Shafira Anindita
15512049
Hari Kurniawan
15512069
OSEANOGRAFI
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2014
Pada makalah oleh Indonesian Ocean Energy Association ini mengulas tentang
Ocean Thermal Energy Conversion atau OTEC. OTEC merupakan sumber energi
terbarukan yang berefisiensi tinggi, ramah lingkungan serta dapat mengalirkan energi
sepanjang 24 jam per hari. OTEC menggunakan perbedaan suhu di tiap ketinggian air
lautterutama perbedaan suhu yang cukup besar di permukaan dan di laut dalam
untuk menggerakan turbin mesin uap yang nantinya akan dikonversi menjadi tenaga
listrik lewat generator (energi kinetik menjadi energi listrik).
Pada permukaan laut di daerah tropis, suhu berkisar antara 27-30oC akibat
terpapar radiasi panas matahari. Pada teknologi OTEC, permukaan laut berperan
sebagai heat source, sedangkan air laut dengan suhu rendah berkisar antara 4-6o di
kedalaman 700-1000 m berperan sebagai heat sink atau pelepas panas.
Disamping menghasilkan listrik, teknologi OTEC juga memiliki keuntungan
lain yaitu menghasilkan air tawar.
Pada makalah disebutkan bahwa sudah dilakukan pengkajian berkala serta
survey dan pengumpulan data menggunakan alat CTD (Conductivity, Temperature
and Depth) dengan tingkat akurasi tinggi sejak tahun 1996 hingga sekarang.
Di Indonesia, jenis sumber daya dan potensi energi laut yang diratifikasi versi
ASELI (Asosiasi Energi Laut Indonesia) pada tahun 2011; arus pasang surut memiliki
potensi teoritis 160 GWpotensi teknis 22,5 GW, dan potensi praktis 4,8 GW;
sedangkan untuk gelombang laut memiliki potensi teoritis 510 GW, potensi teknis 2
GW, dan potensi praktis 1,2 GW, serta yang terakhir untuk panas laut memiliki
potensi teoritis 57 GW, potensi teknis 52 GW, dan potensi praktis 43 GW
(Mukhtasor, anggota Dewan Energi Nasional/DEN).
Teknologi OTEC
Pada
makalah
disebutkan
bahwa
saat
ini
Indonesia
masih
belum
Sekedar informasi1 yang penulis dapatkan dari luar makalah bahwa salah satu
negara yang telah mengimplementasikan teknologi OTEC adalah Jepang. Departemen
energi berbasis kelautan di Saga University, Jepang bekerjasama dengan pemerintah
Republik Palau di sebelah utara Pulau Papua untuk mengimplementasikan teknologi
tersebut. Proyek ini mampu menghasilkan air minum untuk 20.000 penduduk pulau
tersebut sekaligus menghasilkan listrik.
Perkembangan teknologi OTEC lambat namun pasti, dan diharapkan biaya
pembuatan semakin turun, mengingat biaya bahan bakar dan gas sebagai sumber
energy utama yang terus naik. Untuk itu, tantangan yang saat ini dihadapi adalah
bagaimana mendesain teknologi OTEC seefisien dan seekonomis mungkin.
Kendala mengapa perkembangan teknologi ini lambat dan kurang mendapat
sorotan, dipaparkan dalam makalah, antara lain:
http://beranda.miti.or.id/energi-non-konvensional-berbasis-kelautan-untukmasa-depan-indonesia/
1
Dimana
P : Tekanan (N/m2)
V : Volume cairan (m3)
T : Temperatur (Celcius/Fahrenheit/Kelvin)
Pada hubungan ini, perbedaan suhu air laut dapat membuat peningkatan
tekanan. Peningkatan tekanan tersebut digunakan untuk menghasilkan energi
mekanik.
Untuk wilayah laut yang paling cocok untuk operasi OTEC, temperatur
permukaan rata-rata tiap tahunannya adalah berkisar 26.7oC hingga 29.4oC. Cold
water pada 4.4oC atau dibawah tersedia pada kedalaman dari 900 m. Oleh karena itu,
maksimum efisiensi heat OTEC bahkan tanpa reduksi yang tak dapat dihindari
disebabkan oleh friksi dan kehilangan panas, dapat dicapai hanya pada laju yang
sangat kecil dari produksi power. Efsiensi adalah perbandingan dari energi atau hasil
kerja pada sistem ke dalam input energi ke dalam sistem.
Prinsip Kerja
Beberapa pakar energi berpendapat bahwa OTEC akan menjadi teknologi
penghasil listrik yang sangat kompetitif di masa depan. OTEC dapat memproduksi listrik
hingga skala gigawatt, dan dengan penggabungan dengan sistem elektrolisis, akan
menghasilkan hidrogen cukup untuk menggantikan konsumsi bahan bakar fosil dunia.
Tetapi, mengatur biaya adalah yang tersulit. Seluruh fasilitas OTEC membutuhkan
peralatan khusus dan pipa panjang berdiameter besar yang ditenggelamkan hingga
beberapa kilometer jauhnya dari permukaan untuk mendapatkan air dingin. Dan itu
membutuhkan banyak biaya.
antara permukaan yang hangat dengan air laut dalam yang dingin, minimal sebesar 77
derajat Fahrenheit (25C) agar bisa digunakan untuk membangkitkan listrik.
2.
Laut menyerap panas yang berasal dari matahari. Panas matahari membuat
permukaan air laut lebih panas dibandingkan air di dasar laut. Hal ini menyebabkan
air laut bersirkulasi dari dasar ke permukaan. Sirkulasi air laut ini juga dapat
dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin dan menghasilkan energi listrik.
3.
untuk menyedot panas laut dan mengalirkannya ke dalam tangki pemanas guna
mendidihkan fluida kerja. Umumnya digunakan ammonia sebagai fluida kerja karena
mudah menguap. Dari uap fluida tersebut selanjutnya akan digunakan untuk
menggerakkan turbin pembangkit listrik. Selanjutnya, uap fluida dialirkan ke ruang
kondensor. Didinginkan dengan memanfaatkan air laut bersuhu 5 derajat Celcius. Air
hasil pendinginan kemudian dikeluarkan kembali ke laut. Begitu siklus seterusnya.
a.
b.
Berdasarkan lokasi :
ammonia, untuk memutar turbin guna membangkitkan listrik. Air laut permukaan
yang hangat dipompa melewati sebuah heat exchanger (penukar panas) di mana fluida
dengan titik didih rendah tadi diuapkan. Fluida yang mengalami perubahan wujud
menjadi uap akan mengalami peningkatan tekanan. Uap bertekanan tinggi ini
kemudian dialirkan ke turbin untuk menghasilkan listrik. Kemudian air dingin dari
dasar lautan dipompa melewati heat exchanger yang kedua, mengembunkan hasil
penguapan tadi menjadi fluida lagi, di mana siklus ini berputar terus menerus.
Siklus Rankine tertutup adalah sebuah proses yang mula-mula mengevaporasi
fluida pada tekanan konstan dalam sebuah boiler atau evaporator, yang kemudian uap
tersebut memberikan daya kerja pada mesin piston atau turbin. Uap buangan
kemudian masuk kedalam sebuah tempat dimana panas tersebut ditransfer pada cairan
pendingin, mengakibatkan perubahan bentuk dari uap menjadi cairan,yang kemudian
dipompa kembali kedalam evaporator dan membentuk sebuah siklus.
Siklus terbuka atau Claude Cycleadalah pelopor dari berbagai macam variasi
siklus OTEC. Siklus terbuka menggunakan air laut sebagai fluida kerja. Sebuah
siklus kerja yang terdiri dari sebuah flash evaporator, Expansi turbin uap dan
generator, condenser uap, alat-alat pemisah zat non kondensable, dan deaerator.
Siklus tersebut merupakan dasar dari siklus Rankine yang mengkonversi energi panas
dari air hangat permukaan menjadi energi listrik. Dalam siklusnya, air laut yang
hangat di deaerasi dan dilewatkan ke dalam ruang evaporasi, dimana bagian dari air
laut di konversi menjadi uap bertekanan rendah. Uap tersebut melalui turbin, yang
kemudian mengekstraksi energi darinya, lalu kemudian keluar kedalam sebuah
kondenser. (Avery and Wu.1994).
Air Conditioning
Air laut yang dingin yang dipompa oleh fasilitas OTEC memberikan
kemampuan untuk pendinginan mesin-mesin yang berkaitan dengan fasilitas OTEC.
Menurut perhitungan Departemen Energi Amerika Serikat, pipa berdiameter 0,3 m dapat
memompa sebanyak 0,08 meter kuibk air perdetik. Jika 6 oC air dingin mampu dipompa
oleh fasilitas OTEC, dapat digunakan untuk mendinginkan bangunan besar. Jika sistem
beroperasi selama 8000 jam dan listrik lokal dijual seharga 5-10 sen per kWh, maka itu
akan menghemat tagihan listrik sebesar 200.000 hingga 400.000 dolar pertahun.
Budidaya perairan
Sistem OTEC memiliki kemampuan untuk memompa air laut perairan dalam
dalam
jumlah
besar.
Air
laut
tersebut
diperlukan
untuk budidaya perikanan. Budidaya salmon danlobster sangat bergantung pada nutrisi
dari laut dalam, sehingga hal ini sangat berpotensial untuk dikembangkan. Dinginnya air
juga dapat dipergunakan untuk mengatur suhu air kolam budidaya dan mendinginkan
hasil budidaya.
Desalinasi
Sistem siklus terbuka dan hybrid OTEC dapat dimanfatkan untuk desalinasi.
Air yang dikondensasi adalah air tawar tanpa mineral laut yang dapat dijadikan air minum
atau irigasi pertanian dekat pantai.
Produksi hidrogen
Hidrogen bisa
diproduksi
listrik
yang
dihasilkan OTEC. Air hasil disalinasi dapat dimanfaatkan sebagai medium elektrolisis
dengan penambahan bahan lain untuk meningkatkan efisiensi.
Ekstraksi mineral
Sejak dulu diketahui bahwa laut mengandung banyak sekali mineral terlarut
yang dapat dimanfaatkan, misalnya magnesium, namun mahalnya biaya pemompaan
dibandingkan dengan hasilnya membuat kegiatan tersebut tidak berlangsung secara besarbesaran. Dengan adanya fasilitas OTEC, ekstraksi mineral air laut dalam dapat dilakukan
sambil memproduksi listrik.
Kekurangan:
Belum ada analisa mengenai dampaknya terhadap lingkungan.
Jika menggunakan amonia sebagai bahan yang diuapkan menimbulkan potensi
bahaya kebocoran.
Efisiensi total masih rendah sekitar 1%-3%.
Dampak Lingkungan
Pada sejumlah kajian menunjukkan bahwa teknologi OTEC merupakan
teknologi yang amat ramah lingkungan serta terbarukan. Ditambah lagi, buangan air
dingin dari teknologi OTEC kaya nutrisi dan justru berdampak baik pada biota laut
serta berpotensi untuk komersialisasi bahan pangan seperti yang telah diuji di Hawaii.
Dampak negatif teknologi OTEC yang sebenarnya sangat sedikit dapat diminimalisasi
dengan pemilihan lokasi OTEC yang tepat.
Referensi Utama
Potensi dan Teknologi Energi Laut Indonesia 2012 bagian Ocean Thermal Energy
Conversion oleh Asosiasi Energi Laut Indonesia.
Referensi Tambahan
Had, Abd. Latief and Klara, Syerly. 2011. PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN
SISTEM OCEAN THERMAL ENERGY CONVERSION. Universitas Hasanuddin
Press. Makassar.
http://id.wikipedia.org/wiki/Konversi_energi_termal_lautan. Diakses pada Kamis, 27
Maret 2014, 13:13 PM.
http://indomaritimeinstitute.org/2011/08/energi-panas-laut-anti-gas-rumahkaca/. Diakses pada Kamis, 27 Maret 2014, 13:18 PM.
http://majalahenergi.com/forum/energi-baru-dan-terbarukan/energilaut/ocean-thermal-energy-conversion-otec. Diakses pada Kamis, 27 Maret
2014, 13:24 PM.