Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang

Bagi kaum perempuan atau pengguna makeup pasti tidak jarang


menggunakan produk sekali pakai dengan berbagai macam produk seperti face
palette, botol foundation, setting spray, lipstik dan lain sebagainnya. Kemasan
tersebut berbahaya jika dibuang tidak pada tempatnya seperti ke selokan, sungai,
yang akan bermuara ke laut. Laporan dari BBC (British Broadcasting
Corporation) menyebutkan bahwa industri kosmetik ikut menyumbang
pencemaran lingkungan, terutama mikroplastik yang dihasilkan tidak dapat terurai
di tanah, saluran pembuangan, sungai dan laut. Karena “pengolahan limbah air
tidak dirancang menyaring mikroplastik atau plastik dengan ukuran sedikit lebih
besar dari cotton buds. Produk itu lolos dari saringan” (Brighty, 2019). Jika
kebiasaan ini terus berlanjut maka akan merusak biota di sungai maupun laut.
Sebab unsur-unsur kimia sisa kosmetik tidak sengaja terkonsumsi oleh hewan di
sungai maupun di laut tersebut atau yang lebih buruknya dapat merusak habitat
aslinya karena limbah kimia dan sampah yang tidak dapat terurai dengan baik.
Sampah plastik merupakan salah satu permasalahan yang sangat penting
baik di Indonesia maupun dunia. Menurut data riset Kementerian Lingkungan
Hidup Indonesia, sampah plastik yang terbuang kini mencapai angka 67,8 ton
pada tahun 2020 (Nurbaya, 2020), dimana dari jumlah sampah tersebut sampah
dari kemasan kosmetik juga ikut andil di dalamnya, ditunjukkan dari data
Euromonitor tahun 2017 menyatakan bahwa terdapat 76,8 miliar sampah kemasan
plastik berasal dari industri kosmetik (Widianti, 2019). Selain menghasilkan
limbah plastik, dihasilkan juga limbah kosmetik. Meski sering dikira tidak
berbahaya, kosmetik yang sudah kedaluwarsa sebenarnya termasuk golongan
limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Kosmetik mengandung bahan-bahan
yang dapat merusak lingkungan.
Limbah kosmetik biasanya dihasilkan oleh usaha kecantikan seperti
salon. Salon merupakan tempat yang digunakan untuk melakukan perawatan
tubuh serta mempercantik diri sehingga mampu membuat seseorang tampil lebih

1
percaya diri.

2
Dalam hal ini, pengunjung salon dapat memanjakan diri dan mempercantik diri
baik dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan berbagai perawatan yang
ditawarkan oleh masing-masing salon.
Saat ini ketergantungan seorang wanita dengan salon kecantikan sangat
tinggi hal ini dapat ditunjukan dengan bertambahnya jumlah salon kecantikan dan
selalu dibanjiri oleh pelanggan. Mengingat bangsa pasar yang cukup besar
khususnya bagi perempuan dimana seiring perkembangan jaman, tren dan model
gaya rambut yang terus berubah ditambah kebutuhan akan kecantikan diri sangat
penting bagi perempuan. Bicara tentang perawatan tubuh, seperti perawatan
rambut dan wajah, tentu akan erat kaitannya dengan salon kecantikan. Salon
merupakan salah satu wadah untuk mewujudkan hal tersebut. Untuk itu,
Penelitian ini dilakukan di Tania Salon. Tania salon merupakan Unit Kegiatan
Menengah yang pastinya menggunakan kosmetik sebagai alat utama usaha
tersebut. Limbah-limbah kosmetik pada Tania Salon dapat berupa limbah dari
kemasan suatu produk kosmetik, makeup yang sudah kadaluarsa, dan juga sponge
dan alat-alat salon lainnya yang tidak bisa digunakan lagi.
Integrated Sustainable Waste Management merujuk pada pendekatan
holistik yang bertujuan untuk mengelola limbah secara efisien dan bertanggung
jawab sambil meminimalkan dampak lingkungan, mempromosikan konservasi
sumber daya, dan mendorong manfaat sosial dan ekonomi. Hal ini melibatkan
integrasi berbagai praktik, teknologi, dan kebijakan pengelolaan limbah untuk
mengatasi seluruh siklus pengelolaan limbah mulai dari generasi hingga
pembuangan. Dengan mengintegrasikan pendekatan dan prinsip-prinsip
Integrated Sustainable Waste Management, dapat menciptakan ekonomi sirkular
di mana sumber daya digunakan secara lebih efisien, limbah diminimalkan, dan
dampak lingkungan dan sosial dikurangi, pada akhirnya berkontribusi pada
masyarakat yang lebih berkelanjutan dan tangguh.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, dapat ditarik beberapa rumusan
masalah sebagai berikut:

3
1. Bagaimana analisis dampak terhadap lingkungan (AMDAL) limbah kosmetik?
2. Bagaimana efektivitas pengelolaan limbah kosmetik dengan penerapan
Integrated Sustainable Waste Management?
3. Bagaimana perbandingan kualitas lingkungan sebelum dan sesudah
pengaplikasian Integrated Sustainable Waste Management?

1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis dampak terhadap lingkungan (AMDAL) limbah kosmetik.
2. Mengidentifikasi efektivitas pengelolaan limbah kosmetik dengan penerapan
Integrated Sustainable Waste Management.
3. Membanding kualitas lingkungan sebelum dan sesudah pengaplikasian
Integrated Sustainable Waste Management.

1.4. Batasan Masalah


Batasan masalah dalam penelitian ini meliputi beberapa hal sebagai
berikut:
1. Masalah ini terbatas pada permasalahan terkait limbah kosmetik.
2. Masalah ini terbatas pada pengaplikasian Integrated Sustainable Waste
Management.
3. Kegiatan penelitian ini terbatas pada Tania Salon.

1.5. Manfaat Penelitian


Adapun manfaat penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Bagi tim peneliti, peneliti mendapatkan pengalaman baru dalam
menyelesaikan permasalahan lingkungan industri.
2. Bagi Masyarakat dan sivitas akademika, dapat menjadi refrensi dalam
penelitian selanjutnya yang lebih kompleks dan merinci.
3. Bagi pemerintah, dapat menjadi Solusi alternatif dalam menangani
masalah limbah kosmetik yang mencemari lingkungan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah Kosmetik
2.1.1. Pengertian Limbah Kosmetik
Limbah kosmetik adalah sisa-sisa produk kosmetik yang dibuang setelah
digunakan. Limbah kosmetik umumnya mencakup bahan kimia berbahaya baik
yang berbentuk maupun tidak berbentuk. Limbah kosmetik di salon dapat berasal
dari berbagai produk kosmetik seperti botol shampoo, mangkuk, dan sisir cat yang
terbuat dari plastik, kapas, botol hairspray, wadah makeup dan lainnya. Limbah
cair kosmetik bisa berasal dari pencucian peralatan dengan menggunakan air dan
sabun/deterjen, air bekas cucian rambut, dan air bekas pembersihan makeup. Jenis
jasa yang ditawarkan oleh salon umumnya beragam. Mulai dari jasa perawatan
diri hingga untuk merias diri. Hal ini menyebabkan banyaknya jenis produk yang
digunakan didalam salon yang secara langsung juga memperbanyak jenis limbah
yang dihasilkan oleh usaha salon.
Untuk jasa merawat diri, limbah kosmetik yang dihasilkan diantaranya
botol kemasan dari setiap produk yang dipakai contohnya botol shampoo,
creambath, lulur hingga masker. Lalu air cucian, biasanya air cucian rambut dan
juga wajah. Sedangkan untuk jasa merias diri, limbah kosmetik yang dihasilkan
adalah kemasan dari produk makeup yang dipakai, sampah makeup yang expired
sebelum habis dipakai, hingga limbah pencemaran udara yang dihasilkan dari
penggunaan alat alat di salon seperti hair dryer dan alat uap. Limbah kosmetik
terutama yang terbuat dari plastik tentu akan sangat berbahaya bagi lingkungan
sekitar karena dapat menyumbang pencemaran lingkungan seperti di tanah,
saluran pembuangan, sungai, dan laut. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pengelolaan limbah kosmetik yang baik dan didaur ulang dengan baik agar tidak
menumpuk dan menjadi masalah lingkungan.

5
2.2. Dampak Limbah Kosmetik
Limbah dari produk kosmetik, seperti kemasan plastik dan mikroplastik,
memiliki dampak berbahaya bagi lingkungan. Jika tidak dikelola dan didaur ulang
dengan baik, sampah plastik dari kemasan skincare atau kosmetik dapat
menumpuk dan mencemari lingkungan, termasuk tanah dan air. Selain itu,
penggunaan mikroplastik dalam produk kosmetik juga menjadi salah satu
penyebab pencemaran lingkungan, karena mikroplastik sulit terurai di lingkungan
seperti sungai, saluran pembuangan, dan laut. Mikroplastik adalah potongan
plastik yang sangat kecil dengan diameter kurang dari 5 mm. Mikroplastik dapat
mencemari lingkungan dan menjadi salah satu penyebab pencemaran lingkungan,
karena mikroplastik sulit terurai di lingkungan seperti sungai, saluran
pembuangan, dan laut. Ada dua jenis mikroplastik, yaitu mikroplastik primer yang
diproduksi langsung untuk produk tertentu seperti deterjen, kosmetik, dan
pakaian, serta mikroplastik sekunder yang berasal dari penguraian sampah plastik
di lautan.
Mikroplastik dapat ditelan oleh makhluk hidup yang sangat kecil seperti
bakteri, amoeba, dan plankton yang hidup di perairan hingga akhirnya dimakan
oleh pemangsanya seperti ikan. Mikroplastik juga dapat masuk ke dalam tubuh
manusia melalui makanan, misalnya mengkonsumsi ikan atau hewan air yang
tercemar limbah plastik, penggunaan garam saat pengawetan ikan, dan
penggunaan wadah makanan yang terbuat dari plastik.Penting untuk
meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan limbah kosmetik dan
kosmetik ramah lingkungan.
Langkah-langkah seperti daur ulang sampah plastik, pengurangan
penggunaan kantong plastik, dan beralih kepada kemasan yang lebih ramah
lingkungan dapat membantu mengurangi dampak negatif limbah kosmetik
terhadap lingkungan. Saat ini, kesadaran konsumen Indonesia yang relatif rendah
terhadap produk kosmetik ramah lingkungan menyebabkan masih banyaknya
penggunaan kosmetik yang tidak ramah lingkungan.
Meski sering dikira tidak berbahaya, kosmetik yang sudah kedaluwarsa
sebenarnya termasuk golongan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).
Kosmetik mengandung bahan-bahan yang dapat merusak lingkungan, seperti

6
beberapa daftar bahan berbahaya yang terkandung dalam kosmetik kedaluwarsa
dibawah ini, dimana perlu dilakukan penanganan yang baik dan benar.

2.2.1. Microbeads
Bahan ini merupakan plastik dalam ukuran sangat kecil. Microbeads
biasa digunakan untuk membuat produk perawatan tubuh seperti exfoliating
scrub, face cleanser, hingga sabun mandi. Baik karena kadaluwarsa
atau pemakaian, microbeads kerap dianggap sampah biasa. Padahal, partikel kecil
tersebut dapat mencemari air, baik itu saluran air, sungai, danau, hingga laut. Ini
dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan membahayakan kesehatan
manusia. Pasalnya, komposisi microbeads membuatnya bersifat menarik racun
dan merusak rantai makanan di perairan. Ditunggu berapa lama pun, microbeads
terus mengancam keadaan lingkungan karena tidak bisa terurai. Sifat non-
biodegradable merupakan dampak dari komposisi microbeads yang biasa
ditemukan dalam produk kosmetik, yaitu polietilen atau polipropilen. Komposisi
tersebut cenderung murah dan mudah dibuat, namun membutuhkan waktu ratusan
tahun sampai akhirnya terurai.

2.2.2. Merkuri
Sejumlah produsen kosmetik menggunakan merkuri sebagai salah satu
bahan produk kecantikan karena garam merkuri mampu menghambat
pembentukan melanin. Hasil yang dijanjikan antara lain warna kulit cerah dan
terang, serta mengurangi bintik hitam. Pemakaian produk yang mengandung
merkuri tidak disarankan karena berpotensi mengakibatkan dampak seperti iritasi,
ruam, luka, dan akibat lainnya. Meski begitu, masih banyak kosmetik yang
mengandung merkuri. Parahnya lagi, merkuri juga menyebabkan kerusakan
lingkungan. Bentuk gas dari merkuri dapat mencemari udara, lalu membahayakan
manusia dan hewan. Merkuri yang masuk ke saluran air pun akhirnya dikonsumsi
oleh biota air. Hal ini menjadi penyebab larangan makan ikan bagi ibu hamil, ibu
yang baru melahirkan, dan anak di bawah enam tahun.

7
2.2.3. Paraben
Paraben adalah zat kimia yang kerap digunakan sebagai pengawet produk
kosmetik. Meski bersifat biodegradable, uji laboratorium menunjukkan bahwa
paraben membahayakan ekosistem terumbu karang. Senyawa tersebut turut
ditemukan di permukaan air, ikan, dan sedimentasi laut. Produk yang
mengandung paraben biasanya berbentuk cair, seperti moisturizer, pembersih
wajah, serta tabir surya atau sunscreen. Pasalnya, paraben dapat mencegah
tumbuhnya bakteri dan jamur pada produk.

2.2.4. BHA dan BHT


Beberapa foundation, maskara, dan blush memiliki kandungan BHA
(butylated hydroxyanisole) dan BHT (butylated hydroxytoluene). Lagi-lagi,
kosmetik kedaluwarsa dengan zat tersebut berbahaya jika dibuang begitu saja
karena membawa racun bagi makhluk hidup di laut.

2.2.5. Siloksan
Nama siloksan lebih umum dikenal sebagai silikon. Bahan ini mungkin
tidak asing karena kerap digunakan dalam pembuatan lipstik hingga perawatan
rambut. Sebelumnya, senyawa kimia ini dinilai aman untuk lingkungan. Namun,
beberapa penelitian terbaru membuktikan dampak berbahaya siloksan terhadap
makhluk hidup dan lingkungan.
Siloksan memang digunakan untuk berbagai tujuan. Namun, monitor di
Uni Eropa membuahkan jawaban terkait produk yang membawa risiko terbesar
dari siloksan. Sebagian besar risiko lingkungan akibat siloksan ternyata berasal
dari produk kecantikan. Oleh karena itu, Anda tidak dapat membuang kosmetik
kedaluwarsa begitu saja.

2.2.6. Triklosan
Bahan kosmetik yang juga membahayakan lingkungan adalah triklosan.
Terdapat sifat racun pada triklosan, di mana tumbuhan ganggang atau alga terkena
dampaknya. Padahal, alga memiliki peran penting untuk ekosistem perairan.

8
2.2.7. Wewangian sintetis
Material wewangian sintetis ada dalam berbagai jenis kosmetik.
Masalahnya, harum pada produk kosmetik terbuat dari sejumlah bahan kimia.
Campuran bahan kimia tersebut terbukti berbahaya untuk lingkungan laut.
Pengolahan air limbah tidak dapat memecahnya, sehingga material pun berakhir
di perairan.

2.3. Penanganan Limbah Kosmetik


Karena tingginya tingkat resiko negatif yang dihasilkan dari limbah
kosmetik, tentu harus dicari solusi dalam menanganinya. Untuk mengelola limbah
kosmetik secara aman, terdapat beberapa langkah yang dapat diambil. Salah
satunya adalah dengan melakukan menjual kembali atau memberikan kepada
orang lain: Karena banyaknya jenis produk yang digunakan, seringkali ada jenis
kosmetik yang tidak cocok dan terbuang begitu saja. Produk atau kosmetik yang
tidak cocok masih bisa dijual kembali lewat platform online atau diberikan
kepada orang terdekat yang mungkin membutuhkannya. Dengan melakukan hal
ini, meskipun sampah kemasan tidak berkurang, setidaknya isi kosmetik tidak
akan terbuang begitu saja dan mengotori lingkungan.
Contoh lain adalah dengan menggunakan ulang kemasan. Wadah
kosmetik yang sudah kosong dapat digunakan kembali untuk berbagai keperluan,
misalnya sebagai wadah skincare atau vas bunga dengan ditambahkan sedikit
hiasan. Hal ini tentu akan sangat mengurangi limbah kosmetik karena yang
digunakan kembali adalah limbah wadah yang biasanya terbuat dari plastik yang
sulit diurai.
Sedangkan untuk penanganan limbah cair dapat dilakukan dengan membuang
sampah limbah cair ke jalur pembuangan yang seharusnya. Limbah cair harus
dibuang pada tempatnya, bukan menuju sungai atau parit sehingga tidak akan
mencemari lingkungan sekitarnya dan akan mempermudah proses daur ulang.
Langkah lain adalah dengan mendaur ulang. Beberapa merek kosmetik
memiliki program daur ulang untuk wadah kosong mereka. Beberapa merk
kosmetik punya program daur ulang. Cukup dengan mengembalikan wadah

9
kosong

10
ke toko merek tersebut untuk didaur ulang. Apalagi dengan mengembalikan
wadah kosong biasanya kita bisa mendapatkan potongan harga jika ingin membeli
kosmetik dengan merk yang sama.
Pilihan lain adalah dengan beralih ke kosmetik bebas sampah. Biasanya
kemasan kosmetik dibagi menjadi banyak tipe mulai dari yang mudah terurai
hingga yang sulit terurai. Apalagi ditengah maraknya kampanye cinta lingkungan,
sudah ada banyak sekali kosmetik dengan ramah lingkungan yang bisa menjadi
pilihan. Memilih kosmetik dengan kemasan yang ramah lingkungan atau mudah
terurai tentu bisa menjadi salah satu cara menanggulangi tingginya limbah yang
dihasilkan dari kosmetik. Memilih kosmetik dengan kemasan ramah lingkungan
dapat membantu mengurangi limbah kosmetik secara keseluruhan.
Cara terakhir adalah dengan memilah sampah makeup. Sebagai
pengguna, memilah dan mengolah sampah makeup dengan cara yang bertanggung
jawab, misalnya dengan membersihkan kemasan dalam botol untuk memudahkan
proses daur ulang. Dengan memilah milah kemasan sisa, kita bisa membuang
botol kemasan kita ke tempat pembuangan yang benar sehingga dapat melalui
proses pengolahan dan daur ulang yang maksimal.

2.4. Integrated Sustainable Waste Management


Integrated Sustainable Waste Management (ISWM) merupakan sebuah
model yang dapat memberi indikasi pengelolaan sampah yang berdampak pada
lingkungan kota, dan memberi strategi dengan potensi mengoptimalkan fungsinya
lingkungan dalam pengolahan sampah (Anschutz, IJgosse, & Scheinberg, 2004)
Adanya kebutuhan untuk mengembangkan kebijakan yang akan berfungsi sebagai
alat yang dapat diterapkan untuk mengatur timbulan sampah dan pembuangan,
dan melepas pandangan tradisional produksi yang tertuju pada kegiatan ambil,
buat, buang yang tidak bersifat sustainable mengingat tingginya pertumbuhan
populasi global dan kehidupan. Pengelolaan sampah dapat dilihat sebagai proses
yang terintegrasi ketika prosesnya melibatkan pengaplikasian berbagai teknik,
teknologi dan pendekatan manajemen yang ditetapkan guna mewujudkan tujuan
yang ingin dicapai, sehingga memperkuat kebutuhan untuk menerapkan beberapa
proses

11
pengelolaan sampah yang akan memfasilitasi berbagai kegiatan seperti daur
ulang, dan pemisahan, sebelum akhirnya dibawa ke Tempat Pemrosesan Sampah
(TPS) (Visigah & Kakulu,2015). Maka diperlukan tindakan yang benar guna
mengembangkan sistem yang bertujuan untuk mendapat manfaat dan
memaksimalkan sumber daya yang ada.

12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2007).
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk
meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen)
dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data
dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data yang bersifat induktif, dan
hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi
(Sugiyono, 2009).
Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman
yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan
masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran
kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan
melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998:15). Bogdan dan Taylor
(Moleong, 2007:3), mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

3.2. Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilakukan selama 2 minggu di Tania Salon dengan rincian
sebagai berikut:
Waktu : 26 Februari 2024 – 9 Maret 2024
Tempat : Tania Salon (Jl. Wahid Hasyim, No. 30, Babura, Kec.
Medan Baru, Kota Medan
3.3. Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Limbah kosmetik
2. Air
3. Tong Sampah
13
4. Abu Gosok
3.4. Tahapan Penelitian
3.4.1. Perencanaan Penelitian
Tim peneliti akan mengunjungi Tania Salon untuk melakukan beberapa
survey dan pengecekan tempat penelitian. Tim peneliti akan memberikan edukasi
kepada pemilik Tania Salon pentingnya pengelolaan limbah kosmetik yang
berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas sistem lingkungan sekitarnya. Tim
juga akan menyusun draft jadwal dan taksasi dana dalam penelitian yang akan
dilakukan.
3.4.2. Persiapan Penelitian
Tim peneliti menyiapkan berbagai bahan dan alat yang diperlukan untuk
penelitian, membagi tugas, dan memberikan informasi terhadap penelitian yang
akan dilakukan.
3.4.3. Pelaksanaan Penelitian
Tim peneliti melakukan penelitian di Tania Salon selama 2 minggu untuk
mengaplikasikan Integrated Sustainable Waste Management agar mampu
diterapkan selama berkelanjutan untuk hasil yang lebih maksimal.

3.4.4. Evaluasi Penelitian


Peneliti akan mengevaluasi hasil penelitian dengan mengidentifikasi
capaian indikator dan membandingkan sebelum dan sesudah pengaplikasian
Integrated Sustainable Waste Management di Tania Salon. Tim peneliti akan
menganalisis data dan menafsirkan data untuk memenuhi capaian indikator.

3.5. Jenis dan Sumber Data


Berdasarkan metodologi penelitian diatas, maka sumber data dalam
penelitian ini terdiri dari dua sumber yaitu dari data primer dan data
sekunder,
1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini merupakan data yang diperoleh langsung
dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan terhadap pemberi informasi
yaitu pihak Tania Salon.
2. Data Sekunder
14
Data Sekunder adalah data yang tidak langsung diberikan kepada peneliti
misalnya penelitian orang lain atau mencari melalui dokumen. Data sekunder dari
penelitian ini diperoleh dari buku, jurnal, dan data pendukung lainnya.

3.6. Analisis Data


Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskripitif kualitatif.
Teknik analisis data dilakukan dengan menyajikan hasil wawancara, observasi,
dan melakukan penelitian terhadap masalah yang ditemukan di lapangan sehingga
dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti dan menarik
kesimpulan kemudian dirincikan secara detail.

15
DAFTAR PUSTAKA

Andrady L. A,. 2011. Microplastics in the marine environment. Marine


Pollution Bulletin. Hlm. . 1596–1605.
Artanti S.K. Pengolahan Limbah Cair Kosmetik Secara Elektrokoagulasi
Sistem Batch. 2019. Ekologia. Hlm. 44–54.
Dermawan D., L. Ahming, S. Mandra MA,. 2018. Kajian Strategi Pengelolaan
Sampah. UNM. Environ Journals. Hlm. 86.
Koski Karell S. N,. 2019. Integrated Sustainable Waste Management in
Tourism Markets: The Case of Bali. Indian Journal of Public
Administration. Hlm. 67-69.
Lita N., Sofianti ANALISIS PENGELOLAAN SAMPAH INDUSTRI
KOSMETIK X DI KOTA DEPOK JAWA BARAT. 2023. Jurnal
Sanitasi Lingkungan. ISSN 2828-7592. Vol.3, No.1. Hlm. 21-22.
Viva F. Weddy Inggrid,. 2016. PENGGUNAAN “GREEN COSMETIC”
DALAM MEWUJUDKAN PERILAKU KESADARAN
LINGKUNGAN. Jurnal Ilmu Lingkungan. ISSN 1978-5283. Hlm.
199-200.

16

Anda mungkin juga menyukai