Anda di halaman 1dari 5

Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalani

Kitab Shalat

‫َفْض ُل َص َالِة الَج َم اَع ِة َو اِإلَم اَم ِة‬


Keutamaan Shalat Berjamaah dan Masalah Imam
Daftar Isi tutup
1. Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalani
2. Kitab Shalat
3. Hadits #405
3.1. Faedah hadits
3.2. Referensi:

Hadits #405
‫ «ِإَّنَم ا‬: ‫ َقاَل َر ُسوُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬: ‫َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َرِض َي ُهللا َع ْنُه َقاَل‬
،‫ َو ِإَذ ا َر َك َع َفاْر َك ُعوا‬، ‫ َو َال ُتَك ِّبُروا َح َّتى ُيَك ِّبَر‬،‫ َفِإَذ ا َك َّبَر َفَك ِّبُروا‬،‫ُج ِعَل اِإلَم اُم ِلُيْؤ َتَّم ِبِه‬
، ‫ الَّلُهَّم َر َّبَنا َلَك اْلَح ْم ُد‬:‫ َفُقوُلوا‬،‫ َسِمَع ُهللا ِلَم ْن َح ِم َد ُه‬: ‫َو ِإَذ ا َقاَل‬، ‫َو َال َتْر َك ُعوا َح َّتى َيْر َك َع‬
‫ َو ِإَذ ا‬،‫ َو ِإَذ ا َص َّلى َقاِئمًا َفَص ُّلوا ِقَيامًا‬، ‫ َو َالَتْسُج ُد وا َح َّتى َيْس ُجَد‬،‫َو ِإَذ ا َسَج َد فاْسُج ُد وا‬
‫ َو َأْص ُلُه ِفي‬،‫ َو هَذ ا َلْفُظُه‬، ‫ َر َو اُه َأُبو َد اُوَد‬.» ‫َص َّلى َقاِع دًا َفَص ُّلوا ُقُعودًا َأْج َم ِع يَن‬
‫الَّص ِح يَح ْيِن‬.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti. Maka apabila imam telah
bertakbir, bertakbirlah kalian dan jangan bertakbir sebelum imam bertakbir. Apabila imam
rukuk, maka rukuklah kalian dan jangan rukuk sebelum imam rukuk. Apabila imam
mengucapkan ‘sami’allahu liman hamidah’, maka ucapkanlah ‘ALLAHUMMA ROBBANAA
LAKAL HAMDU’. Apabila imam sujud, maka sujudlah kalian dan jangan sujud sebelum ia
sujud. Apabila imam shalat berdiri, maka shalatlah dengan berdiri. Apabila imam shalat
sambil duduk, maka shalatlah kalian semua sambil duduk.” (HR. Abu Daud, lafaz hadits ini
dari shahihain, Bukhari dan Muslim). [HR. Abu Daud, no. 603, juga diriwayatkan oleh Al-
Bukhari, no. 734, 722 dan Muslim, no. 416, 417].

Faedah hadits

1. Makmum dilarang menyelisihi imam dalam hal: (a) musaabaqah (mendahului imam),
(b) muwaafaqah (bersamaan dengan imam), (c) ta’akhkhur ‘anhu (terlambat dari
imam).
2. Mendahului imam adalah makmum mengerjakan gerakan shalat sebelum imamnya.
Contoh, makmum melakukan takbiratul ihram sebelum imam melakukannya. Hal ini
jika dilakukan, hukumnya adalah haram berdasarkan kesepakatan para ulama. Jika
mendahului imam dilakukan dalam keadaan lupa atau tidak tahu, shalatnya sah, tetapi
ia harus kembali. Adapun bersamaan dengan imam adalah melakukan gerakan
bersama imam. Contoh, makmum rukuk bersamaan dengan imam. Kalau ini
dilakukan untuk takbiratul ihram, shalat makmum tidaklah sah. Namun, untuk selain
takbiratul ihram, hukumnya makruh untuk berbarengan dengan imam. Adapun telat
dari imam jika dilakukan karena uzur seperti lupa atau lalai, maka makmum mengejar
ketertinggalan lantas mengikuti imam.
3. Hadits ini menunjukkan hendaklah makmum mengikuti imam dalam perbuatan dan
takbir. Shalat makmum itu mengikuti shalatnya imam.
4. Makmum wajib mengikuti (mutaaba’ah) imam dalam takbir, berdiri, rukuk, dan
sujud. Makmum melakukannya setelah imam melakukannya. Makmum melakukan
takbiratul ihram setelah imam melakukannya. Jika makmum melakukan takbiratul
ihram sebelum imam selesai takbiratul ihram, shalat makmum tidaklah sah. Makmum
melakukan rukuk ketika imam telah memulai melakukan rukuk dan sebelum imam
bangkit dari rukuk. Jika makmum berbarengan dengan imam atau mendahului imam,
maka ia telah melakukan suatu hal yang buruk, tetapi shalat yang dilakukannya
tidaklah batal. Hal ini berlaku juga ketika sujud.
5. Hendaklah makmum mengucapkan salam setelah imam selesai mengucapkan salam.
Apabila makmum mengucapkan salam sebelum imam, shalat makmum batal. Hal ini
dikecualikan jika makmum berniat mufaraqah, berpisah dari imam, ada ikhtilaf ulama
dalam hal ini. Jika makmum mengucapkan salam bersama imam, bukan sebelumnya
ataukah sesudahnya, maka ia telah berbuat suatu hal yang buruk. Menurut pendapat
ash-shahih (ada perbedaan pendapat, tetapi lemah ikhtilaf), shalat makmum tersebut
tidaklah batal. Namun, ada ulama yang menyatakan untuk kasus ini, shalat makmum
batal.
6. Jika imam shalat dalam keadaan duduk, hendaklah makmum shalat dalam keadaan
duduk pula. Para ulama berselisih pendapat dalam hal ini. Menurut ulama Hanafiyah,
Syafiiyah, dan jumhur ulama, orang yang mampu berdiri hendaklah melakukan shalat
dalam keadaan berdiri, walaupun imamnya duduk. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
saat sakit menjelang wafatnya, beliau shalat sambil duduk dan Abu Bakar tetap shalat
dalam keadaan berdiri. Adapun hadits “Sesungguhnya imam itu diangkat untuk
diikuti”, yang dimaksud adalah imam itu diikuti dalam perkara lahiriyah (zhahir)
sebagaimana disebutkan dalam hadits Aisyah.
7. Hendaklah mengikuti imam tidak sampai ada jeda lama, tidak sampai telat. Huruf fa’
dalam penyebutan hadits bermakna ta’qib wa isti’jaal, yaitu setelah dan segera.
Dalam hadits Al-Barra’ bin ‘Aazib disebutkan bahwa para sahabat itu baru
membungkukkan punggung untuk sujud dari iktidal ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam sudah meletakkan dahinya di atas tanah (HR. Bukhari, no. 811 dan Muslim,
no. 484). Jika sujud saja dilakukan oleh para sahabat seperti itu, gerakan lainnya tentu
sama karena sujud itu biasanya lebih mudah didahului jamaah daripada gerakan
lainnya.
8. Yang dimaksud mengikuti imam adalah pada gerakan zhahirah (lahiriyah), bukan
mengikuti imam dalam hal niat (berarti berbeda niat tak ada masalah). Inilah pendapat
ulama Syafiiyah, salah satu pendapat dalam riwayat Ahmad, dan pendapat ulama
Zhahiriyyah.
Baca Juga:

 Uzur Tidak Menghadiri Shalat Berjamaah di Masjid


 Safinatun Naja: Aturan Shalat Berjamaah
 Lima Waktu Terlarang untuk Shalat
 Makmum Membaca Al-Fatihah di Belakang Imam

Referensi:

 Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H.


Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid Ketiga. 3:374-
378.
 Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah. Cetakan pertama,
Tahun 1443 H. Syaikh Prof. Dr. Muhammad Musthafa Az-Zuhaily. Penerbit
Maktabah Daar Al-Bayan. 2:19-20.

Sumber https://rumaysho.com/37456-cara-mengikuti-imam-dalam-shalat-berjamaah.html
Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalani
Kitab Shalat

‫َفْض ُل َص َالِة الَج َم اَع ِة َو اِإلَم اَم ِة‬


Keutamaan Shalat Berjamaah dan Masalah Imam
Daftar Isi tutup
1. Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalani
2. Kitab Shalat
3. Hadits #406
3.1. Faedah hadits
3.2. Referensi:

Hadits #406
‫َع ْن َأِبي َسِع يٍد اْلُخ ْد ِرِّي رضي هللا عنه َأَّن َر ُسوَل ِهللا صّلى هللا عليه وسّلم َر َأى ِفي‬
‫ َر َو اُه ُم ْس ِلٌم‬.» ‫ َو ْلَيْأَتَّم ِبُك ْم َم ْن َبْع َد ُك ْم‬،‫ «َتَقَّد ُم وا َفاْئَتُّم وا ِبي‬: ‫ َفَقاَل‬،‫َأْص َح اِبِهَتَأُّخ رًا‬.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat
para sahabatnya mundur ke belakang. Maka beliau bersabda, “Majulah kalian dan ikutilah
aku, dan hendaklah orang-orang ini di belakangmu mengikuti kalian.” (HR. Muslim) [HR.
Muslim, no. 438]

Faedah hadits

1. Hadits ini menunjukkan keutamaan dekat dengan imam dalam shalat berjamaah dan
keutamaan shaf pertama karena di dalamnya ada banyak faedah dan manfaat.
2. Orang yang berada di belakang imam bisa saja menggantikan imam ketika ada uzur.
3. Orang yang berada di belakang imam bisa banyak mengambil manfaat dari imam,
apalagi imam tersebut adalah seorang ahli ilmu yang fakih.
4. Orang yang berada di belakang imam juga bisa mengingatkan imam jika imam lupa.
5. Makmum yang tidak melihat, juga termasuk yang tidak mendengar imam bisa
mengikuti shaf di depannya dalam hal mengikuti imam (mutaba’ah) atau bisa
mengikuti lewat orang yang menyampaikan suara imam.
6. Jika jumlah jamaah begitu banyak, mengikuti imam tidaklah disyaratkan dengan
melihat imam secara langsung, bisa cukup dengan mendengar suara imam. Misalnya,
imam di dalam masjid lalu makmum berada di halaman masjid atau di lantai dua.
7. Jika shaf itu tidak bersambung dengan shaf berikutnya di dalam masjid, maka shalat
itu sah. Sebagian ulama memakruhkan hal ini karena menyelisihi sunnah untuk
membuat shaf dari yang pertama lalu yang berikutnya. Walaupun shaf seperti ini sah
karena masjid dibangun untuk berjamaah. Siapa saja yang berada dalam masjid, maka
ia berada dalam tempat untuk berjamaah.
8. Jika makmum berada di luar masjid, lantas shaf masih bersambung, maka shalatnya
sah tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Adapun jika shaf tidak
bersambung ada pemisah antara shaf karena terpisah oleh jalan atau lainnya, maka hal
ini ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Sebagian ulama mengatakan sah
untuk masalah ini, sebagian yang lainnya mengatakan tidak sah. Yang lebih hati-hati
adalah shaf mestilah bersambung jika makmum berada di luar masjid karena maksud
dari shalat berjamaah adalah bersatu dalam tempat dan sama dalam gerakan.

Baca juga:

 Sahkah Shalat di Mushalla Hotel Mengikuti Imam di Masjidil


Haram?
 Makmum di Luar Masjid Mengikut Imam di Dalam Masjid

Referensi:

 Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H.


Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid Ketiga. 3:379-
381.
 Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah. Cetakan pertama,
Tahun 1443 H. Syaikh Prof. Dr. Muhammad Musthafa Az-Zuhaily. Penerbit
Maktabah Daar Al-Bayan. 2:21-22.

Sumber https://rumaysho.com/37465-syarat-mengikuti-imam-makmum-di-masjid-atau-di-
luar-masjid.html

Anda mungkin juga menyukai