Anda di halaman 1dari 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/328653819

Pemetaan Potensi Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC) di Indonesia

Thesis · November 2015

CITATION READS
1 1,546

2 authors, including:

Akhmad Hanan
Universitas Pertahanan Indonesia
4 PUBLICATIONS 1 CITATION

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Akhmad Hanan on 01 November 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Pemetaan Potensi Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC) di Indonesia

Akhmad Hanan, S.Kel*


Program Studi Ketahanan Energi
Universitas Pertahanan Indonesia
Bogor, Indonesia
Hananakhmad@gmail.com

Abstrak
Energi listrik terbarukan dari laut merupakan salah satu upaya dalam pencarian energi di
tengah kelangkaan persediaan bahan bakar fosil. Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC)
merupakan metode untuk menghasilkan energi listrik menggunakan perbedaan temperatur yang
berada di antara laut dalam dan perairan dekat permukaan yang digunakan untuk menjalankan
mesin kalor. Efisiensi dan energi terbesar dihasilkan oleh perbedaan temperatur yang paling besar.
Perbedaan suhu sebersar 20°C di antara permukaan air dan di kedalaman 1000 meter berada di
sekitaran ekuator. Indonesia sendiri sebagai negara yang memiliki wilayah dua pertiga lautan dan
berada di wilayah ekuator memiliki potensi energi terbarukan OTEC untuk dikembangkan untuk
mendukung keamanan energi nasional. Secara teoritis Indonesia memiliki potensi theroritical
resources untuk dikembangkan sebesar 4.247.389 MW, technical resources sebesar 136.669 MW
dan practical resources sebesar 41.001 MW. Laut Sulawesi, Laut Banda, Selat Makassar, Selat
Timur, Selat Morotai dan beberapa daerah di perairan Papua berpotensi OTEC.
Kata Kunci: Energi Terbarukan, Energi Laut, OTEC
Abstract
Renewable energy from the sea is one of the efforts in the discovery of energy in the middle of the scarcity
of fossil fuel supplies. Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC) is a technology for generating electrical
energy using the temperature difference that lies between the sea and the waters near the surface that is
used to run a heat engine. The efficiency and energy generated by the large temperature difference. The
temperature difference of 20 ° C between the water surface and at a depth of 1000 meters is located in the
equatorial area. Indonesia is a country that has an area two-thirds the ocean and is in the equatorial region
OTEC has the potential of renewable energy to be developed to support national energy security.
Theoretically Indonesia has the theoretical potential sources for the development of 4.247.389 MW,
technical resources amounting to 136.669 MW and 41.001 MW of practical resources. Celebes Sea, Banda
Sea, the Makassar Strait, Timor Strait, Strait of Morotai and some areas in northwest Papua potential
utilization of OTEC.
Keyword: Renewable Energy, Ocean Energy, OTEC

Pendahuluan
Energi memliki peran sangat penting bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Salah satunya adalah energi listrik, menjadi sangat penting siring berkembangnya teknologi sebab
semua peralatan membutuhkan listrik. Sumber utama listrik Indonesia masih memiliki
ketergantungan terhadap ketersediaan energi fosil yang ketersediaanya terbatas dan memiliki sifat
tidak dapat diperbaharui (non – renewable). Sumber energi alternatif banyak yang bisa
dipertimbangkan untuk mengganti sumber energi fosil seperti angin, matahari dan panas bumi
(geothermal). Akan tetapi energi laut merupakan sumber energi potensial yang sangat penting. Laut
memiliki sumber energi yang cukup memadai dan masih sedikit yang memanfaatkannya. Sumber
energi terbarukan yang berasal dari laut diantaranya adalah energi arus laut, energi pasang surut,
energi gelombang laut, sumber energi dari perbedaan salinitas dan sumber energi dari konversi
thermal lautan (Ocean Thermal Energy Conversion) atau yang biasa disebut OTEC.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah dua sepertiganya adalah
lautan dan berada pada daerah khatulistiwa. OTEC memanfaatkan energi matahari yang diserap
lautan dan dengan pertukaran panas antara air hangat di permukaan laut dengan air dingin di air laut
dalam, mengubah panas menjadi listrik sesuai dengan Siklus Rankine. Daerah potensial energi
panas laut merupakan daerah khatulistiwa seperti di Indonesia, dimana perbedaan suhu sepanjang
tahun mencapai 20° C . Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memetakan potensu energi
terbarukan Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC) di Indonesia. Selain itu untuk mengetahui
seberapa besar potensi OTEC dan pemanfaatannya di wilayah Indonesia.

Landasan Teori
Secara teori, Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC) merupakan konversi energi panas
laut untuk menghasilkan listrik dengan metode memanfaatkan perbedaan suhu antara permukaan
air hangat di permukaan samudera kawasan tropis maupun sub – tropis dengan air yang jauh lebih
dingin di kedalaman samudera (Rose, 1985). OTEC memerlukan perbedaan suhu sekitar 20°C,
perbedaan suhu sebesar ini tersedia di antara permukaan air dan di kedalaman kurang lebih 1.000 m
dan sekitar 20° di ekuator (Myers et al, 1985).

A. Sistem Penggerak Tenaga OTEC


Sistem OTEC digerakkan di dalam sebuah siklus termodinamika, yang menggunakan
perbedaan suhu antara air permukaan yang bersifat hangat (pada 26°C atau 79°F) dan secara
substansial dengan air dingin di kedalaman (pada 4°C atau 39°F) dari kedalaman laut. Sistem ini
mampu mendiferensialkan perbedaan suhu dan menghasilkan listrik. Sistem yang digunakan OTEC
adalah sistem siklus terbuka dan sistem siklus tertutup (Adrian, 2015).

Gambar. 1 Skema siklus tertutup sistem OTEC (Adrian, 2015)

Menurut Rose (1985), Dalam sistem terbuka siklus air hangat itu sendiri berfungsi sebagai
kerja cairan. Air ini dipompa ke dalam ruang dimana di bawah tekanan berkurang akan menguap.
Melewati turbin dan ke sebuah kondensator. Sebuah penukar panas seperti bahwa dalam sistem
siklus tertutup dapat digunakan dan kekentalan fluida.
B. Dasar Thermodinamika OTEC
Sistem OTEC bergantung pada hubungan dasar tekanan (P), suhu (T) dan volume (V) dari
cairan yang dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:
𝑃𝑉
= 𝛼 (1)
T

Dimana tekanan, suhu dan volume cairan dapat dikontrol erat dengan memanipulasi dua lainnya
variabel. Maka diferensial di suhu cairan dapat digunakan untuk membuat peningkatan tekanan di
lain. Peningkatan tekanan digunakan untuk menghasilkan kerja mekanik. Pada dasarnya ada tiga
jenis Sistem OTEC dikembangkan yang dapat memanfaatkan air laut perbedaan suhu adalah: siklus
tertutup, siklus terbuka dan siklus hybrid (Adrian, 2015).

C.Efisiensi OTEC
Ada batas teoritis, hingga maksimum efisiensi sistem OTEC dengan mengkonversi panas
disimpan dalam air permukaan yang hangat dari lautan tropis menjadi kerja mekanik.

𝑇𝑤𝑇𝑐
𝜂 max = (2)
Tw

Dimana 𝜂 max merupakan efisiensi maksimum, Tw merupakan suhu mutlak dari air hangat dan
Tc merupakan temperatur absolut dari air dingin (Adrian, 2015). Untuk daerah laut yang paling
cocok untuk OTEC operasi, suhu permukaan rata-rata setiap tahunan adalah sekitar 26,7°C menjadi
29,4°C. Air dingin pada 4,4°C atau di bawah tersedia pada kedalaman 900 m.

D. Desain Perencanaan dan Lokasi OTEC


Dengan perkiraan 300 exajoules (EJ) per tahun atau 90% dari potensi energi lautan global,
OTEC memiliki potensi terbesar dari energi laut yang berbeda teknologi (Lewis, et al., 2011).
Penggalian energi ini akan memiliki dampak pada struktur termal laut. Total perkiraan sumber daya
yang tersedia untuk OTEC bisa sampai 30 terawatt (TW) dan penggelaran 7 TW akan memiliki
sedikit efek pada bidang suhu samudera (Rajagopalan dan Nihous, 2013).

Gambar. 2 Sumber daya daerah termal untuk OTEC (daerah kuning-merah) (IRENA,2014)

Sumber OTEC tersebar luas. Setidaknya 98 negara dan wilayah telah diidentifikasi dengan
akses ke OTEC sumber termal dalam mereka 200 nautical zona ekonomi eksklusif mil. Potensi
ekonomi untuk OTEC tidak hanya ditentukan oleh kualitas Sumber OTEC, tetapi juga tergantung
pada kebutuhan negara-negara yang berbeda. Banyak negara pulau yang tergantung pada impor
diesel untuk pembangkit listrik, yang memiliki dampak penting pada perekonomian dan hasil dalam
listrik mereka harga generasi lebih dari USD 0,30 / kWh. Untuk negara-negara ini, OTEC membuat
alternatif yang menarik terutama jika itu dapat dikombinasikan dengan air tawar produksi. Pada saat
yang sama, banyak negara pulau yang terisolasi dan memiliki akses logistik terbatas ke seluruh
dunia. Pengiriman komponen dan personil konstruksi mungkin meningkatkan biaya dan
menghasilkan konstruksi penundaan (IRENA, 2014).

Metodologi Penelitian
Penelitian kajian ini menggunakan metode kuantitatif yang juga didasarkan pada beberapa
data – data dan studi literatur. Metode penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian
yang spesifikasinya adalah sistematis, terencana, dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga
pembuatan desain penelitiannya. Menurut Sugiyono, metode penelitian kuantitatif dapat diartikan
sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti
pada populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara
random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2012).
Metode ini disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis
menggunakan statistik.

A. Metode Analisis Potensi OTEC


Penentuan area kajian adalah seluruh wilayah Indonesia disesuaikan dengan kedalaman laut
untuk mendapat selisih suhu, tinggi gelombang, frekuensi gelombang dan periode gelombang untuk
menentukan perbedaan tekanan dan suhu OTEC yang menghasilkan potensi listrik. Air laut dengan
temperatur 29.8°C dan tekanan 1 Atm dipompa ke dalam evaporator sampai mencapai uap jenuh
pada temperatur 24.8°C dengan tekanan 10.6 Atm. Setelah memutar turbin, temperatur turun
menjadi 13.1°C dengan tekanan 7.6 Atm. Kemudian pelepasan kalor di dalam kondensor dari
pemompaan air laut dingin dengan temperatur 8.1°C akan menghasilkan air bersih (tawar) dan
temperatur air laut dingin akan naik menjadi 10.6°C.
Dengan menggunakan rumus efisiensi di atas, digunakan konstanta tetap yang dipergunakan
dalam Perhitungan daya output dari masing-masing sistem pembangkit listrik tenaga panas laut
OTEC adalah sebagai berikut:
ρ = 1,200 kg/m3
g = 9.81 m/s2
π = 3.14
Hs = 1.425 m
Ts = 5.2375 dt
Saat ini, biaya eksternal produksi energi OTEC dan konsumsi tidak dipertimbangkan dalam
penentuan biaya kepada pengguna. Mengingat semua tahapan generasi, dari ekstraksi bahan bakar
awal untuk dekomisioning, telah ditetapkan bahwa tidak ada teknologi energi benar-benar ramah
lingkungan. Biaya sosial bersih metode yang berbeda dari produksi energi adalah topik yang diteliti
memiliki dan diterbitkan pada kisaran semua perkiraan dilaporkan dalam literatur untuk biaya
seperti: korosi, dampak kesehatan, kerugian tanaman, limbah radioaktif, pengeluaran militer,
kehilangan pekerjaan, subsidi (kredit pajak dan dana riset untuk teknologi sekarang). Jumlah semua
perkiraan menghasilkan berbagai 78-259.000.000.000 dolar per tahun. Tidak termasuk biaya yang
berkaitan dengan tenaga nuklir, kisaran setara dengan menambahkan dari 85$/ barrel untuk 327$ /
barel. Sebagai minimum, menganggap bahwa biaya yang dikeluarkan oleh militer, di Amerika
Serikat, untuk "safeguard" pasokan minyak dari luar negeri adalah setidaknya 15$ miliar, atau
ekuivalen 23,5$/barel.Akuntansi eksternalitas akhirnya bisa membantu pengembangan dan
memperluas penerapan OTEC, namun untuk sementara skenario yang telah diidentifikasi di sini
dipertimbangkan.

Hasil
Di Indonesia, jenis sumber daya dan potensi energi laut yang diratifikasi versi ASELI
(Asosiasi Energi Laut Indonesia) pada tahun 2011; arus pasang surut memiliki potensi teoritis 160
GWpotensi teknis 22,5 GW, dan potensi praktis 4,8 GW; sedangkan untuk gelombang laut memiliki
potensi teoritis 510 GW, potensi teknis 2 GW, dan potensi praktis 1,2 GW, serta yang terakhir untuk
panas laut memiliki potensi teoritis 57 GW, potensi teknis 52 GW, dan potensi praktis 43 GW
(Nison, 2011).

Tabel 1. Komparasi potensi OTEC di Indonesia


Potensi Plant Plant Capacity Annual Harga Energi
Capacity life Factor Output (US$/kWh)
(Tahun) (%) (GWh)
Gelombang Laut 1.5 40 68 9 0.062 – 0.072
Hydro 1.2 40 48 5 0.113
Diesel 0.9 20 64 5 0.126
OTEC 1.256 30 80 8.8 0.149

Sumber daya laut yang paling memiliki peluang untuk dikembangkan adalah energi
perbedaan suhu air laut (OTEC) karena potensi praktisnya paling tinggi dibandingkan sumber energi
laut lainnya. Berdasarkan data yang dikeluarkan P3GL dan ESDM (2011), potensi OTEC di perairan
Indonesia mencapai 2,5 x 1023 Joule. Dengan efisiensi konversi energi panas laut sebesar 3%, maka
dapat menghasilkan daya sekitar 240.000 MW.

Gambar 3. Beda suhu muka laut potensi OTEC di Indonesia (Hasil pengolahan data)

Perbedaan suhu di Indonesia sangat cocok untuk dijadikan wilayah pengembangan


Pembangkit Listrik Energi Panas Laut (PLTPL) untuk mengakomodir OTEC, ARLINDO (Arus
Lintas Indonesia) yang dimiliki oleh Indonesia merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem
termohaline circulation dunia dan berpengaruh besar pada dinamika yang terjadi baik di Samudera
Pasifik maupun Samudera Hindia (Sprintall et. al., 2003). ARLINDO sendiri memasuki perairan
Indonesia dari Samudera Pasifik melalui lapisan thermocline .Untuk pengembangan OTEC di
wilayah lain yang tidak di lalui ARLINDO pada kedalaman tertentu masih bisa mendapatkan selisih
suhu yang dibutuhkan untuk pembangunan OTEC hal ini didasarkan dengan teori oceanography
yaitu mengenai thermocline.

Gambar 4. Sebaran tekanan muka air laut dan kecepatan angin (Hasil pengolahan data)

Perbedaan suhu di Laut Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi mencapai 22-24°C. Sedangkan di
wilayah timur, yaitu Laut Papua mencapai lebih dari 24°C. Ada beberapa lokasi strategis yang
berpotensi OTEC di Indonesia. Di Sulawesi Utara dengan Laut Sulawesi, Sulawesi Selatan dan
Papua Barat dengan Laut Banda, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan dengan Selat Makassar
dan Selat Timur, dan Pulau Morotai dengan Selat Morotai dan beberapa daerah di perairan Papua.

Pembahasan
Sumber daya laut yang paling memiliki peluang untuk dikembangkan adalah energi perbedaan
suhu air laut (OTEC) karena potensi praktisnya paling tinggi dibandingkan sumber energi laut
lainnya. Berdasarkan data yang dikeluarkan P3GL dan ESDM (2011), potensi OTEC di perairan
Indonesia mencapai 2,5 x 1023 Joule. Dengan efisiensi konversi energi panas laut sebesar 3%, maka
dapat menghasilkan daya sekitar 240.000 MW.

Gambar 5. Potensi energi laut di Indonesia (Mukhtasor (2012) dan Erwandi (2011))

Energi laut dari gelombang, arus dan perbedaan suhu air laut (OTEC) berpotensi untuk
menghasilkan energi listrik. Energi gelombang laut adalah energi yang dihasilkan dari pergerakan
gelombang laut menuju daratan dan sebaliknya. Wilayah laut Indonesia yang luas memiliki potensi
besar dalam menghasilkan energi listrik, namun pemanfaatannya belum optimal. Kelebihan
pembangkit listrik ini adalah tidak menyebabkan polusi karena sumber penggeraknya menggunakan
energi alam yang bersifat terbarukan, meskipun biaya instalasi dan perawatan mahal.
Berdasarkan besarnya potensi energi laut yang dimiliki Indonesia dan tingginya nilai
manfaatnya bagi masyarakat perikanan maka pembangkit listrik yang bersumber dari laut sangat
potensial untuk dikembangkan. Untuk itu, kajian ini akan menganalisis secara finansial dari
pembangunan pembangkit listrik tenaga energi laut dengan menggunakan analisis finansial
pembangunan pembangkit listrik tenaga laut untuk menghasilkan besarnya biaya produksi dan harga
jual listrik yang dihasilkan. Selanjutnya, besarnya biaya produksi tersebut akan dibandingkan
dengan harga listrik dari sumber energi lainnya untuk melihat peluang pengembangannya ke depan.
Pengukuran besarnya tarif dari pembangkit listrik dari energi laut dilakukan menggunakan
analisis finansial. Pengukuran ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil perhitungan harga
jual yang ditetapkan dari energi laut (finansial) dan dibandingkan dengan tarif dasar listrik yang
diberlakukan PLN bagi rumah tangga. Berdasarkan Perpres No. 8 Tahun 2011, harga tarif listrik
(TDL) untuk konsumen/pelanggan rumah tangga ditetapkan sebesar Rp 795,00/kWh dengan biaya
produksi sebesar Rp 1.163/kWh. Berdasarkan hasil analisis finansial di atas, besarnya tarif listrik
yang memanfaatkan sumber daya kelautan menunjukkan harga yang lebih mahal dibandingkan
dengan tarif dasar listrik (TDL) bagi rumah tangga dari PLN yang menggunakan sumber energi
fosil. Besarnya tarif listrik dari energi laut ini tidak berbeda jauh dengan listrik dari sumber energi
alternatif lainnya, seperti harga listrik dari panas bumi, biomassa, mini dan mikro hidro. Bahkan
harga listrik dari tenaga surya dan tenaga bayu jauh lebih mahal dibandingkan sumber energi
lainnya.
Biaya Investasi dan Nilai Keekonomian; International Energy Agency tahun 2010 telah
melaporkan tentang asumsi biaya untuk produksi listrik dari energi terbarukan. Berdasarkan laporan
tersebut, biaya investasi untuk pembangkit dari laut di tahun 2010 mencapai 3000-5000 USD/kW,
dan pada tahun 2050, biaya investasi diproyeksikan akan menurun menjadi 2000-2450 USD/kW.
Berdasarkan laporan ini ternyata biaya investasi untuk energi laut relatif sebanding dengan energi
panas bumi. Hal ini dapat diartikan, jika industri energi panas bumi menjanjikan, maka begitu juga
dengan industri energi laut. Menurut Ocean Thermal System (2014), biaya bangkitan listrik dari
teknologi laut diproyeksikan akan menurun seiring dengan teknologi pembangkit yang semakin
terbukti keandalannya. Berdasarkan roadmap energi laut Indonesia, bahwa kapasitas terpasang
yang direncanakan untuk tahun 2025 adalah sebesar 1.650 MW dengan rincian berasal dari energi
gelombang 50 MW, energi pasang surut 1000 MW, energi arus laut 500 MW, dan OTEC 100 MW.

Kesimpulan
Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC) merupakan konversi energi panas laut untuk
menghasilkan listrik dengan metode memanfaatkan perbedaan suhu antara permukaan air hangat di
permukaan samudera kawasan tropis maupun sub – tropis dengan air yang jauh lebih dingin di
kedalaman samudera. Bisa dikatakan bahwa OTEC juga merupakan energi surya dengan permukaan
laut yang berfungsi sebagai collector surya.
Wilayah kepulauan dan lautan di Indonesia yang memiliki iklim tropis sangat cocok untuk
dijadikan wilayah pengembangan Pembangkit Listrik Energi Panas Laut (PLTPL) untuk
mengakomodir OTEC, ARLINDO (Arus Lintas Indonesia) yang dimiliki oleh Indonesia merupakan
bagian tak terpisahkan dari sistem termohaline circulation dunia dan berpengaruh besar pada
dinamika yang terjadi baik di Samudera Pasifik maupun Samudera Hindia (Sprintall et. al., 2003).
ARLINDO sendiri memasuki perairan Indonesia dari Samudera Pasifik melalui lapisan
thermocline .Untuk pengembangan OTEC di wilayah lain yang tidak di lalui ARLINDO pada
kedalaman tertentu masih bisa mendapatkan selisih suhu yang dibutuhkan untuk pembangunan
OTEC hal ini didasarkan dengan teori oceanography yaitu mengenai thermocline. Laut Sulawesi,
Laut Banda, Selat Makassar, Selat Timur, Selat Morotai dan beberapa daerah di perairan Papua
berpotensi OTEC.
Pengukuran besarnya tarif dari pembangkit listrik dari energi laut dilakukan menggunakan
analisis finansial. Pengukuran ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil perhitungan harga
jual yang ditetapkan dari energi laut (finansial) dan dibandingkan dengan tarif dasar listrik yang
diberlakukan PLN bagi rumah tangga. Berdasarkan Perpres No. 8 Tahun 2011, harga tarif listrik
(TDL) untuk konsumen/pelanggan rumah tangga ditetapkan sebesar Rp 795,00/kWh dengan biaya
produksi sebesar Rp 1.163/kWh. Berdasarkan roadmap energi laut Indonesia, bahwa kapasitas
terpasang yang direncanakan untuk tahun 2025 adalah sebesar 1.650 MW dengan rincian berasal
dari energi gelombang 50 MW, energi pasang surut 1000 MW, energi arus laut 500 MW, dan OTEC
100 MW.

Ucapan Terimakasih
Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada bapak, ibu, adik serta keluarga yang
mensupport penyelesaian penelitian ini. Apresiasi kepada Dr. Muhammad Helmi, S.Si., M.Si,
selaku dosen penginderaan jarak jauh S1 Universitas Diponegoro yang telah membagi ilmu analisis
spasial untuk studi OTEC. Letnan Jenderal TNI I Wayan Midhio, M.Phil selaku Rektor UNHAN
dan Kolonel Laut (KH) Dr. Yanif Dwi Kuntjoro, M.Si selaku Kaprodi Ketahanan Energi UNHAN.
Kedua Orang Tua beserta keluarga yang telah memberikan support moril dan doa untuk
menyelesaikan penelitian mengenai potensi OTEC di Indonesia.

Daftar Pustaka
[1] Adrian, RS. (2015). Potential Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC) in Bali. KnKE
Energy. ISSN 2413-5453 Volume 1 (2015) 5-12 Renewable Energy and Energy Conversion
Conference and Exhibition (The 2nd Indo EBTKE-CONEX 2013).
[2] IRENA. (2014). Ocean Thermal Energy Conversion Technology Brief. IRENA Innovation and
Technology Centre.
[3] Kobayashi, H. (2000). The Present Status and Features of OTEC and Recent Aspect of Thermal
Energy Conversion Technologies. Hitachi Zosen Corporation
[4] Mukhtasor. 2012. Pengembangan Energi Laut di Indonesia. Jakarta: Asosiasi Energi Laut
Indonesia.
[5] Rose, RE. (1985). Ocean Thermal Energy Conversion Power Plants: My Role in The NOAA-
NMFS Preliminary Fishery Impacts Study. Corvallis. Oregon State University.
[6] Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung: Alfabeta.
[7] Vega, L.A., (2007), OTEC Economics, Offshore Infrastructure Associations, 22 August
2007.
[8] Vega, L.A., (2010), “Economics of Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC): An Update”,
Offshore Technology Conference 2010, OTC 21016, Houston, Texas, 3-6
May,http://hinmrec.hnei.hawaii.edu/wpcontent/uploads/2010/01/OTEC-Economics-2010.
pdf.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai