Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Tanpa pertolongannya tentu kami tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Kami mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
nikmat sehatnya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran. Dengan itu, kami
mampu menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas Partai sosialis indonesia

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kesalahan maupun
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca.

Meulaboh , 15 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1

A.Latar Belakang Masalah....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................................2

C.Tujuan................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3

A.Partai Sosialis Indonesia (PSI)..........................................................................................3

B. Ideologi PSI......................................................................................................................5

C. Dampak Dan Pengaruh Sutan Sjahri Pasca Kemerdekaan Indonesia..............................5

D. Demokrasi Sosial Klasik (Kiri Lama).............................................................................7

E. Neo-Liberalisme (Kanan Baru).......................................................................................8

BAB III PENUTUP.................................................................................................................9

Kesimpulan........................................................................................................................9

Saran..................................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................10

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 tidak lantas


menjadikannya terlepas dari permasalahan. Ketika berhasil menumpas semua
musuh- musuh asing yang berupaya masuk dan mengacaukan kedaulatan bangsa,
kini muncul permasalahan baru yang harus kembali dihadapi dan dicarikan jalan
keluarnya. Bukan lagi berurusan dengan negara-negara kolonis, melainkan dengan
bangsa sendiri yang mempunyai segudang kepentingan, kebutuhan, keinginan,
tujuan yang amat sangat beragam dan harus di sepahamkan untuk mencapai
Indonesia yang merdeka seutuhnya.

Kehidupan baru kembali ditata sedemikian rupa, mulai dari pendidikan,


ekonomi, sosial, budaya, hingga politik. Seperti diketahui bersama bahwa peta
perjalanan politik di Indonesia mengalami pasang surut. Perjalanan terjal harus
dihadapi sebab begitu banyak masukan, tekanan yang begitu kuat dari berbagai
pihak. Salah satu pergolakan rezim politik yang saat itu harus dihadapi yaitu
perubahan dari Demokrasi Liberal menjadi Demokrasi Terpimpin. Selama ini
Demokrasi Liberal yang diterapkan hanyalah membawa perpecahan demi
perpecahan yang justru semakin merenggangkan jalinan persaudaraan antar rakyat.
Justru ini menjadi salah satu ancaman serius yang apabila tidak ditangani dengan
segera bisa berakibat fatal.

Kabinet silih berganti, jatuh bangun oleh para oposisi yang siap sedia
melayangkan mosi tidak percaya apabila kedapatan menyimpang mengindikasikan
kepentingan adalah diatas segala-galanya. Ketegangan demi ketegangan diantara
partai politik membuat presiden Soekarno harus turun tangan untuk
memperbaikinya. Hal ini dibuktikan dengan keputusannya mengeluarkan Dekrit
Presiden pada tanggal

1
5 Juli 1959 yang menunjukkan sudah jatuhnya persatuan yang selama ini
diimpikan. Adapun isi dari Dekrit Presiden ini yaitu pembubaran konstituante,
pemberlakuan

2
kembali UUD 1945, pembentukan MPRS (Majelis Permusyawaratan
Rakyat
Sementara), dan pembentukan DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang Dimaksud dengan Partai sosialis indonesia….?
2. Sebutkan ideologi Partai Sosialis….?
3. Apa itu kiri dan kanan

C.Tujuan
Untuk dapat lebih mengetahaui sejarah dan perkembangan partai sosialis & dapat
mengetahui demokrasi kiri kanan

3
BAB II
PEMBAHASAN

A.Partai Sosialis Indonesia (PSI)


Pembentukan Partai Sosialis Indonesia bermula dari gabungan dua partai
sosialis di Indonesia yakni Partai Rakyat Sosialis (Paras) bentukan Sutan Sjahrir dan
Partai Sosialis Indonesia (Parsi) bentukan Amir Syarifudin yang sama-sama berdiri
pada tahun 1945, kedua partai tersebut kemudian bersatu menjadi Partai Sosialis
(PS). Namun hubungan antar anggota PS semakin merenggang pasca Amir
Syarifudin memilih keluar dari partai tersebut dan bergabung dengan Musso dalam
Front Demokrasi Rakyat (FDR). Oleh sebab itu, Sutan Sjahrir kemudian mendirikan
partai baru bernama Partai Sosialis Indonesia (PSI) pada 12 Februari 1948 (Argenti,
2017, hlm. 7).
Pada masa pemilihan umum pertama pada 29 September 1955. PSI hanya
mampu memperoleh 2% suara dalam pemilihan umum tersebut. Sutan
Sjahrir
menganggap kekalahan tersebut dikarenakan kesadaran politik para pemilih, terlebih
para pemilih mudah dipengaruhi oleh tokoh agama dan pamong praja
(Setiawan,
2020, hlm. 7). Selain itu menurut Anwar (2010, hlm. 111), kekalahan PSI
juga diakibatkan oleh pemikiran Sutan Sjahrir yang hanya menjangkau kaum
intelektual dan mengabaikan masyarakat luas.

Hubungan antara pemerintah RI dengan PSI merenggang setelah dibentuknya


kabinet Djuanda pada April 1957. Beberapa kader PSI kecewa dengan pengangkatan
Djuanda Kartasasmita yang bukan dari golongan partai. Kekecewaan ini kemudian
menyebabkan tuntutan PSI untuk membubarkan kabinet Djuanda pada Januari 1958.
Permintaan ini ditolak oleh Soekarno, Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Nadhlatul
Ulama (NU). Akibatnya, salah satu petinggi PSI yakni Sumitro Djojohadikusumo
4
kemudian melakukan tuntutan pembubaran bersama perwira militer dan para
pemimpin Masyumi (Natsir dan Sjafruddin) di kota Padang pada 10 Februari 1958.
Pertemuan ini kemudian menghasilkan gerakan Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia (PRRI). Gerakan PRRI berubah menjadi pemberontakan setelah
bergabung dengan gerakan lainnya bernama Permesta pada 17 Februari 1958.
Pemberontakan ini dapat dihentikan pada tanggal 4 Mei 1958 (Setiawan, 2020, hlm.
7-8).

Sutan Sjahrir dan para petinggi PSI di Jakarta tak dapat mencegah anggotanya
berpartisipasi dalam pemberontakan PRRI-Permesta tersebut. Akibatnya,
pada tanggal 21 Juli 1960, Presiden Soekarno memanggil para petinggi PSI yakni
Sutan Sjahrir, Soebadio Sastrosatomo, dan T.A Murad untuk dimintai
pertanggungjawabannya atas partisipasi PSI dalam pemberontakan PRII-Permesta.
Para petinggi PSI kemudian memberikan pernyataan tertulis kepada Presiden
Soekarno sebagai bantahan partisipasi PSI dalam pemberontakan. Namun, Soekarno
tidak puas dengan jawaban mereka lalu mengesahkan keputusan presiden no. 201
tahun 1960, Keppres ini berisi tuntutan pembubaran PSI.
Alasan Soekarno membubarkan PSI dilatarbelakangi oleh dua hal yakni
penerapan Pasal 9 Penpres no.7 tahun 1959 yang berisi penyederhaaan partai
politik di Indonesia dan ketidakmampuan PSI untuk membantah partisipasinya
dalam Pemberontakan PRRI. Para petinggi dan anggota partai lalu menerima
permintaan Soekarno dan mempersiapkan pembubaran PSI. Langkah yang dilakukan
PSI untuk membubarkan partainya ialah mengajukan permohonan izin kepada
Penguasa Perang Tertinggi untuk mengadakan kongres pembubaran PSI dengan
surat Partai Sosialis Indonesia No. K.089/1960. Namun izin tersebut ditolak oleh
Penguasa Perang Tertinggi dengan surat No. 0612/PEPERTI/1960 yang berisi
penolakan izin PSI untuk mengadakan kongres pembubaran PSI, hal ini didasarkan
pada status PSI yang telah dibubarkan secara resmi oleh pemerintah RI. Oleh sebab
itu, para petinggi PSI kemudian mengeluarkan pernyataan melalui radiogram kepada
cabang-cabang PSI di seluruh daerah di Indonesia yakni pembubaran PSI dan
memerintahkan mantan anggotanya untuk mematuhi Keppres no.201 tahun 1960
5
B. Ideologi PSI
Sutan Sjahrir merumuskan ideologi PSI dengan prinsip Sosialisme
Demokrat (Sosdem), sebuah paham revisionisme atas Marxisme yang berkembang
didaratan Eropa Barat, pilihan Sjahrir atas sosdem dipengaruhi oleh lingkungan
sosial saat ia tinggal di Belanda, Sjahrir aktif dalam kegiatan-kegiatan para aktifis
sosialis demokrat di negeri kincir angin tersebut, tetapi Sjahrir kerap
menggunakan terminologi sosialisme kerakyatan sebagai padanan sosdem yang
terlalu barat.
Menurut Sjahir sosialisme kerakyatan adalah sebuah paham yang
menjunjung tinggi derajat kemanusiaan, menghormati hak-hak kemanusiaan dan
berjiwa kemanusiaan, sosialisme kerakyatan sama dengan demokrasi liberal yang
menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dan menolak kehidupan feodalisme serta

kepemimpinan sentralistik pada satu orang. Menurut Sutan Sjahrir ideologi


sosialisme yang dianut PSI berbeda dengan ideologi yang dianut oleh PKI,
perbedaan yang krusial antara konsep sosialisme PSI dan PKI adalah kaum komunis
mengagap diktaktor proletariat yang mesti dijalankan sebagai jalan menuju
sosialisme, sedangkan sosdem berkeyakinan mekanisme pemilu dalam sistem negara
demokratis bisa digunakan sebagai jalan menuju kesejahteraan.

C. Dampak Dan Pengaruh Sutan Sjahri Pasca Kemerdekaan Indonesia


Perpecahan antara Sjahrir dan Amir Syarifuddin disebabkan karena Amir
Syarifuddin menambahkan faham komunisme pada prinsip utama yang menjadi
landasan Partai Sosialis sedangkan Sutan Sjahrir berserta kelompoknya menolak
dengan tegas pemahaman tersebut. Dalam pemikiran Sutan Sjahrir, penambahan
faham komunisme pada prinsip utama yang menjadi landasan Partai Sosialis

6
tersebut akan mempengaruhi arah pemerintahan yang totaliter. Dengan demikian
sangat bertentangan dengan pemikiran politik Sutan Sjahrir yang menekankan
adanya kebebasan, universalitas humanis dan sosialis kerakyatan. Setelah keluar
dari Partai Sosialis, pada tanggal 12 Februari 1948 Sutan Sjahrir bersama teman-
temannya mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI).

Partai Sosialis Indonesia merupakan partai politik yang beranggotakan tokoh-


tokoh intelektual Indonesia yang sebelumnya tergabung dalam kelompok
Pendidikan Nasional Indonesia; sebuah partai yang bertujuan untuk ikut
meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa Indonesia. Tokoh-tokoh utama yang
berperan besar dalam membentuk pemikiran politik kelompok dan partai ini
ialah Sutan Sjahrir, Soedjatmoko, Saleh Mangoendiningrat, Soebadio
Sastrosatomo, Hamid Algadri, Siti Wahyoenah Saleh Mangoendiningrat, Hoegeng
I, Santoso, Lintong Moelia Sitorus, Soebianto Djojohadikoesoemo, Daan Jahja,

Aboebakar Loebis, Wibowo, serta Ali Boediardjo. Bagi Sutan Sjahrir


demokrasi merupakan jiwa perjuangan bangsa. Dalam pemikirannya, perjuangan
merebut kemerdekaan Indonesia tidak didasarkan kepada nasionalisme tetapi
kepada faham demokrasi. Dengan demikian kebebasan dari hasil perjuangan
tersebut dapat dimiliki oleh segenap rakyat Indonesia.
Di negeri seperti Indonesia yang masih kuat dipengaruhi oleh nilai-nilai
feodalisme, fasisme, otoriterisme, maka yang perlu diprioritaskan adalah pembinaan
demokrasi. Apabila melihat kenyataan tadi, maka jelas bahwa membangun suatu
masyarakat sosialis tidak gampang. Sjahrir memilih untuk bersikap realistis, ia

menjadi lebih bijaksana, sederhana, ingat perlunya berkepala dingin. Ia menamakan


ideologi yang dipikirkannya dan dianutnya yaitu “Sosialisme- Demokrasi”, yang
lebih sering disebut sebagai “Sosialisme-Kerakyatan”. Dalam memahami
Sosialisme- Kerakyatan tampaknya kata kuncinya adalah Kemanusiaan. Ketika
menjabat sebagai Perdana Menteri (1945-47) kata “Kemanusiaan” itu sering
dipergunakan dalam pidato-pidato Sjahrir. Ia menjelaskan sifat kemanusiaan ialah

7
kepercayaan pada persamaan, keadilan serta kesanggupan kerja sama antara sesama
manusia sebagai dasar kehidupan di dalam pergaulan.
Partai Sosialis Indonesia (PSI) mengalami kekalahan pada Pemilihan Umum
pertama yang diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955. Dalam analisis
Sutan Sjahrir, faktor kekalahan bukan karena program Pemilihan Umum yang
kebarat-baratan atau terlalu rasional sehingga dianggap aneh. Ketika ternyata
Partai Komunis Indonesia hanya memperoleh 16% suara, maka menurut Sjahrir
rakyat Indonesia tetap berorientasi kepada demokrasi karena partai-partai

demokratik yang lain memperoleh suara besar. Menurut Hamid Algadri, rakyat
Indonesia belum siap untuk menerima program- program Partai Sosialis Indonesia
(PSI) karena diformulasikan dalam cara yang terlalu intelektual. Walaupun
demikian, dengan mengikuti Pemilihan Umum setidaknya memperlihatkan orientasi
politik yang menjunjung tinggi demokrasi. Partai Sosialis Indonesia (PSI), bila
dilihat dari kuantitas keanggotaannya merupakan partai kecil di Indonesia, yang
hanya memperoleh 2% suara total dalam pemilihan umum pada bulan September
1955, tapi secara kualitas merupakan partai yang mempunyai pengaruh besar. Pada
hemat Sjahrir, kelemahan Partai Sosialis Indonesia (PSI) disebabkan karena keliru
menghitung kematangan dan kesadaran politik para pemilih, khususnya yang
mudah didominasi oleh otoritas keagamaan dan kepamongprajaan.
Apa yang Sjahrir takuti di masa kejayaannya dimana rakyat Indonesia
membenci bangsa asing bahkan bangsanya sendiri bukan hanya terjadi pada sebelum
atau pun sesudah kemerdekaan Indonesia, tetapi sampai sekarang sikap saling
memusuhi bangsa sendiri masih dirasakan hingga saat kini.
Tidak cukup hanya menempatkan Sutan Sjahrir sebagai Perdana Menteri pertama
Indonesia. Begitu juga menempatkan Sjahrir hanya sebagai pendiri Partai Sosialis
Indonesia atau pimpinan partai sosialis, gelar itu terlalu kecil bagi Sjahrir.

D. Demokrasi Sosial Klasik (Kiri Lama)


Konsep demokrasi sosial klasik asas analisisnya lebih kepada
“pertarungan” antara ideologi serta pewujudan negara kebajikan sebagai

8
tujuan utama dari pandangan kaum demokrasi sosial klasik. Bagi kaum
demokrasi sosial klasik keterlibatan pemerintah dalam kehidupan keluarga
adalah penting untuk menyelamatkan kehidupan keluarga yang tidak boleh
terus bertahan dalam hidupnya atas tantangan persaingan ala kapitalisme.
Setidaknya terdapat ide penting dalam konsep ini (Giddens:1999) :

1. Keterlibatan Negara yang cukup luas dalam kehidupan sosial dan


ekonomi (Pervasive state involvement in social and economic life)
2. Negara mendominasi masyarakat madani (State dominant over civil
society).
3. Kolektivisme (Collectivism).
4. Manajemen permintaan Keynesian dan Korporasi (Keynesian Demand
management and corporatism).
5. Peran pasar yang di batasi: ekonomi sosial atau campuran (Confined
role for markets: the mixed or social economy)

E. Neo-Liberalisme (Kanan Baru)


Konsep ini merupakan antitesa daripada demokrasi sosial. Neoliberalisme atau
kanan baru adalah sebuah ideologi yang lahir akibat globalisasi yang terjadi
pada sistem ekonomi-politik global. Dua orang yang mempunyai peranan dalam
menterhadkan sistem ini ialah Margaret Thatcher dengan Thatcherisme-nya
serta Ronald Reagen dengan slogan Reagonomics, mereka sangat “mencintai”
pasar dan menolak konsep-konsep negara kebajikan. Pandangan kedua
tokoh ini lebih melihat persaingan sebagai sesuatu yang given dalam sistem
global. Mengikut rumusan konsep terhadap kanan baru setidaknya
terdapat dua belas ide utama dalam neoliberalisme (Giddens:1999):
1. Pemerintah Minimal (Minimal government).
2. Masyarakat yang madani (Autonomous civil society).
9
3. Fundamentalisme pasar (Market fundamentalism).
4. Otorotarianisme moral dan individualisme ekonomi yang kuat (Moral
authoritarianism and Strong economic fundamentalism)
5. Kemudahan pasar tenaga kerja (Labour market clear like any
others).

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

1. Pembentukan Partai Sosialis Indonesia bermula dari gabungan dua partai


sosialis di Indonesia yakni Partai Rakyat Sosialis (Paras) bentukan Sutan Sjahrir
dan Partai Sosialis Indonesia (Parsi) bentukan Amir Syarifudin yang sama-sama
berdiri pada tahun 1945, kedua partai tersebut kemudian bersatu menjadi Partai
Sosialis (PS).
2. Menurut Sutan Sjahrir ideologi sosialisme yang dianut PSI berbeda dengan
ideologi yang dianut oleh PKI, perbedaan yang krusial antara konsep
sosialisme PSI dan PKI adalah kaum komunis mengagap diktaktor proletariat
yang mesti dijalankan sebagai jalan menuju sosialisme, sedangkan sosdem
berkeyakinan mekanisme pemilu dalam sistem negara demokratis bisa
digunakan sebagai jalan menuju kesejahteraan.
3. Demokrasi Sosial Klasik (Kiri Lama) Konsep demokrasi sosial klasik asas
analisisnya lebih kepada “pertarungan” antara ideologi serta pewujudan negara
kebajikan sebagai tujuan utama dari pandangan kaum demokrasi sosial klasik

10
Neo-Liberalisme (Kanan Baru)Konsep ini merupakan antitesa daripada
demokrasi sosial. Neoliberalisme atau kanan baru adalah sebuah ideologi yang
lahir akibat globalisasi yang terjadi pada sistem ekonomi-politik global
Saran

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini,


baik materi atau struktur penulisan. Kritik dan saran membangun sangat kami
perlukan untuk menunjang perbaikan penulisan kedepannya. Terimakasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah yang belum
sempurna ini

11
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, R. (2010). Sutan Sjahrir: demokrat sejati, pejuang kemanusiaan. Jakarta:


Kompas.

Kahin, G. M. (1952). Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. New York: Cornell


University Press.
Ricklefs, M.C. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta.

Argenti, G. (2017). Kiprah Politik Partai Sosialis Indonesia. Jurnal Politikom


Indonesiana, 2(1), 1-14.

Goncing, N. (2015). Politik Nahdatul Ulama dan Orde Baru. Jurnal Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan Indonesia, 1(1), 61-74.

Arizka Warganegara Revisionisme Marxisme dan Perkembangan Ideologi demokrasi

12

Anda mungkin juga menyukai