Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH NASIONALISME DAN JATI DIRI BANGSA

KOLONIALISME KOLEKTIF DAN INDIVIDU: PENJAJAHAN DAN PERBUDAKAN


BELANDA DI INDONESIA

DOSEN PENGAMPU :

Dr. SYAHARUDDIN, M.A

MUHAMMAD REZKY NOOR HANDY, M.Pd

DISUSUN OLEH :

AGUS SEPTIADI 1810128310002

ANNISA 1810128220016

DAILAMI 1810128110006

MUHAMMAD SAHLAN 1810128210012

PROGRAM STUDI PENDIDIKANILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2020

i
KATA PENGANTAR

Ucapan puji dan syukur semata-mata hanyalah milik Allah SWT. Hanya kepada-Nya
lah kami memuji dan hanya kepada-Nya lah kami bersyukur, kami meminta ampunan dan
kami meminta pertolongan.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan Nabi Agung
kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT untuk
kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam
yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Dengan hormat serta pertolongan-Nya, puji syukur, pada akhirnya kami dapat menyelesaikan
makalah kami dengan judul “KOLONIALISME KOLEKTIF DAN INDIVIDU:
PENJAJAHAN DAN PERBUDAKAN BELANDA DI INDONESIA ” dengan lancar. Kami
pun menyadari dengan sepenuh hati bahwa tetap terdapat kekurangan pada makalah kami ini.

Oleh sebab itu, kami sangat menantikan kritik dan saran yang membangun dari setiap
pembaca untuk materi evaluasi kami mengenai penulisan makalah berikutnya. Kami juga
berharap hal tersebut mampu dijadikan cambuk untuk kami supaya kami lebih
mengutamakan kualitas makalah di masa yang selanjutnya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
C. Tujuan Makalah ................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kolonialisme..................................................................................... 3
B. Pengertian Koloniaslisme Kolektif dan Kolonialisme Individu......................... 3
1. Koloniaslisme Kolektif ................................................................................ 3
2. Kolonialisme Individu ................................................................................ 4
C. Kolonialisme Belanda Di Indonesia ................................................................. 5
D. Kolonialisme Perbudakan Di Indonesia.............................................................. 7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................................ 11
B. Saran .................................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Latar belakang kedatangan Belanda ke Indonesia adalah akibat
meletusnya perang delapan puluh tahun antara Belanda dan Spanyol (1568-
1648). Pada awalnya, perang antara Belanda dan Spanyol bersifat agama karena
Belanda mayoritas beragama kristen protestan sedangkan orang Spanyol
beragama kristen katolik. Perang tersebut kemudian menjadi perang ekonomi
dan politik. Raja Philip II dari Spanyol memerintahkan kota Lisabon tertutup
bagi kapal Belanda pada tahun 1585 selain karena faktor tersebut juga karena
adanya petunjuk jalan adanya ke Indonesia dari Jan Huygen Van Lischoten,
mantan pelaut Belanda yang bekerja pada Portugis dan pernah sampai di
Indonesia.
Tujuan kedatangan Belanda ke Indonesia adalah untuk berdagang
rempah-rempah. Setelah berhasil menemukan daerah penghasil rempah-rempah
dan keuntungan yang besar, Belanda berusaha untuk mengadakan monopoli
perdagangan rempah-rempah dan menjajah. Untuk melancarkan usahanya,
Belanda menempuh beberapa cara seperti pembentukan VOC dan pembentukan
pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Dalam rangka usahanya menguasai
Indonesia, Belanda secara licik menjalankan politik pecah belah, sehingga
kerajaan-kerajaan yang saling bertentangan itu menjadi lemah. Kesempatan
inilah digunakan oleh Belanda untuk menjajah Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Kolonialisme?
2. Apa yang dimaksud dengan kolonialisme kolektif dan kolonialisme
individu?
3. Bagaimana kolonialisme Belanda yang berlangsung di Indonesia?
4. Bagaimana kolonialisme Perbudakan di Indonesia?

1
C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui apa yang di Maksud dengan Kolonialisme.
2. Mengetahui apa yang di maksud dengan kolonialisme kolektif dan
kolonialisme individu.
3. Mengetahui bagaimana Kolonialisme Belanda yang berlangsung di
Indonesia.
4. Mengetahui bagaimana kolonialisme Perbudakan di Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kolonialisme
Kolonialisme atau penjajahan dalam bahasa Arab adalah istibdâd, yaitu
penguasaan atas seseorang atau sekelompok orang untuk berpikir (berkata-kata)
dan bertindak melakukan sesuatu, tetapi bukan atas suara hati atau kemauannya
sendiri melainkan atas kemauan pihak lain yang menguasainya. Menurut
pengertian tersebut dapat kita ketahui bahwa penjajahan dilakukan atas
keinginan untuk berkuasa atau menguasai sesuatu, baik itu atas satu orang
seperti perbudakan ataupun sekelompok orang seperti penjajahan suatu bangsa
dan negara. Seseorang atau kelompok orang tersebut hak nya sebagai manusia
merdeka di rampas dan harus mematuhi apa yang di katakan oleh orang yang
berkuasa. Walaupun itu secara terpaksa, tetapi mereka harus melakukannya.
Seperti yang kita ketahui pada masa penjajahan Belanda ada yang namanya
tanam paksa yang dilakukan oleh pihak Belanda terhadap beberapa rakyat
Indonesia.
Secara umum penjajahan harus ditolak dan harus dihentikan. Karena
penjajahan bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 serta prinsip
kebebasan manusia, baik dalam skala individu atau dalam bahasa Arab fardy,
maupun dalam skala kolektif (jama'iy). Sebagai seorang manusia kita memiliki
hak untuk merdeka dan bebas dari penjajahan. Penjajahan identik dengan
penindasan, perampasan hak-hak warga yang terjajah, hak ekonomi, hak sipil,
hak politik, hak budaya dan sebagainya. Penjajahan atas bangsa adalah
perampasan kemerdekaan manusia yang berskala besar.

B. Pengertian Kolonialisme Kolektif dan Kolonialisme Individu


1. Kolonialisme kolektif
Kolonialisme kolektif adalah suatu paham tentang penguasaan atau
penjajahan oleh suatu negara, kelompok atau seseorang dengan maksud
untuk memperluas kekuasaan dengan skala jajahan yang besar, seperti suatu
negara atau daerah. Selain untuk memperluas kekuasaan para penjajah juga
memiliki alasan lain, yaitu salah satunya menginginkan sumber daya alam

3
atau hasil bumi dari daerah yang di jajah. Contohnya yaitu penjajahan yang
dilakukan oleh Belanda dan Jepang terhadap Indonesia. Negara Belanda
membuat peraturan yang mengharuskan rakyat Indonesia untuk
menyerahkan hasil buminya kepada pihak Belanda yang akhirnya banyak
membuat rakyat Indonesia mengalami kelaparan. Hasil bumi yang di peroleh
Belanda digunakan untuk membantu perekonomian pihak Belanda, selain itu
juga untuk diperjualbelikan demi keuntungan Belanda.
Kolonialisme kolektif ini pada zaman dulu sering terjadi. Selain
Indonesia yang di jajah Belanda, ada juga negara lain yang mengalami
penjajahan dan akhirnya dapat merdeka. Kemerdekaan yang dimiliki ada
beberapa hasil pemberian dari negara penjajah dan juga ada hasil dari
perjuangan sendiri, contohnya Indonesia.
2. Kolonialisme individu
Kolonialisme individu adalah suatu paham tentang penguasaan atau
penjajahan oleh suatu kelompok atau seseorang dengan maksud untuk
mempengaruhi dan menguasai atau memiliki seseorang secara individu.
Secara tidak langsung penjajahan individu ini kalau kita lihat pada zaman
dulu sama halnya seperti perbudakan yang dilakukan oleh penguasa. Budak
tidak lagi memiliki hak untuk melakukan sesuatu karena dibatasi oleh
penguasa. Bahkan hidup mati mereka ada di tangan penguasa.
Hidup mereka di jajah dengan melakukan apapun yang di perintahkan.
Meskipun mereka melakukan dengan terpaksa tetapi mereka tidak bisa
melakukan apapun. Contoh lain yg kita ketahui saat ini, tersebar sebuah
vedio tentang pekerja Indonesia yang mayatnya dibuang oleh kapal bangsa
asing, dan setelah di selidiki semasa dia bekerja di kapal asing tersebut dia
tidak di gajih dengan gajih yang sesuai. Selain itu menurut pekerja Indonesia
lain yg juga bekerja di kapal asing tersebut mereka di sana mengalami
perlakuan yang tidak manusiawi dan bertentangan dengan hak-hak asasi
manusia. Seperti tidur cuma 3 jam, makan cuma di beri waktu 10-15 menit
dan makanan yang diberikan juga tidak sesuai atau tidak bisa dikatakan
layak. Semua itu juga termasuk penjajahan dalam segi individu karena hak-
hak mereka di jajah.

4
Kolonialisme individu saat ini juga sering kali tidak kita sadari. Mungkin
di masa lampau penjajahan itu berhubungan dengan fisik, penjarahan,
perebutan wilayah oleh bangsa asing. Tapi sekarang dengan arus globalisasi
yang semakin maju kita tidak sadar bahwa secara individu kita dijajah.
Contohnya adalah karena teknologi berkembang secara pesat, maka setiap
individu pasti memiliki handphone. Setiap hari benda itu selalu digenggam
di tangan. Namun hal inilah yang menyebabkan kita sebagai generasi muda
sebagai generasi "menunduk". Setiap ada perkumpulan bukannya saling
bercengkrama satu sama lain, melainkan masing-masing orang hanya sibuk
kepada handphone mereka. Hal ini pula, kini muncul anggapan masyarakat
Indonesia kurang bergotong-royong, bersosialisasi, menjadikan masyarakat
individualistis. Contoh lainnya adalah masyarakat yang enggan memakai
produk buatan Indonesia. Mereka berpikir bahwa produk luar negeri atau
barang import lebih dipandang orang lebih berkualitas dan bisa menaikan
derajat suatu individu, serta produk dalam negeri yang kurang diminati
masyarakat.

C. Kolonialisme Belanda Di Indonesia


Kehadiran orang Belanda di Nusantara pada mulanya hanya untuk tujuan
dagang dan bukan politik. Mereka berhimpun di bawah benderaVOC (Vereenige
Oost-Indishe-Compgnieatau “Kompeni Dagang Belanda di Hindia Timur),
sebuah perusahaan dagang swasta yang bergerak dibidang perdagangan rempah-
rempah (Boxer, 1983). Lebih khusus lagi, “core businnes” VOC adalah produk
pertanian seperti lada, rempah-rempah (pala dan cengkeh), tesktil (katun),
kemudian juga teh dan kopi, yang diperoleh dengan menciptaan hubungan
dagang monopoli (eksploitatif) (Knaap, 2014).
Bagaimanapun, selama dua abad kehadirannya di Nusantara, VOC
memiliki kekuasaan yang relatif terbatas di kawasan pantai, kecuali di tiga
tempat, di mana pengaruh VOC menusuk lebih dalam seperti di Maluku, Sunda-
Banten, dan Jawa Tengah, khususnya di kawasan Mataram Islam, yang dalam
kepustakaan Belanda disebut Vorstenlanden (Wilayah Kesultanan). Inilah salah
satu kawasan Pulau Jawa yang disebut E.R. Scidmore sebagai the garden of the

5
East (1922). Pada ketiga tempat itu VOC masuk lebih jauh ke pedalaman dan
bahkan mengontrol secara langsung sektor produksi dengan “proyek ekonomi”
monopoli yang khusus.
Selebihnya, di luar ketiga daerah yang disebutkan di atas, pengaruh VOC
boleh dikatakan relatif terbatas. Bahkan sebaliknya sering terjadi persaingan
dagang yang keras, bahkan peperangan. Hampir tanpa kecuali, perlawanan
umumnya datang dari kelompok Islam Nusantara. Selain menggunakan
instrumen monopoli, VOC juga menyodorkan perjanjian-perjanjian “kerja sama”
dengan penguasa setempat, sehingga selama kurun VOC banyak lahir “negara-
negara per kontrak” (states per contract) dengan raja-raja boneka yang tunduk di
bawah kendali VOC (Resink, 2012).
Selama abad ke-19, dan terlebih lagi sejak awal abad ke-20,
HindiaBelanda telah tumbuh menjadi ‘negara kolonial’ (koloniaal-staat) yang
sempurna. Jawa adalah jantung kekuasaan kolonial dan daerah-daerah diluar
Jawa secara perlahan tapi pasti mulai dianeksasi satu persatu lewat peperangan,
lalu diiringi dengan masa tenang lewat politik ‘pasifikasi’ (Legge, 1961).
Kolonialisme (penjajahan) sebagai suatu bentuk kontrol dan penguasaan
asing atas suatu wilayah dan penduduk negeri jajahan, dengan menciptakan
ketergantungan abadi antara penjajah dan yang terjajah. Belanda mampu
mempertahankan daerah jajahannya dengan menciptakan watak kolonial yang
bercorak otoriter, sentralistik, diskriminatif, eksploitatif dan dalam arti tertentu
paternalistic (Legge, 1961). Sudah disinggung di muka, bahwa peletak dasar
birokrasi kolonial adalah Daendels, representasi rezim revolosioner Perancis
yang bertangan besi dan brutal. Hampir sepertiga dari 68 pasal dalam instruksi
yang disiapkan untuk Daendels menyangkut urusan militer dan kebijakan
administrasi politik dan ekonomi untuk kepentingan penguasa (Carey &
Haryadi, 2016).
Kebijakan kolonial didukung oleh jaringan birokrasi yang ketat dan
rumit. Ciri utama daribirokrasi kolonial menurut sejarawan Harry J. Benda ialah
apa yang disebutnya ‘beambtenstaat’ (negara pejabat), suatu mesin birokrasi
ciptaan khas zaman kolonial, di mana terdapat jaringan lembaga pemerintahan

6
yang sangat luas dan rumit dan didukung ‘korps’ pegawai bumiputra yang
memiliki kesetiaan total dan berdisiplin tinggi (Sutherland, 1979).
Selama perang kemerdekaan (1945-1949) terjadi dua kali perundingan
besar (Linggarjati dan Reville) dan setiap kali menemukan jalan buntu muaranya
adalah perang besar (Agresi militer Belanda I dan II). Disamping itu tak
terhitung pula jumlah perjanjian kecil dan pertempuran sporadis di berbagai
tempat antara kedua belah pihak. Setalah campur tangan dunia internasional
melalui perundingan meja bundar (KMB) di Den Haag, bulan September 1949,
Belanda akhirnya dipaksa mengakui kedaulatan Indonesia di bawah Republik
Indonesia Serikat (RIS). KMB menyisakan warisan terburuk bagi Indonesia
tahun 1950-an dan bahkan dua di antaranya sampai hari terkatung-katung tanpa
kepastian; pertama, Belanda masih tetap menolak mengakui proklamasi
kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Kedua Belanda menolak menyerahkan Irian
Barat (Papua) sehingga sampai hari ini kasus Papua masih tetap merupakan duri
dalam daging (Zed, 2013).

D. Kolonialisme Perbudakan Di Indonesia


Bangsa Eropa mulai masuk ke Nusantara sejak perdagangan rempah-
rempah melonjak naik di pasaran Eropa, sehingga bangsa Eropa berlomba-
lomba untuk mendapatkan daerah-daerah penghasil rempah-rempah.
Perdagangan di Asia berawal sejak berabad-abad sebelum Portugis tiba dan
VerenigdeOost-IndischeCompagnie (VOC) didirikan. Sejarah telah mencatat
bahwa kepulauan Nusantara menjadi incaran pedagang-pedagang Eropa karena
terkenal subur akan jenis tanaman apapun termasuk rempah-rempah.
Sejak Batavia dijadikan pusat pemerintahan VOC, maka pegawai-
pegawai pun banyak didatangkan dari negeri Belanda untuk bekerja di tanah
kolonial Belanda ini. Tidak hanya orang luar yang berkepentingan sebagai
pegawai di Batavia saja yang didatangkan, namun juga penduduk luar Nusantara
seperti orang China. Melihat perkembangan kota Batavia yangpesat, VOC
mengeluarkan kebijakan yang melarang penduduk pribumi untuk hidup di
Batavia sehingga VOC memerlukan lebih banyak orang.

7
Kelompok penduduk lain dari luar Nusantara yang dibawa masuk adalah
serdadu sewaan asal Jepang dan budak-budak.Nyai adalah perempuan pribumi
yang tidak hanya mengurus rumah tangga orang kolonial tetapi juga tidur
dengannya dan pada banyak kasus menjadi ibu dari anak-anaknya.Sejak para
pegawai laki-laki VOC banyakdidatangkan di Nusantara itu lah awal
kemunculan para nyai di Hindia Belanda. Sebutan nyai adalah bagi mereka
perempuan-perempuan pribumi yang dijadikan gundik para orang Eropa di
Hindia Belanda. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, gundik berarti istri
tidak resmi, perempuan piaraan, bini gelap.
Laki-laki Eropa “memuaskan” diri bersama perempuan-perempuan
pribumi dalam penantiannya terhadap calon istri Eropa yang diidamkan. Seorang
nyai dapat disuruh pergi kapan pun sang lelaki menginginkannya, meskipun
hubungan itu telah imenghasilkan seorang anak. Pada masa VOC, perempuan-
perempuan yang dijadikan nyai ialah budak-budak perempuan di rumah tangga
Eropa yang kebanyakan melakukannya dengan terpaksa. Seorang nyai berbeda
dengan pelacur, walaupun terkadang sukar untuk menunjukkan garis pemisah
antara pergundikan dan pelacuran.
Praktik pernyaian banyak terjadi dalam beberapa tempat yang memang
pada saat itu menjadi pusat-pusat pemerintah atau perekonomian pemerintah
Hindia Belanda. Setiap tempat mempunyai karakteristik praktik pernyaian yang
berbeda, baik itu dalam pengambilan seorang nyai atau perlakuan terhadap nyai
sehingga berpengaruh terhadap peranan nyai itu sendiri. Tempat-tempat tersebut
antara lain di Batavia sebagai pusat pemerintahan Belanda di Hindia Belanda, di
perkebunan-perkebunan swasta sebagai pusat perekonomian pemerintah Hindia
Belanda, serta di tangsi-tangsi militer yang menjadi basis keamanan dan
pertahanan pemerintah Hindia Belanda.
Masalah pernyaian dalam masyarakat Hindia Belanda memang unik.
Bahkan bangsa kulit putih telah menjalani hidup bersama dengan perempuan-
perempuan pribumi tidak hanya di Hindia Belanda saja, tetapi hampir di semua
masyarakat kolonial, di Asia, Afrika, atau Amerika Selatan. Menurut Ian
Buruma, kehidupan kolonial di mana-mana tampaknya agak digenangi oleh
masalah seks. Hidup bersama seorang gundik atau nyai memberikan beberapa

8
keuntungan. Hal itu dirasa menyenangkan bagi para laki-laki Eropa karena
pernyaianmenjamin keadaan yang tidak mengikat. Laki-laki Eropa ini
menikmati keuntungannya tetapi tidak mau menanggung kerugiannya. Hidup
dalam pernyaian memberikan dampak keteraturan terhadap perilaku hidup sang
laki-laki Eropa. Mempunyai seorang nyai akan menahan laki-laki Eropa dari
minuman keras, menjauhkan dari para pelacur, dan menjaga pola
pengeluaran. Selain itu seorang nyai dapat menjelaskan bagaimana kehidupan di
HindiaBelanda kepada tuan Eropa-nya. Nyai dapat mengajarkan bahasapribumi
dan memperkenalkan adat istiadat dan kehidupan di Hindia Belanda.
Babu yang berparas cantik, berkulit bersih, berperilaku sopan, dan baik
akan dipilih oleh majikan Eropa-nya. Selain karena semakin longgarnya sanksi
terhadap pelaku pernyaian, praktik pernyaian juga ditunjang oleh keadaan
masyarakat dengan banyaknya keluarga pribumi yang bersedia menjual anak
gadisnya kepada para bujangan Eropa demi mendapatkan imbalan
materi.Pekerjaan sebagai babu bagi seorang perempuan pribumi merupakan
harapan sebagai suatu jalan untuk memperoleh tingkat kehidupan yang lebih
tinggi. Hal ini dikarenakan seorang babu kerap dimanfaatkan juga untuk
melayani kebutuhan seksual tuan Eropa-nya. Posisi menjadi seorang nyai atau
gundik menjadi suatu pilihan menarik bagi segolongan perempuan pribumi
karena kondisi sosial dan ekonomi yang sangat menekan bagi penduduk
peribumi pada saat itu.
Cara lain untuk menjalin hubungan pernyaian adalah dengan melalui
perjodohan. Hal ini sering terjadi di dalam keluarga Eropa baik-baik yang
memiliki anak laki-laki remaja. Hubungan semacam ini kerap bersifat sangat
sementara dan bertujuan agar para pemuda memiliki pengalaman bersama
perempuan. Meskipun demikian dari hubungan-hubungan tersebut ada juga yang
berlangsung lama. Perjodohan juga terjadi pada seorang perempuan pribumi
yang diserahkan oleh ayahnya kepada seorang tuan Eropa. Hal ini sering terjadi
kepada pejabat daerah, mereka biasanya akan memberikan anak gadisnya
kepada seorang tuan Eropa agar dapat mengamankan kedudukannya. Nyai yang
diambil dengan jalan ini dipandang lebih tinggi kedudukannya daripada nyai
yang berasal dari seorang babu

9
Orang-orang pribumi juga bekerja di rumah aparatur pemerintahan dan
pejabat tinggi Eropa. Biasanya orang-orang Eropa ini menempati rumah dinas
yang bukan hanya mereka huni sendiri, namun disertai orang-orang pribumi
sebagai pembantu rumah tangga. Sebagian besar kaum laki-laki Eropa
digundahkan oleh ketidakhadiranseorang istri yang selayaknya mengurus
kehidupan sehari-hari mereka. Oleh karena itu umumnya mereka mencari jalan
keluar dengan mengawini wanita-wanita pribumi tersebut.terbuka di dalam etika
pergaulan masyarakat. Beberapa pajabat bahkan diketahui mempunyai lebih dari
satu orang nyai.Seorang nyai bertugas mengatur rumah tangga, dan hidup
bersama laki-laki Eropa yang telah mengambilnya sebagai seorang nyai. Nyai
akan tinggal bersamanya, makan dengannya, menemaninya dan tidur
bersamanya. Namun, seorang nyai tidak mempunyai derajat yang sama dengan
tuannya.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Belanda datang pertama kali ke Indonesia pada tahun 1596-1811,dan
yang kedua kalinya pada tahun 1814-1904. Tujuan kedatangan Belanda ke
Indonesia adalah untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia.
Dan untuk melancarkan usahanya, Belanda menempuh beberapa cara yaitu
membentuk VOC pada tahun 1902 dan membentuk pemerintahan kolonial
Hindia-Belanda. Setelah masa penjajahan itu usai, Belanda meninggalkan
kebudayaan dan kebijakan-kebijakan yang sebagian masih di pakai oleh
Indonesia.
Indonesia pada masa pemerintahan Hindia-Belanda abad XIX sudah
mengalami berbagai pergantian Gubernur Jendral tetapi yang paling
menyengsarakan rakyat yaitu pada masa Gubjen, Rafles, Daendels, Van den
Bosch, dan van Hogendrop. Yang menerapkan system tanam paksa, penyerahan
wajib hasil pertanian, penyewaan tanah kepada rakyat, penyewaan desa pada
pihak swasta dan pembuatan jalan dari Anyer sampai Panarukan.
B. Saran
Segala kritik dan saran membangun sangat dibutuhkan.

11
DAFTAR PUSTAKA
Linda Christanty. Nyai dan Masyarakat Kolonial Hindia Belanda. Prisma No. 10, 1994.

Mas'udi, M.F. (2013). Syarah UUD 1945 Perspektif Islam. Pustaka Alvabet, 19-20.
Reggie, Baay. Nyai dan Pergundikan di Hindia Belanda. Jakarta: Komunitas Bambu.
2010.

Saragih, Sepando. (November 2018). Penjajahan Masa Kini. Diakses pada


https://www.kompasiana.com/ando27/5bf2423743322f2aa336c3ec/penjajahan
masa-kini?page=1
Tineke, Hellwig. Citra Kaum Perempuan di Hindia Belanda, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia. 2007.

Yasa, Nyoman, I. (Oktober 2013). Orientalisme, Perbudakan, Dan Resistensi Pribumi


Terhadap Kolonial Dalam Novel-Novel Terbitan Balai Pustaka. 2(2).
Zed, M. (2017). Warisan Penjajahan Belanda di Indonesia Pasca-Kolonial (Perspektif
Perubahan dan Kesinambungan). Diakronika, 17(1), 88-103.

12

Anda mungkin juga menyukai