Anda di halaman 1dari 238

DI GUA HIRA, NABI MUHAMMAD SAW. BERTAPA??

TANYAAN:
Assalamu Alaikum Wr Wb....
Bagaimana masalah Bertapa, Semedi dan Meditasi dalam sudut pandang Tauhid Hakiki. Ketika Nabi
Muhammad Rasulullah..di GUA HIRA...itu termasuk dalam yg mana yg saya sebutkan tadi??
Mohon perkenannya untuk memberikan pemahaman untuk menguatkan ,.Aqisahku...terima kasih
sebelumnya..wassalamu alaikum Wr. WB...
BUKAAN:
{Sebenarnya pertanyaan serupa ini pernah juga ditanyakan pada saya oleh kalangan kebatinan anak
buah sesepuh kejawen, Ki Sabda Langit..dulu waktu sy masih sering "tabok-tabokan" sama para
kejawenis, hehehe.
Mungkin sejarah Nabi di gua Hira ini sudah banyak dipakai sebagai legitimasi untuk menghalalkan tapa
dan sejenisnya ke dalam Islam sehingga banyak kaum muslim pun yg terpedaya. Allaahua'lam.}
TANGGAPAN:
Alaikumsalam wa rahmatullaahi wa barakatuh, Nabi Muhammad di Gua Hira itu beruzlah untuk tadabur
alam yang hasilnya jadi tafakur, Pak..
uzlah: menyendiri
tadabur: observasi
tafakur: merenung, kontemplasi
InsyaAllah, beliau tetep makan minum tidur sambil memikirkan penciptaan langit dan bumi yang
berakhir pada renungan akan Pencipta (dipatrikan dalam Al-Imran:190-191) sampai akhirnya berbuah
turunnya wahyu pertama, perintah pertama, syariat pertama: IQRA.
‫ۖ ۚ ِاَّن ِفْي َخ ْلِق الَّسٰم ٰو ِت َو اَاْلْر ِض َو اْخ ِتاَل ِف اَّلْيِل َو الَّنَهاِر ٰاَل ٰي ٍت ُاِّلوِلى اَاْلْلَباِب‬
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-
tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal,
‫ٰل‬
‫اَّلِذ ْيَن َيْذ ُك ُرْو َن َهّٰللا ِقَياًم ا َّو ُقُعْو ًدا َّوَع ى ُج ُنْو ِبِهْم َو َيَتَفَّك ُرْو َن ِفْي َخ ْلِق الَّسٰم ٰو ِت َو اَاْلْر ِضۚ َر َّبَنا َم ا َخ َلْقَت ٰهَذ ا َباِط اًل ۚ ُسْبٰح َنَك َفِقَنا َع َذ اَب الَّناِر‬
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah
Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.
[Q.S. Ali 'Imran: Ayat 190-191]
Garis bawahi:
"dalam keadaan berbaring-duduk-berdiri" = dalam setiap keadaan biasa, bukan keadaan dibuat-buat
seprti tapa-meditasi.
Sebab dalam sirah nabawi diriwayatkan Rasulullah saw. membawa perbekalan makanan dan minuman
yang disiapkan oleh Ummul mu'minin, Siti Khadijah, r.a.
Di gua Hira beliau tidak puasa, tidak pati geni, tetap beraktivitas biasa seperti di rumah.
Setahu saya, yang namanya tapa-brata dsj. itu 'kan menyiksa jasad:
- gaboleh makan-minum dan ga banyak gerak
hanya makan dr apa yang kebetulan ada di situ..misalnya pas ada kecoa lewat..ambil lalu makan. Hiiy!!
Minum juga dr tetesan air goa kl ada..mungkiin hehe.
...atau nunggu ada lelembut yg datang nyuapin??
Setahu saya, teknik tapa-meditasi itu dalam keadaan mata terpejam (untung bukan merem-melek
ya..wkwk) dan memfokuskan perhatian ke satu titik atau hal tertentu.
Sedangkan Rasulullah saw. berdasarkan data sejarah tidak melakukan hal seperti itu karena memang
tidak pernah disyariatkan seperti tapa itu.
Belum yakin? Perlu bukti pasti?
Baik.
Mari kita ke rukun Islam pamungkas:
IBADAH HAJI.
Rukun terakhir dan paling wajib dalam ritual haji adalah WUKUF DI PADANG ARAFAH.
Wukuf artinya diam,
Arafah artinya kenal.
Makna hakiki Wukuf di Arafah artinya diam di semesta pengenalan atau diam dalam pengenalan (pada
sebenar-benar Tuhan) <-- inilah yang di pengajian Pusaka Madinah disebut tafakur hakiki.
Tafakur hakiki itu:
Jasad bergerak-bekerja, lisan berucap-makan-minum, tetapi hati diam sediam-diamnya: kekal beserta
Allah.
"Man 'arafallaaaha kalla lisanuhu"
Siapa mengenal sebenar-benar Allah, kelu lidahnya.
Kelu lidah: diam
Ada juga hadis Qudsy:
"Kif yaa Muhammad, Ana Rabbaka usalli."
Sayangnya, rata-rata jemaah haji karena awam terhadap pelajaran tauhid hakiki, ketika wukuf di arafah
itu bukannya bertafakur jumpa Allah, melainkan membanyakkan zikir-wirid dan tadarus jumpa bacaan
Nama-Nya saja.
Coba kalau pas wukuf di Arafah itu bertafakur, insyaAllah pas pulang ke tanah air total mabrur-nya.
GERAK DAN DIAMNYA TOTAL MABRUR DALAM DIAM PENGESAAN.
Jadilah ia haji mabrur dalam pengesaan, bukan sekadar mabrur dalam penggelaran. Allaahua'lam.
Referensi:
HAJI SYARIAT, HAJI HAKIKI
http://www.pusakamadinah.org/.../03/syariat-haji-hakiki.html
SIMPULAN:
Tapa-brata, semedi, meditasi, meraga sukma (astral projection), ngimpleng, terawangan, dsj. TIDAK ADA
DI ISLAM KARENA MEMANG TIDAK PERNAH DISYARIATKAN.

SUMBER HIKMAH
  Beranda

Adab Cara Berdo'a Yang Benar

Kajian Pencerahan Mengenal Hakikat Diri,Allah,Nabi,Rasul Dan Alam Semesta


5

HAKIKAT ALAM DUNIA SUDAH ADA DI DIRI MANUSIA

HIKMAH MENGENAL DIRI AKAN MENGENAL ALLAH

RAHASIA HAKIKAT TIDUR


1
ORANG YANG MENEGENAL ALLAH S.W.T

RAHASIA KEDASYATAN DAN KEHEBATAN ROH

Proses Kejadian Diri Dan Tingkatan Jasad Dan Roh

Mengenal Hakikat Diri,Akal Dan Hawa Nafsu

Orang Berilmu Yang Dimaksud Al-Qur'an ,Yang Memindahkan Istana Ratu


Balqis
1

Warisan Ilmu Hikmah Para Waliyullah ( Heritage of wisdom, the guardians of


ALLAH ) )
1
Waktu-Waktu Dan Manfaat Yang Baik Untuk Melakukan Hubungan Suami-
Istri Dalam Islam
TANDA KEMATIAN PADA TUBUH MANUSIA MENURUT ISLAM
Kategori Wanita Yang Tidak Akan Mencium Bau Syurga
HUKUM SYARIAT WANITA MENUTUP AURAT
Cara Dan Langkah Syaitan Menelanjangi Wanita
Adab Berhubungan intim Suami istri Dalam islam
MITOS MEMBUNUH BINATANG SAAT ISTRI HAMIL

Tabi'at Istri Akan Mempengaruhi Terhadap Cara Muami Mencari Nafkah


1
DO'A DAN HAKIKAT DO'A
TANDA DAN CIRI ORANG YANG BERILMU
TANDA ORANG YANG DI HINAKAN ALLAH
1

Sifat Kehidupan Dunia


Cara Melafalkan"Allah" Aullah atau "Alloh"
2

ILMU MA'RIFATTULLAH
IMAN DAN HAKIKAT IMAN
ISLAM DAN HAKIKAT ISLAM
HAKIKAT UJIAN DAN MUSIBAH SERTA PETAKA YANG KITA ALAMI
HAKIKAT MUSIBAH DAN BENCANA
Takdir Dan Hakikat Takdir Serta Keteguhan Takdir
1

SHALAT DAN ASAL-USUL GERAKAN SHOLAT


Pengakuan Iblis Kepada Nabi ISA Dan Pertemuan Iblis Dan Dajjal

Misteri Kemunculan Nabi Isa dan Imam Mahdi


Sejarah Dajjal Dari Nabi Musa as Hingga Turunnya Nabi Isa as
Sejarah Perintah Allah agar manusia menegakkan Shalat
Tujuan Utama Pernikahan Dalam Islam

KISAH NYATA 9 Mimpi Nabi Muhammad SAW Dan Menjelang Ajal


Antara Jin, Setan dan Iblis
KENALI DIRI INSYA ALLAH AKAN MENGENAL ALLAH
Awal Penciptaan Nabi Adam Sampai Kisah Kematian Nya
Empat Nabi Yang Masih Hidup Sampai Sekarang
PENGERTIAN NABI DAN RASUL SERTA MUKJIZAT NYA
PENYAKIT NAFSU DAN PENAWARNYA
HAKIKAT INSAN
ILMU ROHANI
ILMU HAKIKAT
ILMU TASAWUF
Mengenali Para Wali-Wali ALLAH Dan Karamah Mereka
ARTI IMAN DALAM ISLAM
SABAR MENURUT HAKIKAT
Kajian Pencerahan Mengenal Hakikat
Diri,Allah,Nabi,Rasul Dan Alam Semesta
‫ِبْســــــــــــــــــِم ِهللا الَّرْح َمِن الَّر ِح ْيِم‬

HAKIKAT PENGENALAN DIRI - ALAM GHAIB - ALAM NYATA .

Assalamu Alaikum Warahmartullohi wabarakatuh (semoga keselamatan, rohmah/welas asih


kasih sayang dan cinta berserta berkah-NYA kan berlaku pada anda dan seluruh muslimin…
Tema pada saat ini yg saya mau saya uraikan adalah SANGAT2 RAHASIA, Beruntunglah,
Berbahagialah & Bersyukurlah kpd ALLAH SWT, Karena penjelasannya TIDAK ADA DI
BUKU2 LAINNYA, Dan ilmu2 AgamaNYA ALLAH SWT tidak gampang ditemukan & tidak
sebanding dengan harta & Material yang ada di muka bumi ini, maka tunduk sujud syukurlah
KepadaNYA semoga penjelasan ini menjadi HIDAYAH bagi anda,……..Amin yaa allah

ini adalah kekuatan cahaya Dzikir yg ada pada diri manusia dgn 4 tingkatan ingatan fokus
pada ALLAH SWT Sang Maha Bercahaya. Makin dalam & fana (hampa) suatu fokus dzikir
maka makin terlenalah Sang Hamba oleh fenomena kegaiban alam Nur Ilahiah.
karena jika ingin mengenali ALLAH pahamilah tentang Gaib sesungguhnya ALLAH pun
sifatNYA GAIB & Perkenalanmu KepadaNYA Takkkan habis sampai seumur hidupmu di dunia
ini. Seorang Hamba terkadang tidak menyadari bahwa ia sebenarnya masih di dunia sehingga
menerawang melintasi alam kegaiban nur Ilahiah yang tak ada batas akhirnya membutuhkan
power energi cahaya dzikir yg kuat. Jika sang Hamba berpikir bijak ia pasti kembali ke dunia
ibarat orang yang lagi menyelam melihat cakrawala keindahan bawah laut tidak terlalu lama lalu
ia kembali ke permukaaan dasar laut untuk persiapan oksigennya kembali. Begitulah tehnik
berzikir yang bijaksana. Ketahuilah secara realita banyak saudara2 kita yang ERROR oleh
fenomena alam kegaiban ALLAH SWT ketika mengosongkan pikiran & masuk dalam alam
kefanaan (hampa) melalui dzikir 4 tingkatan Syariat-Tarekat-Hakikat-Ma’rifat. Padahal kalau
ditelaah secara hakikat Alam fenomena visual kegaiban ALLAH SWT Takkan Habis oleh masa,
batas, ruang & waktu ibaratnya kalo menghitung ilmu2-NYA ALLAH SWT takkan habis
biarpun laut dijadikan tinta untuk menulis ayat2 ilmu ALLAH SWT Yang Maha Luas
PengetahuanNYA Di Alam Jagat Raya (Q.s Al Kahfi : 109). Pohon dijadikan pena utk menulis
ilmu2 Allah takkan pernah habis ilmu-Nya (Lukman:27)
Berikut ini adalah tuntunan2 dzikir:
• Dzikir Syariat : “La Ilaha Illallah” diucapkan berulang2 dgn lisan sampai masuk
kedalam hati sehingga lisan/mulut tak berucap lagi, rahasia dzikir ini terdiri dari 12 huruf yg
sama maknanya dengan Waktu 12 jam, dzikir ini selalu dikumandangkan oleh para malaikat
bumi (Malaikatul Ahyar) ketika ALLAH SWT menciptakan setiap makhlukNYA di muka bumi.
• Dzikir Tarekat : “ALLAH”ALLAH”ALLAH” diucapkan berulang2 di dalam hati saja dengan
pengosongan pikiran fana (hampa) lalu fokus pada nama tadi sehingga nama ALLAH tadi
membuat & menciptakan alam bayangan hidup didepan mata anda sendiri, jangan kaget &
takut oleh fenomena tersebut karena para jin syetan selalu mengintai anda tetapi
berlindunglah Kepada ALLAH SWT yang Maha Menjaga Orang Beriman dgn ayat & doa :
audzu billahi minas syathanir rajim…
La ilaha illallah anta subhanaka inni kuntu minaz zhalimin……….
lalu lafazkan… ALLAHU SALAMUN HAFIZHUN WALIYYUN WA MUHAIMIN
( Allah Yang Maha sejahtera, Maha Memelihara, Maha Melindungi lagi Maha Menjaga
Hambanya yg beriman).
• Dzikir Hakikat : “HU”HU”HU (DIA ALLAH) diucapkan dalam hati saja dengan keadaan
fana (hampa) melalui perantaraan tarikan Nafas ke dalam sampai ke perut, usahakan perut
tetap keras biarpun nafas telah keluar, dalam bahasa ilmu tenaga dalam ini adalah metode
pemusatan power lahiriah dari perut, dalam istilah cina yin & yang ini adalah
penyembuhan/pengobatan pada diri secara bathiniah dan kesemuanya itu benar adanya
karena pusat perut adalah sumber daya energi kekuatan manusia secara lahiriah &
bathiniah serta secara hakikat dzikir”HU” sebenarnaya tempatnya pada pusat perut dengan
perantaraan cahaya nafas yg sangat berharga pada manusia.
• Dzikir Ma’rifat : ” HU”AH”-“HU”AH”-HU”AH” atau HU-WAH” (Dia ALLAH Bersamaku”)
sebenarnya bunyi dzikir ini sudah perpaduan antara hakikat & ma’rifat, dzikir tersebut
dilantunkan dalam hati saja dengan gerakan nafas “HU” masuk kedalam “AH” keluar nafas,
pada para sufi (wali Allah) ini adalah dzikir kenikmatan, kecintaan ( Mahabbatullah) yang
sangat luas faedah hidayahnya & karomahnya sehinngga dapat menyingkap tabir rahasia2
Allah Swt pada gerakan kehidupan ini.
• Dzikir rahasia ma’rifat : ” Hu”wallahu Ahad (Allah Maha Tunggal) Pada penjelasan diatas
tentang dzikir sebenarnya kalau bicara tentang tingkatan pemahaman Agama dengan
ilmun2NYA ALLAH SWT terdiri 7 fase tingkatan :
1. Syariat : mentaati segala perintahnya dan menjauhi segala larangan-NYA
2. Tarekat : Jalan spritual (kebatinan) menuju kepada-NYA
3. Hakikat : Mengetahui arti makna sesuatu pada kehidupan TAPI hamba itu diam pada
orang awam KARENA itulah ikatan janjinya kepada ALLAH SWT.
4. Ma’rifat : Mengetahui pengenalan dirinya kepada ALLAH SWT. seperti yang dikatakan
para Ahli Sufi Waliyullah “Man Arafa Nafsahu Faqod Arafa Rabbahu” Barang siapa
mengenal dirinya, niscaya pasti mengenali Tuhan-Nya, jadi maknanya kenalilah dirimu
sendiri sebelum mengenali ALLAH setelah engkau Mengenali-Nya maka bersatulah wujud
hakikimu BERSAMANYA… “Subhanallah Wabihamdihi”.
5. Musyahadah : Penyaksian fenomena kegaiban NUR ALLAH SWT Di langit & di bumi, ia
menyaksikan-NYA bersama para wali2 ALLAH & nabi2 ALLAH & Khususnya Baginda
Rasulullah Nabi Muhammad SAW
6. Mukasyaf : Terbukanya Hijab Tabir rahasia2 Allah seluruhnya di langit & di bumi, para
mukasyaf saat ini hanya terdiri dari 111 orang saja di seluruh dunia & setiap ada wafat ada
yang menggantikan Wali tersebut, jadi berbahagialah hamba yang telah menemukannya &
menemuinya. karena mereka biasanya gak terkenal dan gak diketahui, gak sama dgn
ustad2 yg “kondang” terkenal.
7. Mahabbah : Kecintaan kepada ALLAH SWT dengan penglihatan pada setiap gerakan nafas
& hidupnya ada kasih sayang TuhanNYA Yang Maha Pemberi Nan Maha pemurah, tingkatan
ini hanya ALLAH SWT saja yang tahu tentang kedudukan hambanya, karena Maqom
Kecintaan sendiri itu ada pada ke ikhlasan, kesabaran, istiqomah, Tawakkal, Keyakinan,
Ketakwaan, tapi ketahuilah saudara Wali-NYA saat ini yang mencapai tingkatan MAHABBAH
cuma berjumlah 11(sebelas) orang saja Di dunia ini & setiap ada yg kembali kehadirat-NYA
akan ada yg menggantikannya (sama para Mukasyaf), maka sangat Berbahagialah di dunia
& Akherat orang2 yang telah menjumpainya.

Dzikir diatas hanya untuk sebagai pengantar “Keyakinan” bagi org2 yg berjalan di jalan
Tasawuf & Yg sudah mengenali hakikat dirinya dan Allah Subhanahu Wa Ta’Ala. Karena Di
zaman sekarang ini banyak sekali perbedaan2 antar umat Islam dgn pemahaman2 ISLAM
yg radikal, Bid’ah, menambah2 Ayat Al-quran & Al-hadist, dan yg saling meng-klaim bahwa
“Alirannya lah yg terbaik” dimata Allah, padahal Firman Allah: “Inna Dina Indallahil Islam”
Agama yg diridhoi-diterima Allah adalah agama ISLAM. Apakah ISLAM itu ? maksudnya
(Ingin Selamat Laksanakan Ajaran Muhammad) yg gak diajarkan oleh baginda Nabi
Muhammad SAW jangan di ikuti. Dan semua Ajaran2 Baginda Nabi Muhammad SAW sudah
tertera di dalam Al-Quran & Al-Hadist sebagai petunjuk & pedoman kehidupan di dunia
sampai di akherat kelak. ISLAM adalah agama perdamaian, saling memberikan rasa cinta &
kasih kepada sesama muslim yg beriman & seluruh manusia, Agama FITRAH, dan dengan
tidak ada pemaksaan masuk ke dalam agama ISLAM, kecuali org tersebut sdh ikhlas &
Ridha bahwa Allah SWT sebagai Tuhan nya & Baginda Rasulullah sebagai Nabinya. Dalam
Uraian Pemahaman dzikir diatas saya telah bercerita panjang, tentang Rahasia2 sesuatu,
tapi YAKINLAH itu semua KHUSUS bagi saudara2ku yg berbudi baik nan pekerti luhur &
beriman, bertaqwa yg mau memegang TEGUH SYAHADAT & ISLAM (Ingin Selamat Lakukan
Ajaran Muhammad) Memang Pemahaman2 Dzikir diatas KHUSUS bagi org2 BENAR2 YAKIN
& SUNGGUH2 ingin “MENGENAL DIRINYA” & “MENGENAL ALLAH SWT” Al Khaliq- Pencipta
Alam semesta jagad raya. & pencipta lahir dan batin kita, jasmani-ruhani kita, Nampak dan
Tiada Nampak, NYATA & GAIB, Logika dan Non Logika. Karena org beriman selalu
memandang TAJALLI kekuasaan Allah Swt secara NYATA pada AINUL YAKIN (Pandangan
keyakinan) yg bergerak pd alam semesta & kekuasaan HAQQUL YAKIN (Pandangan mata
hati) yg bernuansa secara GAIB yg bergerak dlm batin dan pd unsur Bayang2 kekuasaan
ALLAH. Diatasnya HAQQUL YAKIN masih ada lagi KAMALUL YAKIN (kesempurnaan
keyakinan) dan keyakinan ini bisa dirasakan setelah kita telah BERJUMPA dgn ALLAH di
akherat nanti, Namun ada juga bagi org2 khusus Dicintai-NYA yg telah diberi hidayah
KAROMAH-NYA & yg telah dibukakan hijab-NYA pada “KAMALUL YAKIN” di dlm dunia. Dan
Dialah orang2 yg mau ber-makrifat kepada ALLAH SWT & Orang2 tersebut selalu
memandang pada kefanaan (hampa) bahwa dimuka bumi ini semua Fana “tidak ada” yg
ADA cuma “WAJAH ALLAH & GERAK ALLAH SEMATA (LAA ILAHA ILLALLAH) & ini di abadikan
dlm surah Ar-Rahman:26-27. “Kullu Man Alaiha Fanin, Wa Yabqa Wajhu Rabbika Dzal Jalali
Wal Ikram”. Semua pasti binasa (TIADA), yg kekal hanya WAJAH TUHANMU yg Maha
memiliki keagungan & kemuliaan.
Karena Semua punya akhir & Masanya Masing-masing……………………..
Adapun Tentang Makrifat:
1. AWALUDIN MA’RIFATULLAH Artinya :Awal agama adalah mengenal Allah.
2. LAYASUL SHALAT ILLA BIN MA’RIFAT Artinya :Tidak syah shalat tanpa mengenal Allah.
3. MAN ARAFA NAFSAHU FAQOD ARAFA RABBAHU Artinya :Barang siapa mengenal dirinya
niscaya dia pasti akan mengenal Tuhannya.
4. ALASTU BIRABBIKUM ?QOLU BALA SYAHIDNA Artinya :Bukankah aku ini Tuhanmu ?
Betul engkau Tuhan kami,kami menjadi saksi.(QS.AL-ARAF 172)
5. AL INSANNU SIRRI WA ANNALLAHU SIRRUHU Artinya :Manusia itu rahasiaKU dan akupun
ALLAH rahasia baginya.
6. WAFI AMFUSIKUM AFALA TUBSIRUUN Artinya :Aku ALLAH ada didalam Jiwamu mengapa
kamu sendiri tidak dpt melihat (Q.s. Adz-Dzariyat:21)
7. WANAHNU AKRABI MIN HABIL WARIZ Artinya :Aku ALLAH lebih dekat dari urat nadi
lehermu.
8. LAA TAK BUDU RABBANA LAM YARAH Artinya :Aku tidak akan menyembah Allah bila aku
tidak melihatnya lebih dahulu.
9. INNAHU ALIMUN BIZATISH SHUDUR Artinya: Sesungguhnya AKU ALLAH maha
mengetahui segala isi hati (Q.s AL MULK:13).
10. WA HUWA MA AKUM AINAMA KUNTUM Artinya: AKU ALLAH berada dimana saja kamu
berada. (Q.s AL HADID:4).
11. “KEMANAPUN ENGKAU HADAPKAN WAJAHMU DISITULAH WAJAH ALLAH” (Al-baqarah :
115).
HAKIKAT NUR MUHAMMAD.
Dalam kitab Hikayat Nur Muhammad diceritakan bahwa tubuh manusia (anak Adam)
mengandungi tiga unsur, yakni jasad, hati dan roh. Di dalam roh terdapat hakikat, di dalam
hakikat tersimpan rahasia, rahasia itulah yang dinamakan makrifah Allah. Di dalam makrifat
pula ada zat yang tidak menyerupai sesuatu pun. Rahasia atau makrifah Allah ini dinamakan
Insan Kamil. Insan Kamil dijadikan dari Nur yang melimpah dari zat Haqq Ta’ala. Menurut
riwayat, sumber cerita tentang kejadian Nur Muhammad ini bermula dari biografi Nabi
Muhammad yang ditulis oleh Ibnu Ishaq (sejarawan Islam). Dalam biografi tersebut, Ibnu Ishaq
ada mencatat riwayat yang menyatakan bahwa Allah telah menciptakan Nur Muhammad dan
Nur itu telah diwarisi melalui generasi nabi-nabi hingga ia sampai kepada Abdullah bin Abdul
Muthalib dan turun kepada Nabi Muhammad Saw. Kemudian terdapat sejumlah hadis yang
menerangkan tentang Nur tersebut, antaranya, “sesungguhnya yang mula-mula dijadikan oleh
Allah adalah cahaya-ku (Nur Muhammad)………”. Beragam pandangan terhadap hadis ini, ada
yang menyatakan maudhu’ (tertolak), dhaif (lemah), bersumber dari falsafah Yunani, tetapi ada
pula yang menyatakan bahwa riwayat tersebut boleh diterima karenanya sanadnya bersambung.
Hadis tersebut cukup panjang matannya dan diringkas sebagai berikut: “Dan telah meriwayatkan
oleh Abdul Razak dengan sanadnya dari Jabir bin Abdullah ra, beliau berkata: “Ya Rasulullah,
demi bapaku, engkau dan ibuku, khabarkanlah daku berkenaan awal-awal sesuatu yang Allah
telah ciptakan sebelum sesuatu!
Bersabda Nabi Saw: “Ya Jabir, sesungguhnya Allah menciptakan sebelum sesuatu, Nur Nabi-mu
daripada Nur-Nya’. Maka jadilah Nur tersebut berkeliling dengan Qudrat-Nya sekira-kira yang
dihendaki Allah. Padahal tiada pada waktu itu lagi sesuatu pun; tidak ada lauh mahfuzh, qalam,
sorga, neraka, Malaikat, langit, bumi, matahari, bulan, jin dan manusia; tiada apa-apa yang
diciptakan, kecuali Nur ini. Dari nur inilah kemudian diciptakan-Nya qalam, lauh mahfuzh dan
Arsy. Allah kemudian memerintahkan qalam untuk menulis, dan qalam bertanya, “Ya Allah, apa
yang harus saya tulis?” Allah berfirman: “Tulislah La ilaha illallah Muhammad Rasulullah.”
Atas perintah itu qalam berseru: “Oh, betapa sebuah nama yang indah dan agung Muhammad itu,
bahwa dia disebut bersama Asma-Mu yang Suci, ya Allah.” Allah kemudian berkata, “Wahai
qalam, jagalah kelakuanmu ! Nama ini adalah nama kekasih-Ku, dari Nur-nya Aku menciptakan
arsy, qalam dan lauh mahfuzh; kamu, juga diciptakan dari Nur-nya. Jika bukan karena dia, Aku
tidak akan menciptakan apa pun.” Ketika Allah telah mengatakan kalimat tersebut, qalam itu
terbelah dua karena takutnya akan Allah dan tempat dari mana kata-katanya tadi keluar menjadi
tertutup, sehingga sampai dengan hari ini ujung nya tetap terbelah dua dan tersumbat, sehingga
dia tidak menulis, sebagai tanda dari rahasia ilahiah yang agung. Maka, jangan seorangpun gagal
dalam memuliakan dan menghormati Nabi Suci, atau menjadi lalai dalam mengikuti contohnya
(Nabi) yang cemerlang, atau membangkang dan meninggalkan kebiasaan mulia yang
diajarkannya kepada kita.………dan seterusnya.
Beliau memulai penjelasannya dengan ungkapan yang sangat dikenal dalam dunia tasawuf, di
mana untuk mengenal Tuhan seseorang harus terlebih dahulu mengenal akan dirinya.
Maksudnya, untuk sampai kepada pengenalan terhadap Tuhan, haruslah terlebih dahulu
dipahami dua hal.
Pertama, ia harus terlebih dahulu mengenal asal mula akan kejadian dirinya sendiri, dari mana,
di mana dan bagaimana ia dijadikan?
Kedua, ia harus terlebih dahulu mengetahui apa sesuatu yang mula-mula dijadikan oleh Allah
Swt. Kedua perkara di atas menjadi prasyarat kesempurnaan bagi para penuntut (salik) dalam
mengenal (makrifah) kepada Allah. Adapun yang mula-mula dijadikan oleh Allah adalah Nur
Muhammad Saw yang kemudiannya dari Nur Muhammad inilah Allah jadikan roh dan jasad
alam semesta.
Bermula dari Nur Muhammad inilah maka sekalian roh (dan roh manusia) diciptakan Allah
sedangkan jasad manusia diciptakan mengikut kepada dan dari jasad Nabi Adam as. Karena itu,
Nabi Muhammad Saw adalah ‘nenek moyang roh’ sedangkan Nabi Adam as adalah ‘nenek
moyang jasad’. Hakikat dari penciptaan Adam as sendiri adalah berasal dari tanah (Nur Turab),
tanah berasal dari air, air berasal dari angin, angin berasal dari api, dan api itu sendiri berasal dari
Nur Muhammad. Sehingga pada prinsipnya roh manusia diciptakan berasal dari Nur Muhammad
dan jasad atau tubuh manusia pun hakikatnya berasal dari Nur Muhammad. Jadilah kemudian
‘cahaya di atas cahaya’ (QS. An-Nuur 35), di mana roh yang mengandung Nur Muhammad
ditiupkan kepada jasad yang juga mengandung Nur Muhammad. Bertemu dan meleburlah
kemudian roh dan jasad yang berisikan Nur Muhammad ke dalam hakikat Nur Muhammad yang
sebenarnya. Tersebab bersumber pada satu wujud dan nama yang sama, maka roh dan jasad
tersebut haruslah disatukan dengan mesra menuju kepada pengenalan Yang Maha Mutlak, Zat
Wajibul Wujud yang memberi cahaya kepada langit dan bumi, dan yang semula menciptakan,
sebagaimana mesranya hubungan antara air dan tumbuhan, di mana ada air di situ ada tumbuhan,
dan dengan airlah segala makhluk dihidupkan (QS. Al-Anbiya 30). Pengenalan terhadap hakikat
Nur Muhammad inilah maqam atau stasiun yang terakhir dari pencarian akan makrifah kepada
Allah, Martabat Nur Muhammad inilah martabat yang paling tinggi, dan pengenalan akan Nur
Muhammad inilah yang menjadi ‘kesempurnaan ilmu atau ilmu yang sempurna’. tokoh-tokoh
tasawuf yang juga membahas dan menyinggung tentang wacana ini; Al-Hallaj yang mencetuskan
teori hulul misalnya menyatakan bahwa Nur Muhammad mempunyai dua bentuk, yakni Nabi
Muhammad yang dilahirkan dan menjadi cahaya rahmat bagi alam “tidaklah engkau diutus
wahai (Muhammad Rasulullah Saw) melainkan menjadi rahmat bagi seluruh alam” (martabat al-
a’yanu’l Kharijiyyah) dan yang berbentuk Nur (martabat a’yanu’l Thabitah). Nur Muhammad
adalah cahaya semula yang melewati dari Nabi Adam ke nabi yang lain bahkan berlanjut kepada
para imam maupun wali; cahaya melindungi mereka dari perbuatan dosa (maksum); dan
mengaruniai mereka dengan pengetahuan tentang rahasia-rahasia Illahi.
Allah telah menciptakan Nur Muhammad jauh sebelum diciptakan Adam as. Lalu, Allah
menunjukkan kepada para malaikat dan makhluk lainnya, bahwa: “Inilah makhluk Allah yang
paling mulia”. Oleh itu, harus dibedakan antara konsep Nur (Muhammad) sebagai manusia biasa
(seorang Nabi) dan Nur Muhammad secara dimensi spiritual yang tidak dapat digambarkan
dalam dimensi fisik dan realiti. Menurut sufi, Muhyiddin Ibn Arabi, Nur Muhammad sebagai
prinsip aktif di dalam semua pewahyuan dan inspirasi. Melalui Nur ini pengetahuan yang kudus
itu diturunkan kepada semua nabi, tetapi hanya kepada Ruh Muhammad saja diberikan jawami
al-qalim (firman universal). Sedangkan menurut pencetus teori ‘insan kamil’, Abdul Karim bin
Ibrahim al-Jili (1365-1428 M) dalam karyanya, al-Insan al-Kamil fî Ma’rifat al-Awakhir wa al-
Awa’il (Manusia Sempurna dalam Mengetahui Allah Sejak Awal hingga Akhirnya), menyatakan
bahwa Nur Muhammad memiliki banyak nama sebanyak aspek yang dimilikinya. Ia disebut ruh
dan malak apabila dikaitkan dengan ketinggiannya. Tidak ada kekuasaan makhluk yang
melebihinya, semuanya tunduk mengitarinya, karena ia kutub dari segenap malak. Ia disebut al-
Haqq al Makhluq bih, (al-Haqq sebagai alat pencipta), hanya Allah yang tahu hakikatnya secara
pasti. Dia disebut al-Qalam al-A’la (pena tertinggi) dan al-Aql al-Awal (akal pertama) karena
wadah pengetahuan Tuhan terhadap alam maujud, dan Tuhanlah yang menuangkan sebagian
pengetahuannya kepada makhluk. Adapun disebut al-Ruh al-Ilahi (ruh ketuhanan) karena ada
kaitannya dengan ruh al-Quds (ruh Tuhan), al-Amin (ruh yang jujur) adalah karena ia adalah
perbendaharaan ilmu tuhan dan dapat dipercayai-Nya. Oleh itu, menurut Al-Jili, lokus tajalli al-
Haq yang paling sempurna adalah Nur Muhammad. Nur Muhammad ini telah ada sejak sebelum
alam ini ada, ia bersifat qadim lagi azali. Nur Muhammad itu berpindah dari satu generasi ke
generasi berikutnya dalam berbagai bentuk para nabi, yakni Adam, Nuh, Ibrahim, Musa hingga
dalam bentuk nabi penutup (khatamun nabiyyin), Muhammad Saw. Banyak lagi penjelasan dan
pembahasan tentang Nur Muhammad dimaksud. Karena, memang sejak awal kedatangan dan
perkembangan Islam di ‘Bumi Nusantara’, wacana Nur Muhammad dalam berbagai konteksnya
sehingga sekarang, telah menarik perhatian umat Islam. Hal ini paling tidak didukung oleh tiga
faktor. Pertama, terlihat dari banyaknya salinan yang beredar pada masa itu berkenaan dengan
‘Hikayat Nur Muhammad’ Misalnya, Hikayat Nur Muhammad naskah Betawi yang disalin pada
tahun 1668 M oleh Ahmad Syamsuddin Syah. Menurut Ali Ahmad (2005) sehingga sekarang,
sekurang-kurangnya terdapat tujuh versi Hikayat Nur Muhammad. Kedua, apresiasi terhadap
konsep Nur Muhammad telah mendorong lahirnya karya klasik ulama Nusantara yang secara
khusus berisikan pembahasan tentang teori ini. Antaranya adalah kitab Asrar al-Insan fi
Makrifah al-Ruh wa al-Rahman karya Nuruddin al-Raniri (Aceh), tiga kitab karangan Hamzah
Fansuri (Barus-Aceh); Asrar al-‘Arifin, Syarab al-‘Asyiqin, dan al-Muntahi, serta Nur al-Daqa’iq
oleh Syamsuddin al-Sumaterani (Pasai). Dalam kitab Asrar al-Insan dijelaskan bahwa Allah
menjadikan Nur Muhammad dari tajalli (manifestasi) sifat Jamal-Nya dan Jalal-Nya, maka
jadilah Nur Muhammad itu khalifah di langit dan di bumi; Nur Muhammad adalah asal segala
kejadian di langit dan di bumi. Di dalam kitab Asrar al-’Arifin dibincangkan teori wahdah al-
wujud yang semula diperkenalkan oleh Abdullah Arif dalam Bahr al-Lahut dan Ibnu Arabi,
kemudian dikembangkan lagi oleh Muhammad bin Fadhlullah al-Burhanpuri melalui teori
Martabat Tujuh dalam kitab Tuhfah al-Mursalah ila Ruh al-Nabi. Kemudian, dalam al-Muntahi,
Hamzah menyatakan bahwa wujud itu satu yaitu wujud Allah yang mutlak. Wujud itu bertajalli
dalam dua martabat; ahadiyah dan wahidiyah. Dalam kitab Nur al-Daqa’iq juga dibahas tentang
wujudiyah dan martabat tujuh. Variasi teori Nur Muhammad dalam bentuk martabat tujuh boleh
didapati pembahasannya dalam beberapa kitab yang ditulis oleh ulama Melayu Nusantara,
antaranya adalah dibahas dalam kitab Siyarus Salikin yang dikarang oleh Syekh Abdul Shamad
al-Palimbani; kitab Manhalus Syafi (Uthman el-Muhammady, 2003) yang dikarang oleh Syekh
Daud bin Abdullah al-Fathani; Pengenalan terhadap Ajaran Martabat Tujuh yang dikarang atau
dinukilkan kepada Syekh Abdul Muhyi Pamijahan; dan kitab al-Durr al-Nafis yang di karang
oleh Syekh Muhammad Nafis al-Banjari. Oleh itu, Syekh Muhammad Nafis al-Banjari dengan
kitabnya Al-Durr al-Nafis ditegaskan oleh Wan Mohd Shagir Abdullah (2000) sebagai salah
seorang ulama Banjar penganjur ajaran tasawuf Martabat Tujuh di Nusantara. Dalam teori
martabat tujuh dipahami bahwa dunia manusia merupakan dunia perubahan dan pergantian, tidak
ada sesuatu yang tetap di dalamnya. Segalanya akan selalu berubah, memudar, dan setelah itu
akan mati. Oleh karena itulah, manusia ingin berusaha mengungkap hakikat dirinya agar dapat
hidup kekal seperti Yang Menciptakannya. Untuk mengungkap hakikat dirinya, manusia
memerlukan seperangkat pengetahuan batin yang hanya dapat dilihat dengan mata hati yang ada
dalam sanubarinya. Seperangkat pengetahuan yang dimaksud adalah ilmu ma‘rifatullah. Ilmu
ma’rifatullah merupakan suatu pengetahuan yang dapat dijadikan pedoman bagi manusia untuk
mengenal dan mengetahui Allah. Ilmu ma‘rifatullah terbahagi menjadi dua macam, yaitu ilmu
‘makrifat tanzih’ (transeden) dan ‘ilmu makrifat tasybih’ (imanen). Tuhan menyatakan diri-Nya
dalam Tujuh Martabat, yaitu martabat pertama disebut martabat tanzih (la ta‘ayyun atau martabat
tidak nyata, tak terinderawi) dan martabat kedua sampai dengan martabat ketujuh disebut
martabat tasybih (ta‘ayyun atau martabat nyata, terinderawi). Yakni, martabat Ahadiyyah
(ke-’ada’-an Zat yang Esa); martabat Ahadiyyah (ke-’ada’-an Zat yang Esa); martabat
Wahidiyyah (ke-’ada’-an asma yang meliputi hakikat realitas keesaan); Keempat, martabat Alam
Arwah; martabat Alam Mitsal; martabat Alam Ajsam (alam benda); dan martabat Alam Insan.
Ketujuh proses perwujudan di atas, keberadaannya terjadi bukan melalui penciptaan, tetapi
melalui emanasi (pancaran). Untuk itulah, antara martabat tanzih (transenden atau la ta‘ayyun
atau martabat tidak nyata) dengan martabat tasybih (imanen atau ta‘ayyun atau martabat nyata)
secara lahiriah keduanya berbeda, tetapi pada hakikatnya keduanya sama. Seorang Sâlik yang
telah mengetahui kedua ilmu ma‘rifatullah, baik Ma‘rifah Tanzih (ilmu yang tak terinderawi)
maupun Ma‘rifah Tasybih (ilmu yang terinderawi), ia akan sampai pada tataran tertinggi, yaitu
tataran rasa bersatunya manusia dengan Tuhan atau dikenal dengan sebutan Wahdatul-Wujûd.
Uraian tersebut dapat dianalogikan dengan air laut dan ombak. Air laut dan ombak secara
lahiriah merupakan dua hal yang berbeda, tetapi pada hakikatnya ombak itu berasal dari air laut
sehingga keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisah. Ketiga, di Nusantara,
Hikayat Nur Muhammad merupakan teks yang populer sekitar abad ke-14 M. Ini dibuktikan
dengan tersebar luasnya kitab yang berjudul Tarjamah Maulid al-Mustafa bertahun 1351 M (Ali
Ahmad, 2005), dan disinggungnya wacana ini dalam kitab Taj al-Muluk, Qishah al-Anbiya,
Bustan al-Salatin, atau Hikayat Ali Hanafiah. Membandingkan apa-apa yang digambarkan oleh
para Guru berkenaan dengan Nur Muhammad dengan uraian-uraian ulama terdahulu tampaknya
tidak jauh berbeda sebagaimana pandangan umum para sufi dalam melihat Nur Muhammad
sebagai yang terawal diciptakan dan kemudiannya menjadi sumber dari segala penciptaan. Di
samping itu, menurut para Guru maqam Nur Muhammad adalah maqam paling tinggi dari
pencarian dan pendakian sufi menuju makrifah kepada Allah, tiada lagi maqam atau stasiun
paling tinggi sesudah ini. Kesimpulannya, berbahagialah orang-orang yang dapat
menyandingkan penyatuan sumber asal mula penciptaannya dalam satu harmoni, yakni Nur
Muhammad, sebab ia berada pada satu kedudukan yang tinggi dan terbukanya segala hijab yang
membatasinya. Penciptaan Ruh Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Saat Allah Subhanahu wa Ta’ala mengeluarkan keputusan Ilahiah untuk mewujudkan makhluq,
Ia pun menciptakan Haqiqat Muhammadaniyyah (Realitas Muhammad –Nuur Muhammad) dari
Cahaya-Nya. Ia Subhanahu wa Ta’ala kemudian menciptakan dari Haqiqat ini keseluruhan alam,
baik alam atas maupun bawah. Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian memberitahu Muhammad
akan Kenabiannya, sementara saat itu Adam masih belum berbentuk apa-apa kecuali berupa ruh
dan badan. Kemudian darinya (dari Muhammad) keluar tercipta sumber-sumber dari ruh, yang
membuat beliau lebih luhur dibandingkan seluruh makhluq ciptaan lainnya, dan menjadikannya
pula ayah dari semua makhluq yang wujud. Dalam Sahih Muslim, Nabi (SAW) bersabda bahwa
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menulis Taqdir seluruh makhluq lima puluh ribu tahun (dan
tahun di sisi Allah adalah berbeda dari tahun manusia, peny.) sebelum Ia menciptakan Langit dan
Bumi, dan `Arasy-Nya berada di atas Air, dan di antara hal-hal yang telah tertulis dalam ad-
Dzikir, yang merupakan Umm al-Kitab (induk Kitab), adalah bahwa Muhammad sall-Allahu
‘alayhi wasallam adalah Penutup para Nabi. Al Irbadh ibn Sariya, berkata bahwa Nabi sall-
Allahu ‘alayhi wasallam bersabda, “Menurut Allah, aku sudah menjadi Penutup Para Nabi,
ketika Adam masih dalam bentuk tanah liat.” Maysara al-Dhabbi (ra) berkata bahwa ia bertanya
pada Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam, “Ya RasulAllah, kapankah Anda menjadi seorang
Nabi?” Beliau sall-Allahu ‘alayhi wasallam menjawab, “Ketika Adam masih di antara ruh dan
badannya.” Suhail bin Salih Al-Hamadani berkata, “Aku bertanya pada Abu Ja’far Muhammad
ibn `Ali radiy-Allahu ‘anhu, `Bagaimanakah Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam bisa
mendahului nabi-nabi lain sedangkan beliau akan diutus paling akhir?” Abu Ja’far radiy-Allahu
‘anhu menjawab bahwa ketika Allah menciptakan anak-anak Adam (manusia) dan menyuruh
mereka bersaksi tentang Diri-Nya (menjawab pertanyaan-Nya, `Bukankah Aku ini Tuhanmu?’),
Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam-lah yang pertama menjawab `Ya!’ Karena itu, beliau
mendahului seluruh nabi-nabi, sekalipun beliau diutus paling akhir.” Al-Syaikh Taqiyu d-Diin
Al-Subki mengomentari hadits ini dengan mengatakan bahwa karena Allah Ta’ala menciptakan
arwah (jamak dari ruh) sebelum tubuh fisik, perkataan Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam
“Aku adalah seorang Nabi,” ini mengacu pada ruh suci beliau, mengacu pada hakikat beliau; dan
akal pikiran kita tak mampu memahami hakikat-hakikat ini. Tak seorang pun memahaminya
kecuali Dia yang menciptakannya, dan mereka yang telah Allah dukung dengan Nur Ilahiah.
Jadi, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengaruniakan kenabian pada ruh Nabi sall-Allahu
‘alayhi wasallam bahkan sebelum penciptaan Adam; yang Ia telah ciptakan ruh itu, dan Ia
limpahkan barakah tak berhingga atas ciptaan ini, dengan menuliskan nama Muhammad sall-
Allahu ‘alayhi wasallam pada `Arasy Ilahiah, dan memberitahu para Malaikat dan lainnya akan
penghargaan-Nya yang tinggi bagi beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam). Dus, Haqiqat Nabi
Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam telah wujud sejak saat itu, meski tubuh ragawinya baru
diciptakan kemudian.
Al Syi’bi meriwayatkan bahwa seorang laki-laki bertanya, “Ya RasulAllah, kapankah Anda
menjadi seorang Nabi?” Beliau menjawab, “ketika Adam masih di antara ruh dan badannya,
ketika janji dibuat atasku.” Karena itulah, beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) adalah yang
pertama diciptakan di antara para Nabi, dan yang terakhir diutus. Diriwayatkan bahwa Nabi
(sall-Allahu ‘alayhi wasallam) adalah satu-satunya yang diciptakan keluar dari sulbi Adam
sebelum ruh Adam ditiupkan pada badannya, karena beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) adalah
sebab dari diciptakannya manusia, beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) adalah junjungan
mereka, substansi mereka, ekstraksi mereka, dan mahkota dari kalung mereka. `Ali ibn Abi
Thalib karram-Allahu wajhahu dan Ibn `Abbas radiy-Allahu ‘anhu keduanya meriwayatkan
bahwa Nabi (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) bersabda, “Allah tak pernah mengutus seorang nabi,
dari Adam dan seterusnya, melainkan sang Nabi itu harus melakukan perjanjian dengan-Nya
berkenaan dengan Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam): seandainya Muhammad (SAW)
diutus di masa hidup sang Nabi itu, maka ia harus beriman pada beliau (sall-Allahu ‘alayhi
wasallam) dan mendukung beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam), dan Nabi itu pun harus
mengambil janji yang serupa dari ummatnya. Diriwayatkan bahwa ketika Allah SWT
menciptakan Nur Nabi kita Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam, Ia Subhanahu wa Ta’ala
memerintahkan padanya untuk memandang pada nur-nur dari Nabi-nabi lainnya. Cahaya beliau
melingkupi cahaya mereka semua, dan Allah SWT membuat mereka berbicara, dan mereka pun
berkata, “Wahai, Tuhan kami, siapakah yang meliputi diri kami dengan cahayanya?” Allah
Subhanahu wa Ta’ala menjawab, “Ini adalah cahaya dari Muhammad ibn `Abdullah; jika kalian
beriman padanya akan Kujadikan kalian sebagai nabi-nabi.” Mereka menjawab, “Kami beriman
padanya dan pada kenabiannya.” Allah berfirman, “Apakah Aku menjadi saksimu?” Mereka
menjawab, “Ya.” Allah berfirman, “Apakah kalian setuju, dan mengambil perjanjian dengan-Ku
ini sebagai mengikat dirimu?” Mereka menjawab, “Kami setuju.” Allah berfirman, “Maka
saksikanlah (hai para Nabi), dan Aku menjadi saksi (pula) bersamamu.”(QS 3:81). Inilah makna
dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari
para nabi: `Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hukmah, kemudian
datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan
sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.’” (QS 3:81). Syaikh Taqiyyud Diin al-
Subki mengatakan, “Dalam ayat mulia ini, tampak jelas penghormatan kepada Nabi (sall-Allahu
‘alayhi wasallam) dan pujian atas kemuliaannya. Ayat ini juga menunjukkan bahwa seandainya
beliau diutus di zaman Nabi-nabi lain itu, maka risalah da’wah beliau pun harus diikuti oleh
mereka. Karena itulah, kenabiannya dan risalahnya adalah universal dan umum bagi seluruh
ciptaan dari masa Adam hingga hari Pembalasan, dan seluruh Nabi beserta ummat mereka adalah
termasuk pula dalam ummat beliau sall-Allahu ‘alayhi wasallam. Jadi, sabda sayyidina
Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam), “Aku telah diutus bagi seluruh ummat manusia,”
bukan hanya ditujukan bagi orang-orang di zaman beliau hingga Hari Pembalasan, tapi juga
meliputi mereka yang hidup sebelumnya. Hal ini menjelaskan lebih jauh perkataan beliau, “Aku
adalah seorang Nabi ketika Adam masih di antara ruh dan badannya.” Berpijak dari hal ini,
Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) adalah Nabi dari para nabi, sebagaimana telah pula
jelas saat malam Isra’ Mi’raj, saat mana para Nabi melakukan salat berjama’ah di belakang
beliau (yang bertindak selaku Imam). Keunggulan beliau ini akan menjadi jelas nanti di Akhirat,
saat seluruh Nabi akan berkumpul di bawah bendera beliau. Barakallah.

HAKIKAT SAHADAT & HAKIKAT SOLAT (MAKRIFATULLAH)... ‫اشهدان الاله االهللا واشهدان‬
‫ محمدارسول هللا‬Sesungguhnya sahadat adalah merupakan rukun islam yang pertama dimana
seseorang itu ingin menjadikan islam sebagai cara hidupnya haruslah terlebih dahulu mengucap
dua kalimah sahadat itu:- ‫ اشهدان الاله االهللا واشهدان محمدارسول هللا‬Jadi sesungguhnya selagi sesorang
itu tidak melafazkan dua kalimah sahadat maka selama itulah dia tidak boleh di iktiraf sebagai
seorang islam.
Dalam pengertian syariat,dua kalimah sahadat itu ialah "aku menjadi saksi bahwa tiada tuhan
yang disembah melainkan Allah dan aku menjadi saksi bahwa Nabi Muhammad itu pesuruh
Allah. Sesungguhnya ramai diantara kita hanya pandai melafazkan ucapan dua kalimah sahadat
itu tetapi jarang benar dikalangan kita coba mengkaji atau sekurang2nya memperhatikan diri
sendiri tentang hakikat pengertian hujung jatuhnya sahadat itu sendiri,kita lihat ibu bapa kita
melafazkan sahadat maka kita pun turut berbuat demikian,namun begitu tak pernah bertanya
kenapa kita harus melafazkanya.?? ‫ اشهدان الاله االهللا واشهدان محمدارسول هللا‬Dan kenapa kita pula tidak
boleh melafazkan satu bentuk penyaksian yang lain daripada dua kalimah sahadat. Disamping itu
tidak kurang pula dikalangan kita bertanya kenapa LA ILA HA IL LAALLAH itu boleh
membawa pengertian "tiada tuhan yang di sembah melainkan Allah" sedangkan di dalam
kalimah tersebut tidak pernah terdapat perkataan tuhan (RABB) dan tidak pula terdapat
perkataan sembah (PAK BUDUU HU) tetapi di dalam pentafsiran arti baik bahasa oleh para
ulama syariat ada perkataan "tuhan" dan "sembah" dan kenapa pula sahadat tersebut tidak boleh
dikatakan begini...... ‫ الربي فاعبدوني اال هللا‬yang mungkin lebih sesuai untuk diberi arti "tiada tuhan
yang disembah melainkan Allah" tetapi islam tetap mengunakan lafaz sahadat dengan..‫الاله االهللا‬
yang membawa pengertian kepada tiada yang nyata hanya Allah.
‫ ال اله اال هللا‬TIADA NYATA HANYA ALLAH Jadi boleh disimpulkan di sini bahawa pengertian
yang dibuat oleh para alim ulama syariat adalah jauh,tidak menepti daripada matlamat sebenar
yang hendak dinyatakan oleh sahadat itu sendiri disamping itu soalnya apakah perkataan Allah di
dalam sahadat itu boleh di samakan kepada tuhan dan apakah sebenarnya begitu..?? Begitu juga
apabila kita melafazkan ..‫ محمدارسول هللا‬itu apakah benar membawa satu pengertian kepada "Nabi
Muhammad itu persuruh Allah" jika benar begitu kenapa Nabi Adam Alaihimusallam bapa
sekalian manusia juga mengucap sahadatnya dengan mengkhabarkan sahadatnya itu dengan lafaz
Muhammad Rasulullah dan seterusnya Nabi Ibrahim,Nabi Ismail dan rasul2,wali2 Allah sebelum
zahir Nabi Muhammad saw mengucap dengan ucapan yang sama atau dalam hal yang lain ada
dikalangan kita akan berkata nabi2 sebelum zahirnya Nabi Muhammad mengucap dengan cara
lain, jika benar begitu apakah mereka difahamkan bahawa islam itu hanya baru ujud pada zaman
Muhammad saw dan benarkah islam tidak pernah ujud sebelumnya,dan jika benar ucapan
Muhammad RasuluLlah itu fahaman kepada Nabi Muhammad,kenapa pula Nabi Muhammad
juga mengucap seperti kita mengucap sekarang,dan kenapa pula RasuluLlah tidak mengucap
begini... ‫ واشهدن الربى فاعبدوني اال هللا واشهدانا رسول هللا‬yang lebih sesuai membawa kepada pengerian
"aku naik saksi tiada tuhan yang disembah melainkan Allah dan aku naik saksi bahawa akulah
persuruh Allah" Pendek kata banyaklah lagi persoalan2 yang harus ditanya oleh kita apabila kita
melangkah dan berusaha mencari dan menggali pengertian sahadat yang benar,justeru itu marilah
kita membincangkan bersama2 akan hakikat sahadat mengikut pandangan hakikat dan makrifat
dan marilah kita sama2 menggali makna hujung jatuh sahadat itu sendiri agar kita sama2 dapat
memahaminya dengan mendalam dan dapat pula berpegang dengan pemahaman kita itu. Adapun
kalimah sahadat itu adalah:- ‫ اشهدان الاله االهللا واشهدان محمدارسول هللا‬dan sesungguhnya ‫اشهدان الاله االهللا‬
adalah dinamakan sahadat tauhid dan.. ‫ واشهدان محمدارسول هللا‬adalah pula sahadat rasul. Sebab
kalimah..LAILAHAILLALLAH.. dinamakan sahadat tauhid adalah didalam kalimah tersebut
kita bersaksi dengan penuh rasa bahawa tiada yang lain hanya Allah semata2 tiada bersekutu
baginya dalam segala2 hal dan tiada sesuatu pun yang bercampur aduk denganya kecuali DIA
sendiri,oleh itu kita bersaksi dengan diri kita sendiri tiada yang nyata pada kita hanya Allah
semata2,kita nafi tubuh kita dan kita isbatkannya kepada Allah semata2 (diri batin kita) Adapun
kalimah ‫ واشهدان محمدارسول هللا‬itu dinamakan sahadat rasul,sebab pada kalimah ini kita melafazkan
bersaksi bahawa yang menyampaikan dan menanggung diri rahsia Allah adalah Muhammad iaitu
diri zahir kita,dan dengan melafazkan kalimah tersebut maka berikrar dan bersaksilah kita
dengan diri kita sendiri bahawa diri zahir kita tetap akan menanggung rahsia Allah dan akan
menjaganya buat selama2nya. Adapun hakikat ketuhanan itu adalah diri batin kita (ruhani), dan
hakikat kerasulan itu adalah diri zahir kita (jasmani) Diri batin adalah sebenar2 diri yang
menyatakan rahsia tuhan dan untuk menyatakan diri rahsia Allah tersebut adalah diri zahir
kita...jadi diri zahir kitalah yang menyatakan rahsia ketuhanan Allah Taala,oleh yang demikian
diri zahir kita digelar HAKIKAT RASUL. APABILA KITA MELAFAZKAN:- ‫ال اله اال هللا‬
TIADA NYATA HANYA ALLAH MAKNANYA: tiada nyata hanya Allah....dari sini jelaslah
kalimah LAILAHALILLAH itu sudah terang diri batin kita,bila saja kita melafazkan kalimah
tersebut dengan jelas kita memperakui dengan sesungguhnya bahawasanya tiada nyata hanya
DIAlah Allah yang dikandung oleh tubuh zahir kita. ADAPUN KALIMAH:
MUHAMMADRASUL ALLAH pula menyatakan diri kasar kita kerana hakikat bentuk manusia
itu berhakikat dengan huruf M U H A M M A D , justeru itu menakala kita melafazkan kalimah. ‫ا‬
‫ شهدان الاله االهللا واشهدان محمدارسول هللا‬Maka kalimah yang telah dilafazkan itu adalah meliputi pada
menyatakan diri batin dan diri zahir kita (ruhani dan jasmani) iaitu kita menyaksikan bahawa
yang dikandung oleh diri kasar ini adalah diri rahsia Allah Taala dan diri kasar inilah merupakan
sarung, seperti firman Allah yang bermakna :MANUSIA ITU ADALAH RAHSIAKU DAN
AKULAH RAHSIANYA" Allah Taala telah mengurniakan manusia untuk memegang dan
bertanggungjawab terhadap rahsia yang ditanggung oleh manusia itulah Allah Taala memberi
satu penghormatan besar terhadap kejadian manusia...seperti firman-Nya.... ‫لقدخلقنا االنسان في احسن‬
‫ تقويم‬sesungguhnya Aku kurniakan akan manusia itu satu kejadian yang sebaik2nya. Kejadian
manusia adalah satu2 kejadian yang paling rapi,elok tersusun pada zahir dan batin,duduknya
kemuliaan manusia adalah kerana manusia sahajalah kejadian Allah yang sanggup memegang
rahsianya,sedangkan sebelumnya Allah sendiri pernah menawarkan rahsia ini kepada
langit,bulan,bukit untuk menanggungnya tetapi semuanya makhluk kejadian tersebut tidak
mempunyai kesanggupan untuk menanggungnya:- seperti firman Allah yang bermaksud:"
sesungguhnya rahsia aku ini pernah aku taruhkan kepada langit,bumi,gunung-ganang tetapi
mereka enggan menerimanya kerana takut mengabaikannya,tetapi yang sanggup menerima
adalah manusia". Dari itu apabila kita mengucap akan kalimah ‫اشهدان الاله االهللا واشهدان محمدارسول هللا‬
maka bererti kita bersaksi dengan diri kita sendiri bahawa tiada yang nyata pada diri kita hanya
Allah semata2 dan tubuh zahir kita ini adalah tukang penyata rahsia Allah semata2. Adapun solat
itu adalah berdiri menyaksikan diri kita sendiri,kita menyaksikan bahawa diri kitalah yang
membawa dan menanggung rahsia Allah Taala dan tiada sesuatu pada diri kita hanya rahsia
Allah semata2,tiada satu jua pun yang kita punya kecuali hak Allah semata2,jika diibaratkan kita
ini hanya sebagai sebuah kotak radio yang hidup dengan mengharapkan siaran dari stastion besar
semata2,dan perlu di ingat bahawa berfungsinya radio tersebut kerana dapat menerima
gelombang siaran dari station besar,yang demikian jika habislah siaran atau rosaknya penerimaan
siaran maka sudah tentu kotak radio tersebut akan dibuang menjadi sampah,maka begitulah kita.
Kita akan berguna di sisi Allah jika kita dapat menanggung amanah rahsia itu serta dapat
berfungsi dan bertindak mengenal diri kita sendiri,kerana apabila kita berjaya dapat mengenal
diri kita,maka dengan itulah pula kita dapat mengenal diri Allah itu sendiri...firman Allah dalam
hadis qudsi..... ‫ من عرف نفسه فقد عرف ربه‬ertinya,barangsiapa mengenal dirinya maka kenallah
tuhannya. Oleh itu jika kita tidak mengenal diri kita,maka kita adalah lebih hina daripada sampah
di sisi Allah. Adapun sembahyang/solat itu bukanlah sekali ertinya menyembah kerana apabila
disebut sembah,maka sudah tentu membawa pengertian bahawa ada yang menyembah dan ada
pula yang kena sembah dan tiap tiap yang disembah sudah pasti ada di hadapan yang
menyembah. Justeru itu bagaimana halnya dengan Allah yang bersifat bersalahan dengan segala
yang baharu, benda-benda itu ujud,ujud dihadapan untuk di sembah,dan jikalau Allah di
hadapanya maka ertinya Allah bertempat,jika ini iktikad kita maka kafirlah kita jadinya.Lagi pun
bagaimana boleh dikatakan sembahyang itu boleh disifatkan menyembah sedangkan manusia itu
sendiri pun adalah diri rahsia Allah seperti firman Allah dalam Hadis Qudsi; ‫االنسان سري وانا سره‬
ertinya : manusia itu adalah rahsiaKu dan diri Akulah rahsianya". Oleh itu dapatlah disimpulkan
bahawa solat/sembahyang itu sebenarnya adalah satu istiadat menyaksikan diri sendiri dan
sesungguhnya diri kita itu adalah kepunyaan Allah semata-mata.Dan sayugia di ingatkan bahawa
keadaan yang dinyatakan di atas bukanlah sekali kita boleh beriktikad bahawa Allah itu duduk di
dalam diri kita,jika kita beranggapan begitu maka kafirlah jadinya dan keadaan yang diterangkan
di atas juga bukan sekali-kali boleh beriktikad bahawa diri batin kita (ROH) itu tuhan dan
bertuhankan diri,maka berbuat demikian kafir pula jadinya. Perlu di ingatkan bahawa kita adalah
sebagai kotak radio yang menerima gelombang radio dan rahsia radio,maka untuk menyatakan
rahsia radio tersebut adalah station yang memancar siaranya ke kotak radio,maka berbunyilah
radio seperti mana asalnya di station besar.Bergitu dengan Allah,Dia memuji diriNya dengan diri
rahsiaNya yang dikandung oleh manusia.Seperti firman Allah didalam Hadis Qudsi yang
bermaksud: AKU SUKA MENGENAL DIRIKU SENDIRI, LALU AKU JADIKAN
MAKHLUK INI, LALU AKU PERKENALKAN DIRI AKU, KEPADA MEREKA DAN
LALU MEREKA, PUN MENGENAL AKU. Bermula yang dimaksudkan dengan makhluk di
dalam hadis qudsi di atas adalah manusia. Adapun yang dikatakan sembahyang itu berdiri
menyaksikan diri kerana semasa sembahyang kita wajib berkata : " ‫اشهدان الاله االهللا واشهدان‬
‫" محمدارسول هللا‬. ertinya bersaksilah aku bahawa tiada yang nyata kecuali Allah (diri batin) dan
bersaksilah aku bahawa Muhammad (diri zahir) itu adalah penyaksian Allah (diri batin). Di sini
terang dan jelaslah bahawa kalimah penting itu di lafazkan oleh kita bagi tujuan supaya menilik
diri kita dengan matahati kita, bahawa akulah yang membawa rahsia Allah,dan kita menilik
dengan mata zahir dan batin kita bahawa kita adalah Allah semata-mata tiada sesuatu pada kita
hanya Allah semata-mata. Ucapan penyaksian ini bukanlah sahaja dilafazkan oleh lidah malahan
dikatakan bersama oleh semua anggota zahir dan batin kita,masing-masing serentak berdiri
menyaksikan diri ini adalah Allah semata-mata,(‫ ) بالحق االهللا‬Maka di saat melafazkan syahadah
tersebut maka gementarlah seluruh tubuh jiwa raga orang arifin billah,maka disaat itu terasalah
oleh mereka satu kelazatan yang amat sangat,tiada bahasa yang boleh diterangkan di sini kecuali
diketahuilah sendiri oleh mereka yang mengalami dan sampai pula ke martabatnya. Untuk
menegaskan hal di atas Allah telah berfirman di dalam Al-Quran : ‫إنماالموءمنون الذين إذاذكرهللا وجلت‬
‫ قلوبهم وإذاتليت عليهم ابته زادتهم ايماناوعلى ربهم يتوكلون‬: ertinya "sesungguhnya bagi mereka yang
beriman apabila sahaja disebut Allah nescaya gementarlah hati mereka dan apabila dibaca ayat-
ayatNya bertambah iman mereka kepada Allah mereka bertawakal. Adapun ‫اشهدان الاله االهللا‬
ertinya bersaksilah aku tiada yang nyata hanya Allah,iaitu bersaksilah aku dengan
telingaku,mataku,otakku,kulitku,dagingku,kakiku, dan seluruh tubuhku yang zahir dan batin
aku,tiada yang nyata kecuali Allah jua.Aku melihat dan mendengar dengan penglihatan Allah
dan pendengaran Allah,tiada aku merasa ,Allah lah merasa,tiada aku berkehendak,Allah lah yang
berkehendak, tidak aku berkuasa,Allah lah yang berkuasa...tidak....tidak...tidakkkk...HANYA
ALLAH SEMATA-MATA. Seperti firman Allah; ‫ فاءينما تولوا فثم وجه هللا‬..."Dimana sahaja kamu
berhadap di situlah wajah Allah". Cara ini adalah dengan kita menafikan diri kita yang zahir ini
dan mengisbatkan diri kita yang batin (Allah). Adapun ‫ واشهدان محمدارسول هللا‬ertinya "dan
bersaksilah aku bahawa diriku yang zahir ini adalah menanggung diri rahsia Allah semata-mata.
Di dalam kalimah ini kita bersaksi dengan diri kita sendiri bahawa diri kita jasmani inilah yang
menanggung dan membawa rahsia Allah (diri batin) dan diri kita yang zahir inilah juga yang
menjadi dalil awal akan ujudnya Allah Tuhan semesta alam. Dengan yang demikian fahamlah
kita bahawa kalimah sahadat itu adalah kalimah hakikat yang menyatakan penyambungan
diantara badan jasmani dengan badan ruhani kita,ianya tidak boleh dipisahkan dan diceraikan
diantara satu dengan lain. Oleh kerana kita faham dengan hujung jatuhnya kalimah sahadah itu
adalah hakikat penyambungan diantara ruhani dengan jasmani,maka setengah ulama'
berpendapat bahawa tidak wajar bagi kita untuk melafazkan kalimah sahadah tersebut secara
mewakafkan bacaan dimana-mana bahagian kalimah dua kalimah sahadah tersebut,adalah tidak
kita mewakafkan di kalimah ALLAH seperti yang diamalkan oleh kebanyakan orang jahil di
dalam hakikat dua kalimah sahadah,kerana pada hakikatnya kita telah mengetahui bahawa tubuh
kalimah dua sahadah tersebut adalah gabungan ruhani dan jasmani kita. Adapun ucapan dua
kalimah sahadah yang hanya disebut dilafazkan dimulut tanpa mengerti apakah sebenar hakikat
sahadah tersebut adalah dinamakan sahadah tanda,hujung jatuh akan hakikat sahadah tanda ini
adalah bertujuan supaya satu-satu masyarakat yang mengaku diri mereka islam,turut sama
mengiktiraf bahawa manusia yang mengucap dua kalimah sahadah semacam tadi adalah
berugama islam seperti mereka juga. tetapi sebenarnya sahadah sedemikian itu adalah kosong
dan tidak memberi erti apa-apa serta tidak bermaya, ertinya jika di ibaratkan besi maka besi
seperti inilah besi tawar yang tidak pernah mengerti apa makna tajam,ia hanya bergelar besi
tetapi tidak berguna untuk apa-apa jua pun kerana perlu di tegaskan bergunanya besi bagi sebilah
pisau adalah kerana tajamnya.Tajam itulah sebenar benar tubuh pisau itu,oleh sebab itu bagi
mereka yang hanya mengerti melafazkan dua kalimah sahadah tetapi jahil daripada mengerti
hakikat sahadah maka manusia begini adalah manusia islam minannas dan ianya bukan sekali
kali islam minallah,oleh itu untuk menjadi islam minallah maka seseorang itu haruslah mengerti
dan mengetahui dan memahami serta dapat duduk pada hakikat sahadah sebenarnya. HURUF2
KALIMAT SAHADAT 24 HURUF MELAMBANGKAN 24 JAM SEHARI SEMALAM.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------

‫ الاله األهللا محمد رسول هللا ل ا ا ل ه ا ل ا ا ل ل ه م ح م د ر س و ل ا ل ل ه‬Adapun kalimah sahadat ini


hendaklah dijadikan darah daging kita pada siang malam selama 24 jam artinya hidup kita,mati
kita,bangkit kita dihari kiamat nanti adalah dengan kalimah sahadat : ‫الاله األهللا محمد رسول هللا الاله‬
‫وعليا نموت وعليها نبعث ان شاء هللا كان من االمنين‬,‫ نحي وعليها‬artinya:hidupku didalam dunia ini,matiku dan
bangkitku dihari akhir nanti didalam kalimah (sahadat) dan insallah aku menjadi orang yang
berunt amin. disamping itu diingatkan bahwa didalam kalimah tauhid juga mengandungi 24
huruf semuanya bagi menandakan kehidupan manusia 24 jam dalam sehari semalam
sebagaimana yang dinyatakan dalam bab yang lalu bahawa kalimah sahadat itu adalah pada
menyatakan perihal diri ruhani dan jasmani kita.Kalimah ini adalah tersangat penting didalam
penghidupan kita untuk menuju kungepada Allah Subhanahu wataala. Oleh itu janganlah
dipisahkan manusia samasekali dua kalimah sahadat didalam kehidupan kita,jika ingin menjadi
manusia yang diredhai di dunia dan diakhirat dan jangan sekali2 kita mati tampa kalimah
sahadat. ‫ ( الاله األهللا محمد رسول هللا ل ا ا ل ه ا ل ا ا ل ل ه م ح م د ر س و ل ا ل ل ه‬24 huruf) (bagi
mengisyaratkan kehidupan/penghidupan manusia 24 jam sehari semalam.) Ahli Makrifat itu
tidak mempunyai makrifat jika ia tidak mengenal Allah dari segala sudut dan dari segala arah
mana saja ia menghadap. Ahli Hakikat hanya ada satu arah iaitu ke arah Yang Hakiki itu sendiri.
"Ke mana saja kamu memandang, di situ ada Wajah Allah" (Al-Qur-an) "Ke mana saja kamu
memandang", sama ada dengan deria atau akal atau khayalan, maka di situ ada Wajah Allah".
Oleh itu dalam tiap-tiap ain [di mana] ada ain (Zat Ilahi) dan semuanya adalah "La ilaha
illalLah" (TIADA NYATA HANYA ALLAH). Dalam "La ilaha illalLah" semua wujud ada
terkandung, iaitu Wujud Semesta Raya dan Wujud secara khusus; atau Wujud atau apa yang
dianggap Wujud; atau wujud Hakiki dan Wujud makhluk. Wujud makhluk tertakluk kepada
kepada "La ilaha" yang bererti bahawa segala-galanya kecuali Allah adalah kosong(batil), iaitu
dinafikan bukan diisbatkan. Wujud Hakiki termasuk dalam "illaLlah". Oleh itu semua kejahatan
tertakluk di bawah "La ilaha" dan semua yang dipuji tertakluk di bawah "illaLlah". Semua wujud
terkandung dalam mengisbatkan Keesaan (La ilaha illaLlah) dan anda mesti memasukkkannya
juga dalam menamakan hamba yang paling mulia (dalam mengatakan Muhammadun
RasuluLlah). "Muhammadun RasuluLlah" ini mengandungi tiga alam. Muhammad itu
menunjukkan Alam Nyata(Alam Nasut); iaitu alam yang boleh dipandang dengan deria(senses).
Rasul itu menunjukkan Alam Perintah(Alam Malakut); iaitu Alam batin berkenaan rahsia-rahsia
tanggapan yang mujarad; dan ini terletak antara yang muhaddas dengan Yang Qadim. Nama
Ilahi(Allah) itu menunjukkan Alam Pertuanan(Alam Jabarut). Lautan darinya terpancar
pengertian dan tanggapan. "Rasul" itu sebenarnya pengantara yang muhaddas dengan Yang
Qadim; kerana tanpa dia tidak akan ada wujud, kerana jika yang muhaddas bertemu dengan yang
Qadim, maka binasalah yang muhaddas dan tinggallah Yang Qadim. Apabila Rasul diletakkan
pada tempatnya yang wajar pada kedua itu, maka barulah alam ini diperintahkan, kerana pada
zhohirnya ia adalah hanyalah seketul tanah liat, tetapi batinnya ia adalah khalifah Allah.
Pendeknya, maksud mengisbatkan Tauhid itu tidaklah sempurna dan tidaklah meliputi tanpa
diisbatkan Keesaan atau Tauhid Zat, Sifat dan Lakuan. Pengisbatan itu difahami dari
"Muhammadun RasuluLlah". Apabila seorang ahli Makrifat berkata "La-ilaha illaLlah" maka ia
ketahui pada hakikatnya bukan hanya pada majazi sahaja, iaitu tidak ada jalan lain melainkan
Allah. Oleh itu wahai saudaraku, janganlah hanya mengucapkan dengan mulut saja syahadah
yang mulia ini, kerana dengan itu mulut sajalah yang akan mendapat manfaatnya. Dan ini
bukanlah matlamat yang hendak dituju. Yang pentingnya ialah Mengenal Allah sebagaimana Ia
sebenarnya. "Allah itu dahulu seperti Ia sekarang jua tanpa sekutu, dan Ia sekarang seperti Ia
dahulu jua". Fahamilah ini, dan anda tidak akan dibebankan lagi dengan penafian, dan tidak ada
yang tinggal bagi anda lagi melainkan pengisbatan agar apabila anda berkata anda akan berkata;
"Allah, Allah, Allah". Tetapi kini hati anda dibebankan dan pandangannya lemah. Semenjak
anda dijadikan anda hanya berkata; La-ilaha........ tetapi bilakah penafsiran itu akan berkesan?.
Bahkan ia tidak berkesan kerana penafsiran itu hanya dengan lidah saja. Jika anda tafsirkan
dengan Akal iaitu dengan Hati anda dan rahsia anda yang paling dalam, maka seluruh alam ini
akan lenyap dari pandangan anda dan anda akan lihat Allah sendiri, bukannya diri anda sendiri
dan juga makhluk-makhluk lain. Kaum Sufi menafikan wujud yang lain kecuali Allah. Maka
mereka mencapai kedamaian dan kerehatan dan terus memasuki KalamNya. Mereka tidak akan
keluar lagi. Tetapi penafian anda tidak ada langsung hujungnya............ Ghairullah(selain Allah)
tidak akan lenyap dengan hanya mengatakan "tidak" dengan lidah saja; dan belum sempurna juga
lagi dengan mata keimanan dan keyakinan, tetapi akan lenyap dengan pandangan secara
langsung dan berhadapan muka. "Sesungguhnya Allah itulah tujuan anda yang terakhir" (Al-
Qur'an). Dialah sumber segala-galanya. Tidakkah anda ingin menemui guru yang dapat mengajar
anda bagaimana menafsirkan ghairullah dan membawa anda kepada kedamaian di mana anda
dapati tidak ada yang lain kecuali Allah?. Maka barulah anda hidup dengan Allah dan dapat
menjadi penghuni "Dalam tempat tinggal orang-orang yang ikhlas di Majlis Tuhan Yang Maha
Agung", dan ini adalah semuanya hasil daripada ingat anda dan makrifat anda bahwa "Tiada
Tuhan selain Allah". Anda tahu kata-kata Syahadah itu saja dan yang paling dalam yang anda
tahu ialah berkata; "Tidak ada yang patut disembah melainkan Allah". Ini adalah pengetahuan
orang-orang awam(biasa) tetapi apakah kaitannya dengan pengetahuan atau ilmu orang-orang
Sufi?. Pengetahuan anda yang sekarang itulah yang menghalang anda memahami pengetahuan
orang-orang pilihan(Sufi). Masihkan anda menafikan pengetahuan yang didapati dari bimbingan
guru menuju Hakikat, padahal mereka yang dipimpin itu memandang tidak yang wujud kecuali
Allah? Mereka bukan sahaja mengenal Allah dengan Iman dan keyakinan saja, tetapi mereka
memandang dengan cara pandangan yang terus tanpa halangan.
Omong kosong tidak sama dengan melihat, bertemu muka.
BISMILLAHIRRACHMANIRRACHIM Adapun yang dinamakan : PAHAM AL-FATIHAH,
itu sebagai berikut ALHAMDULILLAH : Artinya, Ya Muhammad, sembahyangmu itu aku jua
memuji diriku. RABBIL – ALAMIN : Artinya, Ya Muhammad, aku tahu lahir bathinmu.
ARRACHMANIRRACHIM : Artinya, Ya Muhammad, yang membaca fatihah itu,aku jua
memuji diriku. MALIKIYYAUMIDDIN : Artinya, Ya Muhammad, engkau jua ganti
pekerjaanku,karena engkau tiada lain Aku. IYAKANA’BUDU WAIYYA – : Artinya, Ya
Muhammad, tiada yang sembahyang hanya aku dan yang ghaib Aku jua kerja sendirian.
KANASTAIN IHDINASSYIROTOL – : Artinya, Ya Muhammad, tiada yang mengetahui akan
daku,hanya MUSTAQIM engkau jua. SYIROTOLLAZINA AN’AMTA : Artinya, Ya
Muhammad, sesungguhnya karenamu sekalian yang ada. ALAIHIM
GHOIRILMAGDHUBI’ALAIHIM : Artinya, Ya Muhammad, tiada aku marah Aku kasih
padamu dan Sekalian umatmu. Aku mengatakan Rahasiaku padamu, dan engkau Katakan
rahasiamu pada sekalian umatmu. WALADHOLLIN : Artinya, Ya Muhammad, jika bukan
engkau kekasihku, maka tiada RahasiaKU sekaliannya padamu. AMIN : Artinya, Ya
Muhammad, engkau ganti Rahasiaku, Allah nama bagi zat Tuhan yang qadim
—ooOoo– BISMILLAHIRRACHMANIRRACHIM ADAPUN YANG DINAMAKAN
‘DINDING ASAL DIRI’ ITU ADALAH SEPERTI DISEBUT DIBAWAH INI : AKU ALIF
ALLAH.MASUKKU KEPADA LAM DJALALLAH. LENYAPKU DI GHOIRULLAH.
HILANGKU KEPADA LA ILAHA ILLALLAH MUHAMMADARRASULULLAH.
PERPINDAHAN KEDUDUKAN NYAWA DITIAP-TIAP WAKTU
SUBUH berada di SULBI Nabinya ADAM Warnanya PUTIH.
DHOHOR berada di PUSAT Nabinya IBRAHIM warnanya KUNING.
ASHAR berada di JANTUNG Nabinya YUSUF warna MERAH.
MAGRIB berada di DADA Nabinya ISA warnanya BIRU.
ISYA berada di OTAK Nabinya MUSA Warnanya HITAM.
UNTUK DIBACA SEBELUM TAKBIRATUL IHRAM SEBELUM MEMBACA DOA
PERTAMA BAITULLAH,HU ALLAH, HU BAINA ALLAH, RAHASIA ALLAH.
Caranya kita hendak mengangkat TAKBIRATULIHRAM, Yaitu kita tarik napas dengan HU,
hakikat kita AKU masuk kedalam. — Tatkala kita mengangkat TAKBIR ingat ZAT – ALIF —
Tatkala kita RUKU ingat SIFAT – SIFAT — Tatkala kita I’TIDAL ingat akan ASMA – LAM
— Tatkala kita SUJUD ingat akan AF’AL – HA Yaitu sampai salam jangan lupa ; ZAT – ALIF
SIFAT – LAM ASMA – LAM AF’AL – HA LA ILAHA ILLA ALLAH
1. Adapun ALIF itu ibarat SIFAT ALLAH, menjadi Rahasia kepada MUHAMMAD, menjadi
CAHAYA kepada kita.
2. Adapun LAM AWAL itu ibarat SIFAT ALLAH, menjadi RUPA kepada MUHAMMAD,
menjadi CAHAYANYA kepada kita.
3. Adapun LAM ACHIR itu ibarat ASMA ALLAH, menjadi ILMU kepada MUHAMMAD,
menjadi IMAN kepada kita.
4. Adapun HA itu ibarat AF’AL ALLAH, menjadi KELAKUAN kepada MUHAMMAD,
menjadi HATI kepada kita. Maka HU itu AKULAH ALLAH. Leburnya MUHAMMAD kepada
ALLAH. LA itu AKULAH Raja Dunia dan Akhirat. ZAT – MA’RIFAT SIFAT – HAKIKAT
ASMA – THARIKAT AF’AL – SYARIAT Adapun ZATnya Adapun SIFATnya Adapun
ASMAnya Adapun AF’ALnya Nyata kepada nyata kepada nyata kepada nyata kepada
MA’RIFAT. HAKIKAT. THARIKAT. SYARIAT. — Adapun SYARIAT nyata kepada
kelakuan TUBUH INSAN. — Adapun THARIKAT nyata kepada kelakuan HATI INSAN. —
Adapun HAKIKAT nyata kepada kelakuan NYAWA INSAN. — Adapun MA’RIFAAT nyata
kepada kelakuan FUAD INSAN. Inilah rupa yang 4 perkara ini, jangan tidak diketahui risalah
tersebut dibawah ini. ZAT SIFAT ASMA AF’AL MA’RIFAT HAKIKAT THARIKAT
SYARIAT RAHASIA NYAWA HATI TUBUH MIM HA MIM DAL
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM Adapun asal tubuh ( WADAH ) terdiri dari 4 ( empat )
Unsur ialah :
1). TANAH 2). AIR 3). ANGIN 4). API
Kesemuanya ini daripada NUR MUHAMMAD ( Muhammad Al – qur’an ).
Adapun asal kejadian diri terdiri dari 3 perkara ialah : 1. BAPAK 2. IBU 3. TUHAN
- Urat besar – Rambut – Penglihat - Urat kecil – Kulit – Pendengar - Tulang – Daging – Pengrasa
- Otak – Darah – Pencium -Nyawa
Ketiga perkara ini jumlahnya 13 ( tigabelas ) dan ini terhimpun dalam rukun 13 ( tigabelas –
Rukun Sembahyang ( Hadist).
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
1. Bismillah = Kepala kita.
2. Arrachman = Mata kita.
3. Arrachim = Antara kedua mata kita. 4. Alhamdulillah = Muka kita.
5. Rabbil’alamin = Telinga kanan kita. 6. Arrachman = Telinga kiri kita.
7. Arrachim = Tangan kanan dan kiri. 8. Malikiyyaumiddin = Belakang kita. 9. Iyyakana’budu =
kulit kita.
10. Waiyyakanasta’in = Dada kita.
11. Ihdinasyirotol mustaqim = Urat lidah kita.
12. Syirotollazina an’amtaalaihim = Pusat kita.
13. Ghoirilmagdhubi alaihim = Hati kita.
14. Waladdollin = paru – paru kita. 15. Amin = Jantung kita.
BISMILLAHIRRACHMANIRRACHIM 1. SYARIAT 2. THARIKAT 3. HAKIKAT 4.
MA’RIFAT
Syariat tubuh Af’al Allah (diri seutuhnya – Syariat Ilmu yaqin). Tharikat hati Asma Allah (diri
terperi – Tharikat Ainul yaqin).
Hakikat roh Sifat Allah (diri tadjali – Hakikat Hakkul yaqin).
Ma’rifat Rahasia Zat Allah (diri tadjali – Ma’rifat malul yaqin). LA – ILAHA – ILLA – ALLAH
– LAILAHAILLALLAH LA : Jasmani yakni syariat tubuh ( Syariat itu perbuatan – Djalla ).
ILAHA : Rochani yakni tharikat hati ( Tharikat itu kataku – Jamal ).
ILLA : Hakikat nyawa ( Hakikat itu kediamanku – Qahar ).
ALLAH : Ma’rifat atau rahasia ( Ma’rifat itu rahasiaku – Kamal ).
LA : Menjadi ALCHAMDU atau ZAT Hayat. BISMILLAHIRRACHMANIRRACHIM Apabila
kita hendak mancari/mengenal diri,maka hendaknya terlebih dahulu kita ketahui/kita kenal akan
RAHASIA NUR MUHAMMAD karena rahasia Nur Muhammad itulah sebenar-benar diri.
“ RAHASIA NUR MUHAMMAD “ : Adapun yang bernama diri itu terbagi 2(dua) bagian,
pertama diri yang lahir, kedua diri yang bathin.
Adapun yang lahir berasal daripada ANAMIR ADAM yakni 4(empat) perkara: 1. API 2.
ANGIN 3.AIR 4.BUMI
a. Adapun API itu terbit daripada yang bathin berhuruf ALIF, bernama ZAT, menjadi
RAHASIA, hurufnya DARAH pada kita.
b. Adapun ANGIN itu terbit daripada yang bathin berhuruf LAM AWAL, bernama SIFAT
menjadi NYAWA, hurufnya NAFAS pada kita.
c. Adapun AIR itu terbit daripada yang bathin berhuruf LAM ACHIR, bernama ASMA menjadi
HATI, hurufnya MANI pada kita.
d. Adapun BUMI itu terbit daripada yang bathin berhuruf HA, bernama AF’AL menjadi
KELAKUAN, hurufnya TUBUH pada kita.
Jadi jika demikian Diri kita yang lahir itu terbit daripada bayang-bayang diri kita yang bathin
jua,yang berhuruf atau berkalimah ALLAH,dan jangan kiranya kita syak dan waham lagi.
Kemudian daripada itu hendaklah kita fikirkan pula diri kita yang sudah berhuruf atau berkalimat
ALLAH itu,bagaimana hendaknya supaya jangan sampai tersalah sangka. Kemudian sesudah
kita ketahui diri yang lahir itu,hendaknya kita ketahui pula diri yang bathin,siapa dan yang mana.
Karena diri yang bathin itulah yang mengenal Tuhannya,seperti sabda Nabi Muhammad MAN
ARAFA NAFSAHU FAQOD ARAFA RABBAHU : Artinya, barang siapa yang mengenal akan
dirinya, maka dikenalnya akan Tuhannya. Tetapi sebelum kita mengenal diri yang bathin,maka
hendaknya lebih dahulu diri kita yang lahir itu,yang berwujud nama ALLAH itu. Kita matikan
sebelum daripada mati,seperti firman Allah didalam Qur’an ; ANTAL MAUTU QOBBAL
MAUTU, Artinya engkau matikan dirimu sebelum kamu mati. Maka jikalau sudah kita matikan
diri kita yang lahir,barulah nyata diri kita yang bathin,yang bernama sebenar-benarnya diri.
Adapun mematikan diri yang berhuruf atau berkalimah nama Allah itu demikian caranya :
pertama manafikan hurufnya ALIF-LAM-LAM-HA.
1. ALIF – ALLAHUSSAMAWATUWAL ARD.
2. LAM – LILLAHISSAMAWATIWAL ARD.
3. LAM – LAHULMULQUSSAMAWATIWAL ARD.
4. HA – HUWAL AWALU WAL ACHIRU WAL ZAHIRU WAL BATHINU.
Jadi kalau diri kita yang lahir itu nyata sudah FANA,artinya berkali-kali tiada mempunyai apa
lagi,seperti kata lafat : “ MIN ADAMIN ILLA UJUDIN WAMIN UJUDINILLA ADAMIN “
Artinya, Daripada tiada menjadi ada dan daripada ada kembali kepada tiada. Jadi maksudnya kita
ini ( diri kita yang lahir ini ) sudah fana kepada diri yang bathin,artinya yang lahir ini sehelai
rambutpun tiada mempunyai apa lagi,dan tiada boleh dikatakan ADA. Pada ILMUnya hanya diri
yang bathin jua,ialah yang bernama MUHAMMAD.
Seperti firman Allah didalam hadist qudsyi : CHALAQAL ASYIA LIAZLIKA WAHA
OTUHALILAZLI,
Artinya ; kujadikan engkau karenaku ya Muhammad. Jadi jelaslah bahwa yang bernama
MUHAMMAD itulah sebenar-benarnya diri yang bathin,dan hendaknya janganlah kita syak dan
waham lagi,karena MUHAMMAD itulah yang ada mempunyai : TUBUH, HATI, NYAWA, dan
RAHASIA. 1. Adapun TUBUH MUHAMMAD itulah yang bernama ALAM IHSAN yakni
SYARIAT.
2. Adapun HATI MUHAMMAD itulah yang bernama ALAM DJITSIH yakni THARIKAT.
3. Adapun NYAWA MUHAMMAD itulah yang bernama ALAM MISAL yakni HAKIKAT.
4. Adapun RAHASIA MUHAMMAD itulah yang bernama ALAM ROH yakni MA’RIFAT.
Maka sesudah demikian itu hendaklah MUHAMMAD itu pula yang mengenal
TUHANNYA,tetapi belum laH MUHAMMAD bisa mengenal Tuhannya,jika belum lagi fana
TUBUHNYA, HATINYA, NYAWANYA, RAHASIANYA, ZATNYA, SIFATNYA,
ASMANYA dan AF’ALNYA.
Seperti firman Allah didalam Qur’an : QUL HUALLAHU AHAD,Artinya ; Katakan olehmu Ya
Muhammad,bahwasanya Allah Ta’ala ESA... ESA pada ZATNYA, ESA pada SIFATNYA, ESA
pada ASMANYA, dan ESA pada AF’ALNYA. Dan lagi firman Allah didalam Al – Qur’an : “
WATAWAKKAL ALAL HAYYIL LAZILA YAMUTU “ Artinya,serahkan dirimu Ya
Muhammad kepada Tuhanmu yang hidup dan tiada mati. Maka keterangan MUHAMMAD
meng – Esakan dan menyerahkan diri kepada Allah seperti tersebut dibawah ini,dan jangan syak
dan waham lagi pada perkataan ini.
1. Adapun BATHIN MUHAMMAD,ZAT kepada Allah, RAHASIA kepada hamba.
2. Adapun AWAL MUHAMMAD, SIFAT kepada Allah, NYAWA kepada hamba.
3. Adapun ACHIR MUHAMMAD, ASMA kepada Allah, HATI kepada hamba.
4. Adapun ZAHIR MUHAMMAD, AF’AL kepada Allah, TUBUH kepada hamba.
Adapun yang disebut / dinamakan HAMBA itu tiada lain ialah MUHAMMAD jua dan jangan
disangka bahwa yang disebut HAMBA itu KITA, itu salah karena kita ini pada ilmunya sudah
tidak ada lagi.
Jadi RAHASIA, NYAWA, HATI dan TUBUH MUHAMMAD itupun tiada jua karena tubuh
fana kepada Zatnya, Sifatnya, Asmanya, Af’alnya, yakni Allah jua,seperti firman Allah “
HUWAL AWWALU WAL AHIRU, WAL ZAHIRU WAL BATHINU “ Artinya ia jua Tuhan
yang awal,tiada baginya berpermulaan dan ia jua aKhir yang tiada baginya berkesudahan dan ia
jua yang Zahir serta ia jua yang Bathin. Jadi Muhammad itu hanya sekedar nama jua. Adapun
keterangan yang lebih jelas lagi yang lebih menentukan bahwasanya itu tiada mempunyai
sesuatu melainkan hanya sekedar nama jua,adalah seperti tersebut dibawah ini :
1. Seperti yang dikatakan RAHASIA MUHAMMAD itu,yang sebenar-benarnya tiada lain
daripada kezahiran Lima SIFAT ALLAH jua yang dinamakan kalimah “ Qala ” yaitu ; WJUD,
QIDAM, BAQA, MUCHALAFATUHULILHAWADDIS, QIYAMUHU TA’ALA BINAFSIH.
2. Adapun yang dikatakan NYAWA MUHAMMAD itu,yang sebenar-benarnya tiada lain
daripada kezahiran Enam SIFAT ALLAH jua yang dinamakan kalimah “ ILAHA “ yaitu ;
SAMA, BASAR, QALAM, SA’MIUN, BASHIRUN, MUTAKALLIMUN.
3. Adapun yang dikatakan HATI MUHAMMAD itu,yang sebenar-benarnya tiada lain daripada
kezahiran Empat SIFAT ALLAH jua yang dinamakan kalimah “ ILLA “ yaitu ; QODRAT,
IRADAT, ILMU, HAYAT.
4. Adapun yang dikatakan TUBUH MUHAMMAD itu,ang sebenar-benarnya tiada lain daripada
kezahiran Lima SIFAT ALLAH jua yang dinamakan kalimah “ ALLAH “ yaitu ; QADIRUN,
MURIDUN, ALIMUN, RAJAUN, WAHDANIAT. Jadi yang bernama MUHAMMAD itu
sebenar-benarnya adalah SIFAT TUHAN jua,yaitu SIFAT KEBESARAN, KEELOKAN dan
KESEMPURNAAN, ialah yang dinamakan KALIMAH TAUHID yang mulia yaitu
LAILAHAILLALLAH artinya tiada yang terdahulu hai MUHAMMAD dan tiada yang
terkemudian Ya MUHAMMAD. Kemudian daripada itu hendaklah diketahui pula maksudnya
Kalimah yang mulia itu supaya jangan syak dan waham lagi pada pengetahuan TAUHID dan
MA’RIFAT. Adapun kalimah LA ILAHA ILLA ALLAH itu terbagi dua bagian : Pertama, LA
ILAHA... Dan yang Kedua, ILLA ALLAH. Adapun LA ILAHA ialah SIFAT KEKAYAAN
yang tiada ada kekurangannya,yaitu Allah Ta’ala. Dan ILLA ALLAH itu ialah SIFAT
KEKURANGAN yang masih berkahendak,yaitu Muhammad. Kemudian hendaklah diketahui
pula yang bernama MUHAMMAD itu apa oleh ALLAH TA’ALA dan yang bernama ALLAH
TA’ALA itu apa oleh MUHAMMAD supaya benar-benar bisa menjai TAUHID pada Kalimah
yang mulia ini. Adapun MUHAMMAD ITU HAMBA. Artinya, Rahasianya oleh Allah
Ta’ala,karena Allah itu adalah nama bagi ZAT yang wajibul wujud dan mutlak,yakni BATHIN
MUHAMMAD. TA’ALA itu adalah nama bagi SIFAT,yakni ZAHIR MUHAMMAD. Jadi
ZAHIR dan BATHIN MUHAMMAD itulah yang bernama ALLAH TA’ALA. Dengan demikian
maka patutlah kalimah yang mulia itu dinamakan Kalimah Tauhid artinya Kalimah ESA. Yaitu :
LAILAHAILLALLAH Maka pada kalimah yang mulia inilah pertemuan HAMBA dengan
TUHANNYA.
Lagi pula kalimah yang mulia ini diumpamakan sebesar-besar gedung perhimpunan segala
RAHASIA,segala ROH,segala NYAWA, segala ILMU dan segala ISINYA,segala ISLAM,
segala IMAN,segala TAUHID dan MA’RIFAT,yang kesemuanya terhimpun didalam kalimah
yang mulia ini. Dan hendaklah diamalkan supaya mahir,seperti : JAUMUN RASA JAUMUL
MESRA. Artinya, Mesrakan pada siang dan malam yang terutama sekali didalam atau diwaktu
sembahyang Lima Waktu.
Karena diwaktu itulah Tuhan menurunkan petunjuk yang dinamakan WAHYU ( bagi para Nabi-
Nabi dan Rasul-Rasulnya atau yang dinamakan ILHAM untuk manusia biasa seperti kita ). Dan
jikalau kita sudah faham betul maksud bicaranya tentulah kita gemar dan rajin mengamalkannya
Kalimah yang mulia ini.Karena sudah tahu betul dan terang betul bahwasanya kita ini tiada ada
mempunyai sesuatu. Jadi tiada boleh lagi dikatakan yang berkata-kata ini kita,karena apabila
dikatakan yang berkata-kata ini adalah kita,berarti Tuhan fana kepada kita bukan kita fana
kepada Tuhan. Maka yang demikian ini mustahil dan yang sebenar-benarnya kita jua yang fana
kepada Tuhan ( ALLAH ).
Rupa niat Kanitah itu ialah niat dalam hati serta selamanya daripada takbirnya menyusun lafadz
serta maknanya dan niat Tawasijah itu membagikan niat itu daripada suku-suku takbir daripada
asal hingga Allahu akbar. Itulah niat yang batal keduanya. Adapun niat Arifiyah itu ialah bahwa
menghadirkan. Ialah yang pertama-tama sembahyang dengan Qasat, tha’arat, tha’ain. Terdahulu
sedikit daripada Takbir,maka dimulai niat itu daripada Allahu dan disudahi dengan Akbar.
Jangan terdahulu dan terkemudian. Adapun niat Kamaliyah itu ialah masuk ia pada niat Arifiyah
jua,karena niat Arifiyah itu 3(tiga) derajat didalamnya ialah :
1. DUNI,artinya segala yang wajib pada syara’ dikerjakan memadai akan dia.
2. WASTA’I,artinya yang sempurna.
3. QAAWI,artinya terlebih sempurna daripada yang amat sempurna,yaitu niat Nabi-Nabi dan
Wali-Wali yang memakainya HAKIKAT SOLAT & RAHSIA MA'ARIFAT Di sini penulis
persembahkan pula bicara berkenaan Rahsia Ma’rifat. Sebahagian daripada ilmu “petunjuk”
daripada Allah Ta'ala kepada hambanya yang terpilih. Pegangilah dan hayatilah ianya di dalam
setiap amalan. Sebagai panduan dan persediaan menghadapi-Nya. Insya-Allah…. Adapun Rahsia
Ma’rifat itu adalah rahsia bagi diri, tiada siapa pun boleh menghuraikan di atas rahsia diri
masing-masing melainkan orang-orang ahli Sufi dan Wali saja yang boleh menguraikan. Seperti
kata Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani r.a. sesudah beliau menunaikan solat sunnat hajat, lalu ia
berkata : “Ya Tuhanku! Di manakah maqam yang yang lima itu di dalam diri hamba? Iaitu yang
pertama Subuh, kedua Dzohor, ketiga ‘Asar, keempat Maghrib dan kelima Isya'.” Maka tatkala
itu bergerak-geraklah seluruh anggota badannya maka diketahuilah beliau tentang kedudukan
maqam yang lima itu. Maka berzikirlah ia tiada berhenti-henti dari satu waktu ke waktu yang
lain.
1. Pada waktu Subuh maka bergerak-geraklah perumahan hatinya maka berkatalah ia, “Ya
Tuhanku! Telah nyatalah hamba bahawasanya Subuh itu bermaqam di hati hamba.” Maka
berzikirlah ia tiada berhenti-henti sampailah pada waktu Dzohor.
2. Apabila sampai pada waktu Dzohor, maka berdenyut lagi hatinya. Tatkala itu terasalah ia
suatu benda yang pahit mengalir di batang lehernya. Maka berkatalah ia, “Ya Tuhanku! Telah
nyatalah aku bahawasanya waktu Dzohor itu bermaqamnya pada empedu ku.” Maka berzikirlah
ia tiada berhenti-henti sampailah ia pada waktu ‘Asar.
3. Apabila sampai pada waktu ‘Asar maka bergeraklah berhampiran dadanya sebelah kiri.
Maka katanya lagi, “Ya Allah! Ya Tuhanku! Ketahuilah hamba bahawasanya waktu ‘Asar itu
bermaqamnya pada paru-paru hamba.” Maka berzikirlah lagi ia sampailah pada waktu Maghrib
tiada ia berhenti-henti.
4. Setelah sampai pada waktu Maghrib berdenyut-denyutlah di dalam dadanya. Setelah
diperhatikan denyutan itu, maka ia berkata lagi, “Ya Allah! Ya Tuhanku! Telah nyatalah hamba
bahawasanya waktu Maghrib itu bermaqam pada jantung hamba.” Maka berzikirlah ia daripada
Maghrib sampailah ia pada waktu Isya’.
5. Setelah sampai pada waktu Isya’, maka berdenyut-denyutlah dadanya di sebelah kanan.
Tatkala itu maka nyatalah ia waktu Isya’ itu pada paru-paru. Maka bersyukurlah ia ke Hadhrat
Allah Ta’ala. Katanya, “Ya Allah! Ya Tuhanku! Dengan kerana Mu aku mengetahui akan
segala-galanya.” Maka berzikirlah ia tiada berhenti-henti sehingga sampai pada waktu Subuh.
Maka kedengaranlah pada telinganya, “Ya Abdul Qadir! Di dalam lima waktu itu bahawasanya
terhimpun ia di dalam waktu Subuh.” Maka telah nyata kedudukan maqam lima waktu itu pada
diri kita oleh itu tiada boleh dinafikan tiap-tiap sesuatu itu. Bukannya kehendak ilmu yang luas
tiada suatu pun yang boleh mengisbatkan kepada kita. Hanya pada diri kita saja yang boleh
menandakan suatu itu di alam ini. Maka berkata seorang ahli Sufi (Syeikh Kiryani r.a.) kepada
sahabat-sahabatnya bahawasanya, “Hamba dapat mengetahui akan maqam yang lima ini adalah
wujudnya pada lima haqiqat. Yang dinamai ia pada tiap-tiap waktu ini.”
1. Waktu Subuh menyatakan wujudnya Allah.
2. Waktu Dzohor menyatakan wujudnya Af'al Allah.
3. Waktu ‘Asar menyatakan wujudnya Qauli.
4. Waktu Maghrib menyatakan wujudnya Insani.
5. Waktu Isya’ menyatakan wujudnya Rasuli. Maka berkata sahabat-sahabatnya kepada Syeikh
Kiryani r.a., “Ya tuan hamba! Bolehkah tuan hamba terangkan lagi bagaimana cerita lagi di atas
maqam yang lima itu? Kerana tidak sekali-kali hamba memahami dengan kata-kata tuan hamba
itu!” Maka berkatalah Syeikh Kiryani r.a. kepada sahabatnya, “Ya sahabat ku! lihatlah keadaan
diri mu seperti dahulu agar kamu dapat ketahui akan maqam yang lima itu.” Adapun tatkala
asalnya maqam yang lima waktu itu adalah diambil daripada cerita baginda Saiyidina Ali
Karamallahu wajhahu. Tertulis di dalam kitabnya yang bernama “Darul ulum addeen”.
Bahawasanya datang seorang hamba Allah mengadap baginda Saiyidina Ali Karamallahu
wajhahu dengan berkata, “Ya Khalifah Amirul Mu’minin! Kenapakah waktu subuh itu tidak
disamakan lima rakaat tiap-tiap waktu? Mengapakah waktu Subuh dua rakaat sahaja dan
Maghrib tiga rakaat, sedangkan waktu lainnya empat rakaat?” Maka jawab oleh baginda
Saiyidina Ali Karamallahu wajhahu, “Ya tuan hamba Sa’idah! Sebab-sebabnya waktu itu tidak
sama akan rakaatnya, kerana mengikut kejadian alam ini. Tiada ia dijadikan oleh Tuhan dengan
serentak. Melainkan dengan berperingkat-peringkat.” Seperti sabda Rasulullah s.a.w. kepada ku,
mafhumnya : “Ya Ali! Ketahuilah oleh mu bahawasanya tatkala asal waktu itu, diibaratkan
tatkala embun tunggal setitik gugur ke bumi menandakan adanya satu waktu dua rakaat yakni
Subuh. Maka tatkala asal manusia pun daripada satu yakni Adam. Inilah sebabnya Subuh itu dua
rakaat. Menyatakan ia rakaat pertama itu kalimah Tauhid, yang kedua kalimah Rasul. Kalimah
Tauhid itu asal daripada ibu serta amalan dan kalimah Tauhid juga asal daripada bapak, yakni
bapak sekalian ilmu Laduni.” “Inilah sabda Rasulullah s.a.w. kepada ku”! Maka bertanya lagi
hamba Allah itu kepada baginda Saiyidina Ali Karamallahu wajhahu, “Ya tuan hamba Amirul
Mu’minin! Apakah terkandungnya di dalam kalimah Tauhid dan kalimah Rasul?” Maka jawab
baginda Saiyidina Ali Karamallahu wajhahu, “Ya Sa’idah! Adapun kalimah Tauhid itu nyata ia
adanya Nur Muhammad iaitu Dzat Wajibal Wujud Kholiqul’alam.” “Maka inilah sabda
Rasulullah s.a.w. kepada ku!” Maka bertanya lagi Sa’idah, “Ya Amirul Mu’minin! Bagaimana
pula dengan waktu-waktu yang lain itu?” Maka berkatalah baginda Saiyidina Ali Karamallahu
wajhahu, “Ya Sa’idah! Adapun waktu-waktu yang lain itu mengikut cerita Rasulullah s.a.w.
kepada ku adalah seperti berikut ini :
Waktu Dzohor 4 rakaat : 1. Rakaat pertama menandakan wujudnya Dzat Allah. 2. Rakaat
kedua menandakan wujudnya Sifat Allah. 3. Rakaat ketiga menandakan wujudnya Asma’ Allah.
4. Rakaat yang keempat menandakan wujudnya Af'al Allah.
Waktu ‘Asar 4 rakaat, menyatakan kepada 4 alam : 1. Rakaat pertama menyatakan
kedudukan di Alam Roh. 2. Rakaat kedua menyatakan kedudukan di Alam Mithal. 3. Rakaat
ketiga menyatakan kedudukan di Alam Ajsam. 4. Rakaat keempat menyatakan kedudukan di
Alam Insan.
Waktu Maghrib 3 rakaat, menyatakan kepada 3 diri : 1. Rakaat pertama menyatakan hal
keadaan Diri Azali. 2. Rakaat kedua menyatakan hal keadaan Diri Terperi. 3. Rakaat ketiga
menyatakan hal keadaan diri terdiri.
Waktu Isya’ 4 rakaat, menandakan 4 nama bagi diri yang batin : 1. Rakaat pertama
menyatakan bersifat Wujud, mengesakan Dzat Allah. 2. Rakaat kedua menyatakan bersifat Ilmu,
mengetahui akan Sifat Allah. 3. Rakaat ketiga menyatakan bersifat Nur, menyatakan ia akan
Asma’ Allah. 4. Rakaat keempat menyatakan bersifat Syuhud, ma’rifat akan Af'al Allah. Maka
inilah yang dinamakan Rahsia Ma’rifat. Maka bertanya lagi hamba Allah itu kepada Baginda
Saiyidina Ali Karamallahu wajhahu, “Ya Amirul Mu’minin! Sekiranya jikalau hamba beramal
dengan tiada ketahui jalan ini, apa hukumnya?” Maka jawab Saiyidina Ali Karamallahu
wajhahu, “Ya Sa’idah! Siapa yang mengerjakan amalan dengan tiada mengetahui akan amalan
itu adalah syirik semata-mata. Dan mereka ini dijatuhkan di dalam golongan orang yang fasiq.
Walau ia ‘alim sekalipun, fasiq jua hukumnya. Tiadalah ia berbau akan Syurga idaman.”
Rujuklah mereka yang arif billah... Kejauhan itu lupa hati. Kedekatan itu ingat hati. Kejauhan itu
hijab (tertutup). Kedekatan itu kasyaf (terbuka). Hijab itu gelap, Kasyaf itu Nur. Gelap itu jahil,
Nur itu Ma'rifat. Rasulullah SAW bersabda: "Firman Allah Ta'ala, aku ini sebagaimana yang
disangka oleh hambaku, Aku bersama dia apabila ia ingat kepadaKu, apabila ia mengingatKu
dalam dirinya, Akupun ingat padanya dalam diriKu, dan apabila ia mengingatKu dalam ruang
yang luas, aku pun ingat padanya dalam ruang yang lebih baik." (Hadis Qudtsi diriwayatkan oleh
Bukhari). "Guru Sufi berkata: "Hatimu sekarang bersama Tuhanmu dan Tuhanmu bersama
engkau, tidak jauh dari engkau, Ia mendekatkan engkau kepadaNya, dan mengenalkan engkau
denganNya.".
MENGENAL RASUL & ISLAM SIAPAKAH YANG MENGISLAMKAN KITA ?
Sebelum sasaorang menjalani Amal Ibadat Agama Islam, maka pernahkah terlintas difikirannya
soalan begini :- Kalau orang kafir masuk Agama Islam bergelar Muallaf, ada Imam yang
mengislamkannya. Tetapi siapa pula yang mengislamkan diri aku ini ? Apakah yang dikatakan
ISLAM itu ? Siapa pula yang membuat RUKUN ISLAM 5 PERKARA itu ? Maka umum
mengetahui Agama Islam adalah Agama Allah yang disebarkan oleh RASUL AKHIR ZAMAN,
Junjungan kita Nabi MUHAMMAD SAW. Tiada lagi Rasul selepas baginda. Jikalau tiada lagi
Rasul selepas baginda kenapakah manusia Islam mengucap KALIMAH RASUL yang
berbunyi :- Wa Ashhadu Anna Muhammadur Rasullullah. Dan aku bersaksi bahawa AKU
MUHAMMAD Rasul Allah. Fikirkan baik baik istilah Arab AN-NA itu bermaksud AKU dalam
Bahasa Melayu kita. Ulamak Syariat mengertikan AN-NA sebagai SESUNGGUHNYA. Aku
katakan maksudnya ialah AKU atau SAYA. Bukankah Allah Berfirman : Tiada Rasul selepas
Muhammad saw dan kenapa pula manusia menyatakan dirinya MUHAMMAD RASUL ALLAH
? Adapun tiap tiap soalan ada jawabannya jika difikirkan. Kalau difikirkan betul ..maka ikutlah,
jika sebaliknya ..maka janganlah ikut jalan Wahdaniatullah ini kerana Allah telah Berfirman
bermaksud :- Laisa alai la huda hum wa laa kin nallah hu adii mai ya sya’ Bukanlah
kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah Yang Memberi
Petunjuk Kerana itulah apa yang hendak diherankan kalau manusia TIDAK DIBERI
PETUNJUK oleh Allah SWT. Guru yang turun dari langit pun tidak akan dapat berbuat apa apa
untuk menyatakan yang ajaran ini dan itu salah dan yang ini betul dan yang itu salah. Pokok
pangkalnya KEIMANAN seseorang. IMAN itu YAKIN. Kalau yakin 100% Iman namanya.
Jikalau 99% was was dan ragu namanya. Maka untuk mendapatkan JALAN
WAHDANIATULLAH kenallah yakin dan berilah tumpuan sepenuhnya dan minta Allah
bukakan PINTU MAKRIFAH kita.
Firman Allah bermaksud :- Allah Pelindung orang orang yang beriman. Dia mengeluarkan
mereka dari kegelapan kepada CahayaNya. Yang menyampaikan Firman Allah adalah RASUL.
Kalau Firman Allah tidak disampaikan oleh Rasul maka TIDAK ZAHIRLAH KALIMAH yang
berjumlah 6,666 ayat menjadi 30 juzuk Al-Quran sebagai PANDUAN ORANG ISLAM yang
beriman. Berbalik kepada soalan yang pertama tadi : SIAPAKAH YANG MENGISLAMKAN
KITA ? Apakah jawapan anda ? Emak andakah, bapa andakah , kadhikah atau guru andakah ?
Yang kita tahu lahir sahaja kita, ibu bapa kita daftarkan kelahiran kita di di pemerintahan,
Hospital, Pejabat Pendaftaran dsb... Masih bayi lagi SUDAH TERCATuT dalam Surat kelahiran
bahwa agama kita ialah Agama Islam….keturunan Melayu & dsb...Maka nyatalah sekarang
bahawa ISLAM KITA ialah ISLAM BERCATIT…… Jadi kita ialah ISLAM ZURIAT atau
ISLAM KETURUNAN daripada keturunan kedua ibu bapa yang Islam. Maka untuk
mengingatkan kembali SIAPA yang mengislamkan diri kita, maka Firman Allah-do'a iftitah- kita
baca 5 Kali sehari semalam ketika kita Solat dengan sedikit PaNDuAN ULAMAK FiQiH kerana
mereka TIDAK SETUJU dengan SATU KALIMAH didalam Al-Quran. Kerana itu maka
GELAP GULITA lah manusia Syariat tentang SIAPA yang mengislamkan mereka. Firman Allah
: Al – An’aam : 162 – 63 : Doa Iftitah Sesungguhnya solatku, ibadahku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk ( kerana ) Allah ( semata-mata ) ( iaiitu ) Tuhan Semesta Alam. Tiada sekutu
bagiNya dan demikianlah yang diperentahkan kepadaku dan AKU ADALAH ORANG YANG
AWAL ( Pertama ) ISLAM. Ini adalah DALIL NAQLI bahwa sebelum kita dilahirkan dari
setitis air mani kita TELAH ISLAM ( atau di-Islamkan allah ) Namun Ulamak Syariat yang tidak
diberi ilham ( oleh Allah ) tetapi mendapat ganjaran saperti gaji, elaun dsb ( dari manusia ) untuk
mengajar dan bersyarah agama TELAH mengartikan bahwa ayat diatas lebih sesuai maknanya,
jika dibuang kalimah AWALUL ( aku telah awal awal Islam ) dan DIGANTI dengan kalimah
MINAL saja yang membawa maksud Aku adalah orang orang Islam. Soalnya jika kita tidak
percaya kepada satu Kalimah atau makna satu ayat Al-Quran maka ianya seumpama kita tidak
percaya kepada seluruh Al-Quran itu. Kalau tidak percaya kepada AlQuran, maka jadilah kita
golongan Kafir Laknatullah. Maka inilah jawaban kepada soalan : SIAPAKAH YANG
MENGISLAMKAN KITA ? Jawabannya ialah : ALLAH – LAH YANG MENGISLAMKAN
KITA…bukan ibu bapak, bukan kadhi, atau imam atau guru kita. Alangkah bertuahnya kita.
Memang Bertuah. BILAKAH KITA DI-ISLAMKAN ? Jawabannya ialah : SEBELUM
MENJADI MANUSIA….bahkan sebelum menjadi air mani bapak kita sudah ada di sulbi..KITA
SUDAH AWAL AWAL ISLAM. ( Kita telah di-Islamkan oleh Allah semasa kita masih bertahap
RUH belum lagi menjadi bayi atau manusia ) APAKAH ITU ISLAM – APA MAKNANYA
KALIMAH ISLAM ? Alif – Shin – Lam Alif – Mim. HURUF HURUF UNTUK EJAAN
KALIMAH ISLAM = Jawi ALIF = Allah SHIN = Salamun LAM ALIF = Laa Ilaha Illallah
MIM = Muhammadur Rasullullah Yang Bermaksud :- Allah Mengucapkan SEJAHTERA
kepada manusia yang menyatakan :- TIADA NYATA HANYA ALLAH dan MUHAMMAD itu
MENYAMPAIKAN SIFAT BAGI DIRI ALLAH ( menyampaikan Haq Allah kepada Badan )
Nyata Islam itu terbahagi kepada 2 ( Dua ) Kalimah iaitu :- KALIMAH TAUHID dan
KALIMAH RASUL TAUHID itu MENGESAKAN ALLAH dan Rasul pula menyampaikan
CARA MANA HENDAK MENGESAKAN ALLAH. Rasul inilah INDUK segala Ilmu
Ketuhanan. Manusia tidak Mengenal Allah, tetapi RASUL ( manusia itu ) KENAL SIAPA
ALLAH. Maka Rasul inilah yang perlu dikaji dan dikenali terlebih dahulu kerana kenalnya
manusia tentang arti bahwa Allah itu Tuhannya kerana Rasul yang memberitahu. SIAPAKAH
RASUL ANDA ITU ? Firman Allah : Yunus : 47 bermaksud :- Dan tiap tiap umat mempunyai
Rasul ( nya ) Firman Allah : Al-Baqarah : 213 yang bermaksud :- Manusia itu umat yang satu.
Firman Allah : Ali-Imran : 144 yang bermaksud :- Muhammad itu tidak lain hanyalah saorang
Rasul. Firman Allah yang terdapat didalam Al-Quran telah menerangkan bahawa tiap tiap umat
yang dalam ertikata lebih jelas TIAP TIAP ORANG mempunyai Rasulnya sendiri. Maka Firman
Allah ini manusia percaya . TETAPI ulamak Syariat tetap tidak menerimanya. Kerana apa ?
Mereka kata itu DAHULU, sekarang mana ada lagi Rasul ? Bukankah Rasul sudah wafat ? Maka
janganlah kita pertikaikan pendapat mereka itu. Ini adalah kerana bagi orang yang belajar
SEJARAH NABI sememangnya Nabi Muhammad ibni Abdullah itu sudah wafat tetapi bagi
orang YANG MENGKAJI AL-QURAN dari aspek KEIMANAN akan mendapat Petunjuk HAQ
untuk mengenal akan NABI MUHAMMAD yang dikatakan telah wafat itu. Maka setiap yang
Allah wujudkan dimuka bumi ini siap BERPASANGAN. Ada Dunia ada Akhirat. Pahala
pasangannya Dosa, Loh pasangannya Kalam, Syurga pasangannya Neraka dan sebagainya.
SIAPA PULA PASANGAN NABI MUHAMMAD ibni ABDULLAH ? Isterinyakah ? Ya kata
Ilmu Syariat. BUKAN kata Ilmu Hakikat. Adapun yang disebut PASANGAN itu adalah
KEMBARNYA seperti Dosa & Pahala. Maka jika dikatakan pasangan Nabi Muhammad adalah
SITI KHADIJAH, maka ini amatlah tidak adil kepada isteri isteri baginda yang lain. JAWAPAN
SEBENAR ialah :- RASUL ZAHIR = Nabi Muhammad ibni Abdullah RASUL BATIN = Nabi
Muhammad Mustaffa Rasullullah Diatas Kebijaksanaan Allah Yang Maha Mengetahui, jika
dihidupkan Nabi Muhammad tanpa wafat, nescaya umatnya TIDAK AKAN MENGENAL
DIRINYA ALLAH itu. Maka Amanat Allah kepada rasul agar Rasul mengajar umatnya
MENGESAKAN ALLAH semata-mata dalam segala Amal Ibadahnya. Firman Allah : Saba’ : 46
yang bermaksud :- Katakanlah sesungguhnya Aku hendak memperingati kepadamu SUATU
HAL SAHAJA iaitu SUPAYA KAMU MENGADAP ALLAH berdua-dua atau SENDIRI
SENDIRI. Kemudian kamu fikirkan ( lah ) Allah Berfirman kepada Rasul, maka Rasul
sampaikan kepada umatnya. Bagi umat YANG MAHU BERFIKIR dalam Hal Ketuhanan akan
dapat jawapannya. Bagi umat PAK TURUT yang hanya mengikut-ngikut akan dalam
KERUGIAN. Kerugian bagaimanakah itu ? Pertama : Ikut Hukum Allah tetapi TIDAK KENAL
siapakah Allah itu !. Kenal atau tidak dengan Allah ? ENTAH jawabnya, guru kata berfikir
dalam dalam tentang Allah itu hukumnya HARAM. Maka haramlah Ilmu Ketuhanan itu.
Kenapakah berfikir tentang Allah itu dikatakan haram ? Kalau kita tidak tahu akan Allah maka
nyatalah hanya takut pada Hukum tetapi tidak takut akan Allah. Kalau kita takut akan Allah
kenapakah kita tidak merapatkan diri kita kepada RasulNya dan bertanya kepada Rasul itu siapa
itu Allah ? Tentu Syariat akan menjawab : Bukankah Rasul sudah wafat ? Balik balik wafat,
wafat, wafat. Apakah wafat itu ? Wafai itu mati. Apakah mati itu ? Entah. Kalau hendak juga
jawapannya akan aku terangkan tetapi dengarkanlah lafaz kita ikut Firman Allah :- Al-An Am :
163 yang bermaksud :- Tiada sekutu bagiNya dan demikianlah Yang Diperentahkan Kepadaku
Manusia tahu bahawa Allah itu tidak boleh dipersekutukan, tetapi mereka tidak sedar bangun
sahaja dari tidur mereka mulalah sekutukan Allah , ambil wudhu ( subuh ) sekutukan Allah,
berjalan sekutukan Allah dan yang lebih berat bila Sembahyang, Puasa, Berzakat dan
Menunaikan Fardhu Haji pun sekutukan Allah. Subhanallah !!! Ikut Hukum, tunaikan Rukun
Islam tetapi semuanya MENYENGUTUKAN ALLAH. Bagaimnakah ini boleh terjadi ?
ZAHIRnya manusia ikut hukum dan menunaikan Rukun Islam. Tetapi BATIN-nya bergelar
SYIRIK HOPPI. Kerana apa ? Kerana manusia yang MENGATAKAN MEREKA-lah YANG
BERBUAT segala Ibadah itu….kerana mengharapkan balasan PAHALA dan ganjaran
SYURGA. Bukankah Allah telah Berfirman : Yang bermaksud :- Sesungguhnya AKU
BESERTA KAMU Semua orang tahu bahawa : Allah Beserta kita. Tetapi kita tetap mahu
MENDUAKAN ALLAH. Yaitu Allah dan kita. Untuk mengelakkan diri dari menduakan Allah,
maka Allah telah mengutus Rasul didalam DIRI anda sendiri …diadalam Diri manusia itu. Tidak
percaya bahawa Rasul itu kini berada didalam DIRI anda sendiri ???? HAKIKAT SHALAT
Adapun kemudian daripada itu, yakni daripada memuji Allah dan mengucapkan shalawat kepada
Rasulullah SAW, maka inilah suatu kitab yang sudah dipindahkan dari bahasa Arab ke bahasa
Indonesia, supaya mudah bagi orang yang baru belajar menginginkan Allah. Bahwasanya
diceritakan dari Abdullah Bin Umar r.a, katanya adalah kamu berduduk pada suatu orang kelak
ke hadapan Rasulullah SAW, minta belajar ilmu Jibril a.s, daripada ilmu yang sempurna dunia
dan akhirat, yaitu membiasakan dari hakikat didalam shalat lima waktu yaitu wajib bagi kita
untuk mengetahuinya. Yang harus mereka ketahui pertama kali hakikat shalat ini supaya
sempurna kamu menyembah Allah, bermula hakikatnya didalam shalat itu atas 4 (empat) perkara
: 1. BERDIRI (IHRAM). 2. RUKU’ (MUNAJAH). 3. SUJUD (MI’RAJ). 4. DUDUK
(TABDIL). Adapun hakikatnya : 1. BERDIRI ( IHRAM) itu karena huruf ALIF asalnya dari
API, bukan api pelita dan bukan pula api bara. Adapun artinya API itu bersifat JALALULLAH,
yang artinya sifat KEBESARAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara : • KUAT.
• LEMAH. Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga, karena hamba itu tidak mempunyai
KUAT dan LEMAH karena hamba itu di-KUAT-kan dan di-LEMAH-kan oleh ALLAH,
bukannya kudrat dan iradat Allah itu lemah. Adapun kepada hakikatnya yang sifat lemah itu
shalat pada sifat kita yang baharu ini. Adapun yang dihilangkan tatkala BERDIRI itu adalah pada
segala AP’AL (perbuatan) hamba yang baharu. 2. RUKU’ (MUNAJAH) itu karena huruf LAM
Awal, asalnya dari ANGIN, bukannya angin barat dan bukan pula angin timur. Adapun artinya
ANGIN itu bersifat JAMALULLAH yang artinya sifat KEELOKAN ALLAH TA’ALA, yang
terdiri atas 2 (dua) perkara : • TUA. • MUDA. Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga.
Adapun hamba itu tidak mempunyai TUA dan MUDA. Adapun yang dihilangkan tatkala
RUKU’ itu adalah pada segala ASMA (nama) hamba yang baharu. 3. SUJUD (MI’RAJ) itu
karena huruf LAM Akhir, asalnya dari AIR, bukannya air laut dan bukan pula air sungai.
Adapun artinya AIR itu bersifat QAHAR ALLAH yang artinya sifat KEKERASAN ALLAH
TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara : • HIDUP. • MATI. Yang merupakan kudrat dan
iradat-Nya juga. Adapun hamba itu tidak pun mempunyai HIDUP dan MATI. Adapun yang
dihilangkan tatkala SUJUD itu adalah pada segala NYAWA (sifat) hamba yang baharu. 4.
DUDUK (TABDIL) itu karena huruf HA, asalnya dari TANAH, bukannya pasir dan bukan pula
tanah lumpur. Adapun artinya TANAH itu bersifat KAMALULLAH yang artinya sifat
KESEMPURNAAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara : • ADA. • TIADA.
Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga. Adapun hamba itu tidak ADA dan TIADA.
Adapun yang dihilangkan tatkala DUDUK itu adalah pada segala WUJUD/ZAT hamba yang
baharu, karena hamba itu wujudnya ADAM yang artinya hamba tiada mempunyai wujud apapun
karena hamba itu diadakan/maujud, hidupnya hamba itu di-hidupkan, matinya hamba itu di-
matikan dan kuatnya hamba itu di-kuatkan. Itulah hakikatnya shalat. Barangsiapa shalat tidak
tahu akan hakikat yang empat tersebut diatas, shalatnya hukumnya KAFIR JIN dan NASRANI,
artinya KAFIR KEPADA ALLAH, ISLAM KEPADA MANUSIA, yang berarti KAFIR
BATHIN, ISLAM ZHAHIR, hidup separuh HEWAN, bukannya hewan kerbau atau sapi.
Tuntutan mereka berbicara ini wajib atas kamu. Jangan shalat itu menyembah berhala !!!.
INILAH FASAL Masalah yang menyatakan sempurnanya orang TAKBIRATUL IHRAM, iaitu
hendaklah tahu akan MAQARINAHNYA. Bermula MAQARINAH shalat itu terdiri atas 4
(empat) perkara : 1. BERDIRI (IHRAM). 2. RUKU’ (MUNAJAH). 3. SUJUD (MI’RAJ). 4.
DUDUK (TABDIL). Adapun hakikatnya : Adapun hakikatnya BERDIRI (IHRAM) itu adalah
TERCENGANG, artinya : tiada akan tahu dirinya lagi, lupa jika sedang menghadap Allah
Ta’ala, siapa yang menyembah?, dan siapa yang disembah?. Adapun hakikatnya RUKU’
(MUNAJAH) itu adalah BERKATA-KATA, artinya : karena didalam TAKBIRATUL IHRAM
itu tiada akan menyebut dirinya (asma/namanya), yaitu berkata hamba itu dengan Allah. Separuh
bacaan yang dibaca didalam shalat itu adalah KALAMULLAH. Adapun hakikatnya SUJUD
(MI’RAJ) itu adalah TIADA INGAT YANG LAIN TATKALA SHALAT MELAINKAN
ALLAH SEMATA.q Adapun hakikatnya DUDUK (TABDIL) itu adalah SUDAH BERGANTI
WUJUD HAMBA DENGAN TUHANNYA. Sah dan maqarinahnya shalat itu terdiri atas 3
(tiga) perkara : 1. QASHAD. 2. TA’ARADH. 3. TA’IN. Adapun QASHAD itu adalah
menyegerakan akan berbuat shalat, barang yang dishalatkan itu fardhu itu sunnah. Adapun
artinya TA’ARRADH itu adalah menentukan pada fardhunya empat, tiga atau dua. Adapun
TA’IN itu adalah menyatakan pada waktunya, zhuhur, ashar, maghrib, isya atau subuh. INILAH
FASAL Masalah yang menyatakan sempurnanya didalam shalat : Adapun sempurnanya
BERDIRI (IHRAM) itu hakikatnya : Nyata kepada AF’AL Allah. Hurufnya ALIF. Alamnya
NASUWAT. Tempatnya TUBUH, karena tubuh itu kenyataan SYARIAT. Adapun sempurnanya
RUKU’ (MUNAJAH) itu hakikatnya :q Nyata kepada ASMA Allah. Hurufnya LAM Awal.
Alamnya MALAKUT. Tempatnya HATI, karena hati itu kenyataan THARIQAT. Adapun
sempurnanya SUJUD (MI’RAJ) itu hakikatnya :q Nyata kepada SIFAT Allah. Hurufnya LAM
Akhir. Alamnya JABARUT. Tempatnya NYAWA, karena Nyawa itu kenyataan HAKIKAT.
Adapun sempurnanya DUDUK (TABDIL) itu hakikatnya :q Nyata kepada ZAT Allah. Hurufnya
HA. Alamnya LAHUT. Tempatnya ROHANI, karena ROHANI itu kenyataan MA’RIFAT.
Adapun BERDIRI (IHRAM) itu kepada SYARIAT Allah.q Hurufnya DAL. Nyatanya kepada
KAKI kita. Adapun RUKU’ (MUNAJAH) itu kepada THARIQAT Allah.q Hurufnya MIM.
Nyatanya kepada PUSAT (PUSER) kita. Adapun SUJUD (MI’RAJ) itu kepada HAKIKAT
Allah.q Hurufnya HA. Nyatanya kepada DADA kita. Adapun DUDUK (TABDIL) itu kepada
MA’RIFAT Allah.q Hurufnya MIM Awal. Nyata kepada KEPALA (ARASY) kita. Jadi Orang
Shalat membentuk huruf AHMAD / MUHAMMAD. INILAH FASAL Asal TUBUH kita
(jasmaniah) kita dijadikan oleh Allah Ta’ala atas 4 (empat) perkara : 1. API. 2. ANGIN. 3. AIR.
4. TANAH. Adapun NYAWA kita dijadikan Allah Ta’ala atas 4 (empat) perkara : 1. WUJUD. 2.
NUR ILMU. 3. NUR. 4. SUHUD. Adapun MARTABAT Tuhan itu ada 3 (tiga) perkara : 1.
AHADIYYAH. 2. WAHDAH. 3. WAHIDIYYAH. Adapun TUBUH kita dijadikan Allah Ta’ala
atas 4 (empat) perkara : 1. WADIY. 2. MADIY. 3. MANIY. 4. MANIKAM. INILAH PASAL
Masalah yang menyatakan jalan kepada Allah Ta’ala atas 4 (empat) perkara : 1. SYARIAT. =
AF’AL. = BATANG TUBUH. 2. THARIQAT. = ASMA. = HATI. DIRI 3. HAKIKAT. =
SIFAT. = NYAWA. KITA 4. MA’RIFAT. = RAHASIA. = SIR. Adapun hakikatnya : SYARIAT
itu adalah KELAKUAN TUBUH.ü THARIQAT itu adalah KELAKUAN HATI.ü HAKIKAT itu
adalah KELAKUAN NYAWA.ü MA’RIFAT itu adalah KELAKUAN ROHANI.ü Adapun yang
tersebut diatas itu nyata atas penghulu kita Nabi MUHAMMAD. Karena lafadz MUHAMMAD
itu 4 (empat) hurufnya yaitu : 1. MIM Awal. 2. HA. 3. MIM Akhir. 4. DAL. Adapun huruf MIM
Awal itu ibarat KEPALA. Adapun huruf HA itu ibarat DADA. Adapun huruf MIM Akhir itu
ibarat PUSAT (PUSER). Adapun huruf DAL itu ibarat KAKI. Adapun huruf MIM Awal itu
MAQAM-nya kepada alam LAHUT. Adapun huruf HA itu MAQAM-nya kepada alam
JABARUT. Adapun huruf MIM Akhir itu MAQAM-nya kepada alam MALAKUT. Adapun
huruf DAL itu MAQAM-nya kepada alam NASUWAT. Sah dan lagi lafadz ALLAH terdiri dari
4 (empat) huruf : 1. ALIF. 2. LAM Awal. 3. LAM Akhir. 4. HA. Adapun huruf ALIF itu
nyatanya kepada AP’AL Allah. Adapun huruf LAM Awal itu nyatanya kepada ASMA Allah.
Adapun huruf LAM Akhir itu nyatanya kepada SIFAT Allah. Adapun huruf HA itu nyatanya
kepada ZAT Allah. Adapun AP’AL itu nyata kepada TUBUH kita. Adapun ASMA itu nyata
kepada HATI kita. Adapun SIFAT itu nyata kepada NYAWA kita. Adapun ZAT itu nyata
kepada ROHANI kita. INILAH FASAL Masalah yang menyatakan ALAM. Adapun ALAM itu
atas 2 (dua) perkara : 1. ALAM KABIR (ALAM BESAR/ALAM NYATA). 2. ALAM SYAQIR
(ALAM KECIL/ALAM DIRI KITA). Adapun ALAM KABIR itu adalah alam yang NYATA
INI. Adapun ALAM SYAQIR itu adalah alam DIRI KITA INI. ALAM KABIR (ALAM
BESAR) itu sudah terkandung didalam ALAM SYAQIR karena ALAM SYAQIR itu bersamaan
tiada kurang dan tiada lebih, lengkap dengan segala isinya bumi dan langit, arasy dan kursy,
syurga, neraka, lauhun (tinta) dan qolam (pena), matahari, bulan dan bintang. Adapun BUMI /
JASMANI didalam tubuh kita itu terdiri atas 7 (tujuh) lapis yaitu : 1. BULU. 2. KULIT. 3.
DAGING. 4. URAT. 5. DARAH. 6. TULANG. 7. LEMAK (SUM-SUM). Adapun LANGIT /
ROHANI (OTAK/ARASY) didalam tubuh kita itu terdiri atas 7 (tujuh) lapis pula : 1. DIMAK
(LAPISAN BERPIKIR/RUH NABATI). 2. MANIK (LAPISAN PANDANGAN/RUH
HEWANI). 3. NAFSU (RUH JASMANI). 4. BUDI (RUH NAFASANI). 5. SUKMA (RUH
ROHANI). 6. RASA (RUH NURANI). 7. RAHASIA (RUH IDHAFI). Adapun MATAHARI
didalam tubuh kita yaitu NYAWA kita. Adapun BULAN didalam tubuh kita yaitu AKAL kita.
Adapun BINTANG didalam tubuh kita yaitu ILMU kita (ada yang banyak dan ada pula yang
sedikit). Adapun SYURGA didalam tubuh kita yaitu AMAL SHALEH kita. Adapun NERAKA
didalam tubuh kita yaitu DOSA-DOSA kita. Adapun LAUT didalam tubuh kita ada 2 (dua) yaitu
: 1. LAUT ASIN. 2. LAUT TAWAR. Adapun LAUT ASIN didalam tubuh kita yaitu AIR
MATA kita. Adapun LAUT TAWAR didalam tubuh kita yaitu AIR LUDAH kita. Adapun
MAHLIGAI didalam tubuh kita ada 7 (tujuh) pula yaitu : 1. DADA. 2. QALBUN. 3. BUDI. 4.
JINEM. 5. NYAWA. 6. RASA. 7. RAHASIA. Didalam DADA itu QALBUN dan didalam
QALBUN itu BUDI dan didalam BUDI itu JINEM dan didalam JINEM itu NYAWA dan
didalam NYAWA itu RASA dan didalam RASA itu RAHASIA (SIR). BAB “ SHOLAT “
Dalam agama Islam tidak dikenal istilah sembahyang.Yang ada ialah Sholat.Kata sholat ini kita
temukan dalam kitab Suci AL QUR’AN dengan kata sholat/sholati.Sedangkan kata sholat
menurut ilmu nahu terjamahan kedalam bahas Indonesia ialah Sholeh. Sholat Agama Islam ialah
berkiblat ke Baitullah,Berkiblat disini yang tersirat disini ialah Menghadap ke Baitullah
bukannya yang ada bengunannya dinegara Arab,melainkan Baitullah yang ada pada diri manusia
.Yang letaknya diatas perut,diujung jantung ( QOLBU ). Bila masjid terdapat bedug yang
dahulunya dibuat dari kulit sapi betina,itu mengikuti bedug yang ada di Baitullah (qolbu )kita.Itu
pula sebabnya maka orang jawa mengatakan kulit itu dengan kata kalep.Berasal dari kata QOLB
(qolbu ) Mengapa masjid dinamakan Masjidil Haram?sehingga ada pertanyaan mengapa kalau
haram dimasuki bukan dijauhi? Riwayatnya : Para sahabat Nabi Muhammad SAW,sangat
kasihan bila melihat Nabi Besholat dengan kepanasan .Oleh sebab itu lalu dibuatkan sebuah
bangunan. Ketika hendak sholat,para sahabat lalu mempersilahkan untuk mempergunakan
bangunan itu,sekalian diberi nama. Setelah melakukan sholat dibangunan hasil karya para
sahabat itu,Rosulullah lalu memberinya nama : Masjidil Haram.Maksudnya agar umat Islam
tidak mengutamakan atau menilai bahwa dengan bersholat dibangunan semacam itu,pasti
sholatnya diterima aleh ALLAH.Tetapi maksud ini tidak dapat dibaca oleh para sahabat.Dan
para sahabatpun tidak ada yang menanyakan mengapa Rosulullah menamakannya Masjidil
Haram. Itulah sebabnya maka setiap bangunan yang dipergunakan untuk sholat umat Islam lalu
meniru bentuk Masjidil Haram yang dibangun oleh para sahabat Nabi.Sudah barang tentu
bangunan yang sekarang ini sudah beberapa kali mengalami perbaikan.Baik dalam bentuk
maupun bahannya. Dalam AL QUR’AN ada perintah ALLAH bahwa umat Islam bila
melaksanakan sholat yang fardhu wajib melakukannya di BAITULLAH ( rumah ALLAH ).Dan
dalam sebuah sabda Rosulullah dalam Hadist mengatakan : “SESUNGGUHNYA SEAMPUH-
AMPUHNYA SHOLAT BILA DILAKUKAN DENGAN TIDAK DIKETAHUI OLEH
ORANG LAIN “ Kalau kita pikirkan selintas antara firman ALLAH dengan Hadist diatas sangat
berlawanan.Sebab sholat fardhu di BAITULLAH ( kalau diartikan masjid ) tentunya dengan
sholat berjamaah.Tetapi Hadist mengatakan Sholat yang ampuh bilatidak diketahui oleh orang
lain.Tidak diketahui bukan berarti tidak dilihat,Bukan ! Dalam kebingungan ini maka sebagian
orang Syari’at menuduh Hadist itu adalah Dho’if ( palsu ).Padahal sebenarnya Hadist itu benar
adanya. Sesungguhnya Sholat Nabi Muhammad SAW itu sendiri terdiri dari 3 macam dan kita
sebagian umat Islam juga wajib melakukannya. 1.Sholat Syari’at : Dilakukan 5 kali sehari
dengan 17 Roka’at 2.Sholat Tauhid : Dilakukan 24 jam ( 5waktu )di BAITULLAH 3.Sholat
Dha’im : dilakukan sewaktu-waktu bila diperlukan untuk berhubungan langsung dengan Sang
Pencipta ( ALLAHU AKBAR ). 1.SHOLAT SYARI’AT Sholat ini sesungguhnya biasa
dilakukan oleh mereka dari golongan Syari’at.Mereka Melakukan 5 kali sehari semalam.iaitu
waktu SUBUH, DHUHUR,AS’HAR, MAGRIB, ISYA. Yang tersirat dari perintah ALLAH
disini ialah : 1.Sholat Subuh: 2 rokaat,dan dapat dilakukan secara berjamaah.Sholat ini
memperingati saat kita dilahirkan kea lam fana ini.Kita lahir terdiri dari 2 bagian : lahir dan
batin.Lagi pula kita lahir tidak sendirian.Disaksikan oleh Bidan/Dokter/Dukun
bayi,Bapak,Ibu.itu sebabnya maka sholat subuh ini biasa dilakukan secara berjamaah 2.Sholat
Dhuhur :4 rokaat.Tujuannya ialah untuk mencari nafkah (Lahir maupun Batin) Dalam mencari
nafkah,maka memerlukan ke 4 hawa nafsu :nafsu amarah,luamah supiyah,mutmainah Bisa
dilakukan berjamaah bila sholat Jum’at : dilakukan hanya 2 roka’at,karena yang 2 roka’at
pertama sudah dipergunakan untuk khotbah.Dan khotbah itu wajib diikuti,karena merupakan
rejeki batin ( Santapan rokhani ) 3.Sholat as’har : 4 Roka’at .Tujuannya untuk berbuat
amal.Dalam berbuat amal lahir dan amal batin,maka dipergunakan jasad,nyawa,rokh,dan rokhani
4.Sholat maghrib : 3 roka’at.Tujuannya untuk mati.Tiga roka’at karena orang mati itu
melepaskan :Dzad,Nur dan Sir 5.Sholat Isya :4 roka’at.Karena Tujuannya untuk hijrah ( pindah
dari Alam Fana ke Alam Akherat ), maka jasad harus membawa roh jasmani/hewani,roh
nabati,dan roh rewani -nyawa harus membawa Roh Rahmani dan Roh Nurani -Roh harus
membawa Roh Kudus -Rokhani harus membawa Roh Rabbani dan Roh Burhani 2.SHOLAT
TAUHID Sholat Tauhid ini dipergunakan sebagai pengisi waktu luang antara ke 5 sholat
sayari’at.Hal ini untuk memenuhi persyaratan Firman Allah : “ BARANG SIAPA SELALU
INGAT KEPADAKU,MAKA AKU AKAN SELALU INGAT KEPADANYA “ Maka para
penganut ilmu MA’RIFAT mengutamakan sholat Tauhid dari pada sholat Syari’at Padahal
Sholat syari’at itu jaga termasuk sholat Muhammad SAW.Dan ada maksud dan
tujuannya .Dikarenakan kebanyakan mereka tidak mengerti maksud dan tujuannya,maka sholat
syari’at banyak ditinggalkan oleh orang Mari’fat. Sholat Tauhid dilakukan dengan melakukan
( Dzikir Qolbu ).Dengan Dzikir Qolbu Ini,maka senua nafsu diimami oleh Rosul/Nur
Muhammad dan juga semua Alif Mutakalimun Arif melakukan sholat di Baitullah.Ini adalah
sholat fardu yang dilakukan berjamaah di Baitullah.Dan ini pula yang dimaksud dengan sholat
paling ampuh yang tidak diketahui oleh orang lain ! Keterangan : Mula-mula mereka sholat di
Baitul Muharam (Tenggorokan ),lalu pindah ke Baitul Muqadis ( Puser ) terus ke Baitul Ma’mur
( kening ),lalu pindah lagi ke Baitul Muqadas ( Kemaluan ) dan akhirnya sholat di Baitullah
( Ulu Hati ) Oleh karena adanya sholat ini,maka baik bayi lahir maupun orang mati tidak pernah
tepat jamnya.Kalau tidak lebih sekian detik atau menit,ya kurang sekian detik atau menit.Yang
hanya Sholat di Baitullah,Tidak berpindah-pindah ialah ke4 nafsu yang diimami oleh Rosul/Nur
Muhammad. 3. SHOLAT DHA’IM Sewaktu di Gua Rahim,semua umat manusia pernah
melakukan sholat.Dan sholatnya adalah Dha’im Mul Haq.Oleh sebab itu tidak benar bahwa
masih ada orang kafir hidup dialam Fana ini. Karena ketika lahir kita ini kehilangan HAQ,maka
lalu LAHAULA WALA QUWATA ILLA BILLAHIL ALIYIL’ADHIM ( Tiada daya apa-apa
kecuali ALLAH yang punya kuasa ),tidak bias lagi KUNFAYAKUN.Maka selama hidup ini kita
ikhtiar untuk mandapatkan HAQ yang hilang itu.Agar kita dapat berbuat amal dengan sempurna.
HAQ ini adanya di Alam Akbar/LAUHUL MAHFUZ.Sarananya sudah ada dan dalam diri kita.
lebih jelas haqiqinya shalat dhaim tanyakan pada penulis MAKRIFATULLAH
Ma’rifatullah,artinya MENGENAL ALLAH AZZA WAZALLA.Jadi sebelum kita mengenal
Tuhan,kenalilah DIRI. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah s.a.w : MAN ARAFA NAFSAHU
FAQAD AROFA ROBBAHU,artinya :Barang siapa mengenal akan dirinya,niscaya mengenal
akan tuhannya. Perjalanan itu dimulai dari dalam diri kita sendiri,perjalanan itu dimulai dari
dalam terus kedalam,akhirnya serta alam dengan keindahannya dan dengan
keganjilannya,hanyalah sebagai saksi pencari diri. Jadi sebelum kita mengenal Tuhan,maka
kenallah diri,sebelum kita mengenal diri lebih dahulu,kenallah Adam lebih dahulu,dan sebelum
kenal kepada Adam kenallah MUHAMMAD lebih dahulu.Demikianlah orang yang hendak
mengenal diri dan mengenal akan tuhan Allah Azza Wazalla. Baiklah kita mulai dengan ayat
yang berbunyi : INNALAHA KHOLAQO QOBLAL ASIA INNURI NABIYUKA. Bahwasanya
Allah Talala menjadikan dahulu daripada segala asia itu ilah NUR NABIMU. Diriwayatkan oleh
ZABIR beliau pernah juga bertanya kepada Nabiallah s.a.w. ; yaitu dijawab oleh Nabi
AWWALUMA KHOLAQOL LAHU TAALA NURI NABIYIKA,YA ZABIR. Mula mula
dijakan AllahTa’ala daripada segala asia itu ialah : NUR NABIMU ya ZABIR. Maka nyatalah
RUH NABI itu dijadikan dahulu daripada segala asia itu,dan lagi dijadikan ia daripda Zatnya
jua,tetapi sebelum tuhan menjadikan NUR MUHAMMAD,Tuhan telah mengatakan dalam
kitabnya Al’quranul qarim yang berbunyi : artinya : Pertama kujadikan ILMU sebelum
kujadikan NUR MUHAMMAD. Maka nyatalahkepada kita bahwa : NUR MUHAMMAD. Maka
nyatalah kepada kita bahwa NUR MUHAMMAD itu jadi daripada ILMUnya dan daripada
KUDRAT DAN IRADATNYA jua,seperti kata Syeh ABDUL WAHAB SYAHRANI :
INNALAHA KHOLAQOR RUHUN NABIYI MUHAMMADIN
MINZATIHI,WAKNOLAQOR RUHUL ALIMU MINNURI MUHAMMAD S.A.W.
Bahwasanya Allah Ta’ala menjadikan Roh nabi itu daripada Zatnya jua, dan daripda ilmunya
jua, dan serta qudrat dan iradatnya. Dan menjadikan Roh sekalian alam ini daripada NUR
MUHAMMAD s.a.w Maka nyatalah kepada kita bahwa Roh sekalian alam ini daripada NUR
MUHAMMAD jua. Dan segala batang tubuh kita ini nyata daripada Adam,tetapi Nabi Adam itu
dijadikan daripada tanah,seperti firman Allah Ta’ala dalam AL qur’an : KHOLAQOL INSANA
MINTIN artinya : Aku jadikan Insan Adam itu daripada tanah dan tanah itu jadi daripada Air,
dan Air itu jadi daripada NUR MUHAMMAD s.a.w. jua. Maka nyatalah kepada kita bahwa Roh
kita dan batang tubuh kita ini jadi daripada NUR MUHAMMAD; maka wajarlah kita ini
bernama MUHAMMAD. Dan nyatalah bahwa kalau Roh kita dan batang tubuh kita ini daripada
Nur Muhammad. Maka kita ini tiada lain dan tiada bukan,pada Hakikatnya Nur Muhammad jua.
Dan kalau telah jelas dalam hati marifatakan hakikat Nur Muhammad itu, maka hendaklah
engkau mesrakan Nur Muhammad itu kepada Roh dan kepada batang tubuhmu dan kepada
seluruh kainat. Kalau sudah benar-benar mesra,insya allah engkau akan melihat keelokan zat
yang wajibal wujud. Sekarang baiklah kita teruskan kepada membicarakan tentang mengenal
diri,yaitu sekalian nanti bab yang akan datang kita perdalam lagi menurut yang semestinya. Dan
Syeh ABDUL RA’UF berkata : yang sebenar-benar diri itu ialah nyawa. Yang sebenar-benarnya
nyawa itu ialah Nur Muhammad. Dan yang sebenar-benarnya Nur Muhammad itu ialah sifat.
Yang sebenar-benarnya sifat itu ialah zat. Tetapi disini bukan zat hayun,tapi zat hayat. Dan lagi
kata aribillah : Bermula yang sebenar-benarnya diri itu ialah Roh,tatkala ia nasab sekalian
tubuh,nyawa namanya. Tatkala keluar masuk nafas namanya. Tatkala ia berkehendak hati
namanya. Tatkala ia ingin akan sesuatu nafsu namanya. Tatkala ia memilih akan sesuatu ihtiar
namanya. Taktkala ia dapat memperbuat akan sesuatu akal namanya. Dan tatkala ia yakin akan
sesuatu iman namanya. Jadi pohon akal itu adalah ilmu. Inilah yang disebut yang se-benar benar
diri. Tetapi janganlah terhenti kepada roh itu saja, teruskanlah kepada yang hak. (kepada Allah
Ta’ala). Dan firman Allah Ta’ala dalam Al qur’an : ANA MINNURILAH WAL ALIMU
MINNUR,artinya : Dari pada cahaya Allah,dan sekalian Ilmu daripada cahayaKu. Tetapi Nur
disini bukan lah menurut pahaman umum yang berlaku ia bukan zat,bukan benda dan bukan
materi,tetapi diatas segala-galanya. Insya Allah kita akan bertemu juga dengan NUR cerlang
cemerlang itu. Sekarang kita teruskan kepada firman Allah : KHOLAQTUKA LIADJLI WA
KHOLAQTUL ASNI LIADJLIKA, artinya : Aku jadikan engkau karenaku ya Muhammad dan
Aku jadikan sekalian alam itu karenamu ya Muhammad. Jadi dengan adanya ini tadi, maka
nyatalah kepada kita bahwa Nur Muhammad itu jadi daripada Nur Allah Jua,atau yg lazim
disebut NUR ZAT atau NUR ILAHI ROBBI. Maka kalau demikan adanya,wajarlah kita ini
dengan Zat Allah Ta’ala,sebab Zat itulah bermula segala ujud. Tidak ada yang ujud, hanyalah
Allah dan perbuatan Allah. Maka adalagi sebuah hadis qudsyi berbunyi : AL INSANU SIRRI
WAANA SIRRAHU. Artinya : insan itu rahasiaKu,dan Akupun rahasianya. Dan lagi firman
yang berbunyi : AL INSANU SIRRI WA ANA SIRRI WASIFATIN WA SIFATUN
LAGOIRIH, artinya : insan itu rahasiaku,rahasiaku itu sifatku,dan sifat itu tiada lain daripada
aku jua. Jadi yang sebenar-benarnya insan itu manusia, yang sebenar-benarnya manusia itu ialah
Af’al Allah. Yang sebenar-benarnya Af’al Allah itu ialah Sifat Allah. Yang sebenar-benarnya
Sifat Allah itu ialah Zat Allah. Karena zat dan sifat itu tiada menerima tunggal; dan Zat dan Sifat
itu tiada sekutu dan tiada pula bercerai. Dan barang siapa menyekutukan Zat dan Sifat, atau
menceraikannya, maka tersebut dihukumkan SYIRIK KHAFI. Orang yang mmenceraikan itu
berdosa. Orang yang syirik itu syirik zali hidupnya penuh dosa yang tiada maaf baginya. Karena
orang yang seperti itu ia merasa bahwa dirinya yang ada. Sabda Rasulullah s.a.w. didalam Al
hadist : yang berbunyi UJUDUKA ZAMBUN QIAASALAHU LIGOIRIH. Artinya : Syirik
Khafi itu adalah dosa besar. Jadi selama ujud Adam masih melekat dalam dirimu,niscaya tiada
sampai semua ibadatmu walau setinggi langit. Jadi untuk melepaskan syirik khafi itu keluarlah
engkau dari diri engkau. Disini kita bicarakan sedikit tentang diri kita yang sebenar-benarnya.
Adapun diri kita ini ada tiga bagian : Pertama ialah diri yang sebenarnya (rahasia) Kedua ialah
diri terperi (Muhammad) Ketiga ialah diri terdiri (adam). Jadi yang pertama tadi ialah kembali
kepada yang hak. Kedua ialah kembali kepada rasa Muhammad. Ketiga ialah yang betah tinggal
kepada rasa adam semula. Jadi dosa besar yang tiada ampunan : kecuali kembali kepada yang
sebenarnya. Insya Allah kita uraikan panjang lebar dan lebih mendalam lagi dalam pelajaran
yang akan datang. MENGENAL DIRI Sabda Rasulullah s.a.w. : MAN AROFA NAFSAHU
FAQOD AROFA RABBAHU. Artinya: Barang siapa mengenal dirinya,niscaya mengenal akan
Tuhannya. Jadi sebelum mengenal Tuhan, kenallah diri. Perjalanan itu kita mulai dari dalam diri
kita sendiri, dari dalam terus kedalam, akhirnya serba alam dan keindahannya dan dengan
keganjilannya : hanyalah sebagai pencari diri. Alam ini penuh dengan rahasia-rahasia yang
tersembunyi. Rahasia itu tertutup oleh dinding-dinding, dinding- dinding itu ialah hawa nafsu
kita sendiri, atau yang disebut nafsu kita sendiri, atau disebut pula nafsu saiton, atau dengan kata
lain ialah : nafsu lawammah atau nafsu sawiyah atau nafsu yang batal/agiar. Dinding-dinding itu
mungkin tersimbah dan terbuka, asal kita sudi menempuh jalannya, jalannya ialah : jalan yang
ditempuh oleh orang arif, dan mau mengurangi sedikit dari hawa nafsu kebendaan. Dan sanggup
menyisihkan segala halangan dan rintangan yang hendak menggagalkan niat kita yang baik itu.
Jadi yang hendak kita kenal ini bukanlah diri yang kasar ini. Tetapi diri yang bersifat ketuhanan.
Diri kita ini ada dua unsur : pertama unsure jasad atau badan kasar. Kedua unsur Ruh atau badan
latif. Ruh itu erat sekali pertaliannya dengan Tuhan. Memang sudah hamba katakan dahulu
bahwa RUH itu adalah suatu Rahasia yang amat pelit sekali. Jadi yang sebenar –benar Ruh itu
Nur Muhammad. Jadi yang sebenar-benar Nur Muhammad itu Sifat. Sebenar-benar sifat itu ialah
Zat. Jadi Zat itu Zat Hayat,bukan Zat Hayun. Jadi Allah adalah nama Zat, dan Muhammad nama
Sifat. Zat dan Sifat itu tiada bersatu dan tiada bercerai. Sekarang marilah kita teruskan untuk
mengenal diri dan mengenal Tuhan Allah Azzawazalla. WANAN KAANAFI HAJIHI AMA
FAHUWA FIL AKHIRATIA’MA WA ‘ADHOLLU SABBILA, artinya : Barang siapa buta
dalam dunia ini, niscaya buta juga di akhirat sesat di jalan. Seratus dua puluh empat ribu nabi-
nabi dit=utus Tuhan kedalam dunia ini, adalah untuk mengajar dan memimpin umat manusia,
untuk cara-cara membersihkan bathin atau qalbu, supaya dapat ma’rifat dan mengenal Allah.
Tujuan utama ialah : agar memperoleh kebahagiaan jiwa, dan ketenangan bathin. Karena yang
sebenar-benar Kaya itu ialah kebahagiaan jiwa dan kebersihan hati. Inilah tujuanutama bagi alat
jiwa manusia ini. Inti daripada selaga kebahagiaan itu ialah : Ma’rifatullah. Jadi siapa yang sudah
Ma’rifat itulah sorga dunia dan sorga akhirat nanti. Dan siapa belum/masih terdinding itulah
neraka dunia dan neraka akhirat nanti. Jadi barang siap tidak ada hasrat memiliki ilmu ini maka
samalah ia makan nasi bercampur pasir. Ma’rifat itu adalah suatu amanah dari tuhan yang wajib
kita tuntut dan kita tuju. PERINTIS JALAN YANG PERTAMA Pengantar dan Perintis yang
pertama dalam ilmu bathin, atau ilmu hakikat/ilmu tasawuf adalah RASULULLAH sendiri.
Kemudian dijadikan suatu pelajaran, dan ilmu tersendiri oleh Syaidina ALI
KARAMMULLAHUWAJHAH, kemudian dilanjutkan oleh HASAN BASRI anaknya. Hairoh
yang menjadi pembantu peribadi Ummu Salamah yaitu ketika HASAN BASRI masih kecil ilmu
ini sudah mulai melimpah kepada beliau, karena dekatnya kepada Rasulullah s.a.w. Kemudian
Ahli kebatinan yang pertama sekali ialah : ABU HASYIM AL KUFI, beliau berasal dari koufah
yang meninggal pada tahun 150 atau tahun 761 M. Adapun sumber ilmu tasawuf itu adalah dari
AL QUR’AN dan AL HADITS. Dan menuntut ilmu ini adalah hukumnya Fardhu ain. Maka
barang siapa tidak peroleh ilmu ini ditakuti mati dalam kekafiran. MA’RIFATULLAH.
SEBELUM MENGENAL TUHAN,KENALLAH DIRI. MENGENAL DIRI : Diri itu ada dua
unsur. 1. Diri jahir berupa jasad. 2. Diri bathin berupa Ruh. Dan diri itu dapat pula dibagi atas 3
unsur. 1. Diri yang Hak. (diri yang sebenarnya) 2. Diri terperi. (Muhammad) 3. Diri terdiri.
(Adam). Dan Ruh itu ada tiga Martabat. 1. Ruh idhofi (nafas yang keluar masuk) 2. Ruh
mukayyat (yang mengedari/yang ergerak keseluruh tubh) 3. Ruh mutlak (yang tetap pada
tempatnya) Dan Zat itu ada tiga Asma. 1. ZAT illahiyah 2. ZAT masbiyah 3. ZAT addahiyah.
Dan diri jahir ada dua unsure bahagi pula. 1. Jasad yang mengandung Ruh. 2. Ruh yang
mengandung Jasad. Dan diri kita ini mengandung dua aspek. 1. Diri yang bersifat ketuhanan
(lahud) 2. Diri yang mengandung kehambaan (nasud) Dan dalam diri kita ini mengandung tiga
Rahasia. 1. Rasa yang Hak (rasa tuhan) 2. Rasa Muhammad (Nur Muhammad) 3. Rasa Adam
(rasa yang tercela). Dan didalam diri kita ini ada suatu perbendaharaan yang tersembunyi : disitu
ada mahligai. Didalam mahligai itu ada alat yang halus , ada yang kasar. Kesemuanya itu adalah
berupa amanah tuhan dan suatu titipan Tuhan kepada hambanya. Amanah itu ialah suatu titipan
Ruh dan itulah yang wajib kita pelihara dan kita jaga kemurniaannya. Ruh inilah yang sanggup
mengenal Tuhannya. Dan yang sanggup melaksanakan sebagai khalifah didalam bumi ini.
Apakah alat yang halus dan kasar itu tadi? Sekarang marilah kita uraikan satu persatunya.
Adapun diri kita ini ada dua unsur/macam. Pertama diri jahir berupa jasad. Batang tubuh dengan
kelengkapannya seperti ; kaki,tangan,mata hidung,mulut telinga,dan lainnya. Serta dalam tubuh
ini ada Ruh,hati,akal dan nafsu. Yang kesemuanya itu tergolong alam yang disebut alam sagir
(alam kecil).Yang kesemuanya itu terjadi dari unsur2 api,angin,air dan tanah/bumi. Inilah yang
disebut laksana kuda tunggangan yang menjadialat nbagi hakikat Roh itulah sebagai
penunggangnya. Kedua diri bathin yang berujud qalbu atau Ruh. Bukannya ber-ujud benda
dalam tubuh, dan dia tidak akan binasa untuk selamanya. Dialah yang sanggup memerintah
jasad, dialah yang mampu mengenal Allah. Dialah Raja kuasa. Ruh itu raja kuasa dan sanggup
mengenal Allah. Apakah sebabnya dikatakan raja kuasa? Sebabnya ialah kerena ruh ituu adalah
yang menjadi tempat majhor kenyataan terang benderangnya sifat-sifat Allah. Ruh Muhammad
itulah/adalah dari NUR menyata. Itulah yang dikatakan cahaya yang cerlang cemerlang yang
tiada harapan : Tuhan bertajali kepadanya. Sedabg sifat sifat Allah itu ada pada ZATnya. Maka
apabila kita mendakwa kepada Ruh, maka haruslah ditembuskan pandangan kita kepada Sifat
dan Zat Allah.supaya tidak terdinding lagi kepada Allah. Kalau kita terhenti kepada ruh itu saja,
tidak kita teruskan kepada Allah, maka kita terdinding kepada Allah. Kalau masih betah berdiam
kepada Muhammad, ber-arti belum kembali atau belum pulang landas kepangkalannya. Kalau
sudah pernah tinggal landas inilah yang dikatakan orang yang bergembira setiap saat. Sedangkan
Rasulullah sendiri sebagai asal usul segala kejadian,toh beliau pulang kembali
kepangkalannya,apalagi kita ini. RUMUS/ MUTIFATOR 1. Hidup tubuh karena nyawa,hidup
nyawa karena Allah. 2. Tahu hati karena tahu Ruh, tahu Ruh karena Allah. 3. Kuasa anggota
tubuh karena Ruh, kuasa Ruh karena kuasa Allah. 4. Berkehendak puad kerena berkehendak
Ruh, berkehendak Ruh karena berkehendak Allah. 5. Mengdengar telinga karena mendengar
Ruh, mendengar Ruh karena mendengar Allah. 6. Melihat mata karena melihat Ruh, melihat Ruh
karena melihat Allah. 7. Berkata mulut karena berkata Ruh, berkata Ruh karena berkata Allah.
Maka kita rumuskan pula tentang diri bathin itu sebagai berikut dibawah ini : 1. Wujud
bathin,hakikatnya adalah wujud Allah.kepada kita jadi Rahasia. Maksudnya tentang Zat Tuhan
itu tidak dapat dilihat dan diraba, hanya dengan nur iman dan dirasakan oleh sinar hati. Inilah
yang dimaksud oleh hadits yang berbunyi : Al insanu sirri wa ana sirrohu. Artinya : insane itu
rahasiaku , dan akupun rahasianya. 2. Ilmu bathin, hakikatnya adalah sifat Allah, yang kepada
kita menjadi nyawa/Ruh. Dan ruh itulah tempat majhor sifat-sifat Allah. Hingga dia kuasa
memerintahkan jasad dan lain2nya. 3. Nur bathin, hakikatnya Asma Allah, yang kepada kita
menjadi hati. Maksudnya hati itu adalah tempat majhor daripada Asma Allah. 4. Syuhud bathin,
hakikatnya adalah Afal Allah, yang kepada kita menjadi batang tubuh. Maksunya batang tubuh
kita ini adalah tempat majhor dan tempat nyata perbuatan Allah. Jalannya adalah bahwa segala
amal usaha lahir yang dilakukan ole manusia. Tapi pada hakikatnya dan pada bathinnya adalah
semata-mata perbuatan Allah. Maka hal itu dinamakan penyaksian Bathin. Karena amal usaha
jahir itulah yang membuktikan perbuatan bathin. Itulah yang member bekas, kerena terjadi dari
sifat bathin, yang tidak bias lepas dari ujudnya : yakni Zatnya yang maha kuasa. Demikianlah
yang dinamakan tauhidul Zat, tauhidul Sifat, tuahidul Asma, tauhidul Af’al. maka melihat
sesuatu apa saja perbuatan Allah. Maka dengan demikian fana lah yang lain : yakni ujud lahir
dan sifat lahir,dikala itu tidak ada yang ada kecuali bathin. Maka sekaran bathinlah yang melihat
bathin/melihat gerakan Zat. Dari itu maka jelaslah sekarang kepada kita bahwa yang memandang
ia yang memandang. Dan kalau sudah mantap pandangan ini, dengan sendirinya naiklah ke
makam baqabillah. Karena pada makam ini seperti ucapan ahli tasawuf, BAQA itu ialah
daripada Allah, dan dengan Allah. Cara pandangan itu ada dua macam,pertama : SYUHUDUL
WAHDAH FIL KASRAH artinya : memandang yang satu kepada yang banyak. Dimana pokok
pandangan dimulai dari syuhud bathin, naik kepada Nur bathin, dan kepada ilmu bathin. Dan
akhirnya sampai kepada ujud bathin. Pandangan kedua ialah : SYUHUDUL KASRAH FIL
WAHDAH, Artinya : memandang banyak kepada yang satu. Pandangan ini dimulai pada
pangkal pertama yakni ujud bathin yang hakikatnya Zat semata-mata dan Zat yang satu itulah
yang menerbitkan ilmu bathin ; yakni Sifat. Dan juga Nur bathin yakni Asma. Bahkan syuhud
bathin yakni Af’al. maka apabila yang banyak itu berasal dari yang satu :akhirnya akan kembali
juga kepada yang satu. Dan apabila sekarang kita sudah kembalikan,maka tidak ada lagi ujud
kecuali Allah semata. Tamsil, cahaya terang itu adalah permulaan dari sinar matahari,yang
disebut siang. Sebelum itu didapat, lebih dahulu yang dipandang itu adalah cahayanya yang
terang tersebut. Kemudian baru sinar yang menerangi itu, sinar itu menyatakan cahaya matahari.
Meskipun tidak tampak, karena sinar itu tidak lepas dari matahari. Bahkan cahaya terang itu juga
menyatakan adanya matahari, karena datang dari sinar yang ada pada matahari tersebut. Maka
apabila sudah lenyap dan fana segala yang lain daripada Allah Ta’ala dan sudah lenyap segala
sifat-sifat kejadian,yakni majhor kenyataan,maka akan tercapailah makam baqa ; yang disebut
juga makam tajali atau Nampak, makam Zuhur atau nyata; yang menghasilkan pandangan : MA
RAYTU SYAI’A ILLA WAROITULLAH MA’AH Artinya : tidak aku lihat sesuatu, yang
Nampak bagiku Allah besertanya. MA RAYTU SYAI’A ILLA WAROITULLAH QABLAH
Artinya : tidak aku lihat sesuatu, kecuali yang Nampak bagiku Allah sebelumnya. MA RAYTU
SYAI’A ILLA WAROITULLAH BA’DAH Artinya : tidak aku lihat sesuatu, yang Nampak
bagiku Allah sesudahnya. MA RAYTU SYAI’A ILLA WAROITULLAH FI’IH Artinya : tidak
aku lihat sesuatu, kecuali yang Nampak bagiku Allah dalamnya. Demikianlah makam yang
dicari setelah melewati fana dan fana ul fana. Adapun yang dimaksud dengan fana oleh ahli
tasawuf ialah : lenyapnya perasaan hamba dari nafsu basyariah,yakni segala sifat-sifat ke-ia-an
dan ke akuan dari kemanusiaan,sudah takluk pada tuhannya, maka jadilah ia baqa dengan Allah
Ta’ala. Pertanyaan yang kedua adalah tentang diri. Kapankah datangnya dan kapan pula
kembalinya? Jawabnya ialah : bahwa diri bathin itu datang kedunia ini adalah setelah adanya
jasad,sesuai dengan firman Allah : yang artinya ; kemudian kami sempurnakan jasad itu, lalu
ditiupkan roh kepadanya. Dan pertanyaan yang ketiga dan yang ke-empat ialah : Darimana diri
itu datangnya den kemana pula kembalinya, serta apa maksud datang kedunia ini? Jawabnya
ialah : datangnya dari Allah dan kembalinya kepada Allah,adapun maksud datang kedunia ini
adalah dengan jasad sebagai alatnya. Karena sudah dijelaskan fasal yang lewat : yaitu laksana
kuda tungganganya dengan penunggangnya. Kuda ditamsilkan sebagai jasad. Dan Roh sebagai
penunggangnya. Pada fasal yang lalu sudah kita jelaskan bahwa perjalanan salik dalam mencari
dan mengenal Zat Allah itu adalah dimulai dari bawah hingga kepada keatas atau yang disebut
TARRAQI : misalnya dimulai dari tauhidul asma, tauhidul sifat, tauhidul af’al dan tauhidul Zat
sampai kepada LA’MAUJUDA BIHAQQIN ILLALLAH, artinya : Tidak ada yang ada kecuali
dia jua yang ada. Sekarang kita mengambil dalil dari pada kaum sufi yaitu sudah dimufakati ber-
sama bahwa : segala sesuatu selain Allah pada hakikatnya tidak ada,dengan kata lain semua itu
tidak dapat dikatakan ada, sebagai adanya tuhan. Disini hamba katakan bahwa semua itu Allah
dan Allah itu semuanya. Ujud alam ain ujud Allah dan Ujud Allah ain ujud alam. Allah itulah
hakikat Alam : maka wajarlah kita ini dengan Zat Allah atau Ujud Allah (rahasia Allah). Berkata
ABU HASSAN AS SYAZALI r.a Bahwa ; melihat Allah itu dengan penglihatan iman dan yakin,
ini lebih kaya daripada melihat dalil-dalil. Lebih baik kita katakana bahwa; kita tidak akan
melihat alam, dan andaikata ada juga, maka penglihatan itu atau penglihatan aribillah itu tak
ubahnya laksana melihat debu terbang diangkasa yang pada penglihatan ada, tapi/namun dicari
tak ada,artinya : tak dapat menangkapnya. Itulah perjalanan aribillah atau wali Allah ; yang telah
sampai kepda makam fana dan makam baqa. FANA TERBAGI ATAS TIGA BAGIAN. 1. Fana
pada Af’al (perbuatan), sampai merasakan bahwa tidak ada satu perbuatan pun didalam ala
mini.selain dari perbuatan Allah Ta’ala. 2. Fana pada Sifat, hingga sampai menyakinkan bahwa
tidak ada yang hidup kecuali Allah. Apabila dikatakan tidak ada yang hidup pada hakikatnya
kecuali Allah ; berate juga tidak ada yang kuasa, yang berkehendak, yang ber-ilmu, yang
mendengar, yang melihat, dan yang berkata-kata, kecuali Allah semata-mata. 3. Fana pada Zat
ialah ; hilang ujud yang lahir ini dan alam seluruhnya dan pandangan ; kecuali Allah. Jadi barang
siapa yang melihat mahluk tidak punya perbuatan pada mereka, maka sesungguhnya ia menang.
Dan barang siapa yang melihat mahluk yang tidak ada hidup pada mereka, maka derajatnya telah
naik. Barang siapa melihat mahluk tidak ada pada hakikatnya, maka ia telah sampai kepada titik
yang dituju, yaitu titik puncak ilmu dan ma’rifat. Apabila kita sudah menjalani yang tiga perkara
ini, maka itulah makam fana namanya, dan selanjutnya naik kemakam baqa, makam baqa itu
ialah : HU ITU ALLAH TA’ALA. Sedang makam fana kesimpulannya kepada : LAMAUJUDA
BIHAQQIN ILLALLAH. Tidak ada yang maujud, kecuali Allah Ta’ala. Demikianlah apa yang
dapat hamba sampaikan, kalau sudah faham dan mengerti,kuburlah ia. Jangan dibeberkan
ditengah masyarakat umum/awam, nanti bisa membawa fitnah besar. Sekarang baiklah kita
teruskan kepada membicarakan tentang meng-esakan Allah Ta’ala pada segala perbuatan.
TAUHIDUL AF’AL. MENGESAKAN ALLAH TA’ALA PADA PERBUATAN Dalam
pelajaran atau pengajian-pengajian kita yang terdahul sudah kita jelaskan/kita sampaikan, titik
tujuan pelajaran dan ilmu tasawuf adalah menuju jalan kembali kepada Allah dan supaya liqo/
bertemu Allah, maka jalan bagi salik/ penuntut haruslah dimulai dengan mempelajari dan
mengamalkan tauhidul af’al, artinya : me-esakan Allah Ta’ala pada segala perbuatan,yakni
meninggalkan seluruh perbuatan yang ada pada makhluk ini kepada Allah.maksudnya
pandanganlah olehmu dengan syuhud hati dan dengan mata mata kepala dengan itikad yang
putus dan dengan haqqul yakin, bahwa segala perbuatan dan gerakan yang ada terlihat dalam ala
mini, baik yang datang dari diri kita sendiri maupun yang datang dari semua mahluk yang ada
dalam ala mini : baik perbuatan yang diridhoi oleh syara maupun yang dilarang oleh syara ;
adalah kesemuanya itu perbuatan Allah Ta’ala. Memang itu perbuatan Allah; maka kalau kita
lihat pada lahirnya segala perbuatan itu dilakukan oleh manusia/hamba dan segala hayawan dan
lain-lain sebagainya. Tetapi namun kita teliti dengan cermat dan dengan penuh keyakainan dan
dengan tinjauan akal, dengan seksama bahwasanya memang mahluk ini lemah, daif, hina tak
punya daya upaya sama sekali. Dan tidak punya sifat ta’sir dan sebagainya. Sedangkan segala
pebuatan itu tidak akan ada kalau sifat yang memperbuat itu tidak memiliki sifat-sifat tsb. Sifat-
sifat ta’sir itu ialah Qudrat, Iradat, ilmu, hayat sedang semua sifat-sifat itu ialah kepunyaan dan
milik Allah. Jadi segala perbuatan yang ada terlihat pada ala mini dan diri kita, itulah perbuatan
mazazi belaka,dan bukan hakiki. Itu adalah majhor dan kenyataan perbuatan Allah kepada kita.
Allah menyandarkan perbuatannya kepada kita, adalah tanda kasih sayangnya, supaya kita punya
titik dan penempatan mengenal perbuatan Allah dan ZATnya. Disamping itu juga merupakan
coba dan ujian kepada kita ; apakah kita sanggup memandang perbuataan Allah, atau menjadi
orang buta dan sirik, mengakui/kekuatan dan perbuatan dia sendiri lahir dan bathin/luar dan
dalam. Kenyataan dan kejahiran perbuatan Allah kepada hambanya ; inilah oleh kaum sufi
disebut usaha ihtiar hamba. Dan disinilah takluknya hokum syara’. SYEH WAHAB
SYAHRANI berkata ; beliau ada mendengar dari syaidina ALI AL HAWAS ia berkata : Wajib
bagi hamba meng’itiqadkan bahwa segala perbuatan dan usaha ikhtiar hamba, sama sekali tidak
member bekas dangan sekira-kira takwin dan atsar. Lebih jauh beliau berkata, Allah
menghendaki mengadakan suatu harakat atau yang disebut gerak perbuata, maka tidak akan ada
ujunya kecuali pada maddah atau tempat yang menerima hokum yang dimaksud ; mustahil ada
ujud gerak atau perbuatan tanpa ada maddah itu. Maka yang dijadikan maddah atau tempat
menjahirkan perbuatan Allah itu, adalah hamba dan lain-lainnya. Itulah sebabnya dipandang ada
segi lain, ada perbuatan hamba. Sanagat banyak sekali penjelasan dalam Al qur’an dan hadits-
hadits nabi yang memberikan keterangan2 bahwa hamba atau mahluk ini sama sekali tidak
punya perbuatan. Antara lain menegaskan, WALLAHU KHOLAQOKUM WAMAA
TA’MALUN artinya : Allah yang menjadikan kamu dan segala perbuatan kamu. (surah as shaa
ayat 96). Dan lagi ayat yang berbunyi : WAMAA ROMAITA IZROMAITA
WALAKINNALAHA HAROMA Artinya ; Hai Muhammad bukanlah engkau yang melempar
dikala engakau melempar, tapi Allah lah yang melempar dikala engkau melempar. ( surah anfaal
17 ). Jadi untuk kemantapan pandangan kita,kita harus selalu melatih diri dengan tidak bosan-
bosannya mensyuhud perbuatan Allah Ta’alaAzzawazalla.kita hendak lah dalam hidup ini tidak
hanya melihat yang tersurat saja,tetapi juga yang tersirat. Dengan basyirah hati kita ini, biar saja
mata melihat perbuatan alam,namun dalam hati melihat perbuatan Allah. Biar saja telinga
mendengar alam, namun hati kepada Allah. Biar saja mulut mengatakan perbuatan si A si B dan
si C, namun hati tetap tercurah kepada Allah. Boleh saja buat misal sekedar untuk mendekatkan
kepada Allah (kepada faham). Bahwa alam AKUAN yang kita lihat ini dengan bermacam-
macam corak dan ragam, hendaknya tak ubahnya laksana kita melihat bayang2 yang man hati
kita akan tertuju kepada yang punya bayang2 itu. Tidak mungkin bergerak bayang bayang, tanpa
bergerak yang punya bayang2. Jadi kesimpulannya adalah : tiada yang hidup, tiada yang tahu,
tiada yang kuasa, tiada yang berkehendak dan tiada yang berkata-kata pada hakikatnya
melainkan Allah Ta’ala. Adapun zahir sifat ini kepada mahluk adalah tempat memandang sifat2
Tuhan yang zahir pada mahluk, yakni bayang2 sifat tuhan kepada hamba. Seperti ujud kita
adalah bayang2 ujud Allah Ta’ala. Mustahil ujud bayang2 dengan tiada ujud yang
mempunyai/empunya bayang2. Dan mustahil pula bergerak bayang2 dangan tiada bergerak yang
empunya bayang2. Bermula misal ini karena untuk menghampirkan faham jua adanya. Jadi
untuk kemantapan pandangan ini bahwa mahluk ini tiada mempunyai perbuatan barang
perbuatan, hanya saja perbuatan yang ada dalam ala mini perbuatan,hanya saja perbuatan Tuhan
Allah semata-mata. Dan jika engkau sangka ada perbuatan lainnya daripadanya, walaupun
sebesar zarroh, maka sirik lah engkau,artinya : mensekutukan Tuhan dengan lainnya,(syirik
khafi). Demikianlah orang yang hendak me-esakan Allah Ta’ala pada Af’al atau perbuatan,
tanamkanlah keyakinan kita itu kedalam lubuk jiwa yang sangat mendalam. ,sekira2/tidak
bergeser walau sebesar zarrohpun, kalau sudah mantap pandangan akan Af’al Allah Ta’ala maka
manunggallah perbuatanmu (manunggal dalam rahasia) dengan Af’al-Nya. TAUHIDUL ASMA
ME-ESAKAN ALLAH TA’ALA PADA ASMA Maksud dan tujuan meesakan Allah Ta’ala
pada nama : yaitu yang sebenarnya ialah untuk mengenal Zat Allah,sehingga manakala kita
memandang,mendengar,atau melihat nama apapun jua pada mahluk ini,maka tercurahlah
pandangan basyirah kita dan perhatian kita kepada Allah s.w.t. Adapun pengertiaan meesakan
sama itu ialah menyatukan,meninggalkan,dan mengembalikan seluruh nama-nama atau nama-
nama yang ada pada mahluk ini,kepada nama dan Zat Allah Ta’ala. Baik nama-nama yang
menurut hikmah dan manfa’at daripada benda ala mini ataupun nama-nama menurut perbuatan
mahluk ini,yang disebut dengan nama perbuatan atau asmaul af’al. Sekira-kira dalam pandangan
basyirah hati kita tidak ada yang bernama kecuali Allah. Jadi nama-nama ini tidak terbatas
kepada asmaul husna saja,tetapi lebih luas dan lebih mendalam sekali atau tak dapat
dihinggakan. Bermula kalfiat meesakan Allah Ta’ala pada asma itu,yaitu kita pandang dengan
mata kepala dan dengan mata hati kita pada asma Tuhan semata. Atau harus dikembalikan
kepada Allah Ta’ala dengan dalil-dalil dan alasan sebagai berikut : 1. Karena af’al mahluk
adalah majhor dan kenyataan perbuatan Allah. Maka begitu juga asma mahluk adalah majhor
asma Allah yang tujuannya adalah untuk mengenal Allah. 2. Tiap-tiap nama menuntut ujud
musama,yakni tiap-tiap nama tidak pisah dengan zat yang empunya nama. Sedangkan kalau
diperiksa dengan teliti dan dipandang dengan pandangan ma’rifat,maka tidak ada yang maujud
pada hakikatnya kecuali Zat Allah Ta’ala. 3. Allah berfirman : WALILLAHIL ASMA UL
HUSNA FAD’UHU BINAA. Artinya : Bagi Allah ada nama yang baik-baik ,maka beroleh kamu
dengan DIA. 4. Sabda Rasulullah S.A.W : INNAMA TAD’UUMA MAN HUWA SAMI’UN
BASYIRUN,MUTAKALLIMUN, WA HUWA MA’AKUM AINAMA KUNTUM. Artinya :
hanya saja kamu berdoa kepada Tuhan yang maha mendngar lagi maha melihat,dan yang
berkata-kata dan DIA selalu beserta kamu dimana saja kamu berada. Adapun cara kita
mamusahadakan pandangan ini ialah dengan dua cara yaitu : SYUHUDUL KASRAH FIL
WAHDAH dan SYUHUDUL WAHDAH FIL KASRAH. Artinya : Pandang yang banyak pada
yang satu. Dan pandang yang satu pada yang banyak. Disni hamba simpulkan saja bahwa :
Seluruh ASMA ini dari Allah dan kembali kepada Allah. Jadi pada hakikatnya nama-nama yang
ada pada mahluk ini nyata adalah : nama-nama Tuhan Allah. Maka dari itu wahai sekalian
penuntut,mantapkan lah pandanganmu dalam segala perkara,supaya ia tetap bagimu. Kalau
sudah mantap pandanganmu, maka engkau yang bernama halifah Tuhan dalam dunia fana ini.
Sekarang baiklah kita teruskan tentang meesakan sifat Allah Ta’ala. Tetapi sebelum kita
membicarakan tentang meesakan sifat Allah Ta’ala : maka baiklah anda sekalian hamba bawa
kepada membicarakan tentang ayat Alqur’an yang berbunyi : FA’ILUN ILALLAH, Artinya
SEMUA KERJA DARI ALLAH. Maka yakinlah kita sekarang ini tak da yang perlu kita ragukan
lagi. Karena sysk dan ragu itu adalah musuh kemerdekaan akal. Demikianlah penjelasan hamba
mengenai tauhidul asma. Sekarang baiklah kita teruskan kepada membicarakan tentang me-
esakan Allah Ta’ala pada sifat,artinya : seluruh sifat-sifat yang ada dalam alam ini,siempunya
kepada sifat Hayat. TAUHIDUS SIFAT MEESAKAN ALLAH TA’ALA PADA SEGALA
SIFAT Maksudnya meesakan Allah Ta’ala pada segala sifat ialah : megembalikan,
meninggalkan seluruh sifat-sifat yang ada pada mahluk ini kedalam sifat-sifat Allah s.w.t.
dengan pengertian yaitu memfanakan sifat-sifat mahluk ini,kedalam sifat-sifat Allah Ta’ala
sehingga tercapailah pandangan,bahwa tidak ada yang bersifat kecuali Allah Ta’ala saja. Adapun
tujuannya adalah untuk ma’rifat kepada Allah,sedangkan sifat-sifat yang ada pada mahluk ini
adalah nyata sifat-sifat Allah Ta’ala. Dan sengaja Allah sahirkan sifat-sifatnya itu kepada
hambanya atau mahluknya, karena rahmatnya supaya mahluk itu sendiri mempunyai tangga dan
jembatan untuk mengenal sifat-sifat Allah. Dan bukan jadi dinding dan hijab untuk melihat sifat-
sifat Allah, Tuhan yang kita cari, kita cintai. Adapun kaifiat dan cara memandang sifat Tuhan itu
ialah : Engkau pandang dengan hatimu dan dengan mata kepalamu dengan hakkul yakin dan
dengan itiqad yang putus, bahwasanya tidak ada yang bersifat dialam alam ini kecuali Allah.
Seperti : kudrat, iradat, ilmu, hayat, sama, basyar dan kalam. Semuanya adalah sifat-sifat Allah.
Jadi sifat-sifat yang ada pada mahluk ini adalah sifat-sifat majaji belaka,bukan hakiki. Maka
daripada itu nyatalah kepada kita bahwa sifat-sifat yang ada pada kita sekarang ini adalah nyata
sifat-sifat Tuhan Allah semata. Kalau kita sudah mengembalikan sifat-sifat yang ada pada kita itu
kepada Allah, niscaya fanalah sifat-sifat kita itu kepada sifat-sifat Allah. Sehingga tidak ada lagi
yang bersifat,kecuali Allah. Jadi jelaslah sudah kepada kita bahwa : kita ini tidak punya
perbuatan,tidak punya nama dan tidak punya sifat kecuali Tuhan. Sekarang tinggal lagi
mengeesakan Allah Ta’ala pada Zatnya. BEBERAPA PENJELASAN Sebelum kita
membicarakan tentang tauhidul Zat. Maka marilah kita jelaskan dahulu tentang tauhidis sifat itu
tadi. Didalam istilah ilmu tasauf ada beberapa perkataan yang menyangkut masalah sifat itu tadi.
Kata-kata itu seperti dibawah ini : ZAIDUN MAAQAAMA, MANQALA, MANFAKA,
MAAKUMA, LA’UDMA, QADIMUN, LA HANA. Maksudnya ialah : tentang dari sifat-sifat
itu sebagai berikut : Sifat-sifat Allah itu tidaklah berdiri kepada ZAT. ( tidak berdirinya seprti
sifat hitam kepada sesuatu benda ). Maksudnya tidak berpindah dari Zatnya, tidak terlepas
daripada Zatnya. Dan tidak tersembunyi dari Zatnya, bukan berarti tidak ada. Dia qadim karena
qadimnya zat,dan tidak akan binasa selamanya, jadi begitulah hakikat sifat-sifat Tuhan tidak
pernah berpindah kepada mahluknya. Ia seperti nafi isbat jua,tidak bercerai dan tidak
bersatu,tetapi memang satu dalam rahasia. Maka dari itu supaya hambanya dapat mengenal sifat-
sifat Tuhan. Ia zahirkan NUR dan benderangnya sifat-sifatnya itu kepada Roh kita, seperti sudah
kita jelaskan dahulu tadi. Jadi kalau tahkik pandangan kita dengan cara demikian, niscaya
fanalah sifat-sifat kita dan mahluk sekaliannya kedalam sifat Allah. Maka dapatlah kita rasakan
bahwa : tidak mendengar kita, tidak melihat kita, tidak berkata-kata kita, tidak tahu kita,
melainkan dengan pendengaran Allah, dengan penglihatan Allah, dengan kalam Allah, dengan
tahunya Allah. Dan tidak hidup kita ini,melainkan hayatullah zat, hingga yang lainya daripada
sifat-sifat Allah s.w.t. semata-mata. Demikianlah penjelasan hamba. Baiklah kita teruskan
kepada mengeesakan Allah Ta’ala pada ZAT,agar supaya para penuntut menjadi maklum
adanya. TAUHIDUL ZAT ME-ESAKAN ALLAH TA’ALA PADA ZAT Meesakan Allah
Ta’ala pada zat adalah jalan yang terakhir dari perjalan seorang salik. Disnilah titik terahir bagi
arifibillah untuk menuju Allah dan disini perhentian perjalanan kaum sufi dan para wali-wali.
Dan disinilah batasnya mi’rojnya orang-orang mukmin sejati. Apabila sudah mencapai kepada
makam tauhidul zat itu,maka diperolehnya kelezatan dan kenikmatan yang tiada taranya. Hanya
dengan itulah yang dapat memuaskan dahaga jiwanya : menenangkan qalbunya,nikmat-nikmat
yang tak dapat diperoleh orang lainnya. Inilah puncak rasa menikmati ridhonya : puncak
kebahagiaan yang kekal dan abadi sepanjang masa. Bermula kaifiat atau cara meesakan Allah
Ta’ala pada zatnya, yaitu : engkau pandang dengan mata hatimu dan curahkan seluruh
perhatianmu itu semata-mata kepada Tuhan seru sekalian alam. Karena sudah nyata kepada kita
bahwa : TIADA YANG MAUJUD DALAM ALAM INI,KECUALI ALLAH. DAN TIADA
MAUJUD YANG DALAM UJUD INI,HANYA ALLAH. TIADA/TIDAK DALAM JUBAH
MELAINKAN ALLAH. DAN TIDAK ADA DIDALAM YANG ADA INI,KECUALI DIA.
Karena sudah jelas bagi arifibillah,bahwa : AL HAK ADA PADA NABI KITA MUHAMMAD
S.A.W. Kalau alhak ada pada nabi,demikianlah ada pada kita. Demikianlah hamba tambahkan
supaya anda menjadi faham,dan supaya dapat melaksanakan tugas masing-masing. Firman Allah
Ta’ala : AL INSANU SIRRI WA ANA SIRROHU. Artinya insan itu rahasiaku dan akupun
rahasianya. Dan lagi firmannya : AL INSANU SIRRI WA ANA SIRRI WASIFATIN WA
SIFATUN LAGOIRIH. Artinya insan itu rahasiaku, rahasiaku itu sifatku, dan sifatku itu tiada
lain daripada aku jua. Jadi jelas kepada kita bahwa memang : LA MAUJUDA BIHAQQIN
ILALLAH. Artinya tiada yang maujud didalam alam ini, melainkan Allah. Pandangan yang
demikian adalah dengan alasan-alasan : 1. Semua zat mahluk itu nampak dilihat dengan mata
ini,itu bukan hakiki ( rusak ). Dan itu hanya ujud hayali dan wahmi jua,yaitu sangka-sangka
saja,dengan tidak beralasan,karena ujudnya berada antara dua ADAM. Sedang ujud yang berada
antara dua itu,hukumnya ADAM,yaitu : ujud hayal. 2. Sedang ujud Adam itu tiada maujud pada
hakikatnya,hanyalah ia maujud kepada Allah Ta’ala yang hakiki dan fana dibawah ujudnya.
Ujud yang lain daripada ujud Allah semuanya qaim,artinya berhajat kepada Allah Ta’ala. Jadi
jelasnya begini dia tidak akan ujud,kalau tidak diwujudkan oleh Allah Ta’ala. Yaitu : yang
biasanya disebut dengan majhor atau kenyataan ujud Allah Ta’ala. 3. Adanya nyata : dan semua
ujud ala mini adalah yang dimaksudkan hanya sekedar dalil titian untuk memandang kepada zat
Allah Ta’ala. 4. Jadi pada pelajaran yang lalu itu sudah kita jelaskan bahwa sifat-sifat yang ada
pada mahluk ini nyata sifst-sifat Allah s.w.t. Jadi kalau demikian jelas dan nyata bahwa : zat
mahluk ini berarti juga sesungguhnya nyata sifat dan afi ’al,tidak lepas dari zat. 5. Ujud semesta
ala mini tak ubahnya laksana debu yang terbang atau diterbangkan oleh angin diangkasa : pada
penglihatan mata ada,tapi kalu dicari tak ada. Kalau sekiranya ada ujud ala mini pada
hakikatnya,maka pasti pula ada sifat-sifat atau af’al yang member bekas itu. Sedangkan semua
itu sifat dan af’al yang memberi bekas itu tidaklah ada,selain daripada sifat dan af’al Allah
Ta’ala semata-mata. 6. SYEH SIDIK IBNU UMAR KHAN berkata : Semua ujud lain daripada
Allah Ta’ala,laksana ujud sesuatu yang kita lihat dalam mimpi. Tidak ada baginya hakikat
apabila kita terbangun dari tidur,maka hilanglah semua itu. Begitulah hendaknya pandangan kita
terhadap ujud ala mini sesuai dengan hadist yang berbunyi : FALANNASU NIYA’AFAIJA
MA’ATU INTABAHUA. Artinya ; manusia adalah tidur apabila mereka mati,barulah mereka
bangun atau jaga. Baiklah hamba uraikan sedikit tentang hadist yang baru kit abaca tadi,supaya
kita faham. Manusia semuanya itu tidur,apabila bangun barulah mereka jaga,maksud hadist ini
tadi ialah : orang yang hidup dengan hawa nafsunya sendiri,bagaikan orang yang tidur,walaupun
ia dalam keadaan bangun. Mereka berbangga dengan nafsunya sendiri dan dengan akuanya,tetapi
orang yang telah sampai kepada rahasia yang satu itu,itulah orang yang bangun dari tidurnya.
Jadi siapapun yang masih tidur,maka mereka itu tetap betah pada nafsunya sendiri,yaitu yang
belum mengembalikan hak Allah Ta’ala,mereka itu tetap dalam hak Adam Demikianlah sepintas
kilas hamba uraikan dan yang dimaksud mati disini ialah : mati ma’nawi atau mati ma’na saja.
Itu sesuai dengan hadist nabi s.a.w. yang berbunyi : ANTAL MAUTU QOBLAL MAUTU.
Artinya matikan dirimu sebelum engkau mati. Jadi disini adalah mati nafsu saja. Maka daripada
itu untuk mematikan nafsu itu jalannya ialah melepaskan diri dari belenggu penjajahan hawa
nafsu angkara murka. Jalannya ialah mengikuti jalan sufiah,yang mereka itu telah berada
dipuncak. Demikian seperti apa-apa yang hamba uraikan menurut yang terdahulu itu. Untuk
lebih mantapnya lagi, baiklah hamba bawa anda kedalam laut ma’rifat yang penuh dengan
ombak dan badai,sehingga anda bisa mabuk karenanya. Mabuk disini artinya : Karam lenyap,
hancur dan lebur kedalam hakikat hidup yang sebenarnya. Yaitu lebur kedalam hidup yang sejati
telah Esa dengan seisi alam dan bersatu dengan seluruh per-kemanusiaan. Demikianlah contoh
bagi orang yang hendak mengenal diri. Sekarang baiklah kita berkisar pula kepada
membicarakan tentang makam fana atau maka binasa. MAKAM FANA/MAKAN BINASA
Makam fana ialah : Hilangnya ujud kita ini lahir dan bathin. Bukan hilang pada nafsu ammaroh,
tetapi hilang dalam pandangan makhluk, kalau kita sudah benar-benar memesrakan diri kita lahir
bathin kepada Nur Muhammad dan bersatu dengan seluruh perikemanusiaan dan bersatu dengan
seluruh perikemanusaiaan dan bersatu dengan seluruh alam, maka kalau sudah beroleh wasiat,
hingga lenyaplah sifat2 Allah Ta’ala. Inilah yang disebut dngan fana dan baqa, 1. kudrat kita
lenyapkan kepada kudrat Allah Ta’ala, 2. iradat kita lenyapkan kepada iradat Allah Ta’ala, 3.
ilmu kita lenyapkan kepada ilmu Allah Ta’ala, 4. hayat kta lenyapkan kepada hayatullah Zat, 5.
pendengaran kita lenyapkan kepada pendengaran Allah Ta’ala, 6. penglihatan kita lenyapkan
kepada penglihatan Allah Ta’ala, 7. perkataan kta lenyapkan kepada perkataan Allah Ta’ala.
Maksud diatas tadi ialah : 1. wala qadirun : tiada kuasa hanya Allah Ta’ala, 2. wala muridun :
tiada berkehendak hanya Allah Ta’ala, 3. wala alimun : tiada tahu hanya Allah Ta’ala, 4. wala
hayyun : tiada hayat/hidup hanya Allah Ta’ala, 5. wala basyirun : tiada melihat hanya Allah
Ta’ala, 6. wala sami’un : tiada mendengar hanya Allah Ta’ala, 7. wala muttakalimun : tiada yang
berkata-kata hanya Allah Ta’ala. Jadi kalau sudah begini fana lah zat kita dan sifat kita zahir dan
bathin,inilah dalilnya. 1. MAUJUDUN WAHIDUN : Ujud yang empunya ujud Esa. 2.
WAJATUN WAMAUSUFUN : Zat dengan empunya zat adalah Esa jua. 3. SIFATUN
WAMAUSUFUN,Wahidun sifatun wahidun ; sifat dengan empunya sifat adalah Esa. 4.
ASMAUN WAMAUSFUN,Wa asmaun wahidun ; nama dengan yang empunya nama adalah Esa
jua. 5. AF’ALUN WAMAUSUFUN,af’alun wahidun ; af’al dengan yang empunya af’al Esa jua.
Jadi inilah yang disebt arti dan makna yang sebenarnya daripada fana dan baqa itu tadi. Inilah
arti fana dan baqa yang dituntut oleh seorang salik/penuntut/tholib/murid. Adapun alam insan itu
terhimpun kepada diatas daripada segala alam,jika bukan karena insane, se-suatu pun tiada
dijadikan/dijahirkan oleh Tuhan selamanya. Dalil menyatakan : Al insane sirri wa ana sirrohu,
artinya insan itu rahasiaku dan akupun rahasianya. Dan lagi : Al insanu sirri wa ana sirri,sifatun
wasifatin lagoirih : artinya ; insan itu rahasiaku,rahasiaku itu sifatku,tiada lain daripadaku jua.
Maka dari itulah insan dilebihkan oleh Allah Ta’ala daripada malaikat ; pun demikian lah
hendaknya itikad kita adanya. Yaitu : itiqad yang putus adanya,dan tiadanya,dan adanya. Kalau
anda sudah faham benar berarti putus itiqadnya, dan tiadanya dan adanya; maka barulah
mendapat makan ARIFIN yang sebenarnya. Baiklah hamba uraikan secara ringakas tentang;
ADANYA DAN TIADANYA. MANUNGGAL DUA UNSUR KETIDAK ADAANYA :
ADALAH KEADAANYA,DAN KEADAANYA ADALAH KETIADAANYA. Sekarang
baiklah kita buat contoh/missal : Kalimah : LA ILAHA ILLALAH itu meliputi sangkalan dan
pengakuan. Adalah keadaan/ adanya dan tiadanya keadaannya/tiadanya, artinya : hakikat dari
Tuhan adalah tiadanya? Dalam ketidak adaannya/tiadanya : DIA mulai ADA. Yang terakhir lagi
disebut : keadaan yang abadi. Itulah makna atau arti dari : ADANYA DAN TIADANYA.
Sekarang kita teruskan sedikit lagi tentang ada dan tiada. Keadaan yang abadi dan ketidak
adaanya keduanya sekalian bersamaan (sekaligus bersamaan). Adalah merupakan : Ujud dati
Tuhan. Sangkalan mengandung pengakuan yang positif. Jadi disini sangkalan dan pengakuan
tidaklah terpisah dan tidaklah tersentuh, maksudnya ialah : bercerai tidak ,bersatu tidak : akan
tetapi keduanya Nafi dan dibatasi oleh kalimah ILA dan tidak boleh masuk kedalam kalimah
ILLALLAH. Selanjutnya kita harus tahu keadaan harus memberi petunjuk yang terang tentang
apa yang dianggap ada, seperti suatu petunjuk terhadap yang ditunjuk. Jadi rumus ILLALLAH
adalah yang dianggap sebagai ADA. Maka mutlak lah nama keadaan yang maha mulia dari
Tuhan Allah Azzawalla, hanya untuk dialah rumus ILALLAH itu tepat. Jadi kesimpulannya
adalah : SERBA ESA,SERBA SATU,DAN HITUNGAN SEGALA JIWA-PUN ADALAH
SATU (DALAM RAHASIA TUHAN). Disini tidak ada lagi dua faham dalam ujud,tidak ada
lagi dua kata dalam perbuatan,tidak ada lagi dua unsur dalam asma dan tidak ada lagi dua jenis
kehidupan. Dan tidak ada lagi dua rumus dalam Zat dan Sifat segalanya : QADIRUN BI
ZATIHI, MURIDUN BI ZATIHI, ALIMUN BIZATIHI, HAYUN BIZATIHI,SAMIUN
BIZATIHI, BASYIRUN BIZATIHI, DAN MUTTAKALIMUN BIZATIHI. Jadi siapa sudah
Faham,merekalah yang beroleh ilham. ISRAK DAN MIKRAJ pada 4hb Julai 2011 pukul 9.18
pagi PERISTIWA ISRAK DAN MIKRAJ Sempena bulan Rejab yang banyak keberkatannya
ini,peristiwa Israk dan Mikraj yang berlaku pada 27 Rejab, setahun sebelum Hijrah.....
Penerangan yang diberikan adalah bersifat sepintas lalu, dan dicadangkan agar anda merujuk
kepada ahli agama yang benar dan bertauliah seperti ustaz atau guru yang berkenaan bagi
mendapatkan fakta dan huraian selanjutnya. Ringkasan Peristiwa Israk Dan Mikraj...... Sebelum
Israk dan Mikraj Rasulullah S.A.W. mengalami pembedahan dada / perut, dilakukan oleh
malaikat Jibrail dan Mika'il. Hati Baginda S.A.W.. dicuci dengan air zamzam, dibuang ketul
hitam ('alaqah) iaitu tempat syaitan membisikkan waswasnya. Kemudian dituangkan hikmat,
ilmu, dan iman.ke dalam dada Rasulullah S.A.W. Setelah itu, dadanya dijahit dan dimeterikan
dengan "khatamun nubuwwah". Selesai pembedahan, didatangkan binatang bernama Buraq
untuk ditunggangi oleh Rasulullah dalam perjalanan luar biasa yang dinamakan "Israk" itu.
Semasa Israk Sepanjang perjalanan (israk) itu Rasulullah S.A.W. diiringi (ditemani) oleh
malaikat Jibrail dan Israfil. Tiba di tempat-tempat tertentu (tempat-tempat yang mulia dan
bersejarah), Rasulullah telah diarah oleh Jibrail supaya berhenti dan bersolat sebanyak dua
rakaat. Antara tempat-tempat berkenaan ialah: i. Negeri Thaibah (Madinah), tempat di mana
Rasulullah akan melakukan hijrah. ii. Bukit Tursina, iaitu tempat Nabi Musa A.S. menerima
wahyu daripada Allah; iii. Baitul-Laham (tempat Nabi 'Isa A.S. dilahirkan); Dalam perjalanan itu
juga baginda Rasulullah S.A.W. menghadapi gangguan jin 'Afrit dengan api jamung dan dapat
menyaksikan peristiwa-peristiwa simbolik yang amat ajaib. Antaranya : Kaum yang sedang
bertanam dan terus menuai hasil tanaman mereka. apabila dituai, hasil (buah) yang baru keluar
semula seolah-olah belum lagi dituai. Hal ini berlaku berulang-ulang. Rasulullah S.A.W.
dibertahu oleh Jibrail : Itulah kaum yang berjihad "Fisabilillah" yang digandakan pahala
kebajikan sebanyak 700 kali ganda bahkan sehingga gandaan yang lebih banyak. --- Di suatu
tempat yang berbau harum. Rasulullah S.A.W. diberitahu oleh Jibrail : Itulah bau kubur
Masyitah (tukang sisir rambut anak Fir'aun) bersama suaminya dan anak-anaknya (termasuk bayi
yang dapat bercakap untuk menguatkan iman ibunya) yang dibunuh oleh Fir'aun kerana tetapt
teguh beriman kepada Allah (tak mahu mengakui Fir'aun sebagai Tuhan). ---- Sekumpulan orang
yang sedang memecahkan kepala mereka. Setiap kali dipecahkan, kepala mereka sembuh
kembali, lalu dipecahkan pula. Demikian dilakukan berkali-kali. Jibrail memberitahu Rasulullah:
Itulah orang-orang yang berat kepala mereka untuk sujud (sembahyang). --- Sekumpulan orang
yang hanya menutup kemaluan mereka (qubul dan dubur) dengan secebeis kain. Mereka dihalau
seperti binatang ternakan. Mereka makan bara api dan batu dari neraka Jahannam. Kata Jibrail :
Itulah orang-orang yang tidak mengeluarkan zakat harta mereka. --- Satu kaum, lelaki dan
perempuan, yang memakan daging mentah yang busuk sedangkan daging masak ada di sisi
mereka. Kata Jibrail: Itulah lelaki dan perempuan yang melakukan zina sedangkan lelaki dan
perempuan itu masing-masing mempunyai isteri / suami. --- Lelaki yang berenang dalam sungai
darah dan dilontarkan batu. Kata Jibrail: Itulah orang yang makan riba`.§ Lelaki yang
menghimpun seberkas kayu dan dia tak terdaya memikulnya, tapi ditambah lagi kayu yang lain.
Kata Jibrail: Itulah orang tak dapat menunaikan amanah tetapi masih menerima amanah yang
lain --- Satu kaum yang sedang menggunting lidah dan bibir mereka dengan penggunting besi
berkali-kali. Setiap kali digunting, lidah dan bibir mereka kembali seperti biasa. Kata Jibrail:
Itulah orang yang membuat fitnah dan mengatakan sesuatu yang dia sendiri tidak melakukannya.
--- Kaum yang mencakar muka dan dada mereka dengan kuku tembaga mereka. Kata Jibrail:
Itulah orang yang memakan daging manusia (mengumpat) dan menjatuhkan maruah (mencela,
menghinakan) orang. --- Seekor lembu jantan yang besar keluar dari lubang yang sempit. Tak
dapat dimasukinya semula lubang itu. Kata Jibrail: Itulah orang yang bercakap besar (Takabbur).
Kemudian menyesal, tapi sudah terlambat. --- Seorang perempuan dengan dulang yang penuh
dengan pelbagai perhiasan. Rasulullah tidak memperdulikannya. Kata Jibrail: Itulah dunia. Jika
Rasulullah memberi perhatian kepadanya, nescaya umat Islam akan mengutamakan dunia
daripada akhirat. --- Seorang perempuan tua duduk di tengah jalan dan menyuruh Rasulullah
berhenti. Rasulullah S.A.W. tidak menghiraukannya. Kata Jibrail: Itulah orang yang
mensesiakan umurnya sampai ke tua.§ Seorang perempuan bongkok tiga menahan Rasulullah
untuk bertanyakan sesuatu. Kata Jibrail: Itulah gambaran umur dunia yang sangat tua dan
menanti saat hari kiamat. --- Setibanya di masjid Al-Aqsa, Rasulullah turun dari Buraq.
Kemudian masuk ke dalam masjid dan mengimamkan sembahyang dua rakaat dengan segala
anbia` dan mursalin menjadi makmum. Semasa Mikraj ( Naik ke Hadhratul-Qudus Menemui
Allah ): Didatangkan Mikraj (tangga) yang indah dari syurga. Rasulullah S.A.W. dan Jibrail naik
ke atas tangga pertama lalu terangkat ke pintu langit dunia (pintu Hafzhah). Langit Pertama:
Rasulullah S.A.W. dan Jibrail masuk ke langit pertama, lalu berjumpa dengan Nabi Adam A.S.
Kemudian dapat melihat orang-orang yang makan riba` dan harta anak yatim dan melihat orang
berzina yang rupa dan kelakuan mereka sangat huduh dan buruk. Penzina lelaki bergantung pada
susu penzina perempuan.i. Langit Kedua: Nabi S.A.W. dan Jibrail naik tangga langit yang kedua,
lalu masuk dan bertemu dengan Nabi 'Isa A.S. dan Nabi Yahya A.S.ii. iii. Langit Ketiga: Naik
langit ketiga. Bertemu dengan Nabi Yusuf A.S. iv. Langit Keempat: Naik tangga langit keempat.
Bertemu dengan Nabi Idris A.S. v. Langit Kelima: Naik tangga langit kelima. Bertemu dengan
Nabi Harun A.S. yang dikelilingi oleh kaumnya Bani Israil. vi. Langit Ketujuh: Naik tangga
langit ketujuh dan masuk langit ketujuh lalu bertemu dengan Nabi Ibrahim Khalilullah yang
sedang bersandar di Baitul-Ma'mur dihadapi oleh beberapa kaumnya. Kepada Rasulullah
S.A.W., Nabi Ibrahim A.S. bersabda, "Engkau akan berjumapa dengan Allah pada malam ini.
Umatmu adalah akhir umat dan terlalu dha'if, maka berdoalah untuk umatmu. Suruhlah umatmu
menanam tanaman syurga iaitu vii. LA HAULA WALA QUWWATA ILLA BILLAHMengikut
riwayat lain,. Bagi orang yang membaca setiap kalimah ini akan ditanamkan sepohon pokok
dalam syurga". Setelah melihat beberpa peristiwa lain yang ajaib. Rasulullah dan Jibrail masuk
ke dalam Baitul-Makmur dan bersembahyang (Baitul-Makmur ini betul-betul di atas Baitullah di
Mekah).dan SUBHANALLAH, WAL-HAMDULILLAH, WA LA ILAHA ILLALLAH
ALLAHU AKBAR Tangga Kelapan: Di sinilah disebut "al-Kursi" yang berbetulan dengan
dahan pokok Sidratul-Muntaha. Rasulullah S.A.W. menyaksikan pelbagai keajaiban pada pokok
itu: Sungai air yang tak berubah, sungai susu, sungai arak dan sungai madu lebah. Buah, daun-
daun, batang dan dahannya berubah-ubah warna dan bertukar menjadi permata-permata yang
indah. Unggas-unggas emas berterbangan. Semua keindahan itu tak terperi oleh manusia.
Baginda Rasulullah S.A.W. dapat menyaksikan pula sungai Al-Kautsar yang terus masuk ke
syurga. Seterusnya baginda masuk ke syurga dan melihat neraka berserta dengan Malik
penunggunya.viii. Tangga Kesembilan: Di sini berbetulan dengan pucuk pokok Sidratul-
Muntaha. Rasulullah S.A.W. masuk di dalam nur dan naik ke Mustawa dan Sharirul-Aqlam.
Lalu dapat melihat seorang lelaki yang ghaib di dalam nur 'Arasy, iaitu lelaki di dunia yang
lidahnya sering basah berzikir, hatinya tertumpu penuh kepada masjid dan tidak memaki ibu
bapanya.ix. Tangga Kesepuluh: Baginda Rasulullah sampai di Hadhratul-Qudus dan Hadhrat
Rabbul-Arbab lalu dapat menyaksikan Allah S.W.T. dengan mata kepalanya, lantas sujud.
Kemudian berlakulah dialog antara Allah dan Muhammad, Rasul-Nya: x. Allah S.W.T : Ya
Muhammad. Rasulullah : Labbaika. Allah S.W.T : Angkatlah kepalamu dan bermohonlah, Kami
perkenankan. Rasulullah : Ya, Rabb. Engkau telah ambil Ibrahim sebagai Khalil dan Engkau
berikan dia kerajaan yang besar. Engkau berkata-kata dengan Musa. Engkau berikan Dawud
kerajaan yang besar dan dapat melembutkan besi. Engkau kurniakan kerajaan kepada Sulaiman
yang tidak Engkau kurniakan kepada sesiapa pun dan memudahkan Sulaiman menguasai jin,
manusia, syaitan dan angin. Engkau ajarkan 'Isa Taurat dan Injil. Dengan izin-Mu, dia dapat
menyembuhkan orang buta, orang sufaq dan menghidupkan orang mati. Engkau lindungi dia dan
ibunya daripada syaitan. Aku ambilmu sebagai kekasih. Aku perkenankanmu sebagai penyampai
berita gembira dan amaran kepada umatmu. Aku buka dadamu dan buangkan dosamu. Aku
jadikan umatmu sebaik-baik umat. Aku beri keutamaan dan keistimewaan kepadamu pada hari
qiamat. Aku kurniakan tujuh ayat (surah Al-Fatihah) yang tidak aku kurniakan kepada sesiapa
sebelummu. Aku berikanmu ayat-ayat di akhir surah al-Baqarah sebagai suatu perbendaharaan di
bawah 'Arasy. Aku berikan habuan daripada kelebihan Islam, hijrah, sedekah dan amar makruf
dan nahi munkar. Aku kurniakanmu panji-panji Liwa-ul-hamd, maka Adam dan semua yang
lainnya di bawah panji-panjimu. Dan Aku fardhukan atasmu dan umatmu lima puluh (waktu)
sembahyang.:Allah S.W.T Selesai munajat, Rasulullah S.A.W. di bawa menemui Nabi Ibrahim
A.S. kemudian Nabi Musa A.S. yang kemudiannya menyuruh Rasulullah S.A.W. merayu kepada
Allah S.W.T agar diberi keringanan, mengurangkan jumlah waktu sembahyang itu. Selepas
sembilan kali merayu, (setiap kali dikurangkan lima waktu), akhirnya Allah perkenan
memfardhukan sembahyang lima waktu sehari semalam dengan mengekalkan nilainya sebanyak
50 waktu juga. Selepas Mikraj Rasulullah S.A.W. turun ke langit dunia semula. Seterusnya turun
ke Baitul-Maqdis. Lalu menunggang Buraq perjalanan pulang ke Mekah pada malam yang sama.
Dalam perjalanan ini baginda bertemu dengan beberapa peristiwa yang kemudiannya menjadi
saksi (bukti) peristiwa Israk dan Mikraj yang amat ajaib itu (Daripada satu riwayat peristiwa itu
berlaku pada malam Isnin, 27 Rejab, kira-kira 18 bulan sebelum hijrah). Wallahu'alam.
(Sumber : Kitab Jam'ul-Fawaa`id) Kesimpulannya Peristiwa Israk dan Mikraj bukan hanya
sekadar sebuah kisah sejarah yang diceritakan kembali setiap kali 27 Rejab menjelang. Adalah
lebih penting untuk kita menghayati pengajaran di sebalik peristiwa tersebut bagi meneladani
perkara yang baik dan menjauhi perkara yang tidak baik. Peristiwa Israk dan Mikraj yang
memperlihatkan pelbagai kejadian aneh yang penuh pengajaran seharusnya memberi keinsafan
kepada kita agar sentiasa mengingati Allah dan takut kepada kekuasaan-Nya. (Surah Al-Israa':
Ayat 1). Peristiwa Israk dan Mikraj itu merupakan ujian dan mukjizat yang membuktikan kudrat
atau kekuasaan Allah Subhanahu Wataala. Allah Subhanahu Wataala telah menunjukkan bukti-
bukti kekuasaan dan kebesaran-Nya kepada Baginda Sallallahu Alaihi Wasallam. Seandainya
peristiwa dalam Israk dan Mikraj ini dipelajari dan dihayati benar-benar kemungkinan manusia
mampu mengelakkan dirinya daripada melakukan berbagai-bagai kejahatan. Kejadian Israk dan
Mikraj juga adalah untuk menguji umat Islam (apakah percaya atau tidak dengan peristiwa
tersebut). Orang-orang kafir di zaman Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam langsung tidak
mempercayai, malahan memperolok-olokkan Nabi sebaik-baik Nabi bercerita kepada mereka.
Adapun kemudian dari pada itu diketahui olehmu hai thalib, bahwasannya tiada sempurna bagi
seseorang mengenal dirinya, jika tidak ada tahu akan asalnya diri. (kejadian diri) dan mengetahui
akan yang mula-mula dijadikan Allah Subhanahu wata’ala, seperti sembahyang mula-mula
dijadikan Allah subhanahu wata’ala. Seperti sembah ABDILLAH bin ABBAS R.A. katanya, Ya
Junjunganku, apakah jua yang mula-mula dijadikan Allah Subhanahu wata’ala. Maka sabda Nabi
Muhammad SAW. Yang artinya : Bahwasannya Allah Ta’ala menjadikan dahulu daripada segala
Asyia ini yaitu NUR NABIMU. Maka nyatalah Roh Nabi kita Muhammad SAW itu dijadikan
lebih dahulu daripada Asyia, dan lagi dijadikan Allah Ta’ala daripada ZATnya, seperti kata Syeh
Abdulwahab yang artinya; Allah Ta’ala menjadikan Roh Nabi Muhammad itu daripada Zat-nya.
Dan menjadikan sekalian ala mini jadi daripada NUR NABI MUHAMMAD. Maka nyatalah Roh
sekalian alam ini daripada NUR MUHAMMAD dan segala batang tubuh kita ini jadi daripada
ADAM seperti Sabda Nabi Muhammad Saw. Yang artinya : Aku adalah bapak oleh sekalian
ROH dan Nabi ADAM adalah bapa oleh segala batang tubuh, Karena Nabi ADAM itu dijadikan
ia daripada Tanah, seperti Firman Allah yang artinya; aku jadikan INSAN ADAM daripada
tanah, tanah itu adalah NUR yang dijadikan ia daripada AIR, dan AIR itu NUR MUHAMMAD
SAW. Maka nytalah ROH kita Tubuh kita Tubuh kita serta sekalian ala mini jadi daripada NUR
MUHAMMAD SAW. Maka nyatalah ROH kita tubuh kita serta sekalian ala mini jadi daripada
NUR MUHAMMAD kepada ROHMU dan kepala BATANG TUBUHMU dan kepada sekalian
kainat, insya Allah melihatlah engkau akan keelokan dan Dzat wajibal wujud lagi yang suci
adanya, karena tubuh kita yang samar ini sekali-kali tiada dapat mengenal ALLAH TA’ALA
karena ia NUR MUHAMMAD dan me-musyahadahkan NUR MUHAMMAD, adalah ia
memesakan TUHANNYA dan sebagai bukti (dalil) keadaan akan kezairan dan kenyataan bag
ujudnya, maka bagi tiap-tiap yang datang kepadamu itu seperti; penglihat, pendengar, pengrasa,
dan lain sebagainya, yaitu semata-mata sebab NUR MUHAMMAD jua. Seperti firman Allah
Ta’ala yaitu NUR, dan firman Allah yang artinya barang yang dating kepadamu yaitu hak Allah
yang artinya barang yang datang kepadamu yaitu hak Allah daripada Tuhanmu, yaitu NUR dan
kepada NUR itulah perhimpunan dan perjalanan segala AULIA dan ARABIA yang mursalin
mengenal ALLAH TA’ALA dan mula-mula sampai pendapat Aribillah pada martabat ini karena
ia asal kejadian alam seperti Firman Allah didalam Hadist Qudsyi yang artinya ; Ya,
MUHAMMAD, engkau kujadikan karena-ku dan aku jadkan semesta sekalian ala mini
karenamu. Maka sabda Nabi MUHAMMAD SAW. Yang artinya ; Aku daripada Allah dan
sekalian MU’MIN daripada aku. Maka hendaklah berpegang kepada NUR itu, Cuma ada
didalam ibadat atau lainnya. Yang lain daripada pekerjaan. Kemudian ketahui pula olehmu akan
sebenar-benarnya diri, seperti kata Syeh ABDUR RAUP ; Bermula yang sebenar-benarnya diri
itu adalah NYAWA dan yang sebenar-benarnya NYAWA itu adalah NUR MUHAMMAD dan
se-benar-benarnya NUR MUHAMMAD itu adalah SIFAT dan se-benar-benarnya SIFAT itu
adalah ZAT HAYAT bukan ZAT HAYUN. Tetapi tiada lain kata setengah ulama, bermula yang
sebenar-benarnya DIRI itu adalah ROH, tatkala ia asuk bagi sekalian tubuh maka bernama
NAFAS,Dan tatkala ia berkehendak bernama HATI, dan tatkala ia ingin sesuatu bernama
NAFSU dan tatkala ia dapat memilih akan sesuatu bernama ICHTIAR, dan tatkala ia percaya
akan sesuatu bernama IMAN, dan tatkala ia dapat memperbuat barang sesuatu bernama AKAL,
dan poko/pangkal AKAL itu adalah ILMU itulah se-benarnya DIRI, dan kepada diri itulah
ZAHIRNYA TUHAN, seperti sabda nabi MUHAMMAD SAW. ZAHIRU RABBI WAL
BATHINU ABDI, artinya Lahir Tuhan itu ada pada bathin hambanya, yakni pada ILMU
HAKIKAT yang putus adanya dan tiadanya dan Esanya. Kemudian daripada itu maka hendaklah
engaku kenal DIRI itu supaya sempurna mengenal ALLAH TA’ALA, seperti Sabda Nabi
MUHAMMAD SAW. MAN ARRAFA NAFSAHU FAQAD ARRAFA RABBAHU, artinya,
barang siapa mengenal akan dirinya, niscaya menegenal akan Tuhannya. Bermula mengenal
DIRI itu terdiri atas 2 (dua) perkara; Pertama hendaklah kita ketahui Asal diri seperti yang
tersebut di atas tadi, Kedua hendaklah MATIKAN DIRIMU seperti Firman Allah; ANTAL
MAUTU QABLAL MAUTU artinya matikan dirimu sebelum kamu mati. Bermula mematikan
diri itu seperti ; WALA QADIRUN, WALA MUDIRUN WALA ALIMUN, WALA HAYUN,
WALA SAMI’UN WALA BASHIRUN, WALA MUTAKALIMUN, artinya ; tiada hambanya
kuasa, tiada berkehendak, tiada tahu, tiada hidup, tiada mendengar, tiada melihat, tiada berkata-
kata. Yang kuasa hanya Allah, yang tahu hanya Allah, yang hidup Allah, yang mendengar Allah,
yang melihat Allah, berkata-kata Allah serta Maujud dan Esa Allah jua. Maka falah sekalian
DIRI itu di dalam DIRI Ahdiat Allah yakni ; fanalah di dalam ILMUNYA ALLAH yang Qadim
adanya. Kemudian daripada itu maka hendaklah diketahui akan SYIR ALLAH didalam UJUD
IHSAN ini, niscaya senantiasa di dalam dosa, seperti Sabda Nabi MUHAMMAD SAW, yang
artinya ; Bermula ADAM itu di dosa yang amat besar dan dosa itu sebagiannya yakni tiada
sempurna mengenal Allah Ta’ala jikalau diri di dalam kebaktian, karena kebaktian itu adalah
umpama JASAD dan ROH, demikian pula kebaktian tiada sempurna jika tiada dengan ILMU,
demikianlah adanya. Adapun SYIR ALLAH DIDALAM UJUD INSAN itu seperti Firman Allah
di dalam Hadist Qudsyi yang artinya ; bermula INSAN itu RAHASIAKU dan AKUPUN
RAHASIANYA. Dan lagi Firman Allah di dalam Hadist Qudsyi yang artinya ; INSAN itu
RAHASIAKU dan AKU RAHASIANYA, atau RAHASIAKU itu SIFATKU dan sifatku itu
tiada lain daripada AKU. Maka kata GHAUSYALU AZIM yang artinya ; TUBUH MANUSIA,
NAFSUNYA, HATINYA, NYAWANYA, PENDENGARANNYA, PENGLIHATANNYA,
TANGANNYA, KAKINYA, dan sekalaiannya itu AKU nyatakan dengan azzaku dirinya bagi
diriku itu tiada lain daripada AKU, dan aku tiada lain nDARIPADANYA. Dan ketahui olehmu
bahwasannya HAK ALLAH SUBHANAHU TA’ALA itu tiada ia berdengan segala AF’ALNYA
seperti Firman Allah “WAHUWA MA’AKUM AINAM KUNTUM” artinya Tiada ada kamu,
Allah Ta’ala beserta kamu, dan lagi Firman Allah. Artinya di dalam DIRI KAMU jua AKU,
maka tiadalah KAMU melihat akan DAKU, karena aku terlehampir daripada HATI MATAMU
YANG HITAM DENGAN YANG PUTIH. Maka hendaklah engkau tilik tiap-tiap sesuatu
daripada ala mini ALLAH TA’ALA serta di dalamnya, seperti sabda Nabi MUHAMMAD SAW
yang artinya, barang siapa menilik kepada sesuatu, jika tiada dilihatnya Allah Ta’ala didalamnya,
maka tiliknya itu bathal yakni sia-sia. Maka kata Syaiyidina ABU BAKAR artinya ; tiada aku
lihat akan sesuatu melainkan padahal aku lihat Allah Ta’ala dahulunya. Jadi yang mengata
kalimah LAILAHA ILLA ALLAH itu tiada lain IA jua memuji DIRI-NYA, seperti Firman Allah
di dalam Qur’an : 1. ABABARALLAH ILLALIAH artinya ; Tiada yang menyebut Allah hanya
Allah 2. LAYA’JAHARALIAH ILLALLAH artinya ; Tiada yang menyembah Allah hanya
Allah 3. LAYU’RIFULLAH ILLALLAH artinya ; Tiada yang melihat Allah hanya Allah 4.
LAYA’BUDULLAH ILLALIAH artinya ; Tiada yang mngenal Allah hanya Allah 1. ZAT bagi
ALLAH, NAFSIAH pada MUHAMMAD, NAFAS pada ADAM 2. SIFAT bagi ALLAH,
SALBIAH pada Muhammad, TUBUH pada ADAM 3. ASMA bagi ALLAH, MA’ANI pada
MUHAMMAD, HATI pada ADAM 4. AF’AL bagi ALLAH, MA’NAWIYAH pada
MUHAMMAD, RAHASIA pada ADAM Kemudian yang empat sifat itu dibagi dua : 1.
Pertama ; SIFAT mengadakan SYORGA dan NERAKA 2. Kedua ; SIFAT mengadakan DOSA
dan PAHALA, jahat dan baik I. ISTIGNA bagi Allah, SIFAT KETUHANAN pada
MUHAMMAD, ILMU pada ADAM II. ISTIGFAR bagi Allah, SIFAT BERCAHAYA (NUR)
pada MUHAMMAD ADA pada ADAM Adapun yang terkandung didalam yang empat sifat ini ;
1. SIFAT NAFSIAH = ialah NYAWA, pada kita 2. SIFAT SALBIAH = ialah KULIT, URAT,
TULANG, DAGING, DAN DARAH 3. SIFAT MA’ANI = ialah HATI, JANTUNG, SIMIT,
RABU, EMPEDU, DAN RAMBUT 4. SIFAT MA’NAWIYAH = ialah OTAK, SUMSUM,
MENDENGAR, MELIHAT, MENCIUM, BERKATA Inilah yang dinamakan asal tubuh kita
daripada sifat (empat sifat adanya). ASYHADU ALLA ILAHA ILLA ALLAH = Zat Wajibal
wujud, qadim yang kusembah WAASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASULULLAH =
harap kurnia ampun, Rahmad dari pada Allah. Adapun SEMBAHYANG LIMA WAKTU
terhimpun didalam ALHAMDU, keluar daripada CAHAYA MANIKAM yang PUTIH yaitu
HATI pada kita. ALIF = SUBUH dua raka’at ROH dan JASAD. Keluar daripada CAHAYA
MANIKAM yang HIJAU yaitu EMPEDU pada kita. LAM = ZUHUR empat raka’at DUA KAKI
(empat potong/ruas) keluar daripada CAHAYA MANIKAM yang MERAH yaitu PARU-PARU
pada kita. HA = ASHAR empat raka’at DUA TANGAN (empat potong/ruas) keluar daripada
CAHAYA MANIKAM yang KUNING yaitu JANTUNG pada kita. MIM = MAGHRIB tiga
raka’at DUA LOBANG HIDUNG + SATU LOBANG KULIT. Keluar daripada CAHAYA
MANIKAM yang HITAM, LIMPA pada kita. DAL = ISYA empat raka’at DUA BIJI MATA +
DUA LOBANG KUPING, Amal ROH ialah NYAWA, Amal HAti ialah PENGETAHUAN,
Amal TUBUH ialah BADAN. HUKUM SYAHADAT : Pertama = Mengesakan Zat Allah Ta’ala
: ADA. DIA KEKAL BERSALAHAN dan BERDIRI SATU. Kedua = Mengesakan Sifat Allah
Ta’ala HIDUP, TAHU, KUASA, BERKEHENDAK, MENDENGAR, MELIHAT dan
BERKATA-KATA. Ketiga = Mengesakan Af’al Allah Ta’ala ; yang HIDUP, YG TAHU, YG
KUASA, YG BERKEHENDAK, YG MENDENGAR, dan YG BERKATA-KATA. Keempat=
Meng-esakan kebenaran Rasulullah Saw PERCAKAPAN YG BENAR, PERJALANAN YANG
BENAR, DAN PENGETAHUAN YANG BENAR. LA ILAHA ILLA ALLAH, ialah nama bagi
ROHUL HAYAT MUHAMMADAR RASULULLAH, ialah nama bagi TUBUH INSAN
KAMIL. LA ILAHA ILLA ALLAH = LA ; Sifat Mafsiah. ILAHA ; Sifat salbiah, ILLA : Sifat
Ma’ani, dan ALLAH Sifat Ma’nawiyah. LA = Kalimah IMAN, artinya IMAN itu percaya
didalam hati kepada Allah.
ILAHA = Kalimah ISLAM, artinya ISLAM itu mengerjakan segala perintah ALLAH, dan
menjunjung segala perintah ALLAH serta menjauhi segala yang dlarang oleh ALLAH. ILLA =
Kalimah TAUHID, artinya itu mengesakan ALLAH daripada segala SIFAT yang bersekutu
dengan ALLAH. ALLAH = Kalimah MA’RIFAT, artinya MA’RIFAT itu pengenalan kepada
Allah dengan jalan MA”RIFAT yang putus. Kemudian diketahui olehmu hai Thalib, adapun
yang dinamakan ISLAM itu daripada Kalimah LAILAHAILLALLAHI. Maka wajib diketahui
dahulu Kalimah itu barulah dinamakan ISLAM, yang asalnya demikian Firman Allah ;
WA’TASHINU BIHABILLAHI SAMI’AN WALA WALA TAPARRAQU, artinya ;
berpeganglah kamu kepada tali Allah dan janganlah engkau bercerai. Adapun berpegang kepada
tali Allah itu adalah seperti yang tersebut dibawah ini. HU = Puji NYAWA, zikir waktu naik,
nyawa keluar. ALLAH = Puji ROH, zikir waktu turun, nyawa masuk. ZIKIR ALLAH = Sama
dengan Zikir LA ILLAHA ILLA ALLAH. Maka kata Syaiyidina UMAR ; WAMA RAAITU
SYAI’AN ILLA WARRAITUL LAHI BA’DAH, artinya Tiada aku lihat akan sesuatu melainkan
aku lihat Allah Ta’ala sertanya. Dan berkata SYAIYIDINA ALI ; WAMA RAAITU SYAI’AN
ILLA WARRAITULLAHI FIHI ; artinya Tiada aku lihatakan sesuatu melainkan aku lihat Allah
Ta’ala di dalamnya. Maka sekalian dalil dan hadist serta sekalian kata sahabat-sahabat ini adalah
perhimpunan WAHDAH Seperti Firman Allah ; ALLAHU BIKULLI SYA’IN MUHITH,
artinya Allah Ta’ala itu meliputi ia bagi tiap-tiap sesuatu, seperti BESI diliputi oleh API.
Begitulah pandang kita kepada Allah Ta’ala tempat perhimpunan daripada LAILAHA
ILALLAH didalam TAKBIRATUL IHRAM, dan segala niat dan I’tikad inilah jalannya, maka
berhimpunlah 4 (empat) huruf itu pada kalimah ALLAH. Huruf Allah itu apabila dihilangkan
huruf ALIF maka terbacalah LILLAH, apabila dihilangkan huruf LAM AWAL maka terbacalah
oleh kita LAHU, apabila dihilangkan huruf LAM ACHIRNYA, maka terbacalah oleh kita HU,
dan apabila fana huruf LAM itu, maka tiadalah dapat terbaca lagi ALLAH tersebut. Untuk
mengetahui dengan sesungguhnya atas kefanaan atau setelah fananya huruf HA ini, maka
bicarakanlah olehmu baik-baik. Hai salah seorang yang meuntut ilmu jalan kepada Allah Ta’ala.
Bicarakanlah olehmu baik-baik huruf atau perkataan itu (perkataan Allah itu) dengan seorang
Guru yang boleh atau berhak mengeluarkannya perkataan yang sedikit ini,karena perkataan ini
terlebih keras daripada DUNIA ini, terlebih keras daripada BATU, terlebih keras daripada BESI
dan terlebih keras daripada Segala yang keras dan jikalau tiada ilmunya, sekalian amalnya dan
Itikadnya, maka jauhilah daripada makam Nabi MUHAMMAD SAW. Inilah jalannya SYUFI,
ARIBILLAH dan ALIMBILLAH namanya. Inilah jalan bagi segala AULIA dan AMBIA, segala
jalan ARIBILLAH itu tiada ia menilik DIRINYA itu ada baginya UJUD lain selain UJUD
ALLAH Ta’ala semata-mata. Bagi Allah Ta’ala jua yang ada baginya UJUD dan baginya ZAT
dan baginya SIFAT BAQA seperti firman Allah ; MAN ARAFA NAFSAHU BIL FANA’I,
FAQAD ARAFA RABBAHU BIL BAQA’I, artinya ; Barang siapa mengenal DIRINYA dengan
FANA, bahwasannya dikenalnya TUHANNYA DENGAN BAQA. Bermula inilah jalan NABI
MUHAMMAD mengenal kepada Allah Ta’ala yaitu HADAP YG TIADA BERPUTUS, tiada
BERKETIKA, tiada LALAI, tiada LUPA, tiada berkeputusan, atau BERKESUDAHAN siang
dan malam, senantiasa CINTA dan KASIH kepada ALLAH TA’ALA, baik pada waktu Tidur
maupun jaganya. Inilah yang sebenar-benarnya jalan MA’RIFAT kepada ALLAH TA’ALA,
yaitu menghilangkan segala pekerjaan dunia, mengerjakan akan ilmunya dan menghancurkan
akan segala pandangannya, maka berhimpunlah kesemuanya ini daripada huruf HA seperti
disebutkan terdahulu. Maka disanalah kita MEMATIKAN UJUD DIRI KITA, SIFAT KITA,
ASMA KITA, DAN AF’AL KITA. Demikianlah kita mencari yang dinamakan RAHASIA
ALLAH dengan MUHAMMAD. Adapun orang AHLI SHUFI mengucapkan ZIKIR ALLAH itu
ada empat perkara kesempurnaannya : 1. LA ILAHA ILLA ALLAH pada Syari’at : Tiada ada
Tuhan yang lain hanya Allah. 2. LA ILAHA ILLA ALLAH pada Tharikat : Tiada aku kasih
yang lain hanya Allah. 3. LA ILAHA ILLA ALLAH pada Hakikat : Tiada aku kasih yang lain
hanya Allah. 4. LA ILAHA ILLA ALLAH pada Ma’rifat : Tiada ujud sesuatu hanya ujud Allah.
1. Barang siapa menyebut LAILAHAILLALLAH dengan katanya tiada lidahnya, maka kafirlah
orang itu pada zahirnya dan selamanya pada bathinnya. 2. Barang siapa menyebut
LAILAHAILLALLAH dengan lidahnya dan tiada tasdik hatinya, maka kafirlah ia. 3. Barang
siapa menyebut LAILAHAILALLAH dengan lidahnya dan tasdik hatinya, maka orang
mu’miniah ia dengan se-benarnya mu’min. 4. Barang siapa mengekalkan ia akan ujud itu, maka
fanalah ia di dalam menyebut LA ILAHAILALLAH, maka orang itu WALI ALLAH, karena
kita ini ke ESAAN ujud ALLAh jua, sebab ujud Allah itu ujud HAKIKI dan ujud kita ini hanya
ujud MUJAJI. Adapun tandil tergangi tiada mempunyai Ujud hanya Allah Ta’ala. Adapun kita
ini hamba-nya artinya MUNAJAT itu berkata-kata, adapun yang berkata ALLAHU AKBAR itu
Allah jua, bukannya kita, karena kita ini hamba-nya. Adapun MI’RADJ itu LAIP, adapun LAIP
itu tiada mempunyai DIRI, melainkan hanya Allah Ta’ala bukannya kita, karena kita ini
hambanya, adapun IHRAM itu artinya ter-cegang adapun ter-cengeng itu tiada tahu akan dirinya
dan dia tahu maka apabila hapuslah/fanalah dan tiada kelihatan ujud lagi ujud diri kita, maka
disanalah tempat kita menanamkan diri dengan Tuhan kita AZZA WAZALLA, dan barulah kita
bertemu GAIB dalam GAIB, Ujud didalam Ujud, Zat didalam Zat, Sifat didalam Sifat, asma
didalam Asma, Af’al didalam Af’al, Syir didalam Syir, Rahasia didalam Rahasia dan Rasa
didalam Rasa, maka disanalah kita menerima ZAUK WADJDAN dan ASYIK menghasiki, inilah
dalil yang menunjukkan diri kepada ALLAH TA’ALA. Kedua martabat WAHDAH : artinya
ESA karena Tunasah dan Tasbih ialah perhimpunan SHALIK dan seperti laut dengan ombak
maka tiadalah bercerai keduanya, maka dinamai TA’IM AWAL artinya CINTA PERTAMA,
yang bernama ALLAH dan MUHAMMAD, bernama ZAT dengan ZAT, maka yaitu Sifat Allah
Ta’ala : WAHUWA MA AKUM AINAMA KUNTUK, artinya ; dimana saja kamu berada Allah
Ta’ala beserta kamu. Dan mula serta itu tiada bercerai ZAT dengan SIFAT, tiada bercerai
TUHAN dengan MAKHLUK, adapun menurut kelakuan disini ZAT UJUD ILMU NUR
SYUHUD itu dinamai yaitu HAKIKAT ASYIA, artinya ada yang se-benarnya, perkara yang
maklum bukan perkara ilmu (segala ilmu) Allah Ta’ala kemudiannya dan lagi seperti kata para
sahabat-sahabat Nabi terdahulu. Inilah pandangan orang aribillah yang sebenar-benarnya jalan
MA’RIFAT kepada ALLAH TA’ALA. Begitu pula pandang kita. Adapun yang terhimpun
didalam tubuh kita ada DUA ROH, yang hendak diketahui ; Pertama. ROH yang dinamakan
ROH QUDUS Kedua, ROH yang dinamakan ROHANI, zikir sebutan ROHANI itu ucapannya –
ALLAH-ALLAH ROH QUDUS itu ucapannya – HU – HU Tiada tahu akan Tuhannya, hanya
bertemu GAIB didalam GAIB, SYEKH MUHAMMAD USMAN pernah berwasiat kepada
anaknya, yang artinya ; Hai anakku tiada dapat tidak atau jangan tidak, wajib engkau ketahui
serta engkau I’tikadkan didalam hatimu ilmu yang 5 (lima) perkara ini, inilah yang dinamakan
ILMU HAKIKAT. Artinya ilmu Hakikat itu mengetahui dengan yakin hati, bukannya dengan
bacaan atau dengan perkataan lidah tetapi dengan diberi ESANYA ditetapkan didalam hati jua.
Maka tiada berfaedah bacaan dengan lidah dan kalimat perkara tersebut adalah sebagai berikut :
PERTAMA : TAUHIDUL AF’AL KEDUA : TAUHIDUL SIFAT KETIGA : TAUHIDUL
ASMA KEEMPAT : TAUHIDUL ZAT Dan suatu riwayat mengatakan sebagai berikut :
FANA’IL AF’AL FANA’IL SIFAT dan FANA’IL ZAT. Adapun Tauhidul Af’al itu seperti
engkau kata ; LAFA’LUN ILLA FI’LULLAH, artinya tiada mempunyai perbuatan melainkan
se-mata perbuatan Allah Ta’ala jua didalamnya (Hakikatnya). Dan Tauhidul Sifat itu yakni
seperti engkau kata, dan engkau i’tikatkan didalam hatimu : IA QUDRAT, IRADAT, ILMU,
HAYAT, SAMA, BASHAR, KALAM, artinya ; Tiadamempunyai KUASA, BERKEHENDAK,
TAHU, HIDUP, MENDENGAR, MELIHAT DAN BER-KATA-KATA. Melainkan
kesemuanya itu daripada Allah Ta’ala jua pada hakikatnya. Adapun Tauhidul ZAT itu seperti
engkau kata engkau I’tikatkan didalam hatimu ; LA MAUJUDA ILLALLAH, artinya tiada yang
ujud didalam alam ini melainkan Allah Ta’ala semata-mata pada Hakikatnya,karena sekalian
alam (Ujud alam) ini tiada maujud sendirinya, tetapi berdiri ujud kepada ujud Allah aza wazalla.
Keempat dalil Shuhudul Kasyrah, seperti telah diuraikan terdahulu, yaitu pandang yang banyak
didalam satu dan pandang yang satu didalam yang banyak. Maka pandang itu olehmu dengan
bahwasannya ujud sekalian alam ini berdiri kepada Ujud Allah Ta’ala, tiada maujud sendirinya
dan pandang olehmu bahwasannya Allah Ta’ala itu maujud didalam sesuatu yang maujud maka
disertakan pandangmu itu dengan pandang PANDANG RAHASIA DIDALAM HATI. Gukan
pandang yang dibangsakan dengan perkataan dan lafad itu tiada memberi faedah. Artinya
pandang olehmu bahwasannya Allah Ta’ala itu maujud ia didalam tiap-tiap sesuatu ujud, yaitu
pandang HAWIYAHNYA QIYAUMAHNYA dan Qudratnya serta kebesarannya dan tiada
diambil tempat dan Allah Ta’ala itu tiada menjadi rupa sesuatu, karena Allah Ta’ala
LAISAKAMISLIHI SYAI’UN WAHUWASSAMI’UL BASHIR artinya ; Tiada menyamai
Allah Ta’ala itu sesuatu juapun dan ia amat mendengar lagi amat melihat akan segala pekerjaan
baik yang zahir maupun yang bathin. Dan lagi ketahui olehmu bahwasannya sesungguhnya
keadaan kita itu tetap selama-lamanya didalam ILMU ALLAH TA’ALA jua, demikianlah se-
benar-benarnya I’tikad kita, maka itulah I’tikad sekalian para Nabi-Nabi Allah, sekalian wali
Allah dan I’tikada sekalian yang Sholih-Sholih maka janganlah kita ubah daripada i’tikad ini,
supaya sampai kepada jalan FANAFILLAH dan BAQABILLAH,Artinya ; LAIP KITA
DIDALAM ALLAH TA’ALA dan KEKAL ADANYA DENGAN ALLAH TA’ALA. Adapun
artinya LAIP itu ialah HAPUS, hapus itu tiada lagi kelihatan ZAT kita, kecuali ZAT Allah
Ta’ala se-mata. Begitulah hendaknya I’tikad dan pandang kita, umpamanya seperti ombak ia
bernama ombak atau laut sebab ia bernama laut, tetapi pada hakikatnya adalah daripada AIR jua.
Maka itu namanya tiga hakikat tetapi berasal daripada satu jua. Umpamanya seperti besi didalam
Api, maka hilanglah besi itu oleh api, tiada kelihatan lagi ujud besinya, hanya keadaan api itulah
yang kelihatan se-mata, zatnya, sifatnya dan Af’alnya. Maka apabila ditetapkan keadaan itu dan
dikeraskan didalam keadaan kita, niscaya hilanglah keadaan kita itu, maka tiada lagi dan
sampailah kita kepada jalan fanafillah dan baqabillah, maka apabila kita tidur terlihatlah oleh kita
dalalahnya pada bertemu. TUDIBBUL BADANI HAJJA ALA QALBI, hancurlah badan jadilah
HATI. TUDIBUL QALBI SHARARROHI, artinya, hancurkan hati jadikan ROH.
TUDIBURROHI SHARANNURU, artinya, hancurkan roh jadikan CAHAYA, ialah AKU
ALLAH (dalam Diam). Aku yang se-benarnya RAHASIA MARKUM MANUSIA didalam
hatimu itu. Adapun hati manusia itu umpama cermin, maka apabila ditilik didalamnya, maka
kelihatanlah itu TUHANNYA, daripada RAHASIANYA, karena rupa kita yang bathin itulah
yang diakui Allah RUPA DARIPADA RAHASIANYA, karena dalil menyatakan yang artinya ;
INSAN ITU RAHASIAKU, RAHASIAKU ITU SIFATNYA, SIFATNYA ITU TIADA LAIN
DARIPADA UJUDKU yang WAJIB UJUD adanya. ALQALBUHAYATI SYIRRI ANA ILLA
ANA, artinya ; Didalam Akal itu Hati, didalam Hati itu Roh, didalam Roh itu Syir, didalam Syir
itu AKU. AKU RAHASIA SEGALA MANUSIA AKU RAHASIA SEGALA MANUSIA
DIDALAM HATI. Ketahui olehmu hai Shaleh. Inilah orang yang sebenar-benarnya mengenal
ALLAH TA’ALA seperti ; MAN ARAFALLAHU FAHUWA ALLAH, yakni barang siapa
mengenal ALLAH yaitu bernama Allah dan Muhammad. —ooo0oo— ALAM MINKUM
Adapun HAYAT artinya dihidupkan, adapun MINKUM itu keTuhanan namanya. Maka inilah
sifat Allah Ta’ala yang dizahirkan kepada manusia, maka manusia itu disertai sifat-sifat Tuhan,
ialah ; HAYAT, QUDRAT, IRADAT, ASMA, BASHAR DAN KALAM. Inilah kejadian segala
manusia, maka inilah yang dikatakan TAJLI ZAT namanya. Adapun yang jadi NYAWA itu
terdiri dari (empat) perkara ; Pertama MANI, KEDUA WALI, KETIGA WADI, KEEMPAT
MADI. Maka itulah yang disertai ia dengan sifat 7 (tujuh) tersebut diatas, tempat TAJLI ZAT
MUHAMMAD dan ZAT INSAN. Bahwa daripada menyatakan sesuatu Qaidah perhimpunan
marabat ABDIATUL JALAL, AHDIATUL QAHAR, ABDIATUL KAMAL, namanya.
Kemudian daripada itu martabat AHDIAT itu ESA ia, itulah yang dinamai martabat,
…………………………………artinya tiada nyata-nyatanya. Adapun ZAT ALLAH TA’ALA
itu sangat nyata ia pada insane maka jadi terlindung oleh UJUD ……………….sebenarnya-
benarnya yang tiada dengan sifat sesuatu, yakni belum ada UJUD ALAM SYUHUD dan
dinamai akan dia UJUD MUHDAR, artinya Ujud se-mata-mata. Maka dinamai akan dia KUN
AZALA artinya dahulu dan pertama sekali, dan dinamai akan dia KUNHI ZAT yang tiada dapat
diketahui dan tiada boleh dipikirkan oleh akal dan tiada sampai kepadanya ILMU. Melainkan
sedikit jua dan dinamai TUNAZZAH MAHAHI. Artinyasuci semata-mata. Mula suci belum
Sifat dengan segala kelakuan dan belum dapat NUR itu, dan kedua. ALAM MINKUM Alam
MINKUM itu adalah alam ketuhanan atau LAHUD. Ini sangat sekali , dan jarang hmbanya
sampai kepada alam MINKUM ini tidak seorangpun sampai kepadanya, kecuali apa-apa yang
dikehendaki ALLAH buat hambanya. Orang yang telah sampai kepadanya itu ialah ; Hamba
Allah yang sudah bulat tawakalnya kepada TUHANNYA. Dan tidak ada lagi yang patut
diragukan lagi dan tidak ada lagi baginya rasayang ada. Kecuali ADA sendirinya dan berdiri
dengan sendirinya . Dan orang yang demikian itu telah berasda dalam kedudukan KHIB didalam
KHIB. Dialah bernama KHIB itu dalam keseluruhanNYA. Orang yang seperti itu, apa saja yang
dikehendakinya, pasti jadi. MINKUM ; siapakah dan apakah yang disebut KUM itu didalam
alam KUM itu ZAT TUHAN berdiri dengan sendirinya, dialah rahja kuasa, langit dan bumi dan
alam seluruhnya. Dan disini berdiri JALALULLAH, JANALLULLAH, KAHARULLAH, DAN
KAMALULLAH. DAN DISINI DIA SENDIRI SEBAGAI HAKIM, DAN MEHAKIMI.
Memang dahsyat daripada DUSTA, lebih keras daripada baja, ebih hebat daripada segala yang
hebat. Alam KUM ini tiada beda dengan KUN Singkatannya ialah KAFMIM dan KAFNUN
Samalah ia dengan ; MAHJUN dan MAKNUN TANYAKANLAH KEPADA YANG LEBIH
TAHU MAKAM TUHAN Makam ini disebut juga dengan makam ahlul ahirat, atau makam
HAKIKAT SEMATA. Makam ini sangat dahsyat sekali. Ia diluar dari akal orang banyak. Dan ia
tidak berpegang kepada kulit lahir daripada Nas dan dalil lagi. Ia telah menyeberang daripada
Nas dan dalil yang ada ini, ia tidak berpegang dengan kata- kata yang ada ini lagi, dan tidak
bersandar kepada hukum-hukum lahir lagi. Ia berdirisendiri menurut kata SIR-nya Inilah yang
menjadi hokum baginya Jadi yang beginilah yang hamba katakan sangat dahsyat sekali, dan
sangat hebat sekali TIDAK AdA TUHAN, MELAINKAN TUHAN TIDAK ADA ENGKAU,
MELAINKAN AKU TIDAK ADA AKU, MELAINKAN ENGKAU ENGKAU DAN AKU
ADALAH ESA ENGKAU LENYAP, AKU BERNYATA AKU LENYAP ENGKAUPUN
NYATA ENGAKU DAN AKU telah lenyap didalam kefanaannya, kefanaan lenyap didalam ke-
esaannya Tuhan. Keesaan lenyap didalam kekidaman. Kekidaman lenyap didalam kebaqaan.
Akhirnya fana dan baqa dalam keagungan. Kini tiada kelihatan lagi makhluknya. HAMBA dan
TUHAN hanyalah asma. HAMBA itu berarti ; AKU TUHAN itu berarti ALLAH HAMBA dan
TUHAN adalah Satu AKU dan ALLAH juga Satu Kalau dihimpunkan menjadi : AKU ALLAH
Lenyap AKU, tinggallah ALLAH FANA HURUF ALLAH, timbullah kosong Kosong huruf,
kosong asma, kosong suara, kosong segala-galanya, dan tidak apa-apa, tiada hingga. Ahirnya
didalam kekosongan, Nampak jelas ujud membayang. Bayangan Allah adalah alam. Terpandang
kepada Allah Nampak jelas ujud yang sebenarnya. Karena ia tiada boleh pisah walau ……….
Jadi bagi orang yang berada pada makam penelanjangan TUHAN, berkata dengan sembarang
kata, tapi jadi. Apa yang dikehendaki pasti jadi. Hanya orang banyak tidak mengerti dan tidak
paham dengan apa yang dimaksudkan. Contoh banyak sekali kepada wali-wali Allah yang
terdahulu. Hamba pribadi telah banyak membuktikan apa-apa. Yang terjadi, diluar kemampuan
orang umum/awam. Siapa percaya boleh percaya, dan siapa yang tidak percaya boleh tinggalkan
ajaran ini. AKULAH YANG ERNAMA CINTA, AKULAH YANG BERNAMA si HAK,
AKULAH YANG BERNAMA SORGA DAN NERAKA ITU. AKULAH YANG BERNAMA
ZATULHAQQ, SIFATULHAQQ, ASMAULHAQQ, DAN AF’ALLUNHAQQ,
HAQUQULHAQ adalah ; HAQQ, HAQQ TA’ALA itulah AKU. TA’ALA itu namaku yang
rahasia didalam ala mini. RUHULHAQ RASIA HAMBA, NAMAKU DISEBUT SETIAP
SAAT. Apabila orang menyebut TA’ALA didalam bacaannya, atau dalam hatinya atau dalam
DIAMnya. Maka tersebut samaku didalamnya. AKULAH TA’ALA ITU, DAN AKULAH
RAHASIA ITU. BERARTI HAMBA ALLAH. Yang member nama yang empunya nama.
HAMBA ALLAH berarti : AKU ALLAH NAMA YANG DIHANTARKAN KEPADAKU
NYATA DARI ALLAH Tiap-tiap nama seseorang itu mengandung hikmah. Hikmah itu
bertepatan dengan pemberian nama itu. AKULAH YANG HAMBA DAN AKULAH YANG
TUHAN. AKULAH YANG BERNAMA si HAQ ITU DAN AKULAH YANG NYATA DAN
YANG GOIB ITU AKU JUA YANG LAHIR DAN AKU JUA YANG BATHIN AKU HIDUP
YANG TIADA MATI-MATI, dan apabila AKU tiada lagi dalam dunia fana ini, janganlah
mencari Aku lagi. Aku tetap ada setiap orang yag beriaman kepada ALLAH. Bila engkau hendak
bertemu AKU, pandanglah dirimu itu AKU. Tidak ada AKU, melainkan AKU. Dalam
keseluruhannya. AKULAH yang bernama ala mini, dan AKULAH YANG bernama akhirat itu
Tidak aku lihat didalam sesuatu itu, melainkan AKU melihat AKU AKU itu telah lenyap dalam
KE AKUAN Ku, sehingga tidaklah AKU melihat kehambaanku lagi. Dan Aku telah bernyata
didalam AKU, beraku ku. Sehingga hapuslah mulutku dan hatiku mengata AKU. Kini Aku tidak
berkata dengan lidah lagi, tidak dengan hati lagi, dan tidak dengan puad dan jantung lagi.
TA’ALA RIDHA KASIH SAYANGKU TA’ALA RACHMAD ITU SELIMUTKU TA’ALA
NIKMAT ITU RASAKU TA’ALA HIKMAH ITU RACHMAN RACHIMKU TA’ALA
SUNNAH ITU ATURANKU TA’ALA SHOLEH ITU ILMUKU TA’ALA ADIL ITU
KEKUASAANKU TA’ALA ISFIAH ITU KEMAUANKU TA’ALA DHOIM ITU RAHASIA
PRIBADIKU TA’ALA ALAIH ITU KALAMKU PASTI T ‘ALA JALAL ITU
KEMESRAANKU TA’ALA JAMAL ITU KEELOKKANKU TA’ALA KOHAR ITU
KEKERASANKU TA’ALA KAMAL ITU KESEMPURNAAN DAN KEMULIAANKU
TA’ALA KHIB ITU KESATUANKU BAGI SELURUH ALAM Demikialah sebagai penutup
dari pembukaan Rahasia yang terkandung pada kejadian DUNIA dan Achirat, dan amalan akhir
kalamku sebagai harta atau Pembendaharaan GOIB yang kuwariskan kepada saudaraku
MUSLIMIN DAN MUSLIMAH dimanapun ia berada.
INILAH ASAL SEBENARNYA TUHAN MENJADIKAN MANUSIA
1. KUN PAYAKUN : MENJADI OTAK PADA KITA YAITU ; ROH IDOFI
2. KUN HAQ : MATA TERANG HATI TERANG
3. KUN SABITAH : NAPSIAH NAFSU PADA KITA
4. KUN SAPUTIH : NYAWA PADA KTA (GERAK PADA KITA)
5. KUN SADJATURRACHMAN : KEHENDAK PADA KITA
6. KUN SUDJATULLAH : KELAKUAN PADA KITA
7. KUN RAHMAN : RUPA KITA
8. KUN ZAT HAYUN : TIADA MATI
9. KUN ILLA NUR : RASA SEGALA TUBUH KITA NAMA DIRI HAMBA NUR HAYA
QADIM TURNA ILALLAHI WAYARAKNA ILLALLAHI WAMA DAMA, ALA MA’PA’AL
NAHU WALA ADJAM NAHU, MINGKULI DJAMIL AZIM WALA NAU WUDU BIHI
ABADAN ABADA. Kata Allah nyawa itu kekuasaanku dihati putih tempat bernyawa dalam
UKUP, dijadikan umat MUHAMMAD sekaliannya daripada ; AIR KUM DUMULLAH. (yang
bernama NUR MAYA QADIM). LAILLAHAILLALLAH : Hampir hamba kepada Tuhannya
LAILLAHAILLALLAH : MAUJUD BIHAKQI ILLALLAH : Aku maujud pa’hu (diri)
RAHASIA SYARIAT PD ANGGOTA TUBUH. RAHASIA THARIKAT PD HATI. RAHASIA
HAKIKAT PD NYAWA. RAHASIA MA’RIFAT PD DIRI. Kalau sudah mengenal diri
nampaklah hakikat diri pencipta sekalian alam. Itulah yang bernama ALLAH : tiada
berpermulaan tiada berkesudahan
1. LAILLAHAILLALLAH ; zikir
2. ILLALLAH ; zikir
3. ALLAH ; zikir
4. ; sunyi MINALLAH ; HAMBA BILLAH ; MUHAMMAD LILLAH ; ALLAH
1. Dari pada ALLAH 2. Kepada ALLAH 3. Karena ALLAH
1. ROHANI : TUBUH SYARIAT 2. RAHMAN : HATI THARIKAT 3. IDOFI : NYAWA
HAKIKAT 4. RABBANI : RAHASIA MA’RIFAT INI PASAL AIRMULHAYAT Bermula asal
diri kita diambil secara ringkas. Asal diri kita selagi belum ada apa-apa, hanya ibu dan bapak
belum berkumpul menjadi satu. Maka Allah Ta’ala memerintahkan mengambil air
MULHAYAT, diarak didalam surga atau dilangit beberapa malaikat dan jibril membawanya lalu
diperintahkan dikirim kepada Bapak kita MAKAMAL MACHMUD, namanya setelah mahaluat
7(tujuh) hari lamanya. Lalu bapak kita menjadi satu kepada ibu, umpama besi terdampar dibatu,
jatuhlah air mulhayat dirahim ibu kita, yang dinamakan MUKTAH. Air mani ayah berasal dari
matahari, justru Putih warnanya, maka dari itu sir atau syahwat cepat merangsang pada pihak
ayah, itu dinamakan ZAT SIR RAHU, jatuh kepada ibu seperti air hujan setitik didalam daun
keladi. Maka menjadi anasar ayah aurat, tulang, otam, sumsum. Dan pada ibu air mani tersebut
dari bulan dan dinamakan MUTEPAH. Karena itu air mulhayat ibu kuning warnanya. Sir atau
syahwat ibu lambat merangsang namun kekuatannya air tadi sama dengan bapak, pihak ibu
dinamakan ZAT SIR JAMANINI artinya anasar ibu ; bulu, kulit, darah, dan daging. Dan anasar
MUHAMMAD ; Pendengar, Penglihatan, pencium dan pengrasa. Empat puluh hari belum lagi
terserat, tatkala delapan puluh hari didalam rahim ibu kita, waktu itu darah haid nikah bercampur
dengan air bercampur dengan air Nuktah, lalu suka makan asam-asam ibu kita dan suka tidur,
karena sudah hamil atau mengandung. Demikianlah daeerahnya atau alkah sedarah namanya
daging segumpal dirahim ibu kita. Tatkala seratus dua puluh hari didalam rahim ibu maka
menjadi ALIF ACHMAD pujinya, Inilah daerahnya tatkala genap seratus empat puluh hari
cukup lengkap kaki, tangan, mata, mulut, kepala, hidung dan telinga MUHAMMAD pujinya,
inilah darahnya didalam rahim ibu kita. Tatkala cukup 9 (sembilan bulan)9 (sembilan) hari maka
firman Allah Ta’ala : LA TATTAHARAKA ILA BI IZNILLAH dengan seizin Allah maka
keluarlah anak itu demikianlah berdo’alah amin. MAKAM SALIK Ini jalan ringkas dimakam
salik yaitu ambil jumlah, supaya lekas paham, asal mula ambil dari bawah naik keatas : Pertama
ROHANI jasmani, arad basariyah segala tubuh yang kasar. Kedua ayan darajiah, roh idhofi atau
roh maruhul qudus artinya roh yang halus tetapi masih kasar jua halusnya itu jirim-jisim artinya
tubuh yang halus betul, halus masih kasar jua, halusnya ini seperti debu dijendela iruhul cahaya
matahari, karena alam roh, alam mitsal, alam ajasam dan alam insan, sifat ma’ani nur iman
belum dapat mengenal allah, mesti berhancur atau jalan fana, hapus atau jalan baqa ulbaqa atau
jalan kadim bagi kadim, baru bisa dapat makam ubudiyah dan mendapat makam uluhiyah serta
didapatnya pula makam rububiyah. Serta didapatnya akan salik karena nur mubassarah dengan
nur mutalazimah, berlazim-laziman didapatnya ZAUK WADJIDAN IDRAK artinya dirasa
dengan pengrasanya dan didapat dengan pendapatnya daripada yang lemah, karena kita tiada
merasa, dan mendapat serta lemah, hanya ilmu saja yang tahu sampai kepada JUDBAH, dan
makam laduniyah atau makam istiqomah artinya tetap. ALAM NUR / NUR AKLI NUR
BISMILLAHIRRACHMANNIRRACHIM Ambil ringkas saja jalan asal UJUD ADAM mesti
mengambil amanah HALAKAL INSANA MINTIN. Artinya asal manusia itu dari pada ujud
Adam. Adapun ujud Adam dari pada NUR MUHAMMAD. Jadi jasad dan roh pun jadi dari pada
NUR MUHAMMAD jua. Sebenar-benarnya diri adalah Roh. Sebenar-benarnya Roh adalah
manusia, sebenar-benarnya manusia adalah Muhammad, sebenar-benarnya Muhammad adalah
NURULLAH, sebenarnya NURULLAH ialah NUR ZAT, sebenarnya NUR ZAT ialah ILMU
yakni mengetahui pandang SUHUD yaitu pandang SALIK. NAIK dan TURUN, tatkala naik
pujinya “HU” dan tatkala turun pujinya “ALLAH” Naik senaiknya, turun seturunnya tiada di
naik-naikan, tiadaa diturunkan. Ini hanya sendirinya, jangan berpegang kepada nafas keluar
masuknya, kalau naik, nafas masuk, kalau turun nafas keluar. Yang dikata dengan lidah dan hati.
Yang dipakai puji naik HU dan turun ALLAH. Supaya jangan berpegang kenafas, tetapi naik-
turun, tatkala naik pujinya HU melengkapi tujuh lapis langit ujudnya HUTASARPAH la hurufin
wala sautin, tiada huruf dan suara, zat dirinya. Tatkala turun pujinya ALLAH melengkapi tujuh
lapis bumi ujudnya huyasariyah ZAT dirinya. Inilah dinamakan makam SALIK, (taraki dan
tanazul) turun dan naiknya tetap berdiri sendirinya sampai pulang ke rahmattullah. Jika ada yang
menyerupai tolak, semua was-was dari syaitan, tidak ada yang menyerupai lagi. Itulah JIBU /
UJUD MUHDAR. BISMILLAHIRRACHMANIRRACHIM Yang menjadikan dan yang
memberi baik dan jahat dan yang lengkap tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi yaitu hanya
ZAT ALLAH dan SIFAT ALLAH yang sebenar-benarnya. Adapun akan JIBU itu yaitu yang
tiada ber ujud dan tiada ia ZAT. Adapun ZAT dan SIFAT itu namanya jua, maka jikalau ada
ujud, ZATlah namanya. Sungguhpun ada ujudnya, yaitu belum nama tetapi pada hakikatnya
tiada lain daripada JIBU, tiada ujudnya dan tiada zatnya dan tiada sifatnya melainkan dirinya jua,
yang sekalian ni JIBU jua. Adapun yang ber-ujud itu zatnya dan yang berzat itu ujudnya, dan
yang ber pa-el itu sifat ilmunyadan yang berilmu itu Zatnya karena Tuhan itu yang tiada bersifat.
Adapun Allah itu bukan karena ia karena nama, Allah itu namanya. Engkau pikirkan/ cari
dengan pikiran yang sempurna. Maka barang siapa yang menyembah ZAT ALLAH maka orang
itu sirik, barang siapa meninggalkan ZAT ALLAH dan UJUD ALLAH maka orang itu mukmin
sebenar-benarnya MUKMIN. Maka itu barang siapa menyembah ZAT atau SIFAT, maka orang
itu BID’AH sesat menjadi kafir kepada Allah, Islam makhluknya. Adapun lenyap sekalian
semesta alam ini ma’lum, lenyap maklum kepada hayun, lenyap hayun kepada ZAT, kepada
hidup yang tiada berzat, karena zat dan sifat dan ujud kembali kepada JIBU, pada hari yang
kemudian, kedua-keduanya itu karena tiada kembali kepada tiada. UJUD MUHDAR……………
UJUD MUHDAR Alhamdulillahirabbil alamin wassalatu wassalam ‘ ala saidul mursalin, wa’ala
alihi wasahbihi ajma’in. Asal-usul sebelum ada bumi dan langit, tiada ada apa-apa hanya kosong
saja, melainkan ALLAH TA’ALA saja yang ada sendirinya tiada apa-apa. Allah pun belum ada
namanya LA – TA – YIN, tiada senyata-nyatanya. Hanya UJUD MUHDAR yang ESA, hidup
didalam ilmunya takluk kabdah namanya ESA sendirinya didalam genggamannya yang hidup
tiada mati. AHDIYAT, WAHDAH, WAHDIYAT Tanzizi kadim suluhiyah kadim takluk kodrat
iradat ; jalal, jamal, kabar dan kamal. artinya ; kebesaran, keelokkan, kekerasan dan
kesempurnaan. Maka lengkaplah bumi dan langit dengan isinya semesta sekalian alam ini
adanya. KUN katanya ALLAH PAYAKUN kata MUHAMMAD, ALLAH bernama ZAT
MUHAMMAD bernama SUHUN ZAT, karena kita bernama tanzizi hadist, arad basariyah tubuh
yang kasar sifat baru alam, keterangan ringkas ini didabit oleh DATUK ABDURRAHMAN dan
diperbanyak oleh DATUK SYAHRUDIN. Sekian hanya untuk akhlinya saja.

—oo0oo— HADIST QUDSYI

`Dalam hadist qudsyi, menerangkan adanya pada batang tubuh kita dan lenyap melainkan yang
ada, Ujudnya Allah Ta’ala semata-mata, dan inilah keterangannya tersebut di bawah ini.
1. Hancurlah badan timbul hati 2. Hancurlah hati timbul akal 3. Hancurlah akal timbul fikir
4. Hancurlah fikir timbul faham 5. Hancurlah faham timbul ilmu 6. Hancurlah ilmu timbul
rahasia
7. Hancurlah rahasia timbul cahaya 8. Hancurlah cahaya timbul nyawa 9. Hancurlah nyawa
timbul AKU (rahasia) melainkan ujudku yang ada.
NAMA ROH DALAM JANTUNG 1. Ruhul amin 2. Ruhul Amri 3. 1. AKU : ALLAH 2. AKU :
MUHAMMAD 3. KARENA : HAMBA : ALLAH : IRADAT : UJUD UNTUK HALAMAN
YG TERAKHIR INI ; saya gali sejarah KALIMANTAN SELATAN pada abad ke 18 (delapan
belas) Ada beberapa tokoh yang terkenal ditengah-tengah PERTAMA ialah Syeh ABDUL
HAMID TATAKAN/RANTAU, yaitu dengan gelar DATUK SANGGUL / DATUK KUNING.
KEDUA ialah SYEH MUHAMMAD ARSYAD AL BANJARI KETIGA ialah SYEH ABDUL
HAMID ABULUNG KEEMPAT ialah SYEH MUHAMMAD NAFIS AL BANJARI Dan pada
abad ke-19 bertambah banyak lagi tokoh-tokoh agama di Kalimantan ini. Dan akhirnya pada
abad ke-20 banyak lagi melahirkan tokoh-tokoh baru untuk penerus perjuangan beliau itu. Jadi
tokoh-tokoh empat besar itu tadi patut kita warisi, karena adalah berdasarkan Al-Qur’an dan
hadist dan ijma Ulama yang ahlus sunnah wal jama’ah yang hak. Bagaimana kita hendak ingkar
dengan ajaran-ajarannya yang berbau dengan kebenaran itu. Demikian pula wali-wali itu adalah
di bawah nabi sebagai halifah didalam bumi ini, sedang nabi-nabi itu beroleh wahyu dan wali-
wali beroleh ilham. Marilah kita teruskan perjuangan yang gigih itu untuk merebut kembali
kemenangan yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita dahulu. Beranikanlah dirimu untuk
terjun dimedan laga, untuk meraih kemenangan yang gilang-gemilang. Serahkanlah dirimu bulat-
bulat kepadanya, niscaya Tuhan berdiri dihadapanmu sekaliannya. Kita semua harus berani
jangan pengecut ; karena pengecut itu adalah bibit segala dosa durhaka. Kalau siapa pengecut
dalam perjuangan, itu namanya pahlawan syaiton namanya. Dan siapa berani berjuang dengan
Allah, ia akan mendapat gelar pahlawan Tuhan. Pilihlah antara dua, inign jadi pahlawan Tuhan
atau jadi pahlawan shaiton. Marilah kita menuju kebenaran ; insya Allah, Tuhan akan
menunjukkan jalannya. Lihat contoh sebagai pahlawan Tuhan yaitu ; DATUK ABULUNG mati
dalam mempertahankan agamanya. Dan beliau meninggalkan warisan yaitu sebuah kata-kata
mutiara yang lebih berharga daripada harta benda dunia, apakah kata-kata itu ; TIADA YANG
MAUJUD, MELAINKAN HANYALAH DIA DIA ADALAH AKU DAN AKU ADALAH DIA
Inilah inti sari tasauf beliau Dan DATUK SANGGUL mewariskan kalimat ; A, I, U Dan
DATUK KELAMPAIAN mewariskan kalimat ; L, L, L Dan DATUK MUHAMMAD NAFIS
mewariskan sebuah kitab yang bernama ADDURUN NAFIS Dengan intisarrinya yang
berbunyi ; A, A, A Apakah arti dan makna A, L, U, itu ? Apakah arti dan makna L, L, L, itu ?
Dan apakah arti dan makna dari A, A, A Marilah kita gali selanjutnya sampai tuntas, siapa
beroleh Petunjuk, dialah yang beruntung DEMIKIANLAH RIWAYAT SINGKAT TENTANG
TOKOH “ KEAGAMAAN DI KALIMANTAN SELATAN, KHUSUSNYA, DAN
KALIMANTAN UMUMNYA.
WASSALAM INSAN KAMIL 1. Jadi insan kamil adalah pada waktu tanazul berada paling
akhir, sedang pada waktu taraki nantinya jadi yang awal sekali. 2. Yang disebut rahul hajat ialah
pintu Tuhan hakikatnya dikatakan pintu-pintu zat itulah dia lobang yang dinamakan mekar dan
kuncupnya marnas atau buka tutupnya mahid. 3. Syiratal mustaqim ialah maksudnya
menamakan hilang perginya atau, sempat diakhirat atau diakhirat ilahi robbi dan tuhan kita
mengatakan bahwa ayat yang diatas ini tadi maksudnya adalah keluarnya perkataan kita. 4.
Arsiullah artinya muka pada hakikatnya wadah persidangan zat yaitu berada di kepala dan di
dada kita 5. Kursi artinya tempat duduk pada hakikatnya tempat duduk zat yaitu berada pada
otak dan jantung 6. Luch machfut / luch kalam artinya luch tempat machfut dijaga pada
hakikatnya adalah sifat-sifat zat. tempatnya berada di jasad serta dijaga oleh malaikat katibin.
Jadi yang dimaksud puncak hidup itu ialah berada di badan kita pribadi (pahamkanlah) 7. Mizan
artinya timbangan, pada hakikatnya pertimbangan zat yang berada di penglihatan, pendengaran,
penciuman, pengrasa dan perkataan maksudnya mengatakan terhadap pertimbangan hidup kita
yang berada di panca indra. Ibarat wahana zat dengan sifat itu, seperti sendiri-sendiri saja.
Jelasnya mengatakan terhadap berdirinya hamba dan Tuhan. Seolah-olah berdiri sendiri-sendiri
padahal yang sebenarnya adalah tetap satu (esa). Jadilah kesimpulannya adalah tidak ada sifat
yang berdiri diatas zat atau yang bertambah dengan sifat ma’ani yaitu gazlikun bizatihi, maridun
bizatihi, alimun bizatihi, dan seterusnya sampai kalam. Jadi disini duduknya kepada JIBU artinya
tiada huruf dan tiada suara, zat dirinya. Ibarat roh dengan badan, tetap kekal. Inilah yang
dinamakan alip mutakalimun wahid. Artinya yang berkata-kata jadi ucapan tanpa mulut itu
adalah yang mempunya rupa yang sejati, dan tempatnya berada didalam sukma/nyawa kita
pribadi, dan suara. Inilah yang disbut zikir batin yang sesungguhnya dan yang sebenarnya serta
azali dan qadimdan yang baqa. Sedang malaikat pun tidak boleh tahu apapun yang keluar itu :
semua malaikat dan zipun bisa tahu. Tetapi yang disebut mudawatuhzukri itu tak ada seorangpun
yang tahu kecuali dia sendiri inilah puncak segala puncak ilmu dan amal ma’rifat. Dan inilah
zikir yang senantiasa dan tiada pernah lupa walau sekejap matapun. Maka ada seorang wali
pernah berkata : apabila aku lupa sekejap juapun sengaja atau tidak sengaja, maka aku hukumnya
diriku itu murtad. Demikianlah adanya kepada kita ini semuanya, bila lupa berarti belum
sempurna ilmnya. Dengan adanya keterangan ini itulah apa adanya dapat saya sampaikan
semoga Allah meridhoinya amin ya robbal alamin.
TENTANG NAFSU
Nafsu itu ada empat martabat :
1. Nafsu amarah tempatnya pada empedu 2. Nafsu lawwamah tempatnya pada perut
3. Nafsu sawiyah tempatnya pada limpa 4. Nafsu mutmainah tempatnya pada tulang Inilah nafsu
zat haq ta’ala. Kenyataannya pada/diri hidung kejadiannya dalam cahaya putih : kelihatan segala
macam sesuatu dikalam laut Rachmad jadi kesempurnaan dari ke 4 macam tersebut diatas tadi
adalah bersatu di dalam alam nur/ cahaya kita pribadi. Demikianlah uraian ringkas dari hamba
semoga kita semua beroleh petunjuk, serta taufik dan hidayahnya dari pada Tuhan azzawazallah.
Amin
Qalbu hati Hati itu ada dua bagian : 1. Hati sanubari : juga disebut hati nabati 2. Hati nurani :
juga disebut hati cahaya Sebab disebut hati nabati, karena ia daging segumpal berhenti dibawah
lambung kiri diantara dua jari di bawah susu kiri di dalam dada kita. Dan adapun hati nabati itu
mempunyai beberapa nama. Namanya Halifatullah artinya ganti Allah karena ia memerintah
tubuh manusia dan lain-lainnya. Namanya amisu mu’minin artinya raja yang nyata karena kuasa
akan sesuatu. Namanya arsyullah artinya mahligai Allah, karena ia tempat taajalli allah ta’ala
kepadanya. Namanya Zarrotul Haq artinya cermin haq ta’ala karena ia haq ta’ala kepadanya.
Namanya iradatul ujud artinya kehendak yang nyata ada atau kehendak dari. Karena ia tiada
luput daripadanya. Adapun hati nurani itu amat besar dan amat luasnya daripada segala alam.
Tetapi amat/halus maka ialah menerima tadjali zat allah, sifat allah, asma allah, af’al allah. Maka
daripadanya lampah kepada yang lainnya Karena hati nurani itulah yang memakai sifat 7 yaitu:
hayat, ilmu, kudrat, iradat, sama, besar dan kalam, jadi kalau terhenti kepada hati nurani karena
hidupnya hati nurani itu adalah kenyataan hayat. Zatullah ta’ala. Tahu hati nurani kenyataan ilmu
Zatullah ta’ala. Kuasa hati nurani kenyataan kudrat Zatullah ta’ala. Berkehendak hati nurani
kenyataan pendengaran Zatullah ta’ala melihat hati nurani kenyataan penglihat Zatullah ta’ala.
berkata hati nurani kenyataan alam Zatullah ta’ala. jadi pernahkah susunan/gugurnya kepada diri
kita sendiri atau diri pribadi. Arti dan Makna Jadi baiklah kita uraikan arti dan makna sebenarnya
apa yang berlaku kepada hati nurani itulah kelakuan Zatullah ta’ala maknanya apabila kelakuan
Zatullah ta’ala pada hati nurani itu tiada di dalam da tiada diluar hamba tiada dengan nyata-
nyatanya hati nurani karena hati nurani itu adalah sifat zattullah dan daripada hati nurani itulah
lampah kepada tubuh kita ini. Maka nyatalah tubuh kalimah daripada hati nurani. Maka karena
hidup tubuh kita ini sebab hidup hati nurani tahu tubuh kita ini sebab tahu hati nurani. Kuasa
tubuh kita ini sebab kuasa hati nurani. Berkehendak tubuh kita ini sebab berkehendak hati nurani.
Mendengar tubuh kita ini, sebab mendengar hati nurani. Melihat tubuh kita ini. Sebab melihat
hati nurani. Berkata tubuh kita ini sebab melihat hati nurani. Berkata tubuh kita ini sebab berkata
hati nurani. Bergerak tubuh kita ini sebab bergerak hati nurani. Gerak dan diam tubuh kita ini
sebab gerak diam hati nurani jua. Maka nyatalah hidup kita dan tahu, kuasa kita, bergerak dan
mendengar/melihat serta berkata-kata ini kenyataan hati nurani artinya kelakuan hati nurani.
Maka apabila kelakuan hati nurani pada tubuh kita yang kasar ini, tiada nyatanya kepada tubuh
kita yang kasar ini karena tubuh kita yang kasar ini. Sifat hati nurani dan hati nurani itulah
kenyataan zat Allah Ta’ala yang tiada baginya ialah yang di per-ujudileh sekalian yang maujud
adapun sebenarnya hamba itu yaitu : mata tiada melihat, telinga tiada mendengar, mulut tiada
berkata-kata, hidung tiada mencium, maka mata dapat melihat, telinga dapat mendengar hidung
dapat mencium mulut dapat berkata-kata. Hanya pekerjaannya jua. Sabda rasulullah saw yang
artinya : lidah itu juru bicara hati dan hati itu juru bahasa lidah, hidayah itu daripada cahaya yang
qadim dan azali. Adapun arti hidayah itu ialah sifat tubuh yang nyata pada hati nurani adapun
sifat itu adalah kenyataan zat yang wajibal wujud. Tuhan Allah ada menerangkan didalam al-
Qur’an yang artinya kenyataan Allah didalam diri kamu melengkapi, mengapakah kamu tidak
melihat. Dan lagi Allah Ta’ala serta kamu, dimana saja kamu berada Maka nyatalah bahwa
kelakuan yang nyata kepada dirimu itu ialah nafsumu itu semuanya kenyataan keadaan zatullah
ta’ala yang meutlak, adapun hamba tak punya. Jadi yang mempunyai kelakuan itu tiada huruf
dan tiada suara.dan tiada isyarat itulah dirimu dunia dan akhirat itulah Jibu. Adapun pahamnya
segala yang tersebut didalam akibat yang lain-lainnya, ang dinaakan kitab maksudi tasauf itu
yaitu jikalau kita ada bisa mengembalikan amanah allah atau berlaku barang sebgainya sama
didalam sembahyang, didalam ziki atau barang pekerjaan dunia, maka sudah karamlah kita
didalma laut qadim ang haqiqi. Manakal karam hapuslah namanya, manakala hapus lenyaplah
baginya namapun tiada itulah yang dikata Esa dan meliputi. Jadi kalau tiada demikian, tiadalah
hasil ma’rifat seperti ini barulah benar-benar cinta dan rindu dendam dengan zat hayat yang
hidup sendirinya. Maka berkasih-kasih dan berinjak-jinakan, karena sudah sauju senyawa, serta
serasa dan serahasia. Inilah walaupun sembarang saja kelakuannya, tiada diketahuinya dirinya
karena pekerjaan itu atau kelakuannya didunia dan diakhirat sama dibuatnya adapun arti rindu itu
belum berjumpa dan arti dendam itu sudah bertemu. Dan arti rindu itu hamba, dan dendam ialah
Tuhan maksudnya. Yang artinya berjumpa itu sudah bertemu nyatalah dengan nyatanya,
manakala nyata datanglah laut rahmat dan nikmat itulah jibu. KARENA itu tidaklah BERDIRI
SENDIRI. TETAPI SEMUANYA BERHAJAT KEPADA ALLAH. MAKANYA ADANYA
ALAM INI TIDAK MENARIK PERHATIANNYA. KARENA ITU MEREKA ANGGAP
BAGAIKAN TIDAK ADA. INILAH CAHAYA ILAHI ROBBI YANG MENYINARI
DIRINYA LAHIR BATIN. DIKALA SAKARATAL MAUT Kesempurnaan hamba allah pulang
ke rahmatullah ini hanya sebuah misal atau contoh Ada beberapa pertanda menjadai rahasia
Bergerak daripada ujung sulla lalu naik ke atas kepada, rasanya seperti ditusuk-tusuk dengan
jarum, dan lalu terus kepada telinga kiri dan kanan. Dan mendengar bunyi suara seperti bunyi
badil/ meriam atau petir, dan heran rasanya kencang sangat, itulah hakikat jibril memberi tanda.
Jibril itu suatu cahaya yang keluar dari diri kita pada waktu itu kita mengataw2 : ya hu, ya hu, ya
hu. Sekarang umur kita tinggal 40 hari saja sesudah 33 hari yaitu tinggal 7 hari lagi keluarlah
suatu cahaya/dari mata kita rupanya sangat elok bercahaya cahaya. Dengan berpakaian hijau
itulah dia malaikat izrail. Dikala itu kita mengucap : Hakkul hak, hakkul hak, hakkul hak jadi
umur kita tinggal 7 hari lagi. Sesudah 3 hari itu, yaitu pada hari yang ke 36 keluar pula cahaya
dari mata kita, yaitu cahaya yang amat putih bersih seperti kita jua besarnya, atau rupanya :
baunya terlalu sangat harum seperti ambar kasturi dan dia berkata : akulah yang bernama
muhammad itulah sesungguhnya allah ta’ala memberi tanda gerak. Dan dikala itu kita mengucap
alhamdulillah robbil alamin dan pada hari yang yang keempat puluh (40) : maka allah tazali
yaitu zat allah s.w.t yang sebenarnya maka bertetaplah engkau pulang kerahmatullahi ta’ala
seperti terlalu nikmat rasanya, tiada hingga lagi. Maka kita ingat, jangan lupa dalam hati kita ini
Ujudullah Ta’ala. Maka himpunlah muhammad dan allah, yaitu hu allah inilah perjalanan para
aribillah dan para wali-wali allah jangan di ingat dimulut dan dihati ingat didalam dan barang
siapa mengenal akan tuhannya, niscaya ia jahil akan dirinya sendiri. Jikalau tiada anugerahnya
kepadaku, niscaya tiadalah aku dapat mengenal tuhanku Dan saiyidina Abu Bakar pernah
ditanya orang Bika arofa robbaka, artinya : dengan apa engkau mengenal tuhanmu ? Maka
syayidina abuu bakar menjawab dengan tegas Araftu robbi bi robbi, walaula robbi ma araftu
robbi Artinya : aku mengenal tuhan dengan tuhanku jua, jikalau bukan karena tuhanku, tiadalah
aku dapat mengenal tuhanku. Maka yang bertanya itu meneruskan pertanyaannya. Apa
mungkinkah manusia ini dapat mengenal tuhan ? Maka saiyidina abu Bakar menjawab : Al adju
andarkil idroki idrokum Artinya : lemah daripada mendapat akan pendapat, itulah yang
mendapat, maksudnya ialah : kelemahanku akan tuhannya. Jadi jelasnya ialah : dia juga yang
mendapat kaunya lebih jelas lagi kaum sufi mengatakan laya’rifullah ilallah. Artinya : tiada
mengenal allah hanya allah Sekarang baiklah hamba bawakan pula ayat yang berbunyi : wafi
amfusikum afala tursirun, artinya : didalam diri kamu kenapa kamu tidak mengetahuinya dan
lagi dalil mengatakan wafi amfusikum wama yafalun, artinya : tuhan ada pada engkau tetapi
Engkau tiada melihat. Maka dengan adanya dalil ini/ dalil al-qur’an yang nyata ini. Marilah kita
mengenal Tuhan Allah s.w.t. Beranikanlah : jangan ada rasa takut, rasa takut itu adalah bujukan
syaiton laknatullah.." Lil jismil insani insanu Artinya : carilah orang, yang ada orang didalam
orang "Fastazkurni, fastzkurkum" Artinya : kenalilah sedalam-dalamnya tuhanmu dan dia
juga mengenal kepadamu Demikianlah orang yang hendak mengenal diri dan lagi firman Allah
Ta’ala dalam al-qur’an : wanah aqrobu ilahi min khablil wail . Artinya : kami adalah lebih
dekat kepadanya daripada urat leher mereka sendiri (Qaf s. 50,16) - Quluah bitu al-jami’a
famma ya’tiyanakum minni huda famantabia huda yafala khaufun alaihin walahum
yakhjanun, artinya : berangkatlah kamu semuanya, jika datang petunjukku kepadamu maka
barang siapa mengikuti petunjukku, niscaya tiada takut dan tiada gentar dan tiada berduka cita
waktu selama-lamanya. Jadi ayat ini adalah bagi kita untuk mendorong kita dalam menuju tuhan
robbul alamin. Maka dari pada itu segalanya ialah : menuntut demi allah, mengenal demi allah,
berjuang demi allah Sembahyang demi allah, bekerja demi allah, beramal demi allah, berusaha
demi allah, jadi keseluruhnnya adalah demi allah. Tidak ada demi itu dan demi ini, semuanya
ditundukan dan direndahkan demi allah. Hidup di alam maya semata-mata melaksanakan
perintah allah dan meninggalkan larangan allah. Hamba berbuat menurut sekehendak allah.
Tidak menambah dan mencurangi dari kehendak allah. Apabila hamba berani menambah dan
mengurang daripada kudrat dan iradat allah, maka aku hukumkan dariku itu murtad. Dan apabila
kau lupa sekejap saja kepada allah, maka aku hukumkan diriku itu kafir. Sekarang baiklah kita
teruskan dengan ayat yang berbunyi ; Kholaqtul zjinna wal insa liya’budun. Arrtinya : aku
jadikan jin dan manusia semata-mata untuk mengenal kepadaku atau untuk mengabdi kepadaku,
atau untuk menyembah kepadaku mengenal tuhan adalah suatu amanah dari allah, untuk kita
laksanakan secepat mungkin dan janganlah kita lalaikan mengaji/menuntut rahasia besar ini.
Sabda Rasulullah saw faija ajakaro illa khonasa, artinya : apabila ingat allah musnahlah
syaiton. Maksudnya ialah : yang ingat disini bukan makhluk biasa, tetapi hamba yang sudah
melaksanakan kepada keakuan tuhannya. itulah manusia allah namanya. Itulah insan kamil inilah
yang dimaksud oleh abda nabi kita Muhammad s.a.w dan sekarang kita teruskan pula kepada
hadist yang berbunyi : Takholaqu bi akhlakillah. Artinya : berakhaklah kamu dengan akhlak
allah. Apa yang dimaksud dengan berakhlak dengan akhlak allah ? jawabnya ialah hamba yang
sudah mewujudkan tuhan dalam dirinya pribadi itulah akhlak allah. Jadi tujuan utama dalam
bidang ilmu tasauf ialah : untuk menyempurnakan lahir dan bathin, luar dan dalam, sariat dan
hakikat, fikih dan tasauf. Dan dapat membedakan yang yang hak dengan yang batil. Dan dapat
membedakan dan mengetahui mana yang sebenar-benarnya insan kamil dan mana manusia biasa.
Yang semula mulia hamba disini tuhannya ialah : yang tahu akan dirinya dan yang tahu rahasia
yang satu itu. setinggi-tingi maqam ialah yang menduduki kedudukan tuhannya. Tuhan menjadi
matanya untuk melihat, tellinganya untuk mendengar, dan lidahnya untuk berkata-kata. Dan
orang yang tidak terdinding lagi pandangannya ialah : hanya satu pandangannya, satu tekatnya
satu akidahnya, satu pendiriannya, dan satu dalam rahasianya. Pokoknya segala-gala adalah Satu
belaka bagi pendirian hamba hanya satu dan satu. Semuanya bilangan adalah satu. Semesta
satu,semua alam satu, surga dan neraka satu, pendeknya adalah semua satu. Demikianlah
pendirian seorang arif atau waliallah. Seorang wali allah pernah berkata tidak ada kejahatan di
dalam dunia ini.beliau sangat optimis sekali. Demikian lah yang pernah melompat dari mulutnya
seorang arif atau wali Allah.
ILLAH : RASA
Rasa sejati dan mutlak dan murni inilah rasa tuhan yang sejati dan abadi dan mutlak
nafsulmuttmainnah itulah yang disebut sunyi dari zat maha suci tuhan yang disebut nafsu zat hak
ta’ala yang disebut sunyi dari zat maha suci tuhan. Rasa yang sejati itu tidak tersentuh dan tidak
bercerai dari maha suci tuhan, ini yang dikatakan dia yang didalam dan dia yang diluar. Dia yang
mengurung dan dia yang dikurung. Itulah kedudukan seorang waliallah ta’ala. Beliau itu sudah
wahua ma akum artinya berbarangan siang dan malam dan tiada dibatasi oleh ruang dan waktu
dan tiada rusak karena rusaknya adam, Dia tetap langgeng selamanya. Liqo (pertemuan) Kalau
yang tertulis dalam al-qur’an itu datangnya dari mana dan kemana simpunnya. Apakah setelah
membekas pada kulit-kulit kayu daun-daun kurma, batu-batu dan di kayu-kayu sudah
dihilangkan yang sejatinya ? Apakah al-qur’an itu hanya yang tertulis di lukh mahfutz saja ?
Bagaimana muayatnya dan apakah nama tempatnya? Kitab yang diturunkan allah kebumi ini ada
104 buah kitab. Adalah kitab yang tersembunyi dibalik yang 104 itu yang memang ada, ialah :
kitabullah yan sebenarnya itu apakah ia berhuruf, bersuara merupakan kata-kata kitabullah itu
sunyi dari segalanya. Manusia hanya diberi sedikit saja percikan kalau tuhan hakiki dan azalli.
Jadi siapa yang berhajat kepada ilmu, ilmuwan namanya. Dan siapa yang berhajat kepada ilmu
dan kepada allah, itulah yang sebenarnya, yang sampai. Inilah makam tuhan yang hakiki dan
azali dan inilah makam ahlul akhirat namanya. Inilah makam nabi-nabi. Dan rasul-rasul allah. Ini
makam muhammada namanya. Makam yang terpuji dilangit dan terpuji di bumi. Jadi siapa-siapa
yang dikehendaki allah, hanya engkau sendiri kurang faham dengan allah. Bila engkau paham
dengan Allah, maka berarti engakau sepaham dengan Allah. Artinya : fahammu satu rahasia
dengan allah, kemauanmu satu rahasia dengan kuasa allah. Akhirnya ujudmu dan hidupmu satu
rahasia dengan ujud allah dan hayatullah zat. Nur Muhammad itu adalah pandangan pertama
bagi kita karena itu adalah bibit dari segala kejadian. Adapun takbir atau mukarramah itu ialah :
Allah itu hayat Hu itu Roh, Roh itu nafas, nafas itu nyawa. Mukarramah takbir ini diambil
dari kitab TUHPA. Pakaian dari DATUK SANGGUL tanah kuning Rantau (kalsel). Sekarang
kita mengambil pakaian DATU MUHMMAD HASAN Negara (kalsel) bunyinya inilah ilmu
rapat mufakat segala ulama yang ahlus sunnah wal jamaah yang hak. Maka inilah pegangan kita
pada hayat. Hayat itu menjadi nyawa dan nyawa itu menjadi Nur Muhammad. Dan Muhammad
itulah Roh Allah. Tetapi disini kita teruskan kepada zat-zat sifat allah jua. Jangan
terhijab/terdinding. Jadi allah dan Muhammad jangan diceraikan, seperti naïf dan isbat
kesimpulannya ialah kalimah la ilaha ilallah itu gugurnya kepada : hayat, roh, nafas dan nyawa.
Susunannya begini la itu hayat, ilaha itu roh, illa nafas dan allah itu nyawa. Jadi yang sebenar-
benarnya diri itu nur muhammad Yang sebenar-benarnya nur Muhammad itu sifat Sebenar-
benarnya sifat itu zat, yaitu zat hayat Allah lah yang disebut rahasia allah (sirrullah) Inilah
perjalanan menurut Datuk Muhammad Hasan Kebersihan hamba kepada semua penuntut
simpanlah ia baik-baik jangan sampai dibeberkan ditengah- tengah masyarakat, nanti bisa
menimbulkan fitnah besar. zat itu roh, roh itu nafas, nafas itu rahasia, rahasia itu nur
Muhammad dan yang sebenar-benarnya Muhammad itu wujud kita ini. itulah pegangan kita
sekarang ini, dan seterusnya inilah pakaian datuk Arsyad Kalampaian, Martapura. Dan
selanjutnya kita teruskan kepada pakaian Datuk Abussamad Bakumpai, Kalsel menurut
keputusan kaji beliau adalah yang sebenar-benarnya badan rohani kita itu adalah : Allah Ta’ala
sesudah engkau faham, maka jangan engkau cari lagi. Karena ia sudah menjadi nyawa kita.
Maksudnya ialah : jangan dicari lagi, karena Allah itu sudah laisya kamislihi sai’un Apabila kau
cari lagi ia bertambah jauh darimu Coba saja kau berdiri di muka cermin yang bersih Apa yang
engkau lihat? Bayangan bukan ? Mana ujudmu yang sebenarnya dari keduanya itu ? Tentu ujud
berdiri itu bukan , itulah contohnya yang paling mudah pada akal Hamba mohon diambilkan dan
dimesrakan lahir Bathin. Sekali lagi. Jangan dicari lagi. Karena ia sudah Menjadi al-insanu sirri
wa ana sirrohu Artinya : insan itu rahasiaku dan akupun rahasianya Demikianlah adanya,
wassalam.
—oo0oo— Kalimah La Ilaha Illallah Kalimah tauhid ini mengandung empat roh Satu roh
JASMANI, tempatnya pada seluruh tubuh. Roh ROHANI tempatnya diatas jantung kita Roh
RAHMANI, tempatnya pada otak, member cahaya mata Roh IDHAFI, tempatnya dalam jantung.
Ialah empat roh itu yang ada pada diri kita Tapi jangan kau artikan bahwa roh itu bertempat
karena semuanya itu sudah lebur Ke dalam rahasia Allah. Siapa yang mendapatkan Allah pada
suatu tempat , orang itu sesat dan kafir naudjubillahiminzalik. Dan kalimat ini mengandung
empat pasal pula itu sifatnya kebesaran, kemuliaan, keragaman, keelokkan dan kesempurnaan zat
Allah Ta’ala. sedang sifat 20 itupun simpunnya pada kalimah ini. Juga seperti : sariat,tarekat,
hakikat, ma’rifat. Simpunnya kepada kalimat tauhid itu tadi juga. Sedang asma af’al sifat dan zat
tercakup kepada kalimah tauhid juga. Dan kalimah tauhid ini tadi termasuk kalimah mengadakan
dan meniadakan, maksudnya ialah allah ada, makhluk ada. Dan juga kalimah tauhid itu
menunjukkan fana dan baqa. Fana hamba ke dalam tuhan dan baqa dan tuhan. Artinya : fana
dalam kekidaman, dan baqa dalam keesaan. Sebagai yang terakhir kalimah tauhid itu
menjadikenyataan ujud semesta dan hayat semesta.
Kalimah laa ilahailallah ini simpulnya kepada huruf lamjalalah ini menunjukkan keadaan allah.
Dan keadaan yang menyebut itu sendiri. Kalau kita artikan secara umum, itu berarti dengan
tiada. Tapi sebaliknya menunjukkan keadaannya. Kalau seorang arif itu mengata ala allah.
Artinya melainkan allah jadi huruf la ini zikir jua adanya dan senantiasa adapula zikir bathin
yang tak panjang bacaannya hanya bagi ingat cukup, inilah kesempurnaan diri.
Allah hadir, allah ma’I, allah alimun, allah basyirun, allah sami’un, allah mutakalimun.
Artinya : allah hadir, allah serta, allah tahu, allah melihat, mendengar, berkata-kata. Inilah zikir
bagi ingat atau bagi yang sekedar tahu saja. Tapi kalau belum matang bisa dilatih dahulu, dan
kalau sudah fase dan lancar. Pemberitahuan : umpama ada yang lainnya hanya ada empat
zikirnya, pun sama saja. Kalau yang empat itu kita sudah mengerti artinya maka dengan
sendirinya bisa meneruskan yang lainnya. Demikianlah mengenal zikir rahasia atau zikir diri,
namanya. Sebab arti zikir ini sangat luas dan dalam arti dan maksudnya. Zikir itu semua baik,
asal saja sudah faham artinya dan tujuannnya, tepat diantara semua zikir lahir atau bathin yang
paling istimewa dan paling mulai ialah zikir DIAM. Susunan Sifat 20 Gugurnya Kepada Diri
Ujud adalah kepala Qidam adalah telinga kanan Baqa adalah telinga kiri Muhalapah adalah mata
kanan Qiamuhu adalah mata kiri Wahdaniat adalah mulut Kuadrat adalah bahu kanan Iradat
adalah bahu kiri Ilmu adalah susu kanan Hayat adalah susu kiri Sama adalah tangan kanan Besar
adalah tangan kiri Kalam adalah pangkal lengan kanan Badhrun adalah pangkal lengan kiri
Muridun adalah kaki kanan Alimun adalah kaki kiri Hayyun adalah paha kanan Samiun adalah
paha kiri Bashirun adalah pusat Mutakalimun adalah jantung Demikian susunan menurut urutan-
urutannya. Huruf-huruf nama Allah Allah : zat, sifat, asma, af’al Muhammad : sir, nur, asma,
perbuatan Adam : rahasia, roh, hati, kelakuan Insan kamil : rahasia allah Ta’ala Sebuah misal :
Roh umpam istana Hati umpama raja Ilmu umpama hakiki Akal umpama pembesar kerajaan
Tubuh umpama kendaraan Nafsu umpama penarik kereta Telunjuk sebagai penguasa kerajaan
Mata sebagai pengawas Telinga sebagai penghubung Hidung sebagai timbangan Mulut sebagai
palu Kaki sebagai lascar Tengah sebagai tempuk pemerintahan, sayap kanan/kiri. Demikianlah
yang dapat hamba harapkan untuk sesamaku. Ini hanya sebagai missal atau contoh saja. Inilah
raja kuasa bagi sekalian umat. Inilah yang disebut halifah di dalam bumi ini. Sekianlah ulasan
tersebut di atas ini.
Doa nikah supaya mendapat tuntunan hidup Wanumadzilu minal qur’ani wahuma sifa’u
warahma hulillmuminin Maka keluarlah engkau daripada tubuh Mati keluarlah engkau daripada
hati Mani keluarlah engkau daripada nyawa Manikan keluarlah engkau daripada rahasia
Keluarlah engkau dengan izin Allah Keluarlah engkau dengan qodrat allah Keluarlah engkau
dengan iradat allah Malaikat kiraman-katibin bukai pintu hadijah, buka pintu aisyah, bukai pintu
maimunah, bukai pintu salamah, bukai pintu patimah, pintu surga zannatun na’in, tutupkan pintu
neraka dengan pandangan lailahaillallah muhammadarrasulullah. Cara memakainya Duduk
berhadapan bertemu lutut, ajari dengan membaca astagfirullah hal adzim 3x Syahadat dan al-
fatihah. Selesai ini kita baca dalam hati ayat tersebut diatas. Selesai membaca ayat yang
dimaksud sewaktu akan main, senjata kita didepan senjatanya, baca assalamu’alaikum yang
bahir rahman, dijawab oleh istri : wa’alaikum salam ya bahir rahim. Sewaktu air akan keluar kita
abaca syahadat tauhid yakni ashaduanlaailahaa illallah disambung Istri dengan syahadat rasul
yakni waashaduanna muhammadarrasulullah. Cinta hakiki Jangan jauh-jauh engkau mencari
ajaran. Karena ajaran-ajaran itu telah berada didalam dirimu sendiri. Bahkan seluruh dunia ini
telah berada dalam dirimu sendiri. Jadikanlah dirimu itu cinta, cinta sejati dan abadi. Dengan
cinta itu kau dapat melihat dunia, arahkanlah pandanganmu dengan tajam dan dengan
keheningan parasmu nan elok rupawan kepadanya siang atau malam. Karena apakah
kenyataannya ? segala sesuatu yang tampak di sekeliling kita adalah akibat perbuatannya. Oleh
karena itu jelaslah sudah bahwa tuhan berada dalam cinta, engkau tidak akan menemui kesulitan
lagi asalkan masuk dan keluarnya telah jelas bagimu. Pengertian tentang hal ini sangat terbatas
sekali. Dia sama sekali tidak berbentuk seperti sangkamu. Dia tidak tampak oleh orang biasa
(orang awam) tetapi dia tetap ada dan tetap hadir. Tetapi bagi orang yang berakhir dalam
pandangannya, maka tampak sesuatu yang benar dan agung. Dan ketika dipandangnya ujud itu,
maka dengan jelas tampak membayang ujud yang seragam antara dia dengan ujud itutidak ada
bedanya. Dia tidak tampak karena terdesak oleh gerakan-gerakannya sendiri dari seluruh dan
azali. Jadi bedanya tidak tampak pada sumbernya karena ini walaupun kita bicarakan siang dan
malam tapi jika orang belum pernah memperoleh ajaran yang rahasia ini tetaplah tiada faedahnya
(tidak ada gunanya). Ia maujud dengan ujudnya allah ta’ala yang hakiki, dan fana dibawah
ujudnya. Maka jelaslah kepada kita bahwa hilang diri itu atau insan itu melahirkan seorang insan
kamil atau Muhammad insan kamil. Persembahan seorang insan kamil tidaklah mengenal waktu
semua gerakannya digunakan untuk ibadah. Sikap diamnya dan bicaranya dan gerak tubuhnya,
bahkan bulu romanya, kotorannya, kencingnya semuanya diperuntukkan sebagai ibadah memuji
tuhan. Inilah sholat dhaim namanya. Sedikit tentang Tanya Jawab... Tanya : Bagaiman menutup
pintu shaiton? Jawab : untuk menutup pintu-pintu itu mudah saja. Asal tahu rahasianya
kejadiannya yaitu : lepaskan akuan sendiri kepada akuan tuhan, itulah penutup pintu-pintu
shaiton. Tanya : apakah puncak segala puncak ma’rifat itu ? Jawab : puncak segala ilmu dan
ma’rifat itu ialah : kosong.... Tanya : manakah al-qur’an yang rahasia itu? Jawab : al-qur’an yang
rahasia itu ialah tiada huruf, tiada suara dan tiada kata-kata
Tanya : apakah nama tuhan yang azali itu? Jawab : nama tuhan yang azali itu tiada bernama
hanya disebut huwa, sesudah itu baru hu. Hu itu allah ta’ala : dan nur bernama Muhammad.
Tanya : apakah bedanya nur allah dengan nur Muhammad? Jawab : nur allah dengan nur
Muhammad tiada lain. Siapa yg menyangka berlainan, kafirlah orang ..itu Tanya : nur itu artinya
cahaya benarkah itu? Jawab : itu tidak benar. Itu hanya kata-kata kiasan saja. Nur yang
sebenarnya bukan cahaya, bukan benda, dan bukan materi, dan bukan zat, dan bukan sifat. Tidak
seorang pun yang tahu kecuali orang yang beroleh petunjuk hidayah. .Tanya : apakah yang
dimaksud mekkah itu? Jawab : yang dimaksud dengan Mekkah itu ialah Muhammad ... Tanya :
apakah yang dimaksud dengan madinah itu ? Jawab : yang dimaksud madinah itu ialah : dua
kalimat syahadat/ syahadatain Tanya : apakah yang dimaksud dengan ka’bah itu ? Jawab : yang
dimaksud ka’bah itu ialah adam Tanya : huruf mim, ha, mim, dal, itu masuknya ke mana?
Jawab : huruf Muhammad itu masuk kepada huruf : alif, lam awal, lam achir,dan ha.. Tanya :
mana menyatukan itu? Jawab : alif dalam mim Lam awal dengan ha Lam achir dengan mim Ha
dengan dal Tanya : apakah arti sin, ba, qab ? Jawab : sin itu adalah rahasia semesta alam Ba itu
kejadian semesta alam Qaf itu meliputi sekalian alam ..Tanya : coba kamu uraikan sedikit sedikit
tentang sin, ba, qaf Jawab : sin, ba, qof itu ialah Sin itu rahasia allah Ba itu rahasia Muhammad
Qab itu rahasia alam ...Baiklah ringkasnya saja hamba uraikan : Allah ya Muhammad,
Muhammad ya adam Apakah arti ba, alif, mim, lam ? Bakhrul abu malun laqut Apakah yang
dimaksud dengan bakhrul abu malun laqut? Itu yang disebut. Bismillahirahmanirrahim Itulah
asma tuhan yang paling rahasia Tutuplah kepada yang bukan ahlinya. Karena bisa membawa
fitnah besar dimata umum Apakah mungkin ada ba, alif, mim, lam, kalau tidak ada sin, ba, qob,
tidak ada, tentunya ba, alif, mim, lam pun tidak ada jua. Jelasnya : kalau Muhammad tiada, siapa
yang mengatakan tuhan itu ada. Jadi buktinya tuhan itu ada, adanya aku. Adanya tuhan itu
adanya aku. Dan adanya aku, adanya tuhan. Jadi intisari kalimah la ilaha illallah itu tidak ada
tuhan, melainkan aku. Dan tidak ada aku melainkan aku. Sekarang, akuku lenyap dalam jibu. La
hurufi wala sautin artinya : tiada huruf, tiada kata-kata, tiada suara. Aku kini tiada disana, hanya
engkau tunggal semata.kini aku tiada lagi mengata aku, hanya aku mengata : engkaulah tuhanku.
Maksudnya : ialah yang tuhan itu adalah aku didalam rahasiaku Demikianlah garis besar tentang
Tanya jawab ini maka sampai disini. HAQIQAT SEMATA Maqam ini disebut juga dengan
haqiqat mujaradat atau dengan kata DERAJAT HAQIQAT. Orang awan dan orang alim belum
mendapat atau mencapai DERAJAT HAQIQAT ini. Mereka hanya sampai kepada tingkat ilmu
belaka. Belum lagi sampai kepada DERAJAT HAQIQAT ILMU DAN MA”RIFAT. Orang yang
berada pada tingkat haqiqat semata ini, tiada lagi berpegang kepada kulit lahir dan nash dan dalil
mereka telah menyeberang dari al’Qur’an dan al-hadits. Mereka langsung menuju tuhan tanpa
perantara Rasulullah S.A.W sendiri, sebelum turunnya al’Qur’an beliau beliau sudah ma’rifat
kepada Tuhan Allah. Beliau cukup memakai dalil-dalil alam sekelilingnya. Itulah yang disebut
KITABUL UJUD. Orang yang berada pada maqam ini berkata dengan sembarang kata, karena
mereka tidak peduli atas kaedah sareat. Makanya ulama-ulama sareat atau ulama fiqih
menghukumkan zindik kepada mereka. Sebenarnya kata-kata zindik itu hanya kata-kata
menakuti saja. Orang-orang siddik yang kuat memegang sareat berkata-kata zindik itu hanya
untuk supaya jangan ditiru oleh orang yang dangkal ilmu pengetahuanya. Jadi saya yakin, bahwa
haqiqat semata ini dapat dibenarkan, asal orang itu benar-benar mendalam, dan dalam ilmu
ma’rifah dan telah sampai kepuncaknya. RASULULLAH S.A.W sendiri pernah bersabda, dan
tiba-tiba disuruh Tuhan menutup lidahnya, agar supaya terpelihara sareat MUHAMMAD. Para
sahabat mengumpulkan dan mencatat semua hadits nabi saw tetapi nabi melarang mencatat
hadits-hadits nabi yang sangat rahasia, kalau dicatat semua maka bisa membawa fitnah besar,
para sahabat sering membicarakan soal yang mendalam. Sampai-sampai keluar dari al-qur’an
dan alhadits nabi saw sering melarang. Sebab sabda beliau : tidak semua umatku yang mencapai
makam ini. Dan nanti bisa membawa fitnah besar, dan sabda nabi s.a.w. yang sangat rahasia itu
hanya dibisikan orang ditelinga yang beroleh ilham. Dan RASULULLAH s.a.wa sendiri pernah
bersabda, yang artinya begini : AKU ALLAH TIDAK ADA TUHAN, MELAINKAN AKU.
Demikianlah hadits shahih yang pernah saya temui dalam sebuah kitab tasauf yang sangat
mendalam sekali isinya. Maka apabila saya sak dan ragu dengan hadits ini, maka kafirlah saya
pada saat ini juga. Dan bakarlah saya dengan neraka jahanam itu. turunkanlah bala bencana yang
hebat didalam dunia ini juga. Dan janganlah engkau terima tobat saya sampaii hari kiamat.
Engkau maha mendengar lagi maha mengetahui. Orang yang telah mencapai tingkat ini, mereka
telah berada pada alam yang tertinggi, yang disebut dalam firman Tuhan yang berbunyi AL
MALA IL ‘ALA. Orang ini hakikat semata, tiada lagi berpegang kepada sareat yang jahir ini.
Sebab dalam pandangannya sareat yang berlaku ini adalah sareatullah jua. Gerak dan gerik hanya
pada Allah. Orang yang sampai pada Allah mereka seia sekata , seujud, senyawa , serasa dan
serahasia. Kehendaknya tidak berlawanan dengan kehendak Allah. Mereka telah satu dengan
Tuhan. Sifat Tuhan menjadilah sifatnya. Ia telah fana dalam Tuhan dan baqa dalam Tuhan.
Siapakah lagi yang memerintahkan dan siapakah yang diperintah. Tentunya tidak ada apa-apa
lagi. PAHAMiLAH. Orang yang pada maqam tertinggi ini, telah mendapat kebebasan dari
Tuhan, karena mereka satu kedudukan dengan Tuhan dalam segala hal. Orang ini kerap kali
berkata dengan sembarang kata Karena mereka berdiri sendiri dan berbuat sendiri menurut
sesukanya, sering mereka berkata; Aku yang punya alam, aku yang punya kuasa, dan aku yang
menentukan hukum. Yang Tuhan itu adalah Aku. Maha suci aku dan sembahlah aku. Tidak ada
Tuhan, melainkan Aku MUHAMMAD itu utusanku, MALAIKAT itu abdiku. Dan semua
makhluk mendapat menghadap kepadaku, dan lagi katanya ; Akulah Tuhan sekalian makhluk.
Semua orang yang mengahadap itu adalah menyembah kepadaku. Alangkah besarnya kuasa.
Akulah Tuhan yang hidup, yang tiada mati semua dengan sendirinya, tiada Ruh dan tiada jasad.
Kadang-kadang mereka berpisah. Berkata pula; Akulah Tuhan yang maha besar, yang meliputi
alam. Aku ada dimana-mana. DI ARSY, DI LANGIT DAN DI BUMI. Apabila aku berkata ;
maka tuhanku menjawab, hambamu mendengar suaramu. Alangkah mesranya hidupku bersama
kekasihku. Dia adalah aku dan aku adalah dia. AKU DAN AKU ADALAH DIA. Aku satu
dengan Allah, Aku satu dengan Muhammad, Aku satu dengan Adam, Aku satu dengan seluruh
alam, Akulah Tuhan yang maha Esa (rahasianya). Aku berbuat menurut sekehendakku. Kalau
hendak melihat Tuhan ; lihatlah aku. Semua wali-wali itu adalah waliku. Aku berkata
sembarangan kata, Tak ada satupun kata, Tak ada satupun yang mencegahnya, kecuali aku
sendiri. Alangkah mulianya aku, Akulah lapang dan akulah yang sempit. Semua perbuatanku di
alam ini adalah baik. Hanyalah makhluk sendiri salah sangka. Siapa menyangka buruk, buruklah
jadinya Siapa menyangka baik, maka baiklah ia. Inilah contoh orang yang sejajar dengan maqam
Rasulullah s.a.w. Janganlah pandang dzahir semata, niscaya jauh dari Tuhan. Apakah arti hakikat
yang sesungguhnya ? Arti hakikat itu ialah Tuhan semata, tiada campur dengan makhluk Sedang
makhluk itupun juga asma Tuhan. Allah itupun asma Tuhan, semua asma Tuhan, tetap ia
hakikatnya satu jua. Jadi bagi orang yang telah bertemu dengan inti sari ilmu dan ma’rifat adalah
; ia tidak perlu lagi menyebut asmanya, atau pengkatnya, cukuplah ia menyatakan dirinya dengan
kata-kata Aku (Hu). Inipun kalau keluar. Tetapi bagi bathinnya ; cukuplah diamnya orang yang
telah bulat atau satu dengan Tuhan, telah hapus kata-kata sareat atau tarikat. Hanya tinggal
bathin hakikat dan lahir ma’rifat. Yang teratasnya lagi tidak ada/hapus kata-kata ma’rifat ;
tinggallah hakikat (tuhan semata). Jadi tinggallah satu pandang syuhud saja. SYUHUDUL
WAHDAH FILWAHDAH. Tuhan memandang kepada dirinya sendiri. Jadi disini tidak ada
sareat, tarekat dan ma’rifat lagi. Semuanya tidak ada yang berdiri diatas hakikat. Hakikat adalah
ZAT DARI TUHAN ALLAH AZZAWAZALLA, jelasnya tidak ada sifat yang berdiri diatas zat.
Jadi dzahir Tuhan, bathinnya Tuhan. Yang nyata Tuhan dan yang bathinpun Tuhan jua. Jadi
yang berlaku pada sekalian alam ini adalah ZAT SEMATA atau yang disebut hakikat semata.
Dengan kata lain (Rahasia) ialah : HU (AKU) semata. Kata-kata AKU disini adalah murni dan
tak diragukan lagi kebenarannya. MAN ANA (SIAPA AKU) ; Aku disini ialah, Tuhan sekalian
makhluk. Simpun seluruh alam dunia dan alam akhirat. Kalau hendak menerangkan kalimah
AKU (ANA). Kering air laut untuk tintahnya dan tak cukup daun kayu-kayu untuk kertasnya.
Untuk menulis kalimah KU atau ANA tak akan habis-habisnya. Untuk memecahkan satu
kalimah saja, tak cukup umur kita. Inilah tanda kebesaran Tuhan seru sekalian Alam. Sedang
inipun hanya satu tetes dari pialanya Ilmu rahasia yang dianugerahikan Tuhan kepada hambanya
hanyalah sebagai setetes embun diwaktu pagi. Sedang setetes ini sajapun banyak orang yang
heran dan tercengang mendengarnya. Apalagi umpamanya dua tetes, mungin ada yang mati
terkejut karenanya. Atau langsung mendustakannya. Sekurang-kurangnya orang mengatakan gila
atau kapir. Tetapi saya tidak heran atas tingkah laku hamba Allah didalam alam dunia ini.
Karena semuanya itu terjadi atau kudrat dan kehendak Allah semata-mata. Dunia ini adalah
panggung sandiwara Allah Ta’ala, dimana Tuhan sendiri sebagai dalangnya. Maka kalau sudah
tahu rahasianya, tentunya tentram dan bahagia hidupnya. Dan tak pernah mengeluh lagi. Orang
yang sudah benar-benar bulat tekadnya, tidak ada takut lagi. Kadang-kadang orang yang telah
merasa nikmatnya kurnia tuhan itu, ada yang ingin mati saja, yaitu mati di pangkuan kekasih.
Orang yang demikian ini pandangannya Allah semata dan baik semata dan tersenyum semata.
Tak ada lagi kebencian, buruk sangka, fitnah dan lain-lain sebagainya .orang yang seperti ini
berkata selalu benar dan tak mau dusta lagi. Mereka tidak mengeluh dalam kemiskinan dan
cacian orang. Orang ini telah melekat alam hati sanubarinya sampai kepuncak ARSY perasaan
ridhanya dan suci bersih RUH dan SIRNYA. Hanya dalam pandangannya; AKU semata-mata. Ia
tidak lagi mengata : AMALLAH atau ANAL HAQ, atau AKU ZAT, AKU SIFAT. Atau aku
hamba, atau aku makhluk atau Aku manusia. Tetapi cukuplah dengan isarat : AKU (ANA).
Kalau tidak perlu diam saja. Mereka tidak dapat lagi membedakan, yang mana dirinya dan yang
mana Tuhannya dan mana makhluknya. Ia tidak tahu lagi siapa dirinya dan siapa Tuhannya. Ia
tidak tahu lagi membedakan yang mana dirinya dan yang mana Tuhannya dan mana makhluk. Ia
tidak tahu lagi siapa dirinya dan siapa Tuhannya Ia tidak tahu lagi dosa dan pahala. Hanya ia
berkata dengan sembarang kata. AL-HAQ ada padanya dan dengan dialah hakikat. Dialah yang
bathin dalam hakikat dan dialah yang lahir dalam ma’rifat zahirnya Tuhan dan bathinnya Tuhan.
Dia berdiri diatas hukum, bukan di bawah hukum. Biarpun dia dicela dan dicaci, dimanja dan
dipuja baginya adalah sama saja. Inilah manusia Allah yang suci murni dan tiada noda, walaupun
satu titik hitam kata-kata kafir atau gila dianggapnya sebagai suara merdu bagaikan seorang sufi
meniup seruling buluh perindu dari surga. Suara cacian dan hinaan sebagai nyanyian pelepas
rindu dikala kesepian, tak mampu manusia memutarbalikkan hatinya atau yang disebut kalbun
salim. Dia tetap tenang ; tentram dan bahagia. Allah tetap hadir dalam setiap saat / detik dalam
perasaan Orang yang seperti ini dapat dihitung dengan jari tangan, dia adalah termasuk golongan
yang sedikit diantara 72 atau 73 golongan. Kami berani menyatakan, bahwa kami termasuk
golongan yang sedikit. Yaitu golongan FIYAH QALILLAH. Dalam istilah sufi disebut keluarga
Tuhan. Artinya : satu haderat dengan Tuhan, bahkan satu kedudukan dan satu kekayaan dengan
Tuhan. Satu kekuasaan dan satu kebesaran dan satu kemuliaan. Kamilah Tuhan sekalian alam.
NUR ILAHI memenuhi jiwanya, NUR MUHAMMAD meliputi ujudnya. Akhlak Allah dalam
gerakan dan geriknya. Kalamullah setiap kata dan ucapannya. RACHMAN DAN RACHIM
dalam setiap pandangannya. Suara ALAIH dalamsetiap pendengarannya. Kalimah Allah dalam
dalam setiap langkah dan tujuannya. SIRULLAH dalam setiap niat dan perasaannya. NIKMAT
dan RACHMAD ALLAH dalam setiap turun naik nafasnya. ZIKRULLAH dalam setiap denyut
jantungnya. HUDAWAATUZZIKRI dalam setiap diamnya. RAHASIA ALLAH dalam setiap
akuannya. Dia ESA dalam ARSYnya dan tunggal dalam melayutnya. Dia berhaq berkata ;
dengan namaku yang maha pengasih lagi maha penyayang. Segala puji itu hanya untukku.
Karena ia datang dariku dan kembali kepadaku. Tahukah kamu wahai makhlukku ! Bukan
engkau yang berbuat itu ; tetapi aku juga memuji diriku. Aku memuji diriku atau aku diam saja;
apakah aku tidak kuasa ? aku bebas menurut sekehendakku. Aku jua yang menyuruh dan Aku
jua yang mendengar. Apabila Aku yang menyuruh, maka satu makhluk pun tak ada yang
sanggup meninggalkannya. Dan apabila aku yang mencegahmu, maka satu makhlukpun tak ada
yang sanggup mengerjakannya. Inilah tanda kebesaranku dan tanda kekuasaanku dalam setiap
makhluk. Apakah kamu masih belum mengerti? Apakah aku yang ada, maka tak usah kamu
takut dengan neraka, dan tak perlu kamu mencari surga. Akulah yang berhak menentukannya.
Karena aku jua yang berbuat dan yang melarangnya. Apabila aku menyampaikannya bukan aku
yang mewajibkannya apa-apa untukku. Hanya semata-mata aku menyuruhmu supaya masuk
kedalam surgaku. Apakah kamu belum mengerti? Bukanlah aku merindukan surga tetapi surga
itu rindu padaku Dan aku takut neraka ; tapi neraka sendiri lenyap dariku. Akankah neraka itu
terbit dari surga? Surga itu terbit dari AKU. Pantaskah aku yang sujud kepada surga dan neraka?
Orang yang mencari surga atau takut akan neraka ? Tahukah kamu wahai sekalian manusia ? Dia
ini milikmu dan akhirat itu haqmu Dia ini zahirmu dan akhirat itu bathinmu Dia ini badanmu dan
akhirat itu jiwamu Dia ini sifatmu dan akhirat itu zatmu ,Zatmu tiada lain daripada zatmu ,Dia ini
neraka pada hakikatnya. Akhirat itu adalah surga . ia dan akhirat adalah satu. Surga dan
nerakapun satu jua. Allah dan Muhammad satu. Kalau begini manakah neraka itu? Manakah
dunia atau makhluk itu ?. Manakah yang adam dan Muhammad ? Manakah yang jasad dan
manakah yang roh itu ? manakah yang makhluk dan manakah yang Tuhan itu? roh lah kamu
kalau masih belum mengerti. Bacalah kitab barincong ; artinya perpisahan antara yang lahir
dengan yang bathin. Antara yang batal dengan yang haq. Antara ahli kulit dengan ahli isi. Antara
ahli sareat dengan ahli hakikat. Perpisahan antara makhluk dengan Tuhan. Perpisahan antara ahli
jahir dengan ahli ibadat bathin. RINCUNG : tak mau campur baur dengan ahli sareat.
Memisahkan diri tak mau rapat. Ilmu jahir membawa mudarat. Tuhan itulah haqiqat ujud dalam
hidup ini Tuhan itulah haqiqat alam, Alam dan tuhan adalah satu Maka siapa yang fana dengan
Allah, niscaya ia lupa akan dirinya. Dan berkenalan dengan Allah dalam suhudnya Siapa tiada
melekat Allah, dalam apa yang ia lihat ; nyatalah ia masih terdinding. Seorang ahlul haqiqat yang
tiada ber haqiqat. Seorang pencinta Tuhan, yang tiada bertuhan. Dan seorang sareat, yang tiada
bersareat. Dan seorang ahlul ma’rifat, yang tiada berma’rifat. Seorang ahli pikir, yang tiada
menggunakan pikiran. Dan seorang ahli tasyauf, yang tiada bertasyauf. Seorang pengenal, yang
tiada mengenal lagi. Karena yang dikenal dan yang dikenal adalah satu jua. Yang mencari itu,
itulah yang dicari. Artinya ; Tuhan mengenal Tuhan. Lemah dari pendapatan akan mendapat,
itulah pendapatan Tuhan. Jadi siapa kenal akan dirinya, niscaya kenal akan Tuhannya. Sebab
dirinya itu tiada lain dari Tuhannya. Jadi nyatalah tuhan didalam diri. Diri dalam genggaman
Tuhan. Dengan kata lain ; pemeliharaan Tuhan pada bathin hambanya. Jadi kesimpulannya
JOHIR TUHAN, BATHINPUN TUHAN. Dunia Tuhan, akhiratpun Tuhan, yang nyata Tuhan,
yang ghoib pun Tuhan. Awal pun Tuhan, akhir pun Tuhan Yang nyata Tuhan, yang ghoib pun
Tuhan Semua itu Tuhan dan Tuhan itu semuanya. Inilah ilmu ma’rifat yang sempurna. Inilah
ilmu rahasia yang esa yang sejati. Inilah agama Islam yang sebenarnya. Inilah iman haq yang
diridhai. Inilah amal ibadat yang bernilai. Inilah manusia Allah yang suci murni. Inilah dua
kalimah syadahat yang sesungguhnya dan yang sempurna. Disinilah sembahyang mi’roj
namanya. Disinilah puasa yang sebenarnya. Disinilah yang sesungguhnya yang berzakat.
Disinilah haji yang mabrur. Disinilah letaknya kebenaran cinta kepada Rasulullah dan Kepada
Tuhan dan kepada segala makhluk. Dan inilah yang disebut: AGAMA Artinya: ALIF, AGEN
DAN MIM. APAKAH ARTI AGAMA itu. Dalam arti yang sangat mendalam ialah. ALIF
artinya : ZAT ALLAH. MIM artinya : SIFAT ALLAH. AGEN artinya : Antara dua ujud. Yaitu
ujud Allah dan ujud Muhammad. Atau antara ujud Adam dan Ujud Allah. Baiklah aku susun
dengan rapi sekali. ALIF : artinya ALLAH MIM : artinya Muhammad. AGEN : artinya nafsu
Syahwat. Jadi dinding antara Muhammad dengan Allah Ta’ala inilah NAFSU. Siapa sanggup
mengalahkan nafsu itu ; berarti bertemu dengan Tuhan. Inilah arti yang sebenarnya dalam
Rahasia ke-Tuhanan. Jangan hanya bisa mengatakan saja. Sedang haqiqat belum tahu. Haqiqat
yang sesungguhnya nafsu itu ialah ; SYAHWAT . Maka saya uraikan dalam beberapa fasal. 1.
Yang disebut dalam Al’Qur’an yaitu : SYAITON.. 2. Nafsu kebinatangan (hewan) 3. Nafsu yang
belum terkendalikan ..Siapa yang sudah sanggup mengalahkan nafsu shaiton itu berarti tidak ada
shaitonnya lagi. Kini menjadilah ia nafsu ZAT HAQ TAALA atau nafsu mutmainnah. Inilah
SIROLLAH NAMANYA. Maka apabila datangnya dari ZAT – illahiyah (Zat-ketuhanan)
semuanya baik dan semuanya ibadat. Ialah artinya Agama itu. inilah agama yang selamat. Atau
yang lazim disebut : AGAMA ISLAM. Islam itu artinya selamat sejahtera. Jadi dinding (hijab
Allah) itu ialah : yang disebut AGEN itu tadi. Apabila musnah Agen itu tadi ; disebut juga AEN.
Inilah ZAT ketuhanan yang mutlak. Marilah kita buka terus rahasia ini. Anda sering mendengar
orang berkata : Hilangkan titiknya dahulu, baru kamu sampai kepada Allah. Baiklah aku dengan
rela hati menerangkannya kepada anda, sesudah itu tutuplah. Baiklah kita membicarakan
kembali antara “AIN” ( ) dan Agen ( ). Huruf AIN tidak bertitik. Sedangkan huruf AGEN ( ) ada
titiknya. Maka jadilah ia huruf “AIN” ( ). AGEN AIN kalau huruf agen itu tadi sudah kita buang
titiknya ; maka otomatis orang menyebut “AIN”. Jadi “AIN ini ZAT ketuhanan yang mutlak
(Nafsu ZAT Hau Ta’ala) sedang AGEN itu tadi adalah nafsu shaiton atau nafsu yang batil. Maka
bila hilang titik AGEN itu tadi ; berubahlah menjadi “AIN” contohnya ; Hanya menghilangkan
titiknya, jadi sempurna ilmunya. Sama halnya dengan kata-kata AKU. Dan si batal menyebut
AKU jua. Disini kita kita hanya menghilangkan akuan makhluk. Bila sudah hilang, hanya akuan
Allah saja yang ada lagi. Sempurnalah ilmunya. Inilah cara menghilangkan titik itu tadi.
Rahasiakanlah buat sementara. Mudah saja bukan. Semuanya jadi rahasia kalau belum diketahui.
ISLAM Dalam artian umum ialah selamat Artian dalam ma’rifat lain pula...artinya : Allah, Sir,
Nafsu, yang haq, dan Muhammad Antara Allah dengan Muhammad adalah Sir rahasia dan nafsu
zat haq Ta’ala. Apabila dapat menyatukan antara Sir dan nafsu yang haq, maka baru benarlah
dapat menyatukan Allah dengan Muhammad. Apabila sempurna yang empat macam ini ; berarti
sempurna islamnya dan sempurna imannya. Dan setelah tersebut tadi. Sesudah mengetahui yang
sesungguhnya arti islam itu ; Barulah dinamakan Islam sejati dan iman yang sempurna. Inilah
yang sebenar-benarnya Agama, dan sebenar-benarnya islam dan iman yang haq. Inilah mu’min
sejati dan hamba yang sempurna. Janganlah hanya mengaku beragama Islam, sedang jiwanya
kosong dari Agama. Demikian pula halnya mengenai akidah/ pendirian seseorang yaitu tanpa
taqlid buta dan ikut-ikutan orang lain. Kita wajib menyaksikan sendiri, membuktikan sendiri, dan
merasakan sendiri. Inilah yang sebenar-benarnya agama Islam yang sempurna. Keterangan, ini
merupakan ILMU LADUNI DAN RAHASIA KUDUS. KEBENARAN DALAM AJARAN
TASYAUF Untuk mengetahui kebenaran dalam ajaran tasyauf ini kita dapat merasakan sendiri,
umpamanya ; mendapat musibah, kita harus sabar dan ridha. Dan hanya sanggup tidak berdusta
lagi. Jadi dalam pandangan kita semata-mata Allah, dan dalam perasaan kita harus kasih sayang.
Dalam hidup ini kita telah mengetahui arti AGAMA. AKIDAHKU : Aku tidak mau taklid buta
lagi, walaupun ulama memakai dalil-dalil dan nash yang hebat. Alhamdulillah kini jiwaku
tenteram dan bahagia, hidupku puas dengan nikmat Allah setiap saat. Dalam soal ibadah aku aku
tidak takut sedikit amal. Perasaanku kini tak ada lagi merasakan takut atau gentar. Aku tidak
takut dengan neraka dan tidak takut siksa dan tidak takut sedikit amal dan tidak takut dicela dan
tidak takut dikapirkan makhluk, tidak takut miskin dan tidak takut mati. Kata-kata takut itu
lenyap semua dalam perasaanku. Sebaliknya ; aku merasa senang, bahagia, kasih saying, sabar,
cinta dan ridha. Dan aku telah merasa nikmat didalam nikmat. Semua nikmat, tidak ada bala dan
siksa. Kini aku tidak minta sorga lagi. Sebab nikmat itu sorga, dan telah kurasakan didalam dunia
ini. Dunia nikmat akhiratpun nikmat. Senang nikmat susahpun nikmat. Tidak ada yang tidak
nikmat bagiku. Tak ada yang tak baik bagiku. Tak ada yang tak taat bagiku. Semua nikmat,
semua baik, semua ibadat, semua rahmat dan semua ridha bagiku. Dalam pandanganku tak ada
lagi iblis dan shaiton, manusia dan jin, malaikat dan nahi-nahi, semua Tuhan dan Tuhan
semuanya. Pendeknya serba Tuhan, dan selalu Tuhan. Hanya dengan cara beginilah hamba Allah
akan mencapai ketentraman jiwadan kebahagiaan. Dengan inilah caraku mencari kebenaran
mutlak dan tidak ada yang lebih bahagia daripada kebahagiaan seorang ahlul ma’rifat.
AKIDAH / PENDIRIAN Pendirian seorang ahlul ma’rifat ialah tak ragu akan akidahnya, dan tak
pernah berubah walaupun dikapirkan orang. Mereka rela mati daripada berubah keyakinannya,
mati adalah jalan yang terbaik dari semua jalan yang baik. Seorang ahlul ma’rifat tak pernah
luntur, walaupun dihujani dengan hujan fitnah. Kata-kata sesat dan kapir ; dianggapnya sebuah
nyanyian seorang sufi yang sedang rindu kepada kekasihnya. Mereka tidak peduli akan kata-kata
huruf dan suara. Hanya yang penting baginya perasaannya kepada Tuhannya. Apabila cintanya
telah bersemi dan berupa penerimaan dari haliknya ; disinilah nilai hidup itu. baginya tak guna
hidup, tanpa nikmat (ma’rifat). Karena ma’rifat itu adalah jiwanya iman ; dan jiwanya iman
adalah ikhsan. Jadi jiwanya Islam adalah iman, dan jiwanya iman adalah ikhsan. Apabila jiwa-
jiwa itu kosong dari ma’rifat ; samalah hidupnya sebagai seekor binatang buas, yang rakus dan
tak tahu diri. Karena akhir tujuan hidup adalah cinta dan ridha. Apabila cinta dan ridha telah
bebas dari belenggu kemakhlukan semata. Karena dalam jiwa yang suci, akan melahirkan
perbuatan yang suci pula. Dalam jiwa yang kotor, akan melahirkan perbuatan yang kotor pula.
Tentang kata-kata suci dan kotor ini ; anda telah ma’lum adanya. Tak usah anda pikirkan lagi.
Karena bagi anda semua suci, semua halal, semua baik. Tidak ada kejahatan didalam dunia ini.
Yang jahat itu dalam artian dunia ialah ; orang yang mengaku ada punya akal sendiri. Dan
perbuatan sendiri ; yaitu diluar perbuatan Allah. Itulah yang dimaksud jahat atau jahil. Tetapi
bagi kita, iman dan ta'at kafir da ma’siat, jahat dan baik ; adalah sama, dan semuanya adalah
baik. Tidak ada perbuatan Tuhan itu yang jahat. Bila datang dari Tuhan semua baik. Jadi
pendirian seorang ahlul Haqiqat atau haqiqat semata ialah benar-benar sudah bersih dari
kesirikan ; menyatakan, setiap perbuatan adalah baik, setiap gerak dan geriknya ibadat. Setiap
nafas keluar masuk ; zikir. Jelasnya adalah gerak dan adalah puji (ingat). Pohon dari ingat ini
adalah ; Esa/satu (bersatu dalam rahasia). Apabila sudah benar-benar satu dengan seluruh alam
dan Tuhan ; itulah kesatuan ujud namanya. Sahdatul ujud artinya ; semua itu Allah dan Allah.
Kalau sudah begini, inilah yanh disebut Tuhan yang maha Esa. Yang maha sempurna. Kalau
sudah begini katakanlah apa yang kau semuanya baik, sempurnanya ibadah dan semuanya ibadat
yang sempurna. Karena pokok pangkalnya segala kejadian, segala kehidupan dan segala
perbuatan telah kita ketahui seluruhnya. Maka dari itu janganlah kita ada perasaan syak dan ragu
lagi. Tidak ada yang perlu ditakuti. Jangan takut kepada Tuhan, karena Tuhn bukan hantu bukan
iblis dan bukan jin dan bukan malaikat semuanya bukan dan bukan. Adakah orang takut dengan
dirinya sendiri? Adakah orang benci kepada dirinya sendiri? Dan adakah orang menyiksa dirinya
sendiri? Adakah orang memerintah dirinya sendiri? Adakah orang menyakiti kepada dirinya
sendiri? Jawabnya : Yang ada hanya memuji dirinya sendiri Mencintai dirinya sendiri Merasa
sendiri dan berbuat sendiri Tidak ada yang diperintah dan yang diperintah Tidak ada yang
disakiti dan yang menyakiti, tegasnya karena CINTA Yang ada hanya memuji dirinya sendiri,
merasa sendiri dan berbuat sendiri. Semua orang merasa benar, mengaku baik dan mulia. Hampir
semua orang merasa dirinya tidak bersalah, tidak berdosa, tidak tercela. Semua orang mengaku
baik dan mulia dan sebagainya. Hampir semua orang merasa dirinya tidak bersalah, tidak
berdosa, tidak bersalah. Fahamilah kata-kataku ini. Kalau percaya ambil, kalau ragu buang jauh-
jauh. Tidak ada paksaan dalam agama Allah, pilihlah sendiri saja. MAQAM TUHAN Seorang
insan kamil (manusia sempurna) ; bagi mereka, tak ada atau tak perlu lagi kepada sesama atau
kedudukan , atau dengan pangkat. Arif/wali. Atau dengan mengulang-ulang kata-kata hamba,
atau manusia atau makhluk. Dia tidak perlu lagi mengata zat atau sifat. Apalagi kata-kata sariat
dan tharekat, dia tidak memerlukan lagi kata-kata hakikat ma’rifat. Hanyalah ia diam dalam
malaqutnya dan tunggal dalam jabarutnya. Hanya tinggal AKUdalam isyaratnya. Jadi kata-kata
AKU telah mencakup keseluruhan seisi langit dan bumi, Arsy dan kursyi, Luh dan kalam,dunia
dan akhirat. Demikianlah hakikat ketuhanan yang maha ESA. Kembali kepada asalnya
(awalnya). Sebelum ada yang mengenalnya. Belum tahu namanya, apalagi sifat dan zatnya. Dan
sebelum menjadikan RUH dan ARAD nya. Sedangkan NUR MUHAMMADIYAH belum ada.
Dia berdiri sendiri, hidup sendiri, tanpa RUH dan jasad. Jadi pada hakikatnya tidak memerlukan
apa-apa cukup dengan AKU. Tidak pakai kata-kata ENGKAU. Hanya simpun dalam KALIMAH
AKU. Dan kalimah AKU ini harus lenyap pula dalam huruf dan kata-kata dan dalam suara.
Artinya: tiada huruf, tiada kata-kata, dan suara. Inilah yang sebenar-benarnya fana dan lenyap
dan baqa dan baqaul baqa. Tidak ada diatas ini lagi. Kata-kata AKU disini hanya ada dalam
KAIMINYAK BATHIN. Ada kata, tetapi tiada berkata, ada huruf tetapi tiada berhuruf dan ada
suara, tetapi tidak bersuara. Dikatakan diam, tidak berdiam. Dikatakan berdiam padahal tidak
diam. AKU disini ialah ALHAQQU. Jadi akuan orang mawas dengan akuan orang alim/awam
adalah berlainan. Akuan orang awam/alim masih konselit. Sedang akuan orang hawas adalah
putus hubungan dengan makhluk. Tidak ada duanya lagi, atau siriknya lagi, atau tidak ada
berbau makhluk lagi. Ia satu rahasia dengan Tuhan dan satu dengan seluruh alam Dan satu
dengan seluruh perikemanusiaan. Satu ujud, satu nyawa, satu rasa, satu rahasia, satu zat, satu
sifat, satu asma, satu perbuatan, satu iradat, satu kekuasaan, satu undang-undang dan satu
keputusan. Dalam tingkat ini tidak ada lagi dua kata. Atau dua bagian, atau dua zat, dua sifat, dua
perbuatan. Semuanya terlingkup dalam satu kata, satu maksud dan satu tujuan. Pokoknya serba
satu, bukan serba dua. Apabila masih ada merasa dua ujud, atau dua perbuatan atau dua bahagi,
atau dua pandangan, maka nyatalah ia masih terdinding. Orang yang benar-benar ma’rifat kepada
Tuhannya, ia tidak meadakan selain dirinya. Tidak mengadakan perbuatan lain, selain perbuatan
dirinya, dan tidak ada pandangan lain, selain pandangan dirinya sendiri. Ia tidak mendatangkan
pembela dari langit, atau pengampunan dari luar dirinya, ia hadapi semua itu dengan apa yang
ada pada dirinya. Ia telah merasa bahwa AL-HAQ ada padanya. AL-HAQ itulah dirinya. Dan
AL-HAQ itulah jaminannya. Semua orang menghadap Tuhan, membawa jaminan pahala dan
kebajikan. Yaitu amal sembahyang dan amal puasa dan seluruhnya, amal-amal kebaikan dengan
anggota tubuh. Tetapi orang yang berada pada maqam Tuhan semata itu; jaminannya tak ada
apa-apa. Hanya AL-HAQ jaminannya. Hanya Allah-lah yang menutupi kekurangan-
kekurangannya. Sebenarnya tidak ada kekurangan-kekurangannya, atau tidak ada kelebihannya ;
hanyalah itu kata-kata mutiara saja. Lapang dan sempit ada pda Tuhan. Tetapi bagi orang hawas,
semuanya lapang. Semuanya nikmat dan semuanya Rachmat. Dunia ini sorga pertama bagi orang
buta mata hati, dan akhirat neraka yang kedua. Sorga itu rasa menikmati ridhanya. Neraka itu
puncak kegelisahan merasai murkanya. Sorga dan neraka itu lebih dekat kepadamu, daripada
kamu pergi kesana. Baiklah aku nyatakan dengan jelas ; sorga itu karena marifat. Neraka itu
karena terhijab. Soal yang lainnya hanya soal yang kedua saja, atau tidak ada soal sama sekali,
yang penting kamu telah suci dari perbuatan Allah, artinya bersih daripada perbuatan sirik.
Karena sirik itu ada dua rupa. Rupa pertama berupa sirik samar, Rupa yang kedua berupa syirik
yang nampak. Sirik yang halus atau samar ; anda sudah maklum. Dan sirik yang nampak atau
yang terang-terangan seperti di bawah ini : 1. Mengadakan sajian atau memberi makanan kepada
makhluk halus karena takut disakiti, atau supaya ia bisa menyembuhkan. 2. Kedua imannya
kosong kepada Tuhan, iblis dan syaitan selalu di adakan 3. Karena syaitan selalu diadakan, maka
jelaslah dirinya merupakan syaitan, maka tak segan-segan memberi syaitan. 4. Selama kawan
nafsu shaitan belum lenyap dari pandangannya selama itu pula ia sirik kepada Tuhan. 5. Tobat
sirik itu tidak ada, kecuali ma’rifat kepada Tuhan 6. Menyembah sesuatu yang bukan Tuhan 7.
Karena masih ada sirik yang kasar atau sirik durhaka kepada Allah untuk selamanya. Dan tidak
ada ampunannya atau tobatnya kecuali kembali kejalan yang diridhai. 8. Jalan yang diridhai ialah
ma’rifat. Inilah suatu peringatan bagi orang yang sempurna akal, tak guna ilmu setinggi langit
kalau masih ada berbau sirik. Biar amal seperti sebesar jarah atau sebesar debu, asal diri bersih
daripada sirik. Biar bertungging sampai kelangit , namun sirik bagaikan bukit. Jadi yang utama
disini adalah untuk diri sendiri. Jangan bingung kepada pendapat orang lain. Cela dan maki
anggaplah biasa saja. ZAZAM Dari kutub utara, sampai kutub selatan. Dari maghrib dan
sampai ke masyrik, dari daksina sampai kepagsina. Dari ujung dunia, ke ujung dunia, hanya
beberapa orang saja yang sampai ketingkat zazam ini. Sedang dunia (didunia) ini hanya ada
beberapa daerah besar ini. Maka dari itu nyatalah dapat dihitung dengan jari tangan, orang-orang
yang berada pada tingkat ini. Apakah arti zazam? Apakah arti zazam ? Zazam artinya :
KOSONG Dalam kitab berincung disebut : ALIF –TITIK KOSONG Apabila alif dan titik itu
sudah lenyap atau sudah karam dalam lautan ahadiyah zat mutlak ; maka semuanya kosong.
ALLAHUMA ; ya Tuhan kami ! Tidak engaku jadikan alam ini kosong saja ; semuanya
mengandung rahasia. Didalam kekosongan itu ada rahasia. Hanya satu daerah satu saja yang
sanggup mengisi yang kosong itu. Tidak boleh ada dua orang dalam satu rahasia. Memasuki
daerah Tuhan hanya satu saja, tidak boleh lebih dari satu. Pahamkah anda? Kalau paham diamlah
kalau tidak paham simpanlah. Dalam soal ini tidak memerlukan pertanyaan. Siapa bertanya, dia
sendiri menjawabnya. Tidak ada atau tidak boleh ada dua jiwa yang mengisi kekosongan itu.
Jelasnya tidak boleh ada perantara guru atau seorang syeh. Langsung berdialog dengan tuhannya
sendiri tidak ada tawar-menawar dalam soal rahasia ini. Tidak ada emas dan perak menjadi sarat.
Tidak ada anak mas dan anak tiri dalam soal ketuhanan, tidak ada lantaran anak dengan orang
tuanya. Tidak ada alasan karena nabi dan rasulnya yang dibolehkan. Nabi-nabi dan rasul-rasul itu
sama saja dengan kamu. Rahasia ini bukan hanya untuk nabi-nabi dan rasul-rasul bahkan nabi-
nabi dan rasul tercengang melihat umatnya, ada yang sejajar dengan nabi-nabinya atau rasul-
rasulnya di alam baqa nanti. Siapakah orang itu? Orang itu ialah yang : ZAZAM Dan mereka itu
benar-benar sampai kepada maqam ichsan.Ichsan Tuhan kepada Tuhan. Karena ichsan (zazam)
ini diatas dari Islam dan iman, sebab islam dan iman itu adalah termasuk sifat ubudiyah
(kehambaan). Sedang tuhan mempunyai dua sifat utama, pertama sifat kehambaan dan kedua
sifat ketuhanan. Aspek luar aradh ; sedang aspek dalamnya al-haq Jadi orang yang sampai
kepada maqam Tuhan (maqam ichsan) atau zazam, maka telah hapus kedua sifat itu tadi. Karena
tidak ada sifat yang berdiri diatas zat. Maka maqam ichsan itu diluar daripada pengetahuan
makhluk. Dan diatas dari semua maqam ahlul ma’rifat. Maqam ini disebut dengan gelar ;
PENELANJANGAN TUHAN. Sebab tidak ada kitabnya, dan keluar dari dalil / nash yang ada,
ia merupakan ilmu laduni dan rahasia qudus. Merupakan ilham dan wahyu yang tiada batas.
orang yang berada pada tingkat ini digelari dengan keulungan agama ; atau AL ABQORIA
TUDDIHIYAH. Karena ia telah berhasil dalam laratannya dalam bakat penganasia. Ia telah
bertemu kepada puncaknya segala puncak. Maka ia berhak disifati dengan gelar keulungan
agama itu tadi (penelanjangan Tuhan), orng yang seperti inilah yang dimaksud Tuhan dalam
firmannya ; tiap-tiap seratus tahun ; Aku turunkan satu orang utusanku sesudah Muhammad.
Maka sabda Rasulullah s.a.w. yang berbunyi ; Tidak ada nabi sesudahku. Ini bukan berarti; tidak
ada utusan sesudahku karena tiap-tiap nabi ; bukan rasul. Tetapi tiap-tiap rasul adalah nabi. Nabi
itu artinya ; menerima wahyu, tetapi tidak menyampaikan. Jadi kata-kata utusan itu tiada batas.
Tiap-tiap seratus tahun ; Tuhan turunkan seorang utusan untuk menyampaikan agama Allah yang
haq. Dan ada lagi firman Allah yang berbunyi; artinya aku akan memperbuat agamaku yang haq
ini dengan seorang lidahnya lacur. Maksudnya ialah : Aku turunkan nati utusanku yang
membawa agamaku kejalan yang hak. Yang disampaikannya dengan terus terang tanpa merasa
takut dan gentar. Mereka buka tanpa disadari. Artinya ; diluar kesadaran manusia mereka berkata
sembarang kata, asal benar. Mereka tidak takut difitnah atau dikapirkan. Bahkan mereka berani
mati dalam menyampaikan yang hak itu. apa-apa yang diputuskannya, tak dirubah lagi
kehendaknya tidak bertenangan dengan hukum-hukum Tuhan yang azali Tuhan telah berabda :
katakanlah semuanya Ku ikuti kemauanmu. Itulah yang dimaksud Tuhan dengan lidah seorang
yang lacur. Berkata dengan sembarang kata.tetapi semuanya hak dan benar. Karena Tuhan maha
mengetahui banyak ulama sekarang yang menyembunyikan ilmu agama. Agama dijadikan
pencarian. Dimana bunyi gendrang disitu ia menari. Dimana banyak uang, disitu ia berbunyi.
Pangkat dan kedudukan, kursi dan kemegahan dijadikan Tuhan. Harta dunia jadi rebutan ; kalau
hilang jadi pikiran. Gelar ulama jadi kebanggaan. Menghambur fitnah melalui kekuasaan masjid
dan mimbar tempat peraduan. Agama dijadikan pokok dalam perpecahan. Hasut- menghasut
menjadi-jadi. Orang bodoh makanan si pintar. Masyarakat bingung mencari pemimpin balik
belakang akal pun hilang. Supaya aku tidaklah pincang, pilih ulama sulit dibilang. Aku kembali
langsunglah datang. Menghadap Tuhan malikul alam Qur’an dan hadits petunjuk jalan. Menuju
sempurna dimalam kelam. KUN MUHAMMADAN JADIKANLAH DIRIMU MUHAMMAD
NUR MUHAMMAD atau HAKIKAT MUHAMMAD adalah ; HAKIKAT ALAM ; sebab
seluruh alam maya pada ini terbit daripada NUR MUHAMMAD jua adanya. Disini para ulama
tidak banyak yang mengetahui arti dan makna yang sebenarnya daripada Nur Muhammad itu
tadi. Ia bukan cahaya yang dalam pahaman para kebanyakan orang. Ia bukan mat, bukan benda,
bukan matahari, bukan cahaya seperti sorot lampu dimalam hari. Tetapi diatas daripada segala-
galanya ; diatas daripada cahaya segala cahaya. NUR MUHAMMAD itu adalah cahaya diatas
cahaya yang cerlang cemerlang, tiada cahaya yang lebih bercahaya yang lebih qadim daripada
Nur Muhammad itu. Nur disini adalah cahaya yang abadi dan petunjuk hidayah. Nur Muhammad
itulah asal segala kejadian, dan dia telah terjadi sebelum apa yang terjadi. Dalam hal kejadian
dialah yang awal, dalam hal kenabian dialah yang akhir dalam kejadian (kesahiran). Alhak
adalah dengan dia, dan dengan dialah hakikat. Dialah yang pertama dalam hubungan, dialah
yang akhir dalam kenabian, dialah yang bathin dalam hakikat, dan dialah yang mahir dalam
ma’rifat. NUR MUHAMMAD atau hakikat Muhammad itulah yang memenuhi tubuh Adam dan
tubuh Muhammad. Maka apabila NUR MUHAMMAD atau petujnjuk hidayah Muhammad itu
telah masuk kedalam diri kita in; maka otomatis dia membawa cahay yang abadi sepanjang
masa. NUR MUHAMMAD atau HAKIKAT MUHAMMAD itu qadim pula. Dan apabila
Muhammad mati sebagai tubuh, namun NUR MUHAMMAD itu tetaplah ada. Sebab NUR
MUHAMMAD itu tiada lain daripada NUR ZAT. Jadi ALLAH, MUHAMMAD, ADAM adalah
satu jua adanya. Insan kamil pun Allah jua ; Muhammad dan Adam pun pada hakikatnya. Jadi
pada hakikatnya manusia ini adalah Tuhan dalam Rahasia. Tuhan menurut bentu dan surahnya
sendiri, maka dari itu Tuhan memerintahkan kepada malaikat supaya sujud kepada ADAM.
Disini baiklah hamba jelaskan secara mendalam tentang KUN MUHAMMAD ITU TADI.
Jangan menetapkan saja kepada Muhammad s.a.w yang di MEKKAH itu atau di MADINAH itu.
itu memang yang menjadi bibit; bibitnya yang telah ma’rifat. Tetapi carilah hakikat nabi yang
ada didalam sekujur wujud kita ini. Sebab Muhammad itu tiada mati-mati dan kekal. Kalau dia
mati maka pastilah Dunia ini akan hancur lebur. Semuanya hancur kecuali wajahnya. Jadi pada
hakikatnya dia tetap hidup dan tiada mati-mati(langgeng selama-lamanya). Oleh sebab itu
cobalah cari Muhammad itu, artinya ; RASA TUHAN yang ada disekujur wujud kita pribadi.
disekujur kita pribadi, kalau sudah ketemu tentu saja ma’rifat kepada zat tuhan yang Maha agung
itu. ketahui olehmu bahwa ma’rifat seseorang itu tidak akan dapat dilihat dengan mata kepala ini,
tetapi tetap saja kAta ini tidak punya daya upaya, selain rasa Tuhan yang maha kuasa, yang tetap
mengetahuinya. Tetapi hanya yang goib diwujud kita ini harus bisa ketemu, supaya bisa pulang
keasalnya semula. Yaitu kerasa yang dahulu itu, yaitu pulang kepada rasa Allah atau rasa Tuhan
semula. Sebab kalau tidak ketemu sekarang ini tentu nanti tidak akan bisa pulang kembali
kepada rasa semula. Yaitu kepada RASA yang haq itu, maka dari pada itu ma’rifatullah lain
tidak. Dan kalau belum ma’rifat dikhawatirkan matinya sesat sekarang barulah kita berkisar pula
kepada membicarakan SUMBER yang satu. HAKIKAT RUH itu ialah bukti nyatanya rasa.
(hakikat nyawa). Sedang rasa itu adalah beberapa unsure nafsu atau beberapa fasal nafsu.
Adapun yang disebut atau yang dimaksud kehidupan yang kekal abadi itu adalah : hidupnya
illahi Robbi. Yaitu yang bersifat terang-benderangnya, yang tiak terkena mati dan meliputi
seluruh alam ini. Begitu pula seperti Arsy, kursyi, sorga dan neraka yang meliputi semuanya itu,
oleh karena itu ia merupakan sifat hidup Tuhan Allah azzawazalla. Jalan yang demikian ini
disebut oleh kaum sufi, SAMUDERA HIDUP. Sedang bibit nyawa itu disebut hidupnya seluruh
bentuk dan jasad ; sekalipun sampai kepada bakteri, dan kuman-kuman yang sangat kecil
sekalipun. Juga manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan apapun jua yang bernyawa atau yang
hidup didalam seluruh semesta ala mini, semuanya bersumber dari yang satu itu jua adanya.
Sedangkan segala kehidupan didalam dunia ini tidak terbilang banyaknya, hanyalah Cuma itu
hanya nyawa. Yaitu yang ada disemua bentuk jasad kita ini. Dan janganlah kita memahami
bahwa satu Tuhan itu terbagi-bagi miliyuran jiwa. Lalu sedikt demi sedikit akan menjadi kurang.
Maka dari itu janganlah salah mengerti, bahwa zat Tuhan itu tidak ada berubah sedikit juapun.
Tetapi tetap saja langgeng tidak berkurang dan tidak akan bertambah lagi. Karena zat Tuhan
yang hakiki itu tidak pernah rusak dan tidak pernah binasa oleh apapun. Sekarang baiklah kita
umpamakan atau kita buat sebuah missal untuk memudahkan paham kita. Umpamanya didunia
ini kita nyalakan satu lampu dan lampu itu kita tutup dengan satu kawat kasa yang sangat halus
dan menggelembung. (cembung). Dan kawat kasa itu bermiliyunan lubangnya, yaitu lubang
kawat kasa itu. Yaitu lubang kawat kasa itu tadi. Jadi setiap lubang cembung itu adalah sebagai
nyawa, satupula.maka jelaslah kepada kita bahwa setiap lubang kawat kasa tersebut memiliki
satu nyawa. Dan lampunya hanya yang satu itu jua adanya. Demikianlah yang menjadi kita bagi
seluruh manusia, ataupun makhluk yang lainnya. Begitulah sebuah contoh untuk jadi
perbandingan dan untuk memudahkan faham kita adanya. Kalau tidak ada contoh dan
perumpamaannya, maka sulitlah kita memahaminya. Maka dari itu setiap seorang guru atau
seorang ulama tasauf haruslah banyak memberikan contoh dan perumpamaan supaya si murid
mudah memahaminya. Jadi yang sebenarnya yang sulit itu bukanlah guruulama itu, tetapi yang
ulit itu adalah si muriditu sendiri. Didalam penuntutan itu ata menuntut ilmu tasauf yang utama
sekali ialah FAHAMNYA. Makanya dicari dengan jalan berbelit-belit. Tuhan tidak keberatan
menganugerahi kita dengan rahasia ma’rifatnya. Hanyalah kita disuruh memahami dengan
fahamnya. Tidak seorangpun yang faham, kecuali dengan fahamnya. Karena didalam ilmu
ketuhanan itu tidak seorangpun mendapatkan KIMMIZATNYA, kecuali dengannya jua.
Demikianlah agar kita menjadi maklum adanya.
—oo0oo— Yang bernama JAMAL A’LAM itu KEPALA Yang bernama kursyi tempat duduk
sat Yang bernama CUPU GADING itu UBUN-UBUN Yang bernama MANI ASTAGINA itu
dibawah ubun-ubun Yang bernama ALAM AWAL antara kedua kening Maka soal CUPU
GADING itu apa isinya dan manik agina itu apa Isinya, maka jawabnya : CUPU itu malunya
perempuan akan ininya dan ASTAGINA itu percintaan perempuan akan isinya. Yang bernama
padang tepi laut itu MATA. Yang bernama KUDA SAMBRANI itu BIJI MATA. Yang bernama
alam jabarut itu MATA YANG HITAM Yang bernama SRI KAMUNTING itu ORANG-
ORANG MATA. Yang bernama ALAM JABARUT MATA YANG HITAM Yang bernama
BUKIT TURSINA HIDUNG Yang bernama MEKAH ITU PIPI KANAN Yang bernama
MADINAH ITU PIPI KANAN Yang bernama TIANG ARSY ITU BATANG LEHER Yang
bernama GUNUNG JABALKAP ITU RAGU Yang bernama KAWAH NERAKA ITU MULUT
Yang bernama QUR’AN ITU 30 HURUF ITU GIGI Yang bernama LUH MAHFUD ITU
LIDAH Yang bernama KALAMULLAH ITU AMAL LIDAH Yang bernama ZIKIR RAHMAN
itu DIBAWAH LIDAH Yang bernama ALAM UHUK ITU LUBANG HIDUNG Yang bernama
KINAMAN ITU BAHU KANAN Yang bernama KATIBIN ITU BAHU KIRI Yang bernama
MAKAM RASULULLAH itu ialah orang yang MA’RIFAT kepada ALLAH Yang bernama
tempat sujud itu DAHI Yang bernama telapak nabi mi’raj itu ialah antara hidung dan bibir kita
yang diatas Yang bernama KAIN ASANDUSIN ialah TELAPAK TANGAN Yang bernama AIR
JAM-JAM JAMILLAH ialah AIR MATA Yang bernama MINYAK ZAITUN ialah disamping
hidung kiri dan kanan Yang bernama TOMDIL itu ialah TERGANTI Yang bernama MI’RAJ itu
BERJALAN Yang bernama IHRAM itu TERPANDANG Yang bernama MUNAJAT itu
BERKATA- KATA.
ILMU TASYAUF - Bertemunya manusia kepada Tuhan dan sampainya kepadanya, itulah
puncak harapan, dan dengan itulah dia mencapai kebahagiaan dan kerajaan besar. Bahkan
dengan itulah ia akan lupa dan terhibur dari sesuatu selain Allah Ta’ala. hilangkan pandangan
makhluk kepadamu, karena puas dengan penglihatan Allah kepadamu dan lupakanlah
perhatian/menghadap makhluk kepadanya, karena melihat; bahwa Allah menghadap kepadamu.
Nikmat disebabkan, oleh karena melihat dan dekatnya kepada Allah. Demikian pula siksa itu
walau bagaimanapun aneka ragamnya, hanya karena terhijab, dan sempurna nikmat itu, karena
melihat kepada zat Tuhan yang maha mulia. Maha suci Allah yang sengaja tidak member tanda
kepada walinya kecuali sekedar untuk mengenal kepadanya. Sebagaimana tidak menyampaikan
dengan mereka, kecuali kepada orang yang hendak disampaikannya untuk mengenal Allah;itulah
hikmah yang maha tinggi. Dan siapa benar-benar sudah mengenal kepada Allah, maka pastilah
dapat melihat dalam tiap-tiap sesuatu. Tidak/tiada suatu nafas yang terlepas yang terlepas
daripadanya (daripadamu), melainkan disitu pula ada takdir Allah diatasmu. Semua manusia
dalam alam ini sudah tergambar dalam/dilluh mahfu tidak ada kehendak makhluk yang mesti
berubah. Perubahan itu hanya dalam pandangan syariat. Sedang dalam pandangan hakikat hanya
Allah yang maha mengetahuinya. Kehendak Allah tidak ada yang tertegah, semua berjalan
dengan hikmahnya. Jadi kesimpulannya: kehendak makhluk adalah terbatas, sedang kehendak
Allah tidak ada batasnya. Maka daripada itu orang yang paham ialah;orang yang bergembira
dalam hidupnya, bergembira dengan Allah dalam setiap nafasnya yang keluar masuk. Orang
yang sudah paham ialah tidak menanyakan lagi apakah boleh berubah atau tidak; dia telah sunyi
dengan Allah. Maksudnya ialah : sudah satu iradat dengan Tuhannya. Tidak ada lagi duanya.
Apabila sudah menunggal dengannya, maka nyatalah Allah yang berlaku dalam segala hal.
Karena lapang dan sempit ada pada Allah saja. Andaikan Allah membukakan NUR seorang
WALI yang berbuat dosa umpamanya : niscaya cahayanya memenuhi antara langit dan bumi.
Apalagi dengan NUR cahaya seorang WALI yang taat. Tentu dapat kita membayangkan,
bukan ? Andaikan Allah membukakan hakikat kewalian seorang WALI, niscaya akan disembah
orang. Sebab ia telah bersifat dengan sifat-sifat Allah. Dan siapa tidak puas dengan pandangan
dan penglihatan Allah dalam amal perbuatan dan dalam perkataannya, maka pasti orang itu
kemasukan ria atau atau masih terdinding dengan Allah. Bagaimana dapat dibayangkan bahwa
Allah dapat dihijab oleh sesuatu. Padahal Allah yang menzahirkan atau menampakkan segala
sesuatu. Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu. Padahal Allah yang Nampak zahir pada
segala sesuatu. Bagaimana akan mungkin dihijab oleh sesuatu. Padahal dia jelas dari segala
sesuatu. Bagaimana akan dhijab oleh sesuatu. Padahal Allah lebih dekat kepadamu dari segala
sesuatu. Bagaimana akan mungkin dihijab oleh sesuatu. Padahal dia terlihat dalam tiap sesuatu.
Sesungguhnya yang menghijab engkau daripada melihat Allah itu, karena dekatnya Allah
kepadamu. Allah yang menzahirkan segala sesuatu, karena Allah yang bersifat bathin. Dan Allah
yang melihat adanya segala sesuatu, sebab Allah itulah yang dzhir atau yang jelas pada tiap-tiap
sesuatu. Bagaimana Allah akan terhijab dengan sesuatu. Padahal semata yang terhijab itu
semata-mata nur illahi, dan pada segala tempat Allah berada dan tetap hadir, tak pernah goib.
Andaikata Allah tidak johir pada benda-benda alam ini, tidak mungkin adanya penglihatan
padanya. Dan andaikan Allah mengahirkan sifat-sifatnya, pastilah lenyap alam bendanya.
Bagaimana akan mungkin dihijab oleh sesuatu, Padahal andaikan tidak ada Allah, niscaya tidak
aka nada segala sesuatu. Demikianlah kebijaksanaan Allah atas semua makhluknya atau
hambanya. MANUSIA INI ADA DUA MACAM : PERTAMA ADA YANG MENDAPAT
KARUNIA ALLAH, SEHINGGA IA BERBUAT TAAT KEPADA ALLAH. MAKSUDNYA
IALAH MENGERJAKAN SURUH DAN MENINGGALKAN TEGAH. KEDUA ADALAH,
YANG DENGAN TAATNYA KEPADA ALLAH, SEHINGGA MENCAPAINYA
KEBESARAN KARUNIA ALLAH. NUR IMAN SEORANG SUFI Dengan NUR cahaya
matahari, seorang dapat melihat benda-benda alam ini. Tetapi dengan NUR cahaya iman
keyakinan yang mendalam, engkau dapat langsung melihat Allah yang menjadikan benda ala
mini. Amal perbauatan apakah yang paling dekat kepada murka Allah? Amal yang tidak disukai
Allah ialah : karena melihat kepada dirinya sendirinya dan lebih jahat lagi kalau ia menuntut
upah balasan itu karena amalnya. Bagaimana engkau minta upah atas amal perbuatanmu?
Sedang engkau sendiri tidak ikut berbuat. Nur itulah yang menerangi dan basyirah atau matahari
itulah yang menentukan hikum. Dan hati yang melaksanakan dan menggagalkannya. NUR itulah
yang menerangi baik atau buruk ; lalu dengan matahari ditetapkan hukum, dan setelah itu maka
hatilah yang melaksanakan atau yang menggagalkannya. Sebab hati itu RUHANI, dan RUHANI
itu ialah yang bersifat ketuhanan atau luhud. Alam ini berupa kegelapan, sedang yang
meneranginya hanya karena tampaknya Allah padanya. Maka barang siapa yang melihat alam,
tapi tidak meihat Allah didalamnya, atau sesudahnya ; maka nyatalah orang itu buta mata
hatinya. WAL AWAL WAL ACHIR ALLAHUSSAMA WATIWAL ARDI WAL JAHIRU
WAL BATHINU LILLAHISSAMA WATIWAL ARDI LAHU KUSSAMA WATIWAL ARDI
ALLAHUL LAZI KHOLAQOSSAMA WATIWAL ARDI LAHURUFIN ALIF TIDAK
KOSONG WALA SAUTIN FA LAM ALIF KOSONG TITIK ALIF ALLAH MUHAMMAD
ADAM AHADIYAT WAHDAH WAHDIYAT ZAT SIFAT AF’AL ALIF _________
TERBANG LA HURUFIN WALA SAUTIN TIADA HURUF TIADA SUARA INILAH DIA
JIBU ALIF TERBANG INI DIBUNYIKAN MENJADI : A.I.U (AKU INI HIDUP) ATAU
DENGAN LAIN KATA : AKU TUHAN, IA TUHAN, UJUD TUHAN SEMUANYA SIMPUN
KEPADA HU ; DAN HU ITU LENYAP DALAM JIBU, ARTINYA ; TIADA HURUF DAN
TIADA SUARA INILAH AHIR PERJALANAN SEORANG SALIK/ PENUNTUT KAUM
SUFI ATAU AHLI PERJALANAN DEMIKIANLAH ADANYA. —oo0oo— ZAT
…………………………………JIBU SIFAT …………………………Kenyataan ZAT sifat
namanya ASMA ……………………………………Kenyataan ZAT, Asma namanya AF’AL
…………………………………Kenyataan ZAT Kelakuan namanya
SYAREATTHAREKATTHAQIQATMA’RIFAT ALIF ADALAH ZAT LAM AWAL
ADALAH SIFAT LAM ACHIR ADALAH ASMA HA ADALAH AF’AL INILAH YANG
BERNAMA ALLAH YANG SEBENARNYA ALIF KENYATAAN HAYATULLAH ZAT
KAF KENYATAAN ALIMULLAH BA KENYATAAN KUDRATULLAH RO KENYATAAN
IBADATULLAH INILAH KEMAHA BESARAN TUHAN ALLAH AZZAWAZALLA
KALAU KITA SIMPUNKAN MENJADI SATU 1. ALLAH : ADALAH NAMA BAGI ZAT
YANG WAJIBAL WUJUD AKBAR : ADALAH NAMA BAGI SIFAT HAYATULLAH ZAT
2. ALLAH : NAMA BAGI BATHIN ALLAH TA’ALA AKBAR : NAMA BAGI ZAHIR JADI
YANG SEBENAR-BENARNYA TAKBIR ITU ADALAH : MENUNJUKKAN KEADAAN
ALLAH PADA MUHAMMAD ARTINYA : ZAHIR TUHAN ADA PADA MUHAMMAD
DAN BATHIN MUHAMMAD ADA DI TUHAN BER-ARTI : YANG MENYEMBAH JUGA
YANG DISEMBAH MAKA YANG BERLAKU DALAM KEADAAN SEMBAHYANG ITU
ADALAH RAHASIA ALLAH SEMATA-MATA DALILNYA : LAYA’ BUDULLAH
ILLALLAH -ARTINYA : TIADA YANG MENYEMBAH ALLAH, HANYA ALLAH
—oo0oo— NAIKNYA NAFAS SHIFAT TURUNNYA NAFAS ZAT HILANGNYA NAFAS
ASMA NAIKNYA NAFAS, BUKAN HURUF TURUNNYA NAFAS, BUKAN SUARA
ATAU PUN DENGUNG LENYAPNYA NAFAS TURUNYA NAFAS NAIKNYA NAFAS
BERSATUNYA NAFAS. A I U = AKU INI HIDUP LA HURUFIN WALA SAUTIN. TIADA
HURUF TIADA SUARA TIADA KATA-KATA. KUDRAT ILMU IRADAT HAYAT SAMA
KALAM SHIFAT 7 BASAR INSAN INSAN INSAN IMAN RAHASIA ISLAM NYATA
TAUHID HATI MA’RIFAT ZATTUBUH MA’RIFAT AF’AL SIFAT ASMA LAISA TA’ALA
SANI TA’AIN AWAL LA TA’AIN ROH IDHOFI UJUD IDHOFI ALLAH RAHASIA SIR
ZAT ROH ROH NYAWA PENGRASA PENGLIHAT PENDENGAR PENCIUM KAKI
PUSAT DADA KEPALA Maghrib Ashar Zohor Subuh ISYA : meliputi seluruhnya ataupun
dengan kata lain zahir bathinNYAWA ADAMSAREAT : TUBUH TAREQAT : HATI
HAQIQAT : RUH MA’RIFAT : RAHASIA NYAWA MUHAMMADFANA MUHAMMAD
PADA ALLAH NUR MUHAMMAD = NUR ALLAH HA DAN ALLAH“WAL AWAL WAL
ACHIR”NAH : INILAH ZIKIR MARIFAT ATAU RAHASIA (SEMPURNA) KENAL DAN
MENGENAL HA ALIF TIDAK BERHURUF TIDAK BERSUARA DAN TIDAK ADA
KATA-KATA. AKU ADALAH AKU DALAM SEGALA HAL Tidak akan diucapkan kalimat
AKU : melainkan oleh orang yang berkawan dengan kelengahan dan oleh setiap orang yang
terhijab oleh hakikat. Tidaklah semuanya benar bagi orang yang ber-AKU-AKU. Engkau berani
mengatakan AKU ; sedang engkau masih terhijab/terdidinding dari padaku. Pesona dunia ini
masih mencekam dirinya (dirimu), masing-masing akan menyambar dirimu dengan seruan kepad
zat dirimu, engkau saja masih didalam kegaiban yang kelam daripadaku. Maka apabila engkau
telah melihat AKU; dan akupun telah bernyata dihadapanmu, maka tetapkanlah keteguhanmu,
maka tiada Aku lagi, melainkan aku. Telah kuciptakan atau kuadakan untukmu dan untuk
sesuatu menjadi tujuan ; antara lain tujuan itu ialah ; CINTAMU KEPADA DIRIMU SENDIRI.
Itulah tetesan waham atau kalimat yang engkau warisi. Kata-kata Aku adalah egomu sendiri ;
Aku berlepas diri dari anggapan yang demikian. Dan tidak lain ZAT itu, melainkan kepunyaanku
jua. Dan tidak lain AKU itu, kecuali hanya untukmu semata. Akulah yang dia itu : dan adapun
hakikatmu itu bukanlah pula persoalan. Hanya sesungguhnya engkau berada pada pembagian
yang bersifat waham atau dugaan saja (sangka-sangka). Hal ini disebabkan karena caramu
berfikir dan pencapaianmu pada pendakian jiwa dan persoalan. Engkau dalam setiap saat terbagi
kepada : “menyaksikan dan disaksikan Dua menjadi satu dalam bentuk perjodohan. Jiwa yang
mencapai dan persoalan yang dicapai. Adapun hakikatnya sendiri tersembunyi jauh dibalik
perjodohan itu, meninggi atasnya, jauh dari segala itu semuanya. Sekarang engkau bukan lagi
ZAT dan perjodohan; tetapi engkau hanyalah RUH dari RUHKU, tiada nisbah bagimu
melainkan padaku. Engkau tidak mengungkapkan hakikat ini, kecuali dikala terangkat
daripadamu tirai penutup dan engkau memandangku ketika itulah engkau telah lenyap dari pada
dirimu yang berjodohan yang bersifat serba duga/waham (sangka-sangka). Dirimu yang
sebenarnya yang bukan ZAT dan bukan pula dari persoalan. Tetapi hanya engkau semurni-murni
RUH yang tidak terbagi-bagi atau JAUHAR, meninggi, tidak nisbah melainkan kepadaku. Maka
engkau tidak lagi mengulangi mengata AKU. Melainkan engkau mengatakan “ENGKAU
TUHANKU” Akumu itu adalah rahasiaku jua adanya. Sebab telah engkau ketahui, bahwa AKU
adalah untukmu semata. Dan sekarang engkau adalah hambaku, Hai hambaku. Jika engkau
sudah melihatku, maka tiada lagi engkau dan apabila engkau telah tiada, maka tiada lupa ada
tuntutan dan apabila tiada tuntutan hilanglah sebab, dan bila sebab telah lenyap tiada lagi nisbah,
sampai disini sirnalah hijab. CINTA MUTLAK Cinta hakiki tak mau dibelah dua, dia tetap satu,
dia rahasia. Inilah akidah/pendirian seorang sumber segala akal yang mengatur alam ini, yang
terbit daripadany karena se-mata-mata limpahan dan anugerah. Puncak segala akal ialah aqlul
faal atau akal pembuat dan dialah yang mengatur bumi dann segala yang ada dalam bentuknya
yang tetap. Dan dialah masdar atau tempat timbul jiwa insane. Oleh karena jiwa-jiwa itu
senantiasa ingin hendak kembali kepadanya maka apabila manusia menyediakan dirinya untuk
belajar dan menuntut dan merenungi dan tidak puas-puas/ tidak bosan-bosan menyediakan
sedalam-dalamnya, niscaya akan beroleh dia akan kebahagiaan yang dimiliki orang lainnya yaitu
dengan ma’rifatul kamilat atau pengetahuan yang sempurna. Dan hakikat mujaradat atau hakikat
semata, sampai tercapai pertemuan dengan al aqlul faal. Permulaan dan kesedahan ujud adalah
ALLAH. Diatasnya tidak ada apa-apa lagi, walaupun Adam dia jadi sendirinya dan tidak
berkehendak kepada penciptanya/pencipta lainnya buat menciptakan dirinya. Karena demikian
timbullah bertali-tali dan berlingkar-lingkar yang tiada putus-putusnya. Kainat atau segala yang
ada, yang lainnya adalah mashor atau kenyataan daripada adanya, daripada ilmunya dan
iradatnya. Dan daripadanyalah terambil hayat seluruhnya. Memang alam itu adalah mendatang
atau ardi. Sebab itu yang ada itu hanya satu pada hakikatnya. Bahkan dialah ujud semata, kainat
yang Nampak. Jadi fahamnya kembali kepada keesaan ujud jua. Beramal bukan ingin sorga dan
bukan pahala takut akan neraka Tetapi karena CINTA. Dan yang ada dalam diri sendiri. Karena
itu adalah tumpahan segala cinta. Jadi siapa-siapa yang telah sampai kepada cinta hakiki atau
cinta mutlak atau cinta qudus, maka mereka berhak disebut INSAN KAMIL, atau dengan kata
lain, MUHAMMAD INSAN KAMIL. Muhammad insan kamil itu ialah: orang yang ber-akhlak
dengan akhlak Allah. Orang yang bersifat dengan sifat Allah. Orang yang berakal dengan akal
Allah. Orang yang berbuat dengan perbuatan Allah. Orang yang berpandangan dengan
pandangan Allah. Semuanya demi Allah, bukan demi itu dan ini. Orang yang seperti ini
pandangannya hanya satu ialah : SEMUA ITU ALLAH DAN ALLAH ITU SEMUANYA.
Inilah yang hamba maksud dengan : FANA DALAM CAHAYA DAN LEBUR DALAM API.
demikianlah akidah atau pendirian seorang wali semoga kita demikian pula hendaknya.
YANG DIMAKSUD MA’SIAT BATHIN 1. Minta habarkan dan minta didengari oleh orang
tatkala berbuat ibadat (sembahyang). 2. Ria, minta dilihat orang waktu ibadat 3. Membesarkan
diri – angkuh-sombong – menghina orang lain 4. Hasud – dengki akan anugerah Allah Ta’ala
kepada orang lain 5. Al-Haqad – dendam pada orang lain 6. Hubul Mal –cinta akan harta dunia,
kikir berbuat sedekah 7. Hubul Jah – kasih akan kejahatan 8. Hubul mada – kasih untuk dipuji 9.
Hubul dunnya – kasih akan dunia malas beribadat untuk akhirat 10. Ujuh – menyebut-nyebut
orang lain dengan sindiran Demikianlah yang dimaksud dengan maksiat bathin. Semoga kita
sekalian sungguh-sungguh terlepas daripada yang 10 (sepuluh) pasal tersebut. —oo0oo— Asal
suatu risalah yang kecil yang menyatakan usul bagida ALI kepada RASULULLAH S.A.W.
barang siapa mengetahui jalan sempurna amalnya ini. Bermula sembah asiyidina ALI. Ya
Tuhanku apakah Syari’at, tharikat, hakikat, dan ma’rifat itu. Jawab Rasulullah Syareat itu pada
TAUBAT Tharikat itu pada HATI Hakikat itu pada RUH Ma’rifat itu pada ZAT ALLAH
Sembah syaidina ALI Ya tuhanku apakah syareat, tharekat, hakikat, dan ma’rifat itu, samakah,
samakah berlainankah amalnya. Jawab Rasulullah s.a.w Asalnya orang sareat dan tharikat ;
semata-mata mengerjakan segala pesuruh. Amalnya orang hakikat ; mengesakan Zat Allah
Amalnya orang ma’rifat : tetap pada Zat Allah Sembah Saiyidina ALI Ya Tuanku adapun
syareat, tharekat, hakikat, dan ma’rifat, berlainankah atau samakah nafsunya. Jawab Rasulullah
s.a.w Syariat, nafsunya, amarah, matinya hancur lebur/cerai berai Tharekat, nafsunya sawiyah,
matinya kurus kering Hakikat nafsunya lawwamah, matinya lamak gemuk putih kuning Ma’rifat
nafsunya mutmainah, matinya lenyap dalam kubur Sembah saiyidina ALI ya tuanku adapun
syareat, tharekat, hakikat, ma’rifat, berlainankah atau samakah sembahyangnya. Jawab
Rasulullah s.a.w Sembahyang orang sareat akan kiblat. Menghadap baitullah membara hatinya
bercahaya. Sembahyang orang tharekat membara hatinya bercahaya, kiblatnya menghadap Baitul
makmur. Sembahyang orang hakikat kiblatnya menghadapa Arsy membara hatinya bercahaya.
Sembahyang orang ma’rifat kiblatnya menghada seperti firman Allah s.w.t. didalam al-qur’an.
FA’ATIMALLA TUWALLU FASSAMA WAD HULLAH kemana saja dimana kamu
menghadap akan mukamu/wajahmu, atau akalmu, rohmu maka disanalah wujud Allah
bercahaya-cahaya dan imannya terang tiada sepertinya. Sembah sayidina ALI Ya tuanku adapun
syareat, tarekat, hakikat dan ma’rifat, berlainankah atau samakah pekerjaannya. Jawab
Rasulullah s.a.w Pekerjaan sareat itu : mengucap syahadat, sembahyang, puasa, memberi zakat
dan naik haji. Pekerjaan tarekat itu : mentasdikkan barang yang diamalkannya Pekerjaan hakikat
itu : senantiasa tetap adanya dan mengesakan zat Allah Ta’ala menepikan barang lainnya.
Pekerjaan ma’rifat itu: semata-mata tetap adanya dan sendirinya zat Allah Ta’ala Sembah
sayidina Ali Ya Tuanku adapun sareat, tarekat, hakekat dan ma’rifat, berlainankah atau samakah
alamnya Sabda Rasulullah s.a.w Sareat itu ialah : alamnya perjalanan tubuh ..Tarekat itu ialah :
alamnya malakut perjalanannya hati ..Hakikat itu ialah : alamnya jabarut perjalanannya
RUH ...Ma’rifat itu ialah : alamnya lahud perjalanannya SIR Sembah sayidina Ali Syareat,
tharekat, hakikat, ma’rifat, samakah ilmunya. Sabda Rasulullah s.a.w Sareat itu ialah : ilmunya
yakin .. Tharekat itu ialah : Ainal yakin ..Hakikat itu ialah: Haqul yakin ..Ma’rifat itu ialah :
Kamallul yakin Sembah Sayidina Ali Apakah yang empat itu sama kebangkitannya? Sabda
Rasulullah s.a.w Kebangkitan sareat ialah : taubat sekalian dosa.. Kebangkitan tarekat ialah :
sabar dan ridha akan qudrat Allah ..Kebangkitan hakikat ialah : syukur akan barang yang datang
daripada Allah swt. ..Kebangkitan ma’rifat ialah : ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah
Ta’ala. Maka sembah Sayidina Ali Ya tuanku orang yang ampuk itu apa kejadiannya. Sabda
Rasulullah saw Adapun sareat itu ialah : kejadiannya af’al ..Adapun tharekat itu ialah :
kejadiannya asma ...Adapun hakikat itu ialah : kejadiannya sifat ...Adapun ma’rifat itu ialah :
kejadiannya zat Sembah Sayidna Ali Adapun yang empat (4) itu apakah atas zatnya Sabda
Rasulullah saw Adapun sareat itu ialah : kulit dan bulunya Adapun tharekat itu ialah : darah dan
daging ..Adapun hakikat itu ialah : urat tulang ...Adapun ma’rifat itu ialah : otak dan sumsum
Sembah Sayidna Ali Ya tuanku adapun yang 4 itu apakah maujudnya Sabda Rasulullah saw
Sareat itu ialah : pendengarannya Tharekat itu ialah : penglihatannya Hakikat itu ialah:
penciumannya Ma’rifat itu ialah : pengrasanya Sembah Sayidna ALI Ya tuanku adapun yang 4
(empat) itu berlainankah Rohnya Sabda Rasulullah saw ...Syareat itu ialah : Rohani ...Tharekat
itu ialah : Rahmani ...Hakikat itu ialah: Roh Idofi ....Ma’rifat itu ialah : Robbani Sembah Sayidna
ALI Ya, tuanku : Apakah yang tinggi tiada rendah Yang hidup tiada mati. Yang luas tiada sempit
Yang benar tiada salah Yang menghadap tiada membelakangi Yang manis tiada pahit Yang ruh
tiada dua Sabda Rasulullah s.a.w Yang tinggi tiada rendah itu Allah Yang hidup tiada mati itu
Allah Yang besar tiada kecil itu Allah Yang hampir itu tiada jauh itu Allah Yang luas tiada
sempit itu Allah Yang menghadap itu tiada membelakangi itu Allah Yang suci itu tiada nazis itu
Allah Yang manis tiada tiada pahit itu Allah Yang ESA tiada dua itu Allah Sembah Sayidina
ALI Ya, tuanku dapatkah hamba peroleh ilmu yang dimiliki itu? Maka sabda Rasulullah s.a.w
Siapa ia sungguh-sungguh mengenal dirinya itulah yang tinggi tiada rendah Siapa yang
merendahkan diri itulah yang besar tiada kecil Siapa yang mengesakan Allah itulah yang hidup
tiada mati Siapa percaya akan Allah ituah yang suci tiada Najis Dan barang siapa yang tiada sirik
itulah yang manis tiada pahit Barang siapa yang menafikan hal lain itulah ESA tiada dua Sembah
sayidina Ali Apakah hamba dapat memiliki martabat seperti itu Sabda Rasulullah s.a.w ..HAI
ANAKKU ALI : tatkala akan makan minum didalam dunia, supaya engakau makan minum
beserta Allah. Tatkala akan dudukmu didalam dunia supaya engkau melihat serta Allah. Tatkala
akan pendengaranmu didalam dunia supaya engkau mendengar serta Allah. Tatkala akan
perkataanmu didalam dunia, supaya engkau berkata-kata serta Allah Matikan dirimu didalam
dunia, besok aku bertemu akan Allah Sembah Sayidina Allah Ya, Tuhanku, sejak syujud
menyembah. Rasulullah s.a.w Matinya iman itu agama, guru iman itu ikhlas, dan dahan iman itu
cita-cita, dan iman itu SIR, dan cabang iman itu amal, dan daun iman itu kasar tekun dan haraf,
buah iman itu jo’ah (joah) dan nyawa iman itu kasih (kasihan), iman itu ruh dan iman itu hati,
yang mu’min dan iman itu yakin, dan pertahanan iman itu sembahyang, dan sareat iman itu
fardhu. Dan tharekat iman itu jalan sempurna, dan hakikat iman itu Esa. Ma’rifat iman itu tetap
pada zat waibal wujud. Adakah syahadat iman itu selain daripada itu. Kepala iman itu akhir
(laillahaillallah) hatinya menyatakan iman dan cahaya iman itu benar, dan kalam iman itu suci,
dan nyawa iman itu hidup. Jantung iman itu jama’ah. Urat iman itu segala rukun. Tulang iman
itu rukun. Lutut iman itu sabar. Dada iman itu amar. Iga iman itu ikhlas. Ilmu iman itu sempurna
dunia dan akherat. Kemudian apa yang terkandung dalam nama MUHAMMAD. 1. MIM-
MAHMUDUN ’ALAIYAH : maksud kepujian pada Muhammad ialah; yang menjadikan wakil
dari Tuhan YME pada hari hisab. Firman Allah Ta’ala ; tiada aku utus engkau Muhammad
melainkan menjadi rahmat sekalian alam. 2. HA-HAMIDUN ALAIHI : maksudnya
MUHAMMAD lah yang terpuji yag mendirikan ; syareat, tharekat, hakikat, dan ma’rifat, seperti
kata Tuhan YME. Dalam hadits qudsyi, maksudnya ; benarlah hambaku Muhammad, setiap apa
yang disampaikannya kepadaku. 3. MIM- MUJANIUN : ialah MUHAMMAD lah yang
menghimpun puji bagi Allah LAHMIJIDILLAH Ta’ala, bagi puji zahir maupun puji bathin
Firman Allah Ta’ala maksudnya : sesungguhnya kami menyuruh mengikuti Muhammad pada
perhatiannya maupun perbuatannya. 4. DAL – TOBADILLAH ILLA HUA : maksudnya,
kuganti kerjaanku kepadamu ya Muhammad, dijadikan Muhammad atas rupaku, artinya tiada
wujudku melainkan wujud Muhammad ganti kerjaanku. Syahadat bathin ada mengandung sifat
20 kadim : Syahadat jahirpun ada juga sifat 20nya nyata, yaitu : UJUD ialah : Bumbunan
kepala ..KIDAM ialah : Telinga kanan ..BAQA ialah : Telinga kiri MUHALLAFAH ialah : Mata
kanan ..KIAMUHU ialah : Mata kiri ..WAHDANIYAT ialah : Mulut
KODRAT ialah : Bahu kanan ..IRADAT ialah : Bahu kiri ..ILMU ialah : Susu kanan ..HAYAT
ialah : Susu kiri ..SAMA ialah : Tangan kanan ..BASHAR ialah : Tangan kiri ..KALAM ialah :
Pangkal tangan kanan KODIRUN ialah : Pangkal lengan kiri ..MURIDUN ialah : Kaki
kanan ..ALIMUN ialah : Kaki kiri ...HAYUN ialah : Paha kanan ..SAMIUN ialah : Paha
kiri ...BASIRUN ialah : Pusat ..32`MUTAKALIMAN ialah : Jantung Maka dengan adanya sifat
20 (dua puluh ) ini, bathin maupun zahir, sudah ada dalam wujud.
BISMILLAHIRRACHMANNIRRAKHIM WASSOLATU WASSALAMU ALA ASROFIL
MURSALIN SYAIYIDINA MUHAMMAD WA ALA ALLIHI WASOHBIHI WASSALAM
A’MA BA’DU Adapun pasal menyatakan bicara hakikat dan am’rifat menyemabah Allah Ta’ala
dengan memelihara segala hukum syareat yang zahir yang diperintahkan oleh Rasulullah, yaitu :
yang dimaksudkan oleh Allah Ta’ala, ilmu dan amal, dan menjalankan akan jalan segala nabi-
nabi dan wali-wali Allah Yaitu memandang Allah Ta’ala itu dengan hati yang normal.
Bahwasannya Allah Ta’ala wujud sendirinya,yaitu memandang dan mengetahui, mengenal satu-
satunya paham dan putih bersih, dan nugrahanya haq Allah Ta’ala serta dalil aqal dan naqal.
Maka tiada hasil hakikat itu, melainkan dibaiki syareat. Hasil ketiganya itu menghasilkan
ma’rifat. Pasal pada menyatakan hal dan limpahan segala ahli tasauf yang diperbuat tiap-tiap hari
siang dan malam ketika mengerjakan segala yang dipardukan Allah Ta’ala dengan sekira-kiranya
memadai kuatnya jasad pada mengerjakan dia yang disuruhnya atau disuruh oleh Allah Ta’ala.
dan menjauhkan segala yang dilarang. Dan disuruh oleh Allah ta’ala memeliharakan segala
rahasia-rahasia kehati dan melazimkan segala makam yang 11 (sebelas) ; seperti Taubat, sakit,
sabar, syukur, tawwakal, ridha, wara, suci, ajam, murakabah dan lainnya. Pertama-tama orang
yang megerjakan jalan ini mulai dengan taubat karena taubat itu bersuci dari pada najis.
Demikianlah ha ahli tasauf. Bermula setengah dari rahasia ketuhanan itu IMAN DAN KAMIL.
Yaitu keluarlah engkau dari pada Allah ta’ala seperti bahwasannya, jangan engkau sekutukan
Allah Ta’ala dengan sesuatu dari segala sifatnya yang tertentu dengan DIA : Dan “YAKIN
KAMIL” Yaitu keluar engkau dari diriku, artinya keluar dari pada dayamu dan kuatmu dan
wujudmu. Jangan engkau sekutukan Allah Ta’ala dengan sesuatu dari segala sifatnyayang
tertentu dengan dia yang yakin kamil, yaitu ada pada mukamu, karena ujudmu dan dayamu itu
majas., dan bayang-bayang jua. Karena sekalian yang dijadikan Allah Ta’ala hanya ujud hakiki,
dan kuat daya upaya yang hakikatnya hanya Allah Ta’ala jua. Maka hendaklah engkau nafikan
ujud dirimu dan sekalian yang lan daripada ujud Allah Ta’ala itu. supaya sempurnalah dari pada
syirik hafi dan supaya engkau pandang kesempurnaan Allah Ta’ala dan daya upayanya dan
kuatnya pada temat ujud dan lemahnya/lemahmu dan daifmu itu. Setengah dari pada rahasia,
ketahuilah olehmu akan bahwasannya kita pandang, kita I’tiqadkan, bahwa sesungguhnya akan
kita ini tetap selama-lamanya dalam ilmu Allah Ta’ala. Pertama : Penglihat, pendengar, kelakuan
dan kehendaknya. Sekianlah pada sebenarnya I’tiqad segala nabi-nabi dan wali-wali Allah serta
Ulama-ulama yang saleh-saleh, janganlah kita berubah I’tiqad ini supaya kita sampai kepada
jalan FANA BILLAH – BAQA BILLAH. Yaitu lenyapkanlah kita ke dalam Allah Ta’ala supaya
kekal dalam keadaan Allah ta’ala. Bermula dikehendaki lenyap dan hapus itu, tiada lagi kita atau
diri kita, hanya yang kelihatan ZAT ALLAH TA’ALA jua semata-mata tetap dengan
penglihatannya mata hati dan mata zahir harus menyatu dalam rahasianya. Dan tilik hakikat
adalah isyarat umpama besi di dalam api, maka tatkala merah besi, tidak kelihatan besi, hanyalah
keadaan api jua yang kelihatah itu semata-mata. Maka ZAT ALLAH TA’ALA – SIFAT ALLAH
TA’ALA – AF’AL ALLAH TA’ALA semata-mata. Maka apabila tetap dikarenakan sukuan
didalam keadaan kita niscaya kita ini hilang. Maka tiada tinggal lagi baginya bekam. Maka kita
sampailah kepada jalan fana billah dan baqa billah. Adapun dalil akal, apabila kita tidur lihatlah
pada dirimu, adakah kekuasaan, dan kehendak, pengetahuan, penglihatan, pendengaran dan
perkataan dan gerakan. Maka dalilnya yang menunjukkan akan tiada mempunyai, hanya
daripada menerima sifat jua. Dan empunya sifat itulah Allah Ta’ala jua semata-mata. Maka jad
dalil tahliklah kita dengan pengajaran guru yang kamil adanya. SABDA NABI MUHAMMAD
SAW pada menyatakan : Bermula Syareat itu seperti tanah Tharekat itu seperti air Hakikat itu
seperti angin Ma’rifat itu seperti api Maka sembahah syayidina Ali, ya, junjunganku adapun
Syareat itu seperti tanah, tanah yang mana ?Tharekat itu seperti air, air yang mana ? Hakikat itu
seperti angin, angin yang mana ?Ma’rifat itu seperti api, api yang mana ? Jawab Rasulullah s.a.w
Hai ALI dengarlah pengajaranku, yaitu : Syareat itu seperti tanah, yaitu badanku Tharekat itu
seperti air, yaitu Nur Muhammad Hakikat itu seperti angin, yaitu nafasku Ma’rifat itu seperti api,
yaitu penglihatanku Maka sembah Syaiyidina ALI, ya junjunganku sebenar-benarnya lah Maka
jikalau mati orang syareat apakah kejadiannya? mati orang tharekat apakah kejadiannya? mati
orang hakikat apakah kejadiannya? mati orang ma’rifat apakah kejadiannya? RASULULLAH
MENJAWAB : Mati orang syareat hancur luluh Mati orang tharekat kurus kering Mati orang
hakikat lemak gemuk putih kuning Mati orang ma’rifat hilang lenyap Sembah syaiyidina ALI, ya
Rasuullah sebenar-benarnyalah Jawab Rasulullah, barang siapa mengetahui ilmu ini maka
sempurnalah serta sselamatlah dunia akherat, imannya lagi tiada kurang NUGRAHA Allah
Ta’ala akan rezeki. Inaya Allah Ta’ala. Maka barang siapa yang tidak mengetahui ilmu ini yaitu
terlebih atau dulu daripada binatang, sebab belum mengetahui akan tubuhnya sendir, wallahu
alam bisawab. MAN ARAFA NAFSAHU ARAFU RABAHU, artinya ; Barang siapa mengenal
akan dirinya maka sesungguhnya ia mengenal akan Tuhannya. MAKAM ARAFA RABBAHU
FASADUL JASAD. Artinya : Barang siapa mengenal akan Tuhannya maka binasalah dirinya.
Maka ketahuilah olehmu NUR MUHAMMAD, itulah anginnya, biasa gaib kepada sekalian
nyawa, itu misalnya jadi badan Muhammad, umpamanya karena sabit gaib kepada Muhammad,
dan Muhammad itu gaib kepada sekalian hambanya Allh Ta’ala. Firman Allah Ta’ala dalam
hadits qudsyi yang artinya; bermula Sir Allah dengan Sir Muhammad itu sama arti. Firman Allah
ta’ala dalam hadits qudsyi, yang artinya : Bermula Sir Allah dengan Sir Muhammad artinya ;
Rahasia allah rahasia Muhammad. Maka Rahasia Allah tiada sekutu baginya an lawannya, tiada
boleh nabi yang lain seperti NABI MUHAMMAD, karena diakui SIR ALLAH KALILLAHU
TA’ALA ; menjadikan akan sesuatu jika tiada serta Muhammad, maka tidaklah dijadikannya
semesta ala mini. Maka dinamai sifat hamba didalam badan, maka sembah syaiyidina ALI
kepada Rasulullah s.a.w. Ya Rasulullah, apakah yang dinamai jalan empat itu? 1. SYAREAT 2.
THAREKAT 3. HAKIKAT 4. MA’RIFAT Itu jalan empat dalam manusia. Sabda Nabi s.a.w ya,
Ali, Adapun yang dinamai syareat itu ialah lidahku Adapun yang dinamai tharekat itu ialah
hatiku Adapun yang dinamai hakikat itu ialah kediamanku Adapun yang dinamai ma’rifat itu
ialah nyawaku. Inilah jalan empat namanya. Sembah Syaiyina ALI Ya, rasulullah, akan tuan
hamba mencari siddiq Ya , rasulullah, adapun seperti syareat itu apa, tharekat itu Apa, hakikat itu
apa,, ma’rifat iru apa Sabda Rasulullah s.a.w YA ALI Diri itu ada dua : 1. Diri bathin, 2. Diri
zahir Keterangan : Diri zahir / jasad : nyata daripada Nabi Muhammad s.a.w yaitu api, angin, air,
tanah. Maka itulah asal tubuh kita yang kasar atau zahir ini. Yang dimaksud diri bathin, yaitu
yang tersembunyi didalam badan adapun nyawa itu daripada NUR MUHAMMAD artinya :
adapun syareat itu perkataanku tharekat itu perbuatanku Hakikat itu kediamanku Ma’rifatitu
penglihatanku Dan yang dikatakan : Syareat itu tubuh RASULULLAH Tharekat itu Hati
RASULULLAH Hakikat itu kediaman RASULULLAH Ma’rifat itu Rahasia RASULULLAH
Maka ma’na : Tubuh Rasulullah itu – Roh Rohani Hati Rasulullah itu – Roh Rahmani Hati
Rasulullah itu – Roh Robbani Dan jadinya : Syareat itu hancurkan jadikan tharekat Tharekat itu
hancurkan jadikan hakikat Hakikat itu hancurkan jadikan ma’rifat Ma’rifat itu hancurkan jadikan
cahaya Itulah bayang-bayang Allah ta’ala yang sebenar-benarnya karena : Syareat itu – Af’al
Allah Ta’ala Tharekat itu – Asma Allah Ta’ala Hakikat itu – Sifat Allah Ta’ala Ma’rifat itu –
Ujud Allah Ta’ala Maka barulah sampai (sempurna) marifat kita pada orang arif billah atau
alimullah. Wallahu alam bissawab. Asal mula-mula kejadian dunia tatkala belum ada sesuatu ,
maka Allah ta’ala sendirinya. Kallahu Ta’ala atau kallallahu Ta’ala. Kun fayakun, maka nur
Muhammad sekaliannya lengkap. Maka jadilah nur Muhammad itu. Apakah artinya Allah
ta’ala ? Jawabnya : hual awalu, wal achiru, wajohiru, walbathinu. Ia jua yang awal, ia jua yang
akhir, ia jua yang zahir, ia jua yang goib (bathin). Tentang syahadat artinya – tahu akan zatnya,
tahu akan sifatnya, tahu akan asmanya, tahu akan af’al. dan tahu akan iradatnya. ASYHADU itu
artinya syareat ANLA itu artinya tharekat ILAHA itu artinya hakikat ILALLAH itu artinya
ma’rifat Syareat itu tempatnya pada lidah Tharekat itu tempatnya pada hati Hakikat itu
tempatnya pada Ruh Ma’rifat itu tempatnya pada Rahasia ASYHADU itu artinya Ma’rifat
ANLA itu artinya Tauhid ILAHA itu artinya Iman ILALLAH itu artinya Islam Soal syahadat
yang empat didalamnya yaitu : Ma’rifat, tauhid, iman, islam, barang siapa belum sampai pada
ketetapan ilmu ma’rifat. Barang siapa belum sampai pada ketetapan ilmu ma’rifat-tharekat,
hakekat-syareat ia membawa kitab ini membawa sesat. Jika engkau tetap didalam syareat,
tharekat, hakekat, ma’rifat, maka engkau bacalah kitab ini niscaya jalanmu sekalian anbiya dan
mulia,sekalian yang salah-salah. Jalannya ilmu hakekat juga karena syareat. Hakekat yang tak
ada didalam syareat yaitu batal. Barang siapa menghimpunkan antara keduanya maka itulah yang
bernama KAMIL MUKAMIL artinya sempurna yakni bernama suci. Adapun yang bernama
rahasia itu ialah SIR ALLAH. Adapun kita ini tidak tahu jikalau tidak serta guru yang benar-
benar kepada murid. Maka tiadalah mendapat perkataan-perkataan ini, tidak boleh didengar
orang. Karena ilmu ini tidak ada didalam kitab. Adapun kita ini MENTUBUHKAN
MUHAMMAD JAHIR BATHIN. Maka berbuahlah RUH namanya. Tidaklah kita genang lagi
dihati dan tubuh. Artinya Muhammad jadi tubuh kita kepada hakikat kita. Maka kita ini
bertubuhkan idhafi. Karena kita tidak lagi mengenang atau mengingat-ingat tubuh bathin dan
zahir itu karena yang bernama Muhammad itu Rahasia Sir namanya. Karena nama rahasia itu
banayk sekali namanya. Allah, sifat, asma, af’al namanya jua, Muhammad sekalipun itu
namanya jua. Adapun yang sebenar-benarnya Allah itu kepada kita ialah rahasia yang ada pada
kita ketahui. Adapun tatkal jalan hakikat namanya : yang mengata ALLAHUAKBAR. Ber-zat-
ber-sifat-ber-asma-ber-af’al. tidak lagi tubuhnya menyebut dan tidak lagi yang mengata itu lidah.
Yang mengata itu ialah : ZAT, SIFAT, ASMA, AF’AL. yang mengata Allahu akbar itu, atau
yang berbagai-bagai itu bunyinya. Didalam sembahyang itu hanya zat-sifat-asma-af’al-hayat-
ilmu-kodrat-iradat. Itulah yang mengata tidak dihati lagi. Karena yang bernama zat-sifat-asma-
af’al itu ialah hayat-ilmu-kodrat-dan iradat. Itulah yang namanya RAHASIA ALLAH TA’ALA
kepada bathin hambanya yang memerintah didalam diri kita yaitu RAHASIA ALLAH TA’ALA.
RAHASIA ITULAH YANG BERNAMA : …………………………………………………
Adapun ujar ma’rifat atau kata ma’rifat : Tatkala berdiri sembahyang itu Allah yang ada ia
sendiri dan tidak dua tiga, hanya Allah yang ada, Adapun yang mengata Allahu akbar itu Rahasia
Allah. Ia memuji dirinya sendiri jua. Maka itulah namanya fana kita namanya fana itu tiada lagi
tubuh kita bathin dan zahir dan tidaklah rahasia hati yang mengatakan, hanya Allah jua yang ada.
Karena Allah jua yang bernama rahasia itu, kehendaknya Allah kepada kita menjadi RASA.
Jikalau tidak/tiada RASA, karena mengenal Allah dan memuji Allah, dan dapat ber-kata-kata
dan sebagainya itulah, seperti dalil : MAN ARAFA NAFSAHU FAQAD ARRAFA ROBBAHU
Artinya : Barang siapa mengenal dirinya, maka ia mengenal akan tuhannya Bab ini pasal
menyatakan asal Nabi ADAM as. unsurnya kepada kita API, ANGIN, AIR, TAMAN, turun
kepada kita. API ITU RUH KITA HURUFNYA ANGIN ITU NAFAS KITA HURUFNYA AIR
ITU RASA KITA HURUFNYA TANAH ITU TUBUH KITA HURUFNYA Keterangan lainnya
: Kejadian tanah itu bernama syareat Kejadian air itu bernama tharekat Kejadian angin itu
bernama hakikat Kejadian api itu bernama ma’rifat Syareat itu tubuh kita Tharekat itu nafas kita
Hakikat itu ruh kita Ma’rifat itu rasa kita Syareat itu umpama kaki kita Tharekat itu umpama
tangan kita Hakikat itu umpama tubuh kita Ma’rifat itu umpama kepala kita Jadi yang 4 (empat)
ini tak boleh bercerai. SYAHADATAIN Aku bersaksi tiada Tuhan melainkan Allah, dan aku
bersaksi sebenarnya Muhammad itu utusan Allah. Maksudnya ialah yang dinamakan Tuhan itu
ialah kenyataan adanya hidup kita pribadi. Sebab sebenar-benarnya, sebanyak-banyaknya yang
disebut itu tidak ada, itulah sebabnya, disebutkan tiada tuhan itu menetapkan hanya hidup kita
pribadi. Sebab yang disebut itu, juga yang menyebut. Atau menyaksikan itu juga yang
disaksikan. Artinya : Dia menyaksikan diRINYA sendiri. Sama halnya dengan ma’rifatullah dia
yang mengenal , dia yang dikenal. Atau seperti puji qadim bagi qadim. Bahkan si muhaddas
memuji si qadim. Maka dari itu NUR MUHAMMAD itu disebut qadim. Adapun yang
dinamakan MUHAMMAD itu : bukannya Muhammad yang di MEKKAH atau yang dimadinah
itu, tetapi yang sebenarnya adalah cahaya kita pribadi... Itulah sebabnya diakui bahwa dia
sebagai utusan.. Sebab cahaya kita itu pertandanya Tuhan. PAHAMILAH. Masalahnya adalah :
apabila kita benar-benar sampai kepada Tuhan , utusan Tuhan dari diri kita bahwa utusan itu
medatangkan apa ciptamu atau citamu. Maka barang siapa percaya maka niscaya mendapat kasih
ampunan Allah (al-maghfirah) apabila sudah menerima petunjuk yang demikian itu, harap hati-
hati dan waspada didalam hati, yang hidup kita pribadi. Itulah adanya nugrah dan anugraha...
Artinya , nugrah itu Tuhan, dan anugraha itu hamba. Sebab sudah senyawa didalam badan kita
pribadi. Janganlah ada ayak dan ragu lagi didalam hati kita semua SAKSI DAN PENYAKSIAN
Yang dinamakan kesaksian : sebab diwaktu menyampaikan sunnah supaya disaksikan oleh sanak
saudara kita sesama muslim, yaitu semua titah yang dititahkan didalam alam dunia ini
diantaranya ; seperti bumi, langit, bulan, bintang, matahari, api, angin, air dan tanah dan alin-lain
sebagainya, supaya semua menjadi saksi dan menyaksikan bahwa kita sekarang ini sudah
mengakui berdirinya dan adanya Tuhan dan jadi hamba Tuhan, karena Tuhan itu mempunyai dua
sifat : 1. Sifat ketuhanan (lahud) 2. Sifat kehambaan (nasud) Allah adalah hakikat alam, maka
jelaslah bahwa sat itu bermula segala ujud, tidak ada yang ujud hanya Allah. Kalau sudah jelas
dalam hati ma’rifat akan hakikat ketuhanan itu, af’al, sifat, dan zatnya ; itulah yang dikatakan
bahagia. Dan tidak merasa lagi apa yang dimaksud amal kita ,mati ,itu tadi ialah ; mati
ma’nawi/mati fil haqiqat, hukum mati hisyi, yang sebenarnya kita ini hidup sebelum ada
kehidupan alam ini/dunia fana ini, itulah dia zat yang maha suci, yang tiada huruf dan tiada kata,
tiada suara, tiada isyarat dan tiada bernama, tiada warna dan tiada ruh dan tiada jasad dan tiada
apa-apa; itlah dia JIBU.
—oo0oo— MELEBURKAN DIRI TUJIBUL BADANI SARRIL QALBI TUJIBUL QALBI
SARRIR RUH TUJIBBURUH SARRIN NUR TUJIBUN NUR SARRIL ANA Artinya
HANCURKAN BADAN JADIKAN HATI HANCURKAN HATI JADIKAN RUH
HANCURKAN RUH JADIKAN NUR HANCURKAN NUR JADIKAN AKU SIRAU ANA :
AKU ALLAH (dalam rahasia).
—oo0oo— NAMA TUHAN YANG DIJADIKAN ADAM : IALAH MUFTI
Keterangan : M : MA’RIFATUL ..U : UJUDIN ..F : MAFATULILLAHI ..T : TASRUFIL ..I :
IHSAN.
—oo0oo— TAHTINU HAFSANU WATAKARAMU NAFSAHU. Artinya Ia hendak
membesarkan dirinya dan memuliakan dirinya, ia asyik mengasihi birahinakan kekasihnya maka
diliatnya dirinya dengan asyik NUR MUHAMMAD.
—oo0oo— Jadi yang tidak ada maujud didalam ujud ini hanya Allah, Adam pun tiada maujud
dengan seendirinya. Tetapi ia maujud dengan ujud Allah Ta’ala yang hakiki, dan fana dibawah
ujudnya. Jadi kalau begini jelaslah kepada kita bahwa alam ini madjhor ujud Allah Ta’ala jua.
Maka nyatalah ujud makhluk adalah waham dan hayal jua, kalau dinisbahkan kepada ujud Allah
Ta’ala yang hakiki dan fana dibawah ujudnya, jadi nyatalah bahwa ; Allah, Muhammad, Adam
adalah satu. Insan kamil pun Allah jua. Adam dan Muhammad pun pada hakikatnya.
HADITS QUDSYI Artinya : Aku menyaksikan hidupku sendiri sebenarnya tiada Tuhan selain
aku. Dan aku juga bersaksi bahwasannya Muhammad itu utusanku dan sebenarnya yang
bernama itu AKIDAHKU, RASUL ITU RASAKU, dan Muhammad itu CAHAYAKU, akulah
Tuhan yang hidup yang tiada mati-mati ,yang ingat tiada kekal tiada berubah pada kenyataan
ZAT , Akulah yang hawas lagi tahu, tiada samar akan sesuatu. Akulah yang kuasa dan yang
menguasai dan akulah yang maha bijaksana. Dan maha suci aku, maha adil dan maha pengasih
dan maha penyayang aku, dan sembahlah aku/kenallah aku. Jadi hadits qudsyi yang diatas ini
tadi bukanlah dibaca begitu saja, maksudnya ialah untuk pribadi kita sendiri. Beranikan dalam
soal ini dan jangan takut dan jangan gentar, Tuhan beserta kita. Jadi bolehlah kita mengatakan
bahwa kita ini termasuk golongan yang sedikit atau golongan FIAH QALILLAH sedikit tapi
bermutu. Orang awam dan orang alim belum sampai kepada tingkat ini. Orang awam dan orang
alim hanya sampai kepada tingkat ilmu belaka. Belum lagi sampai kepada derajat haqiqat, ilmu
dan ma’rifat. Jadi sekarang yang penting sekali adalah untuk pribadi kita sendiri. Jadi yang
dinamakan Allah itu adalah : af’alnya, dan yang disebut Rasul-rasul itu ya Muhammad, dan
Muhammad itu sebenarnya adalah cahaya kita jua. Maka jelaslah yang sebenarnya hidup kita ini
adalah hidupnya Tuhan Allah. Bukti nyata dalil qur’an mengatakan : bahwa Tuhan Allah itu
kuasa menghidupkan yang mati, adanya mati itu ya dari hidup. Justru hidup kita pribadi berasal
dari yang mati dan akhirnya tiada mati-mati dan tetap hidup di dunia dan di akhirat dan tiada
pernah lupa akan hidup kita, tanpa perubahan dan tanpa bergeser dalam keadaan kenyataan
sejati. Itulah dia kesempurnaan hidup. Dan tiada merasa apa yang terang cahaya jauh dipandang.
Hendak mendekat dalil dan menaruh dibelakang. Penyeberang dari anak dan dalil menang
terlarang. Hati rindu tidak diperdulikan. Biar bahaya, terus berjuang Tuhan mengampuni
pahlawan sejati. Qur’an dan hadits khusus pedoman ..Baiklah aku serukan ; agar supaya lebih
mendalam, tiada batas menurut qur’an tiada seorang makhluk sanggup menghalangi jangan
perduli ocehan orang sebagai penghalang memuji Tuhan. Yakin dan bulat didalam bulan,
menunjukkan Tuhan khalikul alam. TUHAN ALLAH ADA BERPERI SETIAP INSAN HARUS
DIBERI ASAL TUAN SUDI MENCARI TUHAN ALLAH DIDALAM DIRI [KITAB DIRI YG
TERSEMBUNYI] ‫( بسم هللا الرحمن الرحيم‬KITAB DIRI YG TERSEMBUNYI) Inilah kitab yang
membicarakan sebelum alam ini dijadikan. Bermulah Allah menjadikan Nyawa Muhammad, lalu
Tuhan melihat kedepan tiada sesuatu yang dilihatnya, kemudian melihat ke belakang, kekanan,
dan kekiri namun tiada melihat sesuatu pun. Sedangkan Ia ingin disembah dan dipuji, tidak ada
yang memuji dan menyembahnya. Maka dijadikanlah dirinya didalam dirinya, kemudian melihat
ke atas dan dikatakannya ( ALIF ), keluarlah Nur, inilah Rahasianya Muhammad, melihat ke atas
jadilah Arsy. Melihat ke bawah jadilah Rahasianya. Kemudian Tuhan melihat ke depan dan
dikatakannya ( I ), keluarlah Nur, inilah Nyawanya Muhammad, melihat ke atas jadilah
Kursiyah, melihat ke bawah inilah Nyawanya. Kemudian Tuhan melihat ke kanan dan dikatakan
( U ), keluarlah Nur menjadi hatinya Muhammad, melihat ke atas inilah syurga melihat kebawah
menjadi hatinya. Kemudian Tuhan melihat ke kirinya dikatakannya ( HA ), keluarlah suatu Nur,
inilah Misalnya Muhammad, melihat ke bawah jadilah misalnya. Kemudian Tuhan melihat ke
belakang dan dikatakannya ( HU ) , keluarlah suatu Nur yang menjadi akalnya Muhammad,
melihat ke atas jadilah Lauh-Mahfud, melihat ke bawah jadilah akal Muhammad. Kemudian
Tuhan melihat ke bawah dan dikatakannya ( HU ), keluarlah suatu cahaya, inilah bayang-
bayangan Muhammad, melihat ke atas inilah hati kecil, melihat kebawahnya jadi Rupa.
Kemudian Tuhan melihat kedalam diri-Nya, inilah yang menjadi Hatinya Muhammad, inilah
yang dinamakan Halus. Melihat keatas inilah yang menjadi Rasa. Melihat kebawah inilah yang
menjadi Air Mani. Kemudian Tuhan melihat ke sekeliling-Nya, dikatakan-Nya (HUA HUA)
menyebarlah cahayanya, maka jelaslah Nur Muhammad didalam cahayanya laut kenyataannya
Allah Ta’ala didalam cahayanya Muhammad, dikatakannya dirinya Tuhan, maka
dinampakkanlah dirinya Tuhan dihadapan Muhammad, kemudian Tuhan berkata; “Jadi adakah
engkau yang menjadikan dirimu sehingga engkau melupakan Nyawamu disujudkan di Baitul
Maujudi?” Maka berkatalah Muhammad: “Engkau baru kulihat, maka sebaiknya kita masing-
masing bersembunyi, barang siapa yang didapat itulah yang menjadi Hamba, yang tidak dapat
diketemukan itulah yang menjadi Tuhan”. Bersembunyilah engkau Muhammad terlebih dahulu,
Aku yang mencari. Maka bersembunyilah Muhammad di Wajah, di ingatan, di akal, namun
setiap persembunyiannya senantiasa diketemukan oleh Tuhan. Berkatalah Muhammad,
bersembunyilah, aku yang mencari. Maka bersembunyilah Tuhan di waktu 5 (lima), namun Nur
Muhammad tidak menemukannya. Maka berkatalah Tuhan: “Carilah aku sungguh-sungguh,
kemudian Tuhan berpindah menyembunyikan dirinya di Rahasia, juga Muhammad tidak
menemukannya. Sehinga Muhammad berseru: “Dimanakah Engkau bersembunyi, sedangkan
suara-Mu kedengaran tapi aku tak melihat?” Maka Tuhan berkata: “Aku bersembunyi di
Rahasia” Lalu Muhammad mencarinya di Rahasia, namun Muhammad tidak dapat membuka
matanya, dikarenakan cahaya terang yang tidak dapat ditembus, sehingga Muhammad berkata:
“Sudahlah nyatakanlah diri-Mu, Engkaulah yang menjadi Tuhan” Maka berkatalah Tuhan:
“Mana tanda kepercayaan-Mu dan dimana letak berdiri kepercayaanmu?” Maka dikatakanlah
Muhammad: “ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLALLAH", lalu Tuhan menjawab: “WA
ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASUULULLAH”. Ketahuilah olehmu Muhammad
“Rupa” itu Sifat-Ku dan nama bagimu, “Waktu” itu Sifatmu. Berkatalah Muhammad:
“bagaimana sehingga Wajah itu namaku sedangkan adalah Sifat-Mu? Berkatalah Tuhan : adalah
Rupa (Wajah) itu namamu dan Sifat-Ku, karena itulah Aku ingin disembah, dipuji, dikenal,
dikasihi, digembirai, sedangkan semua itu tidak dapat dilakukan-Nya. Sehingga dengan
demikian kujadikan diri-Ku dalam diri-Ku. “Waktu” itu Nama-Ku dan Sifat itu Rupa-Ku, sebab
Aku jugalah yang sembah diri-Ku. Sesuai dengan dalil: Artinya: Adapun yang disembah dan
menyembah itu satu. Jadi Aku yang memuji diri-Ku, dan mengasihani diri-Ku, dan engkau
kujadikan yaa Muhammad Akulah yang menjadikan diri-Ku, dalam diri-Ku, adamu itu ada-Ku-
lah itu. Kenyataanmu itu kenyataan-Ku-lah itu. Ketahuilah olehmu Muhammad Ada-mu pada
Nama-Ku yang sesungguhnya di dirimu. Adapun Sifat-Ku, ada pada DIAMMU Adapun Rupa-
Ku, ada pada I’TIKADMU Adapun Diri-Ku, ada pada MANFAATMU Adapun Lahir-Ku, ada
pada GERAKMU Adapun Perbuatan-Ku, ada pada PERBUATANMU Adapun Rahmat-Ku, ada
pada PERKATAANMU YG BENAR Adapun kehendak-Ku, ada pada HAJATMU Adapun
kekekalan-Ku, ada pada HATIMU YG BAIK, TEMPATNYA MUHAMMAD. Fungsi-Fungsi
Yang Dibebankan Allah Swt. 1) Fungsi Rahasia, Kebenaran dan Alam 2) Fungsi Nyawa,
Penglihatan dan Nama-Ku 3) Fungsi Hati, Niat dan Pengenalan 4) Fungsi Ingat, Angan-angan
dan Kekuasaan 5) Fungsi Akal, Yang Nyata dan Kebingungan 6) Fungsi Bayang-bayang,
Kepintaran dan Kebodohan 7) Fungsi Nur, Pertimbangan dan Pengetahuan. TANYA: Apa
sebabnya Engkau jadikan yang tujuh itu? JAWAB: Aku jadikan yang tujuh itu sebab Aku ingin
disembah. TANYA: Dimanakan yang disembah dari yang tujuh itu? JAWAB: Aku disembah
Nur pada bayang-bayang “Bayang-bayang, Ingat, Hati, Nyawa, Rahasia, di Diri-Ku, dan Akulah
yang sembah diri-Ku" TANYA: Apa penyembahan Rahasia Pada-Mu Yaa Allah? JAWAB:
Penyembahan Rahasia itu, ketika ia mengatakan : “A” Penyembahan Nyawa itu, ketika ia
mengatakan : “I” Penyembahan Hati itu, ketika ia mengatakan : “U” Penyembahan Ingat itu,
ketika ia mengatakan : “Ha” Penyembahan Akal itu, ketika ia mengatakan : “Hi” Penyembahan
Bayang-bayang itu, ketika ia mengatakan : “Hu” Penyembahan Nur itu, ketika ia mengatakan :
“Engkaulah Yang Kusembah Yaa Allah” Adapun kenyataannya Rahasia: “A” Adapun
kenyataannya Nyawa: “I” Adapun kenyataannya Hati: “U” Adapun kenyataannya Ingat: “Ha”
Adapun kenyataannya Akal: “Hi” Adapun kenyataannya Bayang-bayang: “Hu” Adapun
kenyataannya Alif, Rasa, Nyawa Muhammad: "Mani" Adapun Perbuatan Muhammad itu:
“Antara” Adapun yang dinamakan: “Nama Dirimu” artinya “Kita Berdua Berdiri, Akulah itu
Muhammad. Adapun yang dinyatakan: “Engkaulah itu Muhammad, itulah dinamakan kata
“HIDUP TAK MATI” artinya yang disuruh dan yang menyuruh. Yang mengetahui hal itu serta
dibenarkannya, panjang umurnya, dan disukai oleh para penguasa, dipercaya oleh orang lain,
dihindarkan dari bahaya ujian Tuhan. Ketahuilah pula kemunculannya NUR: Nur muncul pada
bayang-bayang dan Bayang-bayang muncul pada ,Akal Akal muncul pada Ingat ,Hati muncul
pada Nyawa ,Nyawa muncul pada Rahasia ,Rahasia muncul pada Nur ,Nur muncul pada
Tuhannya. Dari situlah kita datang dan disitu pula kita kembali. Maka kenalilah Aku sungguh-
sungguh Muhammad bahwa, “Kita tidak berpisah” Aku jadikan segala sesuatu karenamu, sedang
engkau untuk-Ku. Muncullah engkau pada kenyataan, Ku nyatakan engkau dan Ku lindungi
engkau. Adapun kenyataan serta pengertian Alif itu bersumber dari titik atau Zarra atau Nyawa-
berlindung. Yang dinamakan Nyawa berlindung yakni Rahasia atau Cahaya Zat dan Sifat itulah
yang memperkenalkan Tuhan. Adapun iman itu tempatnya Rahasia, Artinya Rahasia adalah
Cahaya Hati-Nurani, ketika baris atas, bawah dan titik itu terbagi, maka jadilah 4 (empat) huruf,
pertama ALIF, kedua LAM dimuka, ketiga LAM dibelakang, dan keempat HA, inilah lafasnya
(Allah SWT). Nyawa muhammad dinamai Ma'rifat ,Nyawa kita dinamakan Haqiqat ,Angan
angan kita dinamakan Thariqat ,Tubuh kita dinamakan Syariat ialah pengetahuan tentang
pengenalan diri didalam Tubuh kita. ..Apabila Nyawa itu melihat pada Allah SWT: Rahasia
namanya. Apabila Nyawa melihat pada Alam: Iman namanya. Apabila Nyawa melihat pada
Akhirat: Nyawa namanya. Apabila Nyawa melihat ke dunia: Badan jasmani namanya. Apabila
Nyawa melihat kepada badan jasmaninya: hati kecil namanya. Artinya : Adapun ilmu pada
Allah, kebodohan terhadap sesuatu, Adapun ma’rifat kepada Allah, menyangkali diri, Adapun
bertauhid kepada Allah, keheran-heranan. Nabi Muhammad SAW berkata kepada Ali: ketahuilah
bahwa keluar masuknya nafas itulah yang dikatakan sembahyang bathin selamanya tidak
membedakan antara siang dan malam dan diwaktu tidur dan diwaktu jaga. Apabila nafas keluar
dikatakannya "LAA" Apabila nafas masuk dikatakannya "HU" Itulah nama Tuhan serta nama
Nabi yang tidak berpisah atau dinamakan “SYAHADAT-DUA”
Keluar nafas: "Sunnah" Shalat dirinya Tubuh Masuk nafas: "Fardhu" Tanda kematiannya :
• Ada yang dilihat seperti keranjang cermin, didalamnya ada orang seperti wajahnya diwaktu ia
masih muda.
• 40 (Empat puluh) malam sesudah ia melihat lalu ia meninggal, empat puluh malam didalam
kubur, lalu naik ke syurga pertama. Keluar nafas: "Ilmu" Shalat dirinya Iman dan Masuk nafas:
"Pengetahuan" Tanda kematiannya : Ada yang dilihat seperti lampu lilin dikepalanya, terus naik
ke langit
• Tiga puluh (30) malam sesudah ia meninggal, sekian malam didalam kubur lalu naik ke syurga
yang kedua. Pegangannya pada Qur’an 30 juz... Keluar nafas: "Dunia" Shalat dirinya
Akal ..Masuk nafas: "Akhirat" Tanda kematiannya : Ada yang dilihat dikepalanya cahaya
keluar, lalu naik ke langit
• Dua puluh malam setelah itu lalu ia meninggal, sekian malam ia didalam kuburnya ia naik
kelangit ketiga. Pegangannya “Sifat Dua Puluh” Keluar nafas: "Hamba" Shalat dirinya
Ingat ..Masuk nafas: "Tuhan" Tanda kematiannya : Ia melihat sesuatu seperti telur, didalamnya
ada seperti masjid, cermin didalamnya, ada orang seperti wajahnya diwaktu mudanya.
• 13 (tiga belas) malam berikutnya ia meninggal, sekian malam pula ia didalam kuburnya lalu ia
naik ke syurga yang ke 4 (empat). Berdirinya Rukun 13. Keluar nafas: "Sifat" Shalat
dirinya ,Hati Sanubari Masuk nafas: "Zat" Tanda kematiannya: Ia melihat nur yang berdiri di
pusatnya, seperti terangnya bulan ke 14, didalamnya ada orang seperti wajahnya diwaktu
mudanya.
• Lima malam sesudahnya ia meninggal, dan sekian lama juga dikuburnya, ia naik ke syurga
yang ke lima. Keluar nafas: "Nabi" Shalat dirinya ,Hati Nurani ...Masuk nafas: "Tuhan" Tanda
kematiannya: Ia melihat “seperti rambut” berdiri diantara kedua matanya sampai ke syurga, di
dalamnya ada Nur yang merah seperti matahari.
• 3 (tiga) malam sesudahnya ia meninggal, sekian malam juga di dalam kuburnya, ia naik ke
syurga yang ke 6 (enam). Penerapannya dalam tafakkur : “ Mulut ditutup, nafas melalui
hidung”. Keluar nafas: "Rupa Tuhan" Shalat dirinya ,Nyawa ...Masuk nafas: "Wali Tuhan"
Tanda kematiannya: Ia melihat seperti busa-busa emas sampai di langit (bulan) berdiri diantara
kedua kening seperti “rambut yang hijau” melekat di Arsy, ada juga seperti bulan 14 munculnya.
• 1 (satu) malam kemudian ia meninggal, semalam juga dikuburnya ia laik ke syurga yang ke 7
(tujuh). Diberikan perasaan seperti orang yang sedang bersetubuh ni’matnya. Inilah berdirinya
“Jibril”. Keluar nafas: "HU" Shalat dirinya ,Rahasia ...Masuk nafas: "HU" Tanda kematiannya:
Ia melihat permata yang jernih gilang gemilang, menjadi orang seperti dimasa mudanya,
bercahaya wajahnya dan dirinya. Itulah “Halus Kita” keluar, itulah juga Nur, Itulah juga yang
menjadi Tubuh kita. • Pada saat lepasnya Nyawa, diberikan perasaan seperti keluarnya mani.
Pada hari kematiannya itulah ia dikuburkan, hari itu juga ia naik ke syurga yang ke 8 (delapan) di
“Arsy Kursyiyah”.
• Inilah yang tidak menunggu bacaan talqin. Inilah berdirinya Muhammad, Inilah yang
dinamakan: → “shalat yang kekal dan berkepanjangan”. → Tali yang tidak putus pada Allah. →
Kain Kafan yg tidak hancur Jika kita berdiri untuk shalat, pada haqiqatnya ALIF itulah yang
berdiri untuk shalat. Maksudnya: Naikkan terlebih dahulu nafasmu kemudian berdiri, artinya:
Nyawa yang terlebih dahulu berdiri, kemudian Tubuh ,sebab tidak mungkin Tubuh yang dapat
mendirikan Nyawa, sebaliknya Nyawa itulah yang mendirikan Tubuh. Jangan bertentangan
perbuatan Tubuh dengan Nyawa, karena yang demikian itu sama halnya dengan orang yang
menyekutukan Tuhan. Hal ini diibaratkan bahwa, Nyawa itu ibarat Imam terhadap Tubuh, sudah
tentu Imam itu terdahulu yang berdiri kemudian ma’mum. Itulah sebabnya maka “Imam” itu
wajib diketahui. Bilamana ada orang yang bertanya siapa Imammu dalam shalat, maka jawablah
bahwa “Al-Qur’an itulah Imamku”... Apa artinya Al-Qur’an itu?... Al-Qur’an itu Kalamullah
atau perkataan Tuhan, dan Tuhan itu bersifat Qadim, jadi Al-Qur’an itupun Qadim. Jadi pada
haqiqatnya Tuhan itulah Imam, tanpa demikian ini berarti shalatnya tidak sah. Sebab yang
dimaksudkan shalat disini ialah Dzahirnya perbuatan. “Dzahir” artinya perbuatannya Tuhan pada
diri kita. Allah juga pada haqiqatnya. Sehingga kita bersatu kata atau sekata dengan Imam (Imam
dengan Ma’mum). Dikatakan “Imaman Lillahi Ta’ala”, artinya Imam karena Allah Ta’ala.
Dikatakan “Ma’muman Lillahi Ta’ala”, artinya Ma’mum karena Allah Ta’ala. Imam itulah yang
menggerakkan ma’mum, demikian pulalah Nyawa itulah yang menggerakkan Tubuh, dan
tidaklah Nyawa itu dapat bergerak jika tidak karena kehendak Tuhannya.
Bila hendak Ruku’, turunkan nafasmu dahulu, kemudian badanmu ruku’.
Begitu pula I’tidal (Sami Allahu Liman Hamida), naikkan kembali nafasmu, kemudian tegak.
Sujud juga demikian, turunkan dahulu nafasmu, kemudian sujud.. Lawan sujud juga demikian,
naikkan dahulu nafasmu, kemudian mengangkat kepala (kembali duduk). Demikianlah Nafas itu
diikuti naik turunnya, begitulah Imam para Nabi termasuk Nabi Muhammad saw, dan para Wali.
Inilah yang dikatakan “IMAM TANPA DI IMAMI”.
Bila ada orang yang memakai (memperkenalkan) hal ini, maka itulah orang yang sah dijadikan
Imam. Jadi bila ada orang yang menjadi Imam sedang ia tidak mengetahui hal ini, sedang
Ma’mumnya ada yang mengetahui, maka dikatakanlah “IMAM YANG DI IMAMI OLEH
MA’MUM”.
Selanjutnya bila sudah membuang Takbiratul Ihram, tahanlah nafasmu sebentar, itulah yang
dikatakan “Lenyap Kepada Nur Muhammad”. Adapun yang dibicarakan masalah Nahwu dan
Sharaf, “huruf” Baris, dan Lagunya”. Jadi hanya masalah “Lafaz”. Bila dikatakan bahwa “Kata-
Kata Tuhan Itu Bukan Huruf, Bukan Suara, Bunyi, Tidak Berawal, Tidak Berakhir, Dan Tidak
Tasdik”, maka bingunglah orang-orang Nahwu dan Sharaf. Sebab bukan Huruf. Bahkan baris
tiga Alif itu tidak dilihat oleh Nahwu dan Logat. Sebab huruf tidak bersambung. Sebab Alif yang
ditulis dengan tinta itu menunjuk kepada Alif yang bukan tinta. Sedangkan Alif yang bukan tinta
itu menunjuk kepada kata-kata Tuhan. Bila tanda kematian telah tiba, maka hal yang sangat
penting untuk dilakukan adalah:
- Perbanyaklah bertobat kepada Allah swt, atas segala kesalahan-kesalahan yang pernah
diperbuat lahir maupun bathin, besar atau kecil, sengaja maupun yang tidak disengaja.
- Perbanyaklah berdzikir kepada Allah swt: - Laa Ilaaha Illallah - Allah, Allah - Hua, Hua -
Ah, Ah - Serahkan dirimu sepenuhnya, artinya gaibkan dirimu kepada Nur Muhammad, dengan
demikian sampailah engkau atau kekallah engkau pada Zat Allah swt, Sebab mustahil akan
bercerai Nur dengan yang punya Nur, laksana matahari dengan cahayanya. Insya Allah
selamatlah engkau. - Sangkalah dirimu didalam rahmat Tuhanmu, jika engkau menyangka
dirimu disiksa, maka disiksalah engkau, bila menyangka dirimu diselamatkan dari segala bahaya,
maka diselamatkanlah engkau. - Adapun tanda itu harus, artinya: boleh jadi ada, boleh jadi tidak
ada, tergantung kepada kehendak Allah swt. Hanya kematian itu yang pasti adanya. Adapun
tanda kematian itu sebagai berikut:
- Melihat Nur yang lebih terang dari cahaya matahari. - Melihat ke langit tujuh susun tanpa
halangan sampai pada Arsy Qursyiyah. - Melihat Nur yang terang, tiba-tiba ada seorang laki-laki
berpakaian hijau berdiri disebelah kananmu lalu memegang telunjukmu dan berkata; “Lupakan
saja dunia yang gelap ini, akhirat itulah yang terang, kesanalah engkau, dan Allah lebih
mengetahuinya”, Muhammad itu yang mendatangimu dan katakanlah: “Asyhadu An Laa Ilaaha
Illallah, Wa Asyhadu Annaka Muhammadan Rasuulullah” Artinya: Aku bersaksi bahwa Tiada
Tuhan selain Allah, dan Anda adalah Muhammad Rasulullah. - Selanjutnya melihat Nur yang
tidak dimengerti tak ada seumpamanya, muncul lalu lenyap, muncul lagi dan segala sesuatu
sudah pada sujud, itulah tanda akhir hidupmu di dunia ini, tidak akan kembali lagi untuk selama-
lamanya. - Adapun perasaanmu lebih nikmat daripada bersetubuh antara suami dengan isteri.
Biasa saja terjadi kalau diketahui jalannya, dan sehubungan dengan hal itu ada hadits Qudsi
yang menunjangnya, yang artinya: “Ingatlah Aku (Allah) diwaktu senangmu, maka Aku (Allah)
mengingatmu diwaktu susahmu”. Pertanyaan: - Manusia diwaktu senang, kapan? Dan manusia
diwaktu susah, kapan? Dan bagaimana caranya mengingat Allah diwaktu senang? - Adapun
orang yang biasa mendapatkan kenikmatan itu, tanda-tandanya: Basah disekitar alat kelaminnya,
karena keluarnya air mani ketika berpisahnya Tubuh dengan Nyawa. - Sewaktu mengucapkan
Laa Ilaaha: niatkan dirimu lenyap bersama Nur Muhammad pada Dzat Allah - Kemudian
mengucapkan Illallah: niatkan dirimu kekal bersama Nur Muhammad pada Dzat Allah.
Lailahailallah: - Laa Ilaaha, artinya menafikkan atau meniadakan - Illallah, artinya mengisbatkan
atau mengadakan pada wujud Allah.
- Hati yg menarik, Nyawa yang ditarik, Rahasia tempat menarik. - Cahaya Cermin itu adalah
tempat Manusia - Cahaya Intan itu adalah tempatnya Muhammad - Cahaya Jamrud itu adalah
tempatnya Allah swt - Maka dimasukkanlah diri-Nya didalam Cahaya Cermin, kemudian
berpindah ke Cahaya Intan, kemudian ke Cahaya Jamrud didalam Nur Ilahi bersama Muhamad -
Demikianlah cara pengembalian serta pengekalan para Aulia Allah.
- Ketahuilah bahwa: - Dzat Allah itu bathin pada Nyawa Muhammad, sehingga tidak ada
pemisahan antara Hati Nurani (Nyawa kita) dengan Nyawa Nabi kita serta Dzatnya Allah,
artinya: tubuh itu dapat bergerak, berkehendak, kuasa, hanya karena perintah dari Nyawa kita.
Sedangkan Nyawa dibawah perintah Nur Muhammad, sehingga ia dapat bergerak, kuasa dan
mengetahui. - Adapun Nyawa Muhammad, nyata pada Dzatnya Allah, menurut dalil yang
mengatakan Artinya: Seandainya bukan karena engkau Muhammad, Aku tidak menjadikan
segala sesuatu. Arti Haqiqatnya: “Tidak berpisah Nur dengan yang punya Nur”. Mengenal Allah,
Dzat, Sifat, Asma, Af’al, Diri, Tubuh, Hati, Nyawa, Rahasia, itulah bernama “Insan” atau
“Tuhan”. - Yang memerintah Tubuh kita, Af’al (Perbuatan) pada Allah - Yang memerintah Hati
kita, Nama pada Allah - Yang memerintah Nyawa kita, Sifat pada Allah - Yang memerintah
Rahasia kita, Dzat pada Allah . Sabda Nabi Muhammad SAW Artinya : Pengenal pada diri ada
empat: Tubuh, Hati, Nyawa, dan Rahasia. Artinya : Beginilah pengenal pada diri (tubuh) kita
serta Tuhan. Artinya : Ketahuilah Kekuasaan Tuhan dan Kehendaknya dalam segala sesuatu
tiada yang mencampurinya. Artinya : Semua kata-kata dan kalimat itu adalah kata-kata dan
kalimat Tuhan. Artinya : Pengenalan dengan meng-Esakan (men-Tauhidkan) Allah. Artinya :
Tidak sempurna Islam seseorang, kecuali mengenal Iman, Yang dikatakan orang beriman ialah,
orang yang “Mengenal Dirinya, Mengenal Tuhannya”. Artinya : Hati orang beriman, Rumah
Allah.
NAFAS: Adapun bilangan keluar masuknya nafas dalam sehari-semalam sesuai dengan bilangan
huruf Al-Qur’an = 32.005.345 (tiga juta lima ribu tiga ratus empat puluh lima).
SYAHADAT : Adapun Syahadat itu, “Hidupnya” Allah yang dijadikan Tubuh pada kita.
Isyaratkan bahwa Tubuh kita tidak bercerai dengan Hidupnya Allah swt.
SATINJA: Adapun Satinja itu, Cahaya Allah yang menjadi kesucian pada hati kita, menjadi
rumah-Nya orang mu’min. Isyaratkan bahwa kesucian kita tidak berpisah dengan Nur Allah swt.
Jadi Hati kita tidak terpisah dengan Halusnya Allah swt.
JUNNUB' : Adapun Junnu itu, Halusnya Allah yang dijadkan Rasa Ni’mat pada diri kita. Di
isyaratkan, tidak berpisah ni’mat kita dengan Halusnya Allah swt.
PERSETUBUHAN: Sebelum melaksanakan malam pertama bagi pengantin baru (juga bagi
pengantin lama kalau belum pernah melaksanakannya), hendaknya melakukan terlebih dahulu
“Nikah Batin”. Seorang suami jangan hanya mengawini isterinya hanya tubuh kasarnya saja, tapi
yang harus dikawininya ada 6 (enam) macam, yaitu : 1) Tubuh 2) Hati 3) Nyawa 4) Rahasia 5)
Tubuh Halusnya 6) Maunya Seorang suami harus meminta halalnya dari isterinya keenam
macam itu. Kalau tidak tahu silahkan tanyakan kepada yang tahu. - Dimisalkan makanan yang
telah dihidangkan: - Maka sebelum dimakan diucapkanlah dzikirnya Tubuh, Hati, Nyawa,
Rahasia. - Pada suapan pertama: dikatakan "A" Tidak disentuh lidah. Inilah suara mula jadi. -
Pada suapan kedua: dikatakan "I, U" jangan disentuh lidah. Inilah “Junnu”. Selamat dunia &
akhirat. - Jika sudah berulang-ulang kali suapannya, dikatakanlah "A" sebab itulah yang tidak
disentuh tulisan, jangan dilupakan sampai selesai. Beginilah cara Ali dengan Fatimah. - Dalam
buku Yoga dan sex, dalam waktu sekejap mata, sepasang suami isteri yang mencapai klimax dari
hubungan sexnya, akan lebih dekat dengan Allah swt. Justru itu jangan kerja seperti alu, tidak
ada hasil. Jadi kalau kerja pasti ada hasilnya. Apakah : - Manusia berilmu? - Manusia
berpangkat? - Manusia berharta?, dsb...Mudah-mudahan mengerti maksudnya. - Nabi Khaidir
a.s: Bagaimana yang dikatakan “Awal Permulaan? → Nabi Muhammad saw: Barang siapa yang
mengetahui tentang awal permulaan ini, maka Allah Swt, mengampuni segala dosa-dosanya
serta kedua orang tuanya, begitu pula segenap sanak keluarganya dan familinya, jauh maupun
dekat, diampunkan segala dosa-dosanya dunia dan akhirat. Sewaktu kita masih berada di dalam
pengetahuan Allah Swt., kemudia pindah kepada kenabian (alam nubuah) dan juga kita masih
pada Angin, Air, dan Tanah. - Nabi Khaidir a.s: Siapa nama kita pada awal permulaan? → Nabi
Muhammad saw: Adapun mula-mula nama kita pada Allah Ta’ala : - bagi laki-laki bernama
ALI” - bagi perempuan bernama “FATIMAH”. - Sewaktu kita tinggal pada Darah - 1 bulan - 2
bulan - 3 bulan - 4 bulan - 5 bulan - 6 bulan - 7 bulan di dalam rahim ibu lengkaplah Tubuh,
maka dibacakan “Al-Hamdu” - 8 bulan di dalam rahim ibu dibacakanlah “Qul Huwallaahu
Ahad” - 9 bulan di dalam rahim ibu maka Tuhan berkata: "Bersiap-siaplah untuk keluar ke
dunia, disambut dengan malaikat dan rezeki yang murah, banyak, atau sedikit, demikian pula
umurmu panjang atau pendek". Berkata syahadat pada Tuhan: Saya takut yaa Tuhan. Kenapa
engkau takut sedang Aku yang menyuruhmu? Saya takut sebab saya belum tahu siapa namamu
yaa Tuhan. Tuhan berkata: Alif namaku. Syahadat berkata: kalau begitu sama dengan kita.
Tuhan berkata: Siapa namamu? Syahadat berkata: Alif juga namaku. Kalau begitu sama namamu
dengan nama-Ku. Ketahuilah Aku, agar engkau Ku ketahui juga. Kenalilah Aku, agar engkau Ku
kenal pula. Dengan cara bagaimana aku mengetahui yaa Tuhan? Tuhan menjawab: “Yaitu
dengan baris diatas (A). itulah sebabnya tangis pertama bayi lahir kedunia. Bila ada orang yang
bertanya kepadamu, bagaimana pengetahuanmu pada Allah Ta’ala sehingga engkau dinamakan
orang yang berma’rifat. Katakanlah kepadanya: “saya mengetahui dengan pengenalannya
sendiri, tempat saya melihat dan mengetahui, artinya dengan pengetahuannya saya mengetahui,
dengan pengenalannya saya mengenalnya”. Ketahuilah olehmu tentang “Rahasia Mati” sebelum
mati. Barang siapa yang telah mengetahui hal tersebut, berarti itulah orang yang telah
mempersiapkan dirinya bagi Tuhannya, dan Tuhanpun tersedia baginya. Yang dimaksudkan
ialah : - Mandikan dirimu, bukan dengan air - Bungkus dirimu, bukan dengan kain kafan -
Sembahyangi dirimu sebelum matimu - Kuburkan dirimu, bukan dengan tanah Karena
sesungguhnya Tuhan telah berkata bahwa bagi hamba-Ku yang demikian itu, itulah yang tidak
bercerai dengan Aku, dan lepas dari segala tuntutan dunia dan akhirat. Itulah hamba yang
beriman sungguh-sungguh dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah Ta’ala semata. Adapun
kematian itu ada 4 (empat) tingkat, yakni : 1) Kematian Syariat: Yaitu mengucapkan dzikir Laa
ilaaha Illallah pada akhir kematiannya 2) Kematian Thariqat: Yaitu mengucapkan dzikir Allah,
Allah pada akhir kematiannya 3) Kematian Haqiqat: Yaitu yang mengucapkan dzikir Huwa,
Huwa pada akhir kematiannya 4) Kematian Ma’rifat: Yaitu mengucapkan dzikir Ah, Ah, pada
akhir kematiannya → Tanda-tanda Kematian Syariat: Yakni Hancur tubuhnya dalam kubur →
Tanda-tanda Kematian Thariqat: Yakni tubuhnya tidak rusak dan kering → Tanda-tanda
Kematian Haqiqat: Yakni Tubuhnya utuh dan rambutnya serta kukunya bertambah panjang,
wajahnya bercahaya-cahaya. → Tanda-tanda Kematian Ma’rifat: Yakni tubuhnya lenyap dalam
kubur, diambil oleh Malaikat, dibawa ke Tanah Suci menjadi “Wali Allah”. → Yang dikatakan
“sudah membungkus diri sebelum mati ialah: Lenyapkan Tubuhmu kedalam hatimu. → Sudah
memandikan diri sendiri bukan dengan air ialah : Lenyapkan dirimu dilaut adanya Allah. →
Sudah menyembahyangi diri sendiri, ialah Rahasiamu lenyap pada Nur Muhammad, Nur
Muhammad lenyap pada Nur Allah. → Tetapkan hatimu dalam keyakinan bahwa Tuhan itu Esa
adanya. → Bila sudah ada nur yang tiada seumpamanya, sedang masih ada perasaan sakit
dirasakan, itu belum yang sebenarnya. Jangan di ikuti. → Bila sudah merasakan ketenangan dan
kenikmatan semata dan seluruh perasaan telah sujud, berarti yakinilah bahwa Tuhanmu telah
ada, apakah ada Nur atau tiada, berangkatlah. Insya Allah anda telah selamat. - Adapun hikmah
yang dikehendaki dalam Shalat Subuh itu, yakni mensucikan seseorang daripada kelupaan dan
kelalaiannya, sehingga menetapkan hadapannya semata-mata kepada Allah Ta’ala yang tiada
seumpamanya sesuatu. Itulah sebabnya maka tidak ada shalat sunnah sesudah Shalat Subuh. -
Adapun yang dikehendaki dalam Shalat Dhuhur itu, yaitu: sucikan pandanganmu melihat ke-
Esaan serta kesempurnaan Allah Ta’ala sampai memasuki waktu Ashar. - Adapun yang
dikehendaki dalam Shalat Ashar, yakni sucikan dirimu serta himpunkan penglihatan
sempurnamu menghadap pada Himpunan Allah (Tauhid) Yang Maha Esa. Itulah sebabnya tidak
ada shalat sunnah dibelakang shalat ashar. - Adapun yang dikehendaki dalam Shalat Maghrib,
yakni sucikan pendengaranmu, penglihatanmu, serta kata-katamu. - Adapun yang dikehendaki
dalam Shalat Isya’, yakni sucikan kegelapanmu menuju yang terang, artinya hilangkan
keakuanmu, serahkan dirimu kepada yang punya diri (pencipta). Jelasnya hanya Allah swt yang
berkuasa, berkehendak, yang hidup seterusnya, tiada yang lain. - Adapun yang dikehendaki
dalam Shalat Witir, yakni menetapkan ingatan lahir dan bathin, tertuju kepada Allah semata-
mata, demi untuk dan karena Allah semata. Bagi orang yang telah memiliki keyakinan yang
putus adanya maka tiada lagi hal yang tersembunyi baginya, bahkan Tuhannya itulah yang paling
nyata dalam segala hal. Baginya tiada perbedan diwaktu hidup didunia dan diakhirat. Mereka
telah yakin bahwa hidupnya itu tidak akan mengalami kematian, sekalipun kelak akan berpisah
dengan tubuhnya. Dalam arti men-Tuhankan Allah swt. itu adalah menyadari seluruh jiwanya
bahwa segala bentuk serta penghayatan dirinya, pada Tuhannyalah ia mengharapkan. Sebab
segala yang ada adalah hak dan milik Tuhan, bahkan dirinya sendiri telah bukan lagi miliknya.
Mereka telah menyadari bahwa ke-aku-annya selama ini adalah “palsu” belaka. Adapun yang
bernama itu, laksana gelombang dengan air lautan. Bila gelombang itu telah tiada (sirna), maka
yang ada hanya lautan itu sendiri. Jelaslah dalam hal ini bahwa gelombang itu adalah merupakan
sifat dari lautan. Laksana bayang-bayang dengan yang punya bayang-bayang. Dengan demikian
tiadalah bedanya jika kita menyadari hal ini bahwa yang bathil itu, bathil sejak dahulu, sekarang
maupun akan datang. Sebaliknya bahwa “Haq” itu awal tak berpermulaan akhir tak
berkesudahan, tiada ia dicakup oleh ruang dan waktu, nyata ia dibalik segala yang dinyatakan.
Siapakah dia? Dia itulah yang sebenar-benarnya hakikat diri kita yang tak dapat diragu-ragukan
lagi. Bahwa Dzat itulah yang bersifat, artinya bahwa hidup kita ini adalah kenyataan sifatnya,
dan yang bersifat itulah yang menghidupi segala sesuatu. - Jadi yang menjadi Hidup (Nyawa)
Muhammad dinamai “Titik”, artinya Rahasia. - Sedangkan yang dinamai “Rahasia” adalah Nur
Zat. - Yang menjadi sifat itu adalah yang dinamai “NUR”, artinya Nur yang tidak berubah-ubah
(hidup yang tidak berubah). - Adapun Jiwanya (Nyawa) adam, adalah Alif, artinya Himpunan,
maka Nyawa namanya. - Jadi Nyawa itu ada 2 (dua), yaitu; 1. Nyawa yang dinamai “Titik”
adalah Nyawanya Muhammad 2. Nyawa yang dinamai “Alif” adalah Nyawanya Adam. - Inilah
yang tiga tidak berpisah Jadi bila hal tersebut telah menyata pada kita, berarti kita telah
menyaksikan (melihat) buktinya sempurna.dengan demikian maka selamatlah anda untuk
selama-lamanya, kekal abadi dunia akhirat. Inilah dapat dikatakan “kesempurnaan ilmu” atau
kepastian ilmu. Segala yang dijadikan itu adalah bayang-bayang pada Tuhan. Sedang bayang-
bayang dengan yang punya bayang-bayang adalah “Satu”. Gerak bayang-bayang itu adalah
geraknya yang punya bayang-bayang. Yakinkan dan jangan ragu-ragu lagi nanti salah. NYAWA:
menurut Syariat = NYAWA namanya menurut Thariqat = NUR namanya menurut Haqiqat =
ZAT ALLAH namanya menurut Ma’rifat = TIDAK ADA YANG LAIN KECUALI ALLAH.
NABI MUHAMMAD SAW DENGAN ANAKNYA FATIMAH: Nabi Muhammad saw berkata
kepada anaknya: “Hai Fatimah, apakah engkau masih ingat yang telah saya katakana padamu?”
Fatimah menjawab: “Ya saya ingat semuanya” Ingatlah sebuah “kata” yang tak berpisah dengan
Tuhan, yaitu sewaktu Tuhan memesrahi sesuatu, yakinkan dalam hatimu yang bersih. Barang
siapa yang menemukan pengenalan yang sesungguhnya didalam kehendak Tuhannya, itulah
orang yang memakai: Penglihatan Tuhannya ia melihat, Pendengaran Tuhannya ia mendengar,
dengan kata Tuhannya ia berkata, dan katakanlah nama itu tidak berpisah dengan yang punya
nama. Janganlah merasa ragu dalam hatimu, itulah sebabnya sehingga ada yang dikatakan:
“Kepastian Ilmu” atau Ilmil Yakin, Haqqul Yakin. Yakinkan dalam hatimu, tidak berpisah
dengan Tuhanmu serta Rasulnya. Sebab haqiqat NYAWA yang suci itulah yang dinamakan
“Muhammad” artinya orang yang dicinta. Artinya: Insan itu Rahasia-Ku, dan Aku Rahasianya.
Kuatkan Tauhidmu pada Allah swt. Adapun pengertian sebenarnya kalimah: Laa Ilaaha Illallah
yaitu “TIADA ASALKU YANG SELAIN DARI ALLAH TA’ALA” Nabi Muhammad saw
berseru kepada seluruh umatnya: “Ketahuilah dirimu didalam dirimu” Yakni: ada 4 (empat) :
Rahasia, Nyawa, Hati, Tubuh. 1) Rahasia itu Nur Zatullah 2) Nyawa itu Nur Sifatullah 3) Hati
itu Nur Asmaullah 4) Tubuh itu Nur Af’alullah. Dari ke 4 (empat) tersebut diatas, 3 (tiga) yang
dapat melihat pada Allah. Allah itulah yang menjadikan semesta alam beserta isinya dan
berubah-ubah, Tuhan juga yang meliputi, menembus, memesrahi beserta isinya. As-Syeikh
Lukmanul Hakim bertanya kepada anaknya : “Apa sebabnya Al-Fatihah dibaca dalam shalat”?
Indrajaya menjawab: “bahwa shalat lima waktu berasal dari surah Al-Fatihah, pada awalnya,
yaitu: Al-Hamdu terdiri dari lima huruf yaitu : Alif Lam Ha Mim Dal Allah swt menjadikan
waktu yang lima itu sebagai berikut : 1) Waktu Dhuhur: dijadikan dari huruf Alif-nya Al-Hamdu
2) Waktu Ashar: dijadikan dari huruf Lam-nya Al-Hamdu 3) Waktu Maghrib: dijadikan dari
huruf Ha-nya Al-Hamdu 4) Waktu Isya’: dijadikan dari huruf Mim-nya Al-Hamdu 5) Waktu
Subuh: dijadikan dari huruf Dal-nya Al-Hamdua Pengenalan Tashawuf merupakan jalan untuk
mencapai “Ma’rifatullah” (mengenal Allah) dengan sebenar-benarnya melalui tersingkapnya
dinding (hijab) yang membatasi diri dengan Allah. Bagi para shufi dalam mendekatkan diri
kepada Allah harus selalu dilandasi semangat ibadah dengan tujuan untuk mencapai martabat
dan derajat kesempurnaan atau lebih dikenal dengan istilah “Insan Kamil”. Pada mulanya, para
shufi mengajar terbatas hanya kepada beberapa orang murid saja tentang ajaran pokok tashauf
yang akhirnya lambat laun menyebar luas dan menjadi suatu ikatan kerukunan serta
kekeluargaan. Mereka yang menrima ajaran dari guru shufi yang sealiran akhirnya membentuk
suatu faham atau aliran tertentu sesuai dengan aliran dan corak tashawuf masing-masing.
Methode dan aliran yang berbeda itulah yang akhirnya membentuk suatu kelompok yang disebut
“Thoriqot”. Thoriqat berasal dari kata “Thoriq” yang berarti anak jalan, sedangkan jalan utama
disebut dengan “Syar” yang merupakan asal kata syari’at, yang berarti bahwasanya thoriqat
adalah jalan yang ditempuh para shufi yang digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari
syari’at. Kata turunan ini menunjukkan bahwa menurut anggapan para shufi, pendidikan
tashawuf merupakan cabang dari jalan utama yang terdiri dari hukum ilahi, yaitu sebagai tempat
berpijak bagi setiap muslim. Tidak mungkin adanya anak jalan tanpa adanya jalan utama sebagai
tempat ia berpangkal, ini berarti bahwasanya pengalaman tashawuf tidak mungkin didapat bila
perintah syari’at yang mengikat itu tidak ditaati terlebih dahulu dengan seksama. Akan tetapi
thoriq atau anak jalan itu lebih sempit dan akan lebih sulit ditempuh (dijalani) serta akan
membawa murid- disebut “Salik” atau pengembara untuk melalui berbagai persinggahan
(maqom) yang mungkin cepat atau lambat akhirnya ia akan mencapai tujuannya, yaitu tauhid
sempurna ; atau pengakuan berdasarkan pengalaman yang nyata bahwa Tuhan adalah Satu (Esa).
Pada dasarnya, istilah thoriqot sering digunakan untuk dua hal yang secara konseptual berbeda.
Menurut maknanya yang asli (secara harfiah berarti “Jalan”) merupakan paduan yang khas dari
doktrin, methode dan ritual. Tetapi istilah inipun sering dipakai untuk mengacu kepada
pengertian sebuah organisasi (formal ataupun informal) yang menunjukkan pengikut-pengikut
“Jalan” atau “aliran tertentu”. Di Timur-Tengah, istilah tho’ifah (keluarga atau persaudaraan)
terkadang lebih disukai untuk merujuk kepada istilah organisasi, sehingga lebih mudah untuk
membedakan antara yang satu dengan yang lain. Namun di Indonesia kata Thoriqot dapat
menunjuk kepada keduanya. Kendati demikian, penting untuk diingat bahwa dua hal itu
sebenarnya tidak sama. Karena para shufi mengakui bahwa dasar-dasar pemikiran dan amalan
sebuah thoriqot berasal dari Nabi secara langsung, maka para pengikut sebuah thoriqot
memandang penting sekali urutan nama-nama para Guru (Mursyid) yang telah mengajarkan
dasar-dasar thoriqot tersebut secara turun-temurun. Garis keguruan itu biasanya disebut dengan
“Silsilah” Setiap guru dalam sebuah thoriqot dengan hati menjaga silsilah yang menunjukkan ke
cabang mana ia termasuk dan bagaimana hubungannya dengan guru-guru thoriqot yang lainnya.
Idealnya, setiap guru yang tercantum dalam suatu silsilah harus merupakan murid langsung dari
guru yang sebelumnya, namun kenyataannya tidak selalu demikian. Terkadang dua orang yang
berurutan dalam suatu silsilah dapat saja tidak pernah berjumpa secara langsung karena yang
pertama wafat sebelum yang kedua lahir atau mereka tinggal di negeri yang berbeda dan
berjauhan sekali sehingga mustahil saat itu dapat berjumpa secara langsung. Sebagian besar
kaum shufi menerima hal tersebut di atas, dimana bahwasanya seorang wali menerima pelajaran
dari guru yang mendahuluinya (wafat) bukan lewat komunikasi langsung, tetapi lewat
komunikasi spiritual, yaitu melalui pertemuan lewat wujud ruhaninya. Dalam silsilah, hubungan
yang demikian itu sering disebut dengan istilah barzakhy atau uwaisy. Disebut barzakhy karena
pembaiatan seorang guru shufi (thoriqot) berasal dari Alam Barzakh, yaitu alam antara sebagai
tempat bersemayamnya ruh (alam arwah) bagi orang yang telah meninggal sebelum datangnya
hari kebangkitan. Sedangkan disebut dengan uwaisy karena berasal dari nama Uwais Bin Qorni,
seorang Yaman yang sezaman dengan Nabi namun tidak pernah bertemu dengan beliau selama
masih hidup. Uwais bin Qorni dipercaya telah diislamkan oleh ruh Rasullullah setelah beliau
wafat. Uwais bin Qorni wafat pada tahun 39 H. setelah pulang dari pembebasan (penaklukan)
kerajaan Romtaawi bersama tenra Islam. Hingga sampai hari ini yaitu lebih kurang 21 abad yang
telah dilalui manusia. Islam merupakan syariat hidup manusia yang dikaruniakan Allah untuk
kesempurnaan hidup umat manusia. Islam juga merupakan satu-satunya alternatif pilihan cara
hidup yang terbaik di alam dunia dan juga di alam akhirat nanti. Islam telah lama berkembang
dari satu zaman ke zaman yang lain dari seorang Nabi ke seorang Nabi dan sampai pada tahap
kesempurnaan Islam yaitu di zaman Rasulullah SAW. Syari’at hidup Islam, thecnologi Islam dan
Ilmu-ilmu Allah turut berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Keagungan islam dalam
bidang ilmu dan pencapaian tecHnologi telah terbukti di zaman silam sebagai contoh : Di zaman
Nabi sulaiman AS, manusia mampu membangun istana di atas air berdagang dengan jin,
menggunakan tenaga buruh yaitu bangsa jin untuk membangun jalan raya, berbicara dengan
binatang serta manusia bisa berjalan di atas air, terbang di udara tanpa menggunakan alat.
Dizaman Nabi Yusuf AS manusia bisa menguasai ilmu technologi tinggi yaitu penafsiran mimpi
dan hanya dengan tafsir mimpi Nabi Yusuf dapat menerangkan dasar ekonomi negara mesir
didalam usaha untuk menghadapi kemarau panjang, sehingga dengan ilmu mimpi ini selamatlah
negara mesir dari penderitaan kemarau panjang. Di zaman Nabi Musa AS yang terkenal dengan
tongkatnya yang sanggup membuat air laut menjadi beku dan manusia bisa berjalan diatasnya.
Di Zaman Nabi Daud AS manusia dapat mencairkan logam dengan tangan tanpa menggunakan
api, sehingga sanggup membuat senjata pedang hanya dengan tangan Di zaman Nabi Ilyas AS,
manusia dapat menguasai ilmu kedokteran dan Farmasi sehingga mampu membuat
beranekaragam obat dan menyembuhkan berbagai penyakit. Di zaman Nabi Isa AS. Manusia
dapat menguasai ilmu menghidupkan orang mati dan ilmu membaca bisikan hati manusia serta
ilmu menyembuhkan orang buta. Dan ilmu-ilmu tersebut di atas pernah juga dikuasai oleh para
wali-wali Allah seperti Sech Abdul Kadir Zailani, Wali Songo dan lain-lain. Persoalannya
mengapa ilmu-ilmu ini tidak dapat dikuasai oleh manusia di zaman sekarang ? dan dimana letak
kelemahannya ? untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita lihat dulu pembagian ilmu yang ada
dapat/ boleh/ bisa dikuasai oleh manusia : 1. Ilmu Qalam Ilmu Qalam ialah ilmu yang paling
sederhana yang dapat dikuasai oleh manusia contoh : ilmu kedokteran, ilmu farmasi, ilmu
ekonomi, ilmu antrofologi, ilmu hukum dan lain-lain. Ilmu yang demikian bisa dikuasai siapa
saja yang mau belajar tidak terkecuali dia orang Islam, Kristen, Yahudi maupun Nasrani. 2. Ilmu
Ghaib 3. Ilmu Syahadah Sedangkan Ilmu Ghaib dan Ilmu Syahadah tidak mungkin bisa dikuasai
oleh orang-orang yang non muslim, ilmu ini hanya bisa dikuasai oleh orang Islam tapi mengapa
orang Islam di zaman ini ketinggalan sekali disemua bidang ? pastilah ada
penyebabnya………….!!!!! Hal ini tidak terlepas dari beberapa faktor penyebab kelemahan
umat Islam di zaman ini untuk menguasai thecnologi dan Ilmu Allah yang tinggi ini antara lain :
1. Jatuhnya beberapa kerajaan Islam termasyur di dunia misalnya : Kerajaan Islam di Bakdad
yang diserang oleh tentara Monghol yang menyebabkan : • Banyak beberapa ulama tasauf
dibunuh dan berkorban dalam peperangan • Banyak kitab tasauf yang dibakar • Banyak
bangunan-bangunan/ gedung-gedung yang bertechnologi Islam tinggi dibakar dan dimusnahkan.
2. Timbulnya pertentangan antara ahli syari’at dengan ahli tasauf yang menyebabkan ; • Banyak
para ahli tasauf yang dibunuh oleh golongan syari’at antara lain ahli tasauf termasyur bernama
Khalat. • Banyak ahli-ahli tasauf yang difitnah dan dikatakan membawa ajaran sesat • Para ahli
syari’at membuat opini dan menyebarkan isu bahwa ilmu tasauf, ilmu para wali dan orang awam
tidak perlu mempelajarinya, orang awam cukup belajar masalah dosa dan pahala saja. 3. Banyak
dikalangan ahli tasauf bersikap pengecut, malu untuk berterus terang dan membuka ilmunya
kepada masyarakat dengan dalih rahasia sehingga masyarakat dan generasi muda banyak yang
awam atau buta tentang ilmu ini 4. Kurangnya minat umat islam untuk mempelajari. Mendalami
ilmu tasauf karena dianggap sulit dan yang mempelajarinya bisa gila, karena masyarakat
menganggap ilmu ini aneh. Empat faktor inilah yang menyebabkan ilmu tasauf dizaman
sekarang ini tidak dapat dikuasai oleh umat islam.Beruntunglah orang yang dapat menguasai
ilmu ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Hasyr : 22 Dialah Allah yang tiada Tuhan
selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang. (Q.S. Al- Hasyr : 22) Pengertian Islam PENGERTIAN Islam : Islam itu
mengandung 4 Huruf Jadi bila dirangkaikan Islam itu berbunyi : Allahu Salamun Laa Ilaaha
Illallah Muhammadarrasulullah …. Firman Allah Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi
Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang Telah diberi Al Kitab[189] kecuali
sesudah datang pengetahuan kepada mereka, Karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.
Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-
Nya. (Q.S. Ali ‘Imran : 19) [189] maksudnya ialah kitab-kitab yang diturunkan sebelum Al
Quran. Pengertian Iman Iman ialah: Memancarnya Nur Ilahi di dalam Jantung atau Rohani yang
percaya, menerbitkan suatu kekuatan dan kekuatan tersebut menimbulkan suatu keyakinan
terhadap suatu perkara yang Ghaib dan Mereka meyakininya tanpa sedikit pun ada rasa ragu-
ragu. Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan
barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. dan
Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Q.S. At-Taghabun : 11) Keterangan : At- Taghabun
ayat 11 artinya hari dinampakkan kesalahan. Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.
perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus[1039], yang di
dalamnya ada Pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang
bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu)
pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya)
[1040], yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya
di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki,
dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui
segala sesuatu. (Q.S. An-Nur : 35) [1039] yang dimaksud lubang yang tidak tembus (misykat)
ialah suatu lobang di dinding rumah yang tidak tembus sampai kesebelahnya, Biasanya
digunakan untuk tempat lampu, atau barang-barang lain. [1040] Maksudnya: pohon zaitun itu
tumbuh di puncak bukit ia dapat sinar matahari baik di waktu matahari terbit maupun di waktu
matahari akan terbenam, sehingga pohonnya subur dan buahnya menghasilkan minyak yang
baik. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah
sebaik-baik makhluk. (Q.S. AL-Bayyinah : 7) Sesungguhnya orang-orang yang beriman[594]
ialah mereka yang bila disebut nama Allah[595] gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan
ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan Hanya kepada Tuhanlah mereka
bertawakkal. (Q.S. Al-Anfal : 2) [594] Maksudnya: orang yang Sempurna imannya. [595]
dimaksud dengan disebut nama Allah ialah: menyebut sifat-sifat yang mengagungkan dan
memuliakannya . Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:
"Kami Telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (Q.S. Al-Ankabut : 2) Apabila mereka
Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka
dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah
kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang
yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia
akan mengadakan baginya jalan keluar. (Q.S. Ath-Thalaaq : 2) Dan tidak (pula) sama gelap
gulita dengan cahaya, (Q.S. Faathir :20) Tauhid Kita bergantung kepada Allah secara mutlak
tanpa ada sedikitpun rasa syak wasangka dan was-was terhadap Allah Artinya : Kita bertauhid
kepada Zat, Pada Sifat, Pada Asma’ dan pada Af’al Allah Semata Tauhid pada Zat ialah : Kita
mutlak yakin bahwa zat Allah lah yang memerintah alam maya ini (dunia dan isinya) dan tidak
menyekutukan- Nya dengan yang lain Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di
bumi; dan kepada Allahlah dikembalikan segala urusan. (Ali-Imran : 109) Tauhid pada Sifat
ialah : Kita bergantung sepenuhnya pada Allah. Manusia tidak berhak atas segala sesuatu kecuali
dengan izin Allah Artinya : kita menafikan diri jahir kita dan mengisbatkan diri kita hanya
kepada Allah semata Tauhid pada Asma’ ialah : Kita memandang bahwa setiap yang ada dan
wujud kita adalah membawa nama Allah dimanapun kita berada disitu ada Allah. Tauhid pada
Af’al ialah : Kelakuan kita adalah kelakuan Allah SWT semata. Artinya : kita menafikan
kelakuan diri jahir kita dengan mengisbatkan diri bathin kita itu ialah kelakuan zat Allah semata.
1. Suhudul Kasra fil wahda Artinya : saksikanlah pada yang banyak itu, kepada yang satu
2. Suhudul wahda fil Kasra Artinya : saksikanlah pada yang satu itu, kepada yang banyak
Ma’rifatullah Mengenal Allah SWT. Pada Zat-Nya, pada Sifat-Nya, pada Asma’-Nya dan pada
Af’al-Nya.
1. AWALUDIN MA’RIFATULLAH = AWAL AGAMA MENGENAL ALLAH
2. LAYASUL SHALAT ILLA BIN MA’RIFATULLAH =TIDAK SYAH SHOLAT TANPA
MENGENAL ALLAH
3. MAN ARAFA NAFSAHU FAKAT ARAFA RABBAHU =BARANG SIAPA MENGENAL
DIRINYA DIA AKAN MENGENAL TUHANNYA
4. ALASTU BIRAFBIKUM QOLU BALA SYAHID'NA = BUKANKAH AKU INI
TUHANMU ? BETUL ENGKAU TUHAN KAMI, KAMI MENJADI SAKSI (Q.S AL-‘ARAF
172)
5. AL INSAANU SIRRI WA ANNA SIRRUHU = MANUSIA ITU RAHASIAKU DAN
AKULAH RAHASIANYA
6. WAFI AMFUSIKUM AFALA TUB SIRUUN = AKU ADA DI DALAM JIWAMU
MENGAPA KAMU TIDAK MEMPERHATIKAN
7. WANAHNU AKRABI MIN HABIL WARIZ = AKU LEBIH DEKAT DARI URAT NADI
LEHERMU
8. LAA TAK BUDU RABBANA LAM YARAH = AKU TIDAK AKAN MENYEMBAH
ALLAH BILA AKU TIDAK MELIHATNYA LEBIH DAHULU HUBUNGAN MANUSIA
DENGAN ALLAH
Pada alam Raibul Ruyub yaitu dalam keadaan kosong dan NOL pada zat semata-mata yaitu
pada belum ada awal dan belum ada akhir, belum ada bulan, belum ada matahari, belum ada
bintang belum ada sesuatu. Malahan belum ada tuhan yang bernama Allah, maka dalam keadaan
ini, diri yang empunya zat tersebut ialah mentajalikan diri-Nya untuk memuji diri-Nya Lantas
ditajali-Nya-lah Nur Allah dan kemudian ditajali-Nya pula Nur Muhammad yaitu insan kamil,
yang pada peringkat ini dinamakan anta ana, ana anta. Maka yang empunya zat bertanya kepada
Nur Muhammad dan sekalian roh untuk menentukan kedudukan dan taraf hamba. Lantas
ditanyakannya kepada Nur Muhammad, apakah Aku ini Tuhanmu? Maka menjawablah Nur
Muhammad yang mewakili seluruh roh, ya Engkau Tuhanku. Persaksian ini dengan jelas
diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-‘Araf 172. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan
keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap
ini (keesaan Tuhan)", Selepas pengakuan atau persumpahan Roh ini dilaksanakan maka
bermulalah era baru di dalam perwujudan Allah SWT. Seperti firman Allah dalam hadits qudsi
yang artinya : “Aku suka mengenal diriku, lalu aku jadikan makhluk ini dan perkenalkan diriku
kepada mereka lalu merekapun mengenal diriku. Apa yang dimaksud dengan makhluk ini ialah :
Nur Muhammad sebab seluruh kejadian alam maya ini dijadikan dari pada Nur Muhammad.
Tuhan yang empunya zat mentajalikan Nur Muhammad adalah untuk memperkenalkan diri-Nya
sendiri dengan diri Rahasianya sendiri, maka diri rahasianya itu adalah ditanggung dan diakui
amanahnya oleh suatu kejadian yang bernama : Insan yang bertubuh diri bathin (Roh) dan diri
bathin itulah diri manusia atau rohani. Firman Allah dalam hadits qudsi : Al-Insaanu Sirri wa
Ana Sirruhu Artinya : Manusia itu adalah Rahasiku dan akulah yang menjadi rahasianya. Jadi
yang dinamakan manusia itu ialah : karena Ia mengandung Rahasia Dengan perkataan lain
manusia itu menanggung Rahasia Allah maka manusia harus berusaha mengenal dirinya manusia
akan dapat mengenal Tuhan-Nya, sehingga lebih mudah kembali menyerahkan dirinya kepada
yang empunya diri pada waktu dipanggil oleh Allah SWT. Yaitu Tatkala berpisah Roh dengan
jasad. Firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 58 sbb: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya
Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.
Hal tersebut di atas dipertegas lagi oleh Allah dalam hadits qudsi : Man arafa nafsahu, paqat
arafa rabbahu. Artinya : Barang siapa mengenal dirinya maka ia mengenal Tuhannya
Dalam menawarkan tugas yang sangat berat ini, pernah ditawarkan rahasia-Nya itu kepada
langit, bumi dan gunung-gunung tetapi semuanya tidak sanggup menerimanya. Seperti firman
Allah SWT. Dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 72. Inna ‘araf nal amanata, alas samawati
wal ardi wal jibal fa abaina anyah milnaha wa as fakna minha, wahama lahal insannu.
Artinya : sesungguhnya kami telah menawarkan suatu amanat kepada langit, bumi dan gunung-
gunung tapi mereka enggan memikulnya dan mereasa tidak akan sanggup, lantas hanya manusia
yang sanggup menerimanya. Oleh karena amanat (rahasia Allah) telah diterima, maka adalah
menjadi tanggung jawab manusia untuk menunaikan janjinya. Dengan kata lain tugas manusia
adalah menjaga hubungannya dengan yang empunya Rahasia Setelah amanat (Rahasia Allah)
diterima oleh manusia (diri bathin/Roh) untuk tujuan inilah maka Adam dilahirkan untuk
memperbanyak diri, diri penanggung rahasia dan berkembang dari satu dekade ke satu dekade,
dari satu generasi ke generasi yang lain sampai alam ini mengalami kiamat dan rahasia
dikumpulkan kembali. Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun. Artinya : kita berasal dari Allah ,
kembali kepada Allah.
Tingkat Ilmu ILMU QALAM ialah yang paling rendah tingkatannya yaitu Ilmu dunia. Namun
demikian dengan ilmu ini manusia sudah sampai pergi ke Bulan.
ILMU GHAIB ialah Ilmu yang diterima manusia melalui jalan laduni yaitu dengan petunjuk
guru Ghaib yang Mursyid.melalui 5 cara : 1. NUR yaitu petunjuk ghaib yang diterima melalui
mimpi-mimpi yang bisa diterjemahkan oleh guru ghaib. 2. TAJALI yaitu ilmu ghaib yang
diterima melalui penjelmaan buah pikiran dari pada perasaan ZUK sesama mereka menjalani
latihan tareqat tasauf,sehingga muncul dari akalnya suatu pengetahuan baru yang tidak pernah
diketahui sebelumnya. Misalnya : Terbacalah olehnya sepotong do’a sedangkan do’a tersebut
belum pernah dibacanya atau diketahuinya. 3. CARA SIR ialah : suatu jalan penyampaian ilmu
ghaib secara Rahasia, ia hanya dapat dirasai dan didengar oleh seseorang itu secara Mutlak.
Dimana seseorang itu akan mendengar suatu suara yang datang kepadanya. Suara tersebut akan
memberi tahu sesuatu dan mengajarkan ilmu ghaib dengan terang dan jelas berupa bisikan dan
disertai dengan satu KeleZatan yang sulit untuk diceritakan. 4. CARA SIRUSIR ialah : Suatu
cara penyampaian ilmu ghaib dengan cara rahasia.seseorang yang menerima ilmu ghaib dengan
cara ini mereka dapat meliat dengan mata Bathin dan mendengar dengn telinga bathin. 5. CARA
TAWASSUL ialah penjelmaan seorang guru atau wali-wali Allah yang ghaib dan mereka
menjelma untuk bertemu dengan orang-orang tertentu yang sedang menjalankan ilmu tasauf.
Mereka ketemu dengan keadaan nyata (hidup) bukan dalam mimpi, dia datang sama seperti
kedatangan tamu biasa atau kawan kita. Kadang-kadang penjelmaan mereka bisa dilihat oleh
orang ramai, bila kebetulan penjelmaan itu terdapat banyak orang. Perlu diingat kedatangan
mereka merupakan suatu penghomatan yang besar kepada ahli tasauf atau murid yang sedang
mendalami ilmu tasauf. Bagi mereka yang dapat mengusai dan mengalami sendiri ilmu ini maka
sudah pasti mereka dapat menjelajahi seluruh Alam Maya. Mereka diberi peluang untuk
menjelajahi alam lain termasuk alam Barzah,Surga dan Neraka.Arash dan Qursi Allah SWT.
Bagi mereka yang sudah sampai ketahap ini sulit diterima oeh tahap-tahap pemikiran manusia.
Mereka yang sudah sampai keperingkat ini jiwanya akan tenang disamping Tuhannya, semasa
hidupnya didunia ini dan juga dialam akhirat nanti, mereka adalah termasuk dikalangan manusia
yang baik dan beruntung.
ILMU SYAHADAH : Ialah merupakan martabat ilmu yang tertinggi,karena ilmu ini Tuhan
sendiri yang akan mengajarkannya kepada manusia. Manusia diajarkan untuk mengenali dirinya
(Jasmani) dan diri bathinya (Rohani). Hanya orang-orang yang mempunyai martabat tinggi disisi
Allah yang dapat menguasai ilmu ini. Ilmu ini sangat luar biasa karena hanya dimiliki oleh para
Rasul, Nabi dan wali-wali Allah yang teragung.maka beruntunglah manusia yang termasuk wali-
wali Allahyang disebut MAN ARAFA NAFSAHU,FAKAT ARAFA RABBAHU…(“ Barang
siapa mengenal dirinya maka ia akan mengenal Tuhannya “).
Nyawa 1. Nafas Berada dimulut yaitu keadaan keluar masuk dari pada tubuh manusia 2. Ampas
Berada dihidung yaitu keadaan keluar masuk dari pada tubuh manusia 3. Tanapas Berada
ditengah-tengah antara telinga kanan dan telinga kiri 4. Nupus Berada dijantung yaitu keadaan
kedalam jua, tidak keluar tidak kekanan, maupun kekiri, keatas maupun kebawah, kehadapan
maupun kebelakang, yaitu Alif pada insan yang meliputi sekalian tubuh manusia.
• Hidup Nafas Karena Ampas • Hidup Ampas Karena Tanapas • Hidup Tanapas Karena Nupus •
Hidup Nupus Dengan Rahasia Dan Rahasia Itu Adalah Diri Rahasia Allah SWT, Yaitu Diri
Bathin Manusia Tubuh Manusia Asal tubuh manusia terdiri dari empat dasar yaitu Tanah, Air,
Angin dan Api Kesemuanya itu dari pada Nur Muhammad juga adanya : Adapun asal kejadian
diri terdiri dari tiga perkara : Bapak Ibu Tuhan Urat besar Rambut Penglihatan Urat kecil Kulit
Pendengaran Tulang Daging Pengrasan Otak Darah Penciuman Nyawa Jadi kesemuanya ini
berjumlah 13 (tiga belas) perkara dan terhimpun dalam rukun shalat 13 (tiga belas) perkara.
Syari’at Thoriqat Haqiqat Ma’rifat
- Syari’at Tubuh - Af’al Allah (Diri Terperiksa - Syari’at Ilmul yakin)
- Thariqat Hati - Asma’ Allah (Diri Terperiksa - Thariqat Ainul yakin)
- Haqaiqat Ruh - Sifat Allah (Diri Tajalli - Haqiqat Hakul yakin -
- Ma’rifat Rahasia - Zat Allah (Diri Tajalli
- Ma’rifat Kanalul yaqin Adapun yang empat ini terhimpun didalam : LA Jasmani yakni Syari’at
tubuh ( Syari’at itu perbuatanku-Jalal) ILAHA Ruhani yakni Thariqat hati (Thariqat itu kataku-
Jamal) ILLA Haqiqat nyawa (Haqiqat itu kediamanku-Kahhar) ALLAH Ma’rifat atau Rahasia
(Ma’rifat itu Rahasiaku-Kamal) Apabila kita hendak mencari/mengenal “Diri” maka hendaklah
terlebih dahulu kita ketahui/kita kenal akan “Rahasia Nur Muhammad”. karena rahasia Nur
Muhammad itulah sebenar-benarnya diri. Adapun yang bernama diri itu terbagi dua bagian :
Pertama Diri yang Lahir : dan kedua Diri Bathin : Adapun diri yang lahir itu berasal dari diri
Adam yaitu : Api Angin Air Bumi Adapun “Api” itu terbit daripada yang bathin,berhuruf Alif
bernama “Zat” menjadi rahasia hurufnya “Darah” pada kita.
Adapun “Angin” itu terbit daripada yang bathin,berhuruf “Lam Awwal” “Sifat” menjadi nyawa
hurufnya “Nafas” pada kita.
Adapun “Air” itu terbit daripada yang bathin,berhuruf Lam Akhir bernama “ Asma’ “menjadi
Hati hurufnya “Mani” pada kita.
Adapun “Bumi” itu terbit daripada yang bathin ,berhuruf “Ha” bernama “Af-al” menjadi
Kelakuan hurufnya”Tubuh” pada kita. Jadi jika demikian diri kita yang lahir itu,terbit dari pada
Bayang-bayang diri kita yang bathin juga berhuruf / berkalimah “Allah” danjanganlah kiranya
syak dan waham lagi. Kemudian,sesudah kita ketahui Diri yang lahir itu,hendaklah kita ketahui
pula Diri kita yang bathin : siapa ? yang mana ? Hanya diri yang bathin itulah yang bisa
mengenal Tuhannya,seperti sabda Nabi Muhammad SAW : Artinya : Barang siapa yang
mengenal dirinya,maka akan kenal Tuhannya. Sebelum kita mengenal diri kita yang
bathin,hendak lebih dahulu kita matikan/fanakan diri kita yang lahir yang berwujud nama Allah
itu seperti disabdakan oleh Nabi SAW ,Yang Artinya : Matikan dirimu sebelum kamu mati. Jika
sudah mati/fana diri kita yang lahir itu,barulah Nyata diri kita yang bathin yang disebut sebenar-
benarnya diri. Adapun cara mematikan diri yang lahir itu adalah dengan manafikan huruf-
hurufnya : Alif Lam Lam Ha. Jadi jika diri kita yang lahir itu nyata sudah fana artinya sekali-
kali tiada mempunyai ada lagi,berarti diri kita yang lahir ini Lebur/lenyap kepada diri yang
bathin. Artinya: Dari pada tiada menjadi tiada,dan dari pada ada kembali menjadi tiada.
Maksudnya,Diri yang lahir ini sehelai rambut-pun tiada menpunyai ada lagi dan tiada boleh
dikatakan ada pada ilmunya hanya diri yang bathin yang bernama Muhammad seperti tersebut
dalam hadits qudsi : Artinya : Kujadikan engkau (ya Muhammad) karena aku,dan kujadikan
sesuatu karena engkau. Jadi jelaslah,bahwa yang bernama Muhammad itulah sebenarnya diri
yang bathin.hendaknya janganlah kita syak dan atau waham lagi: karena Muhammad itulah yang
ada mempunyai Tubuh,Hati,Nyawa,dan Rahasia. Adapun Tubuh Muhammad itulah yang
bernama Alam Insan yakni syari’at. Adapun Hati Muhammad itulah yang bernama Alam Jisin
yakni Thariqat. Adapun Nyawa Muhammad itulah yang bernama Alam Misal yakni Haqiqat.
Adapun Sir Muhammad itulah yang bernama Alam Ruh yakni Ma’rifat. Sesudah demikian
itu,hendaklah Muhammad itu pula yang mengenal Tuhannya.akan tetapi Muhammad belum bisa
mengenal Tuhannya sbelum fana Tubuhnya,Hatinya,Nyawanya,dan Rahasianya.
Zatnya,Sifatnya,Asma’nya,Af-alnya. Firman Allah artinya: katakan olehmu (Muhammad)
bahwasanya Allah ta’ala itu Esa : Esa pada Zatnya,Esa pada sifatnya,Esa pada Asma’nya,Esa
pada Af-alnya. Dan lagi Firman Allah artinya: Serahkan dirimu hai (Muhammad) pada Tuhan-
mu yang hidup dan tiada mati. Mengenai Muhammad menyerahkan dan mengesakan diri kepada
allah seperti diuraikan dibawah ini : jangan syak dan waham lagi terhadap perkataan diri.
Adapun Bathin Muhammad adalah Zat kepada Allah,Rahasia kepada hamba. Adapun Awwal
Muhammad adalah Sifat kepada Allah,Nyawa kepada hamba. Adapun Akhir Muhammad adalah
Asma’ kepada Allah,Hati kepada hamba. Adapun Zahir Muhammad adalah Af-al kepada
Allah,Tubuh kepada hamba. Adapun yang disebut hamba itu tiada lain dari pada Muhammad
jua :dan jangan sekali-kali disangka hamba itu adalah kita,karena kita ini pada ilmunya sudah
tidak ada lagi . Jadi,Rahasia-Nyawa-Hati-Tubuh-Muhammad itupun tiada jua karena sudah fana
kepada zat-nya-sifatnya-asma’nya-af-alnya yakni Allah Ta’ala jua adanya.seperti firman Allah
didalam Al-qur’an.artinya : Allah jua Tuhan yang awwal tiada baginya permulaan,dan ia jua
yang akhir yang tiada baginya berkesudahan,dan ia jua yang Zahir,serta ia jua yang Bathin.
Jadi,kita ini atau tubuh kita yang kasar ini-pada haqiqatnya/ilmunya fana kepada Maqam Baqa’
(fana kepada allah jua adanya) yaitu fana fillah dan Maqam Billah. Segala perbuatan adalah
perbuatan Allah ,sihamba sawa sekali tidak memiliki perbuatan. Segala asma’ pada hakekatnya
adalah Asma’ Allah Nur Nabi kita Muhammad SAW.dari pada Nur Zat Allah Ta’ala sekian
mahluk dan segala sesuatu dijadikan dari padanya. Segala sifat pada hakekatnya adalah sifat
Tuhan yang ada pada hamba adalah makna wujudnya. Itulah …….orang-orang yang sebenar-
benarnya ma’rifat kepada Allah. Hakikat Solat Petunjuk mengerjakan sholat berdasarkan Al-
Qur’an dan Hadits Syah shalat tergantung rukun shalat Rukun Shalat ada 13 perkara : Harus
memenuhiketenyuan sebagai berikut :
I. Qalbi / Qalbu (Hati) II. Qauli (ucapan/Bacaan) III. Fikli (perbuatan) Yang dikerjakan Qalbi /
Qalbu (Hati) ada dua macam : 1. Niat Buka Hakekat. 2. Tertib Berurutan,tidak boleh dibolak-
balik Pengertian Niat secara hakekat ialah : Tetap yaitu Buka Hakekat,menghadirkan Qalbu.
Pengertian Tertib secara hakekat ialah : Berhadapan Yang dikerjkan oleh Qauli ada 5 Yaitu :
1. Takbiratul ikhram (Allahu Akbar) 2. Membaca Alfateha 3. Membaca Tasyahud Akhir 4.
Membaca Shalawat Nabi 5. Salam Yang dikerjakan oleh Fikli ada 6 Yaitu :
1. Berdiri (bagi yang mampu 2. Ruku’ 3. I’tidal 4. Sujud 5. Duduk diantara dua sujud/salam 6.
Duduk pada tasyahud akhir Urut-Urutan Rukun Solat sebagai berikut :
1. Niat Buka Hakekat 2. Berdiri (bagi yang mampu) 3. Takbiratul Ikhram (membaca Allahu
Akbar) Allah = Asma’ Akbar = Maha Besar 4. Membaca Al’fateha 5. Ruku’ 6. I’tidal 7. Sujud 8.
Duduk diantara dau sujud/salam 9. Duduk pada Tasyahud akhir 10. Membaca Tasyahud akhir
11. Membaca shalawat Nabi 12. Salam 13. Tertib Niat Dengan membaca usalli itu perdebatan
Ulama Muthahirin (Ulama sekarang) yang ada di Indonesia,dan tidak ada dasar hukumnya.
Di Arab (Mekkah / Madinah) tidak dikenal kata Usalli. Dan apabila usalli ini dilakukan berarti :
Berdiri dulu baru Niat, jelas hal ini melanggar Rukun Shalat karena tidak tertib. Jika Usalli ini
merupakan Lafas Niat berarti menambah Rukun. Menurut Imam Syafi’I Awal shalat itu ialah
Zikri. Yang dimaksud Zikri ialah : Allau Akbar bukan Usalli Dan pengertian Mazhab dalam
Islam sebenarnya tidak ada. Hal ini diperkuat oleh : DR. Muatofa Muhammad ASY. Syak’ah
(seorang pakar Muslim).
Dalam bukunya : “ISLAM TIDAK BERMAHZAB” PENERBIT : GEMA INSANI JAKARTA
1994. Kesilpulan : 1. Syahnya shalat itu letaknya di Niat (hadirnya Qalbu / hati),Rukunnya benar
(sesuai dengan Rukun) 2. Kunci Shalat di Takbiratul Ikhram yaitu menyatukan
syariat,Tharekat,hakekat dan Ma’rifat habisnya di Allahu Akbar (Takbiratul Ikhram).
3. Kekuatan Shalat di Al’fateha
4. Tulang / tiangnya Shalat itu di Ilmu Firman Allah :
“WAS TA’INU BIS SABRI WAS SHALATI WAINNAHU LAKABIRATUN ILLA ALAL
HASIRIN,” Artinya : Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu dan sesungguhnya yang
demikian itu sangat berat kecuali bagi orang-orang yang khusuk. (QS.AL-BAQARAH : 45).
Sehingga Nabi / Rasul bersabda : ‘ ASHALATU MIFTAHU KULLI HAIRIN “ Artinya : Shalat
adalah kunci dari segala kebaikan. Jadi bila ada orang shalat masih berbuat maksiat,berarti
shalatnya perlu dipertanyakan ! Orang-orang seperti inilah dikategorikan perusak Islam,yaitu. 1.
Melakukan sesuatu tanpa diketahuinya (tanpa dimengerti) maknanya. 2. Diketahuinya yang
benar tapi tidak dikerjakannya. 3. Tidak diketahuinya (tidak di mengerti) tapi tidak mau belajar
dan bertanya. 4. Mencela orang yang berbuat baik (ibadah kepada Allah),orang berzikir atau
shalat karena tidak sama dengan dia malah difitnah padahalkan dia tidak punya ilmu alias tidak
mengerti,tidak paham bagaimana caranya beribadah dengan benar sesuai Rukun. Yang
membatalkan shalat ada 12 Perkara :
1. Sengaja berbicara 2. Bergerak yang bukan gerakan shalat berturut-turut 3 kali. 3. Berhadats
kecil atau besar 4. Terkena najis 5. Terbukanya Aurat dengan sengaja 6. Berubah Niat 7.
Membelakangi Kiblat 8. Makan atau minum dengan sengaja walaupun sedikit 9. Tertawa
terbahak-bahak 10. Murtad 11. Meninggalkan salah satu rukun dengan sengaja 12. Mendahului
Imam sebanyak 2 Rukun HAKEKAT RUKUN SEMBAHYANG (13 PERKARA) IALAH :
Mengandung makna hakekat sendi-sendi besar yang bergerak pada tubuh manusia, yaitu : 1.
Sendi Tengkuk 2. Sendi bahu kanan 3. Sendi lengan kanan 4. Sendi tangan kanan 5. Sendi bahu
kiri 6. Sendi lengan kiri 7. Sendi tangan kiri 8. Sendi paha kanan 9. Sendi paha kiri 10. Sendi
lutut kanan 11. Sendi kaki kanan 12. Sendi kaki kiri 13. Sendi lutut kiri Bergeraknya 13 sendi-
sendi besar didalam tubuh,membuat badan menjadi sehat Niat senbayang dibagi empat : 1. Niat
Basitah 2. Niat Tauzi’iyah 3. Niat Hurupiah 4. Niat Kamaliyah Niat yang batal Tidak ada dasar
hukumnya, hanya kesepakatan Ulama.
1. Niat Basitah Artinya terhampar,mulai dari usalli lalu diartikan didalam hati.
2. Niat Tauzi’iyah ialah mengartikan dalam satu kalimat Contoh : Usalli fardal juhri Arba’araka
atin lillahi ta’ala (tidak diartikan didalam hati 0. 2 Niat Yang Syah : Niat hurupiah ialah :
Menghandirkan zat shalat dulu sedikit sebelum takbiratl ikhram. Zat shalat ialah Qalbu atau hati.
Dasar hukumnya hadits Nabi “LA SHALATAN ILLA BIHUDURIL QALBI” Artinya : Tidak
syah shalat kalau tidak hadir Qalbu / hatinya. Niat Hurupiah ini ada 3 yaitu : 1. Dani yaitu Roh
Tabi’i 2. Usto’ yaitu Roh ‘Idafi 3. Kasui yaitu Roh Rohani yang lebih tinggi dari Dani dan Usto’
2. Niat Kamalia yaitu : Niat para Nabi / Wali artinya mulailah Niat yang syah itu dari huruf Alif
Allah dan diakhiri dengan Allahu Akbar. Roh Rabbani.Alif Allah ialah Qalbu. Jadi berdasarkan
Niat tersebut diatas yang shalat itu sebenarnya Roh kita,maka Niatnya juga harus Niat Roh yaitu
Buka hakekat,Menyamakan alam. Roh / nyawa berasal dari Allah,kembali kepada Allah Badan /
Jasad berasal dari tanah kembali ketanah. Pertanyaannya : Bagaimana caranya buka hakekat ?
Belajar pada orang yang ahli dibidangnya,karena tidak bisa dijelaskan pada tulisan ini. Dalil
yang mendukung 2 Niat yang syah : 1. Awwaluddin Ma’rifatullah artinya : Awal agama
mengenal Allah (Hadits Qudsi) 2. Layasul shalat illa bin ma’rifat artinya :Tidak syah shalat
tanpa mengenal Allah (Hadits Qudsi) 3. La shalatan Bi Huduril Qalbi artinya :Tidak syah
shalatnya kalau tidak hadir hatinya atau Qalbunya.(Hadits Qudsi) 4. W Qalbi Mu’minin
Baitullah artinya : Jiwa (hati) orang Mu’min itu rumah Allah (Hadits Qudsi) 5. Wafi ampusikum
afala tubsirun artinya : Aku ada didalam jiwamu (hatimu) mengapa kamu tidak melihat
(QS.ZARIAT 21). 6. Man Arafa Nafsahu Faqad Arafa Rabbahu artinya : Barang siapa mengenal
dirinya dia akan mengenal Tuhan-nya.(Hadits Qudsi) 7. Latak budu Rabbana lam yarah artinya :
Aku (Saidina Ali) tidak menyembah Allah bila aku tidak melihatnya. (Hadits Qudsi) 8. Wakulu
man Birairi Ilmin Ya’malu akmaluhu Mardudatun Latak balu artinya : Setiap orang dengan tanpa
ilmu dia beramal, maka amal-amalnya ditolak,tidak diterima (Hadits Qudsi) 9. Fas’alu ahlaz
zikri inkuntum latak lamun artinya : Bertanyalah kepada orang mempunyai pengetahuan (ilmu)
atau pada ahlinya jika kamu tidak mengerti/tidak mengetahui.(QS.AN-Nahl 43) 10. Dan
seterusnya………banyak lagi dalil-dalil yang mendukung 2 Niat yang syah tersebut diatas. Nabi
Bersabda : Bismillahirahman Nirrahim “INNA AURAMA YANJURU MIN AKMALIHIS
SHALAT PA’IN ZAJAT LAHU NUJIRA FISA IRI AKHMALIHI WAINLAM TAJUD LAHU
YANJURU FISAI IN MIN AKHMALIHI BAKDA” Artinya : Sesungguhnya yang mula-mula
dilihat oleh Allah dari amal perbuatan dari anak manusia adalah shalatnya. Apa bila shalatnya
sempurna maka diterimalah shalatnya itu dengan amal-amal yang lain. Jika shalatnya tidak
sempurna maka ditolaklah shalatnya itu dengan amal-amal yang lain. (HR,Al-Hakim). “YAKTI
ALANNAASI ZAMANU YUSALLUUNA WAYA TUSALLUUN “ Artinya : Akan datang
kepada manusia suatu zaman ,banyak yang shalat padahal sebenarnya mereka tidak Shalat
(HR.Ahmad). PAWAILUL LIL MUSALLIN……..Maka celakalah bagi orang-orang yang
shalat. ALLAZINAHUM AN SHALATIHIM SAHUN …….(yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya. (QS>Al-Maun 4,5) QAD AFLAHA MAN TAJAKKA, WAJA KARAS
MARABBIHI FASHALLAH Artinya :Sesungguhnya berbahagialah orang-orang yang selalu
mensucikan dirinya (jiwanya). Dan ia ingat nama Tuhannya lalu ia shalat.(AL-A’LQA 14,15).
MANUSIA Tatkala manusia dilahirkan kedunia, Bayi itu menangis dan tangisan tersebut
mengandung makna sebagai berikut : 1. Tangisan pertama manusia itu merasa berat bebannya
karena harus menanggung Rahasia Allah (Nyawa/ Roh). 2. Tangisan kedua manusia merasa
gembira karena telah dilahirkan kedunia dan menjadi mahluk yang termulia. Bayi yang berumur
satu hari membawa kalimah pikun ( ) dan ketika Bayi mulai ketawa Ahmad Namanya.
Kemudian masa genggaman tangan mulai terbuka Muhammad Namanya ( ) sampai akil
Baliqh,namanya muhammad Dan pada masa akil Baliqh inilah segala perintah Allah wajib
baginya. Manusia atau Insan terdiri dari :
1. Jasmani atau Jasad Kasar 2. Rohani atau Jasad Halus Jasmani atau Jasad kasar ini dinamakan
Muhammad. Sedangkan Rohani atau Jasad Halus dinamakan diri Bhatin atau Roh atau diri
Rahasia Allah. Tanpa diri bhatin atau Roh manusia itu disebut mayat. Jadi yang dinamakan
manusia itu karena dia menanggung Rahasia Allah (nyawa/Roh).
Karena manusia menanggung Rahasia Allah (diri Bhatin/Nyawa/Roh)maka manusia harus
berusaha mengenal dirinya yaitu diri yang sebenar-benarnya diri dan dengan mengenal dirinya
manusia akan mengenal Tuhannya,Sehingga lebih mudah kembali menyerahkan dirinya kepada
yang punya diri pada waktu dipanggil oleh Allah SWT yaitu tatkala berpisah antara Roh/Nyawa
dengan Jasadnya. Manusia akan berguna disisi Allah jika ia dapat menjaga Rahasia Allah
(Nyawa/Roh) yaitu diri yang sebenar-benarnya diri. Sehingga sembahyang itu bukan berarti
menyembah,tapi suatu istiadat penyaksian diri sendiri dan sesungguhnya tiada diri kita itu
hanyalah diri Allah semata . Kita menyaksikan bahwa diri kitalah yang membawa dan
menanggung Rahasia Allah SWT.dan tiada sesuatu pada diri kita hanya Rahasia Allah
semata,serta tiada sesuatu yang kita punya kecuali Hak Allah semata. Fiaman Allah Dalam Al-
Qur’an Surat AL-AHZAB 72 “INNA ‘ARADNAL AMANATA ‘ALAS SAMAWATI WAL
ARDI WAL JIBAL. FA ABAINA ANYAH MIL NAHA WA’ASFAKNA MINHA
WAHAMALAHAL INSANU” Artinya : “Sesungguhnya kami (Allah) lelah menawarkan suatu
amanat kepada langit, Bumi, dan Gunung-gunung tapi mereka enggan menerimanya
(Memikulnya) karena merasa tidak akan sanggup, lantas hanya manusia yang sanggup
menerimanya”. Dan karena Firman Allah inilah kita mengucap “ASHADU ALLAA ILAA HA
ILALLAH, WA ASHADU ANNA MUHAMMAD DARRASULULLAH”. Artinya :Kita
bersaksi dengan diri kita sendiri,bahwa tiada yang nyata pada diri kita hanya Allah SWT.
Semata, dan tubuh zahir kita (Muhammad) sebagai tempat menangggung Rahasia Allah.
ALLAHUMMA SHALLI ‘ALA SYAIDINA MUHAMMAD WA’ALA ALI SYIDINA
MUHAMMAD. KAMA SALAITA ‘ALA SYAIDINA IBRAHIM,WA’ALA SYAIDINA
IBRAHIM,WABARIK ‘ALA SYAIDINA MUHAMMAD,WA’ALA SYAIDINA
MUHAMMAD,KAMA BARAKTA ‘ALA SYAIDINA IBRAHIM,WA’ALA SYAIDINA
IBRAHIM.FIL ALAMIN INNAKA HAMIDUN MAJID. Dasar Hukumnya.
AL-QUR’AN Surat AL-ZARIYAT 21. WA FII ANFUSIKUM AFA LAA TUBSHIRUUN.
Artinya : “Aku (Allah) ada pada dirimu (Jiwamu) mengapa kamu tidak memperhatikan.(tidak
melihat). WALIL LAHIL ASMA’UL HUSNA FAD ‘UHU BIHA. Artinya : “Hanya milik
Allah Asma’ul Husna,maka mohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma’ul Husna itu
(QS.AL-ARAF 180).
INNAMA YATAZAK KARU ULUL-ALBAB Artinya : “ Hanya orang-orang yang berakal
saja yang dapat mengambil pelajaran ini. (QS.AR-RADU 19). ALLAZINA YUFUNA
BI’AHDILLAHI WALA YAN QUDUNAL MISAQ Artinya : “(yaitu) orang-orang yang
memenuhi janji.(QS.AR-RADU 20). Berdiri menyaksikan diri sendiri, kita bersaksi dengan diri
kita sendiri, bahwa tiada yang nyata pada diri kita… hanya diri bathin (Allah) dan diri zahir kita
(Muhammad) adalah yang membawa dan menanggung rahasia Allah SWT. Hal ini terkandung
dalam surat Al-Fatehah yaitu : Alhamdu (Alif, Lam, Ha, Mim, Dal) Kalimat alhamdu ini
diterima ketika rasulullah isra’ dan mi’raj dan mengambil pengertian akan hakekat manusia
pertama yang diciptakan Allah SWT. Yaitu : Adam AS. Tatkala Roh (diri bathin) Adam AS.
Sampai ketahap dada, Adam AS pun bersin dan berkata alhamdulillah artinya : segala puji bagi
Allah Apa yang di puji…. Adalah : zat (Allah) , Sifat (Muhammad), Asma’ (Adam) dan Af’al
(Manusia): Jadi sembahyang itu bukan sekali-kali berarti : Menyembah, tapi suatu istiadat
penyaksian diri sendiri dan sesungguhnya tiada diri kita itu adalah diri Allah semata.Kita
menyaksikan bahwa diri kitalah yang membawa dan menanggung rahasia Allah SWT. Dan tiada
sesuatu pada diri kita hanya rahasia Allah semata serta.. tiada sesuatu yang kita punya : kecuali
Hak Allah semata. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Ahzab 72 Inna ‘aradnal amanata
‘alas samawati wal ardi wal jibal. Fa abaina anyah milnaha wa’asfakna minha wahamalahal
insanu. Artinya : “sesungguhnya kami telah menawarkan suatu amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung tapi mereka enggan menerimannya (memikulnya) karena merasa tidak akan
sanggup, lantas hanya manusia yang sanggup menerimanya” Dan karena firman Allah inilah kita
mengucap : “Asyahadualla Ilaaha Illallah Wa Asyahadu Anna Muhammadar Rasulullah” Yang
berarti : Kita bersaksi dengan diri kita sendiri bahwa tiada yang nyata pada diri kita sendiri hanya
Allah Semata dengan tubuh zahir kita sebagai tempat menanggung rahasia Allah dan akan
menjaganya sampai dengan tanggal yang telah ditentukan. Manusia akan berguna disisi Allah
jika ia dapat menjaga amanah Rahasia Allah dan berusaha mengenal dirinya sendiri. Karena bila
manusia dapat mengenal dirinya, maka dengan itu pulalah ia dapat mengenal Allah. Hadits
Qudsi…. “MAN ARAFA NAFSAHU FAKAT ARAFA RABBAHU” Artinya : Barang siapa
mengenal dirinya maka ia akan mengenal Allah
ALIF ITU ARTINYA : NIAT SEMBAHYANG ..LAM ITU ARTINYA : BERDIRI ..HA ITU
ARTINYA : RUKU’ MIM ITU ARTINYA : DUDUK Perkataan pertama dalam sembahyang
itu adalah : Allahu Akbar (Allah Maha Besar) Perkata ini diambil dari peringatan ketika
sempurnanya roh diri Rahasia Allah itu dimasukkan kedalam tubuh Adam AS. Adam AS. Pun
berusaha berdiri sambil menyaksikan keindahan tubuhnya dan berkata : Allahu Akbar (Allah
Maha Besar). Dalam sembahyang harus memenuhi 3 syarat : 1. Fiqli (perbuatan) 2. Qauli
(bacaan) 3. Qalbi (Hati atau roh atau qalbu) Mengapa kita sembahyang sehari semalam 17 rakaat
: Adalah mengambil pengertian sebagai berikut : Hawa, Adam, Muhammad, Allah dan Ah 1. Ah
Itu Menandakan Sembahyang Subuh Rakaat Yaitu Zat Dan Sifat 2. Allah Itu Menandakan
Sembahyang Zohor Rakaat Yaitu : Wujud, Alam, Nur Dan Shahadat. 3. Muhammad Itu
Menandakan Sembahyang Asar Rakaat Yaitu : Tanah, Air, Api, Dan Angin 4. Adam Itu
Menandakan Sembahyang Maghrib Rakaat Yaitu : Ahda, Wahda, Dan Wahdia 5. Hawa Itu
Menandakan Sembahyang Isya Rakaat Yaitu : Mani’, Manikam, Madi, Dan Di
MENGAPA KITA SEMBAHYANG SEHARI SEMALAM 17 RAKAAT : Adalah mengambil
pengertian sebagai berikut : Hawa, Adam, Muhammad, Allah dan Ah ( )
1. AH ( ) itu menandakan sembahyang subuh.......”2”rakaat yaitu…Zat dan Sifat
2. ALLAH itu menandakan sembahyang Zohor “4” rakaat yaitu :Wujud,Alam,Nur dan Syahadat.
3. MUHAMMAD itu menandakan sembahyang Asar “4” rakaat yaitu : Tanah,Air,Api dan
Angin.
4. Adam itu menandakan sembahyang Magrib “3” rakaat yaitu :Ahda,Wahda,dan Wahdia.
5. HAWA itu menandakan sembahyang Isya “4” rakaat yaitu : Mani,Manikam,Madi dan DI.
MENGAPA KITA MENGUCAP DUA KALIMAH SYAHADAT 9 KALI DALAM 5 WAKTU
SEMBAHYANG Sebab diri bathin manusia mempunyai 9 wajah.
Dua kalimah syahadat pada : 1. Sembahyang SUBUH 1 kali itu memberi kesaksian pada wajah
kita pada martabat SIRUSIR (Rahasia didalam Rahasia) 2. Sembahyang ZOHOR 2 kali memberi
kesaksian pada wajah kita pada martabat SIR dan AHDAH 3. Sembahyang ASAR 2 kali
memberi kesaksian pada wajah kita pada martabat WAHDA dan WAHDIA 4. Sembahyang
MAGHRIB 2 kali memberi kesaksian pada wajah kita pada martabat AHAD dan MUHAMMAD
5. Sembahyang ISYA 2 kali memberi kesaksian pada wajah kita pada martabat MUSTAFA dan
MUHAMMAD
MENGAPA KITA HARUS BERNIAT DALAM SEMBAHYANG Karena : niat itu merupakan
kepala sembahyang. Hakekat niat letaknya pada martabat alif dan ataupun kalbu manusia
didalam sembahyang itu kita lapazkan didalam hati : Niat sbb : “aku hendak sembahyang
menyaksikan diriku karena Allah semata-mata.” Dalilnya : 1. LA SHALATAN ILLA BI
HUDURIL QALBI Artinya : Tidak Sah Shalat Nya Kalau Tidak Hadir Hatinya (Qalbunya) 2.
LAYASUL SHALAT ILLA BIN MA’RIFATULLAH Artinya : Tidak Syah Sholat Tanpa
Mengenal Allah 3. WAKALBUL MU’MININ BAITULLAH Artinya : Jiwa Orang Mu’min Itu
Rumahnya Allah 4. WANAHNU AKRABI MIN HABIL WARIZ Artinya : Aku (Allah) Lebih
Dekat Dari Urat Nadi Lehermu 5. IN NAMAS SHALATU TAMAS KUNU TAWADU’U
Artinya : Hubungan Antara Manusia Dengan Tuhannya Adalah Cinta. Cintailah Allah Yang
Karena Allah Engkau Hidup Dan Kepada Allah Engkau Kembali. (H.R. Tarmizi) 6. AKI MIS
SHALATA LI ZIKRI Artinya : Dirikan Shalat Untuk Mengingat Allah (QS. Taha : 145)
Sedangkan : 1. Al-Fatehah ialah merupakan tubuh sembahyang 2. Tahayat ialah merupakan hati
sembahyang 3. Salam ialah merupakan kaki tangan sembahyang
HAKEKAT AL-FATEHA DALAM SHALAT
1. Membersihkan hati dari syirik kepada Allah SWT
2. Mengingat kita bahwa tubuh manusia itu mempunyai 7 lapis susunan jasad yaitu :
1. Bulu 2. Kulit 3. Daging 4. Darah 5. Tulang 6. Lemak 7. Lendir 3.
7 ayat dalam Al-Fatehah merupakan tawaf 7 kali keliling ka’bah.
HAKEKAT ALLAHU AKBAR DALAM SHALAT IALAH : “Mengambil magna ucapan Nabi
Adam AS. Ketika berdiri menyaksikan dirinya sendiri dan Nabi Adam AS. Mengucap kalimah
Allahu Akbar. Peristiwa ini merupakan tajali (perpindahan) diri rahasia Allah sehingga dapat di
tanggung oleh manusia dengan 4 perkara yaitu : 1. Wujud 2. Ilmu 3. Nur 4. Syahadat Perkataan
Allah pada Allahu Akbar mengandung magna atau martabat zat sedangkan perkataan “Akbar”
pada Allahu Akbar mengandung magna atau martabat : sifat... Jadi zat dan sifat itu tidak boleh
berpisah, zat dan sifat sama-sama saling puji memuji DALAM SHALAT ITU JUGA
MENGANDUNG HAKEKAT ZAKAT.
Hakekat zakat dalam shalat ialah : Mengandung makna “ Pembersih hati “ dari pada syirik
kepada Allah SWT. “ Iiya Kanak Budu Wa Iiya Kanasta’in” Hanya kepada Allah lah aku
menyembah dan hanya kepada Allah lah aku mohon pertolongan .
HAKEKAT PUASA DALAM SHALAT :
1. Tidak Boleh Makan Dan Minum 2. Mata Berpuasa 3. Telinga Berpuasa 4. Kulit Berpuasa 5.
Hati Berpuasa
SHALAT 5 WAKTU BERASAL DARI HURUF : ALIF, LAM, HA, MIM, DAL “ALHAMDU

• Alif = Subuh = Syahadat = Allah = Niat = Alif Ha Mati
• Lam = Zohor = Sembahyang = Api = Berdiri = Allah • Ha = Asar = Puasa = Amgin = Rukuk =
Muhammad
• Mim = Magrib = Zakat = Air = Sujud = Adam
• Dal = Isa = Haji = Tanah = Duduk = Hawa Takbiratul Ihram Bahwa takbir engkau dengan syah
lagi jasan yakni yaqin. Bahwa adalah hatimu itu hadir dengan Allah ta’ala yakni ingat kepada
allah ta’ala ….maka takbir engkau serta membenarkan Allah ta’ala Takbir enkau itu menjauhi
apa yang dilarang Allah SWT. Bahwa diwaktu mengangkat takbir itu tempat perhimpunan dari
pada”LA ILAHA ILLA ALLAH” yaitu pandangan kita hanya kepada Allah semata-mata.artinya
diri kita itu fana sekali-kali tidak mempunyai……..melainkan hanya Ujud Allah jua adanya.
Sembahyang-mu itu dikerjakan dengan khusyu’ artinya tetap hatimu menghadap kepada Allah
ta’ala fana tetap angota badan jangan bergerak yang sia-sia. Hendaklah sembahyangmu itu ikhlas
artinya bersih amal ibadat kita semata-mata karena Allah ta’ala. Sujud engkau itu,munajat
artinya berkata-kata dengan Allah ta’ala didalam sembahyang – pada ……rasanya didalam
rahasia hatinya …….itulah orang munajat dihadirat Allah Ta’ala. Dan Takbir engkau itu…hadir
hatimu kepada Allah Ta’ala. Hadir artinya tiada berpaling kepada sesuatu didalam
sembahyangnya. Zat wajibal wujud qadim yang disembah Harap karunia ampun,rahmat dari
pada Allah LA ILAHA ILALLAH : Bagi Ruhul Hayat MUHAMMAD DARRASULULLAH :
Bagi Tubuh Insan Kamil. Ruhul Hayat itu artinya Allah Ta’ala tajallia kepada Hayat. Tubuh
Insan Kamil itu artinya Tubuh Insan yang sempurna atau Tubuh Muhammad yang sempurna.
Muhammad itu tiada jua sifat kebesaran,keelokan dan kesempurnaan.Sabda Nabi SAW.
Artinya : Barang siapa yang meninggalkan sembahyang dengan sengaja maka sesungguhnya
kafir yang nyata. Ini adalah keterang dari pada mengenal jalan atau Aqidatun Rajih. Caranya kita
hendak mengangkat Takbiratul Ihram yaitu kita tarik nafas kita dengan HU (haqiqatnya Aku
(Aku-Besar-Allah) masuk kedalam,setelah itu angkat Takbir”Allahu Akbar” dengan
qashad,Ta’aradl dan Ta’ayyin,- (tubuh hati-ruh). Dan didalam kita mengucapkan Takbir itu,diri
kita fana dalam kalimah LA ILAHA “ALLAH”.tidak ada pengakuan kita,artinya fana hanya
Allah Ta’ala semata-mata bukan kita,karena kita ini hamba. Tatkala kita mengangkat Takbir
ingat akan Zat-Alif. Tatkala kita ruku’ ingat akan Sifat-Lam Awwal. Tatkala kita I’tidal ingat
akan Asma’-Lam Akhir. Tatkala kita Sujud ingat akan Af-al-Ha. Zat-Alif Sifat-Lam Asma’-Lam
Af-al-Ha Adapun Alif itu,ibarat Zat Allah menjadi Rahasia kepada Muhammad menjadi cahaya
kepada kita Adapun Lam Awwal itu,ibarat sifat Allah,menjadi rupa kepada Muhammad menjadi
tubuh kepada kita. Adapun Lam Akhir itu,ibarat Asma’ Allah,menjadi ilmu kepada Muhammad
menjadi iman kepada kita. Adapun Ha itu,ibarat Af-al Allah,menjadi kelakuan kepada
Muhammad,menjadi hati kepada kita. Maka Hu itu artinya Akulah Allah. Zat-Ma’rifat Sifat-
Haqiqat Adapun Zat itu nyata Adapun Sifat itu nyata kepada Ma’rifat. kepada Haqiqat. Asma’-
Thariqat Af-al-Syariat Adapun Asma itu nyata Adapun Af-al itu nyata kepada Thariqat. kepada
Syariat. Adapun Syariat itu nyata pada kelakuan Tubuh Insan Adapun thariqat itu nyata kepada
kelakuan Hati Insan Adapun Haqiqat itu nyata kepada kelakuan Nyawa Insan Adapun Ma’rifat
itu nyata pada kelakuan Pu’ad (jantung) Zat-Ma’rifat Rahasia ( Min-Zat ) Sifat-Haqiqat Nyawa
( Ha-Sifat ) Asma’-Thariqat Hati ( Mim-Asma’) Af-al-Syariat Tubuh ( Dal-Af-al ) Yang
dinamakan hamba itu,oleh Allah SWT.adalah Muhammad,karena Muhammad itulah yang
menpunyai : Tubuh – Hati – Nyawa – rahasia. Muammad itu hamba,artinya ilmunya :Rahasia
Allah.
Bermula haqiqat takbir itu,hendaklah kita hadirkan mata hati dengan Musyahadah kepada zat
Allah terlebih dahulu/sebelum mengangkat takbiratul ihram,maka hendaklah kita tetapkan segala
kehendak hati,Ruh,dan perasaan kita untuk tawajuh (menghadap) dan liqa’ (menemui) Allah
SWT. Bila sudah demikian,baru kita kata ushalli…dan sudah mengembalikan/menyerahkan
amanat Allah Ta’ala yang ada pada kita,yakni ujud kita yang kasar ini (baru) dan yang
menanggung amanat yaitu diri kita yang bathin.Adapun amanat itu kita serahkan kepada pemilik
amanah yakni Allah SWT.itulah sebabnya kita disebut Ummat Muhammad SAW yang ditanyai
mengenai amanat Allah Ta’ala itu seperti firmannya : Artinya : Bahwasanya Allah Ta’ala
memerintah kepadamu sekalian untuk mengembalikan amanat itu kepada pemiliknya Dengan
dikembalikan/diserahkannya amanat Allah itu kepada pemiliknya yaitu Allah ta’ala itu
sendiri,maka jadilah fana/lebur/hilang/karam sekalian sifat tubuh kita didalam laut “Ruh Bahrul
Qadim”adapun yang tinggal ketika itu hanya sifat Ruh semata-mata,dan itulah Ruh ilmu
Allah,kemudian,kita katakan Allahhu Akbar. Itulah yang dinamakan lebur/karam kehambaan diri
kita (Fana Fillah) kedalam ke-Baqaan Allah,dimana nyata keadaan zat Allah semata-mata. Inilah
yang harus kita syuhudkan sampai kepada salam didalam shalat. Maka janganlah kita lalai dari
paenjelasan ini-yang artinya syuhud itu,dipancang dengan mata hati itulah pengetahuan zat dan
ilmunya dan sebenar-benar ilmunya itu,iman kepada kita dan sebenar-benar Sir-Allah itu,cahaya
kalam Allah yang tidak berhuruf,tidak bersuara yaitu ujud zat yang mutlak,seperti yang tersebut
dalam Hadits Qudsi yang Artinya : tidak bersuara,tidak berhuruf dan tiada bertempat/berbekas.
Firman Allah dalam Al-qur’an : Artinya :Apakah mereka itu dijadikan bukan dari sesuatu atau
mereka yang menjdikan mereka,dan bukanlah Aku yang menjadikan mereka. Hendaklah takbir
kita itu,dengan syah lagi jazam yakni yaqin.hati kita hadir dengan Allah Ta’ala,yakni ingat
kepada Allah maka takbir kita serta membesarkan Allah Ta’ala.pada waktu mengangkat takbir
itu,menjadi tempat perhimpunan pada kalimah La Ilaha Illa Allah : yang kita pandang hanya
Allah semata-mata artinya kita fana sekali-kali tidak ada,yang ada hanya Ujud Allah semata.
Caranya adalah,sebelum mengangkat takbiratul ihram kita tarik nafas dengan Hu haqiqatnya
Aku Allah Akbar yang lain semua kecil.sesudah itu di angkat takbiratul ihram “Allahu Akbar”
dengan qasat,ta’aradh,ta’ayyin (tubuh hati Ruh).
ARTI SURAH AL-FATEHA :
Bismilah : Allah menamai akan dirinya Arrahman : Ya Muhammad aku menciptakan engkau.
Arrahim : Ya Muhammad aku menyatakan Rahasiaku kepadamu
Alhamdulillahi : Ya Muhammad,shalatku itu ganti shalatmu untuk memuji diriku.
Rabbil Alamin : Ya Muhammad,aku tau yang lahir dan yang bathin.
Arrahmannirrahim : Ya Muhammad,Yang membaca fateha itu aku dan shalat itu aku memuji
diriku.
Maliki Yaumiddin : Ya Muhammad,Aku Tuhan yang maha besar pada isi sekalian alam,kamu
ganti kerajaanku.
Iyya Kana’ Budu : Ya Muhammad,tiada lain yang shalat itu melainkan aku memuji diriku.
Waiyyakanas Ta’in : Ya Muhammad,yang ghaib aku jua tiada aku engkau ganti kerajaanku.
Ihdinasshirathal Mustaqim : Ya Muhammad,tiada yang tau………engkau jua yang mengetahui
aku. Shiratallazi Na’an Amta’Alaihim : Ya Muhammad,tiada murka aku kepadamu,tiada nyata
aku jika tiada engkau.
Waladdhallin : Ya Muhammad,jika tiada kasihku tidak ada engkau dan tiada Rahasiaku
sekaliannya. Amin : Ya Muhammad,adamu itu ganti rahasiaku.
ARTI SURAH AL-IKHLAS :
Qul Huwallahu Ahad : Aku nyata dengan dirimu.
Allahus shamad : Aku jadi penolong dunia dan akhirat
Lam Yalid Walam Yulad : Aku Esa Ghaib kepadamu.
Walam Yakul Lahu Kupuan Ahad : Aku nyata dengan dirimu Kiblat Pertama : Kiblat kearah
tenggelamnya arah matahari,masuk pada Syariat. Kedua : Kiblat I’tiqat hati berbetulan dengan
Baitullah,masuk kepada Thariqat. Ketiga : Kiblat I’tiqat hati berbetulan dengan Baitul
Ma’mur,masuk kepada Haqiqat. Keempat : Kiblat I’tiqat hati seakan-akan menghadap muka
(wajah) kita kepada Allah Ta’ala masuk kepada Ma’rifat Kamalul Yaqin Adapun keterangan
yang lebih jelas yang menentukan bahwasanya Muhammad itu tiada mempunyai sesuatu hanya
sekedar nama jua,adalah seperti tersebut dibawah ini : Adapun yang dikatakan Rahasia
Muhammad itu,sebenarnya tiada lain dari pada kezahiran 5 (lima) Sifat Allah yang dinamakan :
Ujud – Qidam – Baqa – Mukhalafatuhu Lil Hawadits – dan Qiamuhu Ta’ala Binafsihi : yaitu
kaliamah:Laa
Adapun yang dikatakan Nyawa Muhammad itu,sebenarnya tiada lain dari pada kezahiran 6
(enam) sifat Allah dinamakan kalimah : Ilaha yaitu: Sama’- Bashar – Kalam – Sami’un –
Basirun – dan Mutakalimun.yaitu kalimah : Ilaha Adapun yang dikatakan Hati Muhammad
itu,sebenarnya tiada lain dari pada kezahiran 4 (empat) sifat Allah yang dinamakan Illa yaitu :
Qudrat – Iradat – Ilmu – dan Hayat,yaitu kaliamah Illa. Adapun yang dikatakan Tubuh
Muhammad itu,sebenarnya tiada lain dari pada kezahiran 5 (lima) sifat Allah yang dinamakan
kalimah Allah yaitu : Qadirun – Muridun – Alimun – Hayyun – dan wahdaniyat,yaitu kalimah:
Allah. Jadi jelas bahwa Muhammad itu adalah sifat Allah jua.yaitu sifat kebesaran,keelokan,dan
kesempurnaan yaitu yang dinamakan dengan kalimah tauhid artinya Esa.
Kalimah yang mulia yaitu : “ LA ILAHA ILLA ALLAH “ artinya tiadfa yang terdahlu hai
Muhammaad dan tiada yang terkemudian ya Muhammad malainkan tiap-tiap sesuatu itu beserta
Allah. Maka wajiblah diketahui maksudnya kalimah yang itu,supaya menjadi tauhid dan
Ma’rifat. Adapun kalimah “ La Ilaha Illa Allah “ itu terbagi dua: pertama La Ilaha-dan kedua Illa
Allah. Adapun La Ilaha itu,sifat kekayaan yang tiada ad kekurangan yang maih berkehendak
yaitu Muhammad. Kemudian hendaklah kita ketahui,yang bernama Muhammad itu,apa oleh
Allah Ta’ala – dan yang bernama Alllah Ta’ala itu,apa oleh Muhammad ….supaya benar-benar
bisa menjadi tauhid pada kalimah yang mulia itu adanya. ..Adapun itu,hamba artinya hamba
itu,Ilmu-nya Rahasia-nya oleh Allah Ta’ala: karena Allah itu nama bagi zat yangWajibal Wujud
dan mutlak,yakni bathin Muhammad dan Ta’ala itu adalah nama bagi sifat,yakni zahir
Muhammad. Jadi jelaslah – zahir dan bathin Muhammad itulah yang bernama Allah
Ta’ala.dengan demikian,maka patutlah kalimah yang mulia itudinamakan kalimah tauhid artinya
kalimah Esa yaitu: La Ilaha Illa Allah,maka kalimah yang mulia ini pertemuan hamba dengan
Tuhan-nya. Lagi pula,kalimah yang mulia ini – diumpamakan sebesar-besar dan selebar-lebar
gedung perhimpunan segala Rahasia,segala Ruh,segala Nyawa,segala Ilmu,serta isinya Islam dan
Iman,segala tauhid dan ma’rifat,yang kesemuanya itu adalah terhimpun didalam kalimah yang
mulia itu adanya. “La Ilaha Illa Allah” pada Ma’rifat artinya Tiada ada Ujud sesuatupun
melainkan Allah jualah yang Maujud Nafsu Suatu perlakuan naluri manusia yang mendorong
manusia berperilaku menyimpang yang bertentangan dengan syariat dan hakekat Allah SWT.
Karena nafsu itu merupakan tahap hijab yang harus ditembus atau dipecahkan oleh seorang anak
manusia untuk mengenal dirinya dan mengenal Tuhannya. Tanpa memecahkan dinding hijab ini
manusia tidak mungkin dapat kembali kepada Tuhannya semasa hidupnya didunia atau
mematikan dirinya sebelum mati.
7 martabat nafsu 1. NAFSU AMARAH 2. NAFSU LAWAHMAH 3. NAFSU MULHAMAH
4. NAFSU MUTMAINAH 5. NAFSU RADIAH 6. NAFSU MARDIAH 7. NAFSU
KAMALIAH WALAKAT HALAKNA PAUKA KUM SAB’ATARA-IKA Artinya : Kami telah
menciptakan dirimu tujuh jalan (nafsu) (Q.S. Al-Mu’minun : 17)
Memancarnya suatu nur didalam Jantung itulah yang dinamakan kalbu (Iman). Setelah
memecahkan dinding hijab yang disebut Nafsu Amarah Innan Nadsa la-am maratun bissu-i
Artinya : Sesungguhnya nafsu amarah itu senantiasa menyuruh berbuat jahat. (Q.S. Yusuf 53)
Sakaratul Maut CIRI-CIRI DATANGNYA SAKRATUL MAUT
1. Tubuh halus kita akan dikosongkan dari Rahasia Allah.
2. Ilmu milik Allah akan pergi mendahului kita
3. Tubuh halus kita akan menjadi cahaya hidup kita,bagi manusia yang menggunakan rahasia
yang tersembunyi untuk mengenal Allah.
4. Ada yang bergerak di sum-sum tulang belakang 5. ada yang bergerak didasar pusat (pusar)
6. Tubuh dalam keadaan lemah/loyo 7. Ubun-ubun akan bergetar 8. Hati dalam keadaan kosong
9. ada yang datang untuk menguji kita : • Orang alim atau Ulama • Nenek-Nenek • Ibu dan
Bapak kita • Orang yang hitam menyeramkan • Malaikat Izrail. (Dengan membawa bendera
putih yang bertuliskan kalimah : LA-ILAHA-ILLALLAH dengan tulisan merah)
10. Serasa diloloskan dari sarungnya ketika diusung (digotong) oleh Rahasia Allah.
11. Jasad kasar akan diam dalam keadaan sunyi dan syahdu (terbujur sendirian).
12. Ketika Roh kita sampai kepada Allah, ditanya oleh”Allah” SWT. Apakah kamu telah
melaksanakan apa yang telah aku perintahkan dan kamu jauhi apa yang aku larang maka dijawab
oleh Roh dengan benar,baik dan jelas.
13. Maka turunlah perintah Allah kepada Malaikat Ridwan : 1. Masukan kedalam
syurga,hambaku yang suka/senang merahasiakan rahasia yang datangnya dari Allah. 2. Dijawab
oleh Malaikat Ridwan,Aku dekat denganmu Ya Allah !!! Syurga mana yang harus diberikan
kepada hambamu ini. 3. Kemudian turun perintah Allah,masukan kedalam syurga JANNATUL
ALIA bagi hambaku yang mencintai rahasia yang aku berikan. 4. Diperintahkan lagi kepada
Malaikat Ridwan,saya terima hambamu ini dan saya senang sekali untuk menjaganya. 5.
Diperintahkan lagi kepada Malaikat Ridwan ! Berikan untuk menyenangkan hati hambaku ini
dengan : • 40 Anak bidadari • 40 Pohon kayu dan • 4 Kelompok burung 6. Masukan kedalam
syurga yang penuh isi dan indah untuk hambaku yang jiwanya suci ini. Peristiwa ini cocok, pas
dan sesuai dengan firman Allah dalam Al-quran surat Al-fajar…….yang berbunyi :
1. YA-AIYATUHAN NAFSUL MUT MA’INNAH
2. ARJI’I ILA RABBIKA RADIYATAM MARDIYATAN 3. FAD HULI FI IBADI 4. WAD
HULI JANNATI Artinya : 1. Hai jiwa yang suci !!!!!!!! 2. Kembali kepada Tuhanmu dengan
hati yang puas dan lagi di Ridho’i-nya 3. Masuklah kedalam jama’ah hamba-hambaku 4. Dan
masuklah kedalam surgaku. RAHASIA MAKRIFATULLAH KE 13 :
KITAB ILMU MAKRIFAT TO’GURU PERAMU ‫أشهد أن ال اله اال هللا و أشهد أن محمدا رسول هللا‬
RAHASIA MAKRIFATULLAH KE 13 : KITAB ILMU MAKRIFAT TO’GURU PERAMU
Manuskrip yang disebut itu tiada dicatitkan siapa pengarangnya tetapi ada disebutkan sebagai
ILMU DAN MAKRIFAT TOK GURU PERAMU. Ianya ditulis dalam Bahasa Melayu lama
dengan ejaan jawi lama. ( contoh ba wau mim bukan bom tetapi bumi ) Fakir tidak pasti sama
ada manuskrip ini benar benar hasil karangan Tok Guru Peramu atau ditulis oleh orang lain yang
merujuknya sebagai Ilmu Makrifat Tok Guru Peramu. Namun fakir membiarkan perkara penulis
ini sebagai satu persoalan yang tidak dapat fakir selesaikan dan menganggapnya manuskrip itu
sebagai satu bahan sumber ilmu yang bernilai yang barangkali ditulis atau bersumberkan ilmu
dari Tok Guru Peramu yang terkenal itu. Namun begitu perlu ditegaskan bahawa apa apa juga
pendapat, fahaman dan tafsiran manuskrip ini merupakan pendapat, fahaman dan tafsiran penulis
manuskrip dan bukannya pendapat , fahaman dan tafsiran fakir. Ada juga terdapat beberapa
bahagian dan tulisan khususnya ayat ayat Al-Quran dan hadith hadith yang ditulis mengikut
tulisan Arab yang tidak dapat fakir masukkan dan salin kedalam entri kerana kelemahan fakir
sendiri dalam perkara ini. Jadi yang diambil hanyalah terjemahan ke- Bahasa Melayunya saja.
KESIMPULAN HATI Pertama Hati Yang Beriman Lawannya Kafir Kedua Sum’ah Lawannya
Bid’ah Ketiga Hati Yang Taat Lawannya Maksiat Dan HATI inilah tempat NIAT yang
menentukan SAH SOLAT atau lain lain pekerjaan. KEDUDUKAN NIAT Bahawa NIAT itu
tempatnya di HATI, tidak berhuruf dan bersuara sebagai letaknya harus melaksanakan :-
QASAD menunjukkan ZAT akan SIFATNYA kepada yang disifatkan TAKRID menentukan
ZAT akan SISATNYA dan kepada yang disifatkan. TA’AYUN sabenar2nya AKU menyatakan
DIRI AKU dalam TAUHID Takbiratul Ihram Aku kepada Sifat yang disifatkan. Maka karamlah
DIRI dalam lautan tidak bertepi itu nescaya SOLAT bukan lagi ENGKAU / AKU tetapi AKU
ZAT yang melahirkan Kerja Aku dalam rupaku yakni SifatKu yang nyata dalam kelakuan
hambaKu. Engkau tiada UPAYA dan KEKUATAN untuk melakukan solat itu malahan engkau
lakukan atas Kurniaan & Rahmat Aku semata-mata. Kenapa engkau merasa ada kewujudan
dalam hidup ini sedangkan WUJUD itu adalah Aku semata-mata ? Yang mengerjakan
kelakuanmu itu Aku atas Kudrat & IradatKu. Yang menentukan waktu pun Aku, Aku punya
Ilmu. Tanpa itu engkau tiada hambaku. Aku sengaja menyatakan DIRIKU padamu dan Aku
memuji DiriKu diatas lidahmu wahai hambaku. Jangan sekali-kali ada rasa didalam hatimu
bahawa engkau mempunyai kemampuan untuk memujiKu . Ketahuilah bahawa engkau adalah
hambaKu yang FAKIR berhak menerima PemberianKu.
TIANG SOLAT
a. HADIR HATI yakni menghadap Allah dan membuangkan segala yang GHAYR (yang lain
selain Allah ) didalam solat
b. KHUSU’ / TETAP HATI didalam solat yakni tidak merayau –rayau fikiran kemana mana.
c. SEMPURNA
bacaan FATIHAH SAH SOLAT
a. Sah solat kerana SAH WUDHU’ b. Sah Wudhu kerana Sah ISTINJA c. Istinja itu
membersihakan anggota badan dari berupa bentuk najis besar mahupun kecil.
Yang dikatakan ISLAM berapa kesempurnaannya ?
Tiga Perkara :- a. Diikrarkan dengan lidah b. Ditashdiqkan dalam hati c. Dikerjakan dengan
anggota badan Berapa tandakah yang dikatakan sesaorang itu Islam ?
Empat perkara :- a. Merendahkan diri keHadrat Allah dan sesama islam b. Suci lidah dari
memakan dan meminum benda haram c. Suci lidah dari dusta dan mengumpat d. Suci badan
daripada Hadath Besar S Yang dikatakan Islam berapa syarat pakaiannya ? J Empat perkara :- a.
Sabar akan Hukum Allah SWT b. Ridha akan Qadha Allah SWT c. Menyerahkan Diri kepada
Allah dengan tulus ikhlas d. Mengikut Firman Allah dan Hadith Nabi. S Apakah yang
membinasakan Islam ? J Empat perkara :- a. Berbuat sesuatu amalan yang tiada dasar dari Islam
itu sendiri b. Mencela orang berbuat baik & meringankan Hukum Allah SWT c. Diketahui tetapi
tidak dibuat d. Tiada tahu tetapi malas bertanya Adapun Makrifat yang mesti diketahui itu ialah
20 Perkara terbahagi kepada 5 Bahagian....... BAHAGIAN PERTAMA :- Hendaklah diketahui 4
perkara yakni :- Pertama Allah sabelum bernama Allah apa NamaNya ? Kedua Muhammad
sebelum bernama Muhammad apa namanya ? Ketiga sebelum hari yang tujuh itu apa namanya ?
Keempat sebelum Waktu Yang Lima itu apa namanya waktu itu ? BAHAGIAN KEDUA
Hendaklah juga kamu ketahui 4 perkara lagi. Pertama 40 hari hendak mati Kedua 7 hari hendak
mati Ketiga 3 harihendak mati Keempat 24 jam sebelum mati. BAHAGIAN KETIGA Lagi 4
perkara yang perlu kamu ketahui Pertama hendaklah KENAL DIRI kamu Kedua hendaklah
kenal NYAWA kamu Ketiga hendaklah kenal PENGHULU kamu Keempat hendaklah kenal
TUHAN kamu BAHAGIAN KEEMPAT Hendaklah ketahui akan ZIKIR PENYERAHAN
NYAWA kepada Allah . Ada 4 perkara juga. Pertama Serahkan dengan ZIKIR AF’AL yakni La
Ilaha Illallah Kedua serahkan dengan ZIKIR ASMA’ yakni Allah Allah Allah Ketiga serahkan
dengan ZIKIR SIFAT yakni Hu Hu Hu Keempat serahkan dengan ZIKIR ZAT yakni Ah Ah Ah
BAHAGIAN KELIMA Hendaklah ketahui berkenaan RUH juga 4 perkara Pertama RUH
JASMANI yaitu TUBUH kita yakni DIRI TERJALLI Kedua RUH RUHANI yaitu HATI kita
yakni DIRI TERPERI Ketiga RUH IDHAFI yaitu NYAWA kita yakni DIRI YANG TERPERI
Keempat RUH AL-QUDDUS yaitu RAHSIA kita yakni DIRI YANG WUJUD.
MUHAMMAD.............. Adapun nama MUHAMMAD itu jadi TUBUH pada kita. Tubuh kepada
Muhammad jadi NYAWA pada kita Hati kepada Muhammad jadi NYAWA kepada kita Nyawa
kepada Muhammad jadi RAHSIA kepada kita. TUBUH................. Adapun yang bernama
TUBUH itu PERBUATAN yang datang daripada HATI. Perbuatan Hati datang daripada Nyawa
Perbuatan Nyawa datang daripada Rahsia Perbuatan Rahsia datang daripada AF’AL ALLAH.
FUAD................ Adapun yang bernama MATA itu ialah untuk MELIHAT dan orang yang
melihat itu tempatnya pada MATA HATI pada JANTUNG. Didalam jantung ada FUAD
Didalam Fuan ada CAHAYA Didalam Cahaya ada RAHSIA Didalam Rahsia itu adalah saperti
Firman Allah SWT yang berbunyi :- Al Insanu Sirri...Wa Ana Sirruhu Insan itu adalah rahsiaKu
dan Akulah rahsianya. KENAPA NAMA MUHAMMAD ? ( Rahsia Muhammad ) Adapun sebab
Nabi Muhammad itu bernama Muhammad kerana Kehendak Allah. Sekalian ( Keseluruhan /
Semuanya ) Alam ini terjadi kerana Muhammad saperti dinyatakan didalam Hadith Qudsi :-
Sekalian jadi daripadamu Ya Muhammad dan engkau jadi daripada AKU Sabda Baginda
Rasul :- Aku jadi kerana Allah dan sekalian alam jadi kerana aku. RAHSIA MUHAMMAD
( Mim Ha Mim Dal ) KETERANGAN HURUM MIM AWAL MUHAMMAD ( MIM AWAL )
Pertama menunjukkan ZAT hambanya berdiri solat Kedua Tempat Makrifat tatkala Qiam Ketiga
Zikir Bagi Zat yaitu ZIKIR RAHSIA Keempat tatkala itu Tuhan bernama AHDIAH Kelima
semasa itu Tuhan Semata-mata . Belim ada terjadi apa apa akan masa itu bernama AH...( Alif Ha
) KETERANGAN HURUM HA MUHAMMAD ( HA ) Artinya SIFAT HAMBA yakni
RUKUK dalam solat Tempat HAKIKAT yaitu Rukuk Zikir bagi Sifat yakni Nyawa Tatkala itu
Tuhan bernama WAHDAH KETERANGAN HURUM MIM KEDUA MUHAMMAD ( MIM
KEDUA ) Artinya ASMA’ HAMBA yaitu SUJUD dalam solat Tempat TARIQAT tatkala Sujud
Tatkala itu Tuhan bernama WAHADIAH Tatkala itu Tuhan TAJALLI sabenar-benarnya
meliputi NUR MUHAMMAD. Masa itu Tuhan bernama ALLAH SWT KETERANGAN
HURUM DAL MUHAMMAD ( DAL ) AF’AL HAMBA yaitu DUDUK dalam solat Tempat
SYARIAT yaitu tatkala dalam Duduk Zikir bagi Af’al yaitu TUBUH La Ilaha Illallah Tatkala itu
Tuhan ibarat LA ( Lam Alif ) Tatkala itu bercampur RAHSIA dengan NYAWA dan ANASIR
ADAM ( Alif Dal Mim ) KEJADIAN DIRI. Adapun kejadian DIRI itu terkandung dalam 20
perkara dibahagi kepada 4 bahagian Bahagian Pertama
1 Jenis ZAT Diri Wujud Rahsia Kita Alam Lahut Ruh Al-Quddus
2 Jenis SIFAT Diri Terdiri Nyawa Kita Wujud Mutlak Ruh Idhafi Alam Jabarut
3 Jenis ASMA’ Diri Terperi Hati kita Wujud Alam Ruh Ruhani Tubuh halus
4 Jenis AF’AL Diri Tajalli Jasmani Wujud Idhafi Tubuh Yang Zahir
Kedua
1 Wujud Wujud mutlak – Wujud Hakiki – Wujud Idhafi Wujud Tajalli
2 Ilmu Ilmu Hakiki – Ilmu Maklumat – Ilmu Fikir – Ilmu Ma’dom Al-Asma’
3 Nur Nur AlHadi – Nurul quddus – Nur hadi – Nur Al-bayan
4 Suhud Suhud Al-Ain – Suhud Khadafi – Khaliq Al-Asmat Suhud Taufil
Bahagian Ketiga
1 Angin Angin Niat –Angin Padtar – Angin Sarsa – Angin Serul
2 Api Al-Hayat – Al-Muja – Sajin
3 Air Maal Hayat – Maal Kus – Maal Zam Zam – Maal Hain
4 Tanah Tanah Firdaus – Tanah Tiin – Arbail baasir – Tiin Siipaab
Bahagian Keempat
1 Di Jadi Ruh Masripah – Tubuh – Af’al
2 Wadi Jadi Tulang – Tariqat – Hati – Asma’ 3 Mani Jadi urat – Haqiqat – Nyawa – Sifat
4 Ma’nikam Jadi Nyawa – Makrifat – Rahsia – Zat
Bahagian Kelima
1 LA ( Laf Alif ) Ucapan bagi Tubuh menjaga kulit dan bulu Qalbi kepada Baitullah
2 ILAHA ( Alif Lam Ha ) Ucaoan bagi Hati penjaga daging dan darah Qalbi kepada
Baitulmakmur
3 ILLA ( Alif Lam Alif ) Ucapan bagi Nyawa penjaga urat dan tulang Qalbi kepada Arasy
4 Allah ( Alif lam Lam Ha ) Ucapan kepada Rahsia penjaga urat dan sumsum Qalbi kepada
Allah KEJADIAN BENIH HU QALBI itu RABBI terdiri Aku didalam Sifat Nafsiah Aku
dikandung dalam Wujud Allah La Ilaha Illallah Muhammadur Rasullullah Fi Kul Lil Maha Tiin
Wa Naf Sin Aa Da Da Maa Wa Si A-Hu Il Mullah Adapun asal kejadian BENIH manusia
daripada MA’NIKAM daripada Syurga, dirupakan Allah SWT turun kepada HU GHAIB rupa
Allah jadi Ma’nikam rupa gilang gemilang hingga tujuh petala langit dan tujuh petala bumi -
kemudian manikam itu jatuh kepada ubun ubun bapa 100 hari - kemudian manikam itu jatuh
kejantung bapa 40 hari - kemudian manikam itu jatuh ke Hati Nurani Cahaya Haq 7 hari -
kemudian Manikam itu jatuh TA’AYUN HATI berupa air 3 hari - kemudian manikam itu
MERTABAT ZAT pada pinggang bapa 24 jam - kemudian Manikam itu jatuh kerahim ibu
dengan rupa huruf ALIF - kemudian Manikam itu kepada ALAM RUH berkumpul saperti biji .
Itulah sebab ia bernama Manikam - kemudian manikam bersifat ia bernama ALAM MITHAL.
Ini yang bernama saperti Firman Allah : al insanu sirri wa ana sirruhu - kemudian ia melihat
dirinya terlalu indah, lalu lupa kepada dirinya bila bercampur dengan darah ibunya. Maka
hilanglah rupa itu dan bernama pula ia ALAM AJSAM yakni Alam Kasar. Kemudian bila
sampai janji, keluarlah ia dari kandungan ibunya dan hilanglah rupa yang dilihat maka menangis
ia sebab suara inilah bernama ALAM INSAN. BILA AKHIR HAYAT Bila akhir hayat kita
dapati BERDENYUT-DENYUT PUSAT saperti asap serta kita mendengar ucapan :- ALASTU
BI RAB BIKUM – AH ( Alif Ha ) ANA MA – KAA NA BII MAA KAA NA MASA KAA NA.
Maka jawablah :- YA ANA LA ILA HA ILLALLAH – 3 kali Kemudian nampak cahaya
KEBESARAN ALLAH maka kita zikir ALLAH – 3 kali Kemudian kita nampak KALIMAH
ALLAH maka kita zikir HU – 3 kali Kemudian kita dengar UCAPAN TUHAN : ANA ALLAH
LA ILA HA ILLALLAH ANA....serta terus kita memandang akan KEBESARAN ALLAH maka
kita zikir AH – AH- AH ( Alif Ha ). Maka tamatlah riwayat kita. Ruh kembali ke Rahmatullah.
Hasanul Khatimah. ALHAMDU .....( Alif – Lam – Ha – Mim - Dal ) ALIF Huruf ALIF itu
WAKTU SUBUH. Nabi Adam a.s cahayanya putih. Malikatnya Jibrael Ruhani. Sahabatnya Abu
Bakar & Fatimah Keluar dari huruf ALIF itu DUA RAKAAT kerana TAJALLI Tuhan dua
mertabat yakni MERTABAT ZAT atau AHDIAH dan Mertabat SIFAT atau WAHDAH.
Istananya dibawah susu kiri . Keluar cahaya pada dahi. Kenyataan pada kita ialah MULUT &
LIDAH LAM Huruf LAM itu waktu ZUHUR. Nabi IBRAHIM cahayanya Kuning. Malaikatnya
MAKRIBUN. Keluar dari huruf Lam itu empat rakaat kerana TAJALLI Tuhan WUJUD – ILMU
– NUR – SUHUD. Istananya pada HATI di lambung susu kiri yaitu RUH MAZIFAH.
Kenyataan pada kita ialah HIDUNG & MATA HA Huruf HA ini waktu ASAR. Nabinya Nabi
Yunus a.s Cahayanya Hijau Kuning. Malikaynya MIKAIL. Sahabatnya pula ialah Omar. Keluar
dari huruf HA ini empat rakaat yakni API – AIR – ANGIn – TANAH. Istanayna pada LIMPA –
Nafsu Jasmani. Kenyataan pada kita ialah BAHU & DADA. MIM Huruf MIM itu waktunya
MAGHRIB . nabinya ialah Nabi MUSA. Cahayanya MERAH HITAM. Malikatnya ISHDAH &
WAHIDIAH. Istananya PARU – PARU Nafsunya Nafsu Haiwan. Kenyataan pada kita ialah
MATA ( Cahayanya ) DAL Huruf DAL itu waktu ISYA’ Nabinya Nabi NUH. Cahayanya
HIJAU HITAM. Malikatnya IZRAFIL. Sahabatnya ALI. Keluar dari huruf DAL itu 4 rakaat
kerana Tajalli Tuhan DI – WADI – MANI – MA’NIKAM. Istananya HEMPEDU dari bawah
lidah hingga keteklinga. Kenyataan pada kita ialah TAPAK KAKI. TEMPAT ZIKIR PADA
TUBUH ZIKIR QALBI Dua jari bawah susu kiri = QALBI = HATI ZIKIR RUH Dua jari bawah
susu kanan = RUH = NYAWA ZIKIR SIRR Dua jari bawah susu kiri = SIRR = RAHSIA ZIKIR
KHOFI Dua jari atas susu kanan = KHOFI = TERSEMBUNYI ZIKIR AKHFA Ditengah dada =
AKHFA = TERLEBIH SEMBUNYI ZIKIR NAFAS Antara 2 kening meliputi sekalian kepala
ZIKIR KHALIAH Di ubun ubun meliputi sekalian jasad 20 SIFAT DI DALAM DIRI 1 WUJUD
Badan Insan SIFATKU mula jadi menanggung didalam dunia 2 QIDAM RUH JASMANI
kulitku mula jadi meliputi sekalian alam 3 BAQA’ RUHANI dagingku mula jadi menanggung
RAHSIA didalam DIRI 4 MUKHALAFATUHU LIL HAWADITH RUH NIBATI darahku mula
menjadi meliputi Alam Sendiri 5 BINAFSIHI RUH INSAN nafasku mula jadi berjalan ucapan
didalam DIRI 6 WAHDANIAT RUH RABBANI hatiku asal mula jadi TAHU didalam DIRI 7
KUDRAT RUH QUDUS urat putihku yang tidak berdarah berjalan setiap dalam DIRI-ku 8
IRADAT RUH KAHFI tulangku asal mula jadi menguatkan Alam Sendiri 9 ILMU RUH
IDHAFI benihku asal mula jadi YANG NYATA didalam CERMIN HAQ 10 HAYAT RUH
NURANI uratku yang meliputi didalam tubuh aku yang hidup alam sendiri. 11 SAMA’ BESI
KURSANI pendengaranku asal semula jadi 12 BASAR PANCARAN MA’NIKAM kalam aku
berkata-kata dengan sendiri 13 KALAM RUH MA’NIKAM menzahirkan perkataan didalam
dunia 14 QADIRUN WUJUD MA’NIKAM tali Ruhku KUNHI ZAT dengan Sifatku 15
MURIDUN ILMU ALLAH badanku asal mula jadi KALIMAH didalam diriku 16 ALIMUN
DARJAT ALLAH kebesaranku asal mula jadi duduk didalam otak yang putih 17 HAIYUN
Amalan terlebih suci ialah amalan Kalimah Aku asal mula jadi alam diriku 18 SAMIUN
Bersama ZAT & SIFAT WAHDAH didalam Kalimah iman diriku 19 BASIRUN RAHSIA
NYAWA dengan BADANWAHIDAH bersamalah Zat dengan badan tidak bercerai dunia
akhirat 20 MUTAKALLIMUN Ghaib didalam Ka’bah Ghaib aku didalam Ka’bah Kaca Arasy
yang putih titik didalam Kalimah. AWALUDDIN MAKRIFATULLAH Permulaan agama
mestilah MENGENAL ALLAH. Firman allah :- Ya Muhammad kenalkanlah DIRI kamu
sebelum kamu Mengenal Aku dan sebenar-benar kenal Diri kamu ialah Engakau Kenal Aku
Allah juga Berfirman :- Ya Muhammad Aku jadikan baharu alam ini kerana Engkau dan Aku
jadikan engkau kerana Aku. Maka engkau inilah sebenar-benarnya RAHSIA AKU. Dengan ini
bererti kita mesti berpegang kepada pokok kesimpulan RAHSIANYA itu yakni kita mesti betul
betul kepada pengertian dan pemahaman RahsiaNya itu dengan terang dan jelas. Marilah kita
renungi Firman Firman Allah saperti berikut :- Aku tidak memandang kepada rupamu yang
cantik...pengetahuanmu yang banyak jika kamu tidak Mengenal Aku maka sia sia sajalah amal
kebajikan serta solat kamu yakni umpama debu yang berterbangan diudara ditiup angin Engkau
itu Aku dan Aku itu engkau Oleh itu saudaraku sekalian kamu tuntutlah betul betul dan
pelajarilah dengan sungguh sungguh serta kajilah dengan mendalam agar kamu DAPAT
MENGENAL ALLAH dengan sebanar-benarnya. Mudah-mudahan Allah akan mengangkat
Darjat kamu menjadi AHLI SUFI dan WALINYA. Sebanyak manapun kitab kita baca, kaji dan
pelajari INTIPATI yang perlu kita dapat dan perolehi hanya EMPAT ( 4 ) PERKARA sahaja
yaitu perkara yang membolehkan amal ibadah kita diterima dan diakui oleh Allah SWT. Perkara
itu ialah :- Pertama Mengenal Allah dengan sebenar-benar pengenalan dengan bukti yang terang
dan jelas. Kedua sentiasa dalam TUBUH ALLAH dengan bukti yang terang dan jelas juga.
Ketiga sentiasa mendengar SERUAN ALLAH juga dengan bukti yang jelas dan terang. Keempat
Datang dari Allah kembali kepada Allah dengan pedoman yang sebenar-benarnya terang dengan
bukti yang jelas. Sesungguhnya keputusan perkara perkara diatas, nampaknya senang dibaca
tetapi tiap tiap satu perkara diatas bukanlah mudah diperolehi pemahaman dan pegangan
keimanannya walaupun kita telah membaca mengkaji banyak buku, berguru dengan ramai guru,
jika kita tidak menemui / ditemukan dengan buku buku dan guru guru yang benar benar dapat
memberi petunjuk untuk pemahaman kita secra terang dan jelas. RAHSIA DI DALAM DIRI
Inilah pada menyatakan bahawa didalam badan manusia itu EMPAT BAHAGI yaitu :- NAFAS
ANPAS TANAPAS NUPUS Sesungguhnya bagaimana rupa jasmani begitu jugalah rupa
NYAWA. Manakala Nyawa itu adalah NAFAS dan TANAPAS itu saperti ANPAS. Maka
keempat itu berperingkat sampai kepada NUPUS dan Nupus itu saperti rupa ZAT manakala Zat
itu saperti rupa SIFAT dan Sifat itu saperti rupa ASMA’ dan Asma’ itu saperti rupa AF’AL. Dan
perkara diatas diakui oleh Allah saperti FirmanNya melalui Hadith Qudsi :- QA LAL LAH HU
TAALA - AL INSANU SIRRI WA ANA SIRRUHI SI FATI ILLA KHAIRI LIL LAH Insan itu
rahsiaKu dan Aku rahsianya. SifatKu itu Sifatnya tiada ada daripadaku melainkan Allah Taala
Barangsiapa mengenal akan BADANnya ia mengenal akan NYAWAnya. Barangsiapa mengenal
akan nyawanya ia akan mengenal akan SIRRnya Barangsiapa mengenal akan Sirrnya akan
mengenal akan TUHANnya yang qadim adanya. Ketahuilah olehmu wahai talib – YANG
KELUAR itu bernama NAFAS dan yang dinamai ANPAS itu gerak dari hidung sampai kebawah
leher. Dan yang dinamai TANAPAS itu gerak dari bawah leher sampai ke hati. Yang dinamai
NUPUS itu didalam Hati. Itulah HAKIKAT NYAWA. WUJUD WUJU DU KA ZAHRU
WALA YUQA MU BI HI ZAHBU Barangsiapa mengadakan DUA WUJUD jadi SYIRIK ANA
WUJU DA HU Ada kita dengan DIA WA NAF SUHU Ada DIA dengan sendirinya. Adapun
WUJUD itu AIN ZAT artinya kenyataan kerana lafaznya dibaca itu wujud maknanya ZAT. Ini
adalah kerana Wujud itu ADA. Maka yang ADA itu ZAT. Maka tiada diperoleh dengan lafaz
yang lain daripada Wujud itu kerana wujudnya itu menyatakan Zatnya. Maka disebabkan itu
dikatakan AIN ZAT namanya. Adapun Wujud itu artinya ADA. Apa yang dikatakan itu ada.
Yang dikatakan itu ialah ZAT. Adapun Wujud ini ditilikkan pihak lafaznya SIFAT dan jika
ditilik pada maananya ZAT dan apa yang dikatakan lafaz itu kerana bacaan itu Wujud ada ZAT.
Inilah maananya. Adapun WUJUD DIRI SENDIRI berdiri dengan ZAT. Apa sebab dikatakan
Wujud itu berdiri dengan Zat ? Sebab lafaz wujud itu ada manakala yang ADA itu ialah ZAT.
PERINGATAN TENTANG SEMBAHYANG Barangsiapa menyembah NAMA TANPA
MAANA bahawasanya ia KUFUR Barangsiapa menyembah MAANA TANPA NAMA
bahawasanya ia MUNAFIK Barangsiapa menyembah NAMA DAN MAANA dengan
HAKIKAT MAKRIFAT mereka itulah MUKMIN sabenar benarnya t Barangsiapa
meninggalkan NAMA DAN MAANA bahawasanya mereka itulah ARIFBILLAH Solah Daim
itu ialah solah tanpa huruf tanpa suara tanpa apa apa perbuatan. Ianya ialah kerja HAYAT atau
kerja HIDUP. Yang Hidup itu ialah NURULLAH atau Nur Muhammad yakni Nyawa.
PENGERTIAN ALLAH DAN NABI MUHAMMAD MUSTAFFA RASULLULLAH NABI
Adapun Tubuh Nabi Muhammad itu yang zahir ialah AF’AL daripada ZAT Adapun nyawa Nabi
Muhammad itu SIFAT daripada ZAT ALLAH. SIFAT Adapun SIFAT itu NYAWA kepada
Muhammad MUSTAFFA - Adapun hati Mustaffa itu ASMA’ daripada ZAT ALLAH. ASMA’
Adapun ASMA’ itu Nama NamaNya. AF’AL Adapun AF’AL itu Tubuh Nabi namanya AF’AL.
RASULLULLAH - Adapun Rasullullah itulah SIRR daripada ZAT ALLAH SWT. ZAT Adapun
ZAT itu TUHAN, Rahsia pada Nabi, Cahaya Ilmu Kalam - SIRRULLAH namanya. Inilah kita
bertuhan pada Allah dengan 4 syarat yakni :- Pertama ZAT ALLAH itu Tuhan pada kita Kedua
SIFAT ALLAH itu NYAWA pada kita Ketiga ASMA’ ALLAH itu HATI pada kita Keempat
AF’AL ALLAH itu TUBUH pada kita. Dan TAJALLI Af’al Allah pada Tubuh kita dan Tajalli
Asma’ Allah pada Hati kita dan Tajalli Sifat Allah pada Nyawa kita dan Tajalli Zat Allah pada
Sirr kita yakni sebenar-benarnya RAHSIA kita adanya. ASAL RUKUN 13 DIDALAM SOLAT.
Inilah asal Rukun 13 yang wajib diketahui dalam melakukan Solat. Adapun Rukun Solat itu
datangnya daripada ALLAH – BAPA dan IBU. DATANG DARIPADA ALLAH – 5
PERKARA. 1 Niat 2 Nyawa 3 Wujud 4 Nafas 5 Af’al Yaitu didalam bentuk Merasa – Mencium
– Menjamah – Melihat & Mendengar DATANG DARIPADA BAPA – 4 PERKARA 1 Tulang 2
Kuku 3 Rambut 4 Rupa DATANG DARIPADA IBU – 4 PERKARA 1 Darah 2 Daging 3 Otak 4
Lendir Terhimpun menjadi 13 . maka jadilah Rukun 13 perkara melakukan SOLAT setiap hari
memulangkan sekalian HAKNYA sebagai ISI AMANAH yang dipertaruhkan kepada kita.
YANG MATI – YANG HILANG - YANG TINGGAL – YANG PULANG YANG MATI itu
ada 6 perkara yakni – Wujud – Anggota – Hawa – Nafsu – Gerak & Diam. YANG HILANG
pula ada 4 perkara yakni Darah – Daging – Tulang & Kulit YANG TINGGAL itu ada 2 perkara
yakni Iman & Taat YANG PULANG ada satu sahaja yakni NYAWA. Pulang keempunyanya
keasalnya HENING – QASAD – TAQRID & TA’YUN HENING itu apa ? Adapun HENING itu
tiada dapat menyerupai dengan CAHAYA yang lain. Adapun JERNIH itu apakala tertenung
lantas 7 petala langit dan 7 petala bumi. Maka dalam cahaya yang HENING JERNIH itu yang
terang benderang itulah CAHAYA PUTIH SIFAT saperti terlebih putih daripada kapas bersifat
saperti SIFAT KITA. Ada tanda pada DAHI kita tersurat NAMA ALLAH. Inilah RUH NABI
kita Maka dalam ZIKIR ALLAH syaratnya terhapus sekalian diri dengan keadaan diri kita yang
kehambaan bagi RUH NABI saw yang dikatakan sebenar-benar SIFAT ALLAH NUR
MUHAMMAD namanya. Dan cahaya terang benderang hening jernih itulah CAHAYA ZAT
ALLAH adanya. Wallah Hu Alam. QASAD Adapun QASAD itu MENYATAKAN NIAT tiada
huruf dan tiada suara. Yang ada huruf dan suara BUKAN NIAT tetapi ADOM ( ADAM )
Adapun yang sebenar-benarnya NIAT yang tiada huruf dan tiada suara itu ialah ZAT ALLAH.
Inilah NIAT yang sebanar-benarnya. Asal Niat dan tempat niat pada zahirnya ialah kita yang
berniat tetapi sebenarnya ialah TUHAN YANG MUTLAK yang bersifat WAJIBUL WUJUD
KHALIQ AL ALAM lagi ber-Sifat KAMIL MUKAMIL. TA’RID Adapun TA’RID itu
MENYATAKAN FARDHU. Yang sebenar-benarnya Fardhu itu ialah TAJALLI SIFAT ALLAH
ertinya NYATA SIFAT ALLAH itu NUR MUHAMMAD AIN SABITAH pun ia juga namanya,
UJUD IDHAFI dan INSAN pun ia juga. Inilah sebenar-benarnya FARDHU itu. Asal Fardhu
ialah RUH NABI MUHAMMAD saw tempat Tajalli sekalian Ruh Adam itu. Sebab dikatakan
ASAL FARDHU yang sebenarnya kerana sekalian nyawa itu tajalli daripada NUR
MUHAMMAD saperti kata HADITH QUDSI :- ANA MINALLAH HU KUL LII SHAI IIN
MINAN NUR yang bermaksud Daku daripada Allah manakala segala sesuatu atau cahaya alam
ini daripada cahayaku. ANA MINALLAHU WAL ANBIYA ......( tidak jelas = fakir ) yang
bermaksud :- Aku daripada Allah sekalian anbia’ daripada aku. ANA MINALLAHU WAL
MUKMINI NAA MIN NI Aku daripada Allah dan segala / semua mukminin daripada aku Inilah
sebabnya dikatakan MUHAMMAD itu BAPA SEKALIAN RUH dan ADAM itu BAPA
SEKALIAN TUBUH / JASAD. Inilah juga sebab kenapa dikatakan yang Fardhu PADA KITA
ITU NYAWA. Nyawa itu PEMERENTAH BADAN. Jika tidak digerak oleh Nyawa tidak
bergeraklah badan. Wallah hu Alam. TA’YUN Adapun TA’YUN itu menyatakan WAKTU
Zuhur, Asar dan lain lain lima waktu itu. Adapun yang sebenarnya NYATA AF’AL ALLAH
SWT pada Jasad Adam yaitu Tubuh kita ialah ALAMM RUH YANG KASAR. Itulah
sebenarnya TA’YUN yakni sebenar benar NYATA. TAUHID TAKBIRATUL IHRAM ( TI )
Adapun syarat TI itu hendaklah HADIR MATA HATI SYAHADAT KE ZAT ALLAH SWT.
Sebelum takbir kita NIATKAN didalam Hati yang kita MEMULANGKAN SEKALIAN
PANCAINDERA yang dikurniakan kepada kita ( kepada Allah = fakir ) Niatnya ialah Tiada
pendengaranku hanya ia ( pendengaran Zat Allah ) tiada penglihatanku hanya ia tiada huruf tiada
suara hanya ia tiada ciukmku hanya ia tiada gerak dan diamku hanya ia. HAKIKAT ZAT AF’AL
– HAKIKAT SOLAT Adapun ertinya SOLAT sebenarnya YANG MENYEMBAH ITU
HAMBA, YANG DISEMBAH ITU TUHAN. Yang menyembah itu FANA’ - yang disembah itu
BAQA’. Maka sihamba PULANG KEPADA ADOMNYA. Maka KEKALLAH TUHAN
semata-mata pada SUHUD ( pandangan = fakir ) kita. Yang Menyembah dan Yang Disembah
pun ia juga. Yang memuji = DIA Yang Dipuji pun DIA juga kerana Allah SWT Memuji DiriNya
sendiri melalui lidah makhlukNya ( Insan ) Maka hamba itu tetaplah FANA’ sebab ditilik
sekalian keadaan dirinya habis terpulang kepada Allah – Ilmu, hayat, Kudrat, Iradat, Sam’,
Basar, Kalam . Yang ada pada dirinya adalah SIFAT ZAT ALLAH semata-mata. Adapun Tuhan
itu tiada diatas, tiada dibawah, tiada dihadapan, tiada dibelakang tiada dikanan mahupun dikiri.
TIADA HAMBA TIADA TUHAN YANG WUJUD HANYA ZAT ALLAH WAJIBUL
WUJUD. MEMULANGKAN AMANAH. Hadith Qudsi yang bermaksud :- 1 TUKARKAN
CAHAYA DIRIMU KEPADA CAHAYA TUHANMU 2 MATIKAN DIRI KAMU SEBELUM
KAMU MATI Adapun maksud MATIKAN itu ialah MEMULANGKAN AMANAH ALLAH
yang ditanggungkan kepada kita. Amanah Allah itu ialah WUJUD KITA YANG KASAR ( Jasad
) dan Yang Menanggung Amanah itu ialah WUJUD KITA YANG BATIN yakni Nyawa dan
YANG MENGAMANAHKAN itu ialah ZAT ALLAH. Adapun SYARAT Memulangkan
Amanah Allah itu ialah tatkala kita mengatakan ALLAH itu tarik nafas kita dari dalam FUAD
hingga sampai kealam QUDDUS. Alam itu UBUn UBUN dan makam KAB FUSAIN yaitu
antara dua bulu kening. Maka kita tahankan hingga kuat sekalian alam kita merasa hapus wujud
kita yang kasar kepada wujud kita yang batin – hapus wujud yang batin kepada ZAT SEMATA-
MATA kepada suhud kita. Maka hapus dan karamlah sekalian SIFAT BASRIAH dalam lautan
BAHRUL QADIM hingga nyata Sifat laut semata-mata yaitu Laut Alam Allah. Maka katakanlah
ALLAH HU AKBAR . telah fana’ sekalian kelakuan dan diri kita maka nyatalah BAQA’
keadaan ZAT Tuhan semata-mata. Inilah dikatakan SUHUD sehingga sampai kepada SALAM.
Adapun SUHUD itu ertinya PANDANG MATA HATI erti Mata Hati ialah pengetahuan Nyawa.
Alam Nyawa itulah sebenar-benarnya IMAN. Inilah SIRRULLAH yaitu cahaya Alam Ilmu ZAT
ALLAH yang tiada huruf tiada suara Wujud Mutlak yakni Wujud Zat Wajibul Wujud. Dengan
ini Jasad kita KAMIL dengan Nyawa kita dan Nyawa Kamil Mukamil dengan ZAT ALLAH
DALIL NAQLI – AYAT AL-QURAN Telah ada Aku dalam dirimu – betapa tidak kamu lihat ?
SIFAT MAANI & SIFAT MAKNUYAH A DAERAH KITA MENGENAL DIRI YANG
KASAR ADAM = JASAD YANG KASAR a. HIDUP Jasad dengan hidup Nyawa b. TAHU
Jasad dengan tahu Nyawa c. BERKUASA Jasad dengan berkuasa Nyawa d. BERKEHENDAK
Jasad dengan kehendak Nyawa e. MENDENGAR Jasad dengan mendengar Nyawa f. MELIHAT
Jasad dengan melihat Nyawa g. BERKATA Jasad dengan berkata Nyawa B DAERAH KITA
MENGENAL DIRI KITA YANG BATIN MUHAMMAD = NYAWA INSAN a. HIDUP
Nyawa dengan HAYAT Tuhan b. TAHU Nyawa dengan ILMU Tuhan c. BERKUASA Nyawa
dengan KUDRAT Tuhan d. MENDENGAR Nyawa dengan SAMA’ Tuhan e. MELIHAT
Nyawa dengan BASAR Tuhan f. BERKEHENDAK Nyawa dengan IRADAT Tuhan g.
BERKATA Nyawa dengan KALAM Tuhan PANDANG WUJUD YANG ESA PADA WUJUD
YANG BANYAK ZIKIRNYA HU ALLAH Adapun Allah itu banyak namaNya kerana Nama
Allah yang menjadikan Alam dengan limpah Sifat Sifat diatas. Oleh itu Alam ini ialah Hakikat
ZAT YANG ESA. DALIL DALIL AL-QURAN WALLAH HU MUHITHU LIL ALAMIN
Adapun Allah itu MELIPUTI sekalian Alam LA TATA HAR RAKU ZAR RATUN BI IZ
NILLAH Tiada bergerak sesuatu walau sebesar zahrah sekalian melainkan dengan IZIn Allah
WA LA HAU LA WALA QUWWA TA ILLA BILLAH Tiada DAYA UPAYA melainkan
dengan KUDRAT Allah FA IN NA MA TAL WAL LAU AF SII HIM WAJ JAHULLAH
Dimana kamu hadapkan wajahmu disitu Wajah Allah Barang kamu pandang pada ini hingga
sampai yang menjadikan janganlah terhenti pandang kamu pada sekalian itu hingga sampai
kepada yang Menjadikan yaitu ZAT WAJIBUL WUJUD Jika kamu pandang keadaan diri kamu
hendaklah kamu pandang dengan HAYAT Tuhanmu. Jika kamu pandang pengetahuanmu
hendaklah kamu pandang ILMU Allah. Apabila kamu pandang kuasamu hendaklah kamu
pandang KUDRAT Allah. Begitulah seterusnya dengan pancaindera kamu dan Sifat Sifat
MAANI Allah yang lain. Jika tidak demikian halnya sia sialah pandangan itu dan DERHAKA
kamu terhadap Tuhan kamu ALLAH - NIAT – AHDAH – WAHDAH – WAHIDIAH ALLAH –
Alif - Lam –Lam- Ha ALIF itu AHDIAH ZAT LA TAAYUN pun ia SIRRULLAH pun ia juga.
Inilah ASAL NIAT yang tiada huruf dan tiada suara. Inilah USALLI SOLAT artinya Aku Solat
Sifatnya NAFSI WUJUD Adapun ALIF itu dalil menyatakan FARDHU . Inilah maknanya ZAT
mertabat INSAN dan AHADIAH. Dengan kebesaran ALIF ini maka jadilah LAM yakni dengan
kebesaran dan kekayaan SIFAT ZAT ertinya ESA pada pihak TANZIL. LAM AWAL = ALIF
DIATAS Adapun ALIF DI-ATAS itu dalil menyatakan SIFAT huruf ALIF diatas. Maka jadilah
LAM AWAL maknanya SIFAT SEMATA-MATA mertabatnya WAHDAH yakni TA’AYUN
AWAL ertinya NYATA YANG PERTAMA yakni TAJALLI SIFAT ALLAH menjadi NUR
MUHAMMAD – AIN SABITAH – WUJUD IDHAFI – INSAN KAMIL pun ia juaga
menanggung namaNya ALLAH. Inilah asal FARDHU yang sebenarnya yakni SIFAT MAANI.
LAM AKHIR = ALIF DIBAWAH Adapun Alif Di-bawah itu dalil menyatakan ASMA’NYA.
Huruf Alif dibawah menjadi LAM AKHIR maknanya ASMA’ mertabat WAHIDIAH yang
bernama ALLAH yakni TA’AYUn THANI ertinya NYATA YANG KEDUA maka Tajallilah
RUH ADAM dengan kebesaran , kelimpahan Ruh inilah menjadi Tubuh Adam daripada huruf
Alif Di-Atas. Maka huruf ini maknanya Zat Alif Di-Atas maka jadilah LAM AWAL maknanya
Sifat Alif dibawah. Maka jadilah LAM AKHIR maknanya ASMA’ ALIF didepan. Maka jadilah
maknanya AFAL . Maka 4 huruf itu empat Sifat Alif Lam Lam Ha ALLAH HU AKBAR
ALLAH – ( Alif – Lam – Lam – Ha ) – Empat Sifat ALIF = ZAT LAM AWAL = SIFAT LAM
AKHIR = ASMA’ HA = AF’AL AKBAR – ( Alif – Kaf – Ba – Ra ) ALIF = KAHAR KAF =
JAMAL BA = JALAL RA = KAMAL ALLAH = GHAIBUL GHUYUB ALIF = LA TA’AYUN
= MERTABAT ZAT LAM AWAL = TA’AYUN AWAL = NUR MUHAMMAD = RUH LAM
AKHIR = TA’AYUN THANI = MERTABAT ADAM = NYAWA HA = MERTABAT TUBUH
= JASAD ZAT DIRI YSNG BERDIRI SENDIRI .Wujudnya di Alam LAHUT. Zikirnya AH
( Alif Ha ) AH . Ilmunya KAMAL YAKIN SIFAT DIRI DENGAN ZAT. Wujudnya Alam
JABARUT. Zikirnya HU HU. Ilmunya HAQ QUL YAKIN ASMA’ DIRI YANG TERPERI.
Wujudnya di Alam MALAKUT. Zikirnya ALLAH 3 x . Ilmunya – ILMU YAKIN AF’AL DIRI
YANG TAJALLI. Wujudnya diAlam SAHADAH. Zikirnya LA ILA HA ILLALLAH. Ilmunya
– ILMU YAKIN. Jelaslah kewujudan itu sebagai PENZAHIRAN KEBESARAN diriNya.
Dengan wujud itu terzahir pula segala KEINDAHAN JAMAL Allah namanya. Lantas terzahir
pulalah CAHAYANYA yang menerangi segala Keindahan itu JALAL ALLAH namanya dengan
KEAGUNGAN itu sempurnalah sudah sebagai Kenyataan ALLA HU AKBAR. DARI ...
Manuskrip ILMU & MAKRIFAT TOK GURU PERAMU - ENTRI KEENAM BELAS ( 16 –
TERAKHIR. ) HAKIKAT FATIHAH................ Ia Menyatakan DIRI BISMILLAH..............
Menjadi ia diriNya AR-RAHMAN itu Ya Muhammad , engkau jua keadaan YA RAHIM itu. Ya
Muhammad engkaulah kekasihKu. Tiada yang lain. ALHAMDULULLAH....... Ya Muhammad
yang membaca Fatihah itu Aku. Yang memuji itu pun Aku. Alhamdulillah itu Ya Muhammad
Solatmu ganti SolatKu tempat memuji DiriKu sendiri. RABBUL ALAMIN................ Rabbul
Alamin itu Aku Tuhan Sekalian Alam. AR RAHMAN – AR – RAHIM........... Ya Muhammad
yang membaca Ftihah itu Aku yang Memuji itu pun Aku juga. MALIKIYAU MID
DIIN.............. Ya Muhammad Aku Raja Yang Maha Besar...engkaulah kerajaannya. IYYA
KANA’ BUDU................ Ya Muhammad yang solat itu Aku. Aku memuji DiriKu Sendiri.. WA
IYYA KAA NAS TAA IIN.... Ya Muhammad tiada kenyataanKu jika engkau tiada... IH DI
NAS SII RATAL MUSTAAQIM... Ya Muhmammad Awal dan Akhir itu Aku SIRATAL LAZI
NA AN AM TA ALAI HIM.. Ya Muhammad sebab Aku sukakan engkau ialah engkau itu
kekasihKu. GHAI RIL MAGHDU BI ALAI HIM.. Ya Muhammad Aku jadi Pemurah padamu
kerana engkau itu kekasihKu WA LAD DHAL LIN... Ya Muhammad jika tiada Aku maka
tiadalah engkau.. AMIN.. Ya Muhammad Rahsiamu itu Rahsia Aku. Yakni yang disembah itu
tiada suatu juapun didalamnya melainkan Tuhanku. Maka apabila Solat ghaiblah didalamnya .
Apabila ghaib ESA-lah ia dengan Tuhannya. Yang Solat itu tiada dengan lafaz dan maknanya
dengan citarasa yang solat amat rapat kepada Zat Yang Esa dengan kata ALLA HU AKBAR.
Maka barangsiapa masuk didalam Solat tiada SERAH Tubuh dan Nyawa-nya maka kekallah
Sifat dengan Tuhannya – tiada mengesakan dirinya dengan Tuhannya. Sabda Nabi saw :- Tatkala
kamu Takbiratul Ihram membuangkan lafaz dan makna melainkan Wujud Mutlak semata-mata.
RAHASIA MAKRIFAT III : RAHSIANYA MENGENAL ZAT ALLAH DAN ZAT
RASULULLAH Ada pun makrifat itu rahsianya ialah mengenal Zat Allah dan Zat
Rasulullah,oleh kerana itulah makrifat dimulakan:- 1. Makrifat diri yang zahir. 2. Makrifat diri
yang bathin. 3. Makrifat Tuhan. APA GUNA MAKRIFAT? Ada pun guna makrifat kerana
mencari HAKIKAT iaitu mengenal yang Qadim dan mengenal yang baharu sebagaimana kata:
"AWALUDDIN MAKRIFATULLAH" Ertinya: Awal ugama mengenal Allah. Maksudnya
mengenal yang mana Qadim dan yang mana baharu serta dapat mengenal yang Qadim dan yang
baharu,maka dapatlah membezakan diantara Tuhan dengan hamba. BAITULLAH KALBU
MUKMININ Sesungguhnya hati ini sewaktu bayi sehingga aqil baliq diibaratkan bunga yang
sedang menguntum,tidak ada seekor ulat atau kumbang yang dapat menjelajahnya! apabila
dewasa (aqil baliq) maka hati itu ibaratkan bunga yang sedang mengembang,maka masuklah ulat
dan kumbang menjelajah bunga itu! Sesungguhnya amalan makrifat dan zikir yang dibaiah itu
adalah untuk membersihkan hati agar dapat menguntum semula seperti hati kanak-kanak yang
suci-bersih! Hati ini juga seperti satu bekas menyimpan gula yang tertutup rapat dan dijaga
dengan baik! sekiranya tutup itu tidak jaga dengan baik atau tutupnya sudah rosak,maka
masuklah semut hitam yang sememangnya gula itu makanannya! PEPERANGAN Peperangan
yang lebih besar dari perang UHUD, KHANDAK dan lain-lain peperangan ialah "Peperangan
dalam diri sendiri (Hati)", setiap saat denyut jantung ku ini, aku akan terus
berperang.Sesungguhnya iblis itu menanti saat dan ketika untuk merosakkan anak Adam !
Sekiranya aku tidak ada bersenjata (zikir), nescaya aku pasti kecundang!Keluar masuk nafas
anak Adam adalah zikir! 6,666 sehari semalam nafas keluar dan masuk, sekiranya anak Adam
tidak bersenjata, pasti ia kecundang! ASAL USUL MAKRIFAT Rasulullah SAW mengajar
kepada sahabatnya Saidina Ali Karamullah.Saidina Ali Karamullah mengajar kepada Imam Abu
Hassan Basri.Imam Abu Hassan Basri mengajar kepada Habib An Najmi.Habib An Najmi
mengajar kepada Daud Attaie.Daud Attaie mengajar kepada Maaruf Al Karhi.Maaruf Al Karhi
mengajar kepada Sirris Sakatari.Sirris Sakatari mengajar kepada Daud Assakatar.Daud Assakatar
mengajar kepada Al Junidi. Maka Al Junidi yang terkenal sebagai pengasas MAKRIFAT.Maka
pancaran makrifat itu dari empat sumber iaitu: 1. Pancaran daripada sumber SULUK yang
dinamakan Makrifat Musyahadah. 2. Pancaran daripada sumber KHALWAT yang dinamakan
Makrifat Insaniah. 3. Pancaran daripada Inayah yang dinamakan ROHANI. 4. Pancaran daripada
Pertapaan yang dinamakan JIRIM. Maka dari sumber amalan itulah terbit makrifat yang tinggi
dan mempunyai rahsia yang sulit. API MA'RIFATULLAH Dengan berlindung kepada Allah
Swt, Pencetusan Api Ma’rifattullah dalam kalimah “ALLAH” saya awali. Syahdan, nama Allah
itu tidak akan pernah dapat dihilangkan, sebab nama Allah itu akan menjadikan Zikir bagi para
Malaikat, Zikir para burung, Zikir para binatang melata, Zikir tumbuh-tumbuhan dan Zikir dari
Nasar yang 4 (tanah, air, angin dan api) serta zikir segala makhluk yang ada pada 7 lapis langit
dan 7 lapis bumi, juga zikir makhluk yang berdiam diantara langit dan bumi. (buka…..Al-
Qur’an, Surah At-thalaq, ayat 1). Adapun zikir para makhluk Allah yang kami sebutkan tadi
tidaklah sama logatnya, dan tidak sama pula bunyi dan bacaannya. Tidak sedikit para akhli Sufi
dan para wali-wali Allah yang telah mendengar akan bunyi zikir para makhluk itu, sungguh
sangat beraneka ragam bunyinya. Dalam Kitab Taurat, nama Zat yang maha Esa itu ada 300
banyaknya yang ditulis menurut bahasa Taurat, dalam Kitab Zabur juga ada 300 banyaknya
nama Zat yang maha esa itu yang ditulis dengan bahasa Zabur. Dalam Kitab Injil juga ada 300
banyaknya nama Zat yang Esa itu yang ditulis dengan bahasa Injil, dan dalam Kitab Al-Qur’an
juga ada 99 nama Zat yang esa itu ditulis dalam bahasa Arab. Jika kita berhitung maka dari
keempat kitab itu yang ditulis berdasarkan versinya, maka akan ada 999 nama bagi zat yang
maha esa itu, dari jumlah tersebut maka yang 998 nama itu, adalah nama dari Sifat Zat yang
maha Esa, sedangkan nama dari pada Zat yang maha esa itu hanya satu saja, yaitu “ ALLAH ”.
Diterangkan didalam Kitab Fathurrahman, berbahasa Arab, yaitu pada halaman 523. disebutkan
bahwa nama Allah itu tertulis didalam Al-Qur’an sebanyak 2.696 tempat. Apa kiranya hikmah
yang dapat kita ambil mengapa begitu banyak nama Allah, Zat yang maha Esa itu bagi kita…?
Allah, Zat yang maha esa, berpesan : “ Wahai Hambaku janganlah kamu sekalian lupa kepada
namaku “ Maksudnya : Allah itu namaku dan Zatku, dan tidak akan pernah bercerai, Namaku
dan Zatku itu satu. Allah Swt juga telah menurunkan 100 kitab kepada para nabi-nabinya,
kemudian ditambah 4 kitab lagi sehingga jumlah keseluruhan kitab yang telah diturunkan-Nya
berjumlah 104 buah kitab, dan yang 103 buah kitab itu rahasianya terhimpun didalam Al-
Qur’annul karim, dan rahasia Al-Qur’annul karim itu pun rahasianya terletak pada kalimah
“ALLAH”. Begitu pula dengan kalimah La Ilaha Ilallah, jika ditulis dalam bahasa arab ada 12
huruf, dan jika digugurkan 8 huruf pada awal kalimah La Ilaha Ilallah, maka akan tertinggal 4
huruf saja, yaitu Allah. Ma’na kalimah ALLAH itu adalah sebuah nama saja, sekalipun
digugurkan satu persatu nilainya tidak akan pernah berkurang, bahkan akan mengandung ma’na
dan arti yang mendalam, dan mengandung rahasia penting bagi kehidupan kita selaku umat
manusia yang telah diciptakan oleh Allah Swt dalam bentuk yang paling sempurna. ALLAH jika
diarabkan maka Ia akan berhuruf dasar Alif, Lam diawal, Lam diakhir dan Ha. Seandai kata
ingin kita melihat kesempurnaannya maka gugurkanlah satu persatu atau huruf demi hurufnya. •
Gugurkan huruf pertamanya, yaitu huruf Alif (‫) ا‬, maka akan tersisa 3 huruf saja dan bunyinya
tidak Allah lagi tetapi akan berbunyi Lillah, artinya bagi Allah, dari Allah, kepada Allahlah
kembalinya segala makhluk. • Gugurkan huruf keduanya, yaitu huruf Lam awal (‫) ل‬, maka akan
tersisa 2 huruf saja dan bunyinya tidak lillah lagi tetapi akan berbunyi Lahu. Lahu
Mafissamawati wal Ardi, artinya Bagi Allah segala apa saja yang ada pada tujuh lapis langit dan
tujuh lapis bumi. • Gugurkan huruf ketiganya, yaitu huruf Lam akhir ( ‫)ل‬, maka akan tersisa 1
huruf saja dan bunyinya tidak lahu lagi tetapi Hu, Huwal haiyul qayum, artinya Zat Allah yang
hidup dan berdiri sendirinya. Kalimah HU ringkasnya dari kalimah Huwa, sebenarnya setiap
kalimah Huwa, artinya Zat, misalnya : Qul Huwallahu Ahad., artinya Zat yang bersifat
kesempurnaan yang dinamai Allah. Yang dimaksud kalimah HU itu menjadi berbunyi AH,
artinya Zat. Bagi sufi, napas kita yang keluar masuk semasa kita masih hidup ini berisi amal
bathin, yaitu HU, kembali napas turun di isi dengan kalimah ALLAH, kebawah tiada berbatas
dan keatas tiada terhingga. Perhatikan beberapa pengguguran – pengguguran dibawah ini :
Ketahui pula olehmu, jika pada kalimah ALLAH itu kita gugurkan Lam (‫ ) ل‬pertama dan Lam (‫ل‬
) keduanya, maka tinggallah dua huruf yang awal dan huruf yang akhir (dipangkal dan diakhir),
yaitu huruf Alif dan huruf Ha (dibaca AH). Kalimah ini (AH) tidak dibaca lagi dengan nafas
yang keluar masuk dan tidak dibaca lagi dengan nafas keatas atau kebawah tetapi hanya dibaca
dengan titik. Kalimah AH, jika dituliskan dengan huruf Arab, terdiri 2 huruf, artinya dalam
bahasa disebutkan INTAHA (Kesudahan dan keakhiran), seandai saja kita berjalan mencari
Allah tentu akan ada permulaannya dan tentunya juga akan ada kesudahannya, akan tetapi kalau
sudah sampai lafald Zikir AH, maka sampailah perjalanan itu ketujuan yang dimaksudkan.
(Silahkan bertanya kepada akhlinya) Selanjutnya gugurkan Huruf Awalnya, yaitu huruf ALIF
dan gugurkan huruf akhirnya, yaitu huruf HA, maka akan tersisa 2 buah huruf ditengahnya yaitu
huruf LAM pertama (Lam Alif) dan huruf LAM kedua ( La Nafiah). Qaidah para sufi
menyatakan tujuannya adalah Jika berkata LA (Tidak ada Tuhan), ILLA (Ada Tuhan), Nafi
mengandung Isbat, Isbat mengandung Nafi tiada bercerai atau terpisah Nafi dan Isbat itu.
Selanjutnya gugurkan huruf LAM kedua dan huruf HU, maka yang tertinggal juga dua huruf,
yaitu huruf Alif dan huruf Lam yang pertama, kedua huruf yang tertinggal itu dinamai Alif Lam
La’tif dan kedua huruf itu menunjukkan Zat Allah, maksudnya Ma’rifat yang sema’rifatnya
dalam artian yang mendalam, bahwa kalimah Allah bukan NAKIRAH, kalimah Allah adalah
Ma’rifat, yakni Isyarat dari huruf Alif dan Lam yang pertama pada awal kalimah ALLAH.
Gugurkan tiga huruf sekaligus, yaitu huruf LAM pertama, LAM kedua, dan HU maka tinggallah
huruf yang paling tunggal dari segala yang tunggal, yaitu huruf Alif (Alif tunggal yang berdiri
sendirinya). Berilah tanda pada huruf Alif yang tunggal itu dengan tanda Atas, Bawah dan
depan, maka akan berbunyi : A.I.U dan setiap berbunyi A maka dipahamhan Ada Zat Allah,
begitu pula dengan bunyi I dan U, dipahamkan Ada Zat Allah dan jika semua bunyi itu (A.I.U)
dipahamkan Ada Zat Allah, berarti segala bunyi/suara didalam alam, baik itu yang terbit atau
datangnya dari alam Nasar yang empat (Tanah, Air, Angin dan Api) maupun yang datangnya dan
keluar dari mulut makhluk Ada Zat Allah. Penegasannya bunyi atau suara yang datang dan terbit
dari apa saja kesemuanya itu berbunyi ALLAH, nama dari Zat yang maha Esa sedangkan huruf
Alif itulah dasar (asal) dari huruf Arab yang banyaknya ada 28 huruf. Dengan demikian maka
jika kita melihat huruf Alif maka seakan-akan kita telah melihat 28 huruf yang ada. Lihat dan
perhatikan sebuah biji pada tumbuh-tumbuhan, dari biji itulah asal usul segala urat, batang, daun,
ranting, dahan dan buahnya. Syuhudul Wahdah Fil Kasrah, Syuhudul Kasrah Fil Wahdah.
Pandang yang satu kepada yang banyak dan pandang yang banyak kepada yang satu maka yang
ada hanya satu saja yaitu satu Zat dan dari Zat itulah datangnya Alam beserta isinya. Al-Qur’an
yang jumlah ayatnya 6666 ayat akan terhimpun kedalam Suratul Fatekha, dan Suratul Fatekha itu
akan terhimpun pada Basmallah, dan Basmallah itupun akan terhimpun pada huruf BA, dan
huruf BA akan terhimpun pada titiknya (Nuktah). Jika kita tilik dengan jeli maka titik itulah yang
akan menjadi segala huruf, terlihat banyak padahal ia satu dan terlihat satu padahal ia banyak.
Selanjutnya Huruf-huruf lafald Allah yang telah digugurkan maka tinggallah empat huruf yang
ada diatas lafald Allah tadi, yaitu huruf TASYDID (bergigi tiga, terdiri dari tiga huruf Alif)
diatas Tasydid adalagi satu huruf Alif. Keempat huruf Tasydid itu adalah isyarat bahwa Tuhan
itu Ada, maka wajib bagi kita untuk mentauhidkan Asma Allah, Af’al Allah, Sifat Allah dan Zat
Allah. Langkah terakhir gugurkan keseluruhannya, maka yang akan tinggal adalah kosong. LA
SAUTUN WALA HARFUN, artinya tidak ada huruf dan tiada suara, inilah kalam Allah yang
Qadim, tidak bercerai dan terpisah sifat dengan Zat. Tarku Mayiwallah (meninggalkan selain
Allah) Zat Allah saja yang ada. La Maujuda Illallah (tidak ada yang ada hanya Allah). Sembilan
kali sudah kita menggugurkan kalimah Allah, seandainya juga belum dapat dipahami maka
tanyakanlah kepada akhlinya. Hakikat Muhammad itu ialah NUR MUHAMMAD. NUR
MUHAMMAD itu ialah HAKIKAT ALAM.
NUR MUHAMMAD atau HAKIKAT MUHAMMAD disebut juga NUR AWAL, artinya asal
segala kejadian dan akhir segala kenabian : ALHAK dan dia pada Nabi. Itulah sebabnya hakikat
MUHAMMADitu disebut utusan, maka kalau hakikat Muhammad itu disebut utusan tuhan maka
carilah dan galilah sedalam-dalamnya hakikat hidup kita ini,supaya bisa pulang kembali
keasalnya,yaitu kembali kepada hidup yang sejati, yaitu hidupnya tuhan yang kekal dan
abadi,dan asali dan tidak terkena rusak. Itulah yang disebut Zat yang maha besar HAK Tuhan
Allah yang dikenal dengan sebutan : HAQQULLAH TA’ALA. Itulah tempat kembali, tempat
manusia Ma’rifat, sebagai kesempurnaan kita yang sejati dan abadi.
HAQQULLAH itu adalah sebagai kenyataan kita yaitu, untuk alam akhirat nanti dan alam dunia
ini. LIQO-PERTEMUAN Bertemunya makhluk manusia kepada Tuhan dan sampainya, itulah
puncak harapan, dan dengan itulah ia mencapai akan kebahagiaan dan kerajaan besar, bahkan
dengan itulah ia akan lupa dan terhibur dari segala sesuatu selain Allah. Apabila tuhan
membukakan bagimu jalan untuk ma’rifat atau mengenal kepadanya, maka janganlah engkau
menghiraukan asal amalmu yang masih sedikit umpamanya. Sebab tuhan tidak membukakan
bagimu, melainkan Ia memperkenalkan DiriNya kepadamu. Tidaklah engkau ketahui bahwa
ma’rifat itu adalah puncak keuntungan seorang hamba, maka tak usah kau hiraukan berapa
banyak banyak amal kebaikanmu atau amal perbuatanmu, meskipun masih sedikit amalmu
dengan anggota yang lahir, Ma’rifat itu suatu karunia pemberian Allah kepadamu, maka Ia
sekali-kali tidak tergantung kepada banyak atau sedikitnya amal kebaikanmu. Andaikata engkau
tidak dapat sampai kepada Allah : kecuali sesudah habis lenyap semua dosa dan kekotoran sirik,
niscaya engkau tak dapat sampai kepadanya. Untuk selamanya. Tetapi bila Allah menarik
engkau kepadanya, maka Allah menutupi sifat2mu dengan sifatNya, dan kekuranganmu dangan
kurniaNya. Hilangkan pandangan mahkluk kepadamu,karena puas dengan Penglihatan Allah
kepadamu. Dan lupakan perhatian makhluk kepadamu,karena melihat bahwa Allah menghadap
kepadamu. Sebaik-baik saat dalam hidupmu : ialah saat ingat kepada tuhan,dan ptus hubungan
dengan segala sesuatu yang lainnya. Dan apabila pada saat itu tidak ada lagi pandangan yang
lainnya dari Allah, maka pada saat itu murnilah pengertian tauhidmu kepada Allah. Nikmat itu
meskipun beraneka macam bentuknya : hanya disebabkan karena melihat dan dekatnya Allah.
Demikianlah pula siksa itu walaupun ber macam-macam bentuknya itu hanya karena terhijab
dari Allah. Demikanlah pandangan orang yang faham. Kesimpulannya adalah : siksa itu karena
adanya hijab. Dan nikmat itu karena melihat kepada Zat yang wajibal ujud. Dan siapa fana
dengan Allah: pastilah ia lupa segala sesuatu, dan siapa yang benar2 mengenal kepada Allah,
Niscaya tiada risau dan sedih lagin menghadap hidup ini. Lagi pula barang siapa telah sampai
titik puncak, Wali Allah namanya, atau yang sering disebut : AL ALIMURROBANIYAH,( Alim
yang sebenarnya). Ma’rifat yang paling tinggi dan yang paling dianugrahi Allah Ta’ala dengan
ilmu Terbayang. Apakah ilmu terbayang itu? Yang dimaksud ilmu ternyang itu ialah ; ILMU
LADUNIYAH, yang tiada mudah hilang. Sedang ilmu yang tampak ini mudah hilang dibawa
angin lalu, jadi yang dinamakan ilmu yang tampak ialah ilmu hafalan dan darusan. Apabila lupa
ia dengan ilmunya,niscaya terhenti bicaranya(lafalnya). Karena kalau diteruskan bisa membawa
kehancuran dan kerusakan menyeluruh. Itulah dia ilmu yang tampak. Sedang ilmu terbayang tak
pernah pudar untuk selama-lamanya. Ilmu yang tampak hanya dimilki orang alim fiqih, sedang
ilmu terbayang dimilki oleh Ahlullah. Jadi ilmu yang tampak kitu hanya bercahaya dalam alam
dunia ini saja.
Sedang ilmu yang terbayang,bercahaya-cahaya meliputi hati orang yang memiliki qalbun salim.
Artinya ; hati yang latif yang bersifat ketuhanan(Lahud). Itulah DIA yang disebut cahaya yang
cerlang cemerlang yang tiada harapan tuhan bartajali kepadanya. Dia bukan Zat, bukan benda
dan bukan materi : tetapi dia adalah yang paling sulit pada segalanya. Itulah DIA
kaymiyakbathin, DIA diatas daripada ilmu yang ada dalam dunia ini. Kalau masih terhenti
kepada ilmu, belumlah ilmu. Ilmu yang sejati ialah : ALIMULGOIBI WASYSYA’ADAH. Ilmu
yang seperti ini hanya dianugrahi kepada hambanya yang dikehendakinya. Ilmu yang nyata
boleh untuk semua orang, ilmu yang goib hanya untuk hambanya yang beroleh petunjuk dan
anugrah istimewa daripada Allah Ta’ala, bukti nyata lihatlah kepada nabi-nabi. khususnya
kepada Nabi Muhammad s.a.w. Kalam yang tertulis dalam Al qur’an datangnya dariman dan
kembalinya atau simpunnya kemana? Apakah setelah membekas pada kulit2 kayu, daun korma,
dibatu dan dikayu2 : sudah hilangkah yang sejatinya? Apakah Al qur’an itu hanya tertulis di lukh
mahfut saja? Adakah lagi lainnya? Bagaimana riwayatnya dan apakah nama tempatnya? Kitab
yang diturunkan Allah kebumi ini ada 104 buah kitab, Adakah kitab yang tersmbunyi dibalik yg
104 itu? Tidak; Kitabullah yang sebenarnya itu apakah ia berhuruf, bersuara, dan merupakn kata-
kata? Manusia ini ini hanya diberikan sedikit saja percikan kalam Tuhan yang hakiki dan Azali.
Jadi siapa yang berhajat kepada ilmu, ilmulah namanya, siapa yang berhajat kepada Allah,Allah
namanya. Dan barang siapa tiada berhajat kepada ilmu dan kepada Allah, ITULAH YANG
SEBENARNYA ,yang sampai. Inilah makam tuhan yang hakiki dan Azali. Dan inilah makam
Ahlul akhirat namanya. Inilah makam nabi-nabi dan rasul-rasul Allah, inilah makam
MAHMUDAN namanya: Makam yang terpuji dilangit dan dibumi, jadi siapa yang dikehendaki
Allah,semuanya Jadi. Tidak ada tertengah bagi Allah,hanya engkau sendiri kurang faham dengan
Allah. Bila engkau faham dengan Allah, maka berarti engkau sefaham dengan Allah. Artinya :
fahaman satu rahasia dengan faham Allah. Kemauanmu satu rahasia dengan kemauan Allah.
Kebesaranmu satu rahasia dengan kebesaran Allah. Akhirnya Ujudmu dan hidupmu satu rahasia
dengan Ujud Allah dan Hayatullah Zat. Dan satu rahasia dengan perikemanusiaan, dan dengan
seluruh jagat raya ini. Dan se-gala2nya dalam hal apapun jua, tetapi tetap satu rahasia dengan
kebesaran dan kemuliaan dan kekerasan, keelokan dan kesmpurnaan zat. TUHAN YANG
MAHA AGUNG DAN YANG MAHA SEMPURNA.
PANDANGAN HIDUP MUSLIM
Marilah kita menjadi seorang sufi,menjadi seorang sifa. Karena kita adalah pengikut nabi yang
telah disucikan dan dibersihkan atau mutafa. Marilah kita menjadi sufi,dalam menghadapi
kehidupan sehari-hari,suci dalam perniagaan,sufi dalam pergaulan,sufi dalam hidup kasih
saying,dan sufi dalam hubungan dengan Tuhan. Sufi sejati luas perasaannya,tinggi hikmahnya
dan putus segala tali pengikat yang mengikat kebebasan jiwa,terikat oleh siapapun,dan oleh apa-
apa saja,selain terikat oleh Allah. Sufi yang sejati meleburkan dirinya kedalam masdar tempat
asalnya,fana diri kedalam baqa. Dalam manusia biasa,maksudnya dalam pandangan manusia
biasa, Tuhan adalah yang maha kuasa atas alam ini. Alam ini dibolak balikkan,ditelentangkan
dan ditelungkupkan oleh satu zat yang maha kuasa : ALLAHU AKBAR.
Dalam pandangan sufi memandang bahwa Tuhan itu adalah hakikat ujud dalam hidup ini atau
hakikat kekuatan dalam hidup. Kekuatan dan tenaga itulah menjadi gerak gerik hati manusia
bahwa gerak gerik alam alam maya pada ini. Sufi yang sejati ialah : yang selalu ingat kepada
Allah dalam setiap saat dan lidah tidak kering-kering menyebut Allah,dengan maksud nyawanya
tidak putus mengingat Allah. Meskipun lidah jasmaninya berdiam diri saja. Sufi sejati telah
putus segala-gala rantai yang beri batas dengan alam. Rohaninya terbang tinggi laksana burung
yang terbang keangkasa luas menyusup awan hijau,ditinggalkannya sangkar,naik keatas puncak
gunung,ditinggalkannya gunung naik keatas awan hijau,dia bertahta diatas awan
hijau,dipandangnya sangat lemah sekali alam semesta ini,termasuk dirinya,kian lama kian terasa
semakin lemah, AKUNYA : yang akhirnya leburlah AKU kedalam hakikat AKU yang
sebenarnya. Itulah ufuk tinggi luar biasa,kadang-kadang ia berjumpa dengan orang-orang
suci,atau aulia Allah,dan waliAllah,serta orang-orang ahli tasauf.inilah mi’rojnya yang pertama
bagi seorang sufi. Jadi kalau aku masih merasa aku,maka belumlah aku sampai kepada inti cinta.
Kalau AKUKU : Aku leburkan kedalam engkau,maka AKU adalah ENGKAU dalam segala hal.
Kini AKU tiada disana. Hanya engkau tinggal semata. Sekarang AKU tak dapat berkata-kata
lagi. Bagaimana AKU menerangkan tentang DIA. Sedangkan AKU dengan AKU, dan AKU
dengan dimana. Kalau AKU kembal, maka dengan AKU kembali itu terpisah. Kalau AKU
lalai,dengan lalai itu, AKU diringankan. Apabila AKU berpadu kembali barulah jiwaku menjadi
tentram dan damai/bahagia. Inilah pendirianku atau akidahku yang terakhir.
Akhirnya : AKUKU LEBUR KEDALAM JIBU. LAHURUFIN WALA SAUTIN,artinya : Tiada
huruf, tiada suara, tiada kata-kata,zat dirinya. Jadi kalau seorang penuntut telah sampai kepada
JIBU / LA HURUFIN WALA SAUTIN : Maka pastilah ia faham akan apa-apa yang
dibicarakan. Jadi siapa-siapa belum faham,berarti dia belum bisa menangkap segala pembicaraan
yang amat halus ini dan sulit baginya untuk memahami. Demikianlah apa-apa yang dapat hamba
sampaikan.
ALAM DAN TUHAN Kehidupan dan alam penuhlah rahasia-rahasia. Rahasia-rahasia itu
tertutup oleh dinding. Diantara dinding-dinding itu ialah hawa nafsu kita sendiri. Tetapi rahasia-
rahasia itu mungkin terbuka atau tersimpan. Dan dinding-dinding / hijab itu mungkin tersimbah
kita dapat melihat atau merasai berhubungan langsung dengan yang ter-rahasia,asal kita sudi
menempuh jalannya. Jalannya ialah jalan yang dinamai tarikat. Dan jalan inilah yang
menyampaikan kepada ilmu hakikat. Jadi kumpulan ilmu pengetahuan sariat,kesediannya
menempuh jalan tarikat dan mencapainya akan hakikat,dan semuanya Jadi ma’rifat itulah
kumpulan ilmu pengetahuan,amal dan ibadah. Kumpulan daripada ilmu,dan filsfat agama.
Kumpulan daripada pengamalan dan perasaan atau zauq. Dan kumpulan daripada
mantik,keindahan dan cinta. Jadi sariat itu artinya kenyataan,dan tarikat itu jalan. Sedang hakikat
itu artinya : yang sebenarnya,yaitu : Itiqad yang sebenarnya,yang wajib dipercayakan dan takluk
ia kepada perbuatan hati. Hakikat itu ialah kebenaran sejati dan mutlak. Yang padanyalah ujung
segala perjalanan bagaimanapun jauhnya. Akhirnya daripada segala langkah tujuan segala jalan.
Dan untuknyalah sariat dan undang-undang,dan didalam perjalanan menuju hakikat itu,orang
memulai dari dalam dirinya sendirinya. Untuk mengenal Tuhan kenallah diri ( diri sendiri ).
Perjalanan itu dimulai dari dalam kita sendiri dari dalam terus kedalam,ahirnya serba alam
dengan keindahannya dan dengan keganjulannya,hanyalah sebagai aksi pencari diri. Disini
sering terjadilah cara yang didapat oleh ahli suluk atau ahli perjalanan / tharikat. Setengahnya
karena sakig asyiknya,maka dirasainya bahwa diri tiada lagi. Yang ada hanya yang ada atau:
LAMUJUDA BIHAQQIN ILALLAH (hanya Tuhan yang ada sedang mahluk tiada ). Yang ada
ialah yang AWAL,yang tidak ada permulaan dan yang akhir tidak ada penghabisan. Adapun diri
sendiri dalam alam seluruhnya tidaklah ada ; sebab awalnya ADAM,artinya tiada. Dan ahirnya
fana dan lenyap : maka apabila jalan itu telah dijalani dengan segenap kesungguhan, ketaatan,
dan setia memegang segala syarat dan rukunnya,akhirnya bertemulah kita dengan hakikat yang
sebenarnya. Mula-mula tercapailah kasyap,yaitu terbukalah rahasia yang senantiasa yang
menyelubungi antara kita dengan DIA. Maka dengan itu terbukalah hijab atau dinding yaitu :
dinding-dinding tebal yang memisahkan kita dengan DIA, dan dinding-dinding itu ialah :Hawa
nafsu kita sendiri atau yang disebut angkara murka,atau nafsu hewani atau nafsu syaiton. Maka
dari itu gunanya kita TAJAHUT,artinya : melepaskan diri dari belenggu segala ikatan atas diri
kita sendiri. Dan apabila rohani kita telah mencapai kesempurnaan,maka otomatis takluklah
jasmani kepada kehendak rohani. Pada waktu itu tidak ada miskin lagi,bahkan mautpun sebagai
sangkar kecil kepada kebebasan luas mencari kekasih. Dan mereka katakana,mati itu adalah
alamat CINTA sejati dan mutlak. Disini timbullah dalam kata yaitu yang dikatakan hulul. Hulul
yaitu : timbul kesatuan diantaraasyik dan ma’syuknya. Atau meninggalnya antara asyik ma’syuk
atau yang mencintai dengan yang dicintai,sehingga AKU adalah DIA,dan DIA adalah AKU dan
Analhak. Disini mulailah ada pertingkahan diantara ulama ahli lahir dengan ulama ahli bathin.
Tentu saja ada yang menolak dan adapula yang membela. Kata yang membela,orang yang telah
mabuk cinta dan rindu,yang diliputi oleh perasaan-perasaan lebih mendalam daripada orang yang
hanya menggunakan akal semata dan mantik semata. AHLI TASYAUF YANG SEJATI Ahli
tasyauf yang sejati ialah mereka yang benar-benar memegang agama yang tulen. Ahli sufi yang
sejati ialah mereka yang jiwanya bebas tidak terikat oleh apa-apa atau siapapun,dan bebas
menjalankan kebenaran dari ilahi robbi. Berani mengatakan itu benar dan ini salah. Ahli tasyauf
adalah putus dengan mahluk dan erat hubungannya dengan Tuhan,pandangannya Allah semata.
Ahli tasyauf tidak melihat kepada dirinya lagi,hanya Allah dalam pandangannya. Jadi siapa yang
masih melihat kepada dirinya, niscaya tiada melihat akan Tuhannya. Seluruh pandangan
ruhaniyah memandang satu dalam banyak. Dan yang banyak pada yang satu. Tersimpun dalam
satu kesatuan yang dalam istilah sufi disebut pabrik KUN dan yang diatur oleh seorang insinyur
yang pintar ialah : ALLAH TA’ALA. Kalau pandangan kita sudah mantap separti itu,maka
hilanglah rasa takut dan gentar,kecuali kepada Allah saja. Jadi pandangan seorang yang dibawah
memang berbeda dengan yang diatas. Ujud selain daripada ujud Allah adalah ujud injaman
karena semua itu Allah dan Allah itu semuanya,ia hanya pertanda dari yang sebenarnya ada.
Yang ada adalah yang ada,yang ada ialah yang awal dan tidak ada permulaannya,yang ahir tidak
ada penghabisannya. SABDA RASULULLAH S.A.W. Zabir berkata,katanya : RASULULLAH
S.A.W. bersabda : Siapa dapat melakukan HUSUDHZAN artinya ; baik sangka kapada Allah
Ta’ala,sehingga ia tiada mati kecuali tetap dalam husnudhzan terhadap Allah Ta’ala. Maka
haruslah kita berbuat husnudhzan terhdap Allah Ta’ala dan pada sesama kita umat
MUHAMMAD. Sesungguhnya kata NABI,sebaik-baik fi’il / kelakuan ibadah kepada Allah ialah
: baik sangka kepada Allah.
Baik sangka kepada Allah itu pertanda bahwa sudah bulat tawakkalnya kepada Allah,dan
penyerahannya kepada Allah, orang itu jaminannya hanya Allah. LA HAWLA WALA
QUWWATA ILLA BILLAHI Artinya : TAK ADA DAYA UNTUK BERBUAT KEBAIKAN
DAN TAK ADA UPAYA UNTUK MENOLAK KEJAHATAN. BUHARI MUSLIM
BERKATA : Tak ada dayaku untuk menolak suatu kemelaratan atau bahaya keburukan,dan tak
ada upayaku untuk berbuat kemanfaatan,melainkan dengan Allah jua. Jadi tidak mudah bagi
kaum sufi untuk mengatakan: La hawla wala quwwata illa billahi. Disini hamba tekankan
janganlah kamu berani mengatakan La hawla wala quwwata illa billahi,sebelum kamu memasuki
alam tasyauf. Engkau katakan itu tetapi ujudmu masih ada,selama ujudmu masih ada, selama itu
juga engkau dalam bergelimang dalam dosa durhaka kepadanya. Selama ujud ADAM masih
melekat dalam ingatanmu,selama itu pula engkau mempermainkan Tuhanmu. Ini namanya lain
dimulut / dihati. Kalau engkau mengatakan : LA HAWLA WALA QUWWATA ILLA
BILLAHI.

SEBELUM ENGKAU MATI,MAKA CELAKALAH KEMATIAANMU. Hilangkanlah ke


AKUAN mu,lenyapkanlah kesombonganmu,baru sempurnakan amal ibadahmu kepada Allah.
BISMILLAHI AWWALLUH, WA AKHIRU, artinya : Awalnya Allah,ahirnya Allah. Awalnya
tidak ada permulaannya. Dan ahirnya tidak ada penghabisannya.
MALLAM YASY KURINNAS, LAM YASY KURILLAH. Artinya : Barang siapa tidak
berterima kasih kepada sesamanya,maka samalah ia tidak berterima kasih kepada Allah. Sebab
NUR MUHAMMAD itu adalah hakikat alam. Dan Allah adalah hakikat alam atau hakikat ujud
dalam hidup ini. Allah adalah hakikat kekuatan dalam hidup ini. Johir Tuhan ada dimanusia, dan
bathin manusia ada di Tuhan. Kalau anda sudah mengerti,laksanakanlah. Untuk memperkuat
dalil ini,hamba bawakan sebuah hadist qudsyi yang berbunyi : AL INSANU SIRRI,WA ANA
SIRRUHU ( SIRROHU ). Kata TUHAN : INSAN ITU RAHASIAKU, AKUPUN
RAHASIANYA. DAN LAGI : AL INSANU SIRRI WA ANA SIRRI, SIFATIN WA SIFATUN
LA GOIRIH. ARTINYA : INSAN ITU RAHASIAKU DAN RAHASIA ITU SIFATKU,
SIFATKU ITU TIADA LAIN DARIPADAKU. Dalil ini dalil nyata,tak bisa lagi diragukan.
Menurut riwayat :Banyak para pemuka-pemuka agama,ahli tasyauf dan lain-lainnya : mencari
siapa DIA yang sebenarnya. Maka datang para nabi-nabi dan rasul-rasul menyampaikan
langsung,melompat dari mulut / lidahnya perkataan : AMALLAH LA ILAHA ILLA ANA
Artinya AKU ALLAH, TIDAK ADA TUHAN, MELAINKAN AKU Jadi menurut
aqidah/pendirian hamba dalam soal ini ; hamba tidak taklid dengan siapapun,dan hamba
nyatakan bahwa kalimah itu tadi adalah inti dari semua golongan tasyauf,golongan para wali-
wali,para sahabat,aulia dan anbiya dan para nabi-nabi dan para rasul-rasul. Jadi kalau para nabi
dan rasul demikian adanya,maka tiada lain andapun juga demikian hendaknya. Banyak kaum sufi
mati,karena mempertahankan pendiriannya. Hamba sebagai penulis buku ini menyatakan :
Apabila lain dari yang di ucapkan RASULULLAH s.a.w. itu tadi,maka : BUKANLAH IA DARI
GOLONGAN MUHAMMAD. DAN KELUAR DARI GOLONGAN MUHAMMAD. MAKA
IA BUKAN TERMASUK KELUARGA TUHAN. Didalam Al-Qur’anul karim Tuhan
mengatakan : AKU akan memberikan SATU kata kepadamu. Tetapi engkau tidak sanggup.
Apakah yang dimaksud SATU kata itu ? Inilah SATU kata itu tadi : Siapa yang sanggup dialah
keluarga Tuhan. Siapa tidak sanggup dialah keluarga syaiton. Pilihlah antara dua : ingin jadi
pahlawan Tuhan, atau jadi pahlawan syaiton. Siapa menjadi kelurga Tuahan didunia ini,niscaya
sampai ke-ahirat. Dan siapa menjadi keluarga syaiton didunia ini,niscaya sampai juga ke-ahirat.
SABDA RASULULLAH S.A.W.
SYARIAT ITU SEPERTI TANAH THARIKAT ITU SEPERTI AIR HAKIKAT ITU SEPERTI
ANGIN MA’RIFAT ITU SEPERTI API TANAH ITU BADAB MUHAMMAD AIR ITU NUR
MUHAMMAD ANGIN ITU NAFAS MUHAMMAD API ITU PENGLIHATAN
MUHAMMAD ADAPUN MATI ORANG SYARIAT ITU HANCUR LULUH ADAPUN
MATI ORANG THARIKAT ITU KURUS KERING ADAPUN MATI ORANG HAKIKAT
ITU LAMAK GEMUK ADAPUN MATI ORANG MA’RIFAT ITU HILANG LENYAP
SABDA NABI S.A.W. : SYARIAT ITU LIDAHKU THARIKAT ITU HATIKU HAKIKAT
ITU KEDIAMANKU MA’RIFAT ITU ROHKU PERNYATAANKU : AKU HIDUP BUKAN
KARENA NAFAS BUKAN KARENA DENGAN NYAWA BUKAN KARENA DENGAN
ROH BUKAN KARENA ITU DAN INI TAPI AKU HIDUP SENDIRINYA SEBELUM ADA
KEHIDUPAN DIDUNIA INI AKU SUDAH ADA SEBELUMNYA ADA DUNIA YANG
ADA INI AKU ADALAH AKU DIDALAM AKU, BER-AKU AKU BILA AKU BERNYATA,
ITULAH AKU DALAM KEAADANKU SEBAB KEADAANKU ITU ADALAH
KEADAANKU JUA TENTANG FANA UL FANA
1. Fana zahir yaitu : merasakan tajali atau memantul keagungan Tuhan pada tindak tanduk
seseorang,sehingga segala keinginan,kehendaknya,ikhtiarnya sudah terlepas dari dirinya. Karena
itu kadang-kadang orang itu sampai-sampai beberapa lama tidak tahu makan dan minum dan
sebagainya,semuanya terserah kepada Allah.
2. Fana bathin yaitu : hatinya saja yang fana dan lahirnya tidak,lahirnya seperti biasa. Hatinya
terbuka pada melihat sifat-sifat Tuhan,dan keagungan serta gerakan-gerakan Tuhan,hilanglah
segala was-was dan keragu-raguan dalam hatinya dan penuhlah hatinya dengan keyakinan
terhadap Allah s.w.t. Tidak ada dalam hatinya timbul perasan takut dan gentar,kasih dan sayang,
suka dan duka,kecuali kepada Allah. Fana yang demikian itu yang membawa ke maqam
baqabillah,serta melewati fana yang pertama. Biasanya lebih dahulu dimulai dengan pengakuan
seluruh wujud. Sedang hatinya atau rohnya selalu melihat gerakan Allah,baik dalam ibadah
seperti : dalam sembahyang. Dan dalam segala apa yang dilihat dan didengar dan lain-lain
sebagainya. Maqam baqabillah inilah yang senantiasa ada pada para nabi dan rasul-rasul,dan
aulia dan anbiya Allah Ta’ala yang bereda dibawah qidamnya nabi Muhammad s.a.w. Maqam
baqabillah ini kebanyakan adalah maqam mereka yang mahzub,dimana setelah mereka berada
dipuncak tauhid,lalu mereka turun kepada sifat,dan sama,terus kepada af’al,sehingga kelihatan
pada lahirnya mereka seperti orang biasa saja,memandang akuan ini,dan berbuat seperti ahli
syariat umumnya. Tetapi hati mereka tidak pernah lupa kepada Allah dan selalu berpegang
kepadanya. Ada perbedaan sedikit bagi orang yang berada dimaqam fana,mereka adalah orang
yang salik. Dimana pandangan mereka dimulai dari bawah dan terus naik atau tarakki. Yakni
dimulai memandang akuan,naik kepada af’al,sama,terus kepada sifat,dan ahirnya kepda zat. Dan
karena tajamnya dan asyiknya musahadah,mungkin terjadi perasaan fana,yang kita maksudkan
dengan fana zahir yang tersebut diatas. Demikianlah perjalanan fana dan baqa bagi seorang
aribillah atau wali Allah Ta’ala. Jadi disini hamba katakan bahwa,kalau dimaqam fana belum
faham betul atau belum mengerti,maka tidak ada harapan untuk mencapai maqam baqa. Maka
daripada itu pandanglah sedalam-dalamnya tentang maqam fana, kalau sudah hasil makam
fana,maka tercapailah maqam baqa.Demikianlah tentang maqam fana dan maqam baqa. SOAL
SOAL IKHLAS Tidak dapat dikatan kecil perbuatan yang dilakukan dengan ikhlas ( sepiring
pamrih ). Tidak dapat dikatakan benar awal-awal yang dilakukan dengan tidak ikhlas,karena
belum ma’rifat. Orang yang menjalankan fana dan baqa baru syah disebut husyu dan ikhlas.
Firman Allah Ta’ala dalam Al qur’anul karim : yang artinya demikian : Sesungguhnya Allah
hanya menerima amal perbuatan yang sudah kembali. Yaitu amal yang dilakukan dengan
ikhlas,dan tepat sasarannya menurut ajaran Tuhannya. ABDULLAH IBNU MA’SUD r.a berkata
: Dua rakaat yang dilakukan oleh orang yang berilmu,dan mengerti /ikhlas,adalah lebih baik
daripada amal ibadah yang dilakukan oleh orang yang tidak mengerti, sepanjang umurnya atau
selama hidupnya ( tidak diterima amal ibadahnya ). Sekarang baiklah kita berkisar pada ilmu-
ilmu. Ilmu itu ada tiga unsur atau tiga martabat : 1. Ilmuyakin ialah : keyakinan yang didapat dari
pengertian teori belajar atau berguru. 2. Ainalyakin ialah : keyakinan yang didapat dari fakta
keyakinan yang lahir,setelah terungkap atau terbuka. 3. Hakkulyakin ialah : keyakinan yang
benar-benar langsung dari Tuhan dan tidak dapat diragukan lagi kebenarannya,yaitu ; keyakinan-
keyakinan yang mutlak.Demikianlah adanya. ZIKKRULLAH Apakah yang disebut dengan
ZIKKRULLAH itu ? Menurut pengertian umum memuji dan menuju dengan hati yang tulus
ikhlas. Tetapi tulus dan ikhlasnya itu berbeda dengan orang yang mengerti/ yang faham.Orang
yang faham ialah,seperti dalil berbunyi : LA YA’ZIKKRULLAH ILLALLAH,artinya : tida
menyebut Allah hanya Allah. Adapun yang mengatakan LA ILAHA ILLALLAH itu ialah :
RAHASIA ALLAH ZAHIR DAN BATHIN,ATAU BATHIN DAN ZAHIR. Kesimpulannya
ialah : tidak lagi kita ini yang mengatakan kalimat itu,melainkan SIRULLAH jua adanya.
Dengan demikian leburlah tubuh itu dan hati itu kepada Roh,dan Roh itu hancur pula menjadi
NUR,dan NUR itu lenyap pula kepada RAHASIA ALLAH TA’ALA. Jadi yang berzikir itu
adalah RAHASIA ALLAH jua. Disini letaknya nialai,dan nilai itu terletak dalam diri pribadi
masing-masing. Inilah yang disebut ISI daripada ZIKKRULLAH itu. Berzikirlah dengan
Zikkrullah,dan ingatlah dengan ingatnya Allah dan pandanglah dengan pandangannya Allah.Dan
berbuatlah dengan perbuatan Allah,dan tinggalkanlah apa-apa yang ditinggalkan oleh Allah.
Kerjakanlah apa yang dikerjakan Allah,dan tinggalkanlah apa yang ditolak Allah.
INILAH KATA-KATA PAHIT TAPI MANIS.
BEBERAPA KESIMPULAN
TIADA MENGENAL ALLAH,HANYA ALLAH TIADA MELIHAT ALLAH,HANYA
ALLAH TIADA MENYEMBAH ALLAH,HANYA ALLAH TIADA MENYEBUT
ALLAH,HANYA ALLAH TIADA YANG MAUJUD,HANYA ALLAH TIADA UJUD
BAGIKU,HANYA UJUD ALLAH TIDAK ADA DALAM DIRI,MELAINKAN ALLAH
TIADA UJUD BAGI KITA,HANYA UJUD ALLAH TIADA HIDUP KITA,HANYA
HAYATULLAH ZAT TIADA PERBUATAN KITA,HANYA FI’IL ALLAH TIADA NAMA
BAGI KITA,HANYA ASMA ALLAH TIADA PANDANGAN KITA,HANYA PANDANGAN
ALLAH TIADA PENGLIHATAN BAGI KITA,HANYA PENGLIHATAN ALLAH TIADA
PENGUCAP BAGI KITA,HANYA UCAPAN ALLAH TIADA PENCIUMAN BAGI
KITA,HANYA PENCIUMAN ALLAH TIADA RASA BAGI KITA,HANYA RAHASIA
ALLAH TIADA KUASA BAGI KITA,HANYA KUDRAT ALLAH TIADA HIDUP BAGI
KITA,HANYA KEHIDUPAN ALLAH TIADA BERKEHENDAK KITA,HANYA IRADAT
ALLAH TIADA TAHU KITA,HANYA ILMU ALLAH TIADA MENDENGAR
KITA,HANYA ALLAH TIADA MELIHAT KITA,HANYA ALLAH TIADA BERKATA-
KATA KITA,HANYA RAHASIA ALLAH TIADA UJUD BAGI KITA,HANYA UJUD
ALLAH TIADA LAGI KITA KITA INI,HANYA DALAM RAHASIA ALLAH
DEMIKIANLAH BEBERAPA RAHASIA DALAM MA’RIFAT KHALIK DAN MAHLUK .
BEBERAPA KESIMPULAN : Asal kata mahluk diambil dari kata-kata halq. Dan kata-kata halq
itu diambil dari kata khalik. Dan kata-kata khalik itu adalah khalik. Jadi asal dari khalik kembali
lagi kepada khalik. INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI ROJI’UN. DATANG DARI ALLAH
KEMBALI KEPADA ALLAH. Awalnya Allah,dan ahirnya Allah. Awalnya Tuhan,dan ahirnya
Tuhan. Awalnya tidak ada permulaannya,dan ahirnyapun tidak ada penghabisannya. Kalau
ma’rifat kita sudah ta’zmullah,yaitu : tilik seorang arif itu akan kebesaran dan
kemuliaan,keagungan sesuatu itu melainkan itu semata-mata kebesaran,kemuliaan,dan
keagungan Tuhan Allah aza wazallah jua adanya. Maka intisari daripada itu adalah : Segala
mahluk itu adalah khalik,dan khalik itu sebaliknya. Dalilnya : SYUHUDUL KASRAH FIL
WAHDAH dan SYUHUDUL WAHDAH FIL KASRAH,ahirnya SYUHUDUL WAHDAH FIL
WAHDAH. Demikianlah pandangan seorang arifibillah. Jadi kesimpulannya adalah : SEMUA
ITU ALLAH,dan ALLAH ITU SEMUANYA. Inilah yang disebut WAHDAH AL UJUD : atau
kesatuan UJUD. Demikianlah yang dapat hamba menyimpulkan bahwa : ALLAH ADALAH
HAKIKAT ALAM. RUKUN – AGAMA – ADA – EMPAT – PASAL Agama islam adalah
agama yang murni.Kemurniaan agama itu dibarengi oleh 4 rukun. Pertama : SARIAT, Kedua :
THARIKAT, Ketiga : HAKIKAT, Keempat : ialah MA’RIFAT. Tanpa yang empat macam ini
bukan dinamakanagama.Pokok yang empat ini ialah : MA’RIFAT. Dan MA’RIFAT ialah :
kumpulan daripada syariat,tharikat,hakikat.Itulah yang disebut MA’RIFAT. Syariat artinya :
kenyataan Tharikat artinya : jalan yang menuju/menyempurnakan syariat Hakikat artinya :
kebenaran yang sejati dan mutlak Jadi kumpulan ilmu pengetahuan tentang syariat dan
kesediaannya dengan tharikat,ahirnya akan bertemu dengan hakikat. Itulah yang disebut ma’rifat.
Maka nyatalah kepada kita bahwa ma’rifat itu adalah gabungan dari ilmu fiqih,usulludin dan
ilmu tasauf. Kumpulan dari mantik,keindahan dan cinta. Dengan demikian hanya empat pasal
inilah yang menyempurnakan agama Allah didalam dunia ini. Jadi tanpa yang empat ini,semua
amal ibadah,baik lahir maupun bathin akan membaa masuk neraka. Sebab dalam amal ibadah
pasti ada syariatnya, tharikatnya,hakikatnya dan ma’rifatnya. Seperti dalam rukun islam ada lima
perkara : 1. Dua kalimat syahadat 2. Mengerjakan sholat 3. Puasa pada bulan ramadhan 4.
Mengeluarkan zakat fitrah 5. Naik haji kalau mampu Jadi susunannya sebagai berikut dibawah
ini : 1. Syariat syahadat 2. Tharikat syahadat 3. Hakikat syahadat 4. Ma’rifat syahadat Inilah
susunan syahadat yang sebenarnya. Dan rukun islam yang kedua ialah : 1. Syariat sholat 2.
Tharikat sholat 3. Hakikat sholat 4. Ma’rifat sholat Inilah susunan rukun islam yang ketiga ialah :
1. Syariat puasa 2. Tharikat puasa 3. Hakikat puasa 4. Ma’rifat puasa Inilah susunan rukun islam
yang keempat ialah : 1. Syariat zakat 2. Tharikat zakat 3. Hakikat zakat 4. Ma’rifat zakat Inilah
susunan rukun islam yang kelima ialah : 1. Syariat haji 2. Tharikat haji 3. Hakikat haji 4.
Ma’rifat haji Baiklah kita uraikan satu persatunya ; Pertama Syahadat. Syariat syahadat itu ialah :
mengucap dengan lidah. Tharikat syahadat itu ialah : pada sholat sejatinya,sedang melakukan
tajli kepada Tuhan. Hakikat syahadat itu ialah : hidup/hayat yang sesungguhnya. Ma’rifat
syahadat itu ialah : agar supaya merasa dan melingkupi yang mencorong itu dengan zat dan sifat
Allah. Kedua Sholat. Syariat sholat ialah : saat-saat berdiri,ruku,sujud,dan lain-lain. Tharikat
sholat ialah : tetap saja dalam kita sedang sholat sejatinya ialah tajli mutlak. Hakikat sholat
ialah : telah jelas adanya,alif,lam awal,lam ahir,ha.Katakanlah Allah tak salah lagi. Ma’rifat
sholat ialah : harus sampai bertemu dengan Nur Muhammad itu. Inilah sholat sejatinya,sebelum
kita ini tahu dia sudah ada. Ketiga Puasa. Syariat puasa ialah : kita sudah maklum adanya.
Tharikat puasa ialah : menyatu dengan tajli. Hakikat puasa ialah : puasa yang bergelimang
dengan nafsu angkara murka,dan supaya kita berdiri dengan nafsu zat hak ta’ala. ( nafsu yang
diridhoi ). Ma;rifat puasa ialah : harus bertemu dngan bulan purnama sidi. Yaitu terang
benderangnya,Tuhan telah Bertazalli kepadanya. Keempat Zakat. Syariat zakat ialah : kita sudah
maklum adanya. Tharikat zakat ialah : harus berdirinya/fananya mahluk dari ingatannya,dan
harus tajli mutlak. Hakikat zakat ialah : jangan sampai kita lupa atau salah dalam akidah.
Ma’rifat zakat ialah : harus bisa atau harus sanggup merasakan hilangnya ujud seluruhnya lahir
dan Bathin dan menunggal dengan Tuhan ( dalam rahasia ). Kelima Haji. Syariat haji ialah : kita
sudah maklum adanya. Tharikat haji ialah : sedang kita sholat atau waktu kita ada dibaitullah
( rumah Tuhan ). Hakikat haji ialah : meleburkan dosa dengan jalan ma’rifat,mengenal Tuhan
Allah. Ma’rifat haji ialah : rohani dan jasmani telah menyatu dalam kesatuan yang utuh/mutlak.
Demikianlah yang dapat hamba sampaikan. Jadi rukun islam itu tadi tiap-tiap satu rukun
mempunyai empat pasal. Maka klau demikian,lima rukun itu menjadi lima kali empat adalah
duapuluh pasal. Inilah siempunya sifat dua puluh itu. Sebab dua puluh itu pasal ini
menghimpunkan segala sifat-sifat Allah didalam alam ini. Dan manakah sifat istimewah bagi
Tuhan ? Segala-galanya harus bagi Tuhan,tidak ada yang tertegah bagi Tuhan/tidak ada dinding-
dindingnya lagi. Hanya nafsumu sendiri yang tertegah,karena masih terdinding. Bagi Tuhan
tidak ada lagi wajib,yang ajib hanya bagimu dan bagi orang yang belum faham dan belum
mengerti. Jadi siapa yang faham,itulah yang beroleh petunjuk dari Tuhan Allah. Kesimpulan
rukun agama itu tadi ialah ESA SEGALANYA dan tidak ada lagi DUANYA.
RUKUN – IMAN
Perihal rukun iman itu ialah :
1. AMANTUBILLAH 2. WAL MALAIKATIHI 3. WA KUTUBIHI 4. WA RASULIHI 5. WAL
YAUMIL ACHIRI 6. WA QADRI AKHIRI, WAARIHI MINALLAHI TA’ALA Artinya ialah :
Aku percaya adanya Tuhan Allah Ta’ala s.w.t. Apakah cukup dngan keyakinan begitu saja ?
Apakah adanya yang ada itu berada di arsyi atau dilangit sebelah,ataukah berada dalam sorga ?
Kepercayaan yang seperti itu adalah kepercayaan orang taklid buta. Karena orang kebanyakan
mereka raba sendiri-sendiri.
Sedang dalil ada mengatakan : WANNAHU AKROBU ILAIHI MINHABLIL WARID.
Artinya : dekat urat lehermu dengan daging.Maka dekat lagi Tuhan itu. Jadi makna rukun iman
yang pertama tadi harus begini dan tidak bisa dicari dengan dalil yang lain.
Jadi AMANTUBILLAH ini harus diartikan dengan : Sesungguhnya percaya bahwa kehidupan
sendiri,kehidupan wujud ini,selama hidup ini adalah tanda adanya Tuhan Allah s.w.t. Jadi
jelasnya kepada kita bahwa dunia ini pasti didalam ruang lingkup hidupnya Tuhan. Sedangkan
sifat hidup ini adalah zat Tuhan Allah.
1. AMANTUBILLAH,artinya : aku percaya adanya Tuhan.
2. WAL MALAIKATIHI,artinya : percaya kepada malaikatnya.
3. WA KUTUBIHI,artinya : percaya kepada kitab-kitabnya.
4. WA RASULIHI,artinya : percaya kepada rasul-rasulnya.
5. WAL YAUMIL AKHIRI,artinya : percaya kepada hari ahir.
6. WAL QADRI AHIRI,artinya : percaya kepada untung baik dan untung jahat daripada Allah
Ta’ala. Sekarang baiklah kita uraikan satu persatunya :
AMANTUBILLAHI,artinya : Percaya kepada adanya Tuhan. Belumlah benar kalau belum
dihalalkan,artinya kalau belum kembali kapada roh lagi dan perasaan.Dalil sudah jelas
mengatakan bahwa Tuhan lebih dekat kepadamu,daripada urat lehermu sendiri. Jadi kita tak usah
repot menari Tuhan. Tuhan ada pada kamu dimana saja kamu berada. Kesimpulannya ialah :
pandangan dan tatapanmu itulah tanda adanya Tuhan/yang ada.
LAMAUJUDA BI HAQQIN ILALLAH. Artinya,tidak ada yang maujud didalam alam
ini,kecuali Allah Ta’ala. WAL MALAIKATIHI,artinya : Percaya kepada malaikat-Nya. Pertama
kita yakin bahwa malaikat itu ada. Cobalah tekadkan dan telanjangi sekujur badan kita,agar
supaya cepat beriman kepada Tuhan Allah s.w.t. Supaya jadi iman kepada Tuhan yang maha
Agung/maha kuasa. Tatkala sedang menghadapi sakaratul maut nanti. Dalil apakah yang bisa
menolong untuk nmenyempurnakan nyawa ? Bukankah kita sudah tahu bahwa malaikat itu
utusan Allah. Jelaslah sudah dengan usiknya utusan,tentu hiduplah yang memerintahkan,biarpun
sehelai bulu usiknya,begitu pula bertambah panjangnya bulu itu, juga semua itu malaikat.
Malaikat itu bukan jirim bukan jisim. Tentunya terasa oleh kita bahwa sedang tidur itupun,juga
bulu memanjang akan tetap berlaku.Nah begitulah kenyataannya malaikat pada diri kita ini,tidak
akan hilanhg dengan badan kita ini.Siang dan malam terus bekerja tiada hentinya. Jadi usiknya
dalam melihat,mendengar,mencium,dn dalam bicara.Mandornya ialah,
JIBRIL,MIKAIL,ISROFIL, DAN IZROIL. WA KUTUBIHI,artinya : Percaya kepada kitab
kitab-Nya. Jadi yang benar-benar percaya kepada kitabnya itu seperti Al-qur’an,harus dirangkap
dengan wujud kita ini.Jdi begini,kalau kita belum mengetahuinya,kita harus percaya kepadaa
takdir yang sudah tertulis kepada diri kita sendiri.Kita harus yakin dngan adanya takdir Tuhan
itu.Tulisn wujud kita ini yang sesungguhnya,kalau kita sudah ainal yakin dan hakkul yakin,kita
bisa sabar dalam menghadapi apapun juga. Karena pohon ilmu itu adalah sabar dan
ridho.Tentunya sudah tertulis dilikhmakhfudh. Jadi iman kepada kitab-kitabnya itu
umum.Persoalan diluar alkitab,manusia tidak ada yang tahu,terkeuali Allah. Memang ada
persoalan diluar kitab,tetapi amat sulit mencapainya.Itulah yang disebut MAKHSYAF,yang tiada
huruf,tiada suara,dan tiada kata-kata.Ini adalah RAHASIA yang amat dalam dan amat
dahsyat,dan tidak seorangpun yang mendapatkannya,keuali Tuhan sendiri. Kehendak Tuhan idak
ada yang menghalanginya. Dia sanggup merubah yang tak dapat dirubah oleh mahluk. Sedang
perubahan yang ada padaa mahluk ini adalah perubahan pada sangkamu saja. Tuhan kuasa
menghidupkan yang mati, dan mematikan yang hidup. Fahamkanlah wahai sekalian tholib. WA
RASULIHI,artinya : Percaya kepada rasul-rasulnya. Memang kita percaya kepada nabi-nabi dan
rasul-rasul,itupun tak ada salahnya,memang dlam bentuk nyaa,memang demikian.Tetapi karena
sudah pada wafat semua,sudah lestari,maka tinggal percaya itu berbalik kepada
wujud.Yaitu,kepada hakikat badan yang jadi utusan hidup kita pribadi,beginilah tekad kita
sesungguhnya percaya kapada rasa wjud kita.Seperti,melihat,mendengar,mengucap dan
mencium. Coba saja kita rasakan,bagaimana kita tidak peraya kepada ujud kita kita ini ? Kalau
kita menciipi garam,sudah tentu kita merasa asin,tidak mungkin yang lainnya.Demikian pula
dengan yang lainnya,seperti : pendengaran,tidak mungkin salah lagi.Juga seperti
panglihatan,penium dan pengucap.Semuanya dapat kita fahami dengan perasaan kita. Disinilah
orang banyak tidak faham arti rasul yang sesungguhnya.Padahal rasul atau utusan itu ada pada
kita jua.Makanya kita kalau mengatakan dua kalimat syahadat itu,harus tahu rahasianya. Kalau
Tuhan mengatakan Aku naik saksi,tiada Tuhan melainkan Aku,dan Muhammad
ituutusanKu.Maka kitapun demikian pula adanya,kalau lain daripada itu,maka tersalahlah
ma’rifat kita.Orang kebanyakan salah memahami tentang arti rasul yang sebenarnya,mereka
mengira rasul itu hanya ada pada nabi-nabi, seperti nabi Muhammad. Jadi yang dimaksud dalam
pengertian Muhammad itu utusanku,yaitu Muhammad dalam arti rahasia ma’rifat.Karena setiap
insan kamil itu mempunyai utusan(rasul) pribadi. Disinilah letaknya nilai dan barang yang
bernilai itu letaknya dalam pribadi masing-masing. Inilah arti percaya kepada rasul-rasul yang
hak. WAL YAUMIL ACHIRI,artinya : Percaya kepada hari akhir yaitu hari kiamat ( pembalasan
). Kiamat besar hanya kita yakini dan kiamat kecil dapat kita rasakan masing-masing. Pertama
kiamat diri,yaitu hancur leburnya kedalam Nur Muhammad,dan hingga sirna dan tuntas sampai
tiada merasa lagi memiliki wujud lahir dan bathin.Dan akhirnya menunggal dengan kemaha
agungan Tuhan ( menunggal dalam rahasia ). Dan kiamat diri yang kedua ialah : dikala sakaratul
maut telah tiba.Inilah yang disebut kiamat sugro,sedangkan kiamat kubro adalah kiamat yang
sebenarnya. Inilah pengertian walyaumil akhiri itu tadi. Yang terakhir sekali ialah : WAQODRI
AKHIRI, artinya : percaya kepada untung baik dan untung jahat datang daripada Allah jua.
Maksunya segala perbuatan yang berlaku didalam ala mini adalah perbuatan Allah Ta’ala. Allah
yang menjadikan kamu dan barang perbuatan kamu. Dan yakinlah kita bahwa kita ini tidak
mempunyai daya dan upaya, kecuali dengan kudrat dan iradat Allah Ta’ala jua adanya. Maka
dengan adanya rukun iman ini yang ke-enam ini, tentunya kita menjadi sadar akan diri kita ini.
Kesadaran itu timbul karena ma’rifat dan ma’rifat itu timbul karena terbuka hijab (dinding).
Orang Ahli hakekat yang telah lupa kepada makhluk, karena langsung melihat Allah raja yang
Hak. Mereka lupa dengan sebab musabab, karena teringat kepada yang menentukan dan yang
menjadikannya. Orang ini sebagai hamba yang menghadapi hakikat yang nyata baginya terang
cahayanya dan sedang berjalan pada jalannya. Telah sampai pada puncaknya, hanya ia sedang
tenggelam dalam alam cahaya : sehingga tidak kelihatan bekas-bekas mahluknya lagi. Dan lebih
banyak lupanya terhadap alam, daripada ingatnya kepada makhluk. Dan bertemunya daripada
renggangnya, dan lenyapnya atau leburlah dirinya dari tetapnya perasaannya, dan lupanya
terhadap mahkluk daripada ingatnya pada mereka. Demikianlah seorang ahli hakikat : yang telah
fana zahirnya dan fana bathinnya kepada yang Hak. Dan siapa yang telah fana dengan Allah
maka pasti ia lupa atau goib dari segala sesuatu. Orang ini pandangannya Allah semata. Siapa
dalam tauhidnya itu seolah-olah sebagai hasil kepintarannya sendiri,maka tauhidnya itu tidak
dapat menyelamatkan dirinya dari Api neraka.

BERTEMUNYA MANUSIA KEPADA TUHAN


Bertemunya manusia kepada Tuhan dan sampainya kepadanya, itulah puncak harapan, dan
dengan itulah dia mencapai kebahagiaan dan kerajaan besar ; bahwa dengan itulah dia akan lupa
dan terhibur dari sesuatu selain Allah Ta’ala. Hilangkan pandangan makhluk kepadamu, karena
pua dengan englihatan Allah kepadamu. Dan lupakan perhatian/menghadapnya mahluk
kepadamu. Nikmat itu meskipun beraneka ragam bentuknya ; hanya disebabkan karena melihat
Allah dan dekatnya kepada Allah. Demikian pula siksa itu walau bagaimana pun aneka
ragamnya,karena terhijab, dan sempurna nikmat itu, karena melihat kepada ZAT Tuhan yang
maha mulia. Maha suci Allah yang sengaja tidak member tanda kepada walinya kecuali sekedar
untuk mengenal kepadaNya. Sebagaimana tidak menyampaikan dengan mereka, kecuali kepada
orang yang hendak disampaikannya untuk mengenal Allah ; itulah HIKMAH YANG MAHA
TINGGI. Sejatinya SYECH SITI JENAR (menurut : M. SYAHIDI) SYEKH SITI JENAR lahir
di Persia Iran bernama SAYYID HASAN ALI AL HUSAINI, setelah dewasa dijuluki SYEKH
ABDUL JALIL, ketika berdakwah di caruban – tenggara Cirebon bergelar SYECH SITI
JENAR/SYECH LEMAH ABANG/SYECH BRIK NASAB SYECH SITI JENAR SYECH SITI
JENAR/SAYYID HASAN ALI AL HUSAINI 1. BIN SAYYID SHALIH 2. BIN SAYYID ISA
AL ALAWY 3. BIN SAYYID AHMAD SYAH JALALUDIN 4. BIN SAYYID ABDULLAH
KHAN 5. BIN SAYYID ABDUL MALIK ASMAD KHAN 6. BIN SAYYID ALWI AMIL
FAQIH 7. BIN SAYYID MUHAMMAD SOHIB MIRBAD 8. BIN SAYYID ALI HALI
HASAN 9. BIN SAYYID ALWI SOHIB BAITI JUBAER 10. BIN SAYYID MUHAMMAD
MAULA AS SAUMAH 11. BIN SAYYID ALWI AL-MUTTAQIR 12. BIN SAYYID
UBAIRILLAH 13. BIN SAYYID AHMAD AL-MUHAJIR 14. BIN SAYYID ISA ANNAQIB
15. BIN SAYYID ALI AL –URAIDI 16. BIN SAYYID IMAM JAKFAR SHODIQ 17. BIN
SAYYID IMAM MUHAMMAD AL-BAQIR 18. BIN SAYYID ALI ZAINAL ABIDIN 19.
BIN SAYYID IMAM HUSAINI ASSYAHID 20. BIN SAYYIDA FATIMA AZZAHRO 21.
BINTI NABI MUHAMMAD S.A.W Menurut tilik fikir dan hati saya; Ajaran tauhid syech siti
jenar mengalami beberapa ujian:
1. Syi’ar agama islam oleh WALI SANGA yang menghendaki tahapan – tahapan
2. Kekhawatiran Situasi politik kekuasan kerajaan(Raja Demak - TRENGGONO (yang pada saat
itu wali sanga adalah sebagai penasehat kerajaan) yang tidak menghendaki tersaingi oleh ajaran
syech siti jenar yang Semakin meluas,
3. Adanya pihak pihak yang ambil keuntungan dalam situasi tersebut, bahkan
memilintir/membelok belokkan ajaran syech siti jenar
4. Adanya kolonial DE VIDE IMPERA
5. Pemahaman masyarakat di masa itu masih sangat awam, yang pada umumnya; sangat lebih
mementingkan kepentingan duniawi belaka.
6. Beserta lain sejenisnya……….

TENTANG ALLAH, TAUHID DAN MANUNGGALING KAWULA GUSTI


SATU “Allah itu adalah keadaanku, kenapa kawan-kawan pada memakai penghalang?
Sesungguhnya aku inilah haq Allah pun tiada wujud dua, nanti Allah sekarang Allah, tetap
dzahir batin Allah, kenapa kawan-kawan masih memakai pelindung?” (Babad Tanah Sunda,
Sulaeman Sulendraningrat, 1982, bagian XLIII). Ucapan spiritual Syekh Siti Jenar tersebut
diucapkan pada saat para wali menghendaki diskusi yang membahas masalah Micara Ilmu tanpa
Tedeng Aling-aling. Diskusi para wali diadakan setelah Dewan Walisanga mendengar bahwa
Syekh Siti Jenar mulai mengajarkan ilmu ma’rifat dan hakikat. Sementara dalam tugas resmi
yang diberikan oleh Dewan Walisanga hanya diberi kewenangan mengajarkan syahadat dan
tauhid. Sementara menurut Syekh Siti Jenar justru inti paling mendasar tentang tauhid adalah
manunggal, di mana seluruh ciptaan pasti akan kembali menyatu dengan yang menciptakan.
Pada saat itu, Sunan Gunung Jati mengemukakan, “Adapun Allah itu adalah yang berwujud
haq”; Sunan Giri berpendapat, “Allah itu adalah jauhnya tanpa batas, dekatnya tanpa rabaan.”;
Sunan Bonang berkata, “Allah itu tidak berwarna, tidak berupa, tidak berarah, tidak bertempat,
tidak berbahasa, tidak bersuara, wajib adanya, mustahil tidak adanya.”; Sunan Kalijaga
menyatakan, “Allah itu adalah seumpama memainkan wayang.”; Syekh Maghribi berkata,
“Allah itu meliputi segala sesuatu.”; Syekh Majagung menyatakan, “Allah itu bukan disana atau
disitu, tetapi ini.”; Syekh Bentong menyuarakan, “Allah itu itu bukan disana sini, ya inilah.”;
Setelah ungkapan Syekh Bentong inilah, tiba giliran Syekh Siti Jenar dan mengungkapkan
konsep dasar teologinya di atas. Hanya saja ungkapan Syekh Siti Jenar tersebut ditanggapi
dengan keras oleh Sunan Kudus, yang salah menangkap makna ungkapan mistik tersebut,
“Jangan suka terlanjur bahasa menurut pendapat hamba adapun Allah itu tidak bersekutu dengan
sesama.” Mulai persidangan itulah hubungan Syekh Siti Jenar dengan para wali memanas, sebab
Syekh Siti Jenar tetap teguh pada pendirian tauhid sejatinya. Sementara para Dewan Wali
mengikuti madzhab resmi yang digariskan oleh kerajaan Demak, Sunni-Syafi’i. Sampai masa
persidangan penentuannya, Syekh Siti Jenar tetap menyuarakan dengan lantang teologi
manunggalnya bahwa, “Utawi Allah iku nyataning sun kang sampurna kang tetep ing dalem
dhohir batin,” (bahwa Allah itu nyatanya aku yang sempurna yang tetap di dalam dzahir dan
batin) . Riwayat yang agak sama juga tercantum dalam Babad Cerbon, terbitan Brandes (1911)
pada Pupuh 23, Kinanti bait 1-8.

DUA “Jika ada seorang manusia yang percaya kepada kesatuan lain selain dari Tuhan yang
Mahakuasa, ia akan kecewa karena ia tidak akan memperoleh apa yang ia inginkan.” (S.
Soebardi, The Book of ebolek, hlm. 103). Menurut beberapa sumber, di antaranya Soebardi
(1975), beberapa saat setelah Syekh Siti Jenar wafat, para wali mendengar suara yang berasal
dari roh Syekh Siti Jenar yang berupa ungkapan mistik tersebut. Ungkapan mistik itu merupakan
ungkapan terakhir dari sang sufi sebagai bukti bahwa sampai sesudah wafatnya, dia memperoleh
apa yang diinginkannya, dan menjadi bukti kebenaran ajarannya, yakni kehidupan sejati dalam
kesatuan; manunggaling kawula-Gusti.

TIGA “… tidak usah kebanyakan teori semu, sesungguhnya ingsun inilah Allah. Nyata Ingsun
Yang Sejati, bergelar Prabu Satmata, yang tidak ada lain kesejatiannya, yang disebut sebangsa
Allah…” (R. Tanoyo: Walisanga, hlm. 124) Maksud bebas ungkapan tersebut adalah “tidak usah
kebanyakan bicara tentang teori ketuhanan, sesungguhnya ingsun (aku sejati) inilah Allah. Yaitu
Ingsun (Kedirian) Yang Sejati, juga bergelar Prabu Satmata (Tuhan Yang Maha Melihat,
mengetahui segala-galanya), dan tidak boleh ada yang lain yang penyebutannya mengarah
kepada Allah sebagai Tuhan”.

EMPAT “Mungguh sajatine ananing zdat kang sanyata iku muhung ana anteping tekat kita,
tandhane ora ana apa-apa, ananging kudu dadi sabarang sedya kita kang satuhu” [Sebenarnya,
keberadaan dzat yang nyata itu hanya berada pada mantapnya tekad kita, tandanya tidak ada apa-
apa, akan tetapi harus menjadi segala niat kita yang sungguh-sungguh]. (Serat Candhakipun
Riwayat Jati, hlm. 1). Menurut Syekh Siti Jenar, keberadaan dzat hanya ada beserta kemantapan
hati dalam merengkuh Tuhan. Dalam diri tidak ada apa-apa kecuali menjadikan menunggal
sebagai niat dan yang mewarnai segala hal yang berhubungan dengan asma, sifat dan af’al
Pribadi. Inilah di antara maksud utama ungkapan di atas. Jadi pemahaman atas ungkapan itu
harus tetap berada dalam lingkup kemanunggalan. Kemanunggalan tidak akan berhasil jika
hanya mengandalkan perangkat syari’at dan tarekat. Apalagi sekedar syari’at lahiriyah
(nominal). Kemanunggalan akan berhasil seiring dengan tekad hati dan keseluruhan Pribadi
dalam merengkuh Allah, sebagaimana roh Allah pada awalnya ditiupkan atas setiap pribadi
manusia.

LIMA “…marilah kita berbicara dengan terus terang. Aku ini Allah. Akulah yang sebenarnya
disebut Prabu Satmata, tidak ada lain yang bernama Allah…saya menyampaikan ilmu tertinggi
yang membahas ketunggalan. Ini bukan badan, selamanya bukan, karena badan tidak ada. Yang
kita bicarakan ialah ilmu sejati dan untuk semua orang kita membuka tabir [artinya membuka
rahasia yang paling tersembunyi.]” (Serat Siti Jenar Asmarandana, hlm. 15, bait 20-22).

ENAM “Tidak usah banyak tingkah, saya inilah Tuhan, Ya, betul-betul saya ini adalah Tuhan
yang sebenarnya, bergelar Prabu Satmata, ketahuilah bahwa tidak ada bangsa Tuhan yang lain
selain saya. …. Saya ini mengajarkan ilmu untuk betul-betul dapat merasakan adanya
kemanunggalan. Sedangkan bangkai itu selamanya kan tidak ada. Adapun yang dibicarakan
sekarang ini adalah ilmu yang sejati yang dapat membuka tabir kehidupan. Dan lagi, semuanya
sama. Sudah tidak ada tanda secara samar-samar, bahwa benar-benar tidak ada perbedaan lagi.
Jika ada perbedaan yang bagaimanapun, saya akan tetap mempertahankan tegaknya ilmu
tersebut.” (Boekoe Siti Djenar, Tan Khoen Swie, hlm. 18-20).

TUJUH “Jika Anda menanyakan dimana rumah Tuhan, jawabnya tidaklah sulit. Allah berada
pada dzat yang tempatnya tidak jauh, yaitu bersemayam di dalam tubuh. Tetapi hanya orang
yang terpilih yang bisa melihatnya, yaitu orang yang suci.” (Suluk Wali Sanga, R. Tanaja, hlm.
42-46). Ungkapan no. 5, 6, dan 7. Dinyatakan dalam sidang para wali yang dipimpin oleh Sunan
Giri bertempat di Giri Kedaton. Penjelasan Syekh Siti Jenar bahwa dirinya bukan badan
menanggapi pernyataan Maulana Maghribi yang bertanya, “Tetapi yang kau tunjukkan itu hanya
badan.” Syekh Siti Jenar menyampaikan ajaran “ingsun” yang dikemukakan secara radikal, yang
mengajarkan kesamaan tuntas antara san pembicara dengan Allah. Ini sebagai efek dari berbagai
pengalaman spiritualnya yang demikian tinggi, sehingga Manunggaling Kawula-Gusti juga
meniscayakan adanya manunggalnya kalam (pembicaraan, sabda, firman). Adapun gelar Prabu
Satmata memilki makna sama dengan Hyang Manon atau Yang Maha Tahu. Gelar tersebut juga
diberikan kepada para Walisanga kepada Sunan Giri. Nampak bahwa Syekh Siti Jenar memiliki
pendirian tegas, bahwa ilmu spiritual harus diajarkan kepada semua orang. Karena justru dengan
membuka tabir itulah, orang akan mengetahui hakikat kehidupan dan rahasia hidupnya.

DELAPAN “Syekh Lemah Abang namaku, Rasulullah ya aku, Muhammad ya aku, Asma Allah
itu sesungguhnya diriku; ya Akulah yang menjadi Allah ta’ala.” (Wawacan Sunan Gunung Jati
terbitan Emon Suryaatmana dan T.D. Sudjana, Pupuh 38 Sinom, bait 13). Ungkapan mistik
Syekh Siti Jenar tersebut menunjukkan, bahwa dalam teologi manunggaling kawula-Gusti, tidak
hanya terjadi proses kefanaan antara hamba dan pencipta sebagaimana apa yang dialami oleh
Bayazid al-Bustami dan Manshur al-Hallaj. Dalam kasus pengalaman mistik Syekh Siti Jenar,
antara syahadat Rasul dan syahadat Tauhid ikut larut dalam kefanaan. Sehingga dalam
pengalaman mistik manunggal ini, terjadi kemanunggalan diri, Rasul dan Tuhan. Suatu titik
puncak pengalaman spiritual, yang sudah dialami oleh para ulama sufi sejak abad ke-9, yakni
sejak fana’nya Bayazid al-Busthami, Junaid al-Baghdadi, “ana al-Haqq”-nya Manshur al-Hallaj,
juga ‘Aynul Quddat al-Hamadani, dan Syaikh al-Isyraq Syuhrawardi al-Maqtul, dan akhirnya
menemukan titik kulminasinya pada teologi Manunggaling Kawula-Gusti Syekh Siti Jenar.

SEMBILAN “Sesungguhnyalah, Lapal Allah yaitu kesaksian akan Allah, yang tanpa rupa dan
tiada tampak, membingungkan orang, karena diragukan kebenarannya. Dia tidak mengetahui
akan diri pribadinya yang sejati, sehingga ia menjadi bingung. Sesungguhnya nama Allah itu
untuk menyebut wakil-Nya, diucapkan untuk menyatakan yang dipuja dan menyatakan suatu
janji. Nama itu ditumbuhkan menjadi kalimat yang diucapkan: “Muhammad Rasulullah”.
Padahal sifat kafir berwatak jisim, yang akan membusuk, hancur lebur bercampur tanah.” “Lain
jika kita sejiwa dengan Zat Yang Maha Luhur. Ia gagah berani, naha sakti dalam syarak,
menjelajahi alam semesta. Dia itu Pangeran saya, yang menguasai dan memerintah saya, yang
bersifat wahdaniyah, artinya menyatukan diri dengan ciptaan-Nya. Ia dapat abadi mengembara
melebihi peluru atau anak sumpitan, bukan budi bukan nyawa, bukan hidup tanpa asal dari
manapun, bukan pula kehendak tanpa tujuan.” “Dia itu yang bersatu padu menjadi wujud saya.
Tiada susah payah, kodrat dan kehendak-Nya, pergi ke mana saja tiada haus, tiada lelah tanpa
penderitaan dan tiada lapar. Kekuasan-Nya dan kemampuan-Nya tiada kenal rintangan, sehingga
pikiran keras dari keinginan luluh tiada berdaya. Maka timbullah dari jiwa raga saya kearif-
bijaksanaan tanpa saya ketahui keluar dan masuk-Nya, tahu-tahu saya menjumpai Ia sudah ada
disana”. (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sastrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 45-48). Pernyataan di
atas adalah tafsir sederhana dari sasahidan yang menjadi intisari ajaran Syekh Siti Jenar, dan
landasan mistik teologi kemanunggalan. Kalimah syahadat yang hanya diucapkan dengan lisan
dan hanya dihiasi dengan perangkat kerja fisik (pelaksanaan fiqih Islam dengan tanpa aplikasi
spiritual), hakikatnya adalah kebohongan. Pelaksanaan aspek fisik keagamaan yang tidak disertai
dengan implikasi kemanunggalan roh, sebenarnya jiwa orang itu mencuri, yakni mencuri dari
perhatiannya kepada aspek Allah dalam diri. Itulah sebenar-benarnya munafik dalam tinjauan
batin, dan fasik dalam kacamata lahir. Sebab manusia sebagai khalifah-Nya adalah cermin
Ilahiyah yang harus menampak kepada seluruh alam. Sebagai alatnya adalah kemanunggalan
wujudiyah sebagaimana terdapat dalam Sasahidan. Terdapat kesatupaduan antara Allah, Rasul
dan manusia. Masing-masing bukanlah sesuatu yang saling asing mengasingkan. Kesejatian
Hidup dan Kehidupan.

SEPULUH “Rahasia kesadaran kesejatian kehidupan, ya ingsun ini kesejatian hidup, engkau
sejatinnya Allah, ya ingsun sejatinya Allah; yakni wujud (yang berbentuk) itu sejatinya Allah, sir
(rahsa=rahasia) itu Rasulullah, lisan (pangucap) itu Allah, jasad Allah badan putih tanpa darah,
sir Allah, rasa Allah, rahasia kesejatian Allah, ya ingsun (aku) ini sejatinya Allah.” (Wejangan
Walisanga: hlm. 5). Subtansi dari ungkapan spiritual tersebut adalah bahwa kesejatian hidup,
rahasia kehidupan hanya ada pada pengalaman kemanunggalan antara kawula-Gusti. Dan dalam
tataran atau ukuran orang ‘awam hal itu bisa diraih dengan memperhatikan uraian dan wejangan
Syekh Siti Jenar tentang “Shalat Tarek Limang Waktu”.

SEBELAS “Adanya kehidupan itu karena pribadi, demikian pula keinginan hidup itupun
ditetapkan oleh diri sendiri. Tidak mengenal roh, yang melestarikan kehidupan, tiada turut
merasakan sakit ataupun lelah. Suka dukapun musnah karena tiada diinginkan oleh hidup.
Dengan demikian hidupnya kehidupan itu, berdiri sendiri sekehendak.” (Serat Syaikh Siti Jenar
Ki Sasrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 32). Pernyataan tersebut menunjukkan adanya
kebebasan manusia dalam menentukan jalan hidup. Manusia merdeka adalah manusia yang
terbebas dari belenggu kultural maupun belenggu struktural. Dalam hidup ini, tidak boleh ada
sikap saling menguasai antar manusia, bahkan antara manusia dengan Tuhanpun hakikatnya
tidak ada yang menguasai dan yang dikuasai. Ini jika melihat intisari ajaran manunggalnya
Syekh Siti Jenar. Sebab dalam manusia ada roh Tuhan yang menjamin adanya kekuasaan atas
pribadinya dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Dan allah itulah satu-satunya Wujud. Yang
lain hanya sekedar mewujud. Cahaya hanya satu, selain itu hanya memancarkan cahaya saja,
atau pantulannya saja. Subtansi pernyataan Syekh Siti Jenar tersebut adalah Qs.
Al-Baqarah/2;115, “Timur dan Barat kepunyaan Allah. Maka ke mana saja kamu menghadap di
situlah Wajah Allah. ” Wujud itu dalam Pribadi, dan di dunia atau alam kematian ini,
memerlukan wadah bagi pribadi untuk mengejawantah, menguji diri sejauh mana
kemampuannya mengelola keinginan wadag, sementara Pribadinya tetap suci. Tuhan dan
Kemanusiaan

DUA BELAS “Zat wajibul maulana adalah yang menjadi pemimpin budi yang menuju ke semua
kebaikan. Citra manusia hanya ada dalam keinginan yang tunggal. Satu keinginan saja belum
tentu dapat melaksanakan dengan tepat, apa lagi dua. Nah, cobalah untuk memisahkan zat
wab/jibul maulana dengan budi, agar supaya manusia dapat menerima keinginan yang lain”.
(Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 44). Manusia yang mendua
adalah manusia yang tidak sampai kepada derajat kemanunggalan. Sementara manusia yang
manunggal adalah pemilik jiwa yang iradah dan kodratnya telah pula menyatu dengan Ilahi.
Sehingga akibat terpecahnya jiwa dengan roh Ilahi, maka kehidupannya dikuasai oleh keinginan
yang lain, yang dalam al-Qur’an disebut sebagai hawa nafsu. Maka agar tidak terjadi split
personality, dan tidak mengakibatkan kerusakan dalam tatanan kehidupan, harus ada keterpaduan
antara Zat Wajibul Maulana dengan budi manusia. Dan sang Zat Wajibul Maulana ini berada di
dalam kedirian manusia, bukan di luarnya.

TIGA BELAS “Hyang Widi, kalau dikatakan dalam bahasa di dunia ini, baka bersifat abadi,
tanpa antara, tiada erat dengan sakit ataupun rasa tidak enak. Ia berada baik di sana, maupun di
sini, bukan itu bukan ini. Oleh tingkah yang banyak dilakukan dan yang tidak wajar, menuruti
raga, adalah sesuatu yang baru. Segala sesuatu yang berwujud, yang tersebar di dunia ini,
bertentangan dengan sifat seluruh yang diciptakan, sebab isi bumi itu angkasa yang hampa.”
(Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 30). Tuhan adalah yang maha
meliputi. Keberadaannya, tidak dibatasi oleh lingkup ruang dan waktu, keghaiban atau
kematerian. Hakikat keberadaan segala sesuatu adalah keberadaan-Nya. Oleh karenanya
keberadaan segala sesuatu di hadapan-Nya sama dengan ketidakberadaan segala sesuatu,
termasuk kedirian manusia. Maka sikap yang selalu menuruti raga disebut sebagai “sesuatu yang
baru” dalam arti tidak mengikuti iradah-Nya. Raga seharusnya tunduk kepada jiwa yang
dinaungi roh Ilahi. Sebab raga hanyalah sebagai tempat wadag bagi keberadaan roh itu. Jangan
terjebak hanya menghiasi wadahnya, namun seharusnya yang mendapat prioritas untuk dipenuhi
perhiasan dan dicukupi kebutuhannya adalah isi dari wadah.

EMPAT BELAS “Gagasan adanya badan halus itu mematikan kehendak manusia. Dimanakah
adanya Hyang Sukma, kecuali hanya diri pribadi. Kelilingilah cakrawala dunia,
membumbunglah ke langit yang tinggi, selamilah dalam bumi sampai lapisan ke tujuh, tiada
ditemukan wujud yang Mulia.” “Ke mana saja sunyi senyap adanya; ke utara, selatan, barat,
timur dan tengah, yang ada di sana-sana hanya di sini adanya. Yang ada di sini bukan wujud
saya. Yang ada didalamku adalah hampa yang sunyi. Isi dalam daging tubuh adalah isi perut
yang kotor. Maka bukan jantung bukan otak yang pisah dari tubuh, laju pesat bagaikan anak
panah lepas dari busur, menjelajah Mekah dan Madinah.” “Saya ini bukan budi, bukan angan-
angan hati, bukan pikiran yang sadar, bukan niat, bukan udara, bukan angin, bukan panas dan
bukan kekosongan atau kehampaan. Wujud saya ini jasad, yang akhirnya menjadi jenazah, busuk
bercampur tanah dan debu. Napas saya mengelilingi dunia, tanah, api, air dan udara kembali ke
tempat asalnya atau aslinya, sebab semuanya barang baru, bukan asli.” “Maka saya ini Zat yang
sejiwa, menyukma dalam Hyang Widi. Pangeran saya bersifat jalal dan jamal, artinya
Mahamulia dan Mahaindah. Ia tidak mau shalat atas kehendak sendiri, tidak pula mau
memerintahkan untuk shalat kepada siapapun. Adapun orang shalat, itu budi yang menyuruh,
budi yang laknat dan mencelakakan, tidak dapat dipercaya dan diturut, karena perintahnya
berubah-ubah. Perkataannya tidak dapat dipegang, tidak jujur, jika diturut tidak jadi dan selalu
mengajak mencuri.” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 33-36).
Menurut Syekh Siti Jenar, Allah bukanlah sesuatu yang asing bagi diri manusia. Allah juga
bukan yang ghaib dari manusia. Walaupun Ia penyandang asma al-Ghayb, namun itu hanya dari
sudut materi atau raga manusia. Secara rohiyah, Allah adalah ke-Diri-an manusia itu. Dalam diri
manusia terdapat roh al-idhafi yang membimbing manusia untuk mengenal dan
menghampirinya. Sebagai sarananya, dalam otak kecil manusia, Allah menaruh God-spot (titik
Tuhan) sebagai filter bagi kerja otak, agar tidak terjebak hanya berpikir materialistik dan
matematis. Inilah titik spiritual yang akan menghubungkan jiwa dan raga melalui roh al-idhafi.
Dari sistem kerja itulah kemudian terjalin kemanunggalan abadi. Maka kalau ada anggapan
bahwa Allah itu ghaib bagi manusia, sesuatu yang jauh dari manusia, pandangan itu keliru dan
sesat. Sekali lagi apa yang terurai di atas, adalah suatu kedaaan dan kesadaran yang sudah tidak
ada tingkatan lagi. Jika masih ada terdapat tingkatan maka sebaiknya disempurnakan lagi.
Karena tingkatan itu telah dilebur menjadi satu dengan nama keyakinan, sehingga tidak ada
perbedaan atau tingkatan. Semuanya berpulang kepada Allah, Tuhan sekalian Alam, apa kata
Alam ini ialah juga kehendak-Nya yang merupakan wujud ADA dalam kehidupan manusia
beserta makhluk lainnya…allahu akbar.

LIMA BELAS “Syukur kalo saya sampai tiba di alam kehidupan yang sejati. Dalam alam
kematian ini saya kaya akan dosa. Siang malam saya berdekatan dengan api neraka. Sakit dan
sehat saya temukan di dunia ini. Lain halnya apabila saya sudah lepas dari alam saya kematian
ini. Saya akan hidup sempurna, langgeng tiada ini itu.” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya,
Pupuh VI Pangkur, 20-21). Dalam prespektif kemanunggalan, dunia adalah alam kematian yang
sesungguhnya, dikarenakan roh Ilahinya terpenjara dalam badan wadagnya. Dengan badan
wadag yang berhias nafsu itulah, terjadi dosa manusia. Sehingga keberadaan manusia di dunia
penuh dengan api neraka. Ini sangat berbeda kondisinya dengan alam setelah manusia memasuki
pintu kematian. Manusia akan manunggal di alam kehidupan sejati setelah mengalami mati.
Disanalah ditemukan kesejatian Diri yang tidak parsial. Dirinya yang utuh, sempurna, dengan
segala kehidupan yang juga sempurna.

ENAM BELAS “Menduakan kerja bukan watak saya! Siapa yang mau mati! Dalam alam
kematian orang kaya akan dosa! Balik jika saya hidup yang tak kenal ajal, akan langgeng hidup
saya, tidak perlu ini itu. Akan tetapi bila saya disuruh milih hidup atau mati saya tidak sudi!
Sekalipun saya hidup, biar saya sendiri yang menentukan! Tidak usah Walisanga memulangkan
saya ke alam kehidupan! Macam bukan wali utama saya ini, mau hidup saja minta tolong pada
sesamanya. Nah marilah kamu saksikan! Saya akan pulang sendiri ke alam kehidupan sejati.”
(Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh VIII Dandanggula, 14-16). Karena kematian
hanya sebagai pintu bagi kesempurnaan hidup yang sesungguhnya, maka sebenarnya kematian
juga menjadi bagian tidak terpisahkan dari keberadaan manusia sebagai pribadi. Oleh karena itu,
kematian bukanlah sesuatu yang menakutkan bukan sesuatu yang bisa dipilih orang lain.
Kematian adalah hal yang muncul dengan kehendak Pribadi, menyertai keinginan pribadi yang
sudah berada dalam kondisi manunggal. Oleh karena itu, dalam sistem teologi Syekh Siti Jenar,
sebenarnya tidak ada istilah “dimatikan” atau “dipulangkan”, baik oleh Allah atau oleh siapapun.
Sebab dalam hal mati ini, sebenarnya tidak ada unsur tekan-menekan atau paksaan. Pintu
kematian adalah sesuatu hal yang harus dijalani secara sukarela, ikhlas, dan harus diselami
pengetahuannya, agar ia mengetahui kapan saatnya ia menghendaki kematiannya itu. Barulah
jika seseorang memang tidak pernah mempersiapkan diri, dan tidak pernah mau mempelajari
ilmu kematian, tanpa tau arahnya ke mana, dan tidak mengerti apa yang sedang dialami.

TUJUH BELAS “…Betapa banyak nikmat hidup manfaatnya mati. Kenikmatan ini dijumpai
dalam mati, mati yang sempurna teramat oleklah dia. Manusia sejati-sejatinya yang sudah meraih
puncak ilmu. Tiada dia mati, hidup selamanya. Menyebutkan mati syirik, lantaran tak tersentuh
lahat, hanya beralih tempatlah dia dengan memboyong kratonnya. Kenikmatan mati tak dapat
dihitung…” “…Tersasar, tersesat, lagi terjerumus, menjadikan kecemasan, menyusahkan dalam
patinya, justru bagi ilmu orang remeh…” (Babad Jaka Tingkir-Babad Pajang, hlm. 74). Menurut
penuturan Babad Jaka Tingkir, ungkapan mistik itu keluar dari ucapan darah Syekh Siti Jenar,
setelah dipenggal kepalanya oleh Dewan Walisanga. Darah yang menyembur, jatuh ke tanah
melukis kaligrafi la ilaaha illallah, dan mengeluarkan ucapan-ucapan mistik tersebut. Para wali
dan masyarakat yang menyaksikannya terkejut campur bingung. Setelah beberapa saat, dari lisan
kepala yang sudah dipenggal, keluar ucapan yang memerintahkan agar darah kembali ke
jasadnya, demikian pula kepala menyatu dengan tubuh. Jelas bahwa kematian fisik tak mampu
menyentuh Syekh Siti Jenar. Mati ada dalam hidup, hidup ada dalam mati.hidup selamanya tidak
mati, kembali ke tujuan, langgeng selamanya. Setelah berpamitan dan mengucapkan salam
kepada semua yang menyaksikan, Syekh Siti Jenar dengan diliputi oleh semerbak bau harum
terbungkus cahaya gemerlapan yang menyorot ke atas, kemudian lenyap terserap ke dalam al-
Ghaib, Dia Yang Sudah Dimuliakan. Iringan cahaya bersinar cemerlang, berkilau gemilang,
berkobar menyala, menyuramkan sinar sang mentari, menyilaukan pandang semua orang yang
menyaksikan. Adapun pelaksanaan hukuman atas dirinya, oleh Syekh Siti Jenar sengaja
dibiarkan terlaksana, guna memenuhi hukum duniawi, sekaligus sebagai monumen kebenaran
ajarannya. Tanpa bukti yang dinampakkan secara dzahir, maka kebenaran ajaran Manunggaling
Kawula-Gusti tidak akan pernah terwujud. Sebab pembuktian itu –sebagaimana sudah terjadi
pada Mansur al-Hallaj, al-Syuhrawardi dan ‘Aynul Quddat al-Hamadani sebagai pendahulunya –
memang menuntut jasad sang Guru sebagai martir atau syahid bagi kesufiannya. Dengan
kemartirannya dan kesediannya sebagai syuhada’ bagi sufisme di Tanah Jawa itulah ia disebut
sebagai Syekh Jatimurni, Guru Pemilik Inti Kesejatian atau Pusar Ilmu Kasampurnan. AJARAN
TENTANG PENERAPAN RUKUN IMAN, ISLAM DAN IHSAN Materi Pokok Pengajaran
Syekh Siti Jenar
DELAPAN BELAS “…Kepada mereka, Siti Jenar pertama-tama mengajarkan akan asal usul
kehidupan, kedua diberitahukan akan pintu kehidupan. Ketiga, tempat besok bila sudah hidup
kekal abadi, keempat alam kematian yaitu yang sedang dijalani sekarang ini. Lagipula mereka
diberitahu akan adanya Yang Maha Luhur…” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh IV
Sinom, 6-7). Kepada pada muridnya, Syekh Siti Jenar mengajarkan ilmu ma’rifat secata
bertahap, yang harus dikuasai oleh seseorang, jika ingin menjadi manusia sempurna (al-insan al-
kamil), serta bagi yang ingin menempuh laku manunggal dengan Tuhan. (1) Pertama-tama Syekh
Siti Jenar mengajarkan tentang asal-usul manusia [ngelmu sangkan-paran]; (2) Langkah
berikutnya, ia mengajarkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan, khususnya apa yang
disebut sebagai pintu kehidupan; (3) Langkah ketiga Syekh Siti Jenar menunjukkan tempat
manusia besok ketika sudah hidup kekal abadi; (4) Taham keempat, ia menunjukkan tempat alam
kematian, yaitu yang sedang dialami dan dijalani manusia sekarang ini, di dunia ini, serta
berbagai kiat cara menghadapinya; (5) Langkah terakhir Syekh Siti Jenar mengajarkan tentang
adanya Tuhan Yang Maha Luhur yang menjadikan bumi dan angkasa, sebagai pelabuhan akhir
bagi kemanunggalan dan keabadian. Sasahidan: Intisari Ajaran Syekh Siti Jenar

SEMBILAN BELAS “Insun anakseni ing Datingsun dhewe, satuhune ora ana Pangeran amung
Ingsun, lan nakseni Ingsun satuhune Muhammad iku utusan Ingsun, iya sajatine kang aran Allah
iku badan Ingsun, Rasul iku rahsaning-Sun, Muhammad iku cahyaning-Sun, iya Ingsun kang
eling tan kena ing lali, iya Ingsun kan langgeng ora kena owah gingsir ing kahanan jati, iya
Ingsun kang waskitha ora kasamaran ing sawiji-wiji, iya Ingsun kang amurba amisesa, kang
kawasa wicaksana ora kukurangan ing pangerti, byar.. sampurna padhang terawang-an, ora
karasa apa-apa, ora ana keton apa-apa, mung Insun kang nglimputi ing ngalam kabeh, kalawan
kodrating-Sun.” (R. Ng. Ranggawarsita, WIRID Punika Serat Wirid Anyariyo-saken
Wewejanganipun Wali VIII, Administrasi Jawi Kandha Surakarta, penerbit Albert Rusche &
Co., Surakarta, 1908, hlm.15-16). Terjemahan, “Aku angkat saksi di hadapan Dzat-Ku sendiri,
sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali Aku, dan Aku angkat saksi sesungguhnya Muhammad itu
utusan-Ku, sesungguhnya yg disebut Allah Ingsun diri sendiri (badan-Ku), Rasul itu Rahsa-Ku,
Muhammad itu cahaya-Ku, Akulah Dzat yg hidup tidak akan terkena mati, Akulah Dzat yang
selalu ingat tidak pernah lupa, Akulah Dzat yg kekal tidak ada perubahan dalam segala keadaan,
(bagi-Ku) tidak ada yg samar sesuatupun, Akulah Dzat yang Maha Menguasai, yang Kuasa dan
Bijaksana, tidak kekurangan dalam pengertian, sempurna terang benerang, tidak terasa apa-apa,
tidak kelihatan apa-apa, hanya Aku yg meliputi sekalian alam dengan kodrat-Ku.” Ajaran
tersebut disebut sebagai ajaran atau wejangan Sasahidan Serat Wirid Hidayat Jati merupakan
naskah paling terkenal hasil karya R. Ng. Ranggawarsita. Menurut R. Ng. Ranggawarsita, naskah
tersebut merupakan wejangan wali ke-8. wali VIII yang dimaksud adalah Sunan Kajenar atau
Syekh Siti Jenar. Ini sesuai dengan pernyataan Ranggawarsita sendiri dalam naskah tersebut
pada halaman 5 dan 6, dimana wejangannya adalah Sasahidan atau Penyaksian. Oleh
Ranggawarsita, Sunan Kajenar disebut sebagai wali dalam dua angkatan, yakni angkatan
pertama di awal Kerajaan Demak dan angkatan dua, yakni pada masa akhir Kerajaan Demak.
Melihat pernyataan ini, logis jika tahun wafatnya Syekh Siti Jenar ditetapkan pada tahun 1517,
sebab setelah kekuasaan Raden Fatah usia Kerajaan Demak tidak berlangsung lama, disambung
dengan Kerajaan Pajang. Dari wejangan Sasahidan itu, nampaklah pengalaman spiritual dan
keadaan kemanunggalan pada diri Syekh Siti Jenar terjadi dalam waktu yang lama, dan
mendominasi keseluruhan wahana batin Syekh Siti Jenar. Nampak juga bahwa dalam intisari
ajaran tersebut, konsistensi sikap batin dan sikap dzahir dari ajaran Syekh Siti Jenar. Jika ilmu
tidak ada yang dirahasiakan dalam pengajaran, maka demikian pula pengalaman batin dari
keagamaan juga tidak bisa disembunyikan. Dan pengalaman keagamaan yang terlahir tidak harus
ditutup-tutupi walaupun dengan dalih dan selubung syari’at. Dan akhirnya dalam ajaran
Sasahidan itulah, semua ajaran Syekh Siti Jenar tersimpul. Kemanunggalan Ke-Iman-an

DUA PULUH “Adapun manunggalnya keimanan, itu menjadi tempat berkumpulnya jauhar
(mutiara) Muhammad, terdiri atas 15 perkara, seperti perincian di bawah ini: a. Imannya imam,
maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah keberadaan Allah. b.
Imannya tokide (tauhid), maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau
adalah panunggale (tempat manunggalnya) Allah. c. Imannya syahadat, maksudnya adalah
jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah sifatullah (sifatnya Allah). d. Imannya
ma’rifat, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah kewaspadaan
Allah. e. Imannya shalat, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau
adalah menghadap Allah. f. Imannya kehidupan, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan
mensekutukan, engkau adalah kehidupannya Allah. g. Imannya takbir, maksudnya adalah jangan
ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah kepunyaan keangungan Allah. h. Imannya
saderah, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah pertemuan
Allah. i. Imannya kematian, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau
adalah kesucian Allah. j. Imannya junud, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan
mensekutukan, engkau adalah wadahnya Allah. k. Imannya jinabat, maksudnya adalah jangan
ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah kawimbuhaning (bertambahnya ni’mat dan
anugerah) Allah. l. Imannya wudlu, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan,
engkau adalah asma (Nama) Allah. m.Imannya kalam (perkataan), maksudnya adalah jangan
ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah ucapan Allah. n. Imannya akal, maksudnya
adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah juru bicara Allah. o. Imannya nur,
maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah wujudullah, yaitu
tempat berkumpulnya seluruh jagat (makrokosmos), dunia akhirat, surga neraka, ‘arsy kursi, loh
kalam (lauh al-kalam), bumi langit, manusia, jin, belis (iblis) laknat, malaikat, nabi, wali, orang
mukmin, nyawa semua, itu berkumpul di pucuknya jantung yang disebut alam kiyal (‘alam al-
khayal), maksudnya adalah angan-angannya Tuhan, itulah yang agung yang disebut alam
barzakh, yang dimaksudnya adalah pamoring gusti kawula, yang disebut alam mitsal, yang
dimaksudnya adalah awal pengetahuan, yaitu kesucian dzat sifat asma af’al, yang disebut alam
arwah, maksudnya berkumpulnya nyawa yang adalah dipenuhi sifat kamal jamal.” (Wedha
Mantra, hlm. 54-55). Ajaran tersebut terkenal dengan sebutan panunggaling iman. Dari aplikasi
iman dalam bentuk keimanan Manunggaling Kawula-Gusti tersebut tampak, bahwa fungsi
manusia sebagai khalifatullah (wakil real Allah) di muka bumi betul-betul nyata. Manusia adalah
cermin dan pancaran wujud Allah, dengan fungsi iradah dan kodrat yang berimbang. Semua
bentuk syari’at agama ternyata memiliki wujud implementasi bagi tekad hatinya, sekaligus
ditampakkan melalui tingkah lahiriyahnya. Jelas sudah bahwa dalam sistem sufisme Imannya
kehidupan, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah
kehidupannya Allah, ajaran “langit” Allah berhasil “dibumikan” oleh Imannya kehidupan,
maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah kehidupannya Allah.
Melalui doktrin utama Manunggaling Kawula-Gusti. Manusia diajak untuk membuktikan
keberadaan Allah secara langsung, bukan hanya memahami “keberadaan” dari sisi nalar-pikir
(ilmu) dan rasa sentimen makhluk (perasaan yang dipaksa dengan doktrin surga dan neraka).
Imannya kehidupan, maksudnya adalah jangan ragu dan jangan mensekutukan, engkau adalah
kehidupannya Allah. Mengajarkan dan mengajak manusia bersama-sama “merasakan” Allah
dalam diri pribadi masing-masing.

DUA PULUH SATU Adapun yang menjadi maksud: a. Iman, adalah pangandeling (pusaka
andalan), roh. b. Tokid (tauhid), panunggale (saudara tak terpisah, tempat manunggal) roh. c.
Ma’rifat, penglihatan roh. d. Kalbu, penerimaan (antena penerima) roh. e. Akal, pembicaraannya
roh. f. Niat, pakaremaning roh. g. Shalat, menghadapnya roh. h. Syahadat, keadaan roh.” (Wedha
Mantra, hlm. 54). Pernyataan Syekh Siti Jenar tersebut mempertegas maksud Manunggalnya
Iman di atas. Di dalam hal ini, Syekh Siti Jenar menjelaskan maksud dari masing-masing doktrin
pokok tauhid dan fiqih ketika dikaitkan dengan spiritual. Iman, tauhid, ma’rifat, qalbu, dan akal
adalah doktrin pokok dalam wilayah tauhid; dan niat, shalat serta syahadat adalah doktrin pokok
fiqih. Oleh Syekh Siti Jenar semua itu sirangkai menjadi bentuk perbuatan roh manusia, sehingga
masing-masing memiliki peran dan fungsi yang dapat menggerakkan seluruh kepribadian
manusia, lahir dan batin, roh dan jasadnya. Itulah makna keimanan yang sesungguhnya. Sebab
rukun iman, rukun Islam dan ihsan pada hakikatnya adalah suatu kesatuan yang utuh yang
membentuk kepribadian illahiyah pada kedirian manusia.

DUA PULUH DUA “Yang disebut kodrat itu yang berkuasa, tiada yang mirip atau yang
menyamai. Kekuasaannya tanpa piranti, keadaan wujudnya tidak ada baik luar maupun dalam
merupakan kesantrian yang beraneka ragam. Iradatnya artinya kehendak yang tiada
membicarakan, ilmu untuk mengetahui keadaan, yang lepas jauh dari pancaindera bagaikan anak
gumpitan lepas tertiup.” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III Dandangula, 31).
Bagi Syekh Siti Jenar, kodrat dan iradat bukanlah hal yang terpisah dari manusia, dan bukan
mutlak milik Allah. Kodrat dan iradat menurut Syekh Siti Jenar terkait erat dengan eksistensi
sang Pribadi (manusia). Pribadi adalah eksistensi roh. Maka jika roh adalah pancaran cahaya-
Nya, pribadi adalah tajalli-Nya, penjelmaan Diri-Nya. Pribadi adalah Allah yang menyejarah.
Maka Syekh Siti Jenar mengemukakan bahwa dirinya adalah sang pemilik dua puluh sifat
ketuhanan. Oleh karena itu kodrat merupakan kuasa pribadi, sifat yang melekat pada pribadi
sejak zaman azali dan itu langgeng. Demikian pula adanya iradat, kehendak atau keinginan.
Antara karsa, keinginan dan kuasa, adalah hal yang selalu berkelindan bagi wujud keduanya.
Tentu menyangkut kehendak, setiap pribadi memiliki karsa yang mandiri dan yang berhak
merumuskan hanyalah “perundingan” antara pemilik iradah dengan Yang Maha Memiliki
Iradah. Kemudian untuk mewujudkan rasa cipta itu, perlu juga pelimpahan kodrat Allah pada
manusia. Untuk itu semua, Syekh Siti Jenar mendidik manusia untuk mengetahui Yang Maha
Kuasa, dan mengetahui letak pintu kehidupan serta kematian. Tujuannya jelas, agar manusia
menjadi Pribadi Sejati, pemilik iradah dan kodrat bagi dirinya sendiri. Syahadat
DUA PULUH TIGA “Inilah maksud syahadat: ‘Ashadu;jatuhnya rasa, ilaha;kesejatian rasa,
illallah; bertemu rasa. Muhammad hasil karya yang maujud, Pangeran; kesejatian kehidupan.”
Dalam hal syahadat ini, Syekh Siti Jenar mengajarkan berbagai macam syahadat dan hal itu
selaras dengan konsep utama ajarannya, manunggaling kawula-Gusti, serta tetap di atas fondasi
ajaran shalat daim. Syahadat dalam hal ini, adalah menjadi keadaan roh, bukan sekedar ucapan
lisan, dan hasil pengolahan nalar-pikiran, atau bisikan hati. Susunan kalimat syahadat adalah
campuran bahasa Arab dan bahasa Jawa. Hal ini menjadi kebiasaan Syekh Siti Jenar dalam
mengajarkan ajaran-ajarannya, sehingga dengan mudah dan gamblang murid serta pengikutnya
mampu memahami dan mengamalkan ajaran tersebut, tanpa kesulitan akibat kendala bahasa.
Beberapa wali di Jawa, selain Syekh Siti Jenar juga memiliki dan mengajarkan syahadat.
Misalnya syahadat Sunan Giri, “Bismillahirrahmanirrahim, syahadat kencana sinarawedi, sahadu
minangka kencana sinarawedi, dzat sukma kang ginawa mati, kurungan mas ilang tanpa kerana,
sira muliha maring kubur.” Syahadat Sunan Bonang, “Bismillahirrahmanirrahim, syahadat
kencana, linggih ing maligi mas, ulir sjroh-ning geni muskala, ilang ing kawulat aja kari, ya hu
ya hu ya hu, sirna kurungan tanpa kerana.” Dan syahadat Sunan Kalijaga,
“Bismillahirrahmanirrahim, syahadat kencana, kurungan mas, kuliting jati sajatining sukma,
ginawa mati, sirna tan ana kari, sukma ilang jiwa ilang, kang lunga padha rupane, dap lap ilang,”
(Wejangan Walisanga, hlm. 50). Dibawah ini adalah aplikasi syahadat menurut Syekh Siti Jenar.
Sebagian syahadat yang ada merupakan dzikir dan wirid ketika Syekh Siti Jenar mengajarkan
cara melepaskan air kehidupan (tirta nirmaya) untuk membuka pintu kematian menuju
kehidupan sejati di alam akhirat. Syahadat-syahadat sejenis juga diajarkan oleh Ki Ageng
Pengging kepada Sunan Kudus, sebelum wafatnya. Jatunya rasa (tibaning rasa) maksudnya
adalah meresapnya Allah dalam kehendak dan kedalaman jiwa. Ini kemudian dipupuk dengan
laku spiritual yang melahirkan sajatining rasa (kesejatian rasa), di mana ruang keseluruhan jiwa
telah terdominasi oleh al-Haqq (Allah). Kemudian lahirlah ungkapan illallah sebagai puncak,
yakni pertemuan rasa, manunggalnya yang mengungkapkan “asyhadu” dengan sarana ungkapan,
yakni Allah. Kemanunggalan ini memunculkan tenaga dan energi kreativitas positif, dalam
bentuk karya yang berbentuk nyata, bermanfaat dan berdaya guna, serta bersifat langgeng, yang
diidentifikasikan dengan sebutan Muhammad (Yang Memiliki Segala Keterpujian) sebagai
perwujudan riil dari sang Wajib al-Wujud. Maka diri manusia sebagai ”Pangeran” (Tuhan) itulah
yang perupakan kesejatian hidup atau kehidupan. Syahadat dalam sistem ajaran Syekh Siti Jenar
bukanlah hanya sekedar bentuk pengakuan lisan yang berupa syahadat tauhid dan syahadat rasul.
Namun syahadat adalah persaksian batin, yang teraplikasi dalam tindakan dzahir sebagai wujud
kemanunggalan kawula-Gusti. Dengan demikian syahadat mampu melahirkan karya-karya yang
bermanfaat.

DUA PULUH EMPAT “Mengertilah, bahwa sesungguhnya ini syahadat sakarat, jika tidak tau
maka sekaratnya masih mendapatkan halangan, hidupnya dan matinya hanya seperti hewan.
Lafalnya mengucapkan adalah : “Syahadat Sakarat Sajati, iya Syahadat Sakarat, wus gumanang
waluya jati sirne eling mulya maring tunggal, waluya jati iya sajatining rasa, lan dzat sajatining
dzat pesthi anane langgeng tan kenaning owah, dzat sakarat roh madhep ati muji matring nyawa,
tansah neng dzatullah, kurungan mas melesat, eling raga tan rusak sukma mulya Maha Suci.”
(Mantra Wedha, bab 205, hlm. 53). (Syahadat Sakarat Sejati adalah Syahadat Sakarat
[Menjelang dan proses datangnya pintu kematian], sudah nyata penuh kesempatan hilangnya
ingatan kemuliaan kepada yang tunggal, keselamatan dan kesentosaan itu adalah sejatinya
kehidupan, tunggal sejatinya hidup, hidup sejatinya rasa dan sejatinya rasa dan dzat sejatinya
dzat pasti dalam keberadaan kelanggengan tidak terkena perubahan, dzat sekarat roh menghadap
hati memuji nyawa, selalu berada dalam dzatullah, sangkar mas hilang, mengingat raga tidak
terkena kerusakan sukma mulia Maha Suci). Syahadat Sakarat adalah syahadat atau persaksian
menjelang kematian. Sebagaimana diketahui, bahwa salah satu ajaran Syekh Siti Jenar adalah
kemampuan memadukan iradah dan qudrat diri dengan iradah dan qudrat Ilahi, sebagai efek
kemanunggalan. Sehingga apa yang menjadi ilmu Allah, maka itu adalah ilmu diri manusia yang
manunggal. Maka orang yang sudah meninggal mencapai al-Insan al-Kamil, juga mengetahui
kapan saatnya dia meninggalkan alam kematian di dunia ini, menuju alam kehidupan sejati di
akhirat, untuk menyatu selamanya dengan Allah. Syahadat sekarat yang terpapar di atas, adalah
syahadat sakarat yang bersifat umum, sebab nanti masih ada beberapa syahadat. Semua syahadat
yang diajarkan Syekh Siti Jenar menjadi lafal harian atau dzikir, terutama saat menjelang tidur,
agar dalam kondisi tidur juga tetap berada dalam kondisi kemanunggalan iradah dan qodrat.
Namun syahadat-syahadat yang ada tidak hanya sekedar ucapan, sebab saat pengucapan harus
disertai dengan laku (meditasi) dan paling tidak mengheningkan daya cipta, rasa dan karsa,
sehingga lafal-lafal yang berupa syahadat tersebut, menyelusup jauh ke dalam diri atau dalam
sukma.

DUA PULUH LIMA “Syahadat Allah, Allah, Allah lebur badan, dadi nyawa, lebur nyawa dadi
cahya, lebur cahya dadi idhafi, lebur idhafi dadi rasa, lebur rasa dadi sirna mulih maring sajati,
kari amungguh Allah kewala kang langgeng tan kena pati.” (syahadat Allah, Allah, Allah badan
lebur menjadi (roh) idhafi, (roh) idhafi lebur menjadi rasa, rasa lebur sirna kembali kepada yang
sejati, tinggallah hanya Allah semata yang abadi tidak terkena kematian). [Mantra Wedha, hlm.
53). Syahadat paleburan diucapkan ketika (menjalani keheningan = samadhi), menyatukan diri
kepada Allah. Lafal tersebut lahir dari pengalaman Syekh Siti Jenar ketika memasuki relung-
relung kemanunggalan, di mana jasad fisiknya ditinggalkan rohnya, sesudah semua nafs dalam
dirinya mengalami kasyaf.

DUA PULUH ENAM “Ashadu-ananingsun, la ilaha rupaningsun, illallah – Pangeransun,


satuhune ora ana Pangeran angging Ingsun, kang badan nyawa kabeh” (ashadu-keberadaanku, la
ilaha – bentuk wajahku, illallah – Tuhanku, sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Aku, yaitu
badan dan nyawa seluruhnya). Inilah yang disebut Syahadat Sajati. Pengakuan sejati ini adalah
ungkapan yang sebenarnya bersifat biasa-biasa saja, di mana ungkapan tersebut lahir dari hati
dan rohnya, sehingga dari ungkapan yang ada dapat diketahui sampai di mana tingkatan
tauhidnya (tauhid dalam arti pengenalan akan ke-Esaan Allah), bukan sekedar pengenalan akan
nama-nama Allah.

DUA PULUH TUJUH “Sakarat pujine pati, maksude napas pamijile napas, kaketek meneng-
meneng, iya iku sing ameneng, pati sukma badan, mulya sukma sampurna, mulih maring
dzatullah, Allah kang bangsa iman, iman kang bangsa nur, nur kang bangsa Rasulullah, iya
shalat albar, Muhammad takbirku, Allah Pangucapku, shalat jati asembahyang kalawan Allah,
ora ana Allah, ora ana Pangeran, amung iku kawula tunggal, kang agung kang kinasihan.”
(mantra Wedha, hlm. 53). “Sekarat ku kemuliaan kematian, maksudnya adalah napas munculnya
napas, yang hilang berangsur-angsur secara diam-diam, yaitu yang kemudian diam, kematian
sebagai sukma badan-wadag, kemuliaan sukma kesempurnaan, kembali kepada dzatullah, Allah
sebagai labuhan iman, iman yang berbentuk cahaya, cahaya yang berwujud Rasulullah, yaitu
adalah shalat yang agung, Muhammad sebagai takbirku, Allah sebagai ucapanku, shalat sejati
menyembah Allah, tidak ada Allah tidak ada Tuhan, hanyalah aku (kawula) yang tunggal saja,
yang agung dan dikasihi.” Ini adalah Syahadat Sakarat Permulaan Kematian. Ketika seseorang
sudah melihat akhir hayatnya, maka orang tersebut diajarkan untuk memperbanyak melafalkan
dan mengamalkan “syahadat sakarat wiwitane pati” ini.

DUA PULU DELAPAN “Ashadu ananingsun, anuduhake marga kang padhang, kang urip tan
kenaning pati, mulya tan kawoworan, elinge tan kena lali, iya rasa iya rasulullah, sirna manjing
sarira ening, sirna wening tunggal idhep jumeneng langgeng amisesa budine, angen-angene
tansah amadhep ing Pangeran.” (mantra Wedha, hlm. 54). (Ashadu keberadaanku, yang
menunjukkan jalan yang terang, yang hidup tidak terkena kematian, yang mulia tanpa kehinaan,
kesadaran yang tidak terkena kematian, yang mulia tanpa kehinaan, kesadaran yang tidak terkena
lupa, itulah rasa yang tidak lain adalah Rasulullah, selesailah berada di alam terang, itulah
hakikat Rasulullah, hilang musnah ketempat wujud yang hening, hilang keheningan menyatu-
tunggal menempati secara abadi memelihara budi, angan-angan selalu menghadap Tuhan).
Syahadat Sekarat Hati pada hakikatnya adalah syahadat Nur Muhammad. Suatu penyaksian
bahwa kedirian manusia adalah bagian dari Nur Muhammad. Dari inti syahadat ini, jelas bahwa
kematian manusia bukanlah jenis kematian pasif, atau kematian negatif, dalam arti kematian
yang bersifat memusnahkan. Kematian dalam pandangan sufisme Syekh Siti Jenar hanya sebagai
gerbang menuju kemanunggalan, dan itu harus memasuki alam Nur Muhammad. Bentuk
konkretnya, dalam pengalaman kematian itu, orang tersebut tidaklah kehilangan akan kesadaran
manunggal-Nya. Ia melanglang buana menuju asal muasal hidup. Oleh karenanya keadaan
kematiannya bukanlah suatu kehinaan sebagaimana kematian makhluk selain manusia. Di sinilah
arti penting adanya syafa’at sang Utusan (Rasulullah) dalam bentuk Nur Muhammad atau
hakikat Muhammad. Nur Muhammad adalah roh kesadaran bagi tiap Pribadi dalam menuju
kemanunggalannya. Sehingga dengan Nur Muhammad itulah maka pengalaman kematian oleh
manusia, bagi Syekh Siti Jenar bukan sejenis kematian yang pasif, atau kematian yang negatif,
dalam arti kematian dalam bentuk kemusnahan sebagaimana yang terjadi terhadap hewan.
Kematian itu adalah sesuatu aktivitas yang aktif. Sebab ia hanyalah pintu menuju keadaan
manunggal. Dalam ajaran Syekh Siti Jenar yang diperuntukkan bagi kaum ‘awam (orang yang
belum mampu mengalami Manunggaling Kawula-Gusti secara sempurna) di atas, nampak bahwa
dalam kematian itu, seseorang tetap tidak kehilangan kesadaran kemanunggalannya. Dengan
hakikat Muhammadnya ia tetap sadar dalam pengalaman kematian itu, bahwa ia sedang
menempuh salah satu lorong manunggal. Melalui lorong itulah kediriannya menuju persatuan
dengan Sang Tunggal. Kematian manusia adalah proses aktif sang al-Hayyu (Yang Maha
Hidup), sehingga hanya dengan pintu yang dinamakan kematian itulah, manusia menuju
kehidupan yang sejati, urip kang tan kena pati, hidup yang tidak terkena kematian.

DUA PULUH SEMBILAN “Syahadat Panetep panatagama, kang jumeneng roh idlafi, kang ana
telenging ati, kang dadi pancere urip, kang dadi lajere Allah, madhep marang Allah, iku
wayanganku roh Muhammad, iya, iku sajatining manusia, iya iku kang wujud sampurna.
Allahumma kun walikun, jukat astana Allah, pankafatullah ya hu Allah, Muhammad
Rasulullah.” (mantra Wedha, hlm. 54). (Syahadat Penetap Panatagama, yang menempati roh
idlafi, yang ada di kedalaman hati, yang menjadi sumbernya kehidupan, yang menjadi
bertempatnya Allah, menghadap kepada Allah, bayanganku adalah roh Muhammad, yaitu
sejatinya manusia, yaitu wujudnya yang sempurna. Allahumma kun walikun jukat astana Allah,
pankafatullah ya hu Allah, Muhammad Rasulullah). Syahadat ini adalah sejenis syahadat netral,
yakni yang memiliki fungsi dan esensi yang umum. Pengucapannya tidak berhubungan dengan
waktu, tempat, dan keadaan tertentu sebagaimana syahadat yang lain. Hakikat syahadat ini
hanyalah berfungsi untuk meneguhkan hati akan tauhid al-wujud.

TIGA PULUH “Ini adalah syahadat sakaratnya roh (pecating nyawa), yang meliputi empat
perkara : 1. Ketika roh keluar dari jasad, yakni ketika roh ditarik sampai pada pusar, maka
bacaan syahadatnya adalah, “la ilaha illalah, Muhammad rasulullah.” 2. Kemudian, ketika roh
ditarik dari pusar sampai ke hati, syahadat rohnya adalah “la ilaha illa Anta”. 3. Kemudian roh
ditarik sampai otak, maka syahadatnya “la ilaha illa Huwa”. 4. Maka kemudian roh ditarik
dengan halus. Saat itu sudah tidak mengetahui jalannya keluar roh dalam proses sekarat lebih
lanjut. Sekaratnya manusia itu sangat banyak sakitnya, seakan-akan hidupnya sekejap mata,
sakitnya sepuluh tahun. Dalam keadaan seperti itulah manusia kena cobaan setan, sehingga
kebanyakkan kelihatan bahwa kalau tidak melihat jalan keluarnya roh menjadi lama dalam
proses sekaratnya. Jika rohnya tetap mendominasi kesadarannya, tidak kalah oleh sifat setan,
maka syahadatnya roh adalah “la ilaha illa Ana”. (Mantra Wedha, bab 211, hlm. 57). Ajaran
tentang syahadat pecating nyawa tersebut diberikan oleh Syekh Siti Jenar bagi orang yang belum
mampu menempuh laku manusia manunggal, sehingga diperlukan prasyarat lahiriyah yang
berupa syahadat pecating nyawa tersebut. Bagi yang sudah mampu menempuh laku manunggal,
maka prosesnya seperti yang dilakukan Syekh Siti Jenar, kematian bukan masalah kapan ajalnya
datang, juga bukan masalah waktu. Kematian termasuk dalam salah satu agenda manunggalnya
iradah dan qudrat kawula Gusti dan sebaliknya. Kalau diperhatikan secara seksama, ajaran Syekh
Siti Jenar yang dikhususkan bagi kalangan ‘awam (yang tidak mampu mengalami Manunggaling
Kawula Gusti secara sempurna) tersebut hampir sama dengan ajaran Syuhrawardi. Shalat (tarek
dan Daim) Syekh Siti Jenar mengajarkan dua macam bentuk shalat, yang disebut shalat tarek dan
shalat daim. Shalat tarek adalah shalat thariqah, diatas sedikit dari syari’at. Shalat tarek
diperuntukkan bagi orang yang belum mampu untuk sampai pada tingkatan Manunggaling
Kawula Gusti, sedang shalat daim merupakan shalat yang tiada putus sebagai efek dari
kemanunggalannya. Sehingga shalat daim merupakan hasil dari pengalaman batin atau
pengalaman spiritual. Ketika seseorang belum sanggup melakukan hal itu, karena masih adanya
hijab batin, maka yang harus dilakukan adalah shalat tarek. Shalat tarek masih terbatas dengan
adanya lima waktu shalat, sedang shalat daim adalah shalat yang tiada putus sepanjang hayat,
teraplikasi dalam keseluruhan tindakan keseharian ( penambahan, mungkin efeknya adalah
berbentuk suci hati, suci ucap, suci pikiran ); pemaduan hati, nalar, dan tindakan ragawi. Kata
“tarek” berasal dari kata Arab “tarki” atau “tarakki” yang memiliki arti pemisahan. Namun
maksud lebih mendalam adalah terpisahnya jiwa dari dunia, yang disusul dengan tanazzul
(manjing)-nya al-Illahiyah dalam jiwa. Shalat tarek yang dimaksud di sini adalah shalat yang
dilakukan untuk dapat melepaskan diri dari alam kematian dunia, menuju kemanunggalan.
Sehingga menurut Syekh Siti Jenar, shalat yang hanya sekedar melaksanakan perintah syari’at
adalah tindakan kebohongan, dan merupakan kedurjanaan budi. Pengambilan shalat tarek ini
berasal dari Kitab Wedha Mantra bab 221; Shalat Tarek Limang Wektu. (Sang Indrajit: 1979,
hlm. 63-66). Keterangan bagi yang mengamalkan ilmu shalat tarek lima waktu ini. (Semua hal
yang berkaitan dengan shalat tarek ini diterjemahkan dengan apa adanya dari Kitab Wedha
Mantra. Makna terjemahan yang bertanda kutip hanyalah arti untuk memudahkan pemahaman.
Adapun maksud dan substansi yang ada dalam kalimat-kalimat asli dalam bahasa Jawa-Kawi,
lebih mendalam dan luas dari pemahaman dan terjemahan diatas.(penulisnya wanti-wanti
banget). Pelaksanaan shalat tarek bisa saja diamalkan bersamaan dengan shalat syari’at
sebagaimana biasa, bisa juga dilaksanakan secara terpisah. Hanya saja terdapat perbedaan dalam
hal wudlunya. Jika dalam shalat syari’at, anggota wudhu yang harus dibasuh adalah wajah,
tangan, sebagian kepala, dan kaki, sementara dalam shalat tarek adalah di samping tempat-
tempat tersebut, harus juga membasuh seluruh rambut, tempat-tempat pelipatan anggota tubuh,
pusar, dada, jari manis, telinga, jidat, ubun-ubun, serta pusar tumbuhnya rambut (Jawa; unyeng-
unyengan). Walhasil wudlu untuk shalat tarek sama halnya dengan mandi besar (junub/jinabat).
Bahwa kematian orang yang menerapkan ilmu ini masih terhenti pada keduniaan, akan tetapi
sudah mendapatkan balasan surga sendiri. Maka paling tidak ujaran-ujaran shalat tarek ini
hendaknya dihafalkan, jangan sampai tidak, agar memperoleh kesempurnaan kematian. Bagi
yang akan membuktikan, siapa saja yang sudah melaksanakan ilmu ini, dapat saja dibuktikan.
Ketika kematian jasadnya didudukkan di daratan (di atas tanah), di kain kafan serta diberi kain
lurub (penutup) serta selalu ditunggu, kalau sudah mendapatkan dan sampai tujuh hari, bisa
dibuka, niscaya tidak akan membusuk, (bahkan kalau iradah dan qudrahnya sudah menyatu
dengan Gusti), jasad dalam kafan tersebut sudah sirna. Kalau dikubur dengan posisi didudukkan,
maka setelah mendapat tujuh hari bisa digali kuburnya, niscaya jasadnya sudah sirna, dan yang
dikatakan bahwa sudah menjadi manusia sempurna. Maka karena itu, orang yang menerapkan
ilmu ini, sudah menjadi manusia sejati. Sedangkan tentang ilmu ini, bukanlah manusia yang
mengajarkan, cara mendapatkannya adalah hasil dari laku-prihatin, berada di dalam khalwat
(meditasi, mengheningkan cipta, menyatu karsa dengan Tuhan sebagaimana diajarkan Syekh Siti
Jenar). Tentang anjuran untuk pembuktian di atas, sebenarnya tidak diperlukan, sebab yang
terpenting adalah penerapan pada diri kita masing-masing. Justru pembuktian paling efektif
adalah jika kita sudah mengaplikasikan ilmu tersebut. Apalagi pembuktian seperti itu jika
dilaksanakan akan memancing kehebohan, sebagaimana terjadi dalam kasus kematian Syekh Siti
Jenar serta para muridnya.

TIGA PULUH SATU Shalat Subuh Niat yang paling awal, “Niyatingsun shalat, roh Kudus kang
shalat, iya iku rohing Allah. Allah iku lungguh ana ing paningal, shalat iku sajrone shalat ana
gusti, sajroning gusti ana sukma, sajroning sukma ana nyawa, sajroning nyawa ana urip, sajro-
ning urip ana eling, pardhu ta’ala Allahu akbar, tetep mantep weruh ing awakku.” (Aku berniat
shalat, roh Kudus yang melaksanakan shalat, yaitulah rohnya Allah. Allah yang menempati
penglihatan, shalat yang di dalam shalat itu ada gusti, di dalam gusti ada sukma, di dalam sukma
ada nyawa, di dalam nyawa terdapat kehidupan, di dalam kehidupan terdapat kesadaran
menyeluruh, kewajiban dari Allah ta’ala, Allahu akbar tetap mantap mengerti akan diriku
sendiri). Malaikatnya adalah Haruman (malaikat Rumman), memujinya dengan “Ya Hu, Ya Hu.”
Seratus kali. Niatnya, “Niyatingsun shalat, sirku kang shalat, pardlu ta’ala Allahu akbar, tetep
madhep langgeng weruh ing sirku.” (Aku berniat shalat, sir [rahasia]-ku yang shalat, wajib dari
Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap menghadap dengan abadi mengerti akan sir [rahasia]-ku).
Malaikatnya Haruman, pepujiannya, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali. Kemudian memuji; “ya
Rajamu, ya Rajaku.” (Arab; Ya maliku al-Mulku). Seratus kali. Dilanjutkan, “Sirrullah,
darajatullah, sifatullah”. Seratus kali. Dilanjutkan lagi, “Lah giri-giri Allah, sir jumeneng Allah,
nur gumulung, gumulung agawe jagat,” (Sungguh puncak dari segala puncak adalah Allah,
rahasia tempat berdiam Allah, cahaya tergulung, tergulung membuat semesta). Seratus kali.
Kemudian berdzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes kena ing Allahku.” (Sungguh sudah
kena Tuhanku, sungguh pasti sudah kena pada Allahku).Seratus kali. Dilanjutkan dengan dzikir,
“Lah wes kena Pangeranku, lah wes nyata ing Allahku”, (Sungguh sudah kena Tuhanku,
sungguh sudah nyata pada Allahku), Seratus kali.

TIGA PULUH DUA Shalat Luhur Niat yang paling awal, “Niyatingsun shalat, roh idlafi kang
shalat, iya iku rohing Pangeran. Pangeran iku lungguhe ana ing kaketek, shalat iku sajroning
sukma, sajroning sukma ana nyawa, sajroning nyawa ana urip, sajroning urip ana eling, pardhu
ta’ala Allahu akbar, tetep mantep weruh ing Pangeranku.” (Aku berniat shalat, roh Idlafi yang
melaksanakan shalat, yaitulah rohnya Tuhan. Tuhan yang menempati ketiak, shalat yang di
dalam sahalat itu ada gusti, didalam gusti terdapat sukma, di dalam sukma terkandung nyawa, di
dalam nyawa adanya kehidupan, di dalam kehidupan terdapat kesadaran menyeluruh, kewajiban
dari Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap mantap mengerti akan Tuhanku). Malaikatnya adalah
Jabarail (malaikat Jibril), memujinya dengan, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali. Niatnya,
“Niyatingsun shalat, kang shalat osikku, pardlu ta’ala Allahu akbar, tetep mantep madhep
langgeng weruh ing osikku.” (Aku berniat shalat, yang shalat bisikan dan gerak hatiku, wajib
dari Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap mantap menghadap dengan abadi mengerti akan bisikan
nuraniku). Malaikatnya Jabarail, pepujiannya, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali. Kemudian memuji;
“Ya Rajamu, ya rajaku.” (Arab; Ya Maliku al-Mulku). Seratus kali. Dilanjutkan, “Sirrullah,
darajatullah, sifatullah”. Seratus kali. Dilanjutkan lagi, “Lah giri-giri Allah, sir jeneng, sir
jumeneng Allah, nur gumulung, gumulung agawe jagat,” (Sungguh puncak dari segala puncak
adalah Allah, rahasia tempat berdiam Allah, cahaya tergulung, tergulung membuat semesta).
Seratus kali. Kemudian berdzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes kena ing Allahku.”
(Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh pasti sudah kena pada Allahku).Seratus kali.
Dilanjutkan dengan dzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes nyata ing Allahku”, (Sungguh
sudah kena Tuhanku, sungguh sudah nyata pada Allahku), Seratus kali.

TIGA PULUH TIGA Shalat ‘Ashar Niat yang paling awal, “Niyatingsun shalat, roh Abadi kang
shalat, iya iku rohing Rasul. Rasul iku lungguhe ana ing poking ilat, shalat iku sajroning sukma,
sajroning sukma ana nyawa, sajroning nyawa ana urip, sajroning urip ana eling, pardhu ta’ala
Allahu akbar, tetep mantep weruh ing Rasulku.” (Aku berniat shalat, roh keabadian yang
melaksanakan shalat, yaitulah rohnya Utusan. Utusan Tuhan yang menempati ujung lidah, shalat
yang di dalam sahalat itu ada gusti, didalam gusti terdapat sukma, di dalam sukma terkandung
nyawa, di dalam nyawa adanya kehidupan, di dalam kehidupan terdapat kesadaran menyeluruh,
kewajiban dari Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap mantap mengerti akan Utusanku). Malaikatnya
adalah Mikail, memujinya dengan, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali. Niatnya, “Niyatingsun shalat,
angen-angenku kang shalat, pardlu ta’ala Allahu akbar, tetep mantep madhep langgeng weruh
ing angen-angenku.” (Aku berniat shalat, angan-anganku yang shalat, wajib dari Allah ta’ala,
Allahu akbar, tetap mantap menghadap dengan abadi mengerti akan angan-anganku).
Malaikatnya Mikail, pepujiannya, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali. Kemudian memuji; “Ya
Rajamu, ya rajaku.” (Arab; Ya Maliku al-Mulku). Seratus kali. Dilanjutkan, “Sirrullah,
darajatullah, sifatullah”. Seratus kali. Dilanjutkan lagi, “Lah giri-giri Allah, sir jeneng, sir
jumeneng Allah, nur gumulung, gumulung agawe jagat,” (Sungguh puncak dari segala puncak
adalah Allah, rahasia tempat berdiam Allah, cahaya tergulung, tergulung membuat semesta).
Seratus kali. Kemudian berdzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes kena ing Allahku.”
(Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh pasti sudah kena pada Allahku).Seratus kali.
Dilanjutkan dengan dzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes nyata ing Allahku”, (Sungguh
sudah kena Tuhanku, sungguh sudah nyata pada Allahku), Seratus kali.

TIGA PULUH EMPAT Shalat Maghrib Niat yang paling awal, “Niyatingsun shalat, rokhani
kang shalat, iya iku rohing Muhammad. Muhammad iku lungguhe ana ing talingan, shalat iku
sajroning sukma, sajroning sukma ana nyawa, sajroning nyawa ana urip, sajroning urip ana eling,
pardhu ta’ala Allahu akbar, tetep mantep weruh ing Muhammadku.” (Aku berniat shalat, rohani
yang melaksanakan shalat, yaitulah rohnya Muhammad. Muhammad yang menempati ujung
telinga, shalat yang di dalam sahalat itu ada gusti, didalam gusti terdapat sukma, di dalam sukma
terkandung nyawa, di dalam nyawa adanya kehidupan, di dalam kehidupan terdapat kesadaran
menyeluruh, kewajiban dari Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap mantap mengerti akan
Muhammadku). Malaikatnya adalah Israfil, memujinya dengan, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali.
Niatnya, “Niyatingsun shalat, tekadku kang shalat, pardlu ta’ala Allahu akbar, tetep mantep
madhep langgeng weruh ing tekadku.” (Aku berniat shalat, tekadku yang shalat, wajib dari Allah
ta’ala, Allahu akbar, tetap mantap menghadap dengan abadi mengerti akan tekadku).
Malaikatnya Israfil, pepujiannya, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali. Kemudian memuji; “Ya
Rajamu, ya rajaku.” (Arab; Ya Maliku al-Mulku). Seratus kali. Dilanjutkan, “Sirrullah,
darajatullah, sifatullah”. Seratus kali. Dilanjutkan lagi, “Lah giri-giri Allah, sir jeneng, sir
jumeneng Allah, nur gumulung, gumulung agawe jagat,” (Sungguh puncak dari segala puncak
adalah Allah, rahasia tempat berdiam Allah, cahaya tergulung, tergulung membuat semesta).
Seratus kali. Kemudian berdzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes kena ing Allahku.”
(Sungguh sudah kena Tuhanku, sungguh pasti sudah kena pada Allahku).Seratus kali.
Dilanjutkan dengan dzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes nyata ing Allahku”, (Sungguh
sudah kena Tuhanku, sungguh sudah nyata pada Allahku), Seratus kali.
TIGA PULUH LIMA Shalat ‘Isya’ Niat yang paling awal, “Niyatingsun shalat, roh Robbi kang
shalat, iya iku rohing urip. urip iku lungguhe ana ing napas, shalat iku sajroning sukma,
sajroning sukma ana nyawa, sajroning nyawa ana urip, sajroning urip ana eling, pardhu ta’ala
Allahu akbar, tetep mantep weruh ing uripku.” (Aku berniat shalat, roh Pembimbing yang
melaksanakan shalat, yaitulah rohnya kehidupan. Utusan Tuhan yang menempati napas, shalat
yang di dalam sahalat itu ada gusti, didalam gusti terdapat sukma, di dalam sukma terkandung
nyawa, di dalam nyawa adanya kehidupan, di dalam kehidupan terdapat kesadaran menyeluruh,
kewajiban dari Allah ta’ala, Allahu akbar, tetap mantap mengerti akan kehidupanku).
Malaikatnya adalah Izrail, memujinya dengan, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali. Niatnya,
“Niyatingsun shalat, karepku kang shalat, pardlu ta’ala Allahu akbar, tetep mantep madhep
langgeng weruh ing karepku.” (Aku berniat shalat, keinginanku yang shalat, wajib dari Allah
ta’ala, Allahu akbar, tetap mantap menghadap dengan abadi mengerti akan keinginanku).
Malaikatnya Izrail, pepujiannya, “Ya Hu, Ya Hu.” Seratus kali. Kemudian memuji; “Ya Rajamu,
ya rajaku.” (Arab; Ya Maliku al-Mulku). Seratus kali. Dilanjutkan, “Sirrullah, darajatullah,
sifatullah”. Seratus kali. Dilanjutkan lagi, “Lah giri-giri Allah, sir jeneng, sir jumeneng Allah,
nur gumulung, gumulung agawe jagat,” (Sungguh puncak dari segala puncak adalah Allah,
rahasia tempat berdiam Allah, cahaya tergulung, tergulung membuat semesta). Seratus kali.
Kemudian berdzikir, “Lah wes kena Pangeranku, lah wes kena ing Allahku.” (Sungguh sudah
kena Tuhanku, sungguh pasti sudah kena pada Allahku).Seratus kali. Dilanjutkan dengan dzikir,
“Lah wes kena Pangeranku, lah wes nyata ing Allahku”, (Sungguh sudah kena Tuhanku,
sungguh sudah nyata pada Allahku), Seratus kali.

TIGA PULUH ENAM “Inilah shalat satu raka’at salam, yang dilaksanakan setiap tanggal (bulan
purnama), dengan waktu tengah malam tepat : a. Inilah niatnya, “Ushalli urip dzatullah Allahu
akbar” (Aku berniat melaksanakan shalat kehidupan dzatullah, Allahu akbar). b. Membaca surat
al-Fatihah, kemudian membaca ayat dengan menyebut, “aku pan Sukma” (Aku sang pemilik
Sukma). c. Melakukan ruku’ dengan menyebut, “langgeng urip dzatullah” (Kehidupan abadi
dzatullah). d. Sujud dengan mengucapkan, “ibu bumi dzatullah”. e. Duduk di antara dua sujud
dengan doa, “langgeng urip dzatullah tan kena pati” (kehidupan abadi dzatullah yang tidak
terkena kematian). f. Sujud lagi dengan bacaan, “Ibu bumi dzatullah”. g. Tahiyat dengan
membaca, “Urip dzatullah”. h. Membaca syahadat dengan bacaan, “Ashadu uripingsun lan
sukma” (Ashadu kehidupanku dan Sukma). I. Salam dengan bacaan, “Ingsun kang agung, ingsun
kang memelihara kehidupan yang tidak terkena kema-tian. j. Membaca doa, “Allahumma papan
tulis hadhdhari langgeng urip tan kena pati” (Allahumma papan tulis segala sesuatu yang abadi
hidup yang tak pernah terkena mati). k. Kemudian berdoa dalam hati, “Ingsun kang agung
ingsun kang wisesa suci dhiriningsun” (ingsun yang Agung, ingsun yang memelihara, suci diriku
sendiri [ingsun]). Dalam Islam dikenal shalat satu raka’at, namun itu hanya sebagian dari shalat
witir (shalat penutup akhir malam dengan raka’at yang ganjil). Shalat satu raka’at salam dalam
ajaran Syekh Siti Jenar bukanlah shalat witir, namun shalat ngatunggal, atau shalat yang
dilaksanakan dalam rangka mencapai kemanunggalan diri dengan Gusti. Bacaan-bacaan shalat
ngatunggal tidak semuanya memakai bahasa Arab, hanya lafazh takbir dan al-Fatihah serta ayat-
ayat yang dibaca satu madzhab fiqih Islam sekalipun (yakni madzhab Imam Hanafi, dan di
Indonesia terutama madzhab Hasbullah Bakri), bacaan dalam shalat selain takbir dan al-Fatihah
boleh diucapkan dengan bahasa ‘ajam (selain bahasa Arab).
TIGA PULUH TUJUH “Shalat lima kali sehari, puji dan dzikir itu adalah kebijaksanaan dalam
hati menurut kehendak pribadi. Benar atau salah pribadi sendiri yang akan menerima, dengan
segala keberanian yang dimiliki.” (Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III
Dandanggula, 33). Syekh Siti Jenar menuturkan bahwa sebenarnya shalat sehari-hari itu
hanyalah bentuk tata krama dan bukan merupakan shalat yang sesungguhnya, yakni shalat
sebagai wahana memasrahkan diri secara total kepada Allah dalam kemanunggalan. Oleh
karenanya dalam tingkatan aplikatif, pelaksanaannya hanya merupakan kehendak masing-masing
pribadi. Demikian pula, masalah salah dan benarnya pelaksanaan shalat yang lima waktu dan
ibadah sejenisnya, bukanlah esensi dari agama. Sehingga merupakan hal yang tidak begitu
penting untuk menjadi perhatian manusia. Namanya juga sebatas krama, yang tentu saja masing-
masing orang memiliki sudut pandang sendiri-sendiri.
TIGA PULUH DELAPAN “Pada waktu saya shalat, budi saya mencuri, pada waktu saya dzikir,
budi saya melepaskan hati, menaruh hati kepada seseorang, kadang-kadang menginginkan
keduniaan yang banyak. Lain dengan Zat Allah yang bersama diriku. Nah, saya inilah Yang
Maha Suci, Zat Maulana yang nyata, yang tidak dapat dipikirkan dan tidak dapat dibayangkan.”
(Serat Syaikh Siti Jenar Ki Sasrawijaya, Pupuh III Dandanggula, 37). Pada kritik yang
dikemukakan Syekh Siti Jenar terhadap Islam formal Walisanga tersebut, namun jelas penolakan
Syekh Siti Jenar atas model dan materi dakwah Walisanga. Pernyataan tersebut sebenarnya
berhubungan erat dengan pernyataan-pernyataan pada point 37 diatas, dan juga pernyataan
mengenai kebohongan syari’at yang tanpa spiritualitas di bawah. Menurut Syekh Siti Jenar,
umumnya orang yang melaksanakan shalat, sebenarnya akal-budinya mencuri, yakni mencuri
esensi shalat yaitu keheningan dan kejernihan busi, yang melahirkan akhlaq al-karimah. Sifat
khusyu’nya shalat sebenarnya adalah letak aplikasi pesan shalat dalam kehidupan keseharian.
Sehingga dalam al-Qur’an, orang yang melaksanakan shalat namun tetap memiliki sifat riya’ dan
enggan mewujudkan pesan kemanusiaan disebut mengalami celaka dan mendapatkan siksa
neraka Wail. Sebab ia melupakan makna dan tujuan shalat (QS. Al-Ma’un/107;4-7). Sedang
dalam Qs.Al-Mukminun/23; 1-11 disebutkan bahwa orang yang mendapatkan keuntungan adalah
orang yang shalatnya khusyu’. Dan shalat yang khusyu’ itu adalah shalat yang disertai oleh
akhlak berikut : (1) menghindarkan diri dari hal-hal yang sia-sia dan tidak berguna, juga tidak
menyia-siakan waktu serta tempat dan setiap kesempatan; (2) menunaikan zakat dan sejenisnya;
(3) menjaga kehormatan diri dari tindakan nista; (4) menepati janji dan amanat serta sumpah; (5)
menjaga makna dan esensi shalat dalam kehidupannya. Mereka itulah yang disebutkan akan
mewarisi tempat tinggal abadi; kemanunggalan. Namun dalam aplikasi keseharian, apa yang
terjadi? Orang muslim yang melaksanakan shalat dipaksa untuk berdiam, konsentrasi ketika
melaksanakan shalat. Padahal pesan esensialnya adalah, agar pikiran yang liar diperlihara dan
digembalakan agar tidak liar. Sebab pikiran yang liar pasti menggagalkan pesan khusyu’
tersebut. Khusyu’ itu adalah buah dari shalat. Sedangkan shalat hakikatnya adalah eksperimen
manunggal dengan Gusti. Manunggal itu adalah al-Islam, penyerahan diri . Sehingga doktrin
manunggal bukanlah masalah paham qadariyah atau jabariyah, fana’ atau ittihad. Namun itu
adalah inti kehidupan. Khusyu’ bukanlah latihan konsentrasi, bukan pula meditasi. Konsentrasi
dan meditasi hanya salah satu alat latihan menggembalaan pikiran. Wajar jika Syekh Siti Jenar
menyebut ajaran para wali sebagai ajaran yang telah dipalsukan dan menyebut shalat yang
diajarkan para Wali adalah model shalatnya para pencuri. Puasa Zakat dan Haji TIGA PULUH
SEMBILAN “Syahadat, shalat dan puasa itu, sesuatu yang tidak diinginkan, jadi tidak perlu.
Adapun zakat dan naik haji ke Mekah, itu semua omong kosong (palson kabeh). Itu seluruhnya
kedurjanaan budi, penipuan terhadap sesama manusia. Orang-orang dungu yg menuruti aulia,
karena diberi harapan surga di kelak kemudian hari, itu sesungguhnya keduanya orang yang
tidak tahu. Lain halnya dengan saya, Siti Jenar. Tiada pernah saya menuruti perintah budi,
bersujud-sujud di mesjid mengenakan jubah, pahalanya besok saja, bila dahi sudah menjadi
tebal, kepala berbelulang. Sesungguhnya hal ini tidak masuk akal! Di dunia ini semua manusia
adalah sama. Mereka semua mengalami suka-duka, menderita sakit dan duka nestapa, tiada beda
satu dengan yang lain. Oleh karena itu saya, Siti Jenar, hanya setia pada satu hal saja, yaitu Gusti
Zat Maulana.” . Syekh Siti jenar menyebutkan bahwa syariat yang diajarkan para wali adalah
“omong kosong belaka”, atau “wes palson kabeh”(sudah tidak ada yang asli). Tentu istilah ini
sangat amat berbeda dengan anggapan orang selama ini, yang menyatakan bahwa Syekh Siti
Jenar menolak syari’at Islam. Yang ditolak adalah reduksi atas syari’at tersebut. Syekh Siti Jenar
menggunakan istilah “iku wes palson kabeh”, yg artinya “itu sudah dipalsukan atau dibuat palsu
semua.” Tentu ini berbeda pengertiannya dengan kata “iku palsu kabeh” atau “itu palsu semua.”
Jadi yang dikehendaki Syekh Siti Jenar adalah penekanan bahwa syari’at Islam pada masa
Walisanga telah mengalami perubahan dan pergeseran makna dalam pengertian syari’at itu.
Semuanya hanya menjadi formalitas belaka. Sehingga manfaat melaksanakan syariat menjadi
hilang. Bahkan menjadi mudharat karena pertentangan yang muncul dari aplikasi formal syariat
tsb. Bagi Syekh Siti Jenar, syariat bukan hanya pengakuan dan pelaksanaan, namun berupa
penyaksian atau kesaksian. Ini berarti dalam pelaksanaan syariat harus ada unsur pengalaman
spiritual. Nah, bila suatu ibadah telah menjadi palsu, tidak dapat dipegangi dan hanya untuk
membohongi orang lain, maka semuanya merupakan keburukan di bumi. Apalagi sudah tidak
menjadi sarana bagi kesejahteraan hidup manusia. Ditambah lagi, justru syariat hanya menjadi
alat legitimasi kekuasaan (seperti sekarang ini juga).Yang mengajarkan syari’at juga tidak lagi
memahami makna dan manfaat syari’at itu, dan tidak memiliki kemampuan mengajarkan
aplikasi syari’at yg hidup dan berdaya guna. Sehingga syari’at menjadi hampa makna dan
menambah gersangnya kehidupan rohani manusia. Nah, yg dikritik Syekh Siti Jenar adalah
shalat yg sudah kehilangan makna dan tujuannya itu. Shalat haruslah merupakan praktek nyata
bagi kehidupan. Yakni shalat sebagai bentuk ibadah yg sesuai dgn bentuk profesi kehidupannya.
Orang yg melakukan profesinya secara benar, karena Allah, maka hakikatnya ia telah
melaksanakan shalat sejati, shalat yg sebenarnya. Orientasi kepada yang Maha Benar dan selalu
berupaya mewujudkan Manunggaling Kawula Gusti, termasuk dalam karya, karsa-cipta itulah
shalat yg sesungguhnya. Itulah pula yang menjadi rangkaian antara iman, Islam, dan Ihsan. Lalu
bagaimana posisi shalat lima waktu? Shalat lima waktu dalam hal ini menjadi tata krama syari’at
atau shalat nominal. Makna Ihsan EMPAT PULUH “Itulah yang dianggap Syekh Siti Jenar
Hyang Widi. Ia berbuat baik dan menyembah atas kehendak-NYA. Tekad lahiriahnya dihapus.
Tingkah lakunya mirip dengan pendapat yg ia lahirkan. Ia berketetapan hati untuk berkiblat dan
setia, teguh dalam pendiriannya, kukuh menyucikan diri dari segala yg kotor, untuk sampai
menemui ajalnya tidak menyembah kepada budi dan cipta. Syekh Siti Jenar berpendapat dan
menggangap dirinya bersifat Muhammad, yaitu sifat rasul yg sejati, sifat Muhammad yg kudus.”
TIGA PULUH SEMBILAN “Gusti Zat Maulana. Dialah yg luhur dan sangat sakti, yg berkuasa
maha besar, lagipula memiliki dua puluh sifat, kuasa atas kehendak-NYA. Dialah yg maha
kuasa, pangkal mula segala ilmu, maha mulia, maha indah, maha sempurna, maha kuasa, rupa
warna-NYA tanpa cacat seperti hamba-NYA. Di dalam raga manusia Ia tiada nampak. Ia sangat
sakti menguasai segala yg terjadi dan menjelajahi seluruh alam semesta, Ngidraloka”. Dua
kutipan di atas adalah aplikasi dari teologi Ihsan menurut Syekh Siti Jenar, bahwa sifatullah
merupakan sifatun-nafs. Ihsan sebagaimana ditegaskan oleh Nabi dalam salah satu hadistnya
(Sahih Bukhari, I;6), beribadah karena Allah dgn kondisi si ‘Abid dalam keadaan menyaksikan
(melihat langsung) langsung adanya si Ma’bud. Hanya sikap inilah yg akan mampu membentuk
kepribadian yg kokoh-kuat, istiqamah, sabar dan tidak mudah menyerah dalam menyerukan
kebenaran. Sebab Syekh Siti Jenar merasa, hanya Sang Wujud yg mendapatkan haq untuk
dilayani, bukan selain-NYA. Sehingga, dgn kata lain, Ihsan dalam aplikasinya atas pernyataan
Rasulullah adalah membumikan sifatullah dan sifatu-Muhammad menjadi sifat pribadi. Dengan
memiliki sifat Muhammad itulah, ia akan mampu berdiri kokoh menyerukan ajarannya dan
memaklumkan pengalamannya dalam “menyaksikan langsung” ada-NYA Allah. “Persaksian
langsung” itulah terjadi dalam proses manunggal.
EMPAT PULUH “Bonang, kamu mengundang saya datang di Demak. Saya malas untuk
Datang, sebab saya merasa tidak di bawah atau diperintah oleh siapapun, kecuali oleh hati saya.
Perintah hati itu yang saya turutinya, selain itu tidak ada yang saya patuhi perintahnya. Bukankah
kita sesama mayat? Mengapa seseorang memerintah orang lain? Manusia itu sama satu dengan
yang lain, sama-sama tidak mengetahui siapa Hyang Sukma itu. Yang disembah itu hanya nama-
Nya saja. Meskipun demikian ia bersikap sombong, dan merasa berkuasa memerintah sesama
bangkai.” . Ihsan berasal dari kondisi hati yg bersih. Dan hati yg bersih adalah pangkal serta
cermin seluruh eksistensi manusia di bumi. Keihsanan melahirkan ketegasan sikap dan
menentang ketundukan membabi-buta kepada makhluk. Ukuran ketundukan hati adalah Allah
atau Sang Pribadi. Oleh karena itu, sesama manusia dan makhluk saling memiliki kemerdekaan
dan kebebasan diri. Dan kebebasan serta kemerdekaan itu sifatnya pasti membawa kepada
kemajuan dan peradaban manusia, serta tatanan masyarakat yg baik, sebab diletakkan atas
landasan Ke-Ilahian manusia. Penjajahan atas eksistensi manusia lain hakikatnya adalah bentuk
dari ketidaktahuan manusia akan Hyang Widhi…Allah (seperti Rosul sering sekali mengatakan
bahwa “Sesungguhnya mereka tidak mengerti”). Karena buta terhadap Allah Yang Maha Hadir
bagi manusia itulah, maka manusia sering membabi-buta merampas kemanusiaan orang lain.
Dan hal ini sangat ditentang oleh Syekh Siti Jenar. Termasuk upaya sakralisasi kekuasaan
Kerajaan Demak dan Sultannya, bagi Syekh Siti Jenar harus ditentang, sebab akan menjadi
akibat tergerusnya ke-Ilahian ke dalam kedzaliman manusia yang mengatasnamakan hamba
Allah yg shalih dan mengatasnamakan demi penegakan syari’at Islam.
EMPAT PULUH SATU “Hyang Widi, wujud yg tak nampak oleh mata, mirip dengan ia sendiri,
sifat-sifatnya mempunyai wujud, seperti penampakan raga yg tiada tampak. Warnanya
melambangkan keselamatan, tetapi tanpa cahaya atau teja, halus, lurus terus-menerus,
menggambarkan kenyataan tiada berdusta, ibaratnya kekal tiada bermula, sifat dahulu yg
meniadakan permulaan, karena asal dari diri pribadi.” Pribadi adalah pancaran roh, sebagai tajalli
atau pengejawantahan Tuhan. Dan itu hanya terwujud dengan proses wujudiyah, Manuggaling
Kawula-Gusti, sebagai puncak dan substansi tauhid. Maka manusia merupakan wujud dari sifat
dan dzat Hyang Widi itu sendiri. Dengan manusia yg manunggal itulah maka akan menjadikan
keselamatan yg nyata bukan keselamatan dan ketentraman atau kesejahteraan yg dibuat oleh
rekayasa manusia, berdasarkan ukurannya sendiri. Namun keselamatan itu adalah efek bagi
terejawantah-NYA Allah melalui kehadiran manusia. Sehingga proses terjadinya keselamatan
dan kesejahteraan manusia berlangsung secara natural (sunnatullah), bukan karena hasil
sublimasi manusia, baik melalui kebijakan ekonomi, politik, rekayasa sosial dan semacamnya
sebagaimana selama ini terjadi. Maka dapat diketahui bahwa teologi Manuggaling Kawula Gusti
adalah teologi bumi yg lahir dengan sendirinya sebagai sunnatullah. Sehingga ketika manusia
mengaplikasikannya, akan menghasilkan manfaat yg natural juga dan tentu pelecehan serta
perbudakan kemanusiaan tidak akan terjadi, sifat merasa ingin menguasai, sifat ingin mencari
kekuasaan, memperebutkan sesama manusia tidak akan terjadi. Dan tentu saja pertentangan antar
manusia sebagai akibat perbedaan paham keagamaan, perbedaan agama dan sejenisnya juga pasti
tidak akan terjadi.
EMPAT PULUH DUA “Sabda sukma, adhep idhep Allah, kang anembah Allah, kang sinembah
Allah, kang murba amisesa.” . Pernyataan Syekh Siti Jenar di atas sengaja penulis nukilkan
dalam bahasa aslinya, dikarenakan multi-interpretasi yang dapat muncul dari mutiara ucapan
tersebut. Secara garis besar maknanya adalah, “Pernyataan roh, yang bertemu-hadapan dengan
Allah, yang menyembah Allah, yang disembah Allah, yang meliputi segala sesuatu.” Inilah
adalah salah satu sumber pengetahuan ajaran Syekh Siti Jenar yang maksudnya adalah sukma
(roh di kedalaman jiwa) sebagai pusat kalam (pembicaraan dan ajaran). Hal itu diakibatkan
karena di kedalaman roh batin manusia tersedia cermin yang disebut mir’ah al-haya’ (cermin
yang memalukan). Bagi orang yang sudah bisa mengendalikan hawa nafsunya serta mencapai
fana’ cermin tersebut akan muncul, yang menampakkan kediriannya dengan segala perbuatan
tercelanya. Jika ini telah terbuka maka tirai-tirai rohani juga akan tersingkap, sehingga kesejatian
dirinya beradu-satu (adhep-idhep), “aku ini kau, tapi kau aku”. Maka jadilah dia yang
menyembah sekaligus yang disembah, sehingga dirinya sebagai kawula-Gusti memiliki
wewenang murba amisesa, memberi keputusan apapun tentang dirinya, menyatu iradah dan
kodrat kawula-Gusti.
EMPAT PULUH TIGA “Hidup itu bersifat baru dan dilengkapi dengan pancaindera.
Pancaindera ini merupakan barang pinjaman yang jika sudah diminta oleh yang empunya, akan
menjadi tanah dan membusuk, hancurlebur bersifat najis. Oleh karena itu pancaindera tidak
dapat dipakai sebagai pedoman hidup. Demikian pula budi, pikiran, angan-angan dan kesadaran,
berasal dari pancaindera, tidak dapat dipakai sebagai pegangan hidup. Akal dapat menjadi gila,
sedih, bingung, lupa tidur, dan seringkali tidak jujur. Akal itu pula yang siang malam mengajak
dengki, bahkan merusak kebahagiaan orang lain. Dengki dapat pula menuju perbuatan jahat,
menimbulkan kesombongan, untuk akhirnya jatuh dalam lembah kenistaan, sehingga menodai
nama dan citranya. Kalau sudah sampai sedemikian jauhnya, baru orang menyesalkan
perbuatannya.” . Menurut Syekh Siti Jenar, baik pancaindera maupun perangkat akal tidak dapat
dijadikan pegangan dan pedoman hidup. Sebab semua itu bersifat baru, bukan azali. Satu-
satunya yang bisa dijadikan gondhelan dan gandhulan hanyalah Zat Wajibul Maulana, Zat Yang
Maha Melindungi. Pancaindera adalah pintu nafsu, dan akal adalah pintu bagi ego. Semuanya
harus ditundukkan di bawah Zat Yang Wajib Memimpin. Karena itu Dialah yang menunjukkan
semua budi baik. Jadi pencaindera harus dibimbing oleh budi dan budi dipimpin oleh Sang
Penguasa Budi atau Yang Maha Budi. Sedangkan Yang Maha Budi itu tidak terikat dalam
jeratan dan jebakan nama tertentu. Sebab nama bukanlah hakikat. Nama itu bisa Allah, Hyang
Widhi, Hyang Manon, Sang Wajibul Maulana, dan sebagainya. Semua itu produk akal sehingga
nama tidak perlu disembah. Jebakan nama dalam syari’at justru malah merendahkan Nama-Nya.
EMPAT PULUH EMPAT “Apakah tidak tahu bahwa penampilan bentuk daging, urat, tulang,
sungsum, bisa rusak dan bagaimana cara Anda memperbaikinya? Biarpun bersembahyang seribu
kali setiap harinya akhirnya mati juga. Meskipun badan Anda, Anda tutupi akhirnya menjadi
debu juga. Tetapi jika penampilan bentuknya seperti Tuhan, Apakah para Wali dapat membawa
pulang dagingnya, saya rasa tidak dapat. Alam semesta ini baru. Tuhan tidak akan membentuk
dunia ini dua kali dan juga tidak akan membuat tatanan baru, dalilnya layabtakiru hilamuhdil
yang artinya tidak membuat sesuatu wujud lagi tentang terjadinya alam semesta sesudah dia
membuat dunia.” . Dari pernyataan Syekh Siti Jenar tersebut, nampak bahwa Syekh Siti Jenar
memandang alam semesta sebagai makrokosmos sama dengan mikrokosmos (manusia).
Sekurangnya kedua hal itu merupakan barang baru ciptaan Tuhan yang sama-sama akan
mengalami kerusakan, tidak kekal dan tidak abadi. Pada sisi yang lain, pernyataan Syekh Siti
Jenar tersebut juga memiliki muatan makna pernyataan sufistik, “Barangsiapa mengnal dirinya,
maka ia pasti mengenal Tuhannya.” Sebab bagi Syekh Siti Jenar, manusia yang utuh dalam jiwa
raganya merupakan wadag bagi penyanda, termasuk wahana penyanda alam semesta. Itulah
sebabnya pengelolaan alam semesta menjadi tanggungjawab manusia. Maka, mikrokosmos
manusia tidak lain adalah blueprint dan gambaran adanya jagat besar termasuk semesta. Bagi
Syekh Siti Jenar, manusia terdiri dari jiwa dan raga yang intinya ialah jiwa sebagai penjelmaan
dzat Tuhan (sang Pribadi). Sedangkan raga adalah bentuk luar dari jiwa yang dilengkapi
pancaindera, berbagai organ tubuh seperti daging, otot, darah dan tulang. Semua aspek keragaan
atau ketubuhan adalah barang pinjaman yang suatu saat setelah manusia terlepas dari
pengalaman kematian di dunia ini, akan kembali berubah menjadi tanah. Sedangkan rohnya yang
menjadi tajalli Ilahi, manunggal ke dalam keabadian dengan Allah. Manusia tidak lain adalah ke-
Esa-an dalam af’al Allah. Tentu ke-Esa-an bukan sekedar af’al, sebab af’al digerakkan oleh dzat.
Sehingga af’al yang menyatu menunjukkan adanya ke-Esa-an dzat, ke mana af’al itu
dipancarkan.
EMPAT PULUH LIMA “Segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini pada hakikatnya
adalah af’al (perbuatan) Allah. Berbagai hal yang dinilai baik maupun buruk pada hakikatnya
adalah dari Allah juga. Jadi keliru dan sesat pandangan yang mengatakan bahwa yang baik dari
Allah dan yang buruk selain Allah.” “…Af’al Allah harus dipahami dari dalam dan luar diri. Saat
manusia menggoreskan pena misalnya, di situlah terjadi perpaduan dua kemampuan kodrati yang
dipancarkan oleh Allah kepada makhluk-Nya, yakni kemampuan kodrati gerak pena. Di situlah
berlaku dalil " Wa Allahu khalaqakum wa ma ta’malun (QS. Ash-Shaffat:96), yang
maknanya Allah yang menciptakan engkau dan segala apa yang engkau perbuat. Di sini
terkandung makna mubasyarah. Perbuatan yang terlahir dari itu disebut al-tawallud. Misalnya
saya melempar batu. Batu yang terlempar dari tangan saya itu adalah berdasar kemampuan
kodrati gerak tangan saya. Di situ berlaku dalil Wa ma ramaitaidz ramaita walakinna Allaha
rama (QS. Al-Anfal:17), maksudnya bukanlah engkau yang melempar, melainkan Allah jua yang
melempar ketika engkau melempar. Namun pada hakikatnya antara mubasyarah dan al-tawallud
hakikatnya satu, yakni af’al Allah sehingga berlaku dalil la haula wa la quwwata illa bi Allahi
al-‘aliyi al-adzimi. Rasulullah bersabda la tataharraku dzarratun illa bi idzni Allahi, yang
maksudnya tidak bergerak satu dzarah pun melainkan atas izin Allah.” .
EMPAT PULUH DELAPAN Menurut Syekh Siti Jenar, bahwa al-Fatihah adalah termasuk salah
satu kunci sahnya orang yang menjalani laku manunggal (ngibadah). Maka seseorang wajib
mengetahui makna mistik surat al-Fatihah. Sebab menurut Syekh Siti Jenar, lafal al-Fatihah
disebut lafal yang paling tua dari seluruh sabda-Sukma. Inilah tafsir mistik al-Fatihah Syekh
Siti Jenar :
Bis…kedudukannya… ubun-ubun.
Millah…kedudukannya…rasa.
Al-Rahman-al-Rahim…….kedudukannya…penglihatan (lahir batin).
Al-hamdu…kedudukannya…hidupmu (manusia).
Lillahi…kedudukannya….cahaya.
Rabbil-‘alamin….kedudukannya…….nyawa dan napas.
Al-Rahman al-Rahim…….kedudukannya……leher dan jakun.
Maliki……..kedudukannya……dada.
Yaumiddin…..kedudukannya……jantung (hati).
Iyyaka……kedudukannya…….hidung.
Na’budu…..kedudukannya…….perut.
Waiyyaka nasta’in………kedudukannya….dua bahu.
Ihdinash….kedudukannya..sentil (pita suara).
Shiratal…..kedudukannya…lidah.
Mustaqim……kedudukannya…tulang punggung (ula-ula).
Shiratalladzina….kedudukannya….dua ketiak.
An’amta…..kedudukannya….budi manusia.
‘alaihim……kedudukannya……tiangnya (pancering) hati.
Ghairil….kedudukannya…….bungkusnya nurani.
Maghdlubi…..kedudukannya….rempela/empedu.
‘alaihim………kedudukannya….dua betis.
Waladhdhallin……kedudukannya……mulut dan perut (panedha).
Amin……kedudukannya……penerima.
Tafsir mistik Syekh Siti Jenar tetap mengacu kepada Manunggaling Kawula-Gusti, sehingga baik
badan wadag manusia sampai kedalaman rohaninya dilambangkan sebagai tempat masing-
masing dari lafal surat al-Fatihah. Tentu saja pemahaman itu disertai dengan penghayatan fungsi
tubuh seharusnya masing-masing, dikaitkan dengan makna surahi dalam masing-masing lafadz,
maka akan ditemukan kebenaran tafsir tersebut, apalagi kalau sudah disertai dengan pengalaman
rohani/spiritual yang sering dialami. Konteks pemahaman yang diajukan Syekh Siti Jenar adalah,
bahwa al-Qur’an merupakan “kalam” yang berarti pembicaraan. Jadi sifatnya adalah hidup dan
aktif. Maka taksir mistik Syekh Siti Jenar bukan semata harfiyah, namun di samping tafsir
kalimat, Syekh Siti Jenar menghadirkan tafsir mistik yang bercorak menggali makna di balik
simbol yang ada (dalam hal ini huruf, kalimat dan makna historis). EMPAT PULUH
SEMBILAN “Di di dunia ini kita merupakan mayat-mayat yang cepat juga akan menjadi busuk
dan bercampur tanah…Ketahuilah juga, apa yang dinamakan kawula-Gusti tidak berkaitan
dengan seorang manusia biasa seperti yang lain-lain. Kawula dan Gusti itu sudah ada dalam
diriku, siang malam tidak dapat memisahkan diriku dari mereka. Tetapi hanya untuk saat ini
nama kawula-Gusti itu berlaku, yakni selama saya mati. Nanti, kalau saya sudah hidup lagi, gusti
dan kawula lenyap, yang tinggal hanya hidupku sendiri, ketentraman langgeng dalam Ada
sendiri. Bila kau belum menyadari kebenaran kata-kataku maka dengan tepat dapat dikatakan,
bahwa kau masih terbenam dalam masa kematian. Di sini memang terdapat banyak hiburan
aneka warna. Lebih banyak lagi hal-hal yang menimbulkan hawa nafsu. Tetapi kau tidak melihat,
bahwa itu hanya akibat pancaindera. Itu hanya impian yang sama sekali tidak mengandung
kebenaran dan sebentar lagi akan cepat lenyap. Gilalah orang yang terikat padanya. Saya tidak
merasa tertarik, tak sudi tersesat dalam kerajaan kematian. Satu-satunya yang kuusahakan, ialah
kembali kepada kehidupan.” . Syekh Siti Jenar menyatakan secara tegas bahwa dirinya sebagai
Tuhan, ia memiliki hidup dan Ada dalam dirinya sendiri, serta menjadi Pangeran bagi seluruh isi
dunia. Sehingga didapatkan konsistensi antara keyakinan hati, pengalaman keagamaan, dan sikap
perilaku dzahirnya. Juga ditekankan satu satu hal yang selalu tampil dalam setiap ajaran Syekh
Siti Jenar. Yakni pendapat bahwa manusia selama masih berada di dunia ini, sebetulnya mati,
baru sesudah ia dibebaskan dari dunia ini, akan dialami kehidupan sejati. Kehidupan ini
sebenarnya kematian ketika manusia dilahirkan. Badan hanya sesosok mayat karena ditakdirkan
untuk sirna. (bandingkan dengan Zotmulder; 364). Dunia ini adalah alam kubur, di mana roh suci
terjerat badan wadag yang dipenuhi oleh berbagai goda-nikmat yang menguburkan kebenaran
sejati, dan berusaha mengubur kesadaran Ingsun Sejati. LIMA PULUH “Syekh Siti Jenar
berpendapat dan mengganggap dirinya bersifat Muhammad, yaitu sifat Rasul yang sejati, sifat
Muhammad yang kudus. Ia berpendapat juga, bahwa hidup itu bersifat baru dan dilengkapi
dengan pancaindera. Pancaindera ini merupakan barang pinjaman, yang jika sudah diminta oleh
empunya akan menjadi tanah dan membusuk, hancur-lebur bersifat najis. Oleh karena itu
pancaindera tidak dapat dipakai sebagai pedoman hidup.” “Demikian pula budi, pikiran, angan-
angan dan kesadaran, berasal dari pancaindera, tidak dapat dipakai sebagai pegangan hidup. Akal
dapat menjadi gila, sedih, bingung, lupa tidur, dan sering kali tidak jujur. Akal itu pula yang
siang malam mengajak dengki, bahkan merusak kebahagiaan orang lain. Dengki dapat pula
menuju perbuatan jahat, menimbulkan kesombongan, untuk akhirnya jatuh dalam lembah
kenistaan, sehingga menodai nama dan citranya.” . “Kalau kamu ingin berjumpa dengan dia,
saya pastikan kamu tidak akan menemuinya, sebab Kyai Ageng berbadan sukma,
mengheningkan puja ghaib. Yang dipuja dan yang memuja, yang dilihat dan melihat yang
bersabda sedang bertutur, gerak dan diam bersatu tunggal. Nah, buyung yang sedang berkunjung,
lebih baik kembali saja.” . Ini adalah pandangan Syekh Siti Jenar tentang psikologi dan
pengetahuan. Menurut Syekh Siti Jenar, sumber ilmu pengetahuan itu terdiri atas tiga macam;
pancaindera, akal-nalar, dan intuisi (wahyu). Hanya saja pancaindera dan nalar tidak bisa
dijadikan pedoman pasti. Hanya intuisi yang berasal dari orang yang sudah manunggallah yang
betul-betul diandalkan sebagai pengetahuan. Oleh karenanya, konsistensi dengan pendapat
tersebut, Syekh Siti Jenar menegaskan bahwa baginya Muhammad bukan semata sosok utusan
fisik, yang hanya memberikan ajaran Islam secara gelondongan, dan setelah wafat tidak memiliki
fungsi apa-apa, kecuali hanya untuk diimani. Justru Syekh Siti Jenar menjadikan Pribadi
Rasulullah Muhammad sebagai roh yang bersifat aktif. Dalam memahami konsep syafa’at,
Syekh Siti Jenar berpandangan bahwa syafa’at tidak bisa dinanti dan diharap kehadirannya kelak
di kemudian hari. Justru syafa’at Muhammad hanya terjadi bagi orang yang menjadikan dirinya
Muhammad, me-Muhammad-kan diri dengan keseluruhan sifat dan asmanya. Rahasia asma
Allah dan asma Rasulullah adalah bukan hanya untuk diimani, tetapi harus merasuk dalam
Pribadi, menyatu-tubuh dan rasa. Itulah perlunya Nur Muhammad, untuk menyatu cahaya
dengan Sang Cahaya. Dan itu semua bisa terjadi dalam proses Manunggaling Kawula-Gusti.
LIMA PULUH SATU “Bukan kehendak, angan-angan, bukan ingatan, pikir atau niat, hawa
nafsu pun bukan, bukan juga kekosongan atau kehampaan. Penampilanku bagai mayat baru,
andai menjadi gusti jasadku dapat busuk bercampur debu, napasku terhembus ke segala penjuru
dunia, tanah, api, air, kembali sebagai asalnya, yaitu kembali menjadi baru. Syekh Siti Jenar
belum mau menuruti perintah sultan. Hal ini disebabkan karena bumi, langit, dan sebagainya
adalah kepunyaan seluruh manusia. Manusialah yang memberikan nama. Buktinya sebelum saya
lahir tidak ada. Syekh Siti Jenar menghubungkan antara alam yang diciptakan Allah, dengan
konteks kebebasan dan kemerdekaan manusia. Kebebasan alam mencerminkan kebebasan
manusia. Segala sesuatu harus berlangsung dan mengalami hal yang natural (alami), tanpa
rekayasa, tanpa pemaksaan iradah dan qudrah. Maka ketidakmauannya memenuhi penggilan
sultan, dikarenakan dirinya hanyalah milik Dirinya Sendiri. Jadi seluruh manusia masing-masing
mamiliki hak mengelola alam. Alam bukan milik negara atau raja, namun milik manusia
bersama. Maka setiap orang harus memiliki dan diberi hak kepemilikan atas alam. Ada yang
harus dimiliki secara privat dan ada juga yang harus dimiliki secara kolektif. Dari wejangan
Syekh Siti Jenar tersebut, juga diketahui bahwa hakikat seluruh alam semesta adalah tajaliyat
Tuhan (penampakan wajah Tuhan). Adapun mengenai alam yang kemudian memiliki nama,
bukanlah nama yang sesungguhnya, sebab segala sesuatu yang ada di bumi ini, manusialah yang
memberi nama, termasuk nama Tuhanpun, dalam pandangan Syekh Siti Jenar, diberikan oleh
manusia. Dan nama-nama itu seluruhnya akan kembali kepada Sang Pemilik Nama yang
sesungguhnya. . Maka memang nama itu perlu, namun jangan sampai menjebak manusia hanya
untuk memperdebatkan nama. Tarekat dan Jalan Mistik Syekh Siti Jenar LIMA PULUH DUA
“Adapun asalnya kehidupan itu, berdasar kitab Ma’rifat al’iman, seperti dijelaskan di bawah ini,
terbebani 16 macam titipan; Yang dari Muhammad : roh, napas. Yang dari Malaikat : budi, iman.
Yang dari Tuhan : pendengaran, penciuman, pengucapan, penglihatan. Yang dari Ibu : kulit,
daging, darah, bulu. Yang dari Bapak : tulang, sungsum, otot, otak. Inilah maksud dari lafal
“kulusyaun halikun ilawajahi”, maksudnya semua itu akan rusak kecuali dzat Allah yang tidak
rusak. . Kitab Ma’rifat al-Iman adalah karya dari Maulana Ibrahim al-Ghazi, al-Samarqandi,
yang menjadi salah satu sumber bacaan Syekh Siti Jenar. Kalimat “kulusyaun halikun ilawajahi”
lebih tepatnya berbunyi “kullu syai-in halikun illa wajhahu” (Segala sesuatu itu pasti hancur
musnah, kecuali wajah-Nya (penampakan wajah Allah)) [QS : Al-Qashashash / 28:88]. Dari
kalimat inilah Syekh Siti Jenar mengungkapkan pendapatnya, bahwa badan wadag akan hancur
mengikuti asalnya, tanah. Sedangkan Ingsun Sejati (Jiwa) mengikuti “illa wajhahu”, (kecuali
wajah-Nya). Ini juga menjadi salah satu inti dan kunci dalam memahami teori kemanunggalan
Syekh Siti Jenar. Maka kata wajhahu di sini diberikan makna Dzatullah. Bagi Syekh Siti Jenar,
antara Nur Muhammad, Malaikat, dan Tuhan, bukanlah unsur yang saling berdiri sendiri-sendiri
sebagaimana umumnya dipahami manusia. Nur Muhammad dan malaikat adalah termasuk dalam
Ingsun Sejati. Ini berhubungan erat dengan pernyataan Allah, bahwa segala sesuatu yang
diberikan kepada manusia (seperti pendengaran, penglihatan dan sebagainya) akan dimintakan
pertanggungjawabannya kepada Allah, maksudnya adalah apakah dengan alat titipan itu,
manusia bisa manunggal dengan Allah atau tidak. Sedangkan proses kejadian manusia yang
melalui orangtua, adalah sarana pembuatan jasad fisik, yang di alam kematian dunia, roh berada
dalam penjara badan wadag tersebut. LIMA PULUH TIGA “Kehilangan adalah kepedihan.
Berbahagialah engkau, wahai musafir papa, yang tidak memiliki apa-apa. Sebab, engkau yang
tidak memiliki apa-apa maka tidak pernah kehilangan apa-apa.” . Hakikat Zuhud bukanlah
meninggalkan atau mengasingkan diri dari dunia. Zuhud adalah perasaan tidak memiliki apa-apa
terhadap makhluk lain, sebab teologi kepemilikan itu hakikatnya tunggal. Manusia baru memiliki
segalanya ketika ia telah berhasil Manunggal dengan Gustinya, sebab Gusti adalah Yang Maha
Kuasa, otomatis Yang Maha Memiliki. Sehingga dalam menjalani kehidupan di dunia ini, sikap
yang realistis adalah perasaan tidak memiliki, karena sebatas itu antara makhluk (manusia)
dengan makhluk lain (apa pun yang bisa ‘dimiliki’ manusia) tidak bisa saling memiliki dan
dimiliki. Karena semua itu merupakan aspek dari ketunggalan. Orang yang masih selalu merasa
‘memiliki’ akan makhluk lain, pasti tidak akan berhasil menjadi salik (penempuh jalan spiritual)
yang akan sampai ke tujuan sejatinya, yakni Allah Yang Maha Tunggal, karena memang ia
belum mampu untuk manunggal. Nah, zuhud dalam pandangan Syekh Siti Jenar adalah menjadi
satu maqamat menuju kemanunggalan dan menjadi salah satu poros keihsanan dan keikhlasan.
LIMA PULUH EMPAT “Jika engkau kagum kepada seseorang yang engkau anggap Wali Allah,
janganlah engkau terpancang pada kekaguman akan sosok dan perilaku yang diperbuatnya.
Sebab saat seseorang berada pada tahap kewalian maka keberadaan dirinya sebagai manusia
telah lenyap, tenggelam ke dalam al-Waly. Kewalian bersifat terus-menerus, hanya saja saat
Sang Wali tenggelam dalam al-Waly. Berlangsungnya Cuma beberapa saat. Dan saat tenggelam
ke dalam al-Waly itulah sang wali benar-benar menjadi pengejawantahan al-Waly. Lantaran itu,
sang wali memiliki kekeramatan yang tidak bisa diukur dengan akal pikiran manusia, di mana
karamah itu sendiri pada hakikatnya adalah pengejawantahan dari kekuasaan al-Waly. Dan
lantaran itu pula yang dinamakan karamah adalah sesuatu di luar kehendak sang wali pribadi.
Semua itu semata-mata kehendak-Nya mutlak. Kekasih Allah itu ibarat cahaya. Jika ia berada di
kejauhan, kelihatan sekali terangnya. Namun jika cahaya itu di dekatkan ke mata, mata kita akan
silau dan tidak bisa melihatnya dengan jelas. Semakin dekat cahaya itu ke mata maka kita akan
semakin buta tidak bisa melihatnya. Engkau bisa melihat cahaya kewalian pada diri seseorang
yang jauh darimu. Namun, engkau tidak bisa melihat cahaya kewalian yang memancar dari diri
orang-orang yang terdekat denganmu.” . Doktrin kewalian Syekh Siti Jenar sangat berbeda
dengan doktrin kewalian orang Islam pada umumnya. Bagi Syekh Siti Jenar, yang menentukan
seseorang itu wali atau bukan hanyalah pemilik nama al-Waliy, yaitu Allah. Sehingga seorang
wali tidak akan pernah peduli dengan berbagai tetek-bengek pandangan manusia dan makhluk
lain terhadapnya. Demikian pula terhadap orang yang memandang kewalian seseorang. Syekh
Siti Jenar menasihatkan agar jangan terkagum-kagum dan menetukan kewalian hanya karena
perilaku serta kewajiban yang muncul darinya. Yang harus diingat adalah bahwa para auliya’
Allah adalah pengejawantahan dari Allah al-Waliy. Sehingga apapun yang lahir dari wali
tersebut, bukanlah perilaku manusia dalam wadagnya, namun itu adalah perbuatan Allah.
Seorang wali dalam pandangan Syekh Siti Jenar tidak lain adalah manusia yang manunggal
dengan al-Waliy dan itu berlangsung terus-menerus. Hanya saja perlu diingat, setiap tajalliyat-
Nya adalah bagian dari si Wali tersebut, namun tidak semua sisi dan perbuatan si wali adalah
perbuatan atau af’al al-Waliy. Oleh karena itu sampai di sini, kita harus menyikapi dengan kritis
terhadap sebagian naskah-naskah Jawa Tengahan yang menyatakan bahwa Syekh Siti Jenar
pernah mengungkapkan pernyataan, “di sini tidak ada Syekh Siti Jenar, yang ada hanya Allah,”
serta ungkapan sebaliknya “di sini tidak ada Allah, yang ada hanya Siti Jenar.” Kisah yang
berhubungan dengan pernyataan tersebut, hanya anekdot atau kisah konyol dan bukan kisah yang
sebenarnya. Dan itu merupakan bentuk penggambaran ajaran anunggaling Kawula Gusti yang
salah kaprah. Pernyataan pertama “di sini tidak ada Syekh Siti Jenar, yang ada hanya Allah,”
memang benar adanya. Namun pernyataan kedua, “di sini tidak ada Allah, yang ada hanya Siti
Jenar,” tidak bisa dianggap benar, dan jelas keliru. Teologi Manunggaling Kawula Gusti
bukanlah teologi Fir’aun yang menganggap kedirian-insaniyahnya menjadi Tuhan, sekaligus
dengan keberadaan manusia sebagai makhluk di dunia ini. Jadi kita harus ekstra hati-hati dalam
memilah dan memilih naskah-naskah tersebut., sebab banyak juga pernyataan yang disandarkan
kepada Syekh Siti Jenar, namun nyatanya itu bukan berasal dari Syekh Siti Jenar. Ajaran Syekh
Siti Jenar menurut Ki Lonthang Semarang “Kalau menurut wejangan guru saya, orang
sembahyang itu siang malam tiada putusnya ia lakukan. Hai Bonang ketahuilah keluarnya
napasku menjadi puji. Maksudnya napasku menjadi shalat. Karena tutur penglihatan dan
pendengaran disuruh melepaskan dari angan-angan, jadi kalau kamu shalat masih mengiaskan
kelanggengan dalam alam kematian ini, maka sesungguhnyalah kamu ini orang kafir.” “Jika
kamu bijaksana mengatur tindakanmu, tanpa guna orang menyembah Rabbu’l ‘alamien, Tuhan
sekalian alam, sebab di dunia ini tidak ada Hyang Agung. Karena orang melekat pada bangkai,
meskipun dicat dilapisi emas, akhirnya membusuk juga, hancur lebur bercampur dengan tanah.
Bagaimana saya dapat bersolek?” “Menurut wejangan Syekh Siti Jenar, orang sembahyang tidak
memperoleh apa-apa, baik di sana, maupun di sini. Nyatanya kalau ia sakit, ia menjadi bingung.
Jika tidur seperti budak, disembarang tempat. Jika ia miskin, mohon agar menjadi kaya tidak
dikabulkan. Apalagi bila ia sakaratul maut, matanya membelalak tiada kerohan. Karena ia segan
meninggalkan dunia ini. Demikianlah wejangan guru saya yang bijaksana.” “Umumnya santri
dungu, hanya berdzikir dalam keadaan kosong dari kenyataan yang sesungguhnya,
membayangkan adanya rupa Zat u’llahu, kemudian ada rupa dan inilah yang ia anggap Hyang
Widi.” “Apakah ini bukan barang sesat? Buktinya kalau ia memohon untuk menjadi orang kaya
tidak diluluskan. Sekalipun demikian saya disuruh meluhurkan Dzat’llahu yang rupanya ia lihat
waktu ia berdzikir, mengikuti syara’ sebagai syari’at, jika Jum’at ke mesjid berlenggang
mengangguk-angguk, memuji Pangeran yang sunyi senyap, bukan yang di sana, bukan yang di
sini.” “Saya disuruh makbudullah, meluhurkan Tuhan itu, serta akan ditipu diangkat menjadi
Wali, berkeliling menjual tutur, sambil mencari nasi gurih dengan lauknya ayam betina berbulu
putih yang dimasak bumbu rujak pada selamatan meluhurkan Rasulullah. Ia makan sangat lahap,
meskipun lagaknya seperti orang yang tidak suka makan. Hal itulah gambaran raja penipu!”
“Bonang, jangan berbuat yang demikian. Ketahuilah dunia ini alam kematian, sedang akhirat
alam kehidupan yang langgeng tiada mengenal waktu. Barang siapa senang pada alam kematian
ini, ia terjerat goda, terlekat pada surga dan neraka, menemui panas, sedih, haus, dan lapar”. .
“Tiada usah merasa enggan menerima petuahku yang tiga buah jumlahnya. Pertama janganlah
hendaknya kamu menjalankan penipuan yang keterlaluan, agar supaya kamu tidak ditertawakan
orang di kelak kemudian hari. Yang kedua, jangan kamu merusak barang-barang peninggalan
purba, misalnya : lontar naskah sastra yang indah-indah, tulisan dan gambar-gambar pada batu
candhi. Demikian pula kayu dan batu yang merupakan peninggalan kebudayaan zaman dulu,
jangan kamu hancur-leburkan. Ketahuilah bagi suku Jawa sifat-sifat Hindu-Budha tidak dapat
dihapus. Yang ketiga, jika kamu setuju, mesjid ini sebaiknya kamu buang saja musnahkan
dengan api. Saya berbelas kasihan kepada keturunanmu, sebab tidak urung mereka menuruti
kamu, mabuk do’a, tersesat mabuk-tobat, berangan-angan lam yakunil.” “…orang menyembah
nama yang tiada wujudnya, harus dicegah. Maka dari itu jangan kamu terus-teruskan, sebab itu
palsu.” . Khotbah Perpisahan Sunan Panggung “Banyak orang yang gemar dengan ksejatian, tapi
karena belum pernah berguru maka semua itu dipahami dalam konteks dualitas. Yang satu
dianggap wjud lain. Sesungguhnya orang yng melihat sepeti ini akan kecewa. Apalagi yang
ditemui akan menjadi hilang. Walaupun dia berkeliling mencari, ia tidak akan menemukan yang
dicari. Padahal yang dicari, sesungguhnya telah ditimang dan dipegang, bahkan sampai
keberatan membawanya. Dan karena belum tahu kesejatiannya, ciptanya tanpa guru
menyepelekan tulisan dan kesejatian Tuhan.” “Walaupun dituturkan sampai capai, ditunjukkan
jalannya, sesungguhnya dia tidak memahaminya karena ia hanya sibuk menghitung dosa besar
dan kecil yg diketahuinya. Tentang hal kufur kafir yang ditolaknya itu, bukti bahwa ia adalah
orang yang masih mentah pengetahuannya. Walaupun tidak pernah lupa sembahyang, puasanya
dapat dibangga-banggakan tanpa sela, tapi ia terjebak menaati yang sudah ditentukan Tuhan.
Sembah puji dan puasa yang ditekuni, membuat orang justru lupa akan sangkan paran (asal dan
tujuan). Karena itu, ia lebih konsentrasi melihat dosa besar-kecil yang dikhawatirkan, dan ajaran
kufur kafir yang dijauhi justru membuat bingung sikapnya. Tidak ada dulu dinulu. Tidak merasa,
tidak menyentuh. Tidak saling mendekati, sehingga buta orang itu. Takdir dianggap tidak akan
terjadi, salah-salah menganggap ada dualisme antara Maha Pencipta dan Maha Memelihara. Jika
aku punya pemikiran yang demikian, lebih baik aku mati saja ketika masih bayi. Tidak terhitung
tidak berfikir, banyak orang yang merasa menggeluti tata lafal, mengkaji sembahyang dan
berletih-letih berpuasa. Semua itu dianggap akan mampu mengantarkan. Padahal salah-salah
menjadikan celaka dan bahkan banyak yang menjadi berhala.” “Pemikiran saya sejak kecil,
Islam tidak dengan sembahyang, Islam tidak dengan pakaian, Islam tidak dengan waktu, Islam
tidak dengan baju dan Islam tidak dengan bertapa. Dalam pemikiran saya, yang dimaksud Islam
tidak karena menolak atau menerima yang halal atau haram. Adapun yang dimaksud orang Islam
itu, mulia wisesa jati, kemuliaan selamat sempurna sampai tempat tinggalnya besok. Seperti bulu
selembar atau tepung segelintir, hangus tak tersisa. Kehidupan di dunia seperti itu
keberadaannya.” “Manusia, sebelum tahu makna Alif, akan menjadi berantakan….Alif menjadi
panutan sebab uintuk semua huruf, alif adalah yang pertama. Alif itu badan idlafi sebagai
anugerah. Dua-duanya bukan Allah. Alif merupakan takdir, sedangkan yang tidak bersatu
namanya alif-lapat. Sebelum itu jagat ciptaan-Nya sudah ada. Lalu alif menjadi gantinya, yang
memiliki wujud tunggal. Ya, tunggal rasa, tunggal wujud. Ketunggalan ini harus dijaga betul
sebab tidak ada yang mengaku tingkahnya. ALif wujud adalah Yang Agung. Ia menjadi wujud
mutlak yang merupakan kesejatian rasa. Jenisnya ada lima, yaitu alif mata, wajah, niat jati, iman,
syari’at.” “Allah itu penjabarannya adalah dzat Yang Maha Mulia dan Maha Suci. Allah itu
sebenarnya tidak ada lain, karena kamu itu Allah. Dan Allah semua yang ada ini, lahir batin
kamu ini semua tulisan merupakan ganti dari alif, Allah itulah adanya.” “Alif penjabarannya
adalah permulaan pada penglihatan, melihat yang benar-benar melihat. Adapun melihat Dzat itu,
merupakan cermin ketunggalan sejati menurun kepada kesejatianmu. Cahaya yang keluar,
kepada otak keberadaan kita di dunia ini merupakan cahaya yang terang benderang, itu memiliki
seratus dua puluh tujuh kejadian. Menjadi penglihatan dan pendengaran, napas yang tunggal,
napas kehidupan yang dinamakan Panji. Panji bayangan dzat yang mewujud pada kebanyakkan
imam. Semua menyebut dzikir sejati, laa ilaaha illallah.” . Kematian di Mata Sunan Geseng
“Banyak orang yang salah menemui ajalnya. Mereka tersesat tidak menentu arahnya,
pancaindera masih tetap siap, segala kesenangan sudah ditahan, napas sudah tergulung dan
angan-angan sudah diikhlaskan, tetapi ketika lepas tirta nirmayanya belum mau. Maka ia
menemukan yang serba indah.” “Dan ia dianggap manusia yang luar biasa. Padahal
sesungguhnya ia adalah orang yang tenggelam dalam angan-angan yang menyesatkan dan tidak
nyata. Budi dan daya hidupnya tidak mau mati, ia masih senang di dunia ini dengan segala
sesuatu yang hidup, masih senang ia akan rasa dan pikirannya. Baginya hidup di dunia ini
nikmat, itulah pendapat manusia yang masih terpikat akan keduniawian, pendapat gelandangan
yang pergi ke mana-mana tidak menentu dan tidak tahu bahwa besok ia akan hidup yang tiada
kenal mati. Sesungguhnyalah dunia ini neraka.” “Maka pendapat Kyai Siti Jenar betul, saya
setuju dan tuan benar-benar seorang mukmin yang berpendapat tepat dan seyogyanya tuan jadi
cermin, suri tauladan bagi orang-orang lain. Tarkumasiwalahu (Arab asli : tarku ma siwa
Allahu), di dunia ini hamba campur dengan kholiqbta, hambanya di surga, khaliknya di neraka
agung.” Syari’at Palsu Para Wali Menurut Ki Cantula “Menurut ajaran guruku Syekh Siti Jenar,
di dunia ini alam kematian. Oleh karena itu, dunia yang sunyi ini tidak ada Hyang Agung serta
malaikat. Akan tetapi bila saya besok sudah ada di alam kehidupan saya akan berjumpa dan
kadang kala saya menjadi Allah. Nah, di situ saya akan bersembahyang.” “Jika sekarang saya
disuruh sholat di mesjid saya tidak mau, meskipun saya bukan orang kafir. Boleh jadi saya orang
terlantar akan Pangeran Tuhan. Kalau santri gundul, tidak tahunya yang ada di sini atau di sana.
Ia berpengangan kandhilullah, mabuk akan Allah, buta lagi tuli.” “Lain halnya dengan saya,
murid Syekh Siti Jenar. Saya tidak menghiraukan ujar para Wali, yang mengkukuhkan Syari’at
palsu, yang merugikan diri sendiri. Nah, Syekh Dumba, pikirkanlah semua yang saya katakan
ini. Dalam dadamu ada Al-Qur’an. Sesuai atau tidak yang saya tuturkan itu, kanda pasti tahu.” .
Jawaban Ki Bisono Tentang Semesta, Tuhan dan Roh Ki Bisana menyanggupi kemudian
menjawab pertanyaan dari Sultan Demak: “Pertanyaan pertama : Pertanyaan, bahwa Allah
menciptakan alam semesta itu adalah kebohongan belaka. Sebab alam semesta itu barang baru,
sedang Allah tidak membuat barang yang berwujud menurut dalil : layatikbiyu hilamuhdil,
artinya tiada berkehendak menciptakan barang yang berwujud. Adapun terjadinya alam semesta
ini ibaratnya : drikumahiyati : artinya menemukan keadaan. Alam semesta ini : la awali. Artinya
tiada berawal. Panjang sekali kiranya kalau hamba menguraikan bahwa alam semesta ini
merupakan barang baru, berdasarkan yang ditulis dalam Kuran.” “Pertanyaan yang kedua :
Paduka bertanya di mana rumah Hyang Widi. Hal itu bukan merupakan hal yang sulit, sebab
Allah sejiwa dengan semua zat. Zat wajibul wujud itulah tempat tinggalnya, seumpamanya Zat
tanahlah rumahnya. Hal ini panjang sekali kalau hamba terangkan. Oleh karena itu hamba
cukupkan sekian saja uraian hamba.” “Selanjutnya pertanyaan ketiga : berkurangnya nyawa
siang malam, sampai habis ke manakah perginya nyawa itu. Nah, itu sangat mudah untuk
menjawabnya. Sebab nyawa tidak dapat berkurang, maka nyawa itu bagaikan jasad , berupa
gundukan, dapat aus, rusak dimakan anai-anai. Hal inipun akan panjang sekali untuk hamba
uraikan. Meskipun hamba orang sudra asal desa, akan tetapi tata bahasa kawi hamba mengetahui
juga, baik bahasa biasa maupun yang dapat dinyanyikan. Lagu tembang sansekerta pun hamba
dapat menyanyikan juga dengan menguraikan arti kalimatnya, sekaligus hamba bukan seorang
empu atau pujangga, melainkan seorang yang hanya tahu sedikit tentang ilmu.” “Itu semua
disebabkan karena hamba berguru kepada Syekh Siti Jenar, di Krendhasawa, tekun mempelajari
kesusasteraan dan menuruti perintah guru yang bijaksana. Semua murid Syekh Siti Jenar menjadi
orang yang cakap, berkat kemampuan mereka untuk menerima ajaran guru mereka sepenuh
hati.” “Adapun pertanyaan yang keempat : paduka bertanya bagaimanakah rupa Yang Maha Suci
itu. Kitab Ulumuddin sudah memberitahukan : walahu lahir insan, wabatinul insani baitu-
baytullahu (Arab asli : wa Allahu dzahir al-insan, wabathin, al-insanu baytullahu), artinya
lahiriah manusia itulah rupa Hyang Widi. Batiniah manusia itulah rumah Hyang Widi. Banyak
sekali yang tertulis dalam Kitab Ulumuddin, sehingga apabila hamba sampaikan kepada paduka,
Kanjeng Pangeran Tembayat tentu bingung, karena paduka tidak dapat menerima, bahkan
mungkin paduka mengira bahwa hamba seorang majenun. Demikianlah wejangan Syekh Siti
Jenar yang telah hamba terima.” “Guru hamba menguraikan asal-usul manusia dengan jelas,
mudah diterima oleh para siswa, sehingga mereka tidak menjadi bingung. Diwejang pula tentang
ilmu yang utama, yang menjelaskan tentang dan kegunaan budi dalam alam kematian di dunia
ini sampai alam kehidupan di Akhirat. Uraiannya jelas dapat dilihat dengan mata dan dibuktikan
dengan nyata.” “Dalam memberikan pelajaran, guru hamba Syekh Siti Jenar, tiada memakai tirai
selubung, tiada pula memakai lambang-lambang. Semua penjelasan diberikan secara terbuka,
apa adanya dan tanpa mengharapkan apa-apa sedikitpun. Dengan demikian musnah segala tipu
muslihat, kepalsuan dan segala perbuatan yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan. Hal ini
berbeda dengan apa yang dilakukan para guru lainnya. Mereka mengajarkan ilmunya secara
diam-diam dan berbisik-bisik, seolah-olah menjual sesuatu yang gaib, disertai dengan harapan
untuk memperoleh sesuatu yang menguntungkan untuk dirinya.” “Hamba sudah berulang kali
berguru serta diwejang oleh para wali mu’min, diberitahu akan adanya Muhammad sebagai
Rosulullah serta Allah sebagai Pangeran hamba. Ajaran yang dituntunkan menuntun serta
membuat hamba menjadi bingung dan menurut pendapat hamba ajaran mereka sukar dipahami,
merawak-rambang tiada patokan yang dapat dijadikan dasar atau pegangan. Ilmu Arab menjadi
ilmu Budha, tetapi karena tidak sesuai kemudian mereka mengambil dasar dan pegangan
Kanjeng Nabi. Mereka mematikan raga, merantau kemana-mana sambil menyiarkan agama.
Padahal ilmu Arab itu tiada kenal bertapa, kecuali berpuasa pada bulan Romadan, yang
dilakukan dengan mencegah makan, tiada berharap apapun.” “Jadi jelas kalau para wali itu
masih manganut agama Budha, buktinya mereka masih sering ketempat-tempat sunyi, gua-gua,
hutan-hutan, gunung-gunung atau tepi samudera dengan mengheningkan cipta, sebagai laku
demi terciptanya keinginan mereka agar dapat bertemu dengan Hyang Sukma. Itulah buktinya
bahwa mereka masih dikuasai setan ijajil. Menurut cerita Arab Ambiya, tiada orang yang dapat
mencegah sandang pangan serta tiada untuk kuasa berjaga mencegah tidur kecuali orang Budha
yang mensucikan dirinya dengan jalan demikian. Nah, silahkan memikirkan apa yang hamba
katakan, sebagai jawaban atas empat pertanyaan paduka.”. Wasiat dan Ajaran Syekh Amongraga
”Syekh Amongraga adalah salah seorang pewaris ajaran Syekh Siti Jenar pada masa Sultan
Agung Hanyokusumo (1645). Mengenai rincian kehidupan dan ajaran Syekh Amongraga dapat
dibaca di serat Centini”. Syekh Amongraga mewasiatkan berbagai inti ajaran yang meliputi
(Primbon Sabda Sasmaya; hlm. 24): 1. Rahayu ing Budhi (selamat akhlak dan moral). 2.
Mencegah dan berlebihnya makanan. 3. Sedikit tidur. 4. Sabar dan tawakal dalam hati. 5.
Menerima segala kehendak dan takdir Tuhan. 6. Selalu mensyukuri takdir Tuhan. 7. Mengasihi
fakir dan miskin. 8. Menolong orang yang kesusahan. 9. Memberi makan kepada orang yang
lapar. 10. Memberi pakaian kepada orang yang telanjang. 11. Memberikan payung kepada orang
yang kehujanan. 12. Memberikan tudung kepada orang yang kepanasan. 13. Memberikan minum
kepada orang yang haus. 14. Memberikan tongkat penunjuk kepada orang yang buta. 15.
Menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat. 16. Menyadarkan orang yang lupa. 17.
Membenarkan ilmu dan laku orang yang salah. 18. Mengasihi dan memuliakan tamu. 19.
Memberikan maaf kepada kesalahan dan dosa sanak-kandung, saudara, dan semua manusia. 20.
Jangan merasa benar, jangan merasa pintar dalam segala hal, jangan merasa memiliki, merasalah
bahwa semua itu hanya titipan dari Tuhan yang membuat bumi dan langit, jadi manusia itu
hanyalah sudarma (memanfaatkan dengan baik dengan tujuan dan cara yang baik pula) saja.
Pakailah budi, syukur, sabar, menerima, dan rela. Ajaran Syekh Siti Jenar Menurut Pangeran
Panggung “….Saya mencari ilmu sejati yang berhubungan langsung dengan asal dan tujuan
hidup, dan itu saya pelajari melalui tanajjul tarki. Menurut saya , untuk mengharapkan hidayah
hanyalah bias didapat dengan kesejatian ilmu. Demi kesentausaan hati menggapai gejolak jiwa,
saya tidak ingin terjebak dalam syariat.” “Jika saya terjebak dalam syariat, maka seperti burung
sudah bergerak, akan tetapi mendapatkan pikiran yang salah. Karena perbuatan salah dalam
syariat adalah pada kesalahpahaman dalam memahami larangan. Bagi saya kesejatian ilmu itulah
yang seharusnya dicari dan disesuaikan dengan ilmu kehidupan. Kebanyakan manusia itu, jika
sudah sampai pada janji maka hatinya menjadi khawatir, wataknya selalu was-was…senantiasa
takut gagal….Alam dibawah kolong langit, diatas hamparan bumi dan semua isi didalamnya
hanyalah ciptaan Yang Esa, tidak ada keraguan. Lahir batin harus bulat, mantap berpegang pada
tekad.” (Serat Suluk Malang Sumirang, Pupuh 1-2). “Yang membuat kita paham akan diri kita,
Pertama tahu akan datang ajal, karena itu tahu jalan kemuliaannya, Kedua, tahu darimana
asalnya ada kita ini sesungguhnya, berasal dari tidak ada. Kehendak-Nya pasti jadi, dan kejadian
itu sendiri menjadi misal. Wujud mustahil pertandanya sebagai cermin yang bersih merata
keseluruh alam. Yang pasti dzatnya kosong, sekali dan tidak ada lagi. Dan janganlah
menyombongkan diri, bersikaplah menerima jika belum berhasil. Semua itu kehendak Sang
Maha Pencipta. Sebagai makhluk ciptaan, manusia didunia ini hanya satu repotnya. Yaitu tidak
berwenang berkehendak, dan hanya pasrah kepada kehendak Allah.” “Segala yang tercipta
terdiri dari jasad dan sukma, serta badan dan nyawa. Itulah sarana utama, yakni cahaya, roh, dan
jasad. Yang tidak tahu dua hal itu akan sangat menyesal. Hanya satu ilmunya, melampaui Sang
Utusan. Namun bagi yang ilmunya masih dangkal akan mustahil mencapai kebenaran, dan
manunggal dengan Allah. Dalam hidup ini, ia tidak bisa mengaku diri sebagai Allah, Sukma
Yang Maha Hidup. Kufur jika menyebut diri sebagai Allah. Kufur juga jika menyamakan
hidupnya dengan Hidup Sang Sukma, karena sukmaitu adalah Allah.” . ” Waktu shalat
merupakan pilihan waktu yang sesungguhnya berangkat dari ilmu yang hebat. Mengertikah
Anda, mengapa shalat dzuhur empat raka’at? Itu disebabkan kita manusia diciptakan dengan dua
kaki dan dua tangan. Sedang shalat ‘Ashar empat raka’at juga, adalah kejadian bersatunya dada
dengan Telaga al-Kautsar dengan punggung kanan dan kiri. Shalat Maghrib itu tiga raka’at,
karena kita memiliki dua lubang hidung dan satu lubang mulut. Adapun shalat ‘Isya’ enjadi
empat raka’at karena adanya dua telinga dan dua buah mata. Adapun shalat Subuh, mengapa dua
raka’at adalah perlambang dari kejadian badan dan roh kehidupan. Sedangkan shalat tarawih
adalah sunnah muakkad yang tidak boleh ditinggalkan dua raka’atnya oleh yang melakukan,
men-jadi perlambang tumbuhnya alis kanan dan kiri.” “Adapun waktu yang lima, bahwa masing-
masing berbeda-beda yang memilikinya. Shalat Subuh, yang memiliki adalah Nabi Adam.
Ketika diturunkan dari surga mulia, berpisah dengan istrinya Hawa menjadi sedih karena tidak
ada kawan. Lalu ada wahyu dari melalui malaikat Jibril yang mengemban perintah Tuhan kepada
Nabi Adam, “Terimalah cobaan Tuhan, shalat Subuhlah dua raka’at”. Maka Nabi Adampun siap
melaksanakannya. Ketika Nabi Adam melaksanakan shalat Subuh pada pagi harinya, ketika
salam. Telah mendapati istrinya berada dibelakangnya, sambil menjawab salam. Shalat Dzuhur
dimaksudkan ketika Kanjeng Nabi Ibrahim pada zaman kuno mendapatkan cobaan besar,
dimasukkan ke dalam api hendak dihukum bakar. Ketika itu Nabi Ibrahim mendapat wahyu
ilahi, disuruh untuk melaksanakan shalat Dzuhur empat raka’at. Nabi Ibrahim melaksanakan
shalat, api padam seketika. Adapun shalat Ashar, dimaksudkan ketika Nabi Yunus sedang naik
perahu dimakan ikan besar. Nabi Yunus merasakan kesusahan ketika berada di dalam perut ikan.
Waktu itu terdapat wahyu Ilahi, Nabi Yunus diperintahkan melaksanakan shalat Ashar empat
raka’at. Nabi Yunus segera melaksanakan, dan ikan itu tidak mematikannya. Malah ikan itu
mati, kemudian Nabi Yunus keluar dari perut ikan. Sedangkan shalat Maghrib pada zaman kuno
yang memulainya adalah Nabi Nuh. Ketika musibah banjir bandang sejagat, Nabi Nuh bertaubat
merasa bersalah. Dia diterima taubatnya disuruh mengerjakan shalat. Kemudian Nabi Nuh
melaksanakan shalat Maghrib tiga raka’at, maka banjirpun surut seketika. Shalat ‘Isya
sesungguhnya Nabi Isa yang memulainya. Ketika kalah perang melawan Raja Harkiyah (Juga
disebut Raja Herodes, atasan Gubernur Pontius Pilatus) semua kaumnya bingung tidak tahu
utara, selatan, barat, timur dan tengah. Nabi Isa merasa susah, dan tidak lama kemudian datang
malaikat Jibril membawa wahyu dengan uluk salam. Nabi Isa diperintahkan melaksanakan shalat
‘Isya. Nabi Isa menyanggupinya, dan semua kaumnya mengikutinya, dan malaikat Jibril berkata,
“Aku yang membalaskan kepada Pendeta Balhum.” . “Menurut pemahaman saya, sesuai
petunjuk Syekh Siti Jenar dahulu, anasir itu ada empat yang berupa anasir batin dan ansir lahir.
Pertama, anasir Gusti. Perlu dipahami dengan baik dzat, sifat, asma dan af’al (perbuatan)
kedudukannya dalam rasa. Dzat maksudnya adalah bahwa diri manusia dan apapun yang
kemerlap di dunia ini tidak ada yang memiliki kecuali Tuhan Yang Maha Tinggi, yang besar atau
yang kecil adalah milik Allah semua. Ia tidak memiliki hidupnya sendiri. Hanya Allah yang
Hidup, yang Tunggal. Adapun sifat sesungguhnya segala wujud yang kelihatan yang besar atau
kecil, seisi bumi dan langit tidak ada yang memiliki hanya Allah Tuhan Yang Maha Agung.
Adapun asma sesungguhnya, nama semua ciptaan seluruh isi bumi adalah milik Tuhan Allah
Yang Maha Lebih Yang Maha Memiliki Nama. Sedangkan artinya af’al adalah seluruh gerak
dan perbuatan yang kelihatan dari seluruh makhluk isi bumi ini adalah tidak lain dari perbuatan
Allah Yang Maha Tinggi, demikian maksud anasir Gusti.” “Anasir roh, ada empat perinciannya
yang berwujud ilmu yang dinamai cahaya persaksian (nur syuhud). Maksudnya adalah sebagai
berikut : pertama, yang disebut wujud sesungguhnya adalah hidup sejati atau amnusia sejati
seperti pertempuran yang masih perawan itulah yang dimaksud badarullah yang sebenarnya.
Kedua, yang disebut ilmu adalah pengetahuan batin yang menjadi nur atau cahaya kehidupan
atau roh idhafi, cahaya terang menyilaukan seperti bintang kejora. Ketiga, yang dimaksud
syuhud adalah kehendak batin kejora. Ketiga, yang dimaksud syuhud adalah kehendak batin
tatkala memusatkan perhatian terutama ketika mengucapkan takbir. Demikianlah penjelasan
tentang anasir roh, percayalah kepada kecenderungan hati.” “Anasir manusia maksudnya
hendaklah dipahami bahwa manusia itu terdiri dari bumi, api, angin dan air. Bumi itu menjadi
jasad, api menjadi cahaya yang bersinar, angin menjadi napas keluar masuk, air, menjadi darah.
Keempatnya bergerak tarik menarik secara ghaib. Demikianlah penjelasan saya tentang anasir.
Kompilasi Dari Beberapa Sumber Tentang Syeh Siti Jenar Syekh Siti Jenar (juga dikenal dalam
banyak nama lain, antara lain Sitibrit, Lemahbang, dan Lemah Abang) adalah seorang tokoh
yang dianggap Sufi dan juga salah satu penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Tidak ada yang
mengetahui secara pasti asal-usulnya. Di masyarakat terdapat banyak varian cerita mengenai
asal-usul Syekh Siti Jenar. Sebagian umat Islam menganggapnya sesat karena ajarannya yang
terkenal, yaitu Manunggaling Kawula Gusti. Akan tetapi sebagian yang lain menganggap bahwa
Syekh Siti Jenar adalah intelektual yang sudah mendapatkan esensi Islam itu sendiri. Ajaran -
ajarannya tertuang dalam pupuh, yaitu karya sastra yang dibuatnya. Meskipun demikian, ajaran
yang sangat mulia dari Syekh Siti Jenar adalah budi pekerti. Syekh Siti Jenar mengembangkan
ajaran cara hidup sufi yang dinilai bertentangan dengan ajaran Walisongo. Pertentangan praktek
sufi Syekh Siti Jenar dengan Walisongo terletak pada penekanan aspek formal ketentuan syariah
yang dilakukan oleh Walisongo. Daftar isi: 1. Konsep dan ajaran 2. Pengertian Zadhab 3.
Kontroversi 4. Kisah pada saat pasca kematian 5. Pranala luar 1. Konsep dan ajaran Ajaran
Syekh Siti Jenar yang paling kontroversial terkait dengan konsepnya tentang hidup dan mati,
Tuhan dan kebebasan, serta tempat berlakunya syariat tersebut. Syeh Siti Jenar memandang
bahwa kehidupan manusia di dunia ini disebut sebagai kematian. Sebaliknya, yaitu apa yang
disebut umum sebagai kematian justru disebut sebagai awal dari kehidupan yang hakiki dan
abadi. Konsekuensinya, ia tidak dapat dikenai hukum yang bersifat keduniawian (hukum negara
dan lainnnya), tidak termasuk didalamnya hukum syariat peribadatan sebagaimana ketentuan
syariah. Dan menurut ulama pada masa itu yang memahami inti ajaran Siti Jenar bahwa manusia
di dunia ini tidak harus memenuhi rukun Islam yang lima, yaitu: syahadat, shalat, puasa, zakat
dan haji. Baginya, syariah itu baru berlaku sesudah manusia menjalani kehidupan paska
kematian. Syech Siti Jenar juga berpendapat bahwa Allah itu ada dalam dirinya, yaitu di dalam
budi. Pemahaman inilah yang dipropagandakan oleh para ulama pada masa itu. Mirip dengan
konsep Al-Hallaj (tokoh sufi Islam yang dihukum mati pada awal sejarah perkembangan Islam
sekitar abad ke-9 Masehi) tentang Hulul yang berkaitan dengan kesamaan sifat manusia dan
Tuhan. Dimana Pemahaman ketauhidan harus dilewati melalui 4 tahapan ; 1. Syariat (dengan
menjalankan hukum-hukum agama spt sholat, zakat dll); 2. Tarekat, dengan melakukan amalan-
amalan spt wirid, dzikir dalam waktu dan hitungan tertentu; 3. Hakekat, dimana hakekat dari
manusia dan kesejatian hidup akan ditemukan; dan 4. Ma'rifat, kecintaan kepada Allah dengan
makna seluas-luasnya. Bukan berarti bahwa setelah memasuki tahapan-tahapan tersebut maka
tahapan dibawahnya ditiadakan. Pemahaman inilah yang kurang bisa dimengerti oleh para ulama
pada masa itu tentang ilmu tasawuf yang disampaikan oleh Syekh Siti Jenar. Ilmu yang baru bisa
dipahami setelah melewati ratusan tahun pasca wafatnya sang Syekh. Para ulama
mengkhawatirkan adanya kesalahpahaman dalam menerima ajaran yang disampaikan oleh Syekh
Siti Jenar kepada masyarakat awam dimana pada masa itu ajaran Islam yang harus disampaikan
adalah pada tingkatan 'syariat'. Sedangkan ajaran Siti Jenar sudah memasuki tahap 'hakekat' dan
bahkan 'ma'rifat'kepada Allah (kecintaan dan pengetahuan yang mendalam kepada ALLAH).
Oleh karenanya, ajaran yang disampaikan oleh Siti Jenar hanya dapat dibendung dengan kata
'SESAT'. Dalam pupuhnya, Syekh Siti Jenar merasa malu apabila harus berdebat masalah agama.
Alasannya sederhana, yaitu dalam agama apapun, setiap pemeluk sebenarnya menyembah zat
Yang Maha Kuasa. Hanya saja masing - masing menyembah dengan menyebut nama yang
berbeda - beda dan menjalankan ajaran dengan cara yang belum tentu sama. Oleh karena itu,
masing - masing pemeluk tidak perlu saling berdebat untuk mendapat pengakuan bahwa
agamanya yang paling benar. Syech Siti Jenar juga mengajarkan agar seseorang dapat lebih
mengutamakan prinsip ikhlas dalam menjalankan ibadah. Orang yang beribadah dengan
mengharapkan surga atau pahala berarti belum bisa disebut ikhlas. 1. 1. Manunggaling Kawula
Gusti Dalam ajarannya ini, pendukungnya berpendapat bahwa Syekh Siti Jenar tidak pernah
menyebut dirinya sebagai Tuhan. Manunggaling Kawula Gusti dianggap bukan berarti
bercampurnya Tuhan dengan Makhluknya, melainkan bahwa Sang Pencipta adalah tempat
kembali semua makhluk. Dan dengan kembali kepada Tuhannya, manusia telah menjadi sangat
dekat dengan Tuhannya. Dan dalam ajarannya, 'Manunggaling Kawula Gusti' adalah bahwa di
dalam diri manusia terdapat ruh yang berasal dari ruh Tuhan sesuai dengan ayat Al Qur'an yang
menerangkan tentang penciptaan manusia ("Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat:
"Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan
kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan
bersujud kepadanya (Shaad; 71-72)")>. Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan ruh
Tuhan dikala penyembahan terhadap Tuhan terjadi. Perbedaan penafsiran ayat Al Qur'an dari
para murid Syekh Siti inilah yang menimbulkan polemik bahwa di dalam tubuh manusia
bersemayam ruh Tuhan, yaitu polemik paham 'Manunggaling Kawula Gusti'. 2. Pengertian
Zadhab Dalam kondisi manusia modern seperti saat ini sering temui manusia yang mengalami
hal ini terutama dalam agama Islam yang sering disebut zadhab atau kegilaan berlebihan
terhadap Illa yang maha Agung atau Allah. Mereka belajar tentang bagaimana Allah bekerja,
sehingga ketika keinginannya sudah lebur terhadap kehendak Allah, maka yang ada dalam
pikirannya hanya Allah, Allah, Allah dan Allah.... disekelilingnya tidak tampak manusia lain tapi
hanya Allah yang berkehendak, Setiap Kejadian adalah maksud Allah terhadap Hamba ini.... dan
inilah yang dibahayakan karena apabila tidak ada GURU yang Mursyid yang berpedoman pada
AlQuran dan Hadits maka hamba ini akan keluar dari semua aturan yang telah ditetapkan Allah
untuk manusia.Karena hamba ini akan gampang terpengaruh syaitan, semakin tinggi tingkat
keimanannya maka semakin tinggi juga Syaitan menjerumuskannya.Seperti contohnya Lia Eden
dll... mereka adalah hamba yang ingin dekat dengan Allah tanpa pembimbing yang telah
melewati masa ini, karena apabila telah melewati masa ini maka hamba tersebut harus turun agar
bisa mengajarkan yang HAK kepada manusia lain seperti juga Rasullah pun telah melewati masa
ini dan apabila manusia tidak mau turun tingkatan maka hamba ini akan menjadi seprti nabi Isa
AS.Maka Nabi ISA diangkat Allah beserta jasadnya. Seperti juga Syekh Siti Jenar yang
kematiannya menjadi kontroversi.Dalam masyarakat jawa kematian ini disebut "MUKSO" ruh
beserta jasadnya diangkat Allah. 2. 1. Hamamayu Hayuning Bawana Prinsip ini berarti
memakmurkan bumi. Ini mirip dengan pesan utama Islam, yaitu rahmatan lil alamin. Seorang
dianggap muslim, salah satunya apabila dia bisa memberikan manfaat bagi lingkungannya dan
bukannya menciptakan kerusakan di bumi. 3. Kontroversi Kontroversi yang lebih hebat terjadi di
sekitar kematian Syekh Siti Jenar. Ajarannya yang amat kontroversial itu telah membuat gelisah
para pejabat kerajaan Demak Bintoro. Di sisi kekuasaan, Kerajaan Demak khawatir ajaran ini
akan berujung pada pemberontakan mengingat salah satu murid Syeh Siti Jenar, Ki Ageng
Pengging atau Ki Kebokenanga adalah keturunan elite Majapahit (sama seperti Raden Patah) dan
mengakibatkan konflik di antara keduanya. Dari sisi agama Islam, Walisongo yang menopang
kekuasaan Demak Bintoro, khawatir ajaran ini akan terus berkembang sehingga menyebarkan
kesesatan di kalangan umat. Kegelisahan ini membuat mereka merencanakan satu tindakan bagi
Syekh Siti Jenar yaitu harus segera menghadap Demak Bintoro. Pengiriman utusan Syekh
Dumbo dan Pangeran Bayat ternyata tak cukup untuk dapat membuat Siti Jenar memenuhi
panggilan Sri Narendra Raja Demak Bintoro untuk menghadap ke Kerajaan Demak. Hingga
konon akhirnya para Walisongosendiri yang akhirnya datang ke Desa Krendhasawa di mana
perguruan Siti Jenar berada. Para Wali dan pihak kerajaan sepakat untuk menjatuhkan hukuman
mati bagi [b]Syekh Siti Jenar dengan tuduhan telah membangkang kepada raja.[/b] Maka
berangkatlah lima wali yang diusulkan oleh Syekh Maulana Maghribi ke Desa Krendhasawa.
Kelima wali itu adalah Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Pangeran Modang, Sunan Kudus, dan
Sunan Geseng. (Walet: Ini adalah Noordin M Top Jaman Dulu) Sesampainya di sana, terjadi
perdebatan dan adu ilmu antara kelima wali tersebut dengan Siti Jenar. Menurut Siti Jenar,
kelima wali tersebut tidak usah repot-repot ingin membunuh Siti Jenar. Karena beliau dapat
meminum tirtamarta (air kehidupan) sendiri. Ia dapat menjelang kehidupan yang hakiki jika
memang ia dan budinya menghendaki. Tak lama, terbujurlah jenazah Siti Jenar di hadapan
kelima wali. Ketika hal ini diketahui oleh murid-muridnya, serentak keempat muridnya yang
benar-benar pandai yaitu Ki Bisono, Ki Donoboyo, Ki Chantulo dan Ki Pringgoboyo pun
mengakhiri "kematian"-nya dengan cara yang misterius seperti yang dilakukan oleh gurunya di
hadapan para wali.[rujukan?] 4. Kisah pada saat pasca kematian Terdapat kisah yang
menyebutkan bahwa ketika jenazah Siti Jenar disemayamkan di Masjid Demak, menjelang salat
Isya, semerbak beribu bunga dan cahaya kilau kemilau memancar dari jenazah Siti Jenar.
Gambar Masjid Demak Jenazah Siti Jenar sendiri dikuburkan di bawah Masjid Demak oleh para
wali. Pendapat lain mengatakan, ia dimakamkan di Masjid Mantingan, Jepara, dengan nama lain.
Setelah tersiar kabar kematian Syekh Siti Jenar, banyak muridnya yang mengikuti jejak gurunya
untuk menuju kehidupan yang hakiki. Di antaranya yang terceritakan adalah Kiai Lonthang dari
Semarang Ki Kebokenanga dan Ki Ageng Tingkir. Sumber:
http://www.mesias.8k.com/jenar.htm Judul: Syekh Siti Jenar, Pergumulan Islam-Jawa Penulis:
Abdul Munir Mulkan Penerbit: Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta, November 1999 Tebal:
xvi + 353
halaman SYEKH SITI JENAR adalah tokoh kontroversial sekaligus legendaris dalam sejarah
Islam di Jawa, karena "pembangkangan tasawuf"-nya dan mitos kesaktian yang dimilikinya.
Buku ini mencoba memahami secara lebih jernih, konteks peristiwa penghukuman mati Syeh Siti
Jenar yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam oleh Wali Songo ini. Pengarang buku ini
secara kritis melihat ketegangan internal dan eksternal yang terjadi masa itu. Ketegangan itu
berkaitan dengan berbagai kelompok kepentingan yang saling bersinggungan dan hendak
mengambil tempat utama dalam peta politik. Secara singkat dan hati-hati, pengarangnya
menguraikan ajaran Siti Jenar dan mengkritisinya dalam tradisi sufistik Islam dan filsafat Barat.
Kemudian, ditunjukkan bagaimana Siti Jenar menerapkan ajarannya itu dan akhirnya tidak bisa
tidak bertemu dengan kekuatan ulama paling dominan, Wali Songo. Sudah jelas bahwa pada saat
itu, peran ulama yang terorganisir dalam Wali Songo mengambil ruang paling besar dalam
legitimasi agama. Kehadiran Siti Jenar dengan ajarannya yang jauh berbeda dari "kebenaran"
yang digariskan Wali Songo menjadi ganjalan besar, baik untuk penyebarluasan Islam maupun
pengaruh politik Wali Songo sendiri. Nilai lebih buku ini adalah dilampirikannya Serat Syeh Siti
Jenar (Keluarga Bratakesawa, Yogyakarta, 1958) terjemahan dari R. Sosrowidjojo, sehingga
pembaca bisa melihat langsung "ajaran" Syekh Siti Jenar ini.* by walet » Sun Sep 06, 2009 3:12
am Sufisme Syekh Siti Jenar : Kajian Kitab Serat dan Suluk Siti Jenar Sufisme: Syekh Siti Jenar:
Kajian Kitab Serat dan Suluk Siti Jenar / Muhammad Sholikhin Penyunting, Windy Afiyanti. --
Yogyakarta: Narasi, 2004. -- Cet.1. -- xvi, 336 P.; 22 cm Buku ini merupakan sistematisasi dan
rekonstruksi ajaran otentik Syekh Siti Jenar dalam nuansa mistik kejawen dan spiritualitas. Sang
wali nyentrik, Syekh Siti Jenar, menghadirkan kearifan spiritual Islam di Tanah Jawa. Tujuan
utama ajaran Syekh Siti Jenar adalah mengajak manusia selalu tumbuh berkembang seperti
pohon Sidratul Muntaha; selalu aktif, progresif dan positif; membangkitkan Ingsun Sejati melalui
tauhid al-wujud atau yang dikenal secara lokal dengan Manunggaling Kawula-Gusti. Gerakan
yang dilakukan Syekh Siti Jenarbersumbu pada pembebasan kultural, pembebasan kemanusiaan
dari kungkungan struktur politik berdalih agama sekaligus pembebasan dari pasungan
keagamaan yang formalistik. Namun, benarkah tuduhan bahwa ajaran Syekh Siti Jenar
merupakan pertempuran antara Kejawen dan Islam? Benarkah ajaran Syekh Siti Jenar adalah
rekayasa budaya untuk menyerang Islam? Syekh Lemah Abang ( Syekh Siti Jenar ) Sumber:
http://www.eastjava.com/books/walisongo/html/otherwali/sitijenar.html The legend of the trial
and execution of Siti Jenar for heresy by the Wali Songo is well known in Indonesia, though
there is argument over whether his death was real or symbolic. The truth may never be known,
but the message of the legend is clear and speaks across the generations. From the beginning the
Wali Songo were confronted with the problem of how far to compromise with existing beliefs
and it is said that they became divided into two 'camps'. Sunan Giri of Gresik represented the
orthodox, while innovation was favoured by Sunan Kalijaga. Eventually it was innovation which
provided the solution when Sunan Kalijaga elected for Sunan Giri as leader of the Wali Songo.
Through this gesture Sunan Kalijaga ensured that orthodoxy remained the final authority, thus
effectively setting limits on the extent to which innovation could be carried. The pantheistic
teaching of Siti Jenar, which during his lifetime had attracted a considerable following, was
considered dangerous and inappropriate and was thus sacrificed for the sake of order, balance
and harmony. The tomb of Syekh Lemah Abang, often called the '10th Wali', at Gedong Ombo,
Tuban KESIMPULAN: Pembunuh-pembunuh yang mengatasnamakan Islam sudah ada sejak
Islam hadir di Indonesia. Dari cerita-cerita diatas kita tahu minimal ajaran Syekh Siti Jenar
Bagus dan tidak mengajarkan pembunuhan seperti yang wali sanga lakukan. MENGENAL
NAMA SYEKH SITI JENAR Syekh Siti Jenar (829-923 H/1348-1439 C/1426-1517 M),
memiliki banyak nama : San Ali (nama kecil pemberian orangtua angkatnya, bukan Hasan Ali
Anshar seperti banyak ditulis orang); Syekh ‘Abdul Jalil (nama yg diperoleh di Malaka, setelah
menjadi ulama penyebar Islam di sana); Syekh Jabaranta (nama yg dikenal di Palembang,
Sumatera dan daratan Malaka); Prabu Satmata (Gusti yg nampak oleh mata; nama yg muncul
dari keadaan kasyf atau mabuk spiritual; juga nama yg diperkenalkan kepada murid dan
pengikutnya); Syekh Lemah Abang atau Lemah Bang (gelar yg diberikan masyarakat Lemah
Abang, suatu komunitas dan kampung model yg dipelopori Syekh Siti Jenar; melawan hegemoni
kerajaan. Wajar jika orang Cirebon tidak mengenal nama Syekh Siti Jenar, sebab di Cirebon
nama yg populer adalah Syekh Lemah Abang); Syekh Siti Jenar (nama filosofis yg
mengambarkan ajarannya tentang sangkan-paran, bahwa manusia secara biologis hanya
diciptakan dari sekedar tanah merah dan selebihnya adalah roh Allah; juga nama yg dilekatkan
oleh Sunan Bonang ketika memperkenalkannya kepada Dewan Wali, pada kehadirannya di Jawa
Tengah/Demak; juga nama Babad Cirebon); Syekh Nurjati atau Pangran Panjunan atau Sunan
Sasmita (nama dalam Babad Cirebon, S.Z. Hadisutjipto); Syekh Siti Bang, serta Syekh Siti Brit;
Syekh Siti Luhung (nama-nama yg diberikan masyarakat Jawa Tengahan); Sunan Kajenar
(dalam sastra Islam-Jawa versi Surakarta baru, era R.Ng. Ranggawarsita [1802-1873]); Syekh
Wali Lanang Sejati; Syekh Jati Mulya; dan Syekh Sunyata Jatimurti Susuhunan ing Lemah
Abang. Siti Jenar lebih menunjukkan sebagai simbolisme ajaran utama Syekh Siti Jenar yakni
ilmu kasampurnan, ilmu sangkan-paran ing dumadi, asal muasal kejadian manusia, secara
biologis diciptakan dari tanah merah saja yg berfungsi sebagai wadah (tempat) persemayaman
roh selama di dunia ini. Sehingga jasad manusia tidak kekal akan membusuk kembali ketanah.
Selebihnya adalah roh Allah, yg setelah kemusnaan raganya akan menyatu kembali dengan
keabadian. Ia di sebut manungsa sebagai bentuk “manunggaling rasa” (menyatu rasa ke dalam
Tuhan). Dan karena surga serta neraka itu adalah untuk derajad fisik maka keberadaan surga dan
neraka adalah di dunia ini, sesuai pernyataan populer bahwa dunia adalah penjara bagi orang
mukmin. Menurut Syekh Siti Jenar, dunia adalah neraka bagi orang yg menyatu-padu dgn
Tuhan. Setelah meninggal ia terbebas dari belenggu wadag-nya dan bebas bersatu dgn Tuhan. Di
dunia manunggalnya hamba dgn Tuhan sering terhalang oleh badan biologis yg disertai nafsu-
nafsunya. Itulah inti makna nama Syekh Siti Jenar. Asal Usul Syekh Siti Jenar Syekh Siti Jenar
lahir sekitar tahun 829 H/1348 C/1426 M (Serat She Siti Jenar Ki Sasrawijaya; Atja, Purwaka
Tjaruban Nagari (Sedjarah Muladjadi Keradjan Tjirebon), Ikatan Karyawan Museum, Jakarta,
1972; P.S. Sulendraningrat, Purwaka Tjaruban Nagari, Bhatara, Jakarta, 1972; H. Boedenani,
Sejarah Sriwijaya, Terate, Bandung, 1976; Agus Sunyoto, Suluk Abdul Jalil Perjalanan Rohani
Syaikh Syekh Siti Jenar dan Sang Pembaharu, LkiS, yogyakarta, 2003-2004; Sartono Kartodirjo
dkk, [i]Sejarah Nasional Indonesia, Depdikbud, Jakarta, 1976; Babad Banten; Olthof, W.L.,
Babad Tanah Djawi. In Proza Javaansche Geschiedenis, ‘s-Gravenhage, M.Nijhoff, 1941; raffles,
Th.S., The History of Java, 2 vol, 1817), dilingkungan Pakuwuan Caruban, pusat kota Caruban
larang waktu itu, yg sekarang lebih dikenal sebagai Astana japura, sebelah tenggara Cirebon.
Suatu lingkungan yg multi-etnis, multi-bahasa dan sebagai titik temu kebudayaan serta
peradaban berbagai suku. Selama ini, silsilah Syekh Siti Jenar masih sangat kabur.
Kekurangjelasan asal-usul ini juga sama dgn kegelapan tahun kehidupan Syekh Siti Jenar
sebagai manusia sejarah. Pengaburan tentang silsilah, keluarga dan ajaran Beliau yg dilakukan
oleh penguasa muslim pada abad ke-16 hingga akhir abad ke-17. Penguasa merasa perlu untuk
“mengubur” segala yg berbau Syekh Siti Jenar akibat popularitasnya di masyarakat yg
mengalahkan dewan ulama serta ajaran resmi yg diakui Kerajaan Islam waktu itu. Hal ini
kemudian menjadi latar belakang munculnya kisah bahwa Syekh Siti Jenar berasal dari cacing.
Dalam sebuah naskah klasik, cerita yg masih sangat populer tersebut dibantah secara tegas,
“Wondene kacariyos yen Lemahbang punika asal saking cacing, punika ded, sajatosipun inggih
pancen manungsa darah alit kemawon, griya ing dhusun Lemahbang.” [Adapun diceritakan
kalau Lemahbang (Syekh Siti Jenar) itu berasal dari cacing, itu salah. Sebenarnya ia memang
manusia berdarah kecil saja (rakyat jelata), bertempat tinggal di desa Lemah Abang]….. Jadi
Syekh Siti Jenar adalah manusia lumrah hanya memang ia walau berasal dari kalangan
bangsawan setelah kembali ke Jawa menempuh hidup sebagai petani, yg saat itu, dipandang
sebagai rakyat kecil oleh struktur budaya Jawa, disamping sebagai wali penyebar Islam di Tanah
Jawa. Syekh Siti Jenar yg memiliki nama kecil San Ali dan kemudian dikenal sebagai Syekh
‘Abdul Jalil adalah putra seorang ulama asal Malaka, Syekh Datuk Shaleh bin Syekh ‘Isa ‘Alawi
bin Ahmadsyah Jamaludin Husain bin Syekh ‘Abdullah Khannuddin bin Syekh Sayid ‘Abdul
Malikal-Qazam. Maulana ‘Abdullah Khannuddin adalah putra Syekh ‘Abdul Malik atau Asamat
Khan. Nama terakhir ini adalah seorang Syekh kalangan ‘Alawi kesohor di Ahmadabad, India,
yg berasal dari Handramaut. Qazam adalah sebuah distrik berdekatan dgn kota Tarim di
Hadramaut. Syekh ‘Abdul Malik adalah putra Syekh ‘Alawi, salah satu keluarga utama
keturunan ulama terkenal Syekh ‘Isa al-Muhajir al-Bashari al-‘Alawi, yg semua keturunannya
bertebaran ke berbagai pelosok dunia, menyiarkan agama Islam. Syekh ‘Abdul Malik adalah
penyebar agama Islam yg bersama keluarganya pindah dari Tarim ke India. Jika diurut keatas,
silsilah Syekh Siti Jenar berpuncak pada Sayidina Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib, menantu
Rasulullah. Dari silsilah yg ada, diketahui pula bahwa ada dua kakek buyutnya yg menjadi
mursyid thariqah Syathariyah di Gujarat yg sangat dihormati, yakni Syekh Abdullah Khannuddin
dan Syekh Ahmadsyah Jalaluddin. Ahmadsyah Jalaluddin setelah dewasa pindah ke Kamboja
dan menjadi penyebar agama Islam di sana. Adapun Syekh Maulana ‘sa atau Syekh Datuk ‘Isa
putra Syekh Ahmadsyah kemudian bermukim di Malaka. Syekh Maulana ‘Isa memiliki dua
orang putra, yaitu Syekh Datuk Ahamad dan Syekh Datuk Shaleh. Ayah Syekh Siti Jenar adalah
Syekh Datuk Shaleh adalah ulama sunni asal Malaka yg kemudian menetap di Cirebon karena
ancaman politik di Kesultanan Malaka yg sedang dilanda kemelut kekuasaan pada akhir tahun
1424 M, masa transisi kekuasaan Sultan Muhammad Iskandar Syah kepada Sultan Mudzaffar
Syah. Sumber-sumber Malaka dan Palembang menyebut nama Syekh Siti Jenar dgn sebutan
Syekh Jabaranta dan Syekh ‘Abdul Jalil. Pada akhir tahun 1425, Syekh Datuk Shaleh beserta
istrinya sampai di Cirebon dan saat itu, Syekh Siti Jenar masih berada dalam kandungan ibunya 3
bulan. Di Tanah Caruban ini, sambil berdagang Syekh Datuk Shaleh memperkuat penyebaran
Islam yg sudah beberapa lama tersiar di seantero bumi Caruban, besama-sama dgn ulama
kenamaan Syekh Datuk Kahfi, putra Syehk Datuk Ahmad. Namun, baru dua bulan di Caruban,
pada tahun awal tahun 1426, Syekh Datuk Shaleh wafat. Sejak itulah San Ali atau Syekh Siti
Jenar kecil diasuh oleh Ki Danusela serta penasihatnya, Ki Samadullah atau Pangeran
Walangsungsang yg sedang nyantri di Cirebon, dibawah asuhan Syekh datuk Kahfi. Jadi
walaupun San Ali adalah keturunan ulama Malaka, dan lebih jauh lagi keturunan Arab, namun
sejak kecil lingkungan hidupnya adalah kultur Cirebon yg saat itu menjadi sebuah kota
multikultur, heterogen dan sebagai basis antarlintas perdagangan dunia waktu itu. Saat itu
Cirebon dgn Padepokan Giri Amparan Jatinya yg diasuh oleh seorang ulama asal Makkah dan
Malaka, Syekh Datuk Kahfi, telah mampu menjadi salah satu pusat pengajaran Islam, dalam
bidang fiqih dan ilmu ‘alat, serta tasawuf. Sampai usia 20 tahun, San Ali mempelajari berbagai
bidang agama Islam dgn sepenuh hati, disertai dgn pendidikan otodidak bidang spiritual.
Padepokan Giri Amparan Jati Setelah diasuh oleh Ki Danusela samapai usia 5 tahun, pada
sekitar tahun 1431 M, Syekh Siti Jenar kecil (San Ali) diserahkan kepada Syekh Datuk Kahfi,
pengasuh Pedepokan Giri Amparan Jati, agar dididik agama Islam yg berpusat di Cirebon oleh
Kerajaan Sunda di sebut sebagai musu(h) alit [musuh halus] . Di Padepokan Giri Amparan Jati
ini, San Ali menyelesaikan berbagai pelajaran keagamaan, terutama nahwu, sharaf, balaghah,
ilmu tafsir, musthalah hadist, ushul fiqih dan manthiq. Ia menjadi santri generasi kedua. Sedang
yg akan menjadi santri generasi ketiga adalah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.
Syarif Hidayatullah baru datang ke Cirebon, bersamaan dgn pulangnya Syekh Siti Jenar dari
perantauannya di Timur Tengah sekitar tahun 1463, dalam status sebagai siswa Padepokan Giri
Amparan Jati, dgn usia sekitar 17-an tahun. Pada tahun 1446 M, setelah 15 tahun penuh
menimba ilmu di Padepokan Amparan Jati, ia bertekad untuk keluar pondok dan mulai berniat
untuk mendalami kerohanian (sufi). Sebagai titik pijaknya, ia bertekad untuk mencari “sangkan-
paran” dirinya. Tujuan pertmanya adalah Pajajaran yg dipenuhi oleh para pertapa dan ahli
hikmah Hindu-Budha. Di Pajajaran, Syekh Siti Jenar mempelajari kitab Catur Viphala warisan
Prabu Kertawijaya Majapahit. Inti dari kitab Catur Viphala ini mencakup empat pokok laku
utama. Pertama, nihsprha, adalah suatu keadaan di mana tidak adal lagi sesuatu yg ingin dicapai
manusia. Kedua, nirhana, yaitu seseorang tidak lagi merasakan memiliki badan dan karenanya
tidak ada lagi tujuan. Ketiga, niskala adalah proses rohani tinggi, “bersatu” dan melebur (fana’)
dgn Dia Yang Hampa, Dia Yang Tak Terbayangkan, Tak Terpikirkan, Tak Terbandingkan.
Sehingga dalam kondisi (hal) ini, “aku” menyatu dgn “Aku”. Dan keempat, sebagai kesudahan
dari niskala adalah nirasraya, suatu keadaan jiwa yg meninggalkan niskala dan melebur ke
Parama-Laukika (fana’ fi al-fana’), yakni dimensi tertinggi yg bebas dari segala bentuk keadaan,
tak mempunyai ciri-ciri dan mengatasi “Aku”. Dari Pajajaran San Ali melanjutkan
pengembaraannya menuju Palembang, menemui Aria Damar, seorang adipati, sekaligus
pengamal sufi-kebatinan, santri Maulana Ibrahim Samarkandi. Pada masa tuanya, Aria Damar
bermukim di tepi sungai Ogan, Kampung Pedamaran. Diperkirakan Syekh Siti Jenar berguru
kepada Aria Damar antara tahun 1448-1450 M. bersama Aria Abdillah ini, San Ali mempelajari
pengetahuan tentang hakikat ketunggalan alam semesta yg dijabarkan dari konsep “nurun ‘ala
nur” (cahaya Maha Cahaya), atau yg kemudian dikenal sebagai kosmologi emanasi. Dari
Palembang, San Ali melanjutkan perjalanan ke Malaka dan banyak bergaul dgn para bangsawan
suku Tamil maupun Malayu. Dari hubungan baiknya itu, membawa San Ali untuk memasuki
dunia bisnis dgn menjadi saudagar emas dan barang kelontong. Pergaulan di dunia bisnis tsb
dimanfaatkan oleh San Ali untuk mempelajari berbagai karakter nafsu manusia, sekaligus untuk
menguji laku zuhudnya ditengah gelimang harta. Selain menjadi saudagar, Syekh Siti jenar juga
menyiarkan agama Islam yg oleh masyarakat setempat diberi gelar Syekh jabaranta. Di Malaka
ini pula, ia bertemu dgn Datuk Musa, putra Syekh Datuk Ahmad. Dari uwaknya ini, Syekh
Datuk Ahmad, San Ali dianugerahi nama keluarga dan nama ke-ulama-an Syekh Datuk ‘Abdul
Jalil. Dari perenungannya mengenai dunia nafsu manusia, hal ini membawa Syekh Siti Jenar
menuai keberhasilan menaklukkan tujuh hijab, yg menjadi penghalang utama pendakian rohani
seorang salik (pencari kebenaran). Tujuh hijab itu adalah lembah kasal (kemalasan naluri dan
rohani manusia); jurang futur (nafsu menelan makhluk/orang lain); gurun malal (sikap mudah
berputus asa dalam menempuh jalan rohani); gurun riya’ (bangga rohani); rimba sum’ah (pamer
rohani); samudera ‘ujub (kesombongan intelektual dan kesombongan ragawi); dan benteng
hajbun (penghalang akal dan nurani). Pencerahan Rohani di Baghdad Setelah mengetahui bahwa
dirinya merupakan salah satu dari keluarga besar ahlul bait (keturunan Rasulullah), Syekh Siti
Jenar semakin memiliki keinginan kuat segera pergi ke Timur Tengah terutama pusat kota suci
Makkah. Dalam perjalanan ini, dari pembicaraan mengenai hakikat sufi bersama ulama Malaka
asal Baghdad Ahmad al-Mubasyarah al-Tawalud di sepanjang perjalanan. Syekh Siti Jenar
mampu menyimpan satu perbendaharaan baru, bagi perjalanan rohaninya yaitu “ke-Esaan af’al
Allah”, yakni kesadaran bahwa setiap gerak dan segala peristiwa yg tergelar di alam semesta ini,
baik yg terlihat maupun yg tidak terlihat pada hakikatnya adalah af’al Allah. Ini menambah
semangatnya untuk mengetahui dan merasakan langsung bagaimana af’al Allah itu optimal
bekerja dalam dirinya. Inilah pangkal pandangan yg dikemudian hari memunculkan tuduhan dari
Dewan Wali, bahwa Syekh Siti Jenar menganut paham Jabariyah. Padahal bukan itu pemahaman
yg dialami dan dirasakan Syekh Siti Jenar. Bukan pada dimensi perbuatan alam atau manusianya
sebagai tolak titik pandang akan tetapi justru perbuatan Allah melalui iradah dan quradah-NYA
yg bekerja melalui diri manusia, sebagai khalifah-NYA di alam lahir. Ia juga sampai pada suatu
kesadaran bahwa semua yg nampak ada dan memiliki nama, pada hakikatnya hanya memiliki
satu sumber nama, yakni Dia Yang Wujud dari segala yg maujud. Sesampainya di Baghdad, ia
menumpang di rumah keluarga besar Ahmad al-Tawalud. Disinilah cakrawala pengetahuan
sufinya diasah tajam. Sebab di keluarga al-Tawalud tersedia banyak kitab-kitab ma’rifat dari
para sufi kenamaan. Semua kitab itu adalah peninggalan kakek al-Tawalud, Syekh ‘Abdul
Mubdi’ al-Baghdadi. Di Irak ini pula, Syekh Siti Jenar bersentuhan dgn paham Syi’ah
Ja’fariyyah, yg di kenal sebagai madzhab ahl al-bayt. Syekh Siti Jenar membaca dan
mempelajari dgn Baik tradisi sufi dari al-Thawasinnya al-Hallaj (858-922), al-Bushtamii
(w.874), Kitab al-Shidq-nya al-Kharaj (w.899), Kitab al-Ta’aruf al-Kalabadzi (w.995), Risalah-
nya al-Qusyairi (w.1074), futuhat al-Makkiyah dan Fushush al-Hikam-nya Ibnu ‘Arabi (1165-
1240), Ihya’ Ulum al-Din dan kitab-kitab tasawuf al-Ghazali (w.1111), dan al-Jili (w.1428).
secara kebetulan periode al-jili meninggal, Syekh Siti Jenar sudah berusia dua tahun. Sehingga
saat itu pemikiran-permikiran al-Jili, merupakan hal yg masih sangat baru bagi komunitas Islam
Indonesia. Dan sebenarnya Syekh Siti Jenar-lah yg pertama kali mengusung gagasan al-Hallaj
dan terutama al-Jili ke Jawa. Sementara itu para wali anggota Dewan Wali menyebarluaskan
ajaran Islam syar’i madzhabi yg ketat. Sebagian memang mengajarkan tasawuf, namun tasawuf
tarekati, yg kebanyakkan beralur pada paham Imam Ghazali. Sayangnya, Syekh Siti Jenar tidak
banyak menuliskan ajaran-ajarannya karena kesibukannya menyebarkan gagasan melalui lisan
ke berbagai pelosok Tanah Jawa. Dalam catatan sastra suluk Jawa hanya ada 3 kitab karya Syekh
Siti Jenar; Talmisan, Musakhaf (al-Mukasysyaf) dan Balal Mubarak. Masyarakat yg
dibangunnya nanti dikenal sebagai komunitas Lemah Abang. Dari sekian banyak kitab sufi yg
dibaca dan dipahaminya, yg paling berkesan pada Syekh Siti Jenar adalah kitab Haqiqat al-
Haqa’iq, al-Manazil al-Alahiyah dan al-Insan al-Kamil fi Ma’rifat al-Awakhiri wa al-Awamil
(Manusia Sempurna dalam Pengetahuan tentang sesuatu yg pertama dan terakhir). Ketiga kitab
tersebut, semuanya adalah puncak dari ulama sufi Syekh ‘Abdul Karim al-Jili. Terutama kitab al-
Insan al-Kamil, Syekh Siti Jenar kelak sekembalinya ke Jawa menyebarkan ajaran dan
pandangan mengenai ilmu sangkan-paran sebagai titik pangkal paham kemanuggalannya.
Konsep-konsep pamor, jumbuh dan manunggal dalam teologi-sufi Syekh Siti Jenar dipengaruhi
oleh paham-paham puncak mistik al-Hallaj dan al-Jili, disamping itu karena proses pencarian
spiritualnya yg memiliki ujung pemahaman yg mirip dgn secara praktis/’amali-al-Hallaj; dan
secara filosofis mirip dgn al-Jili dan Ibnu ‘Arabi. Syekh Siti Jenar menilai bahwa ungkapan-
ungkapan yg digunakan al-Jili sangat sederhana, lugas, gampang dipahami namun tetap
mendalam. Yg terpenting, memiliki banyak kemiripan dgn pengalaman rohani yg sudah
dilewatkannya, serta yg akan ditempuhnya. Pada akhirnya nanti, sekembalinya ke Tanah Jawa,
pengaruh ketiga kitab itu akan nampak nyata, dalam berbagai ungkapan mistik, ajaran serta
khotbah-khotbahnya, yg banyak memunculkan guncangan-guncangan keagamaan dan politik di
Jawa. Syekh Siti Jenar banyak meluangkan waktu mengikuti dan mendengarkan konser-konser
musik sufi yg digelar diberbagai sama’ khana. Sama’ khana adalah rumah-rumah tempat para
sufi mendengarkan musik spiritual dan membiarkan dirinya hanyut dalam ekstase (wajd). Sama’
khana mulai bertumbuhan di Baghdad sejak abad ke-9 (Schimmel; 1986, hlm. 185). Pada masa
itu grup musik sufi yg terkenal adalah al-Qawwal dgn penyanyi sufinya ‘Abdul Warid al-Wajd.
Berbagai pengalaman spiritual dilaluinya di Baghdad sampai pada tingkatan fawa’id
(memancarnya potensi pemahaman roh karena hijab yg menyelubunginya telah tersingkap. Dgn
ini seseorang akan menjadi berbeda dgn umumnya manusia); dan lawami’ (mengejawantahnya
cahaya rohani akibat tersingkapnya fawa’id), tajaliyat melalui Roh al-haqq dan zawaid
(terlimpahnya cahaya Ilahi ke dalam kalbu yg membuat seluruh rohaninya tercerahkan). Ia
mengalami berbagai kasyf dan berbagai penyingkapan hijab dari nafsu-nafsunya. Disinilah
Syekh Siti Jenar mendapatkan kenyataan memadukan pengalaman sufi dari kitab-kitab al-Hallaj,
Ibnu ‘Arabi dan al-Jili. Bahkan setiap kali ia melantunkan dzikir dikedalaman lubuk hatinya dgn
sendirinya ia merasakan denting dzikir dan menangkap suara dzikir yg berbunyi aneh, Subhani,
alhamdu li, la ilaha illa ana wa ana al-akbar, fa’budni (mahasuci aku, segala puji untukku, tiada
tuhan selain aku, maha besar aku, sembahlah aku). Walaupun telinganya mendengarkan orang di
sekitarnya membaca dzikir Subhana Allah, al-hamduli Allahi, la ilaha illa Allah, Allahu Akbar,
fa’buduhu, namun suara yg di dengar lubuk hatinya adalah dzikir nafsi, sebagai cerminan hasil
man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa Rabbahu tersebut. Sampai di sini, Syekh Siti Jenar semakin
memahami makna hadist Rasulullah “al-Insan sirri wa ana sirruhu” (Manusia adalah Rahasia-Ku
dan Aku adalah rahasianya). Sebenarnya inti ajaran Syekh Siti Jenar sama dgn ajaran sufi ‘Abdul
Qadir al-Jilani (w.1165), Ibnu ‘Arabi (560/1165-638-1240), Ma’ruf al-Karkhi, dan al-Jili. Hanya
saja ketiga tokoh tsb mengalami nasib yg baik dalam artian, ajarannya tidak dipolitisasi,
sehingga dalam kehidupannya di dunia tidak pernah mengalami intimidasi dan kekerasan sebagai
korban politik dan menemui akhir hayat secara biasa. Ingsun, Allah dan Kemanunggalan (Syekh
Siti Jenar) SATU “Sabda sukma, adhep idhep Allah, kang anembah Allah, kang sinembah Allah,
kang murba amisesa.” Pernyataan Syekh Siti Jenar diatas secara garis besarnya adalah:
“Pernyataan roh yg bertemu-hadapan dgn Allah, yg menyembah Allah, yg disembah Allah, yg
meliputi segala sesuatu.” Ini adalah salah satu sumber pengetahuan ajaran Syekh Siti Jenar yg
maksudnya adalah sukma (roh di kedalaman jiwa) sebagai pusat kalam (pembicaraan dan
ajaran). Hal itu diakibatkan karena di kedalaman roh batin manusia tersedia cermin yg disebut
mir’ah al-haya’ (cermin yg memalukan). Bagi orang yg sudah bisa mengendalikan hawa
nafsunya serta mencapai fana’ cermin tersebut akan muncul, yg menampakkan kediriannya
dengan segala perbuatan tercelanya. Jika ini telah terbuka maka tirai-tirai Rohani juga akan
tersingkap, sehingga kesejatian dirinya beradu-adu (adhep idhep), “aku ini kau, tapi kau aku”.
Maka jadilah dia yg menyembah sekaligus yg disembah, sehingga dirinya sebagai kawula-Gusti
memiliki wewenang murba amisesa, memberi keputusan apapun tentang dirinya, menyatu iradah
dan kodrat kawula-Gusti. DUA “Hidup itu bersifat baru dan dilengkapi dengan pancaindera.
Pancaindera ini merupakan barang pinjaman, yg jika sudah diminta oleh yg empunya, akan
menjadi tanah dan membusuk, hancur lebur bersifat najis. Oleh karena itu pancaindera tidak
dapat dipakai sebagai pedoman hidup. Demikian pula budi, pikiran, angan-angan dan kesadaran,
berasal dari pancaindera, tidak dapat dipakai sebagai pegangan hidup. Akal dapat menjadi gila,
sedih, bingung, lupa tidur dan seringkali tidak jujur. Akal itu pula yg siang malam mengajak
dengki, bahkan merusak kebahagiaan orang lain. Dengki dapat pula menuju perbuatan jahat,
menimbulkan kesombongan, untuk akhirnya jatuh dalam lembah kenistaan, sehingga menodai
nama dan citranya. Kalau sudah sampai sedemikian jauhnya, baru orang menyesalkan
perbuatannya.” Menurut Syekh Siti Jenar, baik pancaindera maupun perangkat akal tidak dapat
dijadikan pegangan dan pedoman hidup. Sebab semua itu bersifat baru, bukan azali. Satu-
satunya yg bisa dijadikan gondhelan dan gandhulan hanyalah Zat Wajibul Maulanan, Zat Yang
Maha Melindungi. Pancaindera adalah pintu nafsu dan akal adalah pintu bagi ego. Semuanya
harus ditundukkan di bawah Zat Yang Wajib memimpin. Karena hanya Dialah yg menunjukkan
semua budi baik. Jadi pancaindera harus dibimbing oleh budi dan budi dipimpin oleh Sang
Penguasa Budi atau Yang Maha Budi. Sedangkan Yang Maha Budi itu tidak terikat dalam
jeratan dan jebakan nama tertentu. Sebab nama bukanlah hakikat. Nama itu bisa Allah, Hyang
Widi, Hyang Manon, Sang Wajibul Maulana dan sebagainya. Semua itu produk akal, sehingga
nama tidak perlu disembah. Jebakan nama dalam syari’at justru malah merendahkan nama-NYA.
TIGA “Apakah tidak tahu bahwa penampilan bentuk daging, urat, tulang, sunsum, bisa rusak dan
bagaimana cara Anda memperbaikinya? Biarpun bersembahyang seribu kali setiap harinya
akhirnya mati juga. Meskipun badan Anda, Anda tutupi akhirnya menjadi debu juga. Tetapi jika
penampilan bentuknya seperti Tuhan, Apakah para Wali dapat membawa Pulang dagingnya,
saya rasa tidak dapat. Alam semesta ini baru. Tuhan tidak akan membentuk dunia ini dua kali
dan juga tidak akan membuat tatanan batu, dalilnya layabtakiru hilamuhdil yg artinya tidak
membuat sesuatu wujud lagi tentang terjadinya alam semesta sesudah dia membuat dunia.” Dari
pernyataan itu nampak Syekh Siti Jenar memandang alam makrokosmos sama dengan
mikrokosmos (manusia). Kedua hal tersebut merupakan barang baru ciptaan Tuhan yg sama-
sama akan mengalami kerusakan atau tidak kekal. Pada sisi lain, pernyataan Syekh Siti Jenar tsb
mempunyai muatan makna pernyataan sufistik, “Barangsiapa mengenal dirinya, maka ia pasti
mengenal Tuhannya.” Sebab bagi Syekh Siti Jenar manusia yg utuh dalam jiwa raganya
merupakan wadag bagi penyanda, termasuk penyanda alam semesta. Itulah sebabnya
pengelolaan alam semesta menjadi tanggungjawab manusia. Maka mikrokosmos manusia, tidak
lain adalah Blueprint dan gambaran adanya jagat besar termasuk semesta. Baginya Manusia
terdiri dari jiwa dan raga yg intinya ialah jiwa sebagai penjelmaan dzat Tuhan (Sang Pribadi).
Sedangkan raga adalah bentuk luar dari jiwa yg dilengkapi pancaindera, berbagai organ tubuh
seperti daging, otot, darah dan tulang. Semua aspek keragaan atau ketubuhan adalah barang
pinjaman yg suatu saat setelah manusia terlepas dari pengalaman kematian di dunia ini, akan
kembali berubah menjadi tanah. Sedangkan rohnya yg menjadi tajalli Ilahi, manunggal ke dalam
keabadian dengan Allah. EMPAT “Segala sesuatu yg terjadi di alam semesta ini pada hakikatnya
adalah af’al (perbuatan) Allah. Berbagai hal yg dinilai baik maupun buruk pada hakikatnya
adalah dari Allah juga. Jadi keliru dan sesat pandangan yg mengatakan bahwa yg baik dari Allah
dan yg buruk dari selain Allah.” “…Af’al Allah harus dipahami dari dalam dan dari luar diri.
Saat manusia menggoreskan pena misalnya, di situ lah terjadi perpaduan dua kemampuan kodrati
yg dipancarkan oleh Allah kepada makhluk-NYA, yakni kemampuan kodrati gerak pena. Di
situlah berlaku dalil “Wa Allahu khalaqakum wa ma ta’malun (Qs.Ash-Shaffat:96)”, yg
maknanya Allah yg menciptakan engkau dan segala apa yg engkau perbuat. Di sini terkandung
makna mubasyarah. Perbuatan yg terlahir dari itu disebut al-tawallud. Misalnya saya melempar
batu. Batu yg terlempar dari tangan saya itu adalah berdasarkan kemampuan kodrati gerak
tangan saya. Di situ berlaku dalil “Wa ma ramaita idz ramaita walakinna Allaha rama (Qs.Al-
Anfal:17)”, maksudnya bukanlah engkau yg melempar, melainkan Allah jua yg melempar ketika
engkau melempar. Namun pada hakikatnya antara mubasyarah dan al-tawallud hakikatnya satu,
yakni af’al Allah sehingga berlaku dalil la haula wa la quwwata illa bi Allahi al-‘aliyi al-‘adzimi.
Rosulullah bersabda “La tataharraku dzarratun illa bi idzni Allahi”, yg maksudnya tidak akan
bergerak satu dzarah pun melainkan atas idzin Allah.” Eksistensi manusia yg manunggal ini akan
nampak lebih jelas peranannya, dimana manusia tidak lain adalah ke-Esa-an dalam af’al Allah.
Tentu ke-Esa-an bukan sekedar af’al, sebab af’al digerakkan oleh dzat. Sehingga af’al yg
menyatu menunjukkan adanya ke-Esa-an dzat, kemana af’al itu dipancarkan. LIMA “Di dunia
ini kita merupakan mayat-mayat yg cepat juga akan menjadi busuk dan bercampur tanah.
Ketahuilah juga apa yg dinamakan kawula-Gusti tidak berkaitan dgn seorang manusia biasa
seperti yg lain-lain. Kawula dan Gusti itu sudah ada dalam diriku, siang dan malam tidak dapat
memisahkan diriku dari mereka. Tetapi hanya untuk saat ini nama kawula-Gusti itu berlaku,
yakni selama saya mati. Nanti, kalau saya sudah hidup lagi, Gusti dan kawula lenyap, yg tinggal
hanya hidupku sendiri, ketentraman langgeng dalam ADA sendiri. Bila kau belum menyadari
kebenaran kata-kataku maka dgn tepat dapat dikatakan, bahwa kau masih terbenam dalam masa
kematian. Di sini memang terdapat banyak hiburan aneka warna. Lebih banyak lagi hal-hal yg
menimbulkan hawa nafsu. Tetapi kau tidak melihat, bahwa itu hanya akibat pancaindera. Itu
hanya impian yg sama sekali tidak mengandung kebenaran dan sebentar lagi akan cepat lenyap.
Gilalah orang yg terikat padanya. Saya tidak merasa tertarik, tak sudi tersesat dalam kerajaan
kematian. Satu-satunya yg kuusahakan, ialah kembali kepada kehidupan.” Syekh Siti Jenar
menyatakan dgn tegas bahwa dirinya sebagai Tuhan, ia memiliki hidup dan Ada dalam dirinya
sendiri, serta menjadi Pangeran bagi seluruh isi dunia. Sehingga didapatkan konsistensi antara
keyakinan hati, pengalaman keagamaan, dan sikap perilaku dzahirnya. Juga ditekankan satu hal
yg selalu tampil dalam setiap ajaran Syekh Siti Jenar. Yakni pendapat bahwa manusia selama
masih berada di dunia ini sebetulnya mati, baru sesudah ia dibebaskan dari dunia ini, akan
dialami kehidupan sejati. Kehidupan ini sebenarnya kematian ketika manusia dilahirkan. Badan
hanya sesosok mayat karena ditakdirkan untuk sirna. (bandingkan dengan Zoetmulder; 364).
Dunia ini adalah alam kubur, dimana roh suci terjerat badan wadag yg dipenuhi oleh berbagai
goda-nikmat yg menguburkan kebenaran sejati dan berusaha menguburkan kesadaran Ingsun
Sejati. Semoga yg ini bermanfaat dalam kepasrahan yg tidak bisa dipikir dgn Akal tapi dengan
Hati yang sulit mengungkapkan rasa Cinta itu secara Tulus…. Walaupun rasa Cinta itu sulit
diungkapkan dgn bahasa kita yg sangat terbatas ini…..amin….amin. Surga dan Negara Syekh
Siti Jenar “anal jannatu wa nara katannalr al anna”, sering digunakan oleh Syekh Siti Jenar dalam
menjelaskan hakikat surga dan neraka. Penulisan yg benar nampaknya adalah “inna al-janatu wa
al-naru qath’un ‘an al-ana” (Sesungguhnya keberadaan surga dan neraka itu telah nyata adanya
sejak sekarang atau di dunia ini). Sesungguhnya, menurut ajaran Islam pun, surga dan neraka itu
tidaklah kekal. Yang menganggap kekal surga dan neraka itu adalah kalangan awam.
Sesungguhnya mereka berdua wajib rusak dan binasa. Bagi Syekh Siti Jenar, surga atau neraka
bukanlah tempat tertentu untuk memberikan pembalasan baik dan buruknya manusia. Surga
neraka adalah perasaan roh di dunia, sebagai akibat dari keadaan dirinya yg belum dapat
menyatu-tunggal dgn Allah. Sebab bagi manusia yg sudah memiliki ilmu kasampurnan, jelas
bahwa ketika mengalami kematian dan melalui pintunya, ia kembali kepada Hidup Yang Agung,
hidup yang tan kena kinaya ngapa (hidup sempurna abadi sebagai Sang Hidup). Yaitu sebagai
puncak cita-cita dan tujuan manusia. Jadi, karena surga dan neraka itu ternyata juga makhluk,
maka surga dan neraka tidaklah kekal, dan juga bukanlah tempat kembalinya manusia yang
sesungguhnya. Sebab tidak mungkin makhluk akan kembali kepada makhluk, kecuali karena
keadaan yang belum sempurna hidupnya. Oleh al-Qur’an sudah ditegaskan bahwa tempat
kembalinya manusia hanya Allah, yang tidak lain adalah proses kemanunggalan ……ilaihi
raji’un, ilaihi al-mashir……… Puasa dan Haji Syekh Siti Jenar “Syahadat, shalat dan puasa itu,
sesuatu yang tidak diinginkan, jadi tidak perlu. Adapun zakat dan naik haji ke Makah, itu semua
omong kosong (palson kabeh). Itu seluruhnya kedurjanaan budi, penipuan terhadap sesama
manusia. Orang-orang dungu yg menuruti aulia, karena diberi harapan surga di kelak kemudian
hari, itu sesungguhnya keduanya orang yang tidak tahu. Lain halnya dengan saya, Siti Jenar.”
“Tiada pernah saya menuruti perintah budi, bersujud-sujud di mesjid mengenakan jubah,
pahalanya besok saja, bila dahi sudah menjadi tebal, kepala berbelulang. Sesungguhnya hal ini
idak masuk akal! Di dunia ini semua manusia adalah sama. Mereka semua mengalami suka-
duka, menderita sakit dan duka nestapa, tiada beda satu dengan yang lain. Oleh karena itu saya,
Siti Jenar, hanya setia pada satu hal saja, yaitu Gusti Zat Maulana.” Syekh Siti jenar
menyebutkan bahwa syariat yang diajarkan para wali adalah “omong kosong belaka”, atau “wes
palson kabeh”(sudah tidak ada yang asli). Tentu istilah ini sangat amat berbeda dengan anggapan
orang selama ini, yang menyatakan bahwa Syekh Siti Jenar menolak syari’at Islam. Yang ditolak
adalah reduksi atas syari’at tersebut. Syekh Siti Jenar menggunakan istilah “iku wes palson
kabeh”, yg artinya “itu sudah dipalsukan atau dibuat palsu semua.” Tentu ini berbeda
pengertiannya dengan kata “iku palsu kabeh” atau “itu palsu semua.” Jadi yang dikehendaki
Syekh Siti Jenar adalah penekanan bahwa syari’at Islam pada masa Walisanga telah mengalami
perubahan dan pergeseran makna dalam pengertian syari’at itu. Semuanya hanya menjadi
formalitas belaka. Sehingga manfaat melaksanakan syariat menjadi hilang. Bahkan menjadi
mudharat karena pertentangan yang muncul dari aplikasi formal syariat tsb. Bagi Syekh Siti
Jenar, syariat bukan hanya pengakuan dan pelaksanaan, namun berupa penyaksian atau
kesaksian. Ini berarti dalam pelaksanaan syariat harus ada unsur pengalaman spiritual. Nah, bila
suatu ibadah telah menjadi palsu, tidak dapat dipegangi dan hanya untuk membohongi orang
lain, maka semuanya merupakan keburukan di bumi. Apalagi sudah tidak menjadi sarana bagi
kesejahteraan hidup manusia. Ditambah lagi, justru syariat hanya menjadi alat legitimasi
kekuasaan (seperti sekarang ini juga). Yang mengajarkan syari’at juga tidak lagi memahami
makna dan manfaat syari’at itu, dan tidak memiliki kemampuan mengajarkan aplikasi syari’at yg
hidup dan berdaya guna. Sehingga syari’at menjadi hampa makna dan menambah gersangnya
kehidupan rohani manusia. Nah, yg dikritik Syekh Siti Jenar adalah shalat yg sudah kehilangan
makna dan tujuannya itu. Shalat haruslah merupakan praktek nyata bagi kehidupan. Yakni shalat
sebagai bentuk ibadah yg sesuai dgn bentuk profesi kehidupannya. Orang yg melakukan
profesinya secara benar, karena Allah, maka hakikatnya ia telah melaksanakan shalat sejati,
shalat yg sebenarnya. Orientasi kepada yang Maha Benar dan selalu berupaya mewujudkan
Manunggaling Kawula Gusti, termasuk dalam karya, karsa-cipta itulah shalat yg sesungguhnya.
Makna Ihsan “Itulah yang dianggap Syekh Siti Jenar Hyang Widi. Ia berbuat baik dan
menyembah atas kehendak-NYA. Tekad lahiriahnya dihapus. Tingkah lakunya mirip dengan
pendapat yg ia lahirkan. Ia berketetapan hati untuk berkiblat dan setia, teguh dalam pendiriannya,
kukuh menyucikan diri dari segala yg kotor, untuk sampai menemui ajalnya tidak menyembah
kepada budi dan cipta. Syekh Siti Jenar berpendapat dan menggangap dirinya bersifat
Muhammad, yaitu sifat rasul yg sejati, sifat Muhammad yg kudus.” “Gusti Zat Maulana. Dialah
yg luhur dan sangat sakti, yg berkuasa maha besar, lagipula memiliki dua puluh sifat, kuasa atas
kehendak-NYA. Dialah yg maha kuasa, pangkal mula segala ilmu, maha mulia, maha indah,
maha sempurna, maha kuasa, rupa warna-NYA tanpa cacat seperti hamba-NYA. Di dalam raga
manusia Ia tiada nampak. Ia sangat sakti menguasai segala yg terjadi dan menjelajahi seluruh
alam semesta, Ngidraloka”. Dua kutipan di atas adalah aplikasi dari teologi Ihsan menurut Syekh
Siti Jenar, bahwa sifatullah merupakan sifatun-nafs. Ihsan sebagaimana ditegaskan oleh Nabi
dalam salah satu hadistnya (Sahih Bukhari, I;6), beribadah karena Allah dgn kondisi si ‘Abid
dalam keadaan menyaksikan (melihat langsung) langsung adanya si Ma’bud. Hanya sikap inilah
yg akan mampu membentuk kepribadian yg kokoh-kuat, istiqamah, sabar dan tidak mudah
menyerah dalam menyerukan kebenaran. Sebab Syekh Siti Jenar merasa, hanya Sang Wujud yg
mendapatkan haq untuk dilayani, bukan selain-NYA. Sehingga, dgn kata lain, Ihsan dalam
aplikasinya atas pernyataan Rasulullah adalah membumikan sifatullah dan sifatu-Muhammad
menjadi sifat pribadi. Dengan memiliki sifat Muhammad itulah, ia akan mampu berdiri kokoh
menyerukan ajarannya dan memaklumkan pengalamannya dalam “menyaksikan langsung” ada-
NYA Allah. “Persaksian langsung” itulah terjadi dalam proses manunggal. “Hyang Widi, wujud
yg tak nampak oleh mata, mirip dengan ia sendiri, sifat-sifatnya mempunyai wujud, seperti
penampakan raga yg tiada tampak. Warnanya melambangkan keselamatan, tetapi tanpa cahaya
atau teja, halus, lurus terus-menerus, menggambarkan kenyataan tiada berdusta, ibaratnya kekal
tiada bermula, sifat dahulu yg meniadakan permulaan, karena asal dari diri pribadi.” Ihsan
berasal dari kondisi hati yg bersih. Dan hati yg bersih adalah pangkal serta cermin seluruh
eksistensi manusia di bumi. Keihsanan melahirkan ketegasan sikap dan menentang ketundukan
membabi-buta kepada makhluk. Ukuran ketundukan hati adalah Allah atau Sang Pribadi. Oleh
karena itu, sesama manusia dan makhluk saling memiliki kemerdekaan dan kebebasan diri. Dan
kebebasan serta kemerdekaan itu sifatnya pasti membawa kepada kemajuan dan peradaban
manusia, serta tatanan masyarakat yg baik, sebab diletakkan atas landasan Ke-Ilahian manusia.
Penjajahan atas eksistensi manusia lain hakikatnya adalah bentuk dari ketidaktahuan manusia
akan Hyang Widhi…Allah (seperti Rosul sering sekali mengatakan bahwa “Sesungguhnya
mereka tidak mengerti”). Karena buta terhadap Allah Yang Maha Hadir bagi manusia itulah,
maka manusia sering membabi-buta merampas kemanusiaan orang lain. Dan hal ini sangat
ditentang oleh Syekh Siti Jenar. Termasuk upaya sakralisasi kekuasaan Kerajaan Demak dan
Sultannya, bagi Syekh Siti Jenar harus ditentang, sebab akan menjadi akibat tergerusnya ke-
Ilahian ke dalam kedzaliman manusia yang mengatasnamakan hamba Allah yg shalih dan
mengatasnamakan demi penegakan syari’at Islam. Pribadi adalah pancara roh, sebagai tajalli
atau pengejawantahan Tuhan. Dan itu hanya terwujud dengan proses wujudiyah, Manuggaling
Kawula-Gusti, sebagai puncak dan substansi tauhid. Maka manusia merupakan wujud dari sifat
dan dzat Hyang Widi itu sendiri. Dengan manusia yg manunggal itulah maka akan menjadikan
keselamatan yg nyata bukan keselamatan dan ketentraman atau kesejahteraan yg dibuat oleh
rekayasa manusia, berdasarkan ukurannya sendiri. Namun keselamatan itu adalah efek bagi
terejawantah-NYA Allah melalui kehadiran manusia. Sehingga proses terjadinya keselamatan
dan kesejahteraan manusia berlangsung secara natural (sunnatullah), bukan karena hasil
sublimasi manusia, baik melalui kebijakan ekonomi, politik, rekayasa sosial dan semacamnya
sebagaimana selama ini terjadi. Maka dapat diketahui bahwa teologi Manuggaling Kawula Gusti
adalah teologi bumi yg lahir dengan sendirinya sebagai sunnatullah. Sehingga ketika manusia
mengaplikasikannya, akan menghasilkan manfaat yg natural juga dan tentu pelecehan serta
perbudakan kemanusiaan tidak akan terjadi, sifat merasa ingin menguasai, sifat ingin mencari
kekuasaan, memperebutkan sesama manusia tidak akan terjadi. Dan tentu saja pertentangan antar
manusia sebagai akibat perbedaan paham keagamaan, perbedaan agama dan sejenisnya juga pasti
tidak akan terjadi. Tafsir Kisah Musa dan Khidir (Syekh Siti Jenar) “Sesungguhnya, Khidir AS
bukanlah sosok lain yg terpisah sama sekali dari keberadaan manusia rohani. Apa yg disaksikan
sebagai tanah menjorok dgn lautan di sebelah kanan dan kiri itu bukanlah suatu tempat yg berada
di luar diri manusia. Tanah itulah yg disebut perbatasan (barzakh). Dua lautan itu adalah Lautan
Makna (bahr al-ma’na), perlambang alam tidak kasatmata (‘alam al-ghaib) dan lautan Jisim
(bahr al-ajsam), perlambang alam kasatmata (‘alam asy-syahadat).” “Sedangkan kawanan udang
adalah perlambang para pencari Kebenaran yg sudah berenang di perbatasan alam kasatmata san
alam tidak kasatmata. Kawanan udang perlambang para penempuh jalan rohani (salik) yg benar-
benar bertujuan mencari Kebenaran. Sementara itu, kawanan udang yg berenang di lautan
sebelah kiri, di antara batu-batu, merupakan perlambang para salik yg penuh diliputi hasrat-
hasrat dan pamrih-pamrih duniawi.” “Sesungguhnya, peristiwa yg dialami Nabi Musa AS dgn
Khidir AS, sebagaimana termaktub di dalam Al-Qur’an Al-Karim, bukanlah hanya peristiwa
sejarah seorang manusia bertemu manusia lain. Ia adalah peristiwa perjalanan rohani yg
berlangsung di dalam diri Nabi Musa AS sendiri. Sebagaimana yg telah saya jelaskan, yg disebut
dua lautan di dalam Al-Qur’an tidak lain dan tidak bukan adalah Lautan Makna (bahr al-ma’na)
dan Lautan Jisim (bahr al-ajsam). Kedua lautan itu dipisahkan oleh wilayah perbatasan atau sekat
(barzakh).” “Ikan dan lautan dalam kisah Qur’ani itu merupakan perlambang dunia kasatmata
(‘alam asy-syahadat) yg berbeda dengan wilayah perbatasan yg berdampingan dgn dunia gaib
(‘alam al-ghaib). Maksudnya, jika saat itu Nabi Musa AS melihat ikan dan kehidupan yg
melingkupi ikan tersebut dari tempatnya berdiri, yaitu di wilayah perbatasan antara dua lautan,
maka Nabi Musa AS akan melihat sang ikan berenang di dalalm alamnya, yaiu lautan. Jika saat
itu Nabi Musa AS mencermati maka ia akan dapat menyaksikan bahwa sang ikan yg berenang
itu dapat melihat segala sesuatu di dalam lautan, kecuali air (dilambangkan manusia juga sama).
Maknanya, sang ikan hidup di dalam air dan sekaligus di dalam tubuh ikan ada air, tetapi ia tidak
bisa melihat air dan tidak sadar jika dirinya hidup di dalam air. Itulah sebabnya, ikan tidak dapat
hidup tanpa air yg meliputi bagian luar dan bagian dalam tubuhnya. Di mana pun ikan berada, ia
akan selalu diliputi air yg tak bisa dilihatnya.” “Sementara itu, seandainya sang ikan di dalam
lautan melihat Nabi Musa AS dari tempat hidupnya di dalam air lautan maka sang ikan akan
berkata bahwa Musa AS di dalam dunia-yang diliputi udara kosong-dapat menyaksikan segala
sesuatu, kecuali udara kosong yg meliputinya itu. Maknanya, Nabi Musa AS hidup di dalam
liputan udara kosong yg ada di luar maupun di dalam tubuhnya, tetapi ia tidak bisa melihat udara
kosong dan tidak sadar jika dirinya hidup di dalam udara kosong. Itu sebabnya, Nabi Musa AS
tidak dapat hidup tanpa udara kosong yg meliputi bagian luar dan dalam tubuhnya. Di mana pun
Nabi Musa AS berada, ia akan selalu diliputi udara kosong yg tidak bisa dilihatnya.”
“Sesungguhnya, pemuda (al-fata) yg mendampingi Nabi Musa AS dan membawakan bekal
makanan adalah perlambang dari terbukanya pintu alam tidak kasatmata. Sesungguhnya, dibalik
keberadaan pemuda (al-fata) itu tersembunyi hakikat sang Pembuka (al-Fattah). Sebab, hijab
gaib yg menyelubungi manusia dari Kebenaran sejati tidak akan bisa dibuka tanpa kehendak Dia,
sang Pembuka (al-Fattah). Itu sebabnya, saat Nabi Musa AS bertemu dgn Khidir AS, pemuda
(al-fata) itu disebut-sebut lagi karena ia sejatinya merupakan perlambang keterbukaan hijab
ghaib.” “Adapun bekal makanan yg berupa ikan adalah perlambang pahala perbuatan baik
(al-‘amal ash-shalih) yg hanya berguna untuk bekal menuju ke Taman Surgawi (al-jannah).
Namun, bagi pencari Kebenaran sejati, pahala perbuatan baik itu justru mempertebal gumpalan
kabut penutup hati (ghain). Itu sebabnya, sang pemuda mengaku dibuat lupa oleh setan hingga
ikan bekalnya masuk ke dalam lautan.” “Andaikata saat itu Nabi Musa AS memerintahkan si
pemuda untuk mencari bekal yg lain, apalagi sampai memburu bekal ikan yg telah masuk ke
dalam laut, niscaya Nabi Musa AS dan si pemuda tentu akan masuk ke Lautan Jisim (bahr al-
ajsam) kembali. Dan, jika itu terjadi maka setan berhasil memperdaya Nabi Musa AS.”
“Ternyata, Nabi Musa AS tidak peduli dgn bekal itu. Ia justru menyatakan bahwa tempat di
mana ikan itu melompat ke lautan adalah tempat yg dicarinya sehingga tersingkaplah gumpalan
kabut ghain dari kesadaran Nabi Musa AS. Saat itulah purnama rohani zawa’id berkilau dan
Nabi Musa AS dapat melihat Khidir AS, hamba yg dilimpahi rahmat dan kasih sayang (rahmah
al-khashshah) yg memancar dari citra ar-Rahman dan ar-Rahim dan Ilmu Ilahi (ilm ladunni) yg
memancar dari Sang Pengetahuan (al-Alim).” “Anugerah Ilahi dilimpahkan kepada Khidir AS
karena dia merupakan hamba-NYA yg telah mereguk Air Kehidupan (ma’ al-hayat) yg
memancar dari Sang Hidup (al-Hayy). Itu sebabnya, barang siapa di antara manusia yg berhasil
bertemu Khidir AS di tengah wilayah perbatasan antara dua lautan, sesungguhnya manusia itu
telah menyaksikan pengejawantahan Sang Hidup (al-Hayy), Sang Penyayang (ar-Rahim). Dan,
sesungguhnya Khidir AS itu tidak lain dan idak bukan adalah ar-roh al-idhafi, cahaya hijau
terang yg tersembunyi di dalam diri manusia, “Sang Penuntun” anak keturunan Adam AS ke
jalan Kebenaran Sejati. Dialah penuntun dan penunjuk (mursyid) sejati ke jalan Kebenaran (al-
Haqq). Dia sang mursyid adalah pengejawantahan yang Maha Menunjuki (as –Rasyid).”
“Demikianlah, saat sang salik melihat Khidir AS sesungguhnya ia telah menyaksikan ar-roh al-
idhafi, mursyid sejati di dalam diri manusia sendiri. Saat ia menyaksikan kawanan udang di
lautan sebelah kanan, sesungguhnya ia telah menyaksikan Lautan Makna (bahr-al-ma’na) yg
merupakan hamparan permukaan Lautan Wujud (bahr al-wujud). Namun, jika terputus
penglihatan batiin (bashirab) itu pada titik ini, berarti perjalanan menusia itu menuju ke
Kebenaran Sejati masih akan berlanjut.” Sesungguhnya, perjalanan rohani menuju Kebenaran
Sejati penuh diliputi tanda kebesaran Ilahi yg hanya bisa diungkapkan dalam bahasa perlambang.
Sesungguhnya, masing-masing menusia akan mengalami pengalaman rohani yg berbeda sesuai
pemahamannya dalam menangkap kebenaran demi kebenaran. Yang jelas, pengalaman yg akan
manusia alami tidak selalu mirip dgn pengalaman yg dialami Nabi Musa AS.” “Setelah berada di
wilayah perbatasan, Khidir AS dan Nabi Musa AS digambarkan melanjutkan perjalanan
memasuki Lautan Makna, yaitu alam tidak kasatmata. Mereka kemudian digambarkan
menumpang perahu. Sesungguhnya, perahu yg mereka gunakan untuk menyeberang itu adalah
perlambang dari wahana (syari’ah) yg lazimnya digunakan oleh kalangan awam untuk mencari
ikan, yakni perlambang perbuatan baik (al ‘amal ash-shalih). Padahal, perjalanan mengarungi
Lautan Makna menuju Kebenaran Sejati adalah perjalanan yg sangat pribadi menuju Lautan
Wujud. Itulah sebabnya, perahu (syari’ah) itu harus dilubangi agar air dari Lautan Makna masuk
ke dalam perahu dan penumpang perahu mengenal hakikat air yg mengalir dari lubang tersebut.”
“Setelah penumpang perahu mengenal air yg mengalir dari lubang maka ia akan menjadi sadar
bahwa lewat lubang itulah sesungguhnya ia akan bisa masuk ke dalam Lautan Makna yg
merupakan permukaan Lautan Wujud. Andaikata perahu itu tidak dilubangi, dan kemudian
perahu diteruskan berlayar, maka perahu itu tentu akan dirampas oleh Sang Maha Raja (malik al-
Mulki) sehingga penumpangnya akan menjadi tawanan. Jika sudah demikian, maka untuk
selamanya sang penumpang perahu tidak bisa melanjutkan perjalanan menuju Dia, Yang Maha
Ada (al-Wujud), yg bersemayam di segenap penjuru hamparan Lautan Wujud. Penumpang
perahu itu mengalami nasib seperti penumpang perahu yg lain, yakni akan dijadikan hamba
sahaya oleh Sang Maha Raja. Bahkan, jika Sang Maha Raja menyukai hamba sahaya-NYA itu
maka ia akan diangkat sebagai penghuni Taman (jannah) indah yg merupakan pengejawantahan
Yang Maha Indah (al Jamal).” “Adapun Atas Pernyataan kenapa wahana (syariah) harus
dilubangi dan tidak lagi digunakan dalam perjalanan menembus alam ghaib manuju Dia? Dapat
dijelaskan sebagai berikut.” “Sebab, wahana adalah kendaraan bagi manusia yg hidup di alam
kasatmata untuk pedoman menuju ke Taman Surgawi. Sedangkan alam tidak kasatmata adalah
alam yg tidak jelas batas-batasnya. Alam yg tidak bisa dinalar karena segala kekuatan akal
manusia mengikat itu tidak bisa berijtihad untuk menetapkan hukum yg berlaku di alam gaib. Itu
sebabnya, Khidir AS melarang Nabi Musa AS bertanya sesuatu dgn akalnya dalam perjalanan
tersebut. Dan, apa yg disaksikan Nabi Musa AS terdapat perbuatan yg dilakukan Khidir AS
benar-benar bertentangan dgn hukum suci (syari’at) dan akal sehat yg berlaku di dunia, yakni
melubangi perahu tanpa alasan, membunuh seorang anak kecil tak bersalah dan menegakkan
tembok runtuh tanpa upah.” “Namun jika wahana (syari’ah) tidak lagi bisa dijadikan petunjuk,
sebenarnya pedomannya tetaplah sama, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul. Tetapi
pemahamannya bukan dgn akal (‘aql) melainkan dgn dzauq, yaitu cita rasa rohani. Inilah yg
disebut cara (thariqah). Di sini, sang salik selain harus berjuang keras juga harus pasrah kepada
kehendak-NYA. Sebab, telah termaktub dalam dalil araftu rabbi bi rabbi bahwa kita hanya
mengenal Dia dgn Dia. Maksudnya jika Tuhan tidak berkehendak kita mengenal-NYA maka kita
pun tidak akan bisa mengenal-NYA. Dan, kita mengenal-NYA pun maka hanya melalui Dia
(walaupun kita tidak mau tetapi semua telah kehendak-NYA). Itu sebabnya, di alam tidak
kasatmata yg tidak jelas batas dan tanda-tandanya itu kita tidak dapat berbuat sesuatu kecuali
pasrah seutuhnya dan mengharap limpahan rahmat dan hidayah-NYA.” “Tentang makna di balik
kisah Khidir AS membunuh seorang anak (ghulam) dapat saya jelaskan sebagai berikut.” “Anak
adalah perlambang keakuan kerdil yg kekanak-kanakan. Kedewasaan rohani seorang yg teguh
imannya bisa runtuh akibat terseret cinta kepada keakuan kerdil yg kekanak-kanakan tersebut.
Itu sebabnya, keakuan kerdil yg kekanak-kanakan itu harus dibunuh agar kedewasaan rohani
tidak terganggu.” “Sesungguhnya, di dalam perjalanan rohani menuju Kebenaran Sejati selalu
terjadi keadaan di mana keakuan kerdil yg kekanak-kanakan (ghulam) dari salik cenderung
mengikari kehambaan dirinya terhadap Cahaya Yang Terpuji (Nur Muhammad) sebagai akibat ia
belum fana ke dalam Sang Rasul (fana fi rasul). Ghulam cenderung durhaka dan ingkar terhadap
kehambaan kepada Sang Rasul. Jika keakuan yg kerdil dan kekanak-kanakan itu dibunuh maka
akan lahir ghulam yg lebih baik dan lebih diberbakti yg melihat dengan mata batin bahwa dia
sesungguhnya adalah “hamba” dari Sang Rasul, pengejawantahan Cahaya Yang Terpuji (Nur
Muhammad).” “Sesungguhnya, keakuan kerdil yg kekanak-kanakan adalah perlambang dari
keberadaan nafsu manusia yg cenderung durhaka dan ingkar terhadap Sumbernya. Sedangkan
ghulam yg baik dan berbakti merupakan perlambang dari keberadaan roh manusia yg cenderung
setia dan berbakti kepada Sumbernya. Dan sesungguhnya, perbuatan Khidir AS itu adalah
perlambang yg sama saat Nabi Ibrahim AS akan menyembelih Nabi Ismail AS ‘Pembuhunan’ itu
adalah perlambang puncak dari keimanan mereka yg beriman (mu’min).” “Adapun dinding yg
ditinggikan Khidir AS adalah perlambang Sekat Tertinggi (al barzakh al ‘a’la) yg disebut juga
dgn Hijab Yang Maha Pemurah (hajib ar-Rahman). Dinding itu adalah pengejawantahan Yang
Maha Luhur (al-Jalil). Lantaran itu, dinding tersebut dinamakan Dinding al-Jalal (al jidar al-
Jalal), yg dibawahnya tersimpan Khazanah Perbendaharaan (Tahta al-Kanz) yg ingin diketahui.”
“Sedangkan dua anak yatim (ghulamaini yatimaini) pewaris dinding itu adalah perlambang jati
diri Nabi Musa AS, yg keberadaannya terbentuk atas jasad ragawi (al-basyar) dan rohani (roh).
Kegandaan jati diri manusia itu baru tersingkap jika seseorang sudah berada dalam keadaan tidak
memiliki apa-apa (muflis), terkucil sendiri (mufrad) dan telah berada di dalam waktu tak
berwaktu (ibn al-waqt). Dua anak yatim itu adalah perlambang gambaran Nabi Musa AS dan
bayangannya di depan Cermin Memalukan (al-mir’ah al-haya’I).” “Adapun gambaran tentang
‘ayah yg salih’ dari kedua anak yatim, yakni ayah yg mewariskan Khazanah Perbendaharaan ,
adalah perlambang diri dari Abu halih, Sang Pembuka Hikmah (al-hikmah al-futuhiyyah), yakni
pengejawantahan Sang Pembuka. Dengan demikian apa yg telah dialami Nabi Musa AS dalam
perjalanan bersama Khidir AS (QS. Al-Kahfi : 60-82) menurut penafsiran adalah perjalanan
rohani Nabi Musa AS ke dalam dirinya sendiri yg penuh dgn perlambang (isyarat).” “Memang
Nabi Musa AS lahir hanya satu. Namun, keberadaan jati dirinya sesungguhnya adalah dua, yaitu
pertama keberadaan sebagai al-basyar ‘anak’ Adam AS yg berasal dari anasir tanah yg tercipta;
dan keberadaannya sebagai roh ‘anak’ Cahaya Yang Terpuji (Nur Muhammad) yg berasal dari
tiupan (nafakhtu) Cahaya di Atas Cahaya (Nurun ‘ala Nurin). Maksudnya, sebagai al-basyar,
keberadaan jasad ragawi nabi Musa AS berasal dari Yang Mencipta (al-Kha-liq).” “Sehingga
tidak akan pernah terjadi perseteruan dalam memperebutkan Khazanah Perbendaharaan warisan
ayahnya yg shalih. Sebab, saat keduanya berdiri berhadap-hadapan di depan Dinding al-jalal (al-
jidar al-Jalal) dan mendapati dinding itu runtuh maka saat itu yg ada hanya satu anak yatim.
Maksudnya, saat itu keberadaan al-basyar ‘anak’ Adam AS akan terserap ke dalam roh ‘anak’
Nur Muhammad. Saat itulah sang anak sadar bahwa ia sejatinya berasal dari Cahaya di Atas
cahaya (Nurun ‘ala Nurin) yg merupakan pancaran dari Khazanah Perbendaharaan.
Sesungguhnya, hal semacam itu tidak bisa diuraikan dgn kaidah-kaidah nalar manusia karena
akan membawa kesesatan. Jadi, harus dijalani dan dialami sendiri sebagai sebuah pengalaman
pribadi.
” TANYA JAWAB DENGAN SYEH SITI JENAR Ajaran Syekh Siti Jenar dikenal sebagai
ajaran ilmu kebatinan. Suatu ajaran yang menekankan aspek kejiwaan dari pada aspek lahiriah
yang kasat mata. Intinya ialah konsep tujuan hidup. Titik akhir dari ajaran Siti Jenar ialah
tercapainya manunggaling kawula-Gusti. Yaitu bersatunya antara roh manusia dengan Dzat
Allah. Paham inilah yang hampir sama dengan ajaran para zuhud, wali dan orang-orang
khowash. Zuhud banyak dijumpai dalam dunia tasawuf. Mereka merupakan orang-orang atau
kelompok yang menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan duniawi. Sebab mereka
mempunyai tujuan hidup yang lebih utama, yakni ingin mencapai kesucian jiwa atau roh. Inti
ajaran Syeh Siti Jenar adalah pencapaian spiritualitas yang tinggi dalam penyatuan antara
makhluk dengan Dzat Pencipta, yang lebih populer disebut sebagai manunggaling kawula-Gusti.
Bagian-bagian dari ajaran itu adalah meliputi penguasaan hidup, pengetahuan tentang pintu
kehidupan, tentang kematian, tempat kelak sesudah ajal, hidup kekal tak berakhir, dan tentang
kedudukan Yang Mahaluhur. Paham yang hampir senada dengan falsafah Jawa kuno. Suatu
ketika Syeh Siti Jenar mengajarkan ilmu kepada para murid-muridnya. Syeh Siti Jenar
berkata,”Manusia harus berpegang pada akal, meyakini pula dua puluh sifat yang dimiliki
Allah”. Antara lain yakni; wujud, tak berawal, tak berakhir, berlainan dengan barang baru,
berkuasa, berkehendak, berpengetahuan, memiliki ilmu secara hakikat dan sebagainya. Para
santri mengajukan pertanyaan- pertanyaan sebagai berikut; Tentang Ketuhanan
M (murid) ; Apakah wujud dari Tuhan itu dapat dimiliki oleh manusia ?”
S (Syeh Jenar) ; Memang, sifat wujud itu bisa dimiliki manusia dan itulah inti dari ajaran ini.
Selama manusia mampu menjernihkan kalbunya, maka ia akan mempunyai sifat-sifat itu. Sifat
tersebut pun sudah kumiliki. Kalian bisa melakukannya dengan mengamalkan apa yang hendak
kuajarkan. Allah adalah satu-satunya yang wajib disembah. Dia tidak tampak dan tidak
berbentuk. Tidak terlihat oleh mata. Sedangkan alam dan segala isinya merupakan cerminan dari
wujud Allah yang tampak. Seseorang bisa meyakini adanya Allah karena ia melihat pancaran
wujudNya melalui jagad raya ini. Allah tidak berawal dan berakhir, memiliki sifat langgeng, tak
mengalami perubahan sedikitpun. Allah berada di mana-mana, bukan ini dan bukan itu. Dia
berbeda dengan segala wujud barang baru yang ada di dunia.
M ; Wahai Kanjeng Syeh, jelaskan kepada kami tentang hakikat kodrat !”
S ; Kodrat adalah kekuasaan pribadi Tuhan. Tak ada yang menyamainya. KekuatanNya tanpa
sarana. kehadiranNya berasal dari ketiadaan, luar dan dalam tiada berbeda. Tak dapat ditafsirkan.
Jika engkau menghendaki sesuatu maka pasti kalian rencanakan matang-matang dan pasti
pikirkan berulang-ulang. Itupun masih sering meleset. Namun Allah tidak demikian, bila
menghendaki sesuatu tak perlu dipersoalkan terlebih dahulu.
M ; Kalau begitu Allah tidak memerlukan sesuatu ?
S ; Benar Allah tidak memerlukan sesuatu. Karena itu jika kalian hidup tanpa memerlukan
sesuatu, tanpa butuh harta benda, tanpa butuh jabatan, tanpa butuh pujian, maka kalian akan
merasakan hidup yang sesungguhnya. Kalian akan memiliki sifat Allah tersebut.
M ; Kalau manusia menghindari sesuatu dan merasa tidak memerlukan apapun, apakah akhirnya
dapat disamakan dengan Allah ?
S ; Tidak ! walaupun manusia hidup tanpa bergantung sama sekali kepada duniawi, namun ia
tetap berbeda dengan Allah. Tidak bisa disamakan dengan Tuhan. Allah adalah pencipta dan
kalian adalah yang diciptakan. Allah berdiri sendiri, tanpa memerlukan bantuan. Hidupnya tanpa
roh, tidak merasa sakit dan kesedihan, Allah muncul sekehendaknya.
M ; Jika Allah berkehendak, maka apakah kehendak seseorang itu karena kemauan Allah ?
S ; Untuk sampai pada jawaban itu, kita harus membedakan seseorang mana. Manusia itu
dibedakan menjadi beberapa tingkatan. Ada yang awam, ada yang khowash. Orang awam hanya
beribadah secara syariat, tanpa dapat memelihara kalbu, maka ia masih jauh bisa berhubungan
dengan Allah. Sedangkan orang-orang khowash, termasuk para nabi, rasul, dan waliyullah,
mereka beribadah secara utuh. Bahkan sampai pula pada tingkatan hakikat. Kalau kalbunya
sudah bersih dari duniawi dan menyatu dengan cahaya Ilahi, maka kehendak dan kemauannya itu
berasal dari Allah. Perbuatannya adalah perbuatan Allah. Maka jangan heran jika ada orang yang
diberi karomah sehingga segala ucapannya menjadi bertuah.
M ; Kalau begitu, ibadahnya orang yang sudah khowash itu merupakan kehendak Allah ?
S ; Benar ! mereka mempunyai kejernihan akal budi. Memiliki kebersihan jiwa dan ilmu. Shalat
lima waktu dan berzikir merupakan kehendak yang sangat dalam. Bukan kehendak nafsunya,
namun kehendak Allah. Semangatnya sedemikian besar. Mereka shalat tidak mengharapkan
pahala, tetapi merupakan suatu kewajiban (diri) dan pengabdian. Badan haluslah yang
mendorong untuk menjalankan.
M ; Banyak orang melakukan shalat tetapi tidak menyentuh kepada Yang Disembah. Ini
bagaimana ?
S ; Memang banyak orang yang secara lahiriah tampak khusuk shalatnya. Bibirnya sibuk
mengucapkan zikir dan doa-doa, namun hatinya ramai oleh urusan duniawi mereka. Islam yang
demikian ini ibarat kelapa, mereka hanya makan serabutnya. Padahal yang paling nikmat adalah
buah/daging kelapa dan air kelapanya. Mereka sembahyang lima waktu sebatas lahiriah saja.
Tidak berpengaruh sama sekali kepada akal budinya. Padahal sembahyang itu diharapkan dapat
mencegah keji dan munkar namun mereka tak mampu melakukannya dalam kehidupan sehari-
hari. Kalaupun hakikat shalatnya itu membekas pada budinya itupun hanya sedikit. Buat apa
sembahyang lima kali jika perangainya buruk ? masih suka mencuri dan berbohong. Untuk apa
bibir lelah berzikir menyebut asma Allah, jika masih berwatak suka mengingkari asma. Kadang-
kadang pula mereka berharap pahala. Shalatnya saja belum tentu dihargai oleh Allah, tetapi
buru-buru meminta balasan,…..aneh!
M ; Wahai Syeh, ada hadits Rasulullah yang menyebutkan bahwa amal hamba yang pertama
kali diperhitungkan adalah sembahyang. Jika sembahyangnya baik, maka semua dianggap baik.
Ini bagaimana ?
S ; Itu perlu ditafsirkan. Tidak boleh dipahami secara dangkal makna dari hadits tersebut. Hadits
itu mengandung logika sebagai berikut; Orang yang tekun mengerjakan sembahyang dengan
sempurna, maka perilaku, budi pekerti dan kalbunya juga harus terpengaruh menjadi baik. Sebab
sembahyang yang dilakukan dengan jiwa yang bersih akan berpengaruh pula bagi cabang
kehidupan lainnya. Lebih lanjut Syeh Siti Jenar mengatakan; sebaliknya hadits itu tidak berlaku
bagi orang yang tekun mengerjakan sembahyang tetapi hatinya masih kotor, tersimpan
keinginan-keinginan nafsu misalnya ingin dipuji orang lain, terdapat ujub dan sombong, serta
budinya menyimpang dan menabrak tatanan yang dilarang.
M ; Apakah ada tuntunan mengenai pakaian seseorang yang sedang melakukan sembahyang ?
S ; Sesungguhnya aku (Syeh Siti Jenar) tidak sependapat jika ada orang yang mengenakan
pakaian gamis dan meniru-niru pakaian orang Arab dalam melakukan shalat. Jika selesai shalat,
jubah atau gamis itu dilepaskan. Sedangkan shalat orang tersebut tidaklah menyentuh hatinya.
Meskipun berlama-lama merunduk di masjid, namun masih mencintai duniawi. Sembahyang
yang pakaiannya kedombrangan, merunduk di masjid berlama-lama sampai lupa anak istri.
Sedangkan ia masih menyintai duniawi dan mengumbar nafsu manusiawinya. Bahkan dalam
kehidupan sehari-hari, ia seringkali menyusahkan orang lain. Maka orang yang demikian itu
tidak terpengaruh oleh sembahyang yang dilakukan. Biasanya tipe orang seperti itu sibuk
menghitung pahala. Dia sangat keliru dan bodoh. Pahala yang masih jauh tetapi diperhitungkan.
Sungguh, sedikit pun tak akan dapat dicapainya.
M ; Dzat Yang Luhur dan Sejati itu sesungguhnya siapa, wahai Syekh ?
S ; Gusti Allah. Gusti Allah adalah Dzat yang tinggi dan terhormat. Ia memiliki dua puluh sifat,
semua timbul atas kehendakNya. Ia mampu mencurahkan ilmu kebesaran, kasampurnan,
kebaikan, keramahan, kekebalan dalam segala bentuk, memerintah umat. Dapat muncul di segala
tempat dan sakti sekali. Aku (Syekh Siti Jenar) merasa wajib dan menuruti kehendakNya.
Sebagaimana ajaran jabariyah, dengan kesungguhan dan konsekuen, selalu kuat cita-citanya,
kokoh tak tergoyahkan terhadap sesuatu yang tidak suci, berpegang teguh kepadaNya selama
hidup, tak akan menyembah terhadap ciptaanNya, baik dalam wujud maupun dalam pengertian.
M ; Mengapa Kanjeng Syekh dianggap oleh para wali sebagai wali murtad ?
S ; Karena ajaranku tidak mudah dipahami orang awam.
M ; Bagaimana ajaran Kanjeng Syeh yang dianggap sesat ?
S ; Aku adalah penjelmaan dari Dzat Luhur, yang memiliki semangat, sakti, dan kekal akan
kematian. Dengan hilangnya dunia Gusti Allah telah memberi kekuasaan kepadaku dapat
manunggal denganNya, dapat langgeng mengembara melebihi kecepatan peluru. Bukannya akal,
bukannya nyawa, bukan penghidupan yang tanpa penjelasan dari mana asalnya dan kemana
tujuannya.
M ; Apa hubungannya antara kanjeng Syeh Siti Jenar dengan Allah, yang kau sebut sebagai Dzat
sejati ?
S ; Dzat yang sejati menguasai wujud penampilanku. Karena kehendakNya maka wajarlah jika
aku tidak mendapat kesulitan. Aku bisa berkelana ke mana-mana. Tidak merasa haus dan lelah,
tanpa sakit dan lapar, karena ilmu kelepasan diri, tanpa suatu daya kekuatan. Semua itu
disebabkan jiwaku tiada bandingannya. Secara lahiriah memang tidak berbuat sesuatu, tetapi
tiba-tiba sudah berada di tempat lain. Gusti Kang Murbeng Dumadi (Allah) yang kuikuti, kutaati
siang malam, yang kuturut segala perintahNya. Tiada menyembah Tuhan lain, kecuali setia
terhadap suara hati nuraniku. Allah Mahasuci.
M ; Wahai Syeh jelaskan apa yang di maksud bahwa Allah itu Maha Suci ?
S ; Allah Mahasuci itu hanyalah sebatas istilah saja. Merupakan nama saja. Sebenarnya hal itu
dapat disamakan dengan bentuk penampilanku. Jika kalian melihatku, maka tampak dari luar
sebagai warangka (kerangka), sedangkan di dalamnya adalah kerisnya (intinya) Hyang Agung,
yang tak ada bedanya dengan kerangka. Tuhan itu wujud yang tidak dapat dilihat dengan mata,
tetapi dilambangkan seperti bintang yang bersinar cemerlang. Sifat-sifatNya berwujud samar-
samar bila dilihat, warnanya indah sekali seperti cahaya.
M ; Di manakah Tuhan berada ? kami membayangkan Dia ada di langit ke 7 dan bersemayam di
atas singgasana layaknya raja.
S ; Siti Jenar mendadak tertawa. Setelah tertawanya reda, ia berkata, “Itu salah besar, itu
kebodohan. Sesungguhnya Tuhan tidak berada di langit ketujuh dan tidak bertahta di singgasana
atau arsy (Kursi). Bila kalian membayangkan demikian, maka hati kalian sudah musyrik.
Berdosa besar. Karena kalian menyamakan Dia dengan raja atau dengan penguasa.
M ; Kami jadi bingung, Kanjeng Syekh, lantas Tuhan itu ada di mana ? S ; Kalau kalian
bertanya demikian, maka jawabnya mudah. Gusti Allah itu tidak kemana-mana, tetapi ada di
mana-mana. M ; Kami semakin tak mengerti. Bisakah Kanjeng Syeh memberi penjelasan yang
lebih gamblang ?
S ; Gusti Allah itu berada pada dzat yang tempatnya tidak jauh. Dia bersemayam di dalam tubuh
kita. Tetapi hanya orang yang khowash, orang yang terpilih dapat melihat. Tentunya dengan
mata batin. Hanya mereka yang dapat merasakannya.
M ; Apakah Allah itu berupa roh atau sukma ?
S ; Bukan roh dan bukan sukma. Allah adalah wujud yang tak dapat dilihat oleh mata, tetapi
dilambangkan seperti bintang-bintang bersinar cemerlang. Sudah kukatakan tadi, warnanya
indah sekali. Ia memiliki dua puluh sifat seperti; sifat ada, tak berawal, tak berakhir, berbeda
dengan barang-barang yang baru, hidup sendiri dan tidak memerlukan bantuan dari sesuatu,
berkuasa, berkehendak, mendengar, melihat, berilmu, hidup dan berbicara. Sifat Gusti Allah
yang duapuluh itu terkumpul menjadi satu wujud mutlak yang disebut dengan Dzat. Sifat
duapuluh itu juga menjelma pada diriku. Karena itu aku yakin tidak akan mengalami sakit dan
sehat, punya budi kebenaran, kesempurnaan, kebaikan dan keramahan. Roh ku memiliki sifat
duapuluh itu, sedangkan ragaku yang lahiriah memiliki sifat nur Muhammad.
M ; Wahai Syekh, bukankah Muhammad SAW itu seorang nabi. Apakah Syekh mengaku
sebagai Nabi ? Sedangkan dikatakan bahwa setelah nabi Muhammad, di dunia ini tidak ada
kenabian lagi ?
S ; Jangan salah menafsirkan kata-kataku. Jika salah, maka kau akan sesat dan timbul fitnah.
Tentu saja memfitnah diriku. Begini, bahwa rohku adalah roh Ilahi. Karena aku pun memiliki
sifat duapuluh. Sedangkan badan wadag ku, jasadku ini, adalah jasad Muhammad. Dari segi
lahiriah Muhammad adalah manusia. Namun manusia Muhammad berbeda dengan orang
kebanyakan. Muhammad memiliki jasad yang kudus, yang suci. Aku dan dia sama-sama
merasakan kehidupan, merasakan manfaat panca indera. Dan panca indra itu hanyalah
meminjam. Jika sudah diminta kembali oleh Pemiliknya akan berubah menjadi tanah yang
busuk, berbau, hancur dan najis. Nabi atau wali, jika sesudah kematian jasadnya menjadi tak
bermanfaat. Bahkan berbau, kotor, najis, busuk dan hancur. Warangka jika sudah ditinggalkan
kerisnya maka tiada guna.
M ; Jika seseorang sudah mati, berarti selesai sudah kehidupannya ? S ; Siapa bilang begitu ?
Tidak ! meskipun jasadnya mati, tetapi sebenarnya ia tidaklah mati. Karena itu, kalian semua
harus mengerti bahwa dunia ini sesungguhnya bukanlah kehidupan. Buktinya ada mati. Di dunia
ini, kehidupan disebut kematian. Coba rasakan ! Aku mengajarkan kepada kalian untuk tidak
menyintai dunia ini dan tidak terpesona terhadap keindahannya. Carilah kebenaran dan
kebahagiaan sejati demi kehidupan mendatang, kehidupan setelah kematian. Kalian akan berarti
jika telah menemui kematian dan hidup sesudah itu. Engkau harus memilih hidup yang tak bisa
mati. Dan hidup yang tak bisa mati itu hanya kalian rasakan setelah nyawa terlepas dari badan.
Kehidupan itu akan dapat dirasakan dengan tanpa gangguan seperti sekarang ini. Ketahuilah,
hidup yang sesungguhnya adalah setelah nyawa lenyap dari badan. M ; Agar dapat meraih
kehidupan dalam kemuliaan sejati kelak, dalam kehidupan di dunia ini dibutuhkan kebenaran
dan kebahagian sejati. Bagaimanakah cara mendapatkannya Kanjeng Syekh ? S ; Jiwa manusia
adalah suara hati nurani. suara hati nurani merupakan ungkapan Dzat Allah yang harus ditaati
perintahnya. Maka ikutilah hati nuranimu.
M ; Bagaimana caranya meyakinkan bahwa suatu bisikan adalah suara hati nurani yang
sesungguhnya ?
S ; Kalian harus cermat, karena hati nurani berbeda dengan akal budi, jiwa itu milik Allah,
sedangkan akal milik manusia. Akal bersifat manusiawi, karena itu kadang-kadang akal tak
mampu menemukan keajaiban Allah. Kehendak, angan-angan, ingatan, merupakan suatu akal
yang tak kebal atas kegilaan. Suatu ketika akal bisa menjadi bingung sehingga membuat
seseorang lupa diri. Akal seringkali tidak jujur. Siang malam membuat kepalsuan demi
memakmurkan kepentingan pribadi.
M ; Bukankah manusia menjadi lebih mulia jika dibandingkan dengan makhluk lainnya, karena
manusia diberi akal oleh Allah ?
S ; Ya, itulah yang membedakan. Tapi jangan lupa bahwa akal seringkali tidak jujur. Sering
bersifat dengki, suka memaksa, melanggar aturan, jahat, suka disanjung-sanjung, sombong, yang
ahirnya membuat manusia justru tidak berharga samasekali. Lebih hina dari makhluk lainnya.
M ; Jadi kita harus menggunakan akal sesuai dengan jiwa atau kehendak Allah ?
S ; Ya, benar. Jika seseorang mampu mengendalikan akalnya dengan ajaran Allah, dengan
kebenaran, dan dengan jiwa yang bersih, maka ia bermanfaat. Menjadikan diri lebih mulia.
M ; Apa yang menghalangi seseorang sehingga gagal dalam dalam menempuh manunggaling
kawula-Gusti ?
S ; Jangan mementingkan kehidupan duniawi. Sebab kehidupan duniawi yang kalian jalani
penuh kotoran. Akal kalian mudah tercemar dengan kotoran sifat dan mudah dikuasai oleh nafsu,
sehingga menghalangi kalian untuk bisa menuju pada tahap manunggaling kawula-Gusti.
M ; Di dunia ini ada yang cantik, tampan dan gagah. Bagaimana kedudukan orang-orang tersebut
jika kelak telah terlepas rohnya ?
S ; Kalian jangan menyintai dan mengagumi bentuk yang cantik, tampan atau gagah. Sebab
sebenarnya badan wadag (jasad) laksana sangkar yang mengurung jiwa. Badan wadag
merupakan beban yang memberatkan dan menyakitkan roh kalian.
M ; Wahai Syekh, benarkah sesudah kematian ada surga neraka ?
S ; Para wali memang mengajarkan demikian. Inilah ajaran yang justru menurutku menyesatkan
karena terlalu dangkal. Para wali hanya mengajarkan “serabut” atau kulitnya, tidak sampai pada
isinya; tidak sampai pada hakikat yang sebenarnya. Para wali mengajarkan bahwa surga dan
neraka hanya dijumpai kelak setelah kiamat. Adanya di akherat. Dan orang-orang awam menelan
mentah-mentah keterangan itu. Siksa kubur hanya dijumpai dan dirasakan badan wadag ketika di
tanam di kuburan. Para wali memang bertujuan baik, tetapi diputus sampai di situ. Mereka
enggan menjelaskan lebih dalam dan lebih sampai pada makna yang hakiki.
M ; Kalau menurut Syekh bagaimana ?
S ; Begini, untuk menemui dan merasakan surga dan neraka maka seseorang tidak harus
menunggu sampai mati atau sampai datangnya kiamat. Di dunia ini saja kita sudah dapat
merasakan surga dan siksa neraka. Karena sesungguhnya surga dan neraka itu berada di dalam
jiwa kalian. Berada di dalam jiwa setiap manusia yang bernafas. Jika jiwa manusia telah bersih
dari gangguan hawa nafsu dan dapat menyatu dengan Gusti Allah, maka di dunia ini ia akan
merasakan suatu kenikmatan surga. Jika budi kalian, misalnya menolong orang lemah, lalu hati
menjadi ikhlas dan puas, maka itulah yang disebut surga. Sedangkan neraka, perwujudannya
adalah jika hawa nafsu telah menguasai diri seseorang. Kemudian jiwanya meronta dan merasa
bersalah. Maka dia tentu tersiksa. Ia tidak bisa tidur, gelisah pikirannya, sedih dan bermacam-
macam rasa tak enak. Itulah yang dinamakan neraka.
M ; Jadi surga dan neraka di akherat tidak berlaku ? maksud kami tidak ada ?
S ; Surga dan neraka di hari kiamat, di akherat kelak, sudah diterangkan dalam Al Quran. Itu
perkara gaib dan erat kaitannya dengan iman. Kalian harus meyakininya.
M ; Untuk apa meyakini ? bukankah jika di dunia berbudi baik dan beriman kepada Allah sudah
merasakan surga. Sedangkan surga dan neraka di akhirat hanyalah bersifat menakut-nakuti
manusia agar tidak berbuat buruk ?
S ; Pendapatmu memang cerdas dan kritis. Namun kalian tidak usah mempertanyakan, apakah
kelak di akhirat ada surga dan neraka. Itu urusan Gusti Allah. Kalian harus meyakini. Karena
meyakini hari akhir merupakan rukun iman. Sekali lagi, untuk mendapatkan surga pun kalian tak
perlu menunggu datangnya hari akhir. Meskipun seseorang sembahyang seribu kali setiap hari,
toh akhirnya mati juga. Walaupun badanmu kau tutupi dengan kain surban dan jubah, namun
akhirnya menjadi debu juga. Maka jiwalah yang paling penting. Jika keadaan jiwa seperti Tuhan,
maka surga akan didapatkannya. Kenikmatan luar biasa akan dirasakan.
M ; Wahai Syeh, sesungguhnya yang menjadi pikiranku adalah sebelum ada dunia ini, apakah
sudah ada dunia lainnya. Atau setelah kiamat, apakah Tuhan membuat dunia baru lagi seperti
sekarang ?
S ; Sebelum dunia ada, apakah ada dunia lain, itu hanya Allah yang tahu. Tetapi sekarang kita
berada di dunia ini menempati ruang dan waktu. Dunia ini asalnya adalah baru. Kemudian
mengalami kerusakan dan kelak akhirnya menjadi hancur. Lenyap tak berharga. Setelah kiamat,
apakah Tuhan membuat dunia baru untuk keduakalinya ? Tidak !
M ; Wahai Syekh, kalau begitu dunia erat kaitannya dengan raga kita, sedangkan jiwa erat
kaitannya dengan alam akhirat ?
S ; Benar, dunia itu erat kaitannya dengan raga. Raga mempunyai sifat seperti alam semesta,
yang semula baru kemudian rusak. Sedangkan jiwa tidak akan mengenal kerusakan karena jiwa
merupakan penjelmaan Dzat Allah. Ketahuilah bahwa raga adalah barang pinjaman yang suatu
saat akan diminta oleh Pemiliknya. Ketahuilah wahai murid-muridku. Raga ini sesungguhnya
sangkar yang membelenggu dan menyulitkan jiwa. Agar jiwa menjadi bebas, maka suatu saat
kelak, kalian akan kuajarai bagaimana cara melepas jiwa dari raga. Ilmu melepas jiwa artinya
bahwa kematian adalah titik awal kehidupan yang sebenarnya. Jika seseorang raganya mati,
maka jiwanya menjadi merdeka, bebas dan tidak terkungkung lagi. Sebab raga berhubungan erat
dengan alam semesta. Sedangkan jiwa berhubungan erat dengan Dzat Tuhan. selamanya jiwa tak
akan bisa mati atau rusak.
M ; Apakah yang dimaksud jalan kehidupan, wahai Syekh ?
S ; Jalan kehidupan adalah jalan menuju kepada hidup yang sebenar-benarnya, setelah engkau
mengalami kematian. Jika seorang bayi lahir, maka bukanlah awal kehidupan, namun merupakan
awal “kehidupan palsu” seperti yang kalian rasakan saat ini. Inilah yang sesungguhnya kematian
sejati.
M ; Jika demikian badan ini tidak bisa merasakan kehidupan yang sebenar-benarnya ?
S ; Ya, tidak bisa. Kehidupan sejati tidak dapat dirasakan oleh raga, karena jika raga mati akan
tetapi dapat dirasakan oleh jiwa. Membusuk menjadi tanah.
M ; Bagaimana jika sekarang ini seseorang berbuat dosa. Apakah jiwanya ikut
bertanggungjawab. Sedangkan yang melakukan dosanya adalah raga.
S ; Tetap ikut bertanggungjawab, karena jiwa yang menyatu ke dalam raga tidak bisa mencegah
hawa nafsunya serta akal yang suka berbuat buruk.
M ; Maaf saya belum paham Syekh.
S ; Ketahuilah, setiap orang yang lahir di dunia ini maka jiwanya menyatu dengan akal. Selain
akal dalam diri manusia juga ada hawa nafsu. Ketika seseorang berbuat buruk, berarti raganya
didorong dan dipengaruhi oleh hawa nafsu dan akalnya. Akal dan nafsu memang suka berbuat
buruk. Apabila jiwa mencegah (melalui hati nurani), maka raga tidak akan berbuat buruk. Akan
tetapi jika jiwa membiarkannya, maka raga tetap melakukannya. Karena itu bagaimanapun juga
jiwalah yang akan mempertanggungjawabkan perbuatan baik dan buruk raganya.
M ; Tadi Syekh mengatakan jiwa adalah penjelmaan dzat Tuhan. Mengapa kadang-kadang jiwa
mau mencegah dan kadang membiarkannya ?
S ; Perlu kalian semua ingat, bahwa di dalam raga ini terdapat nafsu-nafsu. Jika nafsu kuat
menguasai, maka jiwa menjadi terbelenggu. Karena itulah mengapa aku katakan bahwa
kehidupan sekarang ini adalah kematian. Sedangkan setelah ajal merupakan awal kehidupan.
Sesudah kematian maka seseorang akan mencapai kebebasan jiwanya. Ajaran Syekh Siti Jenar
memang agak beda dengan ajaran para wali sanga. Siti Jenar mengajarkan bahwa Tuhan adalah
Zat yang mendasari adanya manusia, hewan, tumbuhan dan segala yang ada. Keberadaan segala
di dunia ini tergantung pada adanya Zat. Tanpa ada Zat Yang Mahakuasa, maka mustahil sesuatu
yang wujud itu ada. Ajaran ini tidak pernah disampaikan oleh para Wali Sanga. Mereka
menyadari bahwa umatnya masih terlalu awam terhadap Islam, sehingga memberi materi yang
ringan dan praktis saja.

Wllahu A`lam Bissawab….,hanya Allah-lah yang tahu secara pasti semua perkara ini.
Demikianlah pencerahan singkat ini semoga bermanfaat bagi kita dalam menjalankan kehidupan
dunia yang sementara ini. Semogaa Allah selalu membimbing kita ke jalan-Nya yang lurus, yaitu
jalan para nabi, shddiqin, syhadak dan sholihin.
‫بارك هللا لي ولكم في القرآن العظيم ونفعني وايكم بما فيه من اآليات و الذكر الحكيم أقول قول هذا وأستغفر هللا لي ولكم إنه هو‬
‫…… السميع العليم‬
Diposting 30th July 2017 oleh LAPAK RUMAH ONLINE
5
Lihat komentar

1.
dothez zavarex10 Januari 2019 pukul 00.50
salam warohmah salam kenal mohon maaf saya sangat tertarik dg pembabarannya apakah
saya bisa minta no hp dan wanya apabila berkenan mohon dikirimkan ke email saya
darma38a86@gmail.com
Balas
Balasan

1.
Anonymous23 Februari 2021 pukul 22.21
Mohon ijin copas , smg bermanfaat .

2.
Anonymous11 Agustus 2021 pukul 10.27
Mohon ijin untuk membaca... Semoga lebih bermanfaat untuk lebih berserah diri

3.
Anonymous25 Januari 2022 pukul 04.00
Mohon ijin untuk membaca dan menyimpannya
Balas

2.
Anonymous14 Maret 2022 pukul 01.18
AsSalaM WBT., Mohon izin untuk muatturun dan salin dalam hardcopy untuk rujukan
dan bacaan peribadi. TErima Kasih,
Balas
Muat yang lain




Memuat
Tema Tampilan Dinamis. Gambar tema oleh Roofoo. Diberdayakan oleh Blogger. Laporkan
Penyalahgunaan.

MAJLIS NURSYIFA

0 43
1 28
2 18
3 38
4 23
5 47
6 17
7 45
8 33
9 20
10 42
11 35
12 40
13 25
14 23
15 17
16 17
17 73
18 28
19 25
20 35
21 38
22 5
23 13
24 37
25 38
26 83
27 60
28 33
29 7
888,051
Minggu, 23 Agustus 2020
TAUHID HAKIKI
TAUHID HAKIKI TANPA HURUF TANPA SUARA Sama tengah hati itu perhimpunan tubuh, hati, nyawa,
rahasia. Semua itu berhimpun pada Ruh Qudus. Ini rahasia Yang Mahakuasa. Ini yang berkuasa pada diri
manusia. Kalau kita tafakur dan semua berhimpun pada sama tengah hati, berkhidmatlah seluruh zahir-
batin. Lenyap pada sama tengah hati. Di sini kita akan mendapat pelajaran. Yang berkata-kata itu wa fi
sirri Ana. Pelajaran yang kita dapat ini tanpa huruf-tanpa suara. Kita dapat paham dengan sendirinya.
Yang bisa memperoleh ini ahli hakikat dan makrifat. Allah, Dia Awal Dia Akhir, tapi Allah tidak ber-awal
dan tidak ber-akhir. Siapa yang dilihat oleh kamu? Jalan ini mesti dipelajari. Tidak dapat jalan ini, konyol
segala pendapat di dunia. Karena supaya tetaplah Yang Disembah dengan yang menyembah. Ketahuilah
yang ada pada diri kita dan pada sekalian alam sejagat raya ini hanya keadaan Tuhan yang berlaku dan
kekal dengan sendiri-Nya. Tetapkan pandangan kita hanya Zat Allah yang Ada dan Sifat Allah yang Ada
hingga lenyap karam pada Sifat Allah dan Zat Allah. Jasad dengan ruhani sudah satu; ruhani pun dengan
nurani sudah satu; dan nurani pun satu dengan rabbani; rabbani kekal dengan Rabbul Izzati. Dan kita
syahadat saja menyaksikan: Islamlah Kamu. Hidup dalam Islam; mati dalam Islam; di akhirat pun dalam
Islam. Itulah Islam. Islam ini selamat. Kosong di hadapan kamu menunjukkan adanya zat asam, dan zat
asam menunjukkan adanya zat mutlak. Zat mutlak menunjukkan kosong maharuang: zat semata-mata.
Zat itu bukan Tuhan, melainkan Sifat bagi Tuhan. Sedangkan Tuhan itu Zatnya zat: Rabbul izzati - Tuhan
sekalian zat. Setelah Rabbul izzati, bersyahadatlah kamu. Selesailah Islam kamu. Sudah dipandang,
dikenal, ditunjuk. Benarlah penyaksian kamu. -Arifbillah- ZIKIR SAMPAI KE TUHAN Zikir itu bukan sampai
banyak, melainkan sampai kelu. "Man arafallaha kalla lisanuhu", siapa mengenal Allah dengan sebenar-
benar pengenalan, kelu lidahnya. (hadis). Mulut kita berucap "Laa ilaaha illallah". Dari mana munculnya
perkataan ini? Dari hati. "Laa ilaaha illalah" yang dari hati ini dari mana asalnya? Dari sirr hati. Yang dari
sirr hati ini dari mana? Tentulah dari dalam sirr. Yang di dalam sirr itu siapa? Rahasia Allah. Jadi kalau
kita cermati, siapa yang sebenarnya berzikir itu? Syariatnya > kita berzikir Hakikatnya > kita menzikirkan
Yang Punya Nama Makrifatnya > Yang Punya Zikir Berzikir Kalau belum tahu bahwa yang di dalam sirr ini
berzikir, bagaimana Anda akan karam dalam zikir? Paling-paling Anda hanya dapat karam dalam sebutan
zikir saja. Kalau Anda dapat yang di dalam sirr itu berzikir, tentu berjalanlah Anda dengan yang di dalam
sirr itu kepada Allah. Inilah amal yang sampai ke Tuhan. Jadi, tidak akan mudah untuk karam di dalam
sirr kalau kita tidak mendapati yang di dalam sirr itu berzikir. Takrif Zikir [Pengenalan Jalan Amal
sehingga Tetap pada Tujuan] Kalau kita hendak berzikir, perlu dulu tentang takrif zikir atau tujuan zikir.
Yang dikatakan tarikat itu jalan. Jalan menuju ke mana? Tentulah menuju kepada yang dimaksud. Yang
dimaksud itulah tujuan zikir, yaitu Allah. Kalau mulut berzikir menyebut laa ilaaha illallah, yang di dalam
sirr itulah yang kekal kepada Allah. Karena munajatnya orang yang berzikir itu Ilaa Ilahu Anta maksudi
wa makrifataka bi a'tinii mahabbata wa makrifataka, 'tidak ada yang kumaksud hanya Engkau ya Allah'.
Kalau sudah Allah yang kita maksud, untuk apa terpengaruh dengan yang terpandang-pandang dalam
zikir. Kalau terpengaruh dengan yang terpandang-pandang ketika berzikir, berarti kita sudah
menyimpang dari maksud semula karena mestinya munajat kita hanya pada Allah. Allah itu sudah pasti
laysa kamitslihi syaiun. Apa pun yang terpandang-pandang itu bukan laysa kamitslihi syaiun. Biar surga
sekali pun yang dipandangkan, itu tetap bukan yang laysa kamitlsihi syaiun. Orang yang tidak bermaksud
kepada selain Allah tidak akan terpengaruh dengan itu. Jadi dalam beramal ibadah apa saja, takrif
(tujuan) itulah yang kita pegang. Bukan zikirnya yang kita pegang, takrifnya itu yang kita pegang. Kalau
sudah pada Allah saja takrif zikir, mestinya tidak mungkin ada orang berzikir sampai histeris, mabuk,
atau bahkan pingsan karena Allah tidak bersifat zalim. Jangan sampai kamu banyak berzikir lalu malah
timbul kelainan jiwa. Munajat Munajat itulah niat ikhlas orang yang berzikir. Tidak ada maksud kepada
selain Allah. Kalau tidak paham tentang munajat dan takrif zikir, bisa-bisa dimabukkan oleh zikir. Asyik
kepada yang bukan dimaksud semula. Kalau hal yang bukan Allah sudah masuk ke badan, inilah yang jadi
penyakit. Musyahadah Zikir itu untuk mendapatkan musyahadah. Musyahadah untuk mendapat fana.
Fana fillah itu untuk mendapatkan baqa billah. Kalau sudah baqa billah, mana ada fana lagi karena fana
itu awal baqa. Kalau sudah dapat baqa, mana ada fana lagi. Kalau sudah dapat fana, mana ada
musyahadah lagi. Kalau sudah dapat musyahadah, mana ada zikir lagi? Inilah yang disampaikan di awal
tulisan ini. Bahwa zikir itu bukan sampai banyak, melainkan sampai kelu. Sebetulnya jalan yang sampai
kepada Allah itu ada empat, yaitu Syariat ← kenyataan yang di-ada-kan Allah. Berlaku pada anggota
zahir, yaitu berupa perintah (amar) dan larangan (nahi); Tarikat ← jalan yang menyempurnakan syariat.
Berlaku pada hati. Contoh praktiknya: mulut berkata "merah". Hati harus yakin bahwa barang yang
disebut itu benar-benar merah. Inilah disebut menyempurnakan syariat. Hakikat ← keyakinan kita
kepada yang wajib dipercaya. Hanya satu, yaitu Allah. Berlaku pada sirr hati (nyawa). Makrifat ←
pengenalan yang sempurna tentang Allah. Bagaimana pengenalan yang sempurna pada Allah itu? Yaitu
semua yang terpandang, terpikir, terasa, tersentuh, tercium, dan lain-lain itu bukan Allah. Karena orang
yang sempurna mengenal Allah itu keyakinannya tetap. Bahwa Allah itu laysa kamitslihi syaiun.
Syariatnya, kita berzikir. Makrifatnya, Rahasia Allah itulah yang berzikir atau yang di dalam sirr itulah
yang berzikir. Perkataan ini bukan hendak menjadikan kita adalah Allah atau setara dengan Alah,
melainkan kita meyakinkan Zat Allah itulah Diri Allah, bukan kita adalah Allah. Kesimpulan kata: Zat Allah
itulah yang memuji Tuhannya. Kalau kita sudah dapat jalan pengetahuan ini, dapatlah kita jalan
musyahadah, muraqabah, dan jalan ahlul kasyaf. Jalan musyahadah itu hanya kita mengetahui.
Amalannya bukan pakai baca-baca lagi karena amalan batin itu pakai pandangan mata hati (syuhud
matahati) Jalan muraqabah itu adalah pandangan mata hati tidak lepas dari takrif. Seperti kucing yang
mengintai tikus. Fokus tidak berpaling dari target. Jalan ahlul kasyaf. Ini tidak cukup dengan paham saja,
melainkan harus dengan bimbingan khusus. Seperti kita membimbing bayi sampai dia baligh. Contoh
praktik ahlul kasyaf: Kita melihat tulisan. Sebenarnya yang kita lihat kertas putih, tetapi yang tampak
tulisannya. Justru karena melihat kertas putih itulah kita bisa melihat tulisan. Coba andai kertas putih itu
terbuka, masuklah ke kertas putih itu. Akan tampak semua tulisan. Ini baru mukadimah soal kasyaf. Tips
Praktik Zikir yang Mengesakan Allah: Sampai Kelu Di awal tulisan tadi disebutkan "zikir itu bukan sampai
banyak, melainkan sampai kelu". Nah, bagaimana cara praktiknya? Katakanlah kita hendak berzikir
dengan pujian "Subhanallah" sebanyak 5000x. Belum sampai 2000x, mulut-lidah sudah letih. Lama-lama
zikir pindah ke dalam hati. Belum sampai 3000x, hati pun letih. Zikir pindah ke sirr hati. Belum sampai
4000x, sirr hati terhenti sendiri lalu yang di dalam sirr yang berzikir. Itulah kelu. Itulah zikir berjalan
sendiri. Kalau zikir sudah berjalan sendiri, tidak bisa dihitung lagi. Tak terhingga jumlah pujiannya. Kamu
berzikir pakai tasbih sampai pecah, tetap kalah jumlah hitungannya dengan zikir kaum arif billah. Tapi,
tidak akan bisa zikir berbunyi sendiri kalau Kamu tidak tahu memasang rukun qalbi (diam-tafakur
hakekat) yang berlaku dalam segala bentuk ibadah dalam Islam. Berzikir-zikir tanpa "diam", tanpa takrif
yang benar itulah yang membuat ahli zikir jadi menyimpang pola-pikir dan tingkah lakunya. Ucapkanlah
kalimah-kalimah zikir atau wirid itu tanpa terputus. Ucapkan secara bersambung dalam satu tarikan
napas. Begitu napas habis, ulangi lagi ucapkan secara bersambung seperti sebelumnya. contoh zikir yang
benar mengesakan Allah: meski jumlah bacaannya banyak, Allah-nya tetap Satu.
"AllaaahuAllaaahuAllaahu" contoh zikir yang lalai mengesakan Allah. Jumlah bacaannya banyak karena
terputus-putus, jumlah Allah-nya juga ikut banyak. "Allaaah. Allaah. Allaah." Bisa jadi karena banyak
yang membaca seperti cara terakhir itulah banyak orang yang setelah banyak berzikir malah jadi "tidak
waras", atau malah pingsan, bahkan sampai kesurupan. Zikir itu ibadah. Mustahil ibadah itu merusak
zahir-batin kalau teori dan praktiknya sesuai dengan Quran dan sunnah. Itu sebabnya zikir itu bukan
sampai banyak, melainkan sampai kelu. Kalau banyak-banyak, banyak juga yang mau masuk ke badan
kita lalu mengaku Tuhan. Inilah siasat Iblis-setan agar manusia-manusia saleh ahli zikir tidak lurus sampai
ke Allah, melainkan kepada yang terpandang-pandang, terasa-rasa, terpikir-pikir, terbayang-bayang, dan
lain-lain. Nauzubillah. -Arifbillah- ALAT MA'RIFAT Perlu diketahui alat-alat untuk berhubungan dengan
Tuhan. "Wa khaliqu Adama 'ala surati Muhammad." Dan Ku-jadikan Adam itu atas rupa Muhammad.
Jadi jasad kita ini atau tubuh kita ini adalah alat yg zahir atau alat syariah. "Wa khuliqal insana 'ala surati
Rahman." Dan Ku-jadikan insan itu atas rupa Rahman. Insan ini atas rupa Rahman. Insan yang rupa
Rahman inilah bagian batin. Inilah alat yang di dalam [alat yg bermakrifat]. Alat makrifat inilah yang
musti dihubungkan kepada Tuhan dengan mempergunakan Rasa: sampai merasakan betul-betul
berhubungan dengan Tuhan. Inilah yang dikatakan zahir-batin shalat. Merasa panas, merasa sejuk,
pahit, manis, semua itu nama-nama mahluk. Jangan rasa itu dihubungkan ke makhluk. Hubungan Rasa
itu tidak boleh ke makhluk, musti ke Tuhan. Ketuhanan itu hanya Allah dan Rasul. Inilah ketuhanan.
Hendaklah kita bisa memelihara jasad dan rasa. Banyak merasa sesuatu dan menyebut sesuatu itu akan
menimbulkan cinta pada sesuatu. Bagaimana mau kenal Allah kalau masih ada nafsu. Nafsu yang selalu
memperalat kita dengan Tuhan. "Athi'ullah wa athi'urrasul." Di mana letaknya athi'ullah wa athi'urrasul
itu? Gunakanlah Ushul Makrifat. Kewalian sudah ada pada diri manusia. Mengapa manusia tidak mau
mengambilnya? Karena tidak tahu. Guru-guru yang mengajar pun tidak ada pengalaman tajalli. ulama
yang arif billah menyatakan bahwa dalam ibadah itu ada empat perkara muqaranah. Muqaranah ini
berlaku di dalam [shalat] dari takbir ihram sampai dengan salam. Keempat muqaranah yang dimaksud
adalah muqaranah syahadat; muqaranah takbir ihram; muqaranah sakaratul maut; muqaranah
wahdatul zat. 1. Muqaranah Syahadat Yang disebut muqaranah syahadat itu perkataan "Laa af`alun
illallah", artinya tiada perbuatan, hanya Perbuatan Allah juga yang Ada. Raib [fana, binasa] perbuatan
makhluk. Tidak ada lagi perbuatan makhluk dari takbir sampai ihram. Apabila masih merasa ada
perbuatan makhluk, batal muqaranahnya. Itulah sebabnya di dalam takbir ihram, semua yang halal,
haram hukumnya. Karena di dalam takbir ihram itu tidak ada lagi untuk merasakan ada perbuatan
makhluk, baik berupa yang halal, maupun yang haram. Kalau yang ada sudah Perbuatan Allah, perlu apa
lagi mengingat-ingat sesuatu? Itulah sebabny, sebelum takbir ihram semua yang halal dihukumkan
haram. Inilah yang dimaksud muqaranah syahadat: "Laa af`alun illallah". Tidak ada satu zarah pun
perbuatan makhluk, hanya Perbuatan Allah yang Ada. 2. Muqaranah Takbir Ihram Yakni sempurnanya
takbir ihram dalam simpulan kata "Laa asma`un illallah." Tiada yang maujud segala nama, hanya Allah.
Raiblah ruhani: segala rasa ruhani termasuk perasaan senang, indah, dan keinginan melihat-mengalami
ini-itu, tidak ada lagi. Raib ruhani. 3. Muqaranah Sakaratul Maut Yaitu fana sifat. "Laa maujudun illa
shifatun illallah". Tiada yang maujud segala sifat, hanya Allah. Raiblah ruh. Yakni jenis yang mutlak.
itulah Ruq Qudus. Kelihatanlah siapa yang raib ke Tuhan dan kekal dengan Tuhan, kalau bukan jenis yang
mutlak. Jadi, jasmani, ruhani, nurani, dan rabbani, semua raib bersama jenis yang mutlak. Sempurnalah.
Akmallah dengan Tuhan. Selain dari jenis yang mutlak, nafi-lah. Tidak ada bersama-sama [tidak
besertaan]. 4. Muqaranah Wahdatul Zat Lihatlah asalnya diri. Melihat asalnya diri. "Laa zatul illallah fil
haqiqaati illallah." Asal diri, terdahulu. Dan hendaklah dimatikan dirinya terlebih dahulu. Sabda Nabi
Saw., "Mutu qabla Anta mutu." Matikan dirimu sebelum mati. Seperti engkau berdiri di sajadah sebelum
takbir ihram: matikanlah diri dulu. "Laa af`alun illallah" "Laa asma`un illallah." "Laa maujudun illa
shifatun illallah" "Laa zatul illallah fil haqiqaati illallah." Kemudian masukkanlah hakikat tauhid, "Laa
maujudun illallah". Tidak ada wujud, hanya wujud Allah. Pandanglah, wujud siapa yang shalat itu? Kalau
masih merasa wujud kamu, artinya belum mati. Kalau kamu sudah tahu Wujud Allah saja Ada, mau apa
lagi tahu wujud-wujud baharu? Inilah shalat yang bersih dari syirik. Wujud Allah = Zat Allah = Rahasia
Allah = Diri Allah Jadi shalat itu Diri Allah menyembah Allah. Karena yang Ada hanya Wujud Allah, tidak
ada baharu. Jadi, yang dikehendaki makrifat dalam tauhid itu: shalat itu kehendak Allah dan yang shalat
itu Rahasia Allah. Pandangan orang makrifat: Sudah Diri Allah Memuji Tuhannya. Jadi praktik di dalam
ibadah: Matikan dulu diri kamu sebelum shalat. Karena apa? Karena di dalam shalat ini raib semua:
mi'raj semua. Yang musti diucapkan dalam berdiri di atas sajadah sebelum takbir, yaitu keempat
perkataan muqaranah. Kemudian baru masukkan hakikat tauhid. Setelah itu pandanglah. Mematikan
diri dalam shalat itu, bukan meniada-tiadakan diri, bukan mengosong-kosongkan diri, bukan membuang-
buang diri, bukan juga merasa-rasakan diri tiada. Mematikan diri itu maksudnya: Kembalikanlah hak-hak
Tuhan itu sebelum kamu mati. "Laa af`alun illallah" <=== tiada tubuh "Laa asma`un illallah." <=== tiada
nyawa "Laa maujudun illa shifatun illallah" <=== tiada berkelakuan "Laa zatul illallah fil haqiqaati illallah."
<=== tiada diri Inilah mematikan diri sebelum mati. Inilah shalat orang muntahi; shalat tingkat
penghabisan. Di dalam tasawuf amali ada penggolongan tingkat-tingkat amal seseorang, yaitu tingkat
pertama sampai ke empat. Secara tauhid, kita kupas seperti ini. muftadi, orang yang beramal dengan
i`tikad lillahi ta'ala [karena atau kepada Allah]. Orang ini masih berkutat dalam masalah kelengkapan
syarat dan rukun untuk menghadap Allah. Masih bersifat dari dirinya kepada Allah. mubtadi, orang yang
beramal dengan i`tikad minallahi ta`ala [dari Allah]. Orang ini memandang dari Allah-lah sehingga dirinya
bisa beramal ibadah. Masih bersifat dari Allah kepada dirinya. mutawasit, orang yang beramal dengan
i`tikad billahi ta`ala [dengan Allah]. Orang ini memandang dengan Allah-lah sehingga dirinya bisa
beramal ibadah. Masih besertaan dirinya dengan Allah. muntahi, orang yang beramal dengan i`tikad
lillahi ta`ala, minallahi ta`ala, dan billahi ta`ala sekaligus. Dipandangnya semua sehingga tidak
dipandangnya dirinya ada, yang ada sudah Perbuatan, Kelakuan, Asma, dan Zat Allah semata. Tiada
merasa ada diri lagi, sudah semuanya Allah semata. Untuk sempurna mengetahui Allah, ketahuilah asal
diri. Bukankah yang dijadikan Allah itu zat, sifat, asma, dan af`al. Ini yang perlu diketahui. Kata Ibnu
Abbas r.a., kepada Nabi Saw., dia bertanya: "Yaa junjunganku, apa yang mula-mula dijadikan Allah
Ta`ala?" Sabda Nabi Muhammad Saw., "Innallaaha khalawa qablal asya`i nuurun nabiyyika."
Sesungguhnya Allah telah menjadikan yang mula-mula dari segala sesuatu ialah Cahaya Nabimu [Nur
Muhammad]. Nyatalah, Nur Nabi itulah mula-mula dari sekalian alam. Dan kata Abdul Wahab Syarani
r.a. dari Nabi Muhammad Saw.: "Innallaaha khalaqarruuhin nabiy Muhammad Shalallaahu `alaihi
wasalam min zaatihi wa khalaqarruuhin alam." Sesungguhnya Allah menjadikan ruh Nabi Muhammad
Saw. dari Zat-Nya [Zat Allah] dan menjadikan ruh sekalian alam dari Nur Muhammad. Sadarilah. Segala
sesuatu jenis yang zahir [korporeal; jasadi] dari Nur Muhammad, sedangkan ruh-ruhnya dari Zat Allah.
Pandanglah diri kita, jasad ini Nur Muhammad; ruh ini dari Zat Allah. Sifat dan zat itu satu [compact].
Contoh: Kalau ketan dengan ragi: satu, dinamailah tapai. Kalau Zat dan Sifat: satu, dinamai diri siapa diri
kita ini? Tentulah Diri Allah. Nur itu Sifat, Zat itu Rahasia. Zat itu hayyun se-hayyun-hayyun-nya. Maka
yang hiduplah yang berkelakuan, mana mungkin yang mati [fana] yang berkelakuan. Kalau kita sudah
tahu bahwa Zat itu Wujud Allah; dan Wujud Allah itu Diri Allah, maka Rahasia, itulah Diri Allah. Kalau
sudah paham ini, jangan lagi kamu sebut Diri Allah yang berkelakuan. Sebut dengan sebenar-benarnya:
Allah yang berelakuan. Karena dalam hakikat tauhid: sudah tidak ada wujud baharu lagi. Apa pun yang
kamu lihat, Wujud Allah yang Ada. Wujud Allah itu Zat Allah; Zat Allah itu Diri Allah. Kalau sudah tahu
Allah, tidak perlu lagi kamu mau sama dengan Allah atau mau jadi Allah. Kalau sudah Allah, ya tetap
Allah. Allah tetap Allah; baharu tetap baharu. Mana mungkin baharu bisa jadi Allah atau Allah jadi
baharu. Jadi, diri manusia ini Diri Allah karena diri manusia ini Zat-Sifat. Jadi yang dikatakan shalat itu,
Diri Allah memuji Tuhan-Nya. Kalau kesadaran ini kamu pegang terus, boleh kamu rasakan setiap tidur
kamu mendapat hidayah. -Arif billah- TENTANG RASA Rasa di dalam rasa. Yang di dalam rasa itulah yang
merasa. Yang di dalam rasa itulah yang dikatakan “perasaannya perasaan”. Sedikit sekali orang yang
mau mengetahu tentang rasa. Rasa itu sirr. Yang di dalam sirr itu Rahasia Tuhan yang disematkan pada
ruh yang ditiupkan-Nya pada jasad Adam. Rasa-lah yang mengetahui manis, asin, pahit, kesat, dan lain-
lain. Bukan lidah yang merasakan manis, asin, pahit atau kesat itu. Karena dihubungi oleh rasa (sirr)
itulah maka jasad dapat merasa. Islam itu artinya selamat zahir-batin. Islam itu diturunkan untuk
menyempurnakan akhlak manusia. Akhlak yang utama, tentu ber-adab di hadirat Allah, bukan ber-adab
di hadapan manusia. Akhlaqul karimah yang utama itu ber-adab di hadirat Allah, bukan ber-adab di
hadapan manusia hanya agar tetap dikata orang saleh, orang sabar, orang zuhud, orang tawadhu, orang
berakhlak. Maka dalam hubungannya dengan rasa, utamakanlah rasa ini terhubung terus dengan Allah.
Bukan dengan akhlak! Islam itu artinya selamat zahir-batin. Apa yang diketahui oleh rasa, kebenarannya
jangan dibelokkan oleh mulut. Dengan sirr kamu mengetahui letak kelalaian seorang saleh, jangan lalu
kamu membenarkan pikiran dan pendapat orang itu hanya sekadar menjaga akhlak. Itu namanya kamu
ber-adab di hadapan manusia, tetapi tidak ber-adab di hadirat Allah. Orang yang tidak sama hati dengan
mulutnya itulah dikatakan munafik. Orang yang menerima kebenaran di hatinya, tetapi jasadnya
menampik karena gengsi, itulah dikatakan fasik. Islam itu artinya selamat zahir-batin. Kamu bersedekah,
di mulut berkata, “Terimalah”, tetapi di hati ada perasaan “setengah hati”. Dapatkah dikatakan selamat
zahir-batin? Islam itu artinya selamat zahir-batin. Kamu tahu jasad bergerak mencari nafkah untuk
menafkahi itu ibadah, tetapi selama mencari nafkah pikir dan rasamu terarah pada uang dan
keuntungan. Dapatkah dikatakan selamat zahir-batin? Islam itu artinya selamat zahir-batin. Dalam
beribadah, nafsu itu keinginannya terarah pada surga, pahala, dan fadhilah-fadhilah amal. Lupa dengan
Pemilik surga, lupa dengan Pemberi pahala dan fadhilah. Dapatkah dikatakan selamat zahir-batin? Islam
itu artinya selamat zahir-batin. Tentulah rasa musti berhubungan terus dengan Allah. Dengan begitu
dapatlah kamu merasakan ketuhanan Allah. Kalau merasa terus dengan Allah, mana ada lagi keinginan
dengan surga. Maka orang-orang tauhid dalam beribadah tidak ada dengan menginginkan surga. Karena
keinginan itu nafsu. Kalau manusia merasa terus dengan Allah. Itulah dikatakan Allah dengan Allah. Oleh
sebab itu, rasa musti berhubungan terus dengan Allah. Zahir-batin berhubungan terus dengan Allah,
selamatlah. Maka Islam itu selamat. Jika kamu mengalami kesusahan, kekalkan saja rasa itu pada Allah.
Nanti ada petunjuk dan pertolongan dari Allah. InsyaAllah. Zahir-batin berhubungan terus dengan Allah,
selamatlah. Maka Islam itu selamat. Sedikit orang yang mengetahui bahwa ruh-lah yang mengetahui
Tuhan. Sedikit orang yang mengetahui bahwa Allah hubungkan ruh itu dengan jasad. Sebab itulah
banyak yang berpikir dan merasa bahwa yang bersifat mati (jasad) ini yang hidup. Lupa bahwa yang
bersifat hidup (ruh) itulah yang hidup. Sadarlah hati pada Allah. Siapa yang mengatur berdiri, ruku, dan
sujudmu itu? Tentulah Allah. Kalau kita merasa ada kemampuan diri melakukan berdiri, ruku, dan sujud,
itulah dikatakan ujub. Rasa ujub ini menghancurkan pahala 80.000 tahun ibadah. Ingat kisah makhluk
yang pernah terhormat bernama Azazil. Maka pengetahuan tauhid ini tidak bisa disepelekan. Inilah
pertahanan dunia-akhirat. Yanzuru `ala qulubikum, Allah memandang hati; karena hati itulah yang
hubungannya ke alam raib. Bukan ke alam gaib [alam jin, setan, Iblis]. Untuk dapat merasakan
ketuhanan Allah. Hendaklah rasa berhubungan terus dengan Allah. Sampai baqa billah. Inilah caranya
merasakan ketuhanan Allah. Rasa. Di dalam rasa ada rasa. Yang di dalam rasa itulah yang merasa. Kalau
sudah yang di dalam rasa itu yang merasa: Tuhan saja ADA. -Arifbillah- TUBUH DIAM Tubuh Diam itu
Tubuh asli sebelum ada sesuatu. Di dalam Tubuh inilah segala sesuatu mengambil tempat dan dari
Tubuh Diam inilah segala suatu di-ada-kan. Tubuh Diam itulah Tubuh Tuhan [Zahiru Rabbi]. Cobalah
dirasakan, bertubuh diamlah kita. Kerahasiaan-kerahasiaan Tuhan itu ada di dalam Tubuh Diam. Cara
mendapatkannya dengan mendiamkan perasaanmu. Tubuh Diam itu Tubuh Ahadiyah; Tubuh Husnul
Khatimah. Inilah lautan ahadiyah. Diam itu Tubuh-Nya [Af`al-Nya], yang Kosong itu Sifat-Nya, sedangkan
"Allah" itu Asma-Nya. Asma bagi Zat-Nya yang meliputi sekalian alam ini. Diri kita sudah esa dengan Zat-
Nya, Sifat-Nya, Asma-Nya, dan Af`al-Nya. Pandang kebenaran Tuhan itu [Q.S. Al-An`am:104].
Pergunakan tauhid dzukiyah. Tauhid dzukiyah itu tauhid rasa. Pikiran atau akal tidak dapat merasa.
Hanya rasa yang dapat merasa. Di dalam batiniyah, Rasa yang dapat Merasa itulah Allah. Tubuh Diam itu
bersifat Kosong. Adapun Kosong itu Sifat, sedangkan "Allah" itu Nama bagi Zat yang Meliputi. Jadi Yang
Diam-nya itu Tubuh Tuhan. Kita di dalam Tubuh Diam dan bertubuhkan Diam. Pandang Tubuh Diam
dengan rasa, sampai terasa benar bertubuhkan Diam. Hadapi apa saja dengan bertubuh Diam atau
dengan bertubuh Tuhan: selamat kamu. Bagaimana kita mengenal Allah? Jauh tidak ada antaranya dan
dekat tidak bersentuh. Zat dan Sifat terjadi dari cahaya Tuhan dan Tuhan itu bukan alam dan bukan
cahaya. Tuhan Mahasuci lebih daripada cahaya-Nya. Esa Tuhan dan hamba. Dikatakan apalah itu? Kalau
dikatakan Tuhah, tidak patut; kalau dikatakan hamba, salah: kafir. Kalau sudah bersatu, Allah namanya.
Barulah bersifat ketuhanan. Tuhan itu penghabisan nama. Yang Bisa Menghidupkan dan Mematikan itu
siapa Nama-Nya? Karena tidak ada nama lagi yang bisa disebut, maka dinamailah Tuhan. Yang kosong
bukan alam, kita di dalamnya. Maka bersama Tuhanlah kita ada berada. Tuhan itu tidak Bergerak dan
tidak Diam: Diam sediam-diamnya. Tuhan tidak Bergerak kemudian Diam; tidak pula Diam kemudian
Bergerak. Tuhan Diam sediam-diamnya. Yang Diam sediam-diamnya itulah Tuhan. Zat-lah yang
merasakan ketuhanan. Bukan kita yang mau merasa ketuhanan, melainkan Zat merasakan ketuhanan.
Maka hati kita musti plong: tidak ada keinginan lagi. Bersih dari ananiyah. Tubuh Kosong ini Wujud Allah.
Wujud Allah itu Zat-Mutlak, bukan Zat-Sifat. Inilah Rahasia Tuhan. Inilah yang dikatakan "al insanu sirrihi
wa Ana sirruhu". "Diri kamu itu Rahasia-Ku dan Rahasia-Ku ini diri kamu juga." Demikianlah makna
perkataan itu. Jadi, dari Rahasia Tuhanlah jadi diri kita ini. Semakin jelaslah, dari Zat-Mutlak inilah
kejadian diri kita. Kalau kita mengaji Kosong ini, tidak akan tergelincir. Orang yang paham soal Kosong
ini, bertubuh batulah dia. Artinya, tiada binasa. Tubuh Kosong inilah Tubuh asli sebelum ada sesuatu.
Tubuh Kosong ini Zat-Mutlak. Zat-Mutlak inilah tubuh Ruh Qudus; Tubuh Rahasia Tuhan yang ada di
sama-tengah hatimu. [Q.S. Adz-Dzariat:20-21] Tubuh yang di sama-tengah hati inilah yang dapat
berhubungan dengan Nur secara "laa bi harfin wa laa shautin". Tidak berhuruf; tidak bersuara. Apabila
Nur menyahut, akan terasa berbunyi di tenggorokan. Di situlah semakin nikmat kita tidur. Nikmatnya
lebih hebat daripada burung dara [lebih nikmat daripada pertemuan lelaki-perempuan]. Dan sekali lagi,
Tubuh Kosong ini Zat-Mutlak. Zat-Mutlak inilah jasad Rasulullah Saw. Apabila kita dipandangkan [bukan
memandang], apabila kita dipandangkan Tubuh Kosong atau jasad Rasulullah ini, tidak ada yang mampu
menahan tangis. Kita saja ketika belum dipandangkan asyik dengan Tubuh Kosong ini sudah terasa
zauqnya. Apalagi bila dipandangkan, baru kita benar-benar merasakan yang disebut "laysa kamitslihi
syai`un" itu. "Man lam ya zauq, lam ya`rif." Kalau kamu merasa, tahulah kamu. Rasa itu Rahasia. Rahasia
itulah yang melihat. Siapa Rahasia itu? Ruh Qudus. Ruh Qudus inilah jasad Rasulullah. Kalau rindu-rindu
terasa, bacalah selawat apa saja. Karena Tubuh Kosong itu Tubuh Allah Ta'ala. Inilah suatu karunia yang
penuh rahmat bila seseorang dipandangkan Tubuh ini. Hanya manusia yang diridai Tuhan saja yang
dapat dipandangkan Tubuh Allah. [Ingat, bukan kita memandang, melainkan kita dipandangkan] Kalau
kita dipandangkan Tubuh Kosong, bacalah: Alhamdulillah `alaa kulli halin wa fii kulli halin wa ni`matin
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. "Mengaji Kosong tidak akan tergelincir." -Arifbillah- Ilmu
kasyaf diisyaratkan dalam Quran Surah Al-Kahfi ayat 65-82, yaitu tentang pertemuan Nabi Khidr ‫عليه‬
‫ السالم‬dan Nabi Musa ‫عليه السالم‬. Di pengajian Tauhid Hakiki Pusaka Madinah, ilmu kasyaf ini diberi sebutan
sesuai dengan pemberi ijazahnya, yaitu ilmu firasatan Nabi Khidr. Memang di luar sana banyak yang
mengaku-aku berguru dari Nabi Khidr, tetapi yang benar bertemu bisa membedakan dan bisa
mendeteksi pengakuan palsu itu. Kasyaf dalam pengertian tauhid hakiki ialah terbukanya
hijab/pembatas antara seorang hamba dengan Tuhannya sehingga ia dipandangkan Allâh‫ ﷻ‬perihal
hakikat kenyataan di sekelilingnya. Selain dipandangkan, bahkan si ahlul kasyaf ini pun digerakan-Nya.
Perhatikan sandaran dalil berikut: “Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku umumkan perang
kepadanya, dan hamba-Ku tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai
daripada yang telah Aku wajibkan, jika hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan
amalan kebaikan, maka Aku mencintai dia, jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah pendengarannya
yang ia jadikan untuk mendengar, dan pandangannya yang ia jadikan untuk memandang, dan tangannya
yang ia jadikan untuk memukul, dan kakinya yang dijadikannya untuk berjalan, jikalau ia meminta-Ku,
pasti Kuberi, dan jika meminta perlindungan kepada-Ku, pasti Ku-lindungi. Dan Aku tidak ragu untuk
melakukan sesuatu yang Aku menjadi pelakunya sendiri sebagaimana keragu-raguan-Ku untuk
mencabut nyawa seorang mukmin yang ia (khawatir) terhadap kematian itu, dan Aku sendiri khawatir ia
merasakan kepedihan sakitnya.” (H.R. Bukhari 6021) Masih sulit memahaminya? Baiklah. Cermati i`tibar
(analogi) berikut ini: Ahlul kasyaf ialah orang² yang hatinya bersih sebening air paling bening karena ia
selalu menjaga agar hatinya tidak bersangka-sangka terhadap apapun; kepada siapa pun. Surah Al-
Hujurāt [49]:12 ‫ َيٰٓـَأُّيَہا ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنوْا ٱۡج َتِنُبوْا َك ِثيً۬ر ا ِّم َن ٱلَّظِّن ِإَّن َبۡع َض ٱلَّظِّن ِإۡث ٌۖ۬م‬Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Qalbun mu’min
baitullah, ‘hati orang mukmin itu istana Allāh‫( ’ﷻ‬H.R. Abu Dawud). Nah, kalau hati kita tidak
bersangka-sangka, maka ia laksana air bening yang tembus-menembus. Perhatikan gambar: saking
beningnya air dalam gelas, ia tidak menghalangi langit biru, tipisnya awan, bersitan cahaya matahari,
bahkan dahan pohon kelapa di belakangnya. Itulah yang disebut pandangan tembus-menembus. Seperti
itulah para `arif billāḥ menjadi cermin yang memantulkan keaslian orang² di sekitarnya. Bukan karena
`arif billāḥ tersebut mencari² tahu pakai nafsu (seperti cara para dukun ahli terawang dan ahli ngimpleng
yang dibodohi informasi palsu dari jin itu), melainkan ia diberitahu Allâh‫ ﷻ‬langsung melalui sirr
hatinya. Diberitahu oleh Allâh‫ ﷻ‬secara langsung? Memang bisa? Sangat bisa. Tentu saja bisa. Karena
ada 4 jenis bisikan dalam hati. Diberitahu oleh Allâh‫ ﷻ‬secara langsung itu seperti apa hal-
keadaannya? Perhatikan gambar berikut sebagai i`tibar (analogi) untuk memudahkan paham. "Diam
adalah ibadah tingkat tinggi." (H.R. Ad-Dailami) Air tergenang yang diam ketika tertetesi seperti pada
gambar, niscaya si air tersebut akan menerima gelombang ke sekujur jasad airnya. Betul 'kan?! Nah,
kalau hati kamu tidak bersangka-sangka, artinya hati kamu diam seperti air tergenang yang diam tadi.
Ketika Allâh‫ ﷻ‬memberi petunjuk-Nya, niscaya sekujur jiwa-ragamu akan menerima informasi
Ilahiyah tersebut. Logis? Sangat logis! Adīnul aqli. Bagaimana cara mempraktikannya dalam keseharian?
Pasang rukun qalbi salat di dalam dan di luar salat. Karena yang disebut `ulil albāb itu orang² yang
mengingat Allâh‫ ﷻ‬dalam setiap keadaan (Q.S. Al-`Imrān [3]: 190-191). ‫ِاَّن ِفْي َخ ْلِق الَّسٰم ٰو ِت َو اَاْلْر ِض َو اْخ ِتاَل ِف‬
‫ ۖ ۚ اَّلْيِل َو الَّنَهاِر ٰاَل ٰي ٍت ُاِّلوِلى اَاْلْلَباِب‬Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan
siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, ‫اَّلِذ ْيَن َيْذ ُك ُرْو َن َهّٰللا ِقَياًم ا َّو ُقُعْو ًدا َّوَع ٰل ى ُج ُنْو ِبِهْم‬
‫( َو َيَتَفَّك ُرْو َن ِفْي َخ ْلِق الَّسٰم ٰو ِت َو اَاْلْر ِضۚ َر َّبَنا َم ا َخ َلْقَت ٰهَذ ا َباِط اًل ۚ ُسْبٰح َنَك َفِقَنا َع َذ اَب الَّناِر‬yaitu) orang-orang yang mengingat
Allāh sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia;
Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka. [Q.S. Al-Imran:190-191] Pembuktian Nyata
(Mu`anayah) Ilmu Kasyaf di Keseharian Kalau hatimu senantiasa berkekalan pada Allâh‫ ﷻ‬dengan
mengamalkan rukun qalbi salat di keseharian, niscaya kamu laksana cermin yang memantulkan keaslian
orang² di sekitarmu. Allâh‫ ﷻ‬akan tunjukkan padamu siapa di antara kawan-kawanmu yang benar-
benar ikhlas dan mana yang munafik paling culas; mana yang benar-benar amanah dan mana yang
pengkhianat paling samar. Allâh‫ ﷻ‬menunjukkannya padamu melalui diri-diri mereka sendiri. Orang²
yang gerak-geriknya atas dorongan nafsu akan senantiasa gelisah dan tidak nyaman berada di dekatmu
dan cepat atau lambat mereka tidak akan tahan menyembunyikan keaslian dirinya sendiri terhadapmu.
Bisa melalui kebohongan dan fitnah yang terbongkar. Bisa juga melalui tindakan² bodohnya yang hina-
memalukan terhadapmu. Bisa juga melalui dalih-dalih dalam lisan santun dan gerak-gerik sopan pada
bahasa tubuhnya yang palsu. Akhlaqul karimah kelas kosmetik belaka. Bagaimana jika sesama ahlul
kasyaf berjumpa? Di situlah nikmat ukhuwwah islamiyyah dengan akhlaqul karimah yang asli terjadi dan
dirayakan. Dalam situasi apa pun, seorang `arif billāḥ tidak menderita kerugian sama sekali sebab dirinya
sudah tertempa dengan mental alḥamdulillāh `alā kulli hāl alias nothing to lose. Semakin bersyukurlah ia
kepada Allâh‫ ﷻ‬dihindarkan dari pergaulan dengan manusia-manusia di bawah standar seperti tadi,
yaitu manusia-manusia yang penuh kepalsuan, durhaka, pengkhianat, pendendam, dan pendengki;
sebagaimana diisyaratkan sebaliknya dari hadis berikut ini: “Ya Rasulullâh! Siapakah orang yang terbaik
itu? Maka beliau menjawab: yaitu orang mukmin yang bersih hatinya. Maka ditanyakan lagi: apakah
artinya orang yang bersih hatinya itu wahai Rasulullâh? Beliau lalu menjawab: ialah orang yang takwa,
bersih tidak ada kepalsuan padanya, tidak ada kedurhakaan, pengkhianatan, dendam dan kedengkian.”
(H.R. Ibnu Majah) Ketika semua itu terbongkar sendiri, di situlah si ahlul kasyaf sangat layak dan berhak
merendahkan manusia-manusia receh itu sesuai dengan keperluan situasinya. Kalau Allâh‫ ﷻ‬sudah
berkehendak menghinakan seseorang, siapa yang sanggup menahan-Nya? Wali Allâh‫ﷻ‬...dilawan.
Akhirul kalam, Demikianlah uraian singkat ini. Penulis dalam hal ini sama sekali tidak menyatakan dirinya
sebagai ahlul kasyaf karena yang disampaikan ini hanya ilmu dasar dan praktik dasar kasyaf. Dengan
tulisan ini, penulis hanya menjalankan amanah sebagai penyambung lisan almarhum mursyid. Wasalam.
ANTARA PIKIRAN DAN TENANG Yang ini agak ringan, jadi saya menulisnya cukup santai. Begini, mungkin
sebagian dari kita menganggap, kalau sudah bisa sadar terus, perasaan kita akan tenang terus? Hehehe.
Kita tadi sudah bahas, bahwa kita di dunia sedang bermain peran, ada cerita yang harus kita mainkan.
Cerita itu termasuk, cerita tegang, cerita marah, cerita kesal, cerita perasaan yang kacau balau, dan lain-
lain. Sehebat apapun praktek kesadaran kita, tetap saja ada tegangnya, ada marahnya, memang tidak
besar, tapi tetap ada. Makanya di cerita para orang soleh, cerita para nabi misalnya, tetap saja, ada
cerita kalah, ada cerita marah, ada cerita menghadapi masalah dan lain-lain. Tetap punya cerita. Sebab
begini, misalnya kita jadi pemain sandiwara, kita disuruh marah, marah yang hebat. Bisa saja ada
beberapa orang yang sangat profesional, walau pun terlihat marah sekali, hatinya tetap damai, tidak
terbawa peran yang sedang diperagakan. Begitu selesai adegan, langsung bisa senyum-senyum, sambil
berkata, bagus kan marah gue? Bagus kan? Hehehe. Apa pun yang terjadi pada diri kita, kita bisa tetap
damai, asal kita bisa tetap dalam kesadaran. Kita akan mengalami, marah tapi damai, kita mengalami
tertekan tapi damai, kita sakit tapi damai, apapun yang terjadi pada diri kita, kita tetap damai. Jangan
menganggap kalau sudah panjang latihan sadar, kita akan bebas stres, tidak. Fungsi latihan sadar, salah
satunya adalah agar kita makin bisa mengambil jarak yang cukup antara kita yang menyadari dan
mengamati, serta perasaan kita yang terus berganti. Karena kita bukanlah perasaan kita. Kita adalah
yang mengamati perasaan kita. Ada hubungan yang sangat kuat antara pikiran dan ketenangan, salah
satu prinsip utamanya adalah pikiran tenang maka perasaan kita tenang, pikiran liar perasaan kita pun
liar. Salah satu cara menenangkan pikiran adalah jeda. Salah satu ini jeda adalah mendiamkan pikiran.
Lebih bagus lagi sambil disadari, maksus disadari bukan direnungkan, tapi mengahdirkan bagian tubuh
kita yang bernama kesadaran untuk hadir dalam jeda kita. Jeda itu diam sejenak. Apa yang diam? Yang
diam adalah pikiran. Maka dari itu, salah satu kemampuan dasar dalam pelajaran ketenangan adalah bia
mengamati kegiatan pikiran. Kita sebaiknya mengetahui, apakah kita sedang berpikir atau tidak. Kalau
kita tidak bisa membedakan mana berpikir mana tidak berpikir, agak sulit kita mendiamkan pikiran.
Salah satu ciri kita sedang berpikir adalah melamun, atau terbawa lamunan, atau kalau sedang ada
masalah, pikiran kita sibuk memikirkan masalah. Apakah kita tidak boleh berpikir? Ya boleh berpikir, tapi
berpikir sambil sadar, bahwa kita sedang berpikir. Menulis ini kan juga perlu pikiran, tapi saya sadar,
bahwa saya sedang berpikir. Saya mengamati, pikiran saya yang sedang berpikir. Kembali ke jeda. Ketika
kita jeda, kita niatkan untuk mengistirahatkan pikiran. Walaupun pikiran istirahat, kita tetap
membutuhkan fokus. Kalau fokus hilang, tidurlah kita. Fokus. Pekerjaan kesadaran itu salah satunya
mengamati atau menyadari. Sebenarnya bukan pekerjaan juga, memang sifat alaminya mengamati.
Seperti halnya matahari, menyinari itu bukan pekerjaan, memang sifat alaminya menyinari. Nah, karena
sifat alaminya mengamati, maka harus ada yang diamati, karena pikiran diam, maka kita alihkan fokus
kita ke tubuh atau kesadaran. Karena kalau fokus di perasaan kita bisa hanyut, maka alternatifnya kita
fokus di tubuh atau di kesadaran. Karena fokus di kesadaran itu tidak mudah, maka yang paling mudah
kita fokus di tubuh, maka banyak yang fokus di nafas, di tubuh. Kita fokus di tubuh, yang bagus memang,
kita mengamati nafas, karena kalau kita bisa mengamati nafas dengan nyaman, maka kita akan sulit
berpikir, coba saja berpikir sambil bernafas. Kalau sulit mengamati nafas, kita amati bagian tubuh yang
lain. Kita bisa mengabsen anggota tubuh, dari kepala sampai telapak kaki. Ketika kita menyebut anggota
tubuh satu persatu, maka fokus kita akan ada di anggota tubuh tersebut, ketika fokus kita di tubuh,
maka pikiran berhenti, ketika pikiran berhenti maka akan mulai hadir ketenangan. Kalau mau cepat
pindah fokus, boleh pakai gerakan, boleh loncat-loncat seperti pak Tung Desem Waringin, atau
bernyanyi atau menari sambil disadari, seperti tarian sufi. Kalau mau tenang, istirahatkan pikiran,
kegiatan menghentikan pikiran ini disebut jeda. Tapi, tidak langsung tenang, seperti air yang keruh,
walau pun airnya sudah diam, airnya tidak langsung bening, perlu waktu. Dan jangan mencari tenang,
mencari tenang itu menggunakan pikiran, artinya ketika kita mencari ketenangan, kita sedang
menggerakan pikiran. Hentikan pikiran. Sisanya, nikmati saja keheningannya. MEMELIHARA SADAR DAN
TENANG Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Rabb-mu dengan hati yang puas lagi di-ridhai-Nya!
Kemudian masuklah ke dalam (jamaah) hamba-hamba-Ku, Dan masuklah ke dalam surga-Ku!
[Al-Fajr/89:27-30] Berbeda dengan tenangnya perasaan, ada satu keadaan batin yang bisa dilakukan
setiap saat, yaitu sadar, aware, eling, atau sebutan lainnya. Sebab sumber dari batin yang sadar bukan
perasaan, tapi kesadaran. Kesadaran bukan energi, jadi dia tidak bolak-balik, dia diam dalam keadaan
positif tak berhingga, dalam keadaan bahagia tak berhingga. Sedikit catatan, saya lebih senang
menyebut kesadaran ini dengan jiwa atau soul, tentu jiwa di sini, jiwa yang memenuhi ciri sebagai
kesadaran, bukan seperti orang sakit jiwa, itu mah sakit mental atau komponen syarafnya terganggu. Di
sisi bahasan kesadaran, jiwanya tidak terganggu, hanya syarafnya saja yang terganggu. Seperti lampu di
rumah kita mati, jangan sebut PLN sedang memadamkan aliran listrik, tapi lampu di rumah kita memang
rusak. Kembali ke selalu sadar. Kita bisa selalu sadar, setiap saat, apa pun kondisi kita. Kejadian apa pun
yang terjadi pada kita, bisa kita sadari, kita sedang takut, marah, depresi, galau berat, senang, bahagia,
gembira, dimabuk cinta, tenang, semua bisa kita sadari. Sadar bisa dilakukan setiap saat. Bahkan ketika
mimpi dan tidur pun kita bisa sadar. Kalau pun ternyata kita tidak bisa, bukan karena hal itu tidak bisa
dilakukan, tapi karena kita tidak mampu melakukannya. Ketika mimpi kita bisa sadar, sadar kalau kita
sedang mimpi, jadi kita bisa ngatur mimpi kita, misalnya, ketika mimpi kita sadar, "wuah, saya sedang
mimpi nih", karena kita tahu kita sedang mimpi, kita bisa atur mimpi kita, sekehendak kita, dari mulai
ingin terbang sampai ingin jalan-jalan ke mana pun. Tentu saja, mimpi kita, kadang bisa disadari kadang
tidak, saya membahas ini pun bukan berarti saya pandai, hanya kita perlu pahami bahwa, dalam
keadaan apapun kita bisa sadar, kalau mampu. Kalau perasaan tenang, tidak ada seorang pun yang bisa
selalu tenang, setiap saat tanpa ada naik turun, tidak ada. Walau pun itu orang tercerahkan sempurna
sekalipun, tetep ada sedikit lupa, sedikit marah, sedikit sedih. Walau sedikit-sedikit, tapi tetap ada. Kalau
sadar, bisa selalu sadar, kalau tidak bisa, bukan karena kesadaran tidak bisa disadari dalam keadaan
tertentu, bukan sebab kesadarannya, tapi sebab batin kitanya yang belum mampu menyadari kesadaran
di keadaan tertentu. Selalu tenang itu tidak mungkin, tenang perasaan itu kondisi perasaan, sedangkan
perasaan itu energi, timbulnya energi itu akibat dari getaran atau vibrasi. Yang namanya getaran pasti
bolak-balik, kalau diam di suatu kondisi ya bukan bergetar namanya, tapi diam. Karena perasaan tenang
adalah energi maka pasti kadang tenang kadang tidak. Bolak-balik. Yang bisa dilakukan hanyalan
memperpendek ayunan gelombang dan memperlambat getaran. Tetap masih ada bolak-balik rasa, tapi
tidak terlalu tajam, tidak terlalu ekstrim. Tetap marah, tapi kecil, sehingga mudah hilang, tetap takut,
tapi kecil, sehingga mudah kembali tenang. Jadi, sifat dominannya tetap tenang. Ini seperti samudera,
sifat alaminya tenang, tapi kalau ada angin ya tetap beriak, makin besar anginnya, makin besar juga
gelombangnya, tapi begitu anginnya reda ya reda juga gelombangnya, tidak terus berlanjut, apalagi
sampai mengendap bertahun-tahun. Kebanyakan dari batin kita, malah seperti hutan gambut, tahu
lahan gambut ya? Hutan gambut itu, walau pun dipermukaan kebakarannya sudah berhenti, di
kedalaman, apinya masih membara. Kita kebanyakan begitu, peristiwanya sudah lewat, tapi batin kita
masih membara, masih menyisakan tumpukan emosi negatif yang entah kapan hilangnya. Terus
membara. Kadang diwariskan sampai ke anak cucu, hehehe. Mengapa lahan gambut sulit padam?
karena api masih liar didalam. Kenapa api masih liar? Sebab terdapat banyak sisa tumbuhan kering yang
mengendap dan jadi bahan bakar. Jadi makanan untuk api. Mengapa emosi kita sulit padam? Karena
pikiran kita masih liar. Kenapa pikiran kita liar? Karena makanan pikiran berupa persetujuan, kita terus
berikan. Harusnya kita dendam, kita bilang iya benar, harusnya kita sakit hati dalam waktu lama kalau
begini, kita bilang iya betul, harusnya kita kwahatir terus nih, kita bilang iya betul, ya jadilah kita
berkubang dalam penderitaan. Makanya banyak yang mengatakan, kita tidak akan pernah sakit hati,
sebelum kita sendiri yang mengizinkan diri kita untuk sakit hati. Ketika ada orang mengusik perasaan
kita, sebaiknya kita sadar, nanti dulu, jangan dulu sakit hati, santai dulu, nanti kalau kita sudah tenang,
baru kita pertimbangkan, apakah kita layak untuk sakit hati. Kalau sudah tenang malah kita dapat
hikmah, bukan dapat sakit hati. Oleh karena itu kita dianjurkan supaya menjaga pikiran agar jangan
terlalu banyak bergerak, dengan cara, diantaranya menyadari nafas, dzikir, mindfullness, menyadari
setiap aktivitas, melibatkan kesadaran dalam tiap aktivitas batin maupun fisik dan lain-lain. Tujuannya
supaya pikiran kita diam, kalau pikiran diam kita akan tenang, kalau kita tenang maka pintu keheningan
akan terbuka, kalau pintu keheningan terbuka, kita akan mudah mengenali "ruang kesadaran" yang
penuh suka cita tanpa ada derita. Kita bisa selalu sadar apapun kondisi kita, asal kita belajar terus karena
70% praktek 30% ilmu. Barakallah... BELAJAR MENYADARI Kesadaran yang saya bahas ini kata benda,
bukan kata kerja. Kesadaran juga bagian dari tubuh kita. Ada tubuh, pikiran, perasaan dan kesadaran.
Tubuh fungsinya sesuai yang 5 indera itu, melihat, mendengar dan lain-lain. Pikiran fungsinya berpikir.
Perasaan fungsinya merasakan. Kesadaran fungsinya menyadari atau mengamati. Sederhananya begitu.
Dan ini alami, jadi tidak perlu bingung-bingung. Misalnya, saya sadar bahwa saya sedang membaca
tulisan ini, nah untuk menyadari ini, kita memerlukan bagian tubuh kita yang bernama kesadaran, tanpa
adanya kesadaran, kita tidak bisa mengamati. Kalau kita beranggapan, kesadaran adalah bagian dari
pikiran, ya tak apa-apa, hanya sekarang kita pisahkan dulu, antara pikiran dan kesadaran. Kalau mau
merasakan bagaimana sensasi badan ketika kita sedang menyadari, lakukan dan Katakan dalam hati,
kalau sambil bersuara lebih bagus, katakan dengan penuh kesadaran, lakukan hal berikut ini : a. Sambil
membaca tulisan ini, katakan, "saya sadar bahwa saya sedang membaca tulisan ini". b. Kalau anda
sedang pegang HP, katakan, "saya sadar bahwa saya sedang memegang HP dan mengamati tubuh saya
yang sedang memegang HP", c. Sambil membuka mata, "Saya sadar bahwa saya sedang membuka mata
saya dan saya mengamati mata saya yang sedang terbuka", d. Sambil bernafas normal, "Saya sadar
bahwa saya sedang bernafas, dan kesadaran saya sedang mengamati badan saya yang sedang bernafas.
Yang menyadari dan mengamati di atas dilakukan oleh kesadaran, bukan oleh pikiran, bukan oleh
perasaan. Sensasi yang dirasakan biasanya tenang, makin banyak yang disadari, makin tenang diri kita.
Lalu buat apa belajar ketenangan? Kesadaran ini sumber energi positif, dan tidak punya sifat negatif, jadi
hanya ada positif, kalau kita sering menyadari kesadaran, sering sadar, sering present moment, artinya
kita sering mengamati kesadaran, sering memperhatikan kesadaran, karena yang kita perhatikan ini
sumber dari energi positif, maka ketika kita sering terhubung dengan kesadaran, dengan cara menyadari
atau sering jadi pengamat pada peristiwa-peristiwa yang lewat, maka kesadaran akan mengalirkan
energi yang positif pada kita yang sedang memperhatikannya. Maka dari itulah kita dianjurkan untuk
selalu hadir di sini dan di saat ini, di kesadaran. Saya mengamati perasaan saya yang sedang tenang.
Yang sedang mengamati perasaan ini yang saya sebut kesadaran. Menyadari artinya menghubungkan
diri dengan kesadaran. Sumber dari ketenangan. Menyadari artinya mengamati, mengetahui,
menonton, tanpa melibatkan emosi. Kalau pakai ilsutrasi pemain bola, menyadari itu seperti pelatih
yang mengamati permainan tim asuhannya, tanpa ikut bermain. Sedangkan merasakan itu seperti
pemain bola yang terlibat langsung dalam permainan. Kita langsung saja pada bahasan, untuk sampai
pada menyadari kesadaran, kita sebaiknya melatih dulu sadar dengan lima panca indera kita. Kalau
sudah menjadi kebiasaan, baru ditingkatkan ke menyadari yang lebih halus. Lima panca indera itu adalah
penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap (lidah), dan peraba (kulit). Mau mulai dari mana saja
bebas, supaya mudah dibahas dari atas saja, dari mata. Sambil pasrah total dan santai total, tapi sadar
penuh, sadari mata kita yang sedang melihat, disadari ya bukan dirasakan. saya sadar, bahwa mata saya
sedang melihat tulisan, misalnya. Kalau merasakan, saya merasakan, mata saya pegal, cukup nyaman,
tapi agak berair, misalnya. Kita menyadari, bukan merasakan. Setelah kita cukup nyaman, mengamati
mata kita yang sedang terbuka, kita tambahkan dengan mengamati telinga kita yang sedang mendengar.
Kita mengamati mata yang sedang terbuka dan telinga yang sedang mendengar, pada waktu bersamaan,
kalau sudah nyaman, terus tambahkan dengan hidung yang merasakan nafas, lidah yang terasa
mengecap, dan benda yang tersentuh kulit. Sampai bisa menyadari aktivitas lima indera kita, pada
waktu bersamaan, dan rasakan ketenangan yang muncul. Dengan aktivitas menyadari ini, biasanya
pikiran berhenti, karena fokus kita ada di panca indera kita. Dengan pikiran berhenti, maka ketenangan
mulai muncul. Jika ketenangan bertahan lama, maka energi tenang itu akan menempel di badan kita.
Dan kalau dibiasakan akan jadi program bawah sadar yang bekerja secara otomatis. TUGAS HATI Dan
Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. [Q.S.
Yunus:100] Diberi Allah dua bola mata, tugasnya satu: untuk melihat. Diberi Allah dua daun telinga ,
tugasnya satu: untuk mendengar. Diberi Allah satu hati, tugasnya satu. Tugas hati untuk apa? Untuk
berkekalan pada Allah. Mengapa ada orang waktu mau mati hatinya bertugas pada anak-istri, harta,
kebun, dan lainnya? Mengapa ada orang waktu mati hati bertugas pada yang bukan Tuhan? Susahlah
mati orang itu karena asyik dengan makhluk saja. Jangan makhluk itu dijadikan berhala di dalam hati.
Jangan dibiasakan hati asyik dengan hal-hal duniawi. Asyikkanlah hati itu kepada Allah. Untuk
membiasakan hati kekal dengan Allah, gunakanlah tafakur hakiki. Cara praktiknya: Rasakanlah dengan
rasa betapa Maharuang itu diam dan kita merasakan di dalam Tubuh Maharuang. Rasakan kita di dalam
Tubuh Yang Diam itu. Maharuang atau Tubuh Yang Diam itu adalah Tubuh Tuhan. Inilah yang disebut
Zahiru Rabbi wal bathinu abdi. Kita di dalam-Nya. Kita inilah wal bathinu abdi. Kita inilah di dalam Zahiru
Rabbi. Kita bertubuh Kosong Maharuang. Pakailah perasaan. Bawa perasaan tafakur hakiki ini di dalam
shalat, bawa perasaan tafakur hakiki ini di dalam keseharian, bawa perasaan tafakur hakiki ini di dalam
tidur. Pakailah tafakur hakiki ini. Kalau kita shalat di Tubuh Maharuang: ADA TUHAN. Bukan dengan
dicari-cari, dipikir-pikir, hanya diyakini saja: ADA TUHAN. Perasaan kita hendaklah meyakinkan adanya
Tuhan itu. Apabila seseorang dalam shalat dapat merasakan bertubuh Tuhan, nikmatlah senikmat-
nikmatnya shalat itu. Jangan mau cari khusyuk tawadhu saja, tetapi tidak dapat merasakan nikmat
shalat. Lebih baik kita mempelajari cara untuk mendapatkan nikmat shalat. Karena beribadah shalat itu
nikmat. Carilah jalan praktik untuk mendapatkan nikmat shalat itu. Carilah jalan praktik untuk dapat
merasakan bertubuhkan Tuhan di dalam shalat. Hati-hati dengan ulama dhal madhal; ulama yang sesat-
menyesatkan. Yaitu ulama yang hanya pandai menyebut "Allah..Allah" saja, tetapi tidak merasakan
Allah. Itulah ucapan palsu. Yaitu ulama yang berkata "Ibadah itu nikmat", tetapi tidak pernah merasakan
nikmat ibadah. [Bagaimana bisa menerangkan umat cara praktik meraih nikmat itu?]. Yaitu ulama yang
pandai menjelaskan jenis-jenis nafsu, tetapi tidak pernah sampai menerangkan tentang bahaya laten
nafsu Firaun [nafsu ananiyah]. Para alim sufi, ke-aku-an mereka itu bukan menyebut "aku", melainkan
merasakan "Aku"-nya Tuhan. Nafsu ananiyah itulah yang menghijab kita dengan Tuhan. Tawadhu itu
pada Allah saja. Yang selain Allah itu makhluk. Perlu sadar. Sadar itu iman. Kalau kita lihat Af`al-Nya,
terasa esanya kita dengan Allah. Yang mana Af'al-Nya itu? Yang Diam. Sementara Sifat-Nya itu Yang
Kosong; Asma-Nya itu Allah; Zat-Nya yang Meliputi alam Diri-Nya. Kita sudah Mahaesa dengan Zat-Sifat-
Asma-Af`al-Nya. Pergunakan tauhid Dzukiyah. Sebab pikiran/akal tidak bisa merasa. Hanya Rasa yang
dapat merasa. Rasa, di dalam rasa ada rasa. Rasa itulah Rahasia. Rahasia yang bisa merasakan
Maharuang itulah Tubuh hakiki kita. Praktikkan tauhid dzukiyah agar kita dapat merasakan esanya
Tuhan dengan hamba; hamba dengan Tuhan. RUH QUDUS Seluruh umat Islam; setiap muslim wajib tahu
bahwa zat-mutlak itu tubuh Muhammad Rasulullah Saw.; Rahasianya Allah. Ada di dalam sama tengah
hati. Itulah diri kamu juga. "Wafi anfusakum 'afalaa tubsirun". Yang dimaksud di dalam syir itulah yang di
sama tengah hati. Peliharalah intan baiduri itu dengan salat dan banyak-banyak selawat untuk beliau.
Dengan izin Allah, Ruh Qudus: diri Rahasia yang pada kita ada di sama tengah hati dapat menyambuhkan
orang sakit. Dapat pula mengajar jasad menjadi pandai dengan sendirinya. Dengan izin Allah, Ruh Qudus
dapat menolong jasad. Buka al-Maidah:110. Aku datangkan nikmat-Ku menjadi kekuatanmu hingga
dalam kandungan pun kamu dapat hidup bergerak. Sampai kamu keluar dari kandungan pun hidup dan
bergerak. Nikmat yang Kudatangkan itu menjadi kekuatanmu, kepandaianmu, dan membuat kamu bisa
segala-galanya. Nikmat-Ku ini ada pada dirimu juga. Dunia-akhirat, kenalilah yang sedikit ini. Jangan lupa
katakan dulu "dengan izin Allah. Begini caranya Allah izinkan Ruh Qudus untuk dapat....memandangkan
aku kutub utara. Seluruh umat Islam; setiap muslim wajib tahu bahwa zat-mutlak itu tubuh Muhammad
Rasulullah Saw.; Rahasianya Allah. Ada di dalam sama tengah hati. Itulah diri kamu juga. "Wafi
anfusakum 'afalaa tubsirun". Yang dimaksud di dalam syir itulah yang di sama tengah hati. Peliharalah
intan baiduri itu dengan salat dan banyak-banyak selawat untuk beliau. Dengan izin Allah, Ruh Qudus:
diri Rahasia yang pada kita ada di sama tengah hati dapat menyambuhkan orang sakit. Dapat pula
mengajar jasad menjadi pandai dengan sendirinya. Dengan izin Allah, Ruh Qudus dapat menolong jasad.
Buka al-Maidah:110. Aku datangkan nikmat-Ku menjadi kekuatanmu hingga dalam kandungan pun
kamu dapat hidup bergerak. Sampai kamu keluar dari kandungan pun hidup dan bergerak. Nikmat yang
Kudatangkan itu menjadi kekuatanmu, kepandaianmu, dan membuat kamu bisa segala-galanya. Nikmat-
Ku ini ada pada dirimu juga. Dunia-akhirat, kenalilah yang sedikit ini. Jangan lupa katakan dulu "dengan
izin Allah. Begini caranya Allah izinkan Ruh Qudus untuk dapat....memandangkan aku kutub utara. Jadi
semakin jelaslah kebodohan manusia-manusia yang mengaku beriman pergi menemui para dukun-
dukun, paranormal, dan orang-orang kebatinan. Jadi semakin jelaslah kedustaan ulama-ulama
bertanduk yang berkata bisa melancarkan rezeki, mendatangkan jodoh, menjanjikan jabatan, kekayaan,
dan ketenaran. Jadi semakin jelaslah kebutaan manusia-manusia yang ingin sakti mandraguna lalu
mencari guru-guru kebatinan yang menyebarkan kebatilan itu. Wahai umat Muhammad, keluarbiasaan,
kesaktian, bahkan kewalian itu sudah ada pada dirimu sendiri juga. Dirimu sendiri juga. Bukan diri orang
lain atau diri tetangga. -Arifbillah- TAJALI "Pelajari ilmu zikir sebelum beramal zikir." Hai santri-santri ahli
zikir, mintalah kepada gurumu ilmu zikir yang sedetik pun tidak lalai dengan Allah. Karena nanti kita akan
mengalami umur yang tinggal sedetik lagi. "Bacalah. Bacalah dengan nama Tuhanmu yang
menciptakan." Bacalah saja. Jika akal jasad belum paham, biarkan akal ruhanimu yang membaca.
Biarkan Allah yang memahamkanmu, bukan atas semangat dan kecerdasan diri. Sebab setiap ingin
adalah nafsu. Tajalli Turunkan. Jangan dinaikkan. Tempat beradanya di tujuh cahaya. Keputusannya:
suara. Suara ‫ ﻫ‬tidak bisa ditafsirkan. Jadilah alam dan isi-isinya. ‫ ﻫ‬kalau dimatikan, segala rahasia Allah
ada gerakannya dan ada suaranya. Kita berzikir, kita mendengar suara kita berzikir. Tetapi, Yang Punya
Zikir berzikir sudah pernah kita dengar belum? Yang Punya Zikirlah yang berzikir (atau Yang Punya Kata-
lah yang Berkata). Kalau kita sudah mendengar Yang Punya Zikir berzikir, dapatlah kita karam dalam
zikir. Ingatlah, zikir itu beramal. Beramal harus dengan ilmu. Bagaimana kita berzikir kalau tidak memiliki
ilmu zikir. Beramal tanpa ilmu: kosong; tidak ada artinya. Berilmu saja tanpa beramal: sesat. Kosong itu
lautan qadim. Kalau mau tau, (lautan qadim itu) dari Wujud sampai Wahdaniyah. Di sinilah kita tahu
artinya udara. Sifat inilah bagi zat yang Mahasuci. Yang kosong itu sifat Qadim, bukan Nur. Lebih
daripada Nur. Itulah zat-sifat. Inilah Tubuhnya Allah Ta'ala. Cari Rasulullah. Kalau dapat beliau, dapatlah.
Kalau tahu sifat ini, bukan manusia biasa lagi. Tapi, sudah bertubuh mahasuci. Tubuh mahasuci itu
nyawa siapa? Nyawa zat mutlak. Zat-sifat (asam) itu nyawa Muhammad, Adam, dan sekalian alam. Kalau
qadim, nur saja. Nur itu nyawa Muhammad. Nyawa Muhammad itu lebih daripada qadim. Bersatu Adam
dan Muhammad, tidaklah hancur Adam. Yang menyatakannya, itulah ‫ﻫ‬. Hakikat sedikit pun tidak ada
lagi dan nur nyawanya. Suara itu nyawanya. Suara itu yang bersambung kata dengan Tuhan.
Muhammad bersatu dengan Adam, maka padatlah tubuh lebih keras daripada batu. Hidup seperti padat
batu, kekal. (Lebih kekal) daripada tanam-tanaman. Muhammad tidak akan mati karena nyawa semata-
mata. Adapun ‫ ﻫ‬itu nyawanya nyawa. Inilah perintah Allah kalau kamu mau hidup selamanya. (Ketika
nanti) mati, bangun dengan jasmani dan ruhani. Itulah sebabnya ada tafakur. Di dalam, zat asam
membungkus. Di luar, zat mutlak menyelimuti. Kloplah. Paslah sudah. Nyata terang-terangan. Zikir ‫ ﻫ‬ini
tidak diucapkan dengan huruf, tidak juga dengan suara. Hanya dengan rasa. Zikir dengan huruf dengan
suara, (itu) belum (bisa dikata) kelu. Zikir dengan rasa: kelu. Inilah zikir rabbani. Zikir ‫ ﻫ‬inilah kontak
pribadi kita dengan Tuhan. Apabila ‫ ﻫ‬ini sudah berjalan (dengan) sendiri(-nya), akhirat pun kelihatan.
Inilah inna lillahi wa inna ilayhi raji'un. Ingat, penghabisan suara (itu) dengan perasaan. Bagaimana
mempergunakan zikir dengan rasa itu? Bukan (dengan) dirasa-rasa. Tuhan tidak ada rasa. Itulah kalla
lisanuhu. Kata Sayyidina Umar r.a., "Satu detik lalai, maka aku murtad." Pelajarilah zikir yang tidak ada
lalai sedetik ini. Yang sedetik inilah yang ditakuti ulama-ulama besar. Ingat perkataan Sayyidina Umar r.a.
tadi. Apa mau mengakhiri hidup dalam keadaan murtad? Orang yang khusyuk dan karam dalam zikir itu
adalah orang yang mendengar Yang Punya Zikir berzikir. Kita ini hanya menzikirkan Yang Punya Zikir.
Bukan kita berzikir. Yang Punya Zikir berzikir. Siapa yang berzikir? Zat(-lah) yang berzikir. Suara siapa itu?
Tuhan. Rukun Mi'raj Ash-shalaatu mi'rajul mu'min. Takbir itu mi'raj. Sebelum mi'raj (takbir), ihram (suci)
dulu. Setelah ihram, mi'raj-lah (takbir). Selesai takbir (pada akhir "Akbar") dinamakan tafaddal (terganti).
Setelah terganti, bermunajatlah. Waktu membaca surat (dan bacaan-bacaan salat), itu dinamakan
munajat. Pantaslah Nabi Muhammad Saw. bersabda di penghujung hayat beliau: "Ummati,
shalli..shalli..shalli..." Karena orang yang salat itu zahiru Rabbi. Yang tafaddal itulah tubuh zahiru Rabbi
atau Rahasia Tuhan. Satu dengan jasad (atau esa). Maka orang yang (dalam) salat itu mengaku dirinya
Tuhan (maksudnya: mengakui ke-Diri-an Tuhan dan tidak merasa ada diri lagi). Kalau tidak salat, mau
mengaku diri siapa?? Yang tidak salat bisa-bisa mengaku diri setan. Inilah golongan sesat. Golongan
laknatullah. Orang yang tidak mau salat itu dilaknat Allah dan para malaikat-Nya pun melaknat pula.
Maka salat itu adalah perintah Tuhan untuk rasul dan umatnya. Rasulullah saja orang berilmu dan kenal
dengan Tuhan masih mau beramal. Beramal-lah yang membuat orang berilmu menjadi lebih sempurna
ilmunya. Berilmu, tapi tidak beramal: sesatlah. Jadi, tidak bisa mengatakan yang berilmu itu tidak (perlu)
salat. Orang yang ikhlas itu beribadah tidak merasa capek, tidak merasa letih, apalagi jemu. Karena
ibadahnya sudah lillahi ta'ala. Kalau masih merasa-rasa segala macam, tidak ikhlas. Karena ibadahnya li
nafs, bukan lillahi ta'ala. Inilah ibadah yang dipukulkan pada orang yang beribadah (seperti) itu. -
Arifbillah- TAK KENAL MUHAMMAD TAK KENAL ALLAH Allah jadikan sekalian alam karena Muhammad.
Kenalilah Muhammad itu. Allah saja dikenal, sedangkan Muhammad disepelekan. Siapa syafa`atul uzma
itu di kemudian hari? Mana awal Muhammad, akhir Muhammad, zahir Muhammad, batin Muhammad?
Mana kejadian zahir dan mana kejadian ruhani, nurani, dan rabbani? Mana tempat muhaddas dan
qadim? Tempat air pada syariat saja bermacam-macam, gelas, ember, drum, dan lain-lain. Kalau kamu
orang yang tahu, kamu pasti dapat mengembalikan nyawa pada tempatnya. Lihat Al-Waqiah: 82 dan
seterusnya kalau mau tahu soal mati husnul khatimah. "Al insanu sirrihi," pada manusia ada Rahasia-Ku.
Di mana Rahasia Tuhan itu? Pada kita di sama-tengah hati. Adanya yakni di dalam pusat, disebut ruh
qudus; tubuh Muhammad Rasulullah; zat mutlak; Rahasia Tuhan. Ini tubuh tajalli yang bila meliputi
jasad, hiduplah orang itu dari alam barzakh sampai yaumil qiyamah karena ruh qudus dengan jasadnya
tidak becerai. Dalam tafakur hendaklah berkhidmat seluruh zahir-batin. Hilang-lenyap satu dengan ruh
qudus yang di sama-tengah hatimu. Sah tafakurmu, ruh qudus diam. Bernyawa dengan hakiki, yakni Nur.
Hendaklah perasaan sampai pusat diamnya. "Orang yang diam" ini musti dikenal. "Orang" ini tajalli
Allah. Bukan Allahnya yang tajalli, melainkan Rahasia Allah itu yang tajalli meliputi jasad. Orang itu tidak
bertubuh dunia lagi, sudah bertubuh akhirat: hidup tiada mati-tiada binasa sampai yaumil qiyamah. Diri
tajalli itu Rahasia Tuhan Yang Mahakuasa. Jalan tajalli itu ada di dalam diam. Lakukanlah diam sediam-
diamnya. Bagaimana mau "lenyap" kepada Allah kalau masih keadaan makhluk saja yang ada. Bahkan
ada yang melihat-Nya berupa macam-macam, berupa jirim, jisim, jawhar, dan `aradh. Itu keadaan
makhluk! Semua itu bukan Tuhan! Hakikat Muhammad itu tubuh orang Islam. Matilah dalam Islam.
Kenalilah hakikat Muhammad agar dunia-akhirat kamu Islam. Muhammad itu tubuh yang selamat. Maka
Islam itu maknanya selamat. ‫ َو َيۡس َٔـُلوَنَك َع ِن ٱلُّر وِۖح ُقِل ٱلُّر وُح ِم ۡن َأۡم ِر َر ِّبى َوَم آ ُأوِتيُتم ِّم َن ٱۡل ِع ۡل ِم ِإاَّل َقِليً۬ال‬Dan mereka
bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu
diberi pengetahuan melainkan sedikit". (Q.S. al-Israa: 85) Perlu Sobat ketahui bahwa sebagian besar isi
kitab suci al-Quran itu merupakan contoh kasus atas segala sisi yang terjadi dalam kehidupan. Jadi,
ketika Allah Swt. pernah berfirman,"Pada hari ini telah kusempurnakan untukmu agamamu"(al-Maidah:
3), yakinkan diri Anda bahwa semua sudah ada penjelasannya dalam Quran dan Sunnah. Yakinkan
bahwa Quran memiliki penjelasan untuk segala hal; semua contoh kasus yang menyangkut kehidupan
insan, termasuk dalam hubungannya dengan yang gaib. {Anda yakin Quran sama sekali tidak
memberikan petunjuk untuk menanggapi hal-hal "baru" seperti kloning, UFO, Alien, dan misteri alam
lainnya?} Yang membedakan kitab suci dengan selainnya adalah fakta empiris bahwa isi kitab suci itu
bisa dipakai untuk menjelaskan segala hal, baik secara terpisah ayat per ayat (secara bertanggung
jawab), maupun dikaitkan dengan kasus ketika ayat tersebut diturunkan. Kalau yang bukan kitab suci,
paling-paling hanya bisa dipakai menjelaskan satu atau beberapa hal secara parsial. Nah, salah satu
contoh kasus itu kita hadapi sekarang. Frasa "contoh kasus" ini kalau kita bawa ke ranah ilmu Quran,
disebut sebab turunnya ayat (asbaabun nuzul). Asbaabun Nuzul Surat al-Israa ayat ke-85 Imam Bukhari
mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu Mas'ud r.a. yang menceritakan, bahwa aku berjalan
bersama dengan Nabi saw. di Madinah, sedangkan beliau bersandar pada sekedup kendaraannya. Maka
kami bersua dengan segolongan orang-orang Yahudi. Lalu sebagian dari mereka berkata, "Bagaimana
kalau kalian tanyakan kepadanya?" Maka berkatalah mereka, "Ceritakanlah tentang roh kepada kami."
Maka Nabi saw. bangkit sesaat seraya mendongakkan kepalanya, aku mengetahui bahwa saat itu ada
wahyu yang turun kepadanya, dan ketika wahyu telah usai kemudian Nabi saw. bersabda membacakan
firman-Nya, "Roh itu termasuk urusan Rabbku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit." (Q.S. Al-Isra 85). Imam Tirmizi mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu Abbas r.a. yang
menceritakan, bahwa orang-orang Quraisy berkata kepada orang-orang Yahudi, "Ajarkanlah kepada
kami sesuatu yang akan kami tanyakan kepada lelaki ini (Nabi Muhammad saw.)." Maka orang-orang
Yahudi itu berkata kepada mereka, "Tanyakanlah kepadanya tentang roh," lalu orang-orang Quraisy itu
menanyakannya kepada Nabi saw. Maka Allah menurunkan firman-Nya, "Dan mereka bertanya
kepadamu tentang roh. Katakanlah! 'Roh itu termasuk urusan Rabbku.'.." (Q.S. Al-Isra 85). Ibnu Katsir
mengatakan, kedua hadis ini dapat dihimpunkan dengan berbagai peristiwa yang melatarbelakangi
turunnya ayat ini. Demikian pula Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan hal yang sama. Atau dapat diartikan
sewaktu Nabi saw. diam setelah ditanya oleh orang-orang Yahudi, bahwa hal itu dimaksud untuk
memperoleh tambahan penjelasan mengenainya. Dan jika tidak demikian keadaannya, maka hadis yang
tertera dalam kitab sahih adalah hadis yang lebih sahih. Dan pula hadis sahih diperkuat pula dengan
suatu kenyataan, bahwa perawinya yaitu Abdullah bin Masud, turut hadir menyaksikan kisah turunnya
ayat ini, berbeda dengan Ibnu Abbas r.a. Mari kita iqra lebih dalam data di atas. Hal yang perlu
diperhatikan adalah poin penting ini. "Siapa yang bertanya pada Rasulullah saw. soal ruh?" Jawabnya:
kaum Yahudi. "Jadi, kepada siapa ayat tersebut Allah tujukan?" Jawabnya: kaum Yahudi. Nah, jadi yang
tidak diberi pengetahuan soal Ruh, kecuali hanya sedikit itu, ya bangsa Yahudi, bukan Nabi Muhammad
Saw. dan umat beliau! Argumen tersebut bukan tanpa dasar. Saudaraku sekalian, Allah itu Esa, demikian
juga dengan ilmu-Nya, segala sesuatu terhubung satu dengan lainnya Demikian juga kandungan al-
Quran al-Karim. Jika sudah memahami tauhid meski baru sebatas ilmu, insyaAllah Anda akan terbiasa
dengan pengesaan. Anda akan melihat isi Quran itu saling berkaitan. Lalu makna hadis berkaitan dengan
ayat Quran, lalu dunia dan segala isinya terpandang sebagai sebuah wujud keesaan. Bukan karena
kecerdasan kita, melainkan karena Allah berkehendak menunjuki. "Dan bagi orang-orang bersungguh-
sungguh menuju Kami, sungguh Kami akan tunjukkan jalan-jalan Kami" (al-Ankabut: 69). Yahudi Ingkar
dan Materialisme Ya, Quran mencatat bangsa ini merupakan bangsa pertama yang mengingkari adanya
yang gaib. Berikut ini detail kematerialistisan mereka. BANGSA YANG PERTAMA MENGINGKARI SIFAT
GAIB DAN BERPAHAM MATERIALISME Allah berfirman: (QS. Al-Baqarah:.55-56) “Dan ingatlah ketika
kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami dapat melihat Allah
dengan jelas, maka kamu disambar petir sedang kamu menyaksikannya. Kemudian Kami bangkitkan
kamu sesudah kematianmu supaya kamu bersyukur." Bangsa Yahudi yang dipilih oleh Nabi Musa untuk
menyertainya 'pergi ke bukit Tursina ketika Musa kembali kepada mereka yang tiba-tiba didapatinya
telah menyembah patung anak sapi dengan penuh keingkaran dan kesombongan berkata kepada Musa:
"Kami tidak akan sudi mengakui kebenaran ucapanmu, bahwa Kitab Suci yang engkau bawa itu dari
Allah, dan engkau telah mendengar firman-Nya serta Allah menyuruh supaya menerima dan
mengamalkan Kitab suci-Nya sebelum kami dapat melihat wujud Allah dengan mata kepala sendiri."
Ucapan Kaum Yahudi kepada Nabi Musa sebenarnya hanyalah sebagai alasan yang dicari-cari, supaya
perbuatannya menyembah patung anak sapi dapat dimaklumi oleh Nabi Musa as. Namun karena
kedurhakaan dan kecongkakan mereka yang sangat keterlaluan ini mengakibatkan mereka binasa
disambar petir. Orang-orang Yahudi yang masih taat kepada Nabi Musa selamat dari bencana ini. Di
dalam Taurat disebutkan, bahwa sebagian dari orang-orang Yahudi yang mengikuti Musa berkata,
"Mengapa Allah hanya khusus berbicara ke pada Musa dan Harun saja, tetapi tidak berbicara kepada
kita! Maka tersebarlah hal ini kepada Bani Israil seluruhnya, lalu mereka bertanya kepada Musa sesudah
kematian Harun, "Sesungguhnya nikmat Allah kepada Bangsa Israil adalah karena Ibrahim dan Ishak.
Lalu mencakup seluruh bangsa ini. Sedangkan engkau tidak lebih baik daripada Ibrahim. Karena itu
engkau tidak berhak menguasai kami tanpa adanya keistimewaan. Dan kami tidak akan percaya
kepadamu sebelum kami dapat melihat wujud Allah dengan nyata." Lalu mereka dibawa Musa ke suatu
tempat perkemahan tertentu,. Tiba-tiba bumi terbelah dan menelan sebagian dari mereka dan dari
jurusan lain datang api, lalu menyambar sisanya. Bangsa Yahudi yang sama sekali tidak mau
menggunakan akal sehatnya, tetapi hanya menurutkan bisikan setan adalah suatu kaum yang sungguh
sungguh berwatak materialis. Walaupun mereka telah terpenuhi permintaan-permintaannya kepada
Nabi Musa berupa mendapat makanan yang turun dari langit ataupun musibah sebagai bukti yang
terjadi di hadapan mereka sendiri akibat kedurhakaan mereka sendiri, tetapi mereka tetap ingkar
kepada seruan dan ajakan tauhid. Di bawah pimpinan Nabi Musa, Bangsa Yahudi telah memperlihatkan
sikap kejahilan yang tak ada taranya. Karena mereka meminta kepada Musa agar dapat melihat Allah
dengan mata dan kepala sendiri. Sungguh tak ada golongan manusia di permukaan bumi ini yang watak
materialis dan pandangan materialisnya seperti bangsa Yahudi. Karena itu tidaklah mengherankan kalau
bangsa Yahudi merupakan pionir dari semua pandangan sesat seluruh jagat ini. (Sumber: 76 Karakter
Yahudi dalam Quran Penyusun: Drs. M. Thalib |Cetakan Pertama: April 1989 Penerbit: CV PUSTAKA
MANTIQ) Bagaimana tidak, Allah sudah membelahkan Laut Merah untuk menyelamatkan mereka dari
cengkeraman Firaun Amnahotab III (al-Baqarah: 49), "mewakafkan" satu wilayah Bumi khusus untuk
mereka, bahkan memerintah awan untuk menaungi mereka selama perjalanan serta memberikan
sumber makanan langsung dari sisi Allah (al-Baqarah: 57). Tapi, mereka tetap saja bersikap sebagai
makhluk paling kufur nikmat sekolong langit (al-Baqarah: 61). Itulah ketetapan Allah: "pelit" ilmu soal
yang gaib (dalam hal ini Ruh) pada mereka. Dengan pemahaman seperti ini, tidak seorang pun bisa
menyalahkan jika ada literatur yang memberi anotasi pada terjemahan ayat 85 surat al-Israa. ‫َو َيۡس َٔـُلوَنَك َع ِن‬
‫ ٱلُّر وِۖح ُق ٱلُّر وُح ۡن َأۡم ِّبى آ ُأو يُتم َن ٱۡل ۡل اَّل َق يً۬ال‬Dan mereka (orang Yahudi) bertanya kepadamu tentang
‫ِم ِر َر َوَم ِت ِّم ِع ِم ِإ ِل‬ ‫ِل‬
ruh. Katakanlah (kepada mereka): "Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit". (Q.S. al-Israa: 85) Ruh, Isra Mikraj, dan Teknologi Lalu, apa buktinya
Nabi Muhammad Saw. dikaruniai Allah pengetahuan tentang Ruh? Ibadah salat lima waktu adalah salah
satu buktinya. Ketahuilah Sobat, perjalanan Isra Mikraj tidak akan pernah terjadi tanpa pengetahuan
mengenai Ruh. Teknologi manusia hingga kini belum bisa membuktikan secara ilmiah bagaimana
mungkin perjalanan itu bisa terjadi, tetapi sudah banyak arif billah yang membuktikannya langsung
secara empiris. Artinya mengalami langsung! Bagaimana mungkin manusia bukan nabi dan rasul bisa
melakukan napak tilas Isra Mikraj? Buka al-Kahfi ayat terakhir. Itu dasar hukumnya. Ini juga bukti bahwa
teknologi manusia itu masih ketinggalan jauh dibandingkan dengan ilmu al-Quran. Jadi jika ada
fenomena yang belum bisa dibuktikan secara ilmiah, bukan Quran-nya yang tidak ilmiah. Pencapaian
teknologi manusianyalah yang masih primitif dan terbelakang. -Arifbillah- BERTEMU RASULULLAH Jika
kamu sudah paham tentang rahasia hakikat, buka surah Nuur:62. Kamu pahami secara hakikat. Untuk
apa bicara dengan "eyang-eyang" bau menyan itu. Lebih hebat bicara dengan Muhammad Saw. Kalau
kenal. Tidak kenal mana bisa bicara. Kita musti bisa bicara dengan Nabi Muhammad Saw. Musa a.s. bisa
berkata-kata dengan Allah. Mustahil kita umat Rasulullah tidak bisa berkata dengan Muhammad
Rasulullah Saw. kapan saja. Muhammad itu sifatullah; kenyataan yang ada ini. Lakon Muhammad-lah
dipercaya. Berhubunganlah dengan yang dipercaya-Nya. Apa perlunya berhubungan dengan "eyang
jengkol-mbah petai"? Semua sudah diserahkan pada yang dipercaya-Nya, yakni Muhammad Saw. Bukan
diserahkan pada makam-makam keramat wali-wali, apalagi makam-makam keramat jin, setan, Iblis yang
disebut "eyang jengkol mbah petai". Sesungguhnya yang sebenar-benar orang mu’min ialah orang-orang
yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam
sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan [Rasulullah] sebelum
meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu [Muhammad]
mereka itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, maka apabila mereka meminta
izin kepadamu karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara
mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. [Q.S. Nuur:62] Orang sebenar-benar mukmin jualah yang selalu ingat
bahwa al-Quran itu rahmat bagi seluruh alam sehingga segala yang terkandung di dalamnya berlaku
sampai yaumil qiyamah. Selama alamin masih ada. Maka orang-orang mukmin yang disebutkan dalam
surah Nuur:62 di atas, bukanlah orang-orang yang akan menertawakan Perjumpaan Zahir-Batin dengan
Nabi Muhammad Rasulullah Saw. -Arifbillah- HAKIKAT MUHAMMAD Zat ini masalah qadim, tidak dapat
diketahui dengan panca indera. Sifat itu masalah baharu, dapat diketahui dengan panca indera. Zat
artinya diri. Sifat artinya kelakuan. Siapa yang berkelakuan? Tentulah diri (yang berkelakuan), bukan
sifat. Itu dikatakan zat dan sifat itu satu (esa). Tidak bisa becerai. Ada zat, ada sifat dan sebaliknya.
Karena zat itu tempat beradanya sifat (atau sifat bertempat pada zat). Sifat itu keadaan yang ada pada
zat (atau sifat adalah hal keadaan zat). Contoh: Orang yang sedang demam. Mengapa bukan demamnya
yang disuntik (dokter), malah bokongnya yang disuntik? Jadi, demam itu hanya sifat. Sifat tidak bisa
berada pada sifat. Sifat mesti berada pada zat. Zat dan sifat itu dua perkataan, tetapi satu. Maksud
perkataan ini; ada zat - ada sifat; ada sifat - ada zat. Zat ini ada yang bersifat nafsiyah, ada yang bersifat
salbiyah, ada yang bersifat ma'ani, dan ada yang bersifat ma'nawiyyah. Khususnya sifat Nafsiyah. Sifat
Nafsiyah ini menunjukkan bahwa zat bersifat wujud (ada). Dan adanya zat ini tidak dikarenakan oleh
suatu sebab (sedia ada). Zat ini ada selama-lamanya. Tidak akan rusak binasa. Meliputi sekalian alam.
Yang meliputi sekalian alam inilah zat mutlak. Zat mutlak inilah energi ketuhanan. Manusia dapat
mengubah energi, tapi tidak bisa membersihkannya. Contoh: Hiroshima dan Nagasaki. Berapa lama tidak
bisa dibersihkan radiasinya? Ketika sekarang sudah bersih dari radiasi nuklir, siapa yang
membersihkannya? Tentulah energi ketuhanan itu yang membersihkannya. Jelaslah, maharuang inilah
energi ketuhanan. Satu saja. Tidak ada dua, tiga, dst. Berjuta-bilyun bintang di langit dan benda-benda
angkasa lainnya, mengapa tidak berguguran ke bumi? Padahal tidak ada penyangganya. (Bagaimana
mungkin) kalau tidak ada satu kekuatan besar yang menahannya. Tubuh maharuang inilah yang dapat
menahan berjuta-bilyun ton agar tidak saling bertumbukan. Inilah Qimyatus Sa'adah (Kimianya Agama).
Nabi saja menuntut ilmu dari rumah beliau sampai ke Sidratul Muntaha. Manusia, dari rumahnya sampai
ke bulan saja belum sampai. Pengetahuan Islam sudah sampai ke fil ufuki a'la (sampai ke ufuk tinggi).
Maka ada perkataan al-Islam ya'lu wa laa yu'la alaih. Orang Islam yang hakiki, dia tidak akan mengucap
laa ilaaha ila Allah kalau dia belum tau apa itu laa ilaaha ila Allah. Dalam Salat Waktu takbir ihram, siapa
Allah itu? Maka pentinglah mengetahui diri. Bukan ruhani saja yang mahasuci, jasmani pun mesti
mahasuci juga. Maka jasad ini perlu dimahasucikan juga, bukan ruhani saja. Jasmani bermaksud dengan
cara nafsu, ruhani bermaksud dengan cara keimanan, sedangkan nurani dan rabbani bermaksud dengan
cara ketuhanan. Kalau jasad tidak dapat mengesakan, tentu ruhani menuntut. Sebab, jasad mengandung
nyawa. Bukan ruhani yang mengandung jasad (tubuh). Kalau salat, manusia itu bukan hamba, sudah
Allah semata-mata. Kalau salat itu sudah Allah semata (yang ADA), tidak perlu lagi mengaku diri kita ini
Tuhan dan mau sama dengan Tuhan. Ingat: Mengaku diri kita Tuhan: KAFIR. Tidak mengakui Diri Tuhan:
KUFUR. Dalam salat, setiap manusia mengaku dirinya Tuhan. Cermat-cermat dengan bahasa ini!
Makanya dalam salat itu jangan ada lagi i'tikad-i'tikad karena agama bukan i'tikad-i'tikad. Sudah nyata
senyata-nyatanya semua orang yang salat itu mengakui Diri Pribadi Tuhan. Bukan mengakui dirinya
Tuhan, tapi mengakui Diri Tuhan (atau mengakui ADA-nya Diri Tuhan itu.) Hakikat Muhammad Wajib
kita mengetahui hakikat Muhammad. Dalam ilmu, hakikat Muhammad itu Allah. Ini dalam ilmu. Dalam
makrifat, pengenalan yang sebenar-benarnya: hakikat Muhammad itu bukan zikir-zikir lagi. Maka
dengan hakikat Muhammad ini tidak ada zikir-zikir lagi. Karena hakikat Muhammad inilah bekal yang
tidak basi sampai akhirat. Ini yang dibawa mati. Tidak ada zikir lagi. Lihat ketika berdoa, semua minta
mati dalam iman, Islam, dan husnul khatimah, tapi hakikat Muhammad tidak mereka ketahui. Hakikat
Muhammad inilah mati dalam iman, Islam, dan husnul khatimah. Muhammad saja sudah selamat. Coba
perhatikan, siapa yang sampai kepada Allah? Siapa yang bisa menembus zat asam dan zat mutlak kalau
bukan Muhammad? Belajarlah. Jangan salah paham. Mintalah pada guru-guru yang hebat bekal-bekal
yang tidak basi sampai akhirat. Sebab ini yang dibawa mati. Tidak ada zikir lagi. Bukan seperti kelaziman
orang: ada yang mau mati baru dibacakan zikir laa ilaaha ila Allah. Nabi Muhammad Saw. itu bukan mati,
melainkan tidur hakiki. Orang tidur hakiki ini orang yang tidak tidur di dunia lagi, tetapi tidur di
Mahasuci. Mahasuci inilah tempat husnul khatimah. Tempat yang penuh berkah. Inilah pengajian 80.000
hakikat ke atas. Artinya 80.000 tempat yang penuh rahmat. Inilah pengajian sirri sirrihi, rahasia di dalam
rahasia. Tidak ada alam lagi. Rasanya rasalah yang merasa. Inilah rasa di dalam rasa. Artinya, di dalam
rasa itu ada rasa. Air yang ada gulanya dapat kita rasakan manis. Air yang ada garamnya, asin.
Sedangkan Tuhan tidak ada rasa-rasa. Pecahkan sendiri supaya terbuka rahmat Allah. Jangan kita
merasa yang ada rasa saja, coba-cobalah merasa yang tidak ada rasanya. Bagaimana rasanya? Barulah
tahu Allah itu surga. Muhammad Saw. tidak ada mengajarkan filsafat dan tidak memiliki filsafat. Akan
tetapi, filsafat Muhammad ini wahyu. Bagaimana Tuhan mengajar hamba-Nya? Tanpa huruf; tanpa
suara. Laa bi harfin wa laa shautin. Bagaimana kita untuk dapat paham pelajaran tanpa huruf tanpa
suara ini? Asah akal dengan pikiran, bukan dengan batu canai. Apa maksudnya? BERPIKIRLAH! Contoh:
Para filsuf itu membuat rumus-rumus alam dengan berpikir. Lalu rumus-rumus itu disyariatkan sehingga
hari ini kapal berlayar tidak lagi pakai kain layar yang bergantung pada angin. Jangan latah! Mereka
bilang manusia itu dari kera. Begitu ilmu wahyu turun, dikata manusia itu dari Tuhan. Runtuhlah ilmu
filsafat manusia. Kenal diri Mau kenal diri? Buka Al-Mukminun:17. -Arifbillah- PRAKTIK ILMU LADUNI
ILMU LADUNI ITU MUDAH Ilmu laduni itu Allah mengajar hamba-Nya. Bagaimana Allah mengajar
hamba-Nya? Asah akal dengan pemikiran. Berpikirlah! Berpikir itu supaya mendapat karunia. Semua
Perkataan Allah [Kalamullah] itu perlu dipikirkan. Yang kita cari: bi makna yang tersirat dalam Kalam
Allah ini. Berpikirlah sedalam-dalamnya dan tenangkan pikiran, barulah dapat keputusan. Yakinkanlah
keputusan itu berdasarkan haq dan dalil. Bukit saja yang jaraknya 1 km bisa kamu lihat. Mengapa Tuhan
yang tidak ada antaranya tidak kelihatan? Sedangkan Tuhan itu berada "di tempat" yang terang.
Dikatakan demikian, karena Tuhan itu terlindung olah Cahaya-Nya. Cahaya Tuhan lebih terang daripada
segala yang terang. Mengapa Tuhan tidak kelihatan? Padahal Tuhan itu sudah NYATA ADA-NYA. Siapa
tidak melihat Tuhan tidak nyata ADA-Nya, berarti zahir-batinnya masih terhijab. Orang tauhid ketika
berada di mana saja, yang dipandangnya wujud Tuhan saja. Tidak ada wujud selain-Nya. Ingat hakikat
tauhid: "Laa maujudun illallah." Inilah praktik orang-orang tauhid. Di mana pun berada tetap Wujud
Allah dipandangnya. Sampai akhirat pun demikian. Kalau masih ada wujud makhluk dipandangnya:
syirik. Masih bisa dipermainkan setan. Wujud Allah itu wujud siapa? Itulah Wujud Tuhan. Itu sebabnya
jika masih ada menyebut baharu saja: syirik. Firman saja mengatakan,Qola fal haqqu wal haqqa aqulu.
[Q.S. Shad:84]. Diri Tuhan yang berdoa; barulah dikabulkan. Mengapa takut mengaku diri kita ini diri
Tuhan? Yang hidup: Tuhan; yang melihat: Tuhan; yang berkata: Tuhan; yang Mendengar: Tuhan. Tuhan
semualah sudah. Banyak orang berkata, bumi Tuhan, langit Tuhan, bukit Tuhan, rumah Tuhan, dan
sebagainya. Nah, diri kita ini diri siapa kalau bukan diri Tuhan? Adakah ibu-bapak kita yang membuat
kita? Jangankan tangan-kaki, membuat ujung hidung saja ibu-bapak kita tidak bisa. Diri kita ini bukan
hasil kelakuan ibu-bapak. Tidak ada yang bisa mengelak dari fakta ini. Tetap kembalinya pada Tuhan.
Perbuatan Tuhan. Di sinilah kelemahan manusia: lupa bahwa semuanya itu dari Tuhan. Orang tauhid–
dalam segala apa pun–tetap tidak meninggalkan minallahi: tetap Diri Tuhan dulu yang diperhatikannya.
Kalau rasa dari Tuhan ini sudah ada pada diri kita, apalagi yang akan ditakuti? Karena segala-galanya
sudah dirasakannya TUHAN SAJA ADA. Tidak ada kekhawatiran sedebu pun yang ditakuti dari makhluk.
Coba perhatikan, Tubuh Maharuang yang meliputi sekalian alam ini dari mana? Bahkan kita ini hidup di
dalam-Nya. Bukan hanya hidup, bahkan mencari makan pun di dalam Tubuh-Nya. Coba Tubuh
Maharuang ini bergerak sederajat saja: kiamat sudah. Kaji saja Tubuh Maharuang, tidak akan sesat dan
tidak akan tergelincir pada kesesatan maupun pada kezindikan. Coba rasa Maharuang ini, ada rasa
bersentuh tidak? Coba cium Maharuang ini, ada baunya tidak? Coba dengar Maharuang ini, ada
suaranya tidak? Coba lihat Maharuang ini, ada bentuknya tidak? Coba telaah Maharuang ini, ada kanan-
kiri-atas-bawahnya tidak? Coba pikir Maharuang ini, ada tempatnya tidak? Tubuh Maharuang ini
meliputi sekalian alam. Alam apa saja [Q.S. Fushilat:54]. Mengapa Tubuh yang sudah disediakan sejak
13,75 ± 0.11 miliar tahun lalu itu tidak ada yang mau memakainya? Al-Halaj mengatakan, "Ana Al-Haq."
Lalu dipenggal kepalanya oleh orang-orang bodoh. Berkurun waktu setelah masa hidup Al-Halaj, baru
ada orang membenarkannya. Syaik Abdul Qadir al-Jailani mengatakan,"Seandainya al-Halaj hidup
sezaman denganku, takkan kubiarkan orang-orang memancungnya." Mengapa Abdul Qadir Jailani
membenarkan Halaj? Karena terbukti orang-orang yang hidup sezaman dengan Halaj tidak
memperhatikan kaji Kosong | Maharuang ini. Bukti-bukti yang nyata tentang kemahaesaan Tuhan-
hamba: kita tidur-bangun-makan-minum-hidup-mati ini sudah di dalam [Tubuh Kosong Maharuang]
kemahaesaan Tuhan tidak? Kalau memahami dan mengenal Kemahasucian-Kemahaesaan Tuhan ini,
mahasucilah juga kehambaan kita. Kalau sudah mahasuci, mahaesalah hamba dengan Tuhan. Sudah
bermilyar tahun di-ada-kan, sedikit sekali manusia yang mau mengkajinya. Padahal cerita ini ada di
Quran. Ikan tanpa air tidak bisa berenang. Manusia di mana berenangnya? Tentulah di Mahasuci
berenangnya. Bermainlah di lautan Mahasuci ini. Banyak perolehan dari Tuhan. Inilah tempat husnul
khatimah: tempat yang penuh rahmat. Apalah susahnya "masuk" di Mahasuci. Bukan pergi dengan
pesawat. Tidak perlu mesin jet pula. Cukup dengan kesadaran saja bahwa keberadaan kita ini di Tubuh
Mahasuci. Apabila kesadaran ber-ada di Mahasuci ini men-jadi: akan tampak segala-galanya. -Arifbillah-
KERAMAT TERBESAR NUR MUHAMMAD Pada tulisan kali ini kami ajak Anda, Saudara Muslim sekalian,
menapaki setingkat lebih tinggi kaji agama kita, yaitu ke dalam pembicaraan tauhid. Pembicaraan ini
wajib dibaca dengan paham. Jangan dengan tersalah paham. Sebab ini Pengajian 80.000 hakikat ke atas.
Kaji yang disampaikan Nabi Muhammad Rasulullah Saw. kepada golongan warisatul anbiya, yaitu kaum
khawwasul khawwas: waliyullah, arif bilah, ulama-ulama mutahaqama, dan ulama-ulama al-paham.
Yang akan berlaku dalam kajian ini bagi Anda, insyaAllah adalah ayat berikut. Sesungguhnya telah
datang dari Tuhanmu bukti-bukti yang terang; maka Barangsiapa melihat [kebenaran itu], maka
[manfa’atnya] bagi dirinya sendiri; dan barangsiapa buta [tidak melihat kebenaran itu], maka
kemudharatannya kembali kepadanya. Dan aku [Muhammad] sekali-kali bukanlah pemelihara [mu].
[Q.S. Al-An`am: 104] Maksudnya, jika Allah berkenan mengaruniakan paham pada Anda,
kemanfaatannya bagi Anda sendiri. Sebaliknya, jika Anda membaca ini dengan tersalah paham, artinya
kaji ini bisa jadi kemudharatan bagi Anda. Jadi, berhati-hatilah mengambil paham dari bacaan ini. Bila
ada yang perlu ditanyakan, jangan diam lalu Anda berkoar-koar fitnah pada kami. Kami berani
menyampaikan ini untuk publik sebab pengetahuan ini adalah hak bagi setiap umat Muhammad Saw.
dan kewajiban menyampaikan bagi yang sudah memahami. Berprasangka baik, itu yang utama di sini.
Mudah-mudahan Allah memahamkan. InsyaAllah. Aamiin. Untuk diketahui saja, penghabisan perjalanan
ilmu yang kami sampaikan di bawah ini, telah terjadi pembuktian nyatanya atas hamba-hamba Allah
yang ikhlas dan khusyuk-tawadhu serta sabar menggali pahaman ini dan istiqamah mengamalkan
petuntuk praktiknya. Padahal beliau-beliau ini belum pernah berjumpa tatap-muka langsung dengan
kami. Beliau-beliau ini hanya bermodalkan yakin akan kebenaran ilmu yang kami sampaikan. Nanti kami
sampaikan juga siapa-siapa saja pribadi ikhlas yang meraih karunia besar risalah Nabi Muhammad
Rasulullah Saw ini. Ridalah keramat terbesar dari Allah Azaa wa Jalla. Yang di atas itu sama sekali bukan
iklan pengajian kami. Ini sekadar petunjuk bagi Anda mengenai apa yang semestinya Anda minta dari
guru-guru Anda semua. Ini pun sekadar mengamalkan sunnah Rasulullah Saw. yang tuntutannya nyata
kami rasakan sendiri. Sunnah yang dimaksud ada di bawah ini: “Tidaklah seseorang dari kalian sempurna
imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya”. [H.R. Bukhari-
Muslim] MIN NUURIHI NABIYIKA Sebelum Tuhan menciptakan Nur Muhammad, terdahulu ditajallikan
dari Diri Tuhan sendiri Cahaya Diri-Nya. Tentulah, Cahaya Diri Tuhan itu menabiri Diri-Nya. Karena
Cahaya Tuhan itu berdirikan Tuhan. Bukan Tuhan berdirikan Cahaya dan bukan Tuhan bukan berupa
cahaya. Dan Cahaya Diri Tuhan itu bernama Nur. Ingat, Nur itu Nama, bukan berarti Nur itu berupa
cahaya atau Nur berarti cahaya. Nama bagi Nur. Oleh ulama mutahaqama dan ulama-ulama al-paham
serta para alim sufi, dikatakanlah Nur itu sebagai Nur Ilahi dan dikatakan juga Nur Allah. Jadi, Cahaya Diri
Tuhan itu bernama Nur, bernama Ilahi juga, bernama Allah juga. Jadi, yang disebut Nur itulah Cahaya
Diri Tuhan. Jadi, yang disebut Ilahi itulah Cahaya Diri Tuhan. Jadi, yang disebut Allah itulah Cahaya Diri
Tuhan. Jadi, Cahaya Tuhan itu bernama Nur. Jadi, Cahaya Tuhan itu bernama Ilahi. Jadi, Cahaya Tuhan
itu bernama Allah. [Setelah Anda memahami uraian di atas, ketika kini Anda menyebut "Allah", baru
Anda sudah benar-benar sekaligus mengacu kepada Diri Tuhan Pribadi. Kini baru Anda sudah bisa
disebut mengenal Allah.] Dari Nur Allah [Cahaya Tuhan] ini maka jadilah Nur Muhammad. Jadi, Cahaya
Tuhan inilah yang bersifat Jalal [Kebesaran Allah]. Inilah Kebesaran Tuhan. Telah ada meliputi sekalian
alam. Dan Nur Muhammad ada juga sekarang ini. Jadi, Cahaya Nur Allah dengan Cahaya Nur
Muhammad itu bergaul tapi tidak bersekutu atau bercampur tetapi tidak satu; satu tetapi tidak
bercampur. Untuk mendekatkan paham, secara syariat kita umpamakan bergaulnya air tawar dan air
asin yang ada di muara sungai. Bercampur tetapi tidak satu; satu tetapi tidak bercampur. Laulaka
makhalaqtu aflaka min nuurihi nabiyika. "Aku jadikan segala sesuatu dari Nur Muhammad. Jadi jasad
kita ini kejadiannya dari Nur Muhammad. Dan setiap jasad tentu ada ruh. Dan ruh itu kejadiannya dari
Zat. Innallaaha ruuuhu Nabi Shalallaahu `alaihi wasalam fii zaatihi. Aku jadikan ruh Nabi Muhammad
Saw. dari Zat Allah. Jelaslah sekarang kejadian jasmani kita ini dari Nur Muhammad. Kejadian Ruh dari
Zat Allah. Jadi diri kita ini Zat-Sifat. Zat-Sifat itu diri siapa? Diri Allah. Jadi manusia ini Diri Allah
Sedangkan Allah itu Qadim. Sudah bisa membedakan qadim dan baharu, itulah makrifat. Makrifat yang
sebenarnya ialah dapat membedakan Qadim dari muhaddas. Zat dan Sifat tidak punya warna-warni.
Hakikat Zat yang sebenar-benarnya adalah Muhiith: meliputi sampai ke zarah-zarah sekali pun. Tuhan
memberi tahu, "Innahu bi kulli syai`in muhiith". Ingatlah, Diri Tuhanmu meliputi segala sesuatu. Dalam
ilmu tauhid, yang dikatakan 'segala sesuatu' itu ialah alam. Sedangkan Tubuh Allah ta`ala itu meliputi
sekalian alam. Jadi, apa Allah itu? Tubuhnya alam.. Tubuh alam itu wajib Mahasuci. Yang dikatakan
Mahasuci itu bersih, tidak berwarna, tidak ada rasa, tidak ada bau, tidak bertempat, meliputi sekalian
alam. Supaya jelas dan tidak bingung, yang dikatakan tubuh alam itu Maharuang. Karena hakikat zat itu
Muhiith. Jadi Maharuang itu adalah Zat-Mutlak. Zat-Mutlak inilah tubuh sekalian alam. Inilah Tubuhnya
Allah Ta`ala. Karena Tubuh Allah Ta`ala itu Mahasuci dan karena Zat-Mutlak, dikatakanlah tubuh Ruh
Qudus. Tubuh Ruh Qudus inilah Rahasia Tuhan. Inilah kemuliaan dan keagungan Tuhan. Ruh Qudus
inilah yang berkuasa atas setiap diri manusia. Kenalilah Diri Rahasia Tuhan ini, yang ada di dalam diri
kamu: di sama-tengah hatimu; di pusatmu! [pusar]. Inilah diri Muhammad Rasulullah Saw. Diri inilah
yang bermahkota. Mahkotanya disebut budduhun. Tajalli Ruh Qudus inilah dikatakan tajalli Allah. Bukan
Allahnya yang tajalli, melainkan Rahasia Diri Allah itu yang tajalli meliputi jasad. Kalau dia sudah meliputi
jasad, satu dengan jasad, maka jasad dan ruh tidak becerai. Mati sekalipun, kalau Ruh Qudus keluar
meliputi jasad, satu dengan jasad, inilah yang dikatakan "Orang yang bangun dengan jasmani dan
ruhani. Hiduplah dia dari alam barzakh dan alam akhirat. Kalau ruhani saja bangun, sedangkan jasmani
tidak, binasalah jasad. Tidak sampai yaumil qiyamah, karena binasa. Kalau tidak bercerai, hiduplah kita
sampai yaumil qiyamah. Melihatlah kita yaumil qiyamah. Melihatlah kita bagaimana siksanya orang-
orang kafir, bagaimana siksanya para jin, setan, iblis di hari pemhalasan itu. Kalau kita tidak becerai jasad
dan ruh, berarti kita bertubuhkan Zahiru Rabbi. Tubuh Zahiru Rabbi inilah yang tidak binasa dari dunia
sampai akhirat. Inilah yang dikatakan: "Tuhan tubuhku; Mahasuci nyawaku. Sadarlah setiap saat, setiap
detik keberadaan kita ini di dalam Mahasuci. Orang yang sudah paham dengan Tubuh Mahasuci ini, dia
bukan bertubuhkan dunia lagi, melainkan sudah bertubuhkan akhirat. Banyak manusia salah paham.
Belajar-belajar, mau mencari keputusan mati. Untuk apa? Yang perlu diketahui, bagaimana agar kita
hidup di dunia dan hidup pula di akhirat. Sedang hidup saja sekaran ini kalau jasad dan ruh becerai,
binasa jasad. Apalagi setelah mati. Kalau jasad dan ruh becerai, binasalah jasad. Carilah ilmu jasad dan
ruh tidak bercerai meski mati sekalipun. Kenali baik-baik, Allah itu Tubuh alam. Kalau kita mengaji
Kosong/Maharuang ini, tidak akan tergelincir dan tidak akan masuk jurang. Cobalah sadari. Baik kita di
darat, di laut, di mana saja, keberadaan kita tetap di dalam Tubuh Mahasuci/Maharuang. Tuhan sudah
memberitahu,"fil ardhi aayaatun lil muuqiniin." [Q.S. Adz-Dzariat:20]. Wujud Tuhanmu [Zat Tuhanmu]
sudah nyata di dunia ini meliputi sekalian alam dan nyata Berdiri tidak bertempat dan tidak memerlukan
tempat, tidak berwarna, dan terlebih nyata lagi ke- laysa kamitslihi syai`un-an -Nya. Masalah ke- laysa
kamitslihi syai`un-an -Nya ini tidak dapat dipecahkan oleh para filsuf. Bagaimanalah mau dipecahkan?
Apalagi oleh orang-orang tasawwuf yang tanggung-tanggung ilmunya. Dengan pembahasan "min nuurihi
nabiyika" ini, mudah-mudahan kita semua mendapat berkah dan keselamatan serta dapat dirasakan
kebenarannya oleh orang-orang yang khusyuk dan tawadhu. Kita ini hidup sudah di dalam Tubuh Allah,
bukan Allah di dalam tubuh kita. Jangan seperti ikan bodoh, sudah jelas hidup di dalam air. masih juga
mencari-cari air. Manusia tidak pernah memikirkan bahwa air itulah tubuh ikan. Artinya, ikan
bertubuhkan air. Tubuh Allah itulah Kiblat Maqami. Kiblat pertama dan tertua. Inilah keramat terbesar.
Inilah hati kita yang putih. Pandang saja di hati yang putih ini, akan tampak semuanya. Hati saja sudah
putih, bagaimana lagi yang di dalam hati yang putih itu? Yang mengetahui bahwa Maharuang ini hati
yang putih ialah Ruh Qudus: yang ada di sama-tengah hatimu dan yang berkuasa atas diri manusia serta
mengajar diri manusia, menunjuki diri manusia dari tidak tahu menjadi tahu. Itu sebabnya dikatakan,
"Nanti kamu pandai dengan sendirinya." Berbahagialah orang yang sudah dapat melihat tubuh Ruh
Qudus ini. Sama dengan dia melihat tubuh Nabi Muhammad Rasulullah saw. Bertemulah kita dengan
"mutiara yang hilang ditemukan kembali". "Sembah-sujud"-lah kamu kepada gurumu dan ibu-bapakmu,
juga jangan tinggalkan lima waktu karena Rasulullah Saw. suka pada orang yang bersyariat. Menangis
jasad itu disebabkan ruhani, nurani, dan rabbani kita bersyukur atas jasadnya yang dapat menemukan
mutiara yang hilang kini ditemukan kembali. Ingatlah sewaktu kita di dalam rahim ibu. Ruh Qudus itulah
yang menghidupkan kita: yang mengurus agar kita hidup. Sewaktu bayi keluar dari rahim, ia tidak
memandang Ruh Qudus. Setelah berada di alam fana, ada maharuang, maka menangislah dia. Tangisan
itulah puji bayi pada Tuhan. Suara inilah yang dipakai oleh para wali untuk memuji Tuhan. Suara ini
berbunyi sendiri. tidak perlu dibunyi-bunyikan. Inilah suara tunggal yang tidak ada tafsirnya. Lihatlah,
bayi yang sudah memakai suara ini, dia tidak bernyawa zat-asam lagi, melainkan bernyawa dengan
kepala. Coba lihat ubun-ubun bayi yang baru lahir. Ubun-ubunnya bergerak. Inilah nyawa para wali. Jadi
para wali itu bernyawa dengan kepala. Apalagi nabi. Setelah sampai waktunya, ubun-ubun bayi tidak
bergerak lagi. Menjadi keras. Karena apa? Karena cahaya budduhun ini sudah memancar di dahi. Orang
awam dan orang tasawwuf, bernyawa dengan perut. Orang hakikat-makrigat bernyawa dengan dada.
Orang-orang qadim, bernyawa dengan leher. Tapi mereka banyak yang tidak tahu bahwa di atas halqum
itu, di situlah maqam makrifat. Ada satu gerak yang halus sekali. Gerak ini yang sulit dirasakan karena
gerak ini.bagai sehelai rambut, di situ bergetaran. Bagi orang tauhid, di situlah kenikmatan yang luar
biasa. Mengapa malah mau cari yang di perut, di dada, di leher, dan di halqum? Carilah yang di maqam
qadim. Makanan saja kalau sudah sampai di leher, kita baru dapat merasakan nikmatnya. Apalagi kalau
kita dapat merasakan makanan qadim itu. Semua kenikmatan makanan yang ada di dunia ini tidak bisa
mengalahkan nikmatnya bergetaran di maqam qadim. Inilah yang diistilahkan oleh orang tasawwuf,
"seperti menarik rambut di atas tepung, tidak ada sangkut-sangkutnya". Begitulah nikmatnya di maqam
qadim. Nyawa dicabut pun tidak terasa kerluarnya. Karena yang dirasakan nikmat saja terus. Itulah yang
dikatakan "Allah itu nikmat senikmat-nikmatnya". Salam dari Guru kami, "Baik-baik mengambil paham
mengenai Tubuh alam ini". WA QAALA MUSA TAKLIMAN Telah Berkata-kata Allah dengan Musa. Berarti
Allah Berkata-kata dengan manusia. Di mana Allah Berkata-kata dengan manusia itu? Di dalam RAhasia.
Rahasia itu di mana? Di dalam sirr hati. Imam Al-Ghazali bilang, "Di dalam relung hati [sirr] yang paling
dalam." Allah berfirman, "Wa maa utiitum min ilmihi illaa kalila". Ilmu yang Kuturunkan hanya sedikit.
Ilmu yang sedikit ini ada di dalam sirr. Keluarkanlah yang di dalam sirr itu hingga satu dengan jasad
dengan jalan praktik! Ilmu yang sedikit ini bukan ilmu ulama-ulama, bukan ilmu ustadz-ustadz, bukan
ilmu kyai-kyai. Ini ilmu para wali. Wahai ulama-ustadz-kyai: ajarkanlah. Ini yang dinamakan ilmu illaa kalil
Mengapa manusia tidak mau mempelajari ilmu yang sedikit ini? Minta ulama-ustadz-kyaimu itu
mengajarkan cara praktiknya kepadamu. Ulama-ustadz-kyai jangan hanya jual kecap saja. Ulama
tasawwuf bilang, kita musti melalui takhali, tahalli, dan tajalli. Jangan bicara saja, ajarkanlah praktiknya
juga agar umat ini puas. Demikian juga yang belajar, minta cara praktiknya pada ulama-ustadz-kyaimu.
Tanpa praktik, takhali, tahalli, tajalli tidak akan ada hasil. Guru kami yang diutamakan adalah praktiknya
sehingga banyak yang dapat meraih tajalli. Orang-orang yang jauh dari Pontianak saja bisa dapat.
Contohnya, Bang Saudara Seiman dan Bang Arbi dari Batam, Bang Arie dari Palembang, Bang Syamsul
dari Makassar, Bang Moerad dari NTB, bahkan Mbak Sally di Taiwan dan Bang Hamba Allah Penang dan
Bang Coco dari Malaysia. [Beliau semua ini ada akunnya masing-masing di Google Plus]. Guru bertemu
muka saja belum pernah, tapi Alhamdulillah beliau-beliau ini dapat. Apalagi yang dekat sehari-hari.
Mengapa sekali dipraktikkan oleh beliau-beliau ini dapat dirasakannya tajalli? Masalah tajalli ini ada
tajalli Zat, tajalli Sifat, tajalli Asma, dan tajalli Af`al. Bagaimana cara mempraktikkan tajalli Zat, tajalli
Sifat, tajalli Asma, dan tajalli Af`al ini? Kami diajari caranya. Kalau tidak bisa mengajarkan cara
praktiknya: tong kosong nyaring bunyinya. Kalau betul praktiknya, biar jauh pun orang bisa dapat tajalli.
Kamu yang dekat saja dengan guru-gurumu, mana ada diajarkan praktik tajalli. Wajib kamu tuntut para
gurumu itu mengenai masalah praktik tajalli ini. Karena inilah bekal yang tidak basi sampai akhirat dan
dapatlah kita menolong ibu-bapak, anak-istri/suami, sanak saudara dan handai taulan kita sampai nenek
moyang kita. Kalau tidak dapat, apa yang bisa kita pakai untuk menolong keluarga kita di akhirat kelak?
Karena di akhirat nanti kita semua berkumpul lagi dengan keluarga. Mau tidak ambil kesempatan
menyelamatkan diri dan keluarga dunia-akhirat? -Arifbillah- Muhammad Muhammad itu namanya,
Mursalin itu badannya, Nawi itu satunya dengan Ilahi: barulah dia Nur Ilahi. Nawi itu jasad Allah Ta`ala,
Nur Ilahi jasadnya Ilahi. Muhammad Nur itu sewaktu belum naik [ Mi'raj]; waktu sudah naik Mi'raj dan
turun kembali ke Bumi, Muhammad Nur hilang di Madinah [ wafat], sampai sekarang yang ada
Muhammad Nawi. Muhammad Nawi inilah Tuhan yang ditemui di yaumil qiyamah kelak. Patut kita tidak
berjumpa Tuhan, hanya berjumpa dengan Kemahasucian-Nya. Itulah Muhammad Nawi saja yang ada.
Tuhan, dari dulu sampai sekarang [sampai kapan pun] tidak akan pernah muncul. Tubuh-Nya saja ada:
inilah jasadnya Rasulullah Saw. Muhammad Majati itu meliputi jasad. Muhammad Nur
melebam/meliputi ke qadim. Kita ini Muhammad Majati karena ada Ruhul Qudus. Kalau dia bukan Nur,
tidak bisa naik sampai ke surga. Ruhul Qudus lebih mulia dan lebih mahasuci daripada malaikat. Nabi
Muhammad itu jasadnya Ruhul Qudus, yang dapat sampai ke nawi, hanya Muhammad. Yang sampai itu
Muhammad Nawi. Tidak mungkin tidak jumpa Rasul dengan Tuhan. Kita selama ini hanya mengetahui
Rasulullah Saw. itu Muhammad Majati (Ruhul Qudus) Kita nyatakan Muhammad Nur itu. Itulah Nur
Muhammad atau itulah Muhammad yang wafat di Madinah, sedangkan Nabi Muhammad Rasulullah
Saw. sejak pulang Mi'raj mengetahui dirinya Muhammad Nawi dan Muhammad Nawi jasad Ilahi. Inilah
Nama tertinggi Ilahi. Muhammad mengetahui dirinya. Laa ya'rifu zaatul ilallah. "Tidak ada mengenal Diri-
Nya, melainkan Diri-Nya." Umat berkata Nabi Muhammad [Muhammad Nur] itu naik ke langit sampai ke
Nawi, turun dan wafat di Madinah. Sekarang yang ada Muhammad Nawi. Aku adakan dunia-akhirat
karena Muhammad.Aku adakan Muhammad karena Aku. Muhammad itu namanya, Nur atau Mur itu
badannya. Nawi itu satunya dengan Ilahi, barulah dia Nur Ilahi. Mur itu jasad Muhammad, Nawi itu jasad
Allah Ta'ala, Muhammad Nawi itu Jasad Ilahi. Muhammad Nur itu sebelum naik Mi'raj, setelah turun
kembali ke Bumi: Muhammad Nawi. Muhammad Nawi itulah yang beri syafaat di yaumil qiyamah.
Sebenar-benar Muhammad itu Ruh Qudus dan Ruh Qudus itu tubuhnya hak Allah Ta'ala. Inilah
permulaan yang kuat, yaitu Rahasia. Kita inilah bernama Muhammad. Muhammad itu bayang-bayang
hak Allah Ta'ala. Tidak akan bercerai bayang-bayang dengan Yang Punya Bayang-Bayang. Pahamilah
hakiki ini. Ruhul Qudus bukan Tuhan Ruhul Qudus bukan Tuhan. Ruh Qudus itu Zat Mutlak. Zat Mutlak
inilah sumber kehidupan. Zat Mutlak ini Sifat Tuhan, bukan Tuhan. Kalau Tuhan itu Rabbul izzati: Zatnya
Zat. Itulah Tuhan. ۞ ]٦:٩٥[ ‫ِإَّن َهَّللا َفاِلُق اْلَح ِّب َو الَّنَو ٰى ۖ ُيْخ ِرُج اْلَح َّي ِم َن اْلَم ِّيِت َوُم ْخ ِرُج اْلَم ِّيِت ِم َن اْلَح ِّي ۚ َٰذ ِلُك ُم ُهَّللاۖ َفَأَّنٰى ُتْؤ َفُك وَن‬
Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan
yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat)
demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling? [Q.S. Al-An`am:95] Makna dan rahasia
hakiki ayat tersebut di sini: ‫ َو الَّنَو ٰى‬butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Tumbuhan dan buah-
buahan itu tumbuh dari biji kering-mati yang kemudian ditanam. Biji yang mati inilah tamsil rahasia
tentang suatu tempat tertinggi perjumpaan dengan Allah Rabbul Izzati. "Tempat" perjumpaan Nabi
Muhammad Rasulullah Saw. dengan Allah Rabbul Izzati adalah suatu tempat yang bernama Wannawa.
Di tempat ini semua yang hidup berasal dari yang mati. Artinya juga, setiap yang bisa sampai ke situ,
mati pun bisa hidup kembali. Nawa; Nawi itu sama saja. Yang sampai ke Wannawa hanya Muhammad:
Nabi Muhammad Rasulullah Saw. satu-satunya yang sampai ke sana. Itulah disebut Muhammad Nawi.
Ini juga sunnah. Buka al-Kahfi:110 ‫ُقْل ِإَّنَم ا َأَنا َبَشٌر ِّم ْثُلُك ْم ُيوَح ٰى ِإَلَّي َأَّنَم ا ِإَٰل ُهُك ْم ِإَٰل ٌه َو اِح ٌد ۖ َفَم ن َك اَن َيْر ُجو ِلَقاَء َر ِّبِه َفْلَيْع َم ْل َع َم اًل‬
]١٨:١١٠[ ‫ َص اِلًحا َو اَل ُيْش ِرْك ِبِع َباَد ِة َر ِّبِه َأَح ًدا‬Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". Pengajian hakiki ini
bukan pendapat, melainkan sudah dilihat nyata yang sebenar-benarnya. Pahamilah hakiki ini. MENGAPA
ALLAH MENCIPTAKAN MAKHLUK Syaikh Abu Yazid al-Bistami ditanya oleh seseorang, “Mengapa Allah
menciptakan makhluk?” Ia menjawab, “Allah menciptakan makhluk untuk… menunjukkan kekuasaan-
Nya; Dia memberikan rezeki kepada mereka untuk menunjukkan kemurahan-Nya; Dia menghidupkan
mereka untuk menunjukkan kebesaran-Nya; Dia mematikan mereka untuk menunjukkan keperkasaan-
Nya; Dia menghitung amal mereka untuk menunjukkan keadilan-Nya; Dia memasukkan mereka ke
dalam surga untuk menunjukkan karunia dan kasih sayang-Nya; Dia memasukkan orang-orang kafir ke
dalam neraka untuk menunjukkan murka dan azab-Nya.” Di samping itu, alasan Allah menciptakan alam
semesta karena mereka akan memuji dan membesarkan-Nya. Hal ini kemudian diperjelas dengan sabda
Nabi Muhammad Saw. yang menyatakan firman Allah: “Khalaqtu al-khalq liyurbihu li wa la arbaha
‘alayhim“, ‘Aku ciptakan makhluk supaya mereka mengambil manfaat dari-Ku, dan sekali-sekali Aku
tidak mengambil manfaat dari mereka’. Firman Allah Swt. tatkala menjawab pertanyaan Nabi Daud a.s.
yang datang bersujud kepada-Nya seraya bertanya, “Ya Tuhanku! Apa alasan Engkau menciptakan
makhluk?” Allah pun menjawab, “Kuntu kunuzun makhfiyya, fa ahbabtu an u’raf, fakhalaqtu al-khalqa
li’uraf” “Aku adalah Perbendaharaan Yang Tersembunyi, padahal Aku sangat ingin dikenal. Oleh karena
itu, Aku ciptakan makhluk agar mereka mengenal-Ku.” Seperti Firman Allah dalam Adh-Dhariyat (51)
ayat: 56 ‫ َوَم ا َخ َلْقُت اْلِج َّن َو اِإْل نَس ِإاَّل ِلَيْعُبُدوِن‬Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka beribadah kepada-Ku. Menurut Ibn Abbas–seorang mufasir Alquran yang hidup sezaman dan
diakui ketajamannya oleh Rasulullah Saw.– frasa “beribadah kepada-Ku (ya’ buduuni) bermakna
“mengetahui-Ku (ya’rifuuni)” atau lebih tegas lagi “mengenal-Ku.” -Arifbillah- MENGENAL DIRI RUH Yang
akan berlaku dalam kajian ini bagi Anda, insyaAllah adalah ayat berikut. Sesungguhnya telah datang dari
Tuhanmu bukti-bukti yang terang; maka Barangsiapa melihat [kebenaran itu], maka [manfa’atnya] bagi
dirinya sendiri; dan barangsiapa buta [tidak melihat kebenaran itu], maka kemudharatannya kembali
kepadanya. Dan aku [Muhammad] sekali-kali bukanlah pemelihara [mu]. [Q.S. Al-An`am: 104]
Maksudnya, jika Allah berkenan mengaruniakan paham pada Anda, kemanfaatannya bagi Anda sendiri.
Sebaliknya, jika Anda membaca ini dengan tersalah paham, artinya kaji ini bisa jadi kemudharatan bagi
Anda. Jadi, berhati-hatilah mengambil paham dari bacaan ini. Bila ada yang perlu ditanyakan, jangan
diam lalu Anda berkoar-koar fitnah pada kami. Kami berani menyampaikan ini untuk publik sebab
pengetahuan ini adalah hak bagi setiap umat Muhammad Saw. dan kewajiban menyampaikan bagi yang
sudah memahami. Berprasangka baik, itu yang utama di sini. Mudah-mudahan Allah memahamkan.
InsyaAllah. Aamiin. MENGENAL DIRI Mengenal diri dan beramal. Ini yang diterima Allah. Mengenal diri
tidak beramal, inilah orang siksa. Sebab Nabi Muhammad Rasulullah Saw. berilmu dan beramal lagi
kedudukannya paling tinggi, bahkan tidak ada Tuhan yang dijumpai di kemudian hari, hanya Muhammad
Saw., sebagai syafa`atul uzma. “Ana Abu al-arwah wa Adama Abu al-basyar” Aku adalah bagaikan Bapak
sekalian Ruh, sedangkan Adam adalah bagaikan Bapak sekalian Tubuh. Yang namanya Muhammad itu
sudah cukup. Awal mula terjadi sebelumnya, Dia Berkata-kata pada hamba-Nya dengan "laa bi harfin wa
laa shautin". Ketika itu Adam belum ada karena belum ada sesuatu [baharu alam]. Yang ada Muhammad
dan Nur. Kemudian yang satu raib dan yang satu "melompat", bangunlah Adam. Makanya se-Zat, se-
Sifat, se-Asma, dan se-Af`al. Adam itulah satu alam semesta dan satu maharuang [Adam sebagai bapak
sekalian jasad]. Penghabisan pandangan, satu saja. Inilah pandangan Nabi Muhammad Saw.: pandang
Satu kepada yang Satu. Karena dari yang Satu itulah adanya banyak. Karena dari yang Satu itulah kepada
yang banyak. Adapun kita ini Rabbul Alamin [khalifah; wakil Allah di muka bumi ]. Menentukan
penghabisan ini hanya kepada yang berpengetahuan. Ketinggian ilmu dan ketuaan agama, pandai-
pandai dirinya dikatakan Tuhan. Itu juga dihalalkan, itu juga yang diharamkan. Sebab Ruhul Qudus itu
diri kamu juga [Q.S. Adz-Dzariat:20-21]. Makanya hendaklah disatukan [baca: diesakan| kalau tidak
diesakan, zindik dan atau syirik] Yang Menjadikan dan yang dijadikan itu satu. Diri di dalam sama-tengah
hatimu, itu diri kamu juga [Ruhul Qudus]. Hendaklah diesakan dengan jasad, barulah kita bernyawa
rabbani. Penghabisan kalam Nabi Muhammad Rasulullah Saw., "Ummati, ...shalli, shalli, shalli." Di dalam
shalat kita berjumpa karena di dalam shalat hanya beliau saja [Muhammad] dengan Allah yang disebut.
Barangsiapa memandang dirinya bersih [putih mukhalafah]; suka Allah Ta'ala. Itulah umat Muhammad
Saw. Oleh sebab itu dalam tafakur, kalau kondisi kita sudah diam sediam-diamnya; pengingatan sadar ke
kosong [maharuang], perasaan akan merasa ada di kosong. Kalau kita pakai nyawa hakiki, itu adalah
pengingatan. Zat dan Sifat itu bagaimana? Zat [Mutlak] itu Diri-Nya, Sifat itu Asma-Nya. Alif itu
menunjukkan adanya Zat. Lam pertama, Asma-Nya. Lam kedua, itu Sifat-Nya. Ha itu Kecukupan-Nya.
Pertemuan Lam pertama dan Lam kedua, jadilah sabdu [tasdid]. Sabdu itu Nur. Yang di atas sabdu,
itulah Allah. Yang ditunjuk oleh alif di atas sabdu, itulah Allah. Adapun Zat-Sifat itu Kemahaesaan-Nya.
Kemahaesaan-Nya inilah Sifat Jalal. Oleh orang tauhid, Sifat Jalal itu dikatakan sebagai Sifat Kebesaran
Allah [Adz-Dzariat:20]. Tuhan terlindung oleh Sifat Jalal-Nya. Sifat Jalal itu Sifat Kebesaran Tuhan. Itulah
Tubuh Maharuang atau Kosong. Dan Maharuang itu juga Zat Mutlak. Zat Mutlak ini juga disebut Nur
Ilahi. Inilah Kemahaesaan Tuhan. Kemahaesaan Tuhan inilah Cahaya Diri Tuhan [Nur Ilahi]. Karena
Cahaya Diri Tuhan ini juga adalah Kebesaran Diri Tuhan, dinamailah ALLAH. Jadi, ALLAH itu Nama
Kebesaran bagi Zat Mutlak [Zahiru Rabbi].[Q.S. Nur:35] Jadi, Cahaya Diri Tuhan itulah Kebesaran Diri
Tuhan yang dinamai ALLAH. Tuhan tidak ber-Nama, Kebesaran-Nya itulah yang bernama ALLAH, maka
dikatakan ALLAH itu Ismu Zat [Nama bagi Zat atau Nama Kebesaran Zat Mutlak] Yang pentig setiap tahu
nama, mustilah kita kenal pribadinya. Maka dalam ibadah shalat sewaktu kita takbir ihram, jangan ada
lagi ber-i`tikad-i`tikad. Karena besarnya Kebesaran Tuhan itu kita tidak tahu: sudah laysa kamitslihi
syaiun. TAKBIR IHRAM YANG SEMPURNA Waktu menyebut takbir, jangan ada hati berkata-kata lagi.
Jangan ada ingat sesuatu lagi. Batal takbirnya. Ingat, yang dikatakan niat kamaliyah itu niat yang
sempurna. Tidak ada lagi berniat ini-itu di dalam takbir ihram. Ucapkan sajalah. Dan sebaik-baik ucapan
takbir itu dengan menyempurnakan mad badal-nya [tiga harakat|tiga alif]. Ini artinya, shalat orang
tauhid tidak meninggalkan hukum tajwid. Begitulah cara orang tauhid dalam beribadah. Mengapa ketika
shalat kita menyebut, "Allaaaahu Akbar!" ? Karena yang betul-betul tidak kitak ketahui itu Besar-Nya.
Kalau besarnya sesuatu dapat dikira-kira, diukur-ukur. Kalau besar-Nya Allah, tidak ada yang bisa
mengetahuinya dengan alat apa pun juga. TAKBIR IHRAM YANG RUSAK Ketika takbir, jangan ada
dimasuk-masukkan i`tikad ini-itu. Takbir itu satu kali saja. Tidak ada takbir dua-tiga kali. Banyak
perbuatan yang mengada-ada. Takbir sekali, turun lagi, takbir lagi tidak jadi lagi, barulah takbir
diselesaikan. Mengapa terjadi begitu? Karena mereka belum paham tentan yang disebut takbir ihram
itu. Allah paling tidak suka perbuatan mengada-ada [bid`ah]. -Arifbillah- TAFAKAUR SESAAT TAFAKUR
SESAAT LEBIH BAIK 70 TAHUN IBADAH Praktik Diam [Tafakur] itu menyatukan ingatan dan perasaan.
Caranya: Pandang tubuh yang diam itu/tubuh maharuang/Zahiru Rabbi itu. Rasakan diamnya tubuh
yang di dalam pusat [pusar]. Bukan merasakan diamnya tubuh kamu yang zahir, melainkan merasakan
diamnya tubuh yang di dalam pusat [sama-tengah hati]. Turunkan perasaanmu di pusat dan pusat
jangan kamu tarik-tarik ke dalam atau ke luar. Turunkan perasaan ke "pusat diam" di pusat kita. Bukan
menahan napas, melainkan mendiamkan perasaan. Coba rasakanlah sendiri. Kalau perasaan sudah
diam, bersih pikiran dan perasaan. Orang bodoh mau menenangkan pikiran dengan makan obat
penenang. Mendiamkan saja perasaan, sudah bisa tenang. Untuk apa diubah-ubah dengan obat-obatan.
Lakukan praktik diam ini. -Arifbillah- ILMU FIRASAT NABI KHIDIR Tuhan mentajallikan Cahaya-Nya.
Cahaya Tuhan itu bernama Nur. Jadi, Nur itu Cahaya Tuhan. Itulah Rahasia Tuhan. Rahasia Tuhan itulah
juga dinamakan Muhammad yang awal dan Nur Muhammad itu juga dinamani titik Nur yang awal. Nur
Muhammad sudah “lahir”, baru bersuara. Inilah suara Allah langsung pada Muhammad. Dari mana awal
suara dari mulut dan lidah kita ini? Tentulah dari hati. Dari mana awal suara dari hati ini? Tentulah dari
sirr. Dari mana awal suara dari sirr hati ini? Tentulah dari Zat. Dari mana awal suara dari Zat ini?
Tentulah dari Allah. Dari Allah ⇒ Zat [Rahasia Allah] ⇒ sirr ⇒ hati ⇒ lisan Renungkanlah perjalanan
suara ini. Dengan sirr ini kita dapat membedakan mana suara dari setan, mana suara dari Allah. Tuhan
menjadikan kita punya zahir dan punya batin. Yang batin itu ruh dan yang zahir itu tubuh. Ruh ini Zat;
tubuh ini sifat. Kelakuan zahir ini kelakuan dari mana? Dari batin. Kelakuan batin itu kelakuan siapa?
Kelakuan Zat. Siapa yang berkelakuan pada Zat itu? Tentulah Zat-nya Zat, itulah Tuhan. Maka ketika
orang tauhid sudah mengetahui jalan ini, dirasakannya semua dari Allah: minallah. Kalau sudah
dirasakan oleh batinnya semua dari Allah, berarti batinnya sudah karam musyahadahnya pada Allah dan
ketika melihat zahirnya itu, dirasakannya rasa isbat saja. Pengetahan ushul ini penting diketahui dan
dipahami karena ushul itu kesempurnaan. Kalau tidak ada ushul, bagaimana kita akan mendapatkan
kesempurnaan? Jadi, belajar itu hendaklah sampai pada pemahaman yang tidak dimakan oleh ushul.
[tidak tertolak atau bertentangan dengan ushul] Ketahuilah bahwa Zat itu Diri Makrifat. Diri Makrifat itu
menghimpunkan semua Af`al, semua Asma, semua Sifat, dan semua Diri. Sederhananya, Diri Makrifat itu
menghimpunkan semua tubuh-hati-nyawa-rahasia. Diri Makrifat itulah yang menggerakkan Zat-Sifat-
Asma-Af`al. Diri Makrifat ini Rahasia Tuhan yang ada pada Adam (kita). Kalau sudah paham ini,
bagaimana lagi kita mau menyangkal bahwa tiada perbuatan baharu lagi? “Jika bukan karena engkau
Muhammad, tiada Ku-ciptakan alam ini.” Apa hikmah perkataan [hadis qudsy] ini dari sisi hakiki? Kalau
tidak ada engkau Diri Makrifat, tidak akan ada pergerakan jasad. Inilah isyarat dua kalimah syahadat.
Jadi Diri Makrifat itu Sifat Tuhan juga Rahasia Tuhan. Jadi diri Makrifat itu jadi apa pada kita ini? Jadi ruh.
Cahaya Diri Makrifat inilah yang menjadi firasatan, sedangkan Nur Muhammad itu menjadi per.ingat.an.
Mengapa Nabi Khidr a.s. bisa mengetahui semuanya dan perbuatannya bertentangan dengan syara?
Karena Nabi Khidr mengetahui Diri Makrifat itu firasatan. Sedangkan Diri Makrifat itu mustahil
berbohong. Maka orang tauhid hakiki tidak bingung dengan kelakuan Nabi Khidr a.s. sebagaimana kisah
dalam Q.S. al-Kahfi karena orang tauhid hakiki tahu soal firasatan dan per-ingatan ini. Dari sini diketahui
bahwa Nabi Khidr itu Allah karuniai firasatan yang tinggi [ilmu hikmah]. Sebenarnya ilmu firasatan ini
menggunakan bahasa Cahaya: Cahaya Ilahi. Timbulnya ingatan itu dari firasatan. Timbulnya firasatan itu
dari Tuhan. Ciri bahasa Cahaya Ilahi itu: laa raiba fiihi hudan lil muttaqiin [Q.S. Al-Baqarah:2] alias tidak
ada keraguan satu zarah pun! Nabi Khidr a.s. itu ahli bahasa Cahaya ini. Jadi, tidak usah heran kalau para
wali Allah itu banyak mengetahui hal-hal yang tidak diketahui orang awam karena para wali Allah itu
belajar dan menguasai ilmu firasatan alias bahasa Cahaya Ilahi ini dari Nabi Khidr a.s. Sang Murabbi.
Susah mencari guru yang menguasai bahasa firasatan ini. Kalau yang pakai bahasa nujum, banyak. -
Arifbillah- HAJI HAKIKAT Orang naik haji, itulah masuk ke Kosong. Yang Kosong itu dari Wujud sampai
Wahdaniyah. Itulah yang dinamakan wukuf. Wukuf itu diam. Itulah puncak haji. Jadi dalam wukuf itu
tidak ada zikir-zikir, tidak ada baca-baca lagi. Kalau tahu masalah diam ini, haji hakikatlah dia. Bukan
sekadar haji syariat lagi. Kalau tidak tahu masalah Kosong ini, bagaimana hajinya? Apa yang dimaksud
wukuf itu? Diam. Waktu kita baru sampai di Arafah, apa yang kita pandang? Kosong dulu. Arafah itu
berada di mana kalau bukan di dalam Kosong; bertempat di Kosong. Jadi bukan sekadar wukuf di Arafah.
Arafah itu sendiri di dalam Tubuh Kosong. Berbeda wukuf di Arafah dengan wukuf di Kosong. Pergi
berhaji itu apa maksudnya? wa fii anfusikum afalaa tubsirun. Ka'bah itu bersifat Sulbiyah; Kosong ini
penampang; kita ini hanya Nur. Inilah rukun yang enam: rukun haji. Waktu kita baru sampai di Arafah,
apa yang kita pandang? Kosong dulu; bukan Arafahnya yang kita pandang, melainkan Kosong tembus-
menembus tidak ada hijabnya. Inilah yang dikatakan pandangan Allah: tembus-menembus. Kosong ini
Zat yang terdahulu ada. Jadi orang naik haji itu puncaknya masuk ke Kosong. Jadi, Kosong ini rukun haji.
Kalau tidak paham ini, hajinya baru haji wukuf Arafah. Arafah ini ada di mana kalau bukan di Tubuh
Kosong? Yang benar itu kita wukuf di Arafah atau wukuf di Tubuh Arafah? Masalah wukuf ini jangan
disepelekan sebab inilah puncak segala ritual haji. "Siapa memandang dirinya putih: ihramlah dia.
Hajilah dia. Usailah perjalanan ilmu dan Islamnya paripurna karena perjalanan Islam itu sampai rukun
ke-6, yaitu haji." Waktu kita baru sampai di Arafah, apa yang kita pandang? Kosong dulu; bukan
Arafahnya yang kita pandang. Kalau Arafahnya yang kita pandang, tidak ada bedanya dengan kita wukuf
di tanah air. Sebab secara bahasa wukuf itu diam; arafah itu mengenal. Jadi wukuf di Arafah itu diam
untuk mengenal. Kalau wukuf di arafah tapi tak ada pengenalan, apa bedanya dengan tidak wukuf di
tanah air?! Hakikat haji sebenarnya ialah untuk mendapatkan musyahadah tentang Tuhan. Haji itu
bukan untuk bisa melihat Ka'bah dari dekat lalu berfoto di depannya, bukan untuk mencium Hajar
Aswad, melainkan untuk mendapatkan musyahadah tentang Tuhan. Meskipun kita wukuf di Mekah tapi
tidak mendapatkan musyahadah tentang Tuhan, sama saja dengan wukuf di Indonesia. Meskipun kita
wukuf di tanah air, kalau mendapatkan musyahadah tentang Tuhan, di tanah sucilah kita. Syaikh Bayazid
Al-Busthami suatu saat pergi naik haji ke Mekkah. Pada haji kali pertama, ia menangis. "Aku belum
berhaji," isaknya, "karena yang aku lihat cuma batu-batuan Ka'bah saja." Ia pun pergi haji pada
kesempatan berikutnya. Sepulang dari Mekkah, Bayazid kembali menangis, "Aku masih belum berhaji,"
ucapnya masih di sela tangisan, "yang aku lihat hanya rumah Allah danp emiliknya." Pada haji yang
ketiga, Bayazid merasa ia telah menyempurnakan hajinya. "Karena kali ini," ucap Bayazid, "Aku tak
melihat apa-apa kecuali Allah subhanahu wa ta'ala...." *** Syaikh Al-Junaid Al-Baghdadi q.s. kedatangan
seorang tamu. Beliau bertanya, “Dari mana saja anda ?” Tamu itu menjawab, “Aku baru menunaikan
ibadah haji”. “Sejak pertama berangkat dari rumah, apakah kamu telah meninggalkan semua dosa ?”
Syaikh Al-Junaid q.s. kembali bertanya. “Belum”, tamu itu menjawab. “Berarti engkau tidak sedang
dalam perjalanan ruhani. Apakah setiap beristirahat di malam hari, engkau melintasi semua maqam di
jalan menuju Allah ?” “Tidak” “Berarti engkau tidak menempuh perjalanan setahap demi setahap. Ketika
memakai pakaian ihram, apakah engkau melepaskan sifat-sifat manusiawi seperti engkau melepaskan
pakaian sehari-hari ?” “Tidak” “Berarti engkau tidak mengenakan pakaian haji (ihram). Ketika engkau
singgah di ‘Arafah, apakah engkau menyaksikan (musyahadah) Allah ?” “Belum” “Berarti engkau tidak
singgah di ‘Arafah. Ketika ke Muzdalifah dan mencapai keinginanmu, apakah engkau telah meniadakan
hawa nafsumu ?” “Belum” “Berarti engkau tidak pergi ke Muzdalifah. Ketika tawaf mengelilingi Ka’bah,
apakah engkau telah menyaksikan keindahan non materil Tuhan ?” “Belum” “Berarti engkau tidak
mengelilingi Ka’bah. Ketika sa’i antara sofa dan marwa, apakah engkau telah menggapai kesucian dan
kebajikan ?” “Belum“ “Berarti engkau tidak sa’i antara sofa dan marwa. Ketika sampai ke Mina, apakah
keinginanmu telah sirna ?” “Tidak” “Berarti engkau belum mengunjungi Mina. Ketika sampai di tempat
penyembelihan kurban, apakah engkau mengurbankan segala hawa nafsu ?” “Tidak” “Berarti engkau
belum berkurban. Ketika melempar batu jumrah, apakah engkau telah melemparkan pikiran-pikiran
hawa nafsu yang menyertaimu ?” “Belum” “Berarti engkau belum melaksanakan jumrah. Engkau belum
melaksanakan ibadah haji. Kembalilah ! lakukan ibadah haji seperti yang aku gambarkan agar engkau
bisa sampai ke maqam Ibrahim” Jadi haji itu untuk mendapatkan musyahadah tentang Tuhan. Wahai
Anda yang sudah bergelar haji, sudah dapat ihram-nya belum? Meskipun kita wukuf di Mekah tapi tidak
mendapatkan musyahadah tentang Tuhan, sama saja dengan wukuf di Indonesia. Meskipun kita wukuf
di tanah air, kalau mendapatkan musyahadah tentang Tuhan, di tanah sucilah kita. Wahai Saudara-
saudaraku yang belum mampu pergi berhaji secara syariat, jangan berputus-asa. Firman Allah, berhaji
itu bagi yang mampu. Kalau belum mampu pergi haji secara syariat, berusahalah pergi haji secara
hakikat. Guru kami, Syaikh Undang Siradj, menjamin Anda meraih haji. Pasti haji. Bahkan gelar haji yang
ini dibawa sampai ke akhirat. Makanya setiap habis shalat itu biasakan wukuf dulu. Setiap habis shalat
itu biasakan bertafakur-hakikat dulu: diam dulu. Bagaimana diam yang dimaksud itu? Nanti kami
uraikan. Ini bukan olok-olok karena pengetahuannya ada. Wahai kaum awan, janganlah terlalu awam
benar. Ketahuilah masalah haji hakikat ini. Wahai kaum yang membangga-banggakan gelar haji. Kalau
sekadar haji syariat, buat apa? Ini bukan mau membunuh rukun Islam, bukan mau membunuh syariat
pergi berhaji ke tanah suci. Orang yang meraih haji hakikat, kalau dia sudah berkumur dalam wudhu,
tidak ada lagi bicara dengan tujuan yang kotor. Orang yang meraih haji hakikat, kalau sudah membasuh
kepala dalam wudhu, tidak ada lagi pikiran-pikiran untuk menipu orang dengan gelarnya. Orang yang
meraih haji hakikat, kalau sudah lubang hidungnya terbasuh air wudhu, tidak ada lagi hidung
melambung waktu orang memulakan panggilan dengan kata haji di depan namanya dan tidak ada lagi
kebanggaan dalam hati, " Aku ini haji". Orang yang meraih haji hakikat, kalau tangannya sudah terbilas
air wudhu, tidak ada lagi perbuatan yang bersifat merusak meskipun dengan alasan menegakkan yang
haq. Orang yang meraih haji hakikat, kalau kakinya sudah diusap air wudhi, tidak ada lagi melangkahkan
kaki ke tempat maksiat. Kalau ada haji yang masih berbicara dengan tujuan muslihat-kotor; berpikir
untuk menipu orang, berbangga diri, berbuat kerusakan, dan berjalan ke tempat maksiat zahir dan
maksiat batin, itu tanda-tanda haji yang batal. Haji syariat dan haji hakikat berbeda bagai siang dan
malam; bagai langit dan bumi. Sikap seorang haji hakikat itu, yang jahat dinasihati, bukan dirusak. Baru
bisa kelihatan Islam itu kuat karena bersifat menasihati. Haji-haji itu mestinya jadi penasihat orang
maksiat, bukan jadi perusak tempat-tempat maksiat. -Arifbillah- PRAKTEK KASYAF Tuhan itu wajib kita
sadari saja ADA. Sadari Tuhan beserta kita dan kita dengan Tuhan Maha Esa. Yang Maha Esa itu Tuhan,
bukan kita. Yang dimaksud Maha Esa itu tidak bercerai, tidak bersekutu; tidak ada antaranya: tidak jauh,
tidak dekat. Satu, tidak mengenal dua [=tunggal]. Sadari maharuang itu Zat-Mutlak. Tentulah kita sadar
keberadaan kita ada di dalam Zat-Mutlak. Kalau kesadaran men-"jadi"; kita tidak tidur di dunia lagi,
tetapi tidur di tempat husnul khatimah: tempat yang penuh rahmat. Yang namanya ilmu kasyaf itu tidak
pakai baca-baca lagi. Cukup dengan sadar saja, bisa jadi segala-galanya. Kalau dengan kesadaran saja
men-"jadi", lalu buat apa pakai tapa-tapa, bakar-bakar kemenyan, pakai pesugihan-pesugihan. Semua
itu cara-cara jin, setan, Iblis! Kita ini diciptakan Tuhan sebagai manusia. Pakai Tuhanlah, Bodoh! Goblok
kalau tidak pakai Tuhan. Hal salah, banyak orang tahu. Tetapi dirinya tersalah, tidak tahu. Makanya kalau
kita tahu, lebih baik diam. Selamatlah kita. Jangan mengaku tahu, rupanya tidak tahu. Celakalah kita dan
pengikut-pengikut kita. Mengaku sampai, padahal tidak sampai. Bala yang didapat. Kalau sudah duduk di
maqam kasyaf, tidak ada menyatu-satukan lagi, tidak ada mengingat-ingat lagi , dan tidak ada tafakur-
tafakur lagi. Setiap detik, setiap sekon, mahaesa terus sampai yaumil qiyamah. Belajarlah betul-betul
pada ahlinya, jangan pada yang pandai omong saja. Sekolahan formal saja, selesai sekolah dasar lalu ke
menengah hingga ke perguruan tinggi. Selesai masa-masa semester dilalui, bawalah kesarjanaanmu.
Begitu juga kalau guru sudah mendudukkan kamu di maqam kasyaf, bawalah kesarjanaan ketuhananmu.
Berlaku di dunia dan di akhirat. Kadang-kadang aku sedih melihat di luar sana banyak orang yang rajin
belajar, tapi tidak ada guru yang dapat mendudukkannya di maqam kasyaf. Di Al-Mukminuun jelas-jelas
diberi tahu. Belajar sampai ruhani saja sudah duduk di tingkat kasyaf. Pelajaran akhir selanjutnya untuk
mengembangkan keruhanian. Pelajaran pertama: kejasmanian. Pelajaran kedua: keruhanian. Pelajaran
ketiga: kenuranian. Pelajaran keempat: kerabbanian. Pelajaran kelima: kerja nyata. Tangan lengkap
jarinya ada lima. Satu jari saja tidak ada, disebut tangan berjari buntung. Kalau jari murid cacat, susah
buat kerja dong, Tuan Guru. Ilmu kasyaf ini tingkat akhir untuk kemahaesaan. Mukadimah, Babul Awwal:
Kasyaf jasmani menghantarkan ke kasyaf ruhani; kasyaf ruhani menghantarkan ke kasyaf nurani; kasyar
nurani menghantarkan ke kasyaf rabbani. Kasyaf rabbani menimbulkan mu'ayanah atau pembuktian-
pembuktian nyata yang membersihkan keraguan. Muncul kekuatan keyakinan dan kejazaman. Kita
bersih dari keragu-raguan lagi ketika menerima ajaran qadim pada diri kita. Kita tahu dan bisa
membedakan yang mana dari jin, setan, Iblis dan yang mana dari Yang Haq. Bersih dari tipuan-tipuan
laknatullah. -Arifbillah- MERASAKAN KETUHANAN ALLAH La tataharraku zaratin illa bi iznillah "Tidak
bergerak satu zarah pun tanpa izin Alah." Musti ada proses, pembersihan dengan Rasul [dengan
selawat]. Inilah untuk pembersihan hati. Kedudukan hakikat itu di dalam, bukan di luar. Penting
merasakan ketuhanan itu. Bukankah Tuhan Mengetahui rasa asin, manis, tawar, dan lain-lain? Kita tahu
asin, manis, tawar, dll., tapi merasa ketuhanan tidak ada. Kita melihat, tapi rasa ketuhanan dapat tidak?!
Akhirnya kufur nikmat tidak itu?! Penting merasa ketuhanan itu. Bukan kita tahu asin, manis saja,
merasakan ketuhanan Allah itu penting. Itulah pembinaan Tuhan. Tauhid dzukiyah [iman rasa] itulah
pembinaan Tuhan karena kita sudah diberi tahu rasa asin, manis, kecut, tawar, pahit, dsb. Hendaklah
penuh ridha karena hati merasakan banyak kufur; banyak melakukan kufur nikmat. Yang namanya ridha
tidak bisa didapat dengan ilmu. Ridha didapat dengan hidayah Allah, bukan dapat diusahakan. Kalau
ridha, hati akan memandang Allah. Mengapa orang melakukan shalat? Karena merasa butuh dengan
Tuhan. Sifat itu mawjud, berdiri pada Zat Allah. Islam bukan agama syirik. Islam agama tauhid. Agama
tauhid selalu menauhidkan Tuhan. Sabda Nabi Saw., "Kalau kamu mau dicintai Allah, ikuti aku." [Q.S. Al-
Imran:31] Orang lihat, kita punya kelebihan, tapi kita tidak merasa punya kelebihan. Bersyukur kita ada
dosa. Kita ini memang keturunan berdosa, tidak bisa ditolak. Sesungguhnya Allah cinta pada orang yang
menyucikan dirinya zahir-batin [Q.S. Al-Baqarah:222]. Bukan Allah cinta pada orang-orang beramal.
Bersuci [Thaharah] itu zahiriyah dan batiniyah. Jangan zahir saja diberi parfum mahal-mahal. Batin juga
musti bersih dan wangi. Ujub itu merasa diri ada. Merasa ada diri. Orang banyak yang tidak tahu dalam
ibadahnya lebih sering didorong oleh keinginan. Keinginan itu nafsu. Ada keinginan bertakbir, itu nafsu.
Ada keinginan ruku, sujud sampai salam juga nafsu. Jadi shalatnya mengikuti perintah nafsu semua. Mau
makan-minum pun ikutkan keinginan. Berjalan pun didorong oleh keinginan. Semuanya mengikuti
perintah nafsu. Kita tahu Tuhan itu Qidam atau Sedia. Musti dirasakan Tuhan itu. Bicaralah dahulu
dengan yang di dalam batiniyah. "Wafii anfusikum `afalaa tubsirun [Q.S. Adz-Dzariyaat:21]," Aku sudah
Sedia Ada dalam kamu. Mengapa kamu tidak mau mengenal Aku? Mengapa kamu tidak mau
menghubungi Aku? Dalam ibadah, musti dirasakan Tuhan itu Sedia Ada-Nya. Bicaralah dahulu di dalam
dengan Tuhan. Nabi Saw. saja diam-diam dahulu, baru lalu berkata pada Abu Bakar r.a., "Wa laa takhafu
wa laa tahzan. Innallaaha ma ana." Hendaklah kembali kepada Allah. Tidak bergerak satu zarah pun
tanpa izin Allah. Penting sekali berhubungan rasa dengan Allah. Baru berbuatlah karena Allah. Jangan
berbuat karena dorongan keinginan atau nafsu. Ingat, kedudukan hakikat itu di dalam, bukan di luar.
Kalau shalat, merasa dengan diri sendiri, berarti tidak mentauhidkan Allah. Yang berdiri pada kita ini
Sifat [Allah] dan kita berdiri pada Zat [Allah] atau pada Rasa. Rasa itu Zat. Zat-lah yang merasa
ketuhanan itu. Rasa tidak dapat diungkapkan: itulah Zat. Perjuangkanlah rasa ketuhanan itu. Karena Zat-
lah yang merasakan ketuhanan Allah. Kita tahu rumah teman kita. Begitu sampai di rumahnya, panggil-
panggil saja, dia pasti keluar menghampiri. Begitu juga, kita sudah tahu maqam Rasulullah, tahu jugalah
maqam Allah. Panggil-panggilah Rasulullah itu dengan selawat. Beliau akan datang lalu berkata, "Maa
haajatuka?" Apa hajat kamu? Lalu sebutlah apa hajat kamu itu sebab orang yang datang ini kepercayaan
Tuhan, kekasih Tuhan yang siddiq, amanah, tabligh, fathanah. Mustahil Rasul tidak melayani umat yang
memanggilnya. Jangan kamu memanggil beliau seperti memanggil kawan kamu [Q.S. . Ber-adablah.
Dengan adab yang baik, mustahil tidak dikabulkan karena kita sudah berhubungan dengan ajudan Allah.
Mustahil permohonan tidak diperhatikan Allah. Inilah cara-cara orang arif billah dalam beramal. Mereka
mempergunakan iman rasa [iman dzuk; tauhid dzukiyah], bukan lagi sekadar dengan iman ilmi. Berikut
ini jalan kita mempraktikan tauhid dzukiyah. Jangan teori saja, musti ada praktik juga baru dapat
pembuktian nyatanya. Jangan ilmu saja, musti ada amal juga baru dapat muanaiyah-nya. Pandang zahir,
di luar jasad kita semua itu makhluk. Jangan pandang ke luar, makhluk semua. Pandang ke dalam.
Jangan dari luar dibawa ke dalam. Dari dalamlah bawa ke luar. Di luar itu makhluk, di dalam itu Allah
[Q.S. Al-Hijr:29 ]. Kalau ada rasa, itu wahidiyat. Kalau tidak ada rasa, itu ahadiyat. Pandanglah ke
ahadiyat. Laa qadirun illallah. Ini perkataan hakikat di dalam batiniyah. Tiada yang Kuasa melainkan
Allah. Pandangan zahiriyah, merasakan Qudrat Allah yang berlaku. Allah yang Berqudrat. Siapa
merasakan dirinya yang kuasa, syirik. Laa muriidun illallah. Ini perkataan hakikat di dalam batiniyah.
Tiada yang Berkehendak melainkan Allah. Pandangan zahiriyah, merasakan kehendak Allah semua. Siapa
merasakan dirinya yang berkehendak, syirik. Laa `aliimun illallah. Ini perkataan hakikat di dalam
batiniyah. Tiada yang Mengetahui melainkan Allah. Pandangan zahiriyah, merasakan Allah Mengetahui
semua. Siapa merasakan dirinya yang berkehendak, syirik. Laa hayyun illallah. Ini perkataan hakikat di
dalam batiniyah. Tiada yang Hidup melainkan Allah. Pandangan zahiriyah, merasakan hanya Allah yang
Hidup. Siapa merasakan dirinya yang hidup, syirik. Laa sami'un illallah. Ini perkataan hakikat di dalam
batiniyah. Tiada yang Mendengar melainkan Allah. Pandangan zahiriyah, merasakan hanya Allah yang
Mendengar. Siapa merasakan dirinya yang mendengar, syirik. Laa bashirun illallah. Ini perkataan hakikat
di dalam batiniyah. Tiada yang Melihat melainkan Allah. Pandangan zahiriyah, merasakan hanya Allah
yang Melihat. Siapa merasakan dirinya yang melihat, syirik. Laa mutakalimun illallah. Ini perkataan
hakikat di dalam batiniyah. Tiada yang Berkalam melainkan Allah. Pandangan zahiriyah, merasakan
hanya Allah yang Berkata-kata. Siapa merasakan dirinya yang berkata-kata, syirik. Ingat, agama itu
mentauhidkan, bukan men-syirikkan [Q.S. Az-Zumar:3]. Maka segala sesuatu itu bicaralah dulu di dalam
dengan Allah. Karena keyakinan lahiriyah dengan keyakinan batiniyah itu tidak sama. Nabi bersabda,
"Yakinkan Allah memandang kamu!"(*) Keyakinan orang syariat, kalau sudah mata-kepala dia sndiri yang
memandang Allah, baru dia yakin dia sudah memandang Allah. Yang begini ini tidak ada beda dengan
yahudi pengikut Musa a.s. yang kafir. Sedangkan keyakinan batiniyah yang benar itu: perkataan "aku" itu
bukan kembali pada dirinya, melainkan kembali pada "Aku"-nya Tuhan. -Arifbillah- PRAKTIK RASA Dan
Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. [Q.S.
Yunus:100] Diberi Allah dua bola mata, tugasnya satu: untuk melihat. Diberi Allah dua daun telinga ,
tugasnya satu: untuk mendengar. Diberi Allah satu hati, tugasnya satu. Tugas hati untuk apa? Untuk
berkekalan pada Allah. Mengapa ada orang waktu mau mati hatinya bertugas pada anak-istri, harta,
kebun, dan lainnya? Mengapa ada orang waktu mati hati bertugas pada yang bukan Tuhan? Susahlah
mati orang itu karena asyik dengan makhluk saja. Jangan makhluk itu dijadikan berhala di dalam hati.
Jangan dibiasakan hati asyik dengan hal-hal duniawi. Asyikkanlah hati itu kepada Allah. Untuk
membiasakan hati kekal dengan Allah, gunakanlah tafakur hakiki. Cara praktiknya: Rasakanlah dengan
rasa betapa Maharuang itu diam dan kita merasakan di dalam Tubuh Maharuang. Rasakan kita di dalam
Tubuh Yang Diam itu. Maharuang atau Tubuh Yang Diam itu adalah Tubuh Tuhan. Inilah yang disebut
Zahiru Rabbi wal bathinu abdi. Kita di dalam-Nya. Kita inilah wal bathinu abdi. Kita inilah di dalam Zahiru
Rabbi. Kita bertubuh Kosong Maharuang. Pakailah perasaan. Bawa perasaan tafakur hakiki ini di dalam
shalat, bawa perasaan tafakur hakiki ini di dalam keseharian, bawa perasaan tafakur hakiki ini di dalam
tidur. Pakailah tafakur hakiki ini. Kalau kita shalat di Tubuh Maharuang: ADA TUHAN. Bukan dengan
dicari-cari, dipikir-pikir, hanya diyakini saja: ADA TUHAN. Perasaan kita hendaklah meyakinkan adanya
Tuhan itu. Apabila seseorang dalam shalat dapat merasakan bertubuh Tuhan, nikmatlah senikmat-
nikmatnya shalat itu. Jangan mau cari khusyuk tawadhu saja, tetapi tidak dapat merasakan nikmat
shalat. Lebih baik kita mempelajari cara untuk mendapatkan nikmat shalat. Karena beribadah shalat itu
nikmat. Carilah jalan praktik untuk mendapatkan nikmat shalat itu. Carilah jalan praktik untuk dapat
merasakan bertubuhkan Tuhan di dalam shalat. Hati-hati dengan ulama dhal madhal; ulama yang sesat-
menyesatkan. Yaitu ulama yang hanya pandai menyebut "Allah..Allah" saja, tetapi tidak merasakan
Allah. Itulah ucapan palsu. Yaitu ulama yang berkata "Ibadah itu nikmat", tetapi tidak pernah merasakan
nikmat ibadah. [Bagaimana bisa menerangkan umat cara praktik meraih nikmat itu? -Mux-]. Yaitu ulama
yang pandai menjelaskan jenis-jenis nafsu, tetapi tidak pernah sampai menerangkan tentang bahaya
laten nafsu Firaun [nafsu ananiyah]. Para alim sufi, ke-aku-an mereka itu bukan menyebut "aku",
melainkan merasakan "Aku"-nya Tuhan. Nafsu ananiyah itulah yang menghijab kita dengan Tuhan.
Tawadhu itu pada Allah saja. Yang selain Allah itu makhluk. Perlu sadar. Sadar itu iman. Kalau kita lihat
Af`al-Nya, terasa esanya kita dengan Allah. Yang mana Af'al-Nya itu? Yang Diam. Sementara Sifat-Nya itu
Yang Kosong; Asma-Nya itu Allah; Zat-Nya yang Meliputi alam Diri-Nya. Kita sudah Mahaesa dengan Zat-
Sifat-Asma-Af`al-Nya. Pergunakan tauhid Dzukiyah. Sebab pikiran/akal tidak bisa merasa. Hanya Rasa
yang dapat merasa. Rasa, di dalam rasa ada rasa. Rasa itulah Rahasia. Rahasia yang bisa merasakan
Maharuang itulah Tubuh hakiki kita. Praktikkan tauhid dzukiyah agar kita dapat merasakan esanya
Tuhan dengan hamba; hamba dengan Tuhan. -Arifbillah- TAFAKUR MENUJU TAJALI Khidmat adalah
menyatukan pikiran dan perasaan sehingga pikiran tidak berfungsi; sehingga nafsu tidak berdaya
mengganggu pikiran. Kalau sudah bagus diamnya akan timbul tansal dan ketika yang merenyam-renyam
hilang, timbul terang seterang-terangnya. Maka tajalli-lah rahasia Allah ke jasad. Satu dengan jasad;
meliputi jasad, bercahaya-cahaya bertubuhkan Roh Qudus: rahasianya Allah Ta'ala. Praktik Diam
[Tafakur Hakiki] itu menyatukan ingatan dan perasaan. Caranya: Pandang tubuh yang diam itu/tubuh
maharuang/Zahiru Rabbi itu. Rasakan diamnya tubuh yang di dalam pusat [pusar]. Bukan merasakan
diamnya tubuh kamu yang zahir, melainkan merasakan diamnya tubuh yang di dalam pusat [sama-
tengah hati]. Turunkan perasaanmu di pusat dan pusat jangan kamu tarik-tarik ke dalam atau ke luar.
Turunkan perasaan ke "pusat diam" di pusat kita. Bukan menahan napas, melainkan mendiamkan
perasaan. Coba rasakanlah sendiri. Kalau perasaan sudah diam, bersih pikiran dan perasaan. Orang
bodoh mau menenangkan pikiran dengan makan obat penenang. Mendiamkan saja perasaan, sudah
bisa tenang. Untuk apa diubah-ubah dengan obat-obatan. Lakukan praktik diam ini. Sama-tengah hati itu
kedudukannya di dalam pusat. Di sinilah perhimpunan tubuh-hatinyawa- rahasia. Semua berhimpun
pada Roh Qudus. Jangan lagi dihimpun-himpunkan. Sudah begitu prosesnya. Yang tahu hanyalah orang
yang sudah ada pengalaman tajalli. Pengalaman ini guru paling tinggi tidak dapat dibeli dengan uang.
Bagaimana mau cerita tajalli kalau tidak ada pengalaman proses tajalli. Dan sama-tengah hati itu Rahasia
Yang Mahakuasa dan Berkuasa atas semua diri manusia. Kalau kita tafakur dan semua berhimpun pada
samatengah hati, berproses sendiri. Tidak perlu kamu menghimpun-himpunkan lagi. Maka berusahalah
dalam tafakur seluruh zahir-batin satu dengan Roh Qudus. Kita akan mendengar zikir memuji Diri-Nya
sendiri. Dia yang berkata-kata. Di sini kita dapat pelajaran hakiki: kita bisa dengan sendirinya. Yang
Berkata-kata itu "wa fii anfusikum afalaa tubsirun". Sahnya tafakur: Ruh Qudus diam. Sehingga kita
bernyawa dengan hakiki/Nur. Untuk dapat tajalli, hendaklah perasaan sampai di pusat. Jangan ditarik-
tarik lagi."Orang yang satu ini" hendaklah dikenal karena ini tajalli Allah. Jalannya tajalli ada di dalam
diam; diam sediam-diamnya. Satukan ingatan dan perasaan sehingga Rahasia Allah yang ada pada jasad
bagus kerjanya. Diamkan suara, tidak ada lagi perkataan pikiran dan perasaan. Dapatlah mendengar
Rahasia yang ada pada jasad. Bicara hanya dengan hasil praktik tajalli. Biar dia ulama sekali pun, jangan
bicara soal tajalli kalau tidak dapat mengajarkan praktik tajalli. Hasil tajalli dengan bicara saja: tong
kosong nyaring bunyinya. Ingat kata Syaikh Junayd: "Inni ru'yatullah sitti namara." Aku melihat Allah 60
kali. Perhimpunan tafakur itu di sama-tengah hati. Jangan kamu himpun-himpunkan lagi. Tafakur itu
sa`atan saja. Yang dikatakan sa`atan itu tidak ada apa-apa lagi. Turunkan tali jangkar perahumu sampai
ke dasar samudera diam. Turunkan perasaan sampai di tempat diamnya, yakni di pusat. Khidmatkan
zahir-batinmu dengan tubuh yang diam itu, yakni tubuh Ruh Qudus. Inilah perasaannya perasaan;
Rahasia Tuhan yang ada di sama-tengah hatimu, yakni di pusat tubuh ini. Yang dikata "wa fii anfusikum
afalaa tubsirun", Aku ada di dalam diri kamu, mengapa kamu tidak mau kenal pada-Ku. Aku inilah tajalli
Rahasia Allah. Banyak-banyak baca Quran. Aku datangkan rahmat- Ku kepadamu. "Wafii anfusikum
afalaa tubsirun", Rahasia Tuhanmu ada di sama-tengah hati, yakni di pusatmu. Kenalilah tubuh Rahasia
Tuhan yang ada di pusatmu. Ada pada setiap manusia dan berkuasa pada setiap diri manusia. Rahasia
Tuhan itulah disebut ruh qudus; ruh yang suci; tubuh Rasulullah; Tubuh Allah Ta`ala. Dalam tafakur,
turunkan perasanmu sampai diamnya di pusat rasa diam. Tubuh yang diam itu, sewaktu kamu menarik
napas dan sewaktu kamu menurunkan napas, turunnya kamu ikuti beserta perasaan sampai sama-
tengah hati (pusat). Tubuh yang di pusat itu bersifat diam. Tidak ada keluar-masuk napas lagi. Itulah
sa`atan. Sesaat yang setara dengan 70 tahun ibadah. Yang dikatakan sa`atan itu tidak ada napas turun
naik lagi. Jasmani, ruhani, nurani, dan rahasia sudah esa dengan ruh qudus. Dan ruh qudus esa dengan
Rabbul Izzati. Selesailah kembali esa. -Arifbillah- KEWAJIBAN MENGENAL ALLAH MENGENAL ALLAH ITU
WAJIB ‫ کنت کنزًا مخفیًا فأ ﺭﺪ ﺕ أن أعرف فخلقت الخلق لکی أعرف‬Kuntu kanzan makhfiyyan fa `aradtu an u`rafa fa
khalaqtu ‘l-khalq li-kay u’raf. “Aku adalah khazanah tersembunyi. Aku berkehendak untuk dikenal maka
Ku-ciptakan makhluk sehingga dengan-Ku mereka mengenal-Ku.” Tujuan penciptaan makhluk ialah agar
makhluk mengenal Penciptanya. Jadi, Allâh‫ ﷻ‬utamanya berkehendak untuk dikenali. Allâh‫ﷻ‬
tidak membutuhkan ibadah kita sama sekali, terlebih lagi apabila kita tidak mengenal apa-siapa-
bagaimana yang disebut Tuhan itu. Apa sebab? Sebab seisi langit-bumi tidak menyembah-Nya pun Allâh
‫ ﷻ‬tetaplah Tuhan. Ad-dīnul aqli! Apalagi jelas, setiap yang bersifat "membutuhkan", pasti bukan
Tuhan. Ad-dīnul aqli! Tapi bukannya memikirkan Allâh‫ ﷻ‬itu dilarang? Betul. Tapi mengenal Allâh
‫ ﷻ‬itu wajib. Maksudnya? Maksudnya, kita wajib mengenal apa-siapa-bagaimana Allâh‫ ﷻ‬itu
sampai kita paham dan sadar bahwa yang disebut Tuhan itu tidak bisa dipikir-pikir, tidak bisa dirasa-rasa,
bahkan tidak bisa disebut. Sebab setiap yang bisa dipikir pasti bukan Allâh‫ﷻ‬, sebab setiap yang bisa
dirasa pasti bukan Allâh‫ﷻ‬, sebab setiap yang bisa disebut pasti bukan Allâh ‫ َلۡي َس َك ِم ۡث ِلِهۦ َشۡى ٌۖ۬ء‬.‫— ﷻ‬
Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. (Q.S. Asy-Syura [42]:11) Kata "Allâh" <~~ ini Nama-Nya,
Diri Yang Punya Nama yang mana? Yang Tidak Bisa Disebut. Yang Tidak Bisa Dipikir, dst. Nah, kalau
pemahaman kita sudah sampai pada formula ini:⠀ "Allâh‫ ﷻ‬itu tidak sama dengan segala sesuatu
yang bisa disebut-dipikir-dirasa", barulah kita stop perjalanan iqra mengenal Allâh‫ ﷻ‬sampai di situ.
Jangan dipikir-pikir lagi soal Allâh‫ ﷻ‬itu beginikah atau begitukah. <~~ inilah yang diharamkan. Sudah
tahu tidak bisa dipikirkan, kalau memaksa dipikir-pikirkan juga, bisa gila kamu. Inilah maksud judul status
di atas. Mengenal-Nya wajib, memikirkan-Nya haram. Jangan terbalik, kebanyakan kita sebelum ini tidak
mau berpikir dan memikirkan perihal ini. Belum apa-apa, sudah apriori terhadap bahasan-bahasan ilmu
tauhid. Lupa kalau wahyu pertama-perintah pertama-ayat pertama-syariat pertama itu bunyinya: IQRA!
Lupa kalau Nabi Ibrahim a.s. itu digelari Khalilullâh (Kekasih Allâh) dan secara aklamasi dinobatkan
sebagai Bapak Tauhid itu karena beliau akhirnya "menemukan Tuhan" melalui perjalanan iqra. Firman
Allâh‫ ﷻ‬dalam Q.S. Al-An’am 76-79: 76. "Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu)
dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada
yang tenggelam". 77. "Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi
setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk
kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat". 78. "Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit,
dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata:
"Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan." 79. "Sesungguhnya
aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada
agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan." "Banyak
orang tahu Tuhan, sedikit sekali yang mau kenal Tuhan." Inilah yang banyak dilalaikan ulama masa kini
dalam dakwahnya: lebih banyak bicara soal hukum dan akhlak, sedangkan pengenalan tentang Allâh
‫ ﷻ‬sering diabaikan. Padahal awwaludīn ma`rifatullâh = Padahal kalau pahaman tauhid sudah
mantap, pemahaman umat soal hukum dan akhlak pun bisa lebih paripurna. Ulamanya lalai sehingga
umat terlebih lalai. Islam itu dibangun dengan uṣuluddin, yaitu uṣul tauḥīd dan uṣul fiqḥ. Mengapa tema-
tema dakwah selama ini kadarnya tidak berimbang di antara keduanya (uṣul tauḥīd dan uṣul fiqḥ)? Itulah
PR bagi siapa pun Anda yang disebut ulama, kiyai, habaib, ustaż, da`i, gus, dan tuan-tuan guru. -
Arifbillah- Allah Qadim Azali Allah itu Qadim Azali, tetapi ADA meliputi sekalian alam. Yang meliputi
sekalian alam itu Zat-Nya, Sifat-Nya, Asma-Nya, Af`al-Nya. Semuanya ada di dalam alam. Sekalian baharu
alam itu mengambil ruang. Ruang itu adalah Tubuh Yang Kosong. Dalam Kosonglah berbagai-bagai alam
itu ada. Tubuh Kosong itu tidak bisa kita sebut alam, melainkan disebut Tubuh-nya alam. Kosong itulah
Af`al Allah. Af`al itu di sini artinya Tubuh. Dan Tubuh itu artinya Jasad. Jadi, Tubuh Allah itulah jasadnya
Qadim. Jasad Qadim itu jasad siapa? Tentulah Jasadnya Allah Ta`ala. Kehidupan kita seperti kehidupan
ikan di dalam air. Ikan dan air tidak bisa bercerai. Begitulah tubuh dengan nyawa. Kalau tidak ada ruang
tempat ber-ada, tentulah tidak ada keduanya. Keber-ada-an kita ini memerluakan ruang. Pahamilah
betul-betul sampai paham masalah ruang ini. Di bangku sekolahan saja ada pelajaran ilmu ukur ruang.
Dalam hati ada cahaya, tentulah ada yang berdiri pada cahaya itu. Cahaya lampu saja terang, mustahil
tidak ada yang berdiri di dalam cahaya itu. Yang ada di dalam cahaya hati itu Nur Muhammad. Nur
Muhammad inilah diri kita yang batin. Diri ini ada di sama-tengah hati. Biasa disebut Rahasia atau
nyawa. Perhimpunan diri itulah Ruh Qudus. Sewaktu kita takbir ihram, semua berhimpun di dalam
Rahasia yang di sama-tengah hati. Jangan dihimpun-himpunkan. Sudah begitulah ketentuannya kalau
kita takbir ihram. Kalau sudah tahu, hendaklah berkhidmat pada Allah. Jangan terpengaruh dengan yang
datang-datang, terpandang-pandang, terlintas-lintas. Bisa menjadi bala` kalau kita terpaku dengan yang
datang-datang, terpandang-pandang, terlintas-lintas itu sebab akan merusakkan shalat kita. Terpaku
dengan yang datang-datang, terpandang-pandang, terlintas-lintas itu akan mendatangkan bahaya pada
diri kita karena jin-setan-Iblis bisa meniru apa saja. Kalau terpaku pada hal-hal itu lalu ia sampai masuk
ke badan kita, akan menjadi bala`. Ini banyak terjadi pada orang yang sedang berzikir. Terpaku dengan
yang datang-datang, terpandang-pandang, terlintas-lintas ini, lalu orang ini asyik dengan yang datang-
datang, terpandang-pandang, terlintas-lintas itu lalu masuklah ke badannya. Tidak tahu dia bahwa itu
bukan cahaya Allah, justru setan yang masuk ke badan. Maka perlu dijaga berkhidmat kepada Allah yang
laysa kamitslihi syai`un. Orang yang sudah tahu ke-laysa kamitslihi syai`un-an Allah, tidak mungkin akan
terpengaruh dengan yang datang-datang, terpandang-pandang, terlintas-lintas karena semua itu bukan
Tuhan. Tuhan tetap laysa kamitslihi syai`un. Seperti bola lampu senter: apabila kuat terangnya, tidak
kelihatan kawat di dalamnya. Seperti besi yang ditempa: tidak kelihatan lagi besinya, bara saja yang
kelihatan. Begitulah semestinya kita dalam ibadah apa saja. Tidak ada pengaruh-pengaruh lagi. Kita akan
merasakan Perbuatan Allah saja yang ADA. Di sinilah kita perlu berkhidmat pada Allah dan kita akan
mendapat pelajaran dari Allah. Khidmatkan diri kita pada Allah yang laysa kamitslihi syai`un, maka kita
akan merasalah ke-laysakamitslihi-an Allah itu. Rahasia Allah itulah Ruh Qudus: Diri Yang Kuasa. Ada
pada sama-tengah hati. Itulah tempat husnul khatimah. Shalatlah di tempat husnul khatimah, yakni
tempat yang penuh rahmat. Orang menyebut, "Allah." Yang disebutnya itulah kebesaran Diri Yang Maha
Esa. Tuhan membuktikan kemahaesaan Diri-Nya: di-ada-kan-Nya Zat, Sifat, Asma, Af`al-Nya menjadi
sekalian alam. Itulah sebabnya alam itu Rahasia Tuhan. Rahasia-Nya. Kalau kita sudah tahu yang
dinamakan Rahasia Tuhan itu, tahulah kita bahwa Tuhan itu tidak ber-Zat, tidak ber-Sifat, tidak ber-
Asma, tidak ber-Af`al. Tuhan menjadikan Zat, Sifat, Asma, Af`al, tentulah Tuhan bukan Zat, bukan Sifat,
bukan Asma, bukan Af`al karena tidak ada yang menjadikan [atau menciptakan] Tuhan. Untuk apa yang
dijadikan Tuhan mau kita samakan dengan Tuhan. Lebih baik kita khidmatkan saja diri kita pada Tuhan.
Akan terbukalah kerahasiaan Tuhan. Mau bertemu dengan barang yang hilang, kita mencari ke sana-ke
sini. Kalau mau mencari Tuhan, tidak perlu cari ke sana-ke sini. Sebaik-baiknya diam saja. Karena Tuhan
tidak bergerak-tidak diam; tidak datang-pergi, tidak keluar-masuk, tidak naik-turun, yang naik-turun;
keluar-masuk itu napas, napas bukan Tuhan. Lebih baik masuk ke tempat husnul khatimah. Orang tahu
diam secara syariat saja, seperti melamun ketika susah. Diam yang dikatakan di sini bukan yang seperti
itu, melainkan diam yang dikatakan Rasulullah sebagai "diam itu emas". Diam yang bernilai emas ini
bagaimana? Inilah diam yang perlu dicari dan dipelajari. Diam emas yang diperintahkan Nabi inilah yang
musti kita cari dan kita praktikkan. -Arifbillah- CAHAYA TUHAN BERNAMA ALLAH Ketika belum ada
sesuatu, tentu belum ada yang mengatakan Tuhan. Kemudian Tuhan Berkehendak diri-Nya disebut
Tuhan dan minta dikenal, maka diciptakanlah makhluk. Makhluk apa yang pertama diciptakan-Nya?
Inilah yang perlu dikenal, yaitu Cahaya Diri-Nya Sendiri. Inilah Rahasia Diri-Nya, inilah yang bernama
Allah. Jadi, Cahaya Diri Tuhan itulah yang bernama Allah, juga bernama Nur, juga bernama Rahasia.
Insan dan semesta alam juga dari Cahaya Diri-Nya. Jika Cahaya itu diri kamu, sampailah kamu dan
beserta Tuhanlah kamu. - Arifbillah - ۞ ‫ٱُهَّلل ُنوُر ٱلَّس َم ٰـ َو ٲِت َو ٱَأۡلۡر ِۚض َم َثُل ُنوِرِهۦ َك ِم ۡش َكٰو ٍ۬ة ِفيَہا ِم ۡص َباٌۖح ٱۡل ِم ۡص َباُح ِفى ُز َج اَج ٍۖة‬
‫ٌۚ۬ر‬
‫ٱلُّز َج اَج ُة َك َأَّنَہا َكۡو َك ٌ۬ب ُد ِّر ٌّ۬ى ُيوَقُد ِم ن َش َج َر ٍ۬ة ُّم َبٰـَرَڪ ٍ۬ة َز ۡي ُتوَنٍ۬ة اَّل َش ۡر ِقَّيٍ۬ة َو اَل َغ ۡر ِبَّيٍ۬ة َيَكاُد َز ۡي ُتَہا ُيِض ٓى ُء َو َلۡو َلۡم َتۡم َس ۡس ُه َنا ُّنوٌر َع َلٰى ُنوٍۗ۬ر َيۡہ ِد ى‬
)٣٥( ‫ ٱُهَّلل ِلُنوِرِهۦ َم ن َيَشآُۚء َو َيۡض ِرُب ٱُهَّلل ٱَأۡلۡم َثٰـَل ِللَّناِۗس َو ٱُهَّلل ِبُك ِّل َشۡى ٍء َع ِليٌ۬م‬Allah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan
cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita
itu di dalam kaca [dan] kaca itu seakan-akan bintang [yang bercahaya] seperti mutiara, yang dinyalakan
dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, [yaitu] pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah
timur [sesuatu] dan tidak pula di sebelah barat [nya], yang minyaknya [saja] hampir-hampir menerangi,
walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya [berlapis-lapis], Allah membimbing kepada cahaya-
Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. An-Nur:35) -Arifbillah- KENAL DIRI KENAL ALLAH Man
'arafa nafsahu, faqad 'arafa Rabbahu; man 'arafa Rabbahu, fasadal jasad. Siapa kenal dirinya, kenallah ia
akan Tuhannya; siapa kenal Tuhan, binasa jasadnya. Perkataan di atas tampaknya merupakan simpulan
dari hadis qudsy berikut: Kuntu kanzan makhfiyyan fa aradtu an u'rafa khalaqtu 'l-khalq li-kay u'raf "Aku
ialah khazanah (perbendaharaan) tersembunyi. Aku berkehendak untuk dikenal, maka Ku-ciptakan
makhluk sehingga dengan-Ku mereka mengenal-Ku." Klausa dengan-Ku mereka mengenal-Ku ini ada
penjelasannya pada Q.S. Hijr:29 ‫ َفِاَذ ا َسَّو ْيُتٗه َو َنَفْخ ُت ِفْيِه ِم ْن ُّر ْو ِح ْي َفَقُعْو ا َلٗه ٰس ِج ِد ْيَن‬Maka apabila Aku telah
menyempurnakan kejadiannya, dan Aku telah meniupkan ruh-Ku ke dalamnya, maka tunduklah kamu
kepadanya dengan bersujud. Dari ayat ini diketahui bahwa diri manusia itu terdiri atas ruh, jasad, dan
(belakangan timbul) nafs. Dari pertemuan ruh dan jasad ini Allah kehendaki timbul nafs pada manusia.
Jadi diri kita itu keesaan tiga hal: ruh nafs (nafsu/jiwa/rasa "ada-diri") jasad Ruh berkehendak dengan
kehendak Allah, sedangkan jasad berkehendak dengan kehendak nafsu yang juga dikompori bisik setan.
‫ َوَم ۤا ُاَبِّرُئ َنْفِس ْي ۚ ِاَّن الَّنْفَس َاَلَّم اَر ٌۢة ِبالُّس ْٓو ِء ِااَّل َم ا َرِح َم َر ِّبْي ؕ ِاَّن َر ِّبْي َغ ُفْو ٌر َّر ِح ْيٌم‬Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas
(dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu)
yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang." [Q.S.
Yusuf:53] Maka diri kita yang wajib dikenal itu tentu diri yang merupakan rahmat besar dari Allah, yaitu
ruh sebab ruh kita ini Zat Allah alias Nur Ilahi. Hanya manusia (baik muslim maupun nonmuslim) yang
ruhnya dari Nur Ilahi.. makanya malaikat dan jin diperintahkan bersujud pada Adam a.s. karena manusia
itu dinobatkan sebagai khalifah di muka bumi: makhluk ketuhanan, bukan makhluk kehambaan.
[Makanya aneh kalau ada ulama mengajarkan umat pakai jin-jin khadam untuk perlindungan diri atau
untuk ini-itu, toh sudah ada ketuhanan pada diri manusia..sudah ada wa fii anfusikum 'afalaa tubsirun
pada kita(Az-Zariyat:20-21), kenapa musti pakai-pakai jin pula?! Rusak deh akidah-syariah jadinya] ‫َوِفى‬
‫ اَاْلْر ِض ٰا ٰيٌت ِّلْلُم ْو ِقِنْيَن ۙ َوِفْۤي َاْنُفِس ُك ْم ؕ َاَفاَل ُتْبِص ُرْو َن‬Dan di bumi terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-
orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? [Q.S. Az-
Zariyat: 20-21] Kita sudah tahu diri yang wajib dikenal pada kita itu diri ruh. Kita sudah tahu ruh kita ini
Zat Allah. Maka ketahuilah ruh kita alias Zat Allah/Nur Ilahi itu 'laysa kamitslihi syai'un', tidak sama
dengan segala sesuatu. Ini buktinya: ؕ‫َفاِط ُر الَّسٰم ٰو ِت َو اَاْلْر ِضؕ َجَعَل َلـُك ْم ِّم ْن َاْنُفِس ُك ْم َاْز َو اًجا َّو ِم َن اَاْلْنَع اِم َاْز َو اًجاۚ َيْذ َر ُؤ ُك ْم ِفْيِه‬
‫( َلْيَس َك ِم ْثِلٖه َش ْي ٌءۚ َو ُهَو الَّس ِم ْيُع اْلَبِص ْيُر‬Allah) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu pasangan-
pasangan dari jenis kamu sendiri, dan dari jenis hewan ternak pasangan-pasangan (juga). Dijadikan-Nya
kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang
Maha Mendengar, Maha Melihat. [Q.S. Asy-Syura: Ayat 11] ‫َهْل َاٰت ى َع َلى اِاْل ْنَس اِن ِح ْيٌن ِّم َن الَّدْهِر َلْم َيُك ْن َشْيًئـا َّم ْذ ُك ْو ًرا‬
Bukankah pernah datang kepada manusia waktu dari masa, yang ketika itu belum merupakan sesuatu
yang dapat disebut? [Q.S. Al-Insan: Ayat 1] Ketahuilah juga ruh kita = Zat Allah = Nur Ilahi itu esa beserta
Allah. Allah dan Zat-Nya itu esa; Pencipta Zat dengan Zat itu esa. Ilahi dan Nur Ilahi itu esa; Pemilik Nur
dengan Nur itu esa: seperti Matahari dan cahayanya, tidak ada jarak-antara matahari dengan cahayanya.
seperti api dengan panasnya, tidak ada batas-pemisah api dari panasnya. Mari lanjutkan bahasan kita
ini, ruh kita Zat Allah Zat Allah esa dengan Allah jadi, ruh kita ini esa beserta Allah (billah) maka ruh kita
itu berkehendak dengan Kehendak Allah (Iradat) Tapi jasad kita berkehendak dengan kehendak nafsu,
jadi musti bagaimana? Sabar, ikuti uraian selanjutnya. Kembali ke topik, Man 'arafa nafsahu, faqad 'arafa
Rabbahu Man 'arafa Rabbahu, fasadal jasad Siapa kenal dirinya, kenallah ia akan Tuhannya Siapa kenal
Tuhan, binasa jasadnya Maksud frasa binasa jasad atau fana fillah ini bukan dengan cara memfana-
fanakan diri, menafi-nafikan diri, meniada-tiadakan diri, mengosong-kosongkan diri, melenyap-
lenyapkan diri, itu sih malah mempermudah jalan masuk jin-setan ke jasad sebagaimana banyak
dipraktikkan oleh sebagian besar kalangan tasawuf-lalai dengan konsep huluul-ittihad, wahdatul wujud,
maupun manunggaling kawulo-gusti-nya. Allah sudah menetapkan diri nafs kita ini ada. Mustahil kita
mau meniada-tiadakan yang sudah Allah tetapkan adanya meskipun nafs kita ini sekadar wujud fana.
Semakin kamu meniada-tiadakan diri nafsu, makin ada-lah dia meraja. Semakin kamu meniada-tiadakan
diri, semakin zindik, kufur wal kafirlah kamu. Jihad melawan hawa nafsu (jihadunnafs) juga bukan
dengan menemui ulama instan yang bisa melakukan pengosongan, pengisian, pembukaan, pengiriman
atau transfer, sesuatu pada muridnya sehingga sang murid seketika bisa begini-begitu untuk ini-untuk
itu. Ingat, ilmu yang instan-instan itu biasanya dari setan. Jihad melawan hawa nafsu itu jihad melawan
diri sendiri. Artinya jihad itu berlangsung sepanjang hayat. Kamu selesai berjihad kalau kamu sudah mati.
Namanya juga perjuangan menundukkan diri sendiri, maka pergulatannya berlangsung selama masih
ada diri dan perjuangannya bersifat munfarid alias sendiri-sendiri alias dilakukan oleh diri masing-
masing. Gunakanlah akalmu. Mana mungkin kamu percaya begitu saja pada ulama yang bisa seketika
menyetel diri kamu? Seketika itu juga kamu berubah 180 derajat? Itu namanya cuci otak alias keimanan
hipnosis. Hidayah dari Allah memang terjadi seketika, tetapi pada diri kamu tetap berlaku proses alami
perubahan. Yang namanya proses itu sunatullah juga dan Allah mengubah kamu tanpa perubahan:
artinya orang sekitarmu masih mengenalmu seperti dirimu sebelumnya, tetapi ada tambahan kesan
kebaikan padamu. Tidak drastis. Apa bedanya mendadak saleh dengan mendadak sakti atau mendadak
gila? Ingat, yang instan-instan itu kalau bukan dari nafsu, biasanya dari setan. Ulama atau mursyid yang
sesungguhnya pasti meneladani Sang Nabi, yaitu hanya bersifat membimbing dan menunjukkan cara
agar kamu bisa menang menundukkan hawa nafsumu sendiri berdasarkan Quran dan sunnah. Kalau
keimanan hipnosis, adakah dalilnya?! Fana fillah itu bukan begitu caranya. Mengesakan diri pada Allah
itu ada cara sahihnya. Bagaimana caranya? Lakukanlah perintah syariat. Apa itu Syariat? Syariat itu hal
yang dikehendaki Allah bagi manusia, berlaku pada anggota jasad. Untuk apa bersyariat? Agar manusia--
dengan suka maupun terpaksa--esa jasad dan nafsunya dengan ruh. Jasad dan nafsu esa dengan ruh,
maka esalah zahir-batin kita beserta Allah (billah). Jadi penghambaan dan peribadatan itu sebenarnya
pengesaan zahir-batin pada Yang Maha Esa. Sempurnanya syariat itu yang bagaimana? Diri kita itu ada
ruh dan jasad (beserta nafs); zahir dan batin. Pada zahir, dalam syariat berlaku rukun fi'li (gerakan) dan
rukun qawli (bacaan). Pada batin, dalam syariat berlaku rukun qalbi (hadir hati) Hadir hati (musyahadah)
dalam ibadah itu bukan dengan menerjemahkan bacaan Arab dalam hati, bukan juga dengan
membayang-bayangkan Allah berupa “alif-lam-lam-ha” atau makna "Tuhan" dalam lintasan pikiran
berupa apa pun. Ingat, Man abdal Asma faqad kafar, Man abdal ma'na fa huwa munafiqun. Siapa
menyembah Asma, maka ia kafir, Siapa menyembah makna, maka ia munafik. ‫َو ِلَيْع َلَم اَّلِذ ْيَن َناَفُقْو اۚ َوِقْيَل َلُهْم َتَع اَلْو ا‬
‫َقاِتُلْو ا ِفْي َس ِبْيِل ِهّٰللا َاِو اْدَفُعْو اۚ َقاُلْو ا َلْو َنْع َلُم ِقَتااًل اَّل َّتَبْع ٰن ُك ْم ؕ ُهْم ِلْلُك ْفِر َيْو َم ِئٍذ َاْقَر ُب ِم ْنُهْم ِلِاْل ْيَم اِن ۚ َيُقْو ُلْو َن ِبَاْفَو اِهِهْم َّم ا َلْيَس ِفْي ُقُلْو ِبِهْم ؕ َو ُهّٰللا‬
‫" ۚ َاْعَلُم ِبَم ا َيْكُتُم ْو َن‬..dan untuk menguji orang-orang yang munafik, kepada mereka dikatakan, "Marilah
berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)." Mereka berkata, "Sekiranya kami mengetahui
(bagaimana cara) berperang, tentulah kami mengikuti kamu." Mereka pada hari itu lebih dekat kepada
kekafiran daripada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak sesuai dengan isi
hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan." [Q.S. Ali 'Imran: 167] Hadir hati
(musyahadah) itu dengan menundukkan diri nafsu. Diri nafsu itu berupa pikiran dan perasaan kamu.
Maka yang disebut musyahadah pada Allah atau hadir hati ke hadirat Allah itu dengan mendiamkan
pikiran dan perasaan. Kenapa mengingat Allah itu dengan mendiamkan pikiran dan perasaan? 'Kan
sudah tahu, Zat saja sudah bersifat laysa kamitslihi syai'un, tidak sama dengan segala sesuatu yang bisa
dipikir dan dirasa. Apalagi Rabbul izzati Sang Pencipta Zat, pastikan terlebih tidak bisa dipikir-pikir,
terlebih tidak bisa dirasa-rasa. Dalam Kitab Nasaihul Ibad, Syaikh Nawawi al-Bantani mencantumkan
sabda Nabi Saw., ‫ والصوم جنة من النار‬, ‫ والصدقة تطفىء غضب الرب والصمت افضل‬, ‫الصال ة عما دالدين والصمت افضل‬
‫ والجهادسنا م الدين والصمت افضل‬, ‫“ والصمت افضل‬Salat itu tiang agama, sedangkan diam itu lebih utama;
sedekah itu dapat memadamkan murka Allah, sedangkan diam itu lebih utama; puasa itu benteng
neraka, sedangkan diam itu lebih utama; dan jihad itu adalah puncak agama, sedangkan diam itu lebih
utama.” (‫“ رواه الديلمى عن ابى هريرة ( الصمت ارفع العبادة‬Diam adalah ibadah tingkat tinggi.” (H.R. Ad-Dailami
dari Abu Hurairah). Itulah sebabnya dikatakan para arif billah, Man arafallaaha kalla lisanuhu "Siapa
(sebenar-benar) mengenal Allah, kelu lisannya." kelu lisan ← diam pikiran dan perasaannya. Maka
sempurna syariat itu, misalnya dalam salat: badan bergerak: berdiri-takbir-ruku-sujud-salam, mulut
mengucap:bacaan yang disunnahkan, hati (pikiran dan perasaan) diam: kekal (billah) beserta Allah Yang
Tidak Bisa Dipikir-pikir dan Tidak Bisa Dirasa-Rasa. Keadaan syariat yang sempurna itu fasadal jasad
Maksudnya, kalau dalam setiap ibadah syariat kita apapun bentuknya (salat, tadarus, zikir, dsb.) kita
pakai rukun qalbi "diam" itu, suatu hari Allah akan tunjukkan pada kita.. Allah akan karuniakan pada kita:
Pada saat ibadah itu kita akan merasakan fasadal jasad atau "binasa jasad" yang dimaksud. Bukan jasad
kita jadi hilang atau tidak kelihatan, melainkan kita masih melihat jasad kita, tetapi kita tidak merasakan
berjasad lagi. Ujung-ujungnya nanti, pada kesadaran kita: hanya Allah saja Ada. Laa mawjudun Ilallaah.
Laa ilaahaa ilaallaah. Inilah puncak billahi (beserta Allah). Inilah keadaan yang diisyaratkan dalam
anjuran Muutu qabla anta muutu. Matikan diri (nafs)-mu sebelum mati. ‫َاَوَم ْن َك اَن َم ْيًتا َفَاْح َيْيٰن ُه َو َجَع ْلَنا َلٗه ُنْو ًرا‬
‫ َّيْمِش ْي ِبٖه ِفى الَّناِس َك َم ْن َّم َثُلٗه ِفى الُّظُلٰم ِت َلـْيَس ِبَخاِرٍج ِّم ْنَهاؕ َك ٰذ ِلَك ُز ِّيَن ِلْلٰك ِفِرْيَن َم ا َكاُنْو ا َيْع َم ُلْو َن‬Dan apakah orang yang sudah
mati lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah
orang banyak, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar dari
sana? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir terhadap apa yang mereka kerjakan.
[Q.S. Al-An'am: Ayat 122] Kalau sudah billahi, di alam Allaahua'lam-lah kamu. Kasyaf jugalah kamu. Seisi
alam dunia-akhirat terpandang semua. Kenapa bingung? Namanya juga di Allaahua'lam. PERINGATAN
Puncak billah itu TUHAN-HAMBA ESA ← ini maksudnya bukan kita jadi Allah dan bukan Allah jadi kita.
TUHAN-HAMBA ESA: Jauh tidak berjarak; dekat tiada antara dan tiada bersentuh. ESA: TUHAN BESERTA
SEKALIAN MAKHLUK ITU SATU-SATUNYA. Pandai-pandai mengambil paham. Jangan tersalah paham.
Dalam Islam, tidak pernah ada Tuhan menyurup ke makhluk. Dalam Islam, tidak pernah bisa makhluk
jadi setara dengan Tuhan atau menjadi Tuhan. Camkan itu. Dalam Islam, tidak ada konsep lenyap aku,
ada Tuhanku; lenyap Tuhanku, ada aku. Mengenal Allah tidak bisa dengan diri jasad maupun diri nafsu
kita yang bersifat hadis (’barang kasar’ atau baharu). Mau tidak mau kita hanya bisa mengenal dan
‘sampai pada’ Allah melalui diri kita yang qadim, yaitu diri ruh (ruhul qudus) kita sendiri. Caranya dengan
bersyariat yang disanding makrifat. Bersyariat yang disanding dengan rukun qalbi diam-. ← Dengan
demikian, esalah jasad dan nafs pada ruh. Kenallah jasad dan nafs kita pada ruhnya sendiri. Kalau jasad-
nafs mengenal ruhnya sendiri, sucilah zahir-batin kita karena ruh itu Kemahasucian Allah. Jangan lupa
bahwa ruh itu Zat Allah alias Nur Ilahi yang bersifat Mahasuci. Kalau totalitas diri kita sudah suci, esalah
dengan Yang Mahasuci. Jadi, jihad akbar setiap muslim yang sesungguhnya ialah berproses menjadi
wujud ruhani yang bercahaya-cahaya meskipun masih tampak berupa jasad berkulit-berdaging-
bertulang-berdarah. Supaya bisa total meneladani Rasulullah Saw.: ber-Mi`raj ke Sidratul Muntaha
dengan dengan ruh-nafs-jasad sekaligus. Aamiinullaah. ‫ُقْل ِاَّنَم ۤا َاَنۡا َبَشٌر ِّم ْثُلُك ْم ُيْو ٰٓح ى ِاَلَّي َاَّنَم ۤا ِاٰل ُهُك ْم ِاٰل ـٌه َّواِح ٌد ۚ َفَم ْن َك اَن‬
‫ َيْر ُجْو اِلَقٓاَء َر ِّبٖه َفْلَيـْع َم ْل َع َم اًل َص اِلًح ـاَّو اَل ُيْش ِرْك ِبِع َباَد ِة َر ِّبٖۤه َاَح ًدا‬Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya aku ini hanya
seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah
Tuhan Yang Maha Esa." Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah
dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia menyekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah
kepada Tuhannya. As-syariatu bila haqiqatu, atilah; al-haqiqatu bila syariah, batilah Syariat tanpa
hakikat, sia-sia; hakikat tanpa syariat, sesat yang nyata. Biar sedikit amal, yang penting mengenal.
Setelah mengenal, semakin beramal. Inilah rangkuman garis besar tauhid (syariat-tarikat-hakikat-
makrifat) yang disampaikan Nabi Muhammad Rasulullah Saw. taklama setelah tiba hijrah di Madinah.
Inilah disebut Pusaka Madinah. Inilah tariqatul Muhammadiyah, tarikat yang penghulu utamanya Nabi
Muhammad Rasulullah Saw. sendiri, bukan kelas umat. Tariqatul Muhammadiyah inilah Islam. Islam
tanpa embel-embel firqah apapun. Bukan Sunni-Aswaja, bukan Syiah, bukan Wahhabi-salafy, bukan
Sufisme-tasawuf, bukan Ahmadiyah, bukan IslamLib, bukan lain-lainnya. Islam saja. Islam. Ti-tik. -
Arifbillah- ALLAH TIDAK BERTEMPAT Shadrul Islam, al-'Aalim, al-Ushuli al-Mutafannin, al-Imam Abu
Manshur Abdul Qaahir bin Thoohir bin Muhammad at-Tamimi al-Isfarayini al-Baghdadi ada seorang
ulama besar bermazhab Syafi`i dan antara pemuka al-'Asyairah yang masyhur. Beliau hidup sebelum
Ibnu Taimiyyah al-Harrani di mana beliau wafat dalam tahun 429H. Beliau sezaman dengan Imam
Muhammad al-Juwayni (ayahanda Imam al-Haramain Abdul Malik bin Muhammad al-Juwayni, guru
Hujjatul Islam al-Ghazali) dan termasuk generasi ketiga para Imam al-'Asyairah. Antara ulama yang
menjadi gurunya ialah Imam Abu Ishaq al-Isfarayini yang masyhur itu. Imam Abu Manshur 'Abdul Qaahir
al-Baghdadi menuntut ilmu sehingga menguasai 17 cabang ilmu dengan baik, sehingga beliau dipuji oleh
Syaikhul Islam Abu Utsman as-Shabuni sebagai " salah seorang Imam Ushuluddin yang paling utama dan
berotoriti mengenai Islam dengan ijma` ulama-ulama kenamaan dan berwibawa. Antara kemegahan
beliau ialah Imam al-Baihaqi, Imam Abul Qasim al-Qusyairi dan Imam Nashir al-Mirwazi adalah antara
murid-murid beliau. Imam besar ini juga meninggalkan banyak karangan yang bernilai, antaranya: 1.
Bulughul Mada min ushulil huda; 2. Fadaih al-Karramiyyah; 3. al-Farqu bainal firaq; 4. al-Fakhir fil awail
wal awakhir; 5. al-'Imad fi mawaritsil 'ibaad; 6. Ibtal al-qawl bit tawallud; 7. Manaqib al-Imam asy-Syafi`i;
8. Masyariq an-Nur wa Madarik as-Surur fil kalam; 11. Syarh Miftah Ibn al-Qass; 13. Nasikh al-Quran wa
mansukhhuh' 15. Naqd Abi Abdillah al-Jurjani fi tarjih Madzhab Abi Hanifah; 16. al-Qadhaya fid dawr wal
washoya; 17. Syarh hadits Iftiraq Ummati; 19. Tafdhil al-faqir ash-shobir 'ala al-ghani asy-syakir;
Berhubung persoalan "di mana Allah?", Imam Abdul Qaahir bin Thoohir bin Muhammad al-Baghdadi
menulis dalam karangannya yang masyhur "al-Farqu baina al-Firaq" pada fashal ke 3 dalam
menerangkan segala usul yang telah disepakati (telah diijma`kan) oleh Ahlus Sunnah wal Jama`ah pada
halaman 256 menulis antaranya: Dan Ahlus Sunnah wal Jama`ah telah ijma` bahawasanya Allah s.w.t.
tidak bertempat dan tidak lalu atas-Nya masa, bersalahan dengan pegangan golongan al-Hisyaamiyyah
dan al-Karaamiyyah yang mendakwa Allah bertempat di arasyNya. Dan telah berkata Amirul Mu'minin
'Ali r.a.: "Sesungguhnya Allah ta`ala telah menciptakan arasy untuk menzahirkan qudratNya dan bukan
untuk dijadikan tempat bagi zatNya". Baginda juga berkata: "Dan adalah Allah ta`ala wujud tanpa
tempat dan Dia sekarang atas sebagaimana sediakalanya". Kesimpulannya, mudah sahaja: Kewujudan
Allah berbeza dengan kewujudan makhluknya. Antara perbezaannya ialah wujud Allah tanpa bertempat
dan wujud makhluk mengambil tempat dalam bahasa tok-tok guru dulu "mengambil bagi lapang".
Bagaimana orang yang berakal boleh menempatkan tempat bagi Allah, sedangkan tempat itu juga satu
makhluk yang baharu. Jika dikatakan Allah di atas arasy, maka yang dimaksudkan dengan atas itu adalah
kadar kedudukan atau maqamnya yang Maha Tinggi dan bukannya difahami secara zahir sebagai tempat
kedudukannya. Insya-Allah, di lain posting kita akan lihat tafsiran para ulama kita berhubung dengan
ayat-ayat dan hadits-hadits sifat ini. Kita beriman dengan firman Allah bahawa Dia beristiwa` atas arasy
sebagaimana difirmankanNya, tetapi tidaklah dikita ketahui makna hakikat firmanNya itu dan kita
serahkan maksudnya kepada Allah semata-mata tanpa pergi lebih jauh daripada itu. Inilah pegangan
kebanyakan ulama Salaf. Tetapi jika ada ulama yang mentakwilkan istiwa` itu sebagai menguasai, maka
tidaklah boleh dikeji sebagai silap, kerana hakikatnya memanglah Allah yang menguasai arasy dan
sekalian makhluk ini. Hanya yang sesat ialah orang yang mengatakan bahawa Dzat Allah itu memang
berada atau bertempat di arasy, maka itulah pendapat yang salah dan sesat. Maha Suci Allah daripada
mengambil bagi lapang. Penulis Asal : Abu Muhammad (Bahrus Shofa) Huraian Lanjut "Dimana Allah" -
Pegangan Ahlus Sunnah wal Jamaah Assalamu'alaikum. Segala Puji bg. Allah Yg. Maha Esa, Selawat &
Salam Buat Nabi Junjungan Muhammad S.A.W. Merujuk posting terdahulu mengenai "Dimana Allah",
maka di sini kubawakan akan hujahku agar jelas 'itiqadku buat teman2 semua. Renungkanlah dgn hati yg
terbuka kerana kita semua hanyalah pada jalan meng-Esa-kan Allah. Tiadalah niatku untuk berdebat
atau menjadi juara akan pada perkara ini. hanyalah menyatakan akan pegangan sebenar ahlus sunnah
waljama'ah. Dan berpegang akan Perintah Kekasih kita Nabi Muhammad S.A.W. "Ballighu minni lau al-
ayat" . Mudah2an mendapat Rahmat Allah akan kita sekeliannya. Disini ku nukilkan huraian lanjut
mengenai perkara tersebut yang telah dihuraikan oleh saudaraku Abu Muhammad. Wassalam. Antara
dalil yang biasa dikemukakan oleh puak hasywiyah bagi menetapkan Allah bertempat di langit ialah
Hadits Jariah. Maka dijajalah hadits ini ke sana ke mari untuk menegakkan pegangan mereka bahawa
Allah itu mengambil tempat di langit, subhanAllah. Maka ramai, kalangan awam terpengaruh dengan
kalam fahisy mereka ini, serta beri'tiqad bahawa Allah itu di langit, subhanAllah. Tidaklah mereka
mengetahui bahasan dan penjelasan dan keterangan daripada para ulama kita berhubung dan mengenai
hadits tersebut, sama ada kerana memang mereka tidak mengetahuinya atau sengaja buat-buat tak
tahu. Ulama-ulama kita sebenarnya telah membahaskan dengan panjang lebar akan hadits ini dari
segala aspeknya, baik sudut riwayat dan thuruqnya, sehinggalah kepada perbezaan lafaznya antara satu
riwayat dengan riwayat yang lain kerana Hadits Jariah ini mempunyai riwayat yang berbilang-bilang.
Untuk posting ini aku nukil yang diriwayatkan Imam Muslim dalam "al-Jami` ash-Shohih" jilid 1, juzuk 2,
halaman 70 - 71, kitab al-masaajid wa mawaadhi` ash-sholaah, bab tahriim al-kalaam fi ash-sholaah wa
nasakha maa kaana min ibaahatih. Ianya adalah sebahagian daripada hadits yang panjang yang
menceritakan kisah Sayyidina Mu`aawiyah bin al-Hakam as-Sulamiy r.a. mentasymit seseorang yang
bersin ketika bersholat di belakang Junjungan Nabi s.a.w., lalu selesai sholat dia ditegur oleh Junjungan
Nabi s.a.w. dengan menyatakan bahawa dalam sholat tidak boleh berbicara selain daripada tasbih,
takbir dan pembacaan al-Quran. Setelah itu Sayyidina Mu`aawiyah telah bertanya beberapa persoalan
kepada Junjungan Nabi s.a.w. dan di antaranya ialah mengenai permerdekaan seorang hambanya
(jariahnya) yang telah ditempelengnya. Untuk ringkas aku tidak nukilkan keseluruhan hadits tersebut,
cuma aku letakkan di sini bahagian akhirnya berhubung dengan kisah jariah tersebut. Pada halaman 71,
jilid 1, juzuk 2 kitab tersebut, Imam Muslim rhm. meriwayatkan, antara lain, sebagai berikut: "(Telah
berkata Mu`aawiyah bin al-Hakam as-Sulamiy) Aku mempunyai seorang jariah yang menggembala
kambingku di sebelah bukit Uhud dan al-Jawwaniyyah. Suatu hari ketika aku menjengoknya, tiba-tiba
seekor serigala telah melarikan seekor kambing dari gembalaannya. Dan aku sebagai seorang manusia
menjadi marah sebagaimana manusia lainnya, lalu aku menampar mukanya sekali. Kemudian aku
mendatangi Junjungan Nabi s.a.w. dan baginda memandang serius perbuatanku yang sedemikian (yakni
menampar muka si jariah tersebut). Aku berkata kepada Junjungan Nabi s.a.w.: "Wahai Rasulallah,
adakah kumerdekakan dia", (yakni sebagai menebus kesilapan menampar tadi, dia hendak
memerdekakan si jariah tersebut) ? Junjungan Nabi s.a.w. menyuruh agar si jariah didatangkan kepada
baginda. (Apabila si jariah berada di hadapan Junjungan Nabi s.a.w.), Junjungan Nabi s.a.w. bertanya
kepadanya: "Di manakah Allah ?" Jariah tersebut menjawab: " Di langit." Junjungan s.a.w. bertanya lagi:
"Siapakah aku?", jariah tersebut menjawab: "Engkau Rasulullah." Junjungan bersabda: "Merdekakanlah
dia, bahawasanya dia seorang wanita yang beriman." Itulah matan hadits mengenai jariah tersebut,
manakala di pinggir atau tepi halaman yang sama tercatat nota tepi seperti berikut: Perkataannya (yakni
perkataan dalam matan hadits) - "Dia (si jariah) berkata: "Di langit," - yakni (sebagai membuktikan)
bahawasanya dia bukan termasuk dalam golongan yang menuhankan selain Allah yang Maha Gagah
yang kegagahan dan keperkasaanNya mengatasi segala hamba dan tidak ada sesuatu pun yang
menyerupaiNya. Dan dikatakan bahawasanya tafsir bagi firman Allah : "Patutkah kamu merasa aman
(tidak takut) kepada Tuhan (yang pusat pemerintahanNya) di langit itu ..." (al-Mulk: 16 - Tafsir Pimpinan
ar-Rahman), tafsir "Dia yang di langit" itu ialah Allah ta`ala dengan takwil kekuasaanNya (yakni
ditafsirkan dengan takwil seperti dikatakan "Allah yang (kekuasaanNya) di langit" atau "Allah yang (pusat
kekuasaanNya atau pemerintahanNya) di langit", bukan hanya ditafsirkan dengan semata-mata makna
"Allah yang di langit") Sekarang, mari ikhwah lihat apa perkataan Imam an-Nawawi rhm. berhubung
hadits ini. Komentar Imamuna an-Nawawi ini terdapat dalam syarahnya yang masyhur atas Shohih
Muslim iaitu "Shohih Muslim bi syarhi al-Imam an-Nawawi", jilid 3, juzuk 5, halaman 24, di mana Imam
an-Nawawi menyatakan, antara lain:- Sabda Junjungan Nabi s.a.w. ("Di manakah Allah ?" Jariah tersebut
menjawab: " Di langit." Junjungan s.a.w. bertanya lagi: "Siapakah aku?", jariah tersebut menjawab:
"Engkau rasulullah." Junjungan bersabda: "Merdekakanlah dia, bahawasanya dia seorang wanita yang
beriman."). Hadits ini adalah daripada hadits-hadits sifat yang dalam memahaminya ada 2 mazhab (jalan
atau cara) yang mana kedua-duanya telah dinyatakan terdahulu dalam kitab al-iman (yakni pada awal
atau permulaan kitab). Jalan yang pertama ialah beriman dengannya (yakni dengan hadits tersebut)
tanpa mendalami apa yang dimaksudkannya disertai dengan i'tiqad bahawasanya Allah ta`ala itu tidak
menyerupai sesuatu apa pun dan mensucikanNya daripada segala tanda-tanda atau sifat-sifat makhluk.
Jalan yang kedua pula ialah mentakwilkan hadits tersebut dengan apa yang layak bagi Allah. Maka
sesiapa yang berpegang dengan jalan yang kedua ini, berpeganglah dia dengan bahawasanya yang
dimaksudkan dengan hadits tersebut ialah Junjungan Nabi s.a.w. menguji jariah tersebut untuk
mengetahui sama ada dia seorang ahli tawhid yang mengakui Maha Pencipta, Maha Pentadbir dan
Maha Pembuat adalah Allah semata-mata, yang mana Dialah Tuhan yang apabila seseorang memohon
kepadaNya maka dia menghadap ke langit sebagaimana apabila seseorang sembahyang dia menghadap
kaabah, dan tidaklah perlakuan sedemikian ini (yakni menghadap ke langit ketika berdoa atau
menghadap kaabah ketika bersholat) menunjukkan bahawasanya Allah terbatas di langit sebagaimana
juga tidaklah Dia terbatas pada jihat (arah) kaabah (yakni Allah tidak dibatasi oleh sebarang tempat
kerana Dia Maha Suci daripada segala tempat dan arah, subhanAllah). Bahkan perbuatan menghadap ke
langit itu adalah kerana langit itu adalah kiblat orang yang berdoa sebagaimana kaabah itu kiblat bagi
orang yang sholat. Atau si jariah tadi ialah seorang penyembah segala berhala yang menyembah
berhala-berhala tersebut di hadapan mereka (yakni di sisi atau bersama mereka di bumi), maka tatkala
dia menjawab: "Di langit," diketahuilah bahawasanya dia seorang ahli tawhid dan bukannya seorang
penyembah berhala (yakni jika jariah tersebut seorang penyembah berhala, nescaya dia tidak akan
menjawab bahawa Allah Tuhannya di langit, tetapi dia akan menunjukkan berhala yang disembahnya
yang berada bersamanya di bumi ini). Telah berkata al-Qaadhi 'Iyaadh: "Tidak ada khilaf di kalangan
umat Islam sekaliannya (qaathibatan), ahli-ahli fiqh mereka, ahli-ahli hadits mereka, ahli-ahli kalam
mereka, para pemuka dan pengikut mereka bahawasanya segala nas yang pada zahirnya menyebut
Allah di langit seperti firman Allah ta`ala: "Patutkah kamu merasa aman (tidak takut) kepada Tuhan
(yang pusat pemerintahanNya) di langit itu, menunggang-balikkan bumi menimbus kamu,.....( al-Mulk:
16 - Tafsir Pimpinan ar-Rahman) dan ayat-ayat yang seumpamanya tidaklah diertikan atau dimaknakan
secara zahir bahkan ditakwilkan di sisi mereka semua (yakni semua umat Islam, salaf dan khalaf
semuanya mentakwilkan nash-nash ayat dan hadits tersebut, cuma kebanyakan ulama salaf
mentakwilkannya secara ijmal sahaja dan mentafwidhkan makna hakikinya kepada Allah semata-mata,
sekali-kali tidak mereka berpegang dengan makna zahir ayat dan hadits tersebut, bahkan mereka
takwilkan maknanya dengan mengakui kelemahan fikiran mereka untuk memahami makna hakikinya
lalu mereka mensucikan Allah dari menyerupai makhlukNya serta menyerahkan bulat-bulat makna dan
pengertian ayat atau hadits tersebut kepada Allah s.w.t. sahaja, manakala kebanyakan ulama khalaf
mentakwilkannya dengan tafshil). Diharap ikhwah yang budiman boleh memahami akan perkara ini
dengan sebenar-benar faham. Jelas sudah mengikut Imam an-Nawawi yang menukilkan kalam Qadhi
'Iyaadh yang menyatakan bahawa dengan ayat-ayat atau hadits-hadits sifat yang mutasyabbihat, maka
ianya ditanggapi dengan 2 cara atau kaedah, iaitu ditakwilkan secara ijmal dengan mentanzihkan Allah
daripada menyerupai makhlukNya yang baharu dan ditafwidhkan maknanya terus kepada Allah semata-
mata, tanpa sebarang komentar. Ini yang diisyaratkan oleh Imam Ibnu Hajar al-'Asqalaani yang
menyebut dalam "Fathul Bari" bahawa Imam al-Baihaqi telah meriwayatkan dengan sanad yang shohih
daripada Imam Ahmad bin Abi al-Hawaari bahawasanya Imam Sufyan bin 'Uyainah rhm berkata: "Segala
sifat yang difirmankan Allah bagi diriNya dalam al-Quran, maka tafsirannya ialah pembacaan ayat
tersebut dan diam daripada membicarakannya." Hal ini jugalah dinyatakan oleh Imam Ibnu Hajar al-
Haitami dalam "Fatawa Haditsiyyah" yang menyatakan bahawa sesungguhnya khilaf ulama salaf dengan
ulama khalaf hanyalah pada penggunaan takwil tafshil sahaja, di mana ulama salaf lebih mengutamakan
takwil secara ijmal dan mendiamkan diri daripada berbicara lebih lanjut mengenainya kerana keelokan
zaman mereka itu menyebabkan perbahasan panjang lebar mengenai hal ini tidak diperlukan. Tetapi
para khalaf mengutamakan takwil secara tafshil kerana zaman mereka telah banyak manusia-manusia
yang rosak, ahli-ahli bid`ah dan sebagainya. Untuk memperjelaskan lagi, yang dimaksudkan dengan
takwil ijmal itu ialah lencongan makna kalimah dengan ringkas tanpa memberi erti alternatifnya.
Contoh, kalimah al-yad yakni tangan, jika dikatakan "Tangan Allah atas segala tangan mereka", maka
takwil ijmalnya ialah kalimah tangan di sini dilencongkan maknanya dari pengertian biasa sebagai satu
anggota atau satu juzuk tubuh badan kepada makna selain pengertian biasa tersebut, iaitu ianya bukan
membawa erti satu anggota atau satu juzuk daripada Dzat Allah yang Maha Mulia, tetapi ianya adalah
satu sifat yang tidak kita ketahui akan hakikatnya dan Allah sahaja yang mengetahui hakikatnya. Maka
tangan yang asal maknanya satu juzuk anggota dilencongkan maknanya kepada satu sifat yang lemah
akal kita untuk memahami hakikatnya. Inilah takwil ijmal perlakuan kebanyakan salaf. Tidaklah mereka
beri'tiqad bahawa Allah itu bertangan dengan tangan yang layak bagi Dzatnya. Ini bukan i'tiqad para
salaf, tetapi i'tiqad orang-orang yang mengaku salaf zaman ini. Bila salaf kata tangan Allah, ia merujuk
kepada satu sifat dan bukan satu juzuk atau satu anggota daripada Dzat yang Maha Mulia, subhanAllah,
Maha Suci Allah daripada berjuzuk-juzuk dan beranggota-anggota. Kaedah ini memang lebih selamat
(aslam), kerana hanya Allah sahaja yang Maha Mengetahui, tetapi bagi kalangan awam yang hanya
duduk mendengar - dengar sahaja mungkin dikhuathiri membawa fitnah kerana awam akan memahami
kalimah tangan itu dengan makna lazim iaitu satu anggota, lalu beri'tiqadlah si awam bahawa Allah juga
beranggota kerana mempunyai tangan, cuma tanganNya tidaklah seperti tangan makhluk, iaitu tangan
yang layak bagi DzatNya, subhanAllah, ini tidak lain melainkan i'tiqad hasywiyah dan mujasimah yang
mentasybih serta mentajsimkan Allah, subhanAllah. Oleh itu, apabila sampai zaman khalaf, di mana
manusia-manusia terutama golongan awam sudah mengutamakan dunia daripada akhirat, di mana
banyak juhala` berbanding 'ulama, maka para Khalaf yang merupakan pewaris para salaf mentakwilkan
ayat-ayat dan hadits-hadits mutasyabbihaat ini dengan takwil tafshil demi menutup jalan bagi awam
untuk berfikir yang bukan-bukan terhadap Dzat Allah yang Maha Mulia. Maka ditakwilkan tangan itu
kepada kekuasaan dan sebagainya, maka bila dikatakan "Tangan Allah di atas segala tangan mereka",
ditakwilkanlah secara tafshil sebagai "Tangan yakni kekuasaan Allah mengatasi segala kekuasaan
mereka". Maka terhindarlah orang awam daripada berfikir yang bukan-bukan, oleh itu dikatakan
bahawa jalan khalaf ini lebih ahkam yakni lebih mantap kerana ianya memantap dan menetapkan
pegangan awam serta mencegah mereka daripada mengkhayal-khayalkan sifat yang tidak layak bagi
Allah, seperti menyerupai akan segala makhluk yang baharu. Harap segala ikhwan, baik lelaki maupun
perempuan, khuntsa pun jika ada, faham betul-betul akan bahasan ini. Jika masih belum faham, maka
diam itu keselamatan sebagaimana sabdaan Junjungan Nabi s.a.w. : man shomata najaa (yakni "Sesiapa
yang mendiamkan diri, selamat"), dan duduklah tuan dan puan, sidi dan siti di hadapan para ulama tuan-
tuan guru dengan mengaji menadah segala kitab peninggalan para ulama salaf dan khalaf.
Sesungguhnya ilmu itu cahaya, bertambah ilmu nescaya bertambah cahaya, insya-Allah, tapi syaratnya
hendaklah ilmu yang naafi` yang bermanfaat, bukan ilmu semata-mata ilmu untuk berjidal dan
bermegah-megah. Berbalik kepada hadits jariah tadi, maka selain penjelasan di atas, ada lagi penjelasan
dan keterangan lain daripada para ulama kita dari berbagai aspek bahasannya. Dari semua penjelasan
tersebut, maka mereka menyimpulkan bahawa apa yang dimaksudkan oleh hadits tersebut bukanlah
menetapkan tempat bagi Allah. Oleh itu, sesiapa yang mengatakan bahawa Allah itu bertempat di
sesuatu tempat seumpama langit, maka menyalahilah dia akan pegangan Ahlus Sunnah wal Jama`ah,
jadi janganlah dok perasan bahawa dirinya pembela Ahlus Sunnah wal Jama`ah. Dan tidaklah tepat
baginya untuk menjadikan hadits jariah ini sebagai hujjah untuk mensabitkan bahawa Allah bertempat
di langit. Apatah lagi hadits ini walaupun shohih tidaklah mencapai darjat mutawatir. Maka apa caranya
dia hendak menjadikan hadits ini sebagai hujjahnya untuk menyesatkan orang yang tidak sependapat
dengan i'tiqad hasywiyahnya itu. Perkara ini adalah antara kesimpulan yang telah ditekan dan
diperjelaskan oleh mantan Mufti Tunisia, Syaikh Muhammad Mukhtar as-Salaami (hafizahUllah). Bahkan,
jika dilihat "Shohih Muslim", kita dapati bahawa Imam Muslim rhm sendiri tidak meletakkan hadits ini
dalam kitab al-iman atau bab-bab yang berhubung dengan keimanan dan pegangan aqidah tetapi beliau
meletakkannya dalam bab fiqh berhubung hukum hakam sembahyang iaitu kitab al-masaajid wa
mawaadhi` ash-sholaah, bab tahriim al-kalaam fi ash-sholaah wa nasakha maa kaana min ibaahatih
(kitab mengenai masjid-masjid dan tempat-tempat sembahyang, bab haram berkata-kata dalam
sembahyang serta menasakhkan riwayat yang mengharuskan berkata-kata dalamnya). Maka isyaratnya
ialah hadits ini hanyalah untuk dijadikan hujjah dalam bab-bab fiqh semata-mata. Menjadikannya
sebagai hujjah dalam mensabitkan secara qathi`e akan usul aqidah menunjukkan lemahnya si
penghujjah itu daripada memahami uslub dan kaedah dalam menetapkan 'aqidah pegangan umat ini.
Allahu a'lam Dicatat oleh Abu Muhammad Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata : ‫إنه تعالى كان وال مكان‬
‫“ فخلق الـمكان وهو على صفة األزلية كما كان قبل خلقه الـمكان ال يجوز عليه التغِيير فى ذاته وال في صفاته‬Sesungguhnya Allah
ta’ala ada dan tidak ada tempat, maka Dia (Allah) menciptakan tempat, sementara Dia (Allah) tetap atas
sifat azali-Nya, sebagaimana Dia (Allah) ada sebelum Dia (Allah) menciptakan tempat, tidak boleh atas-
Nya berubah pada dzat-Nya dan pada sifat-Nya”. [Kitab Ithaf As-Sadati Al-Muttaqin –Jilid 2-halaman 36].
Ke-4 ulama salaf dari 4 mahzab ijma' untuk tidak dimaknai secara dhohir ayat-ayat mutasyabihat,
meyakini dengan apa yang diturunkan Allah dengan apa adanya,tidak menta'wilnya dan tidak
menayakan bagaimananya. Rujukan dari imam syafi'i Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata : ‫إنه تعالى كان‬
‫“ وال مكان فخلق الـمكان وهو على صفة األزلية كما كان قبل خلقه الـمكان ال يجوز عليه التغِيير فى ذاته وال في صفاته‬Sesungguhnya
Allah ta’ala ada dan tidak ada tempat, maka Dia (Allah) menciptakan tempat, sementara Dia (Allah)
tetap atas sifat azali-Nya, sebagaimana Dia (Allah) ada sebelum Dia (Allah) menciptakan tempat, tidak
boleh atas-Nya berubah pada dzat-Nya dan pada sifat-Nya”. [Kitab Ithaf As-Sadati Al-Muttaqin –Jilid 2-
halaman 36]. Kemudian tentang hadist jariah : Inilah pemahaman Imam Syafi’i tentang Hadits Jariyah :
Berkata Imam asy-Syafi’i –rahimahullah- : - ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ وهو إن صح فكان النبي‬،‫واختلف عليه في إسناده ومتنه‬
‫ أين‬:‫ فقال لها‬،‫ فأراد أن يعرف إيمانها‬،‫ فإنها وأمثالها قبل اإلسالم كانوا يعتقدون فياألوثان أنها آلهة في األرض‬،‫خاطبها على َقدِر معرفتها‬
‫ وأنها مؤمنة باهلل الذي في‬،‫ عرفأنها برئت من األوثان‬،‫ في السماء‬:‫ فلما قالت‬،‫هَّللا ؟ حتى إذا أشارت إلى األصنام عرف أنها غير مؤمنة‬
‫ وأشارت إلى ظاهر ما ورد به الكتاب‬،‫ أو أشار‬،‫السماء إله وفي األرض إله‬. “Dan telah terjadi khilaf pada sanad dan
matan nya (hadits jariyah), dan seandainya shohih Hadits tersebut, maka adalah Nabi –shallallahu ‘alaihi
wasallam- bertanya kepada hamba tersebut menurutkadar pemahaman nya, karena bahwa dia (hamba)
dan kawan kawan nya sebelum Islam, merekameyakini bahwa berhala adalah Tuhan yang ada di bumi,
maka Nabi ingin mengetahui keimanan nya,maka Nabi bertanya : “Di mana Allah?” sehingga apabila ia
menunjuk kepada berhala, Nabimengetahui bahwa ia bukan Islam, maka manakala ia menjawab : “Di
atas langit” Nabi mengetahui bahwa ia terlepas dari berhala dan bahwa ia adalah orang yang percaya
kepada Allah yaitu Tuhan dilangit dan Tuhan di bumi, atau Nabi mengisyarah dan ia mengisyarah kepada
dhohir yang datangdalam Al-Quran”. Lihat Kitab Tafsir Imam asy-Syafi’i pada surat al-Mulk -:‫قال هللا عَّز وجَّل‬
‫ َأَأِم ْنُتْم َم ْن ِفي الَّس َم اِء‬dan Lihat Kitab Manaqib Imam Syafi’i jilid 1 halaman 597 karangan Imam Baihaqqi, pada
Bab: -‫ما يستدل به على معرفة الَّش اِفِع ي بأصول الكالم وصحة اعتقاده فيها‬- -Arifbillah- TAUHID KASYAF Tauhid itu
mengesakan segala sesuatu kepada Allah Swt. Maka dalam tauhid, wajib kita paham dahulu tentang Zat-
Sifat-Asma-Af'al Allah. Karena ilmu tauhid itu terdiri atas Tauhidul Zat, Tauhidul Sifat, Tauhidul Asma,
dan Tauhidul Af'al. Apabila paham hal ini, akan berhasillah musyahadah kamu. Kalau berhasil jalan
musyahadah kamu, akan ketemulah kamu pada dirimu sendiri kasyaf qalbi dan kasyaf syir. Ilmu kasyaf
diisyaratkan dalam Quran Surah Al-Kahfi ayat 65-82, yaitu tentang pertemuan Nabi Khidr ‫ عليه السالم‬dan
Nabi Musa ‫عليه السالم‬. Di pengajian Tauhid Hakiki Pusaka Madinah, ilmu kasyaf ini diberi sebutan sesuai
dengan pemberi ijazahnya, yaitu ilmu firasatan Nabi Khidr. Memang di luar sana banyak yang mengaku-
aku berguru dari Nabi Khidr, tetapi yang benar bertemu bisa membedakan dan bisa mendeteksi
pengakuan palsu itu. Kasyaf dalam pengertian tauhid hakiki ialah terbukanya hijab/pembatas antara
seorang hamba dengan Tuhannya sehingga ia dipandangkan Allâh‫ ﷻ‬perihal hakikat kenyataan di
sekelilingnya. Selain dipandangkan, bahkan si ahlul kasyaf ini pun digerakan-Nya. Perhatikan sandaran
dalil berikut: “Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku umumkan perang kepadanya, dan hamba-Ku
tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku
wajibkan, jika hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan kebaikan, maka
Aku mencintai dia, jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah pendengarannya yang ia jadikan untuk
mendengar, dan pandangannya yang ia jadikan untuk memandang, dan tangannya yang ia jadikan untuk
memukul, dan kakinya yang dijadikannya untuk berjalan, jikalau ia meminta-Ku, pasti Kuberi, dan jika
meminta perlindungan kepada-Ku, pasti Ku-lindungi. Dan Aku tidak ragu untuk melakukan sesuatu yang
Aku menjadi pelakunya sendiri sebagaimana keragu-raguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin
yang ia (khawatir) terhadap kematian itu, dan Aku sendiri khawatir ia merasakan kepedihan sakitnya.”
(H.R. Bukhari 6021) Masih sulit memahaminya? Baiklah. Cermati i`tibar (analogi) berikut ini: Ahlul kasyaf
ialah orang² yang hatinya bersih sebening air paling bening karena ia selalu menjaga agar hatinya tidak
bersangka-sangka terhadap apapun; kepada siapa pun. Surah Al-Hujurāt [49]:12 ‫َيٰٓـَأُّيَہا ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنوْا ٱۡج َتِنُبوْا َك ِثيً۬ر ا‬
‫ٱلَّظِّن ۡث ٌۖ۬م‬
‫ِإ‬ ‫ ِّم َن ٱلَّظِّن ِإَّن َبۡع َض‬Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa. Qalbun mu’min baitullah, ‘hati orang mukmin itu istana Allāh‫’ﷻ‬
(H.R. Abu Dawud). Nah, kalau hati kita tidak bersangka-sangka, maka ia laksana air bening yang tembus-
menembus. Perhatikan gambar: saking beningnya air dalam gelas, ia tidak menghalangi langit biru,
tipisnya awan, bersitan cahaya matahari, bahkan dahan pohon kelapa di belakangnya. Itulah yang
disebut pandangan tembus-menembus. Pandangan Tembus-menembus Seperti itulah para `arif billāḥ
menjadi cermin yang memantulkan keaslian orang² di sekitarnya. Bukan karena `arif billāḥ tersebut
mencari² tahu pakai nafsu (seperti cara para dukun ahli terawang dan ahli ngimpleng yang dibodohi
informasi palsu dari jin itu), melainkan ia diberitahu Allâh‫ ﷻ‬langsung melalui sirr hatinya. Diberitahu
oleh Allâh‫ ﷻ‬secara langsung? Memang bisa? Sangat bisa. Tentu saja bisa. Karena ada 4 jenis bisikan
dalam hati. Diberitahu oleh Allâh‫ ﷻ‬secara langsung itu seperti apa hal-keadaannya? Perhatikan
gambar berikut sebagai i`tibar (analogi) untuk memudahkan paham. "Diam adalah ibadah tingkat tinggi."
(H.R. Ad-Dailami) Air tergenang yang diam ketika tertetesi seperti pada gambar, niscaya si air tersebut
akan menerima gelombang ke sekujur jasad airnya. Betul 'kan?! Nah, kalau hati kamu tidak bersangka-
sangka, artinya hati kamu diam seperti air tergenang yang diam tadi. Ketika Allâh‫ ﷻ‬memberi
petunjuk-Nya, niscaya sekujur jiwa-ragamu akan menerima informasi Ilahiyah tersebut. Logis? Sangat
logis! Adīnul aqli. Bagaimana cara mempraktikannya dalam keseharian? Pasang rukun qalbi salat di
dalam dan di luar salat. Karena yang disebut `ulil albāb itu orang² yang mengingat Allâh‫ ﷻ‬dalam
setiap keadaan (Q.S. Al-`Imrān [3]: 190-191). ‫ۖ ۚ ِاَّن ِفْي َخ ْلِق الَّسٰم ٰو ِت َو اَاْلْر ِض َو اْخ ِتاَل ِف اَّلْيِل َو الَّنَهاِر ٰاَل ٰي ٍت ُاِّلوِلى اَاْلْلَباِب‬
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-
tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, ‫اَّلِذ ْيَن َيْذ ُك ُرْو َن َهّٰللا ِقَياًم ا َّو ُقُعْو ًدا َّوَع ٰل ى ُج ُنْو ِبِهْم َو َيَتَفَّك ُرْو َن ِفْي َخ ْلِق الَّسٰم ٰو ِت‬
‫( َو اَاْلْر ِضۚ َر َّبَنا َم ا َخ َلْقَت ٰهَذ ا َباِط اًل ۚ ُسْبٰح َنَك َفِقَنا َع َذ اَب الَّناِر‬yaitu) orang-orang yang mengingat Allāh sambil berdiri,
duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau,
lindungilah kami dari azab neraka. [Q.S. Al-Imran:190-191] Rukun qalbi salat itu seperti apa? Pembuktian
Nyata (Mu`anayah) Ilmu Kasyaf di Keseharian Kalau hatimu senantiasa berkekalan pada Allâh‫ﷻ‬
dengan mengamalkan rukun qalbi salat di keseharian, niscaya kamu laksana cermin yang memantulkan
keaslian orang² di sekitarmu. Allâh‫ ﷻ‬akan tunjukkan padamu siapa di antara kawan-kawanmu yang
benar-benar ikhlas dan mana yang munafik paling culas; mana yang benar-benar amanah dan mana
yang pengkhianat paling samar. Allâh‫ ﷻ‬menunjukkannya padamu melalui diri-diri mereka sendiri.
Orang² yang gerak-geriknya atas dorongan nafsu akan senantiasa gelisah dan tidak nyaman berada di
dekatmu dan cepat atau lambat mereka tidak akan tahan menyembunyikan keaslian dirinya sendiri
terhadapmu. Bisa melalui kebohongan dan fitnah yang terbongkar. Bisa juga melalui tindakan²
bodohnya yang hina-memalukan terhadapmu. Bisa juga melalui dalih-dalih dalam lisan santun dan
gerak-gerik sopan pada bahasa tubuhnya yang palsu. Akhlaqul karimah kelas kosmetik belaka.
Bagaimana jika sesama ahlul kasyaf berjumpa? Di situlah nikmat ukhuwwah islamiyyah dengan akhlaqul
karimah yang asli terjadi dan dirayakan. Dalam situasi apa pun, seorang `arif billāḥ tidak menderita
kerugian sama sekali sebab dirinya sudah tertempa dengan mental alḥamdulillāh `alā kulli hāl alias
nothing to lose. Semakin bersyukurlah ia kepada Allâh‫ ﷻ‬dihindarkan dari pergaulan dengan
manusia-manusia di bawah standar seperti tadi, yaitu manusia-manusia yang penuh kepalsuan, durhaka,
pengkhianat, pendendam, dan pendengki; sebagaimana diisyaratkan sebaliknya dari hadis berikut ini:
“Ya Rasulullâh! Siapakah orang yang terbaik itu? Maka beliau menjawab: yaitu orang mukmin yang
bersih hatinya. Maka ditanyakan lagi: apakah artinya orang yang bersih hatinya itu wahai Rasulullâh?
Beliau lalu menjawab: ialah orang yang takwa, bersih tidak ada kepalsuan padanya, tidak ada
kedurhakaan, pengkhianatan, dendam dan kedengkian.” (H.R. Ibnu Majah) Ketika semua itu terbongkar
sendiri, di situlah si ahlul kasyaf sangat layak dan berhak merendahkan manusia-manusia receh itu
sesuai dengan keperluan situasinya. Kalau Allâh‫ ﷻ‬sudah berkehendak menghinakan seseorang,
siapa yang sanggup menahan-Nya? -Arifbillah- TIAP INGIN ADALAH NAFSU "Semua manusia binasa,
kecuali orang berilmu, orang berilmu pun binasa, jika tidak mengamalkan ilmunya, orang yang
mengamalkan ilmu pun binasa, jika tidak disertai ikhlas, orang ikhlas pun binasa, jika masih merasa ke-
aku-an diri : masih ada maksiat batin. Setiap keinginan adalah nafsu. Kata nafsu dalam bahasa Indonesia
diserap dari kata bahasa Arab an-nafs yang bermakna "diri" atau "jiwa". Dalam perkembangan
pragmatiknya, kata nafsu terkait erat dengan konsep ego atau "ke-aku-an". Yang dikatakan nafsu itu
adalah keinginan. Menginginkan surga itu nafsu. Maukah kamu salat ber-imam pada orang yang
beribadah dengan nafsu? Kita dipersilakan menjadi imam salat berjamaah lalu merasa dalam hati bahwa
diri ini memang layak mengimami jemaah, merasa ada diri itu najis batin. Maukah kamu ber-imam pada
orang yang batinnya bernajis? Dalam ibadah ada rukun fi'li [gerakan], qauli [bacaan], dan qalbi
[pandangan hati]. Tentulah berlaku juga rasa fi'li, rasa qauli, dan rasa qalbi. Ada orang membacakan ayat
terlalu dialun-alun, dimerdu-merdu saja sudah dapat dirasa dengan rasa qalbi bahwa orang ini riya.
Melihat gerak-gerik fi'linya juga sudah dapat dirasa dengan rasa qalbi bahwa orang tersebut ada
ujubnya. Itu sebabnya ada anjuran Nabi Muhammad Rasulullah Saw. agar imam salat berjamaah agar
tidak membawakan surah yang panjang-panjang. Itu sebabnya ada juga orang-orang tasawuf yang
maqam sirr-nya sudah tinggi bila salat bermakmum pada imam yang berkualitas riya, mereka akan
membatalkan salatnya dan mengulangi salatnya secara munfarid*). ekarang saja langsung terasa...
begitu terbaca bagian *) ini oleh "mereka", serta-merta mereka sibuk membuka-buka file kumpulan
hadis yang biasa dicopas. Jangan kaget kalau yang "mereka" cari itu hadis di bawah ini untuk dibuat
status sindiran: "Sungguh aku punya keinginan untuk memerintahkan shalat dan didirikan, lalu aku
memerintahkan satu orang untuk jadi imam. Kemudian pergi bersamaku dengan beberapa orang
membawa seikat kayu bakar menuju ke suatu kaum yang tidak ikut menghadiri shalat dan aku bakar
rumah-rumah mereka dengan api." (HR Bukhari dan Muslim) Tanggapan: Apakah sama berimamkan
Rasulullah Saw. dan atau berimamkan empat sahabat utama, atau berimamkan para tabi'in, tabiut
tabi'in yang dikenal luas sebagai kaum salafus saleh dengan berimamkan ulama-ulama mujassimah yang
mempersonifikasi Allah sebagai berwajah, bertangan dan bersemayam di Arsy, yang mengaku-aku
sebagai kaum salaf padahal pengikut setia si Wahab? Apakah sama berimamkan Rasulullah Saw. dan
atau berimamkan empat sahabat utama, atau berimamkan para tabi'in, tabiut tabi'in yang dikenal luas
sebagai kaum salafus saleh dengan berimamkan ulama-ulama kebatinan yang memelihara sekelompok
jin agar dipandang orang sebagai memiliki karamah? "Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat,
atau samakah gelap gulita dan terang benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi
Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut
pandangan mereka?" [Q.S. ar-Ra'd:16] Sebagaimana melakukan penyembahan itu wajib dengan disertai
pengenalan pada Allah; demikian juga sebaiknya kita mengenal dengan baik orang-orang di lingkungan
kita yang biasa menjadi imam shalat berjamaah di masjid. Tulisan ini tidak menetapkan bahwa setiap
imam masjid itu memendam najis batin di dalam dirinya juga tidak menyeru umat agar jangan salat
berjamaah di masjid 'kan?! Tidak semua orang tertipu dengan penampilan zahir saja. Ada dapat yang
memandang dengan zahir sekaligus dengan rasa. Dari sinilah dapat diketahui adanya riya pada
seseorang yang diamati. Mustahil rasa dari Rahasia [sirr] itu bohong. Perkataan sebagian awliya Allah, ‫من‬
‫" لم يذوق لم يعرف‬man lam yadzuuk lam ya'rif" Siapa tidak pernah merasa, tidak akan pernah tahu. Akan
tetapi, sedikit orang yang mau mengetahui tentang rasa. Bukankah sirr itu rasa. Rasa itu Rahasia.
Ketahuilah masalah rasa ini. Rasa ini ada di hati. “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasad-jasad
kalian dan tidak juga kepada rupa-rupa kalian akan tetapi Allah melihat kepada hati-hati kalian.” (H.R.
Muslim). Mengapa Allah memandang hati? Karena hatilah yang berhubungan langsung ke alam raib
["alam" Tuhan], bukan alam gaib. Kita tidak tahiu "alam" Tuhan ini, tetapi hati merasakan. Sebab, siapa
yang kenal dengan Allah? Ruh. siapa yang pernah mendengar Kalam Allah? Ruh. siapa yang pernah
menyaksikan Allah? Ruh. Dan [ingatlah], ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka [seraya berfirman]: "Bukankah Aku
ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul [Engkau Tuhan kami], kami menjadi saksi". [Kami lakukan yang
demikian itu] agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami [bani Adam] adalah
orang-orang yang lengah tentang [keesaan]ini (Q.S. al-A'raaf:172) Jadi, sudah ada sama`, bashar, kalam,
[dan seluruh sifat 20] itu pada ruh sejak di alam arwah. Orang tauhid menerima bicara orang syariat
bahwa mereka beramal dengan lillahi ta'ala; tetapi mengapa orang syariat tidak mau menerima bicara
orang tauhid tentang ibadah billahi ta'ala? Bukankah laa hawla wa laa quwwata illa billah? Cobalah
sekali-sekali santapan makrifat ini. "...agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami
[bani Adam] adalah orang-orang yang lengah tentang ini." -Arifbillah- WASIAT MA'RIFAT MURSYID
KEPADA MURID Orang bodoh adalah orang yang tidak tahu keber-ada-annya ada di atas syariat. Kita
bukan berada di alam jin, setan, Iblis. Kita berada di alam fana akan ke alam barzakh dan alam akhirat.
Jangan sampai kita tidak bersyariat karena manusia telah diber-ada-kan di atas peraturan agama.
Taatilah urusan agama itu. Itu aturan Tuhan. Jangan kamu ikuti hawa nafsu meninggalkan syariat. Itu
sama dengan kamu mengikuti setan-Iblis. Tangis Ruh akan Jasad Ruhani sudah Esa dengan Tuhan.
Jangan sampai jasad tidak esa dengan Tuhan, ruhani akan menuntut. "Itulah kamu jasad, kebinasaan
kamu itu karena kamu tidak mau mengenal aku ini ruhmu. Ruh yang sudah diberi tahu Tuhan sebagai wa
fii anfusikum afalaa tubsirun [Q.S. Adz-Dzariyaat:21]. Karena kamu tidak kenal aku ada pada dirimu juga,
bagaimanalah aku akan memberi petunjuk Tuhan padamu? Kamu tidak kenal." "Karena kamu tidak
kenal, setan-Iblis yang memberimu petunjuk. Kamu kira itu dari Tuhan. Kalau sudah begini, binasalah
kau jasad. Aku juga merasakan." "Kalau kamu kenal aku ini, kamu akan tahu mana yang dari setan-Iblis
dan dari makhluk-makhluk lainnya dan kamu akan tahu yang dari aku itu dari Allah. Maka kau kenalilah
wa fii anfusikum ini. Sudah berapa lama aku bersama manusia, tapi sedikit sekali manusia yang mau
kenal dengan aku." "Sejak kau lahir sampai mendekat akhir hayat, tidak ada sekali kamu mau mengenal
aku. Jika kaurasakan kesedihanku akan kamu, hai jasad, mungkin kamu tidak akan berhenti menangis
saat ini juga. Apalah artinya hidup bersama-sama di dunia yang fana ini jika di alam barzakh dan alam
baqa kita bercerai. Hendaklah bersama-sama juga." "Tuhan sudah memberi tahu, wa huwa ma`akum
ainama kuntum: di mana kamu, di situ Aku [Q.S. Al-Hadiid:4]. Berarti kita berdua tidak boleh bercerai
dan tidak ada ingat-mengingat. Jagalah, ingat itu bukan dekat, melainkan jauh. Bahkan Tuhan
menjelaskan lagi, kita berdua ini tidak ada antara. Kalau urat lehermu itu dekat dengan kamu, aku
terlebih dekat lagi dengan kamu." "Berarti kamu dengan aku; aku dengan kamu itu sudah esa. Satu.
Bukan bersatu, bukan menyatu, melainkan Satu. Tidak ada antara lagi. Pahamilah hikmah ini dan
selidikilah pengertian satu ini. "Aku selalu mengingatkan jasad, tetapi kebanyakan jasad berkehendak
terus dengan nafsu. Tetapi aku menghendaki aku dengan jasadku tidak bercerai. Jasad saja yang suka
bercerai denganku karena jasad mengikuti kehendak nafsu, bukannya dengan kehendak ruhani." -
Arifbillah- Allah itu Qadim Azali, tetapi ADA meliputi sekalian alam. Yang meliputi sekalian alam itu Zat-
Nya, Sifat-Nya, Asma-Nya, Af`al-Nya. Semuanya ada di dalam alam. Sekalian baharu alam itu mengambil
ruang. Ruang itu adalah Tubuh Yang Kosong. Dalam Kosonglah berbagai-bagai alam itu ada. Tubuh
Kosong itu tidak bisa kita sebut alam, melainkan disebut Tubuh-nya alam. Kosong itulah Af`al Allah. Af`al
itu di sini artinya Tubuh. Dan Tubuh itu artinya Jasad. Jadi, Tubuh Allah itulah jasadnya Qadim. Jasad
Qadim itu jasad siapa? Tentulah Jasadnya Allah Ta`ala. Kehidupan kita seperti kehidupan ikan di dalam
air. Ikan dan air tidak bisa bercerai. Begitulah tubuh dengan nyawa. Kalau tidak ada ruang tempat ber-
ada, tentulah tidak ada keduanya. Keber-ada-an kita ini memerluakan ruang. Pahamilah betul-betul
sampai paham masalah ruang ini. Di bangku sekolahan saja ada pelajaran ilmu ukur ruang. Dalam hati
ada cahaya, tentulah ada yang berdiri pada cahaya itu. Cahaya lampu saja terang, mustahil tidak ada
yang berdiri di dalam cahaya itu. Yang ada di dalam cahaya hati itu Nur Muhammad. Nur Muhammad
inilah diri kita yang batin. Diri ini ada di sama-tengah hati. Biasa disebut Rahasia atau nyawa.
Perhimpunan diri itulah Ruh Qudus. Sewaktu kita takbir ihram, semua berhimpun di dalam Rahasia yang
di sama-tengah hati. Jangan dihimpun-himpunkan. Sudah begitulah ketentuannya kalau kita takbir
ihram. Kalau sudah tahu, hendaklah berkhidmat pada Allah. Jangan terpengaruh dengan yang datang-
datang, terpandang-pandang, terlintas-lintas. Bisa menjadi bala` kalau kita terpaku dengan yang datang-
datang, terpandang-pandang, terlintas-lintas itu sebab akan merusakkan shalat kita. Terpaku dengan
yang datang-datang, terpandang-pandang, terlintas-lintas itu akan mendatangkan bahaya pada diri kita
karena jin-setan- Iblis bisa meniru apa saja. Kalau terpaku pada hal-hal itu lalu ia sampai masuk ke badan
kita, akan menjadi bala`. Ini banyak terjadi pada orang yang sedang berzikir. Terpaku dengan yang
datang-datang, terpandang-pandang, terlintas-lintas ini, lalu orang ini asyik dengan yang datang-datang,
terpandang-pandang, terlintas-lintas itu lalu masuklah ke badannya. Tidak tahu dia bahwa itu bukan
cahaya Allah, justru setan yang masuk ke badan. Maka perlu dijaga berkhidmat kepada Allah yang laysa
kamitslihi syai`un. Orang yang sudah tahu ke-laysa kamitslihi syai`un-an Allah, tidak mungkin akan
terpengaruh dengan yang datang-datang, terpandang-pandang, terlintas-lintas karena semua itu bukan
Tuhan. Tuhan tetap laysa kamitslihi syai`un. Seperti bola lampu senter: apabila kuat terangnya, tidak
kelihatan kawat di dalamnya. Seperti besi yang ditempa: tidak kelihatan lagi besinya, bara saja yang
kelihatan. Begitulah semestinya kita dalam ibadah apa saja. Tidak ada pengaruh-pengaruh lagi. Kita akan
merasakan Perbuatan Allah saja yang ADA. Di sinilah kita perlu berkhidmat pada Allah dan kita akan
mendapat pelajaran dari Allah. Khidmatkan diri kita pada Allah yang laysa kamitslihi syai`un, maka kita
akan merasalah ke-laysakamitslihi-an Allah itu. Rahasia Allah itulah Ruh Qudus: Diri Yang Kuasa. Ada
pada sama-tengah hati. Itulah tempat husnul khatimah. Shalatlah di tempat husnul khatimah, yakni
tempat yang penuh rahmat. Orang menyebut, "Allah." Yang disebutnya itulah kebesaran Diri Yang Maha
Esa. Tuhan membuktikan kemahaesaan Diri-Nya: di-ada-kan-Nya Zat, Sifat, Asma, Af`al-Nya menjadi
sekalian alam. Itulah sebabnya alam itu Rahasia Tuhan. Rahasia-Nya. Kalau kita sudah tahu yang
dinamakan Rahasia Tuhan itu, tahulah kita bahwa Tuhan itu tidak ber-Zat, tidak ber-Sifat, tidak ber-
Asma, tidak ber-Af`al. Tuhan menjadikan Zat, Sifat, Asma, Af`al, tentulah Tuhan bukan Zat, bukan Sifat,
bukan Asma, bukan Af`al karena tidak ada yang menjadikan [atau menciptakan] Tuhan. Untuk apa yang
dijadikan Tuhan mau kita samakan dengan Tuhan. Lebih baik kita khidmatkan saja diri kita pada Tuhan.
Akan terbukalah kerahasiaan Tuhan. Mau bertemu dengan barang yang hilang, kita mencari ke sana-ke
sini. Kalau mau mencari Tuhan, tidak perlu cari ke sana-ke sini. Sebaik-baiknya diam saja. Karena Tuhan
tidak bergerak-tidak diam; tidak datang-pergi, tidak keluar-masuk, tidak naik-turun, yang naik-turun;
keluar-masuk itu napas, napas bukan Tuhan. Lebih baik masuk ke tempat husnul khatimah. Orang tahu
diam secara syariat saja, seperti melamun ketika susah. Diam yang dikatakan di sini bukan yang seperti
itu, melainkan diam yang dikatakan Rasulullah sebagai "diam itu emas". Diam yang bernilai emas ini
bagaimana? Inilah diam yang perlu dicari dan dipelajari. Diam emas yang diperintahkan Nabi inilah yang
musti kita cari dan kita praktikkan. Kamu menyebut "Allah". Mengapa kamu menyebut "Allah"? Apa isi
perkataan itu? Biasa kita lihat ada orang pulang bekerja dalam keadaan letih. Ketika ia duduk dan
bersandar ke dinding, ia gumamkan, "Allah...." Apakah perkataan "Allah" isinya capek? Ada juga orang
yang sedang mengalami kesusahan hidup. Ia juga berguman, " Allaah...." Masak perkataan "Allah" isinya
kesusahan dan keluh kesah?! Jadi sebenarnya apa isi perkataan "Allah" itu? Zat-Sifat-Asma-Af`al itulah
isi perkataan "Allah" itu. Lihatlah pada sekalian alam. Semuanya—termasuk diri kita—mengandung Zat-
Sifat-Asma-Af`al. Itulah Allah. Wajar kita berkata "Allah" karena kata "Allah" itu [Nama] Kebesaran
Tuhan. Jadi setiap kebesaran Tuhan itulah yang disebut "Allah". Coba dipahami dalam kalimah tauhid:
Laa ilaaha illallaaah. Tiada Tuhan melainkan Allah alias Tiada Tuhan melainkan Kebesaran-Nya [ada pada
segala sesuatu]. Karena sudah nyata yang ada pada sekalian alam, baik alam dunia maupun alam
akhirat, yang ADA hanya Zat-Nya, Sifat-Nya, Asma-Nya, dan Af`al-Nya. Jadi, ketahuilah mengenai Allah
dan Tuhan ini. Jangan sampai kita tidak sadar selama ini sudah menyembah Nama, bukannya
menyembah Tuhan Yang Tidah Bernama. Uraian ini untuk menaikkan derajat dirimu. Zatul Buhti Bukan
Nama Tuhan Kebanyakan orang berpandangan bahwa yang dinamakan Zatul Buhti itu Nama Tuhan. Bagi
orang tauhid, Tuhan tidak bernama. Jika manusia bernama; Tuhan pun ber-Nama, berarti Tuhan sama
dengan manusia. Yang sama dengan manusia, bukan Tuhan. Inilah tauhid. Karena Quran jelas-jelas
menyatakan laysa kamitslihi syai`un; Tuhan tidak ada persamaan dengan makhluk. Zatul Buhti itu artinya
Zat semata-mata alias Zat Mutlak. Manusia bertangan-berkaki. Kalau kita katakan Tuhan ber-Tangan dan
ber-Kaki, tentulah sama dengan manusia. Yang sama dengan manusia, bukan Tuhan. Manusia berwajah.
Kalau kita katakan Tuhan ber-Wajah, tentulah sama dengan manusia. Yang sama dengan manusia,
bukan Tuhan. [Maka akhi wal ukhti di muslim.or.id dan situs-situs afiliasinya serta seluruh wahabi-salafy
sedunia dan setiap manusia yang berpaham sama dengan mereka adalah segerombolan manusia yang
berhukum dan berakhlak secara Islam, tetapi berakidah secara kafir. "Jangan kau sembah Zat-Ku; Jangan
kau sembah Sifat-Ku; Jangan kau sembah Asma-Ku; Jangan kau sembah Af`al-Ku. Sembahlah AKU."
[Hadis Qudsy] "Man abdal Asma faqad kafar; man abdal ma'na munafiqun" Siapa menyembah Nama,
kafir; siapa menyembah makna, munafik. Jadi, Tuhan itu jangan dimacam-macamkan lagi. Cukup kita
yakini Tuhan itu ADA. ZAT KETUHANAN Tuhan itu tidak Bergerak dan tidak Diam: Diam sediam-diamnya.
Tuhan tidak Bergerak kemudian Diam; tidak pula Diam kemudian Bergerak. Tuhan Diam sediam-
diamnya. Yang Diam sediam-diamnya itulah Tuhan. Zat-lah yang merasakan ketuhanan. Bukan kita yang
mau merasa ketuhanan, melainkan Zat merasakan ketuhanan. Maka hati kita musti plong: tidak ada
keinginan lagi. Bersih dari ananiyah. Zat itu Diri bagi Sifat Zat itu diri bagi sifat atau dirinya sifat itu Zat.
Segala sifat yang ada pada kita: hidup, mengetahui, mendengar, melihat, berkata, berkuasa,
berkehendak, dan sebagainya. Itu semua sifat. Sifat kelakuan Zat itu, diri siapa yang berkelakuan?
Tentulah diri Zat. Itulah Rahasia Allah. Rahasia Allah itu Wujud Allah. Wujud Allah itu Diri Allah. Kalau
sudah paham, katakan saja Allah. Jangan kau katakan lagi Zat yang berkelakuan. Katakan yang
sebenarnya saja: ALLAH. Tidak syirik karena sudah kenal. Kalau ini salah: tuntut saya di akhirat kelak
pada Tuhan. Kosong tidak ada sekutunya. Itu bukan Zat, melainkan.... Ini yang di atas sabdu. Gunakan
amal yang sebaik-baiknya, yakni Mahaesa. Baca pelan-pelan dengan ketenangan, "karena bukan ilmu
yang men-'jadi', melainkan kesadaran yang men-'jadi'." Rasa itu tiada berjasad karena rasa tidak bisa
didefinisikan begini atau begitu. Kita hanya bisa menyebut "manis" tanpa bisa mendefinisikan apa itu
"manis". Itulah sebabnya rasa itu dikatakan tiada berjasad, tetapi nyata adanya. Rasa yang tiada
berjasad itulah perwujudan ruh pada kita. Kalau dibalik, sebenarnya oleh sebab keberadaan ruh pada
jasad kitalah makanya kita bisa merasa. Kalaupun mau dikatakan berjasad, ruh kita itu jasad qadim,
sedangkan tubuh kita itu jasad baharu/muhaddas. Apa buktinya rasa itu perwujudan ruh? Buktinya, rasa
dan ruh sama-sama tidak bisa didefinisikan begini atau begitu. Kita tidak bisa menyebutkan - bentuk ruh
kita itu begini-begitu; - warna ruh kita itu apa; - aroma ruh kita itu bagaimana; - ruh kita itu lembut atau
kasar; - bagian-bagian dari ruh kita itu apa saja; - ruh kita itu pada jasad bertempat di mana. Itulah bukti
bahwa ruh itu hakikat diri pribadi kita yang tidak bisa disebut [Q.S. Al-Insān [76]:1], tetapi nuata adanya.
Rasa yang tiada berjasad itulah perwujudan ruh pada kita. Kalau dibalik, sebenarnya oleh sebab
keberadaan ruh pada jasad kitalah makanya kita bisa merasa. Oleh sebab adanya ruh-lah jasad ini bisa
melihat, mendengar, berkata-kata, bergerak, dsb. Dengan kesadaran ini, jadi siapa sebenarnya yang
salat ketika Anda salat? Tentu ruh-lah yang salat. Nama lain ruh ialah Zat Allâh. Jadi siapa sebenarnya
yang salat ketika Anda salat? Tentu ruh/Zat Allâh-lah yang salat. Nama lain ruh kita juga ialah Nūr Ilahi
atau Cahaya Tuhan. Jadi siapa sebenarnya yang salat ketika Anda salat? Tentu Nūr Ilahi-lah yang salat.
Zat Allâh itu bukan Allâh‫ﷻ‬. Sebagaimana Nūr Ilahi itu bukan Ilahi atau sebagaimana Cahaya Tuhan
itu bukan Tuhan. Tapiii.... Zat Allâh itu esa dengan Allâh‫ﷻ‬. Sebagaimana Nūr Ilahi itu esa dengan Ilahi
atau sebagaimana Cahaya Tuhan itu esa dengan Tuhan, Sang Pemilik Cahaya. ■ Untuk mendekatkan
paham: Matahari dengan sinarnya itu esa sebab tidak ada jeda ruang kosong yang meng-antara-i
matahari dengan sinarnya. - Tubuh kita ini esa dengan ruh kita. - Ruh kita esa dengan Allâh‫ﷻ‬. +Jadi
jasmani-ruhani kita ini esa dengan Allâh‫ ﷻ‬kapan pun, di mana pun, ketika melakukan apa pun.
"Jasad itu hanya tempat untuk merasa." Sebelum ini kita mengira jasad inilah yang bertakbir-rukuk-
sujud, padahal rasa-lah yang sebenarnya bertakbir-ruku-sujud. Sebelum ini kita mengira jasad inilah
yang bertakbir-rukuk-sujud, padahal ruh-lah yang sebenarnya bertakbir-ruku-sujud. Sebelum ini kita
mengira jasad inilah yang bertakbir-rukuk-sujud, padahal Nūr Ilahi-lah yang sebenarnya bertakbir-ruku-
sujud. Sebelum ini kita mengira jasad inilah yang bertakbir-rukuk-sujud, padahal Zat Allâh-lah yang
sebenarnya bertakbir-ruku-sujud. ■ Sekarang kita sadar bahwa yang bertakbir-rukuk-sujud itu
rasa/ruh/Nūr Ilahi/Zat Allâh yang esa dengan Allâh‫ﷻ‬. Dari kesadaran inilah mudah-mudahan kita
dikaruniai Allâh‫ ﷻ‬mengalami sendiri rasanya hadis qudsy ini (Āmīn): "Kif yā Muḥammad, Ana
Rabbaka uṣalli." Pembicaraan ini erat kaitannya dengan pelajaran "Sifat 20 Zat Allâh" yang disampaikan
para `arif billah dan muwwahid (ulama ahli tauhid) terdahulu. Jadi jangan salah paham. Pelajaran "Sifat
20" bukanlah ajaran yang mengarahkan agar hamba merasa sama dengan Allâh‫ ﷻ‬atau hamba bisa
jadi Allâh‫ﷻ‬. Pelajaran "Sifat 20 Zat Allâh" ialah jalan pemahaman agar kita menyadari dan
merasakan keberadaan kita ini senantiasa kekal beserta Allâh‫ ﷻ‬di dalam dan di luar ibadah, bahkan
dalam sakaratul maut. -Arifbillah- DIA YANG AWAL YANG AKHIR Firman Allah Swt. "Allahulladzi khalaqas
samaawaati wal ardha wama baina huma." Allah menciptakan tujuh lapis langit dan bumi lengkap
dengan kedua isinya. Segala sesuatu, baik yang ada di langit maupun di bumi, semuanya itu dikatakan
alam. Selain dari Allah, dinamai alam. Bumi dan langit diciptakan, dunia dan akhirat pun diciptakan.
Semua yang diciptakan Allah itu diletakkan atau ditempatkan di mana? atau di dalam tubuh apa?
contoh: Allah ciptakan seluruh ikan hidup di laut; ditempatkan Allah di dalam air. Setiap manusia tahu
ikan hidup dalam air, tetapi sedikit sekali yang memikirkan bahwa air itulah tubuh ikan. Begitu juga
keadaannya sekalian alam dan apa saja yang diciptakan Allah. Sedikit sekali yang memikirkan di tubuh
apa sekalian alam itu ditempatkan. Firman Allah:Wallahu bikulli syai'in muhiith." "Allah meliputi sekalian
alam" Bukan alam meliputi Allah, tetapi Allah meliputi sekalian alam. Tentulah kita bertanya," Apa Allah
itu?" Allah itu tubuhnya alam semesta. Tubuh alam itu wajib Mahasuci. Artinya, bersih sebersih-
bersihnya. Sebelum ada alam, tentulah keadaannya penuh kosong atau kosong sekosong-kosongnya.
Perlu kita kenal yang dikatakan kosong sekosong-kosongnya itu. Kalau tidak kenal/paham dengan yang
dikatakan "kosong" itu akan sakit pikiran. Tubuh kosong ini Allah ciptakan. Diciptakan Allah terdahulu
sebelum diciptakannya segala sesuatu. Kosong itu adalah tubuh mahasuci. Tubuh mahasuci itulah yang
dikatakan sebagai zat. Jadi, zat adalah sifat Tuhan. Bukan Tuhan. Yang disebut Tuhan atau Diri Pribadi
Tuhan yang sebenarnya adalah Zatnya zat (Rabbul Izzati; Tuhan sekalian zat). Itulah Tuhan. Kalau zat saja
sudah bersifat Laysaka mitslihi syaiun; tidak ada seumpamanya; tidak sama dengan sesuatu, maka Tuhan
bersifat terlebih Laysa; tidak bisa ditafsirkan. Pemahaman hakiki inilah yang perlu kita pahami. baru kita
bisa "sampai" kepada Tuhan. Sebab, Jika pengetahuan seseorang sampai ke Tuhan, sampailah ia kepada
Tuhan; Jika pengetahuan seseorang hanya sampai ke zat, maka ia hanya sampai kepada zat saja; Jika
pengetahuan seseorang hanya sampai ke nur dan cahaya-cahaya saja, maka ia hanya sampai kepada nur
dan cahaya-cahaya saja; Hadis Qudsi: Awwalu wa khalaqallahu nuuri nabiyyika, ya Jabir. Fa khalaqa min
hul asya' wa anta tilkal asya'. Yang mula-mula sekali diciptakan Allah adalah cahaya nabimu (cahaya
Ilahi) Diciptakan dari cahaya (Ilahi) itu Nur Muhammad. Mengenai Nur Muhammad ini Allah Berfirman
Lawlaka lamaa khalaqtu 'aflaka "Jika bukan karena engkau ya Muhammad (Nur Muhammad), niscaya
tidak Aku ciptakan seluruh alam."Termasuklah diri kita ini. Jadi jelaslah, kejadian Nur Muhammad itu
dari Cahaya Allah. Dari Nur Muhammad terciptalah sekalian alam. Cahaya Tuhan itulah yang bernama
Allah. Matahari tetap matahari; cahaya tetap cahaya. Cahaya itu bernama matahari; bukan matahari
bernama matahari. Tuhan tetap Tuhan; Allah tetap Allah; Allah itu nama bagi zat (ismu zat). Tuhan tidak
bernama. Yang tidak bernama itulah yang menciptakan segala-galanya. Cahaya Allah itu zat mutlak (zat
yang tidak bersifat). Sebelum ada sifat, tentu hanya zat yang ada. Sebelum ada zat, tentulah hanya
penuh-kosong (kosong sekosong-kosongnya; tidak ada sesuatu). Tuhan itu tertinggi dari segala yang
tinggi. Tuhan itu terlabih Mahasuci dari segala yang mahasuci. Itulah sebabnya Tuhan disebut Qadim
yang terlebih azali. Alquran selalu menceritakannya, tetapi banyak orang yang tidak paham dengan apa
yang dibicarakan. Bagaimana memasang makrifat kalau tidak tahu? Semua ada di dalam kitab, tetapi
tidak dijelaskan. Kita ini hidup di dalam nyawa karena di sekitar kita ini ada zat asam. Kalau orang itu
tidak tahu dirinya hidup di dalam nyawa, nyawa apa yang dipakainya hidup? Hendaklah kemauan Allah
yang kita ikuti, jangan kemauan kita sendiri. Hak kita hanya diam. Cobalah, kita sudah tahu Tuhan itu
Zatnya zat, tidak bisa ditafsirkan (yang disebut Tuhan itu). Hak kita, hanya diam. Banyak orang napasnya
disiksa oleh dirinya sendiri. Dimasukkan ke sana-ke sini. Apa jadinya nanti? Sudah tahu Tuhan itu tidak
bisa diumpamakan, tidak bisa dibandingkan. Cobalah diam. Habis-habisnya, dialah itu. Kita ini tidak ada
apa-apanya. Semua dari Tuhan. Tidak ada satu pun yang dari makhluk. Jadi, hak kita itu diam. Nur
Muhammad (Nabi Muhammad) adalah kemahaesaan Tuhan. Laa ilaaha illa Allah Muhammad Rasulullah
itu siapa? Nabi Muhammad itu asalnya nur. Itulah qadim. Turun menjadi nabi. Jadi, Muhammad Saw. itu
nur semata-mata. Nur itu nyawa. Sabda Nabi Muhammad Saw. Ana li abuu arwaahi. “Aku bapak
(sumber) sekalian yang bernyawa.” Nur itu rahasia Muhammad. Rahasia Allah itu ada di sama-tengah-
hati. Maka manusia mahaesa dengan Tuhan. Yang di sama-tengah-hati itu adalah Rahasia Allah. Itulah
tubuhnya Allah Ta’ala. Zat itu Tubuh Tuhan dan Sifat Tuhan. Muhammad itu pembawaan ketuhanan
semata. Manusia yang mengenal Allah dengan sebenar-benarnya mengenal, hanyalah Muhammad.
Tuhan tidak bersifat dan tidak berzat. Tuhan itu terlebih Mahasuci.Tuhan tidak bernyawa, tidak
bersuara, dan tidak ada tafsirnya, tidak dingin, tidak panas, dan lain-lain. Cahaya Tuhan itulah yang
bernama Allah. Yang tidak bernama itulah Tuhan atau Allah Pribadi. Nur Muhammad itu qadim, kalau
lafal “Allah” itu baharu. Yang menjadikan dan yang dijadikan itu satu. Inilah rahasia Allah. Mukhalafah;
tidak berwarna. Inilah Rahasia. Salat itu untuk menyempurnakan iman, bukan untuk masuk surga. Dari
iman dan taat inilah yang menimbulkan perasaan tertentu. Ibarat pintu tertutup dan ketika dibuka
didalam ada orangnya. Baru kita percaya di balik pintu tertutup itu ada orangnya. Perlu diketahui dan
dipahami, manusia itu tidak mempunyai wujud hakikat. Sadarlah, yang dikatakan tidak mempunyai
wujud hakikat itu apa maksudnya? Maksudnya, tidak mempunyai diri. Kita dengan Tuhan tidak bercerai;
tidak ada antaranya. Kalau sudah paham perkataan ini. Tentulah diri kita ini jasadnya Allah Ta’ala.
Mengapa kita katakan jasadnya Allah Ta’ala? Karena kembalinya hak kepada yang punya hak. Kalau
sudah kembali hak ke dalam genggaman Allah, bagaimana otak orang yang sempurna berpikir? Otak
orang yang sempurna berpikir, dia akan menemukan bahwa hakikat diri kita ini adalah Allah semata-
mata. Bagaimana yang dikatakan Allah semata-mata itu? Hapus sekalian alam. Tidak merasa ada diri
lagi. Kalau mati jasmani, artinya bercerai rohani dengan jasad. Perlu diketahui, mati rohani itu tidak
bercerai Muhammad dengan jasad. Muhammad keluar dari jasad, hancur (menjadi satu) dengan jasad.
Kalau roh bercerai dengan jasad, busuklah jasad dan hancurlah jasad. Pengertiannya: Mati sekalipun,
roh dan jasad tidak bercerai. Kalau roh tidak bercerai dengan jasad (meliputi jasad), amalan yang sebaik-
baiknya yang mahaesa yaitu.... Perlu diketahui sebelum mati. Kalau tidak tahu, binatang boleh dikatakan
mati. Kalau manusia, sabda Nabi Muhammad Saw., “Mati itu awal kehidupan.” Berarti mati itu jasad dan
ruh tidak bercerai. Hiduplah kita di Alam Barzah. Kalau tidak hidup, rasakanlah azab-azab kubur. SYARIAT
MAKRIFAT HARUS ESA Apa syariat itu? Kenyataan yang di-ada-kan (Allah). Di mana letak syariat itu?
Pada anggota zahir. Apa sebab? Sebab pada anggota zahir inilah berlaku amar dan nahi, yaitu perintah
dan larangan. Jadi...kalau punya anggota zahir, tetapi tidak mau bersyariat: kafir. man tarakah shalat
fahuwa kafirun. Tidak senang dikata kafir, silakan mengadu ke mana saja. Kalau mau tahu ada gerakan
anggota badan yang merupakan doa atau ibadah jasadi, itulah gerakan-gerakan di dalam salat. Orang
kebatinan mengaku-aku makrifat. Orang syariat menyesatkannya. Begitu orang tauhid datang
menyampaikan sebenar-benar Islam. Orang kebatinan nanar kalang-kabut cari pembenaran. Orang
syariat tetap menyesatkan juga. Duh! Orang tauhid menghidupkan ketuhanan dalam agama; orang
syariat menghidupkan hukum dalam agama. orang kebatinan dan kejawen menghidupkan apa dalam
agama? pesantren-pesantren setan yang ajarkan kanuragan menghidupkan apa dalam agama? Banyak
orang pandai dalam masalah pengetahuan, tetapi praktiknya justru melemahkan keimanan umat untuk
beriman. Orang kebatinan banyak mencuri-curi pahaman dan istilah-istilah makrifat dalam agama. Salah
satunya dengan menggembar-gemborkan dan membangga-banggakan masalah "pahala sa'atan 70
tahun ibadah" lalu dikatakannya tidak perlu lagi manusia bersyariat. Itu namanya melemahkan orang
untuk beriman. Orang syariat banyak menafikan dalil-dalil jelas tentang tuntutan Allah untuk mengiqra
ayat-ayat keesaan. Mereka tidak tahu musti bagaimana menjelaskan ilmu dan praktik pengenalan
manusia pada Tuhannya itu, lalu seenaknya pukul rata mengata sesat pada setiap pembahasan tentang
Tuhan, ketuhanan, dan kehambaan. Itu juga namanya melemahkan orang untuk beriman. Padahal
cirinya mudah: Ajaran makrifat yang membunuh syariat dan bercengkerama dengan jin juga dengan
segala khasiat kanuragan, itulah yang sesat. Orang tauhid tidak melemahkan keimanan orang untuk
beriman, baik dari sisi syariat maupun dari sisi makrifat. Orang tauhid tidak mendorong manusia agar
meninggalkan syariat Orang tauhid tidak menyarankan orang untuk meraih pahala 70 tahun ibadah
dengan meninggalkan kesempatan meraih pahala 1000 tahun ibadah. Kalau orang kebatinan dan
kejawen, untuk keimanan, apa yang dipakai? Mereka ajarkan sebut "Laa ilaaha illallaah" lalu orang
terpelanting. Mereka ajarjan wirid-wirid Qurani lalu bisa kebal ini-itu, bisa untuk pelaris dagang juga bisa
untuk asihan: pelet sana-sini. Itu bukan iman ketuhanan juga bukan iman keislaman, itu iman
kesetanan! Allah peringatkan jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka [Q.S. at-Tahrim: 6].
Jadikanlah setan-setan itu musuh kamu yang nyata [Q.S. Fathir: 6]. Juga jangan sekali-kali kamu menjadi
golongan yang melemahkan kemauan orang untuk beriman [Q.S. al-Hajj: 51] Hai orang-orang syariat,
sekaranglah waktunya kita menjaga diri dan keluarga kita. Hai orang-orang syariat, kita dalam agama ini
harus bersama-sama menghidupkan apa yang ada di dalam agama. Orang tauhid mendukung dan
menghidupkan syariat dengan tetap melaksanakan amalah harian bernilai 1000 tahun ibadah serta
memperindahnya dengan keesaan pada Allah dengan amalan sa'atan yang bernilai 70 tahun ibadah.
WUDU - RITUAL SEBELUM SALAT: Dari buku Dari Syariat Menuju Hakikat karya ulama klasik Sayyid
Haidar Amuli diketahui bahwa syariat wudu ==> membersihkan anggota badan dari hadas kecil (debu
dan noda lain yang menurut syariat tergolong hadas kecil) hakikat wudu ==> mempersiapkan batin
untuk menghadap pada Allah, yaitu dengan cara menanggalkan sementara segala hal yang selain Allah.
(sederhananya: harta-tahta-wanita <-- bagi pria) Jadi ada baiknya ketika wudu pemikiran ini dibawa
terus. Mudahmudahan kalau sudah terbiasa, tanpa diingat-ingat lagi juga lahir-batin kita otomatis dalam
keadaan ini. Amin. TIGA RUKUN DALAM SALAT yariat mengajarkan bahwa ada tiga rukun sahnya salat,
yaitu rukun fi'li(gerakan), rukun Qauli(bacaan), dan rukun Qalbi(kondisi hati).Untuk dua rukun pertama
silakan ikuti petunjuk yang sudah umum dan sahih. Adapun hal-hal khusus soal rukun fi'li(pria): lebar
bukaan kaki sejajar dengan lebar bahu. (jangan terlalu rapat atau terlalu lebar. ketika takbir, telapak
tangan sejajar daun telinga, pangkal lengan sampai siku sejajar bahu, jadi sunahnya bagian ketiak
terbuka lebar. Demikian juga ketika sujud (kecuali kalau barisan shaf saat berjamaah tidak
memungkinkan melakukan itu) posisi tangan setelah takbir: tahan tepat di atas pusar (di sinilah letak
pertengahan tubuh manusia. Bukan di atas ulu hati.) usahakan arah anggota badan selalu dominan ke
arah kiblat. Jaga terus posisi ujung jemari kaki baik ketika berdiri, ruku, maupun sujud (<-- berarti jemari
kaki wajib menekuk waktu sujud). Jaga juga arah badan ketika tahiyat akhir, jangan melenceng ke kanan.
Walaupun posisi kaki membuat badan kita agak menyerong ke samping, badan musti tetap tegak dan
dominan mengarah kiblat. Secara umum, usahakan tidak ada gerakan lain di luar gerakan salat. Kunci
tauhid itu diam-sediam-diamnya. Jadi pada saat tahiyat, sebaiknya jari telunjuk jangan bergerak-gerak
juga selain menunjuk arah kiblat. Untuk Rukun Qauli tentu anda sudah mengetahui sebagaimana bacaan
yang biasa anda baca dalam shalat dari takbir hingga salam. Hal utama yang menjadi fokus tulisan ini
adalah rukun qalbi Yaitu bagaimana sebaiknya kita memasang pandangan hati ketka salat dan ketika
melakukan ibadah-ibadah syariati lainnya seperti tafakur, tadarus, zikir, berdoa, dsb. raian di berikut ini
adalah bimbingan rukun qalbi berdasarkan pelajaran tauhid dari Syaikh Undang Sirad. Kita semua tahu
bahwa ketika salat wajib mengarahkan kiblat hati kita hanya pada Allah Swt. Nah, bagaimana caranya?
Hati jangan membayangkan huruf alif-lam-lam-ha, atau membayangkan "sesuatu yang dalam benak kita
mewakili definisi Tuhan" dalam bentuk apapun dalam angan kita. Mengapa? Karena itu semua pasti
salah dan pasti bukan Tuhan! Karena Allah dalam Quran berkali-kali menyatakan bahwa Diri-Nya itu
laysa kamitslihi syai'un yang bermakna "tidak sama dengan segala sesuatu, tidak ada seumpamanya".
Jadi mesti bagaimana memasang hati ketika ibadah? Diam sediam-diamnya. Diamkan pikiran dan
perasaan. Bukan difokuskan (konsentrasi) ke satu hal bukan juga dikosong-kosongkan. Mendiamkan
pikiran dan perasaan berbeda dengan mengosong-kosongkan pikiran. Mengosongkan pikiran dan
perasaan bisa mengundang setan masuk ke dalam diri. Hati-hati. Jaga persaksian (musyahadah) jiwa-
raga kita pada dua rukun yang ketika melakukannya haram ada selain Allah di pikiran dan perasaan kita.
Dua momen penting itu adalah takbiratul ihram (ihram di sini maknanya "suci pikiran dan perasaan dari
segala sesuatu selain Allah") dan syahadat dalam tasyahud awal dan akhir (ikrar persaksian, wajib dalam
keadaan sadar penuh). Dikatakan jika kita salat dalam keadaan lalai bermusyahadah di luar dua rukun di
atas, salat kita masih diterima dan kelalaian ini masih diampuni Allah. Tapi tidak bernilai sama sekali
keseluruhan salat kita jika kita lalai juga dalam dua momen penting di atas. Allahua'lam. KESIMPULAN
Ketika melakukan salat (dan ibadah apa pun) biasakan seperti ini: Badan bergerak, mulut mengucap, hati
(pikiran dan perasaan) diam sediamdiamnya: kekal beserta Allah. Latih dan biasakan juga kondisi seperti
itu dalam aktivitas sehari-hari. InsyaAllah selalu ada petunjuk dari Allah Swt. Apa mungkin melakukan
seperti itu? Sangat mungkin! Sobat pasti pernah menyetir sambil melamun atau ngobrol 'kan? Pasti
pernah juga menelepon sambil mencatat, dsb. Nah, mengapa tidak mungkin melakukan hal serupa
dalam salat. Apalagi ini pikiran dan perasaan disuruh diam. Memang tidak mudah pada awalnya. Itulah
mungkin rahasia di balik perintah salat lima waktu dalam sehari. Bisa karena biasa. Rahasia lain dalam
salat. Silakan cocokkan dengan dalil yang Sobat ketahui: Bahwa kalau kita satu kali saja dalam hidup
melakukan salat yang nilainya sempurna di hadapan Allah Swt., maka salat dan ibadah kita lainnya, yang
sebelumnya dan yang akan datang, akan dianggap sudah sempurna total. Bisa jadi kelak para malaikat
pencatat kaget karena timbangan mizan hasilnya beda dengan catatan amal baik kita yang sudah
mereka rekam. Allahua'lam. Masalahnya, tak seorang pun akan tahu kapan salatnya bernilai sempurna
'kan?! Hanya Allah yang tahu. Maka jangan coba-coba berhenti salat karena tadi sudah merasa salat
dengan sempurna. hehehe. Maka usahakan selalu melakukan salat yang berkualitas. Allahua'lam. -
ArifBillah- Insan kamil Manusia hanya tahu dirinya itu manusia, tetapi banyak yang lupa dan tidak
menyadari bahwa kita ini manusia yang dimanusiakan. Jadi yang sebenar-benar manusia itu yang mana?
Kita ini dimanusiakan. Tuhan itulah manusianya manusia. Jadi yang semanusia-manusianya manusia
itulah Tuhan. Yang Menjadikan manusia itulah yang manusia semanusia-manusianya. Yang sebenar-
benarnya diri kita ini tidak makan, tidak minum, tidak berdaging, tidak bertulang, tidak ber-ibu, tidak
berbapak, tidak masuk kubur, tidak masuk surga, tidak masuk neraka, dan hidup tidak dengan nyawa
karena hidup dengan Pembuat nyawa. Bedanya dengan Tuhan: Tuhan menciptakan, kita yang
diciptakan. Apa yang pertama kali diciptakan Tuhan? Min Nuurihi Nabiyika, Nur Ilahi, Zat Mutlak. Zat
Mutlak ini hidup dengan apa? Apakah Zat hidup dengan nyawa? Apakah Zat pandai mati? Apakah Zat
perlu makan-minum? Apakah Zat punya ibu-bapak? Apakah Zat berdaging-bertulang? Apakah Zat masuk
kubur, surga-neraka? Zat tidak hidup dengan nyawa, melainkan dengan Pembuat nyawa. Di akhirat itu
tidak ada mati lagi. Hidup terus karena semua sudah hidup dengan Zat Mutlak. Contoh, Nabi
Muhammad Saw. sebelum di-mi'raj-kan, dibersihkan dulu hatinya. Dibersihkan dari pengaruh-pengaruh
zat asam [Sifat]. Jadi walaupun tidak ada zat asam, tetap bisa hidup dan bisa ke mana-mana tanpa
membawa oksigen. Mengapa manusia masih mengandalkan zat asam terus? Ilmuwan 'kan banyak.
Buatlah diri manusia tidak lagi mengandalkan zat asam. Ini ada kenyataannya di Islam, yaitu perjalanan
Isra Mi'raj. Zat asam itu makhluk [baharu]. Di alam zat asam itu banyak kehidupan makluk. Untuk apa
mau masuk ke zat asam? ]٤٢:٢٩[ ‫َوِم ْن آَياِتِه َخ ْلُق الَّس َم اَو اِت َو اَأْلْر ِض َوَم ا َبَّث ِفيِهَم ا ِم ن َد اَّبٍةۚ َو ُهَو َع َلٰى َج ْمِع ِهْم ِإَذ ا َيَشاُء َقِد يٌر‬
“Di antara (ayat-ayat) tanda-tanda-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan makhluk-makhluk yang
melata Yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila
dikehendaki-Nya.”. [Q.S. Asy-Syura:29] Sedangkan bagi orang tauhid, untuk masuk ke Zat Mutlak saja
lebih cepat daripada mengedipkan mata. [ ‫َقاَل ِع ْفِريٌت ِّم َن اْلِج ِّن َأَنا آِتيَك ِبِه َقْبَل َأن َتُقوَم ِم ن َّم َقاِم َك ۖ َو ِإِّني َع َلْيِه َلَقِوٌّي َأِم يٌن‬
]٢٧:٣٩ Berkata ' Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin : "Aku akan datang kepadamu dengan membawa
singgsana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar
kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya". ‫َقاَل اَّلِذ ي ِع نَد ُه ِع ْلٌم ِّم َن اْلِكَتاِب َأَنا آِتيَك ِبِه َقْبَل َأن َيْر َتَّد ِإَلْيَك َطْر ُفَك ۚ َفَلَّم ا َر آُه‬
]٢٧:٤٠[ ‫ُم ْسَتِقًّر ا ِع نَد ُه َقاَل َٰه َذ ا ِم ن َفْض ِل َر ِّبي ِلَيْبُلَوِني َأَأْشُك ُر َأْم َأْكُفُرۖ َوَم ن َشَك َر َفِإَّنَم ا َيْشُك ُر ِلَنْفِس ِهۖ َوَم ن َكَفَر َفِإَّن َر ِّبي َغ ِنٌّي َك ِريٌم‬
Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu
sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya,
iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau
mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur
untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya
lagi Maha Mulia". [Q.S. An-Naml:39-40] Bandingkan, hebat mana jin dan orang-orang kebatinan itu
dengan orang-orang ketuhanan? Orang tauhid mau masuk ke Zat Mutlak tidak perlu dengan acara-acara
ritual kabalis pagan seperti semedi, tapa-brata, meditasi, yoga, meraga sukma, apalagi dengan bakar-
bakar menyan, setanggi, dengan sesajen dan kembang tujuh rupa. Inilah tauhid Islam, tidak mau pamer-
pamer syariat. Cukup dengan ritual ibadah yang "tampak biasa" saja seperti shalat, puasa, sedekah,
tadarus, dsb. Untuk apa cari-cari pujian makhluk dengan tapa di dalam air, mandi di tujuh mata air, dsb.
Pujian makhluk itu tidak ada ubahnya dengan jin buang hajat. Busuk lebih busuk daripada yang paling
busuk. Kalau ada orang mau jual, kita beli Orang tauhid tidak takut karena Zat Mutlak itu induknya jirim,
jisim, jahwar, dan aradh. Mana bisa ilmu-ilmu orang sesat yang hanya bisa main di zat asam menembus
Zat Mutlak. Kalau kita sudah bermain di Zat Mutlak, kita bisa bercerita yang sebenar-benarnya tentang
bidadari-bidadari, tentang bagaimana kita melihat keadaan-keadaan manusia yang sudah mati di dunia.
Ini bukan khayalan. Betul-betul kita melihat bagaimana keadaan manusia di sana, mereka duduk di satu
padang yang luas seperti duduk tahiyat awal. Kalau kita berjalan, mereka bisa melihat kita; kita pun bisa
melihat mereka, tetapi tidak bisa saling bicara. Sepadang-padang luasnya di tempat orang-orang mati
itu, yang kelihatan hanya satu: Baitullah. Orang-orang yang di dunia sudah mati itu semua menuju dan
berusaha sampai ke Baitullah. Ada yang sudah beringsut-ngesot selama 300 tahun belum juga sampai.
Di padang itu ada satu tempat yang tidak bisa ditembus, padahal tidak ada dinding yang menghalang.
Sekelompok besar yang manusia tidak bisa berjalan menembus dinding tak tampak itu, akhirnya duduk
saja di situ. Wajahnya ada yang menyesal dan bersusah hati mengapa ketika di dunia tidak mempelajari
ilmu dan amal ini, ada juga yang memukul-pukul kepalanya sendiri. Bahkan, kebanyakan dari kumpulan
manusia itu ternyata mereka yang waktu di dunia adalah ulama-ulama terkenal yang bersorban besar-
besar. Dan kalau semasa hidup di dunia kita pernah lihat mereka, kita saling kenal. Di sana kita saling
kenal. Jadi kita tahu benar-tidaknya ulama-ulama besar yang ketika masih hidup di dunia mengaku atau
diakui orang sebagai wali, baik mereka yang sudah mati maupun yang masih hidup sekarang. Karena di
dunia ini kita sama-sama punya pengikut, kalau kita ungkap sebenar-benarnya, bisa-bisa jadi pertikaian
antar-ulama. Ini bukan dongeng, ini kenyataan sebenar-benarnya dari pengalaman perjalanan hakiki. Di
padang itu ada yang mengherankan juga. Kita berpapasan dengan orang yang persis diri kita. Benar-
benar diri kita juga. Kita saling melihat, tetapi tidak saling berbicara. Saling berlalu saja. Bidadari dan
orang-orang akhirat itu giginya kecil-kecil, halus-halus. Bibirnya merah-merah lebih merah daripada
gincu. Kalau dibawa satu ke dunia, bisa-bisa disembah orang. Kita lihat misalnya mereka makan buah.
Kelihatan makanan itu semuanya dari waktu ditelan sampai makanan itu berjalan di badannya. Mengapa
begitu? Karena sudah bertubuhkan cahaya. Jadi, orang-orang akhirat dan para bidadari suka bilang kalau
gigi manusia dunia itu seperti kampak. Besar-besar. Kalau melihat bangunan-bangunan rumah, bisa
terheran-heran. Masak di dalam rumah bisa ada gunung?! Siapa arsiteknya? Benar-benar rumah-rumah
di sana besar-besar. Model istana, tapi penghuninya satu dua orang saja. Di sana tidak ada rumah tipe-
36, tipe-45, dsb. Di sana rumah besar-besar semua. Setelah melewati padang ini, kita memasuki suatu
alam. Kami istilahkan itu "alam cendol", karena banyak benda beterbangan hijau seperti cendol. Kalau
kena ke badan, benda itu luruh mencair begitu saja. Seperti cendol. Setelah alam ini, masuk lagi ke alam
yang segar. Cuacanya pun menyegarkan, seperti cuaca dekat magrib. Setelah alam ini, keadaannya agak
gerah saja. Seperti panas pukul 9 pagi di khatulistiwa. Sebenarnya ini pengaruh hawa-hawa neraka,
makanya gerah. Di padang yang gerah itu ada dua jalur jalan-lewat. Seperti kedudukan dalam shalat,
lelaki jalur kanan, perempuan jalur kiri. Dilihat tidak ada Islam, kafir semua. Kebanyakan digiring untuk
kayu bakar neraka. Lepas dari alam itu, berjalan lagi. Sampai di suatu alam penuh nikmat. Apa saja kita
lihat di alam itu menimbulkan nikmat. Makin jauh berjalan, masuk ke satu wilayah. Di alam ini bukan lagi
nikmat yang kita rasakan, melainkan nikmat terlebih nikmat daripada alam sebelumnya tadi. Selanjutnya
ada satu padang yang isinya uang melulu. Uang berbagai zaman ada di situ semua. Setelah itu sampai di
suatu padang yang khusus isinya tulang-belulang manusia saja. Kemudian di situ bertemu dengan
Malaikat bernama Yu _s _i _ _na . Kami tanya pada malaikat itu, "Tempat belulang semua ini tentang
keadaan manusia?" Dia jawab, "Jalan terus saja kamu, nanti kamu tahu keadaannya." Setelah berjalan
lagi, melihat malaikat sedang membersihkan tulang-belulang manusia [seperti orang yang sedang
melemparkan sampah pakai sekop ke atas truk]. Kata Malaikat Yu _s _i _ _na , "Dengarkan apa yang
disebut-sebut malaikat petugas itu." Malaikat petugas itu bekerja sambil mengomel, "Apalah
payahnya... kenapa selagi hidup tidak mau memandang diri kamu yang putih." Bukan putih kapur-putih
tulang, yang indah dan cantik adalah putih kapas. Jangan dikhayal-khayalkan, nanti timbul ilusi. Kosong
itu putih yang tidak berwarna. Itulah juga mengapa manusia mati dibalut dengan kapas putih [kain
kafan]. Maka derajat yang paling tinggi di akhirat adalah yang putih, bukan yang hijau. Pantas Rasulullah
Saw. suka pakai baju putih. Cobalah lihat orang mati dibungkus kain putih. Padahal kain hitam itu kain
juga, kain yang berwarna-warni kain juga. Mengapa musti dengan kain putih? Tentulah ada makna yang
dalam di situ. Kalau sudah dapat pengalaman-pengalaman ini, mana ada khawatir lagi menghadapi mati.
Karena sudah tahu caranya mati. Tidak akan goncang jiwa karena kita sudah pakai diri yang tidak
bertulang, tidak berdaging, tidak makan-minum, tidak ber-ibu-bapak, yang hidup tidak dengan nyawa
lagi. Insan itu diciptakan atas rupa Allah. Pakailah fitrah manusia ini. Ada juga satu kampung, nama
kampungnya M _ e _ _ _ h. Di sinilah terdengar zikir mahabbah. Malaikatul A_ _ _ s yang tunjukan. Inilah
cara manusia melampiaskan rasa mahabbah pada Nabi Muhammad Rasulullah saw. Inilah hasilnya tidur
hakiki. Mau ke mana saja bisa. Waktu tidur, satukan saja ingatan dan perasaan. Jadi tidur hakiki itu
menyatukan ingatan dan perasaan. Inilah tidur tafakur-hakiki. Cobalah tiap malam, kalau dilakukan tiap
malam, mustahil tidak dapat. Rasulullah 'kan sudah mengajarkan cara tidur. Bagaimana cara Rasulullah
mengajarkan tidur itu? Coba lihat bayi itu tidur saja kerjanya karena yang dinamakan tidur itu nikmat.
Kalau kita pandai tidur, kenikmatanlah yang kita dapat. Jangan cari mati nikmat saja, tidur nikmat pun
perlu dicari. Karena tidur ini kakak-beradik mati. Pandai tidur, berarti pandai mati kelak. Kalau tidur
dalam keadaan gelisah terus, matinya pun gelisah. Mengapa orang tidak mau berlatih mati dalam tidur?
Kalau sudah dapat pengalaman hakiki yang seperti ini, kita duduk dan teringat surga selama 5 menit
saja, wajib mandi hadats besar. Mengapa wajib mandi hadats besar? Karena nikmatnya lebih daripada
berjima'. Ini bukan mimpi, bukan halusinasi. Ini benar-benar perjalanan sunnah Rasulullah Saw. Ruh
menangisi jasad Ruhani sudah Esa dengan Tuhan. Jangan sampai jasad tidak esa dengan Tuhan, ruhani
akan menuntut. "Itulah kamu jasad, kebinasaan kamu itu karena kamu tidak mau mengenal aku ini
ruhmu. Ruh yang sudah diberi tahu Tuhan sebagai wa fii anfusikum afalaa tubsirun [Q.S. Adz-
Dzariyaat:21]. Karena kamu tidak kenal aku ada pada dirimu juga, bagaimanalah aku akan memberi
petunjuk Tuhan padamu? Kamu tidak kenal." "Karena kamu tidak kenal, setan- Iblis yang memberimu
petunjuk. Kamu kira itu dari Tuhan. Kalau sudah begini, binasalah kau jasad. Aku juga merasakan."
"Kalau kamu kenal aku ini, kamu akan tahu mana yang dari setan-Iblis dan dari makhluk-makhluk lainnya
dan kamu akan tahu yang dari aku itu dari Allah. Maka kau kenalilah wa fii anfusikum ini. Sudah berapa
lama aku bersama manusia, tapi sedikit sekali manusia yang mau kenal dengan aku." "Sejak kau lahir
sampai mendekat akhir hayat, tidak ada sekali kamu mau mengenal aku. Jika kaurasakan kesedihanku
akan kamu, hai jasad, mungkin kamu tidak akan berhenti menangis saat ini juga. Apalah artinya hidup
bersama-sama di dunia yang fana ini jika di alam barzakh dan alam baqa kita bercerai. Hendaklah
bersama-sama juga." "Tuhan sudah memberi tahu, wa huwa ma`akum ainama kuntum: di mana kamu,
di situ Aku [Q.S. Al-Hadiid:4]. Berarti kita berdua tidak boleh bercerai dan tidak ada ingat-mengingat.
Jagalah, ingat itu bukan dekat, melainkan jauh. Bahkan Tuhan menjelaskan lagi, kita berdua ini tidak ada
antara. Kalau urat lehermu itu dekat dengan kamu, aku terlebih dekat lagi dengan kamu." "Berarti kamu
dengan aku; aku dengan kamu itu sudah esa. Satu. Bukan bersatu, bukan menyatu, melainkan Satu.
Tidak ada antara lagi. Pahamilah hikmah ini dan selidikilah pengertian satu ini. "Aku selalu mengingatkan
jasad, tetapi kebanyakan jasad berkehendak terus dengan nafsu. Tetapi aku menghendaki aku dengan
jasadku tidak bercerai. Jasad saja yang suka bercerai denganku karena jasad mengikuti kehendak nafsu,
bukannya dengan kehendak ruhani." MAHA RUANG QIBLAT MAQAMI Kosong yang kita pandang ini
Sifat. Kalau yang di Maharuang, tidak ada Sifat, hanya Zat Mutlak semata-mata. Maharuang itu bentuk
dan rupanya tidak dapat dilihat, tapi suaranya ada. Yang bersuara itu hanya Nur. Suara Nur itu qadim.
Suara qadim itu tidak ada `ain-nya (bentuk) dan tidak ada bekasnya. Tidak pula meninggalkan
tempatnya. Hanya para wali yang tahu cerita ini. Tuhan itu nyawa hakiki semata-mata (Nur Ilahi semata-
mata). Inilah yang meluas dan besar dan tidak mengambil tempat. Cahaya iniah Cahaya Qadim yang
terlebih azali. Dalilnya, "nuurun `alaa nuurin"; Yang disebut Cahaya di atas cahaya itu yang terlebih
bercahaya daripada Nur. yang terlebih bercahaya daripada Nur, Dia-lah itu. Yang begitu, begitulah
adanya. Tidak bisa berubah lagi karena sudah ditetapkan begitu. Tidak bermasa. Begitulah selama-
lamanya. Tidak ada permulaah dan tidak ada penghabisan-Nya. Ada di dalam diam, yakni diam sediam-
diamnya. Bagaimana mau tahu Tuhan Yang Satu kalau tidak tahu Yang Kedua. Bagaimana mau tahu Yang
Kedua, kalau tidak kenal Yang Satu. Shalat ada di dalam yang diam dan ada yang di dalam diam. Yang
ada di dalam diam: sibuk. Di padang pasir pun masjid juga [Maharuang = Kiblat Maqami. Masjid itu
tempat beribadah dan menyembah Tuhan. Sebelum ada makhluk, dijadikan-Nya dulu Cahaya Diri-Nya
[Nur Ilahi/Zat Mutlak sebagai Kosong Maharuang yang menjadi tempat bagi sekalian makhluk. Tentulah
tempat beribadah pertama itu Tubuh-Nya. Inilah juga penjelasan tentang Yang Kesatu dan Yang Kedua.
Maksud pembicaraan ini mengarah pada skema penciptaan (Mux)]. Kif yaa Muhammad, Ana Rabbaka
yushalli. Ini shalatnya tidak cepat. Di dalam diam itu rukun 13. Di tempat ini baru yakin saja karena di
mana tempat pun: masjid. Orang yang tidak pernah bertafakur, tulangnya lembut semua karena Tuhan
itu tidak ada lemahnya. Shalat itu tafakur juga. Dinamakan tafakur itu hanya sebentar saja. Shalat itu
sunnaturrasul. Kalau tafakur, berilmu tinggi. Orang yang tidak pernah bertafakur seumur hidup: jahil
murakab. Jahil pada dirinya sendiri dan pada Tuhannya. Tidak ada yang mengetahui Tuhan melainkan
Tuhan atau Ruh Qudus. Ruh Qudus tetap ada di Mekah (Baitullah). Nur, kalau dia meninggalkan
tempatnya, bisa tidur kita. Tuhan hakiki, dari dada sampai Maharuang. Yang mengenal Ruh Qudus hanya
Adam. Tafakur majati itu: dirasakannya yang diam di sama-tengah hati. Tafakur hakiki tidak dirasakan,
dirasakan semua. Ini dinamai Zahiru Rabbi wal bathinu abdi. Yang majati itu Rahasia Allah. Bersifat
kosong sekosong-kosongnya. Yang utama dipakai, tafakur hakiki. Ketika shalat, takbirlah panjangnya 3
alif (harakat) kemudian tafakur hakikilah. Berdiri shalat, diketahui yang ada di Maharuang. Ruh Qudus
yang mengetahui yang ada di Maharuang itu. Hakiki itulah takbir.
Diposting oleh majlis nursyifa di 02.31 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke
FacebookBagikan ke Pinterest
1 komentar:

Afidismullah20 Januari 2022 pukul 14.08

Alhamdulillah allahu akbar


Balas

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda


Langganan: Posting Komentar (Atom)
Mengenai Saya

majlis nursyifa
Lihat profil lengkapku

Arsip Blog

▼ 2020 (297)
► Oktober (1)
► September (16)
▼ Agustus (280)
PERMAKLUMAN
Keutamaan Surah an-Nâs
Keutamaan Surah al-Falaq
Keutamaan Surah al-Ikhlâsh
Keutamaan Surah an-Nashr
Keutamaan Surah al-Kâfirûn
Keutamaan Surah al-‘Âdiyât
Keutamaan Surah az-Zalzalah
Keutamaan Surah al-Qadr
Keutamaan Surah asy-Syams
Keutamaan Surah al-A‘lâ
Keutamaan Surah an-Naba’
Keutamaan Surah al-Mulk
Keutamaan Surah al-Jumu‘ah
Keutamaan Surah al-Wâqi‘ah
Keutamaan Surah al-Rahmān
Keutamaan Surah Yâsîn
Tiga Ucapan Amirul Mukminin as dalam Munajat
Syair Munajat Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as
Munajat Kelima Belas: Munajat Orang-orang yang Zuhud
Munajat Keempat Belas: Munajat Orang-orang yang Me...
Munajat Ketiga Belas: Munajat Orang-orang yang Men...
Munajat Kedua Belas: Munajat Para Ahli Makrifat
Munajat Kesebelas: Munajat Orang-orang yang Membut...
Munajat Kesepuluh: Munajat Orang-orang yang Bertaw...
Munajat Kesembilan: Munajat Orang-orang yang Menci...
Munajat Kedelapan: Munajat Orang-orang yang Berkeh...
Munajat Ketujuh: Munajat Orang-orang yang Taat kep...
Munajat Keenam: Munajat Orang-orang yang Bersyukur
Munajat Kelima: Munajat Para Pendamba
Munajat Keempat: Munajat Orang-orang yang Berharap
Munajat Ketiga: Munajat Orang-orang yang Takut
Munajat Kedua: Munajat Orang-orang yang Mengadu
Munajat Pertama: Munajat Orang-orang yang Bertaubat
Sejumlah Ayat dan Doa Ringkas Yang Sangat Berfaedah
j. Doa Jausyan Shaghîr
i. Doa Jausyan Kabîr
h. Doa al-‘Adîlah
g. Doa al-Mujîr
f. Doa Yastasyîr
f. Doa Yastasyîr
e. Doa al-Masylûl
d. Doa as-Simât
c. Doa al-‘Asyarât
b. Doa Kumail bin Ziyad ra
a. Doa ash-Shabâh dari Amirul Mukminin as
Doa Ziarah pada Hari Jumat
Doa Ziarah pada Hari Kamis
Doa Ziarah pada Hari Rabu
Doa Ziarah pada Hari Selasa
Hari Senin adalah Hari Imam Hasan dan Imam Husein as
Doa Ziarah kepada Fathimah Zahra as
Doa Ziarah kepada Amirul Mukminin as (pada Hari Ahad)
Doa Ziarah kepada Rasulullah saw pada Hari Sabtu
Shalat-shalat Sunnah di Hari Jumat
Amalan-amalan di Siang Hari Jumat
Keutamaan dan Amalan Hari Jumat
Doa-doa Harian
Ta’qîb Khusus Shalat Wajib Harian
Ta’qîb Umum Salat Wajib Lima Waktu
Tentang buku ini
b.9. Hari Kedua Puluh Tujuh dan b.10. Hari Terakhir
b.7. Hari Kedua Puluh Lima dan b.8. Malam Kedua Pu...
b.6. Hari Nishfu Rajab
b.3. Malam Ketiga Belas
b.2. Hari Pertama
b. Amalan-amalan Khusus Siang dan Malam Hari Bulan...
a. Amalan-amalan Umum
Keutamaan dan Amalan Bulan Rajab
Sisa Amalan Pada Bulan Ini (syakban)
b. Amalan-amalan Khusus
a. Amalan-amalan Umum
Keutamaan dan Amalan Bulan Syakban
Hari Ketiga Puluh bulan ramadan
Malam Terakhir
Malam Kedua Puluh Tujuh
Malam Kedua Puluh Tiga
Sisa Amalan Malam Kedua Puluh Satu
Doa Malam Ketiga Puluh
Doa Malam Kedua Puluh Sembilan
Doa Malam Kedua Puluh Delapan
Doa Malam Kedua Puluh Tujuh
Doa Malam Kedua Puluh Enam
Doa Malam Kedua Puluh Lima
Doa Malam Kedua Puluh Empat
Doa Malam Kedua Puluh Tiga
Doa Malam Kedua Puluh Dua
Malam Kedua Puluh Satu
2. Amalan Khusus
1. Amalan Umum
i. Malam Kesembilan Belas
h. Malam Ketujuh Belas
g. Hari Kelima Belas
f. Malam Kelima Belas
e. Malam Keempat Belas
d. Malam Ketiga Belas
c. Hari Keenam
b. Hari Pertama
Bagian Kedua: Amalan Khusus Bulan Ramadhan
d. Amalan-amalan Siang Hari Bulan Ramadhan

► 2019 (6)

► 2018 (20)

► 2017 (34)

► 2016 (37)

► 2015 (229)

► 2014 (97)

► 2013 (182)

► 2012 (207)

Tema Tanda Air. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai