Anda di halaman 1dari 31

10

E f f e c tiv e R o c k 6
C o m p r e s s ib ility , x 1 0

9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

10

12 14

16

18

20

22

24

26

P o r o s i t y, %

Gambar 2.19.
Kurva Kompressibilitas Effektif Batuan 2)
2.2. Karakteristik Fluida Reservoir
Fluida reservoir yang terdapat dalam ruang pori-pori batuan reservoir pada
tekanan dan temperatur tertentu, secara alamiah merupakan campuran yang sangat
kompleks dalam susunan atau komposisi kimianya. Sifat-sifat dari fluida
hidrokarbon perlu dipelajari untuk memperkirakan cadangan akumulasi
hidrokarbon, menentukan laju aliran minyak atau gas dari reservoir menuju dasar
sumur, mengontrol gerakan fluida dalam reservoir dan lain-lain.
2.2.1. Komposisi Kimia Fluida Reservoir
Fluida reservoir terdiri dari hidrokarbon dan air formasi. Hidrokarbon
terbentuk di alam, dapat berupa gas, zat cair ataupun zat padat. Sedangkan air
formasi merupakan air yang dijumpai bersama-sama dengan endapan minyak.
Sedangkan hidrokarbon sendiri, selain mengandung hidrogen (H) dan karbon (C)
juga mengandung unsur-unsur senyawa lain, terutama belerang, nitrogen dan
oksigen. Dalam sub bab ini akan dibicarakan mengenai komposisi kimia dari
ketiga kategori tersebut diatas.

2.2.1.1. Komposisi Kimia Hidrokarbon


Bentuk dari senyawa hidrokarbon merupakan senyawa alamiah, dapat
berupa gas, cair atau padatan tergantung dari komposisinya yang khusus serta
tekanan dan temperatur yang mempengaruhinya. Endapan hidrokarbon yang
berbentuk cair dikenal sebagai minyak bumi, sedangkan yang berbentuk gas
dikenal sebagai gas bumi.
Hidrokarbon adalah senyawa yang terdiri dari atom karbon dan hidrogen.
Senyawa karbon dan hidrogen mempunyai banyak variasi, yang berdasarkan jenis
rantai ikatannya dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1.

Golongan Asiklik
Hidrokarbon jenis ini mempunyai rantai ikatan antar atom yang terbuka,
terdiri dari hidrokarbon jenuh dan hidrokarbon tak jenuh

2.

Golongan Siklik
Sedangkan hidrokarbon golongan siklik mempunyai rantai tertutup (susunan
cincin). Golongan ini terdiri dari naftena dan aromatik.
Keluarga hidrokarbon dikenal sebagai seri homolog, anggota dari seri

homolog ini mempunyai struktur kimia dan sifat-sifat fisiknya dapat diketahui
dari hubungan dengan anggota deret lain yang sifat fisiknya sudah diketahui.
Sedangkan pembagian tingkat dari seri homolog tersebut didasarkan pada jumlah
atom karbon pada struktur kimianya.
2.2.1.1.1. Golongan Asiklik
Golongan asiklis atau alifat disebut juga alkan atau parafin. Golongan
asilklis dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan hidrokarbon jenuh dan
tak jenuh.
2.2.1.1.1.1. Golongan Hidrokarbon Jenuh
Seri homolog dari hidrokarbon ini mempunyai rumus umum CnH2n+2 dan
mempunyai ciri dimana atom-atom karbon diatur menurut rantai terbuka dan
masing-masing atom dihubungkan oleh ikatan tunggal, dimana tiap-tiap valensi

dari satu atom C berhubungan dengan atom C disebelahnya. Seri homolog


hidrokarbon ini biasanya dikenal dengan nama alkana (Inggris : alkene) dimana
penamaan anggota seri homolog ini disesuaikan dengan jumlah atom karbon
dalam sebutan Yunani dan diakhiri dengan akhiran ana (Inggris : ane).
Contoh dari senyawa hidrokarbon golongan alkana adalah :
Nama

Rumus Molekul

Rumus Bangun
H

Etana

C2H6

HCCH
H
H

Propana

C3H8

H
C4H10

HCCCH
H

Butana

H
H

H
H

HCCCCH
H

dan seterusnya.
Dalam senyawa hidrokarbon sering dijumpai molekul yang berlainan
susunannya, tetapi rumus kimianya sama, atau dengan kata lain senyawa
hidrokarbon dapat mempunyai rumus molekul sama tetapi rumus bangun berbeda.
Keadaan semacam ini disebut sebagai isomeri, sedangkan masing-masing
senyawa hidrokarbon yang mempunyai sifat tersebut dikenal dengan isomer.
Seri n-alkana yang diberikan pada Tabel III-9 memperlihatkan gradasi
sifat-sifat fisik yang tidak begitu tajam.
Pada tekanan dan temperatur normal (60 oF, 14,7 psia) empat alkana yang
pertama (C1 sampai C4) berbentuk gas. Sebagai hasil meningkatnya titik didih
(boiling point) karena penambahan jumlah atom karbon maka mulai pentana
(C5H12) sampai hepta dekana (C17H36) merupakan cairan. Sedangkan alkana yang
mengandung 18 atom karbon atau lebih merupakan padatan (solid). Alkana
dengan rantai bercabang memperlihatkan gradasi sifat-sifat fisik yang berlainan
dengan n-alkana, dimana untuk rantai bercabang memperlihatkan sifat-sifat fisik

yang kurang beraturan. Perubahan dalam struktur menyebabkan perubahan


didalam gaya antar molekul (inter molekuler force) yang menghasilkan perbedaan
pada titik lebur dan titik didih diantara isomer-isomer alkana.
Tabel II-9
Sifat sifat Fisik n-Alkana 10)
n

Name

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
15
20
30

Methane
Ethane
Propane
Butane
Pentane
Hexane
Heptane
Octane
Nonane
Decane
Undecane
Dodecane
Pentadecane
Eicosane
Triacontane

Boiling Point
o
F
-258.7
-127.5
-43.7
31.1
96.9
155.7
209.2
258.2
303.4
345.5
384.6
421.3
519.1
648.9
835.5

Melting Point
o
F
-296.6
-297.9
-305.8
-217.0
-201.5
-139.6
-131.1
-70.2
-64.3
-21.4
-15
14
50
99
151

Specific Gravity
60o/60 oF
--0.508
0.584
0.631
0.664
0.688
0.707
0.722
0.734
0.740
0.749
0.769
---

2.2.1.1.1.2. Golongan Hidrokarbon Tak Jenuh


Hidrokarbon ada yang mempunyai ikatan rangkap dua ataupun rangkap
tiga (triple), yang digunakan untuk mengikat dua atom C yang berdekatan. Oleh
karena itu, valensi yang semula tersedia untuk mengikat atom hidrokarbon telah
digunakan untuk mengikat atom C yang berdekatan, dengan cara ikatan rangkap
dua yang mengikat dua atom C, maka hidrokarbon seperti ini disebut hidrokarbon
tak jenuh atau disebut juga sebagai keluarga alkena (Inggris : alkene) .
Secara garis besar, sifat-sifat fisik alkena sama seperti sifat-sifat fisik
alkana, sebagai bahan perbandingan sifat-sifat fisik alkena, dapat dilihat pada
Tabel II-10. Sebagaimana pada alkana, maka untuk alkena terjadi juga
peningkatan titik didih dengan bertambahnya kandungan atom karbon, dimana
peningkatannya mendekati 20 - 30 oC untuk setiap penambahan atom karbon.

Secara kimiawi, karena alkena merupakan ikatan rangkap, maka alkena lebih
reaktif bila dibandingkan dengan alkana.
Tabel II-10
Sifat-sifat Fisik Alkena 10)
Name
Ethylene
Propylene
1-butene
1-pentene
1-hexene
1-heptene
1-octene
1-nonene
1-decene

Rumus Bangun
CH2 =CH2
CH2=CHCH3
CH2=CH CH2CH3
CH2=CH(CH2)2CH3
CH2=CH(CH2)3CH3
CH2=CH(CH2)4CH3
CH2=CH(CH2)5CH3
CH2=CH(CH2)6CH3
CH2=CH(CH2)7CH3

Boiling
Point, oF
-154.6
-53.9
20.7
86
146
199
252
295
340

Melting
Point, oF
-272.5
-301.4
-301.6
-265.4
-216
-182
-155
---

SG, 60o/60
o
F
--0.601
0.646
0.675
0.698
0.716
0.731
0.743

Senyawa hidrokarbon tak jenuh yang dijelaskan di atas adalah yang hanya
mempunyai satu ikatan rangkap dua yang lebih dikenal dengan deretan olefin. Ada
juga hidrokarbon tak jenuh yang mempunyai dua ikatan rangkap dua yang disebut
deretan diolefin.
Rumus umum seri diolefin adalah CnH2n-2, sedangkan penamaannya
menggunakan akhiran adiena, sebagai contoh adalah sebagai berikut :
CH2 = C = CH - CH3

CH2 = CH - CH = CH2

1,2 - Butadiena

1,3 - Butadiena

Derajat ketidakjenuhan dari seri diolefin lebih tinggi daripada seri olefin.
Secara kimiawi senyawa diolefin reaktif seperti olefin dan secara fisik mempunyai
sifat yang hampir sama dengan alkana.
Senyawa hidrokarbon tak jenuh juga ada yang mempunyai ikatan rangkap
tiga, yang sering disebut sebagai seri asetilen. Rumus umumnya adalah C nH2n-2,
dimana terdapat ikatan rangkap tiga yang mengikat dua atom karbon yang
berdekatan. Pemberian nama sama dengan deret alkena dengan memberikan
akhiran una. Sifat deret asetilen hampir sama dengan alkena, sedangkan sifat
kimianya hampir sama dengan alkena dimana keduanya lebih reaktif dari alkana.
2.2.1.1.2. Golongan Siklik

Golongan siklis dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan naftena dan
golongan aromatik.
2.2.1.1.2.1. Golongan Naftena
Golongan naftena sering disebut golongan sikloparafin, atau golongan
sikloalkana, yang mempunyai nrumus umum CnH2n.. Golongan ini dicirikan oleh
adanya atom C yang diatur menurut rantai tertutup (berbentuk cincin) dan masingmasing atom dihubungkan dengan ikatan tunggal.
Contoh dari senyawa hodrokarbon golongan naftena adalah :
CH2
CH2

CH2

CH2

CH2

CH2

CH2

CH2

CH2
CH2

CH2

Siklo-heksana

Siklo-pentana

Sikloparafin mempunyai sifat-sifatnya mirip dengan parafin sebagaimana


terlihat pada Tabel II-11.
Tabel II-11
Sifat-sifat Fisik Hidrokarbon Naftena 10)
Name
Cyclopropane
Cyclobutane
Cyclopentane
Cyclooctane
Metylcyclopentane
Cis-1, 2-dimethylcyclopentane
Trans-1, 2-dimethylcyclopentane
Methylcyclohexane
Cyclopentene
1, 3-cyclopentadiene
Cyclohexene
1,3-cyclohexadiene
1,4-cyclohexadiene

2.2.1.1.2.1. Golongan Aromatik

Boiling
Point, oF
-27
55
121
300
161
210
198
214
115
108
181
177
189

Melting
Point, oF
-197
-112
-137
57
-224
-80
-184
-196
-135
-121
-155
-144
-56

SG, 60o/60 oF
--0.750
0.830
0.754
0.772
0.750
0.774
0.774
0.798
0.810
0.840
0.847

Pada deret ini hanya terdiri dari benzena dan senyawa-senyawa


hidrokarbon lainnya yang mengandung benzena. Rumus umum dari golongan ini
adalah CnH2n-6, dimana cincin benzena merupakan bentuk segi enam dengan tiga
ikatan tunggal dan tiga ikatan rangkap dua secara berselang-seling, sebagi berikut
CH
CH

CH

CH

CH
CH

n - Benzena
Adanya tiga ikatan rangkap pada cincin benzena seolah-olah memberi
petunjuk bahwa golongan ini sangat reaktip. Tetapi pada kenyataannya tidaklah
demikian, golongan ini tidak sestabil golongan parafin. Jadi deretan benzena
tidak menunjukkan sifat reaktip yang tinggi seperti olefin. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa sifat benzena ini pertengahan antara golongan parafin dan olefin.
Ikatan-ikatan dari deret hidrokarbon aromatik terdapat dalam minyak mentah yang
merupakan sumber utamanya.
Pada suatu suhu dan tekanan standar, hidrokarbon aromatik ini dapat
berada dalam bentuk cairan atau padatan. Benzena merupakan zat cair yang tidak
berwarna dan mendidih pada temperatur 176 oF. Nama hidrokarbon aromatik
diberikan karena anggota deret ini banyak yang memberikan bau harum
2.2.1.2. Komposisi Kimia Non-Hidrokarbon
Selain mengandung unsur hidrogen dan karbon (HC), pada minyak bumi juga
terdapat komposisi unsur belerang, nitrogen, oksigen serta unsur lain dengan
prosentase yang sedikit.
2.2.1.2.1. Senyawa Belerang

Kadar belerang dalam minyak bumi bervariasi antara 4 % sampai 6%


beratnya. Kandungan minyak bumi yang terdapat di Indonesia merupakan minyak
bumi yang mempunyai kadar belerang relatif rendah, yaitu rata-rata 1 %.
Distribusi belerang dalam fraksi-fraksi minyak bumi akan bertambah sesuai
dengan bertambahnya berat fraksi.
Kandungan senyawa belerang dalam minyak bumi dapat menyebabkan
pencemaran udara dan korosi. Pencemaran udara tersebut disebabkan oleh bau
yang tidak enak dari jenis-jenis belerang yang mempunyai titik didih yang rendah,
seperti hidrogen sulfit, belerang dioksit dan merkaptan. Disamping menimbulkan
bau, jenis belerang tersebut juga beracun. Sedangkan pembentukan korosi oleh
belerang dapat terjadi pada temperatur diatas 300 oF. Jenis-jenis belerang dengan
titik didih rendah, pada kondisi udara lembab akan merubah besi menjadi besi
sulfit yang rapuh.
2.2.1.2.1. Senyawa Oksigen
Kadar oksigen dalam minyak bumi bervariasi antara 1 % sampai 2 %
beratnya. Peningkatan kadar oksigen dalam minyak bumi dapat terjadi karena
kontak minyak bumi dan udara. Hal ini disebabkan adanya proses oksidasi
minyak bumi dengan oksigen dari udara.
Dalam minyak bumi, oksigen terdapat sebagai asam organik yang
terdistribusi dalam semua fraksi, dengan konsentrasi tertinggi pada fraksi gas.
Asam organik tersebut biasanya berupa asam naftenat dan sebagian kecil lainnya
berupa asam alifatik. Asam naftenat mempunyai bau yang tidak enak dan bersifat
korosif.
2.2.1.2.1. Senyawa Nitrogen
Kadar nitrogen dalam minyak bumi pada umumnya rendah dan bervariasi
pada kisaran 0,1 % sampai 2 % beratnya. Senyawa nitrogen terdapat dalam semua
fraksi minyak bumi, dengan konsentrasi yang semakin tinggi pada fraksi-fraksi
yang mempunyai titik didih yang lebih tinggi.

Senyawa nitrogen yang sering terdapat dalam minyak bumi antara lain
adalah piridin, qinoloin, indol dan karbosol.
2.2.1.3. Komposisi Kimia Air Formasi
Air formasi atau disebut connate water mempunyai komposisi kimia
yang berbeda-beda antara reservoir yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena
itu analisa kimia pada air formasi perlu sekali dilakukan untuk menentukan jenis
dan sifat-sifatnya. Dibandingkan dengan air laut, maka air formasi ini rata-rata
memiliki kadar garam yang lebih tinggi, sehingga studi mengenai ion-ion air
formasi dan sifat-sifat fisiknya ini menjadi penting artinya karena kedua hal
tersebut sangat berhubungan dengan terjadinya penyumbatan pada formasi dan
korosi pada peralatan di bawah dan di atas permukaan.
Air formasi tersebut terdiri dari bahan-bahan mineral, misalnya kombinasi
metal-metal alkali dan alkali tanah, belerang, oksida besi, dan aluminium serta
bahan-bahan organis seperti asam nafta dan asam gemuk.
Sedangkan komposisi ion-ion penyusun air formasi terdiri dari kationkation Ca, Mg, Fe, Ba, dan anion-anion chlorida, CO3, HCO3, dan SO4. Tabel II12 memperlihatkan contoh hasil analisa air formasi suatu reservoir.
Tabel II-12
Contoh Hasil Analisa Kandungan Air Formasi10)
Konstituen
Na
Ca
Mg
Fe
Cl
HCO3
SO4
CO3
Total

Hasil Analisa (ppm)


6.715
549
51
0
11.172
295
181
0
18,813

Kation-kation yang terkandung dalam air formasi dapat dikelompokkan


sebagai berikut :

1. Alkali

: K+, Na+ dan Li+ yang membentuk basa kuat.

2. Metal alkali tanah : Br++, Mg++, Ca++, Sr++, Ba++ membentuk basa lemah.
3. Ion Hidrogen

: OH+

4. Metal berat

: Fe++, Mn++

Sedangkan anion-anion yang terkandung dalam air formasi adalah sebagai


berikut :
a. Asam kuat

: Cl-, SO4=, NO3-

b. Asam lemah

: CO3=, HCO3-, S-

Ion-ion tersebut di atas (kation dan anion) akan bergabung berdasarkan


empat sifat, yaitu :
1. Salinitas primer, yaitu bila alkali bereaksi dengan asam kuat, misalnya NaCl
dan Na2SO4.
2. Salinitas sekunder, yaitu bila alkali tanah bereaksi dengan asam kuat, misalnya
CaCl2, MgCl2, CaSO4, MgSO4.
3. Alkalinitas primer, yaitu apabila alkali bereaksi dengan asam lemah, seperti
Na2CO3 dan Na(HCO3)2
4. Alkalinitas sekunder, yaitu bila alkali tanah bereaksi dengan asam lemah
seperti CaCO3, MgCO3, Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2
Perkembangan analisa kimia dewasa ini telah memungkinkan untuk
menganalisa secara kuantitatif kation dan anion yang terkandung dalam air
formasi. Pembahasan lebih lanjut mengenai analisa kimia air formasi akan dibahas
dalam Bab IV.
Besarnya konsentrasi padatan yang terdapat dalam air formasi dinyatakan
dalam satuan parts per million (ppm), miligram per liter, milliequivalent per liter
dan fraksi padatan. Satuan ppm dan miligram per liter digunakan dengan asumsi
densitas air formasinya sama dengan satu.
Satuan fraksi padatan diperoleh dari pembagian ppm dengan 10000.
Sedangkan satuan milliequivalent per liter didapatkan dari konversi ppm, yaitu
dengan dibagi berat ekuivalennya. Pada reaksi ionisasi, berat ekuivalen diperoleh

dari pembagian berat atom ion dengan valensinya. Tabel II-13 menunjukkan hasil
analisa pada Tabel II-12 yang dikonversikan dalam satuan milliequivalent per
liter (meq/liter).
Tabel II-13
Hasil Analisa Kandungan Air Formasi
dalam meq / liter 10)
Konstituen
Na
Ca
Mg
Fe
Cl
HCO3
SO4
CO3
Total

Hasil Analisa (meq/liter)


292
27
4
0
315
5
4
0
647

2.2.2. Sifat Fisik Fluida Reservoir


Fluida reservoir terdiri dari fluida hidrokarbon dan air formasi.
Hidrokarbon sendiri terdiri dari fasa cair (minyak bumi) maupun fasa gas, yang
tergantung pada kondisi (tekanan dan temperatur) reservoir yang ditempati.
Perubahan kondisi reservoir akan mengakibatkan perubahan fasa serta sifat fisik
fluida reservoir.
2.2.2.1. Sifat Fisik Minyak
Fluida minyak bumi dijumpai dalam bentuk cair, sehingga sesuai dengan
sifat cairan pada umumnya, pada fasa cair jarak antara molekul-molekulnya relatif
lebih kecil daripada gas. Sifat-sifat minyak bumi yang akan dibahas adalah
densitas, viskositas, faktor volume formasi dan kompressibilitas.
2.2.2.1.1. Densitas Minyak
Densitas didefinisikan sebagai perbandingan berat masa suatu substansi
dengan volume dari unit tersebut, sehingga densitas minyak (o) merupakan

perbandingan antara berat minyak (lb) terhadap volume minyak (cuft).


Perbandingan tersebut hanya berlaku untuk pengukuran densitas di permukaan
(laboratorium), dimana kondisinya sudah berbeda dengan kondisi reservoir
sehingga akurasi pengukuran yang dihasilkan tidak tepat. Metode lain dalam
pengukuran densitas adalah dengan memperkirakan densitas berdasarkan pada
komposisi minyaknya. Persamaan yang digunakan adalah :
oSC

Xi

Xi

Mi

M i oSCi

............................................................. (2-42)

dimana :
oSC = densitas minyak (14,7 psia; 60 oF)
oSCi = densitas komponen minyak ke-i (14,7 psia; 60 oF)
Xi

= fraksi mol komponen minyak ke-i

Mi

= berat mol komponen minyak ke-i

Densitas minyak biasanya dinyatakan dalam specific gravity minyak (o),


yang didefinisikan sebagai perbandingan densitas minyak terhadap densitas air,
yang secara matematis, dituliskan :
o

o
............................................................................................ (2-43)
w

dimana :
o = specific gravity minyak
o = densitas minyak, lb/cuft
w = densitas air, lb/cuft
Industri perminyakan seringkali menyatakan specific gravity minyak
dalam satuan oAPI, yang dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
o

API =

141,5
131,5
o

............................................................... (2-44)

2.2.2.1.2. Viskositas Minyak


Viskositas minyak (o) didefinisikan sebagai ukuran ketahanan minyak
terhadap aliran, atau dengan kata lain viskositas minyak adalah suatu ukuran

tentang besarnya keengganan minyak untuk mengalir, dengan satuan centi poise
(cp) atau gr/100 detik/1 cm.
Viskositas minyak dipengaruhi oleh temperatur, tekanan dan jumlah gas
yang terlarut dalam minyak tersebut. Kenaikan temperatur akan menurunkan
viskositas minyak, dan dengan bertambahnya gas yang terlarut dalam minyak
maka viskositas minyak juga akan turun. Hubungan antara viskositas minyak
dengan tekanan ditunjukkan pada Gambar 2.20.

7
6

V is c o s ity , c p

B .P

4
3

B .P

2
1

B .P

C
D

1000

B .P
2000

3000

P r e s s u re , p s ig

Gambar 2.20.
Hubungan Viskositas terhadap Tekanan 2)

Gambar 2.20 menunjukkan bahwa tekanan mula-mula berada di atas


tekanan gelembung (Pb), dengan penurunan tekanan sampai (Pb), mengakibatkan
viskositas minyak berkurang, hal ini akibat adanya pengembangan volume
minyak. Kemudian bila tekanan turun dari P b sampai pada harga tekanan tertentu,
maka akan menaikkan viskositas minyak, karena pada kondisi tersebut terjadi
pembebasan gas dari larutan minyak.
Secara matematis, besarnya viskositas dapat dinyatakan dengan persamaan :

F
y
x
A
v

dimana :

............................................................................... (2-45)

= viskositas, gr/(cm.sec)

= shear stress

= luas bidang paralel terhadap aliran, cm2

y / v

= gradient kecepatan, cm/(sec.cm).

2.2.2.1.3. Faktor Volume Formasi Minyak


Faktor volume formasi minyak (Bo) didefinisikan sebagai volume minyak
dalam barrel pada kondisi standar yang ditempati oleh satu stock tank barrel
minyak termasuk gas yang terlarut. Atau dengan kata lain sebagai perbandingan
antara volume minyak termasuk gas yang terlarut pada kondisi reservoir dengan
volume minyak pada kondisi standard (14,7 psi, 60 F). Satuan yang digunakan
adalah bbl/stb.
Perhitungan Bo secara empiris (Standing) dinyatakan dengan persamaan :
Bo = 0.972 + (0.000147 . F 1.175) ..................................................... (2-46)
g
1.25 T .................................................................. (2-47)
F R s .

dimana :
Rs = kelarutan gas dalam minyak, scf/stb
o = specific gravity minyak, lb/cuft
g = specific gravity gas, lb/cuft
T = temperatur, oF.
Perubahan Bo terhadap tekanan untuk minyak mentah jenuh ditunjukkan
oleh Gambar 2.21. Tekanan reservoir awal adalah P i dan harga awal faktor
volume formasi adalah Boi. Dengan turunnya tekanan reservoir dibawah tekanan
buble point, maka gas akan keluar dan Bo akan turun.

F o r m a ti o n - V o lu m e F a c to r, B o

Bo b

Pb
0

R e s e r v o ir p re s s u re , p s ia

Gambar 2.21.
Ciri Alur Faktor Volume Formasi
Terhadap Tekanan untuk Minyak 2)
Terdapat dua hal penting dari Gambar 2.21. diatas, yaitu :
1. Jika kondisi tekanan reservoir berada diatas Pb, maka Bo akan naik dengan
berkurangnya tekanan sampai mencapai Pb, sehingga volume sistem cairan
bertambah sebagai akibat terjadinya pengembangan minyak.
2. Setelah Pb dicapai, maka harga Bo akan turun dengan berkurangnya
tekanan, disebabkan karena semakin banyak gas yang dibebaskan.
Proses pembebasan gas ada dua, yaitu :
a. Differential Liberation.
Merupakan proses pembebasan gas secara kontinyu. Dalam proses ini,
penurunan tekanan disertai dengan mengalirnya sebagian fluida meninggalkan
sistem. Minyak hanya berada dalam kesetimbangan dengan gas yang
dibebaskan pada tekanan tertentu dan tidak dengan gas yang meninggalkan
sistem. Jadi selama proses ini berlangsung, maka komposisi total sistem akan
berubah.
b. Flash Liberation
Merupakan proses pembabasan gas dimana tekanan dikurangi dalam jumlah
tertentu dan setelah kesetimbangan dicapai gas baru dibebaskan.
Harga Bo dari kedua proses tersebut berbeda sesuai dengan keadaan
reservoir selama proses produksi berlangsung. Pada Gambar 2.22. terlihat bahwa

harga Bo pada proses flash liberation lebih kecil daripada proses differential
liberation.

800
L IB
AS

600

ER

O
A TI

N
L G
TIO
A
TIA
R
N
E
E
L IB
FER
AS
D IF
G
SH
FLA

400
200

D I F F E R E N T IA L G A S L IB E R A T IO N

400

800

1200

1600

2000

2400

2800

1 ,6
1 ,4
1 ,2
1 ,0

S p e c if ic G r a v ity o f
L ib e r a te d G a s ( a ir = 1 , 0 )

1 ,8
O R I G IN A L R E S E R V O I R P R E S S U R E

G a s in S o lu tio n , oc u . f t/ B B L
( S T. o il = 6 0 F )

1000

0 ,8
3200 3600

R e s e r v o ir P r e s s u r e , p s ia

Gambar 2.22.
Perbedaan antara Flash Liberation
Dengan Differential Liberation 2)

2.2.2.1.4. Kelarutan Gas dalam Minyak


Kelarutan gas (Rs) adalah banyaknya SCF gas yang terlarut dalam satu
STB minyak pada kondisi standar 14,7 psi dan 60 F, ketika minyak dan gas
masih berada dalam tekanan dan temperatur reservoir.
Kelarutan gas dalam minyak (Rs) dipengaruhi oleh tekanan, temperatur
dan komposisi minyak dan gas. Pada temperatur minyak yang tetap, kelarutan gas
tertentu akan bertambah pada setiap penambahan tekanan. Pada tekanan yang
tetap kelarutan gas akan berkurang terhadap kenaikan temperatur.
2.2.2.1.5. Kompressibilitas Minyak

Kompressibilitas minyak didefinisikan sebagai perubahan volume minyak


akibat adanya perubahan tekanan, secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut:
Co

1 V

V P

.........................................................................

(2-48)

Persamaan 3-29 dapat dinyatakan dalam bentuk yang lebih mudah


dipahami, sesuai dengan aplikasi di lapangan, yaitu :

B ob B oi
B oi Pi Pb

Co

............................................................................ (2-49)

dimana :
Bob = faktor volume formasi pada tekanan bubble point
Boi = faktor volume formasi pada tekanan reservoir
Pi

= tekanan reservoir

Pb

= tekanan bubble point.

2.2.2.2. Sifat Fisik Gas


Sifat fisik gas yang akan dibahas antara lain adalah densitas, saturasi,
faktor volume formasi serta kompresibilitas gas.

2.2.2.2.1. Densitas Gas


Densitas atau berat jenis gas didefinisikan sebagai perbandingan antara
rapatan gas tersebut dengan rapatan suatu gas standar. Kedua rapatan diukur pada
tekanan dan temperatur yang sama. Biasanya yang digunakan sebagai gas standar
adalah udara kering. Secara

matematis

berat jenis gas dirumuskan sebagai

berikut :
BJ gas

o
u

.................................................................................... (2-50)

Definisi matematis dari rapatan gas (g) adalah MP / RT, dimana M adalah
berat molekul gas, P adalah tekanan, R adalah konstanta dan T adalah temperatur,
sehingga bila gas dan udara dianggap sebagai gas ideal, maka BJ gas dapat
dituliskan dengan persamaan sebagai berikut :

BJ gas =

Mg . P R . T
Mu . P R . T
Mg
28,97

.......................................................................... (2-51)

Apabila gas merupakan gas campuran, maka berat jenis dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut ini :

BJ gas

BM tampak gas
28,97

.................................................................. (2-52)

2.2.2.2.2. Viscositas Gas


Viscositas merupakan ukuran tahanan gas terhadap aliran. Viscositas gas
hidrokarbon umumnya lebih rendah daripada viscositas gas non hidrokarbon.
Bila komposisi campuran gas alam diketahui, maka viscositasnya dapat diketahui
dengan menggunakan persamaan :
g

gi Yi M i 0,5
Yi M i 0,5

................................................................... (2-53)

dimana :
g = viscositas gas campuran pada tekanan atmosfer
gi = viscositas gas murni
Yi = fraksi mpl gas murni
Mi = berat molekul gas murni

2.2.2.2.3. Faktor Volume Formasi Gas

Faktor volume formasi gas (Bg) didefinisikan sebagai besarnya


perbandingan volume gas pada kondisi tekanan dan temperatur reservoir dengan
volume gas pada kondisi standar (60 F, 14,7 psia). Pada faktor volume formasi
ini berlaku hukum Boyle - Gay Lussac.
Bila satu standar cubic feet ditempatkan dalam reservoir dengan tekanan P r
dan temperatur Tr, maka rumus - rumus gas dapat digunakan untuk mendapatkan
hubungan antara kedua keadaan dari gas tersebut, yaitu :
P1 V1
P V
r r
Z r Tr
Z r Tr

........................................................................... (2-54)

Untuk harga P1 dan T1 dalam keadaan standar, maka diperoleh :


Vr 0.0283

Z r Tr
Pr

cuft ............................................................. (2-55)

Untuk keadaan standar, maka Vr (cuft) harus dibagi dengan 1 scf untuk
mendapatkan volume standar. Jadi faktor volume formasi gas (Bg) adalah :
B g 0.0283

Z r Tr
Pr

cuft / scf

...................................................... (2-56)

Dalam satuan bbl / scf, besarnya Bg adalah :

B g 0.00504

Z r Tr
Pr

bbl / scf ...................................................... (2-57)

2.2.2.2.4. Kompresibilitas Gas


Kompresibilitas gas didefinisikan sebagai perubahan volume gas yang
disebabkan

oleh

adanya

perubahan

tekanan

yang

mempengaruhinya.

Kompresibilitas gas didapat dengan persamaan :


Cg

C pr
Ppc

.................................................................................... (2-58)

dimana :
Cg

= kompresibilitas gas, psi-1

Cpr = pseudo reduced kompresibilitas


Cpc = pseudo critical pressure, psi
2.2.2.3. Sifat Fisik Air Formasi
Sifat fisik minyak yang akan dibahas adalah densitas, viskositas, kelarutan
gas dalam air formasi, kompressibilitas air formasi dan faktor volume air formasi.
2.2.2.3.1. Densitas Air Formasi
Densitas air formasi dinyatakan dalam massa per volume, specific volume
yang dinyatakan dalam volume per satuan massa dan specific gravity, yaitu
densitas air formasi pada suatu kondisi tertentu yaitu pada tekanan 14,7 psi dan
temperatur 60 F.
Beberapa satuan yang umum digunakan untuk menyatakan sifat-sifat air
murni pada kondisi standard adalah sebagai berikut : 0,999010 gr/cc ; 8,334
lb/gal; 62,34 lb/cuft; 350 lb/bbl (US); 0,01604 cuft/lb. Dari besaran-besaran
satuan tersebut dapat dibuat suatu hubungan sebagai berikut :
w =

1
0,01604
w
=
= 0,01604 w =
.............. (2-59)
62,34 v w
vw
62,34

dimana :
w = specific gravity air formasi

= density, lb/cuft

vw

= specific volume, cuft/lb

Untuk melakukan pengamatan terhadap densitas air formasi dapat


dihubungkan dengan densitas air murni pada kondisi sebagai berikut :
vw

wb B w .............................................................................. (2-60)
v wb
w

dimana :
vwb = specific volume air pada kondisi dasar, lb/cuft
wb = density dari air pada kondisi dasar, lb/cuft
Bw = faktor volume formasi air
Dengan demikian jika densitas air formasi pada kondisi dasar (standard)
dan faktor volume formasi ada harganya (dari pengukuran langsung), maka
densitas air formasi dapat ditentukan. Faktor yang sangat mempengaruhi densitas
air formasi adalah kadar garam dan temperatur reservoir. Hal ini ditunjukkan pada
Gambar 2.23 di bawah ini

p s ia
8700
,
F
32
p s ia
o
8700
p s ia
,
F
o
5800
68
,
F
68
p s ia
o
2900
,
F
68
s ia
o
, 0 p
F
8
6

D e n s it y , lb / c u . f t

66

65

50
70
80

64

o
o
o

F, 0 p s ia
F, 0 p s ia
F, 0 p s ia

90
100

63

o
o

F, 0 p s ia
F, 0 p s ia

62
5

10

15

20

25

S a lin it y , p p m x 1 0

30

35

-3

Gambar 2.23.
Pengaruh Konsentrasi Garam dan Temperatur
pada Densitas Air Formasi 2)
2.2.2.3.2. Viskositas Air Formasi

40

Besarnya viskositas air formasi (w) tergantung pada tekanan,temperatur


dan salinitas yang dikandung air formasi tersebut. Gambar 2.24. menunjukkan
viskositas air formasi sebagai fungsi temperatur. Viskositas air murni pada
tekanan atmosfir dan pada tekanan 7100 psia serta viskositas air pada kadar garam
6% pada tekanan atmosfir.

W a te r s a li n it y : 6 0 0 0 0 p p m

1 ,8

a t 1 4 , 7 p s ia p r e s s u r e
a t 1 4 , 2 p s ia p r e s s u r e

A b s o lu t V is c o s ity , c p

1 ,6

a t 7 1 0 0 p s ia p r e s s u r e
a t v a p o u r p re s s u re

1 ,4
1 ,2
1 ,0
0 ,8
0 ,6
0 ,4
0 ,2
0

50

100

150

200

250

300

350

Te m p e ra t u r, F

Gambar 2.24.
Viskositas Air pada Tekanan dan Temperatur Reservoir 2)
Pada Gambar 2.24. diatas, terlihat bahwa pengaruh salinitas di atas 6000
ppm dan tekanan di atas 7000 psi mempunyai pengaruh yang kecil pada viskositas
air formasi, yaitu hanya mencapai 0,5 cp meskipun temperatur dinaikkan. Pada
temperatur dan tekanan yang tetap, dengan naiknya salinitas maka akan
menaikkan viskositas air.
2.2.2.3.3. Kelarutan Gas dalam Air Formasi

Standing dan Dodson2) telah menentukan kelarutan gas dalam air formasi
sebagai fungsi dari tekanan dan temperatur. Mereka menggunakan gas dengan
berat jenis 0,655 dan mengukur kelarutan gas ini dalam air murni serta dua contoh
air asin. Komposisi gas dan air asin diperlihatkan pada Gambar 2.25., sedangkan
Gambar 2.26. menunjukkan kelarutan gas dalam air murni sesuai dengan
temperatur.

C a
10
Fe
100

S c a l e : m e q / l it e r

Na
100

C l
100

M g
100

SO
10

Na
100

C l
100

C a
10

HC O
10
SO 4
10
C O 3
10

M g
100
Fe
100
Na
100
C a
10
M g
100
Fe
100

C l
100
HC O
10
SO 4
10
C O 3
10

HC O
10

C O
10

Gambar 2.25.
Grafik Komposisi Gas Alam dan Air Garam
yang Digunakan pada Eksperimen Pengukuran Kelarutan Gas 2)
Dari hasil penelitian, seperti terlihat pada Gambar 2.26, disimpulkan
beberapa pernyataan yang bersifat umum tentang kelarutan gas dalam air dan air
asin adalah sebagai berikut :
1.

Kelarutan gas dalam air formasi lebih kecil jika dibandingkan dengan
kelarutan gas dalam minyak pada kondisi tekanan dan temperatur yang sama.

2.

Pada temperatur yang tetap, kelarutan gas dalam air formasi akan naik
dengan naiknya tekanan.

3.

Kelarutan gas alam dalam air asin akan berkurang dengan


bertambahnya kadar garam.

4.

Kelarutan gas alam dalam air formasi akan berkurang dengan naiknya
berat jenis gas.

S o lu b ility o f N a t u r a l G a s in W a t e r, c u . f t/ b b l

24

p sia
5000
p s ia
4000

20

3000

16

s ia
2000 p

12

1 0 0 0 p s ia

5 0 0 p s ia

p s ia

60

100

140

180

Te m p e r a t u re , o F

220

260

Gambar 2.26.
Grafik Kelarutan Gas dalam Air 2)

2.2.2.3.4. Faktor Volume Formasi Air Formasi


Faktor volume air formasi (Bw) menunjukkan perubahan volume air
formasi dari kondisi reservoir ke kondisi permukaan. Faktor volume formasi air
formasi ini dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur, yang berkaitan dengan
pembebasan gas dan air dengan turunnya tekanan, pengembangan air dengan
turunnya tekanan dan penyusutan air dengan turunnya temperatur.
Harga faktor volume formasi air-formasi dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
Bw = (1 + Vwp)(1 + Vwt) ............................................................... (2-61)
dimana :
Bw

= faktor volume air formasi, bbl/bbl

Vwt = penurunan volume sebagai akibat penurunan suhu, oF

Vwp = penurunan volume selama penurunan tekanan, psi


Hubungan faktor volume air formasi dengan tekanan dan temperatur

W a te r F o r m a tio n V o lu m e F a c to r, b b l/ b b l

ditunjukkan dengan Tabel II-14 dan Tabel II-15 serta Gambar 2.27.

1 ,0 7
1 ,0 6
1 ,0 5

250 F

1 ,0 4
1 ,0 3

2 0 0 oF

1 ,0 2
1 ,0 1

1 5 0 oF

1 ,0 0

1 0 0 oF

0 ,9 9
0 ,9 8

p u re w a t e r
p u re w a t e r a n d n a tu ra l g a s
0

1000

2000

3000

4000

5000

P r e s s u re , p s ia

Gambar 2.27.
Faktor Volume Air Formasi
sebagai fungsi dari Tekanan dan Temperatur 2)
Tabel II-14.
Faktor Volume Air Formasi dengan Kandungan Gas 2)
Tekanan
Saturasi,
psia
1000
2000
3000
4000
5000

Faktor Volume Air Formasi, bbl/bbl (pada temperatur, oF)


100

150

200

250

1,0045
1,0031
1,0017
1,0003
0,9989

1,0183
1,0168
1,0154
1,0140
1,0126

1,0361
1,0345
1,0330
1,0316
1,0301

1,0584
1,0568
1,0552
1,0537
1,0522

Tabel II-15.
Faktor Volume Air Formasi tanpa Kandungan Gas 2)
Faktor Volume Air Formasi, bbl/bbl (pada temperatur, oF)

Tekanan
Saturasi, psia
1000
2000
3000
4000
5000
6000

100

150

200

250

1,0025
0,9995
0,9966
0,9938
0,9910
0,9884

1,0153
1,0125
1,0095
1,0067
1,0039
1,0031

1,0335
1,0304
1,0271
1,0240
1,0210
1,0178

1,0560
1,0523
1,0487
1,0452
1,0418
1,0402

2.2.2.3.5. Kompressibilitas Air Formasi


Kompresibilitas air formasi didefinisikan sebagai perubahan volume yang
disebabkan oleh adanya perubahan tekanan yang mempengaruhinya. Besarnya
kompressibilitas air murni (Cpw) tergantung pada tekanan, temperatur dan kadar
gas terlarut dalam air murni, sebagaimana terlihat pada Gambar 2.28.

W a t e r C o m p r e s s ib ilit y ,
C w x 1 0 6 , b b l/ b b l. p s i

3 ,6

3 ,2

s ia
1000 p
2000

3000
4000
5000
6000

2 ,8

2 ,4

60

100

C wp
140

180

Te m p e r a tu r e , F

1 V

V P T

220

260

Gambar 2.28.
Harga Kompressibilitas Air Murni
Berdasarkan Temperatur dan Tekanan 2)

Secara matematik, besarnya kompressibilitas air murni dapat ditulis


sebagai berikut :

C wp

1 V

V P T

........................................................................ (2-62)

dimana :
Cwp

= kompressibilitas air murni, psi 1

= volume air murni, bbl

V; P

= perubahan volume (bbl) dan tekanan (psi) air murni

Sedangkan pada air formasi yang mengandung gas, hasil perhitungan


harga kompressibilitas air formasi, harus dikoreksi dengan adanya pengaruh gas
yang terlarut dalam air murni. Koreksi terhadap harga kompressibilitas air dapat
dilakukan dengan menggunakan Gambar 2.29.

S o lu tio n C o m p re s s ib lity
W a te r C o m p re s s ib ilit y

1 ,3

1 ,2

1 ,1

1 ,0

10

15

20

G a s -W a t e r R a t io , c u . f t/ b b l

25

Gambar 2.29.
Koreksi Harga Kompressibilitas Air Formasi
Terhadap kandungan Gas Terlarut 2)
Secara matematik, koreksi terhadap harga kompressibilitas air (C w) dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
C w C wp (1 0,0088 R sw )

......................................................... (2-63)

dimana :
Cwp = kompressibilitas air murni, psi-1
Rsw = kelarutan gas dalam air, cu ft/bbl
2.3. Kondisi Reservoir
Tekanan dan temperatur merupakan besaran-besaran yang sangat penting
dan berpengaruh terhadap keadaan reservoir, baik pada batuan maupun fluidanya

(air, minyak, dan gas). Tekanan dan temperatur lapisan kulit bumi dipengaruhi
oleh adanya gradient kedalaman, letak dari lapisan, serta kandungan fluidanya.
2.3.1. Tekanan Reservoir
Tekanan yang terjadi dalam pori-pori batuan reservoir dan fluida yang
terkandung didalamnya disebut tekanan reservoir. Dengan adanya tekanan
reservoir yang disebabkan oleh adanya gradien kedalaman, maka akan
menyebabkan fluida reservoir akan mengalir dari formasi ke lubang sumur yang
relatif bertekanan rendah, sehingga tekanan reservoir akan menurun dengan
adanya kegiatan produksi. Tekanan reservoir dibagi menjadi dua, yaitu tekanan
hidrostatik, tekanan kapiler dan tekanan overburden
1. Tekanan Hidrostatik
Tekanan hidrostatik merupakan tekanan yang timbul akibat adanya fluida yang
mengisi pori-pori batuan, desakan oleh expansi gas (gas cap gas), dan desakan
gas yang membebaskan diri dari larutan akibat penurunan tekanan selama
proses produksi berlangsung. Ukuran dan bentuk kolom fluida tidak
berpengaruh terhadap besarnya tekanan ini. Secara matematis tekanan
hidrostatik dituliskan :
Ph = 0,052 D .............................................................................. (2-64)
dimana :
Ph

= tekanan hidrostatik, psi

= densitas fluida rata-rata, lb/gallon

= tinggi kolom fluida, ft

2. Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler merupakan tekanan yang ditimbulkan oleh adanya kontak dua
macam fluida yang tak saling campur. Besarnya tekanan kapiler dapat
ditentukan dengan persamaan :
Pc

144

dimana :

w o

....................................................................... (2-65)

Pc = tekanan kapiler, psi


h

= selisih tinggi permukaan antara dua fluida, ft

w = densitas air, lb/cuft


o

= densitas minyak, lb/cuft

3. Tekanan Overburden
Tekanan overburden merupakan tekanan yang diakibatkan oleh adanya berat
batuan dan kandungan fluida yang terdapat dalam pori-pori batuan yang
terletak di atas lapisan produktif, yang secara matematis dituliskan :
Po

G mb G fl
D 1
A

ma + fl

............................................ (2-66)

dimana :
Po

= tekanan overburden, psi

Gmb = berat matrik batuan formasi, lb


Gfl

= berat fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan, lb

= luas lapisan, in2

= kedalaman vertikal formasi, ft

= porositas, fraksi

ma

= densitas matrik batuan, lb/cuft

fl

= densitas fluida, lb/cuft

Besarnya tekanan overburden akan naik dengan meningkatnya kedalaman,


yang biasanya dianggap secara merata. Pertambahan tekanan tiap feet
kedalaman disebut gradien kedalaman.
Data-data tekanan reservoir, umumnya digunakan dalam hal-hal sebagai
berikut :
1. Menentukan karakteristik reservoir, terutama yang menyangkut hubungan
antara jumlah produksi dengan penurunan tekanan reservoir.
2. Bila digabungkan dengan data produksi, sifat-sifat fisik batuan dan fluida
reservoir, akan bermanfaat dalam penaksiran gas/oil in place dan recovery
untuk berbagai jenis mekanisme pendorongnya.

3. Memperkirakan hubungan antar sumur-sumur yang letaknya berdekatan dan


bagaimana sistemnya.
2.3.2. Temperatur Reservoir
Temperatur akan mengalami kenaikan dengan bertambahnya kedalaman,
ini dinamakan gradien geothermal yang dipengaruhi oleh jauh dekatnya dari pusat
magma. Besaran gradien geothermal ini bervariasi dari satu tempat ke tempat lain,
dimana harga rata-ratanya adalah 2oF/100 ft. Gradien geothermal yang tertinggi
adalah 4oF/100 ft, sedangkan yang terendah adalah 0.5 oF/100 ft. Variasi yang
kecil dari gradien geothermal ini disebabkan oleh sifat konduktivitas thermis
beberapa jenis batuan.
Besarnya gradien geothermal dari suatu daerah dapat dicari dengan
menggunakan persamaan :
Gradien geothermal

Tformasi Ts tan dard


Kedalalaman Formasi

............................. (2-67)

Harga gradien geothermal berkisar antara 1,11 oF sampai 2 oF/100 f.


Seperti diketahui temperatur sangat berpengaruh terhadap sifat sifat fisik fluida
reservoir. Hubungan temperatur terhadap kedalaman dapat dinyatakan sebagai
berikut :
Td = Ta + (GTH x D) .......................................................................... (2-68)
dimana :
Td

= temperatur reservoir pada kedalaman D ft, oF

Ta

= temperatur pada permukaan, oF

GTH

= gradient temperatur, oF

= kedalaman, ratusan ft.

Suatu contoh kurva gradien temperatur terhadap kedalaman suatu lapangan


minyak dapat dilihat pada Gambar 2.30.

4000

K e d a la m a n , ft

4500
5000
5500
6000
6500
7000
150

160

170

180

T e m p e r a t u r,

190
o

200

210

Gambar 2.30.
Kurva Gradien Temperatur terhadap Kedalaman 2)

Anda mungkin juga menyukai