactions Ninth edition.
United Kingdom: Pharmaceutical Press.
Efek samping
Macam Resistensi
- Monodrug resisten : resisten INH/Rifampicin
- Polidrug resisten : non INH-Rifampicin
- MDR / Multidrug resisten : INH dan Rifampicin
• resisten 2 obat tersebut,
• kegagalan pengobatan : sputum BTA setelah 5 bulan pengobatan
• Gagal / kambuh
• BTA + setelah 12 bulan
• Pengobatan 18-24 bulan
• 4 obat sekurang2nya, dengan efektivitas tinggi
• 6-8 bulan dengan injeksi (intensif) dan 8-24 bulan (peroral)
- XDR / Extensively Multidrug Resisten : XDR (resisten salah satu
fluoroquinolone dan minimal salah satu OAT lini 2 suntik)
MDR - TB
Strategi Pengendalian
Peningkatan dan kesinambungan
pendanaan TB

Sistem monitoring, pencatatan dan Penemuan kasus melalui periksa


pelaporan sputum

DOTS
DOTS
Directly Observed Treatment Short-
course

Ketersediaan OAT yang efektif Pengobatan yang standar


Pencegahan ( agar tidak tertular)

• Menjalankan pola hidup sehat


• Segera melakukan pemeriksaan bila batuk lebih dari tiga
minggu
• Memperhatikan pergantian udara dalam ruangan di rumah
maupun di tempat kerja
• Usahakan agar sinar matahari masuk ke dalam ruangan
• Usahakan tubuh dalam keadaan fit.
Program TB Nasional
• Target program nasional penanggulangan TB sesuai dengan target eliminasi global yaitu tahun 2035 dan Indonesia bebas TB 2050. eliminasi TB
dengan cakupan 1 per 1 juta penduduk
• OAT untuk penanggulangan TB disediakan pemerintah dan diberikan Cuma-cuma
News!
• 2020 NEJM artikel  kombinasi obat memiliki efikasi dan luaran yg baik untuk MDR, XDR, HIV
• 109 pasien diberi kombinasi bedaquilin pretonamid linezolid (26 minggu)
• 11 dari 109 peserta  hasil eso : kegagalan terapi dari bakteri dan klinis ato relaps. 7 mati, 1 tidkalanjut, 2 relaps, 1 tidak kontak
• 98 pasien / 90% luaran menguntungkan 
• Penelitian ini merupakan terobosan untuk XDR dan MDR TB
• Overall success rate 90%. Subgrup, 89 % 63 dari 71 xdr = luaran oke
• Mdr 35-38 ato 92% luaran oke.
• Eso : ? Mirip dg obat tb lain
• 81% neuropati perifer ringan sedan
• 48% mielosupresi
• Dapat dikelola dg hentikan dosis dan kurangi dosis linezolid

Kombinasi ini menguntungkan pada semua faskes dan peningkatan kepatuhan obat sedikit , durasi 26 minggu.
Regimen sekarang 2 tahun.
Tapi, tidakada grup control di penelitian, namun memang regimen mdr dan xdr belum standar
Kontrol kurang etis, karena terapi dapat obat inferior
FDA uda approve, bpom bellum dan belum tersedia.
Thanks
Do you have any questions?

Please keep this slide for attribution


Sistem Perkemihan
(Tractus Urinarius)

Ria Ramadhani D. A
Materi Pembelajaran

Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan

Anatomi Histologi Sistem Perkemihan


Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan/tractus urinarius
adalah sistem organ yang
memproduksi, menyimpan, dan
mengalirkan urin.
Pada manusia, sistem ini terdiri dari
dua ginjal, dua ureter, kandung kemih
dan uretra.
Continue…
Sistem perkemihan merupakan suatu
sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas
dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan
oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang
masih dipergunakan oleh tubuh.
Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh
tubuh larut dalam air dan dikeluarkan
berupa urin (air kemih).
Bagian-Bagian Sist. Perkemihan
Bagian-Bagian Sist. Perkemihan
Dua ginjal (renal) yang menghasilkan urin
Dua ureter yang membawa urin dari ginjal
ke vesika urinaria (kandung kemih)
Satu kandung kemih/vesika urinaria (VU),
tempat urin dikumpulkan
Satu urethra, urin dikeluarkan dari vesika
urinaria
Anatomi Fisiologi Ginjal
 Ginjal adalah organ ekskresi pada
vertebrata yang berbentuk mirip
kacang merah. Sebagai bagian dari
sistem urinarius, ginjal berfungsi
menyaring kotoran (terutama urea)
dari darah dan membuangnya
bersama dengan air dalam bentuk
urin.
 Manusia memiliki sepasang ginjal
yang terletak di belakang perut atau
abdomen. Ginjal ini terletak di kanan
dan kiri tulang belakang, di bawah
hati dan limpa.
 Ginjal bersifat retroperitoneal, yang
berarti terletak di belakang rongga
peritoneum. www.themegallery.com
Continue…
Ginjal terletak pada kedua sisi
vertebra thorakalis ke 12 sampai
vertebra lumbalis ke-3, di mana ginjal
kiri lebih tinggi dari ginjal kanan
karena adanya lobus hepatis dexter
yang besar.
Di bagian atas (superior) ginjal
terdapat kelenjar adrenal (juga
disebut kelenjar suprarenal).
Berat ginjal + 150 gr (125 – 170 gr
pada Laki-laki, 115 – 155 gr pada
perempuan); panjang 10 – 12 cm;
tebal 3.5 – 5 cm.
Gambar Ginjal Tampak dari Depan
FUNGSI GINJAL
 EKSKRESI: Nitrogen sisa metabolisme (terutama
ureum dan creatinine), dan benda asing melalui
urine
 HOMEOSTASIS:
 keseimbangan air dan elektrolit
 volume cairan ekstra cellular
 total cairan didalam tubuh
 keseimbangan asam basa
 SEKRESI:
 Renin: berperan pada regulasi tekanan darah
 Erythropoeitin: Menstimulasi produksi eritrosit
 Metabolisme vit.D,utk mengendalikan kadar Ca+
dalam cairan tubuh
 PRODUKSI URINE: Filtrasi, Reabsorbsi, Sekresi
Vaskularisasi Ginjal
 Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis
yang mempunyai percabangan arteria renalis,
arteri ini berpasangan kiri dan kanan.
 Arteri renalis bercabang menjadi arteria
interlobaris (loburalis)  arteri akuarta arteri
interlobularis.
 Arteri interlobularis yang berada di tepi ginjal
bercabang menjadi arteriolae aferen glomerulus
yang masuk ke gromerulus.
 Kapiler darah yang meninggalkan gromerulus
disebut arteriolae eferen gromerulus yang
kemudian masuk ke peredaran darah balik 
vena renalis masuk ke vena cava inferior.
Persarafan Ginjal
Ginjal mendapatkan persarafan dari
fleksus renalis (vasomotor) dan tersebar
sepanjang cabang-cabang arteri vena
renalis.
Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah
darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf
ini berjalan bersamaan dengan pembuluh
darah yang masuk ke ginjal.
Plexus Renalis (No.12)
Lapisan Ginjal
Memiliki 3 lapisan:
 Fascia renalis  lap. Terluar berupa jar. ikat
fibrosa padat u/ menyandarkan ginjal &
kelenjar adrenal ke struktur sekitarnya
 Perirenal fat capsule  massa lemak yang
mengelilingi ginjal sbg bantalan thdp
goncangan
 Fibrous capsule/capsule renalis melekat
dengan erat pada permukaan luar ginjal &
berwarna transparan.
Lapisan pada ginjal manusia

Irisan melintang ginjal


Struktur Ginjal

Kapsul ginjal
(Capsule Renalis)
Korteks Ginjal –
daerah luar
Medula Ginjal –
daerah dalam
Pelvis Ginjal –
saluran
pengumpul
•Pelvis renalis:
 Ujung ureter yang melebar pada
waktu memasuki hilus
 Terbagi menjadi 2-3 calyx
major,masing-masing terbagi lagi
menjadi calyx minor
•Kortex: tdd glomerulus
•Medula: Terdiri dari 10-18 piramid,
(dari dasar pyramid keluar medullary
rays/processus Fereini
•Papilla: Puncak/apex piramid yang
menonjol masuk kedalam calyx minor
•Lobus ginjal: Piramid medula beserta
daerah cortex yang mengelilinginya
Kortex

•Didominasi glomerulus
•Dapat dilihat prosessus
Fereini/medullary rays yang
memancar melewati basis piramid
dan masuk ke daerah korteks
•Medullary rays → Substantia
medullaris yang memancar melewati
basis pyramid masuk kedaerah
cortex yang memiliki komposisi:
Tubulus proximal (descendence)
Tubulus distal (ascendence)
Ductus colligens
Medula
Tersusun dari:

• Tub. proksimal
• Ansa Henle
• Tub. Distalis
• Duktus kolligens
• Duktus papillaris Bellini
Struktur Mikroskopis Ginjal
Unit fungsional dasar dari ginjal
adalah nefron yang dapat berjumlah
lebih dari satu juta buah dalam satu
ginjal normal manusia dewasa.
Nefron berfungsi sebagai regulator air
dan zat terlarut (terutama elektrolit)
dalam tubuh dengan cara menyaring
darah, kemudian mereabsorpsi cairan
dan molekul yang masih diperlukan
tubuh molekul dan sisa cairan
lainnya akan dibuang.
Struktur Mikroskopis Ginjal (Nefron)
 Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen
penyaring yang disebut korpuskula (atau badan
Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran
(tubulus).
 Setiap korpuskula mengandung gulungan
kapiler darah yang disebut glomerulus yang
berada dalam kapsula Bowman.
 Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari
arteriola aferen.
 Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-
pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah
dapat disaring melalui dinding epitelium tipis
yang berpori dari glomerulus dan kapsula
Bowman karena adanya tekanan dari darah
yang mendorong plasma darah.
Struktur Mikroskopis Ginjal (Nefron)
 Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke
dalam tubulus ginjal. Darah yang telah
tersaring akan meninggalkan ginjal
lewat arteri eferen.
 Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari
kapsula Bowman. Bagian yang
mengalirkan filtrat glomerular dari
kapsula Bowman disebut tubulus
konvulasi (kontortus) proksimal. Bagian
selanjutnya adalah lengkung Henle yang
bermuara pada tubulus konvulasi
(kontortus) distal.
Struktur Mikroskopis Ginjal (Nefron)
 Sel yang melapisi tubulus memiliki banyak
mitokondria yang menghasilkan ATP dan
memungkinkan terjadinya transpor aktif
untuk menyerap kembali glukosa, asam
amino, dan berbagai ion mineral.
 Sebagian besar air (97.7%) dalam filtrat
masuk ke dalam tubulus kontortus dan
tubulus kolektivus melalui osmosis.
 Tempat tubulus kontortus distal
bersinggungan dengan arteri aferen disebut
aparatus juxtaglomerular, mengandung
macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel
juxtaglomerular adalah tempat terjadinya
sintesis dan sekresi renin.
Cairan mengalir dari tubulus
konvulasi distal ke dalam sistem
pengumpul.
Cairan menjadi makin kental di
sepanjang tubulus dan
merupakan saluran untuk
membentuk urin, yang kemudian
dibawa ke kandung kemih
melewati ureter.
Korpus Malphigi
• Glomerulus
 Gulungan kapiler yg berasal dari percabangan arteriol
afferent
 Dibungkus oleh kapsula Bowman
 Menyatu kembali dan keluar sebagai vas efferent
• Kapsula Bowman, terdiri atas 2 lapis
 Pars parietalis : epitel selapis gepeng., berlanjut menjadi
dinding tubulus proksimal
 Pars visceralis terdiri dari podosit, melapisi endotel
• Urinary space (ruang Bowman) diantara kedua
lapisan
• Kutub vaskularis
• Kutub urinarius
Kutub vaskular:
Arteriol aferen
masuk, a.
eferen keluar

Kutub urinarius:
Dimulainya
tubulus
proksimal
Glomerular Filtration Barrier
 Pemisah antara darah di dalam lumen kapiler
dengan ruang intercapsular (urinary space)
 Unsur GFR:
1. Pedikel podosit
2. Membrana basalis: Fusi antara membrana
basalis podosit dan membr. basalis endotel
3. Sel endotel
Apparatus juksta
glomerularis
1.Makula densa
2.Sel juksta
glomerularis →
Berfungsi
mengatur sekresi
renin
3.Sel Polkissen/Sel
Lacis (sel
mesangial ekstra
glomerularis)
Makula densa
• Merupakan sel dinding
tubulus distal yang
berada dekat dengan
glomerulus berubah
menjadi lebih tinggi dan
tersusun lebih rapat
• Makula densa
merupakan bagian
dari Apparatus juksta
glomerularis
• Mampu mengatur
kecepatan filtrasi
glomerulus
Tubulus kontortus proksimal
Ansa Henle segmen
tipis
• Diameter 12µ
• Dinding berupa epitel
selapis gepeng
• Tersusun oleh 2 sampai
5 sel
• Mirip pembuluh kapiler
darah, epitelnya lebih
tebal, shg sitoplasma
lebih jelas terlihat
• Didalam lumennya tidak
tdpt sel2 darah
• Utk pemekatan urin
Ansa Henle segmen tebal pars
asendens
• Mirip tub.kontortus
distal, diameternya
lebih kecil dan
dindingnya lebih
tipis
• Reabsorpsi Na,
pemekatan urin
terakhir
Duktus papillaris Bellini
• Menerima curahan
urin dari duktus
koligens
• Dinding dilapisi
oleh epitel selapis
tinggi, ke ujung
saluran dinding
berubah menjadi
epitel transisional
• Bermuara pada
ujung apeks
piramid
pada papilla
renalis, disebut
area cribrosa
Proses Pembentukan Urine
1. Proses Filtrasi di glomerulus
Terjadi penyaringan darah, yang tersaring
adalah bagian cairan darah kecuali unsur-
unsur pembentuk seperti sel-sel darah dan
trombosit bersama dengan protein plasma.
Cairan yang tersaring ditampung oleh
kapsula bowman yang terdiri dari glukosa,
air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll,
diteruskan ke tubulus ginjal. cairan yang di
saring disebut filtrate gromerulus.
Proses Pembentukan Urine
2. Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali
sebagian besar dari glukosa, asam amino,
sodium (natrium), klorida, fosfat dan
beberapa ion bikarbonat. Sodium Klorida
diserap ke dalam sistem yang akan
meningkatkan osmolaritas darah
dibandingkan dengan filtrat glomerular.
Proses reabsorpsi ini memungkinkan air
(H2O) untuk lolos dari filtrat glomerular
kembali ke dalam sistem peredaran darah,
dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
Proses Pembentukan Urine
3. Proses sekresi.
 Pengeluaran beberapa zat dari darah melalui
jaringan kapiler peritubular ke tubulus distal
atau duktus kolektifus. Zat-zat ini adalah ion
hidrogen, ureum, kreatinin, dan obat-obatan.
 Urine adalah kumpulan zat yang belum
diserap selama filtrasi glomerulus atau
reabsorpsi tubular.
 Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di
tubulus distal dialirkan ke papilla renalis
selanjutnya diteruskan ke luar.
Histofisiologi Ginjal
Kopruskulum Malphigi : Filtrasi
1. Proses mikrofiltrasi dalam ginjal terjadi akibat interaksi antara tekanan hidrostatik
kapiler, tekanan osmotik koloid plasma , tekanan cairan tubulus dan tekanan
interstisiil parenkim ginjal menghasilkan gaya filtrasi sebesar 25 mmHg.
2. Manusia ; Jumlah filtrat yang duhasilkan dalam 24 jam 170-200 liter, 95%
diresorbsi kembali oleh sistem tubuli , sisanya 1,5-2 liter sebagai urine.
3. Cairan filtrat seperti cairan plasma , kecuali tidak mengandung protein. Molekul
protein terbesar yang bisa menembus dinding kapiler BM 70.000 dan beberapa
fraksi albumin. Molekul feritin BM 460.000 dapat lewat pori endotel kapiler , tetapi
tertahan di membrana basalis.

T. Kontortus Proksimal
1. Resorbsi protein, a.amino, glukosa , Na dan Cl dari cairan filtrat melalui aktif
transport.
2. Air berdifusi secara pasif mengikuti gradien osmotik.

Lengkung Henle
Mempertahankan gradien hipertonik dalam medula melalui prases aktif dan pasif
transpor ion dan protein.
T. Kontortus Distal
1. Pertukaran ion dengan pengaruh Aldosteron (retensi Na dan
ekskresi K.)
2. Ekskresi ion hidrogen dan amonium ke dalam urine.

T. Koligens
Bekerja atas pengaruh ADH : permiabel terhadap air (retensi
air) . Medula yang hipertonis menyebabkan air akan masuk ke
interstisiil dan urine menjadi lebih hipertonis.
Fungsi Ginjal (Keseimbangan Cairan)
Fungsi Ginjal (Keseimbangan Garam & Cairan) dlm
kondisi hipovolemia (kekurangan cairan tubuh)
 Ginjal mengatur keseimbangan garam dalam darah
dengan mengontrol ekskresi dan reabsorpsi berbagai
ion.
 Ginjal memiliki mekanisme yang diatur untuk
menyerap kembali natrium pada nefron distal.
 Mekanisme ini dikendalikan oleh aldosteron, (korteks
adrenal). Aldosteron mendorong ekskresi ion kalium
dan reabsorpsi ion natrium.
 Pelepasan aldosteron dirangsang o/ enzim renin
ginjal.
 Renin adalah enzim yang mengubah angiotensinogen
(protein plasma besar yang dihasilkan oleh hati) ke
Angiotensin I  Angiotensin II  merangsang korteks
adrenal untuk menghasilkan aldosteron.
 Reabsorpsi ion natrium diikuti oleh reabsorpsi air. Hal
ini menyebabkan tekanan darah serta volume darah
meningkat.
Fungsi Ginjal (Keseimbangan Cairan) dlm
kondisi hipervolemia (kelebihan cairan tubuh)

 Hormon natriuretik atrial (ANH)


dilepaskan oleh atrium jantung ketika
sel-sel jantung yang membesar karena
peningkatan volume darah.
 ANH menghambat sekresi renin dan
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.
Hal ini mendorong ekskresi natrium.
 Ketika natrium diekskresikan melalui
airnatrium menarik cairan dr kapiler
darahvolume urin meningkattekanan
darah dan volume darah menurun.
Komposisi Urine
URETER
 Terdiri dari 2 pipa kanan dan kiri yang
masing-masing merupakan penghubung
antara ginjal ke kandung kemih.
 Lapisan dinding ureter terdiri dari :
- lapisan luar (jaringan ikat/ fibrosa)
- Lapisan tengah (otot polos)
- Lapisan mukosa (epitel transisional)
 Pada lapisan dinding ureter terjadi
gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali
yang mendorong urine melalui ureter ke
vesika urinaria.
Ureter
•Mukosa
Dilapisi oleh epitel
transisional
Terlipat kedalam

•Muscularis
Lapisan otot polos
Bagian dalam:
longitudinal
Bagian luar: sirkular

•Tunika adventisia
VESIKA URINARIA
 Sebuah kantung berongga dengan otot yang
mulus dan berfungsi sebagai penampung
urin yang berubah-ubah jumlahnya karena
kandung kemih dapat mengembang dan
mengempis.
 Secara berkala urin dikosongkan dari
kandung kemih ke luar tubuh melalui uretra.
 Organ ini mempunyai fungsi sebagai
reservoir urine (200-400 cc).
 Dindingnya mempunyai lapisan otot yang
kuat (otot detrusor).
 Kandung kemih dipersarafi oleh saraf
otonom.
Vesika Urinaria

• Mukosa
Dilapisi epitel
transisional,
dengan ketebalan
5-6 lapisan sel ,
pada saat teregang
menjadi 2-3 lapis
sel
Waktu vesika
teregang, sel pada
lapisan paling atas
menjadi gepeng
• Lamina propria vesika unaria terdiri dari dua
lapis yaitu bagian paling luar terdiri dari
jaringan ikat padat, kolagen, dengan susunan
tidak teratur sedangkan bagian dalam yaitu
jaringan ikat yang lebih longgar, tersusun atas
serat kolagen dan elastin
• Lamina propria tidak mempunyai kelenjar
kecuali pada bagian sekitar orifisium uretra,
terdapat kelenjar mucus
• Biasanya kelenjar ini hanya terdapat pada
lapisan luar lamina propria. Kelenjar ini
mensekresikan cairan bening yang kental
untuk melubrikasi orifisium uretra
• Dinding muskular vesika urinaria tersusun oleh
tiga lapis otot polos yang dapat dipisahkan
hanya pada bagian leher vesika urinaria
• Lapisan dalam tersusun longitudinal dan tipis,
lapisan tengah tersusun sirkular dan tebal,
lapisan paling luar longitudinal dan tipis
• Lapisan tengah sirkular membentuk otot
sfingter interna di sekitar orifisium uretra
interna
• Lapisan adventisia vesika urinaria tersusun atas
jaringan ikat padat, kolagen, dengan susunan
tidak teratur yang mengandung sejumlah serat
elastin
Proses Miksi/Berkemih
 Distensi kandung kemih (± 300 cc) → reflek
kontraksi dinding kandung kemih → relaksasi
spinkter internus → relaksasi spinkter
eksternus → pengosongan kandung kemih
 Kontraksi kandung kemih dan relaksasai
spinkter dihantarkan melalui serabut saraf
parasimpatis
 Persarafan vesika urinaria diatur oleh sistem
saraf otonom medulla spinalis dan system
saraf pusat korteks serebri.
 Pengosongan kandung kemih diatur oleh 2
mekanisme : reflek berkemih & kontrol
volunter.
URETRA
 Merupakan saluran sempit yang berpangkal
pada kandung kemih
 Berfungsi menyalurkan air kemih keluar
 Dalam anatomi, uretra adalah saluran yang
menghubungkan kandung kemih ke lingkungan luar
tubuh.
 Uretra berfungsi sebagai saluran pembuang
(ekskresi) pada sistem kemih.
 Pada pria, berfungsi juga dalam sistem reproduksi
sebagai saluran pengeluaran (ekskresi) air mani.
Uretra pada wanita
Pada wanita, panjang uretra sekitar
2,5 sampai 4 cm dan terletak di
antara klitoris dan pembukaan
vagina.
Pria memiliki uretra yang lebih
panjang dari wanita.
Artinya, wanita lebih berisiko terkena
infeksi kandung kemih atau sistitis
dan infeksi saluran kemih atau
uretritis.
Urethra wanita

 Pendek, 4-5 cm
 Dilapisi epitel
berlapis gepeng,
dibeberapa tempat
terdapat epitel
bertingkat
 Dipertengahan
urethra terdapat
sphingter eksterna
(muskular bercorak)
Uretra pada Wanita
Uretra pada pria
Pada pria, panjang uretra sekitar 20
cm dan berakhir pada akhir penis.
Uretra pada pria dibagi menjadi 4
bagian, dinamakan sesuai dengan
letaknya:
 pars pra-prostatica, terletak sebelum kelenjar
prostat.
 pars prostatica, terletak di prostat, Terdapat
pembukaan kecil, dimana terletak muara vas
deferens.
 pars membranasea, sekitar 1,5 cm dan di
lateral terdapat kelenjar bulbouretralis.
 pars spongiosa/cavernosa, sekitar 15 cm dan
melintas di corpus spongiosum penis.
1. Uretra Pria memiliki empat bagian yang diberi nama
sesuai dengan struktur yang dilaluinya, yaitu: Uretra
pars pra-prostatica & pars prostatika, dilapisi oleh epitel
transisional dan menampung banyak duktus kecil dari
prostat.
2. Uretra pars membranasea (melewati membran
perianal (diafragma urogenital), dilapisi oleh epitel
silindris berlapis dan diselingi oleh epitel silindris
bertingkat).
3. Uretra pars spongiosa (terdapat di sepanjang penis,
berakhir pada ujung glans penis sebagai orifisium
uretra eksterna, dilapisi oleh epitel kolumnar berlapis,
diselingi dengan epitel kolumnar berlapis semu dan
berlapis gepeng tidak berkeratin, sedangkan bagian
terminal uretra yang meluas pada glans penis dilapisi
oleh epitel gepeng berlapis tidak berkeratin).
Lamina propria pada tiga bagian ini tersusun atas
jaringan ikat longgar fibroelastin yang kaya akan
vaskularisasi. Terdapat banyak kelenjar Littre yang
mensekresi mukus untuk lubrikasi epitel uretra.
Uretra pada Pria

Anda mungkin juga menyukai